analisis implementasi qanun nomor 5 tahun 2003 …
TRANSCRIPT
ANALISIS IMPLEMENTASI QANUN NOMOR 5 TAHUN2003 TENTANG WEWENANG GAMPONG
(Studi Gampong Tangkeh Kecamatan Woyla Timur Kabupaten Aceh Barat)
SKRIPSI
OLEH :
EDAR WITANIM : 07C20201034
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARAFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TEUKU UMARMEULABOH, ACEH BARAT
2013
ANALISIS IMPLEMENTASI QANUN NOMOR 5 TAHUN2003 TENTANG WEWENANG GAMPONG
(Studi Gampong Tangkeh Kecamatan Woyla Timur Kabupaten Aceh Barat)
SKRIPSI
OLEH :
EDAR WITANIM : 07C20201034
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana SosialPada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Teuku Umar
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARAFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TEUKU UMARMEULABOH, ACEH BARAT
2013
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perjalanan pemerintahan gampong di propinsi Aceh tidak jauh berbeda
dengan yang terjadi di provinsi lainnya di tanah air, walaupun pada tahun 2004 ,
lahir Undang-Undang nomor 32 tentang pemerintahan daerah disahkan sebagai
pengganti Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 Tentang Pelaksanaan
Keistimewaan Daerah Istimewa Aceh. Implementasi Undang-Undang nomor 22
tahun 1999 sendiri belum seluruhnya dapat dijalankan telah lahir Undang-
Undang Nomor 18 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam dimana regulasi yang mangatur tentang gampong diatur ditingkat
propinsi. Realisasi Amanah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 kemudian
dituangkan dalam Qanun Nomor 05 tahun 2003 tentang Pemerintahan Gampong
dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Undang-Undang Nomor 11 tentang
Pemerintah Aceh disahkan Pada tahun 2006, dan menggantikan Undang-Undang
Nomor 18 tahun 2001 dan tentunya keberadaan Qanun nomor 05 tahun 2003 tidak
berlaku lagi, sementara perangkat hukum yang sesuai dengan amanah pasal 117
UUPA hingga saat ini hanya beberapa kabupaten/kota di provinsi Aceh yang
telah memilikinya, sehingga saat ini implementsi pemerintahan Gampong secara
umum masih dirujuk pada Peraturan Pemerintah nomor 72 tahun 2005.
Pemerintahan Gampong adalah pemerintahan terendah yang dipimpin oleh
keuchik di bawah pemerintahan kecamatan. Penyelengaraan pemerintah gampong
tidak terlepas dari kepemimpinan dan keberadaan perangkat organisasi
2
2
pemerintahaan gampong yang menjalankan semua kegiatan yang berkenaan
dengan wewenang gampong dan pembangunan masyarakat gampong.
Pembangunan masyarakat gampong pada dasarnya merupakan suatu suatu
proses yang sengaja, terarah, dan terencana, terkoordinir dan terpadu dengan
tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam segala aspek
kehidupan dan penghidupan secara menyeluruh dan menyentuh aspirasi
masyarakat sehingga merasa bertanggung jawab dan merasa memiliki.
Gampong sendiri haruslah memiliki aturan-aturan atau petunjuk-petunjuk
serta adat istiadat, sehingga segala sesuatunya memiliki nilai, baik dari segi
hukum maupun agama. Kedudukan, tugas, fungsi dan wewenang gampong sangat
berperan penting dalam segala aspek kehidupan disegala lapisan sosial
masyarakat. Semua ini dilaksanakan oleh pemerintah gampong dalam
menjalankan wewenang dengan adanya stuktur kepemerintahan agar keadaan
gampong menjadi stabil dalam segala aspek, baik dari segi pelaksanaan
pembangunan, pembinaan masyarakat disegala bidang, peningkatan pelaksanaan
syariat islam, peningkatan percepatan pelayanan serta penyelesaian sengketa-
sengketa hukum yang ada di gampong.
Untuk dapat mewujudkan itu semua berjalan sebagaimana mestinya
dibutuhkan orang-orang yang betul-betul faham serta berperan penting dalam
menjalankan roda pemerintahan gampong. Kerja sama serta partisipasi pemerintah
gampong dalam hal ini memegang andil yang sangat besar dalam menentukan
masa depan gampong ke depan.
Melihat lembaga pemerintahan gampong yang mempunyai peranan yang
sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan gampong, keuchik beserta
3
3
perangkat gampong dan tuha peuet harus menjalankan tugas dan fungsi sesuai
dengan peraturan yang telah ditetapkan. Ketentuan mengenai kepemerintahan
gampong tertuang dalam Qanun nomor 5 tahun 2003 Tentang Pemerintahan
Gampong, dalam hal kedudukan, tugas, fungsi dan wewenang gampong, yang
merangkum semua tentang kebijakan-kebijakan sebuah gampong. Mengingat
bahwa pemerintah gampong merupakan suatu organisasi, maka organisasi itu
haruslah sederhana dan efektif serta memperhatikan dan mengingat kenyataan
masyarakat setempat.
Oleh sebab itu pemerintahan gampong harus memiliki struktur
kepemerintahan yang sesuai dengan kebutuhan dalam masyarakat tertentu.
Perlunya dikembangkan dan diberdayakan kelembagaan gampong. Kelembagaan
gampong tidak perlu di seragamkan pada setiap gampong. Suatu hal yang penting
bahwa lembaga sosial merupakan wadah aspirasi masyarakat yang menjadi
pendorong dinamika masyarakat gampong, lembaga-lembaga sosial yang tumbuh
dan berkembang sesuai dengan budaya, adat istiadat setempat dan termasuk
bagaimana mengelola lembaga-lembaga gampong. Melalui qanun tersebut
diharapkan permerintah gampong yang ada dapat menjalankan roda
pemerintahannya dengan baik dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga
kesejahteraan masyarakat dapat terwujud.
Gampong Tangkeh merupakan salah satu gampong yang terdapat di
Kecamatan Woyla Timur Kabupaten Aceh Barat yang memiliki susunan struktur
kepemerintahan gampong sebagaimana gampong lainnya yang ada di Kabupaten
Aceh Barat. Dilihat dari beberapa aspek, baik dari aspek pelaksanaan
pembangunan, pembinaan masyarakat, peningkatan pelaksanaan syariat Islam,
4
4
peningkatan percepatan pelayanan serta penyelesaian sengketa-sengketa hukum
yang ada di gampong selama ini masih terlihat banyak kekurangan yang perlu
dipebaiki bersama.
Berbagai kelemahan tersebut disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya
ialah tentang bagaimana para aparatur pemerintah gampong dalam menjalankan
kedudukan, tugas, fungsi serta wewenang gampong yang tertuang dalam Qanun
nomor 5 tahun 2003 Tentang Pemerintahan Gampong, dalam pelaksanaan
wewenang gampong, apakah telah dilaksanakan sesuai dengan Qanun tersebut
atau tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Kalau telah dilaksanakan dengan
baik sesuai aturan, maka perlu ditingkatkan kembali, kalau belum dilaksanakan,
maka harus dicari penyebab atau kendalanya.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka penulis perlu melakukan
penelitian dengan judul “Analisis Impementasi Qanun Nomor 5 Tahun 2003
tentang Wewenang Gampong (Studi pada Gampong Tangkeh, Kecamatan
Woyla Timur Kabupaten Aceh Barat)”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana implementasi Qanun Nomor 5 Tahun 2003 tentang wewenang
gampong di Gampong Tangkeh Kecamatan Woyla Timur Kabupaten Aceh
Barat?
2. Kendala apa sajakah yang dihadapi dalam penerapan Qanun nomor 5
tahun 2003 tentang wewenang gampong di Gampong Tangkeh Kecamatan
Woyla Timur Kabupaten Aceh Barat?
5
5
1.3 Tujuan penelitian
Sesuai dengan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi
tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui implementasi Qanun Nomor 5 Tahun 2003 tentang
wewenang gampong pada Gampong Tangkeh Kecamatan Woyla Timur
Kabupaten Aceh Barat.
2. Untuk mengetahui kendala apa saja yang dihadapi dalam melaksanakan
Qanun no 5 tahun 2003 mengenai wewenang gampong di Gampong
Tangkeh Kecamatan Woyla Timur Kabupaten Aceh Barat.
1.2. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini, sebagai berikut:
1. Secara teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah keilmuan terutama
yang berkaitan dengan Qanun Nomor 5 Tahun 2003 tentang pemerintahan
gampong. Dalam hal wewenang dan kedudukan gampong.
2. Secara praktis,
a. Dapat bermanfaat bagi pemerintahan Gampong Tangkeh, sebagai bahan
acuan dalam pelaksanaan kegiatan pemerintahan gampong, khususnya
masalah wewenang gampong yang sedang dijalankan oleh keuchik dan
seluruh perangkatnya.
b. Dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran atau sebagai bahan
masukan untuk memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan
kedudukan, tugas, fungsi dan wewenang gampong di masa yang akan
datang.
6
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
2.1.1 Penelitian Muklir (2001)
Dari hasil penelitian dengan judul Demokratisasi Pemerintahan Gampong
Dalam Mendukung Otonomi Khusus Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (Studi
Kelembagaan Birokrasi Pemerintah Gampong Di Kecamatan Baktya Timur
Kabupaten Aceh Utara) dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kurangnya
kualitas sumber daya manusia dalam hal kemampuan inovatif maka kelembagaan
birokrasi pemerintahdesa benarbenar sama dengan strukturorganisasi yang
disodorkan dalam peraturan daerah tanpa adanya pengembangan yang disesuaikan
dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.
Proses Pembuatan Kebijakan dan Pengambilan Keputusan Untuk
mengetahui proses pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan dalam
birokrasi pemerintahan Gampong dapat dilihat dalam proses pembuatan peraturan
gampong. Pengaturan mengenai hal tersebut terdapat dalam Qanun Kab.Aceh
Utara tentang Peraturan Gampong yang di dalamnya berisi mengenai pedoman
mulai dari proses penyusunan sampai dengan penetapan Qanun.
Berdasarkan penelitian tersebut, maka terdapat perbedaan dan persamaan
dengan penelitian yang dilaksanakan oleh penulis. Adapun persamaan dalam
penelitian ini adalah sama membahas tentang gampong. Sedangkan perbedaannya
adalah, penelitian yang dibahas oleh penulis lebih membahas mengenai Qanun
Nomor 5 Tahun 2003 Tentang Pemerintahan Gampong dalam hal wewenang
7
7
gampong. Sedangkan penelitian ini lebih berfokus pada demokratisasi gampong
dalam mendukung otonomi khusus provinsi Aceh.
2.1.2 Penelitian Melisa Fitra (2009)
Penelitian dengan judul Peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di Desa Buntu Nanna Kecamatan Ponrang
Kabupaten Luwu. Dari penelitian kesimpulan bahwa Badan Permusyawaratan
Desa di Desa Buntu Nanna telah melaksanakan tugas dan fungsinya yaitu
menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan
aspirasi masyarakat dengan baik. Hal ini terbukti dengan kemampuan BPD Buntu
Nanna yang tidak hanya menampung dan menyalurkan aspirasi saja, BPD juga
merealisasikan aspirasi tersebut dalam bentuk peraturan desa meski tidak semua
dari aspirasi tersebut dijadikan peraturan desa. Hal ini disebabkan oleh
pertimbangan efektivitas, bahwa jika setiap aspirasi dirumuskan dalam peraturan
desa maka akan kurang efektif karena membutuhkan waktu yang panjang
membuat suatu perdes sedangkan kebutuhan masyarakat akan tersalurnya aspirasi
dalam Perdes semakin besar. Dalam hal ini, BPD bersama Pemerintah Desa
mengambil tindakan langsung untuk melaksanakannya. Adapun dalam
pelaksanaan Tupoksi yaitu mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala
Desa dan pembentukan panitia pemilihan Kepala Desa juga telah dilaksanakan
oleh BPD di Desa Buntu Nanna.
