analisis kawasan bencana gunungapi lokon, kota …

18
MINDAGI Vol. 8 No.2 Juli 2014 43 ANALISIS KAWASAN BENCANA GUNUNGAPI LOKON, KOTA TOMOHON DAN SEKITARNYA, PROPINSI SULAWESI UTARA oleh: Arianne Pingkan Lewu *) dan Suherman Dwi Nuryana **) *) Alumni Prodi T. Geologi **) Dosen Tetap, Prodi T. Geologi Fakultas Teknologi Kebumian & Energi, Usakti Gedung D, Lantai 2, Jl. Kyai Tapa No.1, Grogol, Jakarta 11440 Abstrak Lokasi daerah penelitian secara administratif terletak pada daerah Kota Tomohon dan sekitarnya, Propinsi Sulawesi Utara terletak 1 o 42’ 30’’ LU – 1 o 53’ 10’’ LU dan 124 o 16’ 00’’ BT - 124 o 26’ 50’’ BT. Secara geografis Puncak Gunung Lokonberada di titik 1 o 21’30’’ LUdan 124 o 47’30’’BTdengan radius jari-jari 10 km dari Puncak Gunung Lokon. Juli 2011, Gunung Lokon mengalami peningkatan kegiatan dan statusnya menjadi siaga (Level III), material yang dikeluarkan berupa lontaran material pijar serta bongkah dan masih berlanjut sampai sekarang. Oleh karena itu, diperlukan pembuatan Peta Kawasan Rawan Bencana dengan parameter litologi, lereng, sungai, aspect (area hadapan lereng), curah hujan dan tata guna lahan. Lalu, membagi dengan tiga kawasan bencana. Pembuatan peta ini menggunakan metode sistem informasi geografis. Kawasan Rawan Bencana III (KRB III) berada pada ± 4 km sekitar Kawah Tompaluan berpotensi aliran piroklastika, lava dan lahar dengan penduduk terpapar sejumlah 5.858 jiwa dengan luas 2.280 Ha. KRB II berada pada ± 8 km dari Kawah Tompaluan yang rawan terhadap jatuhan piroklastika dan lahar dengan jumlah penduduk terpapar sebanyak 46.528 jiwa dan luas 10.221 Ha. Sedangkan, KRB I berada ±8.5 km dari Kawah Tompaluan imbas terkena lahar dan abu piroklastika dengan penduduk terpapar sejumlah 17.289 jiwa dan luas 1.819 Ha. Kegiatan sosialisasi terhadap masyarakat sangat dibutuhkan agar masyarakat lebih peka dan terbiasa karena tinggal disekitar bencana geologi. Petugas pemerintah daerah (pemda) dan lembaga lain selalu aktif dalam hal ini dan selalu berhubungan dengan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). Hasil erupsi Gunung Lokon dijadikan sebagai mata pencaharian oleh warga yaitu sebagai tambang batu dan pasir. Serta tanah yang subur dijadikan persawahan dan perkebunan. Kata kunci: Gunung Lokon, penduduk terpapar, mitigasi bencana. I. Pendahuluan Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di tepi benua Eurasia, tempat bertemunya tiga (3) lempeng besar di bumi, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Pasifik. Pertemuan lempeng-lempeng ini menye- babkan perkembangan tektonik Indonesia sangat aktif, sehingga menghasilkan lajur zona tunjaman dan lajur gunungapi aktif yang tersebar di Kepulauan Sumatera - Jawa - Bali - Nusa Tenggara Barat hingga Nusa Tenggara Timur serta Pulau Sulawesi. Gambar 1. Pertemuan Tiga Lempeng di Kepulauan Indonesia Tatanan tektonik seperti ini mempunyai dampak positif berupa tanah yang subur dan kaya akan sumber daya alam, sedangkan dampak negativenya merupakan wilayah yang rawan terhadap gempa bumi, longsor dan bencana letusan gunungapi. Oleh karena itu, diperlukan adanya penanganan bencana yang baik di setiap bencana geologi tersebut, salah satunya berupa mitigasi letusan gunungapi.

Upload: others

Post on 05-Oct-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS KAWASAN BENCANA GUNUNGAPI LOKON, KOTA …

MINDAGI Vol. 8 No.2 Juli 2014

43

ANALISIS KAWASAN BENCANA GUNUNGAPI LOKON,

KOTA TOMOHON DAN SEKITARNYA,

PROPINSI SULAWESI UTARA

oleh:

Arianne Pingkan Lewu*) dan Suherman Dwi Nuryana**)

*) Alumni Prodi T. Geologi

**) Dosen Tetap, Prodi T. Geologi

Fakultas Teknologi Kebumian & Energi, Usakti Gedung D, Lantai 2, Jl. Kyai Tapa No.1, Grogol, Jakarta 11440

Abstrak

Lokasi daerah penelitian secara administratif terletak pada daerah Kota Tomohon dan sekitarnya, Propinsi Sulawesi

Utara terletak 1o 42’ 30’’ LU – 1o 53’ 10’’ LU dan 124o 16’ 00’’ BT - 124o 26’ 50’’ BT. Secara geografis Puncak Gunung Lokonberada di titik 1o21’30’’ LUdan 124o47’30’’BTdengan radius jari-jari 10 km dari Puncak Gunung Lokon.

Juli 2011, Gunung Lokon mengalami peningkatan kegiatan dan statusnya menjadi siaga (Level III), material yang dikeluarkan berupa lontaran material pijar serta bongkah dan masih berlanjut sampai sekarang. Oleh karena itu, diperlukan pembuatan Peta Kawasan Rawan Bencana dengan parameter litologi, lereng, sungai, aspect (area hadapan lereng), curah hujan dan tata guna lahan. Lalu, membagi dengan tiga kawasan bencana. Pembuatan peta ini

menggunakan metode sistem informasi geografis. Kawasan Rawan Bencana III (KRB III) berada pada ± 4 km sekitar Kawah Tompaluan berpotensi aliran piroklastika,

lava dan lahar dengan penduduk terpapar sejumlah 5.858 jiwa dengan luas 2.280 Ha. KRB II berada pada ± 8 km dari Kawah Tompaluan yang rawan terhadap jatuhan piroklastika dan lahar dengan jumlah penduduk terpapar sebanyak

46.528 jiwa dan luas 10.221 Ha. Sedangkan, KRB I berada ±8.5 km dari Kawah Tompaluan imbas terkena lahar dan abu piroklastika dengan penduduk terpapar sejumlah 17.289 jiwa dan luas 1.819 Ha.

Kegiatan sosialisasi terhadap masyarakat sangat dibutuhkan agar masyarakat lebih peka dan terbiasa karena tinggal disekitar bencana geologi. Petugas pemerintah daerah (pemda) dan lembaga lain selalu aktif dalam hal ini dan selalu berhubungan dengan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). Hasil erupsi Gunung Lokon dijadikan sebagai mata pencaharian oleh warga yaitu sebagai tambang batu dan pasir. Serta tanah yang subur dijadikan persawahan dan perkebunan.

Kata kunci: Gunung Lokon, penduduk terpapar, mitigasi bencana.

I. Pendahuluan

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di tepi benua Eurasia, tempat bertemunya tiga (3) lempeng besar di bumi, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Pasifik. Pertemuan lempeng-lempeng ini menye-

babkan perkembangan tektonik Indonesia sangat aktif, sehingga menghasilkan lajur zona tunjaman dan lajur gunungapi aktif yang tersebar di Kepulauan Sumatera - Jawa - Bali - Nusa Tenggara Barat hingga Nusa Tenggara Timur serta Pulau Sulawesi.

Gambar 1. Pertemuan Tiga Lempeng di Kepulauan Indonesia

Tatanan tektonik seperti ini mempunyai dampak positif berupa tanah yang subur dan kaya akan sumber daya alam, sedangkan dampak negativenya merupakan wilayah yang rawan terhadap gempa bumi, longsor dan bencana letusan

gunungapi. Oleh karena itu, diperlukan adanya penanganan bencana yang baik di setiap bencana geologi tersebut, salah satunya berupa mitigasi letusan gunungapi.

Page 2: ANALISIS KAWASAN BENCANA GUNUNGAPI LOKON, KOTA …

Analisis Kawasan Bencana Gunungapi Lokon, Kota Tomohon dan sekitarnya, Propinsi Sulawesi Utara Arianne Pingkan Lewu dan Suherman Dwi Nuryana

44

Wilayah Sulawesi Utara mempunyai beberapa gunungapi aktif, salah satu diantaranya adalah gunungapi kembar Lokon-Empung dengan Kawah Tompaluan merupakan salah satu gunungapi aktifyang terdapat di Kota Tomohon, Propinsi Sulawesi Utara. Tipe Gunungapi Lokon adalah Tipe Gunungapi komposit yang mengandung arti bahan penyusunnya beragam/berselang-seling antara bahan rempah gunungapi, misalnya breksi dan tuf, dengan aliran lava. Material yang dilontarkan saat erupsi berupa lontaran piroklastik dan lontaran ini yang membahayakan.

Bahaya ini membutuhkan penangan khusus, yaitu mitigasi bencana gunungapi. Mitigasi bencana gunungapi merupakan upaya untuk memperkecil dampak bencana akibat letusan gunungapi yang dapat mengancam kehidupan masyarakat di sekitar kawasan gunungapi tersebut. Kasus studi mitigasi bencana gunungapi yang menjadi kajian adalah Gunung Lokon, Sulawesi Utara, khususnya awan panas karena di sekitarnya terdapat kawasan pemukiman yang cukup padat.

