analisis faktor – faktor yang menjelaskan dana alokasi umum (dau) (kasus: kabupaten & kota di...
DESCRIPTION
ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang dapat menjelaskan DAU.Dalam pengolahan data, penelitian ini menggunakan metode regresi Generalized Least Square (GLS) yang dilakukan secara Cross Section Weight. Metode ini menerapkan karakteristik model ekonometrika fungsi DAU, yang mana data tersebut membutuhkan data antarwaktu (time series) sekaligus data antar kabupaten/kota (cross section). Dalam ekonometri proses penyatuan data antarwaktu (time series) dan data kerat silang (cross section) disebut dengan pooling. Sedangkan data yang dihasilkan disebut dengan pooling data atau panel data. Data time series menggunakan basis data tahun 2004-2005, sedangkan data cross section yang menggunakan sampel data 25 kabupaten/kota di Sumatera Utara. Hasil penelitian yang didapat, DAU mampu dijelaskan oleh variabel bebas yaitu JP, PDRB, IPM, BP, PAD dan DBH, selebihnya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak disertakan dalam model. Uji-F (Uji serempak) menunjukkan secara statistik pada = 5% bahwa seluruh variabel bebas dalam model menunjukkan pengaruhnya secara signifikan. Secara parsial (individual) menunjukkan JP, IPM, BP, PAD berpengaruh signifikan dan positif terhadap DAU pada tingkat keyakinan 95 persen ( = 5%), variabel PDRB berpengaruh signifikan dan negatif terhadap DAU pada tingkat keyakinan 95% ( = 5%). Sedangkan variabel DBH tidak signifikan pengaruhnya terhadap DAU.Implikasi kebijakan dari hasil penelitian ini, diketahuinya variabel-variabel yang dapat menjelaskan besar penerimaan dana alokasi umum.TRANSCRIPT
1
ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MENJELASKAN DANA ALOKASI UMUM (DAU)
(KASUS: KABUPATEN & KOTA DI SUMATERA UTARA)
Fajrillah
Dosen STT Harapan - Medan
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang dapat menjelaskan DAU.
Dalam pengolahan data, penelitian ini menggunakan metode regresi Generalized Least Square (GLS)
yang dilakukan secara Cross Section Weight. Metode ini menerapkan karakteristik model ekonometrika fungsi
DAU, yang mana data tersebut membutuhkan data antarwaktu (time series) sekaligus data antar kabupaten/kota
(cross section). Dalam ekonometri proses penyatuan data antarwaktu (time series) dan data kerat silang (cross
section) disebut dengan pooling. Sedangkan data yang dihasilkan disebut dengan pooling data atau panel data.
Data time series menggunakan basis data tahun 2004-2005, sedangkan data cross section yang menggunakan
sampel data 25 kabupaten/kota di Sumatera Utara.
Hasil penelitian yang didapat, DAU mampu dijelaskan oleh variabel bebas yaitu JP, PDRB, IPM, BP,
PAD dan DBH, selebihnya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak disertakan dalam model. Uji-F (Uji
serempak) menunjukkan secara statistik pada = 5% bahwa seluruh variabel bebas dalam model menunjukkan
pengaruhnya secara signifikan. Secara parsial (individual) menunjukkan JP, IPM, BP, PAD berpengaruh
signifikan dan positif terhadap DAU pada tingkat keyakinan 95 persen ( = 5%), variabel PDRB berpengaruh
signifikan dan negatif terhadap DAU pada tingkat keyakinan 95% ( = 5%). Sedangkan variabel DBH tidak
signifikan pengaruhnya terhadap DAU.
Implikasi kebijakan dari hasil penelitian ini, diketahuinya variabel-variabel yang dapat menjelaskan
besar penerimaan dana alokasi umum.
Kata-kata Kunci: Analisis, DAU, JP, PDRB, IPM, BP, PAD, DBH.
PENDAHULUAN
Sejak tanggal 1 Januari 2001 telah terjadi
perubahan yang cukup mendasar dalam mekanisme
penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia.
Perubahan tersebut terutama terkait dengan
masalah otonomi Daerah sebagaimana
yang diamanatkan dalam UU Nomor 22 Tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah dan direvisi
dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor
25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang telah
direvisi dengan UU Nomor 33 Tahun 2004. Kedua
Undang – Undang di bidang otonomi daerah
tersebut menetapkan pemberian kewenangan
otonomi dalam wujud otonomi yang luas, nyata,
dan bertanggung jawab kepada daerah.
Implikasi dari pemberian kewenangan
otonomi ini menuntut daerah untuk melaksanakan
pembangunan di segala bidang, terutama untuk
pembangunan sarana dan prasarana publik yang
berskala daerah (Public Services) dan kewenangan
atau urusan yang dilimpahkan kepada daerah
sejalan dengan UU No. 32 dan No. 33 tersebut.
Pembangunan tersebut diharapkan dapat
dilaksanakan secara lebih otonomi oleh daerah baik
dari sisi perencanaan, pembangunan, serta
2
pembiayaannya. Diharapkan pembangunan yang
dilaksanakan akan banyak memberikan manfaat
bagi daerah, di antaranya:
- Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan
masyarakat
- Mendorong perkembangan perekonomian
daerah
- Mendorong peningkatan pembangunan daerah
di segala bidang
- Meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan
masyarakat
- Meningkatkan pendapatan asli daerah
- Mendorong kegiatan investasi
Sesuai dengan UU No 33 Tahun 2004
pasal 10 disebutkan bahwa yang menjadi sumber-
sumber pembiayaan untuk pembangunan daerah
(capital investment), antara lain berasal dari Dana
Perimbangan yang diterima oleh daerah-daerah
Pemerintah Pusat. Dana Perimbangan tersebut
berupa:
- Dana Bagi Hasil (DBH)
DBH bersumber dari pajak seperti Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB), Bea perolehan atas Hak
Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak
Penghasilan (PPh) dan Sumber Daya Alam
seperti kehutanan, pertambangan umum,
perikanan, pertambangan minyak bumi,
pertambangan gas bumi dan pertambangan
panas bumi.
