analisis implikasi hukum suksesi negara …/analisis... · penelitian hukum ini menggunakan...

124
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh : Putri Purbasari Raharningtyas Marditia NIM. E 0008412 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 ANALISIS IMPLIKASI HUKUM SUKSESI NEGARA REPUBLIK SUDAN SELATAN DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL

Upload: vodien

Post on 06-Feb-2018

228 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    i

    Penulisan Hukum

    (Skripsi)

    Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna

    Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada

    Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

    Oleh :

    Putri Purbasari Raharningtyas Marditia

    NIM. E 0008412

    FAKULTAS HUKUM

    UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

    2012

    ANALISIS IMPLIKASI HUKUM SUKSESI NEGARA REPUBLIK SUDAN SELATAN

    DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    ii

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    iii

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    iv

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    v

    ABSTRAK

    Putri Purbasari Raharningtyas Marditia, E0008412. ANALISIS IMPLIKASI

    HUKUM SUKSESI NEGARA REPUBLIK SUDAN SELATAN DITINJAU

    DARI HUKUM INTERNASIONAL. Penulisan Hukum (Skripsi). Fakultas

    Hukum Universitas Sebelas Maret. 2012.

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang implikasi hukum

    suksesi negara Republik Sudan Selatan dari Republik Sudan ditinjau dari Hukum

    Internasional.

    Penelitian hukum ini merupakan penelitian hukum normatif atau doktrinal

    yang bersifat deskriptif. Penelitian hukum ini menggunakan pendekatan undang-

    undang (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach).

    Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Teknik pengumpulan data adalah

    studi kepustakaan. Teknik analisis data adalah metode deduktif.

    Hasil penelitian mengenai implikasi hukum suksesi negara Republik

    Sudan Selatan dari Republik Sudan terhadap perjanjian internasional didasarkan

    pada perjanjian dimasa transisi yaitu Comprehensive Peace Agreement (CPA).

    Implikasi hukum terhadap hutang negara adalah masih dalam tahap perundingan

    antara Republik Sudan dan Republik Sudan Selatan. Implikasi hukum Suksesi

    negara terhadap kewarganegaraan telah mencapai kesepakatan tentang prinsip

    'Empat Kebebasan'. Implikasi hukum terhadap arsip negara yang berhubungan

    dengan wilayah akan berpindah mengikuti kepemilikan wilayah Republik Sudan

    Selatan dan tanpa disertai pembayaran ganti rugi kepada Republik Sudan .

    Implikasi hukum terhadap penguasaan public property mengikuti wilayahnya.

    Implikasi hukum terhadap penguasaan Privat property adalah dengan

    mengeluarkan kebijakan yang mementingkan kepentingan Republik Sudan,

    Republik Sudan Selatan dan pihak swasta. Implikasi hukum terhadap keanggotaan

    organisasi internasional dilakukan secara terpisah antara Republik Sudan dan

    Republik Sudan Selatan . Implikasi hukum terhadap Claims in Tort & Delict

    dibebankan kepada presiden Republik Sudan dan dilakukan oleh ICC.

    Kata Kunci: Implikasi hukum, Suksesi Negara, Hukum Internasional.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    vi

    ABSTRACT

    Putri Purbasari Raharningtyas Marditia, E0008412. AN ANALYSIS ON THE

    LEGAL IMPLICATION OF THE REPUBLIC OF SOUTH SUDANS

    SUCCESSION PURSUANT TO INTERNATIONAL LAW. Thesis. Faculty of

    Law of Sebelas Maret University.

    This research aims to find out the legal implication of the Republic of

    South Sudans Succession Pursuant to International Law. This study is a

    normative or a doctrinal legal research which is descriptive in nature. This

    research employes both statute approach and conceptual approach. The type of

    data used in this research is secondary data. The technique of collecting data is

    library study; whilethe technique of analysing data is a deductive method.

    The result of research shows that the succession of the Republic of South

    Sudan from The Republic Sudan was based on the agreement of transitional

    period, namely Comprehensive Peace Agreement (CPA). The legal implication to

    the state debt still on going at the reconciliation stage between the Republic of the

    Sudan and the Republic of South Sudan. The legal implication of state succession

    to citizenship is based onFour Freedom principles. The legal implication for

    the states archive relating to the territorial jurisdiction is transferred directly to

    the Republic of South Sudans territorial paying compensation to the Republic of

    the Sudan. The legal implication for public properties is followed the territorial

    jurisdiction. The transfer of private properties should consider the best interest of

    the two countries and the private parties Following a succesion. The mempership

    of the parent state in international organizations is not automatically transferred

    to the new state. In addition, the charge of crimes against humanity against the

    President of the Republic of the Sudan will not affect the Republic of South Sudan.

    Keywords: Legal implication, State Succession, International Law

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    vii

    MOTTO

    Kehidupan adalah suatu pilihan. Apakah kita mau hidup kaya atau miskin,

    tergantung atas keputusan dan tindakan kita sepenuhnya.

    dan

    Kebahagiaan akan timbul dalam diri kita apabila kita melakukan sesuatu yang

    benar-benar kita sukai. (Walter Elias Disney)

    Jangan pernah berhenti menjadi pemimpi, karena menjadi pemimpi adalah awal

    dari seorang pemimpin (penulis)

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    viii

    PERSEMBAHAN

    Skripsi ini penulis persembahkan kepada :

    Tuhan dan Tuhan Yesus for blessing me always;

    Bapakku; who always gave me confidence;

    Ibuku, who taught me to never stop dreaming;

    Saudara kembarku, who always keep and raise my spirits;

    Bangsa dan Tanah Air ku Indonesia.

    Almamater, Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    ix

    KATA PENGANTAR

    Dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha

    Penyayang serta diiringi rasa syukur penulis panjatkan, sehingga penulisan hukum

    (skripsi) dengan judulANALISIS IMPLIKASI HUKUM SUKSESI NEGARA

    REPUBLIK SUDAN SELATAN DITINJAU DARI HUKUM

    INTERNASIONAL. ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada

    waktunya.

    Penulis menyadari bahwa dalam setiap proses penyelesaian penulisan

    hukum (skripsi) ini tidak akan terlaksana dengan lancar tanpa bantuan dan

    dukungan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih dengan segala

    kerendahan hati, dan semoga kebaikan pihak-pihak yang telah membantu akan

    dibalas oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Terima kasih saya haturkan terutama

    kepada:

    1. Prof. Dr.Hartiwiningsih, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum

    Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberiizin dan

    kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan hokum ini.

    2. Bapak Waluyo, S.H., M.Si. selaku Pembimbing Akademik penulis selama

    menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

    Surakarta yang telah memberikan bimbingan dan perhatian kepada

    penulis.

    3. Ibu Sri Lestari, S.H., M.Hum., Selaku Pembimbing Penulisan Hukum

    (skripsi) I dan Ketua Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum

    Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah dengan sabar memberikan

    ilmu, tenaga, dan waktu untuk diskusi, membimbing, dan memotivasi

    penulis dalam proses penyelesaian penulisan hukum ini.

    4. Ibu Siti Muslimah, S.H., M.H., Selaku Pembimbing Penulisan Hukum

    (skripsi) II yang telah dengan sabar memberikan ilmu, tenaga, dan waktu

    untuk diskusi, membimbing, dan memotivasi penulis dalam proses

    penyelesaian penulisan hukum ini.

    http://siakad1.hukum.uns.ac.id/dosen.php?act=detail&did=528

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    x

    5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

    Surakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan sehingga dapat

    dijadikan dasar dalam penulisan skripsi ini dan semoga dapat penulis

    amalkan.

    6. Seluruh Staf Tata Usaha dan Karyawan di Fakultas Hukum Universitas

    Sebelas Maret Surakarta terima kasih atas bantuannya.

    7. Bapak, ibu dan saudara kembarku tercinta, terima kasih atas cinta, doa dan

    pengorbanannya selama ini hingga sampai detik ini penulis hanya dapat

    membalas dengan doa dan hanya mampu berucap terima kasih.

    8. Kementrian Luar Negeri khususnya Direktorat Hukum, yang telah

    memberikan Penulis banyak pelajaran dan pengalaman yang tidak akan

    pernah terlupakan. Terutama terimakasih kepada Bapak Diar Nurbiantoro,

    SH, MH , Ibu Levi, Bapak Ricky, Bapak Didit, Mba Lisa , Mba Lea, Mas

    Wawan, Mas Wendy, Mas Faisal, Mas Dimas dan Mas Dumas.

    9. Kepada Direktorat Timur Tengah Bapak Bambang dan KBRI di Sudan

    Bapak Mulyadi terimahkasih atas kerjasamanya dalam pemberian info

    seputar kondisi Republik Sudan.

    10. Devi Nurmalasari, dan Mas Wasis Susilo yang selalu memberi motivasi

    dan memberikan bantuan dalam menyelesaikan segala masalah dalam

    penyusunan penulisan ini.

    11. Spesial untuk Mba Pradina Kurnia yang selalu setia menjadi teman

    seperjuangan disaat susah.

    12. Rekan-rekan Magang Kementrian Luar Negeri, Ira, Mohamad Ali, Astri,

    Lisa, Rani dan yang lainnya.

    13. Semua pihak yang belum disebutkan namanya satu persatu yang telah

    membantu dan mengisi hari-hari penulis dalam penyusunan skripsi ini.

    Surakarta,

    Penulis

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    xi

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL .

    HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.....

    HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI............................................

    HALAMAN PERNYATAAN

    ABSTRAK..

    ABSTRACT...

    HALAMAN MOTTO..........................................................................

    HALAMAN PERSEMBAHAN...........................................................

    KATA PENGANTAR..............

    DAFTAR ISI

    BAB I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang....

    B. Rumusan masalah...

    C. Tujuan Penelitian

    D. Manfaat Penelitian..

    E. Metode Penelitian

    F. Sistematika Penulisan Hukum.

    BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...

    A. Kerangka Teori.....

    1. Tinjauan Umum Negara..............................

    2. Tinjauan tentang Suksesi Negara............

    B. Kerangka Pemikiran..

    BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    A. Hasil Penelitian.....................................

    1. Gambaran Umum Republik Sudan.

    2. Proses Suksesi Negara Republik Sudan..

    3. Kondisi Terahkir Republik Sudan Dan Republik

    Sudan Selatan Sebelum Suksesi Negara Dan Sesudah

    Suksesi negara...........................

    i

    ii

    iii

    iv

    v

    vi

    vii

    viii

    ix

    xi

    1

    1

    4

    4

    5

    5

    9

    11

    11

    11

    26

    34

    36

    36

    36

    39

    50

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    xii

    B. Pembahasan.............................................

    BAB IV. PENUTUP.

    A. Simpulan.

    B. Saran

    DAFTAR PUSTAKA...

    83

    111

    111

    112

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    xiii

    BAB I.

