analisis faktor – faktor yang menjelaskan dana alokasi umum (dau) (kasus: kabupaten & kota di...

15
1 ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MENJELASKAN DANA ALOKASI UMUM (DAU) (KASUS: KABUPATEN & KOTA DI SUMATERA UTARA) Fajrillah Dosen STT Harapan - Medan ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang dapat menjelaskan DAU. Dalam pengolahan data, penelitian ini menggunakan metode regresi Generalized Least Square (GLS) yang dilakukan secara Cross Section Weight. Metode ini menerapkan karakteristik model ekonometrika fungsi DAU, yang mana data tersebut membutuhkan data antarwaktu ( time series) sekaligus data antar kabupaten/kota (cross section). Dalam ekonometri proses penyatuan data antarwaktu ( time series) dan data kerat silang (cross section) disebut dengan pooling. Sedangkan data yang dihasilkan disebut dengan pooling data atau panel data. Data time series menggunakan basis data tahun 2004-2005, sedangkan data cross section yang menggunakan sampel data 25 kabupaten/kota di Sumatera Utara. Hasil penelitian yang didapat, DAU mampu dijelaskan oleh variabel bebas yaitu JP, PDRB, IPM, BP, PAD dan DBH, selebihnya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak disertakan dalam model. Uji-F (Uji serempak) menunjukkan secara statistik pada = 5% bahwa seluruh variabel bebas dalam model menunjukkan pengaruhnya secara signifikan. Secara parsial (individual) menunjukkan JP, IPM, BP, PAD berpengaruh signifikan dan positif terhadap DAU pada tingkat keyakinan 95 persen ( = 5%), variabel PDRB berpengaruh signifikan dan negatif terhadap DAU pada tingkat keyakinan 95% ( = 5%). Sedangkan variabel DBH tidak signifikan pengaruhnya terhadap DAU. Implikasi kebijakan dari hasil penelitian ini, diketahuinya variabel-variabel yang dapat menjelaskan besar penerimaan dana alokasi umum. Kata-kata Kunci: Analisis, DAU, JP, PDRB, IPM, BP, PAD, DBH. PENDAHULUAN Sejak tanggal 1 Januari 2001 telah terjadi perubahan yang cukup mendasar dalam mekanisme penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia. Perubahan tersebut terutama terkait dengan masalah otonomi Daerah sebagaimana yang diamanatkan dalam UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan direvisi dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang telah direvisi dengan UU Nomor 33 Tahun 2004. Kedua Undang Undang di bidang otonomi daerah tersebut menetapkan pemberian kewenangan otonomi dalam wujud otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah. Implikasi dari pemberian kewenangan otonomi ini menuntut daerah untuk melaksanakan pembangunan di segala bidang, terutama untuk pembangunan sarana dan prasarana publik yang berskala daerah (Public Services) dan kewenangan atau urusan yang dilimpahkan kepada daerah sejalan dengan UU No. 32 dan No. 33 tersebut. Pembangunan tersebut diharapkan dapat dilaksanakan secara lebih otonomi oleh daerah baik dari sisi perencanaan, pembangunan, serta

Upload: fajrillah

Post on 12-Jun-2015

4.972 views

Category:

Technology


0 download

DESCRIPTION

ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang dapat menjelaskan DAU.Dalam pengolahan data, penelitian ini menggunakan metode regresi Generalized Least Square (GLS) yang dilakukan secara Cross Section Weight. Metode ini menerapkan karakteristik model ekonometrika fungsi DAU, yang mana data tersebut membutuhkan data antarwaktu (time series) sekaligus data antar kabupaten/kota (cross section). Dalam ekonometri proses penyatuan data antarwaktu (time series) dan data kerat silang (cross section) disebut dengan pooling. Sedangkan data yang dihasilkan disebut dengan pooling data atau panel data. Data time series menggunakan basis data tahun 2004-2005, sedangkan data cross section yang menggunakan sampel data 25 kabupaten/kota di Sumatera Utara. Hasil penelitian yang didapat, DAU mampu dijelaskan oleh variabel bebas yaitu JP, PDRB, IPM, BP, PAD dan DBH, selebihnya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak disertakan dalam model. Uji-F (Uji serempak) menunjukkan secara statistik pada  = 5% bahwa seluruh variabel bebas dalam model menunjukkan pengaruhnya secara signifikan. Secara parsial (individual) menunjukkan JP, IPM, BP, PAD berpengaruh signifikan dan positif terhadap DAU pada tingkat keyakinan 95 persen ( = 5%), variabel PDRB berpengaruh signifikan dan negatif terhadap DAU pada tingkat keyakinan 95% ( = 5%). Sedangkan variabel DBH tidak signifikan pengaruhnya terhadap DAU.Implikasi kebijakan dari hasil penelitian ini, diketahuinya variabel-variabel yang dapat menjelaskan besar penerimaan dana alokasi umum.

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MENJELASKAN  DANA ALOKASI UMUM (DAU) (KASUS: KABUPATEN & KOTA DI SUMATERA UTARA)

1

ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MENJELASKAN DANA ALOKASI UMUM (DAU)

(KASUS: KABUPATEN & KOTA DI SUMATERA UTARA)

Fajrillah

Dosen STT Harapan - Medan

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang dapat menjelaskan DAU.

Dalam pengolahan data, penelitian ini menggunakan metode regresi Generalized Least Square (GLS)

yang dilakukan secara Cross Section Weight. Metode ini menerapkan karakteristik model ekonometrika fungsi

DAU, yang mana data tersebut membutuhkan data antarwaktu (time series) sekaligus data antar kabupaten/kota

(cross section). Dalam ekonometri proses penyatuan data antarwaktu (time series) dan data kerat silang (cross

section) disebut dengan pooling. Sedangkan data yang dihasilkan disebut dengan pooling data atau panel data.

Data time series menggunakan basis data tahun 2004-2005, sedangkan data cross section yang menggunakan

sampel data 25 kabupaten/kota di Sumatera Utara.

Hasil penelitian yang didapat, DAU mampu dijelaskan oleh variabel bebas yaitu JP, PDRB, IPM, BP,

PAD dan DBH, selebihnya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak disertakan dalam model. Uji-F (Uji

serempak) menunjukkan secara statistik pada = 5% bahwa seluruh variabel bebas dalam model menunjukkan

pengaruhnya secara signifikan. Secara parsial (individual) menunjukkan JP, IPM, BP, PAD berpengaruh

signifikan dan positif terhadap DAU pada tingkat keyakinan 95 persen ( = 5%), variabel PDRB berpengaruh

signifikan dan negatif terhadap DAU pada tingkat keyakinan 95% ( = 5%). Sedangkan variabel DBH tidak

signifikan pengaruhnya terhadap DAU.

Implikasi kebijakan dari hasil penelitian ini, diketahuinya variabel-variabel yang dapat menjelaskan

besar penerimaan dana alokasi umum.

Kata-kata Kunci: Analisis, DAU, JP, PDRB, IPM, BP, PAD, DBH.

PENDAHULUAN

Sejak tanggal 1 Januari 2001 telah terjadi

perubahan yang cukup mendasar dalam mekanisme

penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia.

Perubahan tersebut terutama terkait dengan

masalah otonomi Daerah sebagaimana

yang diamanatkan dalam UU Nomor 22 Tahun

1999 tentang Pemerintahan Daerah dan direvisi

dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor

25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan

Antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang telah

direvisi dengan UU Nomor 33 Tahun 2004. Kedua

Undang – Undang di bidang otonomi daerah

tersebut menetapkan pemberian kewenangan

otonomi dalam wujud otonomi yang luas, nyata,

dan bertanggung jawab kepada daerah.

