analisis keamanan pangan basah dan kemasan
DESCRIPTION
Pangan merupakan kebutuhan pokok bagi kelangsungan hidup manusia yang dapat menjadi sumber penyakit. Dalam paper ini akan dijelaskan keamanan pangan basah dan kemasan terkait dengan bahan tambahan makan yang dikandungnya.TRANSCRIPT
ANALISIS KEAMANAN PANGAN BASAH
DAN PANGAN KEMASAN
PAPER
diajukan guna memenuhi tugas mata kuliahEkologi Pangan dan Gizi Kelas C
Oleh:
Andi Hilman Imtiyaz
122110101042
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS JEMBER
2014
MAKANAN BASAH (SOSIS)
Sosis merupakan salah satu produk olahan daging yang banyak disukai.
Rasanya kenyal dan gurih, mudah diolah dan disajikan. Olahan daging ini dibuat
dari daging sapi, daging ayam atau domba yang dihaluskan. Ditambahkan bahan
pengental berupa tepung dan rempah bumbu serta pengawet. Bahan pengawet
selain garam juga dipakai nitrit/ntrat, asam askorbat, dan isolat protein untuk
mencegah tumbuhnya jamur dalam proses penyimpanan.
Adonan daging yang sudah diaduk kemudian dimasukkan ke dalam casing
atau selongsong sosis yang panjang. Selongsong ini selain digunakan bahan alami,
seperti usus kambing juga dipakai bahan sintetis yang bisa dimakan. Untuk
memberikan warna kemerahan daging, dipakai bahan pewarna makanan.
Namun saat ini banyak dijual sosis dengan beraneka tambahan bahan yang
bukan untuk makanan. Misalnya, pemakaian pijer atau borax, pewarna pakaian
dan formalin. Pemakaian bahan aditif yang tidak untuk makanan tentunya sangat
berbahaya bagi kesehatan. Akibat yang serius bisa memicu munculnya sel kanker
hingga gangguan fungsi ginjal. Dari penampilannya, sosis jenis ini terlihat
menarik karena warnanya yang mencolok dan agak sulit dibedakan dengan sosis
berbahan alami. Berikut terdapat 2 sampel sosis yang telah saya amati selama 2
hari dilihat dari fisiknya:
Jenis Kondisi Awal Setelah 2 hari
Sosis 1 Memakai kemasan yang
bermerek
Berwarna cokelat kemerahan
Tercium aroma daging ayam
Agak kenyal jika ditekan
Tekstur sosis halus tanpa pori-
pori
Warna masih sama seperti di hari
pertama
Bau basi tidak terlalu kentara
Sedikit Berlendir
Sedikit Berjamur
Sosis 2 Dijual lepas tanpa kemasan
Berwarna merah mencolok
Warna masih sama seperti di hari
pertama
Aroma daging ayam tidak
terlalu tercium
Sangat kenyal jika ditekan
Tekstur sosis halus tanpa pori-
pori
Bau basi sangat menusuk
Berlendir
Berjamur
Sosis 1 Sosis 2
a. Sosis 1
Perlakuan pada sosis 1 dan sosis 2 adalah sama yaitu diletakkan pada
suhu yang sama dan di tempat yang sama. Sosis 1 memiliki merek dengan
keterangan nama produsen, alamat, tanggal kadaluarsa, info nutrisi dan nomor
registrasi BPOM yang jelas. Warna dari sosis 1 berbeda dengan sosis 2 yaitu
coklat kemerahan yang menandakan sosis ini tidak memakai pewarna tekstil.
Sosis ini juga beraroma daging ayam dan agak kenyal. Namun, sosis 1 ini lebih
awet dibanding sosis 2 karena pada hari pertama, sosis ini tidak terlalu
berlendir dan sangat sedikit pertumbuhan jamur pada hari ke dua serta bau basi
tidak terlalu kentara pada sosis ini. Disamping itu, sosis ini memiliki tekstur
yang halus tanpa pori-pori. Dari beberapa tanda tersebut, sosis 1 dicurigai
mengandung campuran boraks dan formalin yang mana boraks dan formalin
biasanya digunakan agar suatu bahan lebih awet hingga tahan lebih dari dua
hari dalam suhu kamar. Padahal boraks dan formalin bukanlah bahan pengawet
makanan melainkan bahan kimia non pangan. Hal ini sudah jelas bahwa boraks
atau formalin bukanlah termasuk BTP (Bahan Tambahan Pangan) sehingga
tidak ada batas takaran yang aman karena bahan tersebut termasuk bahan
karsinogenik.
b. Sosis 2
Jika diamati dari ciri-ciri awal ketika sosis masih segar sampai hari kedua
sosis sudah basi dapat ditarik kesimpulan bahwa sosis 2 tidak mengandung
boraks dan formalin karena sosis ini tidak dapat bertahan sampai beberapa hari.