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional yang pertama dan

    utama, baik ditinjau secara historis maupun secara faktual. Secara historis negara

    merupakan subjek hukum yang pertama muncul pada awal mula pertumbuhan

    hukum internasional, sedangkan secara faktual dalam perkembangannya peranan

    negara sebagai subjek hukum internasional melalui hubungan internasional

    banyak melahirkan prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah penting dalam hukum

    internasional sehingga menjadikan negara sebagai subjek hukum internasional

    yang utama (Huala Adolf, 2010: 3).

    Kelebihan negara sebagai subjek hukum internasional dibandingkan dengan

    subjek hukum internasional lainnya adalah, negara memiliki kedaulatan atau

    sovereignity. Melalui kedaulatan tersebut, membuat negara mampu melakukan

    perjanjian internasional, mengirim atau menerima duta besar dan menyatakan

    damai atau perang terhadap negara lain. Negara memiliki unsur-unsur yang harus

    dipenuhi untuk dapat diklasifikasikan sebagai subjek hukum yang memiliki legal

    capacity dalam hukum internasional, yang diatur dalam Pasal 1 Montevideo (Pan

    American) Convention on Rights and Duties of State on 1933 unsur-unsur tersebut

    (Huala Adolf, 2010: 9) meliputi : a permanent population , a defined territory, a

    government; and a capacity to enter into relations with other state.

    Eksistensi negara dalam hukum internasional selalu mengalami

    pembaharuan. Pembaharuan tersebut terlihat dengan munculnya negara-negara

    baru, antara lain melalui suksesi. Suksesi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

    adalah suatu proses pergantian kepemimpinan sesuai dengan peraturan

    perundang-undangan yang berlaku (Alvin Hasan dkk, 2003: 300). Sedangkan

    menurut Black's Law Dictionary (Garner Bryan, 2009: 940), Succession is The

    act of withdrawing from membership in a group berdasarkan pengertian tersebut

    Penulis menyimpulkan bahwa suksesi adalah suatu perubahan atau penggantian

    subjek hukum oleh subjek hukum yang lain.

    http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=black%2Bdictinory&source=web&cd=1&ved=0CB0QFjAA&url=http%3A%2F%2Fwww.blackslawdictionary.com%2F&ei=3IeyTvOnEYyHrAekgNHrAw&usg=AFQjCNHjCjCz7sdfS0_5r033vzplL5PrYQ

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    xiv

    Suksesi negara menurut The Vienna Convention on Succession of State in

    Respect of Treaties on 1978, Pasal 2 huruf (b) dinyatakan bahwa perpindahan

    suatu tanggung jawab dari satu negara ke negara lain dalam kaitannya dengan

    praktek hubungan internasional dari wilayah tersebut, sehingga yang berhubungan

    dengan suksesi dapat berupa penggabungan, perpisahan, atau pembentukan negara

    baru dimana konsekuensinya adalah perubahan kedaulatan (Malcolm Shaw,

    2009: 675). Beberapa contoh negara yang muncul dari suksesi misal Jerman

    sebagai akibat penggabungan Jerman Barat dan Jerman Timur pada 9 November

    1989 (Angela Stent E, 1998: 75), atau Timor Leste yang memisahankan diri dari

    Indonesia pada tahun 1999.

    Suksesi dalam prakteknya dibedakan menjadi dua jenis yaitu suksesi

    pemerintahan dan suksesi negara (Sefriani, 2011: 294). Suksesi pemerintahan

    adalah terjadinya penggantian pemerintah lama oleh pemerintah baru, baik secara

    konstitusional atau tidak konstitusional dan bersifat internal dalam suatu negara.

    Suksesi negara dapat dibedakan menjadi dua yaitu suksesi negara universal dan

    suksesi negara parsial. Suksesi negara menimbulkan dua pihak, yaitu predecessor

    state (negara terdahulu/ negara yang tergantikan) dan successor state (negara

    baru/ negara yang mengantikan) (Jawahir Thontowi, 2006: 212).

    Kenyataannya suksesi negara merupakan casu sui generalis atau suatu

    peristiwa yang umum, namun memerlukan penanganan khusus dalam prakteknya,

    karena dalam proses suatu suksesi negara memiliki implikasi hukum yang

    komplek yang melibatkan perpindahan tanggung jawab suatu predecessor state

    kepada successor state (Patrick Dumberry, 2007: 192). Implikasi hukum suksesi

    negara meliputi akibat hukum terhadap perjanjian internasional, privat property,

    public property, arsip negara, hutang negara, kewarganegaraan, keanggotan

    organisasi internasional dan claims in tort & delict (Sefriani, 2011: 296-312).

    Suksesi negara dalam hukum internasional diatur dalam Montevideo (Pan

    American) Convention on Rights and Duties of State on 1933, The Vienna

    Convention on Succession of State in Respect of Treaties on 1978 dan The Vienna

    Convention on Succession of State in Respect of State Property, Archive and

    Debst on 1983. Konvensi Montevideo 1933 dimasukan sebagai dasar hukum

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    xv

    internasional dalam suksesi negara, karena Konvensi Montevideo 1933 dijadikan

    sebagai penilaian awal, bagi negara baru tersebut, apakah dapat dikualifikasikan

    sebagai subjek hukum yang memiliki legal capacity dalam hukum internasional.

    Kasus suksesi negara yang terkait dalam penelitian ini yaitu suksesi negara

    Republik Sudan Selatan yang memisahkan diri dari Republik Sudan pada tanggal

    9 Juli 2011. Republik Sudan adalah salah satu negara yang terletak di Afrika

    Utara (Afrika Timur Laut) sekaligus merupakan negara terbesar di Afrika yang

    merdeka pada tahun 1956 dari Mesir dan Inggris (Kedutaan Besar Republik

    Indonesia Khartoum. http://www.kemlu.go.id/khartoum/Pages/Embassies

    .aspx?IDP=20&l=id [Diakses tanggal 3 Agustus 2011]).

    Selama empat dekade kemerdekaan Republik Sudan, Republik Sudan tidak

    pernah dalam keadaan politik stabil dan terus diguncang perang saudara. Latar

    belakang lahirnya konflik perang saudara di Republik Sudan adalah karena basis

    Islam fundamentalis yang ingin diterapkan oleh pemerintah pusat Sudan, yang

    ditentang oleh penduduk selatan yang mayoritas Kristen dan Animis yang lebih

    menginginkan pemerintahan sekuler (Amir H. Idris, 2005: 11). Reaksi

    pertentangan oleh penduduk selatan tersebut diwujudkan dalam sebuah kelompok

    pemberontak bernama Sudan Peoples Liberation Movement/Army (SPLM/A).

    Dalam perkembangannya ketegangan SPLM/A dan pemerintah lebih didasari

    oleh permasalahan ekonomi mengenai perbedaan persepsi tentang kepemilikan

    minyak dan mineral di wilayah Sudan Selatan (Scopas S. Poggo, 2009: 157).

    Konflik yang berkembang tidak hanya antara pemerintah dan SPLM tetapi

    juga konflik antar penduduk muslim di Darfur karena penduduk Darfur merasa

    pemerintah Sudan mendiskriminasi penduduk muslim Arab dengan muslim Non

    Arab di Darfur antara, dengan menganggap penduduk muslim Non Arab di Darfur

    sebagai teroris. Sehingga akhirnya konflik berkembang di Dafur menjadi konflik

    ras antara kelompok etnis Fur, Zaghawa, dan Massaleit yang merupakan muslim

    Non Arab melawan etnis Arab (Amir H. Idris, 2005: 78).

    Berdasarkan pemaparan tersebut, permasalahan yang dibahas lebih lanjut

    adalah implikasi hukum yang timbul dari suksesi negara Republik Sudan Selatan

    dari Republik Sudan. Karena pelaksanaan implikasi hukum suksesi negara yang

    http://www.kemlu.go.id/khartoum/Pages/Embassies%20.aspx?IDP=20&l=idhttp://www.kemlu.go.id/khartoum/Pages/Embassies%20.aspx?IDP=20&l=idhttp://www.kemlu.go.id/khartoum/Pages/Embassies%20.aspx?IDP=20&l=id

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    xvi

    sesuai dengan ketentuan dan prinsip-prinsip hukum internasional berhubungan

    langsung dengan kedaulatan suatu negara. Sehingga Penulis meneliti secara

    komprehensif terkait implikasi suksesi negara yang ditimbulkan dari proses

    suksesi negara Republik Sudan Selatan dilihat dari Hukum Internasional terutama

    pada ketentuan dan prinsip-prinsip Hukum Internasional dengan batas waktu

    penelitian hingga 5 Mei 2012. Sehingga Penulis memaparkannya ke dalam suatu

    Penulisan hukum yang berjudul : ANALISIS IMPLIKASI HUKUM SUKSESI

    NEGARA REPUBLIK SUDAN SELATAN DITINJAU DARI HUKUM

    INTERNASIONAL.

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang permasalahan yang Penulis paparkan dan agar

    permasalahan yang diteliti menjadi lebih jelas dan mencapai tujuan yang Penulis

    harapkan, maka perlu adanya perumusan masalah. Adapun perumusan masalah

    penelitian ini yaitu :

    Bagaimana implikasi hukum suksesi negara Republik Sudan Selatan dari

    Republik Sudan ditinjau dari Hukum Internasional?

    C. Tujuan Penelitian

    Tujuan yang dikenal dalam suatu penelitian ada dua macam, yaitu: tujuan

    obyektif dan tujuan subyektif. Tujuan obyektif merupakan tujuan penelitian itu

    sendiri, sedangkan tujuan subyektif berasal dari peneliti. Tujuan obyektif dan

    subyektif dalam penelitian ini adalah :

    1. Tujuan obyektif

    Tujuan obyektif penelitian hukum ini adalah untuk mengetahui sejauh mana

    implikasi hukum suksesi negara Republik Sudan Selatan ditinjau dari Hukum

    Internasional.

    2. Tujuan subjektif

    a. Memenuhi persyaratan akademis guna menyelesaikan program studi ilmu

    hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    xvii

    b. Mengetahui pengaturan suksesi negara dalam instrumen-instrumen Hukum

    Internasional

    c. Memperluas wawasan, pengetahuan dan kemampuan Penulis dalam

    mengkaji masalah di bidang Hukum Internasional.

    D. Manfaat Penelitian

    1. Manfaat teoritis

    a. Penulisan hukum ini Penulis harapkan mampu memberikan manfaat bagi

    pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya dan

    Hukum Internasional pada khususnya.

    b. Memberi sumbangan pemikiran mengenai prosedur dan akibat hukum yang

    timbul dari suksesi negara untuk predecessor state dan successor state.

    c. Memberi sumbangan pemikiran dalam ranah Hukum Internasional.

    2. Manfaat praktis

    a. Untuk memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti.

    b. Untuk mengembangkan penalaran dan membentuk pola pikir dinamis

    sekaligus mengetahui kemampuan Penulis dalam menerapkan ilmu yang

    diperoleh.

    E. Metode Penelitian

    Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada

    metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari

    satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya.