Implikasi dari pemberian kewenangan

otonomi ini menuntut daerah untuk melaksanakan

pembangunan di segala bidang, terutama untuk

pembangunan sarana dan prasarana publik yang

berskala daerah (Public Services) dan kewenangan

atau urusan yang dilimpahkan kepada daerah

sejalan dengan UU No. 32 dan No. 33 tersebut.

Pembangunan tersebut diharapkan dapat

dilaksanakan secara lebih otonomi oleh daerah baik

dari sisi perencanaan, pembangunan, serta

Page 2: ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MENJELASKAN  DANA ALOKASI UMUM (DAU) (KASUS: KABUPATEN & KOTA DI SUMATERA UTARA)

2

pembiayaannya. Diharapkan pembangunan yang

dilaksanakan akan banyak memberikan manfaat

bagi daerah, di antaranya:

- Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan

masyarakat

- Mendorong perkembangan perekonomian

daerah

- Mendorong peningkatan pembangunan daerah

di segala bidang

- Meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan

masyarakat

- Meningkatkan pendapatan asli daerah

- Mendorong kegiatan investasi

Sesuai dengan UU No 33 Tahun 2004

pasal 10 disebutkan bahwa yang menjadi sumber-

sumber pembiayaan untuk pembangunan daerah

(capital investment), antara lain berasal dari Dana

Perimbangan yang diterima oleh daerah-daerah

Pemerintah Pusat. Dana Perimbangan tersebut

berupa:

- Dana Bagi Hasil (DBH)

DBH bersumber dari pajak seperti Pajak Bumi

dan Bangunan (PBB), Bea perolehan atas Hak

Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak

Penghasilan (PPh) dan Sumber Daya Alam

seperti kehutanan, pertambangan umum,

perikanan, pertambangan minyak bumi,

pertambangan gas bumi dan pertambangan

panas bumi.

- Dana Alokasi Umum (DAU)

Jumlah DAU keseluruhan ditetapkan

sekurangnya-kurangnya 26% dari Pendapatan

Dalam Negeri Neto yang ditetapkan APBN,

DAU untuk suatu daerah dialokasikan atas

dasar celah fiskal dan alokasi dasar (jumlah

gaji pegawai negeri sipil daerah). Celah fiskal

sebagaimana dimaksud adalah kebutuhan fiskal

(kebutuhan daerah untuk melaksanakan fungsi

layanan dasar umum), setiap kebutuhan

pendanaan sebagaimana dimaksud diukur

secara berturut-turut dengan jumlah penduduk,

luas wilayah, Indeks Kemahalan Konstruksi,

Produk Domestik Regional Bruto per Kapita

dan Indeks Pembangunan Manusia dikurangi

dengan kapasitas fiskal yaitu sumber

pendanaan daerah yang berasal dari PAD dan

DBH.

- Dana Alokasi Khusus (DAK)

Dialokasikan kepada daerah tertentu untuk

mendanai kegiatan khusus yang merupakan

urusan daerah.

IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan uraian di atas, maka masalah

penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: Faktor

- faktor apa saja yang dapat menjelaskan DAU.

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat

menjelaskan DAU.

Sementara ini manfaat diadakannya

penelitian ini adalah :

1. Memberikan masukan kepada pihak yang

berwenang di dalam pengambilan kebijakan

pemerintah mengenai DAU.

2. Sebagai bahan kajian bagi penelitian

selanjutnya yang berminat untuk menganalisis

faktor-faktor yang dapat mempengaruhi DAU.

3. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah

daerah provinsi sumatera utara dalam

menetapkan kebijakan yang terkait untuk

meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).

DANA ALOKASI UMUM (DAU)

Untuk mengurangi ketimpangan dalam

kebutuhan pembiayaan dan penguasaan pajak

antara Pusat dan Daerah sesuai dengan UU RI

Page 3: ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MENJELASKAN  DANA ALOKASI UMUM (DAU) (KASUS: KABUPATEN & KOTA DI SUMATERA UTARA)

3

Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah (dengan kebijakan bagi hasil dan DAU

minimal 26% dari Penerimaan Dalam Negeri yang

ditetapkan dalam APBN). Dengan perimbangan

tersebut, khususnya dari DAU akan memberikan

kepastian bagi daerah dalam memperoleh sumber-

sumber pembiayaan untuk membiayai kebutuhan

pengeluaran yang menjadi tanggung jawabnya.

Sesuai dengan pasal 7 UU RI Nomor 25

Tahun 1999 terdahulu, besarnya dana alokasi

umum (DAU) ditetapkan sekurang-kurangnya 25

persen dari penerimaan dalam negeri bersih, yaitu

penerimaan dalam negeri setelah dikurangi dengan

dana bagi hasil dan DAK yang bersumber dari dana

reboisasi.

UU RI Nomor 25 Tahun 1999 telah

direvisi UU RI Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat

dan Pemerintah Daerah, disahkan pada tanggal 15

Oktober 2004 bahwa kebutuhan DAU untuk suatu

daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal (Fiscal

Gap) dan alokasi dasar. Celah fiskal sebagaimana

dalam UU adalah kebutuhan fiskal dikurangi

dengan kapasitas fiskal daerah. Alokasi dasar

sebagaimana dimaksud dihitung berdasarkan

jumlah gaji pegawai negeri sipil daerah. Kebutuhan

fiskal daerah merupakan kebutuhan pendanaan

daerah untuk melaksanaakan fungsi layanan dasar

umum. Setiap kebutuhan pendanaan daerah diukur

secara berturut-turut dengan jumlah penduduk, luas

wilayah, Indeks Kemahalan Kontruksi, Produk

Domestik Regional Bruto per Kapita, dan Indeks

Pembangunan Manusia. Kapasitas fiskal daerah

merupakan sumber pendanaan daerah yang berasal

dari PAD dan Dana Bagi Hasil.

Proporsi DAU antara daerah provinsi dan

kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan imbangan

kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota.

DAU atas dasar celah fiskal dan alokasi dasar untuk

suatu daerah provinsi dihitung berdasarkan

perkalian bobot daerah provinsi yang bersangkutan

dengan jumlah DAU seluruh daerah provinsi

merupakan perbandingan antara celah fiskal dengan

provinsi yang bersangkutan dan total celah fiskal

seluruh daerah provinsi.

Untuk kabupaten/kota dihitung

berdasarkan perkalian bobot daerah kabupaten/kota

yang bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh

daerah kabupaten/kota. Bobot daerah

kabupaten/kota merupakan perbandingan antara

celah fiscal daerah kabupaten/kota yang

bersangkutan dan total celah fiscal seluruh daerah

kabupaten/kota.

Daerah yang memiliki nilai celah fiskal

sama dengan nol menerima DAU sebesar alokasi

dasar. Daerah yang memiliki nilai celah fiskal

negatif dan nilai negatif tersebut lebih kecil dari

alokasi dasar menerima DAU sebesar alokasi dasar

setelah dikurangi nilai celah fiskal. Daerah yang

memiliki nilai celah fiskal negatif tersebut sama

atau lebih besar dari alokasi dasar tidak menerima

DAU.

Data untuk menghitung kebutuhan fiskal

dan kapasitas fiskal diperoleh dari lembaga statistik

pemerintah dan/atau lembaga pemerintah yang

berwenang menerbitkan data yang dapat

dipertanggujawabkan.

Penyaluran DAU dilaksanakan setiap bulan

masing-masing sebesar 1/12 (satu perdua belas)

dari DAU daerah yang bersangkutan. Penyaluran

DAU dilaksanakan sebelum bulan bersangkutan.