Sosis 2 sudah mulai basi dan berlendir pada hari pertama dan berjamur pada
hari ke dua. Namun, sosis ini tidak memiliki keterangan nama produsen,
alamat, tanggal kadaluarsa, info nutrisi dan nomor registrasi BPOM. Warna
dari sosis 2 ini kurang meyakinkan jika diamati secara fisik karena warna sosis
2 terlalu mencolok yang menandakan sosis ini mengandung pewarna sintesis,
sedangkan warna alami daging ayam adalah coklat kemerahan. Sosis ini tidak
beraroma khas daging ayam melainkan beraroma seperti kaldu atau penyedap
rasa dan sangat kenyal. Selain itu, sosis 2 juga memiliki tekstur yang halus
tanpa pori-pori seperti sosis 1 yang juga dapat dicurigai mengandung boraks.
Oleh sebab itu, untuk melihat kandungan secara valid lebih baik dilakukan
penelitian lebih lanjut di laboratorium. Pengamatan berikut hanya berdasarkan
penelitian sederhana secara visual.
c. Bahan Tambahan Non Pangan
1) Formalin
Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat
menusuk. Di dalam larutan formalin terkandung sekitar 37% formaldehid
dalam air dan merupakan anggota paling sederhana dan termasuk
kelompok aldehid dengan rumus kimia HCHO. Formalin biasanya
diperdagangkan di pasaran dengan nama berbeda-beda antara lain yaitu:
Formol, Morbicid, Methanal, Formic aldehyde, Methyl oxide,
Oxymethylene, Methylene aldehyde, Oxomethane, Formoform, Formalith,
Karsan, Methyleneglycol, Paraforin, Polyoxymethylene glycols,
Superlysoform, Tetraoxymethylene, dan Trioxane. Formalin digunakan
pada:
a) Bidang kesehatan : desinfektan dan pengawet mayat
b) Industri perkayuan dan plywood : sebagai perekat
c) Industri plastik : bahan campuran produksi
d) Industri tekstil, resin, karet dan fotografi : mempercepat pewarnaan
Formalin tidak diizinkan ditambahkan ke dalam bahan makanan atau
digunakan sebagai pengawet makanan, tetapi formalin mudah diperoleh
dipasar bebas dengan harga murah. Adapun landasan hukum yang dapat
digunakan dalam pengaturan formalin yaitu:
a) UU Nomor: 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
b) UU Nomor: 7 Tahun 1996 tentang Pangan
c) UU Nomor: 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
d) Kepmenkes Nomor: 1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Bahan Tambahan
Makanan
e) SK Memperindag Nomor: 254/2000 tentang Tataniaga Impor dan
Peredaran Bahan Berbahaya
Pemakaian formaldehida pada makanan dapat menyebabkan
keracunan pada tubuh manusia, dengan gejala: sukar menelan, mual, sakit
perut yang akut disertai muntah-muntah, mencret darah, timbulnya depresi
susunan syaraf, atau gangguan peredaran darah. Konsumsi formalin pada
dosis sangat tinggi dapat mengakibatkan konvulsi (kejang-kejang),
haematuri (kencing darah) dan haimatomesis (muntah darah) yang berakhir
dengan kematian. Injeksi formalin dengan dosis 100 gr dapat
mengakibatkan kematian dalam waktu 3 jam.
Formalin tidak termasuk dalam daftar bahan tambahan makanan
(additive) pada Codex Alimentarius, maupun yang dikeluarkan oleh
Depkes. Humas Pengurus Besar Perhimpunan Dokter spesialis Penyakit
Dalam Indonesia (PB PAPDI) menyatakan formalin mengandung 37%
formalin dalam pelarut air dan biasanya juga mengandung 10 persen
methanol. Formalin sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, karena dapat
menyebabkan kanker, mutagen yang menyebabkan perubahan sel dan
jaringan tubuh, korosif dan iritatif. Berdasarkan penelitian WHO,
kandungan formalin yang membahayakan sebesar 6 gram. Dampak negatif
penggunaan formalin dapat dilihat pada tabel berikut:
Efek Guna Sebenarnya Keterangan
Akut: Rasa gatal
pada mata,
lakrimasi, menit,
susah bernafas,
batuk, rasa panas
pada hidung,
tenggorokan, iritasi
akut saluran
penafasan.