    Metode penelitian merupakan suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam

    penelitian dan penilaian. Metode penelitian penulisan hukum ini adalah sebagai

    berikut :

    1. Jenis Penelitian

    Jenis penelitian yang digunakan dalam Penulisan hukum ini adalah

    penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan yaitu penelitian

    hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder

    yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    xviii

    hukum tersier. Bahan-bahan tersebut kemudian disusun secara sistematis,

    dikaji, kemudian ditarik kesimpulan dalam hubungannya dalam masalah yang

    diteliti yaitu terkait implikasi hukum dalam suksesi negara menurut hukum

    internasional.

    2. Sifat Penelitian

    Penelitian hukum yang dilakukan Penulis bersifat deskriptif. Penelitian

    deskriptif bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu,

    keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran

    suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala

    dengan gejala lain dalam masyarakat (Amiruddin & Zainal Asikin, 2004: 25).

    Dalam Penulisan ini, Penulis bertujuan untuk menggambarkan mengenai secara

    tepat keadaan pelaksanaan mengenai implikasi hukum dalam suksesi negara

    Republik Sudan Selatan dari Republik Sudan yang sesuai menurut hukum

    internasional.

    3. Pendekatan Penelitian

    Penelitian hukum ini menggunakan pendekatan undang-undang (statute

    approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Menurut Peter

    Mahmud Marzuki, pendekatan undang-undang (statute approach) dilakukan

    dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut

    dengan isu hukum yang sedang ditangani (Peter Mahmud Marzuki, 2010: 93).

    Sedangkan pendekatan konseptual digunakan untuk membangun konsep untuk

    dijadikan acuan di dalam penelitian manakala peneliti tidak beranjak dari

    aturan hukum yang ada terkait masalah yang dihadapi (Peter Mahmud

    Marzuki, 2010: 137). Pendekatan konseptual digunakan Penulis untuk

    mengetahui suksesi negara menurut konsep dan prinsip dasar hukum

    internasional. Sedangkan pendekatan perundang-undangan ini digunakan

    untuk mengkaji implikasi hukum yang timbul dari suksesi negara Republik

    Sudan Selatan dari Republik Sudan.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    xix

    4. Jenis data dan sumber data

    Dalam penelitian ini data yang digunakan Penulis adalah bahan hukum

    primer dan bahan hukum sekunder. Menurut Peter Mahmud Marzuki, bahan

    hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau

    risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim

    sedangkan bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang

    bukan merupakan dokumen-dokumen resmi (Peter Mahmud Marzuki, 2010:

    141). Adapun bahan hukum primer dan sekunder tersebut adalah sebagai

    berikut :

    a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat. Dalam

    penelitian ini, Penulis menggunakan bahan hukum primer berupa :

    1) Montevideo (Pan American) Convention on Rights and Duties of State

    on 1933. Konvensi mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban

    negara.

    2) The Vienna Convention on Succession of State in Respect of Treaties

    on 1978. Konvensi mengenai Suksesi Negara dalam Hubungan

    dengan Perjanjian Internasional.

    3) The Vienna Convention on Succession of State in Respect of State

    Property, Archive and Debst on 1983. Konvensi mengenai Suksesi

    Negara dalam tanggung jawab terhadap kekayaan negara, arsip negara

    dan hutang negara.

    b. Bahan hukum sekunder yang Penulis gunakan dalam penelitian ini adalah

    buku-buku, kamus-kamus hukum, jurnal, dan teks mengenai hukum

    internasional, khususnya terkait dengan implikasi hukum dalam suksesi

    negara menurut hukum internasional. Salah satu jurnal yang digunakan

    penulis dalam penelitian ini adalah Secession and Voluntary Return in the

    Comprehensive Peace Agreement between Northern and Southern Sudan

    by Professor Dr. Issam A.W. Mohamed. Sedangkan kamus hukum yang

    digunakan adalah Black Laws Dictionary.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    xx

    5. Teknik pengumpulan data

    Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan

    teknik studi pustaka. Pengumpulan bahan hukum primer dan bahan hukum

    sekunder diinventarisasi dan diklasifikasi dengan menyesuaikan masalah yang

    dibahas. Bahan hukum yang berhubungan dengan masalah yang dibahas

    dipaparkan, disistemisasi, kemudian dianalisis untuk menginterpretasikan

    hukum yang berlaku (Johny Ibrahim, 2006: 296). Teknik studi pustaka yang

    digunakan oleh Penulis dengan cara menginventarisasi dan klasifikasi

    fenomena dan peristiwa yang terjadi dalam proses suksesi negara Republik

    Sudan Selatan dari Republik Sudan dan implikasi hukumnya, ditinjau dari

    konvensi-konvensi internasional terkait permasalah yang dibahas.

    6. Teknik analisis data

    Teknik analisis data yang akan digunakan Penulis dalam penelitian ini

    adalah dengan metode deduktif, yaitu cara berpikir berpangkal pada prinsip-

    prinsip dasar, kemudian penelitian menghadirkan objek yang akan diteliti yang

    akan digunakan untuk menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat

    khusus. Cara pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif yakni

    menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap

    permasalahan konkret yang dihadapi (Johny Ibrahim, 2006: 393).

    Berdasar Teknik analisis bahan hukum dengan metode deduktif, maka

    penulis akan berpangkal pada prinsip-prinsip dasar dalam hukum internasional

    terkait dengan suksesi negara yang kemudian menghadirkan permasalah konkrit

    yaitu suksesi negara negara antara Republik Sudan dan Republik Sudan Selatan

    yang akan digunakan untuk menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang

    bersifat khusus yakni dalam implikasi hukum suksesi negara baik meliputi

    terhadap Perjanjian internasional, hutang negara, kewarganegaraan, arsip negara,

    public property, privat property, keanggotaan organisasi internasional, dan

    tanggung jawab terhadap claims in tort & delict.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    xxi

    F. Sistematika Penulisan Hukum

    Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai keseluruhan isi,

    penulisan hukum ini dibagi menjadi empat bab, yaitu pendahuluan, tinjauan

    pustaka, hasil penelitian dan pembahasan, serta penutup dengan menggunakan

    sistematika sebagai berikut.

    BAB I PENDAHULUAN

    Bab ini menjelaskan hal yang menjadi latar belakang Penulisan hukum

    terkait fenomena suksesi negara Republik Sudan Selatan pada tanggal 9 Juli tahun

    2011 dan pelaksanaan implikasi hukum suksesi negara yang sesuai dengan

    ketentuan dan prinsip-prinsip hukum internasional tersebut. Bab ini juga

    menjelaskan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian,

    dan sistematika Penulisan hukum.

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA

    Bab ini menjelaskan bahan kepustakaan yang digunakan berupa teori-teori

    pendukung penelitian dan pembahasan masalah menjadi dasar pijakan Penulis

    untuk meneliti masalah agar penelitian ini dapat dipastikan kevaliditasnya terkait

    suksesi negara Republik Sudan Selatan menurut perspektif hukum internasional.

    Bab ini disajikan menjadi dua sub bab, yaitu pemaparan dalam kerangka teori dan

    pemaparan dalam kerangka pemikiran. Kajian teoritis dalam tinjauan pustaka

    meliputi, antara lain: (1) Tinjauan umum negara, terdiri dari: pengertian dan

    unsur-unsur negara, pengertian self determination, proses terbentuknya negara,

    dan hak dan kewajiban negara; (2) Tinjauan tentang suksesi negara, terdiri dari:

    pengertian suksesi negara, macam-macam suksesi negara, prinsip-prinsip suksesi

    negara, akibat hukum yang timbul dalam suksesi negara.

    BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    Bab ini menyajikan jawaban dari rumusan masalah berupa hasil penelitian

    sekaligus pembahasan terkait suksesi negara Republik Sudan Selatan pada tanggal

    9 Juli 2011 dan pelaksanaan implikasi hukum suksesi negara yang sesuai dengan

    ketentuan dan prinsip-prinsip hukum internasional.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    xxii

    BAB IV PENUTUP

    Bab ini menjelaskan simpulan dari hasil penelitian dan pembahasan yang

    diperoleh dari analisis yang bersumber pada hukum internasional maupun konsep

    dalam hukum internasional.

    DAFTAR PUSTAKA

    Daftar pustaka berisi berbagai sumber pustaka yang dikutip dalam

    Penulisan hukum ini.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    xxiii

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Kerangka Teori

    1. Tinjauan umum negara

    a. Pengertian dan unsur-unsur negara

    Negara adalah salah satu subjek hukum internasional dan merupakan

    subjek hukum yang pertama dan utama, baik ditinjau secara historis

    maupun secara faktual. Dalam United Nations Convention on

    Jurisdictional Immunities of States and Their Property tahun 2004 yang

    mengatur mengenai hilangnya imunitas negara ketika terjadi pelanggaran

    HAM yang berat dalam Pasal 2 paragraf 1 (b) memberikan definisi

    mengenai negara, (Gerhard Hafner, 2006: 2) yaitu:

    i. the State and its various organs of government;

    ii. constituent units of a federal State or political

    subdivisions of the State, which are entitled to perform

    acts in the exercise of sovereign authority,and are acting

    in that capacity;

    iii. agencies or instrumentalities of the State or other

    entities, to the extent that they are entitled to perform and

    are actually performing acts in the exercise of sovereign

    authority of the State;

    iv. representatives of the State acting in that capacity;

    Menurut konvensi ini, pengertian bahwa organ dari negara berdaulat

    adalah pemerintah. Pemerintah tersebut terdiri dari eksekutif, legislatif dan

    yudikatif. Pengertian atau definisi mengenai suksesi negara menurut

    Blacks Law Dictionary adalah The political system of a body of people

    who are politically organized; the system of rules by which jurisdiction

    and authority are exercised over such a body of people (Garner Bryan,

    2009: 1537) definisi ini menyatakan bahwa negara sebagai sebuah

    organisasi politik yang memiliki jurisdiksi dan otoritas yang dimiliki

    sekelompok orang tertentu yang dikenal dengan istilah pemerintah. Unsur-

    unsur negara dalam Pasal 1 Montevideo (Pan American) Convention on

    Rights and Duties of State on 1933 (Huala Adolf, 2010: 9) meliputi:

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    xxiv

    the state as a person of internationallaw should prossess the following

    qualification:

    a) A permanent population; b) A defined territory; c) A government; and d) A capacity to enter into relation with other states.

    Berikut ini adalah uraian unsur-unsur negara menurut Pasal 1

    Montevideo (Pan American) Convention on Rights and Duties of State on

    1933 yaitu:

    1) Penduduk tetap

    Adanya penduduk tetap artinya sekumpulan manusia yang hidup

    bersama di suatu tempat tertentu sehingga merupakan satuan

    masyarakat yang diatur oleh suatu tertib hukum nasional.

    Dimungkinkan sekumpulan masyarakat tersebut berasal dari keturunan

    yang berlainan, kepercayaan dan kepentingan yang berbeda sehingga

    dapat saling bertentangan. Penduduk disama artikan sebagai warga

    negara merupakan unsur pokok karena suatu wilayah yang tidak

    berpenduduk tidak dapat dikatakan sebagai negara, sebab penduduk

    menunjukkan adanya kondisi yang berdampingan antara pemerintah

    dan masyarakat dengan berdasar eksistensi hukum nasional yang

    menunjukan implikasi kedaulatan negara sehingga tercipta situasi yang

    stabil. Hukum internasional tidak membatasi jumlah penduduk untuk

    dapat mendirikan suatu negara (Huala Adolf, 2010: 68).

