analisis interferensi pelafalan bunyi konsonan dalam

17
1 Analisis Interferensi Pelafalan Bunyi Konsonan dalam Siaran Berbahasa Jerman oleh Penyiar di VOI RRI Jakarta Eva Rosalina Suarni Nugroho, Leli Dwirika Program Studi Sastra Jerman, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia. E-mail: [email protected] Abstrak Penelitian ini membahas interferensi pelafalan bunyi konsonan dalam siaran program berita berbahasa Jerman oleh penyiar di VOI RRI Jakarta. Tujuan penelitian ini ialah memaparkan bunyi konsonan apa saja yang dilafalkan tidak sesuai dan jenis interferensi apa saja yang sering terjadi, serta penyebab-penyebabnya. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan memaparkan kemungkinan terdapatnya keterkaitan tulisan dengan interferensi bunyi yang terjadi. Metode deskriptif dan analisis kontrastif dipilih dalam menganalisis penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interferensi bunyi konsonan terjadi tidak hanya karena dipengaruhi bentuk tulisannya saja, namun juga terjadi karena pengaruh tulisan, pengaruh bunyi konsonan sekitar, bunyi konsonan tidak ada dalam bahasa Indonesia, tidak ada gugus konsonan rangkap pada akhir suku kata dalam bahasa Indonesia, salah meletakan bunyi konsonan, kata yang rumit, dan kekeliruan penyiar. Kata kunci: pelafalan bunyi konsonan; interferensi; penyebab interferensi The Interference’s Analysis of The Consonant Sound Pronounciation on Radio’s Broadcast in German by Announcers at VOI RRI Jakarta Abstract This research discusses about the interference of the consonant sound pronounciation in news program on radio’s broadcast in German by the announcers at VOI RRI Jakarta. The purposes of this research are to explain the consonant sounds which pronounce unappropriate, the interference types that occur oftenly, and also its causes. Besides that, this research aims to explain the possibility of the writing influence toward the interference of the consonant sound pronounciation. Descriptive method and contrastive analysis are chosen to analyze this research. The results show that the interference of the consonant sound pronounciations are not only caused by the writing, but also caused by writing’s effect, effect of consonant sound araound, no consonant sound in Indonesian, no consonant clusters in Indonesian, mistake of placing consonant sound, complex word, and the mistake of announcer. Keywords: pronounciation of consonant sound; interference; cause of interference Pendahuluan Bahasa merupakan salah satu unsur terpenting dalam kehidupan sehari-hari. Dengan bahasa kita dapat berkomunikasi dengan sesama manusia dan mengerti satu sama lain. Sebuah bahasa tentu saja mempunyai sifat-sifat tertentu. Salah satunya ialah sebuah bahasa mempunyai keunikan masing-masing yang tak dimiliki oleh bahasa lain. Sebagai contoh, walaupun bahasa Indonesia dan bahasa Jerman menggunakan huruf latin dalam penulisannya, Analisis interfensi …, Eva Rosalina Suarni Nugroho, FIB UI, 2014

Upload: others

Post on 27-Oct-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Interferensi Pelafalan Bunyi Konsonan dalam

1

Analisis Interferensi Pelafalan Bunyi Konsonan dalam Siaran Berbahasa Jerman oleh Penyiar di VOI RRI Jakarta

Eva Rosalina Suarni Nugroho, Leli Dwirika

Program Studi Sastra Jerman, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia,

Depok 16424, Indonesia.

E-mail: [email protected]

Abstrak

Penelitian ini membahas interferensi pelafalan bunyi konsonan dalam siaran program berita berbahasa Jerman oleh penyiar di VOI RRI Jakarta. Tujuan penelitian ini ialah memaparkan bunyi konsonan apa saja yang dilafalkan tidak sesuai dan jenis interferensi apa saja yang sering terjadi, serta penyebab-penyebabnya. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan memaparkan kemungkinan terdapatnya keterkaitan tulisan dengan interferensi bunyi yang terjadi. Metode deskriptif dan analisis kontrastif dipilih dalam menganalisis penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interferensi bunyi konsonan terjadi tidak hanya karena dipengaruhi bentuk tulisannya saja, namun juga terjadi karena pengaruh tulisan, pengaruh bunyi konsonan sekitar, bunyi konsonan tidak ada dalam bahasa Indonesia, tidak ada gugus konsonan rangkap pada akhir suku kata dalam bahasa Indonesia, salah meletakan bunyi konsonan, kata yang rumit, dan kekeliruan penyiar. Kata kunci: pelafalan bunyi konsonan; interferensi; penyebab interferensi

The Interference’s Analysis of The Consonant Sound Pronounciation on Radio’s

Broadcast in German by Announcers at VOI RRI Jakarta

Abstract

This research discusses about the interference of the consonant sound pronounciation in news program on radio’s broadcast in German by the announcers at VOI RRI Jakarta. The purposes of this research are to explain the consonant sounds which pronounce unappropriate, the interference types that occur oftenly, and also its causes. Besides that, this research aims to explain the possibility of the writing influence toward the interference of the consonant sound pronounciation. Descriptive method and contrastive analysis are chosen to analyze this research. The results show that the interference of the consonant sound pronounciations are not only caused by the writing, but also caused by writing’s effect, effect of consonant sound araound, no consonant sound in Indonesian, no consonant clusters in Indonesian, mistake of placing consonant sound, complex word, and the mistake of announcer.

Keywords: pronounciation of consonant sound; interference; cause of interference Pendahuluan

Bahasa merupakan salah satu unsur terpenting dalam kehidupan sehari-hari. Dengan

bahasa kita dapat berkomunikasi dengan sesama manusia dan mengerti satu sama lain. Sebuah

bahasa tentu saja mempunyai sifat-sifat tertentu. Salah satunya ialah sebuah bahasa

mempunyai keunikan masing-masing yang tak dimiliki oleh bahasa lain. Sebagai contoh,

walaupun bahasa Indonesia dan bahasa Jerman menggunakan huruf latin dalam penulisannya,

Analisis interfensi …, Eva Rosalina Suarni Nugroho, FIB UI, 2014

Page 2: Analisis Interferensi Pelafalan Bunyi Konsonan dalam

2

tetapi dalam bahasa Indonesia tidak mengenal huruf <ä>, <ü>, <ö>, dan <ß> seperti yang

terdapat dalam bahasa Jerman. Selain itu, walaupun bahasa Indonesia dan bahasa Jerman

sama-sama menggunakan huruf latin, belum tentu pelafalan bunyi-bunyi bahasa dalam kedua

bahasa tersebut sama persis.

Ketidaksamaan dalam kedua bahasa tersebut sering kali menjadi kendala bagi para

pembelajar bahasa asing, terutama dalam pelafalan bunyi karena pelafalan bunyi yang tidak

sama seperti bentuk tulisannya. Kendala inilah yang dapat mengakibatkan interferensi.

Interferensi terjadi jika L1 (bahasa ibu) dan L2 (bahasa asing dan bahasa kedua) memiliki

perbedaan ciri-ciri sehingga pembelajar tidak dapat memindahkan pengetahuan L1 nya ke L2

nya (Yule, 2006: 167).