- Dana Alokasi Umum (DAU)
Jumlah DAU keseluruhan ditetapkan
sekurangnya-kurangnya 26% dari Pendapatan
Dalam Negeri Neto yang ditetapkan APBN,
DAU untuk suatu daerah dialokasikan atas
dasar celah fiskal dan alokasi dasar (jumlah
gaji pegawai negeri sipil daerah). Celah fiskal
sebagaimana dimaksud adalah kebutuhan fiskal
(kebutuhan daerah untuk melaksanakan fungsi
layanan dasar umum), setiap kebutuhan
pendanaan sebagaimana dimaksud diukur
secara berturut-turut dengan jumlah penduduk,
luas wilayah, Indeks Kemahalan Konstruksi,
Produk Domestik Regional Bruto per Kapita
dan Indeks Pembangunan Manusia dikurangi
dengan kapasitas fiskal yaitu sumber
pendanaan daerah yang berasal dari PAD dan
DBH.
- Dana Alokasi Khusus (DAK)
Dialokasikan kepada daerah tertentu untuk
mendanai kegiatan khusus yang merupakan
urusan daerah.
IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan uraian di atas, maka masalah
penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: Faktor
- faktor apa saja yang dapat menjelaskan DAU.
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat
menjelaskan DAU.
Sementara ini manfaat diadakannya
penelitian ini adalah :
1. Memberikan masukan kepada pihak yang
berwenang di dalam pengambilan kebijakan
pemerintah mengenai DAU.
2. Sebagai bahan kajian bagi penelitian
selanjutnya yang berminat untuk menganalisis
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi DAU.
3. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah
daerah provinsi sumatera utara dalam
menetapkan kebijakan yang terkait untuk
meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).
DANA ALOKASI UMUM (DAU)
Untuk mengurangi ketimpangan dalam
kebutuhan pembiayaan dan penguasaan pajak
antara Pusat dan Daerah sesuai dengan UU RI
3
Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah (dengan kebijakan bagi hasil dan DAU
minimal 26% dari Penerimaan Dalam Negeri yang
ditetapkan dalam APBN). Dengan perimbangan
tersebut, khususnya dari DAU akan memberikan
kepastian bagi daerah dalam memperoleh sumber-
sumber pembiayaan untuk membiayai kebutuhan
pengeluaran yang menjadi tanggung jawabnya.
Sesuai dengan pasal 7 UU RI Nomor 25
Tahun 1999 terdahulu, besarnya dana alokasi
umum (DAU) ditetapkan sekurang-kurangnya 25
persen dari penerimaan dalam negeri bersih, yaitu
penerimaan dalam negeri setelah dikurangi dengan
dana bagi hasil dan DAK yang bersumber dari dana
reboisasi.
UU RI Nomor 25 Tahun 1999 telah
direvisi UU RI Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah, disahkan pada tanggal 15
Oktober 2004 bahwa kebutuhan DAU untuk suatu
daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal (Fiscal
Gap) dan alokasi dasar. Celah fiskal sebagaimana
dalam UU adalah kebutuhan fiskal dikurangi
dengan kapasitas fiskal daerah. Alokasi dasar
sebagaimana dimaksud dihitung berdasarkan
jumlah gaji pegawai negeri sipil daerah. Kebutuhan
fiskal daerah merupakan kebutuhan pendanaan
daerah untuk melaksanaakan fungsi layanan dasar
umum. Setiap kebutuhan pendanaan daerah diukur
secara berturut-turut dengan jumlah penduduk, luas
wilayah, Indeks Kemahalan Kontruksi, Produk
Domestik Regional Bruto per Kapita, dan Indeks
Pembangunan Manusia. Kapasitas fiskal daerah
merupakan sumber pendanaan daerah yang berasal
dari PAD dan Dana Bagi Hasil.
Proporsi DAU antara daerah provinsi dan
kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan imbangan
kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota.
DAU atas dasar celah fiskal dan alokasi dasar untuk
suatu daerah provinsi dihitung berdasarkan
perkalian bobot daerah provinsi yang bersangkutan
dengan jumlah DAU seluruh daerah provinsi
merupakan perbandingan antara celah fiskal dengan
provinsi yang bersangkutan dan total celah fiskal
seluruh daerah provinsi.
Untuk kabupaten/kota dihitung
berdasarkan perkalian bobot daerah kabupaten/kota
yang bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh
daerah kabupaten/kota. Bobot daerah
kabupaten/kota merupakan perbandingan antara
celah fiscal daerah kabupaten/kota yang
bersangkutan dan total celah fiscal seluruh daerah
kabupaten/kota.
Daerah yang memiliki nilai celah fiskal
sama dengan nol menerima DAU sebesar alokasi
dasar. Daerah yang memiliki nilai celah fiskal
negatif dan nilai negatif tersebut lebih kecil dari
alokasi dasar menerima DAU sebesar alokasi dasar
setelah dikurangi nilai celah fiskal. Daerah yang
memiliki nilai celah fiskal negatif tersebut sama
atau lebih besar dari alokasi dasar tidak menerima
DAU.
Data untuk menghitung kebutuhan fiskal
dan kapasitas fiskal diperoleh dari lembaga statistik
pemerintah dan/atau lembaga pemerintah yang
berwenang menerbitkan data yang dapat
dipertanggujawabkan.
Penyaluran DAU dilaksanakan setiap bulan
masing-masing sebesar 1/12 (satu perdua belas)
dari DAU daerah yang bersangkutan. Penyaluran
DAU dilaksanakan sebelum bulan bersangkutan.
SUMBER DATA
Dalam penelitian ini dipergunakan
beberapa data yang terkait dengan masalah
keuangan daerah yang diperoleh dari Badan Pusat
Statistik Propinsi Sumatera Utara. Dari data yang
4
didapat tersebut nantinya akan dilakukan suatu
analisis data untuk membuktikan hipotesa
bahwasanya faktor-faktor apa saja yang dapat
menjelaskan DAU.
RUANG LINGKUP PENELITIAN
Ruang lingkup penelitian ini meliputi
faktor-faktor yang dapat menjelaskan Dana Alokasi
Umum (DAU). Adapun periode waktu yang
digunakan terdiri dari data time series mulai tahun
2004 sampai dengan 2005 dan cross check data
seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera
Utara.