SUMBER DATA

Dalam penelitian ini dipergunakan

beberapa data yang terkait dengan masalah

keuangan daerah yang diperoleh dari Badan Pusat

Statistik Propinsi Sumatera Utara. Dari data yang

Page 4: ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MENJELASKAN  DANA ALOKASI UMUM (DAU) (KASUS: KABUPATEN & KOTA DI SUMATERA UTARA)

4

didapat tersebut nantinya akan dilakukan suatu

analisis data untuk membuktikan hipotesa

bahwasanya faktor-faktor apa saja yang dapat

menjelaskan DAU.

RUANG LINGKUP PENELITIAN

Ruang lingkup penelitian ini meliputi

faktor-faktor yang dapat menjelaskan Dana Alokasi

Umum (DAU). Adapun periode waktu yang

digunakan terdiri dari data time series mulai tahun

2004 sampai dengan 2005 dan cross check data

seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera

Utara.

MODEL EKONOMETRIKA DAU

Model formula DAU menurut UU No.

33 tahun 2004 sebagai berikut :

Celah Fiskal = Kebutuhan Fiscal – Kapasitas Fiscal

Kebutuhan Fiskal = f (JP, LW, IKK, PDRB, IPM)

Kapasitas Fiskal = f (PAD, DBH)

DAU = Celah Fiscal

DAU = f (JP, LW, IKK, PDRB, IPM, PAD, DBH)

Kebutuhan fiskal daerah merupakan

kebutuhan pendanaan daerah untuk melaksanakan

fungsi layanan dasar umum. Setiap kebutuhan

pendanaan diukur secara berturut-turut dengan

jumlah penduduk, luas wilayah, Indeks Kemahalan

Konstruksi, Produk Domestik Regional Bruto per

Kapita, dan Indeks Pembangunan Manusia.

Kapasitas Fiskal daerah merupakan

sumber pendanaan daerah yang berasal dari PAD

dan Dana Bagi Hasil.

DAU merupakan celah fiskal yaitu

kebutuhan fiskal dikurangi dengan kapasitas fiskal.

Dari hal tersebut diatas penulis membuat

model ekonometrika persamaan fungsi DAU

sebagai berikut :

DAU = 0 + 1JP + 2LW+ 3IKK + 4PDRB +

5IPM+ 6BP + 7PAD + 8DBH + ef

Dimana:

DAU = Dana Alokasi Umum

JP = menunjukkan Jumlah Penduduk

(potensi SDM)

LW = menunjukkan Luas Wilayah

IKK = menunjukkan Indeks Kemahalan

Konstruksi

PDRB = menunjukkan Pendapatan Domestik

Regional Bruto per kapita

IPM = menunjukkan Indeks Pembangunan

Manusia

BP = menunjukkan Belanja Pegawai (gaji

PNS daerah)

PAD = menunjukkan Pendapatan Asli Daerah.

DBH = menunjukkan Dana Bagi Hasil (SDA,

PBB, BPHTB, dan PPh Pribadi)

ef = menunjukkan error terms

DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL DAU

1. Jumlah penduduk merupakan variabel yang

mencerminkan kebutuhan akan penyediaan

layanan publik disetiap daerah diyatakan dalam

rasio.

2. Luas wilayah merupakan variabel yang

mecerminkan kebutuhan atas penyediaan

sarana dan prasarana per satuan wilayah

dinyatakan dalam rasio.

3. Indeks Kemahalan Konstruksi merupakan

cerminan tingkat kesulitan geografis yang

dinilai berdasarkan tingkat kemahalan harga

prasarana fisik secara relatif antardaerah

dinyatakan dalam rasio.

4. Produk Domestik Regional Bruto merupakan

cerminan potensi dan aktivitas perekonomian

suatu daerah yang dihitung berdasarkan total

seluruh output produksi kotor dalam suatu

wilayah dinyatakan dalam rasio.

5. Indeks Pembanguna Manusia merupakan

variabel yang mencerminkan tingkat

Page 5: ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MENJELASKAN  DANA ALOKASI UMUM (DAU) (KASUS: KABUPATEN & KOTA DI SUMATERA UTARA)

5

pencapaian kesejahteraan penduduk atas

layanan dasar dibidang pendidikan dan

kesehatan dinyatakan dalam rasio.

6. Belanja pegawai yaitu pengeluaran

pembelanjaan gaji pegawai masing-masing

daerah dengan kebutuhan gaji daerah secara

nasional dinyatakan dalam rasio.

7. Pendapatan Asli Daerah yaitu bersumber pajak

daerah, restribusi daerah, hasil kekayaan

daerah yang dipisahhkan, dan penghasilan

yang syah lainnya dinyatakan dalam rasio.

8. Dana Bagi Hasil yaitu Sumber Daya Alam,

Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak

Tanah dan Bangunan, dan Pajak Penghasilan

Pribadi dinyatakan dalam rasio.

METODE ANALISIS

Metode Analisis dalam pengolahan data

menggunakan metode regresi Generalized Least

Square (GLS) secara Cross Section Weight. Dengan

menggunakan metode estimasi secara GLS maka

model estimasi tersebut menganggap bahwasanya

intercept dan slope sama untuk setiap individu

(1 = 2 = 3….i) dan (1k = 2k = 3k….ik)

dengan memperhatikan struktur varian dan covarian

error terms ( r ). Sementara itu struktur varian dan

covarian yang digunakan adalah struktur

heterokedastik tanpa adanya korelasi antar unit

waktu (cross sectional correlation).

Jika memperhatikan karakteristik model di

atas maka terlihat bahwa data tersebut

membutuhkan data antar waktu (time series)

sekaligus data antar kabupaten/kota (cross section).

Dalam ekonometri proses penyatuan data antar

waktu (time series) dan data antar individu (cross-

section) disebut dengan pooling. Sedangkan data

yang dihasilkan disebut dengan pooled data atau

panel data. Beberapa keuntungan penggunaan data

panel adalah (1) memungkinkan jumlah data yang

meningkat, dan (2) memasukan informasi yang

berkaitan dengan baik cross section maupun time

series yang dapat mengurangi masalah yang

muncul apabila ada variable yang dihilangkan. Data

time series yang digunakan digunakan

menggunakan basis data tahun 2004-2005

sedangkan data cross sectional yang digunakan

menggunakan sampel data 25 kabupaten/kota di

Provinsi Sumatera Utara. Penggunaan data time

series mulai dari tahun 2004-2005 sebetulnya

masih mengandung banyak kelemahan, namun

dikarenakan adanya keterbatasan dan kesulitan

didalam penyusunan data baik yang disebabkan

oleh daerah penyusunan data baik yang disebabkan

oleh kabupaten/kota atau instansi terkait tidak

mengirim data ke Pemerintah Provinsi Sumatera

Utara atau berbagai kesulitan lainnya sehingga

penulis memutuskan untuk menggunakan data

tahun 2004-2005 sebagai analisa awal untuk

mengetahui peranan DAU didalam pembiayaan

daerah di era otonomi daerah.

Sebagai upaya untuk menghasilkan model

yang efisien, fisibel, dan konsisten, maka perlu

pendeteksian terhadap pelanggaran asumsi model

yaitu gangguan antar waktu (time-related

disturbance), gangguan antar individu (cross

sectional disturbance) dan gangguan akibat

keduanya. Agar model yang digunakan dalam

model ini fisibel dan efektif, maka kita perlu

melihat pelanggaran asumsi dasar yaitu :

1. Kolinearitas Jamak (multicollinearity).

Kolinearitas jamak muncul jika di antara

variabel independen memiliki korelasi yang tinggi,

sehingga kita sulit memisahkan efek satu variabel

independen terhadap variabel dependen dari efek

variabel independen yang lain.