    2) Wilayah atau daerah tetap

    Adanya wilayah yang tetap artinya adalah memiliki batas-batas

    wilayah yang jelas dengan wilayah lain. Hal ini berguna menunjukan

    sejauh mana kedaulatan suatu negara tersebut dapat dilaksanakan

    terhadap wilayahnya. Kemunculan unsur ini tidak terlepas dari

    konsepsi negara modern berdasar Perjanjian Wesphalia tahun 1648,

    perjanjian ini menyatakan bahwa kedaulatan suatu negara dapat

    dilaksanakan hanya dalam batas-batas yang didasarkan pada

    kewilayahannya (Jawahir Thontowi, 2006: 108).

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    xxv

    Kepemilikan wilayah oleh suatu negara selain melalui batas-

    batas wilayah dapat pula ditandai dengan adanya kontrol yang efektif

    dari pemerintahan negara tersebut (Malcolm N. Shaw, 2009: 410)

    pendapat ini kemudian diperkuat oleh pernyataan The German-Polish

    Mixed Arbitral Tribunal dalam kasus Deutsche Continentel Gas-

    Gesselschaft V. Polish State yang menyatakan bahwa kepemilikan

    wilayah suatu negara dapat diketahui dari konsistensi kontol negara

    terhadap wilayah tersebut, sekalipun batas wilayahnya belum

    ditetapkan secara pasti (Jawahir Thontowi, 2006: 107).

    3) Pemerintah yang sah dan berdaulat

    Pemerintah adalah seseorang atau beberapa orang yang mewakili

    rakyat dan memerintah menurut hukum negaranya. Menurut Bengt

    Borms menyebutkan kriteria ini sebagai organized government

    (pemerintah yang terorganisasir) (Huala Adolf, 2010: 6). Artinya

    sebagai subyek yang dapat memiliki hak dan dibebani kewajiban,

    negara memerlukan sejumlah organ untuk mewakili dan menyalurkan

    kehendaknya. Sebagai pemilik kekuasaan negara hanya melaksanakan

    kekuasaan tersebut melalui organ-organnya dalam menjalankan fungsi

    pemerintahan. Munculnya bentuk pemerintahan yang berbeda-beda

    karena bergantung pada organ pemerintahannya masing-masing negara

    (Jawahir Thontowi, 2006: 109).

    Menurut Hans Kelsen, negara yang merdeka bebas dari

    penguasaan negara lain adalah negara yang dapat menjalankan

    kedaulatan baik di dalam negeri atau diluar batas negaranya.(Hans

    Kelsen, 1949: 242). Kedaulatan berarti kekuasaan tertinggi dan bersifat

    monopoli atau Summa Potestas atau Supreme Power yang hanya

    dimiliki oleh negara (Hans Kelsen, 1949: 216). Kedaulatan teritorial

    atau kedaulatan wilayah adalah kedaulatan yang dimiliki negara dalam

    melaksanakan yuridiksi eksklusif di wilayahnya (Hans Kelsen, 1949:

    212). Kedaulatan teritorial ini sifatnya tidaklah mutlak karena terdapat

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    xxvi

    pembatasan-pembatasan dalam pelaksanaannya menurut hukum

    internasional. Pembatasan tersebut meliputi :

    a) Suatu negara tidak dapat menjalankan kedaulatannya diluar

    wilayah teritorialnya yang dapat mengganggu kedaulatan negara

    lain.

    b) Negara yang memiliki kedaulatan teritorial berkewajiban untuk

    menghormati kedaulatan teritorial negara lain.

    Salah satu yang berkaitan dengan kedaulatan teritorial adalah

    (servitude). Hak servitude ini lahir karena ada sifat saling

    ketergantungan antar negara-negara. Servitude adalah hak suatu negara

    muncul di wilayah hak-hak negara lain. Negara yang menikmati

    Servitude, berhak untuk melakukan suatu perbuatan di wilayah negara

    lain. Sebaliknya negara yang memiliki beban untuk memberikan

    Servitude kepada negara lain berkewajiban untuk tidak menghalangi

    hak-hak negara lain. contoh adalah right of innocent passage (hak

    lintas damai). Oppenheim membagi servitude menjadi 4 bentuk,

    (Huala Adolf, 2010: 131-133) yaitu:

    a) Servitude positif : adalah member hak kepada suatu negara untuk

    melaksanakan tindakan-tindakan tertentu di wilayah negara lain.

    b) Servitude negatif : hak suatu negara untuk meminta Negara lain

    untuk tidak melakukan sesuatau di wilayahnya.

    c) Servitude militer : hak untuk tujuan-tujuan militer.

    d) Servitude ekonomi : hak yang diberikan untuk tujuan perniagaan

    e) Servitude untuk kepentingan internasional : hak yang lahir untuk

    kepentingan masyarakat internasional.

    Menurut hukum internasional kedaulatan pemerintahan

    merupakan karakteristik yang dijadikan tolak ukur pembebanan dan

    kemampuan pelaksanaan hak-hak dan kewajiban-kewajiban

    internasional, jadi suatu negara dapat memiliki suatu kedaulatan

    pemerintahan apabila telah merdeka, karena pemerintahan harus

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    xxvii

    terlaksana secara independen yang terlepas dari pengaruh negara

    lain(Martin Dixon, 1996: 101).

    Negara boneka tidak dapat digolongkan sebagai negara yang

    memiliki kedaulatan pemerintahan karena pemerintahannya tidak

    memiliki kontrol penuh terhadap wilayahnya (Jawahir Thontowi,

    2006: 110). Kemungkinan lain adalah kondisi negara kehilangan

    kemampuan kontrol secara efektif terhadap wilayahnya karena suatu

    alasan tertentu misal terjadi perang saudara di negaranya, yang

    menyebabkan negara tersebut kehilangan kemampuan kontrol secara

    efektif. Hal ini tidak menyebabkan hilangnya status negara, karena

    pemerintahan tetap memiliki kedaulatan, untuk menjalankan fungsi

    pemerintahan, baik urusan dalam negeri ataupun luar negeri (Martin

    Dixon, 1996: 105).

    4) Kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain.

    Unsur ini ditentukan oleh pemerintah yang berdaulat karena

    pemerintah yang berdaulatlah yang dapat menjalankan yuridiksinya

    baik permasalahan dalam negeri ataupun permasalahan diluar batas

    negaranya (Ian Brownlie, 2009: 221).

    Di jelaskan pula dalam Pasal 1 Montevideo (Pan American)

    Convention on Rights and Duties of State on 1933 bahwa yang

    dimaksud dengan kedaulatan dalam permasalahan diluar batas

    negaranya memiliki tiga aspek utama, yaitu:

    a) Aspek eksternal terkait dalam kebebasan setiap negara untuk

    secara bebas menentukan hubunganya dengan berbagai negara atau

    kelompok-kelompok lain tanpa tekanan atau pengawasan dari

    negara lain.

    b) Aspek internal terkait dengan hak atau wewenang eksklusif suatu

    negara untuk menentukan bentuk lembaga-lembaganya, cara kerja

    lembaga tersebut dan hak untuk membuat undangundang yang

    diiinginkan disertai tindakan-tindakan untuk menegakkannya.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    xxviii

    c) Aspek teritorial adalah kekuasaan penuh dan eksklusif yang

    dimiliki oleh negara atas individu-individu dan benda-benda yang

    terdapat di wilayah tersebut.

    Munculnya kemampuan berhubungan dengan negara lain selain

    berdasar pada kedaulatan, juga berdasar pada pengakuan dari negara

    lain. Pengakuan adalah metode untuk menerima situasi-situasi faktual

    yang kemudian diikuti oleh konsekuensi hukum (Malcolm N. Shaw,

    2009: 208). Pasal 6 Konvensi Montevideo menyebutkan: The

    recognition of a state merely signifies that the state which recognizes

    it accepts the personality of the other with all the rights and duties

    determined by international law. Recognition is unconditional and

    irrevocable.

    Fungsi dari pengakuan adalah untuk menjadikan negara tersebut

    bagian dari masyarakat internasional artinya suatu negara yang telah

    menerima pengakuan negara lain harus tunduk dengan hukum

    internasional. Selain itu mengikatnya suatu hukum internasional

    terhadap suatu negara hanya dapat dilakukan apabila negara tersebut

    diakui dan diterima (the binding force of international law derived

    from this process of seeking to be recognized and acceptance) (James

    Crawford, 2006: 84). Namun, pengakuan dari negara lain tidak dapat

    selalu digunakan sebagai kriteria penilaian kemampuan melakukan

    hubungan dengan negara lain karena pemberian pengakuan dari

    negara lain tersebut melibatkan pertimbangan politis didasarkan

    kepentingan negara lain (John Obrien, 2001: 137).

    Teori pengakuan suatu negara dapat dibedakan menjadi dua

    macam yaitu teori konstitutif dan teori deklaratif. Teori konstitutif

    menyatakan bahwa eksistensi dari suatu negara muncul ketika negara

    tersebut diakui oleh negara lain (David Raic, 2002: 31). Teori yang

    kedua adalah teori deklaratif atau political act menyatakan pengakuan

    dari negara lain tidak menciptakan suatu negara karena lahirnya suatu

    negara berdasarkan penerimaan fakta keberadaan negara tersebut

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    xxix

    (James Crawford, 2006: 94). Berdasar jenis pengakuan, pengakuan

    dibagi menjadi beberapa jenis yakni :

    a) Pengakuan secara de facto adalah pengakuan yang diberikan

    berdasarkan pertimbangan bahwa menurut negara yang mengakui

    organisasi kekuasaan yang diakui, untuk sementara dan dengan

    reservasi dikemudian hari, menurut kenyataannya dianggap telah

    memenuhi persyaratan untuk ikut serta melakukan hubungan

    internasional (Sugeng Istanto F, 1998: 24) Contoh dari pengakuan

    de facto ini adalah Soviet Rusia diakui oleh Inggris secara de facto

    pada tahun 1921 dan diakui secara de jure pada tahun 1924.

    b) Pengakuan de jure adalah pengakuan yang diberikan berdasarkan

    pertimbangan bahwa menurut negara yang mengakui organisasi

    kekuasaan yang diakui dianggap telah memenuhi persyaratan

    hukum untuk ikut serta melakukan hubungan internasional (Sugeng

    Istanto F, 1998: 25).

    c) Pengakuan prematur adalah pengakuan yang dilakukan sebelum

    suatu negara tanpa lengkapnya unsur konstitutifnya (Boer Mauna,

    2005: 72).

    d) Pengakuan kolektif adalah pengakuan suatu negara yang

    diwujudkan dalam suatu perjanjian internasional misalnya Helsinki

    Treaty tahun 1976 negara anggota NATO mengakui kedaulatan

    Jerman Timur dan sebagai konsekuensinya negara yang tergabung

    dalam Pakta Warsawa mengakui kedaulatan Jerman Barat (Boer

    Mauna, 2005: 75).

