analisis kegiatan gotong royong dalam …repository.utu.ac.id/728/1/i-v.pdf · sesuai dengan uraian...
TRANSCRIPT
ANALISIS KEGIATAN GOTONG ROYONG DALAM
MENINGKATKAN PEMBANGUNAN GAMPONG
ALUE RAYA KECAMATAN SAMA TIGA
KABUPATEN ACEH BARAT
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan
memenuhi syarat-syarat guna memperoleh
Gelar Sarjana Sosial
OLEH
AGUSTINA PUTRA
NIM : 07C20201008
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH – ACEH BARAT
2013
iii
ABSTRAK
Agustina Putra 2012. Analisis Kegiatan Gotong royong dalam Meningkatkan
pembangunan Gampong Alue Raya Kecamatan Sama Tiga Kabupaten Aceh
Barat, di bawah bimbingan Sudarman dan Nelis Mardhiah.
Gotong-royong merupakan bentuk solidaritas sosial, untuk kepentingan
pribadi ataupun kepentingan kelompok, yang di setiap periode tertentu selalu
terjadi perubahan-perubahan di sebabkan pola fikir inividu dalam masyarakat
yang terus berkembang serta adanya pengaruh baik dari dalam maupun dari luar
akan melahirkan perubahan nilai-nilai sosial yang ada dalam masyarakat salah
satunya adalah gotong royong. Yang menjadi fokus penelitian ini yaitu mengenai
keberadaan, fungsi juga manfaat gotong royong dalam meningkatkan
pembangunan, serta faktor yang menjadi pendorong serta penghambat terjadinya
gotong royong dalam Gampong Alue Raya kecamatan Sama Tiga Aceh Barat.
Penelitian ini menggunakan jenis metode penelitian kualitatif deskriptif. Data
dikumpulkan melalui observasi, wawancara dokumentasi. Wawancara dilakukan
secara mendalam dengan Keuchik Alue Raya, serta beberapa tokoh masyarakat,
berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa kegiatan gotong royong yang
dijalani oleh masyarakat Alue Raya terbagi dua, gotong royong dengan sistem
tolong menolong, yaitu penambahan tenaga kerja sebagai bantuan yang dilakukan
oleh suatu keluarga atau kelompok, dan gotong royong sistem kerjabakti, yang
merupakan kerja bersama baik itu ide, fikiran maupun kerja fisik yang dilakukan
bersama oleh masyarakat untuk tujuan menyelesaikan proyek yang berguna bagi
kepentingan umum. Kegiatan gotong royong dilakukan oleh masyarakat Alue
Raya bentuk pembangunan yang terlihat di alue raya masih pada pembangunan
fisik Gampong dan semua itu dilaksanakan dalam bentuk gotong royong.
Kata Kunci : Gotong royong, pembangunan Gampong
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kehidupan manusia dalam masyarakat tidak terlepas dengan adanya
interaksi sosial antar sesamanya. Pada dasarnya manusia sesuai dengan fitrahnya
merupakan makhluk sosial yang tidak biasa hidup sendiri melainkan
membutuhkan pertolongan orang lain. Oleh sebab itu didalam kehidupan
masyarakat di perlukan adanya kerjasama dan sikap gotong royong dalam
menyelesaikan segala permasalahan.
Kerjasama yang dilakukan secara bersama-sama disebut sebagai gotong-
royong, akhirnya menjadi strategi dalam pola hidup bersama yang saling
meringankan beban masing-masing pekerjaan. Adanya kerjasama semacam ini
merupakan suatu bukti adanya keselarasan hidup antar sesama bagi komunitas,
terutama yang masih menghormati dan menjalankan nilai-nilai kehidupan, yang
biasanya dilakukan oleh komunitas perdesaan atau komunitas tradisional.
Tetapi tidak menuntup kemungkinan bahwa komunitas masyarakat yang
berada di perkotaan juga dalam beberapa hal tertentu memerlukan semangat
gotong-royong sebagai bentuk solidaritas sosial, terjadinya gotong royong karena
adanya bantuan dari pihak lain, untuk kepentingan pribadi ataupun kepentingan
kelompok, sehingga di dalamnya terdapat sikap loyal dari setiap warga sebagai
satu kesatuan.
Sikap gotong royong yang dilakukan masyarakat dalam kehidupannya
memiliki peranan dan manfaat yang sangat penting. Dengan adanya gotong
royong, segala permasalahan dan pekerjaan yang rumit akan cepat terselesaikan
2
jika dilakukan secara bergotong royong diantara sesama di dalam masyarakat,
Pembangunan akan cepat terlaksana apabila masyarakat didalamnya bergotong
royong dan berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan tersebut.
Perilaku gotong royong sebenamya merupakan kewajiban setiap individu
didalam masyarakat. Pada dasarnya sikap gotong royong ini merupakan hal yang
positif asalkan jangan bergotong royong atau kerjasama dalam hal keburukan
karena itu merupakan sebuah dosa.
Kegiatan gotong royong perlu kita dilestarikan, karena sikap ini sangat
positif sekali dan menunjang bagi keselarasan dan kenyamanan masyarakat dalam
kehidupannya. Sikap gotong royong merupakan ciri dari kehidupan masyarakat
kita yang perlu dilestarikan, terdapat banyak faktor penghambat maupun
pendukung terhadap gotong royong ini.
Pada hakekatnya pengertian gotong royong tidak hanya terbatas pada
membersihkan lingkungan semata, gotong royong bisa diartikan bekerja sama
dalam segala bidang, termasuk mencari solusi berbagai masalah yang dihadapi
masyarakat. Ditinjau dari bentuk yang dikerjakan secara bersama-sama gotong
royong bisa mencangkup material, tenaga, uang dan sumbangan fikiran/ide yang
berasal dari donatur, masyarakat maupun anggaran pemerintah.
Gampong Alue Raya merupakan salah satu Gampong yang terdapat di
Provinsi Aceh tepatnya pada Kecamatan Sama Tiga Kabupaten Aceh Barat.
Dulunya berbagai aktivitas masyarakat yang membutuhkan banyak curahan
tenaga di Gampong Alue Raya ini lebih banyak dikerjakankan dengan bergotong
royong.
3
Namun dewasa ini hal-hal demikian pada Gampong Alue Raya makin
jarang di jumpai. Terkait dengan hal ini kegiatan gotong royong khususnya
Gampong Alue Raya Kecamatan Sama Tiga, cenderung berkurang, Dahulu
banyak kegiatan yang dilakukan dengan cara bergotong royong, misalnya
masyarakat kompak dan aktif ikut berpartisipasi mendistribusikan ide serta
pemikiran pada setiap musyawarah Gampong (Musrenbang Desa) yang rutin
dilaksanakan setahun sekali dalam Gampong guna dalam peningkatan
pembangunan dalam Gampong.
Banyak hal lainnya yang dilakukan oleh masyarakat Alue Raya melalui
gotong royong seperti ikut berpartisipasi pada kegiatan gotong royong dalam
memenuhi kebutuhan bersama, membangun tempat ibadah, menghidupkan masjid
dengan berjamaah, menyusuri jalan-jalan dan membersihkannya dari sampah,
gotong royong dalam hal pertanian seperti menanam dan memanen padi yang
dilakukan oleh masyarakat secara bergiliran yang dalam bahasa Acehnya
Meuseuraya.
Bergotong royong dalam bentuk ikut berpartisipasi pada kegiatan
pemberdayaan masyarakat yang di selenggarakan oleh pihak pemerintah
Gampong dengan mendatangkan para ahli kerajinan kasap, masyarakat
membentuk kelompok-kelompok kerja menjahit kasap, setelah kasap selesai akan
di tampung oleh pemerintah Gampong untuk selanjutnya dijual dan hasil
penjualan nantinya akan di ambil sepuluh persen sebagai dana Gampong
selebihnya diserahkan kembali kepada kelompok masyarakat yang kasapnya yang
telah terjual, sehingga nanti pada ujungnya perubahan pada peningkatan taraf
4
hidup masyarakat khususnya perempuan dalam membantu perekonomian
keluarga.
Bagi masyarakat Alue Raya kegiatan gotong royong yang dilakukan dalam
berbagai macam kegiatan sudah tidak asing lagi, fungsi serta manfaatnya juga
dirasakan oleh masyarakat dengan bergotong royong terlebih dalam
menyelesaikan pekerjaan yang membutuhkan tenaga lebih banyak. Namun terkait
dengan bergotong royong dewasa ini sudah jarang ditemui, hal ini disebabkan
banyak faktor yang menjadi pendorong serta penghambat kegiatan gotong royong
ini terlaksana di Gampong Alue Raya.
Berdasarkan uraian di atas yang menjadi latar belakang masalah maka
penulis terdorong untuk mengungkap/mengetahui lebih jauh fakta-fakta tersebut,
untuk itu penulis mengangkat penelitian dengan judul “Analisis kegiatan Gotong
Royong dalam meningkatkan pembangunan Gampong Alue Raya,
Kecamatan Sama Tiga Kabupaten Aceh Barat”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka yang menjadi
pertanyaan dalam penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan dan bentuk
kegiatan gotong royong dengan pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana keberadaan kegiatan gotong royong di Gampong Alue
Raya?
2. Apakah kegiatan gotong royong dapat meningkatkan pembangunan di
Gampong Alue Raya?
3. Faktor-faktor apasaja yang menjadi pendorong serta penghambat
terjadinya kegiatan gotong royong di Gampong Alue Raya?
5
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi
tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui keberdaan kegiatan gotong royong di Gampong Alue
Raya.
2. Untuk mengetahui fungsi serta manfaat kegiatan gotong royong dalam
meningkatkan pembangunan di Gampong Alue Raya Kecamatan Sama
Tiga, Kabupaten Aceh Barat.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor apasaja yang menjadi pendorong serta
penghambat terjadinya kegiatan gotong royong di Gampong Alue Raya.
1.4 Manfaat Penelitian
Setelah penelitian ini selesai, peneliti berharap dapat mengambil beberapa
manfaat yaitu sebagai berikut :
1.4.1 Manfaat Teoritis
Sebagai sarana untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berfikir
ilmiah dengan sistematis dan metodologis sebagai wacana baru guna memperkaya
aspek kognitif, akdemisnya, Agar menjadi masukan secara langsung maupun tidak
bagi perpustakaan depatemen ilmu administrasi negara mengingat minimnya
wacana sepert ini, dan juga sebagai referensi bagi penulis dan bagi pihak-pihak
lain yang ingin melakukan penelitian ini lebih lanjut.
1.4.2 Manfaat Praktis
Dapat memberikan konstribusi mengenai data dan imformasi yang dapat
membantu peneliatan labih lanjut dari peneliti-peneliti lainnya terutama mengenai
6
analisis kegiatan gotong royong dalam meningkatkan pembangunan Gampong
Alue Raya, Kecamatan Sama Tiga Kabupaten Aceh Barat.
1.5 Sistematika Pembahasan
Bab I : Pendahuluan.
Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika
pembahasan.
Bab II : Tinjauan Pustaka
Bab ini membahas mengenai landasan teori sebagai pijakan
dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan acuan
teori teori yang relevansi dengan hal yang diteliti.
Bab III : Metodologi Penelitian
Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi
dan sampel, teknik pengumpulan data, teknik analisis data serta
jadwal penelitian.
Bab IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan
Bab ini membahas mengenai hasil penelitian yang ditemui
dilapangan, yang menyangkut dengan penelitian serta relevansi
dengan landasan teori sebagai pijakan serta pembahasan
mengenai hasil penelitian keseluruhan.
Bab V : Kesimpulan dan Saran
Bab ini membahas mengenai kesimpulan dari hasil penelitian
secara keseluruhan dan berisi saran-saran untuk kedepan.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini akan dicantumkan
beberapa hasil penelitian terdahulu oleh beberapa peneliti yang pernah penulis
baca di antaranya :
Pandangan hasil kajian Zulkarnaini, et.all (2010), menyebutkan Pasca
Tsunami, sebagian masyarakat di Gampong Keub lebih mementingkan
kepentingan individu daripada kepentingan bersama, hal ini sebagai imbas dari
keterpurukan masyarakat yang harus berusaha menghimpun kekuatan untuk
kembali mencari nafkah bagi diri dan keluarganya.