MODEL EKONOMETRIKA DAU
Model formula DAU menurut UU No.
33 tahun 2004 sebagai berikut :
Celah Fiskal = Kebutuhan Fiscal – Kapasitas Fiscal
Kebutuhan Fiskal = f (JP, LW, IKK, PDRB, IPM)
Kapasitas Fiskal = f (PAD, DBH)
DAU = Celah Fiscal
DAU = f (JP, LW, IKK, PDRB, IPM, PAD, DBH)
Kebutuhan fiskal daerah merupakan
kebutuhan pendanaan daerah untuk melaksanakan
fungsi layanan dasar umum. Setiap kebutuhan
pendanaan diukur secara berturut-turut dengan
jumlah penduduk, luas wilayah, Indeks Kemahalan
Konstruksi, Produk Domestik Regional Bruto per
Kapita, dan Indeks Pembangunan Manusia.
Kapasitas Fiskal daerah merupakan
sumber pendanaan daerah yang berasal dari PAD
dan Dana Bagi Hasil.
DAU merupakan celah fiskal yaitu
kebutuhan fiskal dikurangi dengan kapasitas fiskal.
Dari hal tersebut diatas penulis membuat
model ekonometrika persamaan fungsi DAU
sebagai berikut :
DAU = 0 + 1JP + 2LW+ 3IKK + 4PDRB +
5IPM+ 6BP + 7PAD + 8DBH + ef
Dimana:
DAU = Dana Alokasi Umum
JP = menunjukkan Jumlah Penduduk
(potensi SDM)
LW = menunjukkan Luas Wilayah
IKK = menunjukkan Indeks Kemahalan
Konstruksi
PDRB = menunjukkan Pendapatan Domestik
Regional Bruto per kapita
IPM = menunjukkan Indeks Pembangunan
Manusia
BP = menunjukkan Belanja Pegawai (gaji
PNS daerah)
PAD = menunjukkan Pendapatan Asli Daerah.
DBH = menunjukkan Dana Bagi Hasil (SDA,
PBB, BPHTB, dan PPh Pribadi)
ef = menunjukkan error terms
DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL DAU
1. Jumlah penduduk merupakan variabel yang
mencerminkan kebutuhan akan penyediaan
layanan publik disetiap daerah diyatakan dalam
rasio.
2. Luas wilayah merupakan variabel yang
mecerminkan kebutuhan atas penyediaan
sarana dan prasarana per satuan wilayah
dinyatakan dalam rasio.
3. Indeks Kemahalan Konstruksi merupakan
cerminan tingkat kesulitan geografis yang
dinilai berdasarkan tingkat kemahalan harga
prasarana fisik secara relatif antardaerah
dinyatakan dalam rasio.
4. Produk Domestik Regional Bruto merupakan
cerminan potensi dan aktivitas perekonomian
suatu daerah yang dihitung berdasarkan total
seluruh output produksi kotor dalam suatu
wilayah dinyatakan dalam rasio.
5. Indeks Pembanguna Manusia merupakan
variabel yang mencerminkan tingkat
5
pencapaian kesejahteraan penduduk atas
layanan dasar dibidang pendidikan dan
kesehatan dinyatakan dalam rasio.
6. Belanja pegawai yaitu pengeluaran
pembelanjaan gaji pegawai masing-masing
daerah dengan kebutuhan gaji daerah secara
nasional dinyatakan dalam rasio.
7. Pendapatan Asli Daerah yaitu bersumber pajak
daerah, restribusi daerah, hasil kekayaan
daerah yang dipisahhkan, dan penghasilan
yang syah lainnya dinyatakan dalam rasio.
8. Dana Bagi Hasil yaitu Sumber Daya Alam,
Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak
Tanah dan Bangunan, dan Pajak Penghasilan
Pribadi dinyatakan dalam rasio.
METODE ANALISIS
Metode Analisis dalam pengolahan data
menggunakan metode regresi Generalized Least
Square (GLS) secara Cross Section Weight. Dengan
menggunakan metode estimasi secara GLS maka
model estimasi tersebut menganggap bahwasanya
intercept dan slope sama untuk setiap individu
(1 = 2 = 3….i) dan (1k = 2k = 3k….ik)
dengan memperhatikan struktur varian dan covarian
error terms ( r ). Sementara itu struktur varian dan
covarian yang digunakan adalah struktur
heterokedastik tanpa adanya korelasi antar unit
waktu (cross sectional correlation).
Jika memperhatikan karakteristik model di
atas maka terlihat bahwa data tersebut
membutuhkan data antar waktu (time series)
sekaligus data antar kabupaten/kota (cross section).
Dalam ekonometri proses penyatuan data antar
waktu (time series) dan data antar individu (cross-
section) disebut dengan pooling. Sedangkan data
yang dihasilkan disebut dengan pooled data atau
panel data. Beberapa keuntungan penggunaan data
panel adalah (1) memungkinkan jumlah data yang
meningkat, dan (2) memasukan informasi yang
berkaitan dengan baik cross section maupun time
series yang dapat mengurangi masalah yang
muncul apabila ada variable yang dihilangkan. Data
time series yang digunakan digunakan
menggunakan basis data tahun 2004-2005
sedangkan data cross sectional yang digunakan
menggunakan sampel data 25 kabupaten/kota di
Provinsi Sumatera Utara. Penggunaan data time
series mulai dari tahun 2004-2005 sebetulnya
masih mengandung banyak kelemahan, namun
dikarenakan adanya keterbatasan dan kesulitan
didalam penyusunan data baik yang disebabkan
oleh daerah penyusunan data baik yang disebabkan
oleh kabupaten/kota atau instansi terkait tidak
mengirim data ke Pemerintah Provinsi Sumatera
Utara atau berbagai kesulitan lainnya sehingga
penulis memutuskan untuk menggunakan data
tahun 2004-2005 sebagai analisa awal untuk
mengetahui peranan DAU didalam pembiayaan
daerah di era otonomi daerah.