Seperti yang telah disebutkan, ketidaksamaan di antara bahasa Jerman dan bahasa

Indonesia sering kali menjadi kendala bagi para pembelajar bahasa asing, terutama dalam

pelafalan bunyi karena pelafalan bunyi yang tidak sama seperti bentuk tulisannya. Padahal,

dengan pelafalan bunyi yang benar sesuai standar yang berlaku, komunikasi pun akan berjalan

lancar dan tidak akan terjadi kesalahpahaman antarsesama. Pelafalan yang benar menjadi

lebih harus diperhatikan ketika seseorang bekerja di bidang yang mengharuskan untuk

berbicara dalam bahasa asing, yaitu seperti menjadi seorang penyiar radio siaran luar negeri

berbahasa Jerman di VOI RRI. Penyiar menjadi penentu keberhasilan siaran tersebut dan oleh

karena itu, ia harus melafalkan bunyi-bunyi bahasa Jerman dengan benar, sehingga pendengar

dapat menangkap dan mengerti apa yang ia sampaikan. Namun, ketika saya mendengar siaran

off air berbahasa Jerman di sana, saya mendengar adanya penyimpangan-penyimpangan

pelafalan bunyi bahasa yang telah terjadi, terutama pada pelafalan bunyi-bunyi konsonan

bahasa Jerman. Oleh karena itulah, saya berniat meneliti interferensi yang terjadi pada

pelafalan bahasa Jerman oleh penyiar VOI RRI Jakarta ketika mereka membacakan teks pada

tiga siaran off air program berita berbahasa Jerman. Apalagi mengingat bahwa sumber data

penelitian interferensi sebelumnya selalu berasal dari pelafalan mahasiswa Program Studi

Jerman saja, sedangkan sumber data penelitian ini didapatkan dari siaran berbahasa Jerman

yang dilakukan oleh para penyiar yang telah belajar bahasa Jerman bertahun-tahun.

Berdasarkan penjabaran di atas, penelitian ini bertujuan untuk memaparkan

interferensi yang terjadi pada pelafalan bunyi-bunyi konsonan oleh penyiar VOI RRI Jakarta.

Analisis interfensi …, Eva Rosalina Suarni Nugroho, FIB UI, 2014

Page 3: Analisis Interferensi Pelafalan Bunyi Konsonan dalam

3

Selain itu juga untuk memaparkan interferensi bunyi apa saja yang sering terjadi, dan

penyebabnya, serta untuk mengetahui kemungkinan terdapatnya keterkaitan tulisan dengan

interferensi bunyi yang terjadi. Tinjauan Teoritis Sistem Bunyi Konsonan Bahasa Jerman dan Bahasa Indonesia Tabel 1. Fonem konsonan bahasa Jerman (Ternes, 1999:104)

Labial Dental Palatal Velar Glotal Verschluß-laute stimmlos p t k

stimmhaft b d g Affrikaten p¥f t¥s Frikative stimmlos f s S x* h

stimmhaft v z Nasal-

konsonanten m n N

Lateral l Vibrant (r) r

Approximant j Keterangan:

* : Fonem /x/ memiliki dua alofon, yakni alofon [�] dan [x]. Secara fonetis, alofon [�] adalah bunyi konsonan frikatif palatal tak bersuara, sedangkan alofon [x] adalah bunyi konsonan frikatif velar tak bersuara (Ternes, 1999:106). Tabel 2. Fonem konsonan bahasa Indonesia (Alwi, 1993:68)

Bilabial Labio- dental

Dental/ Alveolar

Palatal Velar Glotal

Hambat tak bersuara p t c k Hambat bersuara b d j1 g2

Frikatif tak bersuara f s s#3 x h Frikatif bersuara z Nasal bersuara m n n)4 N Getar bersuara r

Lateral bersuara l Semivokal bersuara w y5

Keterangan:

1. Fonem konsonan hambat glotal tak bersuara yang di dalam tabel menggunakan lambang /j/, secara fonetis berdasarkan IPA1 menggunakan lambang /ï/

2. Fonem konsonan hambat velar bersuara yang di dalam tabel menggunakan lambang /g/, secara fonetis berdasarkan IPA menggunakan lambang /g/

3. Fonem konsonan frikatif palatal tak bersuara yang di dalam tabel menggunakan lambang /s#/ secara fonetis berdasarkan IPA menggunakan lambang /S/

                                                                                                                         1 International Phonetic Alphabet. Berdasarkan laman www.omniglot.com/writing/ipa.htm yang diakses pada tanggal 14 Juni 2014 pukul 19.00, IPA dibuat untuk mentranskripsikan bunyi ujaran dari suatu bahasa dan dapat diaplikasikan untuk semua bahasa.

Analisis interfensi …, Eva Rosalina Suarni Nugroho, FIB UI, 2014

Page 4: Analisis Interferensi Pelafalan Bunyi Konsonan dalam

4

4. Fonem konsonan nasal palatal bersuara yang di dalam tabel menggunakan lambang /n)/, secara fonetis berdasarkan IPA menggunakan lambang /-­‐/

5. Fonem konsonan semivokal palatal bersuara yang di dalam tabel menggunakan lambang /y/ , secara fonetis berdasarkan IPA menggunakan lambang /j/

Fenomena Interferensi

Menurut Weinreich (1979: 1), interferensi ialah penyimpangan-penyimpangan yang

terjadi pada kaidah-kaidah dari salah satu bahasa yang diucapkan oleh dwibahasawan.

Interferensi itu terjadi akibat dari keakraban mereka dengan lebih dari satu bahasa. Lebih

lanjut Weinreich (1979: 14) menjelaskan, interferensi bunyi terjadi ketika seorang

dwibahasawan mengidentifikasikan sebuah fonem dari sistem bahasa kedua (secondary

system) dengan fonem dari sistem bahasa pertama (primary system).

Ternes (1976:5-6), dalam buku Probleme der kontrastiven Phonetik juga

mendefinisikan istilah interferensi. Menurutnya, interferensi terjadi ketika terdapat perbedaan

antara L1 dan L2, sehingga pemindahan sistem bahasa ibu ke dalam sistem bahasa sasaran

membuahkan hasil yang salah.

Klasifikasi Interferensi

1. Penggantian fonem dengan fonem lain

Interferensi jenis ini paling sering terjadi dan paling banyak terjadi pada bunyi yang

mempunyai sedikit perbedaan diantara kedua bahasa tersebut. Hal demikian disebut dengan

interferensi pada tataran subfonem. Namun, interferensi ini juga dapat terjadi pada tataran

fonem, ketika perbedaan di antara bahasa sumber dan bahasa sasaran sepertinya tak begitu

sedikit (Ternes, 1976: 23-29).