Pelanggaran ini menjadi masalah jika

tujuan melakukan regresi adalah untuk menafsirkan

Page 6: ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MENJELASKAN  DANA ALOKASI UMUM (DAU) (KASUS: KABUPATEN & KOTA DI SUMATERA UTARA)

6

koefisien regresi. Indikasi-indikasi. Adanya

Kolinearitas Jamak:

a. Jika ditemukan nilai R2 yang tinggi dan nilai

statistik F yang signifikan tetapi sebagian besar

nilai statistic t tidak signifikan.

b. Korelasi sederhana yang relatif tinggi (0.8 atau

lebih) antara satu atau lebih pasang variabel

independen. Jika koefisien korelasi kurang dari

0.8 berarti masalah tidak terlalu serius, belum

terjadi kolinearitas berganda. Jika koefisien

korelasi lebih dari 0.9 berarti kolinearitas

berganda merupakan masalah yang serius.

c. Regresi bantuan (Auxilary Regression), dengan

cara meregresi masing-masing peubah bebas

pada peubah bebas lainnya. Apabila R2-nya

tinggi maka ada indikasi ketergantungan linear

yang hampir pasti diantara kolom-kolom x.

Pemecahan masalah kolinearitas jamak :

(a) Mengurangi variable independen dalam model.

(b) Mengubah bentuk model, (3) Menambah data

atau memilih sample baru.

2. Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas terjadi jika varians dari

galat berubah. Heteroskedastisitas biasanya galat

berubah. Heteroskedastisitas biasanya muncul pada

data cross section dan tidak terjadi pada data time

series (deret waktu) karena perubahan-perubahan

dalam variabel dependen dan perubahan-perubahan

dalam satu atau lebih variabel dependen dan

perubahan-perubahan dalam satu atau lebih

variabel independen kemungkinan adalah sama

besar. Efek dari heteroskedastisitas, adalah

pendugaan kuadrat terkecil membobot lebih berat

pada observasi yang memiliki varians galat lebih

besar dibanding pada observasi yang memiliki

varians galat lebih kecil. Hal ini terjadi karena

jumlah residual kuadrat dari galat yang mempunyai

varians yang lebih kecil. Karena pembobotan

implisit ini, penduga-penduga parameter kuadrat

terkecil biasa adalah tidak bisa dan konsisten, tapi

tidak efisien, yaitu varians dugaannya bukanlah

varians minimum. Selain itu, varians dugaan dari

parameter-parameter dugaan adalah penduga-

penduga yang bisa dari varians yang sebenarnya.

Pemecahan masalah heteroskedastisitas

adalah Weighted Least Square, yaitu membobotkan

setiap variabel dengan varians yang tidak konstan.

Tujuannya untuk membut agar varians jadi konstan.

Selain itu, juga dapat dilakukan dengan

mentransformasi model dalam bentuk logaritma

natural.

3. Autokorelasi/Korelasi Serial

Korelasi serial terjadi jika galat-galat dari

observasi yang berbeda berkorelasi, dengan kata

lain terjadi korelasi galat antar waktu. Jika galat-

galat dari periode-periode waktu yang berbeda

(bisanya berdekatan berkorelasi, dikatakan bahwa

galat itu berkorelasi serial. Korelasi serial biasanya

terjadi pada data time series. Korelasi serial tidak

mempengaruhi ketidakbiasaan atau konsisten

penduga-penduga kuadrat terkecil biasa, tetapi ia

mempengaruhi efisiennya.

Uji untuk korelasi serial yang akan

digunakan dalam penelitian ini adalah :

- Uji Durbin Watson (DW), meliputi

perhitungan uji statistik yang didasarkan pada

residual-residual dari prosedur regresi kuadrat

terkecil biasa.

Keputusan ada tidaknya autokorelasi

adalah sebagai berikut :

- Bila nilai DW lebih besar daripada batas atas

(upper, bound, U), maka koefisien autokorelasi

Tt

t

tNi

i

tt

Tt

t

Ni

i

1

12

1

1

21

ˆ

ˆ

- sama dengan nol, artinya tidak ada autokorelasi

yang positif.

Page 7: ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MENJELASKAN  DANA ALOKASI UMUM (DAU) (KASUS: KABUPATEN & KOTA DI SUMATERA UTARA)

7

- Bila nilai DW lebih rendah daripada batas

bawah (lower bound, L), maka koefisien

autokorelasi lebih besar dari nol, artinya ada

autokorelasi yang positif.

- Bila nilai DW terletak diantara batas atas dan

bawah maka tidak dapat disimpulkan.

- Bila nilai DW terletak diantara batas atas (du)

dan (4-du), maka hipotesis nol diterima, yang

berarti tidak ada autokorelasi.

Selain melakukan berbagai uji pelanggaran asumsi

klasik untuk mendapatkan suatu persamaan yang

BLUE, nantinya juga akan dilakukan uji individu

(t) untuk mengetahui variabel-variabel apa saja

yang mempengaruhi DAU secara signifikan. Secara

umum uji individu dilakukan dengan cara

membandingkan hasil hitung dengan t table.

Adapun aturan yang digunakan adalah :

Ho diterima : Jika Ttabel < Thitung < Ttabel

H1 (Ho ditolak) : Jika Thitung < Ttabel atau Thitung > Ttabel

Jika ternyata ada variabel yang tidak signifikan

nantinya akan dilakukan Wald Test untuk

mengetahui apakah variabel-variabel tersebut

benar-benar tidak signifikan. Setelah diyakini

bahwasanya model persamaan yang digunakan

sudah bersifat BLUE kemudian dilakukan uji F

statistik untuk menguji keberartian pengaruh dari

seluruh variabel bebas secara bersama-sama

terhadap variable terikat. Cara yang biasa dilakukan

adalah dengan membandingkan nilai F hitung

dengan F table. Nilai F hitung diperoleh dari

rumusan:

vi

R

RF

kn

k

hitung

2

12

1

Jika prob variabel < prob 5% maka H0 diterima

Jika prob variabel > prob 5% maka H0 ditolak dan

terima H1

Secara ringkas uji auto korelasi dapat disimpulkan

sebagai berikut :

Secara ringkas uji auto korelasi dapat disimpulkan sebagai berikut :

Hipotesis nol Keputusan Syarat

Tidak ada

Autokorelasi positif

Tolak 0<d<dL

Tidak ada

Autokorelasi positif

Tidak ada

keputusan

dL< d < du

Tidak ada Autokorelasi negatif

Tolak 4 – dL < d < 4

Tidak ada Autokorelasi positif

Tidak ada keputusan

4 – du < d < 4 – dL

Tidak ada Autokorelasi, positif

atau negatif

Terima Du < d < 4 – du

Sementara koreksi terhadap korelasi serial

dalam penelitian ini akan digunakan adalah

Prosedur Hidreth-Lu. Prosedur ini

menspesifikasikan nilai-nilai untuk , yaitu :

Cara lain yang digunakan adalah dengan

cara membandingkan nilai probabilitas masing-

masing variabel dengan besarnya nilai = 5%.

Adapun aturan yang digunakan adalah :

H0 diterima

Untuk menentukan nilai F table tingkat

signifikansi yang digunakan sebesar 5% dengan

derajat kebebasan df = (n-k) dan (k-1) dimana n

adalah jumlah observasi, k adalah jumlah variable

termasuk intersep dengan kriteria uji:

Jika Fhitung > Ftabel (,k – 1,n-k) maka H0 ditolak

Fhitung < Ftabel (,k – 1,n-k) maka H1 diterima.