Selanjutnya Helmi Aliza et.all (2011) menyebutkan selama ini pasca konflik
dan tsunami di Aceh, khususnya Kecamatan Kawai XVI masyarakat telah
mengalami pergeseran nilai secara kultural. Multi kultur yang di bawa oleh
berbagai pihak dalam membantu masyarakat telah menimbulkan pergeseran nilai-
nilai adat yang ada di Aceh khususnya masalah kebersamaan (gotong royong).
masyarakat Kecamatan Kaway XVI, terlalu sibuk untuk mengurus masalah cash for work
sehingga telah melupakan budaya gotong royong untuk kepentingan bersama.
2.2 Pengertian Gotong - Royong
Abdillah (2006, h. 4) mengemukakan”Gotong royong adalah suatu
kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama dan bersifat suka rela agar kegiatan
yang dilakukan dapat berjalan lancar, mudah dan ringan”.
8
Prinsip kekeluargaan dan kegotongroyongan dalam kegiatan usaha
ekonomi digunakan prinsip kerjasama, saling membantu dalam suasana demokrasi
ekonomi untuk mencapai kesejahteraan bersama secara adil (adil dalam
kemakmuran dalam bidang ekonomi, prinsip kegotongroyongan dan kekeluargaan
terlihat dalam pasal 33 UUD 1945).
Pasal 33 UUD 1945 terdiri dari 3 ayat:
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas azas
kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dalam pasal 33 UUD 1945 tersebut tercantum dasar demokrasi ekonomi
produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan atau pemilikan
anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakat yang diutamakan, bukan
orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas azas
kekeluargaan.
Gotong royong adalah bekerja bersama-sama dalam menyelesaikan
pekerjaan dan secara bersama-sama menikmati hasil pekerjaan tersebut secara
adil. Atau suatu usaha atau pekerjaan yang dilakukan tanpa pamrih dan secara
sukarela oleh semua warga menurut batas kemampuannya masing-masing
Kerjasama saling membantu atau bergotong royong dalam masyarakat demi
kepentingan bersama sudah terlaksana sejak jaman dahulu kala, karena dengan
9
bergotong royong kegiatan menjadi lancar dalam mencapai tujuannya. Dalam
prinsip gotong royong masyarakat, terkandung nilai moral antara lain:
1. Keikhlasan berpartisipasi dan kebersamaan/persatuan.
2. Saling membantu dan mengutamakan kepentingan bersama/umum.
3. Usaha peningkatan/pemenuhan kesejahteraan
4. Usaha penyesuaian dan integrasi/penyatuan kepentingan sendiri dengan
kepentingan bersama.
Gotong royong dapat dimaknai sebagai sebagai saling tolong menolong
untuk mengerjakan sesuatu, khususnya sesuatu yang bermakna sosial. Lebih jauh
lagi, gotong royong ini didasari oleh semangat kekeluargaan, sukarela dan tanpa
pamrih. Mulyawati et. al, dalam (Rasaki, http://bahas.multiply.com/ diakses 17
oktober 2012).
Pada dasarnya sikap gotong royong ini merupakan hal yang positif asalkan
jangan bergotong royong atau kerjasama dalam hal keburukan karena itu
merupakan sebuah dosa.
Gotong royong sendiri tidak terlepas dari gagasan hubungan antar
individu mungkin ditentukan. Ada empat tipologi untuk membedakan
dimensi atau aspek : Sosial, Normatif, Interaksional dan kesempatan.
Hubungan sosial adalah sesuatu yang menghubungkan individu,
masing-masing individu mempunyai gagasan pemikiran dan
keyakinan yang mungkin serupa atau berlainan atau mempunyai
aturan yang membimbing perilaku mereka yang mungkin saling
mendukung atau saling bertentangan; atau perhatian mereka yang
serupa atau pertentangan. Empat jenis ikatan yang muncul pada
masyarakat yang sering berkaitan bergantung pada jenis kesatuan
yang dipersatukan oleh jaringan hubungan yakni: gagasan, normatif,
tindakan dan perhatian. Sztomka (2007, h.10)
Hal ini senada dengan pendapatnya Azinar Sayuti sebagai berikut:
“Segi lain yang dapat diperoleh faedahnya dari gotong royong ini
adafah rasa keikutsertaan dan tanggung jawab bersama warga
masyarakat bersangkutan dalam usaha pembangunan baik dalam
bentuk fisik maupun nonfisik atau menurut bidang-bidang kehidupan
10
yang terdapat dilingkungan masayarakat setempat”. (Azinar Sayuti,
1983, h.18 7).
Terdapat banyak faktor penghambat maupun pendukung terhadap gotong
royong ini. Hal ini juga diungkapkan oleh Syamsudin Hichalid sebagai berikut:
“Dengan kedua kekuatan medan, yaitu faktor penghambat dan faktor
pendukung yang saling bertentangan, kita dapat meiestarikan nilai-
nilai budaya yang merupakan jiwa gotong royong masyarakat desa,
termasuk sistem pengerahan lenaga dalam kegiatan masyarakat desa,
kerja bakti dan kegiatan tolong-menolong. Strategi yang paling
mendasar ialah sistem pendekatan kepemimpinan yang bijaksana atau
pendekatan kebijakan, bagaimana menghilangkan atau memperkecil
faktor penghambat itu, serta memperkuat faktor pendukung dalam
suatu proses perkembangan gotong royong dalam pembangunan”
(Syamsudin Hicham, 1983, h.148).
Dari definisi di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kegiatan gotong
merupakan sebuah kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama berawal dari
hubungan sosial antara individu yang terjalin dalam masyarakat, karena dalam
teori spesies manusia merupakan komponen utama dalam masyarakat, dengan
tanpa mengenal status sosial, bersifat suka rela sehingga gotong royong dapat
dilakukan serta dapat berjalan lancar untuk mencapai suatu hasil yang diidamkan
bersama.
2.2.1 Tolong Menolong
Gotong-royong dalam bentuk tolong menolong dan dalam bentuk
kerjabakti keduanya berbeda dalam hal kepentingan, bahwa tolong-menolong
dilakukan untuk kepentingan perseorangan dalam hal kesusahan ataupun
memerlukan curahan tenaga dalam menyelesaikan pekerjaannya, sehingga yang
bersangkutan mendapat keuntungan dengan adanya bantuan sukarela. Sedangkan
kerja-bakti dilakukan untuk kepentingan bersama, sehingga keuntungan untuk
11
merasakannya didapat secara bersama-sama, baik bagi warga bersangkutan
maupun orang lain walaupun tidak turut serta dalam kerjabakti.
Gotong-royong dalam bentuk tolong menolong dilakukan secara sukarela
untuk membantu orang lain, tetapi ada suatu kewajiban sosial yang memaksa
secara moral bagi seseorang yang telah mendapat pertolongan tersebut untuk
kembali menolong orang yang pernah menolongnya, sehingga saling tolong
menolong ini menjadi meluas tanpa melihat orang yang pernah menolongnya atau
tidak.
Dengan demikian, bahwa tolong menolong ini merupakan suatu usaha
untuk menanam budi baik terhadap orang lain tanpa adanya imbalan jasa atau
kompensasi secara langsung atas pekerjaan itu yang bersifat kebendaan,
begitupula yang ditolong akan merasa berhutang budi terhadap orang yang pernah
menolongnya, sehingga terjadilah keseimbangan berupa bantuan tenaga yang
diperoleh bila suatu saat akan melakukan pekerjaan yang sama.
Tashadi et. al. (1982, h.78) mengemukakan, Konpensasi atau balas jasa
dalam hal tolong menolong itu tidak diwujudkan dengan sejumlah nilai uang,
tetapi jasa yang telah diberikan itu akan lebih menjamin hubungan kekeluargaan
yang baik di antara mereka yang bersangkutan atau berhubungan karena adanya
suatu peristiwa.
Apabila kompensasi atau jasa itu diwujudkan dengan sejumlah nilai uang,
maka jarak sosial akan terjadi yang mengakibatkan nilai-nilai batin menjadi
renggang yang akhirnya mendesak nilai itu sendiri. Demikian peristiwa ini banyak
kita lihat dewasa ini di berbagai tempat di daerah pedesaan.
Dengan demikian, bahwa tolong menolong merupakan gotong-royong
yang memiliki azas timbal balik secara moral antar warga komunitas yang
berpedoman pada kesamaan wilayah dan kekeluargaan yang erat. Bersamaan
12
dengan tumbuhnya penduduk, maka kegiatan tolong menolong mulai
memunculkan adanya pamrih, walaupun tidak secara langsung dalam bentuk
imbalan nyata, tetapi imbalan yang sama seperti telah diberikan, Hal ini senada
yang dikemukakan oleh Kayam, Yaitu:
“... bahwa kebersamaan atau kolektivitas dari masyarakat pertanian
sederhana akan segera berubah begitu manusia pertanian menyadari hal
milik pribadi. Begitu dia membuat klaim terhadap sebidang lahan, ...
agaknya, dia menjadi sadar bahwa permintaan tolong kepada
tetangganya untuk menggarap lahan akan harus memperhatikan tolong
menolong yang lain. Apabila sebelumnya dia kerja bersama-sama,
beramai-ramai dengan tetangganya, "tanpa suatu pamrih", sekarang dia
masih bekerja bersama-sama tetapi dengan "pamrih". Pamrih adalah
harapan terhadap suatu imbalan. ... apakah itu imbalan berupa ganti
pertolongan pada waktu dia nanti memerlukannya. ... Tolong menolong
dengan pamrih atau ganti pertolongan di masa datang sebagai tanggung
jawab moral untuk ganti menolong”. Kayam, (1987, h. 67)
Kegiatan gotong-royong dilakukan secara serentak untuk menyelesaikan
suatu pekerjaan yang hasilnya dimanfaatkan bersama. Kadangkala gotong royong
semacam ini menjadi pengertiannya menjadi tidak jelas dengan adanya gotong
royong secara sukarela dan secara paksaan, seperti yang dikemukakan
Koentjaraningrat (dalam Sajogyo dan Sajogyo, 1992: h.38), mengenai gotong-
royong juga harus membedakan antara (1) kerjasama untuk proyek-proyek yang
timbul dari inisiatif atau swadaya warga para warga desa sendiri dan (2)
kerjasama untuk proyek-proyek yang dipaksakan dari atas.
2.3 Pengertian Pembangunan
Teori pembangunan dalam ilmu sosial dapat dibagi ke dalam dua
paradigma besar, modernisasi dan ketergantungan. Lewwellen 1995, Larrin
1994, Kiely 1995 dalam (Tikson, 2005). Paradigma modernisasi mencakup
teori-teori makro tentang pertumbuhan ekonomi dan perubahan sosial dan
13
teori-teori mikro tentang nilai-nilai individu yang menunjang proses
perubahan. Paradigma ketergantungan mencakup teori-teori keterbelakangan
(under-development) ketergantungan (dependent development) dan sistem
dunia (world system theory) sesuai dengan klassifikasi Larrain (1994, h. 45).
Sedangkan Tikson (2005, h. 56) membaginya kedalam tiga klassifikasi teori
pembangunan, yaitu modernisasi, keterbelakangan dan ketergantungan. Dari
berbagai paradigma tersebut itulah kemudian muncul berbagai versi tentang
pengertian pembangunan.