Sebagai upaya untuk menghasilkan model
yang efisien, fisibel, dan konsisten, maka perlu
pendeteksian terhadap pelanggaran asumsi model
yaitu gangguan antar waktu (time-related
disturbance), gangguan antar individu (cross
sectional disturbance) dan gangguan akibat
keduanya. Agar model yang digunakan dalam
model ini fisibel dan efektif, maka kita perlu
melihat pelanggaran asumsi dasar yaitu :
1. Kolinearitas Jamak (multicollinearity).
Kolinearitas jamak muncul jika di antara
variabel independen memiliki korelasi yang tinggi,
sehingga kita sulit memisahkan efek satu variabel
independen terhadap variabel dependen dari efek
variabel independen yang lain.
Pelanggaran ini menjadi masalah jika
tujuan melakukan regresi adalah untuk menafsirkan
6
koefisien regresi. Indikasi-indikasi. Adanya
Kolinearitas Jamak:
a. Jika ditemukan nilai R2 yang tinggi dan nilai
statistik F yang signifikan tetapi sebagian besar
nilai statistic t tidak signifikan.
b. Korelasi sederhana yang relatif tinggi (0.8 atau
lebih) antara satu atau lebih pasang variabel
independen. Jika koefisien korelasi kurang dari
0.8 berarti masalah tidak terlalu serius, belum
terjadi kolinearitas berganda. Jika koefisien
korelasi lebih dari 0.9 berarti kolinearitas
berganda merupakan masalah yang serius.
c. Regresi bantuan (Auxilary Regression), dengan
cara meregresi masing-masing peubah bebas
pada peubah bebas lainnya. Apabila R2-nya
tinggi maka ada indikasi ketergantungan linear
yang hampir pasti diantara kolom-kolom x.
Pemecahan masalah kolinearitas jamak :
(a) Mengurangi variable independen dalam model.
(b) Mengubah bentuk model, (3) Menambah data
atau memilih sample baru.
2. Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas terjadi jika varians dari
galat berubah. Heteroskedastisitas biasanya galat
berubah. Heteroskedastisitas biasanya muncul pada
data cross section dan tidak terjadi pada data time
series (deret waktu) karena perubahan-perubahan
dalam variabel dependen dan perubahan-perubahan
dalam satu atau lebih variabel dependen dan
perubahan-perubahan dalam satu atau lebih
variabel independen kemungkinan adalah sama
besar. Efek dari heteroskedastisitas, adalah
pendugaan kuadrat terkecil membobot lebih berat
pada observasi yang memiliki varians galat lebih
besar dibanding pada observasi yang memiliki
varians galat lebih kecil. Hal ini terjadi karena
jumlah residual kuadrat dari galat yang mempunyai
varians yang lebih kecil. Karena pembobotan
implisit ini, penduga-penduga parameter kuadrat
terkecil biasa adalah tidak bisa dan konsisten, tapi
tidak efisien, yaitu varians dugaannya bukanlah
varians minimum. Selain itu, varians dugaan dari
parameter-parameter dugaan adalah penduga-
penduga yang bisa dari varians yang sebenarnya.
Pemecahan masalah heteroskedastisitas
adalah Weighted Least Square, yaitu membobotkan
setiap variabel dengan varians yang tidak konstan.
Tujuannya untuk membut agar varians jadi konstan.
Selain itu, juga dapat dilakukan dengan
mentransformasi model dalam bentuk logaritma
natural.
3. Autokorelasi/Korelasi Serial
Korelasi serial terjadi jika galat-galat dari
observasi yang berbeda berkorelasi, dengan kata
lain terjadi korelasi galat antar waktu. Jika galat-
galat dari periode-periode waktu yang berbeda
(bisanya berdekatan berkorelasi, dikatakan bahwa
galat itu berkorelasi serial. Korelasi serial biasanya
terjadi pada data time series. Korelasi serial tidak
mempengaruhi ketidakbiasaan atau konsisten
penduga-penduga kuadrat terkecil biasa, tetapi ia
mempengaruhi efisiennya.
Uji untuk korelasi serial yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah :
- Uji Durbin Watson (DW), meliputi
perhitungan uji statistik yang didasarkan pada
residual-residual dari prosedur regresi kuadrat
terkecil biasa.
Keputusan ada tidaknya autokorelasi
adalah sebagai berikut :
- Bila nilai DW lebih besar daripada batas atas
(upper, bound, U), maka koefisien autokorelasi
Tt
t
tNi
i
tt
Tt
t
Ni
i
1
12
1
1
21
ˆ
*ˆ
ˆ
- sama dengan nol, artinya tidak ada autokorelasi
yang positif.
7
- Bila nilai DW lebih rendah daripada batas
bawah (lower bound, L), maka koefisien
autokorelasi lebih besar dari nol, artinya ada
autokorelasi yang positif.
- Bila nilai DW terletak diantara batas atas dan
bawah maka tidak dapat disimpulkan.
- Bila nilai DW terletak diantara batas atas (du)
dan (4-du), maka hipotesis nol diterima, yang
berarti tidak ada autokorelasi.
Selain melakukan berbagai uji pelanggaran asumsi
klasik untuk mendapatkan suatu persamaan yang
BLUE, nantinya juga akan dilakukan uji individu
(t) untuk mengetahui variabel-variabel apa saja
yang mempengaruhi DAU secara signifikan. Secara
umum uji individu dilakukan dengan cara
membandingkan hasil hitung dengan t table.