R2 untuk mengukur proporsi variasi

variabel terikat yang dijelaskan oleh variabel-

variabel bebasnya. Nilai R2 tergantung jumlah

kuadrat faktor residu. Apabila dimasukkan variabel

tambahan ke dalam persamaan regresi, maka ei2

mengecil dan akibatnya R2 bertambah besar. Akan

tetapi kenaikkan R2 yang diakibatkan oleh

penambahan variabel hanyalah bersifat matematik,

oleh kerena itu perlu dipertimbangkan penting

tidaknya memasukkan tambahan variabel dalam

persamaan regresi. Jadi harus diingat, walaupun R2

mengukur proporsi dari variasi-variasi variabel

terikat yang dijelaskan oleh ketepatan persamaan

Page 8: ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MENJELASKAN  DANA ALOKASI UMUM (DAU) (KASUS: KABUPATEN & KOTA DI SUMATERA UTARA)

8

Tabel 1. Rincian DAU dan Variabelnya tiap Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Th.2004

Tahun 2004

No. Kabupaten di Sumut DAU JP LW IKK PDRB IPM BP PAD DBH

1 Kab. Asahan 274447 1009856 4580.75 90.07 14517680 69.7 251414.4 22876.08 40540.62

2 Kab. Dairi 131494 259158 1927.8 89.79 2054750 69.9 108758.62 4648.78 13825.24

3 Kab. Deli Serdang 485416 1523881 2407.96 90.41 15616420 71.6 444650.34 46169.04 52491.02

4 Kab. Tanah Karo 192376.3 312300 2127.29 90.85 3270310 72.3 145040.23 9151.94 22845.94

5 Kab. Labuhan Batu 268127 933866 9223.18 90.76 10753270 70.6 235452.52 27500.45 48979.12

6 Kab. Langkat 273583 955348 6263.3 88.65 7361460 70.7 246196.82 16570 61751.97

7 Kab. Mandailing Natal 168144 379045 6618.79 89.47 1791800 67.5 120540.36 7250 13850

8 Kab. Nias 155786 433350 3495.39 106.73 2106530 65 137115.1 21497.93 9499.05

9 Kab. Simalungun 299970 818975 4386.6 88.79 5578940 70.5 297041.02 14204.12 40373.61

10 Kab. Tapanuli Selatan 252889 609922 12138.3 90.35 3420340 71 200318.63 7115.02 32940.83

11 Kab. Tapanuli Tengah 134817 278472 2188 88.22 1153710 68.4 86697.86 6817.91 17887.22

12 Kab. Tapanuli Utara 139276 255400 3726.52 89.07 1746630 70.9 126853.04 8381.59 23179.83

13 Kab. Toba Samosir 159848 167587 2474.4 89.58 1748170 73.8 122681.6 12006.03 124465.9

14 Kota Binjai 132050 232236 90.33 89.54 2100120 74 111811.42 8965.29 18693.87

15 Kota Medan 404990 2010676 265.1 90.03 33097680 74.7 504021.41 257989.89 190739.86

16 Kota Pematang Siantar 140229 227551 79.99 86.78 2515280 75.4 121868.37 13603.65 13442.85

17 Kota Sibolga 93.121 87260 10.77 88.6 718600 72.9 65105.95 7972.8 14163.65

18 Kota Tanjung Balai 103860 149238 60.52 88.07 1574150 71 55964.55 8840.19 12000.51

19 Kota Tebing Tinggi 115453.1 134382 37.99 91.25 1091220 74 62598.61 9701.88 14584.91

20 Kota Padang Sidempuan 110115 172419 140 87.96 989800 72.6 87332.68 1768.12 8205.46

21 Kab. Pakpak Bharat 25942 34260 1218.3 88.52 175690 68.3 15738.88 283.36 10610.3

22 Kab. Nias Selatan 66466 282715 1825.2 103.13 1341980 63.1 57770 4567 12345

23 Kab. Humbang Hasundutan 71368 152519 2335.33 90.01 297926 69.1 56070.1 4368.15 12307.67

24 Kab. Serdang Berdagai 156781.2 583071 1989.98 90.05 4508350 70 57890 5678.78 14567

25 Kab. Samosir 59876 119873 2069.05 88.7 1014140 71.7 54980 6765.78 14567

Page 9: ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MENJELASKAN  DANA ALOKASI UMUM (DAU) (KASUS: KABUPATEN & KOTA DI SUMATERA UTARA)

9

Tabel 2. Rincian DAU dan Variabelnya tiap Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Th. 2005

Tahun 2005

No. Kabupaten di Sumut DAU JP LW IKK PDRB IPM BP PAD DBH

1 Kab. Asahan 292231 1024369 4580.75 111.79 15527790 70.1 250055.48 22624.38 48753.1

2 Kab. Dairi 138511 261287 1927.8 112.43 2303590 70.5 119076.18 5243.1 9825

3 Kab. Deli Serdang 330429 1569638 2407.96 110.19 19509890 72.4 350216.28 59145.8 57345

4 Kab. Tanah Karo 194397 316207 2127.29 112.09 3683020 73.5 151584.82 11091.72 8692.05

5 Kab. Labuhan Batu 286.548 951773 9223.18 113.07 12446060 71.1 241097.98 23398.85 43050

6 Kab. Langkat 293755 970433 6263.3 110.5 8461170 71.3 245665.86 16834.74 83208.81

7 Kab. Mandailing Natal 183019 386150 6618.79 112.39 2004420 68.8 129569.49 6688.96 19997.95

8 Kab. Nias 172962 441807 3495.39 139.1 2159950 66.1 146789 7689 14567.45

9 Kab. Simalungun 313639 826101 4386.6 110.25 6168250 71.3 309322.43 18822.38 37447.44

10 Kab. Tapanuli Selatan 265560 626702 12138.3 111.43 3678200 72.2 201540.32 6983.2 39065.64

11 Kab. Tapanuli Tengah 153475 283035 2188 109.65 1296690 68.9 89765 7897 19876.12

12 Kab. Tapanuli Utara 149607 256201 3726.52 111.09 2155280 72.1 133123.68 5814.79 14149.52

13 Kab. Toba Samosir 108378 158677 2474.4 115.93 1977270 74.5 96641.63 8617.02 11181.28

14 Kota Binjai 146640 237904 90.33 111 2437040 74.4 116505.54 13002.79 18662.88

15 Kota Medan 426572 2036185 265.1 111.39 42654260 75.4 536995.35 282218.79 392876.28

16 Kota Pematang Siantar 149682 230487 79.99 110.78 2662900 75.8 78767 125678 13678

17 Kota Sibolga 101569 88717 10.77 112 1765170 73.2 75499.1 5822.47 15155.8

18 Kota Tanjung Balai 106177 152814 60.52 111.16 1765170 71.6 158229.59 9574.57 11947.06

19 Kota Tebing Tinggi 114202 135671 37.99 112.45 1253170 74.3 79643.52 6851.24 6837.32

20 Kota Padang Sidempuan 128044 177499 140 111.36 1138940 73.3 78655 6890.34 13578

21 Kab. Pakpak Bharat 43399 34542 1218.3 111.81 216190 68.7 26897.57 1376 10238.95

22 Kab. Nias Selatan 82051 288233 1825.2 137.86 1458640 63.9 63500 6786.8 14567

23 Kab. Humbang Hasundutan 83584 152997 2335.33 111 1387710 69.8 59446.04 3087.31 14689.14

24 Kab. Serdang Berdagai 188714 588176 1989.98 110.14 5059770 71.2 58792 6754.1 16788

25 Kab. Samosir 62082 131073 2069.05 119.06 1111860 72.2 56898 6987.3 15678

Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara.