Dari penelitian tersebut dapat dibedakan dengan penelitian yang dilakukan
penulis. Adapun perbedaannya yaitu penelitian penulis lebih membahas masalah
Qanun yang berkaitan dengan wewenanga gampong dalam pemerintahan
gampong. sedangkan penelitian ini lebih berfokus peranan BPD (Tuha Peut dalam
8
8
pelaksanaan pemerintahan desa. Jadi persamaan penelitian ini adalah sama-sama
membahas tentang pemerintah desa atau gampong.
2.2. Pengertian Implementasi
Salah satu tahapan penting dalam siklus kebijakan publik adalah
implementasi kebijakan. Implementasi sering dianggap hanya merupakan
pelaksanaan dari apa yang telah diputuskan oleh legislatif atau para pengambil
keputusan, seolah-olah tahapan ini kurang berpengaruh. Akan tetapi dalam
kenyataannya, tahapan implementasi menjadi begitu penting karena suatu
kebijakan tidak akan berarti apa-apa jika tidak dapat dilaksanakan dengan baik
dan benar. Dengan kata lain implementasi merupakan tahap dimana suatu
kebijakan dilaksanakan secara maksimal dan dapat mencapai tujuan kebijakan itu
sendiri. Konsep implementasi berasal dari bahasa inggris yaitu to
implement. Dalam kamus besar webster, to implement (mengimplementasikan)
berati to provide the means for carrying out (menyediakan sarana untuk
melaksanakan sesuatu); dan to give practical effect to (untuk menimbulkan
dampak/akibat terhadap sesuatu Webster dalam Wahab (2006, h. 64).
Menurut Van Meter dan Van Horn- dikutip oleh Wahab (1990, h. 51)
Implementasi adalah, “tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu
atau pejabat-pejabat, atau kelompok-kelompok pemerintah/swasta pada
tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan”.
Sedangkan Mazmanian dan Sabatier dikutip oleh Putra (2003, h. 84) menyatakan
bahwa:
“Mengkaji masalah implementasi berarti berusaha memahami apayang nyata terjadi sesudah program diberlakukan atau dirumuskan,yakni peristiwa-peristiwa atau kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah
9
9
proses mengesahkan kebijakan, baik yang menyangkut usaha-usahamengadministrasikannya maupun yang menimbulkan dampak nyatapada masyarakat atau kejadian-kejadian tertentu”.
Implementasi bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan, atau adanya
mekanisme suatu sistem. Implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu
kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan. Dari pegertian-
pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa implementasi merupakan suatu
proses untuk melaksanakan ide, proses atau seperangkat aktivitas baru dengan
harapan orang lain dapat menerima dan melakukan penyesuaian dalam tubuh
birokrasi dari terciptanya suatu tujuan yang bias tercapai dengan jaringan
pelaksana yang bias terpercaya.
Berdasarkan pandangan-pandangan di atas, dapat dirumuskan bahwa
proses implementasi kebijakan itu sesungguhnya tidak hanya menyangkut
perilaku badan administratif yang bertanggung jawab untuk melaksanakan
program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, melainkan
menyangkut jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi, dan sosial yang
langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku dari semua pihak
yang terlibat pada akhirnya berpengaruh pada kebijakan baik yang negatif
maupun positif.
Setelah sebuah kebijakan publik dibuat atau dirumuskan, baik menyangkut
program maupun kegiatan-kegiatan, maka tahapan selanjutnya adalah tindakan
pelaksanaan atau implementasi. Sebab kebijakan publik yang tidak
diimplementasikan hanya menjadi sebatas kumpulan aturan-aturan pemerintah
yang tidak berfungsi sama sekali. Oleh karena itu, Wahab (1990, h. 51)
mengemukakan bahwa pelaksanaan atau implementasi kebijakan adalah sesuatu
10
10
yang penting, bahkan jauh lebih penting daripada pembuatan kebijakan.
Sebagaimana Cheema dan Rondinelli dikutip Wibawa (1994, h. 15) menyatakan
bahwa dalam pengertian luas, implementasi maksudnya adalah pelaksanaan dan
melakukan suatu program kebijaksanaan dan dijelaskan bahwa satu proses
interaksi di antara dan menentukan seseorang yang diinginkan.
Terdapat beberapa definisi yang coba diangkat oleh ahli tentang
implementasi, namun konsepnya tetap sama yaitu merupakan rangkaian proses
penerjemahan dari kebijakan yang direspon berupa aksi atau tindakan para pelaku
pembangunan secara konsisten dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran yang
telah digariskan oleh kebijakan yang dimaksud. Dalam mengimplementasikan
suatu kebijakan, diperlukan suatu input yang berupa peraturan perundang-
undangan sebagai acuan, sumber daya manusia sebagai pelaksana, sumber daya
keuangan yang akan mendukung pelaksanaan kebijkan, komitmen pelaku-pelaku
yang terkait.
Pada dasarnya semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat memiliki
harapan yang sama bahwa suatu kebijakan harus berhasil dalam proses
implementasinya. Keberhasilan implementasi dapat dilihat dari terjadinya
kesesuaian antara pelaksanaan atau penerapan kebijakan dengan desain, tujuan,
sasaran, kebijakan itu sendiri serta memberikan dampak dan hasil yang baik bagi
pemecahan permasalahan yang dihadapi serta dalam implementasinya mampu
menyentuh kebutuhan kepentingan publik. Untuk mengimplementasikan
kebijakan, secara rinci Casley dan Kumar, yang dikutip oleh Wibawa, dkk
(1994,h. 16) menawarkan sebuah metode dengan enam langkah sebagai berikut:
11
11
1. Identifikasi masalah. Batasilah masalah yang akan dipecahkan atau
dikelola dan pisahkan masalah dari gejala yang mendukungnya.
Rumuskan sebuah hipotesis;
2. Tentukan faktor-faktor yang menjadikan adanya masalah tersebut.
Kumpulkan data kuantitatif maupun kualitatif yang memperkuat hipotesis;
3. Kajilah hambatan dalam pembuatan keputusan. Analisislah situasi politik
dan organisasi yang dahulu mempengaruhi pembuatan kebijakan.
Pertimbangkan berbagai variabel seperti komposisi staf, moral dan
kemampuan staf, tekanan politik, kepekaan budaya, kemauan penduduk
dan efektivitas manajemen. Hindari diskusi yang tidak realistis;
4. Kembangkan solusi-solusi alternatif;
5. Perkirakan solusi yang paling banyak. Tentukan kriteria dengan jelas dan
terapkan (applicable) untuk menguji kelebihan dan kekurangan setiap
solusi alternatif; dan
6. Pantaulah terus umpan balik dari tindakan yang telah dilakukan guna
menentukan tindakan yang perlu diambil berikutnya.
Suatu kebijakan (publik) dikatakan berhasil bila dalam implementasinya mampu
menyentuh kebutuhan kepentingan publik. Jan Marse (dalam Wahab, 1990, h. 46-
47) mengatakan bahwa:
“Implementasi kebijakan yang gagal disebabkan beberapa faktor, yaituinformasi, di mana kekurangan informasi dengan mudah mengakibatkanadanya gambaran yang kurang tepat baik kepada objek kebijakanmaupun kepada para pelaksana isi kebijakan itu; isi kebijakan, dimanaimplementasi kebijakan dapat gagal karena masih samanya isi atau tujuankebijakan atau ketidaktepatan atau ketidaktegasan intern ataupun eksternkebijakan itu sendiri; dukungan, dimana implementasi kebijakan publikakan sangat sulit bila pada pelaksanannya tidak cukup dukungan untukkebijakan tersebut; pembagian potensi, dimana hal ini terkait denganpembagian potensi di antaranya para aktor implementasi dan juga
12
12
mengenai organisasi pelaksana dalam kaitannya dengan differensiasitugas dan wewenang”.
2.3 Pemerintah Gampong
Talizuduhu Ndraha (1994, h. 12) mengartikannya “pemerintahan adalah
proses pelayanan publik kepada masyarakat dan setiap individu masyarakat”.
Sedangkan menurut Pamudji (1992, h. 27) pemerintahan diartikan sebagai berikut:
1. Pemerintahan dapat diartikan dalam arti luas adalah perbuatan memerintah
yang dilakukan oleh organ-organ atau badan-badan legislatif, eksekutif
dan yudikatif dalam rangka mencapai tujuan pemerintahan negara (tujuan
nasional).
2. Pemerintah dalam arti sempit adalah perbuatan memerintah yang
dilakukan oleh organisasi eksekutif dan jajarannya dalam rangka mencapai
tujuan pemerintahan.
Kedudukan Aceh sebagai daerah provinsi dalam bingkai Negara Kesatuan
Republik Indonesia mempunyai beberapa keistimewaan. Keistimewaan Aceh
ditentukan dalam UU No. 44 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Keistimewaan
Daerah Istimewa Aceh. Ruang lingkup keistimewaan Aceh tersebut berdasarkan
UU No. 44 Tahun 1999 meliputi 4 (empat) macam bentuk yaitu sebagai berikut:
1. Bidang agama;
2. Bidang Adat;
3. Bidang pendidikan; dan
4. Peran Ulama
Berdasarkan ketentuan diatas tersebut maka dapat dikaji bahwa Aceh
merupakan daerah Provinsi yang bersifat istimewa. Salah satunya adalah bidang
13
13
adat istiadat. Kehidupan tatanan masyarakat Aceh identik dengan adat dan budaya
yang hidup. Peranan adat dalam kehidupan masyarakat Aceh menentukan prilaku
dan watak masyarakat Aceh.
Dalam UU No. 44 Tahun 1999 disebutkan ada empat keistimewaan yang
dimiliki oleh Aceh diantaranya yaitu:
a. Penerapan syariat islam dalam seluruh aspek kehidupan beragama;
b. Penggunaan kurikulum pendidikan berdasarkan syariat islam tanpa
mengabaikan kurikulum umum;
c. Pemasukan unsur adat dalam struktur pemerintahan desa;
d. Pengakuan peran ulama dalam penentuan kebijakan daerah. (Ahmad
Syaukani dan A. Ahsin Thohari, 2004, h. 98).
Sebagai tindak lanjut dari UU No. 44 Tahun 1999 tersebut maka
pemerintahan daerah provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, mengeluarkan
kebijakan daerah berupa Qanun No. 3 Tahun 2000 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Majelis Permusyawaratan Ulama, Qanun No. 5 Tahun 2000 tentang
Pelaksanaan Syariat Islam di Aceh, Qanun No. 6 Tahun 2000 tentang
Penyelenggaraan Pendidikan, dan Qanun No. 7 Tahun 2000 tentang
Penyelenggaraan Adat.
Dalam pertimbangan Qanun No. 7 Tahun 2000 menyebutkan bahwa adat
merupakan nila-nilai sosial budaya yang hidup dan berkembang dalam masyarakat
di Daerah Istimewa Aceh, karena itu perlu pembinaan terus menerus. Selanjutnya
dalam rangka mengisi keistimewaan Aceh, perlu dilakukan pembinaan,
pengembangan dan pelestarian terhadap penyelenggaraan kehidupan adat
14
14
sehingga dapat dijadikan pegangan dan pedoman dalam penyelenggaraan Hukum
Adat dan Adat Istiadat di Propinsi Daerah Istimewa Aceh.
Pelaksanaan hukum adat di Aceh secara berlanjut dilaksanakan oleh
lembaga adat. Lembaga adat yang hidup di Aceh terdiri dari Mukim, Imeum
Mukim, Tuha Lapan, Keuchik, Tuha Peut, Imeum Meunasah, Keujreun Blang,
Panglima Laot, Peutua seunubok, Haria Peukan, dan Syahbanda. Tiap lembaga
adat tersebut mempunyai tugas dan kewenangan masing-masing baik yang
melekat pada tiap lembaga maupun berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
Pelaksanaan adat istiadat di Aceh dapat berkembang sejauh kebutuhan dan
kehendak masyarakat Aceh itu sendiri dan selama tidak bertentangan dengan
agama islam. Dalam komunitas masyarakat yang melaksanakan adat istiadat maka
dengan serta merta hidup didalamnya hukum adat. Hukum adat sendiri bersifat
relatif, tidak kaku sehingga memungkinkan untuk berkembang.
