analisis keamanan pangan basah dan kemasan

24
ANALISIS KEAMANAN PANGAN BASAH DAN PANGAN KEMASAN PAPER diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Ekologi Pangan dan Gizi Kelas C Oleh: Andi Hilman Imtiyaz 122110101042

Upload: luluk

Post on 21-Dec-2015

33 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Pangan merupakan kebutuhan pokok bagi kelangsungan hidup manusia yang dapat menjadi sumber penyakit. Dalam paper ini akan dijelaskan keamanan pangan basah dan kemasan terkait dengan bahan tambahan makan yang dikandungnya.

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Keamanan Pangan Basah dan Kemasan

ANALISIS KEAMANAN PANGAN BASAH

DAN PANGAN KEMASAN

PAPER

diajukan guna memenuhi tugas mata kuliahEkologi Pangan dan Gizi Kelas C

Oleh:

Andi Hilman Imtiyaz

122110101042

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS JEMBER

2014

Page 2: Analisis Keamanan Pangan Basah dan Kemasan

MAKANAN BASAH (SOSIS)

Sosis merupakan salah satu produk olahan daging yang banyak disukai.

Rasanya kenyal dan gurih, mudah diolah dan disajikan. Olahan daging ini dibuat

dari daging sapi, daging ayam atau domba yang dihaluskan. Ditambahkan bahan

pengental berupa tepung dan rempah bumbu serta pengawet. Bahan pengawet

selain garam juga dipakai nitrit/ntrat, asam askorbat, dan isolat protein untuk

mencegah tumbuhnya jamur dalam proses penyimpanan.

Adonan daging yang sudah diaduk kemudian dimasukkan ke dalam casing

atau selongsong sosis yang panjang. Selongsong ini selain digunakan bahan alami,

seperti usus kambing juga dipakai bahan sintetis yang bisa dimakan. Untuk

memberikan warna kemerahan daging, dipakai bahan pewarna makanan.

Namun saat ini banyak dijual sosis dengan beraneka tambahan bahan yang

bukan untuk makanan. Misalnya, pemakaian pijer atau borax, pewarna pakaian

dan formalin. Pemakaian bahan aditif yang tidak untuk makanan tentunya sangat

berbahaya bagi kesehatan. Akibat yang serius bisa memicu munculnya sel kanker

hingga gangguan fungsi ginjal. Dari penampilannya, sosis jenis ini terlihat

menarik karena warnanya yang mencolok dan agak sulit dibedakan dengan sosis

berbahan alami. Berikut terdapat 2 sampel sosis yang telah saya amati selama 2

hari dilihat dari fisiknya:

Jenis Kondisi Awal Setelah 2 hari

Sosis 1 Memakai kemasan yang

bermerek

Berwarna cokelat kemerahan

Tercium aroma daging ayam

Agak kenyal jika ditekan

Tekstur sosis halus tanpa pori-

pori

Warna masih sama seperti di hari

pertama

Bau basi tidak terlalu kentara

Sedikit Berlendir

Sedikit Berjamur

Sosis 2 Dijual lepas tanpa kemasan

Berwarna merah mencolok

Warna masih sama seperti di hari

pertama

Page 3: Analisis Keamanan Pangan Basah dan Kemasan

Aroma daging ayam tidak

terlalu tercium

Sangat kenyal jika ditekan

Tekstur sosis halus tanpa pori-

pori

Bau basi sangat menusuk

Berlendir

Berjamur

Sosis 1 Sosis 2

a. Sosis 1

Perlakuan pada sosis 1 dan sosis 2 adalah sama yaitu diletakkan pada

suhu yang sama dan di tempat yang sama. Sosis 1 memiliki merek dengan

keterangan nama produsen, alamat, tanggal kadaluarsa, info nutrisi dan nomor

registrasi BPOM yang jelas. Warna dari sosis 1 berbeda dengan sosis 2 yaitu

coklat kemerahan yang menandakan sosis ini tidak memakai pewarna tekstil.