Berdasarkan sejarah letusannya, pembatasan radius Kawasan Rawan Bencana II (KRB II) dalam lingkaran 3,5 km dari kawah aktif, Kawasan Rawan Bencana I (KRB I) berada dalam lingkaran 5 km dari kawah aktif.

Maksud dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktifitas Gunung Lokon, yang memberikan adanya bencana geologi berupa letusan gunungapi di sekitar kaki Gunung Lokon termasuk daerah Kota Tomohon dengan tujuannya adalah untuk melakukan analisis bencana Gunungapi Lokon, berupa peta kawasan rawan bencananya dan penduduk terpapar yang terlanda oleh material letusan dalam kawasan rawan bencana.

Permasalahan yang diangkat adalah gunungapi aktif dan dalam periode erupsi dengan material merugikan masyarakat sekitar dan jumlah penduduk yang akan terkena oleh material tersebut, baik bahaya primer atau sekunder.

Penelitian ini dibatasi pada daerah Gunung Lokon dan sekitarnya, Propinsi Sulawesi Utara dengan radius 10 km, karena dari peneliti sebelumnya radius terjauh sapai 5 km dengan melihat kegiatan Gunung Lokon yang bisa mencapai kota Manado (± 14 km), penulis meluaskan radiusnya dan melihat sejarah letusannya yang dapat membantu dalam menentukan zona daerah rawan bencana.

Parameter yang digunakan adalah litologi, lereng, sungai, aspect (area hadapan lereng), curah

hujan dan tata guna lahan. Angin tidak termasuk dalam parameter ini, karena tidak berpengaruh besar terhadap material utama. Angin berpengaruh terhadap letusan gunungapi yang menghasilkan abu, sehingga berpengaruh terhadap penyebaran abu. Serta penduduk terpapar di daerah penelitian yang termasuk dalam Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Lokon dan mengacu pada perhitungan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Geologi Daerah Penelitian

Geomorfologi

Gunungapi Lokon berada di Kota Tomohon, yang berjarak 23 km dari Kota Manado ke arah selatan. Gunung Lokon sendiri mempunyai ketinggian 1597,5 m (dpl), sedangkan daerah Dataran Tondano yang mempunyai ketinggian ± 650 meter (dpl) terletak di bagian sebelah dari selatan G. Lokon.

Dalam wilayah Komplek G. Lokon – Empung terdapat kerucut yang tidak aktif, yaitu G. Lokon (1597,5 meter dpl) dengan puncak yang relatif datar tanpa adanya kawah, kemudian, G. Empung (1340 meter dpl) yang mempunyai dua (2) buah kerucut yang berdampingan dengan masing-masing kawah di puncaknya. Kawah yang masih aktif hingga sekarang terletak di lereng bagian utara G. Lokon pada ketinggian 1000 m dpl disebut Kawah Tompaluan atau Kawah Lokon.

Pada bagian timur dari Kompleks G. Lokon- Empung berbatasan langsung dengan G. Mahawu, sebelah barat dengan G. Tatawiran dan G. Kesehe, sedangkan sebelah selatan berbatasan dengan Perbukitan Pinaras dan Sarongsong, bagian utara melandai sampai tepi L. Sulawesi. Daerah aliran sungai mempunyai hulu di bagian lereng selatan G. Lokon ialah K. Lembayung dan K. Ranowangko yang mengalir melingkar ke barat, aliran K. Pasapehan dari Kawah Tompaluan mengalir ke arah timur, dan kemudian membelok ke utara. Aliran K. Malalayang dari G. Empung mengalir ke utara hingga ke tepi L. Sulawesi.

Stratigrafi

Stratigrafi daerah penelitian G. Lokon-Empung (Mulyadi, D & dkk., 1990) membagi satuan batuan hasil erupsi gunungapi tersebut berdasarkan singkapan yang ada. Berdasarkan Laporan Pemetaan Geologi Gunungapi Empung-Lokon, satuan tertua sampai termuda di kompleks gunungapi ini seperti pada Tabel 1. Berdasarkan tabel di atas dikelompokkan berdasarkan jenis batuan tersebut, sehingga menjadi sub-kelompok lava, piroklastika, lahar dan alluvium (Gambar 2).

1. Lava di Kompleks Gunungapi Lokon

merupakan hasil dari beberapa tempat, yaitu Gunung Tatawiran, G. Mahawu, Bukit Pineleng, Bukit Punuk, G. Empung dan G. Lokon sendiri. Lava G. Tatawiran terletak di sebelah barat komplek gunung ini. Lava G. Mahawu berada di timur komplek gunung ini, sedangkan, Bukit Pineleng merupakan awal dari Kompleks G. Empung-Lokon yang berada di Desa Pineleng di sebelah utara G. Lokon.Lalu, Bukit Punuk berada di sebelah selatan G. Lokon.Lalu, terjadilah kegiatan vulkanisme di G. Empung dan G. Lokon ini dan menghasilkan Kompleks Gunungapi Empung-Lokon. Umumnya, lava berwarna abu-abu, butir halus, hipokristalin, inequi-

granular, adanya struktur aliran atau

Page 3: ANALISIS KAWASAN BENCANA GUNUNGAPI LOKON, KOTA …

MINDAGI Vol. 8 No.2 Juli 2014

45

pengarahan mineral dan ada juga yang vesikuler, bersifat andesit sampai basaltis, tersebar mengelilingi badan kompleks ini dan mengarah ke utara.

2. Piroklastika.Pusat kegiatan vulkanik berpindah-pindah dari G. Empung ke G. Lokon dan G. Empung. Lalu, pusat G. Lokon berpindah ke Kawah di pelana antara G. Lokon dan Empung dan berlanjut sampai sekarang.Perpindahan ini juga menghasilkan perselingan material piroklastika dan lava.Hingga sampai sekarang, aliran dan jatuhan piroklastika dihasilkan oleh Kawah Tompaluan. Piroklastika ini terdiri dari pecahan batu beku, berbutir halus, butir yang menyudut – menyudut tanggung, pemilahan buruk, adanya lubang gas menandakan pernah dilewati awan panas.

3. Lava di Kompleks Gunungapi Lokon merupakan hasil dari beberapa tempat yaitu G. Tatawiran, G. Mahawu, Bukit Pineleng, Bukit Punuk, G. Empung dan G. Lokon sendiri. Lava G. Tatawiran terletak di sebelah barat komplek gunung ini.Lava G. Mahawu berada di timur komplek gunung ini.Sedangkan, Bukit Pineleng merupakan awal dari Komplek Gunungapi Empung-Lokon yang berada di Desa Pineleng di sebelah utara G. Lokon.Lalu, Bukit Punuk berada di sebelah selatan G. Lokon.Lalu, terjadilah kegiatan vulkanisme di G. Empung dan G. Lokon ini dan menghasilkan Komplek Gunungapi Empung-Lokon. Umumnya, lava berwarna abu-abu,

butir halus, hipokristalin, inequigranular, adanya struktur aliran atau pengarahan mineral dan ada juga yang vesikuler, bersifat andesit sampai basaltis, tersebar mengelilingi badan kompleks ini dan mengarah ke utara.

4. Piroklastika. Pusat kegiatan vulkanik berpin-dah-pindah dari G. Empung ke G. Lokon dan G. Empung. Lalu, pusat G. Lokon berpindah ke Kawah di pelana antara G. Lokon dan Empung dan berlanjut sampai sekarang. Perpindahan ini juga menghasilkan perselingan material piroklastika dan lava.Hingga sampai sekarang, aliran dan jatuhan piroklastika dihasilkan oleh Kawah Tompaluan.Piroklastika ini terdiri dari pecahan batu beku, berbutir halus, butir yang menyudut-menyudut tang-gung, pemilahan buruk, adanya lubang gas menandakan pernah dilewati awan panas.

5. Lahar ini berada di aliran S. Pasahapen sebagai jalur dari kegiatan Kawah Tompaluan. Endapan lahar ini sebagian sudah mengeras dan bahan lepas-lepas yang sudah ada sebelumnya, seperti batuan beku dan piroklastika berukuran bongkah sampai tufa, bentuk butir membulat sampai menyudut tanggung.

6. Aluvium. Endapan alluvium berada di utara G. Lokon, dekat dengan pantai, terdiri dari bongkah, kerakal, kerikil serta lumpur atau pecahan batuan yang terangkut dan diendapkan di daerah ini.

