analisis kadar glukosa darah pada penderita malaria...
TRANSCRIPT
i
ANALISIS KADAR GLUKOSA DARAH PADA PENDERITA
MALARIA
ANNISA SALEH
N121 09 562
PROGRAM KONSENTRASI
TEKNOLOGI LABORATORIUM KESEHATAN
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
ii
ANALISIS KADAR GLUKOSA DARAH PADA PENDERITA
MALARIA
SKRIPSI
Untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat
untuk mencapai gelar sarjana
ANNISA SALEH
N121 09 562
PROGRAM KONSENTRASI
TEKNOLOGI LABORATORIUM KESEHATAN FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2013
iii
ANALISIS KADAR GLUKOSA DARAH PADA PENDERITA
MALARIA
ANNISA SALEH
N121 09 562
Disetujui oleh :
Pembimbing Utama, Pembimbing pertama,
Dra. Christiana Lethe, M.Si., Apt. Prof. Dr. H. Faisal Attamimi, M.S
NIP. 19481002 198203 2 001 NIP.19440428 197110 1 001
Pada Tanggal, 25 November 2013
iv
PENGESAHAN
ANALISIS KADAR GLUKOSA DARAH PADA PENDERITA
MALARIA
Oleh
ANNISA SALEH
N121 09 562
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi
Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
Pada Tanggal 25 November 2013
Panitia Penguji Skripsi :
1. Ketua : Prof. Dr. Hj. Asnah Marzuki, M.Si., Apt ……………..
2. Sekretaris : Dra. Rosany Tayeb, M.Si., Apt .....………….
3. Anggota (Ex.Off) : Dra. Christiana Lethe, M.Si., Apt. .…...…..……
4. Anggota (Ex.Off) : Prof. Dr. H. Faisal Attamimi, MS .…...…..……
5. Anggota : Dr. Risfah Yulianty, S.Si., M.Si, Apt ……...…...…
Mengetahui :
Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Hasanuddin
Prof. Dr. Elly Wahyudin, DEA., Apt
NIP. 19560114 198601 2 001
v
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini adalah karya
saya sendiri, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh
gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan
saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti bahwa pernyataan saya ini tidak
benar, maka skripsi dan gelar yang diperoleh, batal demi hukum.
Makassar, 25 November 2013
Penyusun,
ANNISA SALEH
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah SWT atas berkat rahmat
dan dan HidayahNya maka skripsi ini berhasil diselesaikan.
Proses sebuah pencapaian tidak akan hadir begitu saja, dan juga
tidak pernah hadir tanpa dukungan dan doa orang-orang disekitarnya.
Selama penyusun skripsi ini begitu banyak halangan dan masalah,
namun berkat bantuan yang sudah diberikan oleh orang-orang yang
mendukung penulis selama ini. Penulis dengan tulus menghaturkan
banyak terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Ibu
Dra. Christiana Lethe, M.Si., Apt selaku pembimbing utama dan kepada
Bapak Prof. Dr. H. Faisal Attamimi, MS selaku pembimbing pertama, yang
senantiasa meluangkan waktu dan memberi arahan dalam penelitian dan
penyusunan tugas akhir ini.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof.Dr.Hj. Asnah Marzuki,
M.Si., Apt. dan Dra. Rosany Tayeb, M.Si., Apt., Dr Risfah Yulianty,
S.Si.,M.Si., Apt. selaku tim penguji yang telah banyak memberikan
bantuan dan saran kepada penulis sampai selesainya skripsi ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin, Ibu Prof. Dr. Elly
Wahyudin, DEA beserta seluruh staf pegawai.
vii
2. Bapak Subehan,S.Si, M.Pharm.Sc, Ph.D,Apt selaku ketua Program
Konsentarsi Teknologi Laboratorium Kesehatan dan beserta para staf
pegawai yang telah banyak membantu.
3. Bapak Drs. A. Ilham Makhmud, Dip.Sc., Apt. selaku penasehat akademik
yang senantiasa memberikan dorongan semangat dan nasehat kepada
penulis.
4. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Farmasi, khususnya staf pengajar pada
program studi Teknologi Laboratorium Kesehatan atas segala ilmu yang
telah diajarkan dengan penuh kesabaran dan kerja keras, semoga Allah
membalasnya dengan yang lebih baik.
5. Kepada kepala, staf Laboratorium Rumah Sakit Rumah Sakit Umum
Daerah Karel Sadsuitubun Langgur Kab. Maluku Tenggara yang telah
memberikan arahan dan bimbingan selama proses penelitian.
6. Kepada teman-teman seperjuangan Ulfa, Sany,buat kakak-kakakku kak
Hajrah, kak Yayok Zairen, ka Fitra Diana D, ka Nurul Annisa terima kasih
atas bimbingan dukungan dan nasehatnya dan juga buat sahabat-
sahabatku Nurma A Fernatubun, A.Sri Gusnita, Sari Elfitrina, , Sharaswaty
Djohar, Nurul Inayah Naili.
7. Terima kasih buat, Ebit (Rabiayatul Adawiyah), Vivi Suamole yang kos-
kosannya menjadi tempat membuang stres dan mencari inspirasi dan
terima kasih atas dukungan yang selalu diberikan, terima kasih juga buat
kak Ana atas bimbingan dan bantuannya dan buat sodaraku sekaligus
teman seperjuangan Nur Jannah Renvaan terima kasih atas dukungan
viii
dan nasehatnya, to my brothers Abdul Kadir Jailani,Hasrullah, Bayu putra
Alam terima kasih atas dukungan dan bantuanya.
8. Sahabat seperjuangan mahasiswa Teknologi Laboratorium Kesehatan
angkatan 07, 08, dan 09 yang tidak bisa disebutkan satu persatu terima
kasih atas berbagai pertolongan, semangat, dan kebersamaannya.
Terima kasih yang sangat tulus dan terkhusus penulis ucapkan
Ayahanda tercinta Saleh Hamud Alkatiri dan Ibunda tercinta Nirwana Arief
atas segala kasih sayang yang tercurah tiada henti, cinta, doa, bimbingan,
didikan dan dukungan yang begitu besar yang telah diberikan kepada
ananda hingga sampai saat ini. Kepada adik-adikku tersayang Fauziah
Saleh, Hamzani Saleh, Fauzan Saleh, Fauzi Saleh Dan Rahmagfira Saleh
terima kasih atas segala doa, kasih sayangnya dan dukungannya. Serta
seluruh keluarga besar dari Hamud Bin Azan Alkatiri dan keluarga besar
Muhammad Arief atas do’a restu semangat dan dukungannya yang
diberikan dalam menuntut ilmu.
ix
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang analisis kadar glukosa darah pada penderita malaria di Rumah Sakit Umum Daerah Karel Sadsuitubun Langgur, Kabupaten Maluku tenggara. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kadar glukosa darah pada penderita malaria. Manfaat penelitian ini yaitu untuk menambah informasi ilmiah tentang kadar glukosa darah pada penderita malaria dan dapat dijadikan acuan dalam pengembangan diagnostik malaria. Penelitian ini dilakukan secara cross sectional dan jumlah sampel yang digunakan sebanyak 30 sampel. Populasi penelitian adalah pasien yang positif terinfeksi Plasmodium malaria yang memeriksakan diri di Laboratorium Rumah Sakit Umum Daerah Karel Sadsuitubun Langgur. Diagnosis malaria ditentukan dengan pemeriksaan mikroskopik sediaan darah apusan dan darah tebal dan kadar glukosa darah ditentukan dengan prinsip enzimatik mengunakan alat Humalyzer 3500. Hasil penelitian dari 30 penderita malaria ditemukan 17 pasien (56.7%) yang mengalami hipoglikemia sedangkan yang GDS normal sebanyak 13 (43.3%) pasien, uji statistik dengan korelasi Spearman untuk melihat hubungan kadar GDS dengan densitas parasit diperoleh nilai ρ=0,052 lebih dari nilai α=0,05, koefisien korelasi nilai 0,357. Kesimpulan: bahwa terdapat hubungan yang tidak signifikan antara penurunan kadar glukosa darah dengan penderita malaria yang dilihat dari densitas parasitnya. Kata kunci : Malaria , kadar Glukosa Darah
x
ABSTRACT
The study has been conducted about the analysis of blood glucose levels in patients with malaria at the General Hospital Karel Sadsuitubun Langgur , southeast Maluku . This study aims to analyze the blood glucose levels in patients with malaria . The benefits of this research is to increase scientific information on blood glucose levels in patients with malaria and can be used as a reference in the development of malaria diagnostics . The research was done by cross -sectional and the number of samples used by 30 samples . The study population was positive patients infected with Plasmodium malaria checked out at the Laboratory of General Hospital of Karel Sadsuitubun Langgur . The diagnosis of malaria was determined by microscopic examination of blood clots and thick blood smear and blood glucose levels were determined by used enzymatic principle tool Humalyzer 3500 . The results of the study of 30 patients with malaria found 17 patients ( 56.7 % ) who experienced hypoglycemia while normal GDS were 13 ( 43.3 % ) patients , with a Spearman correlation statistical test to see the levels of GDS relationship with parasite density ρ = 0.052 values obtained over the value of α = 0.05 , the correlation coefficient value of 0.357 . Conclusion : that there was no significant correlation between the decrease in blood glucose levels in people with malaria parasites were seen from the density . Keywords : Malaria , Blood Glucose levels
xi
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENUNJUK SKRIPSI ........................................................ ii
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI ................................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ................................................. iv
PERNYATAAN .................................................................................. v
UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................ vi
ABSTRAK ........................................................................................ x
ABSTRACT......... .............................................................................. xi
DAFTAR ISI ..................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ............................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................... xviii
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN ................................. xix
BAB I PENDAHULUAN ................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................ 4
II.1 Tinjauan Umum Malaria ................................................ 4
II.1.1 Epidemiologi Malaria ............................................... 5
II.1.2 Etiologi Malaria .......................................................... 10
II.1.3 Penyebaran Malaria .................................................. 12
II.2 Patogenesis dan Patologi ............................................ 13
II.3 Manifestasi Klinis Malaria ............................................. 16
xii
a. Stadium Dingin (Cold Stage) ......................................... 16
b. Stadium Panas (Hot Stage) ........................................... 16
c. Stadium Berkeringat (Sweating Stage) .......................... 17
II.4 Diagnosis ....................................................................... 17
II.5 Faktor Risiko .................................................................. 18
II.6 Penularan Malaria ........................................................ 20
1. Penularan secara Alamiah (Natural Infection) ............... 20
2. Penularan yang tidak alamiah ....................................... 20
II.7 Plasmodium ................................................................... 21
II.7.1 Plasmodium falcifarum ............................................... 22
II.7.2 Plasmodium vivax ....................................................... 23
II.7.3 Siklus HIdup dan Morfologi ......................................... 24
a. Fase aseksual ............................................................... 25
b. Fase seksual ................................................................ 27
II.8 Hiperparasitemia .......................................................... 27
II.9 Hipoglikemia ................................................................. 27
II.9.1 Hipoglikemia Berat……………………………………... 28
II.9.2 Glukosa Darah .......................................................... 29
II.9.3 Metabolisme Glukosa ................................................ 31
BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN ........................................... 32
III.1 Desain Penelitian ......................................................... 32
III.2 Tempat dan Waktu Penelitian ..................................... 32
III.3 Populasi Penelitian ...................................................... 32
xiii
III.4 Sampel dan Bahan Penelitian ...................................... 33
III.5 Kriteria Sampel ............................................................ 33
III.6 Kerangka Konsep ......................................................... 34
III.7 Defenisi Operasional .................................................... 34
III.8 Alat Dan Bahan Penelitian ........................................... 35
III.8.1. Alat Penelitian ........................................................... 35
III.8.2 Bahan Penelitian ........................................................ 35
III.9. Prosedur Kerja ............................................................ . 35
III.9.1 Larutan Giemsa Untuk Pewarnaan……………………… 35
III.9.2 Prosedur pembuatan sediaan darah tebal dan tipis…. 35
III.9.3 Prosedur pewarnaan ……………………………………. 36
III.9.4 Pemeriksaan dengan Mikroskop................................... 37
a. Pembacaan Sediaan Darah Tipis ...................................... 36
b. Pembacaan Sedian Darah Tebal....................................... 38
III.9.5 Prosedur pengambilan darah untuk pemeriksaan
glukosa……………………………………………………………. 38
III.9.5 Prosedur pemeriksaan glukosa darah ………………… 39
III.10 Interpretasi Hasil ………………………………………… 39
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................ 40
IV.1 Hasil Penelitian .............................................................. 40
IV.2 Pembahasan .................................................................. 42
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………….. 48
V.1 Kesimpulan .................................................................. 48
xiv
V.2 Saran ........................................................................... 48