Kronik:
Karsinogen,
gangguan
menstruasi dan
kesuburan wanita,
percikan pada mata
dapat
menyebabkan
kerusakan berat,
kornea buram dan
buta.
Sebagai desinfektan,
bahan perekat
plywood, veneer,
partikel papan tulis,
plastik, pupuk dan
pengawet.
Dilarang sebagai bahan
tambahan makanan
(PerMenKes RI
No.722/Menkes/Per/IX/19
88) Termasuk dalam
Pengamanan Bahan
Berbahaya
2) Boraks
Boraks merupakan senyawa kimia dengan nama natriurn tetraborat,
berbentuk kristal lunak. Boraks bila dilarutkan dalam air akan terurai
menjadi natrium hidroksidaserta asam borat. Baik boraks maupun asam
borat memiliki sifat antiseptik, dan biasa digunakan oleh industri farmasi
sebagai ramuan obat misalnya dalam salep, bedak, larutan kompres, obat
oles mulut dan obat pencuci mata. Secara lokal boraks dikenal sebagai
'bleng' (berbentuk larutan atau padatan/kristal) dan ternyata digunakan
sebagai pengawet misalnya pada pembuatan mie basah, lontong dan bakso.
Penggunaan boraks ternyata telah disalahgunakan sebagai pengawet
makanan, antara lain digunakan sebagai pengawet dalam bakso dan mie.
Boraks juga dapat menimbulkan efek racun pada manusia, tetapi mekanisme
toksisitasnya berbeda dengan formalin. Toksisitas boraks yang terkandung
di dalam makanan tidak langsung dirasakan oleh konsumen. Boraks yang
terdapat dalam makanan akan diserap oleh tubuh dan disimpan secara
kumulatif dalam hati, otak, atau testis (buah zakar), sehingga dosis boraks
dalam tubuh menjadi tinggi. Pada dosis cukup tinggi, boraks dalam tubuh
akan menyebabkan timbulnya gejala pusing-pusing, muntah, mencret, dan
kram perut. Bagi anak kecil dan bayi, bila dosis dalam tubuhnya mencapai 5
gram atau lebih, akan menyebabkan kematian. Pada orang dewasa, kematian
akan terjadi jika dosisnya telah mencapai 10 - 20 g atau lebih. Dampak
negatif penggunaan boraks dapat dilihat pada tabel berikut:
Efek Guna Sebenarnya Keterangan
Dapat mengakibatkan
nafsu makan
berkurang, gangguan
pencernaan,
kebodohan,
kebingungan, radang
kulit, anemia, kejang,
dan karsinogenik
Sebagai pengawet
pada industri kayu dan
kaca
Dilarang sebagai bahan
tambahan makanan
(PerMenKes RI
No.722/Menkes/Per/IX/19
88).
3) Zat Pewarna Sintetis
Zat pewarna sintetis dibuat melalui pengolahan industri. Zat pewarna
sintetis biasanya digunakan karena komposisinya lebih stabil, seperti Sunset
yellow FCF yang memberi warna oranye, Carmoisine untuk warna merah,
serta Tartrazine untuk warna kuning. Pada produk pangan yang perlu
dihindari adalah penggunaan zat pewarna yang berlebihan, tidak tepat, dan
penggunaan zat pewarna berbahaya yang tidak diperuntukkan untuk pangan
karena dapat memberikan dampak negatif terhadap kesehatan.
Salah satu pewarna sintetis yang dilarang untuk pangan adalah
Rhodamin B. Rhodamin B berbentuk serbuk kristal, berwarna hijau atau
ungu kemerahan, tidak berbau, dan dalam larutan akan berwarna merah
terang berpendar atau berfluorosensi. Rhodamin B merupakan zat warna
golongan xanthenes dyes, dan digunakan pada industri tekstil dan kertas,
sebagai pewarna kain, kosmetika, produk pembersih mulut, dan sabun.
Nama lain Rhodamin B adalah: D and C Red no 19, Food Red 15, ADC
Rhodamine B, Aizen Rhodamine, dan Brilliant Pink.