Sosis ini juga beraroma daging ayam dan agak kenyal. Namun, sosis 1 ini lebih

awet dibanding sosis 2 karena pada hari pertama, sosis ini tidak terlalu

berlendir dan sangat sedikit pertumbuhan jamur pada hari ke dua serta bau basi

tidak terlalu kentara pada sosis ini. Disamping itu, sosis ini memiliki tekstur

yang halus tanpa pori-pori. Dari beberapa tanda tersebut, sosis 1 dicurigai

mengandung campuran boraks dan formalin yang mana boraks dan formalin

biasanya digunakan agar suatu bahan lebih awet hingga tahan lebih dari dua

hari dalam suhu kamar. Padahal boraks dan formalin bukanlah bahan pengawet

makanan melainkan bahan kimia non pangan. Hal ini sudah jelas bahwa boraks

atau formalin bukanlah termasuk BTP (Bahan Tambahan Pangan) sehingga

tidak ada batas takaran yang aman karena bahan tersebut termasuk bahan

karsinogenik.

Page 4: Analisis Keamanan Pangan Basah dan Kemasan

b. Sosis 2

Jika diamati dari ciri-ciri awal ketika sosis masih segar sampai hari kedua

sosis sudah basi dapat ditarik kesimpulan bahwa sosis 2 tidak mengandung

boraks dan formalin karena sosis ini tidak dapat bertahan sampai beberapa hari.

Sosis 2 sudah mulai basi dan berlendir pada hari pertama dan berjamur pada

hari ke dua. Namun, sosis ini tidak memiliki keterangan nama produsen,

alamat, tanggal kadaluarsa, info nutrisi dan nomor registrasi BPOM. Warna

dari sosis 2 ini kurang meyakinkan jika diamati secara fisik karena warna sosis

2 terlalu mencolok yang menandakan sosis ini mengandung pewarna sintesis,

sedangkan warna alami daging ayam adalah coklat kemerahan. Sosis ini tidak

beraroma khas daging ayam melainkan beraroma seperti kaldu atau penyedap

rasa dan sangat kenyal. Selain itu, sosis 2 juga memiliki tekstur yang halus

tanpa pori-pori seperti sosis 1 yang juga dapat dicurigai mengandung boraks.

Oleh sebab itu, untuk melihat kandungan secara valid lebih baik dilakukan

penelitian lebih lanjut di laboratorium. Pengamatan berikut hanya berdasarkan

penelitian sederhana secara visual.

c. Bahan Tambahan Non Pangan

1) Formalin

Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat

menusuk.  Di dalam larutan formalin terkandung sekitar 37% formaldehid

dalam air dan merupakan anggota paling sederhana dan termasuk

kelompok aldehid dengan rumus kimia HCHO.  Formalin biasanya

diperdagangkan di pasaran dengan nama berbeda-beda antara lain yaitu:

Formol, Morbicid, Methanal, Formic aldehyde, Methyl oxide,

Oxymethylene, Methylene aldehyde, Oxomethane, Formoform, Formalith,

Karsan, Methyleneglycol, Paraforin, Polyoxymethylene glycols,

Superlysoform, Tetraoxymethylene, dan Trioxane. Formalin digunakan

pada:

a) Bidang kesehatan : desinfektan dan pengawet mayat

b) Industri perkayuan dan plywood : sebagai perekat

Page 5: Analisis Keamanan Pangan Basah dan Kemasan

c) Industri plastik : bahan campuran produksi

d) Industri tekstil, resin, karet dan fotografi : mempercepat pewarnaan

Formalin tidak diizinkan ditambahkan ke dalam bahan makanan atau

digunakan sebagai pengawet makanan, tetapi formalin mudah diperoleh

dipasar bebas dengan harga murah.  Adapun landasan hukum yang dapat

digunakan dalam pengaturan formalin yaitu:

a) UU Nomor: 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan

b) UU Nomor: 7 Tahun 1996 tentang Pangan

c) UU Nomor: 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

d) Kepmenkes Nomor: 1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Bahan Tambahan