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 49
xv
DAFTAR TABEL
Tabel
1. Karakteristik sampel Malaria berdasarkan umur dan pemeriksaan kadar GDS ……….…………………………….
2. Frekuensi pasien malaria berdasarkan karakteristik umur dan kadar GDS………………………….................................
3. Uji Statistik Sperman Rank...................................................
4. hasil dari pemeriksaan jenis Plasmodium............................. 5. Hasil Pemeriksaan Laboratorium ……………………….........
Halaman
40
41
42
44
57
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar
1. Lingkaran Hidup Plasmodium falcifarum……………………....... 2. Siklus Hidup Plasmodium ………………………………………… 3. Diagram batang frekuensi kadar GDS pada penderita malaria..
4. Pemeriksaan mikroskopik malaria hapusan darah tebal………..
5. Alat sentrifus………………………………………………………... 6. Pemeriksaan glukosa darah dengan Humalyzer 3500…………
Halaman
23
25
45
54
55
55
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Skema alur penelitian………………………....………………..
2. Skema kerja pemeriksaan mikroskopik sedian darah tebal
dan tipis………………………………………………………..…
3. Pemeriksaan glukosa darah……………………………………
4. Foto-foto Penelitian ……………………………………………..
5. Komposisi Reagen Glukosa……………………………………
6. Tabel Hasil Pemeriksaan Laboratorium………………………
7. Surat Pernyataan Responden ………………………………..
Halaman
51
52
53
54
56 57 58
xviii
DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN
Lambang/singkatan Arti
P. falcifarum Plasmodium falcifarum
P. vivax Plasmodium vivax
P. malariae Plasmodium malariae
P. ovale Plasmodium ovale
GDS Glukosa Darah Sewaktu
AMI Annual Parasite Incidence
OR Odd Rasio
1
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit malaria merupakan salah satu yang paling banyak
mengakibatkan penderitaan dan kematian pada saat ini. Penyakit malaria
merupakan penyakit akut atau sering kronis yang disebabkan oleh parasit
jenis Plasmodium (class Sporozoa) yang memiliki empat jenis dan
masing-masing disebabkan oleh spesies parasit yang berbeda
yaitu Plasmodium falciparum yang menyebabkan malaria tropika,
Plasmodium vivax yang menyebabkan malaria tertiana, Plasmodium
malariae yang menyebabkan malaria quartana dan Plasmodium
ovale yang menyebabkan malaria ovale. (1,2,3).
Penyakit malaria ditemukan hampir di seluruh belahan dunia,
terutama di negara-negara beriklim tropis dan subtropis. Penduduk yang
beresiko terkenal malaria berjumlah sekitar 2,3 miliar atau 41% dari
populasi dunia. Menurut data, Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2011
memperkirkan insiden malaria di dunia mencapai 215 juta kasus dan di
antaranya yang terinfeksi parasit Plasmodium sekitar 655.000 (1).
Di Indonesia, malaria ditemukan tersebar luas pada semua pulau
dengan derajat dan berat infeksi yang bervariasi. Menurut data yang
berkembang, hampir separuh dari penduduk Indonesia bertempat tinggal
di daerah endemik malaria dan diperkirakan ada 30 juta kasus malaria
setiap tahunnya. Kejadian tersebut disebabkan adanya permasalahan
2
teknis, seperti pembangunan yang tidak berwawasan kesehatan
lingkungan, mobilitas penduduk dari daerah endemis malaria, adanya
resistensi nyamuk vektor terhadap insektisida yang digunakan dan juga
resistensi obat malaria makin meluas.(1,3)
Keluhan dan tanda klinis merupakan petunjuk yang penting dalam
diagnosa malaria. Gejala klinis ini dipengaruhi oleh jenis atau strain
Plasmodium, imunitas tubuh dan jumlah parasit yang menginfeksi (1).
Perjalanan penyakit (patogenesis) malaria sangat kompleks, dan seperti
pada umumnya melibatkan faktor parasit, faktor pejamu, faktor sosial, dan
lingkungan. Ketiga faktor tersebut saling terkait satu sama lain, dan
menentukan manifestasi klinis malaria yang bervariasi mulai dari yang
paling berat, yaitu malaria dengan komplikasi gagal organ (malaria berat),
dan malaria ringan tanpa komplikasi. Salah satu patogensis malaria berat
pada organ yaitu hipoglikemia (2).
Hipoglikemia adalah suatu keadaan kadar glukosa darah kurang
dari nilai normal. Glukosa adalah sumber energi yang dihasilkan melalui
aktifitas metabolik dari eritrosit. (1,2).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Mozambiqu tahun 2009
dilaporkan hipoglikemia terjadi pada 7% anak dengan malaria berat.
Hipoglikemia berhubungan dengan kejang, asidosis laktat dan TNF yang
meningkat. Gejala hipoglikemia sering tidak terdeteksi dan gula darah
dapat sampai di bawah 5 mg% bahkan 0 mg%. pada penderita dengan
gangguan kesadaran jika kesadaran lebih menurun atau terjadi kejang (2).
3
Untuk menilai adanya hipoglikemia pada penderita malaria maka
dapat dilakukan pengukuran kadar glukosa darah dalam menentukan
manifestasi klinis malaria berat pada seorang penderita malaria (1,2).
Dari permasalahan di atas maka rumusan masalahnya adalah
bagaimana analisis antara kadar glukosa darah terhadap penderita
malaria?
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kadar glukosa
darah pada penderita malaria dan untuk menentukan berat dan tidaknya
penyakit malaria tersebut.
Manfaat penelitian ini yaitu untuk menambah informasi ilmiah
tentang bagamana kadar glukosa darah pada penderita malaria dan dapat
dijadikan acuan dalam pengembangan diagnostik malaria.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Tinjauan Umum Malaria
Menurut sejarah kata “malaria” berasal dari bahas itali yang terdiri
dari dua suku kata, “mal” dan “aria” yang berarti udara yang jelek. Mungkin
orang itali pada masa dulu mengira bahwa penyebab penyakit ini adalah
musim dan udara yang jelek. Penyakit malaria ini sudah dikenal sejak
4000 tahun yang lalu dan mungkin sudah mempengaruhi populasi dan
sejarah manusia (1).
Penyakit malaria adalah salah satu penyakit yang penularannya
melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Penyebab penyakit malaria
adalah genus plasmodium family plasmodiidae. Malaria adalah salah satu
masalah kesehatan penting di dunia. Secara umum ada 4 jenis maria,
yaitu tropika, tertian, ovale dan quartana. Di dunia ada lebih dari 1 juta
orang meninggal setiap tahun akibat penyakit malaria (1).
Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa
obligat intraseluler dari genus Plasmodium. Penyakit malaria ini dapat
menyerang siapa saja terutama penduduk yang tinggal di daerah di mana
tempat yang sesuai dengan kebutuhan nyamuk untuk berkembang.(1)
Penularan ini terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles. Nyamuk ini
jumlahnya kurang lebih ada 80 jenis dan dari 80 jenis itu, hanya kurang
lebih 18 jenis yang potensial menjadi vektor penyebar malaria di Indonesia
(4).
5
Dari ke empat spesies yang biasanya menginfeksi manusia, 95%
disebabkan oleh. plasmodium vivax dan Plasmodium falciparum.
Beberapa pengamatan menunjukan bahwa P. vivax dapat mencapai
80%. Distribusinya juga paling luas, tersebar di daerah tropis, subtropics,
dan beriklim sedang. P.falcifarun umumnya terbatas didaerah tropis;
distribusi plasmodium malariae sporadis; dan plasmodium ovale terbatas
terutama di bagian afrika barat dan beberapa pulau di pasifik selatan (4).
Malaria biasanya dihubungkan dengan pasien yang pernah
melawat ke daerah endemis. Keadaan lain yang memungkinkan terjadinya
infeksi adalah transfuse darah, pengunaan jarum suntik bekas yang
terkontaminasi (mis. Penderita ketagihan obat) kemungkinan infeksi
kongenital, dan penularan di Amerika Serikat oleh nyamuk setempat yang
mendapatkan infeksi melalui kasus infeksi iimport (4).
II.1.1 Epidemiologi Malaria
Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang yang masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia.
Separuh penduduk dunia beresika tertular malaria karena hidup di lebih
dari 100 negara yang masih endemis dengan penyakit malaria. Penyakit
ini mempengaruhi tinggi angka kematian bayi, balita dan ibu hamil. Setiap
tahun lebih dari 500 juta penduduk dunia terinfeksi malaria dan lebih dari
1.000.000 orang meninggal dunia. Kasus terbanyak terdapat di Afrika dan
di beberapa Negara Asia, Amerika Latin, Timur Tengah, dan beberapa
bagian negara Eropa (3).
6
Di Indonesia, malaria ditemukan tersebar luas pada semua pulau
dengan derajat dan berat infeksi yang bervariasi. Menurut data yang
berkembang, hampir separuh dari populasi Indonesia bertempat tinggal di
daerah endemik malaria dan diperkirakan ada 30 juta kasus malaria setiap
tahunnya. Kejadian tersebut disebabkan adanya permasalahan-
permasalahan teknis, seperti pembangunan yang tidak berwawasan
kesehatan lingkungan, mobilitas penduduk dari daerah endemis malaria,
adanya resistensi nyamuk vector terhadap insektisida yang digunakan dan
juga resistensi obat malaria makin meluas (1).
Malaria di suatu daerah dapat ditemukan secara autokton, impor,
induksi, introduksi, atau reintroduksi. Di daerah yang autokton, siklus
hidup malaria dapat berlangsung karena adanya manusia yang rentan,
nyamuk dapat menjadi vector da nada parasitnya. Introduksi malaria
timbul karenaadanya kasus kedua yang berasal dari kasus impor. Malaria
reintroduksi bila kasus malaria muncul kembali yang sebelumnya sudah
dilakukan eradikasi malaria. Malaria impor terjadi bila infeksi berasal dari
luar daerah (dareah endemis malaria). Malaria transduksi bila kasus
berasal dari transfuse darah, suntikan, atau kongenital yang tercemar
malaria (1).
Keadaan malaria di daerah endemik tidak sama. Derajat
endemisitas dapat diukur dengan berbagai cara seperti angka limpa,
angka parasite, dan angka sporozit. Yang disebut angka malariometri.