2. Pemilahan sebuah fonem menjadi dua fonem

Pada jenis ini, sebuah fonem pada bahasa sasaran diubah menjadi dua fonem dari bahasa

sumber. Fonem dari bahasa asing itu tidak tersedia pada bahasa sumber dan fonem tersebut

diterima berbeda oleh pendengar bahasa sumber sehingga pendengar tersebut

menggantikannya dengan dua fonem yang tersedia dalam bahasa ibunya dan dua fonem itu

memungkinkan untuk direalisasikan (Ternes, 1976: 29-37).

3. Pelesapan sebuah fonem

Interferensi ini terjadi ketika fonem dari bahasa sasaran tidak dapat ditangkap oleh pendengar

bahasa sumber karena terlalu susah untuk dibedakan. Interferensi ini terbagi menjadi dua,

yaitu uneingeschränktes Vorkommen dan positionsbedingtes Vorkommen. Uneingeschränktes

Vorkommen ialah interferensi pelesapan sebuah fonem yang terjadi tanpa terbatas oleh

Analisis interfensi …, Eva Rosalina Suarni Nugroho, FIB UI, 2014

Page 5: Analisis Interferensi Pelafalan Bunyi Konsonan dalam

5

syarat/kondisi apapun. Dengan kata lain, uneingeschränktes Vorkommen ialah interferensi

yang terjadi dalam posisi apapun. Positionsbedingtes Vorkommen ialah interferensi pelesapan

sebuah fonem yang terjadi pada kondisi tertentu (Ternes, 1976: 46-54).

Kaitan antara Tulisan dan Pelafalan

Pelafalan seorang pembelajar bahasa asing dapat terpengaruh tulisan dan ortografi

bahasa ibunya sendiri maupun bahasa sasarannya. Hal demikian dapat terjadi terutama pada

bahasa yang penulisannya berbeda dengan pelafalannya, seperti bahasa Inggris dan bahasa

Prancis. Ortografi dapat menghasilkan interferensi pada pelafalan, yaitu ketika pembelajar

bahasa asing melafalkan pelafalan tulisan (Schriftaussprache) bukannya pelafalan bunyi yang

sebenarnya (Ternes, 1976: 77). Berikut ini ialah tabel hubungan bunyi konsonan dan huruf

bahasa Jerman menurut Jäger (2010: 2)2 dan bahasa Indonesia yang telah saya rangkum

berdasarkan Alwi (1993: 74-81).

Tabel 3. Hubungan bunyi konsonan dan hurufnya pada bahasa Jerman

No Fonem Huruf Contoh 1 /p/ <p>, <b>, <pp> Post, Laub, Treppe 2 /b/ <b>, <bb> Buch, Ebbe 3 /t/ <t>, <d>, <tt>, <dt>, <th> Teil, Bild, Mitte, Stadt, Theater 4 /d/ <d>, <dd> Dach, Widder 5 /k/ <k>, <g>, <ck>, <ch>, <c> Kohle, Berg, Zweck, Chor, Clown 6 /ks/ <chs>,<x>, <ks>,<cks>, <gs> Dachs, Hexe, Koks, Klecks, flugs 7 /g/ <g>, <gg> Gast, Egge 8 /p¥f/ <pf> Pfanne 9 /t¥s/ <z>, <tz> Zahn, Katze

10 /f/ <f>, <v>, <ff>, <ph> Fenster, Vogel, Schiff, Philosophie 11 /v/ <w>, <v> Wasser, Vase 12 /s/ <s>, <ß>, <ss> Eis, Gruß, Kuss 13 /z/ <s> Sonne 14 /S/ <sch>, <s> schön, spielen 15 /�/ <ch>, <g> ich, König 16 /x/ <ch> Bach 17 /h/ <h> Haus 18 /m/ <m>, <mm> Mond, Kamm 19 /n/ <n>, <nn> Nase, Kanne 20 /N/ <ng>, <n> Wange, Bank 21 /l/ <l>, <ll> Lampe, lallen 22 /å/ <r>, <rr>, <rh> Bier, Rad, wirr, Rhabarber 23 /j/ <j> Jäger

                                                                                                                         2  Phoneme und Grapheme des Standarddeutschen. 17 Oktober 2014 . Pädagogische Hochschule Freiburg Institut für deutsche Sprache und Literatur. https://home.ph-freiburg.de/jaegerfr/Linguistik/material/Phoneme_und_Grapheme_des_Standarddeutschen.pdf  

Analisis interfensi …, Eva Rosalina Suarni Nugroho, FIB UI, 2014

Page 6: Analisis Interferensi Pelafalan Bunyi Konsonan dalam

6 Tabel 4. Hubungan bunyi konsonan dan hurufnya pada bahasa Indonesia

No Fonem Huruf Contoh No Fonem Huruf Contoh 1 /p/ <p>,<b> pintu, adab 13 /S/ <sy> syukur 2 /b/ <b> baru 14 /x/ <kh> khas 3 /t/ <t>,<d>,<

j> santai, tekad,

mikraj 15 /h/ <h> hari

4 /d/ <d> duta 16 /m/ <m> sampai 5 /c/ <c> cari 17 /n/ <n> nakal 6 /ï/ <j> juga 18 /-­‐/ <ny> nyiur 7 /k/ <k>,<g> kaki, bedug 19 /N/ <ng> paling 8 /g/ <g> gula 20 /l/ <l> lama 9 /// <k> maklum 21 /r/ <r> raja

10 /f/ <f>,<v> munafik, vak 22 /w/ <w> waktu 11 /s/ <s> sama 23 /j/ <y> yakin 12 /z/ <z> zat

Metode Penelitian

Penelitian ini berbentuk penelitian lapangan di VOI RRI Jakarta dengan metode

deskriptif dan analisis kontrastif. Analisis kontrastif digunakan untuk membandingkan

pelafalan bunyi konsonan oleh tiga penyiar dengan pelafalan bunyi konsonan yang benar

sesuai kamus Duden Aussprachewörterbuch. Lalu, metode deskriptif digunakan untuk

menjelaskan jenis interferensi yang terjadi dan penyebabnya.

Pembahasan

1. Klasifikasi Interferensi Berdasarkan Teori Ternes

1.1. Penggantian Sebuah Fonem dengan Fonem Lain No Interferensi Tulisan Pelafalan berdasarkan

kamus Duden Pelafalan informan

1 p-f Absicht apzI�t afsIh 2 t-f unverantwortlichen UnfE�8antvOrtlI�«n UnfEranfvOrtlI�«n 3 g-N Singapur zINgapu:� sIN’Na:pur 4 p¥f-f Empfehlungen Emp¥fe:lUN«n Emfe:lUN«n 5 t¥s-c zu t¥su: cu: 6 v-f Kontroverse kOntrovErz« kOntrofErs«

v-w werde ve:�8d« we:rd« 7 s-z Aussenminister a¥usnminIst�8 a¥uz«nminIst«r 8 z-s indonesische Indone:zIS« Endone:sIS«

z-h indonesische Indone:zIS« Indone:hIS« 9 S-s gestört g«StP:rt g«sto:rt

10 �-s nicht nI�t nIst �-x sich zi� zix �-h friedliches fri:tlI�«s fri:tlIh«s

11 x-h noch nOx nOh 12 N-n Benutzung b«nUt¥sUN b«nUt¥s«n 13 �8-r der de:�8 de:r

�8-l für fy:�8 fu:l �8-« aber a:b� a:b«

Analisis interfensi …, Eva Rosalina Suarni Nugroho, FIB UI, 2014

Page 7: Analisis Interferensi Pelafalan Bunyi Konsonan dalam

7

1.2. Pemilahan Sebuah Fonem menjadi Dua Fonem No Interferensi Tulisan Pelafalan berdasarkan

kamus Duden Pelafalan informan

1 t-t bitten bItn bIt’t«n 2 s-rs gestern gEst�8n gErst«n 3 S-Ss indonesische Indone:zIS« Endone:zISs« 4 n-«n gegeben g«ge:bn g«ge:b«n 5 N-NN Bedingungen b«dINUN«n b«dIN’NUN«n 6 l-cr kürzlich kyrt¥slI� kU’crIh 7 �8-«r Länder lEnd�8 lEnd«r