Adapun aturan yang digunakan adalah :
Ho diterima : Jika Ttabel < Thitung < Ttabel
H1 (Ho ditolak) : Jika Thitung < Ttabel atau Thitung > Ttabel
Jika ternyata ada variabel yang tidak signifikan
nantinya akan dilakukan Wald Test untuk
mengetahui apakah variabel-variabel tersebut
benar-benar tidak signifikan. Setelah diyakini
bahwasanya model persamaan yang digunakan
sudah bersifat BLUE kemudian dilakukan uji F
statistik untuk menguji keberartian pengaruh dari
seluruh variabel bebas secara bersama-sama
terhadap variable terikat. Cara yang biasa dilakukan
adalah dengan membandingkan nilai F hitung
dengan F table. Nilai F hitung diperoleh dari
rumusan:
vi
R
RF
kn
k
hitung
2
12
1
Jika prob variabel < prob 5% maka H0 diterima
Jika prob variabel > prob 5% maka H0 ditolak dan
terima H1
Secara ringkas uji auto korelasi dapat disimpulkan
sebagai berikut :
Secara ringkas uji auto korelasi dapat disimpulkan sebagai berikut :
Hipotesis nol Keputusan Syarat
Tidak ada
Autokorelasi positif
Tolak 0<d<dL
Tidak ada
Autokorelasi positif
Tidak ada
keputusan
dL< d < du
Tidak ada Autokorelasi negatif
Tolak 4 – dL < d < 4
Tidak ada Autokorelasi positif
Tidak ada keputusan
4 – du < d < 4 – dL
Tidak ada Autokorelasi, positif
atau negatif
Terima Du < d < 4 – du
Sementara koreksi terhadap korelasi serial
dalam penelitian ini akan digunakan adalah
Prosedur Hidreth-Lu. Prosedur ini
menspesifikasikan nilai-nilai untuk , yaitu :
Cara lain yang digunakan adalah dengan
cara membandingkan nilai probabilitas masing-
masing variabel dengan besarnya nilai = 5%.
Adapun aturan yang digunakan adalah :
H0 diterima
Untuk menentukan nilai F table tingkat
signifikansi yang digunakan sebesar 5% dengan
derajat kebebasan df = (n-k) dan (k-1) dimana n
adalah jumlah observasi, k adalah jumlah variable
termasuk intersep dengan kriteria uji:
Jika Fhitung > Ftabel (,k – 1,n-k) maka H0 ditolak
Fhitung < Ftabel (,k – 1,n-k) maka H1 diterima.
R2 untuk mengukur proporsi variasi
variabel terikat yang dijelaskan oleh variabel-
variabel bebasnya. Nilai R2 tergantung jumlah
kuadrat faktor residu. Apabila dimasukkan variabel
tambahan ke dalam persamaan regresi, maka ei2
mengecil dan akibatnya R2 bertambah besar. Akan
tetapi kenaikkan R2 yang diakibatkan oleh
penambahan variabel hanyalah bersifat matematik,
oleh kerena itu perlu dipertimbangkan penting
tidaknya memasukkan tambahan variabel dalam
persamaan regresi. Jadi harus diingat, walaupun R2
mengukur proporsi dari variasi-variasi variabel
terikat yang dijelaskan oleh ketepatan persamaan
8
Tabel 1. Rincian DAU dan Variabelnya tiap Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Th.2004
Tahun 2004
No. Kabupaten di Sumut DAU JP LW IKK PDRB IPM BP PAD DBH
1 Kab. Asahan 274447 1009856 4580.75 90.07 14517680 69.7 251414.4 22876.08 40540.62
2 Kab. Dairi 131494 259158 1927.8 89.79 2054750 69.9 108758.62 4648.78 13825.24
3 Kab. Deli Serdang 485416 1523881 2407.96 90.41 15616420 71.6 444650.34 46169.04 52491.02
4 Kab. Tanah Karo 192376.3 312300 2127.29 90.85 3270310 72.3 145040.23 9151.94 22845.94
5 Kab. Labuhan Batu 268127 933866 9223.18 90.76 10753270 70.6 235452.52 27500.45 48979.12
6 Kab. Langkat 273583 955348 6263.3 88.65 7361460 70.7 246196.82 16570 61751.97
7 Kab. Mandailing Natal 168144 379045 6618.79 89.47 1791800 67.5 120540.36 7250 13850
8 Kab. Nias 155786 433350 3495.39 106.73 2106530 65 137115.1 21497.93 9499.05
9 Kab. Simalungun 299970 818975 4386.6 88.79 5578940 70.5 297041.02 14204.12 40373.61
10 Kab. Tapanuli Selatan 252889 609922 12138.3 90.35 3420340 71 200318.63 7115.02 32940.83
11 Kab. Tapanuli Tengah 134817 278472 2188 88.22 1153710 68.4 86697.86 6817.91 17887.22
12 Kab. Tapanuli Utara 139276 255400 3726.52 89.07 1746630 70.9 126853.04 8381.59 23179.83
13 Kab. Toba Samosir 159848 167587 2474.4 89.58 1748170 73.8 122681.6 12006.03 124465.9
14 Kota Binjai 132050 232236 90.33 89.54 2100120 74 111811.42 8965.29 18693.87
15 Kota Medan 404990 2010676 265.1 90.03 33097680 74.7 504021.41 257989.89 190739.86
16 Kota Pematang Siantar 140229 227551 79.99 86.78 2515280 75.4 121868.37 13603.65 13442.85
17 Kota Sibolga 93.121 87260 10.77 88.6 718600 72.9 65105.95 7972.8 14163.65
18 Kota Tanjung Balai 103860 149238 60.52 88.07 1574150 71 55964.55 8840.19 12000.51
19 Kota Tebing Tinggi 115453.1 134382 37.99 91.25 1091220 74 62598.61 9701.88 14584.91
20 Kota Padang Sidempuan 110115 172419 140 87.96 989800 72.6 87332.68 1768.12 8205.46
21 Kab. Pakpak Bharat 25942 34260 1218.3 88.52 175690 68.3 15738.88 283.36 10610.3
22 Kab. Nias Selatan 66466 282715 1825.2 103.13 1341980 63.1 57770 4567 12345
23 Kab. Humbang Hasundutan 71368 152519 2335.33 90.01 297926 69.1 56070.1 4368.15 12307.67
24 Kab. Serdang Berdagai 156781.2 583071 1989.98 90.05 4508350 70 57890 5678.78 14567
25 Kab. Samosir 59876 119873 2069.05 88.7 1014140 71.7 54980 6765.78 14567
9
Tabel 2. Rincian DAU dan Variabelnya tiap Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Th. 2005