Keterangan:

DAU Dana Alokasi Umum (dalam jutaan rupiah)

JP Jumlah Penduduk

LW Luas Wilayah (KM2)

IKK Indek Kemahalan Konstruksi

PDRB Pendapatan Domestik Regional Bruto Per Kapita (dalam jutaan rupiah)

IPM Indek Pembangunan Manusia

BP Belanja Pegawai (gaji PNS Daerah) (dalam jutaan rupiah)

PAD Pendapatan AsIi Daerah (dalam jutaan rupiah)

DBH Dana Bagi Hasil (SDA, PBB, BPHTB, dan PPh Pribadi) (dalam jutaan rupiah)

Menurut UU RI No 33 Tahun 2004

DAU = 26% x PDN Netto

Celah Fiscal = KbFiscal - KpFiscal

DAU = Celah Fiscal + Alokasi Dasar (Gaji PNS Daerah)

KbFiscal = JP+LW+IKK+PDRB+IPM

KpFiscal = PAD+Dana Bagi Hasil(SDA,PBB,BPHTB dan PPh)

Model Formula DAU

DAU = 0 + 1JP + 2LW+ 3IKK + 4PDRB + 5IPM+ 6BP + 7PAD + 8DBH + ef

Page 10: ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MENJELASKAN  DANA ALOKASI UMUM (DAU) (KASUS: KABUPATEN & KOTA DI SUMATERA UTARA)

10

regresi, namun hal itu tidak selalu dapat diartikan

sebagai penentu bagi “goodness off fit”.

Penggunaan metode estimasi GLS untuk

mengetahui seberapa besar pengaruh DAU melalui

persamaan yang membentuknya terhadap 25

Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara dimana

intercept dan slope dianggap sama untuk setiap

individu. Meskipun dengan menggangap

bahwasanya dan dianggap sama merupakan

suatu hal yang mustahil, namun sebagai suatu

analisis awal menurut penulis hal tersebut sudah

memenuhi persyaratan.

HASIL PENELITIAN

Setelah pengolahan data dilakukan dengan

Shazam version 9.0, maka perlu dianalisis model

ekonometrika formula DAU terlebih dahulu dengan

melihat adanya gejala multikolinearitas untuk

mendeteksi apakah terjadi hubungan (korelasi)

yang sempurna atau tinggi antara variabel bebas

yang satu dengan variabel bebas lainnya dalam

model. Gejala multikolinieritas akan menyebabkan

standar errornya makin besar, sehingga t-statistik

akan menjadi kecil (t-stat = bi/se) yang

mengakibatkan tidak nyatanya variabel-variabel

bebas secara statistik dalam model. Pengujian

terhadap gejala multikolinieritas dapat dilakukan

dengan melihat koefisien korelasi yang

dikuadratkan untuk melihat koefisien korelasi yang

dikuadratkan untuk memperoleh koefisien

determinan (r2), kemudian membandingkan dengan

koefisien determinasi persamaan (R2). Apabila r

2

lebih besar atau sama dengan nilai R2 maka gejala

multikolinieritas terjadi atau cukup tinggi, maka

hasil regresi tidak menghasilkan interpretasi yang

baik. Ternyata dalam model ekonometrika formula

DAU ini setelah diestimasi terkena gejala

multikolinearitas ditemukan hasil R2 = 0.8868 lebih

rendah, bila dibandingkan dengan r2 pada sesama

variabel bebas di kolom variabel PAD dengan LW

dapat dilihat pada Tabel 3. menunjukkan R2 < r

2,

maka penulis melakukan tindakan perbaikan

dengan cara mengeluarkan salah satu variabel yang

berkolinear yaitu variabel LW.

Tabel 3. Uji gejala multikolinieritas variabel bebas

pada DAU

Variabel r2 R

2

ln JP

ln LW

ln IKK

ln PDRB

ln IPM

ln BP

ln PAD

ln DBH

1

0.0544

0.0343

0,0547

0.0329

0.8313

0.0423

0.0121

1

0.2151

0.3832

0.0099

0.0202

0.9743

0.0151

1

0.2079

0.0047

0.0128

0.1378

0.0087

1

0.0126

0.0388

0.3686

0.0088

1

0.0455

0.0072

0.3068

1

0.0155

0.0366

1

0.0116

1

0.8868

ln JP ln LW ln IKK ln PDRB ln IPM ln BP ln PAD ln DBH

Sumber : data pengolahan.

Kemudian penulis melakukan pengolahan

data ulang dengan Shazam, ternyata terdapat

multikolinearitas lagi R2

= 0.8743 lebih rendah

dibandingkan dengan r2

= 0.9739 terjadi pada

kolom variabel bebas BP dengan IKK

menunjukkan R2 < r

2, dapat dilihat Tabel 4. maka

penulis melakukan tindakan perbaikan ulang

dengan cara mengeluarkan salah satu varibel bebas

yang berkolinear yaitu IKK.

Tabel 4. Uji gejala multikolinieritas

variabel bebas dengan mengeluarkan variabel LW

pada DAU

Variabel r2 R2

ln JP

ln IKK

ln PDRB

ln IPM

ln BP

ln PAD

ln DBH

1

0.9558

0.0175

0.8325

0.0423

0.0029

0.8119

1

0.0039

0.0217

0.9739

0.0086

0.0541

1

0.0199

0.1936

0.1936

0.7084

1

0.0165

0.0149

0.8417

1

0.0065

0.0445

1

0.1323

1

0.8743

ln JP ln IKK ln PDRB ln IPM ln BP ln PAD ln DBH

Sumber : data pengolahan.

Tabel 5. Uji gejala multikolinieritas variabel bebas

dengan mengeluarkan variabel LW dan IKK pada

DAU

Variabel r2 R

2

ln JP

ln

PDRB

ln IPM

ln BP

ln PAD

ln DBH

1

0.8188

0.0423

0.0001

0.8157

0.0560

1

0.0078

0.0045

0.6974

0.0131

1

0.0036

0.0513

0.8205

1

0.0838

0.0016

1

0.0800

1

0.8742

ln JP ln PDRB ln IPM ln BP ln PAD ln DBH

Sumber : data pengolahan.

Page 11: ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MENJELASKAN  DANA ALOKASI UMUM (DAU) (KASUS: KABUPATEN & KOTA DI SUMATERA UTARA)

11

Pada pengolahan data selanjutnya tidak

terjadi multikolinieritas dengan R2 = 0.8742

dibandingkan pada kolom variabel bebas JP,

PDRB, IPM, BP, PAD dan DBH. Begitu juga

dengan pengujian heteroskedastisitas dengan uji

park, apabila nilai p-value 0.05 (5 %) maka

model formula DAU tersebut mengalami gejala

heteroskedastisitas.

Tabel 6. Uji gejala heterokedastisitas (uji Park)

pada DAU

Variabel p-value Kesimpulan

ln JP

ln PDRB

ln IPM

ln BP

ln PAD

ln DBH

0.853

0.971

0.550

0.280

0.715

0.085

tidak signifikan

tidak signifikan

tidak signifikan

tidak signifikan

tidak signifikan

tidak signifikan

Sumber : data pengolahan.

Dengan melihat hasil dari Tabel 6. maka

dapat disimpulkan ke enam variabel terikat tersebut

terhadap DAU tidak terjadi heterokedastisitas.

Kemudian menguji autokorelasi, dari hasil

pengolahan data didapatkan DW= d = 2.2317;

dL = 1.291; dU = 1.822; 4-dU=2.178; 4-dL=2.709.

dU dan dL diperoleh dari tabel Durbin Watson

dengan = 0.05

Tolak

Ho

Ragu-

ragu

Terima

Ho atau

Ho (tidak

ada

korelasi)

Ragu-

ragu

Tolak

Ho

( Kor

+ )

( Kor -

)

d =

2.2317

0 dL= 1.291 dU= 1.822 2 4-dU=2.178 4-dL=2.709 4

Dari interval di atas, ternyata

DW=d=2,2317 terletak pada interval tidak menolak

atau menerima Ho (ragu-ragu). Sehingga untuk

melihat terjadi atau tidak terjadinya autokorelasi

pada model belum dapat diputuskan. Untuk itu

penulis melihat dari sisi error term, yaitu dengan

melakukan regresi (OLS) antara error term (ei)

dengan error term sebelumnya (ei-1). Setelah dirun,

hasilnya (dilampiran) menunjukkan nilai p-value

sebesar 0.398. Bila dibandingkan dengan =0.05,

dapat dipastikan bahwa hubungannya tidak nyata,

berarti dapat disimpulkan model terhindar dari

gejala autokorelasi.