�8-«l beider bai8d�8 bai8d«l �8-rS der de:�8 de:rS

1.3. Pelesapan Sebuah Fonem No Interferensi Tulisan Pelafalan

berdasarkan kamus Duden

Pelafalan informan

Keterangan

1 bl-b problematisiert problematIzi:�8t pro:b«matIsi:rt - 2 ft-f verschärft fE�8SErft fE�8SErf positionsbedingtes

Vorkommen 3 mt-m zugestimmt t¥su:g«StImt cu:g«stIm positionsbedingtes

Vorkommen 4 nt-n und Unt Un positionsbedingtes

Vorkommen 5 nf-n fünf fynf fUn positionsbedingtes

Vorkommen 6 ns-n Indonesiens Indone:zI«ns Indone:zI«n positionsbedingtes

Vorkommen

1.4. Penggantian Sebuah Fonem dengan Fonem Lain dan Pelesapan Sebuah fonem dengan

Positionsbedingtes Vorkommen No Interferensi Tulisan Pelafalan berdasarkan

kamus Duden Pelafalan informan

1 pt-f gibt gi:pt gi:f 2 �t-s nicht nI�t nIs 3 xt-h acht axt ah

1.5. Pemilahan Sebuah Fonem Menjadi Dua Fonem dan Pelesapan Sebuah Fonem dengan

Positionsbedingtes Vorkommen No Interferensi Tulisan Pelafalan berdasarkan

kamus Duden Pelafalan informan

1 nt-«n tausend tau8znt tau8s«n 2 �8n-«r gestern gEst�8n gEst«r

1.6. Penghilangan Dua Bunyi Konsonan No Interferensi Tulisan Pelafalan berdasarkan

kamus Duden Pelafalan informan

1 rt¥s-* kürzlich kyrt¥slI�] kU’crih

Analisis interfensi …, Eva Rosalina Suarni Nugroho, FIB UI, 2014

Page 8: Analisis Interferensi Pelafalan Bunyi Konsonan dalam

8

Interferensi ini tidak termasuk salah satu jenis interferensi menurut Ternes.

Penghilangan bunyi konsonan gabungan [rt¥s] dilafalkan pada kata kürzlich [kyrt¥slI�]

dilafalkan olehnya menjadi [kU’crih].

2. Penyebab Interferensi

2.1. Pengaruh tulisan

1. Bunyi konsonan [t] dilafalkan dengan dipenggal menjadi dua bunyi konsonan [t]

dalam dua suku kata yang berdekatan pada kata bitten dan hatte. Walaupun dalam

bentuk penulisan terdapat dua huruf <t>, tetapi dua kata tersebut dilafalkan dengan

satu bunyi konsonan [t] saja. Jadi, dua kata yang seharusnya dilafalkan [bItn] dan

[hat«], dilafalkan menjadi [bItt«n] dan [hatt«].

2. Bunyi konsonan [s] dilafalkan menjadi bunyi konsonan [z]. Pelafalan huruf <s> dalam

bahasa Jerman dapat dilafalkan menjadi tiga bunyi yang berbeda, yaitu bunyi

konsonan [s], [z] dan [S], sedangkan dalam bahasa Indonesia huruf <s> hanya

dilafalkan dengan bunyi konsonan [s] saja. Jika dilihat dari kata Aussenminister

[a¥usnminIst�8] yang dilafalkan menjadi [a¥uz«nminIst«r], sepertinya penyiar 3

terpengaruh oleh huruf <ss>. Ia mengira bahwa huruf <ss> tersebut berbunyi

konsonan [z]. Namun, berdasarkan kamus Duden Ausspachewörterbuch, huruf <ss>

tersebut dilafalkan dengan satu bunyi konsonan [s] saja.

3. Bunyi konsonan [z] dilafalkan menjadi bunyi konsonan [s]. Hal tersebut terjadi karena

pengaruh huruf <s> yang terdapat pada kata-kata berbahasa Jerman. Pelafalan huruf

<s> yang berada pada posisi Anlaut pada kata-kata berbahasa Jerman seharusnya

dilafalkan dengan bunyi konsonan frikatif dental bersuara [z]. Namun, bunyi konsonan

[z] tersebut malah dilafalkan menjadi fonem konsonan frikatif dental tak bersuara [s]

karena dalam bahasa Indonesia huruf <s> hanya dilafalkan menjadi bunyi konsonan

[s].

4. Bunyi konsonan [S] dilafalkan menjadi bunyi konsonan [s]. Bunyi konsonan [S] dalam

bahasa Jerman dapat diwakili oleh huruf <sch> dan dapat muncul dalam kata-kata

yang mengandung huruf <st> dan <sp>, sedangkan dalam bahasa Indonesia huruf <s>

hanya akan dilafalkan dengan bunyi konsonan [s]. Jika dilihat dari kata gestört

[g«StP:rt] yang dilafalkan menjadi [g«sto:rt], maka terlihat jelas, bahwa gejala

interferensi demikian terjadi karena pengaruh huruf <s> yang terdapat pada kata

tersebut.

Analisis interfensi …, Eva Rosalina Suarni Nugroho, FIB UI, 2014

Page 9: Analisis Interferensi Pelafalan Bunyi Konsonan dalam

9

5. Bunyi konsonan [n] dilafalkan menjadi [«n]. Interferensi ini juga murni disebabkan

oleh pengaruh tulisan. Lagipula, suku kata dalam bahasa Indonesia setidaknya harus

terdapat satu huruf vokal untuk dapat dilafalkan (Alwi, 1993: 81). Contoh nterferensi

ini dapatg dilihat pada kata bitten, gegeben, Aussenminister, dan verschärfen.

6. Bunyi konsonan gabungan [Ng] dilafalkan menjadi bunyi konsonan [N] saja.

Interferensi ini terjadi pada kata Singapur [zINgapu:�8] oleh penyiar 1 karena

pengaruh huruf <ng> yang diwakilkan dengan bunyi konsonan [N] dalam kata

tersebut.

2.2. Bunyi Konsonan Tidak Ada dalam Bahasa Indonesia

1. Bunyi konsonan [p¥f] dilafalkan menjadi bunyi konsonan [f] pada kata Empfehlungen

[Emp¥fe:lUN«n - Emfe:lUN«n] oleh penyiar 2.