Rhodamin B sering disalahgunakan pada pembuatan kerupuk, terasi,
cabe merah giling, agar-agar, aromanis atau kembang gula, manisan, sosis,
sirup, minuman, dan lain-lain. Ciri-ciri pangan yang mengandung rhodamin
B antara lain:
a) Warnanya cerah mengkilap dan lebih mencolok
b) Terkadang warna terlihat tidak homogen (rata), ada gumpalan warna
pada produk
c) Bila dikonsumsi rasanya sedikit lebih pahit
d) Biasanya produk pangan yang mengandung Rhodamin B tidak
mencantumkan kode, label, merek, atau identitas lengkap lainnya.
Menurut WHO, Rhodamin B berbahaya bagi kesehatan manusia
karena sifat kimia dan kandungan logam beratnya. Rhodamin B
mengandung senyawa klorin (Cl). Senyawa klorin merupakan senyawa
halogen yang berbahaya dan reaktif. Jika tertelan, maka senyawa ini akan
berusaha mencapai kestabilan dalam tubuh dengan cara mengikat senyawa
lain dalam tubuh, hal inilah yang bersifat racun bagi tubuh. Selain itu,
Rhodamin B juga memiliki senyawa pengalkilasi (CH3-CH3) yang bersifat
radikal sehingga dapat berikatan dengan protein, lemak, dan DNA dalam
tubuh.
Penggunaan zat pewarna ini dilarang di Eropa mulai 1984 karena
Rhodamin B termasuk bahan karsinogen (penyebab kanker) yang
kuat. Konsumsi Rhodamin B dalam jangka panjang dapat terakumulasi di
dalam tubuh dan dapat menyebabkan gejala pembesaran hati dan ginjal,
gangguan fungsi hati, kerusakan hati, gangguan fisiologis tubuh, atau
bahkan bisa menyebabkan timbulnya kanker hati.
Untuk mengurangi paparan terhadap makanan dan jajanan yang tidak
sehat dan tidak aman, terutama pada anak sekolah, maka perlu
dilakukan usaha promosi keamanan pangan baik kepada pihak sekolah,
guru, orang tua, murid, serta pedagang. Sekolah sebaiknya menyediakan
kantin sehat serta pedagang perlu di bekali pengetahuan tentang
bahan tambahan pangan yang aman untuk dikonsumsi dan cara pengolahan
makanan yang baik dan benar. Sebagai konsumen harus berhati-hati ketika
membeli makanan atau minuman. Yakinkah bahwa BTP yang dipakai
memang benar-benar aman untuk kesehatan.
MAKANAN KEMASAN (SAUS)
a. Nama Produsen : PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk
b. Alamat : Semarang 50151, Indonesia
c. Tanggal Kadaluarsa : 13 Januari 2015
d. Nomor Registrasi BPOM : 645311155060
e. Komposisi
Air, Pengental Nabati, Garam, Cabai, Gula, Pengatur keasaman, Penguat Rasa
(Mononatrium Glutamat, Dinatrium Inosinat dan Guanilat), Rempah-rempah,
Pengawet (Natrium Benzoat, Natrium Metabisulfit), Pemanis Buatan
(Aspartam 0.04%, Asesulfam-K 0.02%), Perisa Bawang Putih.
f. Analisis
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 329/Menkes/PER/XII/76,
yang dimaksud zat aditif, yaitu bahan yang sengaja ditambahkan dan
dicampurkan sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu
makanan. Sedangkan FAO dan WHO dalam kongresnya di Roma tahun 1956
menetapkan definisi zat aditif sebagai bahan-bahan yang ditambahkan dengan
sengaja ke dalam makanan dalam jumlah sedikit untuk memperbaiki warna,
bentuk, cita-rasa, tekstur, atau memperpanjang masa simpan (Winarno dkk,
1984).
Zat aditif menurut peraturan Menkes No. 235 (1979) dapat dikelompokan
menjadi 14 kelompok berdasarkan fungsinya, yaitu:(1) antioksidan dan
antioksidan sinergis; (2) anti kempal; (3) pengasam, penetral dan pendapar; (4)
enzim; (5) pemanis buatan; (6) pemutih dan pematang; (7) penambah gizi; (8)
pengawet; (9) pengemulsi, pemantap dan pengental; (10) pengeras; (11)
pewarna alami dan sintetik; (12) penyedap rasa dan aroma; (13) sekuestran;
(14) zat aditif lain.