Tiap jabatan struktural dalam pemerintahan adat melekat fungsi sesuai
dengan bentuk organ. Menurut Jimly, organ adalah struktur dalam sebuah lembaga
dan fungsi adalah atribut yang melekat dalam organ untuk melaksanakan
kewenangan (Jimly Asshiddiqie, 2006, h. 80) eksistensi lembaga adat di Aceh
diakui sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan legitimasi lembaga adat
dikuatkan dalam UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Mengenai keberadaan organ ada 2 (dua) unsur pokok yang saling
berkaitan yaitu organ dan functie. Organ adalah bentuk atau wadah, sedangkan
functie adalah gerakan suatu wadah yang sesuai dengan maksud pembentukannya
(Jimly Asshiddiqie, 2006, h. 45). Hukum adat hidup dan berkembang dalam
masyarakat dimulai dari wilayah terkecil dari suatu daerah yaitu gampong.
15
15
Legitimasi gampong ditentukan dalam Qanun No. 5 Tahun 2003 tentang
Pemerintahan Gampong. Pemerintahan gampong meliputi perangkat gampong
yaitu Keuchik dan Tuha Peut.
Dengan berlakunya otonomi khusus untuk Aceh, maka diperlukan
penataan kembali kedudukan, tugas, fungsi, dan wewenang Pemerintahan
Gampong dalam penyelenggaraan pemerintahan dan peningkatan pelaksanaan
Syari'at Islam serta pengembangan adat dan adat istiadat. Salah satu peran
pemerintahan gampong dalam hal pengembangan adat adalah mewujudkan
perdamaian gampong dengan menyelesaikan sengketa secara adat oleh lembaga
adat.
Pasal 12 huruf f Qanun No. 5 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Gampong
menyebutkan bahwa Keuchik bertugas untuk menjadi hakim perdamaian antar
penduduk dalam gampong. Pada Pasal 35 huruf b Qanun Nomor 5 Tahun 2003
yang berbunyi "Tuha Peuet bertugas memelihara kelestarian adat-istiadat,
kebiasaan-kebiasaan dan budaya setempat yang masih memiliki asas manfaat".
Dari pasal ini dapat dijabarkan bahwa kedudukan Tuha Peuet dalam
menyelesaikan sengketa gampong adalah salah satu upaya memelihara kelestarian
adat-istiadat.
Berdasarkan ketentuan diatas maka hubungan antara keuchik dan tuha peut
gampong adalah sebagai organ yang menjalankan fungsi peradilan adat di
gampong dengan tujuan menjaga perdamaian dan kelestarian adat di gampong.
Selain keuchik dan tuha peut yan menjadi pelaksana dalam peradilan adat di
gampong adalah imeum meunasah.
16
16
Peran Keuchik selaku eksekutif yang menjalankan roda pemerintahan
gampong dan Tuha Peuet selaku legislatif yang mengawasi pelaksanaannya dan
juga kedua lembaga ini juga berperan penting dalam mewujudkan perdamaian di
gampong. Jadi, peran lembaga adat sebagai mediator penyelesaian sengketa
menjadi sangat penting untuk menyelesaikan berbagai hal sehingga terhindar dari
sengketa yang besar.
2.4 Pengertian Gampong
Gampong Merupakan kesatuan hunian’asli’ Aceh yang dikenal sejak
sebelum Aceh menjadi wilayah kesultanan (Abad ke I6). Gampong adalah
kesatuan wilayah hukum terendah yang asli lahir dari masyarakat, bahkan
sebelumnya mukim yang merupakan kumpulan beberapa gampong, yang muncul
setelah masa kesultanan di abad ke 16 dan 17.
Menurut T. Syamsuddin (dalam Puteh, 2012, h. 177) menjelaskan bahwa
“gampong adalah daerah hukum kecil di Aceh, seperti desa di jawa, dusun di
sumatera selatan, Huta di Tapanuli dan Nagari di Minang Kabau dan Kampung di
wilayah Melayu.”
Badruzzaman Ismail, Dkk (Dalam Puteh, 2012, h.177) mengatakan bahwa
“gampong adalah daerah yang memiliki rakyat dengan susunan pemerintahan
sendiri. Dia juga menambahkan bahwa suatu gampong juga memiliki tatanan
aturan, harta kekayaan dan batas territorial. Gampong berwenang penuh untuk
mengembangkan adat dan istiadatnya, bahkan berfungsi menyelenggarakan
peradilan adat sesuai dengan tatanan adat yang mereka miliki”.
Dalam Pasal 2 dan 3 Qanun No. 5 Tahun 2003 tentang Pemerintahan
gampong, menyebutkan bahwa gampong merupakan organisasi pemerintahan
17
17
terendah yang berada di bawah mukim dalam struktur organisasi pemerintahan
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Gampong mempunyai tugas
menyelenggarakan pemerintahan, melaksanakan pembangunan, membina
masyarakat dan meningkatkan pelaksanaan Syari’at Islam.
Pasal 1 Angka 20 Undang-Undang No.11 Tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh bahwa Gampong adalah kesatuan masyarakat hukum yang
berada di bawah Mukim dan dipimpin oleh Keuchik atau nama lain dan berhak
menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri.
Menurut T. M. Juned (2003, h. 35) menyatakan bahwa “Gampong dapat
berarti sebagai tempat hunian penduduk atau persekutuan masyarakat hukum adat
dan dapat pula berarti sebagai suatu kesatuan unit pemerintahan di negara kita”.
Setiap Gampong mempunyai sekurang-kurangnya sebuah Meunasah (Mushalla),
bahkan sekarang ini telah lebih dari satu Meunasah (Mushalla).
Selanjutnya T. Djuned (2003, h. 11) mengemukakan bahwa: “gampong
dalam arti fisik merupakan sebuah kesatuan wilayah yang meliputi tempat hunian,
blang, padang dan hutan. Dalam arti hukum Gampong merupakan Persekutuan
Masyarakat Hukum Adat yang bersifat territorial. Rusdi Sufi, dkk (2002, h. 33-
39) berpendapat bahwa :
“Gampong terbentuk pada masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636),yakni bentuk teritorial yang terkecil dari susunan pemerintahan diAceh. Pada masa itu, sebuah gampong terdiri dari kelompok rumahyang letaknya berdekatan satu sama lain. Pimpinan gampong disebutkeuchik, yang dibantu seseorang yang mahir dalam masalahkeagamaan dengan sebutan teungku meunasah. Gampongmerupakan pemerintahan bawahan dari mukim”.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Gampong
adalah gabungan dari Jurong atau Dusun dan merupakan kesatuan hukum yang
18
18
bercorak agama serta pimpinan Gampong disebut dengan Keuchik Gampong.
Dalam struktur pemerintahan kesultanan Aceh dikala itu, kedudukan Gampong
merupakan suatu unit pemerintahan tingkat kelima setelah Imeum Mukim pada
tingkat Keempat, Ulee Balang pada tingkat Ke tiga, pemerintahan Sagoe pada
tingkat kedua dan kerajaan (raja) pada tingkat pertama.
Dalam Qanun Nomor 5 Tahun 2003 Tentang Pemerintahan Gampong, Bab
II. Yaitu :
1. Pasal 2, Gampong merupakan organisasi pemerintahan terendah yang
berada di bawah Mukim dalam struktur organisasi pemerintahan Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam.
2. Pasal 3 Gampong mempunyai tugas menyelenggarakan pemerintahan,
melaksanakan pembangunan, membina masyarakat dan meningkatkan
pelaksanaan Syari’at Islam.
3. Pasal 4 Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Gampong mempunyai fungsi :
a. Penyelenggaraan pemerintahan, baik berdasarkan asas desentralisasi,
dekonsentrasi dan urusan tugas pembantuan serta segala urusan
pemerintahan lainnya yang berada di Gampong;
b. Pelaksanaan pembangunan, baik pembangunan fisik dan pelestarian
lingkungan hidup maupun pembangunan mental spiritual di Gampong;
c. Pembinaan kemasyarakatan di bidang pendidikan, peradatan, sosial
budaya, ketentraman dan ketertiban masyarakat di Gampong;
d. Peningkatan pelaksanaan Syari’at Islam;
e. Peningkatkan percepatan pelayanan kepada masyarakat;
19
19
f. Penyelesaian persengketaan hukum dalam hal adanya persengketaan-
persengketaanbatau perkara-perkara adat dan adat istiadat di Gampong.
2.5 Wewenang Gampong
Dalam Qanun Nomor 5 tahun 2003 tentang pemerintahan gampong, Pasal
5 kewenangan Gampong, meliputi :
a. Kewenangan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul Gampong dan
ketentuan adat dan adat istiadat;
b. Kewenangan yang diberikan berdasarkan Peraturan Perundang-
Undangan;
c. Kewenangan yang berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan belum
menjadi/belum dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi,
Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kota, Pemerintah Kecamatan
dan Pemerintah Mukim;
d. kewenangan pelaksanaan tugas pembantuan dari Pemerintah,
Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kota,
Pemerintah Kecamatan dan Pemerintah Mukim.
4. Tugas pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, disertai
dengan pembiayaan, sarana/prasarana serta tenaga pelaksana.
5. Pemerintah Gampong berhak menolak pelaksanaan tugas pembantuan
yang tidak disertai dengan pembiayaan, sarana/prasarana serta tenaga
pelaksana.
20
20
Kewenangan gampong merupakan urusan pemerintahan yang
dilaksanakan oleh pemerintah gampong. urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan gampong mencangkup :
a. Urusan pemerintahan gampong yang berdasarkan hak asal usulgampong
Urusan pemerintahan yang bersifat asal usul gampong adalah hak untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan asal
usul, adat istiadat serta sosio-cultural masyarakat setempat yang berlaku dan tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Bentuknya adalah kegiatan-
kegiatan yang sudah dilaksanakan oleh pemerintahan gampong secara turun
temurun dan ditaati oleh masyarakat setempat (Anonim, 2011, h. 126).
Untuk memperjelas urusan pemerintahan yang bersifat asal usul,
pemerintahan kabupaten/kota perlu dilakukan indentifikasi jenis kewenangan asal
usul gampong, apabila hasil indentifikasi ternyata ada kewenangan gampong yang
bersifat asal usul sudah dilaksanakan atau dikelola oleh pemerintahn tingkat atas,
maka pemerintah kabupaten/kota harus mengembalikan kepada gampong yang
bersangkutan. Pengembaliannya ditetapkan dengan qanun kabupaten/kota.
b. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yangdiserahkan pengaturannya kepada Gampong
Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang
diserahkan pengaturannya kepada gampong adalah urusan pemerintahan yang
secara langsung dapat meningkatkan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat.
Untuk itu pemerintah kabupaten/ kota melakukan indentifikasi, pembahasan dan
penetapan jenis kewenangan yang diserahkan pengaturannya kepada
gampong(Anonim, 2011, h. 126).
21
21
Urusan pemerintahan kabupate/kota yang dapat diserahkan pengaturannya
kepada gampong, antara lain: di bidang pertanian dan pangan pangan;
pertambangan dan energi serta sumber daya mineral; kehutanan dan perkebunan;
perindustrian dan perdagangan; koperasian dan usaha kecil menengah;
pennanaman modal; tenaga kerja dan transmigrasi; kesehatan; pendidikan dan
kebudayaan; sosial; penataan ruang; pemukiman/perumahan;pekerjaan umum’
perhubungan; lingkungan hidup; politik dalam negeri adminitrasi publik; otonomi
gampong; perimbangan keuangan; tugas pembatuan; parawisata; pertahanan;
kependudukan dan catatan sipil; kesatuan bangsa dan perlindungan masyarakat;
dan pemerintahan umum; perencanaan; penerangan/informasi dan komunikasi;
pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak; keluarga berencana dan
keluarga sejahtera; pemuda dan olah raga; pemberdayaan masyarakat gampong;
statistik; arsip dan perpustakaan serta Syariat Islam.
c. Tugas Pembantuan dari pemerintah, Pemerintah Aceh dan pemerintahKabupaten/kota.
Tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan
gampong, dari pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota kepada
gampong untuk melaksanakan tugas tertentu.
Gampong diberikan tugas pembantuan dari pemerintahm “ Pemerintah
gampong sebagai jajaran terdepan dalam penyelenggaraan pemerintah secara
nasional” yang merupakan muara terakhir dari seluruh proses penyelenggaraan
pemerintah. Realitas ini telah mewajibkan gampong untuk membantu
penyelenggaraan urusan pemerintah yang ditugaskan oleh Pemerintah Pusat,
Pemerintah Aceh dan Kabupaten/kota dalam satu kesatuan sistem ketatanegaraan
Indonesia (Anonim, 2011, h. 128).
22
22
Dalam pelaksanaan “tugas pembantuan” tersebut, pemerintah pusat,
pemerintah Aceh dan kabupatan/kota kepada pemerintahan gampong wajib
member dukungan pembiyaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia
dalam penyelenggaraan tugas pembantuan tersebut. Oleh karena itu, gampong
memiliki hak untuk menolak pelaksanaan tugas pembantuan yang tidak disertai
dengan pembiayaan, prasarana dan sarana, serta sumber daya manusia(Anonim,
2011, h. 128).
Dalam melaksanakan” tugas pembantuan” tersebut, pemerintahan
gampong bertanggung jawab kepada pemerintahan atasan yang menugaskan
(Pemerintah Pusat, Pemerintah Aceh, dan kabupaten/kota), agar dapat diketahui
keberhasilan pelaksanaan tugas tersebut oleh pihak yang menugaskan.
d. Urusan Pemerintahan lainnya yang oleh Peraturan Perundang-undangan diserahkan kepada Gampong
Pelaksanaan urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perudang-
undangan diserahkan kepada gampong, penyerahan urusan tersebut dapat
dilakukan sewaktu-waktu sesuai perkembangan kebijakan ketatanegaraan
Indonesia dan kebijakan pemerintah Aceh, yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan (Anonim, 2011, h. 142)..
Sejalan dengan Asas umum penyelenggaraan Negara yang antara lain
mengenai asas kepentingan umum dengan prinsip bahwa bila terdapat
permasalahan dalam kehidupan masyarakat yagn berkenaan dengan kepentingan
umum yang memerlukan peran pemerintah untuk mengatasinya, maka pemerintah
gampong wajib menyelesaikan permasalahan tersebut, meskipun penanganan atas
permasalahan tersebut bukan merupakan kewenangan pemerintah gampong.
23
23
Sejauh permasalahan itu tidak mampu diatasi sendiri oleh masyarakat gampong,
sehingga memerlukan peran pemerintah gampong untuk menyelesaikannya.
Penyelenggaraan tugas dan tanggung jawab pemerintahan gampong tidak
hanya sebatas pada kewenangan yang diatur di dalam peraturan perundang-
undangan dan/ atau berdasarkan sistem nilai adat istiadat setempat, namun harus
senantiasa “sensitife dan responsif” dalam mencermati setiap permasalahan yang
ada dalam kehidupan masyarakat gampong(Anonim, 2011, h. 143).
Dalam pelaksanaan kewenangan tersebut harus tetap mengindahkan asas
umum penyelenggaraan asas umum penyelenggaraan negara, yakni (a) asas
kepentingan umum, (b) tertib penyelenggaraan negara, (c) asas kepentingan
umum, (d) asas keterbukaan (e) asas proporsionalitas, (f) asas proposionalitas, (g)
asas akuntabilitas (h) asas efesiensi dan asas efektifitas (Anonim, 2011, h. 144).
Dengan dilandasi asas umum penyelenggaraan negara tersebut, maka
penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan gampong dapat berjalan secara efektif
dan memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat gampong.
24
24
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metodelogi Penelitian
Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab penelitian ini adalah
metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Narbuko dan Achmadi
(2004, h. 44) memberikan pengertian penelitian deskriptif sebagai penelitian yang
berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan
data-data, jadi ia juga menyajikan data, menganalisis dan menginterpretasi; ia juga
bisa bersifat komperatif dan korelatif. Danim (2002, h. 41) memberikan beberapa
ciri dominan dari penelitian deskriptif yaitu:
1. Bersifat mendeskripsikan kejadian atau peristiwa yang bersifat faktual.
Adakalanya penelitian ini dimaksudkan hanya membuat deskripsi atau
narasi semata-mata dari suatu fenomena, tidak untuk mencari hubungan
antar variabel, menguji hipotesis, atau membuat ramalan.
2. Dilakukan secara survei. Oleh karena itu penelitian deskriptif sering
disebut juga sebagai penelitian survei. Dalam arti luas, penelitian
deskriptif dapat mencakup seluruh metode penelitian, kecuali yang bersifat
historis dan eksperimental.
3. Bersifat mencari informasi faktual dan dilakukan secara mendetail.
4. Mengidentifikasi masalah-masalah untuk mendapatkan keadaan dan
praktek-praktek yang sedang berlangsung; dan
5. Mendeskripsikan subjek yang sedang dikelola oleh kelompok orang
tertentu dalam waktu yang bersamaan.
25
25
3.2 Sumber dan Teknik Pengumpulan Data
3.2.1 Sumber Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah :
1. Data primer
Merupakan sumber data adalah sumber-sumber dasar yang merupakan
bukti saksi utama dari kejadian yang lalu, contohnya ialah catatan resmi yang
dibuat pada suatu acara atau upacara, suatu keterangan oleh saksi mata,
keputusan-keputusan rapat, foto-foto, dan sebagainya (Moh. Nazir, 2005, h: 51).
Data primer dalam penelitian ini dikumpulkan melalui penelitian langsung di
lapangan yang bersumber pada penelitian wawancara dan observasi. Data primer
dalam penelitian ini dikumpulkan melalui wawancara dengan Keuchik Gampong,
Masyarakat, dan beberapa orang aparatur gampong. Sedangkan observasi
dilakukan di lapangan terhadap hasil pembangunan yang telah dilaksanakan.
2. Data Sekunder
Menurut Hasan (2002, h: 82) data sekunder adalah data yang diperoleh
oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada. data
sekunder merupakan data yang didapat dari studi kepustakaan, dokumen, koran,
internet yang berkaitan dengan kajian penelitian yang diteliti oleh penulis. Untuk
melengkapi data penelitian, maka data sekunder juga diperoleh dari dokumen
RPJMG gampong, seperti data jumlah penduduk, luas wilayah, dan fasilitas
ekonomi dan sosial.
3.2.2 Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
26
26
1. Observasi.
Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik
terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Pengamatan dan pencatatan
yang dilakukan terhadap objek di tempat terjadi atau berlangsungnya peristiwa,
sehingga observer berada bersama objek yang diselidiki, disebut juga observasi
langsung. Sedangkan observasi tidak langsung adalah pengamatan yang dilakukan
tidak pada saat berlangsungnya suatu peristiwa yang akan diselidiki (Rachman,
1999, h: 77). Dalam kegiatan pengumpulan data, metode observasi merupakan
salah satu metode utama disamping metode wawancara. Dalam hal ini,
pengamatan dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu:
1) Pengamat berperan serta, yaitu seorang pengamat melakukan dua peran
sekaligus sebagai pengamat dan menjadi anggota resmi dari objek atau
kelompok yang diamati.
2) Pengamatan tanpa berperan serta, yaitu seorang pengamat hanya berfungsi
untuk melakukan pengamatan saja, tanpa ikut menjadi anggota dari objek
yang diteliti.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode observasi langsung
yaitu pada Gampong Tangkeh Kecamatan Woyla Timur Kabupaten Aceh Barat.
Pengamatan dilakukan sendiri secara langsung di tempat yang menjadi objek
penelitian, sedangkan objek yang diamati adalah aktifitas masyarakat dan aparatur
pemerintah gampong dalam menjalankan wewenang gampong.
2. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan
27
27
pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas
pertanyaan itu (Moleong, 2002, h: 135). Ada bermacam-macam cara pembagian
jenis wawancara yang dikemukakan dalam kepustakaan, diantaranya
dikemukakan oleh Patton (dalam Moleong, 2002, h: 197) dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan dua model wawancara yaitu :
a Pendekatan menggunakan petunjuk umum wawancara, yaitu jenis
wawancara yang mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1) Pewawancara membuat kerangka dan garis besar pokok-pokok yang
dinyatakan dalam proses wawancara
2) Penyusunan pokok-pokok itu dilakukan sebelum wawancara
dilakukan.
3) Pokok-pokok yang dirumuskan tidak perlu ditanyakan secara
berurutan.
4) Penggunaan dan pemilihan kata-kata untuk wawancara dalam hal
tertentu tidak perlu dilakukan sebelumnya.
5) Petunjuk wawancara hanya berisi petunjuk secara garis besar tentang
proses dan isi wawancara untuk menjaga agar pokok-pokok yang
direncanakan dapat tercakup seluruhnya.
b Wawancara baku terbuka, yaitu jenis wawancara yang menggunakan
seperangkat pertanyaan baku. Urutan pertanyaan, kata-katanya dan cara
penyajiannya pun sama untuk setiap responden.
3. Dokumentasi
Teknik dokumentasi adalah teknik mengumpulkan data melalui
peninggalan tertulis, seperti arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang
28
28
pendapat, teori, dalil atau hukum-hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan
masalah penelitian (Rachman, 1999, h: 96). Dokumen dalam penelitian ini
digunakan sebagai sumber data karena dalam banyak hal dokumen sebagai
sumber data dapat dimanfaatkan untuk menguji, menafsir, bahkan untuk
meramalkan (Moleong, 2002, h: 191).
Pada dasarnya proses studi dokumentasi bukan merupakan kegiatan yang
berdiri sendiri, akan tetapi seringkali bersamaan dengan penggunaan teknik
pengumpulan data yang lainnya. Disaat kita mempelajari dokumentasi pasti
diawali dengan wawancara terutama yang menyangkut pembicaraan yang ada
kaitannya dengan dokumen yang akan dipelajari. Teknik dokumentasi dalam
penelitian ini digunakan hanya sebagai pelengkap dari teknik pengumpulan data
lainnya. Data-data yang diambil dari dokumen hanya meliputi gambaran umum
wilayah penelitian, yang diperoleh dari data monografi gampong Tangkeh yang
meliputi luas wilayah, jumlah penduduk mata pencaharian penduduk, sarana
perekonomian dan tingkat pendidikan serta sarana umum.
3.2.3 Jadwal Penelitian
Penelitian ini direncanakan berlangsung dalam empat tahapan. Pertama,
persiapan penelitian, mempelajarai dan melihat permasalahan yang ada untuk
dijadikan sebagai objek penelitian. Ke dua, pengumpulan data sekunder melalui
studi perpustakaan. Kemudian proposal penelitiannya diseminarkan. Ke tiga,
penelitiann lapangan, proses pengolahan data. Ke empat, penulisan laporan dan
seminar hasil. Secara rinci, jadwal penelitian tersebut dapat dilihat pada tabel di
bawah ini :
29
29
Tabel : 3.1. Jadwal Penelitian
No. KegiatanBulan/Tahun 2012
4 5 6 7 8 9 10 11
I Persiapan Penelitian √
II Pengumpulan Data Sekunder √
Pembuatan Proposal √ √
Seminar Proposal √
III Penelitian Lapangan √
Pengolahan Data √ √
Analisis Data √ √
IV Penulisan Laporan √
Seminar Hasil √
Sidang Konprehensif √
3.2.4 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Gampong Tangkeh Kecamatan Woyla Timur
Kabupaten Aceh Barat. Pemilihan penelitian ini sebagai objek penelitian atas
dasar pertimbangan penulis, karena aparat gampong Tangkeh belum sepenuhnya
mampu melaksanakan Qanun Nomor 5 Tahun 2003 tentang pemerintahan
gampong dalam pelaksanaan wewenang gampong.