Pengertian pembangunan menjadi hal yang paling menarik untuk
diperdebatkan. Mungkin saja tidak ada satu disiplin ilmu yang paling tepat
mengartikan kata pembangunan. Sejauh ini serangkaian pemikiran tentang
pembangunan telah berkembang, mulai dari perspektif sosiologi klasik
(Durkheim, Weber, dan Marx), pandangan Marxis, modernisasi oleh Rostow,
strukturalisme bersama modernisasi memperkaya ulasan pendahuluan
pembangunan sosial, hingga pembangunan berkelanjutan. Namun, ada tema-
tema pokok yang menjadi pesan di dalamnya. Dalam hal
ini, pembangunan dapat diartikan sebagai `suatu upaya terkoordinasi untuk
menciptakan alternatif yang lebih banyak secara sah kepada setiap warga
negara untuk memenuhi dan mencapai aspirasinya yang paling manusiawi
(Nugroho dan Rochmin Dahuri, 2004, h. 67). Tema pertama adalah
koordinasi, yang berimplikasi pada perlunya suatu kegiatan perencanaan
seperti yang telah dibahas sebelumnya. Tema kedua adalah terciptanya
alternatif yang lebih banyak secara sah. Hal ini dapat diartikan bahwa
pembangunan hendaknya berorientasi kepada keberagaman dalam seluruh
14
aspek kehidupan. Ada pun mekanismenya menuntut kepada terciptanya
kelembagaan dan hukum yang terpercaya yang mampu berperan secara
efisien, transparan, dan adil. Tema ketiga mencapai aspirasi yang paling
manusiawi, yang berarti pembangunan harus berorientasi kepada pemecahan
masalah dan pembinaan nilai-nilai moral dan etika umat.
Mengenai pengertian pembangunan, para ahli memberikan definisi
yang bermacam-macam seperti halnya perencanaan. Istilah pembangunan bisa
saja diartikan berbeda oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu
dengan daerah lainnya, Negara satu dengan Negara lain. Namun secara umum
ada suatu kesepakatan bahwa pembangunan merupakan proses untuk
melakukan perubahan (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005, h.
23).
Siagian (1994, h. 11) memberikan pengertian tentang pembangunan
sebagai “Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang
berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan
pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation
building)”. Pengertian yang lebih sederhana, yaitu sebagai suatu proses
perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara
terencana. Ginanjar Kartasasmita (1994, h. 22)
Pada awal pemikiran tentang pembangunan sering ditemukan adanya
pemikiran yang mengidentikan pembangunan dengan perkembangan,
pembangunan dengan modernisasi dan industrialisasi, bahkan pembangunan
dengan westernisasi. Seluruh pemikiran tersebut didasarkan pada aspek
perubahan, di mana pembangunan, perkembangan, dan modernisasi serta
15
industrialisasi, secara keseluruhan mengandung unsur perubahan. Namun
begitu, keempat hal tersebut mempunyai perbedaan yang cukup prinsipil,
karena masing-masing mempunyai latar belakang, azas dan hakikat yang
berbeda serta prinsip kontinuitas yang berbeda pula, meskipun semuanya
merupakan bentuk yang merefleksikan perubahan (Riyadi dan Deddy
Supriyadi Bratakusumah, 2005, 55).
Pembangunan (development) adalah proses perubahan yang mencakup
seluruh system sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan,
pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan budaya (Alexander 1994, h. 12).
Portes (1976, h. 89) mendefenisiskan pembangunan sebagai transformasi
ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan adalah proses perubahan yang
direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Menurut Deddy T. Tikson (2005, h. 110) bahwa pembangunan nasional
dapat pula diartikan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya secara
sengaja melalui kebijakan dan strategi menuju arah yang diinginkan.
Transformasi dalam struktur ekonomi, misalnya, dapat dilihat melalui
peningkatan atau pertumbuhan produksi yang cepat di sektor industri dan jasa,
sehingga kontribusinya terhadap pendapatan nasional semakin besar.
Sebaliknya, kontribusi sektor pertanian akan menjadi semakin kecil dan
berbanding terbalik dengan pertumbuhan industrialisasi dan modernisasi
ekonomi. Transformasi sosial dapat dilihat melalui pendistribusian
kemakmuran melalui pemerataan memperoleh akses terhadap sumber daya
sosial-ekonomi, seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, air bersih,fasilitas
rekreasi, dan partisipasi dalam proses pembuatan keputusan politik. Sedangkan
16
transformasi budaya sering dikaitkan, antara lain, dengan bangkitnya
semangat kebangsaan dan nasionalisme, disamping adanya perubahan nilai dan
norma yang dianut masyarakat, seperti perubahan dan spiritualisme ke
materialisme/sekularisme. Pergeseran dari penilaian yang tinggi kepada
penguasaan materi, dari kelembagaan tradisional menjadi organisasi modern
dan rasional.
Dengan demikian, proses pembangunan terjadi di semua aspek
kehidupan masyarakat, ekonomi, sosial, budaya, politik, yang berlangsung
pada level makro (nasional) dan mikro (commuinity/group). Makna penting
dari pembangunan adalah adanya kemajuan/perbaikan (progress),
pertumbuhan dan diversifikasi.
Sebagaimana dikemukakan oleh para para ahli di
atas, pembangunan adalah sumua proses perubahan yang dilakukan melalui
upaya-upaya secara sadar dan terencana. Sedangkan perkembangan adalah
proses perubahan yang terjadi secara alami sebagai dampak dari adanya pem-
bangunan (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005, h. 20).
Dengan semakin meningkatnya kompleksitas kehidupan masyarakat
yang menyangkut berbagai aspek, pemikiran tentang modernisasi pun tidak
lagi hanya mencakup bidang ekonomi dan industri, melainkan telah merambah
ke seluruh aspek yang dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat. Oleh
karena itu, modernisasi diartikan sebagai proses trasformasi dan perubahan
dalam masyarakat yang meliputi segala aspeknya, baik ekonomi, industri, sosial,
budaya, dan sebagainya
17
Oleh karena dalam proses modernisasi itu terjadi suatu proses
perubahan yang mengarah pada perbaikan, para ahli manajemen pembangunan
menganggapnya sebagai suatu proses pembangunan di mana terjadi proses
perubahan dari kehidupan tradisional menjadi modern, yang pada awal
mulanya ditandai dengan adanya penggunaan alat-alat modern, menggantikan
alat-alat yang tradisional.
Selanjutnya seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, termasuk
ilmu-ilmu sosial, para Ahli manajemen pembangunan terus berupaya untuk
menggali konsep-konsep pembangunan secara ilmiah. Secara sederhana
pembangunan sering diartikan sebagai suatu upaya untuk melakukan
perubahan menjadi lebih baik. Karena perubahan yang dimaksud adalah
menuju arah peningkatan dari keadaan semula, tidak jarang pula ada yang
mengasumsikan bahwa pembangunan adalah juga pertumbuhan. Seiring de-
ngan perkembangannya hingga saat ini belum ditemukan adanya suatu
kesepakatan yang dapat menolak asumsi tersebut. Akan tetapi untuk dapat
membedakan keduanya tanpa harus memisahkan secara tegas batasannya, Siagian
(1983, h. 21) dalam bukunya Administrasi Pembangunan mengemukakan,
“Pembangunan sebagai suatu perubahan, mewujudkan suatu kondisi kehidupan
bernegara dan bermasyarakat yang lebih baik dari kondisi sekarang, sedangkan
pembangunan sebagai suatu pertumbuhan menunjukkan kemampuan suatu
kelompok untuk terus berkembang, baik secara kualitatif maupun kuantitatif dan
merupakan sesuatu yang mutlak harus terjadi dalam pembangunan.”
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada dasarnya pembangunan
tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan, dalam arti bahwa pembangunan dapat
18
menyebabkan terjadinya pertumbuhan dan pertumbuhan akan terjadi sebagai
akibat adanya pembangunan. Dalam hal ini pertumbuhan dapat berupa
pengembangan/perluasan (expansion) atau peningkatan (improvement) dari
aktivitas yang dilakukan oleh suatu komunitas masyarakat.
19
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Sesuai dengan masalah yang penulis ajukan, maka penulis menggunakan
metode penelitian kualitatif yaitu suatu proses penelitian dan pemahaman yang
berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan
masalah manusia. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran
kompleks, meneliti kata-kata, laporan terperinci dari pandangan informan, dan
melakukan studi pada situasi alami. Adapun metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode deskriptif.
Penelitian kualitatif adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk
membantu menjelaskan karakteristik objek dan subjek penelitian” (Arikunto 1998,
h. 88)
Maka dapat disimpulkan bahwa metode penelitian kualitatif adalah
metode penelitian yang nantinya data yang ditemukan, diolah sehingga
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang diamati pada obyek penelitian dan subyek penelitian.
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Gampong Alue Raya Kecamatan Sama Tiga,
Kabupaten Aceh Barat. Peneliti memilih lokasi ini sebagai tempat penelitian
karena melihat ketimpangan mengenai gotong royong yang pada awalnya oleh
masyarakat sering melakoninya, tetapi dewasa ini telah mulai memudar, serta
berganti berasakan materi.
20
3.3 Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data
3.3.1 Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah dari data primer yang didapat dari
hasil observasi, wawancara. Sumber primer adalah sumber data yang langsung
memberikan data kepada pengumpul data. Sedangkan data sekunder yaitu sumber
yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat
orang lain atau lewat dokumen. (Sugiyono 2011, h. 225). Dalam penelitian ini
pengambilan sumber data menggunakan teknik Purposive sampling.
Purposive sampling yaitu Teknik pengambilan sampel sumber data dengan
pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini atas dasar orang tersebut di
anggap paling mengetahui dan berhubungan atau orang tersebut sebagai penguasa
sehingga memudahkan peneliti menjeljah obyek/situasi sosial yang diteliti.
Sugiyono (2011, h. 218).
3.3.2 Teknik Penentuan Informan
Dalam penelitian ini jumlah informan ditentukan oleh pertimbangan
informasi, jika informan dianggap telah memadai dan data yang diperoleh telah
jenuh dan ditambah informan lagi tidak memberikan informasi yang baru, artinya
dengan menggunakan informan selanjutnya boleh dikatakan tidak lagi diperoleh
tambahan informasi baru yang berarti.
Pemilihan informan bedasarkan pertimbangan atas jawaban-jawaban
informan yang mengarah pada jawaban yang sama dengan kata lain mencapai
pada titik jenuh sehingga peneliti memadai sampai lima belas informan biasa dan
sepuluh informan kunci, dengan total keseluruhan jumlah informan 22 (dua puluh
21
dua orang) kemudian dilakukan penarikan kesimpulan. Dalam penelitian ini
menempatkan peneliti sebagai instrumen penelitian.
Untuk informan biasa diambil dari masyarakat Alue Raya, dan untuk
kelengkapan data yang menjadi informan kunci pada penelitian ini adalah:
1. Keuchik Alue Raya
2. Beberapa tokoh masyarakat, yaitu terdiri dari kepala Dusun, Imum
Meunasah, Anggota Tuha Peut serta beberapa orang tokoh pemuda dan
tokoh perempuan yang ada di Gampong Alue Raya.
3.3.3 Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis
menggunakan beberapa tehnik pengumpulan data yaitu :
a. Observasi
Observasi adalah suatu proses yang komplek, suatu proses yang tersusun
dari berbagai proses biologis dan psikologis, dua diantara yang terpenting
adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. Sutrisno dalam (Sugiyono
2009, h.203).
Dalam penelitian ini peneliti melakukan partisipan observation
participation (observasi partisipan) yaitu peneliti ikut terlibat dalam
kegiatan obyek yang diteliti yang digunakan sebagai sumber data
penelitian, agar peneliti lebih memahami secara keseluruhan dengan
melakukan pengamatan sehingga dapat melihat dengan jelas hal-hal yang
tidak atau kurang diamati oleh orang lain dan juga dapat mengetahui
secara keseluruhan yang tidak terungkap lewat wawancara.
22
b. Wawancara
Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan
ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam
suatu topik tertentu. Esterberg dalam (Sugiyono 2009, h. 317)
Dalam penelitian ini penulis melakukan wawancara semi terstrukrur
Wawancara semi terstruktur merupakan jenis wawancara yang termasuk
dalam katagori in depth interview di mana pelaksanaannya lebih bebas
dibandingkan dengan wawancara terstruktur.