Sifat malaria juga dapat berbeda dari satu daerah ke daerah lain, yang
7
tergantung pada beberapa faktor, yaitu parasite yang terdapat pada orang
pengandung parasit, manusia yang rentan, nyamuk yang dapat menjadi
vector, dan lingkungan yang dapat menunjang kelangsungan hidup
masing-masing (1).
P. vivax mempunyai wilayah penebaran paling luas, dari wilayah
beriklim dingin, subtropik, sampai wilayah beriklim tropis. P. falciparum
jarang ditemukan di wilayah beriklim dingin, tetapi paling sering ditemukan
pada wiayah beriklim tropis. Wilayah penyebaran P. malariae mirip
dengan penyebaran P. falciparum, tetapi P. malaria jauh lebih jarang
ditemukan, dengan distribusi yang sporadic. Dari semua spesies
Plasmodium manusia, P. ovale paling jarang ditemukan di wilayah-wilayah
Afrika beriklim tropis, dan sekali-sekali ditemukan di kawasan Pasifik Barat
(1).
Di Indonesia, secara umum spesies yang paling sering ditemukan
adalah P.falciparum dan P.vivax, P.malariae jarang ditemukan di
Indonesia bagian timur, sedangkan P.ovale lebih jarang lagi.
Penemuannya pernah dilaporkan dari Flores, Timor dan Irian Jaya (1).
Untuk mengatasi masalah malaria, dalam pertemuan WH0 60
tanggal 18 mei 2007 telah di hasilkan komitmen global tentang eliminasi
malaria bagi setiap negara. Penunjuk pelaksanaan eliminasi malaria
tersebut telah dirumuskan oleh WHO dalam Global Malaria Programme.
Indonesia merupakan salah satu negara yang masih berisiko terhadap
malaria. Pada tahun 2007 di Indonesia terdapat 396 kabupaten endemis
8
dari 495 Kabupaten yang ada, dengan perkiraaan sekitar 45% penduduk
berdomisilidi daerah yang berisiko tertular malaria.jumlah kasus pada
tahun 2006 sebanyak 2.000.000 dan pada tahun 2007 menurun menjadi
1.774.845. menurut perhitungan para ahli berdasarkan teori ekonomi
kesehatan dengan jumlah kasus malaria sebesar tersebut di atas dapat
menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar mencapai sekitar 3
triliun rupiah lebih. Kerugian tersebut sangat berpengaruh terhadap
pendapatan daerah endemis malaria (3).
Malaria termasuk penyakit tropik yang paling penting yang sampai
sekarang tersebar luas di daerah tropis maupun subtropis. Penyakt ini kini
telah menjadi masalah kesehatan dunia dan endemic si 105 negara.
Menurut WHO setiap tahunnya sebanyak 600 juta penderita baru malaria
dilaporkan dari seluruh dunia, terutam anak-anak dan peremuan hamil,
dengan angka kematian lebih dari 3 juta jiwa, sebagian besar adalah
anak-anak balita yang berumur di bawah lima tahun. Penyakit ini
merupakan bahaya untuk imigran dan para pelancong, yang
menyebabkan meningkatkan kasus-kasus malaria import di daerah non
endemis. Afrika sub-Sahara merupakan daerah endemis malaria yang
paling menderita. Hampir 30% dari angka kematian di daerah ini
disebabkan oleh malaria (3).
Pada kurun waktu antara tahun 1950 dan tahun 1960-an melalui
kampanye besar-beasaran malaria dapat dikendalikan dan beberapa
negara sudah dapat diberantas. Akan tetapi beberapa decade
9
sesudahnya keadaan memburuk dengan mulai meningkatnya malaria.
Pengendalian dan pengobatan malaria menjadi lebih sulit dengan
menyebarnya galur-galur nyamuk anopheles vector malaria mulai banyak
yang tidak mempan lagi terhadap insektisida yang digunakan untuk
memberantasnya. Diperlukan peningkatan pendidikan kesehatan,
manajemen penanganan penderita yang lebih baik, cara pengendalian
vector yang lebih efisien dan terpadu untuk mengatasi penebaran malaria
(3).
Malaria menyebabkan kematian hampir 2500 penderita perharinya,
lebih dari 90% di antaranya hidup di Sub-Sahara Afrika. Penyakit ini
menimbulkan kerugian ekonomi yang besar dan memperlambat
pertumbuhan ekonomi sampai 1,3% setahunya di daerah endemis.
Ekonomi global kehilangan 33,06 juta DALY akibat malaria, sedangkan
wilayah Asia Tenggara kehilangan 1,34 juta DALY (Satu Daly setara
kehilangan kesehatan satu tahun,WHO 2004). Malaria terutama berakar
dalam pada kelompok penduduk miskin dan menghambat pertumbuhan
nasional serta tinggianyabiaya untuk menangani kesehatan masyarakat.
Situasi malaria di berbagai wilayah dunia berubah-ubah secara dinamis
dan tampaknya diperburuk oleh perubahan iklim global. Pemanasan
global (global warming) mempercapat pematangan parasit di dalam tubuh
nyamuk, meningkatkan frekwensi gigitan nyamuk dan membarikan kondisi
yang lebih sesuai untuk perkembang hidup nyamuk. Perubahan iklim
global tampaknya akan memperburuk keadaan kesehatan di masa depan.
10
Malaria pada manusia disebabkan oleh empat protozoa genus
plasmodium yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax,
Plasmodium malariae, merupakan plasmodium yang banyak dijumpai
tetapi Plasmodium falciparum merupakan merupakan spesies yang
banyak menimbulkan kematian penderita. Terdapat sekitar 50-60 spesies
nyamuk Anopheles yang dapat menularkan malaria pada manusia (5).
II.1.2 Etiologi Malaria
Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit
(protozoa) dari genus plasmodium, yang dapat ditularkan melalui gigitan
nyamuk anopheles (16).
Penyebab malaria adalah plasmodium; termasuk dalam famili
plasmodiae. Parasit ini menyerang eritrosit dan ditandai dengan
ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah. Pembiakan seksual
plasmodium terjadi dalam tubuh nyamuk, yaitu anopheles betina. Selain
menginfeksi manusia plasmodium juga menginfeksi binatang seperti
golongan burung, reptil dan mamalia. Pada manusia, plasmodium
menginfeksi sel darah merah dan mengalami pembiakan aseksual di
jaringan hati dan eritrosit (16).
Di seluruh dunia terdapat sekitar 2.000 spesies anopheles, 60
spesies diantaranya diketahui sebagai penular malaria. Di Indonesia ada
sekitar 80 jenis anopheles, 24 spesies di antaranya telah terbukti penular
malaria. Sifat masing-masing spesies berbeda-beda tergantung banyak
faktor, seperti penyebaran geografis, iklim, dan tempat perindukannya.
11
Semua nyamuk malaria hidup sesuai dengan kondisi ekologi setempat,
contohnya nyamuk malaria yang hidup di air payau (Anopheles sundaicus
dan Anopheles subpictus), di sawah (Anopheles aconitus), atau air bersih
di pegunungan (Anopheles maculatus) (16).
Nyamuk anopheles hidup di daerah iklim tropis dan subtropis, tetapi
juga bisa hidup di daerah yang beriklim sedang. Nyamuk ini jarang
ditemukan pada daerah dengan ketinggian lebih dari 2.000-2.500 meter.
Tempat perindukannya bervariasi tergantung spesies, dan dapat dibagi
menjadi tiga kawasan, yaitu pantai, pedalaman dan kaki gunung.
Biasanya, nyamuk anopheles betina menggigit manusia pada malam hari
atau sejak senja hingga subuh. Jarak terbangnya tidak lebih dari 0,5-3 km
dari tempat perindukannya, kecuali jika ada tiupan angin kencang bisa
terbawa sejauh 20-30 km. Nyamuk anopheles juga dapat terbawa mobil,
pesawat terbang atau kapal laut, dan menyebarkan malaria ke daerah
non-endemis. Umur nyamuk anopheles dewasa di alam bebas belum
banyak diketahui, tetapi di laboratorium dapat mencapai 3-5 minggu (16).
Ada empat spesies plasmodium penyebab malaria pada manusia,
yaitu :
1. Plasmodium vivax menyebabkan malaria vivax/tertiana,
2. Plasmodium falciparum menyebabkan malaria falciparum/tropika,
3. Plasmodium malariae menyebabkan malaria malariae/quartana dan
4. Plasmodium ovale menyebabkan malaria ovale.
12
P.falciparum dan P.Malariae umumnya terdapat pada hampir
semua negara dengan malaria; P.Falciparum terdapat di Afrika, Haiti,
dan Papua Nugini, sedangkan P.vivax banyak di Amerika Latin. Di
Amerika Selatan, Asia Tenggara, negara Oceania dan India umumnya
P.falciparum dan P.vivax. Dan P.ovale biasanya hanya terdapat di Afrika.
Di Indonesia timur : Kalimantan, Sulawesi Tengah sampai Utara, Maluku,
Papua dan Lombok sampai Nusa Tenggara Timur merupakan daerah
endemis malaria dengan P.falciparum dan P.vivax (16).
Seorang penderita dapat dihinggapi lebih dari satu jenis
Plasmodium. Infeksi demikian disebut infeksi campuran (mixed infection).
Biasanya, penderita paling banyak dihinggapi dua jenis parasit malaria,
yakni campuran antara P.falciparum dan P.vivax atau P.ovale (16).
Ciri utama genus Plasmodium adalah adanya dua siklus hidup,
yaitu siklus hidup aseksual dan siklus seksual (16).
II.1.3 Penyebaran Malaria
Banyak faktor epidemic dan ekologi berperan penting dalam
menimbulkan dan menyebabkan malaria pada manusia. Penyebaran
malaria disebabkan oleh berbagai faktor antara lain :
1. Perubahan lingkungan yang tidak dikendali dapat menimbulkan tempat
perindukan nyamuk malaria.
2. Banyak nyamuk anopheles sp yang telah dikonfirmasi sebagai vector
malaria (17 spesies), dari berbagai macam habitat.
13
3. Mobilitas penduduk yang yang relatif tinggi dari dan daerah endemic
malaria.
4. Perilaku masyarakat yang memungkinkan terjadinya penularan.
5. Semakin meluasnya penyebaran parasite malaria yang telah resisten
terhadap obat anti malaria.
6. Terbatasnya akses pelayanan kesehatan untuk untuk menjangkau
seluruh desa yang bermasalah malaria, karena hambatan geografis,
ekonomi, dan sumber daya.
Faktor kekebalan tubuh atau imunitas juga menetukan beratnya
penyakit yang ditimbulkanya.
II.2 Patogenesis dan Patologi
Selama skizogoni sirkulasi perifer menerima pigmen malaria dan
produk samping parasit, seperti membran dan isi sel-sel eritrosit. Pigmen
malaria tidak toksik, tetapi menyebabkan tubuh mengeluarkan produk-
produk asing dan respon fagosit yang intensif. Makrofag dalam sistim
retikuloendotelial dan dalam sirkulasi menangkap pigmen dan
menyebabkan warna agak kelabu pada sebagian jaringan dan organ
tubuh. Pirogen dan racun yang lain masuk ke dalam sirkulasi saat
skizogoni, diduga bertanggung jawab mengaktifkan kinin vasoaktif dan
kaskade pembekuan darah (2).