Tabel 1. Kelompok batuan Komplek Gunungapi Empung-Lokon

No Litologi No Litologi

1 Vulkanik Tondano 17 Lava Lokon 4

2 Vukanik Tatawiran 18 Aliran Piroklastika Lokon 3

3 Vulkanik Mahawu 18 Lava Lokon 5

4 Lava Pineleng 1 20 Lava Lokon 6

5 Lava Punuk 1 21 Jatuhan Piroklastika Lokon

6 Lava Punuk 2 22 Lava Empung 1

7 Lava Empung Tua 1 23 Lava Empung 2

8 Lava Empung Tua 2 24 Lava Empung 3

9 Lava Empung Tua 3 25 Lava Empung 4

10 Lava Empung Tua 4 26 Lava Empung 5

11 Lava Empung Tua 5 27 Lava Empung 6

12 Lava Lokon 1 28 Jatuhan Piroklastika Empung

13 Lava Lokon 2 29 Aliran Piroklastika Tompaluan

14 Aliran Piroklastika Lokon 1 30 Jatuhan Piroklastika Tompaluan

15 Lava Lokon 3 31 Lahar

16 Aliran Piroklastika Lokon 2 32 Alluvial

Tabel 2. Rincian Kelompok Batuan Gunungapi Lokon Berdasarkan Gambar 2

Kelompok Batuan Litologi

Lava (L) Vulkanik Tondano Vulkanik Tatawiran Vulkanik Mahawu Lava Pineleng 1

Lava Punuk 1; Lava Punuk 2 Lava Empung Tua 1-Lava Empung Tua 5 Lava Lokon 1 – Lava Lokon 6 Lava Empung 1 – Lava Empung 6

Piroklastika (P) Aliran Piroklastika Lokon 1- Aliran

Piroklastika Lokon 3 Jatuhan Piroklastika Lokon

Page 4: ANALISIS KAWASAN BENCANA GUNUNGAPI LOKON, KOTA …

Analisis Kawasan Bencana Gunungapi Lokon, Kota Tomohon dan sekitarnya, Propinsi Sulawesi Utara Arianne Pingkan Lewu dan Suherman Dwi Nuryana

46

Jatuhan Piroklastika Empung Aliran Piroklastika Tompaluan Jatuhan Piroklastika Tompaluan

Lahar (Lh) Lahar

Alluvial (Al) Alluvial

Gambar 2. Peta Geologi G. Lokon (Dadi Mulyadi dkk., 1990)

Foto 1. Salah satu erupsi G. Lokon Juli (Sumber foto: Farid R Bina, Juli 2011)

S U

Page 5: ANALISIS KAWASAN BENCANA GUNUNGAPI LOKON, KOTA …

MINDAGI Vol. 8 No.2 Juli 2014

47

Tabel 3. Sejarah Kegiatan Letusan Komplek G. Lokon-Empung (Data dasar gunungapi, 2011)

Tahun Kegiatan

1829 ; 1893 Terjadi eksplosif uap di pelana dan lontaran batu

1942 ; 1949 3 September, erupsi abu (Djatikoesoemo, 1952) ; Sudrajat (1952), erupsi tanggal 2 Juli 1951

berlangsung terus-menerus hingga akhir.

1952; 1953; 1958; 1959

Terjadi erupsi besar dan erupsi kecil

1961; 1965-1966; 1969

19 Mei, setelah istirahat lebih kurang 2 tahun, terjadi lagi erupsi abu dan erupsi abu kuat

1970; 1973; 1974; 1975-1977

Terjadi erupsi abu.

1982-1989 Peningkatan kegiatan, asap bertambah tebal dan erupsi

1990-1991; 1993; 1997

Terjadi erupsi dan pertumbuhan kubah lava. 25 Oktober, awan panas ke S. Pasahapen sejauh 1000m, tinggi asap 2000 m.

2000 7 Juli, terbentuk lubang baru di dasar kawah. Lubang yang berdiameter lk 7 m, berbentuk seperti

sumur memancarkan cahaya merah.

2001 28 Januari pukul 19.20 WITA, terjadi erupsi disertai oleh lontaran material pijar (bom vulkanik) yang jatuh di sekitar Kawah Tompaluan.

26 Maret, pukul 14.40 WITA terjadinya erupsi abu. Erupsi ini disertai dengan suara gemuruh/dentuman. Warna asap hitam tebal dengan tinggi asap lk 1000 m diatas bibir kawah, kemudian tertiup angin ke arah timur dan utara. Pada erupsi kali ini tidak disertai dengan lontaran material pijar. 20 Mei, pukul 20.14 WITA terjadi erupsi dari Kawah Tompaluan tinggi abu erupsi sekitar 900 m

di atas bibir kawah. Warna abu erupsi kelabu hitam dan tertiup angin kea rah utara, erupsi disertai dengan lontaran material pijar setinggi 400 m dan jatuh di sekitar kawah.

2002 9 Februari, pukul 14.10 WITA terjadi erupsi abu. Erupsi yang disertai dengan suara gemuruh.

Warna asap hitam tebal dengan tinggi asap lk 1000 m diatas Desa Kakaskasen III, Talete I & II, Rurukan dan sebagian Tondano dengan ketebalan antara 0,5-2 mm. 10 dan 12 April, malam hari terjadi arupsi dalam suasana gelap terlihat lontaran material pijar dan jatuh kembali ke dalam Kawah. Asap erupsi mencapai tinggi 1000 m di atas bibir kawah. 13 April, pagi hari terjadi erupsi abu. Asap erupsi berwarna kelabu setinggi antara 50-75 m di atas bibir kawah.

23 Desember, pagi hari terjadi erupsi abu yang berwarna kelabu mencapai tinggi 800 m di atas bibir kawah.

2003 Februari – April, terjadi 30 kali erupsi, 9 kali diantaranya disertai abu dengan ketinggian 1000 m.

Erupsi terbesar terjadi pada 23 Februari, ketinggian abu erupsi mencapai 2500 m. Erupsi berakhir 1

April.

2007 Pada akhir bulan Desember terjadi peningkatan kegiatan.

2008 22 Januari – 3 Februari, meningkatnya kegiatan gunungapi. 3-26 Februari, sempat terjadi penurunan energi gempa vulkanik dan 3 hari menjadi status siaga dengan asap putih hingga kelabu tebal keluar dengan ketinggian 50-125 m dari bibir kawah. 27

Februari, tinggi asap menurun dan berhenti. 28 Februari, status gunung menjadi waspada

2009 -2010 Adanya material pijar di bagian utara dinding kawah desember 2009 karena adanya tekanan tinggi di bawah kawah. Sampai awal 2011 keadaan gunungapi fluktuatif (Sumber: Jurnal Geologi

Indonesia, 2012

2011 26 Juni pukul 12.20 WITA terjadi letusan freatik, kolom asap abu tebal dengan tinggi 400 m

disertai lontaran material pijar, terbawa angin ke utara. Aktifitas seismic mulai meningkat dengan

amplitude maksimum 4 -12 mm. 27 Juni pukul 22.00 WITA status Gunung Lokon dinaikkan menjadi Siaga (Level III) ditandai dengan letusan freatik lalu gempa vulkanik dengan amplituda 38 mm lalu menjadi letusan magmatik dan abu. 30 Juni – 10 Juli menunjukkan fluktuasi jumlah gas SO2 yang dikeluarkan oleh aktifitas G. Lokon. Pukul 22.00 WITA status G. Lokon dinaikkan menjadi Awas (Level IV). Meletus pada tanggal 14

Juli dengan tinggi debu 3000 m dari Kawah Tompaluan (Foto 2.1). 24 Juli, status G. Lokon adalah Siaga (Level III) ditandai dengan letusan, dentuman, gempa vulkanik yang sedikit berkurang dan data seismograf dengan amplitude 4 – 7 mm

2012 5 Oktober, terjadi letusan eksplosif dengan ketinggian lontaran material abu setinggi 1500 m dengan arah abu utara – timur dan 7 Oktober terjadi letusan. 24 -25 Oktober, puncak G. Lokon terlihat jelas tidak ada kolom abu yang terlihat dari Kawah Tompaluan. 26 November, terjadi dua kali letusan dengan semburan 2500 m disertai lontaran batu pijar dan abu vulkanik disertai hujan. 28 November, bunyi dentuman keras dan mengeluarkan kolom asap setinggi 3 km dan abu letusan mengarah ke barat daya (Tombariri, Kawangkoan).

Desember, dentuman keras terdengar hingga pos pengamatan, abu letusan berwarna putih-kelabu tebal setinggi 50-250 m dan mengarah ke selatan, masih adanya tremor yang menandakan material gas yang naik. Hari terakhir tahun 2012, G. Lokon pun meletus dengan tinggi kolom abu 2 km.

2013 Januari – Juli kegiatan G. Lokon fluaktuatif. Disaat erupsi terjadi menghasilkan kolom abu setinggi ± 3 km, dentuman yang terdengar sampai 6 km dari kawah, abu letusan mengarah ke utara - selatan ke Kinilow dan sesekali mengeluarkan bom & block pijar 200 m dari kawah.

Beberapa minggu terakhir, relative tenang dan menghasilkan abu.

Page 6: ANALISIS KAWASAN BENCANA GUNUNGAPI LOKON, KOTA …

Analisis Kawasan Bencana Gunungapi Lokon, Kota Tomohon dan sekitarnya, Propinsi Sulawesi Utara Arianne Pingkan Lewu dan Suherman Dwi Nuryana

48

Aktifitas G. Lokon ini masih berlangsung di awal tahun 2013, tercatat sudah 126 kali letusan dari januari sampai april ini. April 2013 G. Lokon pun mengeluarkan abu vulkanik setinggi 700-3000 m dan lontaran lava pijar. Menurut Surono pada RMOL (rakyat merdeka online), paska-letusan

tanggal 13 April 2013, pukul 02.29 WITA, pengamatan deformasi tubuh G. Lokon dengan tilt

meter masih menunjukan inflasi (mengembang). Letusan ini terjadi pada tanggal 3, 8, 11, 13 dan 14 April 2013.

Foto 1. Salah satu erupsi G. Lokon Juli (Sumber foto: Farid R Bina, Juli 2011)

Gejala G. Lokon menjelang letusan, umumnya menebalnya asap kawah dengan tinggi antara 400-600 m di atas bibir kawah. Makin lama asap menebal dan akan berubah warna menjadi kelabu, menandakan material berukuran abu sudah terbawa keluar.

Status G. Lokon menjadi siaga (level III) pada

tanggal 27 Juni 2011 pukul 22.00 WITA, karena adanya letusan freatik dan gempa vulkanik dengan amplitudo 4 – 12 mm. Letusan terjadi lagi menjadi letusan magmatik dan pengukuran gas SO2 bersifat fluktuatif yang mengindikasikan masih adanya penyaluran gas dari magma, hingga akhirnya status G. Lokon dinaikkan menjadi awas (level IV) pada

tanggal 10 Juli 2011 dan meletus pada tanggal 14 Juli 2011 dengan tinggi debu 3000 m dari Kawah Tompaluan.