2. Bunyi konsonan [t¥s] dilafalkan menjadi bunyi konsonan [c] oleh ketiga penyiar.

Kata zufolge [t¥su:fOlg«] yang dilafalkan menjadi [cu:fOlg«] ialah salah satu contoh

dari interferensi ini.

3. Bunyi konsonan [v] dilafalkan tidak sesuai menjadi bunyi konsonan frikatif

labiodental tak bersuara [f] oleh penyiar 1. Interferensi bunyi konsonan [v] menjadi

bunyi konsonan [f] pada kata Kontroverse [kOntrovErz« - kOntrofErs«] ini, terjadi

karena huruf <v> dalam bahasa Indonesia selalu dilafalkan dengan bunyi konsonan [f]

karena sistem bunyi konsonan bahasa Indonesia tidak mengenal bunyi konsonan [v].

4. Bunyi konsonan [�] dilafalkan menjadi bunyi konsonan [s]. Contoh interferensi ini

ialah kata nicht [nI�t] yang dilafalkan menjadi [nIst] oleh penyiar 2.

5. Bunyi konsonan [�8] dilafalkan menyimpang menjadi bunyi konsonan [r], dan bunyi

[«r]. Penyebab utama interferensi ini ialah tidak adanya bunyi vokalisches atau

vokalisiertes r [�8] dalam bahasa Indonesia, sehingga ketiga penyiar berusaha

mencari bunyi konsonan yang mirip dan tersedia di bahasa ibunya, yakni bunyi

konsonan getar dental [r]. Terkadang, bunyi konsonan [�8] dapat mewakilkan dua

huruf sekaligus, yaitu huruf <er> sehingga mereka membutuhkan bunyi vokal untuk

dapat melafalkannya, yakni dengan bantuan bunyi vokal tengah pusat [«] yang juga

merupakan bunyi vokal yang mewakili huruf <e> tersebut.

2.3. Tidak Ada Gugus Konsonan Rangkap pada Akhir Suku Kata Bahasa Indonesia

Analisis interfensi …, Eva Rosalina Suarni Nugroho, FIB UI, 2014

Page 10: Analisis Interferensi Pelafalan Bunyi Konsonan dalam

10

1. Bunyi gugus konsonan [ft] pada kata verschärft [fE�8SErft - f«rSErf] dilafalkan

menjadi bunyi konsonan frikatif labial tak bersuara [f] saja.

2. Bunyi gugus konsonan [mt] pada kata zugestimmt [t¥su:g«StImt - cu:g«stIm]

dilafalkan menjadi bunyi konsonan nasal bilabial [m] saja.

3. Bunyi gugus konsonan [nt] pada kata Parlament [parlamEnt - parlamEn] dilafalkan

menjadi hanya bunyi konsonan hambat dental tak bersuara [t] saja oleh ketiga

penyiar.

4. Bunyi gugus konsonan [ns] dilafalkan menjadi bunyi konsonan nasal dental [n] saja.

2.4. Kekeliruan

Kekeliruan terjadi ketika interferensi yang terjadi tidak disebabkan oleh enam

penyebab sebelumnya atau disebabkan oleh ketergesaan, ketidaktelitian, dan ketidakhati-

hatian.

1. Bunyi konsonan [p] yang dilafalkan menjadi bunyi konsonan [f] pada kata Absicht

yang seharusnya dilafalkan [apzI�t], dilafalkan menjadi [afzI�t] oleh penyiar 1.

Seharusnya, interferensi ini dapat dihindari mengingat bahwa kedua bahasa ini

memiliki bunyi konsonan [p].

2. Bunyi konsonan [z] dilafalkan menjadi bunyi konsonan [h]. Interferensi ini merupakan

interferensi yang unik. Selain interferensi ini hanya dilakukan oleh penyiar 2,

interferensi ini terjadi hanya terjadi pada kata indonesische [Indone:zIS« -

Indone:zIS«] dan indonesichen.

3. Bunyi konsonan [x] dilafalkan menjadi bunyi konsonan [h]. Interferensi ini dapat

dilihat pada kata noch [nOx - nOh] oleh penyiar 2. Saya berasumsi, bahwa interferensi

ini terjadi karena ketidaktelitian penyiar itu sendiri.

4. Bunyi konsonan [N] dilafalkan menjadi bunyi konsonan [n]. Kata Benutzung yang

seharusnya dilafalkan [b«nUt¥sUN], dilafalkan [b«nUt¥s«n] oleh penyiar 3. Selain itu,

bunyi konsonan nasal velar [N] dilafalkan dengan dipenggal menjadi dua bunyi

konsonan [N] pada dua suku kata yang berurutan. Interferensi ini terjadi pada kata

Bedingungen dan jika dilihat dari kata Bedingungen tersebut, penambahan bunyi

konsonan [N] tersebut terjadi karena terdapatnya huruf <ng> dalam kata tersebut

sehingga yang seharusnya dilafalkan [b«dINUN«n], dilafalkan [b«dINNUN«n]. Dari

hasil pelafalan tersebut, saya berasumsi bahwa ia keliru dalam membaca teksnya atau

keliru dalam melafalkannya.

Analisis interfensi …, Eva Rosalina Suarni Nugroho, FIB UI, 2014

Page 11: Analisis Interferensi Pelafalan Bunyi Konsonan dalam

11

5. Bunyi konsonan [S] dilafalkan menjadi bunyi gugus konsonan [Ss]. Interferensi ini

terjadi pada kata indonesische yang seharusnya dilafalkan [Indone:zIS«], namun

dilafalkan [Endone:zISs«] oleh penyiar 3. Sebenarnya ia sudah tepat melafalkan bunyi

[S] sebagai perwakilan huruf <sch> dalam kata tersebut. Hanya saja sayangnya, ia

menambahkan bunyi konsonan [s] setelahnya.

6. Interferensi pelafalan bunyi konsonan gabungan [bl] menjadi bunyi konsonan [b] ini,

seharusnya dapat dihindari oleh penyiar 1. Selain karena kedua bunyi konsonan

tersebut juga dimiliki oleh sistem bunyi konsonan bahasa Indonesia, dalam bahasa

Indonesia juga terdapat gugus konsonan rangkap /bl/ pada awal suku kata (Alwi,

2010: 80) seperti halnya kata problematisiert.

2.5. Interferensi yang Disebabkan Lebih dari Satu Faktor

1. Bunyi konsonan [t] dilafalkan menjadi bunyi konsonan [f] oleh penyiar 3. Jika dilihat

dari kata unverantwortlichen, interferensi ini terjadi karena mendapat pengaruh dari

huruf di sekitarnya, yakni huruf <v> yang terletak setelah huruf <t>. Karena pengaruh

huruf <v> ini, penyiar 3 alih-alih melafalkan bunyi [t], ia justru melafalkan bunyi [f]

sebagai penggantinya karena bunyi [v] tidak terdapat dalam bahasa Indonesia. Selain

itu, penyiar 3 ternyata mengalami kesulitan dalam melafalkan kata

unverantwortlichen. Hal tersebut dibuktikan dengan terdapatnya jeda, ketika penyiar 3

membacakan kata tersebut dalam siaran program beritanya.