Tujuan dari wawancara jenis ini dilakukan yaitu untuk menemukan
permasalahan secara lebih mendalam dimana pihak yang diajak
wawancara diminta pendapat dan ide-idenya, dalam melakukan
wawancara peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa
yang dikemukakan oleh informan yang merupakan bagian kecil dari
populasi yang dimaksudkan untuk memperoleh data tentang permasalahan
yang berhubungan dengan penelitian. (Sugiyono 2011, h.233)
c. Dokumentasi.
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah lalu. Dokumen bisa
berbentuk tulisan misal, catatan harian, Sejarah kehidupan, biografi, cerita,
peraturan dan kebijakan. Berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup,
sketsa dan lain-lain. Atau karya-karya monumental dari seseorang
misalnya film, patung, gambar dan lain-lain. Sugiyono (2011, h.240).
Dokumentasi digunakan sebagai pelengkap dari penggunaan oservasi dan
wawancara dalam penelitian ini
23
3.4 Instrumen Penelitian
Penelitian yang menggunakan metode kualitatif, adalah suatu metode
penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alami, maka
peneliti adalah sebagai instrumen kunci. Moleong (2002, h.4).
Penggunaan peneliti sebagai instrumen penelitian guna mendapatkan data
yang valid dan realible. Namun untuk membantu kelancaran dalam
pelaksanaannya, peneliti juga didukung oleh instrumen pembantu seperti panduan
wawancara.
Lincoln dan Guba dalam Sugiyono (2011, h.235) Ada tujuh langkah dalam
penggunaan wawancara untuk mengumpulkan data dalam penelitian kualitatif,
Adapun langkah-langkah penggunaan wawancara yaitu, sebagai berikut:
Menetapkan kepada siapa wawancara itu akan dilakukan
Menyiapkan pokok-pokok masalah yang akan jadi pembicaraan
Mengawali atau membuka alur wawancara
Melangsungkan alur wawancara
Mengkonfirmasikan intisari dari hasil wawancara dan mengakhirinya
Menuliskan wawancara ke dalam catatan lapangan
Mengindentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah diperoleh.
3.5 Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode analisis data
menurut Miles dan Huberman dalam Emzir (2010, h.21-23), yang terdapat tiga
macam kegiatan dalam analisis data kualitatif, yaitu:
24
3.5.1 Reduksi Data
Reduksi data berujuk pada proses pemilihan, pemokusan, penyederhanaan,
abstraksi dan pentranformasian” data mentah” yang terjadi dalam catatan-catatan
tertulis. Reduksi data terjadi secara kontinu melalui kehidupan suatu proyek yang
diorientasikan secara kualitatif. (Emzir 2010, h.129)
3.5.2 Model Data (Data Display)
Setelah data direduksi, selanjutnya melakukan kegiatan analisis data yaitu
model data. Model sebagai suatu kumpulan informasi yang tersusun ysng
memperbolehkan pendeskrepsian kesimpulan dan pengambilan tindakan.
Sedangkan model dalam kehidupan sehari-hari berbeda-beda, dari pengukur
bensin, surat kabar, sampai layar komputer. Melihat sebuah tayangan membantu
kita memahami apa yang terjadi dan melakukan sesautu analisis lanjutan atau
tindakan didasarkan pada pemahaman tersebut. Penyajian data melalui uraian
singkat dalam bentuk teks naratif sehingga memudahkan peneliti untuk
memahami yang sedang terjadi saat ini. (Emzir, 2010, h.131).
3.5.3 Penarikan dan Verifikasi Kesimpulan
Peneliti melakukan perumusan pada kesimpulan-kesimpulan sebagai
temuan sementara yang dilakukan dengan cara mensintesiskan semua data yang
terkumpul. Dan data akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti kuat yang
mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya, tetapi apabila bukti-bukti
data serta temuan di lapangan yang peneliti temukan pada tahap awal konsisten
serta valid maka kesimpulan yang didapat adalah kredibel. (Emzir 2010, h.133),
dan kesimpulan itu berupa temuan yang bersifat deskripsi atau gambaran
25
mengenai analisis kegiatan gotong-royong dalam meningkatkan pembangunan
Gampong Alue Raya yang masih remang-remang sehingga setelah diteliti menjadi
jelas.
3.6 Pengujian Kredibilitas Data
Uji kredibilitas data atau kepercayaan data hasil penelitian kualitatif antara
lain dilakukan dengan, perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam
penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif serta
membercheck. Digunakan uji ini dimaksudkan untuk mendapatkan data yang lebih
mendalam mengenai subyek penelitian. Sugiyono (2008, h.270).
3.6.1 Perpanjangan Pengamatan
Perpanjangan pengamatan perlu dilakukan, dengan perpanjangan
pengamatan berarti peneliti kembali ke lapangan, melakukan pengamatan,
wawancara lagi dengan sumber data yang pernah ditemui maupun yang baru. Ini
berarti hubungan peneliti dengan nara sumber semakin terbentuk raport, semakin
akrap (tidak ada jarak lagi), semakin terbuka saling mempercayai sehingga tidak
ada informasi yang disembunyikan lagi.
Dengan perpanjangan pengamatan ini peneliti mengecek kembali apakah
data yang telah diberikan selama ini merupakan data yang sudah benar atau tidak.
Setelah di cek kembali ke nara sumber asli atau sumber data yang lain ternyata
tidak benar, maka peneliti melakukan pengamatan lagi yang lebih luas dan
mendalam sehingga diperoleh data yang pasti kebenarannya. Lama perpanjangan
pengamatan dilakukan sangat tergantung pada kedalaman, keluasan dan kepastian
data. Sugiyono (2011, h. 271). Perpanjangan pengamatan berarti peneliti tinggal
26
di lapangan penelitian sampai titik kejenuhan pengumpulan data tercapai.
Menurut Moleong (2001, h.327).
3.6.2 Peningkatan Ketekunan
Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih
cermat dan berkesinambungan, dengan cara tersebut maka kepastian data dan
urutan peristiwa dapat direkam secara pasti dan sistematis. Sugiyono (2011,
h.272). Yaitu peneliti membaca referensi baik dari buku atau hasil penelitian yang
lain serta dokumentasi-dokumentasi terkait dengan hal yang diteliti, sehingga
dengan pengetahuan yang peneliti dapat nantinya dari hasil membaca tersebut
berguna untuk memeriksa data yang ditemukan itu benar atau salah.
3.7 Jadwal Penelitian
Adapun Jadwal penelitian untuk pengumpulan data mengenai Analisis
kegiatan Gotong royong dalam meningkatkan pembangunan Gampong Alue
Raya, Kecamatan Sama Tiga Kabupaten Aceh Barat, selama enam bulan atau satu
semester.
27
JADWAL PENELITIAN
No Kegiatan Bulan
1 2 3 4 5 6
1
Persiapan Kebutuhan untuk proses di
lapangan
Perizinan √
Pemilihan beberapa orang sebagai
informan √
Pemilihan instrumen yang digunakan
dalam penelitian
√
2 Penelitian
Mengamati bentuk-bentuk kegiatan gotong
royong dalam meningkatkan pembangunan
di Gampong Alue Raya, Kecamatan Sama Tiga Kabupaten Aceh Barat √
Mengamati Faktor Pendorong/penghambat
terjadinya kegiatan gotong royong dalam meningkatkan pembangunan gampong di
Gampong Alue Raya, Kecamatan Sama
Tiga Kabupaten Aceh Barat √
3
Pengolahan data, uji krebilitas data dan
pembuatan laporan hasil penelitian √
4 Persiapan Ujian √
28
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Letak Geografis
Gampong Alue Raya adalah salah satu Gampong yang terdapat di
Kabupaten Aceh Barat tepatnya di Kecamatan Sama Tiga. Luas Gampong Alue
Raya kurang lebih 20KM/segi, dan terbagi beberapa Dusun yaitu Dusun Cot
Buloeh, Dusun Ujong Serdang dan Dusun Rimba Langgeh. Adapun bahasa yang
mereka pergunakan sehari-hari adalah bahasa Aceh, selain itu mereka juga dapat
berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia apabila mereka
berhadapan dengan etnis lain.
Tabel I. Data luas wilayah Gampong Alue Raya.
Gampong Luas wilayah Kebun Sawah Pemukiman
Alue Raya 20Km/segi 50Ha 37Ha 37Ha
Sumber: Profil Gampong Alue Raya 2012
4.1.2 Penduduk
Gampong Alue Raya memiliki kepadatan penduduk sebanyak 549 jiwa,
dengan banyak jumlah kepala keluarga 165 KK. Dengan perincian dapat dilihat
dalam tabel berikut ini :
29
Tabel 2. Klasifikasi penduduk Gampong Alue Raya Berdasarkan Jurong/Dusun
No Jurong/Dusun Jumlah
KK Laki-laki Perempuan
Jumlah
(jiwa)
1 Rimba Langgeh 78 128 123 251
2 Cot Buloh 35 63 56 119
3 Ujong Serdang 52 91 88 179
Total 165 282 267 549
Sumber: Profil Gampong Alue Raya, 2012
Untuk jumlah penduduk berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel berikut
ini.
Tabel 3. Jumlah Penduduk berdasarkan Golongan Usia
No Uraian Laki-laki Perempuan Jumlah
(jiwa)
1 0 Bulan – 12 Bulan 5 1 6
2 13 Bulan – 04 Tahun 15 11 26
3 05 Tahun – 06 Tahun 10 8 18
4 07 Tahun – 12 Tahun 24 15 39
5 13 Tahun – 15 Tahun 24 8 32
6 16 Tahun – 18 Tahun 13 17 30
7 19 Tahun – 25 Tahun 28 34 62
8 26 Tahun – 35 Tahun 42 51 93
9 36 Tahun – 45 Tahun 34 48 82
10 46 Tahun – 50 Tahun 18 20 38
11 51 Tahun – 60 Tahun 34 25 59
12 61 Tahun – 75 Tahun 32 23 55
13 Diatas 75 Tahun 3 6 9
TOTAL 282 267 549
Sumber: Profil Gampong Alue Raya, 2012
Jika di tilik dari segi pendidikan, masyarakat Gampong Alue Raya sekarang
ini secara keseluruhan tampak adanya perkembangan dalam bidang pendidikan,
terlebih lagi dengan adanya sarana pendidikan seperti SD/sederajat,
SLTP/sederajat, SLTA/sederajat, naiknya antusias masyarakat di bidang
pendidikan terlihat dari keinginanan untuk melanjutkan menimba ilmu sampai
pada jenjang Perguruan Tinggi, ini satu hal yang sangat patut diberi apresiasi
30
positif bagi kelangsungan pembangunan pendidikan di Aceh, khususnya
masyarakat Gampong Alue Raya.
4.1.3 Karakteristik Informan
Dalam karakteristik informan akan diklasifikasi berdasarkan umur, jenis
kelamin, pendidikan dan pekerjaan.
Tabel 4. Data Klasifikasi informan berdasarkan jenis kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah
1 Laki-laki 15
2 Perempuan 10
Total 25
Sumber: survei penelitian 2012
Data jumlah informan berdasarkan jenis kelamin, laki-laki sebanyak 15
(lima belas) orang sedangkan perempuan sebanyak 10 (sepuluh) orang, tampak
ada perbandingan jumlah, namun hal tersebut tidak menjadi kendala dalam peran
serta dalam kegiatan gotong royong pembangunan Gampong.
Tabel 5. Data Klasifikasi Informan berdasarkan Usia
No Usia Jumlah
1 17 – 20 Tahun 10
2 21 – 25 Tahun 9
3 26 – 30 Tahun 2
4 31 – 40 Tahun 2
5 45 -50 Tahun dan seterusnya 2
Total 25
Sumber: survei penelitian 2012
Data usia untuk informan diambil mulai usia 17 tahun sampai 50 tahun.