Tahun 2005
No. Kabupaten di Sumut DAU JP LW IKK PDRB IPM BP PAD DBH
1 Kab. Asahan 292231 1024369 4580.75 111.79 15527790 70.1 250055.48 22624.38 48753.1
2 Kab. Dairi 138511 261287 1927.8 112.43 2303590 70.5 119076.18 5243.1 9825
3 Kab. Deli Serdang 330429 1569638 2407.96 110.19 19509890 72.4 350216.28 59145.8 57345
4 Kab. Tanah Karo 194397 316207 2127.29 112.09 3683020 73.5 151584.82 11091.72 8692.05
5 Kab. Labuhan Batu 286.548 951773 9223.18 113.07 12446060 71.1 241097.98 23398.85 43050
6 Kab. Langkat 293755 970433 6263.3 110.5 8461170 71.3 245665.86 16834.74 83208.81
7 Kab. Mandailing Natal 183019 386150 6618.79 112.39 2004420 68.8 129569.49 6688.96 19997.95
8 Kab. Nias 172962 441807 3495.39 139.1 2159950 66.1 146789 7689 14567.45
9 Kab. Simalungun 313639 826101 4386.6 110.25 6168250 71.3 309322.43 18822.38 37447.44
10 Kab. Tapanuli Selatan 265560 626702 12138.3 111.43 3678200 72.2 201540.32 6983.2 39065.64
11 Kab. Tapanuli Tengah 153475 283035 2188 109.65 1296690 68.9 89765 7897 19876.12
12 Kab. Tapanuli Utara 149607 256201 3726.52 111.09 2155280 72.1 133123.68 5814.79 14149.52
13 Kab. Toba Samosir 108378 158677 2474.4 115.93 1977270 74.5 96641.63 8617.02 11181.28
14 Kota Binjai 146640 237904 90.33 111 2437040 74.4 116505.54 13002.79 18662.88
15 Kota Medan 426572 2036185 265.1 111.39 42654260 75.4 536995.35 282218.79 392876.28
16 Kota Pematang Siantar 149682 230487 79.99 110.78 2662900 75.8 78767 125678 13678
17 Kota Sibolga 101569 88717 10.77 112 1765170 73.2 75499.1 5822.47 15155.8
18 Kota Tanjung Balai 106177 152814 60.52 111.16 1765170 71.6 158229.59 9574.57 11947.06
19 Kota Tebing Tinggi 114202 135671 37.99 112.45 1253170 74.3 79643.52 6851.24 6837.32
20 Kota Padang Sidempuan 128044 177499 140 111.36 1138940 73.3 78655 6890.34 13578
21 Kab. Pakpak Bharat 43399 34542 1218.3 111.81 216190 68.7 26897.57 1376 10238.95
22 Kab. Nias Selatan 82051 288233 1825.2 137.86 1458640 63.9 63500 6786.8 14567
23 Kab. Humbang Hasundutan 83584 152997 2335.33 111 1387710 69.8 59446.04 3087.31 14689.14
24 Kab. Serdang Berdagai 188714 588176 1989.98 110.14 5059770 71.2 58792 6754.1 16788
25 Kab. Samosir 62082 131073 2069.05 119.06 1111860 72.2 56898 6987.3 15678
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara.
Keterangan:
DAU Dana Alokasi Umum (dalam jutaan rupiah)
JP Jumlah Penduduk
LW Luas Wilayah (KM2)
IKK Indek Kemahalan Konstruksi
PDRB Pendapatan Domestik Regional Bruto Per Kapita (dalam jutaan rupiah)
IPM Indek Pembangunan Manusia
BP Belanja Pegawai (gaji PNS Daerah) (dalam jutaan rupiah)
PAD Pendapatan AsIi Daerah (dalam jutaan rupiah)
DBH Dana Bagi Hasil (SDA, PBB, BPHTB, dan PPh Pribadi) (dalam jutaan rupiah)
Menurut UU RI No 33 Tahun 2004
DAU = 26% x PDN Netto
Celah Fiscal = KbFiscal - KpFiscal
DAU = Celah Fiscal + Alokasi Dasar (Gaji PNS Daerah)
KbFiscal = JP+LW+IKK+PDRB+IPM
KpFiscal = PAD+Dana Bagi Hasil(SDA,PBB,BPHTB dan PPh)
Model Formula DAU
DAU = 0 + 1JP + 2LW+ 3IKK + 4PDRB + 5IPM+ 6BP + 7PAD + 8DBH + ef
10
regresi, namun hal itu tidak selalu dapat diartikan
sebagai penentu bagi “goodness off fit”.
Penggunaan metode estimasi GLS untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh DAU melalui
persamaan yang membentuknya terhadap 25
Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara dimana
intercept dan slope dianggap sama untuk setiap
individu. Meskipun dengan menggangap
bahwasanya dan dianggap sama merupakan
suatu hal yang mustahil, namun sebagai suatu
analisis awal menurut penulis hal tersebut sudah
memenuhi persyaratan.
HASIL PENELITIAN
Setelah pengolahan data dilakukan dengan
Shazam version 9.0, maka perlu dianalisis model
ekonometrika formula DAU terlebih dahulu dengan
melihat adanya gejala multikolinearitas untuk
mendeteksi apakah terjadi hubungan (korelasi)
yang sempurna atau tinggi antara variabel bebas
yang satu dengan variabel bebas lainnya dalam
model. Gejala multikolinieritas akan menyebabkan
standar errornya makin besar, sehingga t-statistik
akan menjadi kecil (t-stat = bi/se) yang
mengakibatkan tidak nyatanya variabel-variabel
bebas secara statistik dalam model. Pengujian
terhadap gejala multikolinieritas dapat dilakukan
dengan melihat koefisien korelasi yang
dikuadratkan untuk melihat koefisien korelasi yang
dikuadratkan untuk memperoleh koefisien
determinan (r2), kemudian membandingkan dengan
koefisien determinasi persamaan (R2). Apabila r
2
lebih besar atau sama dengan nilai R2 maka gejala
multikolinieritas terjadi atau cukup tinggi, maka
hasil regresi tidak menghasilkan interpretasi yang
baik. Ternyata dalam model ekonometrika formula
DAU ini setelah diestimasi terkena gejala
multikolinearitas ditemukan hasil R2 = 0.8868 lebih
rendah, bila dibandingkan dengan r2 pada sesama
variabel bebas di kolom variabel PAD dengan LW
dapat dilihat pada Tabel 3. menunjukkan R2 < r
2,
maka penulis melakukan tindakan perbaikan
dengan cara mengeluarkan salah satu variabel yang
berkolinear yaitu variabel LW.