Penggunaan zat aditif pada produk pangan harus mempunyai sifat: dapat
mempertahankan nilai gizi makanan tersebut, tidak mengurangi zat-zat esensial
di dalam makanan, mempertahankan atau memperbaiki mutu makanan, dan
menarik bagi konsumen, tetapi tidak merupakan suatu penipuan. Sedangkan
zat aditif yang tidak boleh digunakan antara lain mempunyai sifat: dapat
merupakan penipuan bagi konsumen, menyembunyikan kesalahan dalam
teknik penanganan atau pengolahan, dapat menurunkan nilai gizi makanan, dan
tujuan penambahan masih dapat digantikan perlakuan-perlakuan lain yang
lebih praktis
Beberapa komposisi bahan makanan kemasan berupa saus tersebut yang
merupakan bahan tambahan pangan yakni Pengental Nabati, Pengatur
Keasaman, Penguat Rasa, Pengawet, Pemanis Buatan, dan Perisa.
Zat Aditif Definisi Jenis BTP ADIBatas
Maksium
Pengental
(Thickener)
Bahan tambahan
pangan untuk
meningkatkan
viskositas pangan
Karagen
(Carrageenan)
Tidak
dinyatakan
(not
specified)
CPBB
Pengatur
Keasaman
(Acidity
regulator)
Bahan tambahan
pangan untuk
mengasamkan,
menetralkan
dan/atau
mempertahankan
derajat keasaman
pangan
Asam sitrat
(Citric acid)
Tidak
dinyatakan
(not
specified)
CPBB
Penguat Rasa
(Flavour
enhancer)
Bahan tambahan
pangan untuk
memperkuat atau
memodifikasi rasa
dan/atau aroma
yang telah ada
dalam bahan
pangan tersebut
tanpa
memberikan rasa
Mononatrium
Glutamat
(Monosodium
Glutamate)
Dinatrium
Inosinat
(Disodium
Inosinate)
Dinatrium
Tidak
dinyataka
n (not
specified)
Tidak
dinyataka
n (not
specified)
Tidak
CPBB
CPBB
CPBB
dan/atau aroma
tertentu
Guanilat
(Disodium
Guanylate)
dinyataka
n (not
specified)
Pengawet
(Preservative)
Bahan tambahan
pangan untuk
mencegah atau
menghambat
fermentasi,
pengasaman,
penguraian, dan
perusakan
lainnya terhadap
pangan yang
disebabkan oleh
mikroorganisme
Natrium
benzoat
(Sodium
benzoate)
Natrium
metabisulfit
(Sodium
metabisulphit
e)
0-5
mg/kg
berat
badan
0-0,07
mg/kg
berat
badan
1000
300
Pemanis
Buatan
(Sweetener)
Bahan tambahan
makanan yang
dapat
menyebabkan
rasa manis pada
makanan, yang
tidak atau
hampir tidak
mempunyai nilai
gizi.
Aspartam
Asesulfam K
0-5
mg/kg
berat
badan
0-5
mg/kg
berat
badan
200
200
Perisa
(Flavour)
Bahan tambahan
pangan berupa
preparat
konsentrat,
dengan atau
tanpa ajudan
Senyawa perisa
alami
perisa yang
digunakan untuk
memberi rasa
dan/atau aroma
ADI (Acceptable Daily Intake) atau asupan harian yang dapat diterima
adalah jumlah maksimum bahan tambahan pangan dalam miligram per
kilogram berat badan yang dapat dikonsumsi setiap hari selama hidup tanpa
menimbulkan efek merugikan terhadap kesehatan.
ADI tidak dinyatakan atau ADI not specified/ADI not limited/ADI
acceptable/no ADI Allocated/no ADI necessary adalah istilah yang digunakan
untuk bahan tambahan pangan yang mempunyai toksisitas sangat rendah,
berdasarkan data (kimia, biokimia, toksikologi dan data lainnya), jumlah
asupan bahan tambahan pangan tersebut jika digunakan dalam takaran yang
diperlukan untuk mencapai efek yang diinginkan serta pertimbangan lain,
menurut pendapat Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives
(JECFA) tidak menimbulkan bahaya terhadap kesehatan.
Batas Maksimum CPBB (Cara Produksi Pangan yang Baik atau Good
Manufacturing Practice) adalah jumlah BTP yang diizinkan terdapat pada
pangan dalam jumlah secukupnya yang diperlukan untuk menghasilkan efek
yang diinginkan.