Sejak 24 Juli 2011, status G. Lokon adalah Siaga (level III) ditandai dengan letusan, dentuman,

gempa vulkanik yang sedikit berkurang dan data seismograf dengan amplitude 4 – 7 mm.

II. Metodologi

Pengolahan data ini dilakukan secara digital dengan menggunakan perangkat lunak ArcGIS 9.3 dan Expert Choice 11. ArcGIS 9.3 digunakan untuk

membuat data dasar dalam format .shp dan semua data di overlay untuk dianalisis dan menghasilkan

sebuah peta.

III. Hasil dan Pembahasan

Penentuan Kawasan Rawan Bencana Gunungapi

Penentuan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunungapi ini menggunakan parameter lereng, litologi, sungai, curah hujan, tata guna lahan dan aspect (arah hadapan lereng). Parameter ini

digunakan karena berhubungan dengan material yang dihasilkan oleh G. Lokon, misalnya suatu material mengalir cepat, karena lereng yang terjal dan dibantu dengan curah hujan yang tinggi dan arah hadapan lereng serta mempengaruhi tata guna lahan sekitar.

Adapun penjelasan penentuan KRB ini dengan parameternya adalah sebagai berikut :

Sebaran Lereng

Daerah penelitian termasuk dalam salah satu kompleks gunungapi aktif di Indonesia. Kelerengan ini akan mempengaruhi tempat berhentinya material vulkanik, semakin landai daerah tersebut akan menjadi tempat menetapnya material tersebut. Material barupa bom/block akan berada di dekat

pusat erupsi dan berada di lereng pegunungan sangat curam. Material yang lebih halus seperti lapilli atau ashakan berada jauh dari pusat erupsi.

Bisa sampai di kelas lereng bergelombang (0-75 m).Endapan yang mengikuti topografi adalah endapan jatuhan piroklastik (Foto 2). Terbawa angin atau karena hujan akan jatuh di tanah dan mengikuti bentuk topografi setempat (Foto 3).

S U

Page 7: ANALISIS KAWASAN BENCANA GUNUNGAPI LOKON, KOTA …

MINDAGI Vol. 8 No.2 Juli 2014

49

Pembagian kelas lereng di daerah ini dibagi menjadi lima, yaitu bergelombang, berbukit, pegunungan, pegunungan curam dan pegunungan sangat curam (Tabel 4) dan tergambar di Gambar 3.

Daerah bergelombang – berbukit akan menjadi tempat berhentinya material vulkanik karena tidak ada pengaruh gravitasi atau bentuk relief yang mendukung untuk material meluncur dari puncak

gunung.Material tersebut adalah abu, lahar apabila terjadi hujan dan banjir.Daerah pegunungan sangat curam tempat meluncurnya material vulkanik, masih dekat dengan kawah pusat. Material yang ada berupa bom atau block, lapili dan adanya

jatuhan piroklastik.

Foto 2. Endapan jatuhan piroklastik berukuran abu-lapili (0,025 – 0,5 mm) yang berjarak ± 300 meter dari Kawah Tompaluan

Foto 3. Kenampakan mengikuti topografi setempat

Tabel 4. Pembagian Kelas Lereng, berdasarkan Van Zuidam (1985)

Kelas Lereng Keterangan

Bergelombang

Ketinggian 50 – 75 m, daerah yang dekat dengan pesisir pantai dan kota,

dipadati penduduk dan kegiatan masyarakat lainnya, tempat muaranya

sungai besar

Berbukit Ketinggian75 – 200 m, dijadikan sebagai kebun dan tegal/lading, sungai besar

Pegunungan Ketinggian 200 – 500 m, dijadikan sebagai tegal/ladang, sawah dan

kebun. Banyak sungai kecil

Pegunungan Curam Ketinggian 500 - 1000 m, daerah ini dijadikan sebagai kebun, sawah, tegal/ladang, hutan dan pemukiman karena termasuk dalam Kota

Tomohon.

Pegunungan sangat Curam Keinggian 1000 – 1575 m, bagian badan gunung sampai puncak gunung ditutupi oleh belukar

S

Page 8: ANALISIS KAWASAN BENCANA GUNUNGAPI LOKON, KOTA …

Analisis Kawasan Bencana Gunungapi Lokon, Kota Tomohon dan sekitarnya, Propinsi Sulawesi Utara Arianne Pingkan Lewu dan Suherman Dwi Nuryana

50

Daerah bergelombang-berbukit akan menjadi tempat berhentinya material vulkanik karena tidak ada pengaruh gravitasi atau bentuk relief yang mendukung untuk material meluncur dari puncak gunung.Material tersebut adalah abu, lahar apabila

terjadi hujan dan banjir.Daerah pegunungan sangat curam tempat meluncurnya material vulkanik, masih dekat dengan kawah pusat. Material yang ada berupa bom atau block, lapili dan adanya jatuhan piroklastik.

Gambar 3. Peta Penyebaran Lereng

Sebaran Daerah Aliran Sungai (DAS)

Ada sekitar 15 anak sungai yang berhulu di G. Lokon. Semakin ke daerah yang lebih rendah akan menyatu dengan sungai utama, yaitu: Sungai Ranoriri, S. Tateli, S. Kalasey, S. Warembungan, S. Malalayang, S. Kolongan, S. Sappa dan S. Ranowangko. Semua sungai utama ini merupakan daerah aliran lahar.

Daerah penelitian termasuk dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Tondano dan Tumpaan (Gambar 4). DAS Tondano mempunyai luas ± 54.775 Ha terletak di Kab. Minahasa, Kab. Minahasa Utara sampai Kota Manado, terdiri dari Sub-DAS Tondano, Noongan, Klabat dan Tikala, sedangkan DAS Tumpaan mempunyai luas 103.911,10 Ha terletak di Kabupaten Minahasa dan Kota Tomohon, terdiri dari Sub-DAS Ranowangko, Malalayang, Nimanga Hulu, Pentu dan Nimanga Hilir.

Aliran lava dan awan panas akan melewati lembah S. Pasahapen yaitu sungai terdekat dari Kawah Tompaluan. Bagian Timur S. Pasahapen akan menerus ke S. Malalayang, dekat pusat Kota Manado dan keluar ke L. Sulawesi. Anak sungai ini banyak di sebelah utara dari Komplek Gunungapi Lokon-Empung, karena akan mengalir ke Laut Sulawesi.

Curah Hujan dan Angin

Curah hujan di daerah G. Lokon termasuk sedang dengan kisaran nilai curah hujan 3000-3500 mm (Gambar 5). Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan januari. Saat curah hujan tinggi, maka banjir lahar dapat terjadi. Banjir lahar ini akan mengikuti morfologi sungai.

Angin akan mempengaruhi sebaran abu yang dikeluarkan oleh gunung. Penyebaran abu akan sangat luas bisa sampai ratusan km. Kejadian terakhir pada tanggal 17 Desember 2012 jam 14.00 WITA, BMKG membuat trajectory dari sebaran abu tergantung pada angin yang menghasilkan arah abu tersebut mengarah ke selatan-barat dengan kolom asap setinggi 3000 meter.

Curah hujan yang tinggi akhir Februari lalu, di sekitar Pineleng mengakibatkan banjir dan longsor, begitu juga di Kota Manado.Menurut Kepala Pos Pengamatan Gunungapi Lokon dan Mahawu, sekitar G. Lokon menguntungkan bagi penambang pasir saja dan tidak merugikan bagi masyrakat.

Tataguna Kawasan Bencana

Berdasarkan Peta Rupabumi Indonesia skala 1:50.000 lembar Manado, tataguna lahan daerah G. Lokon dengan radius 10 km, terdiri dari

Page 9: ANALISIS KAWASAN BENCANA GUNUNGAPI LOKON, KOTA …

MINDAGI Vol. 8 No.2 Juli 2014

51

pemukiman, kebun, hutan, belukar, sawah, tegal/ladang, S., danau dan jalan penghubung (Gambar 6). Pemukiman penduduk terdekat

berjarak 2 – 3,5 km dari puncak Gunung Lokon, yaitu Desa Kinilow, Tinoor, Kakaskasen I, Wailan dan Kayawu.

Gambar 4. Peta Daerah Aliran Sungai

Sekitar badan Komplek Gunungapi Lokon-

Empung dikelilingi oleh ladang, belukar dan kebun. Tutupan lahan ini akan membantu saat kegiatan Gunung Lokon meningkat karena dapat menghalangi sebelum mengancam penduduk

disekitar lereng. Mata air dan anak S. juga terlindungi dari kegiatan manusia apabila tidak ada pemukiman di komplek ini dan bisa mengurangi banjir dan longsor saat curah hujan sedang tinggi.

Gambar 5. Peta Pembagian Curah Hujan (Sumber: BMKG, 2004)

Page 10: ANALISIS KAWASAN BENCANA GUNUNGAPI LOKON, KOTA …

Analisis Kawasan Bencana Gunungapi Lokon, Kota Tomohon dan sekitarnya, Propinsi Sulawesi Utara Arianne Pingkan Lewu dan Suherman Dwi Nuryana

52

Gambar 6. Peta Tata Guna Lahan

Berdasarkan Peta Tata Guna Lahan (1991),

daerah pemukiman padat berada di timur Gunung Lokon dan bagian lereng dijadikan sebagai tempat mata pencaharian masyarakat sebagai penambang pasir dan batu hasil erupsi Gunung Lokon. Lereng Gunung Lokon digunakan masyarakat sekitar untuk sawah dan kebun sebagai mata pencaharian juga. Puncak Gunung Lokon hanya rumput-rumput hijau dan tidak ada kegiatan masyarakat dan diselimuti oleh belukar. Pemukiman dan kegiatan manusia lebih aman apabila berjarak 4 km dari pusat erupsi (Kawah Tompaluan).