Makanan

e) SK Memperindag Nomor: 254/2000 tentang Tataniaga Impor dan

Peredaran Bahan Berbahaya

Pemakaian formaldehida pada makanan dapat menyebabkan

keracunan pada tubuh manusia, dengan gejala: sukar menelan, mual, sakit

perut yang akut disertai muntah-muntah, mencret darah, timbulnya depresi

susunan syaraf, atau gangguan peredaran darah. Konsumsi formalin pada

dosis sangat tinggi dapat mengakibatkan konvulsi (kejang-kejang),

haematuri (kencing darah) dan haimatomesis (muntah darah) yang berakhir

dengan kematian. Injeksi formalin dengan dosis 100 gr dapat

mengakibatkan kematian dalam waktu 3 jam.

Formalin tidak termasuk dalam daftar bahan tambahan makanan

(additive) pada Codex Alimentarius, maupun yang dikeluarkan oleh

Depkes.  Humas Pengurus Besar Perhimpunan Dokter spesialis Penyakit

Dalam Indonesia (PB PAPDI) menyatakan formalin mengandung 37%

formalin dalam pelarut air dan biasanya juga mengandung 10 persen

methanol. Formalin sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, karena dapat

menyebabkan kanker, mutagen yang menyebabkan perubahan sel dan

jaringan tubuh, korosif dan iritatif. Berdasarkan penelitian WHO,

kandungan formalin yang membahayakan sebesar 6 gram. Dampak negatif

penggunaan formalin dapat dilihat pada tabel berikut:

Page 6: Analisis Keamanan Pangan Basah dan Kemasan

Efek Guna Sebenarnya Keterangan

Akut: Rasa gatal

pada mata,

lakrimasi, menit,

susah bernafas,

batuk, rasa panas

pada hidung,

tenggorokan, iritasi

akut saluran

penafasan.

Kronik:

Karsinogen,

gangguan

menstruasi dan

kesuburan wanita,

percikan pada mata

dapat

menyebabkan

kerusakan berat,

kornea buram dan

buta.

Sebagai desinfektan,

bahan perekat

plywood, veneer,

partikel papan tulis,

plastik, pupuk dan

pengawet.

Dilarang sebagai bahan

tambahan makanan

(PerMenKes RI

No.722/Menkes/Per/IX/19

88) Termasuk dalam

Pengamanan Bahan

Berbahaya

2) Boraks

Boraks merupakan senyawa kimia dengan nama natriurn tetraborat,

berbentuk kristal lunak.  Boraks bila dilarutkan dalam air akan terurai

menjadi natrium hidroksidaserta asam borat.  Baik boraks maupun asam

borat memiliki sifat antiseptik, dan biasa digunakan oleh industri farmasi

sebagai ramuan obat misalnya dalam salep, bedak, larutan kompres, obat

oles mulut dan obat pencuci mata.  Secara lokal boraks dikenal sebagai

'bleng' (berbentuk larutan atau padatan/kristal) dan ternyata digunakan

sebagai pengawet misalnya pada pembuatan mie basah, lontong dan bakso.

Page 7: Analisis Keamanan Pangan Basah dan Kemasan

Penggunaan boraks ternyata telah disalahgunakan sebagai pengawet

makanan, antara lain digunakan sebagai pengawet dalam bakso dan mie.

Boraks juga dapat menimbulkan efek racun pada manusia, tetapi mekanisme

toksisitasnya berbeda dengan formalin. Toksisitas boraks yang terkandung

di dalam makanan tidak langsung dirasakan oleh konsumen. Boraks yang

terdapat dalam makanan akan diserap oleh tubuh dan disimpan secara

kumulatif dalam hati, otak, atau testis (buah zakar), sehingga dosis boraks

dalam tubuh menjadi tinggi.  Pada dosis cukup tinggi, boraks dalam tubuh

akan menyebabkan timbulnya gejala pusing-pusing, muntah, mencret, dan

kram perut. Bagi anak kecil dan bayi, bila dosis dalam tubuhnya mencapai 5

gram atau lebih, akan menyebabkan kematian. Pada orang dewasa, kematian

akan terjadi jika dosisnya telah mencapai 10 - 20 g atau lebih. Dampak

negatif penggunaan boraks dapat dilihat pada tabel berikut:

Efek Guna Sebenarnya Keterangan

Dapat mengakibatkan

nafsu makan

berkurang, gangguan

pencernaan,

kebodohan,

kebingungan, radang

kulit, anemia, kejang,

dan karsinogenik

Sebagai pengawet

pada industri kayu dan

kaca

Dilarang sebagai bahan

tambahan makanan

(PerMenKes RI

No.722/Menkes/Per/IX/19

88).

3) Zat Pewarna Sintetis

Zat pewarna sintetis dibuat melalui pengolahan industri. Zat pewarna

sintetis biasanya digunakan karena komposisinya lebih stabil, seperti Sunset

yellow FCF yang memberi warna oranye, Carmoisine untuk warna merah,

serta Tartrazine untuk warna kuning. Pada produk pangan yang perlu

dihindari adalah penggunaan zat pewarna yang berlebihan, tidak tepat, dan

penggunaan zat pewarna berbahaya yang tidak diperuntukkan untuk pangan

karena dapat memberikan dampak negatif terhadap kesehatan.

Page 8: Analisis Keamanan Pangan Basah dan Kemasan

Salah satu pewarna sintetis yang dilarang untuk pangan adalah

Rhodamin B. Rhodamin B  berbentuk serbuk kristal, berwarna hijau atau

ungu kemerahan, tidak berbau, dan dalam larutan akan berwarna merah

terang berpendar atau berfluorosensi. Rhodamin B merupakan zat warna

golongan xanthenes dyes, dan digunakan pada industri tekstil dan kertas,

sebagai pewarna kain, kosmetika, produk pembersih mulut, dan sabun.

Nama lain Rhodamin B adalah: D and C Red no 19, Food Red 15, ADC

Rhodamine B, Aizen Rhodamine, dan Brilliant Pink.

Rhodamin B sering disalahgunakan pada pembuatan kerupuk, terasi,

cabe merah giling, agar-agar, aromanis atau kembang gula, manisan, sosis,

sirup, minuman, dan lain-lain. Ciri-ciri pangan yang mengandung rhodamin

B antara lain:

a) Warnanya cerah mengkilap dan lebih mencolok

b) Terkadang warna terlihat tidak homogen (rata),  ada gumpalan warna

pada produk

c) Bila dikonsumsi rasanya sedikit lebih pahit

d) Biasanya produk pangan yang mengandung Rhodamin B tidak

mencantumkan kode, label, merek, atau identitas lengkap lainnya.

Menurut WHO, Rhodamin B berbahaya bagi kesehatan manusia

karena sifat kimia dan kandungan logam beratnya. Rhodamin B

mengandung senyawa klorin (Cl). Senyawa klorin merupakan senyawa

halogen yang berbahaya dan reaktif. Jika tertelan, maka senyawa ini akan

berusaha mencapai kestabilan dalam tubuh dengan cara mengikat senyawa

lain dalam tubuh, hal inilah yang bersifat racun bagi tubuh. Selain itu,

Rhodamin B juga memiliki senyawa pengalkilasi (CH3-CH3) yang bersifat

radikal sehingga dapat berikatan dengan protein, lemak, dan DNA dalam

tubuh.

Penggunaan zat pewarna ini dilarang di Eropa mulai 1984 karena

Rhodamin B termasuk bahan karsinogen (penyebab kanker) yang

kuat. Konsumsi Rhodamin B dalam jangka panjang dapat terakumulasi di

dalam tubuh dan dapat menyebabkan gejala pembesaran hati dan ginjal,

Page 9: Analisis Keamanan Pangan Basah dan Kemasan

gangguan fungsi hati, kerusakan hati, gangguan fisiologis tubuh, atau

bahkan bisa menyebabkan timbulnya kanker hati.