Peneliti menetapkan Usia informan dimulai dari usia 17 (tujuh belas) tahun
sampai 20 (dua puluh) tahun sebanyak 10 (sepuluh) informan. 21 (dua puluh satu)
tahun sampai 25 (dua puluh lima) tahun sebanyak 9 (sembilan) informan, 26 (dua
puluh enam) sampai 30 (tiga puluh) sebanyak 2 (dua) informan, 31 (tiga puluh
31
satu) sampai 40 (empat puluh) tahun sebanyak 2 (dua) informan, dan 41 (empat
puluh satu) sampai 50 (lima puluh) tahun dan seterusnya sebanyak 2 (dua)
informan. Karena dianggap pada usia ini adalah masa produktif, diusia 17 masa
dimana seseorang bisa memberikan konstribusi yang besar dalam pembangunan
Gampong serta di usia ini semangat dan kekuatan fisik masih sangat mapan
dalam melakukan kegiatan gotong royong.
Data yang diperoleh peneliti tingkat pendidikan informan beragam, Tamat
SD/SR sebanyak 2 (dua) orang, Tamat SLTP sebanyak 4 (empat) orang, Tamat
SLTA sebanyak 10 (sepuluh) orang, serta Sarjana/S1 sebanyak 3 (tiga) orang.
Sumber: Survei Penelitian 2012
Adapun data mengenai pekerjaan partisipan dapat di lihat klasifikasi
informan berdasarkan pekerjaan dan diperoleh data bahwa informan yang bekerja
sebagai PNS sebanyak 4 (empat) orang, sebagai wiraswasta sebanyak 2 (dua)
orang, petani sebanyak 8 (delapan) orang, buruh 1(satu) orang, guru 2 (dua)
orang dan pekerjaan lainnya sebanyak 8 (delapan) orang. Yang mana semua
lapisan masyarakat Gampong Alue Raya melakukan gotong royong tidak
berpatokan pada pekerjaan yang mereka lakoni.
Sumber: Survei Penelitian 2012
4.2 Data Hasil Lapangan
4.2.1 Keberadaan Kegiatan Gotong Royong di Gampong Alue Raya
Data ini diambil untuk dapat mengetahui mengenai pemahaman informan
dalam memahami kegiatan gotong royong di Daerah tersebut. Berikut jawaban
tentang pemahaman informan mengenai kegiatan gotong royong di Gampong
Alue Raya Kabupaten Aceh Barat.
32
Pada umumnya masyarakat Alue Raya mengerti dan paham mengenai nilai
gotong royong yang ada dalam masyarakat, hal senada juga di ungkapkan oleh
salah seorang tokoh masyarakat Alue Raya, saat peneliti mengajukan pertanyaan,
Apa yang ibu ketahui mengenai kegiatan gotong royong?
“Gotong royong merupakan pekerjaan yang dilakukan secara bersama-sama
secara suka rela tanpa paksaan, dan pekerjaan pun akan berjalan lancar, mudah
dan ringan nantinya jika dikerjakan bersama-sama” (Ibu Khairiah, Tokoh
masyarakat Alue Raya)
Wawancara: 9 Juni 2012
Hal senada juga diungkapkan oleh salah seorang tokoh masyarakat
lainnya,
“Di Alue Raya memang ada kegiatan gotong royong dan saya pribadi sudah
melakukan kegiatan ini, Masyarakat menyadari keberadaan kegiatan gotong
royong yang ada selama ini tidak lepas dari keseharian dari aktifitas dari
masyarakat Alue Raya sendiri”. (Bapak Safuan, Tokoh masyarakat Alue Raya)
Wawancara: 9 Juni 2012
Gotong royong juga dapat dilihat dari beberapa kegiatan yang dilakukan
oleh masyarakat baik dari segi peningkatan ekonomi melalui pemberdayaan
masyarakat, di bidang pertanian misalnya dengan saling gotong royong saling
bantu membantu menggarap lahan pertanian, di bidang sosial lainnya di acara-
acara adat yang diselenggarakan dalam Gampong juga pembangunan bangunan
fisik dalam Gampong. Sehingga nantinya berimbas pada pembangunan Gampong
secara menyeluruh, Karena pembangunan tidak hanya di artikan sebatas
pembangunan fisik maupun infrastruktur Gampong, akan tetapi membangun
33
semangat, mentalitas gotong royong juga merupakan salah satu misi
pembangunan.
Berikut ini gambar bentuk kegiatan gotong royong yang dilakukan oleh
masyarakat Alue Raya.
Gambar 4.1
Gambar 4.1 Gotong royong mengerjakan bangunan masjid Gampong.
(sumber: Gampong Alue Raya)
(foto: Agus, 2012)
Berikut beberapa foto partisipasi masyarakat dalam kegiatan gotong
royong pembangunan masjid Gampong Alue Raya.
Gambar 4.2
34
Gambar 4.2 partisipasi masyarakat mengerjakan bangunan
Masjid Gampong.
(sumber: Gampong Alue Raya)
(foto: Agus, 2012)
Gambar 4.3
35
Gambar 4.3 Pembangunan Masjid Gampong.
(sumber: Masjid Gampong Alue Raya)
(foto: Agus, 2012
Berikut ini data mengenai frekuensi kegiatan gotong royong yang
dilakukan di Gampong Alue Raya.
Dari data yang didapat diketahui bahwa masyarakat mengetahui ada dan
sering melakukan kegiatan gotong royong di Gampong Alue Raya, hal ini
didukung oleh pernyataan salah satu tokoh masyarakat di Alue Raya, saat peneliti
mengajukan pertanyaan, Apa yang bapak/ibu ketahui mengenai kegiatan gotong
royong dan Kapan Gampong Alue Raya ini pernah melakukan kegiatan gotong
royong?
“Di Alue Raya ini pernah melakukan kegiatan gotong royong, ya kerja sama-sama
semua warga dan dulunya kami sering melakukan kegiatan ini, tetapi beberapa
tahun terakhir kegiatan ini sudah jarang”. (Bapak Umar Bakrie, masyarakat Alue
Raya)
Wawancara: 15 Juni 2012
36
Pada umumnya masyarakat Gampong Alue Raya mengerti dan paham
mengenai kegiatan gotong royong hal ini didukung oleh bapak Edwar.D, selaku
kepala keuchik Alue Raya yang menyatakan,
“Sebahagian besar masyarakat Gampong Alue Raya ini sudah mengerti dan
memahami mengenai kegiatan gotong royong yang ada di Gampong”.(Bapak
Edwar. D keuchik Alue Raya)
Wawancara: 20 Juni 2012
Gotong royong pada dasarnya berarti mengusung atau mengangkat
sedangkan kata royong, bersama-sama tolong menolong yang arti keseluruhannya
melakukan suatu kegiatan berat dan ringan dipikul dan dikerjakan bersama-sama
untuk mencapai hasil yang diinginkan bersama.
4.2.2 Kegiatan Gotong Royong dalam Meningkatkan Pembangunan di
Gampong Alue Raya
Jika dilihat dari program pembangunan nasional, terdapat beberapa
program pembangunan, yaitu wilayah, Desa/Gampong. Sasaran dari program
pembangunan Gampong adalah meningkatkan kehidupan sosial dan kehidupan
ekonomi masyarakat Gampong, sehingga mereka memperoleh tingkat kepuasan
dalam pemenuhan kebutuhan material dan spiritual.
Pembangunan Gampong secara konkret harus memperhatikan berbagai
faktor, diantaranya adalah terkait dengan pembangunan ekonomi, pembangunan
atau pelayanan pendidikan, pengembangan kapasitas pemerintahan dan
penyediaan berbagai infrastruktur Gampong, semua faktor tersebut diperlukan
guna mengimplementasikan dan mengintegrasikan pembangunan Gampong ke
dalam suatu rencana yang terstruktur. Gampong Alue Raya dalam menetapkan
37
program pembangunan Gampong yang terdapat dalam Musyawarah perencanaan
pembangunan (Musrenbangdes), dimana ajang tersebut sebagai ajang perencanaan
pembangunan desa, selama ini dirasakan tidak optimal dan hanya bersifat
formalitas semata, tidak maksimal untuk menyerap aspirasi masyarakat dalam
pembangunan karena hasil musrenbang dalam kenyataannya tidak
diimplementasikan dilapangan secara utuh. Sehingga pembangunan yang sesuai
dengan yang diharapkan oleh pemerintah tidak diperoleh.
Hal senada diungkapkan oleh Keuchik Alue Raya bahwa, “Program
pembangunan pemerintah melalui musrenbangdes yang digelar
setiap tahunnya di Alue Raya bersifat formalitas saja menurut saya
bukan sebuah wadah yang menampung aspirasi masyarakat, karena
program tersebut tidak berdasarkan pada potensi dan kekhasan
Gampong Alue Raya, dalam artian yang menjadi prioritas kebutuhan
Gampong tidak kunjung terealisasikan”.(Bapak Edwar. D keuchik
Alue Raya)
Wawancara: 20 Juni 2012
Minimnya peran pemerintah Provinsi terkait dengan pembangunan
Gampong, kebijakan pemerintah terkait pembangunan Gampong selama ini tidak
memperhatikan kondisi faktual infrastruktur yang ada di Gampong, ketersediaan
prasarana ekonomi dan aktivitas ekonomi, pelayanan pendidikan, kesehatan,
kesempatan kerja sehingga diversifikasi usaha di Gampong sangat terbatas, lebih
lanjut, Gampong menjadi tidak mandiri dan hanya menggantungkan usaha atau
pencaharian nafkah kepada sektor pertanian semata. Akibat program program
pemerintah yang tidak berdasarkan pada potensi dan kekhasan daerah tersebut
telah menyebabkan banyak potensi yang berada di Gampong menjadi tidak
berkembang, seperti halnya gotong royong yang ada di Alue Raya belum mampu
meningkatkan pembangunan, pada dasarnya kegiatan gotong royong ini adalah
salah satu penggerak berjalannya pembangunan dalam Gampong, sebagai suatu
38
perubahan mewujudkan suatu kondisi kehidupan bermasyarakat yang lebih baik,
karena pembangunan bukan hanya terpaku pada pada fisik infrastruktur Gampong
tetapi juga pada membangun sumber daya masyarakat, ekonomi, pertanian dan
juga industri kecil dan kerajinan, juga pembangunan bidang agama dalam
Gampong akan tetapi pemerintah kurang jeli dalam melihat apa yang dapat
dilakukan untuk pembangunan dengan menggunakan jasa gotong royong dalam
masyarakat Alue Raya.
Hal ini didukung oleh pernyataan salah satu tokoh masyarakat di Alue
Raya, saat peneliti mengajukan pertanyaan, bagaimana menurut bapak/ibu, apakah
dengan adanya gotong royong dapat meningkatkan pembangunan dalam
Gampong?
“Jika dilihat dari segi arti pembangunan menurut saya pribadi
pembangunan melalui gotong royong yang ada di Alue Raya hanya
masih sebatas pembangunan pada fisik Gampong, walaupun adanya
rapat Gampong yang digelar masyarakat secara tidak langsung telah
bergotong royong menyumbangkan ide serta gagasannya demi
kemajuan Gampong, menurut saya hal ini patut diberi apresiasi
positif tetapi pada kenyataannya keputusan rapat tersebut tidak
kunjung terealisasikan” (Umar Bakrie, masyarakat Alue Raya)
Wawancara: 15 Juni 2012
Kerjasama saling membantu atau bergotong royong dalam masyarakat
Gampong Alue Raya demi kepentingan bersama sudah terlaksana sebelumnya,
karena dengan bergotong royong kegiatan menjadi lancar dalam mencapai
tujuannya. Sesuai dengan prinsip gotong royong dalam masyarakat Gampong
pada umunya, terkandung nilai moral, Keikhlasan berpartisipasi dan
kebersamaan/persatuan, saling membantu dan mengutamakan kepentingan
bersama/umum, usaha peningkatan/pemenuhan kesejahteraandan usaha
39
penyesuaian dan integrasi/penyatuan kepentingan sendiri dengan kepentingan
bersama.
pendapat salah seorang informan laki-laki di Alue Raya yang mengatakan.