Patogenesis malaria menekankan pada terjadinya peningkatan
permeabiliatas pembuluh darah pada koagulasi intravascular. Skizogoni
menyebabkan kerusakan eritrosit. Sehingga dapat meninmbulkan anemia.
14
Beratnya malaria yang tidak sebanding dengan parasitemia menunjukan
ada kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit. Pada percobaan
dengan binatang dibuktikan adanya gangguan transportasi natrium
sehingga keluar dari ertrosit yang mengandung parasit dan tanpa parasit
malaria. Diduga terdapat toksin malaria yang menyebabkan gangguan
fungsi eutrosit dan sebagian eritrosit pecah saat melalui limpa dan
keluarlah parasit. Selain itu, kasus meninggalnya yang disebabkan malaria
selalu menunjukan adanya perubahan yang menonjolkan dari system
retikuleondotial dan juga melibatkan berbagai system organ (2).
Limpa membesar, mengalami pembendungan dan pigmentasi
sehinggah mudah pecah. Dalam limpah dijumpai banyak parasit dalam
makrofag dan sering terjadi fagositosis, baik pada eritrosit yang terinfeksi
maupun tidak terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi hiperplapasi retikulum
disertai peningkatan makrofag. Pada sindrom pembesaran limpa di daerah
tropis atau penyakit pembesaran limpa pada malaria kronis biasanya
dijumpai bersama dengan peningkatan kadar IgM. Peningkatan antibody
pada malaria ini mungkin menimbulkan respon imunologi yang tidak lazim
pada malaria kronis. Pada malaria juga terjadi pembesaran hepar. Sel
kupfferseperti sel dalam system retikuloendotelial terlibat dalam respon
fagositosis. Sebagai akibatnya hati berwarna kecoklatan agak kelabu atau
kehitaman. Pada malaria kronis terjadi infiltrasi difus oleh sel mononukleus
di poriportal yang meningkat sejalan dengan berulangnya serangan
malaria. Hepatogemali dengan infitrasi sel mononukleus merupakan
15
bagian dari sindrom pembesaran hati di daerah tropis. Nekrosis
sentrilobular dapat menyebabkan syok.
Organ yang sering diserang oleh malaria adalah otak dan ginjal.
Pada malaria selebral otak berwarna kelabu karena pigmen malaria,
sering disertai edema hiperimis. Perdarahan berbentuk petekie tersebar
pada substansia alba otak dan dapat menyebar sampai ke sumsum tulang
belakang. Pada pemeriksaan mikroskopik, sebagian pembuluh darah kecil
dan menengah dapat terisi eritrosit yang telah mengandung parasit dan
dapat dijumpai pembekuan fibrin, dan terdapat reaksi selular pada ruang
perivaskularyang luas. Terserangnya pembuluh darah oleh malaria tidak
terbatas pada otak tetapi juga dapat dijumpai pada jantung atau saluran
cerna ditempat lain dari tubuh yang menimbulkan bebagai menifestasi
klinis. Pada ginjal, selain terjadi pewarnaan oleh pigmen malaria juga
dijumpai salah satu ataudua proses patologis, yaitu nekrosis tubulus akut
membranoproliferative glomerulonephritis. Nekrosis tubulus akut dapat
terjadi bersamaan dengan hemolisis masif dan hemoglobinuria dapat
black water fever, tetapi dapat juga terjadi tanpa hemolysis, sebagai akibat
berkurangnya aliran darah karena hipovolemia dan hiperviskositas darah.
Plasmodium falcifarum menyebabkan nefritis sementara, sedangkan
Plasmodium malariae dapat menyebabkan glomerulonephritis kronik dan
sindrom nefrotik (2).
16
II.3 Manifestasi Klinis Malaria
Keluhan dan tanda klinis, merupakan petunjuk yang penting
dalam diagnosa malaria. Gejala klinis ini dipengaruhi oleh jenis/ strain
Plasmodium ,imunitas tubuh dan jumlah parasit yang menginfeksi. Waktu
mulai terjadinya infeksi sampai timbulnya gejala klinis dikenal sebagai
waktu inkubasi, sedangkan waktu antara terjadinya infeksi sampai
ditemukannya parasit dalam darah disebut periode prepaten (2.3)
Gejala klinis malaria yang umum terdiri dari tiga stadium (trias
malaria), yaitu:
a. Stadium dingin
Mulai dari menggigil, kulit dingin dan kering, penderita sering
membungkus diri dengan selimut dan pada saat menggigil sering seluruh
badan bergetar dan gigi saling terantuk, pucat sampai sianosis seperti
orang kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti
dengan meningkatnya temperatur.
b. Stadium panas
Penderita berwajah merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan
panas badan tetap tinggi dapat mencapai 400º C atau lebih, respirasi
meningkat, nyeri kepala, terkadang muntah-muntah, dan syok. Periode ini
lebih lama dari fase dingin, dapat sampai dua jam atau lebih diikuti dengan
keadaan berkeringat.
17
c. Stadium berkeringat
Mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai basah,
temperatur turun, lelah, dan sering tertidur. Bila penderita bangun akan
merasa sehat dan dapat melaksanakan pekerjaan seperti biasa. Di
daerah dengan tingkat endemisitas malaria tinggi, sering kali orang
dewasa tidak menunjukkan gejala klinis meskipun darahnya mengandung
parasit malaria. Hal ini merupakan imunitas yang terjadi akibat infeksi
yang berulang-ulang. Limpa penderita biasanya membesar pada serangan
pertama yang berat/ setelah beberapa kali serangan dalam waktu yang
lama. Bila dilakukan pengobatan secara baik maka limpa akan berangsur-
berangsur mengecil.
Keluhan pertama malaria adalah demam, menggigil, dan dapat
disertai sakit kepala, mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal.
Untuk penderita tersangka malaria berat, dapat disertai satu atau lebih
gejala berikut: gangguan kesadaran dalam berbagai derajat, kejang-
kejang, panas sangat tinggi, mata atau tubuh kuning, perdarahan di
hidung, gusi atau saluran pencernaan, nafas cepat, muntah terus-
menerus, tidak dapat makan minum, warna air seni seperti the tua sampai
kehitaman serta jumlah air seni kurang sampai tidak ada (1,13).
II.4 Diagnosa
Sebagaimana penyakit pada umumnya, diagnosis malaria
didasarkan pada manifestasi klinis (termasuk anamnesis), uji
imunoserologis dan ditemukannya parasit (Plasmodium) di dalam darah
18
penderita. Manifestasi klinis demam seringkali tidak khas dan menyerupai
penyakit infeksi lain (demam dengue, demam tifoid) sehingga menyulitkan
para klinisi untuk mendiagnosis malaria dengan mengandalkan
pengamatan manifestasi klinis saja, untuk itu diperlukan pemeriksaan
laboratorium sebagai penunjang diagnosis sedini mungkin. Secara garis
besar pemeriksaan laboratorium malaria digolongkan menjadi dua
kelompok yaitu pemeriksaan mikroskopis dan uji imunoserologis untuk
mendeteksi adanya antigen spesifik atau antibody spesifik terhadap
Plasmodium. Namun yang dijadikan gold standard pemeriksaan
laboratorium malaria adalah metode mikroskopis untuk menemukan
parasit Plasmodium di dalam darah tepi. Uji imunoserologis dianjurkan
sebagai pelengkap pemeriksaan mikroskopis dalam menunjang diagnosis
malaria atau ditujukan untuk survey epidemiologi dimana pemeriksaan
mikroskopis tidak dapat dilakukan (13).
Sebagai diagnosa banding penyakit malaria ini adalah demam
tifoid, demam dengue, ISPA. Demam tinggi, atau infeksi virus akut lainnya
(13).
II.5 Faktor Resiko
Secara umum, setiap orang dapat terinfeksi malaria, tetapi ada juga
orang yang memiliki kekebalan terhadap parasit malaria, baik yang
bersifat bawaan atau alamiah maupun didapat.
19
Orang yang paling berisiko terinfeksi malaria adalah anak balita,
wanita hamil serta penduduk non-imun yang mengunjungi daerah endemis
malaria, seperti para pengungsi, transmigran dan wisatawan.
Perpindahan penduduk dari dan ke daerah endemis malaria hingga
kini masih menimbulkan masalah. Sejak dulu telah diketahui bahwa
wabah penyakit ini sering terjadi di daerah-daerah pemukiman baru,
seperti daerah perkebunan dan transmigrasi. Hal ini terjadi karena pekerja
yang datang dari daerah lain belum mempunyai kekebalan sehingga
rentan terinfeksi.
Keadaan lingkungan berpengaruh besar terhadap ada tidaknya
malaria di suatu daerah. Adanya danau air payau, genangan air di hutan,
persawahan, pembukaan hutan, tambak ikan, dan pertambangan di suatu
daerah akan meningkatkan kemungkinan timbulnya penyakit malaria,
karena tempat-tempat tersebut merupakan tempat perindukan nyamuk
malaria.
Suhu dan curah hujan juga berperan penting dalam penularan
penyakit malaria. Biasanya, penularan malaria lebih tinggi pada musim
hujan dibandingkan kemarau. Air hujan yang menimbulkan genangan air,
merupakan tempat yang ideal untuk perindukan nyamuk malaria. Dengan
bertambahnya tempat perindukan, populasi nyamuk malaria juga
bertambah sehingga bertambah pula jumlah penularannya.
20
II.6 Penularan Malaria
1. Penularan Secara Alamiah (Natural Infection)
Penularan ini terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles. Nyamuk ini
jumlahnya kurang lebih ada 80 jenis dan dari 80 jenis itu, hanya kuarang
lebih 18 jenis yang potensial menjadi vector penyebar malaria d Indonesia.
Penularan secara alamia melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang
telah terinfeksi oleh Plasmodium. sebagian besar spesies ini menggigit
pada senja dan menjelang malam hari. Beberap vector mempunyai waktu
puncak memnggigit pada tengah malam dan menjelang fajar. Setelah
nyamuk Anopheles. Setelah nyamuk Anopheles betina mengisap darah
yang mengandung parasit pada stadium seksual (gametosit), gamet
jantan dan betina bersatu membentuk ookinet di perut nyamuk yang
kemudian menembus di dinding perut nyamuk dan membentuk kista pada
lapisan luar di mana ribuan sprozoit dibentuk. Sprozoit- sprozoit tersebut
siap untuk ditularkan. Pada saat menggigit manusia, parasit malaria yang
ada dalam tubuh nyamuk masuk ke dalam darah manusia sehingga
manusia tersebut terinfeksi lalu menjadi sakit.
2. Penularan yang tidak Alamiah
Penularan penyakit malaria berlangsung dalam tiga cara, yaitu
bawaan, mekanik dan oral. Ketiga cara penularan ini dibicarakan dengan
ringkas, sebagai berikut :
21
a. Malaria bawaan (congenital)
Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita
malaria. Penularan terjadi melalui tali pusat atau plasenta
b. Secara mekanik
Penularan terjadi melalui transfusi darah melalui jarum suntik
banyak terjadi pada para morfinis yang mengunakan jarum suntik yang
tidak steril.
c. Secara oral melalui mulut
Cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung, ayam (P.
gallinasium), burung dara (P.relectum) dan monyet (P.knolesi). Pada
umumnya sumber infeksi bagi malaria pada manusia adalah manusia
lain yang sakit malaria, baik dengan gejala maupun tanpa gejala klinis
(1,16).
II.7. Jenis Plasmodium Malaria dan Morfologinya
Penyakit malaria sudah dilaporkan sejak tahun 1753 sedangkan
Plasmodium penyebab malaria ditemukan oleh Laveran pada tahun 1880.