Untuk mengurangi paparan terhadap makanan dan jajanan yang tidak

sehat dan tidak aman, terutama pada anak sekolah, maka perlu

dilakukan usaha promosi keamanan pangan baik kepada pihak sekolah,

guru, orang tua, murid, serta pedagang. Sekolah sebaiknya menyediakan

kantin sehat serta pedagang perlu di bekali pengetahuan tentang

bahan tambahan pangan yang aman untuk dikonsumsi dan cara pengolahan

makanan yang baik dan benar. Sebagai konsumen harus berhati-hati ketika

membeli makanan atau minuman. Yakinkah bahwa BTP yang dipakai

memang benar-benar aman untuk kesehatan.

Page 10: Analisis Keamanan Pangan Basah dan Kemasan

MAKANAN KEMASAN (SAUS)

a. Nama Produsen : PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk

b. Alamat : Semarang 50151, Indonesia

c. Tanggal Kadaluarsa : 13 Januari 2015

d. Nomor Registrasi BPOM : 645311155060

e. Komposisi

Air, Pengental Nabati, Garam, Cabai, Gula, Pengatur keasaman, Penguat Rasa

(Mononatrium Glutamat, Dinatrium Inosinat dan Guanilat), Rempah-rempah,

Pengawet (Natrium Benzoat, Natrium Metabisulfit), Pemanis Buatan

(Aspartam 0.04%, Asesulfam-K 0.02%), Perisa Bawang Putih.

f. Analisis

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 329/Menkes/PER/XII/76,

yang dimaksud zat aditif, yaitu bahan yang sengaja ditambahkan dan

dicampurkan sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu

makanan.  Sedangkan FAO dan WHO dalam kongresnya di Roma tahun 1956

menetapkan definisi zat aditif sebagai bahan-bahan yang ditambahkan dengan

sengaja ke dalam makanan dalam jumlah sedikit untuk memperbaiki warna,

bentuk, cita-rasa, tekstur, atau memperpanjang masa simpan (Winarno dkk,

1984).

Zat aditif menurut peraturan Menkes No. 235 (1979) dapat dikelompokan

menjadi 14 kelompok berdasarkan fungsinya, yaitu:(1) antioksidan dan

antioksidan sinergis; (2) anti kempal; (3) pengasam, penetral dan pendapar; (4)

enzim; (5) pemanis buatan; (6) pemutih dan pematang; (7) penambah gizi; (8)

pengawet; (9) pengemulsi, pemantap dan pengental; (10) pengeras; (11)

pewarna alami dan sintetik; (12) penyedap rasa dan aroma; (13) sekuestran;

(14) zat aditif lain. 

Penggunaan zat aditif pada produk pangan harus mempunyai sifat: dapat

mempertahankan nilai gizi makanan tersebut, tidak mengurangi zat-zat esensial

di dalam makanan, mempertahankan atau memperbaiki mutu makanan, dan

menarik bagi konsumen, tetapi tidak merupakan suatu penipuan.  Sedangkan

Page 11: Analisis Keamanan Pangan Basah dan Kemasan

zat aditif  yang  tidak boleh digunakan antara lain mempunyai sifat: dapat

merupakan penipuan bagi konsumen, menyembunyikan kesalahan dalam

teknik penanganan atau pengolahan, dapat menurunkan nilai gizi makanan, dan

tujuan penambahan masih dapat digantikan perlakuan-perlakuan lain yang

lebih praktis

Beberapa komposisi bahan makanan kemasan berupa saus tersebut yang

merupakan bahan tambahan pangan yakni Pengental Nabati, Pengatur

Keasaman, Penguat Rasa, Pengawet, Pemanis Buatan, dan Perisa.