ANALISIS HASIL ESTIMASI MODEL

PENELITIAN

Setelah model terhindar dari kesalahan

asumsi yaitu multikolinieritas, heterokedastisitas,

dan autokorelasi, maka dilakukan pengolahan data

dengan metode regresi Generalized Least Square

(GLS). Hasil dari regresi GLS, dapat dilihat Tabel

7.

Tabel 7. Hasil analisis regresi Fungsi Formula

DAU

Variabel Koefisien

estimasi

Standard

error

t-ratio p-value Koefisien

Elastisitas

Konstanta

JP

PDRB

IPM

BP

PAD

DBH

34559

0.13470

- 0.0057726

0.0080526

0.70977

0.70386

0.14434

11000

0.04868

0.001926

0.003634

0.2130

0.1642

0.2279

3.142

2.767

-2.997

2.216

3.332

4.287

0.6333

0.003

0.008

0.005

0.032

0.002

0.000

0.530

0.2020

0.3209

-0.1443

0.0519

0.0420

0.5076

0.0201

R2 = 0.8806 DW = 2.2317

Sumber : data pengolahan.

Dari Tabel 7. diatas dapat dilihat bahwa variabel

bebas JP, PDRB, IPM, BP, PAD, dan DBH dapat

menjelaskan variabel DAU sebesar 88.06 persen,

sisanya 11.94 persen berasal dari variabel lain yang

tidak diikutkan. Bila dilihat pada koefisien estimasi

ada satu variabel yang tidak signifikan yaitu

variabel DBH sedangkan variabel lainnya

berpengaruh signifikan pada tingkat keyakinan 95

persen ( = 5 persen). JP, IPM, BP, PAD

Page 12: ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MENJELASKAN  DANA ALOKASI UMUM (DAU) (KASUS: KABUPATEN & KOTA DI SUMATERA UTARA)

12

berpengaruh secara nyata dan hubungannya positif,

sedangkan PDRB berpengaruh secara nyata tetapi

hubungannya negatif.

Variabel jumlah penduduk (JP)

berpengaruh signifikan terhadap Dana Alokasi

Umum (DAU) di Provinsi Sumatera Utara sampai

taraf 1 persen. Besarnya koefisien estimasi adalah

0.13470, mengindikasikan bahwa bila penduduk

suatu daerah kabupaten/kota di provinsi sumatera

utara bertambah 1 (satu) jiwa mengakibatkan DAU

daerah tersebut bertambah 134700 rupiah.

Koefisien elastisitas JP adalah 0.3209 menunjukkan

tambahan 1 (satu) jiwa penduduk akan menambah

penerimaan DAU daerah tersebut sebesar 0.3209

persen.

Variabel Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB) tidak berpengaruh signifikan terhadap

Dana Alokasi Umum (DAU) di Provinsi Sumatera

Utara sampai taraf 1 persen. Besarnya koefisien

estimasi adalah -0.0057726, mengindikasikan

bahwa bila PDRB suatu daerah kabupaten/kota di

provinsi sumatera utara bertambah 1 (satu) juta

rupiah mengakibatkan penerimaan DAU daerah

tersebut berkurang sebesar 5772.6 rupiah. Koefisien

elastisitas PDRB adalah -0.1443 menunjukkan

peningkatan 1 persen PDRB akan berkurang

penerimaan DAU daerah tersebut sebesar 0.1443

persen.

Variabel Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

berpengaruh signifikan terhadap Dana Alokasi

Umum (DAU) di Provinsi Sumatera Utara sampai

taraf 1 persen. Besarnya koefisien estimasi adalah

0.0080526, mengindikasikan bahwa bila IPM suatu

daerah kabupaten/kota di provinsi sumatera utara

meningkat sampai 1 (satu) indeks mengakibatkan

DAU daerah tersebut bertambah 8052.6 rupiah.

Koefisien elastisitas IPM adalah 0.0519

menunjukkan meningkatnya 1 indeks IPM akan

menambah penerimaan DAU daerah tersebut

sebesar 0.0519 persen.

Variabel Belanja Pegawai (BP)

berpengaruh signifikan terhadap Dana Alokasi

Umum (DAU) di Provinsi Sumatera Utara sampai

taraf 1 persen. Besarnya koefisien estimasi adalah

0.70977, mengindikasikan bahwa bila belanja

pegawai suatu daerah kabupaten/kota di provinsi

sumatera utara bertambah 1 (satu) juta rupiah

mengakibatkan DAU daerah tersebut bertambah

709770 rupiah. Koefisien elastisitas BP adalah

0.0420 menunjukkan tambahan 1 persen belanja

pegawai, akan bertambah penerimaan DAU daerah

tersebut sebesar 0.0420 persen.

Variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD)

berpengaruh signifikan terhadap Dana Alokasi

Umum (DAU) di Provinsi Sumatera Utara sampai

taraf 1 persen. Besarnya koefisien estimasi adalah

0.70386, mengindikasikan bahwa bila PAD suatu

daerah kabupaten/kota di provinsi sumatera utara

bertambah 1 (satu) juta rupiah mengakibatkan

penerimaan DAU daerah tersebut bertambah

703860 rupiah. Koefisien elastisitas PAD adalah

0.5076 menunjukkan tambahan 1 persen PAD akan

menambah penerimaan DAU daerah tersebut

sebesar 0.5076 persen.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan maka dapat dirumuskan kesimpulan

sebagai berikut :

1. DAU mampu dijelaskan oleh variabel bebas

dalam penulisan yaitu JP, PDRB, IPM, BP,

PAD dan DBH sebesar 88.06 persen,

selebihnya dipengaruhi oleh variabel lain yang

tidak disertakan dalam model.

Page 13: ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MENJELASKAN  DANA ALOKASI UMUM (DAU) (KASUS: KABUPATEN & KOTA DI SUMATERA UTARA)

13

2. Uji-F (Uji serempak) menunjukkan secara

statistik pada = 5 % bahwa seluruh variabel

bebas dalam model signifikan pengaruhnya,

dibuktikan dengan nilai Fhitung sebesar 49.808

atau p-value=0.0000 berarti nilai p-value lebih

kecil dari 0.05 (pengaruh serempaknya adalah

signifikan).

3. Secara parsial (individual) menunjukkan JP,

IPM, BP, PAD berpengaruh signifikan dan

positif terhadap DAU pada tingkat keyakinan 95

persen (= 5%), variabel PDRB berpengaruh

signifikan dan negatif terhadap DAU pada

tingkat keyakinan 95% (= 5%). Sedangkan

variabel DBH tidak signifikan pengaruhnya

terhadap DAU.

SARAN

1. Pembagian Dana Alokasi Umum (DAU) ke

depan di kabupaten/kota pada provinsi Sumatera

Utara sebaiknya pada dasar perhitungan DAU

pada formula DAU dihilangkan variabel Luas

Wilayah (LW) tersebut diganti dengan variabel

lainnya. Sedangkan variabel Indeks Kemahalan

Konstruksi (IKK) perlu dipertimbangkan lagi

penggunaan variabel tersebut dalam formula

DAU.