3.2.5 Informan
Informan adalah sebagian dari seluruh individu yang menjadi objek
penelitian, yang bertujuan untuk memperoleh keterangan mengenai objek
penelitian dengan cara mengamati hanya sebagian dari populasi, suatu reduksi
terhadap jumlah objek penelitian (Mardalis, 2003, h: 56). Dalam melakukan
teknik pengambilan informan penulis menggunakan metode non probability
30
30
sampling di mana dalam teknik ini jumlah atau ukuran informan disesuaikan
dengan masalah dan tujuan dari penelitian ini.
Spesifikasi metode non probability sampling yang dipakai penulis adalah
purposive sampling, yakni teknik penentuan sampel (informan) secara sengaja
dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2006, h: 96). Maksudnya, peneliti
menentukan sendiri informan yang akan di ambil karena ada pertimbangan
tertentu. Jadi, informan yang diambil tidak secara acak, tetapi ditentukan sendiri
oleh peneliti. Yang menjadi informan penelitian ini adalah: Keuchik Gampong
Tangkeh, Para Kaur pada kantor Gampong Tangkeh, Tuha Peut, Tokoh Pemuda,
Tokoh Masyarakat dan beberapa perwakilan masyarakat yang dianggap
mengetahui dan mengerti tentang permasalahan dalam penelitian ini dengan
jumlah informan sebanyak 15 orang. Jumlah tersebut diambil dengan alasan
karena para informan telah memberikan jawab yang sama tentang masalah
penelitian atau telah mencapai titik jenuh dan telah dapat diambil sebuah
kesimpulan.
3.3 Instrumen Penelitian
Suyanto & Sutinah (2006, h: 59) mengemukakan bahwa Instrumen
penelitian adalah perangkat untuk menggali data primer dari responden sebagai
sumber data terpenting dalam sebuah penelitian survei. Instrumen penelitian ilmu
sosial umumnya berbentuk kuesioner dan pedoman pertanyaan (interview guide).
Semua jenis instrumen penelitian ini berisi rangkaian pertanyaan mengenai suatu
hal atau suatu permasalahan yang menjadi tema pokok penelitian.
Peneliti merupakan instrumen kunci utama, karena peneliti sendirilah yang
menentukan keseluruhan skenario penelitian serta langsung turun ke lapangan
31
31
melakukan pengamatan dan wawacara dengan informan. Adapun alat bantu yang
biasa digunakan dalam penelitian kualitatif seperti ini antara lain, alat kamera, ,
tape recorder, pedoman wawancara, dan dokumen-dokumen yang berhubungan
dengan masalah penelitian dan alat bantu lainnya.
3.4 Teknik Analisa Data
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke
dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan
dapat dirumuskan hipotesis kerja (Moleong, 2002, h: 103). Analisa data
menggunakan metode deskriptif kualitatif, dimana pembahasan penelitian serta
hasilnya diuraikan melalui kata-kata berdasarkan data empiris yang diperoleh.
Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data yang bersifat kualitatif, maka
analisis data yang digunakan non statistik.
Analisis data dalam penelitian kualitatif berlangsung secara interaktif,
dimana pada setiap tahapan kegiatan tidak berjalan sendiri-sendiri. Meskipun
tahap penelitian dilakukan sesuai dengan kegiatan yang direncanakan, akan tetapi
kegiatan ini tetap harus dilakukan secara berulang antara kegiatam pengumpulan
data, reduksi data, penyajian data serat verifikasi atau penarikan suatu kesimpulan.
Untuk menganalisa data dalam penelitian ini, digunakan langkah-langkah
atau alur yang terjadi bersamaan yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian
data dan penarikan kesimpulan atau balur verifikasi data (Miles, 2007, h: 15-19).
1. Reduksi data, adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan data kasar yang muncul dari catatan-
catatan yang tertulis di lapangan (Miles dan Huberman, 2007, h: 17).
Reduksi data ini bertujuan untuk menganalisis data yang lebih
32
32
mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data
agar diperoleh kesimpulan yang dapat ditarik atau verifikasi. Dalam
penelitian ini, proses reduksi data dilakukan dengan mengumpulkan data
dari hasil wawancara , observasi dan dokumentasi kemudian dipilih dan
dikelompokkan berdasarkan kemiripan data.
2. Penyajian data, adalah pengumpulan informasi tersusun yang memberikan
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan
(Miles dan Huberman, 2007, h: 18). Dalam hal ini, data yang telah
dikategorikan tersebut kemudian diorganisasikan sebagai bahan penyajian
data. Data tersebut disajikan secara deskriptif yang didasarkan pada aspek
yang diteliti.
3. Verifikasi data dan penarikan kesimpulan. Verifikasi data adalah sebagian
dari suatu kegiatan utuh, artinya makna-makna yang muncul dari data
telah disajikan dan diuji kebenarannya, kekokohannya dan kecocokannya
(Miles dan Huberman, 2007, h: 19). Penarikan kesimpulan berdasarkan
pada pemahaman terhadap data yang disajikan dan dibuat dalam
pernyataan singkat dan mudah dipahami dengan mengacu pada pokok
permasalahan yang diteliti.
3.5 Uji Kredibilitas Data
Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian
kualitatif antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan
ketentuan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat dan
member check. Digunakannya uji ini dimaksudkan untuk mendapatkan data yang
33
33
lebih mendalam mengenai subyek penelitian (Sugiono, 2008, h: 270). Adapun
pengujian kredibilitas data adalah sebagai berikut :
1. Perpanjangan Pengamatan. Perpanjangan pengamatan perlu dilakukan
karena berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, dirasakan data yang
diperoleh masih kurang memadai. Menurut Moleong (2001, h: 327)
perpanjangan pengamatan berarti peneliti tinggal di lapangan penelitian
sampai kejenuhan pengumpulan data tercapai. Peneliti berperan sebagai
anggota masyarakat tempat penelitian dilakukan, berbaur dengan
masyarakat dan mengikuti segara aktivitas dalam masyarakat sampai
diarasakan data yang diperoleh telah cukup dan memadai.
2. Peningkatan ketekunan, berarti melakukan pengamatan secara lebih
mendalam untuk memperoleh kepastian data. Meningkatkan ketekunan
dilakukan dengan membaca berbagai referensi baik buku maupun
dokumen yang terkait dengan temuan yang diteliti sehingga berguna untuk
memeriksa data apakah benar dan bisa dipercaya atau tidak. Dalam hal ini
peneliti berperan untuk melihat dan mengamati lebih mendalam tentang
fenomena yang terjadi di masyarakat sesuai dengan penelitian yang
dilakukan, peneliti juga lebih banyak membaca dan mencari referensi
lainnya yang terkait dengan temuan yang ditemui dalam penelitian,
sehingga dapat mengambil suatu kesimpulan yang benar dan dapat
dipercaya.
3. Triangulasi. Analisa triangulasi merupakan suatu metode analisis untuk
mengatasi masalah akibat dari kajian mengandalkan suatu teori saja, satu
macam data atau satu metode penelitian saja (Sugiono, 2007, h: 25).
34
34
Triangulasi dapat diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber
dengan berbagai cara. Menurut (Sugiono, 2008, h: 73-274), terdapat
minimal 3 (tiga) macam triangulasi, yaitu :
a) Triangulasi sumber data. Pada triangulasi ini, data dicek
kredibilitasnya dari berbagai sumber data yang berbeda dengan
teknik yang sama, misalnya mengecek sumber data antara
bawahan, atasan dan teman.
b) Triangulasi teknik pengumpulan data. Data dicek kredibilitasnya
dengan menggunakan berbagai teknik yang berbeda dengan
sumber data yang sama.
c) Triangulasi waktu pengumpulan data. Data dicek kredibilitasnya
dengan waktu yang berbeda-beda namun dengan sumber data dan
teknik yang sama.
Triangulasi menjadikan data yang diperoleh dalam penelitian menjadi
lebih konsisten, tuntas dan pasti serta meningkatkan kekuatan data
(Sugiono, 2008, h: 241)
4. Pemeriksaan teman sejawat. Dilakukan dengan mendiskusikan data hasil
temuan dengan rekan-rekan sesama mahasiswa maupun teman yang bukan
mahasiswa. Melalui diskusi ini diharapkan akan ada saran atau masukan
yang berguna untuk proses penelitian.
5. Analisis kasus negatif. Menurut Sugiono (2008, h: 275) melakukan
analisis kasus negatif berarti peneliti mencari data yang berbeda atau
bahkan bertentangan dengan data yang telah ditemukan.
35
35
6. Member Check. Dilakukan dengan cara mendiskusikan hasil penelitian
kepada sumber-sumber yang telah memberikan data untuk mengecek
kebenaran data dan interprestasinya. Menurut Moleong (2002, h: 336)
pengecekan dilakukan dengan jalan :
a. Penilaian dilakukan oleh responden
b. Mengkoreksi kekeliruan
c. Menyediakan tambahan informasi
d. Memasukkan responden dalam kancah penelitian, menciptakan
kesempatan untuk mengikhtisarkan sebagai langkah awal analisa data
e. Menilai kecukupan menyeluruh data yang dikumpulkan
Pengujian kredibilitas (credibility) bertujuan untuk menilai kebenaran dari
temuan penelitian kualitatif. Kredibilitas ditunjukkan ketika partisipan
mengungkapkan bahwa transkrip penelitian memang benar-benar sebagai
pengalaman dirinya sendiri. Dalam hal ini peneliti akan memberikan data yang
telah ditranskripkan untuk dibaca ulang oleh partisipan.
36
36
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Letak Geografis Gampong
Gampong Tangkeh terletak dalam kawasan yang diapit oleh perbukitan
dan persawahan dalam kecamatan Woyla Timur. Kecamatan Woyla Timur
merupakan Kecamatan pemekaran dari Kecamatan Woyla sejak tahun 2002
sampai sekarang. Kecamatan Woyla Timur terbagi menjadi dua kemukiman yaitu
13 Gampong kemukiman Woyla Tunong dan 13 Gampong Kemukiman Woyla
Tengah.
Gampong Tangkeh merupakan salah satu gampong dari 13 yang ada di
Kemukiman Woyla Tunong. Gampong Tangkeh dan salah satu Gampong dari 26
Gampong di Kecamatan Woyla Timur Kabupaten Aceh Barat. Gampong Tangkeh
berbatasan dengan gampong-gampong yang masih dalam satu kecamatan. Adapun
batas Gampong Tangkeh adalah sebagai berkut :
1. Sebelah Utara Blang Luah
2. Sebelah Timur Gampong Alu bili
3. Sebelah Barat GampongPaya meugeundrang
4. Sebelah Selatan Pasi Janeng
Sementara itu Gampong Tangkeh dibagi menjadi 3 (tiga) jurong/dusun
yaitu : Jurong Taruna, Jurong Bahagia dan Jurong Cot Kuta.
37
37
2. Keadaan Demografis Gampong
Jumlah penduduk Gampong Tangkeh secara keseluruhan adalah 208 jiwa
dan 54 kepala keluarga dengan perician 97 jiwa laki-laki dan 111 jiwa perempuan.