Analogi Gunungapi

Letusan G. Lokon dapat dianalogikan dengan G. Merapi yang letusannya juga mengeluarkan awan panas. Tipe G. Merapi adalah Tipe Merapi dengan pembentukan kubah lava dan membentuk aliran piroklastika. Kubah lava tumbuh di puncak, karena posisinya tidak stabil, maka oleh magma terdesak dan runtuh lalu diikuti oleh guguran lava pijar atau oleh masyarakat setempat disebut dengan “wedhus gembel”, ini berupa debu hingga block

dengan temperatur 700°C dan kecepatan 100km/jam (http://merapi.combine.or.id/baca/ 126/karakteristik--merapi.html, diakses 1 Februari 2013).

Biasanya erupsi G. Lokon, berupa abu disertai dengan lontaran batu pijar dan kadang mengeluar-kan lava dan awan panas. Awan panas terakhir terjadi pada tahun 1969 dan 1991. Awan panas ini bergerak hingga 150 km/jam dengan temperatur 1000°C. Bahaya primernya, berupa luncuran awan

panas, lontaran piroklastik dan lava, sedangkan bahaya sekundernya adalah banjir lahar. Tipe erupsi gunung ini adalah vulkanian dengan asap letusan secara vertikal (Foto 4). Saat mencapai puncak letusan, ujung dari kolom asap akan membentuk kembang kol. Gunung Lokon ini merupakan kompleks gunungapi, karena adanya puncak gunung lain disebelahnya dan adanya kawah sebagai tempat kegiatan erupsinya, yaitu G. Empung dan Kawah Tompaluan. Sebelumnya juga sudah ada G. Tatawiran dan Mahawu.

Pembobotan Kawasan Rawan Bencana Gunung

Lokon

Pembuatan sebaran zona bencana mengguna-kan acuan parameter, yaitu: litologi, lereng, sungai, aspect (arah hadapan lereng), curah hujan dan tata

guna lahan. Parameter ini diurutkan berdasarkan parameter yang paling berpengaruh terhadap daerah rawan bencana dan adanya pengambilan keputusan (Tabel 5).

Parameter litologi atau batuan dianggap paling berpengaruh, karena hasil erupsi gunungapi adalah material batuan gunungapi yang sangat mempe-ngaruhi lingkungan sekitar dan juga makhluk hidup. Tata guna lahan menjadi parameter terakhir, karena area ini yang dilalui/sasaran oleh material gunungapi yang dipengaruhi oleh parameter sebelumnya yang lebih dominan. Parameter ini akan membantu menghasilkan peta kawasan rawan bencana di daerah G. Lokon.

Page 11: ANALISIS KAWASAN BENCANA GUNUNGAPI LOKON, KOTA …

MINDAGI Vol. 8 No.2 Juli 2014

53

Foto 4. Tipe Erupsi Vulkanian di Gunung Lokon (Sumber foto: Farid R. Bina, 2012)

Dalam penggunaan lahan, pemukiman adalah

yang paling besar karena ditinggali oleh makhluk hidup. Badan Nasional yang selalu mengeluarkan jumlah penduduk terpapar bencana adalah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Perhitungan jumlah penduduk terpapar ini

menggunakan komponen luas dan jumlah pendu-duk laki-laki dan perempuan dari data tabular Sensus Penduduk 2010 serta luas area KRB. Perhitungan ini menggunakan pehitungan yang dibantu oleh microsoft excel 2010.

Tabel 5. Parameter dari daerah Kawasan Rawan Bencana (KRB)

No. ParameterBobot dari software

Expert Choice 11Sub-parameter Ranking

Nilai

standard

Piroklastik 3 100

Lahar 2 67

Lava 1 33

Bergelombang (50 - 75 m) 1 20

Berbukit (75 - 200 m) 2 40

Pegunungan (200 - 500 m) 3 60

Pegunungan curam (500 - 1000 m) 4 80

Pegunungan sangat curam (1000 - 1575 m) 5 100

Utama 2 100

Anak Sungai 1 50

Timur 4 100

Utara 3 75

Barat 2 50

Selatan 1 25

3500 mm 2 100

3000 mm 1 50

Pemukiman 6 100

Sawah 5 83

Hutan 4 67

Kebun 3 50

Tegal/ladang 2 33

Belukar 1 17

Bobot dan Ranking

1 Lithology 0,389

2 Lereng 0,221

6Tata Guna

Lahan0,064

3 Sungai 0,193

5 Curah Hujan 0,064

4 Aspect 0,068

Page 12: ANALISIS KAWASAN BENCANA GUNUNGAPI LOKON, KOTA …

Analisis Kawasan Bencana Gunungapi Lokon, Kota Tomohon dan sekitarnya, Propinsi Sulawesi Utara Arianne Pingkan Lewu dan Suherman Dwi Nuryana

54

Kawasan Rawan Bencana Gunung Lokon

Gambar 7. Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Lokon

Sepanjang sejarah letusan Gunungapi Lokon, daerah yang terkena material vulkanik adalah daerah utara dan timur dari puncak gunung. Seperti halnya letusan tahun 1991, terjadi awan panas yang mengalir ke S. Pasahapen yang berada di sebelah timur Kawah Tompaluan. Lalu, Peta Kawasan Rawan Bencana yang diterbitkan oleh PVMBG (2000) menunjukkan arah lava, hujan abu dan aliran banjir/lahar ke arah utara (Laut Sulawesi) dan di tahun 2011 kemarin, petugas pos pengamatan meneliti sebaran abu yang terbang ke arah barat-baratlaut, daerah G. Tatawiran sampai pantai L. Sulawesi.

Data lapangan yang didapat berupa lava yang tersingkap di daerah Kinilow berupa Lava Andesit, warna abu-abu, bentuk butir subhedral, hipo-kristalin, inequigranular (Foto 5b). Adanya struktur arah aliran. Ditemukan pula jatuhan piroklastika yang mengikuti kontur setempat. Jatuhan piro-klastika ini terbawa oleh angin dan jatuh di permukaan.Jatuhan piroklastika ini berukuran tufa halus, berwarna hitam. Adanya lahar di aliran S. Pasahapen berukuran butiran sampai kerakal, bentuk butir membundar sampai menyudut tanggung dan bercampur lumpur (Foto 5a).

Foto 5a. Lahar di sungai Pasahapen. b. Singkapan Lava Andesit

U

S

S

U

Page 13: ANALISIS KAWASAN BENCANA GUNUNGAPI LOKON, KOTA …

MINDAGI Vol. 8 No.2 Juli 2014

55

Sub-parameter Nilai Sub-parameter Nilai Sub-parameter Nilai Sub-parameter Nilai Sub-parameter Nilai Sub-parameter Nilai

Zona KRB

Piroklastik 2 Bergelombang 8 Utama 8 Timur 5 3500 mm 0 Pemukiman 8

Lahar 8 Berbukit 0 Anak Sungai 0 Utara 8 3000 mm 8 Sawah 6

Lava 2 Pegunungan 0 Barat Laut 6 Hutan 1

Pegunungan curam Selatan 2 Kebun 2

Pegunungan sangat curam Barat Daya 1 Tegal/ladang 0

Timur Laut 7 Belukar 0

Barat 4

Tenggara 3

Bobot

Total

40%

Tata Guna Lahan

1

ParameterLitologi Lereng Sungai Aspek Curah Hujan

Zona ini rawan terhadap hujan abu dan banjir lahar. Daerah ini sudah jauh (± 8,5 km) dari pusat erupsi sehingga bentukan lereng bergelombang dan kemungkinan menjadi tempat terakumulasinya lahar apabila terjadi banjir lahar. Ini menjadi pusat kegiatan masyarakat karena dekat dengan Ibu Kota Provinsi, Manado sehingga tetap wasapada dan bekerja sama dengan pemerintah.

Sub-parameter Nilai Sub-parameter Nilai Sub-parameter Nilai Sub-parameter Nilai Sub-parameter Nilai Sub-parameter Nilai

Zona KRB

Piroklastika 6 Bergelombang 2 Utama 4 Timur 8 3500 mm 8 Pemukiman 8

Lahar 4 Berbukit 8 Anak Sungai 8 Utara 6 3000 mm 4 Sawah 5

Lava 2 Pegunungan 0 Barat Laut 0 Hutan 7

Pegunungan curam 8 Selatan 0 Kebun 6

Pegunungan sangat curam Barat Daya 0 Tegal/ladang 3

Timur Laut 5 Belukar 2

Barat 0

Tenggara 4

Keterangan :

Bobot

Total

40%

Tata Guna Lahan

2

ParameterLitologi Lereng Sungai Aspek Curah Hujan

Kemungkinan terkena aliran piroklastika, lahar dan hujan abu. Berdasarkan sejarah letusan dan tinjauan lapangan lava pernah sampai

2,5 km dari Kawah Tomplauan. Zona KRB II ini mempunyai lereng yang sangat curam dan itu membantu mengalirkan material lebih cepat sampai ke lereng. Daerah yang sering terkena material ini terutama banjir lahar dan

awan panas ada di bagian timur dan timur laut Kawah Tompaluan. Adanya kegiatan masyarakat di zona ini dan mata pencaharian mayarakat, seperti kebun, sawah.