“Menurut saya pembangunan Gampong selama ini dikerjakan oleh
masyarakat Alue Raya secara bergotong royong seperti yang terlihat
sekarang terdapat beberapa seperti, pembangunan gedung serba guna
yang digunakan oleh masyarakat sebagai pasar, masjid, Sekolah,
pengairan air (got), WC umum dan lain sebagainya, tetapi masih
pada taraf pembangunan pada fisik Gampong semata” (Bapak
Safuan, Tokoh masyarakat Alue Raya)
Wawancara: 9 Juni 2012
Adanya upaya pemerintah Gampong dalam meningkatkan pembangunan
yang peneliti temukan melalui gotong royong yang pernah dilakukan di Alue
Raya, yakni terlihat adanya pembangunan di bidang fisik yang pada umumnya
pembangunan fisik Gampong ini dimulai sekitar tahun 2008, dengan tujuan guna
mendukung sarana dan prasarana Gampong, diantaranya Pembangunan gedung
serba guna pada tahun 2008, pembangunan Masjid Alue Raya dilakukan secara
swadaya masyarakat pada tahun 2008, berdirinya sekolah sebagai sarana
pendidikan seperti SD/sederajat, SLTP/sederajat, SLTA/sederajat, merupakan
bantuan dari pemerintah pusat serta LSM pasca Tsunami sekitar tahun 2008.
Pengairan air (got) pemerintah Gampong membangun pengairan (got) dengan
biaya dari alokasi dana Gampong sertaWC umum dan lain sebagainya. Oleh
pemerintah Gampong membangun dengan biaya juga dari alokasi dana
Gampong.
Hal senada juga di ungkap oleh Bapak Keuchik Alue Raya, bahwa
”Pembangunan yang terlihat sekarang ini di Alue Raya merupakan
hasil dari gotong royong masyarakat, pembangunan masih
berorientasi pada fisik Gampong seperti pembangunan gedung serba
guna, Got dan WC umum, masjid dan juga sekolah, pemerintah juga
berupaya dalam pembangunan dibidang lainnya namun upaya
tersebut belum maksimal, karena hasilnya dari pembangunannya
40
belum dirasakan manfaatnya secara marata”. (Bapak Edwar. D
keuchik Alue Raya)
Wawancara: 20 Juni 2012
Faedah dari gotong royong dalam masyarakat Alue Raya memiliki peranan
dan manfaat yang sangat penting. Senada dengan yang diungkapkan oleh para
ahli, faedahnya dari gotong royong ini adalah rasa keikutsertaan dan tanggung
jawab bersama warga masyarakat bersangkutan dalam usaha pembangunan baik
dalam bentuk fisik yang terdapat dilingkungan masayarakat setempat.
Hal senada juga diungkapkan oleh beberapa masyarakat Alue Raya yang
lainnya,
“Masyarakat di Alue Raya bergotong royong dalam banyak hal,
misalnya saja di bidang pertanian, pemilik sawah meuseuraya, yaitu
bergotong royong bersama-sama menolong menanam atau memanen
padi, bergotong royong dalam sebuah hajatan baik itu perkawinan
atau hajatan-hajatan lain, menggelar acara Maulid Nabi dalam
Gampong, membangun masjid, selokan dan bangunan pasar juga
bergotong royong dalam menyumbang ide dan gagasan mereka demi
kemajuan Gampong pada rapat-rapat Gampong”. (Bapak Bashrizal,
masyarakat Alue Raya)
Wawancara: 19 Juni 2012
Pemerintah Gampong dalam upaya peningkatan taraf hidup masyarakat
dengan juga mengadakan pelatihan-pelatihan kerajinan menjahit kasap,
pengadaan benih padi, serta bibit lainnya bagi masyarakat sebagai modal yang
nantinya akan diganti dengan hasil panen, yang semuanya berujung agar
kemakmuran masyarakat, hanya saja upaya ini belum maksimal dan belum
mampu meningkatkan pembangunan yang merata seperti yang di amanatkan
dalam tujuan pembangunan nasional.
41
4.2.3 Faktor-faktor Pendorong serta Penghambat Terjadinya Kegiatan
Gotong Royong di Gampong Alue Raya
Hambatan yang terjadi hampir pada umumnya disebabkan oleh individu
dari masyarakatnya, bukan pada teknis pelaksanaan kegiatan gotong royong yang
dilakukan. Berikut ini data mengenai adanya faktor yang menghambat
pelaksanaan kegiatan gotong royong. Dari jawaban informan bahwa adanya
hambatan dalam kegiatan gotong royong pembangunan Gampong, ini terlihat dari
jawaban informan saat peneliti mengajukan pertanyaan Menurut Ibu apa saja yang
menjadi hambatan dan dorongan terjadi dalam kegiatan gotong royong?
”Banyak sebabnya, gotong royong di Gampong ini kurang berjalan, salah satunya
masing masing masyarakatnya sibuk dengan urusan sendiri, ya macam-macamlah,
terkesan sudah kurang nilai untuk bekerjasama dalam kegiatan di dalam
Gampong”. (Ibu Samsinar, Masyarakat Alue Raya).
Wawancara: 25 Juni 2012
Hal senada juga diungkapkan oleh salah seorang informan lainnya, bawa
”Selama ini masyarakat terlalu sibuk untuk mengurus masalah bekerja untuk
mendapatkan uang sehingga telah melupakan budaya gotong royong untuk
kepentingan bersama”. (Ibu Syarifah, anggota Tuha Peut Alue Raya).
Wawancara: 23 Juni 2012
Hal senada juga diungkapkan oleh salah seorang informan laki-laki
lainnya, “Kegiatan gotong royong dulunya sering dilakukan di
Gampong kita, tapi sekarang sudah jarang, menurut saya yang
membuat kegiatan gotong royong itu berkurang karena ada
perubahan dari individu masyarakat disini, rasa kebersamaan sudah
mulai hilang, menurut saya perlu ada orang yang mengkoordinir
yang bisa membuat semangat itu ada lagi, seperti Keuchik sebagai
orang yang memimpin harus mampu mengarahkan kegiatan ini agar
tidak hilang begitu saja karena merupakan salah satu sarana yang
mengikat warga dengan persaudaraan” (Rieski, Masyarakat
Gampong Alue Raya)
42
Wawancara 17 juni 2012
Pentingnya keberadaan pemimpin dalam hal ini Keuchik sebagai pimpinan
dalam Gampong yang menjadi salah satu faktor pendorong dalam kegiatan gotong
royong. Pada data jawaban dari informan bahwa peran Keuchik dalam kegiatan
gotong royong pembangunan pada Gampong Alue Raya belum optimal, data
menunjukkan bahwa peran seorang pemimpin dalam hal ini Keuchik dalam
kegiatan gotong royong sangat dibutuhkan, karena dengan adanya pimpinan yang
mengarahkan anggota akan mudah terkordinir. Hal senada dikemukakan oleh
salah seorang tokoh masyarakat Alue Raya yang menyatakan, saat peneliti
mengajukan pertanyaan, bagaimana peran Keuchik selaku pimpinan dalam dalam
Gampong selama ini, menurut Bapak/ibu dan apakah dalam gotong royong di
butuhkan Keuchik ? Bagaimana menurut Bapak/Ibu?
“Pelaksanaan kegiatan gotong royong sekarang ini makin jarang
dilakukan, namun walaupun demikian kegiatan ini tetap ada, dimana
dalam pelaksanaannya sangat dibutuhkan peran keuchik dalam
mengkoordinir masyarakat dan ikut bahu membahu bergotong
royong bersama masyarakat membuat semangat gotong royong
menjadi bertambah”. (Ibu Zainab, Ketua PKK Gampong Alue Raya).
Wawancara: 25 Juni 2012
Dalam hal ini perlu adanya kerjasama antar elemen masyarakat dan
aparatur Gampong dalam hubungan fungsionalnya melakukan sosialisasi kegiatan
gotong royong serta ikut berpartisipasi di dalamnya. Salah satu pendorong
terjadinya suatu kegiatan gotong royong adalah karena partisipasi masyarakat
Gampong yang ikut berperan serta bersama-sama dalam setiap pelaksanaan
kegiatan gotong royong guna meningkatkan pembangunan dalam Gampong, tanpa
partisipasi dari masyarakat gotong royong tidak dapat terlaksanakan sebgaimana
mestinya.
43
Hal senada juga di ungkapkan oleh salah seorang informan lainnya.
“Pemerintah masih kurang sosialisasi gotong royong pada masyarakat, kadang-
kadang ada masyarakat di sini, kalau gotong royong harus dengar ada perintah
dulu dari pak keuchik atau orang dinas lainnya baru mau gotong royong”
(Jamalrifad, Anggota Tuha Peut Gampong Alue Raya)
Wawancara: 25 Juni 2012.
4.3 Pembahasan
4.3.1 Keberadaan Gotong Royong di Gampong Alue Raya
Umumnya masyarakat Alue Raya mengerti dan paham mengenai nilai
gotong royong yang ada dalam masyarakat. Keberadaan Gotong royong di
Gampong Alue Raya dapat dilihat dari beberapa aktifitas keseharian yang
dilakukan oleh masyarakat hampir pada umumnya dilakukan dengan bergotong
royong dalam menyelesaikan pekerjaan.
Beberapa kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat baik dari segi
peningkatan ekonomi melalui pemberdayaan masyarakat, dari segi pertanian
misalnya dengan saling gotong royong saling bantu membantu menggarap lahan
pertanian, di bidang sosial lainnya di acara-acara adat yang diselenggarakan dalam
Gampong namun yang sudah terlihat adanya pembangunan yaitu pada
pembangunan infrastruktur dalam Gampong. Sehingga nantinya berimbas pada
pembangunan Gampong. Salah satu hal terpenting dalam pembangunan adalah
membangun masyarakatnya terlebih dahulu, karena sebuah daerah jika sumber
daya manusianya telah terwujud maka pembangunan juga akan terealisasikan
dalam bentuk kerja nyata dari masyarakat dan pemerintahnya. Namun hal ini
44
belum relevan dengan yang di harapkan oleh pemerintah mengenai kebijakan
dasar pembangunan Gampong
Adapun kebijakan-kebijakan dasar pembangunan Gampong yaitu:
a. Undang- Undang Dasar 1945 menetapkan, bahwa Indonesia dibagi dalam
Propinsi, dan Propinsi dibagi pula dalam Daerah yang lebih kecil. Daerah- daerah
itu bersifat otonom atau bersifat administratif belaka. Pelaksanaan pasal tersebut
diatur dalam Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1975 Tentang Pokok- pokok
Pemerintah di Daerah (UU No. 5/74), yang menetapkan bahwa pemerintah di
daerah diselenggarakan berlandaskan azas desentralisasi, azas dekonsentrasi dan
azas pembantuan. Dalam rangka pelaksanaan azas desentralisasi dibentuk dan
disusun daerah tingkat I dan daerah tingkat II sebagai daerah otonom.
Daerah otonom tersebut merupakan satu kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang dan berkewajiban
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan negara kesatuan
Republik Indonesia. Tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk
memungkinkan daerah yang bersangkutan mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri untuk meningkatkan efesiensi dan efektivitas penyelenggaraan
pemerintah dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan
pembangunan.
Dalam rangka pelaksanaan azas dekonsentrasi, wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia di bagi dalam wilayah- wilayah Propinsi dan Ibu Kota
Negara. Wilayah Propinsi di bagi dalam wilayah- wilayah Kabupaten dan Kota.
Wilayah Kabupaten dan Kota di bagi dalam Kecamatan. Agar
penyelenggaraannya dapat lebih efesien dan efektif, maka pemerintah daerah
45
dapat melaksanakan urusan pemerintahan pusat di daerah berdasarkan atas tugas
pembantuan.
b. Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintah Gampong
menyatakan bahwa di bawah Kecamatan terdapat Kelurahan dan Gampong.