Tabel 3. Uji gejala multikolinieritas variabel bebas
pada DAU
Variabel r2 R
2
ln JP
ln LW
ln IKK
ln PDRB
ln IPM
ln BP
ln PAD
ln DBH
1
0.0544
0.0343
0,0547
0.0329
0.8313
0.0423
0.0121
1
0.2151
0.3832
0.0099
0.0202
0.9743
0.0151
1
0.2079
0.0047
0.0128
0.1378
0.0087
1
0.0126
0.0388
0.3686
0.0088
1
0.0455
0.0072
0.3068
1
0.0155
0.0366
1
0.0116
1
0.8868
ln JP ln LW ln IKK ln PDRB ln IPM ln BP ln PAD ln DBH
Sumber : data pengolahan.
Kemudian penulis melakukan pengolahan
data ulang dengan Shazam, ternyata terdapat
multikolinearitas lagi R2
= 0.8743 lebih rendah
dibandingkan dengan r2
= 0.9739 terjadi pada
kolom variabel bebas BP dengan IKK
menunjukkan R2 < r
2, dapat dilihat Tabel 4. maka
penulis melakukan tindakan perbaikan ulang
dengan cara mengeluarkan salah satu varibel bebas
yang berkolinear yaitu IKK.
Tabel 4. Uji gejala multikolinieritas
variabel bebas dengan mengeluarkan variabel LW
pada DAU
Variabel r2 R2
ln JP
ln IKK
ln PDRB
ln IPM
ln BP
ln PAD
ln DBH
1
0.9558
0.0175
0.8325
0.0423
0.0029
0.8119
1
0.0039
0.0217
0.9739
0.0086
0.0541
1
0.0199
0.1936
0.1936
0.7084
1
0.0165
0.0149
0.8417
1
0.0065
0.0445
1
0.1323
1
0.8743
ln JP ln IKK ln PDRB ln IPM ln BP ln PAD ln DBH
Sumber : data pengolahan.
Tabel 5. Uji gejala multikolinieritas variabel bebas
dengan mengeluarkan variabel LW dan IKK pada
DAU
Variabel r2 R
2
ln JP
ln
PDRB
ln IPM
ln BP
ln PAD
ln DBH
1
0.8188
0.0423
0.0001
0.8157
0.0560
1
0.0078
0.0045
0.6974
0.0131
1
0.0036
0.0513
0.8205
1
0.0838
0.0016
1
0.0800
1
0.8742
ln JP ln PDRB ln IPM ln BP ln PAD ln DBH
Sumber : data pengolahan.
11
Pada pengolahan data selanjutnya tidak
terjadi multikolinieritas dengan R2 = 0.8742
dibandingkan pada kolom variabel bebas JP,
PDRB, IPM, BP, PAD dan DBH. Begitu juga
dengan pengujian heteroskedastisitas dengan uji
park, apabila nilai p-value 0.05 (5 %) maka
model formula DAU tersebut mengalami gejala
heteroskedastisitas.
Tabel 6. Uji gejala heterokedastisitas (uji Park)
pada DAU
Variabel p-value Kesimpulan
ln JP
ln PDRB
ln IPM
ln BP
ln PAD
ln DBH
0.853
0.971
0.550
0.280
0.715
0.085
tidak signifikan
tidak signifikan
tidak signifikan
tidak signifikan
tidak signifikan
tidak signifikan
Sumber : data pengolahan.
Dengan melihat hasil dari Tabel 6. maka
dapat disimpulkan ke enam variabel terikat tersebut
terhadap DAU tidak terjadi heterokedastisitas.
Kemudian menguji autokorelasi, dari hasil
pengolahan data didapatkan DW= d = 2.2317;
dL = 1.291; dU = 1.822; 4-dU=2.178; 4-dL=2.709.
dU dan dL diperoleh dari tabel Durbin Watson
dengan = 0.05
Tolak
Ho
Ragu-
ragu
Terima
Ho atau
Ho (tidak
ada
korelasi)
Ragu-
ragu
Tolak
Ho
( Kor
+ )
( Kor -
)
d =
2.2317
0 dL= 1.291 dU= 1.822 2 4-dU=2.178 4-dL=2.709 4
Dari interval di atas, ternyata
DW=d=2,2317 terletak pada interval tidak menolak
atau menerima Ho (ragu-ragu). Sehingga untuk
melihat terjadi atau tidak terjadinya autokorelasi
pada model belum dapat diputuskan. Untuk itu
penulis melihat dari sisi error term, yaitu dengan
melakukan regresi (OLS) antara error term (ei)
dengan error term sebelumnya (ei-1). Setelah dirun,
hasilnya (dilampiran) menunjukkan nilai p-value
sebesar 0.398. Bila dibandingkan dengan =0.05,
dapat dipastikan bahwa hubungannya tidak nyata,
berarti dapat disimpulkan model terhindar dari
gejala autokorelasi.
ANALISIS HASIL ESTIMASI MODEL
PENELITIAN
Setelah model terhindar dari kesalahan
asumsi yaitu multikolinieritas, heterokedastisitas,
dan autokorelasi, maka dilakukan pengolahan data
dengan metode regresi Generalized Least Square
(GLS). Hasil dari regresi GLS, dapat dilihat Tabel
7.
Tabel 7. Hasil analisis regresi Fungsi Formula
DAU
Variabel Koefisien
estimasi
Standard
error
t-ratio p-value Koefisien
Elastisitas
Konstanta
JP
PDRB
IPM
BP
PAD
DBH
34559
0.13470
- 0.0057726
0.0080526
0.70977
0.70386
0.14434
11000
0.04868
0.001926
0.003634
0.2130
0.1642
0.2279
3.142
2.767
-2.997
2.216
3.332
4.287
0.6333
0.003
0.008
0.005
0.032
0.002
0.000
0.530
0.2020
0.3209
-0.1443
0.0519
0.0420
0.5076
0.0201
R2 = 0.8806 DW = 2.2317
Sumber : data pengolahan.