2. Kepada para pengambil kebijakan dalam hal

penggunaan Formula DAU untuk dasar

pembagian DAU agar memperhatikan kembali

variabel-variabel yang mempengaruhi DAU

tersebut untuk ditelaah lebih lanjut lagi.

3. Kepada para peneliti selanjutnya agar mencari

variabel-variabel yang sangat mendukung

variabel DAU agar bisa menjadi masukkan bagi

para penentu kebijakan pembagian DAU

umumnya untuk seluruh Indonesia, khususnya

provinsi sumatera utara.

DAFTAR PUSTAKA

____, (2000), Medan Dalam Angka Tahun 2000,

Medan: Badan Pusat Statistik Kota Medan.

____, (2000), Statistik Keuangan Daerah

Propinsi Sumatera Utara 1997/1998 –

1999/2000, Medan: Badan Pusat Statistik

Propinsi Sumatera Utara.

____, (2002), Statistik Kesejahteraan Rakyat

Sumatera Utara, Medan: Badan Pusat

Statistik Propinsi Sumatera Utara.

____, (2004), Statistik Keuangan Daerah

Propinsi Sumatera Utara 2001 – 2003,

Medan: Badan Pusat Statistik Propinsi

Sumatera Utara.

____, (2004), Perhitungan Pendapatan Regional

Kota Medan Tahun 2003, Medan: Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah Kota

Medan.

____, (2005), Himpunan Perundang-Undangan

RI Tentang OTONOMI DAERAH

Perimbangan Keuangan Antara Pusat

Dan Daerah: UU RI No. 32 Tahun 2004

dan UU RI No. 33 Tahun 2004 Cetakan

Pertama, Bandung: Nuansa Mulia.

____, (2005), Medan Dalam Angka Tahun 2004,

Medan: Badan Pusat Statistik Kota Medan

dengan Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah Kota Medan.

Astuti Ester Sri, Haryanto Joko Tri, (2005),

Analisis Dana Alokasi Umum (DAU)

dalam Era Otonomi Daerah Studi Kasus 30

Propinsi, Manajemen Usahawan

Indonesia, TH XXXIV(12), 38-48.

Page 14: ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MENJELASKAN  DANA ALOKASI UMUM (DAU) (KASUS: KABUPATEN & KOTA DI SUMATERA UTARA)

14

Astuti Ester Sri, Haryanto Joko Tri, (2006),

Kemandirian Daerah:Sebuah Perspektif

dengan Metode Path Analysis,

Manajemen Usahawan Indonesia, TH

XXXV(03), 45-54.

Boediono, (2002), Kebijakan Pengelolaan

Keuangan Negara Dalam Rangka

Pelaksanaan Azas Desentralisasi Fiskal,

Jakarta:Makalah yang disampaikan dalam

rapat koordinasi pendayagunaan aparatur

Negara tingkat nasional.

Gujarati Damonar, Zain Somarno, (1978),

Ekonometrika Dasar Versi Terjemahan,

Jakarta: Erlangga.

J. Wajong, (1975), Administrasi Keuangan

Daerah, Cetakan Ke IV, Jakarta: Ichtiar.

Kadjatmiko, (2002), Dampak Pembentukan

Daerah Otonomi Baru Terhadap

Kebijakan Alokasi Dana Perimbangan,

Makalah Direktur Dana Perimbangan

Direktorat Jenderal Perimbangan

Keuangan Pusat Dan Daerah Departemen

Keuangan Republik Indonesia.

Kadjatmiko, (2001), Perhitungan dan Penetapan

Dana Alokasi Umu (DAU) TA 2002,

Makalah disampaikan dalam Rapat Kerja

Teknis Keuangan Daerah dengan tema

“Peningkatan Efisiensi dan Efektivitas

Pengelolaan Keuangan Dalam Upaya

Menunjang Keberhasilan Pelaksanaan

Otonomi Daerah,” Jakarta 26-27

September 2001.

Kaho Josef Riwu, (2003), Prospek Otonomi

Daerah di Negara Republik

Indonesia:Identifikasi Faktor - Faktor

yang Mempengaruhi

Penyelenggaraan Otonomi Daerah

Cetakan Ketujuh, Jakarta: Rajawali Press.

Koesoemahatmadja Rd. H., dikuti oleh Sujamto,

(1980), Latar Belakang Otonomi Daerah

yang Nyata dan Bertanggung Jawab

Dititikberatkan pada Daerah Tingkat II,

Jakarta: Badan Penelitian dan

Pengembangan Pemerintahan Daerah

Depdagri.

Landiyanto Erlangga Agustino, (2005), Kinerja

Keuangan dan Strategi Pembangunan

Kota di Era Otonomi Daerah:Studi

Kasus Kota Surabaya, CURES Working

Paper, Januari 2005 No. 05/01.

Mahi Raksaka, (2005), Manajemen Keuangan

Daerah di Era Otonomi, Manajemen

Usahawan Indonesia, TH XXXIV(12),

22-26.

Mardiasmo, (2004), Otonomi Daerah &

Manajemen Keuangan Daerah,

Yogyakarta: Andi.

Munir Dasril, Djuanda Henry Arys, Tangkilisan

Hessel Nogi S., (2005), Kebijakan Dan

Manajemen Keuangan Daerah,

Yogyakarta: YPAPI.

Rochmad Sumitro, (1979), Dasar-Dasar Hukum

Pajak dan Pajak Pendapatan Cetakan

ke IX, Jakarta:Eresco.

S. Pamudji, (1980), Pembinaan Perkotaan di

Indonesia, Jakarta: Ichtiar.

Samudra Azhari A., (2005), Perpajakan Di

Indonesia Keuangan, Pajak, Dan

Restribusi, Jakarta: Hecca Mitra Utama.

Saragih Juli Panglima, (2003), Desentralisasi

Fiskal Dan Keuangan Daerah Dalam

Page 15: ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MENJELASKAN  DANA ALOKASI UMUM (DAU) (KASUS: KABUPATEN & KOTA DI SUMATERA UTARA)

15

Otonomi Cetakan Pertama, Jakarta:

Ghalia Indonesia.

Siagian A., (2002), Pajak Daerah Sebagai

Sumber Keuangan Daerah, Jakarta:

Institut Ilmu Pemerintahan.

Sidik Machfud, (2002), Perimbangan Keuangan

Pusat dan Daerah Sebagai Pelaksanaan

Desentralisasi Fiskal (Antara Teori dan

Aplikasinya di Indonesia),

Yogyakarta:Makalah yang disampaikan

dalam seminar “Setahun Implementasi

Kebijaksanaan Otonomi Daerah di

Indonesia”.

Sidik Machfud, (2002), Format Hubungan

Keuangan Pemerintah Pusat dan

Daerah Yang Mengacu Pada Pencapaian

Tujuan Nasional, Jakarta:Makalah yang

disampaikan dalam seminar nasional

“Public Sector Scorecard”.

Sumitro Rochmad, (1979), Dasar-dasar Hukum

Pajak dan Pajak Pendapatan 1944

Cetakan IX, Jakarta: Eresco.

Sumodiningrat Gunawan, (2001), Pengantar

Ekonometrika Edisi Pertama Cetakan

Keenam, Yogyakarta: BPEF.

Syamsi Ibnu, (1983), Dasar-dasar Kebijaksanaan

Keuangan Negera, Jakarta: Bina Aksara.

White, J. Kenneth, (1997), Shazam The

Econometrics Computer Program

Version 8.0 User’s Reference Manual,

Canada: McGraw-Hill.

http://www.djpkpd.go.id (kutipan tanggal 5 juli

2006)

http://www.sikd.djapk.go.id/dp/dau/DAU_2006

(kutipan tanggal 14 juli 2006)

http://www.fiskal.depkeu.go.id/bapekki/apbn.asp

(kutipan tanggal 14 juli 2006)