Kumpulan analisis data parameter dan pembo-botan serta hasil studi, maka dihasilkan Peta Kawasasan Rawan Bencana (KRB) Gunungapi Lokon (Gambar 7). Peta KRB ini mengikuti pola parameter yang paling berpengaruh, yaitu litologi/ batuan dari Gunung Lokon. Daerah penelitian ditentukan dengan radius 10 km, karena mencoba melihat dua kali lipat dari Peta KRB yang dikeluarkan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigas Bencana Geologi (PVMBG).

Peta KRB ini memberikan informasi mengenai arah evakuasi, lokasi pengungsian, tingkat kerawanan material dan kawasan rawan bencana. Peta KRB G.Lokon dibagi menjadi 3 (tiga) kawasan dari tingkat bahaya tinggi sampai rendah, yaitu: Kawasan Rawan Bencana III (KRB III), Kawasan Rawan Bencana II (KRB II) dan Kawasan Rawan Bencana I (KRB I).

1. Kawasan Rawan Bencana I (KRB I) – Tingkat

Waspada

Kawasan Rawan Bencana I (Tabel 6) berada ± 10 km dari Kawah Tomplauan, di lereng bergolom-bang dan berbukit. Material yang mungkin sampai sini adalah lahar dan piroklastika yang sudah berukuran abu. Daerah ini terkena material tersebut, apabila adanya pengaruh angin dan hujan.Sungai utama menjadi jalan apabila di bagian puncak gunung terjadi hujan deras dengan material yang banyak. Sungai ini sudah berada di dekat laut, yaitu S. Tateli, Kalasey dan Ranopasu. Zona ini mempunyai curah hujan yang rendah dan tata guna lahan terdiri dari sawah dan pemukiman warga. Zona ini termasuk zona yang jauh dari pusat erupsi, bisa terdampak apabila dipengaruhi oleh angin. Penduduk terpapar berada di Kabupaten Minahasa dan Kota Manado dengan 3 kecamatan, di Desa Bahu, Batu Kota, Malalayang I dan II, Malalayang I Barat dan Timur.Winangun I dan II, Kalasey, Kalasey Dua, Pineleng I, Tateli, Tateli Weru dan Koka (Tabel 9).

Tabel 6. Parameter dan Nilai yang diberikan untuk Kawasan Rawan Bencana I (Sumber: Analisis, 2013)

2. Kawasan Rawan Bencana II (KRB II) – Tingkat Bahaya

Kawasan Rawan Bencana II (Tabel 7) berada ± 8 km dari Kawah Tompaluan, barada di lereng pegunungan-pegunugan curam, zona ini masih termasuk dalam aktifitas material gunungapi, yaitu jatuhan piroklastika yang berukuran tuff halus, lontaran batu pijar dan kemungkinan lava dengan banyaknya anak sungai dan sungai utama akan membantu daerah ini, apabila terjadi banjir lahar. Area hadapan lereng mengarah ke timur, utara dan

barat. Kawasan ini banyak dijadikan sawah, hutan, kebun dan pemukiman, sehingga kegiatan aktifitas disini sudah lumayan ramai.

Penduduk terpapar berada di Kabupaten Minahasa, Kota Tomohon dan Kota Manado dengan 6 kecamatan, yaitu Malayang, Tomohon Tengah dan Utara, Pineleng, Tombariri dan Tombulu (Tabel 9). Jumlah penduduh terpapar terbanyak adalah Kota Manado sebanyak 21.150 jiwa.

Tabel 7. Parameter dan nilai yang diberikan untuk Kawasan Rawan Bencana II (Sumber: Analisis, 2013)

Page 14: ANALISIS KAWASAN BENCANA GUNUNGAPI LOKON, KOTA …

Analisis Kawasan Bencana Gunungapi Lokon, Kota Tomohon dan sekitarnya, Propinsi Sulawesi Utara Arianne Pingkan Lewu dan Suherman Dwi Nuryana

56

Sub-parameter Nilai Sub-parameter Nilai Sub-parameter Nilai Sub-parameter Nilai Sub-parameter Nilai Sub-parameter Nilai

Zona KRB

Piroklastika 8 Bergelombang 0 Utama 0 Timur 8 3500 mm 8 Pemukiman 0

Lahar 6 Berbukit 0 Anak Sungai 8 Utara 7 3000 mm 0 Sawah 0

Lava 4 Pegunungan 4 Barat Laut 0 Hutan 4

Pegunungan curam 6 Selatan 0 Kebun 2

Pegunungan sangat curam 8 Barat Daya 0 Tegal/ladang 8

Timur Laut 5 Belukar 6

Barat 2

Tenggara 0

Keterangan :

Bobot

Total

20%

Tata Guna Lahan

3

ParameterLereng Sungai Aspek Curah HujanLitologi

Lontaran piroklastika bisa sejauh 600-800 m dan lahar panas disaat letusan dapat kemungkinan terjadi apabila curah hujan sedang tinggi Lava belum pernah terjadi pada Kawah Tompaluan ini di erupsi 2011 ini. Semakin terjal daerah puncak tersebut maka material yang dikeluarkan akan dengan mudah mengalir ke daerah lereng. Banyaknya anak sungai di

sekitar hulu akan membantu untuk mengalirkan material langsung ke laut. Daerah yang menjadi luapannya hanya bagian utara,timur, timur laut dan barat Tetapi di sebelah barat hanya di sekitar puncak Kawah Tompaluan saja. Tidak adanya kegiatan manusia di daerah ini serta mata pencaharian masyarakat.

3. Kawasan Rawan Bencana III (KRB III) – Tingkat Terlarang

Kawasan Rawan Bencana III (Tabel 8) berada pada radius ± 4 km dari pusat/kawah erupsi G. Lokon, menghasilkan material yang dominan adalah piroklastika, lava dan lahar. Berpotensi terkena aliran piroklastika, lava serta lemparan bom/bolck. Berada di lereng pegunungan curam-

sangat curam memudahkan material untuk menggelinding ke daerah yang lebih rendah dan adanya anak sungai yang terjaga akan membantu

material itu mengalir sampai ke laut. Area hadapan lereng yang berpengaruh adalah lereng yang menghadap ke timur, utara, barat dan selatan. Curah hujan yang tinggi dengan material yang banyak dapat menghasilkan banjir lahar di daerah rendah.Kegunaan lahan di daerah ini didominasi oleh tegal/ladang, kebun dan belukar. Banyaknya mata pencaharian di zona ini menjadi tempat aktifitas manusia sebagai penambang dan petani tetapi disni tidak ada pemukiman tetap.

Tabel 8. Parameter dan Nilai yang diberikan untuk Kawasan Rawan Bencana III (Sumber: Analisis, 2013)

Penduduk terpapar berada di Kabupaten Minahasa dan Kota Tomohon dengan 3 kecamatan di Desa Kaskasen Dua dan Satu, Kinilow, Tinoor

Dua dan Satu, Agotey, Warembungan dan Lemoh (Tabel 9).

Tabel 9. Jumlah Penduduk Terpapar Setiap KRB

KRB Laki-laki

(jiwa)

Perempuan

(jiwa)

Jumlah

(jiwa) Luas (Ha)

Desa

Terpapar

3 3007 2850 5858 2280 8

2 23632 22895 46528 10221 35

1 8670 8619 17289 1819 14

Sumber: Analisis, 2013

Terlepas dari bencana letusan gunungapi, akhir Februari 2013 lalu terjadi hujan dengan intersitas tinggi yang mengakibatkan longsor di beberapa tempat di daerah Winangun, Kec. Malalayang, bukit yang seharusnya dijadikan penopang air hujan ini longsor, karena sudah dijadikan kompleks perumahan di sepanjang ring road (jalan lingkar) ini.

Banjir lahar juga terjadi di kaki G. Lokon, hanya saja banjirnya mengutungkan bagi penambang pasir dan tidak membahayakan warga setempat.

Pembahasan antara Peta Kawasan Rawan

Bencana yang sudah diterbitkan dengan Hasil

Analisis

Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunungapi Lokon sebelumnya sudah dibuat dan diterbitkan oleh Pusat Vulkanologi Mitigasi dan Bencana Geologi (PVMBG). Peta KRB yang sudah

dibuat ini dilakukan oleh para ahli dengan penelitian langsung dan mengambil contoh di lapangan.

Peta KRB dari para ahli menyatakan bahwa batasan tingkat kawasan rawan bencana dengan memperhatikan hamparan lateral, pola bentang alam dan sifat gunungapi, menghasilkan bentuk lingkaran yang berpusat di titik erupsi. Morfologi daerah puncak terbuka ke utara mengindikasikan pada waktu dulu terjadi erupsi cukup hebat yang mengarah ke utara. Pengamatan singakapan endapan jatuhan piroklastika menunjukkan pada radius 8 km dari pusat erupsi yang diperkirakan terancam hujan abu dan lontaran kerikil. Sebaran abu saat letusan sesuai dengan arah angin dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

Peta KRB yang sudah diterbitkan membaginya menjadi 3 (tiga) kawasan berdasarkan material

Page 15: ANALISIS KAWASAN BENCANA GUNUNGAPI LOKON, KOTA …

MINDAGI Vol. 8 No.2 Juli 2014

57

yang dihasilkan saat erupsi dan morfologi dengan tingkatan bahaya terendah (KRB I) sampai tertinggi (KRB III) (Tabel 10).