2. Bunyi konsonan [g] dilafalkan menjadi bunyi konsonan [N] oleh penyiar 1. Kata

Singapur dalam bahasa Indonesia juga dituliskan dengan kata yang sama, yakni

Singapur. Namun, penyiar 1 melafalkannya [sIN’Na:pur], bukannya melafalkannya

[zINgapu:�8] seperti standar bahasa Jerman. Pada dasarnya, dalam bahasa Jerman

maupun bahasa Indonesia huruf <ng> selalu mewakili satu bunyi konsonan, yaitu

bunyi konsonan [N]. Namun, bunyi konsonan [N] dalam bahasa Jerman dapat diwakili

oleh huruf <n> saja maupun dengan huruf <ng>. Huruf <n> dalam kata tersebut

ternyata sudah dilafalkan tersendiri dengan bunyi konsonan [N] dan huruf <g>

dilafalkan dengan bunyi konsonan [g] dalam bahasa Jerman. Namun, penyiar 1

melafalkan huruf <ng> dengan bunyi konsonan [N] seperti dalam sistem bahasa

ibunya dan keberadaan bunyi konsonan [N] ini lah yang mempengaruhi bunyi

konsonan selanjutnya karena terkadang penutur bahasa Indonesia melafalkan kata

tersebut dengan dua bunyi konsonan [N].

Analisis interfensi …, Eva Rosalina Suarni Nugroho, FIB UI, 2014

Page 12: Analisis Interferensi Pelafalan Bunyi Konsonan dalam

12

3. Bunyi konsonan [v] yang tidak terdapat dalam sistem bunyi konsonan bahasa

Indonesia ini, dilafalkan menjadi bunyi konsonan [w] berkali-kali oleh ketiga penyiar.

Interferensi ini disebabkan selain karena sistem bunyi konsonan bahasa Indonesia

tidak memiliki bunyi konsonan [v], interferensi ini terjadi karena hubungan antara

tulisan dengan pelafalan. Dalam bahasa Jerman huruf <w> selalu dilafalkan menjadi

bunyi konsonan [v], sedangkan dalam bahasa Indonesia huruf <w> selalu dilafalkan

menjadi bunyi konsonan [w].

4. Bunyi konsonan [s] ini dilafalkan menjadi konsonan gabungan [rs]. Ia sepertinya

mendapat pengaruh huruf <er> yang dilafalkan dengan bunyi vokalisches atau

vokalisiertes r [�8] yang terletak setelah huruf <t>. Namun, alih-alih ia melafalkan

tepat sesudah bunyi [t], ia justru melafalkannya sebelum bunyi [s] sehingga kata

gestern [gEst�8n] dilafalkannya tak sesuai menjadi [gErst«n].

5. Bunyi konsonan [�] dilafalkan menjadi bunyi konsonan [x] dan bunyi konsonan [h].

Bunyi konsonan yang tidak dimiliki oleh bahasa Indonesia ini lah yang menjadi

penyebab utama interferensi yang terjadi ini. Fonem frikatif velar tak bersuara [x]

mempunyai dua alofon, yaitu bunyi [�] dan [x]. Namun, dua fonem konsonan yang

diwakilkan dengan huruf <ch> ini tidak dapat dipertukarkan karena mempunyai aturan

tersendiri. Oleh karena itu, ketiga penyiar ini mungkin saja melakukan interferensi ini

karena ketidaktahuannya atau lupa akan kaidah tersebut, sehingga huruf <ch> yang

seharusnya dilafalkan dengan bunyi konsonan [�], malah dilafalkan menyimpang

menjadi bunyi konsonan [x]. Selain itu, bunyi konsonan [�] juga disimpangkan lebih

jauh menjadi bunyi konsonan frikatif glottal [h]. Saya berasumsi bahwa penyiar ini

ingin melafalkannya menjadi bunyi [x], yang sebenarnya bunyi yang tidak sesuai,

namun ia melafalkannya menyimpang menjadi bunyi [h]. Kata sich [zi� - zix] dan

friedliche [fri:tlI�« - fri:tlIh«] merupakan contoh-contoh interferensi di atas.

6. Bunyi konsonan [l] dilafalkan menjadi bunyi gugus konsonan [cr] pada kata kürzlich

yang seharusnya dilafalkan [kyrt¥slI�] dilafalkan menjadi [kU’crIh] oleh penyiar 1.

Jika dilihat dari kata kürzlich tersebut, kata tersebut termasuk kata yang rumit karena

terdapat tiga bunyi yang tidak tersedia dalam bahasa Indonesia, yakni bunyi vokal [y],

bunyi konsonan [t¥s] dan [�]. Selain itu, alih-alih melafalkan bunyi konsonan [l], ia

melafalkan bunyi konsonan gabungan [cr]. Hasil bunyi tersebut dipengaruhi oleh

lingkungannya. Bunyi konsonan [c] muncul karena mendapat pengaruh bunyi [t¥s]

Analisis interfensi …, Eva Rosalina Suarni Nugroho, FIB UI, 2014

Page 13: Analisis Interferensi Pelafalan Bunyi Konsonan dalam

13

yang tidak dimiliki oleh sistem bahasa Indonesia. Sedangkan bunyi [r] dapat muncul

karena ia salah meletakan bunyi dalam melafalkannya.

7. Bunyi konsonan [�8] dilafalkan menyimpang menjadi beberapa bunyi, yakni bunyi

[«], [l], [«l], dan [rS]. Penyebab utama interferensi ini ialah tidak adanya bunyi

vokalisches atau vokalisiertes r [�8] dalam bahasa Indonesia. Bunyi konsonan [�8]

yang dilafalkan menjadi bunyi vokal [«] pada kata aber [a:b�8 - a:b«] ini, tampaknya

terjadi karena kekeliruan pelafalan oleh penyiar 1. Ia sepertinya berusaha

melafalkannya menjadi bunyi gabungan [«r], tetapi ia kemungkinan besar melafalkan

bunyi konsonan [r] tersebut dengan suara yang kecil atau ia tidak berhati-hati dalam

melafalkan kata tersebut, sehingga bunyi konsonan [r] setelah bunyi vokal [«] tidak

dilafalkan. Penyiar 3 juga melafalkan bunyi konsonan [�8] menjadi bunyi vokal [«]

seperti penyiar 1. Kali ini interferensi terjadi pada kata gestern yang seharusnya

dilafalkan [gEst�8n], malah dilafalkan menjadi [gErst«n]. Dari pelafalan tersebut,

saya berasumsi bahwa penyiar ini sebenarnya ingin melafalkan bunyi gabungan [«r].