Untuk melihat jumlah penduduk Gampong Tangkeh, maka dapat dilihat pada
tabel di bawah ini :
Tabel : 4.1 Jumlah Penduduk Menurut Golongan Usia
No Golongan UsiaJenisKelamin
Jumlah (jiwa)Lk Pr
1 0 Bulan – 12 Bulan 1 2 3
2 13 Bulan – 04 Tahun 2 2 4
3 05 Tahun – 06 Tahun 5 5 10
4 07 Tahun –12 Tahun 7 8 15
5 13 Tahun –15 Tahun 7 8 15
6 16 Tahun –18 Tahun 20 10 30
7 19 Tahun –25 Tahun 15 18 33
8 26 Tahun –35 Tahun 10 20 30
9 36 Tahun –45 Tahun 10 10 20
10 46 Tahun –50 Tahun 8 10 18
11 51 Tahun –60 Tahun 5 6 11
12 61 Tahun –75 Tahun 3 7 10
13 Diatas 75 Tahun 4 5 9
T otal 97 111 208Sumber : Profil Gampong Tangkeh Tahun 2012
Berdasarkan tabel 4.1 di atas, maka dapat dilihat bahwa jumlah penduduk
Gampong Tangkeh berdasarkan golongan usia yang paling banyak adalah umur
16 tahun –18 tahun dan dengan jumlah 3 jiwa dan paling sedikit adalah umur 12
tahun. Kemudian untuk melihat jumlah penduduk berdasarkan dusun atau jurong,
maka dapat dilihat pada tabel berikut ini :
38
38
Tabel : 4.2 Jumlah Penduduk Menurut Jurong/Dusun
No Jurong/Dusun JumlahKK
Jenis Kelamin Jumlah(jiwa)Lk Pr
1 Taruna 21 31 45 76
2 Bahagia 17 34 34 68
3 Cot kuta 16 32 32 64
Total 54 97 111 208Sumber : Profil Gampong Tangkeh Tahun 2012
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dilihat bahwa jumlah penduduk
Gampong Tangkeh berdasar dusun adalah yang paling banyak dusun taruna
dengan jumlah 76 jiwa, sedangkan paling sedikit adalah dusun Cot Kuta dengan
jumlah 64 jiwa. Untuk melihat jumlah penduduk berdasarkan wajib pendidikan
adalah sebagai berikut :
Tabel : 4.3 Jumlah Penduduk Menurut Usia Wajib Pendidikan 9 Tahun
No Dusun/Jurong Jenjang SekolahJumlah
Sekolah Tidak Sekolah
1. TarunaSD/Sederajat 14 2
MIN/Sederajat 80 7
2. BahagiaSD/Sederajat 50 6
SLTP/Sederajat 20 27
3. Cot kutaSD/Sederajat 15 3
SLTP/Sederajat 11 45
T otal 190 90Sumber : Profil Gampong Tangkeh Tahun 2012
Berdasarkan tabel di atas, maka jumlah penduduk Gampong Tangkeh
berdasarkan usia wajid pendidikan 9 tahun, maka dapat dilihat jenjang sekolah
mesjid/sederajat dengan jumlah 80 orang dan paling sedikit adalah tidak sekolah
dengan jumlah 2 orang. Kemudian untuk melihat jumlah penduduk Gampong
Tangkeh berdasarkan tingkat pendidikan adalah sebegai berikut :
39
39
Tabel : 4.4 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
No Jenjang Sekolah Jumlah
1. SLTA/Sederajat 6
2. D-1 -
3. D-2 -
4. D-3 1
5. S-1 2
6. S-2 -
7. S-3 -
8. Belum sekolah dan tidak sekolah 199
Total 208Sumber : Profil Gampong Tangkeh Tahun 2012
Berdasarkan tabel 4.4 di atas, maka dapat dilihat bahwa jumlah penduduk
Gampong Tangkeh berdasarkan tingkat pendidikan, maka dapat diketahui bahwa
paling banyak adalah yang belum sekolah dan tidak sekolah dengan jumlah dan
totalnya banyak tamat SLTP.
Tabel: 4.5 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian
No Mata Pencaharian Jumlah
1 Petani 40
2 Montir 2
3 Tukang batu 2
4 Tukang kayu 1
5 Tukang jahit 1
6 Tukang anyaman 5
7 Tukang Rias 1
8 Pegawai Negeri Sipil (PNS) 4
9 Dukun 1
10 Guru 4
11 Belum bekerja/tidak bekerja 147
T o t a l 208Sumber : Profil Gampong Tangkeh Tahun 2012
40
40
Berdasarka tabel di atas, maka penduduk Gampong Tangkeh mayoritas
penduduknya belum bekerja/tidak bekerja, namun juga banyak penduduk bermata
pencaharian sebagai petani.
3. Orbitasi
Orbitasi merupakan jarak gampong dengan sarana vital dan jarak gampong
dengan pusat-pusat pemerintahan serta sarana umum. Untuk melihat orbitasi,
maka dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.6 Orbitasi Gampong Tangkeh
No UraianSatuan
Keterangan
I Orbitasi Umum
1 Jarak ke ibu kota provinsi 251 Km Banda Aceh
2 Jarak ke ibu kota kabupaten 64 Km Meulaboh
3 Jarak ke ibu kota kecamatan 9 Km -
II Orbitasi Khusus
1 Jarak ke gunung 0,25 Km -
2 Jarak ke laut 50 Km -
3 Jarak ke sungai 5 Km Krueng Woyla Timur
4 Jarak ke pinggiran hutan 0,16 Km -
5 Jarak ke pasar 10 Km -
6 Jarak ke pelabuhan 65 Km -
7 Jarak ke bandar udara 70 Km Cut Nyak Dhien
8 Jarak ke terminal 65 Km Meulaboh
9 Jarak ke kantor polisi/militer 9 Km Polsek Kec.Woyla Timur
10 Jarak ke tempat wisata 50 Km Taman tepi laut
11 Jarak ke tempat hiburan 60 Km Fund land
Sumber : Profil Gampong Tangkeh Tahun 2012
41
41
4. Fasilitas Sosial dan Ekonomi Gampong
Untuk melihat fasiltas dan ekonomi Gampong Tangkeh, maka dapat dilihat
pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.7 Fasilitas Sosial dan Ekonomi Gampong
No Jenis Fasilitas Jumlah Penggunaan Fasilitas
1 Fasilitas Agamaˍ Mesjidˍ TPA
1 Unit1 Unit
AktifAktif
2Fasiltas Pendidikanˍ SD
- -
3 Fasilitas Ekonomiˍ Kiosˍ Pabrik
4 Unit1 Unit
Milik Masyarakat - AktifMilik Masyarakat - Aktif
4 Fasilitas Pemerintahan
ˍ Balai Pertemuan 1 Unit Aktif
5 Fasilitas Olah Ragaˍ Lapangan Bola kakiˍ Lapangan Bola Voly
1 Unit1 Unit
AktifAktif
6 Fasilitas Kesehatan
ˍ Posyandu - -
Total 9 Unit -
Sumber : Profil Gampong Tangkeh Tahun 2012
42
42
4.1.2 Implementasi Qanun nomor 5 tahun 2003 tentang wewenang gampongdi Gampong Tangkeh
Pelaksanaan Pemerintahan gampong merupakan hal yang paling penting
dalam sistem pemerintahan di Indonesia. Oleh karena itu pemerintah gampong
sering disebut sebagai ujung tombak yang sangat menentukan keberhasilan sebuah
negara. Dalam menjalankan tugas, fungsi dan wewenang pemerintahan di
gampong, para aparatur gampong diatur atau dituntun oleh peraturan/qanun yang
bertujuan untuk terciptanya pemerintahan yang tertib, efektif dan efisien. Di
Kabupaten Aceh Barat, masalah wewenang gampong di atur dalam qanun nomor
5 tahun 2003 yang menjadi pedoman dan panduan oleh seluruh pemerintah
gampong yang berada dalam wilayah Kabupaten Aceh Barat, termasuk gampong
Tangkeh di Kecamatan Woyla Timur.
Pemerintahan gampong merupakan ujung tombak pembangunan yang terus
menerus harus memberikan pelayanan yang mkasimal kepada masyarakat,
sehingga diperlukan sebuah pengaturan untuk menciptakan pemerintah gampong
yang responsif dan aspiratif dalam memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Qanun
nomor 5 tahun 2003 merupakan salah satu qanun yang ingin mewujudkan hal
tersebut di atas dengan menata kembali tentang wewenang gampong dalam
melaksanakan roda pemerintahan. Berbicara masalah kedudukan gampong, dari
hasil wawancara dengan para aparatur gampong, ditemukan beberapa fakta yang
perlu mendapat perhatian bersama, berikut petikan wawancara dengan, Abdul
Rafar, Keuchik Gampong Tangkeh mengatakan bahwa :
“Menurut saya gampong memiliki kedudukan yang sangatistimewa, karena gampong merupakan ujung tombakpembanganan. Di sinilah awal dari pembangunan. Kalau gampongmaju, bararti daerah juga maju. Kalau dilihat dari struktur,gampong itu berada di bawah mukim. Dari kecamatan terbagi
43
43
dalam mukim dan mukim terdiri dari gampong-gampong. Jadigampong merupakan bagian terendah dari pemerintahan” (Rabu 19Desember 2012).
Hal senada juga disampaikan oleh Masdiwan, sekretaris Gampong
Tengkeh, berikut petikan wawancaranya:
“Kedudukan gampong berada pada struktur terendah di bawahmukim, oleh karena itu gampong memiliki kedudukan yang sangatpenting karena langsung berhadapan dengan masyarakat digampong-gampong” (Rabu 19 Desember 2012).
Hal serupa juga disampaikan oleh Azhar, Ketua Pemuda Tuha Peut dan
Ketua Pemuda Gampong Tangkeh berikut ini :
“Kedudukan gampong sangatlah menentukan kemajuan suatudaerah atau bangsa, oleh karena itu perkembangan gampong harusselalu menjadi perhatian semua pihak” (Rabu 19 Desember 2012).
Wawancara dengan Pauzi, Tuha Peut gampong, mengatakan bahwa :
“Pada dasarnya pemerintahan gampong mempunyai kedudukan yangsangat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan gampong. Dalampenyelenggaraan pemerintahan gampong, keuchik beserta perangkatgampong dan Tuha Peuet harus menjalankan tugas dan fungsi,menyelesaikan segala permasalahan sesuai dengan peraturan yang telahditetapkan” (Rabu 19 Desember 2012).
Selain masalah kedudukan gampong yang terlihat sangat penting dan
menentukan, ada hal lain yang perlu diperhatikan dalam implementasi qanun
nomor 5 tahun 2003, yaitu wewenang gampong dalam menjalankan roda
pemerintahannya. Dari hasil wawancara dengan para informan penelitian, maka
diperoleh informasi mengenai pelaksanaan wewenang gampong yang selama ini
berlangsung, berikut petikan wawancara dengan Abdul Rafar, selaku Keuchik
mengatakan :
“Masalah wewenang gampong belum dapat dijalankan atau dilaksanakandengan baik. Tugas-tugas para aparatur gampong selama ini belumdilaksanakan sesuai dengan aturan yang berlaku oleh para aparaturgampong.” (Rabu 19 Desember 2012).
44
44
Hal senada juga disampaikan oleh Pauzi, Tuha Peut Gampong Tangkeh,
ketika ditanyakan mengenai pelaksanaan tugas, fungsi dan wewenag gampong
yang selama ini berlangsung beliau memberikan tanggapan sebagai berikut :
“Selama ini pembagian tugas, fungsi dan wewenang pemerintahgampong dalam menjalankan tugas sangat tidak jelas. Sering sekali pakkeuchik yang mengerjakan seluruh pekerjaan. Para pembantunya sepertikaur dan staf tidak mengetahui tugas dan wewenagnya masing-masing”(Rabu 19 Desember 2012).
Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Masdiwan, Sekretaris Gampong
,ketika ditanyakan mengenai wewenang gampong, yaitu :
“Selama ini memang tidak ada pembagian tugas yang jelas, hampirsetiap pekerjaan langsung dikerjakan oleh pak keuchik. Para aparaturgampong hampir tidak tahu apa wewenang yang harus dikerjakan.Tugas-tugas itupun langsung dikerjakan di rumah pak keuchik karenakita belum memiliki kantor” (Rabu 19 Desember 2012).