    Republik Sudan Selatan menganut Apabila dikaitkan dengan

    pengakuan di Republik Sudan Selatan, maka teori pengakuan yang

    berlaku adalah teori konstitutif dan jenis pengakuan de jure, hal ini

    dapat dibuktikan dengan pengakuan oleh 60 negara termasuk 6

    negara non-anggota PBB dan pengakuan dari Republik Sudan pada

    tanggal 9 Juli 2011. Pengakuan tersebut tidak dapat ditarik kembali,

    karena pengakuan tersebut dinyatakan secara resmi (Tesfa-

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    xxx

    AlemTekle. http://www.Sudantribune.com/Sudanese-presidency-

    recognizes, 39471. [Diakses tanggal 28 Desember 2011]).

    Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa Republik Sudan

    Selatan dapat diklasifikasikan sebagai subyek hukum internasional karena

    Republik Sudan Selatan yang memenuhi unsur-unsur seperti yang telah

    disebutkan dalam Pasal 1 Montevideo (Pan American) Convention on

    Rights and Duties of State on 1933, yakni; Pertama, adalah penduduk

    tetap, terdapat 11,000,00013,000,000 diSudan Selatan (Sudan Tribune,

    http://www.sudantribune.com/Sudan-census-committee-say,31005

    [Diakses tanggal 28 Desember 2011]). Kedua, adalah wilayah yang tetap,

    ditunjukan dengan adanya peta resmi dari Sudan Selatan (Sudan Tribune.

    http://www.sudantribune.com/South-Sudan-s-new-official-map,42492. [

    Diakses tanggal 5 Mei 2012]) . Ketiga, adalah Pemerintah yang sah dan

    berdaulat karena Pemerintah yang sah adalah pemerintah yang dapat

    menjalankan kedaulatannya baik di dalam negeri atau diluar batas-batas

    negaranya adalah negara yang merdeka bebas dari penguasaan negara lain.

    Keempat, adalah Kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan

    negara lain, dibuktikan dengan pengakuan oleh 60 negara termasuk 6

    negara non-anggota PBB dan pengakuan dari Republik Sudan pada

    tanggal 9 Juli 2011. Pengakuan tersebut tidak dapat ditarik kembali,

    karena pengakuan tersebut dinyatakan secara resmi (Tesfa-AlemTekle.

    http://www.Sudantribune.com/Sudanese-presidency-recognizes, 39471.

    [Diakses tanggal 28 Desember 2011]).

    b. The right to self determination (Hak bangsa untuk menentukan nasibnya

    sendiri).

    Negara dibentuk berdasarkan suatu hak yang dikenal dengan hak

    bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri (self determination). Ungkapan

    self determination atau the right to self determination sering dipahami

    sebagai hak sebuah kelompok atau bangsa untuk menentukan nasib sendiri

    yang pada titik ekstrim sering dikaitkan pada konteks memperjuangkan

    kemerdekaan atau kelahiran negara baru dan pemisahan diri dalam hal

    http://www.sudantribune.com/Sudanese-presidency-recognizeshttp://www.sudantribune.com/Sudanese-presidency-recognizeshttp://www.sudantribune.com/Sudan-census-committee-say,31005http://www.sudantribune.com/South-Sudan-s-new-official-map,42492http://www.sudantribune.com/Sudanese-presidency-recognizes

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    xxxi

    kewilayahan. Dalam sejarahnya, self determination muncul kepermukaan

    didasarkan pada kedaulatan rakyat, yang dimulai dari Deklarasi

    Kemerdekaan Amerika tahun 1776 dan Revolusi Perancis tahun 1789,

    dimana pada masa itu banyak terjadi penyalahgunaan hak, seperti

    menyatakan self determination tidak dimiliki oleh bangsa terjajah ataupun

    kaum minoritas (Deon Geldenhuys, 2009: 29).

    Majelis Umum PBB mengeluarkan resolusi yang terkait dengan

    self determination, yakni Declaration on Granting of Independence to

    Colonial Countries and Peoples on 1960. Konvensi tersebut menyatakan

    bahwa self determination ditujukan pada negara-negara dan bangsa-bangsa

    yang tidak memiliki kedaulatan penuh.Selanjutnya the right of self

    determination juga dimuat dalam Pasal 1 The Declaration on Principles

    of International Law Concerning Friendly Relations and Co-Operation

    Among State in Accordance with The Charter of United Nations on 1970

    yang menyatakan bahwa self determination ini tidak hanya meliputi

    penjajahan oleh bangsa asing tapi juga meliputi pelanggaran hak asasi

    manusia (HAM) yang dilakukan oleh bangsa yang melakukan pelanggaran

    terhadap bangsanya sendiri.Berdasarkan 2 deklarasi tersebut supremasi

    self determination dalam hukum internasional adalah sebagai jus cogen

    (Jawahir Thontowi, 2006: 145).

    Terjadi perbedaan pandangan hukum internasional mengenai arti

    dari self determination, setidaknya ada lima jenis penjelasan mengenai

    pengertian dari self determination (Marc Weller, 2008: 24) yaitu:

    a) Self determination sebagai hak asasi individu

    Self determination tidak hanya dipraktekkan oleh sekelompok

    orang tapi juga individu, artikan bahwa self determination dapat

    dilakukan oleh individu dalam bernegara karena adanya kebebasan

    untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial,ekonomi, kebudayaan dan

    sistem politik di dalam negaranya. Sebagai contoh adalah hak untuk

    memilih penguasa sesuai dengan pilihan individu tersebut.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    xxxii

    b) Self determination sebagai hak kebebasan berserikat dan kebebasan

    menentukan nasib serikatnya.

    Pengertian dari Self determination sebagai hak kebebasan

    berserikat dan kebebasan menentukan nasib serikatnya adalah hak

    kaum minoritas untuk dilindungi haknya untuk keberadaaannya,

    agamanya, dan kebudayaannya. Artinya bahwa self determination

    memberikan pengakuan pada kaum minoritas yang ada di dalam suatu

    wilayah negara sehingga dapat memfasilitasi perkembangan identitas

    kaum minoritas dan memastikan kaum minoritas berpartisipasi dalam

    kehidupan bernegara (effectively participate in all aspects of public life

    within the state).

    c) Self-determination dan masyarakat adat.

    Self-determination, memberikan hak bagi penduduk asli untuk

    mengajukan hak otonomi khusus berdasar klaim ikatan sejarah yang

    ada sejak jaman dahulu. Misalnya hak otonomi khusus di bekas negara

    Yugoslavia seperti Kosovo dimana mayoritas penduduknya adalah

    etnis Albania yang beragama Islam.

    d) Self-determination dalam perpindahan penguasaan teritorial

    Perpindahan penguasaan teritorial dimaksud sebagai perpindahan

    penguasaan suatu wilayah negara yang berdaulat ke negara lain, maka

    penduduk diwilayah tersebut berhak untuk memutuskan tunduk pada

    salah satu hukum negara dengan referendum. Contoh adalah kasus

    perpindahan penguasaan Hongkong dari Inggris ke Cina pada tahun

    1997, Cina membebaskan pilihan hongkong untuk tetap di bawah

    kekuasaan Inggris (Steven Tsang, 2007: 255).

    e) Self-determination masyarakat untuk melakukan suksesi negara

    Self-determination, memberikan hak bagi masyarakat untuk

    melakukan perubahan status wilayahnya berdasar kehendak

    penduduk di seluruh wilayah tersebut. Jika poin a hingga d diatas

    adalah hak untuk menentukan pilihan dalam bernegara secara individu,

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    xxxiii

    dan hak-hak dalam kelompok atau grup, namun dalam poin e ini

    adalah hak untuk memisahkan diri dari predecessor state.

    Mengenai realisasi atas the right of self determination ini secara

    garis besar terbagi dalam dua kelompok. Pertama, adalah aspek eksternal

    yang artinya self-determination secara eksternal terealisasi dalam suatu

    bangsa dalam pelaksanaan kekuasaan yang mandiri tanpa adanya campur

    tangan bangsa lain atau asing(undue interference). Sebagai contoh adalah

    terbebasnya negara dari sistem pemerintah kolonial. Kedua, aspek internal

    artinya suatu bangsa atau negara tidak bisa serta-merta mengklaim telah

    merealisasi self-determination hanya karena terbebas dari kolonialisme

    namun, dituntut pula untuk memberikan sebuah sistem politik yang

    menciptakan partisipasi politik yang bebas bagi para warga negaranya.

    Sebagai contoh adalah sistem pemerintah yang demokrasi (Jawahir

    Thontowi, 2006: 120).

    Pelaksanaan self determination tidak boleh bertentangan dengan

    prinsip Integritas teritorial artinya adanya pembatasan pelaksanaan self

    determination dengan tujuan menjaga persatuan suatu negara dengan

    mensyaratkan bahawa pelaksanaan self determination harus disertain

    kesepakatan atau persetujuan dari negara yang bersangkutan mengenai

    pemberian dan pelaksanaan self determination di negara tersebut (Marc

    Weller, 2008: 101).

    Kesimpulan dari teori self determination adalah hak yang sangat

    fundamental sebagai perwujudan dari hak asasi manusia sehingga

    dimungkinkan dilakukan perluasan pengertian yang tidak hanya terbatas

    pada individu namun juga kelompok masyarakat dan lingkup negara.

    Namun perlu ditegaskan pelaksanaan self determination yang sesuai

    dengan prinsip Integritas teritorial adalah apabila negara memberikan

    kesempatan bagi warga negaranya untuk pelaksanaan self determination

    melalui suksesi negara (Marc Weller, 2008: 101). Seperti dalam kasus

    suksesi Republik Sudan Selatan yang diatur dan disepakati dalam

    Machakos Protocol bahwa Republik Sudan memberikan kesempatan bagi

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    xxxiv

    warga Sudan Selatan untuk melakukan referendum guna menentukan

    nasibnya sendiri.

    c. Proses terbentuknya negara

    Terbentuknya negara berdasar Self determination dewasa ini, dapat

    diwujudkan dalam berbagai bentuk misalnya proklamasi kemerdekaan

    negara, perjanjian internasional dan plebiscite (Burkina Faso, 1991: 35).

    Proklamasi kemerdekaan suatu negara adalah pernyataan sepihak

    dari suatu bangsa bahwa dirinya melepaskan diri dari kekuasaan negara

    lain dan mengambil penentuan nasibnya ditangannya sendiri. Dengan

    proklamasi itu bangsa tersebut membentuk organisasi kekuasaan yang

    berdaulat (Istanto, F. Sugeng, 1998: 19) contoh dari proklamasi adalah

    negara Republik Indonesia yang memproklamasikan kemerdekaannya

    pada tanggal 17 Agustus 1945 dari kekuasaan Jepang.