Namun, sepertinya ia salah memposisikan bunyi [r] tersebut. Ia malah meletakkannya

sebelum bunyi [s], bukannya setelah bunyi [t], sehingga hanya bunyi vokal [«] saja

yang dilafalkan sebagai pengganti bunyi konsonan [�8] tersebut. Selain itu, bunyi

konsonan [�8] juga dilafalkan menjadi bunyi konsonan [l] oleh penyiar 2. Sepertinya

ia berusaha untuk melafalkannya dengan bunyi konsonan [r], tetapi ia melafalkannya

dengan bunyi konsonan [l]. Jika melihat kata für [fy:�8] yang diucapkan menjadi

[fu:l], kata ini termasuk kata yang sulit karena juga mengandung bunyi vokal [y:] yang

tidak dimiliki oleh sistem bahasa Indonesia. Sementara itu, bunyi [«l] terjadi hanya

ketika membacakan kata beider. Bukannya melafalkannya [bai8d�8], kata tersebut

dilafalkan menjadi [bai8d«l]. Interferensi ini disebabkan pengaruh bunyi dari kata

setelah kata beider tersebut, yakni kata Länder. Saya berasumsi, bahwa penyiar 1

terburu-buru membaca kata Länder sebelum ia menyelesaikan kata beider, sehingga ia

mengganti bunyi konsonan [�8] dengan bunyi konsonan gabungan [«l]. Sementara

itu, bunyi konsonan gabungan [rS] dilafalkan pada kata der [de:�8] menjadi [de:rS].

Ternyata, penyebab interferensi ini lagi-lagi disebabkan oleh bunyi setelah kata der

tersebut, yakni kata ständigen yang dilafalkan dengan [StEndIg«n].

8. Pelafalan bunyi gugus konsonan [pt] dilafalkan menjadi bunyi konsonan bersuara [f]

ini disebabkan selain oleh tidak adanya gugus konsonan rangkap di akhir suku kata

bahasa Indonesia, juga disebabkan oleh kata setelah kata gibt tersebut, yakni kata viele

Analisis interfensi …, Eva Rosalina Suarni Nugroho, FIB UI, 2014

Page 14: Analisis Interferensi Pelafalan Bunyi Konsonan dalam

14

yang dilafalkan dengan [fi:l«]. Karena terdapatnya kata viele setelah kata gibt tersebut

lah, penyiar 2 ini melafalkannya dengan [gi:f] alih-alih melafalkan [gi:pt].

9. Interferensi pelafalan bunyi konsonan gabungan [�t] menjadi hanya bunyi konsonan

[s] dan [h] disebabkan oleh kecendrungan lesapnya bunyi konsonan [t] pada bunyi

gugus konsonan yang terletak pada akhir suku kata. Namun, bunyi tersebut juga

dilafalkan menyimpang karena bunyi tersebut tidak dimiliki oleh sistem konsonan

bahasa Indonesia sehingga menghasilkan bunyi konsonan yang menyimpang, yakni

bunyi konsonan [s] dan [h]. Kata nicht [nI�t] ialah salah satu contoh interferensi ini.

Kata itu dilafalkan menjadi [nIs] oleh penyiar 2 dan dilafalkan menjadi [nIh] oleh

penyiar 1.

10. Bunyi konsonan gabungan [xt] dilafalkan menjadi bunyi konsonan [h] saja. Pada

interferensi ini terjadi kecenderungan lesapnya bunyi konsonan [t] pada bunyi gugus

konsonan [xt] yang terletak pada akhir suku kata, sehingga menghasilkan satu bunyi

konsonan saja. Namun, ternyata penyiar 2 melafalkannya menyimpang menjadi bunyi

konsonan [h]. Kata acht [axt] dilafalkan menjadi [ah] oleh penyiar 2 merupakan

contoh interferensi ini.

11. Bunyi konsonan [nt] dilafalkan menjadi bunyi [«n] pada kata tausend [tau8znt -

tau8s«n]. Bunyi konsonan [t] pada kata tersebut cenderung dilesapkan karena bahasa

Indonesia tidak memiliki gugus konsonan seperti itu di akhir suku kata. Lalu, bunyi

vokal [«] yang juga representasi dari huruf <e> dalam kata tersebut, dilafalkan

bersama-sama dengan bunyi konsonan [n] agar mudah dilafalkan karena suku kata

dalam bahasa Indonesia setidaknya harus terdapat satu vokal untuk dapat dilafalkan

(Alwi, 1993: 81).

12. Bunyi gugus konsonan [nf] dilafalkan menjadi bunyi konsonan nasal dental [n] saja

pada kata fünf [fynf - fUn]. Pelesapan bunyi konsonan [f] disebabkan tidak adanya

bunyi gugus konsonan rangkap /nf/ pada akhir suku kata bahasa Indonesia sehingga

penyiar melakukan pelesapan salah satu bunyi konsonannya. Selain itu, kata fünf juga

merupakan kata yang sulit untuk dilafalkan karena terdapat bunyi vokal [y] yang tidak

terdapat dalam bahasa Indonesia.

13. Kata gestern yang seharusnya dilafalkan [gEst�8n], dilafalkan [gEst«r] oleh penyiar 1.

Interferensi ini kembali disebabkan oleh tidak adanya gugus konsonan rangkap pada

akhir suku kata dalam bahasa Indonesia sehingga bunyi konsonan [n] dihilangkan

untuk memudahkan pelafalan. Selain itu, penyebab lainnya ialah tidak adanya bunyi

Analisis interfensi …, Eva Rosalina Suarni Nugroho, FIB UI, 2014

Page 15: Analisis Interferensi Pelafalan Bunyi Konsonan dalam

15

vokaliches atau vokalisiertes r [�8] dalam bahasa Indonesia, sehingga bunyi tersebut

diuraikan menjadi bunyi gugus konsonan [«r].

14. Penghilangan dua bunyi konsonan [rt¥s] terjadi pada kata kürzlich yang seharusnya

dilafalkan [kyrt¥slI�], dilafalkan [kU’crIh] oleh penyiar 1. Ia menghilangkan bunyi

konsonan gabungan [rt¥s] dengan kata lain ia sama sekali tidak melafalkannya. Tidak

adanya gugus konsonan rangkap pada akhir suku kata bahasa Indonesia menjadi

penyebab interferensi ini. Selain itu, penyebab lainnya ialah kata kürzlich itu sendiri.

Kata tersebut termasuk kata yang rumit bagi penyiar 1 karena terdapat tiga bunyi yang

tidak tersedia dalam bahasa Indonesia, yakni bunyi vokal [y], bunyi konsonan [t¥s]

dan [�].

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas, terlihat terjadinya fenomena interferensi bunyi

konsonan oleh para penyiar. Jenis-jenis interferensi berdasarkan Ternes yang ditemukan pada

penelitian ini ialah interferensi penggantian sebuah fonem dengan fonem lain, penguraian

sebuah fonem menjadi dua fonem, dan pelesapan sebuah fonem, penggantian sebuah fonem

dengan fonem lain dan pelesapan sebuah fonem, dan penguraian sebuah fonem menjadi dua

fonem dan pelesapan sebuah fonem. Selain itu, terdapat pula jenis interferensi yang tidak

termasuk dalam jenis interferensi Ternes, yakni penghilangan dua bunyi konsonan. Namun,

dari semua jenis interferensi, penggantian sebuah fonem dengan fonem lain ialah interferensi

yang sering terjadi.