Peta KRB dari hasil analisis membagi sama menjadi tiga kawasan karena mempunyai radius penelitian yang luas, yaitu 10 km. Sesuai dengan standardisasi penyusunan peta kawasan rawan bencana gunungapi, pemberian nama kawasan

dinyatakan dengan angka dari tingkat terendah sampai tertinggi, yaitu Kawasan Rawan Bencana I, II dan III. Parameter yang digunakan untuk menentukan kawasan bencana ini dari yang paling berpengaruh adalah litologi, lereng, sungai, area hadapan lereng (aspek), curah hujan dan tata guna lahan sehingga menghasilkan pembagian kawasan bencana seperti Tabel 11.

Tabel 10. Pembagian Kawasan Rawan Bencana yang diterbitkan Pusat Vulkanologi Mitigasi dan Bencana Geologi (2000)

KRB 1 KRB II KRB III

Berpotensi terlanda lahar, meliputi daerah lembah atau sepanjang hulu sungai. Potensi tertimpa hujan abu, lontaran batu pijar. Masyarakat meningkatkan kewaspadaan, jika terjadi hujan lebat dan saling bekerja-sama dengan pemerintah.

Letaknya dekat dengan sumber bahaya, kemungkinan terlanda luncuran awan panas, lontaran batu pijar, hujan abu dan lahar dengan radius ± 3,5 km dari Kawah Tompaluan. Masyarakat diharuskan mengungsi, bila diketahui kegiatan gunung meningkat dan tetap saling bekerja- sama dengan pemerintah.

Berdekatan dengan pusat erupsi, bahaya terlanda gas beracun, lontaran batu pijar, lava, awan panas berada pada radius ± 2 km dari Kawah Tompaluan. Diwajibkan tidak berpenduduk.

Mitigasi Bencana Gunungapi

Mitigasi bencana gunungapi merupakan upaya untuk memperkecil dampak bencana akibat letusan gunungapi yang dapat mengancam masyarakat dan kehidupannya di sekitar kawasan gunungapi. Landasan hukum mitigasi bencana mengacu pada UU RI No 24 Tahun 2007 tentang “Penanggu-langan Bencana” yang menegaskan tanggungjawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam penanggulangan bencana, guna memberikan perlindungan kepada masyarakat terhadap adanya ancaman bencana. Dalam UU RI No 26 Tahun 2007 tentang “Penataan Ruang” tersurat parameter kebencanaan geologi menjadi dasar dalam Perencanaan Penataan Ruang dibanding UU penataan ruang sebelumnya.

Usaha mitigasi bencana geologi letusan Gunung Lokon berupa melakukan pengamatan, penelitian kegiatan gunungapi secara terus menerus dan pembuatan Peta Daerah Bahaya.Pengamatan dan penelitian dilakukan dengan berbagai metode yaitu seismic, suhu, geokimia, deformasi dan visual di Pos

Pengamatan Gunungapi. Alat seismik atau seismograf (Foto 6), arah dan kecepatan angin, suhu, tekanan serta kelembaban udara di sekitar lereng G. Lokon. Pembuatan konstruksi bangunan sabo, seperti tanggul untuk daerah rawan banjir lahar serta pembangunan atap rumah yang terjal untuk menghindari ambruknya atap karena beban dari abu gunungapi.

Dikutip dari pengetahuan dasar gunung api, penanggulangan bencana letusan gunungapi dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: persiapan sebelum terjadi letusan, saat terjadi letusan dan sesudah terjadi letusan.

a. Sebelum terjadi letusan dilakukan :

- Pemantauan dan pengamatan kegiatan pada semua gunung api aktif,

- Pembuatan dan penyediaan Peta Kawasan Rawan Bencana dan Peta Zona Resiko Bahaya Gunung api yang didukung dengan dengan Peta Geologi Gunung api,

Tabel 11. Pembagian Kawasan Rawan Bencana berdasarkan Analisis (2013)

KRB I KRB II KRB III

Zona ini rawan terhadap hujan abu dan banjir lahar. Daerah ini sudah jauh (± 10 km) dari pusat erupsi sehingga bentukan lereng bergelombang dan kemungkinan menjadi tempat terakumulasinya lahar apabila terjadi banjir lahar. Ini menjadi pusat kegiatan masyarakat karena dekat dengan ibu kota propinsi, Manado sehingga tetap wasapada dan bekerja sama dengan pemerintah

Kemungkinan terkena aliran piroklastika, lahar dan hujan abu. Zona ini mempunyai lereng yang sangat curam yang membantu mengalirkan material lebih cepat sampai ke lereng. Berada ± 8 km dari Kawah Tompaluan. Adanya kegiatan masyarakat di zona ini dan mata pencaharian mayarakat, seperti kebun, sawah. Masyarakat diharuskan mengungsi bila diketahui kegiatan gunung meningkat dan tetap saling bekerja

sama dengan pemerintah.

Berada di pusat erupsi dengan radius ± 4 km dari pusat erupsi. Sering terlanda lontaran batu pijar, lava, awan panas dan abu. Banyaknya anak sungai di sekitar hulu akan membantu untuk mengalirkan material langsung ke laut. Tidak adanya kegiatan manusia di daerah ini serta mata pencaharian masyarakat.

Page 16: ANALISIS KAWASAN BENCANA GUNUNGAPI LOKON, KOTA …

Analisis Kawasan Bencana Gunungapi Lokon, Kota Tomohon dan sekitarnya, Propinsi Sulawesi Utara Arianne Pingkan Lewu dan Suherman Dwi Nuryana

58

Foto 6. Kegiatan G. Lokon tanggal 24 Oktober 2012 pukul 15:29 pada alat Seismograf di Pos Pengamatan Gunungapi Lokon-Mahawu

- Melaksanakan prosedur tetap penanggulangan bencana letusan gunung api,

- Melakukan pembimbingan dan pemberian informasi gunung api,

- Melakukan penyelidikan dan penelitian geologi, geofisika dan geokimia di gunung api,

- Melakukan peningkatan sumberdaya manusia dan pendukungnya seperti peningkatan sarana dan prasarananya.

b. Saat terjadi letusan:

- Membentuk tim gerak cepat,

- Meningkatkan pemantauan dan pengamatan dengan didukung oleh penambahan peralatan yang lebih memadai,

- Meningkatkan pelaporan dan frekuensi pelaporan sesuai kebutuhan,

- Memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Daerah sesuai prosedur.

c. Setelah terjadi letusan:

- Menginventarisir data, mencakup sebaran dan volume hasil letusan,

- Mengidentifikasi daerah yang terancam bahaya,

- Memberikan saran penanggulangan bahaya, - Memberikan penataan kawasan jangka

pendek dan jangka panjang,

- Memperbaiki fasilitas pemantauan yang rusak,

- Menurunkan status kegiatan, bila keadaan sudah menurun,

- Melanjutkan memantauan rutin.

Menurut Pedoman Penataan Ruang Peraturan Menteri Pekerjaan Umum NO.21/PRT/M/2007, penentuan pola ruang kawasan rawan letusan gunung berapi di daerah perkotaan dan pedesaan berdasarkan tingkat resiko bencana, seperti pada tabel 12.Untuk daerah Kawasan Rawan Bencana

III (KRB III) penggunaan ruang diutamakan dan mutlak untuk kawasan lindung sebagai usaha untuk menyeimbangkan keadaan alam.

Mitigasi Kawasan Gunung Lokon

Rekomendasi upaya dini penanggulangan korban jiwa manusia apabila terjadi letusan baru adalah apabila Gunung Lokon diramalkan akan meletus atau berada pada status siaga, bersiap-siap untuk mengungsi untuk KRB III dan II dan tidak beraktifitas disekitar lembah dan sungai untuk KRB I. Bersikap tetap wasapada dan tidak panik. Apabila status dinaikkan menjadi awas, untuk KRB III dan II harus segera mengungsi mengikuti arahan dari Pemda dengan rekomendasi dari Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana geologi.

Saat terjadi letusan diharapkan masyarakat selalu mendengarkan arahan dari pemerintah setempat dan tidak bertindak sesuai keinginannya, karena sangat berbahaya untuk dirinya.Tetap menjaga kesehatan di tempat pengungsian dan saling mengingatkan untuk menjaga kebersihan tempat pengungsian. Beraktifitas, seperti biasa dengan warga lain dan tetap berdoa.

Setelah terjadi letusan, pemerintah setempat membantu warga untuk kembali ke rumahnya masing-masing dan evaluasi dari bencana yang sudah dilewati.Pemantauan tetap dilakukan oleh badan yang bertanggung jawab dan selalu melaporkannya.

Peralatan penunjang untuk memberitahu sinyal ke pos pengamatan atau masyarakat harus tetep terjaga. Salah satunya adalah papan penunjuk arah evakuasi harus tetap dijaga agar memudahkan masyarakat untuk tiba di tempat yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Papan ini banyak dipasang di lereng dekat dengan pemukiman warga dan terlihat jelas.

Page 17: ANALISIS KAWASAN BENCANA GUNUNGAPI LOKON, KOTA …

MINDAGI Vol. 8 No.2 Juli 2014

59

Tabel 12. Peruntukan Ruang Rawan Letusan Gunung Berapi

Peruntukan Ruang KRB 1II KRB II KRB I

Kota Desa Kota Desa Kota Desa

Hutan

Pertanian

Perkebunan

Peternakan

Perikanan

Pertambangan

Industri

Pariwisata

Pemukiman

Perdagangan dan Perkantoran

Keterangan :

tidak layak untuk dibangun

dapat dibangun dengan syarat

IV. Simpulan

Karakteristik Gunung Lokon adalah tipe erupsi vulkanian dengan penebalan asap yang dikeluarkandari kawah Tompaluan setinggi 600800m ke udara. Awan panas pernah terjadi dua kali, yaitu pada tahun 1969 dan 1991, selebihnya berupa lontaran batupijar, kolom abu.