    Perjanjian internasional dapat membentuk negara baru.Sebagai

    contoh adalah negara-negara di Eropa Barat pasca perang dunia kedua

    yang mana wilayahnya ditentukan oleh kebiasaan dimasa lampau yang

    terjadi diantara mereka (David Painter.S, 1999: 1).

    Plebiscite atau referendum adalah pemungutan suara rakyat di

    suatu wilayah tertentu sebagai penyelesaian sengketa antar dua negara atau

    lebih tentang kedudukan suatu wilayah tertentu. (Marcelo G. Kohem,

    2006: 190). Contoh dari plebiscite adalah pemungutan suara di timor leste

    pada 20 Mei tahun 2002 guna melepaskan diri dari Indonesia dan

    pemungutan suara di Republik Sudan pada pada tanggal 9 Januari

    2011 yang akhirnya menjadikan Republik Sudan Selatan.

    d. Hak dan kewajiban negara

    Dalam hukum internasional, pembahasan tentang hak dan

    kewajiban dasar negara (fundamental rights and duties of states) telah

    berlangsung lama.Pada awal abad 17, pembahasan tentang hal yang di

    dasarkan pada kontrak sosial, yaitu bahwa hak seseorang dalam

    masyarakat berada di luar atau terlepas dari kekuasaan negara. Dasar

    pemikiran ini kemudian dianalogikan kepada negara, artinya hak suatu

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    xxxv

    negara tidak dipenuhi atau terlepas dari pengaruh negara lain. Namun ada

    juga yang berpendapat bahwa doktrin ini berdasar aliran hukum alam

    (natural law doctrine) yang menyatakan bahwa hubungan negara sama

    halnya dengan hubungan antar manusia. sehingga aliran ini berpendapat

    bahwa hak-hak yang berlaku pada hubungan manusia seperti saling

    menghormati, persamaan hak dan kemerdekaan berlaku juga pada

    hubungan antara negara (Mohammed Bedjaoui, 1991: 44).

    Menurut Schwarzenberger sebagaimana dikutip oleh J.M Ruda

    menyatakan hak dan kewajiban adalah dasar atau fundamental apabila

    memenuhi 3 syarat (J.M Ruda, 1987: 467) :

    1) Hak dan kewajiban tersebut harus benar-benar memiliki arti yang

    penting dalam hukum internasional.

    2) Hak dan kewajiban tersebut mengalahkan hal-hal lainnya; dan

    3) Hak dan kewajiban tersebut membentuk atau menjadi bagian penting

    dari sistem yang diketahui atau yang ada sehingga apabila diabaikan

    maka akan berakibat pada hilangnya karakteristik hukum

    internasional.

    Menurut J.G Starke yang termasuk dalam hak-hak dasar negara

    adalah sebagai berikut (J.G Starke, 1989: 67) :

    1) Kekuasaan untuk mengatur masalah dalam negaranya.

    2) Kekuasaan untuk menerima dan mengusir orang lain.

    3) Memiliki kekebalan dan hak diplomatik luar negeri;

    4) Memiliki yuridiksi terhadap tindakan kriminal dan dilakukan didalam

    wilayah negaranya.

    Upaya masyarakat internasional dalam membahas hak (dasar)

    negara terlihat dari beberapa kesepakatan-kesepakatan internasional yang

    muncul (S.Tasrif, 1987: 10) :

    1) American Institute of International Law (AIIL) pada tahun 1916

    berhasil mengeluarkan Declaration of The Rights And Duties Of

    Nations.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    xxxvi

    2) Montevideo (Pan American) Convention on Rights and Duties of State

    on 1933.

    3) Rancangan Deklarasi Tentang Hak Dan Kewajiban Negara yang

    disusun oleh Komisi Hukum Internasional (Internasional Law

    Commission atau ILC) PBB pada tahun 1949.

    Dalam penentuan hak dan kewajiban negara menemui banyak

    kendala dalam hal penerimaan hak dan kewajiban oleh negara-negara.

    Alasan yang menjadikan sulitnya penerimaan hak dan kewajiban dasar

    oleh negara-negara disebabkan oleh dua alasan (Huala Adolf, 2010: 34) :

    1) Sulit untuk menetapkan hak dan kewajiban apa saja yang negara-

    negara di dunia milik dalam hubungannya dengan negara lain.

    Kesulitan ini semata-mata karena masing-masing negara memiliki

    kedaulatan penuh, termasuk kedaulatan untuk menentukan hak dan

    kewajibannya sendiri dalam melakukan hubungan dengan negara lain.

    2) Penentuan hak dan kewajiban suatu negara, lebih banyak terkait

    dengan hubungan-hubungan kontraktual antara suatu negara dengan

    negara lainnya (treaty contract daripada law making treaty). Karena

    negara-negara lebih menyukai penentuan hak dan kewajiban ini

    didasarkan pada perjanjian atau kontrak.

    Pada 26 Desember tahun 1933 di Montevideo telah dibentuk suatu

    konvensi tentang hak dan kewajiban negara-negara yang lebih dikenal

    dengan Montevideo (Pan American) Convention on Rights and Duties of

    State on 1933 atau dikenal dengan sebutan Konvensi Montenvideo 1933.

    Prinsip-prinsip mengenai hak dan kewajiban negara menurut

    Konvensi Montenvideo 1933 adalah sebagai berikut:

    1) Hak hak negara :

    a) Hak atas merdeka (Pasal 1);

    b) Hak untuk melaksanakan jurisdiksi terhadap wilayah, orang dan

    benda yang berada di dalam wilayahnya (Pasal 2);

    c) Hak untuk mendapatkan kedudukan hukum yang sama dengan

    negara-negara lain (Pasal 5); dan

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    xxxvii

    d) Hak untuk mejalankan pertahanan diri sendiri atau kolektif (Pasal

    12).

    2) Kewajiban kewajiban negara:

    a) Kewajiban untuk tidak melakukan intervensi terhadap masalah-

    masalah yang terjadi di negara lain (Pasal 3);

    b) Kewajiban untuk tidak menggerakan penggolongan sipil di negara

    lain (Pasal 4);

    c) Kewajiban untuk memerlukan semua orang yang ada di wilayahnya

    dengan memperhatikan hak-hak asasi manusia (Pasal 6);

    d) Kewajiban menjaga wilayahnya agar tidak membahayakan

    perdamaian dan keamanan internasional (Pasal 7);

    e) Kewajiban menyelesaikan sengketa secara damai (Pasal 8);

    f) Kewajiban tidak menggunakan kekuatan atau ancaman senjata

    (Pasal 9 );

    g) Kewajiban untuk tidak membantu terlaksananya Pasal diatas;

    h) Kewajiban untuk tidak mengakui wilayah-wilayah yang diperoleh

    melalui cara-cara kekerasan (Pasal 12);

    i) Kewajiban untuk melaksanakan kewajiban internasional dengan

    otikad baik (Pasal 13); dan

    j) Kewajiban untuk mengadakan hubungan dengan negara-negara lain

    sesuai dengan hukum internasional (Pasal 14).

    Dalam menentukan hak dan kewajiban negara-negara diperlukan

    suatu prinsip utama dimana hal tersebut oleh Obrien dirangkum menjadi 5

    prinsip utama, diantaranya prinsip-prinsip tersebut (J. Obrien, 2001: 560)

    adalah :

    1) Doktrin persamaan antar negara-negara

    2) Prinsip kebebasan atau kemerdekaan antar negara-negara

    3) Prinsip tidak campur tangan

    4) Prisip ko-eksistensi yang damai

    5) Prinsip pertahanan diri (self-defence).

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    xxxviii

    2. Tinjauan tentang suksesi negara

    a. Pengertian suksesi negara

    Suksesi negara menurut The Vienna Convention on Succession of

    State in Respect of Treaties Tahun 1978, Pasal 2 huruf (b) adalah

    perpindahan suatu tanggung jawab dari satu negara ke negara lain dalam

    kaitannya dengan praktek hubungan internasional dari wilayah tersebut,

    sehingga dapat berupa penggabungan, perpisahan, atau pembentukan

    negara baru dimana konsekuensinya adalah perubahan kedaulatan

    (Malcolm N. Shaw, 2009: 675).

    Dalam beberapa hal persoalan suksesi akan diputus melalui

    perjanjian-perjanjian internasional. Bentuk perjanjian internasional

    tersebut dapat bermacam-macam seperti perjanjian penyerahan kedaulatan

    antara Predecessor state terhadap Successor state atau disebut dengan

    devolution agreement (Boer Mauna, 2005: 41). Contoh prakteknya adalah

    The Treaty of St. Germain tahun 1919 suatu perjanjian yang mengatur

    mengenai pertanggung jawaban atas hutang-hutang public yang dilakukan

    kerajaan Austro-Hungaria (OConnell, 1976: 178-182).

    b. Macam-macam suksesi negara

    Secara umum suksesi dibedakan menjadi dua bentuk (Sefriani, 2011:

    294-295) yaitu :

    1) Suksesi universal

    Suksesi universal adalah apabila wilayah suatu negara habis

    terbagi-bagi menjadi masing-masing bagian atau menggabungkan

    wilayah negara tersebut dengan negara lain, sehingga suksesi dalam

    bentuk ini menghilangkan internasional identity dari predecessor state,

    karena seluruh wilayah predecessor state hilang menjadi successor

    state. Misal wilayah Uni Soviet yang habis terbagi menjadi negara-

    negara baru, dimana beberapa negara kecil melebur menjadi satu.

    2) Suksesi parsial

    Pada suksesi bentuk ini suatu predecessor state masih eksis tetapi

    wilayahnya memisahkan diri dan menjadi successor state dengan cara

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    xxxix

    memerdekakan diri atau bergabung dengan negara lain. Contoh kasus

    Republik Sudan Selatan yang memutuskan untuk memisahkan diri dari

    Republik Sudan. Walaupun Republik Sudan Selatan setelah

    memisahkan diri dari Republik Sudan namun eksistensi Republik Sudan

    sebagai predecessor state masih ada dan masih memenuhi kapasitas

    sebagai subjek hukum internasional.

    Menurut J.Obrien, praktek perubahan terhadap kedaulatan dari suatu

    wilayah dalam berbagai cara salah satunya dengan suksesi, dimana suksesi

    juga memiliki beberapa variasi (J. Obrien, 2001: 588) yaitu :

    1) Bagian dari negara A bergabung dengan negara B atau menjadi

    tergabung ke dalam beberapa negara X, Y, dan Z.

    2) Bagian dari negara A menjadi negara baru;

    3) Seluruh wilayah dari negara X menjadi bagian dari negara Y;

    4) Seluruh wilayah negara A terbagi menjadi beberapa negara baru Y, X,

    dan Z;

    5) Keseluruhan bagian dari negara X membentuk dasar bagi beberapa

    negara baru yang berdaulat.

    c. Prinsip-prinsip suksesi negara

    Dalam menentukan hak dan kewajiban negara setelah suksesi negara

    dikenal beberapa teori (Sefriani,2011: 295) :

    1) Common doktrine (universal doctrine)

    Teori yang menyatakan setelah terjadi suksesi negara maka dengan

    sendirinya hak dan kewajiban predecessor state menjadi milik

    successor state.