Morfologi Plasmodium mulai dipelajari sejak Marchiafava pada tahun 1883
sudah berhasil mengunakan metilen biru untuk mewarnai parasit ini. Pada
tahun 1885. Golgi menjelaskan daur hidup Plasmodium, yaitu siklus
skizoni eritrositik yang disebut sebagai siklus Golgi. Siklus parasit ini di
dalam tubuh nyamuk dipelajari oleh Ross dan Binami pada tahun 1989
dan pada tahun 1900 Patrick Manson membuktikan bahwa nyamuk
adalah vector penularan penyakit malaria. Antara tahun 1948 sampai
22
tahun 1954, siklus skizoni preeritrositik parasit Plasmodium dipelajari
dengan lebih mendalam (15).
Malaria pada manusia disebabkan oleh enpat jenis spesies yaitu
Plasmodium falciparum, Pl. vivas, Pl. malariae dan Pl. ovale (15).
II.7.1 Plasmodium falciparum
Taksonomi Plasmodium (Brian E.KEAS,1999)
Kingdom : Protista
Subkingdom : Protozoa
Phylum : Apicomplexa
Class : Sporozoa
Order : Eucoccidiorida
Family : Plasmodidae
Genus : Plasmodium
Spesies : Plasmodium falciparum
Stadium pra-eritrositer berlangsung 6 hari skizon di hati basarnya
60 mikron mengandung kurang lebih 40.000 merazoit. Siklus dalam
eritrosit berlangsung 36-48 jam dan tidak sinkron.eritrosit yang di hingapi
parasit tidak membesar, warna biru lembayang, dalam eritrosit tanpak titik-
titik meϋrer. Pada daerah perifer biasanya hanya terdapat bentuk cicin dan
gametosit. Jika tropozoit membesar, eritrosit yang dihinggapi menjadi
lekat: akibatnya terbentuk sumbatan di dalam kapiler alat-alat dalam aliran
darahnya lambat, biasanya skizon matang mengisi 2/3 eritrositnya dan
23
mengandung 8-24 buah merazoit. Gametogoni, gametosit berbentuk
pisang, makrogametosit lebih langsing dari pada mikrogametosit.
Gambar 1. Lingkaran Hidup Plasmodium falciparum
Sumber : Philip, J, Rosenthal, MD., Artesunate for The Treatment of Severe
Malaria. N. Engl J.Med., hal. 2008
II.7.2 Plasmodium vivax
Taksonomi Plasmodium (Brian E.KEAS,1999)
Kingdom : Protista
Subkingdom : Protozoa
Phylum : Apicomplexa
Class : Sporozoa
Order : Eucoccidiorida
Family : Plasmodidae
Genus : Plasmodium
24
Spesies : Plasmodium vivax
Stadium pra-eritrositer berlangsung kurang lebih 8 hari, skizon di
hati berukuran 45 mikron. Membentuk lebih dari 10.000 merozoit;
sporozoit ada yang mengalami istirahat dalam 1 sel (hipnozoit). Siklus
eritrositer, merazoit masusk eritrosit mudah muda (retikulosit),
meneruskan siklus dalam eritrosit yang barlangsung 48 jam yang terjadi
secara sinkron. Parasit pada permukaan berbentuk cincin besarnya
kurang lebih 1/3 erirosit. Eritrosit yang dihinggapi menjadi besar dan di
dalamnya timbul titik-titik schϋffner. Skizon matang matang mengandung
12-24 merazoit. Gametogoni merazoit setelah tumbuh menjadi tropozoit
kemudian dapat membentuk makrogametosit dan mikrogametosit
berbentuk bulat lonjong.
II.7.3 Siklus HIdup dan Morfologi
Vector malaria yaitu nyamuk anophelin betina. Apabila vector
mengisap darah, sporozoit yang terdapat dalam kelenjar ludah nyamuk
akan dimasukkan melalui lika tusuk. Dalam satu jam, bentuk infektif ini
terbawa oleh darah menuju hati, kemudian masuk ke dalam sel parenkim
hati dan memulai perkembangan siklus pre-eritrositik atau ekso-eritrositik
primer. Sporozoit akan menjadi bulat atau lonjong dan mulai membelah
dengan cepat. Hasil skisogoni tersebut adalah merozoit ekso-eritrositik
dalam jumlah yang besar. Setelah meninggalkan hati, merazoit akan
melakukan invasi ke dalam sel darah merah, untuk mulai dengan siklus
eritrositik (4).
25
Gambar 2. Siklus Hidup Plasmodium
Sumber : Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan
Departemen Kesehatan RI., Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di
Indonesia. Jakarta. 2008
c. Fase aseksual
Dimulai ketika anopheles betina menggigit manusia dan
memasukkan sporozoit yang terdapat dalam air liurnya ke dalam sirkulasi
darah manusia. Dalam waktu 30 menit -1 jam, sporozoit masuk kedalam
sel parenkhim hati dan berkembang biak membentuk skizon hati yang
mengandung ribuan merozoit. Proses ini disebut intrahepatic schizogony
atau pre-erythrocyte schizogony atau skizogoni eksoeritrosit, karena
parasit belum masuk kedalm eritrosit (sel darah merah). Lamanya fase ini
berbeda-beda untuk tiap spesies plasmodium; butuh waktu 5,5 hari untuk
26
P.falciparum dan 15 hari untuk P.malariae. Pada akhir fase terjadi
sporulasi, dimana skizon hati pecah dan banyak mengeluarkan merozoit
ke dalam sirkulasi darah. Pada P.vivax dan P.ovale, sebagian sporozoit
membentuk hipnozoit dalam hati yang dapat bertahan sampai bertahun-
tahun, atau dikenal sebagai sporozoit “tidur” yang dapat mengakibatkan
relaps pada malaria, yaitu kambuhnya penyakit setelah tampak mereda
selama periode tertentu.
Fase eritrosit dimulai saat merozoit dalam sirkulasi menyerang sel
darah merah melalui reseptor permukaan eritrosit dan membentuk
trofozoit.
Reseptor pada P.vivax berhubungan dengan faktor antigen Duffy
Fya dan Fyb. Oleh karena itu individu dengan golongan darah Duffy
negatif tidak terinfeksi malaria vivax. Reseptor P.falciparum diduga
merupakan suatu glikoforin, sedangkan pada P.malariae dan P.ovale
belum diketahui. Dalam kurang dari 12 jam parasit berubah menjadi
bentuk cincin; pada P.falciparum berubah menjadi bentuk stereo-
headphones didalam sitoplasma yang intinya mengandung kromatin.
Parasit malaria tumbuh dengan mengonsumsi hemoglobin. Bentuk eritrosit
yang mengandung parasit menjadi lebih elastis dan berbentuk lonjong.
Setelah 36 jam menginvasi eritrosit, parasit berubah menjadi skizon.
Setiap skizon yang pecah akan mengeluarkan 6-36 merozoit yang siap
menginfeksi eritrosit lain. Siklus aseksual P.falciparum, P.vivax, dan
P.ovale adalah 48 jam dan P.malariae adalah 72 jam. Dengan kata lain,
27
proses menjadi trofozoit-skizon-merozoit. Setelah dua sampai tiga
generasi merozoit terbentuk, sebagian berubah menjadi bentuk seksual,
gamet jantan dan gamet betina (16).
d. Fase seksual
Jika nyamuk anopheles betina mengisap darah manusia yang
mengandung parasit malaria, parasit bentuk seksual masuk ke dalam
perut nyamuk. Bentuk ini mengalami pematangan menjadi mikrogametosit
dan makrogametosit, yang kemudian terjadi pembuahan membentuk
zygote (ookinet). Selanjutnya, ookinet menembus dinding lambung
nyamuk dan menjadi ookista. Jika ookista pecah, ribuan sporozoit
dilepaskan dan bermigrasi mencapai kelenjar air liur nyamuk. Pada saat
itu sporozoit siap menginfeksi jika nyamuk menggigit manusia (16).
II.8 Hiperparasitemia
Hiperparasitemia umumnya diderita penderita malaria non-imun,
dengan densitas parasit >5% dan ditemukan stadium skizon. Penderita
hiperparasitemia beresiko mengalami gagal multi organ. Di daerah
endemik dengan penularan tinggi, anak-anak yang imun dengan densitas
parasit 20-30%, tidak menunjukan gejala klinis karena sudah
menyesuaikan diri terhadap keadaan tersebut (3).
II.9 Hipoglikemia
Arti hipoglikemia adalah kadar glukosa darah kurang dari 40 mg%.
hipoglikemia sering terjadi pada malaria berat. Malaria berat yang diobati
28
dengan kina sering mengalami hipoglikemia karena kina menyebabkan
hiperinsulinemia yang menyebabkan terjadinya hipoglikemia (3).
II.9.1 Hipoglikemia Berat
Hipoglikemia dapat terjadi pada malaria berat, terutama terjadi
pada anak kecil (usia kurang dari 3 tahun) dengan gejala kejang,
hiperparasitemia, penurunan kesadaran (profound coma) atau dengan
gejala yang lebih ringan, seperti berkeringat kulit teraba dingin dan
lembap, serta napas yang tidak teratur. Hipoglikemia berhubungan
dengan hiperinsunemia yang diinduksi oleh malaria dan kina. Gejala
hipoglikemia ini serupa dengan malaria selebral. Hipoglikemia pada anak
adalah keadaan penurunan kadar glukosa darah menjadi 40 mg/dl atau
lebih rendah (2).
Pada penderita yang sadar dapat timbul hipoglikemia dengan
gejala klasik rasa cemas, berkeringat, dilatasi pupil, sesak napas,
pernapasan sulit dan berbunyi, oliguria, rasa kedinginan, takikardia dan
pening. Gambaran klinis ini dapat bekembang menjadi penurunan
kesadaran dan kejang umum, sikap tubuh ekstensi, syok dan koma.
Diagnosis mudah terabaikan. Penurunan kesadaran dapat menjadi satu-
satunya tanda. Jika memungkinkan pastikan melalui pemeriksaan glukosa
darah (2).
Kasus hipoglikemia pada patogenesis malaria berat disebabkan
oleh hiperinsulinemia karena kina atau kinidin, peningkatan konsumsi
29
glukosa oleh sel Inang maupun parasit yang menginfeksi eritrosit dan
gangguan akibat pengaruh sitokin dan aktifasi iNOS (2).
II.9.2 Glukosa Darah
Glukosa darah adalah gula yang terdapat dalam darah yang
terbentuk dari karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai
glikogen di hati dan otot rangka (11).
Glukosa adalah sumber energi yang dihasilkan melalui aktivitas
metabolik dari eritrosit. Glukosa mengalami fosforilasi oleh enzim glukosa
6 fosfat dehydrogenase melalui reaksi heksokinase. Jalur metabolisme
glukosa-6-fosfat melalui Emboden Meyerhoff Glycolic Pathway yang
berasal dari piruvat atau laktat dan membutuhkan ATP. Di dalam eritrosit
glukosa-6-fosfat dimetabolisme melalui melalui jalur pentose fosfat
(Pentose Shunt) (1).
Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6PD) adalah enzim yang
biasanya melindungi dari pengaruh stress oksidatif dalam sel darah
merah. Namun, kekurangan genetik dalam hasil enzim dalam peningkatan
perlindungan terhadap malaria yang parah.