Beberapa pernyataan di atas diperkuat oleh hasil wawancara dengan
beberapa kepala dusun yang ada di desa tangkeh, berikut petikan wawancara
dengan Abdul Rahman, Kepala Dusun Cot Kuta, mengatakan
“Struktur pemerintah gampong belum berjalan dengan baik sehinggatugas yang seharusnya diemban oleh kaur namun harus dikerjakan sendirioleh keuchik” (Rabu 19 Desember 2012). Ketika ada permasalahan yangharus diselesaikan, maka kami sebagai kepala dusun langsungmelaporkannya pada keuchik, tidak melalui perantara, baik itu sekretarisgampong, para kepala urusan (kaur) maupun staf yang ada di kantorGampong tangkeh ini” (Rabu 19 Desember 2012).
Wawancara dengan M. Jahar, selaku Kepala Dusun Taruna, mengatakan bahwa :
“Sepengetahuan saya, pembagian tugas dan wewenang para aparaturgampong tidak terlalu terlihat di desa Tangkeh ini, semua permasalahanlangsung diselesaikan oleh pak keuchik. Wewenang gampong sangattidak jelas terlihat, terutama dalam menyelesaikan masalah-masalah digampong. setiap kegiatan pemerintahan berjalan begitu saja tanpa adapengaturan yang jelas” (Rabu 19 Desember 2012).
Dari beberapa petikan wawancara di atas, terlihat bahwa para aparatur
Gampong tidak menjalankan tugasnya sebagaimana isi qanun nomor 5 tahun 2003
45
45
tentang kedudukan, tugas, fungsi dan wewenang gampong. Hal tersebut
disebabkan oleh beberapa kendala seperti motivasi para aparat gampong serta
masalah infrastruktur gampong.
M. Syukur, Kepala Dusun Bahagia, mengatakan bahwa :
“Ketika ada permasalahan yang harus diselesaikan, maka kami sebagaikepala dusun langsung melaporkannya pada keuchik, tidak melaluiperantara, baik itu sekretaris gampong, para kepala urusan (kaur)maupun staf yang ada di kantor Gampong tangkeh ini.” (wawancara,Jumat 21 Desember 2012).
Wawancara dengan M. Jahar, Kepala Dusun Taruna, mengatakan bahwa :
“Sepengetahuan saya, pembagian tugas dan wewenang para aparaturgampong tidak terlalu terlihat di desa tangkeh ini, semua permasalahanlangsung diselesaikan oleh pak keuchik” (wawancara, Jumat 21Desember 2012).
Wawancara dengan Mustafa, selaku masyarakat Gampong Tangkeh,
mengatakan bahwa :
“wewenang gampong sangat tidak jelas terlihat, terutama dalammenyelesaikan masalah-masalah di gampong. setiap kegiatanpemerintahan berjalan begitu saja tanpa ada pengaturan yang jelas”(wawancara, Jumat 21 Desember 2012).
Berdasarkan kutipan wawancara di atas, dapat dipahami bahwa banyak
sekali permasalahan mengenai wewenang dan kedudukan. Terutama dalam
menyelesaikan masalah, seperti masalah kegiatan pemerintahan yang kini sangat
banyak permasalahan, baik permasalah administrasi gampong hingga masalah
kegiatan pembangunan.
4.1.3. Kendala yang dihadapi dalam Mengimplementasikan Qanun Nomor 5Tahun 2003 tentang pemerintahan gampong.
Dari petikan wawancara di atas, terlihat bahwa pelaksanaan qanun nomor
5 tahun 2003 masih belum dapat dilaksanakan dengan baik. Tentu ada
46
46
permasalahan-pemasalahan yang menjadi kendala dalam melaksanakan qanun
tersebut. Dari hasil wawancara dengan beberapa informan ditemukan beberapa
fakta yang menjadi kedala utama dalam pelaksanaan qanun tersebut, berikut
petikan wawancara dengan Abdul Rafar, Keuchik Gampong Tangkeh,
mengatakan bahwa :
“Selama ini banyak kendala yang kami hadapi di desa tangkeh ini,terutama masalah infrastruktur gampong yang sama sekali tidak ada,seperti kantor keuchik. Sampai saat ini kita belum punya kantor, jadibagaimana kita bisa menjalankan pemerintahan dengan maksimal.Apalagi untuk melaksanakan qanun nomor 5 tahun 2003, sangat tidakmungkin untuk berjalan dengan baik” (wawancara, Sabtu 22 Desember2012).
Lebih lanjut Abdul Rafar, menambahkan bahwa :
“Selain itu, masalah sumber daya manusia juga menjadi persoalandalam pelaksanaan qanun tersebut, para aparatur gampongpendidikannya masih sangat rendah paling-paling tamat SMP sehinngabanyak yang tidak mengerti tentang qanun tersebut, membacanya jugakadang tidak pernah, bagaimana mau melaksanakannya” (wawancara,Sabtu 22 Desember 2012).
Hal senada juga disampaikan oleh Sekretaris Gampong Desa Tangkeh
ketika menanggapi pertanyaan tentang kendala dalam melaksanakan qanun nomor
5 tahun 2003, berikut petikan wawancara dengan Madiswan, Sekretaris Gampong,
mengatakan bahwa :
“Tidak adanya tempat untuk melaksanakan tugas merupakan kendalautama dalam menjalankan pemerintahan gampong. Selama ini tugas-tugas gampong dikerjakan dirumah pak keuchik, sehingga sangat tidakefektif untuk memberikan pelayanan dan menyelesaikan semuapersoalan gampong, maka dari itu sangat wajar kalau samapai saat iniqanun nomor 5 tahun 2003 tersebut belum dapat diterapkansebagaimana seharusnya” (wawancara, Sabtu 22 Desember 2012).
Pernyataan dalam petikan wawancara di atas diperkuat oleh hasil
wawancara dengan Pauzi, Tuha Peut gampong, yaitu :
“Kalau menurut saya, kendala yang selama ini terjadi selain masalahsarana yang belum memadai adalah tidak adanya kerja sama yang baik
47
47
dari para aparatur pemerintah gampong sehingga pekerjaan seringsekali tumpang tindih dan tidak dapat dijalankan dengan maksimal”(wawancara, Sabtu 22 Desember 2012).
Lebih lanjut Pauzi, Tuha Peu, mengatakan bahwa :
“Tidak adanya sosialisasi dari pihak kecamatan mengenai qanuntersebut juga menjadi kendala bagi aparatur gampong dalammelaksanakan kewenangan gampong sesuai dengan qanun nomor 5tahun 2003 terutama dalam melaksanakan tugas-tugas pelayanan digampong” (wawancara, Sabtu 22 Desember 2012).
Berdasarkan hasil wawancara di atas, maka dapat dipahami bahwa salah
satu kendala yang dihadapi dalam mengimplementasikan qanun tersebut adalah
kurangnya sosialisasi dari pihak kecamatan dan kurang sarana pendukung
kegiatan pemerintahan, khususnya sarana fisik. Kemudian kendala lain ialah
tidak adanya pelatihan bagi aparatur gampong mengenai pemahaman qanun
tersebut.
Kemudian keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan gampong juga
sangat dipengaruhi oleh kemampuan aparatur untuk melaksanakan wewenang
gampong dengan baik sesuai dengan peraturan yang belaku, dalam hal ini
qanun nomor 5 tahun 2003. Untuk melaksanakan qanun tersebut diperlukan
partisipasi aktif dari para aparatur gampong dalam mempelajari dan
melaksanakan qanun tersebut agar terciptanya pemerintahan gampong yangn
responsif, transparan, efektif dan efisien. Dari hasil wawancara dengan
beberapa informan tentang partisipasi para aparatur gampong dalam
melaksanakan qanun nomor 5 tahun 2003, diperoleh beberapa keterangan
melalui petikan-petikan wawancara dengan Madiswan, Sekretaris Gampong,
mengatakan.
“Partisipasi para aparatur gampong dalam menjalankan qanun tersebutsangat rendah, karena mereka sendiri tidak mengetahui apa isi yang
48
48
terdapat dalam qanun tersebut dan ditambah lagi dengan sikap tidakmau tahu, sehingga dalam menjalankan pemerintahan di gampongmenjadi tidak maksimal” (wawancara, Sabtu 22 Desember 2012).
Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Bapak Keuchik Gampong
Tangkeh, berikut petikan wawancara dengan Abdul Rafar, Keuchik Gampong
Tangkeh, mengatakan bahwa :
“Kalau kita lihat selama ini memang partisipasi para aparat pemerintahgampong dalam wewenangnya masih sangat rendah. Hal tersebutdikarenakan oleh beberapa hal seperti masalah kantor yang kita belumpunya dan kelengkapan-kelengkapan lainnya yang tidak mendukungkegiatan kita selama ini. Sehingga qanun tersebut belum dapatdilaksanakan sebagaimana mestinya. Selain itu, ketidak pahamanterhadap qanun yang dimaksud juga menyebabkan rendahnya partisipasiaparatur pemerintah gampong, karena tidak tahu apa yang seharusnyadilakukan” (wawancara, Sabtu 22 Desember 2012).
Wawancara dengan Pauzi, Tuha Peut gampong, mengatakan bahwa :
“Sampai saat ini memang belum terlihat upaya yang dilakukan olehpemerintah gampong dalam melaksanakan apa yang telah tertuang dalamqanun tersebut, semua kegiatan masih berjalan secara alami dantergantung kebutuhan. Belum ada pengaturan yang jelas dalampelaksanaan tugas dan wewenang pemerintahan gampong“(wawancara,Sabtu 22 Desember 2012).
Berdasarkan hasil wawancara di atas, maka dapat dipahami bahwa
kurangnya partisipasi pemerintahan gampong juga merupakan salah satu kendala
yang dihadapi dalam mengimplementasi qanun tersebut, sehingga pelaksanaan
wewenang gampong berjalan tidak maksimal.
49
49
4.2 Pembahasan
4.2.1 Implementasi Qanun Nomor 5 tahun 2003 tentang PemerintahanGampong
Ketentuan mengenai pemerintahan gampong terutama dalam qanun
Nomor 5 Tahun 2003 Tentang Pemerintahan Gampong, pasal (2) kedudukan,
fungsi dan wewenang gampong, yang merangkum semua tentang kebijakan-
kebijakan sebuah gampong. Mengingat bahwa pemerintah gampong merupakan
suatu organisasi, maka organisasi itu haruslah sederhana dan efektif serta
memperhatikan dan mengingat kenyataan masyarakat setempat. Oleh sebab itu,
dalam mewujudkan organisasi yang sederhana dan efektif, para aparatur gampong
hendaklah memahami dan mengerti tentang wewenang gampong seperti yang
tertuang dalam Qanun Nomor 5 tahun 2003 tentang Pemerintahan Gampong.
Dari hasil penelitian di lapangan, terlihat bahwa aparatur gampong,
mayoritas belum mampu melaksanakan qanun tersebut dengan kata lain
pemahaman para aparatur gampong tentang qanun tersebut sangat rendah,
sehingga pelaksanaannyapun tidak sesuai dengan peraturan qanun gampong.
Selama ini pelaksanaan wewenang gampong dilakukan secara alami saja, sesuai
keadaan dan kebutuhan. Kegiatan pemerintahan tidak dilakukan secara terstruktur
dan sistematis.
Ada beberapa alasan mengenai tidak maksimalnya mengimplementasikan
Qanun nomor 5 tahun 2003 tentang pemerintahan gampong dalam hal wewenang
gampong. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan ditemukan beberapa
alasannya, di antaranya adalah tidak adanya sosialisasi/penjelasan dari pihak
kecamatan setempat selaku struktur pemerintahan yang lebih tinggi tentang isi
qanun tersebut. Faktor infrastruktur atau sarana pemerintahan gampong yang tidak
50
50
ada juga menjadi kendala, seperti tidak adanya kantor gampong. Selain itu, faktor
sumber daya manusia dan motivasi para aparatur pemerintah gampong yang
masih sangat rendah untuk mempelajari berbagai macam aturan atau qanun
tentang pelaksanaan tugas-tugas gampong.