    2) Clean state doctrine

    Teori yang menyatakan bahwa saat terjadi suksesi negara successor

    state dinilai sebagai lembaran baru dimana segala hak dan kewajiban

    dari predecessor state tidak beralih pada successor state kecuali

    dikehendakinya (pick & choose).

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    xl

    3) Teori yang ditentukan The Vienna Convention on Succession of State

    in Respect of Treaties on 1978 dan The Vienna Convention on

    Succession of State in Respect of State Property, Archive and Debst on

    1983 .

    Teori yang muncul akibat reaksi keberatan dari 2 teori diatas,

    sehingga diputuskan berdasar Konvensi Wina 1978 dalam kaitan

    suksesi negara yang terkait dengan perjanjian internasional dan

    Konvensi Wina 1983 tentang suksesi yang dikaitkan dengan state

    property, arsip negara dan hutang melalui kesepakatan yang

    diwujudkan dalam perjanjian peralihan devolution agreement.

    d. Akibat hukum yang timbul dalam suksesi negara

    1) Akibat suksesi terhadap perjanjian internasional.

    Satu aspek terpenting dari suksesi negara adalah pengaruh

    pergantian kedaulatan terhadap hak-hak dan kewajiban yang muncul

    dari suatu perjanjian (John Obrien, 2001: 590). Perjanjian

    internasional adalah instrumen terpenting dalam pelaksanaan

    hubungan internasional.

    Dasar hukum untuk Akibat suksesi terhadap perjanjian

    internasional adalah The Vienna Convention on Succession of State in

    Respect of Treaties on 1978 dan kebiasaan internasional (Malcolm N.

    Shaw, 2009: 683).

    Konvensi ini mengatur mengenai beberapa konsekuensi

    terjadinya suksesi terhadap perjanjian internasional yang tergantung

    mengenai substasi perjanjiannya yaitu:

    a) Perjanjian mengenai hak atas wilayah atau disebut dispositive

    treaty, berlaku mengikuti wilayah, artinya tidak mengikuti

    perubahan kekuasaan atau kedaulatan terhadap wilayah sehingga

    perjanjian yang substansinya mengenai perbatasan tidak dapat di

    ganggu gugat oleh Rebus sic stantibus principle (Pasal 11 dan

    Pasal 12 The Vienna Convention on Succession of State in Respect

    of Treaties on 1978 dan Pasal 62 ayat (2) Vienna Convention on

    http://treaties.un.org/pages/ViewDetails.aspx?src=TREATY&mtdsg_no=XXIII-1&chapter=23&lang=enhttp://treaties.un.org/pages/ViewDetails.aspx?src=TREATY&mtdsg_no=XXIII-1&chapter=23&lang=en

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    xli

    the Law of Treaties on 1969). Rebus sic stantibus principle adalah

    adalah doktrin hukum yang menetapkan bahwa apabila timbul

    perubahan yang mendasar dalam kenyataan-kenyataan yang ada

    pada perjanjian itu diadakan yang mengakibatkan tidak tercapainya

    tujuan perjanjian, maka keadaan yang demikian dapat dijadikan

    sebagai alasan untuk mengakhiri atau menarik diri dari perjanjian

    tersebut (Ian brownlie, 2009: 617). Berlakunya prinsip Rebus sic

    stantibus principle harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

    (1) Perubahan keadaan tidak ada pada waktu pembentukan

    perjanjian.

    (2) Perubahan tersebut adalah perihal suatu keadaan yang

    fundamental bagi perjanjian tersebut.

    (3) Perubahan tersebut tidak dapat diramalkan sebelumnya oleh

    para pihak.

    (4) Keadaan yang berubah merupakan dasar yang terpenting atas

    mana diberikan persetujuan terikat negara peserta.

    (5) Akibat perubahan tersebut haruslah radikal, sehingga merubah

    ruang lingkup kewajibannya yang harus dilaksanakan menurut

    perjanjian itu.

    Praktek pelaksanaan dispositive treaty dalam suksesi Republik

    Sudan Selatan berjalan sesuai ketentuan dimana Republik Sudan

    Selatan tetap menghormati perjanjian perbatasan wilayah yang

    dibuat oleh Republik Sudan dengan negara-negara yang berbatasan

    dengan Republik Sudan (Sudan Tribune.

    http://www.sudantribune.com/South-Sudan-s-new-official-

    map,42492 >[ Diakses tanggal 5 Mei 2012]).

    b) Perjanjian internasional yang berhubungan dengan perbatasan

    wilayah yang mengikat pihak ketiga dikarenakan proses

    dekolonisasi yang berakibat negara ketiga tersebut memiliki

    kedaulatan di salah satu wilayah negara yang terikat perjanjian

    tersebut.

    http://www.sudantribune.com/South-Sudan-s-new-official-map,42492http://www.sudantribune.com/South-Sudan-s-new-official-map,42492

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    xlii

    c) Perjanjian internasional mengenai persahabatan, persekutuan atau

    netralisasi tidak mengikat bagi successor state.

    d) Perjanjian multilateral tidak diwajibkan bagi successor state untuk

    melanjutkan menjadi negara peserta, sedangkan untuk perjanjian

    bilateral juga dapat berlanjut apabila kedua belah pihak setuju

    untuk meneruskanya.

    e) Perjanjian internasional dimana successor state tersebut merupakan

    pecahan dari negara peserta atas perjanjian internasional tersebut,

    maka perjanjian tersebut tetap berlaku.

    f) Perjanjian mengenai HAM bersifat mengikatnya lebih komplek

    dimana successor state muncul dari predecessor state yang

    merupakan peserta atau pun negara yang menundukkan diri

    terhadap perjanjian HAM tersebut, maka successor state hasil

    pecahan predecessor state tersebut tetap dianggap sebagai negara

    baru yang secara otomatis terikat dalam perjajian HAM.

    2) Akibat suksesi terhadap hutang negara.

    The Vienna Convention on Succession of State in Respect of

    State Property, Archive and Debts on 1983 mengatur mengenai hutang

    negara terdahulu terhadap negara selanjutnya. Sebagai berikut:

    a) Mengenai perwarisan hutang negara dari predecessor state

    menegaskan bahwa suksesi tidak akan menghilangkan kewajiban

    predecessor state sebagai kreditor (Pasal 36). Hutang nasional

    adalah hutang yang dimiliki pemerintah pusat sedangkan hutang

    lokal adalah hutang yang dimiliki pemerintah daerah.

    b) Menurut terjadinya transfer sebagai wilayah dari suatu negara

    terhadap negara lain maka perhitungan dengan cara mendasarkan

    pada keseimbangan atau aquitable propotion (Pasal 37).

    c) Terkait dengan munculnya successor state yang menyatakan tidak

    ada hutang yang terwaris tanpa adanya persetujuan terlebih dahulu

    antara kedua belah pihak, guna menghindari tindakan yang

    merusak prinsip kedaulatan successor state tersebut (Pasal 38).

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    xliii

    d) Mengenai masalah penggabungan hutang yang dimana hal tersebut

    menjadi tanggungan successor state, asalkan merupakan sebuah

    suksesi parsial dimana penghitungan penanggungan hutang oleh

    successor state didasarkan pada perhitungan yang adil (Pasal 40

    dan Pasal 41).

    3) Akibat suksesi terhadap kewarganegaraan.

    Akibat hukum terhadap nasionalitas biasanya akan mengikuti

    kedaulatan (J.Obrien, 2001: 597). Sehingga dalam suksesi negara

    mengenai masalah kewarganegaraan ditentukan pada tempat

    kelahiran juga tempat tinggal sehari-hari kecuali ada penolakan.

    Dengan demikian, warga negara predecessor state yang tinggal

    diwilayah successor state dapat memperoleh kewarganegaraan

    successor state sepanjang mereka tidak menyatakan penolakan sesuai

    Versailles Treaty 1919 (Sefriani, 2011: 311).

    Dasar hukum lainnya adalah prinsip dalam Deklarasi HAM

    Universal 1948 yang menyatakan bahwa setiap orang behak atas

    nasionalitas dan Pasal 1 ayat (2) convention on the reduction of the

    statelessness on 1961 yang menetapkan bahwa setiap negara

    berkewajiban untuk menjamin tidak ada penduduk yang menjadi

    stateless sebagai akibat adanya suksesi negara.

    4) Akibat suksesi terhadap arsip negara.

    The Vienna Convention on Succession of State in Respect of

    State Property, Archive and Debts on 1983 mengatur mengenai arsip

    negara terdahulu terhadap successor state, selanjutnya, yaitu :

    a) Mengenai benda-benda yang terkait dengan nilai budaya suatu

    kelompok masyarakat akan jatuh ke successor state (Pasal 29).

    b) Perpisahan kepemilikan arsip negara mengikuti kepemilikan

    wilayah (Pasal 30).

    c) Beda dengan konsekuensi suksesi negara dimana predecessor state

    telah bubar maka kepemilikian arsip yang bersifat administrasi

    tersebut akan menjadi milik successor state sedangkan, arsip yang

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    xliv

    yang lain akan diserahkan berdasar pertimbangan keadilan dan

    keadaan yang relevan. (Pasal 31).

    5) Akibat suksesi terhadap kepemilikan public property .

    Secara yuridis, ada dua jenis aset pasca suksesi yakni, aset milik

    pemerintah dan aset milik swasta. Pada dasarnya konsekuensi

    kepemilikan public property hanya berdasar pada kebiasan

    internasional dan The Vienna Convention on Succession of State in

    Respect of State Property, Archive and Debts on 1983 yang pada

    prinsipnya kepemilikan public property ditentukan berdasarkan

    kesepakatan antara predecessor state dan successor state.

    Public property menurut The Vienna Convention on Succession

    of State in Respect of State Property, Archive and Debst on 1983

    adalah harta-harta yang berada dibawah kepemilikan lembaga-

    lembaga negara atau harta negara yang diatur dalam hukum nasional.

    Beberapa ketentuan mengenai public property yang diatur

    dalam The Vienna Convention on Succession of State in Respect of

    State Property, Archive and Debts on 1983 meliputi:

    a) Harta-harta yang tak bergerak bagi negara yang baru merdeka

    secara langsung akan menjadi milik successor state (Pasal 15 b),

    b) Harta-harta yang bergerak yang berguna untuk kepentingan lokal,

    maka akan secara langsung menjadi milik successor state (Pasal 17

    ayat (1) (c)). Sedangkan untuk harta yang berada diluar wilayah

    tersebut maka akan dibagi menurut prinsip keadilan. (Pasal 17

    ayat (1) (c)).

    6) Akibat suksesi terhadap kepemilikan privat property

    Privat property adalah harta benda atau hak-hak milik

    perseorangan atau perusahaan yang bukan milik negara berdasarkan

    hukum nasional predecessor state (Sefriani, 2011: 305). Pada

    prinsipnya suksesi suatu negara yang terjadi tidak akan mempengaruhi

    kepemilikan atas privaty property, sehingga hak atas privat property

    tidak akan berpindah pada successor state. Apabila successor state

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    xlv

    ingin mengambil alih kepemilikian dari privat property harus

    memberikan kompensasi kepada pemiliknya.