Zat Aditif Definisi Jenis BTP ADIBatas

Maksium

Pengental

(Thickener)

Bahan tambahan

pangan untuk

meningkatkan

viskositas pangan

Karagen

(Carrageenan)

Tidak

dinyatakan

(not

specified)

CPBB

Pengatur

Keasaman

(Acidity

regulator)

Bahan tambahan

pangan untuk

mengasamkan,

menetralkan

dan/atau

mempertahankan

derajat keasaman

pangan

Asam sitrat

(Citric acid)

Tidak

dinyatakan

(not

specified)

CPBB

Penguat Rasa

(Flavour

enhancer)

Bahan tambahan

pangan untuk

memperkuat atau

memodifikasi rasa

dan/atau aroma

yang telah ada

dalam bahan

pangan tersebut

tanpa

memberikan rasa

Mononatrium

Glutamat

(Monosodium

Glutamate)

Dinatrium

Inosinat

(Disodium

Inosinate)

Dinatrium

Tidak

dinyataka

n (not

specified)

Tidak

dinyataka

n (not

specified)

Tidak

CPBB

CPBB

CPBB

Page 12: Analisis Keamanan Pangan Basah dan Kemasan

dan/atau aroma

tertentu

Guanilat

(Disodium

Guanylate)

dinyataka

n (not

specified)

Pengawet

(Preservative)

Bahan tambahan

pangan untuk

mencegah atau

menghambat

fermentasi,

pengasaman,

penguraian, dan

perusakan

lainnya terhadap

pangan yang

disebabkan oleh

mikroorganisme

Natrium

benzoat

(Sodium

benzoate)

Natrium

metabisulfit

(Sodium

metabisulphit

e)

0-5

mg/kg

berat

badan

0-0,07

mg/kg

berat

badan

1000

300

Pemanis

Buatan

(Sweetener)

Bahan tambahan

makanan yang

dapat

menyebabkan

rasa manis pada

makanan, yang

tidak atau

hampir tidak

mempunyai nilai

gizi.

Aspartam

Asesulfam K

0-5

mg/kg

berat

badan

0-5

mg/kg

berat

badan

200

200

Perisa

(Flavour)

Bahan tambahan

pangan berupa

preparat

konsentrat,

dengan atau

tanpa ajudan

Senyawa perisa

alami

Page 13: Analisis Keamanan Pangan Basah dan Kemasan

perisa yang

digunakan untuk

memberi rasa

dan/atau aroma

ADI (Acceptable Daily Intake) atau asupan harian yang dapat diterima

adalah jumlah maksimum bahan tambahan pangan dalam miligram per

kilogram berat badan yang dapat dikonsumsi setiap hari selama hidup tanpa

menimbulkan efek merugikan terhadap kesehatan.

ADI tidak dinyatakan atau ADI not specified/ADI not limited/ADI

acceptable/no ADI Allocated/no ADI necessary adalah istilah yang digunakan

untuk bahan tambahan pangan yang mempunyai toksisitas sangat rendah,

berdasarkan data (kimia, biokimia, toksikologi dan data lainnya), jumlah

asupan bahan tambahan pangan tersebut jika digunakan dalam takaran yang

diperlukan untuk mencapai efek yang diinginkan serta pertimbangan lain,

menurut pendapat Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives

(JECFA) tidak menimbulkan bahaya terhadap kesehatan.

Batas Maksimum CPBB (Cara Produksi Pangan yang Baik atau Good

Manufacturing Practice) adalah jumlah BTP yang diizinkan terdapat pada

pangan dalam jumlah secukupnya yang diperlukan untuk menghasilkan efek

yang diinginkan.

Dalam perkembangan terakhir, zat aditif (ZA) disebut-sebut sebagai zat

yang dapat memicu terjadinya penyakit kanker jika digunakan secara

berlebihan. World Health Organization (WHO) dan Food and Agricultural

Organization (FAO) menyatakan bahwa ancaman potensial dari residu bahan

makanan terhadap kesehatan manusia dibagi dalam 3 katagori yaitu : 1) aspek

toksikologis, katagori residu bahan makanan yang dapat bersifat racun terhadap

organ-organ tubuh, 2) aspek mikrobiologis, mikroba dalam bahan makanan

yang dapat mengganggu keseimbangan mikroba dalam saluran pencernaan, 3)

aspek imunopatologis, keberadaan residu yang dapat menurunkan kekebalan

tubuh.