Gampong merupakan suatu wilayah yang di tempati oleh sejumlah penduduk
sebagai kesatuan masyarakat, termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum
yang mempunyai organisasi pemerintah terendah langsung dibawah Camat dan
berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara
Kesatuan RI. Kelurahan, suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk
yang mempunyai organisasi terendah langsung di bawah Camat yang tidak berhak
menyelenggarakan rumah tangganya sendiri. Perbedaannya dengan kota,
Gampong mempunyai tingkat kepadatan yang tidak terlalu tinggi dan biasanya
kegiatan utamanya adalah sektor pertanian.
c. Pembangunan Gampong disiapkan dalam rangka upaya untuk mencapai
tujuan dan cita- cita perjuangan nasional dengan mengkaji dan memperhitungkan
implikasinya dalam berbagai aspek kehidupan nasional baik di bidang ekonomi,
politik, dan pemerintahan, sosial budaya maupun pertahanan keamanan.
d. Pembangunan Gampong dilaksanakan selaras dengan pembangunan
nasional. Karena itu pembangunan Gampong merupakan penjabaran dari
pembangunan daerah dan pembangunan nasional dalam rangka pencapaian
sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan potensi, aspirasi dan
permasalahan pembangunan di daerah. Kunci keberhasilan pembangunan
Gampong dalam pencapaian sasaran pembangunan daerah secara efektif dan
efisien, termasuk hasilnya secara merata di seluruh Indonesia, adalah koordinasi
46
dan keterpaduan antar sektor, antar sektor dan daerah, antar daerah tingkat I, antar
daerah tingkat II, serta antar tingkat I dan daerah tingkat II.
e. Pembangunan Gampong dapat dilihat dari beberapa segi: Pertama, dari
segi pembangunan sektoral. Pencapaian sasaran pembangunan Gampong
dilakukan melalui berbagai kegiatan pembangunan sektoral yang dilaksanakan di
daerah. Pembangunan sektoral yang dilakukan di daerah disesuaikan dengan
kondisi dan potensinya. Kedua, dari segi pengembangan wilayah yang meliputi
antar perGampongan sebagai pusat dan lokasi kegiatan sosial ekonomi dari
wilayah tersebut. Gampong dan pergampongan saling terkait dan membentuk
suatu sistem.
Sasaran dari program pembangunan Gampong adalah meningkatkan
kehidupan sosial dan kehidupan ekonomi masyarakat Gampong, sehingga mereka
memperoleh tingkat kepuasan dalam pemenuhan kebutuhan material dan spiritual.
Keberadaan kegiatan gotong royong yang tumbuh ditengah masyarakat
Alue Raya di perlukan kesempatan dan tata cara berpikir baru, perencanaan
terhadap kerjasama atau gotong royong untuk memecahkan berbagai macam
problema. Dengan itu masyarakat akan memperoleh pengalaman bahwa dengan
bergotong royong akan dapat melakukan hal-hal yang lebih banyak dan lebih
efektif dari pada cara perseorangan sehingga keberadaan gotong royong tetap
tumbuh dan berkembang dalam kehidupan bermasyarakat guna menunjang
pembangunan Gampong di Alue Raya.
47
4.3.2 Kegiatan Gotong Royong dalam Meningkatkan Pembangunan di
Gampong Alue Raya
Terkait dengan pembangunan Gampong, secara tradisional Mosher dalam
Bratakasuma (2004:91) menyebutkan bahwa pembangunan desa mempunyai
tujuan untuk pertumbuhan sektor pertanian, dan integrasi Nasional, yaitu
membawa seluruh penduduk suatu negara ke dalam pola utama kehidupan yang
sesuai, serta menciptakan keadilan ekonomi berupa bagaimana pendapatan itu
didistribusikan kepada seluruh penduduk.
Menurut Fellman & Getis dalam Bratakasuma (2004:357), pembangunan
desa diarahkan kepada bagaimana mengubah sumber daya alam dan sumber daya
manusia suatu wilayah atau Negara, sehingga berguna dalam produksi barang dan
melaksanakan pertumbuhan ekonomi, modernisasi dan perbaikan dalam tingkat
produksi barang ( materi) dan konsumsi. Dengan demikian, pembangunan desa
diarahkan untuk menghilangkan atau mengurangi berbagai hambatan dalam
kehidupan sosial ekonomi, seperti kurang pengetahuan dan keterampilan, kurang
kesempatan kerja, dan sebagainya. Akibat berbagai hambatan tersebut, penduduk
wilayah pedesaan umumnya miskin
Kegiatan gotong royong ini adalah salah satu penggerak berjalannya
pembangunan dalam Gampong, pembangunan tidak hanya pada fisik infrastruktur
Gampong tetapi juga pada membangun sikap, ide, gagasan serta masyarakat
berperan serta dalam kegiatan yang ada di Gampong, dalam upaya meningkatkan
pembangunan dalam Gampong, karena pembangunan tidak hanya di artikan
sebatas pembangunan fisik maupun infrastruktur Gampong, akan tetapi
membangun semangat, mentalitas gotong royong juga merupakan salah satu misi
pembangunan.
48
Hal senada dikemukakan oleh Tadora (2008: h.56), bahwa “berbicara
mengenai pembangunan artinya kita berbicara mengenai perubahan, kemajuan
masyarakat, kemajuan teknologi, perluasan wawasan dan pola pikir masyarakat,
perilaku dan gaya hidup masyarakat. Pembangunan mengandung pengertian yang
sangat luas dapat meliputi segala aspek kehidupan, seperti: Sumber Daya
Manusia, infrastuktur, ekonomi, sosial dan budaya yang ada dalam masyarakat
berbagai sudut pandang dapat digunakan dalam perspektif pembangunan.
Jika dilihat dari program pembangunan nasional, terdapat beberapa
program pembangunan, yaitu wilayah, Desa/Gampong. Sasaran dari program
pembangunan Gampong adalah meningkatkan kehidupan sosial dan kehidupan
ekonomi masyarakat Gampong, sehingga mereka memperoleh tingkat kepuasan
dalam pemenuhan kebutuhan material dan spiritual. pembangunan Gampong
secara konkret harus memperhatikan berbagai faktor, diantaranya adalah terkait
dengan pembangunan ekonomi, pembangunan atau pelayanan pendidikan,
pengembangan kapasitas pemerintahan dan penyediaan berbagai infrastruktur
Gampong, semua faktor tersebut diperlukan guna mengimplementasikan dan
mengintegrasikan pembangunan Gampong ke dalam suatu rencana yang
terstruktur.
Gampong Alue Raya dalam menetapkan program pembangunan Gampong
yang terdapat dalam Musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbangdes),
dimana ajang tersebut sebagai ajang perencanaan pembangunan desa, selama ini
dirasakan tidak optimal dan hanya bersifat formalitas semata, tidak maksimal
untuk menyerap aspirasi masyarakat dalam pembangunan karena hasil
musrenbang dalam kenyataannya tidak pernah diaplikasikan dan
49
diimplementasikan dilapangan secara utuh. Sehingga pembangunan yang sesuai
dengan yang diharapkan oleh pemerintah tidak diperoleh.
Minimnya peran pemerintah Provinsi terkait dengan pembangunan
Gampong, kebijakan pemerintah terkait pembangunan Gampong selama ini tidak
memperhatikan kondisi faktual infrastruktur yang ada di Gampong, ketersediaan
prasarana ekonomi dan aktivitas ekonomi, pelayanan pendidikan, kesehatan,
kesempatan kerja sehingga diversifikasi usaha di Gampong sangat terbatas, lebih
lanjut, Gampong menjadi tidak mandiri dan hanya menggantungkan usaha atau
pencaharian nafkah kepada sektor pertanian semata. Akibat program program
pemerintah yang tidak berdasarkan pada potensi dan kekhasan daerah tersebut
telah menyebabkan banyak potensi yang berada di Gampong menjadi tidak
berkembang, seperti halnya gotong royong yang ada di Alue Raya belum mampu
meningkatkan pembangunan.
Pada dasarnya kegiatan gotong royong ini adalah salah satu penggerak
berjalannya pembangunan dalam Gampong, sebagai suatu perubahan
mewujudkan suatu kondisi kehidupan bermasyarakat yang lebih baik, karena
pembangunan bukan hanya terpaku pada pada fisik infrastruktur Gampong tetapi
juga pada membangun sumber daya masyarakat, ekonomi, pertanian dan juga
industri kecil dan kerajinan, juga pembangunan bidang agama dalam Gampong
akan tetapi pemerintah kurang jeli tidak melihat apa yang dapat dilakukan untuk
pembangunan dengan mengunakan asas gotong royong dalam masyarakat Alue
Raya.
Upaya Pemerintah Gampong dalam peningkatan taraf hidup masyarakat
dengan mengadakan pelatihan-pelatihan kerajinan menjahit kasap, juga
50
pengadaan benih padi, serta bibit lainnya bagi masyarakat sebagai modal yang
nantinya akan diganti dengan hasil panen, yang semuanya berujung agar
kemakmuran bagi masyarakat, hanya saja upaya ini belum maksimal dan belum
mampu meningkatkan pembangunan yang merata seperti yang di amanatkan
dalam tujuan pembangunan nasional.
Kegiatan gotong royong yang hidup, tumbuh dan berkembang dalam
kehidupan masyarakat Gampong Alue Raya selama ini, walaupun dewasa ini
sudah jarang dilakukan, sehingga perlu diarahkan dan dibina kembali sedemikian
rupa sehingga dapat menunjang pembangunan yang sedang dilaksanakan.
Berikut ini merupakan upaya pemerintah Gampong dalam meningkatkan
pembangunan yang peneliti temukan melalui gotong royong yang pernah
dilakukan di Alue Raya, yakni terlihat adanya pembangunan di bidang fisik guna
mendukung sarana dan prasarana Gampong. Diantaranya:
Berikut ini merupakan upaya pemerintah Gampong dalam meningkatkan
pembangunan yang peneliti temukan melalui gotong royong yang pernah
dilakukan di Alue Raya, yakni terlihat adanya pembangunan di bidang fisik guna
mendukung sarana dan prasarana Gampong. Diantaranya:
1. Pembangunan gedung serba guna yang digunakan oleh masyarakat sebagai
pasar, pemerintah Gampong membangun gedung serba guna pada tahun
2008, didirikannya bangunan ini agar dapat dipakai oleh masyarakat untuk
berjualan dengan membayar sewa sebagai pemasukan pada kas Gampong.
2. Masjid, Pembangunan Masjid Alue Raya dilakukan secara swadaya
masyarakat. Pada awalnya masjid ini sudah didirikan oleh masyarakat
Alue Raya pada tahun 1954 berupa bangunan dari papan, oleh masyarakat
51
kemudian membangun masjid yang baru pada tahun 2008, ketika masjid
yang lama tidak lagi mampu menampung jamaahnya ketika shalat hari
raya. Ini merupakan inisiatif dari masyarakat.
3. Sekolah, Berdirinya sekolah sebagai sarana pendidikan seperti
SD/sederajat, SLTP/sederajat, SLTA/sederajat, merupakan bantuan dari
pemerintah pusat serta LSM pasca Tsunami sekitar tahun 2008.
4. Pengairan air (got) pemerintah Gampong membangun pengairan (got)
dengan biaya dari alokasi dana Gampong.
5. WC umum dan lain sebagainya. Oleh pemerintah Gampong membangun
dengan biaya juga dari alokasi dana Gampong.
4.3.3 Faktor- Faktor Pendorong Dan Penghambat Terjadinya Kegiatan
Gotong Royong
Memupuk kembali nilai-nilai gotong royong yang mulai memudar pada
kehidupan masyarakat tidak berarti harus mempertahankan faktor pendorong
adanya gotong royong tersebut. Gotong royong akan tetap hidup di kalangan
masyarakat, tetapi berbeda latar belakangnya, bentuk dan sifat dari gotong royong
itu sendiri, perbedaan ini biasanya ditimbulkan oleh lingkungan, jadi sikap gotong
royong dalam masyarakat yang melaksanakan pembangunan mengalami
perubahan bersamaan dengan terjadinya perubahan perubahan sosial yang
berlangsung secara berkesinambungan dengan hasil-hasil penemuan manusia itu
sendiri.
Mengenai adanya faktor pendorong serta penghambat kegiatan gotong
royong dalam pembangunan Gampong Alue Raya umumnya disebabkan oleh
individu dari masyarakatnya, seperti:
52
1. Masyarakat terlalu sibuk untuk mengurus masalah bekerja untuk
mendapatkan uang sehingga telah melupakan budaya gotong royong untuk
kepentingan bersama.