G6PD adalah x-linked dan banyak terdapat 10 – 20% papulasi di
daerah endemik malaria seperti Sardinia dan Afrika Tropis. Gen yang
bertanggung jawab dalam mengatur produksi glukosa-6-fosfatase terdapat
pada kromosom x. pada orang Nigeria terdapat 3 bentuk varian dari G6PD
yaitu GdA, GdB dan GdA- (1).
30
Pada orang dengan defisiensi G6PD terdapat kekurangan NADPH
di dalam eritrosit. NADPH adalah kofaktor bagi glutation, di mana eritrosit
dapat mensintesisi glutation di dalam bentuk tereduksi (GSH). Pada orang
dengan defisiensi G6PD produksi NADPH berkurang sehingga
pembentukan GSH terganggu (1).
Pada orang dengan defisiensi G6PD dapat resisitensi terhadap
infeksi malaria terutama P.falcifarum. Salah satu teori mengatakan
kekuranagn enzim G6PD yang membutuhkan GSH yang menyebabkan
kekurangan ribose, sehingga merazoit menjadi terganggu dalam produksi
DNA dan RNA dan terjadi penurunan multiplikasi pada sel hospes (1).
Energi untuk sebagian besar fungsi sel dan jaringan berasal
dari glukosa. Pembentukan energi alternatif juga dapat berasal dari
metabolism asam lemak, tetapi jalur ini kurang efisien dibandingkan
dengan pembakaran langsung glukosa, dan proses ini juga menghasilkan
metabolit-metabolit asam yang berbahaya apabila dibiarkan menumpuk,
sehingga kadar glukosa di dalam darah dikendalikan oleh beberapa
mekanisme homeostatik yang dalam keadaan sehat dapat
mempertahankan kadar dalam rentang 70 sampai 110 mg/dl dalam
keadaan puasa (17).
Setelah pencernaan makanan yang mengandung banyak
glukosa, secara normal kadar glukosa darah akan meningkat, namun
tidak melebihi 170 mg/dl. Banyak hormon ikut serta dalam
mempertahankan kadar glukosa darah yang adekuat baik dalam
31
keadaan normal maupun sebagai respon terhadap stres. Pengukuran
glukosa darah sering dilakukan untuk memantau keberhasilan
mekanisme regulatorik ini. Penyimpangan yang berlebihan dari normal,
baik terlalu tinggi atau terlalu rendah, menandakan terjadinya
gangguan homeostatis dan sudah semestinya mendorong tenaga
analis kesehatan melakukan pemeriksaan untuk mencari etiologinya
(17).
II.9.3 Metabolisme Glukosa
Glukosa, fruktosa dan galaktosa masuk melalui dinding usus halus
kedalam aliran darah. Fruktosa dan galaktosa akan diubah dalam tubuh
menjadi glukosa. Glukosa merupakan hasil akhir dari pencernaan dan
diabsorbsi secara keseluruhan sebagai karbohidrat. Kadar glukosa dalam
darah bervariasi dengan daya penyerapan, akan menjadi lebih tinggi
setelah makan dan akan menjadi turun bila tidak ada makanan yang
masuk selama beberapa jam. Glikogen dapat lewat dengan bebas keluar
dan masuk ke dalam sel dimana glukosa dapat digunakan semata-mata
sebagai sumber energi. Glukosa disimpan sebagai glikogen di dalam sel
hati oleh insulin (suatu hormon yang disekresi oleh pankreas). Glikogen
akan diubah kembali menjadi glukosa oleh aksi dariglukogen (hormon lain
yang disekresi oleh pankreas) dan adrenalin yaitu suatu hormon yang
disekresi oleh kelenjar adrenalin (11).
32
BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN
III.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross-
sectional untuk menganalisa hasil pemeriksaan kadar glukosa darah pada
penderita malaria.
III.2 Waktu dan Tempat penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah
Karel Sadsuitubun Langgur, Kabupaten Maluku Tenggara pada bulan
Agustus - September 2013
III.3 Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah pasien yang positif terinfeksi
Plasmodium malaria yang memeriksakan diri di Laboratorium Rumah
Sakit Umum Daerah Karel Sadsuitubun Langgur Kabupaten Maluku
Tenggara.
Teknik pengambilan sampel dilakukan secara aksidental
(Accidental Sampling) yaitu, pengambilan sampel dengan kriteria bersedia
untuk diperiksa dan sesuai dengan kriteria sampel yang ditemukan di
tempat penelitian. Untuk menentukan besar sampel digunakan estimasi
rumus formula sederhana sebagai berikut :
N
n = --------------
1 + N (d2)
33
Keterangan :
n = Besar sampel
N = Besar Populasi (Nilainya = 32)
d = Tingkat kepercayaan yang diinginkan (Nilainya (ρ) = 0,05)
Untuk mencari besar sampel yang diperlukan, maka dihitung
sebagai berikut :
N 32 32 n = --------------- = ---------------------- = ------------------------- = 29,6 1 + N (d2) 1 + 32 (0,052) 1 + 32 (0,0025)
Berdasarkan rumus diatas maka didapatkan 30 sampel.
III.4 Sampel dan Bahan Penelitian
Sampel penderita malaria berupa darah kapiler dan vena yang
diambil dari penderita yang memenuhi kriteria sampel penelitian yang
digunakan untuk pemeriksaan malaria dan kadar glukosa darah.
III.5 Kriteria Sampel
Penderita malaria dengan demam ≥ 38°C disertai atau tidak
disertai menggigil, demam berkala (intermiten), atau riwayat demam
dalam kurun waktu satu minggu terakhir, Penderita yang tidak dengan
dalam pengobatan malaria, penderita malaria yang tidak dengan
komplikasi penyakit diabetes mellitus dan dilihat dari hasil pemeriksaan
Densitas parasit.
34
III.6 Kerangka Konsep
Keterangan :
Variabel yang tidak diteliti
Variabel yang diteliti
III.7 Defenisi Operasional
1. Plasmodium : Genus Sporozoa bersifat parasitik yang invasi eritrosit
manusia
2. Glukosa : Sumber energi yang dihasilkan melalui aktivitas metabolik dari
eritrosit
3. Hipoglikemia : Kadar glukosa darah yang berada d bawah angka normal (70 -
110)mg/dl atau 3.9-6.1 mmol/L)
4. Hipoglikemia berat : Kadar glukosa darah berada di bawah 40 mg/dl.
Parasit Plasmodium
Malaria
P.falcifarum P.
vivax
Obat malaria
Defisiensi Enzim
G6PD
Hipoglike
mia
35
III.8 Alat dan Bahan Penelitian
III.8.1 Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan yaitu lanset steril, kaca objek, mikroskop,
spoit, rak tabung, tourniquet, tabung reaksi, sentrifugasi, mikropipet,
reagen, kuvet, label.
III.8.2 Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan yaitu: darah, kapas alcohol 70%,
serum plasma, plester, larutan giemsa, aquades, metanol, reagen
glukosa, tissu.
III.9 Prosedur Kerja
III.9.1 Larutan Giemsa Untuk Pewarnaan
Pewarnaan preparat malaria digunakan larutan Giemsa dengan
konsentrasi 10%. Untuk membuat larutan Giemsa 10% diperlukan larutan
Giemsa stok dan larutan buffer dengan pH atau derajat keasaman 7,2.
Cara pembuatan pembuatan larutan Giemsa 10% sebanyak 10 ml
dilakukan dengan mencampur 1 ml larutan Giemsa stok dengan 9 ml
larutan buffer kemudian diaduk dengan pengaduk batang kaca. Larutan
Giemsa 10% sebanyak 10 ml ini dapat digunakan untuk mewarnai 2 buah
sediaan darah. Larutan Giemsa hanya dibuat sesuai kebutuhan.
III.9.2 Prosedur pembuatan sediaan darah tebal dan tipis
Ujung jari atau anak telinga dibersihkan dengan kapas alkohol 70%
dibiarkan mengering. Kulit ditusuk dengan lanset secara cepat cukup
dalam 3 mm sehingga darah dapat mengalir secara bebas tanpa diperas.
36
Tetesan darah pertama dibuang (7). Menekan kembali ujung jari sampai
darah keluar, ambil kaca objek (pegang kaca sediaan di bagian tepinya).
Posisi kaca sediaan berada di bawah jari tersebut (5).
1. Darah tebal : meneteskan 2-3 tetes darah pada kaca sediaan, darah dibuat
homogen dgn cara memutar ujung kaca sediaan searah jarum jam, sehingga
membentuk bulatan diameter 1 cm pada kaca sediaan (5).
2. Darah tipis : meneteskan 1 tetes darah pada kaca sediaan di atas
meja yang rata. Kemudian mengambil kaca sediaan baru, dan
tempelkan ujungnya pada tetes darah kecil dengan membentuk sudut
450 geser kaca sediaan dengan cepat ke arah yang berlawanan
dengan tetes darah tebal, sehingga di dapatkan sediaan hapus (bentuk
lidah) (5).
Sediaan darah ditempatkan di kotak atau letakkan horizontal agar
mengering dan terlindungi dari pengotoran, debu atau gangguan lalat
serta kecoa. Membersihkan sisa darah di ujung jari dengan kapas.
Pemberian etiket (label) pada sediaan darah (5,7)
III.9.3 Prosedur pewarnaan
Setelah kering apusan darah tipis yang sudah kering,difiksasi
dengan metanol dengan cara diteteskan atau di celupkan selama 2 - 3
detik kedalam metanol. Waktu diteteskan methanol atau dicelup, jangan
samapai mengenai sediaan darah tebal yang ada di sisi lain dari kaca
sediaan. Kemudian kaca sediaan dikeringkan dengan posisi vertical dan
letak sediaan darah tipis berada di bawah. Setelah kering diletakan kaca
sediaan di atas dua batang kaca pada posisi horizontal lalu tuangkan
37
larutan giemsa dan dibiarkan selama 20 – 30 menit. Jangan membuang
langsung larutan giemsa untuk menghindari adanya endapan atau kotoran
pada permukaan sediaan. Setelah itu dialirkan air perlahan – lahan pada
larutan giemsa hingga bersih dan tidak ada lagi endapan yang melengket
di permukaannya. Apabila mengdunakan tabung khusus untuk pewarnaan
dapat dituangkan air bersih ke dalam tabung, agar kotoran di permukaan
cairan mengalir, lalu cairan yang ada dalam tabung dibuang. Apabila
larutan giemsa dalam tabung akan digunakan lagi, sediaan dapat diangkat
dengan pinset pada pada bagian ujung kaca sediaan. Sediaan kemudian
dicelup ke dalam air bersih d dalam beker. Sediaan kemudian dikeringkan
dengan posisi vertikal agar cairan mengalir (6).
III.9.4 Pemeriksaan dengan Mikroskop
c. Pembacaan Sediaan Darah Tipis
Sediaan darah tipis biasanya digunakan untuk konfirmasi diagnosa
spesies atau untuk mendapat gambaran lebih jelas mengenai morfologi
parasit. Langkah – langkah pembacaan sediaan darah tipis sebagai
berikut, diletakkan preparat yang sudah kering pada meja benda
mikroskop binokuler, naikkan kondesor setinggi mungkin, lalu buka
diafragma. Objektif lemah diputar, pada preparat diteteskan oil emersi.
Diputar lensa objektif 100 x dan difokus kembali dengan mengatur
mikrometer mikroskop. Tentukan lokasi pada sediaan darah tipis dimana
sel darah merah saling berdekatan tetapi tidak saling betindihan. Periksa
38
dengan metode sistematik (gunakan kontrol fase mikroskop untuk
memeriksa satu lapang pandang pemeriksaan) (5).
d. Pembacaan Sedian Darah Tebal
Dibaca slide secara “zig-zag” menggunakan mikroskop lengkap
dengan pembesaran obyek 100 x dan okular 10 x menggunakan minyak
imersi. Catat hasil pemeriksaan (5).