Parameter yang digunakan adalah lereng, litologi, sungai, aspeci (area hadapan lereng), tata

guna lahan, dan curah hujan, yaitu:

Pengaruh lereng, sungai, aspect (area hadapan lereng) terhadap daerh bencana adalah mengetahui daerah bencana adalah mengetahui daerah luncuran material yang dapat menentukan daerah paling rawan dan aman

Litologi akan membantu mengetahui jenis material yang dihasilkan dari letusannya.

Tataguna lahan berguna sebagai penghalang paling depan saat letusan terjadi dan juga mengetahui jumlah materiil apabila terjadi letusan yang merugikan masyarakat.

Curah hujan mengetahui volume yang akan dihasilkan banjir lahar atau mengisi daerah aliran sungai apabila terjadi hujan deras atau ringan dan berpengaruh terhadap penentuan daerah rawan. Kawasan Rawan Bencana (KRB) daerah

Gunung Lokon dibagi menjadi 3 kawasan yaitu Kawasan Rawan Bencana (KRB) III, Kawasan Rawan Bencana (KRB) II dan Kawasan Rawan Bencana (KRB) I. Daerah yang dianggap sebagai tempat pengungsian berada di Pineleng (± 6 km) dan Tomohon (± 4 km). Pembuatan Peta Kawasan Rawan Bencana ini menggunakan parameter, yaitu litologi, lereng, sungai, area hadapan lereng (aspect), curah hujan dan tata gunalahan.

KRB III berada pada ± 4 km sekitar Kawah Tompaluan yang berpotensi aliran piroklastika, lava dan lahar dengan penduduk terpapar sejumlah 5.858 jiwa dengan luas 2.280 Ha. KRB II berada pada ± 8 km dari Kawah Tompaluan yang rawan terhadap jatuhan piroklastika dan lahar dengan

jumlah penduduk terpapar sebanyak 46.528 jiwa dan luas 10.221 Ha, sedangkan, KRB I berada ±8.5 km dari Kawah Tompaluan imbas terkena lahar dan abu piroklastika dengan penduduk terpapar sejumlah 17.289 jiwa dan luas 1.819 Ha.

Kegiatan Gunung Lokon dari tahun 2011 (Siaga) masih berlanjut saat tulisan ini dibuat, seringnya dentuman dan letusana bumem buat masyarakat menjadi terbiasa tetapi rasa waspada itu masih ada. Kegiatan sosialisasi terhadap masya-rakat sangat dibutuhkan agar masyarakat lebih peka dan terbiasa, karena tinggal di sekitar bencana geologi. Petugas Pemerintah Daerah (Pemda) setempat selalu aktif dalam hal ini. Hasi lerupsi G. Lokon dijadikan sebagai mata pencaharian oleh warga, yaitu sebagai penambang batu dan pasir, serta tanah yang subur dijadikan persawahan dan perkebunan.

Pustaka

Andriono, Bagus. 2012. “Wilayah Rentan Tanah Longsor di sepanjang Alur Citarik DA Citarik Kabupaten Sukabumi”. Skripsi.Fakultas Mate-matika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Departemen Geografi. Universitas Indone-sia.Depok.

BadanGeologi. 2011. Data Dasar GunungApi

Indonesia. Edisi Kedua. _________. 1979. Data DasarGunungapi Indonesia.

_________. 1991. “G. Lokon”. Dalam Berita Berkala

Vulkanologi Edisi Khusus. No. 184

Badan Koordinasi Survey Dan Pemetaan Nasional. 1991. PETA RUPABUMI DIGITAL

INDONESIA, Skala 1 :50.000, Lembar Manado. Bogor: Badan Koordinasi Survey Dan PemetaanNasional.

_________. 1991. PETA RUPABUMI DIGITAL INDONESIA, Skala 1 : 50.000, Lembar Tana-

wangko. Bogor: Badan Koordinasi Survey Dan Pemetaan Nasional.

Page 18: ANALISIS KAWASAN BENCANA GUNUNGAPI LOKON, KOTA …

Analisis Kawasan Bencana Gunungapi Lokon, Kota Tomohon dan sekitarnya, Propinsi Sulawesi Utara Arianne Pingkan Lewu dan Suherman Dwi Nuryana

60

_________. dan Badan Meteorologi dan Geofisika. 2004. Atlas Curah Hujan Indonesia. Bogor: Badan

Koordinasi Survey Dan Pemetaan Nasional Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

Peraturan Kepala Badan Nasional Penang-gulangan Bencana, No. 02 tahun 2012. Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana.

Balai Pengolahan Daerah Aliran Sungai (DAS) Tomohon. Diunduh tanggal 3 Januari 2013 http://www.dephut.go.id/INFORMASI/INTAG/bpkh6/BPKHVI/bpdastondano1.html

Badan Pusat Statistik. 2011. Tomohon dalam angka

2011. Tomohon: BPS Kota Tomohon-Sulawesi

Utara. Badan Standardisasi Nasional. 1998. Penyusunan

Peta Kawasan Rawan Bencana GunungApi.

Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Departemen Pekerjaan Umum. Direktorat

Jenderal Penataan Ruang, 2007. Pedoman Penataanruang Kawasan Rawan Letusan Gunung

Berapi dan Kawasan Rawan GempaBumi. Jakarta:

Departemen Pekerjaan Umum. Effendi, A.C dan S.S Bawono. 1997. Geologi Lembar

Manado, Skala 1 : 250.000. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.

Estu Kriswati, 2008, Berita Gunungapi, http://www.bgl.esdm.go.id/publication/index.php/dir/article_download/477. Diakses tanggal 10 Juli 2013.

GIS Consortium Aceh Nias. 2007. Modul Pelatihan ArcGIS Tingkat Dasar. Aceh: Badan Rehabilitasi

dan Rekonstruksi. Google Earth. Habibi, Marbruno dan Imam Buchori. 2013.

“Model Spasial Kerentanan Sosial Ekonomi dan Kelembagaan Terhadap Bencana Gunung Merapi”. Dalam Jurnal Teknik PWK. Volume 2 Nomor 1.Diakses tanggal 7 Maret 2013 dari ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/pwk/article/download/1402/pdf.

Hadisantono, R.D., A.D Sumpenadan M.S Santoso. 2000. Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Lokon, Provinsi Sulawesi Utara, Skala1 :

50.000. Bandung: Direktorat Vulkanologi.

http://staklim-manado.bmkg.go.id/trajectory.html http://www.volcanodiscovery.com/lokon/news.ht

ml Ladas., Fountoulis I dan Mariolakos I. 2007.

“Using GIS Multicriteria Decision Analysis In Landslide Susceptibility Mapping – A Case Study In Messinia Prefecture Area (SW Peloponnesus, Greece)”. Bulletin of the geological

Society of Greece, Proceedings of the 11th International

Congress.Vol. XXXX. Athens.

IPB. Diakses tanggal 25 Januari 2013 dari http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/51494/BAB%20III%20Metode%20Penelitian_%202011dsh.pdf?sequence=5

Mulyadi, Dadi, M. Hendrasto dan I Suraji. 1990. Peta Geologi Gunungapi Komplek Lokon Sulawesi Utara, Skala 1:100.000. Bandung: Direktorat

Vulkanologi Peta Topografi Manado. Diunduh tanggal 16 Nove

mber 2012 http://desnantaratamasya.blogspot.com/2011_03_01_archive.html.

Suantika, Gede. 2011. “Mitigasi Bencana Geologi Di Indonesia”. Jakarta.

Suhadi, Deddy. 2009. Zonasi Bahaya Gunungapi

Lokon. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana

Geologi. Sutawidjaja, Igan S. 2007. Pengetahuan Dasar

GunungApi. Bandung: Pusat Vulkanologi dan

Mitigasi Bencana Geologi. Sonatha, Yance dan Meri Azmi. 2010. “Penerapan

Metode AHP dalam Menentukan Mahasiswa Berprestasi”. Dalam PoliRekayasa.Vol 5, No. 2, Maret 2010. Diakses tanggal 7 Februari 2013 dari https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=5&cad=rja&ved=0CEQQFjAE&url=http%3A%2F%2Fojs.polinpdg.ac.id%2Findex.php%2FJPR%2Farticle%2Fdownload%2F133%2F115&ei=EBMTUdXNGszrAfMpoCIBQ&usg=AFQjCNHGNI5XVbhfqu3FkxT2brrxuLPgvA&sig2=rjQtzdvrRyW3EKS1DiqQEA&bvm=bv.42080656,d.bmk.

Tondobal, Linda. 2011. “Pendekatan untuk Menentukan Kawasan Rawan Bencana di Pulau Sulawesi”. Dalam JurnalSabua Vol.3, No.3:40-

52, Agustus 2011. Wangania, Veychie Citra. 2005. “Sistem Informasi

Geografis dan Penginderaan Jauh dalam menentukan Wilayah Wisata Bahari Ekosistem Terumbu Karang di Pulau Satonda Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat”. Tugas Akhir. Program Studi Diploma III Teknologi Informasi Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Vulcanological Survey of Indonesia. Pengenalan Gunungapi. Diunduh tanggal 2 Oktober 2012

dari www.esdm.go.id%2Fbatubara%2Fdoc download%2F490 pengenalan gunung api.html&ei=SXd1UMGNGobXrQfesoDYDQ&usg=AFQjCNFCDvvcA2n_Fz8_-RDQggbUkRUCag.