2. Kegiatan gotong royong berkurang dilakukan karena ada perubahan dari
individu masyarakat, rasa kebersamaan sudah mulai hilang
Dua hal yang menghambat kegiatan gotong royong pada masyarakat Alue
Raya dilatarbelakangi oleh perbedaan dari individu masyarakatnya, sehingga ada
yang seide dan tidak, hal ini relevan dengan pendapat ahli bahwa,
“Gotong royong sendiri tidak terlepas dari gagasan hubungan antar
individu mungkin ditentukan. Ada empat tipologi untuk membedakan
dimensi atau aspek : Sosial, Normatif, Interaksional dan kesempatan.
Hubungan sosial adalah sesuatu yang menghubungkan individu,
masing-masing individu mempunyai gagasan pemikiran dan
keyakinan yang mungkin serupa atau berlainan atau mempunyai
aturan yang membimbing perilaku mereka yang mungkin saling
mendukung atau saling bertentangan; atau perhatian mereka yang
serupa atau pertentangan. Empat jenis ikatan yang muncul pada
masyarakat yang sering berkaitan bergantung pada jenis kesatuan
yang dipersatukan oleh jaringan hubungan yakni: gagasan, normatif,
tindakan dan perhatian“ Sztomka (2007: h.10)
Berdasarkan hasil temuan lapangan diketahui bahwa perubahan nilai-nilai
gotong royong dipengaruhi oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dari
masyarakat pendukungnya. Setiap periode tertentu dimana terjadi perubahan-
perubahan pemikiran serta pola fikir yang terus berkembang seiring dengan
perkembangan zaman dan teknologi serta adanya pengaruh baik dari dalam
maupun dari luar selalu akan melahirkan perubahan nilai-nilai gotong royong.
Sehingga dalam hal ini gotong royong akan tetap ada. Yang berubah adalah
bentuk dan sifat dari gotong royong itu sendiri.
Pembangunan dari hasil gotong royong di Gampong Alue Raya meliputi
lima jenis pembangunan, yaitu:
53
1. Pembangunan gedung serba guna yang digunakan oleh masyarakat sebagai
pasar pada tahun 2008, didirikannya bangunan ini agar dapat dipakai oleh
masyarakat untuk berjualan dengan membayar sewa sebagai pemasukan
pada kas Gampong.
2. Pembangunan Masjid Alue Raya dilakukan secara swadaya masyarakat.
pada tahun 2008, Ini merupakan inisiatif dari masyarakat.
3. Berdirinya sekolah sebagai sarana pendidikan seperti SD/sederajat,
SLTP/sederajat, SLTA/sederajat, merupakan bantuan dari pemerintah pusat
serta LSM pasca Tsunami sekitar tahun 2008.
4. Pemerintah Gampong membangun pengairan (got) dengan biaya dari
alokasi dana Gampong.
5. WC umum dan lain sebagainya. Oleh pemerintah Gampong membangun
dengan biaya juga dari alokasi dana Gampong.
Kegiatan ini dilakukan oleh masyarakat ataas dasar suka rela tetapi dari
pihak pemerintah gampong berinisiatif memberikan insentif berupa uang
untukmasyarakat yang bergotong royong. Bentuk dan sifat kegiatan gotong
royong yang masih dikategorikan pembangunan pada fisik Gampong ditentukan
oleh faktor-faktor yang melatar belakangi gotong royong itu, ekonomi, sosial,
budaya dan politik, serta agama yang ada di Gampong Alue Raya.
Dalam Hal ini sangat dibutuhkan peran seorang pemimpin dalam
mengkoordinir agar pelaksanaan kegiatan gotong royong tetap terus berjalan.
Peran Keuchik serta aparatur Gampong dalam menciptakan iklim yang
mendorong tumbuhnya prakarsa dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan
gotong royong melalui komunikasi, informasi dan edukasi, sehingga masyarakat
54
tahu, mau dan mampu berpartisipasi dalam proses kegiatan gotong royong guna
menunjang pembangunan di setiap sasaran pembangunan dalam Gampong. Hal
inilah yang belum sepenuhnya terealisasi oleh Pemerintah Gampong Alue Raya
sehingga terjadinya pasang surut dalam pelaksanaan kegiatan gotong royong
dalam pembangunan ini.
55
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Keberadaan Gotong Royong di Gampong Alue Raya.
Keberadaan Gotong royong di Gampong Alue Raya dapat dilihat dari
beberapa aktifitas keseharian yang dilakukan oleh masyarakat pada umumnya
dilakukan dengan bergotong royong dalam menyelesaikan pekerjaan. ekonomi
melalui pemberdayaan masyarakat, dari segi pertanian saling bantu membantu
menggarap lahan pertanian, di segi sosial lainnya seperti acara-acara adat yang
diselenggarakan dalam Gampong juga pembangunan bangunan fisik dalam
Gampong.
5.1.2 Kegiatan Gotong Royong dalam Meningkatkan Pembangunan di
Gampong Alue Raya
Pembangunan dalam meningkatkan pembangunan Gampong Alue Raya
pada umumnya pembangunan masih sebatas pada fisik Gampong, diantaranya:
Pembangunan gedung serba guna yang digunakan oleh masyarakat
sebagai pasar, pemerintah Gampong membangun gedung serba
guna pada tahun 2008.
Masjid, Pembangunan Masjid Alue Raya dilakukan secara swadaya
masyarakat, pada tahun 2008.
Sekolah, Berdirinya sekolah sebagai sarana pendidikan seperti
SD/sederajat, SLTP/sederajat, SLTA/sederajat, merupakan bantuan
dari pemerintah pusat serta LSM pasca Tsunami sekitar tahun
2008.
56
Pengairan air (got). Pemerintah Gampong membangun pengairan
(got) dengan biaya dari alokasi dana Gampong pada tahun 2010.
WC umum dan lain sebagainya. Oleh pemerintah Gampong
membangun dengan biaya juga dari alokasi dana Gampong pada
tahun 2010.
Hal lainnya yaitu belum tampak adanya pembangunan di bidang lain di
Alue Raya seperti membangun mentalitas masyarakat, sumber daya masyarakat,
membangun ekonomi, sosial dan budaya.
5.1.3 Faktor-Faktor Yang Menjadi Pendorong Serta Penghambat
Terjadinya Kegiatan Gotong Royong Di Gampong Alue Raya.
Mengenai adanya faktor pendorong serta penghambat kegiatan gotong
royong pembangunan Gampong umumnya disebabkan oleh:
Faktor Penghambat:
1. Masyarakat terlalu sibuk untuk mengurus masalah bekerja untuk
mendapatkan uang sehingga telah melupakan budaya gotong royong
untuk kepentingan bersama.
2. Kegiatan gotong royong berkurang dilakukan karena ada perubahan
dari individu masyarakat, rasa kebersamaan sudah mulai hilang
Faktor Pendorong
1. Pada pribadi masyarakat Alue Raya masih terdapat adanya nilai
kegotong royongan, namun jika tidak dibudayakan lambat laut akan
memudar dan hilang.
2. Peran pemerintah Gampong dalam pengadaan, lahan, bibit dan pupuk di
bidang pertanian, bantuan di datangkannya tenaga ahli di bidang
57
menjahit kasap, terbangunnya sarana sekolah dan gedung serba guna
serta tempat ibadah ini semua merupakan kebutuhan dalam masyarakat
yang menjadikannya sebagai faktor pendorong gotong royong
terlaksana. Sehingga secara sadar atau tidak Gampong Alue Raya
melakukan pembangunan Gampong melalui kegiatan gotong royong.
5.2 Saran
Apabila nantinya ada pihak lain yang ingin melakukan penelitian ini lebih
lanjut diharapkan dapat mengkaji lebih dalam lagi serta dapat membuat
perbandingan dengan Gampong lainnya mengenai analisis kegiatan gotong
royong dalam meningkatkan pembangunan dalam Gampong.
Di harapkan perhatian pemerintah maupun pihak terkait lainnya dalam
memupuk serta membina semangat gotong royong yang juga merupakan
falsafah Negara agar tidak terkikis oleh arus modernisasi yang semua
mengedepankan materi.
Gotong-royong akan memudar apabila rasa kebersamaan mulai menurun
dan setiap pekerjaan tidak lagi terdapat bantuan sukarela, bahkan telah
dinilai dengan materi atau uang. Sehingga jasa selalu di perhitungkan dalam
bentuk keuntungan materi, yang akibatnya rasa kebersamaan makin lama
akan semakin menipis dan penghargaan hanya dapat dinilai bagi mereka
yang memiliki dan membayar dengan uang. Tampaknya untuk kondisi yang
serba materi seperti ini jangan sampai terjadi, karena nilai-nilai kebersamaan
yang selama ini di junjung tinggi menjadi tidak ada artinya lagi.
Kegiatan gotong royong ini ditumbuh kembangkan dalam kehidupan
masyarakat Alue Raya karena selain memupuk nilai-nilai moral, serta rasa
58
persaudaraan walaupun belum mampu meningkatkan pembangunan
Gampong secara merata.
59
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah, Baikuni.2006. Gotong royong sebagai budaya bangsa. Humaniora
utama, Bandung.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek.
Edisi. Revisi V. Rineka Cipta. Jakarta.
Azinar Sayuti, 1983. Sistem gotong royong dalam masyarakat pedesaan Daerah
Sumatra. Pustaka Utama. Jakarta.
Bratakasuma. D.S. 2004. Perencanaan Pembangunan Daerah. Gramedia, Jakarta.
Ginanjar Kartasasmita, 1994, Teori pembangunan, dipresentasikan pada 25
Februari 2011, Jurusan Manejemen dan kebijakan Publik, Fakultas
Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
.(http://arifcintaselvia.wordpress.com/kuliah/teoripembangunan/pemban
gunan-itu-apa/)
Helmi, Riki 2011. Mengembalikan budaya gotong royong pasca tsunami di Aceh.
Program Kreativitas Mahasiswa Universitas Teuku Umar dalam Bidang
kegiatan : PKM- GT
Hanafiah, T. 1982. Pendekatan Wilayah dan Pembangunan Perdesaan. Kumpulan
bahan Kuliah dan Kursus-kursus Pembangunan Wilayah dan
Pembangunan Perdesaan. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Kartodirjo. 2006. Gotong royong sebagai kearifan warga. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta
Koentjaraningrat. 1983. Ciri-Ciri Kehidupan Masyarakat Pedesaan di Indonesia.
dalam Sajogyo dan Sajogyo, Pudjiwati. Sosiologi Pedesaan. Jilid 1.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Kayam, Umar. Prisma No.3 Th XVI 1987. Keselarasan dan Kebersamaan : Suatu
Penjelajahan Awal. Jakarta : LP3ES.
Moloeng, lexy J. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Penerbit
Remaja Rosdakarya.
M. Nasroen. 1967. Falsafah Indonesia. Penerbit Bulan Bintang. Jakarta
Pedoman Panduan Penulisan Tugas Akhir Universitas Teuku Umar, 2010.
Universitas Teuku Umar Meulaboh Aceh Barat
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, Bandung:
Alfabeta .
60
Siagian,p.2003. Administrasi pembangunan. Remaja rosda karya. Bandung
Qanun nomor 5 tahun 2003, pasal 4 mengenai pembangunan gampong Nanggroe
Aceh Darussalam.
Tadora, Nungki. 2008. Pembangunan desa. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Jakarta.
Tashadi; Muniatmo, Gatot; Supanto; dan Sukirman. 1982. Sistem Gotong Royong
dalam Masyarakat Pedesaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Jakarta :
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Zulkarnaini; Triyanto, Neillis. 2010. Perubahan Sikap dan Perilaku Gotong
Royong pada Masyarakat Gampong Keub Pasca Tsunami Aceh 2004.
Meulaboh: Universitas Teuku Umar.
Undang - undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Nasional.
Undang - undang Nomor 32 Tahun 2004. Tentang Pemerintahan Daerah