Page 14: Analisis Keamanan Pangan Basah dan Kemasan

Agar terhindar dari ancaman potensial dari residu bahan saus terhadap

kesehatan, maka harus cermat dan teliti dalam memilih dan mengkonsumsi

saus dengan cara mengenali ciri-ciri saus asli sebagai berikut:

1) Telitilah melihat apakah pada label saus terdapat ijin dari Departemen

Kesehatan atau tidak. Bila tidak, berarti saus tersebut perlu diwaspadai.

2) Lihat warnanya. Saus asli berwarna seperti tomat dan cabai yaitu merah

kekuning-kuningan sedangkan saus palsu berwarna merah mencolok dan

terlihat lebih muda.

3) Lihat kekentalannya. Saus asli akan cenderung lebih kental sedangkan saus

palsu agak cair dan memiliki gumpalan-gumpalan kecil di dalamnya sebagai

efek penambahan formalin.

4) Cium aromanya. Saus asli memiliki aroma khas dengan bau cabai dan tomat

pada umumnya sedangkan saus palsu beraroma seperti bawang putih dan

sangat menyengat karena menggunakan cabai, tomat, dan pepaya busuk.

5) Rasakan sausnya. Saus asli memiliki rasa cabai dan tomat yang segar

sedangkan saus palsu hanya cenderung memiliki rasa gurih.

6) Perhatikan harganya. Saus asli memiliki harga wajar dan sesuai dengan

harga yang biasa ditawarkan pasar, sedangkan saus palsu harganya jauh

lebih murah.

Page 15: Analisis Keamanan Pangan Basah dan Kemasan

DAFTAR PUSTAKA

http://www.makanan.net/berita-makanan/kenali-ciri-ciri-sosis-berbahan-alami-dan-aman.html [20 April 2014]

http://www.ut.ac.id/html/suplemen/peki4422/bag%204.htm [20 April 2014]

http://www.shnews.co/healthy/detile-1834-bahaya-merahnya-rhodaminb-pada-makanan.html [20 April 2014]

http://www.kabarbanyuwangi.info/bahayanya-penggunaan-pengawet-dan-pewarna-tekstil-pada-jajanan.html [20 April 2014]

http://www.academia.edu/5630270/BPOM_No_36_Tahun_2013_Tentang_Batas_Maksimum_Penggunaan_BTP_Pengawet [21 April 2014]

http://pustan.bpkimi.kemenperin.go.id/files/SNI_01-7152-2006.pdf [21 April 2014]

http://ik.pom.go.id/v2012/wp-content/uploads/2011/11/Bahaya-Rhodamin-B-sebagai-Pewarna-pada-Makanan.pdf [20 April 2014]

http://kesehatan.kompasiana.com/makanan/2012/03/21/bahaya-saus-palsu-448117.html [21 April 2014]

http://ferylife.blogspot.com/2012/11/kenali-ambang-batas-pemanis-buatan.html [21 April 2014]

http://usdaindonesia.org/wp-content/uploads/2014/04/PerKBPOM-No-15-Tahun-2013-Tentang-Batas-Maksimum-Penggunaan-Bahan-Tambahan-Pangan-Pengental_Nett.pdf [21 April 2014]

http://usdaindonesia.org/wp-content/uploads/2014/04/PerKBPOM-No-23-Tahun-2013-Tentang-Batas-Maksimum-Penggunaan-Bahan-Tambahan-Pangan-Penguat-Rasa_Nett.pdf [21 April 2014]

http://usdaindonesia.org/wp-content/uploads/2014/04/PerKBPOM-No-8-Tahun-2013-Tentang-Batas-Maksimum-Penggunaan-Bahan-Tambahan-Pangan-Pengatur-Keasaman_Nett.pdf [21 April 2014]