Dalam perkembangan terakhir, zat aditif (ZA) disebut-sebut sebagai zat
yang dapat memicu terjadinya penyakit kanker jika digunakan secara
berlebihan. World Health Organization (WHO) dan Food and Agricultural
Organization (FAO) menyatakan bahwa ancaman potensial dari residu bahan
makanan terhadap kesehatan manusia dibagi dalam 3 katagori yaitu : 1) aspek
toksikologis, katagori residu bahan makanan yang dapat bersifat racun terhadap
organ-organ tubuh, 2) aspek mikrobiologis, mikroba dalam bahan makanan
yang dapat mengganggu keseimbangan mikroba dalam saluran pencernaan, 3)
aspek imunopatologis, keberadaan residu yang dapat menurunkan kekebalan
tubuh.
Agar terhindar dari ancaman potensial dari residu bahan saus terhadap
kesehatan, maka harus cermat dan teliti dalam memilih dan mengkonsumsi
saus dengan cara mengenali ciri-ciri saus asli sebagai berikut:
1) Telitilah melihat apakah pada label saus terdapat ijin dari Departemen
Kesehatan atau tidak. Bila tidak, berarti saus tersebut perlu diwaspadai.
2) Lihat warnanya. Saus asli berwarna seperti tomat dan cabai yaitu merah
kekuning-kuningan sedangkan saus palsu berwarna merah mencolok dan
terlihat lebih muda.
3) Lihat kekentalannya. Saus asli akan cenderung lebih kental sedangkan saus
palsu agak cair dan memiliki gumpalan-gumpalan kecil di dalamnya sebagai
efek penambahan formalin.
4) Cium aromanya. Saus asli memiliki aroma khas dengan bau cabai dan tomat
pada umumnya sedangkan saus palsu beraroma seperti bawang putih dan
sangat menyengat karena menggunakan cabai, tomat, dan pepaya busuk.
5) Rasakan sausnya. Saus asli memiliki rasa cabai dan tomat yang segar
sedangkan saus palsu hanya cenderung memiliki rasa gurih.
6) Perhatikan harganya. Saus asli memiliki harga wajar dan sesuai dengan
harga yang biasa ditawarkan pasar, sedangkan saus palsu harganya jauh
lebih murah.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.makanan.net/berita-makanan/kenali-ciri-ciri-sosis-berbahan-alami-dan-aman.html [20 April 2014]
http://www.ut.ac.id/html/suplemen/peki4422/bag%204.htm [20 April 2014]
http://www.shnews.co/healthy/detile-1834-bahaya-merahnya-rhodaminb-pada-makanan.html [20 April 2014]
http://www.kabarbanyuwangi.info/bahayanya-penggunaan-pengawet-dan-pewarna-tekstil-pada-jajanan.html [20 April 2014]
http://www.academia.edu/5630270/BPOM_No_36_Tahun_2013_Tentang_Batas_Maksimum_Penggunaan_BTP_Pengawet [21 April 2014]
http://pustan.bpkimi.kemenperin.go.id/files/SNI_01-7152-2006.pdf [21 April 2014]
http://ik.pom.go.id/v2012/wp-content/uploads/2011/11/Bahaya-Rhodamin-B-sebagai-Pewarna-pada-Makanan.pdf [20 April 2014]
http://kesehatan.kompasiana.com/makanan/2012/03/21/bahaya-saus-palsu-448117.html [21 April 2014]
http://ferylife.blogspot.com/2012/11/kenali-ambang-batas-pemanis-buatan.html [21 April 2014]
http://usdaindonesia.org/wp-content/uploads/2014/04/PerKBPOM-No-15-Tahun-2013-Tentang-Batas-Maksimum-Penggunaan-Bahan-Tambahan-Pangan-Pengental_Nett.pdf [21 April 2014]
http://usdaindonesia.org/wp-content/uploads/2014/04/PerKBPOM-No-23-Tahun-2013-Tentang-Batas-Maksimum-Penggunaan-Bahan-Tambahan-Pangan-Penguat-Rasa_Nett.pdf [21 April 2014]
http://usdaindonesia.org/wp-content/uploads/2014/04/PerKBPOM-No-8-Tahun-2013-Tentang-Batas-Maksimum-Penggunaan-Bahan-Tambahan-Pangan-Pengatur-Keasaman_Nett.pdf [21 April 2014]