    Beberapa prinsip yang berlaku pada privat property ialah

    sebagai berikut :

    a) Pada prinsipnya successor state wajib menghormati ketentuan

    privat property yang telah diperoleh oleh hukum predecessor state;

    b) Kelanjutan hak atas privat property tetap berlaku asalkan belum

    ada undang-undang negara successor state yang membatalkan hak

    tersebut;

    c) Perubahan atas privat property tidak boleh bertentangan dengan

    kewajiban-kewajiban internasional;

    d) Dalam pelaksanaan privat property diperlukan pengaturan khusus

    karena ruang lingkup privat property yang luas.

    7) Akibat suksesi terhadap keanggotaan dalam organisasi internasional.

    Ada beberapa prinsip yang diatur oleh The sixth (legal)

    Committee yang merupakan bagian dari Majelis Umum PBB mengenai

    persoalan suksesi dan keanggotaan organisasian internasional, yang

    menyebutkan sebagai berikut:

    a) Keanggotaan dari PBB tidak berhenti oleh karena hanya

    disebabkan oleh perubahan dan pergantian konstitusi atau

    perbatasan, kecuali itu diperlukan pula mengenai personalitas

    hukumnya.

    b) Dalam hal ini successor state menjadi negara baru maka negara

    tersebut diharuskan mengikuti aturan sebagaimana layaknya negara

    baru yang ingin menjadi negara anggota kecuali ada izin sesuai

    dengan ketentuan yang terdapat dalam piagam.

    Keanggotaan Republik Sudan Selatan dalam organisasi

    internasional dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Majelis Umum

    PBB. Contoh pada saat Republik Sudan Selatan ingin bergabung

    menjadi anggota PBB, dimana Republik Sudan Selatan tetap harus

    menjalani prosedur keanggotaan baru menurut pengaturan PBB,

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    xlvi

    walaupun predecessor state-nya Republik Sudan telah menjadi negara

    anggota PBB.

    8) Akibat suksesi terhadap keanggotaan terhadap claims in tort dan delict.

    Prinsip yang umum berlaku dalam masalah ini adalah bahwa

    successor state dipandang tidak berkewajiban untuk menerima

    tanggung jawab akibat Claims In Tort dan Delict yang dilakukan oleh

    predecessor state, baik dalam kasus suksesi negara karena penaklukan

    (aneksasi) ataupun berintegrasi secara sukarela. Ditambah lagi dalam

    pengadilan secara tegas menyatakan bahwa sesuatu negara yang

    memperoleh daerah dengan penaklukan, tidak sekali-kali wajib

    mengambil tindakan-tindakan tegas untuk memperbaiki suatu

    kesalahan yang mungkin telah dilakukan oleh predecessor state-nya.

    Misal adalah Putusan pengadilan internasional dalam kasus Robert E.

    Brown tahun 1923. Brown adalah warga amerika dan seorang insinyur

    yang mengajukan gugatan terhadap instansi di Republik Afrika

    Selatan, yang kemudian gugatanya kandas karena Republik Afrika

    Selatan menjadi kekuasaan Inggris melalui Boer war (Reports Of

    International Arbitral Awards. 2006: 11).

    B. Kerangka Pemikiran

    General principle dalam

    Hukum Internasional

    Suksesi Negara

    Suksesi Negara Republik Sudan

    Selatan dari Republik Sudan

    Implikasi Hukum

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    xlvii

    Keterangan :

    Suksesi negara merupakan salah satu cara terbentuknya suatu negara. Proses

    suksesi negara merupakan perpindahan suatu tanggung jawab dari satu negara ke

    negara lain dalam kaitannya dengan praktek hubungan internasional dari wilayah

    tersebut. Sehingga yang berhubungan dengan suksesi dapat berupa penggabungan,

    pemisahan, atau pembentukan negara baru dengan konsekuensinya adalah

    perubahan kedaulatan.

    Dalam hukum internasional pengaturan mengenai suksesi diatur dalam

    sumber-sumber hukum internasional, meliputi; Montenvideo Convention on

    Rights and Duties of States of 1933 Konvensi mengenai hak-hak dan kewajiban-

    kewajiban Negara, The Vienna Convention on Succession of State in Respect of

    Treaties on 1978 Konvensi mengenai Suksesi Negara dalam Hubungan dengan

    Perjanjian Internasional dan The Vienna Convention on Succession of State in

    Respect of State Property, Archive and Debst on 1983 Konvensi mengenai

    Suksesi Negara dalam tanggung jawab terhadap kekayaan negara, arsip negara

    dan hutang negara.

    Pada tanggal 9 Juli tahun 2011 telah resmi terbentuknya negara baru yakni

    Republik Sudan Selatan yang melalui suksesi negara terhadap Republik Sudan

    dimana hal ini didasarkan dari hasil referendum. Republik Sudan Selatan pada

    saat ini merupakan negara termuda di dunia dan anggota termuda di PBB pada

    tanggal 14 Juli tahun 2011.

    Republik Sudan Selatan merupakan contoh nyata pembentukan negara

    melalui suksesi. Penulis tertarik melakukan penelitian terhadap implikasi hukum

    internasional pada Republik Sudan Selatan sebagai sucessor state dan Republik

    Sudan sebagai predecessor state sebagai akibat suksesi negara.

    Berdasarkan analisis dan pengkajian tersebut bertujuan mengetahui

    mengenai implikasi hukum yang ditimbulkan dari suatu proses suksesi negara

    antara predecessor state dan sucessor state menurut ketentuan dalam hukum

    internasional terhadap perjanjian internasional, hutang negara, kewarganegaraan,

    arsip negara, public property, privat property, keanggotaan organisasi

    internasional, dan tanggung jawab terhadap claims in tort & delict.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    xlviii

    BAB III

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    A. Hasil Penelitian

    1. Gambaran umum Republik Sudan

    Sudan, atau yang memiliki nama resmi Republik Sudan, adalah salah

    satu negara yang terletak di Afrika Utara (Afrika Timur Laut). Republik Sudan

    merdeka dari Inggris pada tanggal 1 Januari tahun 1956 (LB Lokosang, 2010:

    17).

    Data mengenai Republik Sudan dari segi geografisnya (Kementrian Luar

    Negeri, http://www.kemlu.go.id/khartoum/ Pages/ Country Profile.aspx?

    IDP=2&l =id. [Diakses tanggal 12 Agustus 2011]) adalah sebagai berikut :

    letak dan luas wilayah Sudan terletak di bagian timur laut benua Afrika,

    terbentang antara 4 dan 23 lintang utara, serta 22 dan 38 bujur timur. Sudan

    merupakan negara terluas di benua Afrika atau sekitar 1,25% lebih besar dari

    wilayah Amerika Serikat. Total wilayah Sudan mencakup 2.505.810 km ( + 1

    juta mil) dan merupakan 8,3% dari seluruh luas benua Afrika. Luas wilayah

    laut dan sungai 129,810 km dan luas daratan 2.376.000 km. Aliran sungai Nil

    Putih dan sungai Nil Biru yang bertemu di kota Khartoum dan melintasi

    wilayah Sudan menyediakan sumber air yang tiada henti sepanjang tahun, baik

    untuk keperluan air minum, pertanian maupun pembangkit listrik. Ibukota

    Republik Sudan terletak di Khartoum. Total Perbatasan Republik Sudan adalah

    7,687 km termasuk garis pantai Laut Merah 853 km. Republik Sudan

    berbatasan langsung dengan 9 negara, yaitu: Mesir (1.273 km), Libya (383

    km), Chad (1.360 km), Republik Afrika Tengah (1.165 km), Republik

    Demokrasi Congo (628 km), Uganda (435 km), Kenya (232 Km), Ethiopia

    (1.606 km) dan Eritrea (605 km). Dari 9 negara tersebut terdapat 5 negara

    land-lock, yaitu Chad, Afrika Tengah, Congo, Uganda, dan Ethiopia.

    Data mengenai populasi penduduk, dan sistem pemerintahan Republik

    Sudan (CIA The World Fact Book,

    http://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/su.html.

    http://www.kemlu.go.id/khartoum/%20Pages/%20Country%20Profile.aspx?%20IDP=2&l%20=idhttp://www.kemlu.go.id/khartoum/%20Pages/%20Country%20Profile.aspx?%20IDP=2&l%20=idhttp://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/su.html

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    xlix

    [Diakses tanggal 5 Juni 2011]) sebagai berikut: Pada Juli 2008 diperkirakan

    sebesar 40.218.455 jiwa Jumlah penduduk Republik Sudan pada tahun 2009

    berjumlah 41,381,72141,2 juta jiwa dengan tingkat pertumbuhan populasi rata-

    rata 2,14%, tingkat kelahiran 34,53 per 1.000 populasi dan tingkat kematian

    8,97 per 1.000 penduduk. Penduduk negara bagian Khartoum sekitar 7 juta

    jiwa sedangkan ibukota Khartoum saja sekitar 2,5 juta jiwa. Penduduk

    Republik Sudan terdiri atas berbagai kelompok/etnis yaitu etnis Afrika kulit

    hitam 52%, Arab 39%, Beja dan Nubian 6%, orang asing 2% dan lain-lain 1%.

    Mayoritas penduduk menganut agama Islam aliran Sunni khususnya di wilayah

    utara, sedangkan di wilayah Selatan mayoritas menganut Anismisme 25% dan

    5% memeluk agama Kristen.

    Presiden Republik Sudan adalah pemegang otoritas sistem pemerintahan

    eksekutif, yang juga merupakan perdana menteri, kepala pemerintahan, dan

    panglima angkatan bersenjata. Badan legislatif Sudan adalah The National

    Assembly merupakan majelis rendah yang memiliki 450 anggota. Selain itu

    juga ada majelis tinggi, yaitu Council of State, yang terdiri dari dua wakil yang

    ditunjuk dari setiap 26 provinsi. Pada bidang peradilan, Republik Sudan

    memiliki pengadilan tinggi, Menteri Kehakiman, pengacara umum, dan

    pengadilan umum atau khusus. Di bidang divisi sub administratif, tiap provinsi

    dikepalai oleh seorang gubernur yang ditunjuk oleh presiden bersama dengan

    kabinet negara dan majelis legislatif Negara.

    Data mengenai Bahasa Resmi dan Struktur pemerintahan Republik

    Sudan untuk periode 2005 2011 (Kementrian Luar Negeri,

    http://www.kemlu.go.id/khartoum/ Pages/ Country Profile.aspx? IDP=2&l =id.

    [Diakses tanggal 12 Agustus 2011]) sebagai berikut: Bahasa resmi yang

    digunakan adalah bahasa Arab, dan juga menggunakan bahasa suku mereka

    seperti Nubian, Beja, Ta Bedawie, Fur, Nuban, dan juga dialek Nilotic dan

    Nilo-Hamitic, disamping itu Bahasa Inggris juga digunakan secara luas di

    kalangan pejabat pemerintah, dunia usaha dan akademik, serta di wilay