III.9.5 Prosedur pengambilan darah untuk pemeriksaan glukosa.
Setiap subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dicatat
identitasnya, diberikan informasi dan penjelasan secara rinci mengenai
apa yang akan dilakukan, dan menandatangani informed consent jika
setuju. Kemudian tabung vacutainer diberi label dan pengambilan darah
vena dilakukan pada posisi vena fossa cubiti/ mediana cubiti.
Pasien di posisikan (duduk atau baring) agar lebih mudah
mendapatkan fossa antekubiti, alat dan bahan di persiapkan, pasien
disarankan menggenggam agar vena lebih mudah teraba, dipilih vena
difossa antekubiti yang besar, tempat penusukan di bersihkan dengan
kapas alkohol 70%, torniquet di pasang di atas tempat penusukan dan
dilakukan penusukan vena, torniquet dilepas ketika darah mulai mengalir,
setelah spesimen darah yang diperlukan cukup, kepalan tangan dilepas,
kapas steril diletakkan di tempat penusukan, jarum ditarik lalu kapas
ditekan, plester dipasang di atas kapas untuk menghentikan perdarahan
(8).
III.9.5 Prosedur pemeriksaan glukosa darah
39
Sampel darah yang telah diambil sebanyak 3 cc di masukan ke
dalam tabung reaksi dan disentrifus selama 15 menit pada 3000 rpm. Alat
humalyzer dinyalakan dan diset untuk pemeriksaan glukosa. Sampel
serum dari hasil sentrifugasi dipipet sebanyank 10 µl dan di tambah
reagen sebanyak 1000 µl reagen. Reagen dari refrigerator dibiarkan pada
suhu 370C. Masing-masing larutan Diinkubasi selama 5 menit pada 370C.
Selanjutnya alat humalyzer dijalankan sesuai prosedur. Dibaca dan
dicatat hasil pengukurannya (8).
III.10 Interpretasi Hasil
a. Interpretasi hasil pemeriksaan mikroskopis sediaan malaria yaitu :
1. Positif (+) : bila di dalam sediaan darah ditemukan Plasmodium malaria.
2. Negatif (-) : bila di dalam sediaan darah tidak ditemukan Plasmodium malaria
(5).
b. Metode Semi-kuantitatif Untuk Hitung Parasit
Pada sediaan darah tebal adalah sebagai berikut :
(+) Positif : ditemukan 1-10 parasit per 100 LPB
(++) Positif : ditemukan 11- 100 parasit per 100 LPB
(+++) Positif : ditemukan 1-10 parasit per 1 LPB
(++++) Positif : ditemukan lebih dari 10 parasit per 1 LPB (3).
c. Nilai Rujukan pemeriksaan glukosa darah adalah :
Glukosa darah sewaktu : 75 -115 mg/dl.
40
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. Hasil Penelitian
Telah dilakukan penelitian analitik dengan desain cross-sectional
untuk menganalisa hasil pemeriksaan kadar glukosa darah pada penderita
malaria di Rumah Sakit Umum Daerah Karel Sadsuitubun Langgur pada
bulan Agustus - September 2013 dengan jumah sebanyak 30 sampel,
populasi penelitian adalah pasien yang positif terinfeksi Plasmodium
malaria yang memeriksakan diri di Laboratorium Rumah Sakit Umum
Daerah Karel Sadsuitubun Langgur.
Penelitian ini dilakukan pemeriksaan laboratorium malaria untuk
melihat positif dan tidaknya malaria serta melihat jenis parasit yang
mengingfeksi pasien dan dilanjutkan dengan pengambilan darah vena
untuk pemeriksaan glukosa darah untuk mengetahui adanya hubungan
antara kadar glukosa darah pada penderita malaria.
Tabel 1. Deskripsi berdasarkan karakteristik sampel Malaria berdasarkan umur dan kadar glukosa darah sewaktu.
Karakteristik Minimum Maksimum Rata – rata
Umur (Tahun) 4 61 23,16
GDS (mg/dl) 42 111 71,63
Berdasarkan tabel di atas yaitu nilai maksimum, minimum dan rata-
rata yang diperoleh berdasarkan karakteristik umur dan kadar glukosa
darah sewaktu dari sampel malaria. Berdasarkan umur tertinggi yaitu 61
tahun dan terendah 4 tahun. Berdasarkan kadar glukosa darah sewaktu
tertinggi 111 mg/dl dan terendah 42 mg/dl.
41
Table 2. Frekuensi pasien malaria berdasarkan karakteristik umur, GDS
Berdasarkan tabel 2 karakteristik umur terbagi atas 7 kategori,
dimulai dari umur 1-10 tahun sebanyak 11 pasien (36,7%), antara 11-20
ada 5 pasien (16,7%), dari 21-30 ada 5 pasien (16,7%), 31-40 ada 4
pasien (13,3 %), 41-50 ada 1 pasien (3,3%), 51-60 ada 3 pasien (10%),
61-70 ada 1 pasien (3,3%).
Berdasarkan tabel 2 menunjukan bahwa karakteristik berdasarkan
kadar Glukosa Darah Sewaktu (GDS) terbagi atas 4 kelompok yaitu
jumlah GDS dari 41 sampai 60 sebanyak 14 pasien (46,7%), jumlah GDS
antara 61 sampai 80 sebanyak 5 pasien (16,7%), GDS antara 81 sampai
100 sebanyak 6 pasien (20,0%), jumlah GDS 101 sampai 120 sebanyak 5
pasien (16,7%).
Berdasarkan karakteristik kadar Glukosa Darah Sewaktu (GDS)
pada tabel 2 yang menjelaskan antara GDS yang kategori hipoglikemia
Karakteristik N %
Kelompok umur 1-10 tahun 11-20 tahun 21-30 tahun 30-40 tahun 41-50 tahun 51-60 tahun 61-80 tahun
GDS (mg/dl) 41-60 61-80 81-100 101-120
GDS
Hipoglikemia Normal
11 5 5 4 1 3 1
14 5 6 5
17 13
36,7 16,7 16,7 13,3 3,3 10 3,3
46,7 16,7 20,0 16,7
56,7 43,3
Jumlah 30 100
42
sebanyak 17 pasien (56,7%) dan yang GDS dengan nilai normal sebanyak
13 pasien (43,3%).
Tabel 3: Uji Statistik Sperman Rank
Tabal 3. Berdasarkan uji hubungan yang dilakukan dengan
menggunakan uji Spearman-Rank didapatkan nilai kemaknaan 0,052 >
0,05 atau Hipotesis ditolak, yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan
bermakna antara GDS dengan densitas parasit pada penderita malaria di
Rumah Sakit Umum Daerah Karel Sadsuitubun Langgur. Selanjutnya
bedasarkan koefisien korelasi Spearman didapatkan nilai 0,357 yang
berarti bahwa hubungan yang dibentuk antara GDS dengan densitas
parasit adalah lemah.
IV. 2 Pembahasan
Berdasarkan pada tabel 1 yaitu tabel deskripsi yang dilihat mulai
dari nilai maksimum, minimum, dan rata-rata dari data pasien yang
memeriksakan diri di Rumah Sakit Umum Daerah Karel Sadsuitubun
Langgur yang mana berdasarkan jenis kelamin, umur dan Kadar GDS
pada pasien yang menderita malaria. Berdasarkan umur, yang tertinggi
adalah 61 tahun dan yang terendah adalah 4 tahun. Berdasarkan jumlah
yang tertinggi adalah 111 mg/dl dan dan yang terendah adalah 42 mg/dl.
Correlations
1.000 .357
. .052
30 30
.357 1.000
.052 .
30 30
Correlation Coef f icient
Sig. (2-tailed)
N
Correlation Coef f icient
Sig. (2-tailed)
N
GDS
Densitas
Spearman's rho
GDS Densitas
43
Di Indonesia, malaria merupakan masalah kesehatan yang penting,
oleh karena penyakit ini endemik di sebagian besar wilayah Indonesia
terutama di luar Jawa dan Bali. Epidemi malaria seringkali dilaporkan dari
berbagai wilayah dengan angka kematian yang lebih tinggi pada anak-
anak di bawah 5 tahun dibanding orang dewasa (1).
Dilihat dari umur dan jenis kelamin dengan tingkat kejadian malaria,
dalam penelitian ini berdasarkan karakteristik umur jumlah tertinggi yang
terinfeksi malaria adalah umur 1 samapai 10 tahun dengan jumlah 11
pasien (53,3%). Perbedaan angka kesakitan malaria pada laki-laki dan
wanita atau pada berbagai kelompok umur sebenarnya disebabkan oleh
faktor-faktor lain seperti pekerjaan, pendidikan, perumahan, migrasi
penduduk, kekebalan dan lain-lain. Hal ini juga disebutkan dalam
penelitian Askling, dkk tahun 1997-2003 di Swedia dengan desain
penelitian kasus kontrol menunjukkan bahwa wisatawan penderita malaria
kemungkinan 1,7 dan 4,8 kali adalah pria dan umur <1-6 tahun
dibandingkan dengan wisatawan yang tidak menderita malaria dengan
nilai OR 1,7 (95% CI:1,3-2,3) dan OR 4,8 (95% CI:1,5-14,8).
Adanya infeksi malaria disebabkan oleh parasit Plasmodium yang
ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk. Pada penelitian ini
penyebab terjadinya penyakit malaria yang terbanyak dari 30 sampel
adalah P.vivax sebanyak 24 sampel, P.falcifarum sebanyak 4 sampel dan
yang mix (P.vivax dan P.falcifarum) ada 2, seperti penjelasa pada tabel 4
berikut ini :
44
Tabel 4 : hasil dari pemeriksaan jenis Plasmodium
Tes untuk mendeteksi adanya infeksi malaria adalah dengan
melakukan diagnostik berdasaran pemeriksaan laboratorium dengan
pemeriksaan mikroskopis terhadap sedian darah tebal dan tipis dilakukan
pemeriksaan mikroskopis untuk menetukan adanya parasit malaria, jenis
dan stadium parasit malaria serta kepadatan parasit, dari pemeriksaan
mikroskopik, P.falciparum ditemukan pada stadium makrogametosit, ring muda
dan P.vivax ditemukan pada stadium mikrogametosit, tropozoit muda, gametosit.
Setelah diketahui pasien tersebut terinfeksi malaria dari hasil pemeriksaan
mikroskopik dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang malaria, untuk
menunjang diagnostik terjadinya malaria berat salah satunya adalah
pemeriksaan kimia darah, ada beberapa pemeriksaan penunjang kimia
darah yang dilihat dalam penelitian ini adalah pemeriksaan glukosa darah,
yaitu pemeriksaan glukosa darah sewaktu dengan mengunakan alat
Humalyzer 3500. Pada penderita malaria akan terdapat hipoglikemia di
mana kadar glukosa darah yang berada di bawah angka normal (70-110
mg/dl atau 3,9 – 6,1 mmol/L) (3). Pada malaria berat kadar glukosa
berada di bawah 40 mg/dl hal ini juga disebut hipoglikemia berat (3).