Pembahasan di atas juga menjabarkan tujuh faktor penyebab dari semua interferensi

yang terjadi, yakni pengaruh penulisan, pengaruh bunyi konsonan sekitar, bunyi konsonan

tidak ada dalam bahasa Indonesia, tidak ada gugus konsonan rangkap pada akhir suku kata

dalam bahasa Indonesia, salah meletakkan bunyi konsonan, kata yang rumit, dan kekeliruan

dari penyiar sendiri. Lebih lanjut, interferensi ternyata dapat disebabkan lebih dari satu

penyebab.

Selain itu, penelitian ini juga menunjukkan bahwa interferensi tidak hanya terjadi pada

bunyi konsonan yang tak dimiliki oleh bahasa ibu, namun juga terjadi pada bunyi konsonan

yang sebenarnya tersedia dalam bahasa ibu. Lalu, bunyi konsonan yang menggantikan bunyi

konsonan yang benar, tidak selalu harus mempunyai ciri-ciri fonetis yang mirip, namun juga

dapat menjadi bunyi yang menyimpang jauh atau salah. Sementara itu, jenis interferensi

penguraian sebuah fonem menjadi dua fonem dapat terjadi dengan pemenggalan di dua suku

kata yang bersebelahan, bukan selalu hanya pada suku kata yang sama. Terakhir, pola

Analisis interfensi …, Eva Rosalina Suarni Nugroho, FIB UI, 2014

Page 16: Analisis Interferensi Pelafalan Bunyi Konsonan dalam

16

pelesapan sebuah fonem yang ditemukan ialah kecenderungan terjadinya pelesapan bunyi

konsonan terakhir yang merupakan suatu gugus konsonan yang terletak pada akhir suku kata.

Saran

Sebenarnya interferensi pelafalan bunyi konsonan oleh penyiar VOI RRI Jakarta dapat

dikurangi atau bahkan dihindari dengan latihan artikulasi secara teratur, terutama pelafalan

bunyi-bunyi konsonan bahasa Jerman yang tidak dimiliki oleh bahasa Indonesia, seperti [p¥f,

t¥s, �, v, �8]. Di internet, terdapat berbagai macam cara untuk melatih artikulasi. Laman

http://www.uiowa.edu/~acadtech/phonetics/german/frameset.html ialah salah satu contoh

laman untuk latihan artikulasi. Di laman tersebut kita dapat mendengar sebuah fonem, baik

berdiri sendiri maupun dalam sebuah kata. Selain itu, terdapat pula animasi yang

menggambarkan cara pelafalan fonem tersebut dan juga informasi mengenai langkah-lahkah

dalam melafalkannya. Penyiar juga dapat melatih pelafalan mereka dengan membiasakan diri

mendengar percakapan-percakapan berbahasa Jerman, seperti mendengarkan musik,

menonton film berbahasa Jerman, menghadiri acara budaya Jerman, dan berbicara langsung

dengan penutur asli berbahasa Jerman. Hal-hal tersebut dilakukan untuk dapat melafalkan

bunyi konsonan yang benar secara alami karena sudah terbiasa. Pembelajar bahasa asing tentu

saja akan dapat berbicara dalam bahasa asing ketika ia melalui proses mendengar terlebih

dahulu. Selain itu, alangkah baiknya, apabila mereka terlebih dahulu memastikan semua

pelafalan kata-kata yang akan mereka siarkan di dalam kamus pelafalan berbahasa Jerman,

sehingga para pendengar berbahasa Jerman pun mengerti akan siaran yang mereka

sampaikan. Selain itu, saya berharap para penyiar harus lebih memperhatikan dalam

melafalkan kata-kata yang berhubungan dengan kenegaraan, seperti dalam kata Indonesien,

indonesische, Singapur, dan Malaysia. Bentuk tulisan yang hampir sama antara kedua bahasa

ini, tidak berarti sama dalam pelafalannya dalam kedua bahasa. Karena kurang

memperhatikan hal tersebut, semua kata tersebut selalu mengalami fenomena interferensi

bunyi konsonan. Kemudian, jika dalam siaran terjadi kesalahan pelafalan pada suatu kata,

penyiar seharusnya dapat mengulang kembali kata tersebut karena siaran berbahasa asing di

sana merupakan siaran off air.

Alangkah baiknya jika VOI RRI Jakarta memberikan pelatihan-pelatihan dalam

bidang pelafalan kepada penyiar berbahasa Jerman. Hal tersebut dapat dilakukan

mengirimkan mereka ke negara Jerman langsung untuk mendapatkan pelafalan yang benar

dan alami. VOI RRI sejatinya ialah sebuah radio yang berskala internasional dengan siaran

tujuh bahasa asingnya. Namun, jika para penyiarnya tidak dapat melafalkan bahasa asing

tersebut dengan benar, para pendengarnya pun akan mengalami sedikit kesulitan untuk

Analisis interfensi …, Eva Rosalina Suarni Nugroho, FIB UI, 2014

Page 17: Analisis Interferensi Pelafalan Bunyi Konsonan dalam

17

mengerti dengan apa yang disiarkan. Oleh karena itulah, memberikan pendidikan bahasa

Jerman lebih lanjut, khususnya pelafalan, untuk para penyiar merupakan salah satu langkah

yang bagus dalam upaya mendapatkan pelafalan yang sesuai dengan standar bahasa asing.

Dengan pelafalan yang sesuai dengan standar bahasa asing, siaran pun tersampaikan dengan

baik.

Daftar Referensi

Alwi, Hasan, dll. (1993). Tata bahasa baku bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

---------------------. (2010). Tata bahasa baku bahasa Indonesia. (3rd ed.). Jakarta: Balai

Pustaka

Kushartanti, dll. (2009). Pesona Bahasa : Langkah awal memahami Linguistik. Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama

Ternes, Elmar. (1976). Probleme der kontrastiven Phonetik. Hamburg: Helmut Buske Verlag.

-------------------. (1999). Einführung in die Phonologie. Darmstadt: Wissenschaftliche

Buchgesellschaft

Weinreich, Uriel. (1979). Languages in contact. New York: Mouton.

Yule, George. (2006). The study of language. New York: Cambridge

Website

Dr. Karl-Heinz Jäger. (n.d.). Phoneme und Grapheme des Standarddeutschen. 17 Oktober

2014 . Pädagogische Hochschule Freiburg Institut für deutsche Sprache und Literatur.

https://home.ph-

freiburg.de/jaegerfr/Linguistik/material/Phoneme_und_Grapheme_des_Standarddeutsche

n.pdf

International Phonetic Alphabet (IPA). (n. d.) 14 Juni 2014 pukul 19.00.

www.omniglot.com/writing/ipa.htm

Kamus

Duden. (2005). Das Aussprachewörterbuch. Mannheim: Duden Verlag

Analisis interfensi …, Eva Rosalina Suarni Nugroho, FIB UI, 2014