Namun demikian, walaupun para aparatur Gampong Tangkeh kurang
mampu melaksanakan Qanun Nomor 5 tahun 2003 tersebut, tetapi para aparatur
Gampong Tangkeh mengetahui bahwa kedudukan gampong sangatlah penting
dalam sistem pemerintahan di Indonesia. Gampong merupakan ujung tombak
pembangunan yang sangat menentukan kemajuan daerah dan bangsa Indonesia
secara keseluruhan. Pelaksanaan pemerintahan gampong yang baik tentang peran
dan kedudukan gampong oleh para aparatur pemerintahan gampong Tangkeh
diikuiti oleh pelaksanaan wewenang gampong dengan baik pula. Dari hasil
penelitian ditemukan bahwa pembagian dan pelaksanaan wewenang di gampong
Tangkeh Kecamatan Woyla Timur tidak berjalan dengan baik sesuai dengan
aturan yang berlaku.
Pelaksanaan Qanun Nomor 5 tentang pemerintahan gampong dalam
wewenang gampong belum mampu dilaksanakan akan berdampak pada sektor
pembangunan gampong, pelayanan kepada masyarakat dan kegiatan pemerintahan
gampong yang berkaitan dengan manajemen gampong. Salah satu dampak yang
paling nya dalam pelaksanaan Qanun tersebut adalah tidak efektifnya pelaksanaan
pelayanan kepada masyarakat seperti pelayanan surat menyurat dan program
yang dijalankan di gampong tidak maksimal. Kemudian di sisi lain aparat
gampong dan masyarakat gampong Tangkeh mendapat dampak secara negatif
seperti tidak adanya solusi adan sosialisasi dari pemerintah kecamatan.
51
51
4.1.2. Kendala yang dihadapi dalam Mengimplementasikan Qanun Nomor 5Tahun 2003 tentang pemerintahan gampong.
Para aparatur pemerintahan seperti para kepada urusan (Kaur) yang
seharusnya membantu keuchik dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintah
gampong justru tidak mengetahui apa yang terjadi wewenang masing-masing,
sehingga tidak jarang keuchik selaku kepala pemerintahan di gampong
mengerjakan dan menyelesaikan sendiri tugas-tugas gampong. Tugas-tugas
tersebut harus sesuai dengan isi Qanun Nomor 5 tahun 2003 tentang pemerintahan
gampong.
Dari hasil penelitian yang didapat bahwa pelaksanaan Qanun tersebut
belum sepenuhnya dilaksanakan dengan baik oleh aparat gampong, hal ini karena
disebabkan oleh beberapa kendala diantaranya ialah rendahnya pendidikan para
aparat gampong dan terutama Keuchik yang hanya tamatan sekolah dasar.
Kemudian kendala lain dalam pelaksanaan qanun tersebut juga disebabkan oleh
tidak adanya Kantor pemerintahan gampong, sehingga pelaksanaan tugas
pemerintahan yang harus dilaksanakan sesuai dengan isi Qanun Nomor 5 tahun
2003 tentang pemerintahan gampong tersebut tidak efektif dan efesien. Dengan
kondisi ini seperti itu, maka dapat dipastikan bahwa pelaksanaan atau
implementasi Qanun Nomor 5 tahun 2003 tetang Pemerintahan Gampong dalam
melaksanakan wewenang gampong di Gampong Tangkeh Kecamatan Woyla
Timur tidak berhasil atau tidak berjalan dengan baik.
Kemudian kendala lain juga disebabkan kondisi para aparatur pemerintah
Gampong Tangkeh yang belum memahami tentang qanun tersebut dan belum
menjalankan wewenang sesuai dengan qanun yang berlaku, diperburuk oleh
52
52
partisipasi yang sangat rendah dari aparatur Gampong Tangkeh dalam
melaksanakan qanun nomor 5 tahun 2003 tersebut. Rendahnya pertisipasi para
aparatur Gampong Tangkeh dapat dilihat dari sikap tidak mau tahu yang
ditunjukkan oleh para aparatur Gampong Tangkeh dan tidak hanya upaya-upaya
dalam memahami, mempelajari dan melaksanakan isi yang terdapat dalam qanun
tersebut.
Dari penjelasan di atas, kita dapat melihat bahwa secara keseluruhan
implementasi qanun nomor 5 tahun 2003 belum dapat terlaksana dengan baik.
Tentu terdapat kendala-kendala yang menyebabkan hal ini terjadi. Dari hasil
penelitian ditemukan beberapa kendala-kendala yang menyebabkan terhambatnya
pelaksanaan qanun nomor 5 tahun 2003 tentang pemerintahan gampong di
gampong Tangkeh yaitu tidak adanya kantor pemerintahan gampong di Gampong
Tangkeh, sehingga kegiatan pemerintahan gampong tidak dapat dilaksanakan
dengan maksimal. Tidak adanya kantor merupakan kendala yang sangat serius dan
perlu mendapatkan perhatian kita bersama. Bagaimana suatu kegiatan
pemerintahan dapat berjalan dengan efektif apabila tidak didukung insfrastruktur
yang memadai. Begitu juga dengan wewenang gampong, tidak dapat dilaksanakan
dengan baik jika tidak didukung oleh sarana dan prasarana yang baik pula.
Kurangnya sumber daya manusia di pemerintahan Gampong Tangkeh juga
menjadi kendala dan implementasi qanun nomor 5 tahun 2003 tentang
pemerintahan gampong. Dari hasil penelitian, ternyata pendidikan para aparatur
pemerintahan gampong masih sangat rendah, yaitu rata-rata lulus SMP, sehingga
sangat wajar banyak aparatur gampong yang tidak begitu memahami
wewenangnya sesuai dengan qanun nomor 5 tahun 2003. Selain itu, tidak adanya
53
53
sosialisasi dari pihak kecamatan atau pemerintah yang lebih tinggi juga menjadi
penyebab timbulnya kendala dalam pelaksanaan Qanun nomor 5 tahun 2003
tentang pemerintahan gampong, dalam wewenang gampong tidak dapat
diimplementasikan atau dilaksanakan dengan baik di Gampong Tangkeh.
Kendala dalam mengimplementasikan Qanun Nomor 5 tahun 2003 tentang
pemerintahan gampong dalam hal pelaksanaan wewenang gampong di Gampong
Tangkeh memerlukan perhatian serius dari pemerintah kabupaten Aceh Barat,
bahwa kendala yang dihadapi aparat gampong dalam melaksanakan wewenang
gampong perlu di atasi sedini mungkin salah satu hal yang paling serius yang
perlu diperhatikan adalah masalah prasarana dan sarana pemerintahan gampong
seperti kantor keuchik. Kemudian kurangnya kemampuan sumber daya manusia
yang dimiliki aparat gampong juga merupakan kendala dalam pelaksanaan
tugasnya oleh sebab itu perlu solusi dari pemerintah kabupaten Aceh Barat untuk
melakukan pembinaan atau pelatihan kepada aparat gampong.
54
54
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan, yaitu sebagai berikut :
1. Implementasi Qanun Nomor 5 tahun 2003 Tentang Pemerintah Gampong
dalam hal masalah wewenang, kedudukan dan fungsi gampong di
Gampong Tangkeh, belum mampu dilaksanakan dengan baik oleh
sejumlah aparatur gampong, hal ini dapat dilihat dari tidak jelasnya tugas
yang dijalankan oleh aparat gampong dalam melaksanakan wewenang,
sehingga kegiatan implementasi Qanun tersebut kurang efektif, hal ini
disebabkan oleh kurangnya pemahaman aparat gampong mengenai isi
qanun tersebut.
2. Kendala yang dihadapi dalam melaksanakan qanun nomor 5 tahun 2003
tentang pemerintahan gampong di Gampong Tangkeh adalah disebabkan
oleh beberapa faktor, diantaranya ialah rendahnya pendidikan para aparat
gampong dan terutama Keuchik yang hanya tamatan sekolah dasar.
Kemudian kendala lain dalam pelaksanaan qanun tersebut juga disebabkan
oleh tidak adanya Kantor pemerintahan gampong, sehingga pelaksanaan
tugas pemerintahan tidak efektif dan efesien.
55
55
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat diajukan beberapa saran
dalam penelitian ini untuk kemajuan dan perbaikan bersama di masa yang akan
datang. Adapun sarannya ialah sebagai berikut :
1. Bagi pemerintah daerah, hendaknya segera membangun infrastruktur
perkantoran di Gampong Tangkeh. Hal tersebut dipandang sangat perlu
agar pemerintahan Gampong Tangkeh dapat menjalankan pemerintahan
dengan baik terutama dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat
serta terlaksananya Qanun nomor 5 tahun 2003 di Gampong Tangkeh
secara efektif dan efesien.
2. Hendaknya perlu dilakukan sosialisasi yang berkelajutan tentang Qanun
Nomor 5 Tahun 2003 di Gampong Tangkeh dan gampong lainnya. Hal ini
sangat diperlukan untuk meningkatkan pemahaman para aparatur
pemerintah gampong tentang wewenang gampong itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Himpunan Peraturan Tentang Gampong/Desa. Biro tataPemerintahan Sekretariat Daerah Aceh.
Asshiddiqie, Jimly. 2006. Sengketa Konstitusional Lembaga Negara, KonstitusiPress, Jakarta.
Danim, Sudarwan, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung: Pustaka Setia, 2002.
Fitra, Melisa. 2009. Peranan Badan Permusyawaratan Desa (Bpd) DalamPenyelenggaraan Pemerintahan Di Desa Buntu Nanna KecamatanPonrang Kabupaten Luwu. Skripsi. Fisip. Hasanuddin. Makasar.
Iqbal, Hasan, 2002. Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya,Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta.
Lexy. J Moleong, 2006, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. RemajaRosda Karya.
M. Puteh, Jakfar. 2012. Sistem Sosial Budaya dan Adat Masyarakat Aceh.Grafindo Litera Media. Jakarta.
Mardalis,2003, Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal, Jakarta: BumiAksara,
Muklir dan M.Akmal, 2004. Demokratisasi Pemerintahan Gampong DalamMendukung Otonomi Khusus Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.FISIPUniversitas Malikussaleh Lhokseumawe.
Moh, Nasir. 2005. Metode Penelitian. Penerbit Ghalia Indonesia. Bogor.
Narbuko, Cholid, dan Achmadi, Abu, 2004. Metodologi Penelitian, Jakarta:Bumi Aksara.
Ndara, T. 1984. Dimensi-dimensi pemerintahan desa, Jakarta: PT Bina Aksara
Pamudji, S. 1992. Kepemeimpinan pemerintahan di Indonesia, Jakarta: BumiAksara
Ferdian Pengky, Implementasi Kebijakan Penertiban PKL Pada PerusahaanDaerah Pasar Suka Ramai Medan, Skripsi, 2009.
Putra, Fadillah. 2003, Paradigma Kritis Dalam Studi Kebijakan Publik,Yogyakarta.
Sugiyono. 2006, Metode Penelitian Administrasi, Bandung: Alfabeta.
Suyanto, Bagong & Sutinah. 2006. Metodologi Penelitian Sosial: BerbagaiAlternatif Pendekatan. Ed. Pertama. Cet. Kedua. Kencana. Jakarta.
Sufi, Rusdi, dkk, 2002, Adat Istiadat Masyarakat Aceh, Dinas KebudayaanProvinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Banda Aceh.
Syaukani, Ahmad dan A. Ahsin Thohari. 2004. Dasar-dasar Politik Hukum, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Taqwaddin. 2009. Gampong Sebagai Basis Perdamaian Di Aceh, Makalah,Banda Aceh, 31 Januari 2009.
Wahab, Solichin, A. 1990, Analisa Kebijaksanaan Dari Formulasi KeImplementasi Kebijaksanaan Negara, Malang: Bumi Aksara.
Wibawa, Samudera, dkk. 1994, Evaluasi Kebijakan Publik, Jakarta: RajaGrafindo.
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh
Qanun provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, nomor 5 tahun 2003 TentangPemerintahan Gampong.