Dalam penelitian ini analisis glukosa darah sewaktu dari 30 pasien
Plasmodium
24 80.0 80.0 80.0
4 13.3 13.3 93.3
2 6.7 6.7 100.0
30 100.0 100.0
P.v ivax
P.falcifarum
P.v ivax, P.falcifarum
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulativ e
Percent
45
penderita malaria terdapat 17 pasien yang mengalami hipoglikemia yang
mana kadar glukosa darah kurang dari normal dan 13 pasien dengan nilai
GDS normal, seperti yang digambarkan dalam diagram batang di bawah
ini :
Gambar 3. Diagram batang frekuensi kadar GDS pada penderita malaria.
Gambar 4. Menunjukan bahwa antara GDS yang kategori
hipoglikemia sebanyak 17 pasien (56,7%) dan yang GDS dengan nilai
normal sebanyak 13 pasien (43,3%) dari jumlah kasus yang ditemukan.
Dilihat dari 17 pasien yang terinfeksi malaria. Hal ini di karenakan
eritrosit yang terinfeksi malaria, parasit malaria yang membutuhkan
glukosa 75 kali lebih cepat dibanding eritrosit yang tidak terinfeksi parasit
(3). Penelitian yang telah dilakukan sebelumya pada kasus malaria berat
pernah dilaporkan oleh Hoffman di Irian jaya 18,6% dan Harianto di
Sulawesi Utara 6,9%, sedangkan di Thailand 8% dan dilanjutkan dengan
penelitian oleh P.N Harianto dan E. Alwi Datau dengan judul penelitian
46
hipoglikemia pada penderita malaria yaitu kasus terjadinya hipoglikemia
akibat pemberian kinin maupun karena penyakit malarianya sendiri
dikerenakan glukosa diperlukan untuk metabolisme parasit (19).
Perbedaan dari penelitian ini hanya pada 30 pasien yang diperiksa
glukosa darahnya belum mengkonsumsi obat malaria dan penelitian ini
tidak melakukan pantauan khusus untuk pengobatan kinin seperti jurnal
sebelumnya, hanya dilihat dari penyakit malaria itu sendiri.
Salah satu alasannya juga dilihat dari gejala umum pada malaria
yaitu gangguan fungsi hati karena infeksi malaria, salah satunya yaitu
dapat menyebabkan hipoglikemia, di mana hati berfungsi dalam
mempertahankan kadar gula dalam darah melalui proses glikogenolisis
maupun glukoneogenesis.
Selanjutnya Dilihat dari uji statistik dengan korelasi Spearman
diperoleh nilai ρ=0,052 lebih dari nilai α=0,05 maka Ho ditolak, yang
berarti bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara GDS dengan
densitas parasit pada penderita malaria di Rumah Sakit Umum Daerah
Karel Sadsuitubun Langgur. Selanjutnya bedasarkan koefisien korelasi
Spearman didapatkan nilai 0,357 yang berarti bahwa hubungan yang
dibentuk antara GDS dengan densitas parasit adalah lemah. Dari data
statistik dengan tingkat densitas parasit yang rendah yaitu hanya
ditemukan pasitif (+) sampai (++) berarti tingkat keparahan penyakit juga
ringan. Kemungkinan hal ini dikarenakan dari 30 pasien kebanyakan
terinfeksi P.vivax 24 dan P.falciparum hanya 2 dan mix ada 2 sampel,
47
dimana lama demam dan infeksi P.vivax yang relatif singkat berkisar 1-8
hari. Perbedaan lainnya karena P.falciparum dapat membentuk merazoit
hati sebanyak 40.000 sedangkan P.vivax hanya 10.000 merazoit hati dan
juga pada P.vivax dan P.ovale yang terutama menginfeksi eritrosit muda
sehingga membatasi derajat parasitemia, berbeda dengan P.falciparum
dan P.malariae yang menginfeksi sel-sel dewasa sehingga tingkat
penyakitnya lebih berat.
48
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Pada penelitian tentang analisis kadar glukosa darah sewaktu pada
penderita malaria, berdasarkan hasil uji analisis statistik dapat diambil
kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang tidak signifikan antara
penurunan kadar glukosa darah dengan penderita malaria yang dilihat dari
densitas parasitnya.
V.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang
lebih banyak dengan mengunakan parameter pemeriksaan kadar glukosa
darah yang lebih banyak agar dapat meningkatkan diagnosis.
.
49
DAFTAR PUSTAKA
1. Arsin, A, Arsunan., Malaria di Indonesia: Tinjauan Aspek Epidemiologi.
Maagena Press, Makasar, 2012, hal. 14, 37, 48, 52, 59, 61-64, 88,174.
2. Harijanto, PN, Gunawan CA., Malaria molekuler ke klinis, EGC,
Jakarta, 2009, hal. 50,51, 55, 58, 59, 64, 123, 226, 234
3. Soedarto.,Malaria , Sagung Seto, Jakarta, 2011, hal. 22-25, 188, 194.
4. Gracia, Lynne, S.,Diagnostik Parasitology Kedokteran., EGC, Jakarta, 1996, hal.81-83
5. Direktorat Jenderal P2PL., Pedoman Pemeriksaan Mikroskopis malaria. Departemen Kesehatan RI, Jakarta, 2008, hal : 65 – 66.
6. Rahmat, Ayda. Purnoma. Atlas Diagnostic Malaria. EGC, Jakarta,
2011, hal. 7-12
7. Entjang, I. Mikrobiologi Dan Parasitology: Untuk Akademi Keperawatan
Dan Sekolah Tenaga Kesehatan Yang Sederajat. Bandung, 2003, hal.
317-318
8. Gandasoebrata. R, Penuntun Laboratorium Klinik. Dian Rakyat.
Jakarta, 2009, hal. 7-9
9. Hardjoeno, Interpretasi Hasil Tes Laboratorium Diagnostik, LEPHAS
Universitas Hasanuddin, Makassar, 2003, hal. 8, 169
10. Philip, J, Rosenthal, MD., Artesunate for The Treatment of Severe
Malaria. N. Engl J.Med., hal. 2008 ;358:1829-1836.
11. Kee, Joyce LeFever, Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik. EGC, Jakarta. 2007, hal. 213,214
12. Ronald A. Sacher, Richard A. McPherson, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan, Laboratorium. EGC, Jakarta. 2004, hal. 288
13. Direktorat Jenderal PPM-PL., Epidemiologi Malaria, , Departemen Kesehatan RI, Jakarta 2003
50
14. Harijanto, PN, Gunawan CA., Malaria: Epidemologi, Patogenesis
Manifestasi Klinis dan Penanganan. EGC, Jakarta, 2000
15. Soedarto., Buku Ajar Parasitology Kedokteran. Sagung Seto, Jakarta 2011, hal. 80-84
16. Direktorat Jenderal., Pelayanan Kefarmasian untuk Penyakit Malaria. Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta 2008
17. Ronald A. Sacher, Richard A. McPherson, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan, Laboratorium. EGC, Jakarta. 2004, hal. 288
18. Harijanto. P.N, Alwi Datau.E. , Jurnal Hipoglikemia pada seorang penderita malaria. Laboratorium Ilmu Penyakit dalam FK Universitas Sam Ratulangi, Manodo, 1991, hal. 28-31
19. Direktorat Jendera., Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan. Departemen Kesehatan RI, Jakarta, 2008
20. Departemen parasitology, Buku Ajar : Parasitologi Kedokteran. FKUI, Jakarta, 2008, hal. 199
21. Sutisna Putu. Malaria Secara Ringkas dari Pentahuan Dasar Sampai Terapan, Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2004, hal. 8 , 56-57
51
Darah kapiler
Pemeriksaan
mikroskopik malaria
Pemeriksaan glukosa
darah
Analisis Data
Pembahasan
Kesimpulan
Penderita malaria
LAMPIRAN I
ALUR PENELITIAN
Sediaan darah tebal Sediaan darah tipis
52
LAMPIRAN II
SKEMA KERJA PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK
SEDIAN DARAH TEBAL DAN TIPIS
Darah kapiler
Sediaan darah tebal Sediaan darah tipis
Pewarnaan Giemsa
Hasil
1 tetes darah (kaca sediaan )
Dibentuk dgn sudut
450
Didapatkan sediaan hapus
Pemeriksaan Mikroskop
Difiksasi dengan metanol
Dibiarkan 2 – 3 menit
Sediaan darah tebal & tipis Diwarnai giemsa selama 20 menit
Dicuci dgn aquadest Dibiarkan kering
53
LAMPIRAN III
SKEMA PEMERIKSAAN GLUKOSA DARAH
Darah vena penderita Malaria
Disentrifus selama 5 menit pada kec. 3000 rpm
sampel serum
Dipipet sebanyak 10 µl serum dan di tambahkan reagen Glukosa sebanyak 1000 µl
Inkubasi selama 5 menit pd suhu 370
C
Humalyzer 3500
Pembacaan Hasil pengukurannya
54
LAMPIRAN IV
FOTO PENELITIAN
Gambar 4. Pemeriksaan mikroskopik malaria hapusan darah tebal dengan
pembesaran obyek 100 x
Keterangan :
1. Plasmodium vivax skizon tua 2. Plasmodium falciparum stadium makrogametosit 3. Sel darah putih 4. Plasmodium vivax stadium mikrogametosit muda
1
2
4
3
55
Gambar 5. Alat sentrifugasi
Gambar 6. Pemeriksaan glukosa darah dengan Humalyzer 3500
Ket :
1. Alat Humalyzer 3500 2. Reagen glukosa
2
1
56
LAMPIRAN V
Komposisi Reagen
1. Komposisi reagen glukosa Phosphate buffer pH 7.5 250 mmol/L
Phenol 5 mmol/L
4-Aminoantipyrinne 0.5 mmol/L
Glucose oxidase (GOD) >10 kU/L
Peroxidase (POD) > 1 k U/L
57
Tabel 5. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
No Kode
Sampel Sex
Umur (tahun)
Hasil Pemeriksaan
Ket GDS
(mg/dl) Malaria densitas
1 A1 L 32 58 Positif +
P.vivax
2 A2 P 8 53 Positif ++ P.vivax
3 A3 P 26 105 Positif + P.vivax
4 A4 P 37 70 Positif + P.vivax
5 A5 L 30 83 Positif ++ P.vivax
6 A6 L 16 111 Positif + P.vivax
7 A7 L 17 57 Positif ++ P.falcifarum
8 A8 P 40 96 Positif ++ P.vivax,
P.falcifarum
9 A9 L 30 68 Positif ++ P.vivax,
P.falcifarum
10 A10 L 28 101 Positif ++ P.vivax
11 B1 L 4 48 Positif ++ P.vivax
12 B2 L 11 76 Positif + P.vivax
13 B3 L 10 51 Positif ++ P.vivax
14 B4 L 10 46 Positif + P.vivax
15 B5 L 10 50 Positif + P.vivax
16 B6 L 6 60 Positif + P.vivax
17 B7 L 7 43 Positif ++ P.vivax
18 B8 L 7 53 Positif + P.vivax
19 B9 L 51 59 Positif ++ P.vivax
20 B10 P 6 105 Positif + P.vivax
21 C1 P 10 43 Positif ++ P.vivax
22 C2 L 6 61 Positif + P.vivax
23 C3 L 56 90 Positif + P.vivax
24 C4 L 16 42 Positif ++ P.vivax
25 C5 L 17 77 Positif + P.vivax
26 C6 P 61 59 Positif ++ P.vivax
27 C7 P 32 86 Positif + P.vivax
28 C8 L 43 93 Positif + P.falcifarum
29 C9 P 54 110 Positif + P.falcifarum
30 C10 P 30 95 Positif + P.falcifarum
58