Dari Tabel 7. diatas dapat dilihat bahwa variabel
bebas JP, PDRB, IPM, BP, PAD, dan DBH dapat
menjelaskan variabel DAU sebesar 88.06 persen,
sisanya 11.94 persen berasal dari variabel lain yang
tidak diikutkan. Bila dilihat pada koefisien estimasi
ada satu variabel yang tidak signifikan yaitu
variabel DBH sedangkan variabel lainnya
berpengaruh signifikan pada tingkat keyakinan 95
persen ( = 5 persen). JP, IPM, BP, PAD
12
berpengaruh secara nyata dan hubungannya positif,
sedangkan PDRB berpengaruh secara nyata tetapi
hubungannya negatif.
Variabel jumlah penduduk (JP)
berpengaruh signifikan terhadap Dana Alokasi
Umum (DAU) di Provinsi Sumatera Utara sampai
taraf 1 persen. Besarnya koefisien estimasi adalah
0.13470, mengindikasikan bahwa bila penduduk
suatu daerah kabupaten/kota di provinsi sumatera
utara bertambah 1 (satu) jiwa mengakibatkan DAU
daerah tersebut bertambah 134700 rupiah.
Koefisien elastisitas JP adalah 0.3209 menunjukkan
tambahan 1 (satu) jiwa penduduk akan menambah
penerimaan DAU daerah tersebut sebesar 0.3209
persen.
Variabel Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) tidak berpengaruh signifikan terhadap
Dana Alokasi Umum (DAU) di Provinsi Sumatera
Utara sampai taraf 1 persen. Besarnya koefisien
estimasi adalah -0.0057726, mengindikasikan
bahwa bila PDRB suatu daerah kabupaten/kota di
provinsi sumatera utara bertambah 1 (satu) juta
rupiah mengakibatkan penerimaan DAU daerah
tersebut berkurang sebesar 5772.6 rupiah. Koefisien
elastisitas PDRB adalah -0.1443 menunjukkan
peningkatan 1 persen PDRB akan berkurang
penerimaan DAU daerah tersebut sebesar 0.1443
persen.
Variabel Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
berpengaruh signifikan terhadap Dana Alokasi
Umum (DAU) di Provinsi Sumatera Utara sampai
taraf 1 persen. Besarnya koefisien estimasi adalah
0.0080526, mengindikasikan bahwa bila IPM suatu
daerah kabupaten/kota di provinsi sumatera utara
meningkat sampai 1 (satu) indeks mengakibatkan
DAU daerah tersebut bertambah 8052.6 rupiah.
Koefisien elastisitas IPM adalah 0.0519
menunjukkan meningkatnya 1 indeks IPM akan
menambah penerimaan DAU daerah tersebut
sebesar 0.0519 persen.
Variabel Belanja Pegawai (BP)
berpengaruh signifikan terhadap Dana Alokasi
Umum (DAU) di Provinsi Sumatera Utara sampai
taraf 1 persen. Besarnya koefisien estimasi adalah
0.70977, mengindikasikan bahwa bila belanja
pegawai suatu daerah kabupaten/kota di provinsi
sumatera utara bertambah 1 (satu) juta rupiah
mengakibatkan DAU daerah tersebut bertambah
709770 rupiah. Koefisien elastisitas BP adalah
0.0420 menunjukkan tambahan 1 persen belanja
pegawai, akan bertambah penerimaan DAU daerah
tersebut sebesar 0.0420 persen.
Variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD)
berpengaruh signifikan terhadap Dana Alokasi
Umum (DAU) di Provinsi Sumatera Utara sampai
taraf 1 persen. Besarnya koefisien estimasi adalah
0.70386, mengindikasikan bahwa bila PAD suatu
daerah kabupaten/kota di provinsi sumatera utara
bertambah 1 (satu) juta rupiah mengakibatkan
penerimaan DAU daerah tersebut bertambah
703860 rupiah. Koefisien elastisitas PAD adalah
0.5076 menunjukkan tambahan 1 persen PAD akan
menambah penerimaan DAU daerah tersebut
sebesar 0.5076 persen.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan maka dapat dirumuskan kesimpulan
sebagai berikut :
1. DAU mampu dijelaskan oleh variabel bebas
dalam penulisan yaitu JP, PDRB, IPM, BP,
PAD dan DBH sebesar 88.06 persen,
selebihnya dipengaruhi oleh variabel lain yang
tidak disertakan dalam model.
13
2. Uji-F (Uji serempak) menunjukkan secara
statistik pada = 5 % bahwa seluruh variabel
bebas dalam model signifikan pengaruhnya,
dibuktikan dengan nilai Fhitung sebesar 49.808
atau p-value=0.0000 berarti nilai p-value lebih
kecil dari 0.05 (pengaruh serempaknya adalah
signifikan).
3. Secara parsial (individual) menunjukkan JP,
IPM, BP, PAD berpengaruh signifikan dan
positif terhadap DAU pada tingkat keyakinan 95
persen (= 5%), variabel PDRB berpengaruh
signifikan dan negatif terhadap DAU pada
tingkat keyakinan 95% (= 5%). Sedangkan
variabel DBH tidak signifikan pengaruhnya
terhadap DAU.
SARAN
1. Pembagian Dana Alokasi Umum (DAU) ke
depan di kabupaten/kota pada provinsi Sumatera
Utara sebaiknya pada dasar perhitungan DAU
pada formula DAU dihilangkan variabel Luas
Wilayah (LW) tersebut diganti dengan variabel
lainnya. Sedangkan variabel Indeks Kemahalan
Konstruksi (IKK) perlu dipertimbangkan lagi
penggunaan variabel tersebut dalam formula
DAU.
2. Kepada para pengambil kebijakan dalam hal
penggunaan Formula DAU untuk dasar
pembagian DAU agar memperhatikan kembali
variabel-variabel yang mempengaruhi DAU
tersebut untuk ditelaah lebih lanjut lagi.
3. Kepada para peneliti selanjutnya agar mencari
variabel-variabel yang sangat mendukung
variabel DAU agar bisa menjadi masukkan bagi
para penentu kebijakan pembagian DAU
umumnya untuk seluruh Indonesia, khususnya
provinsi sumatera utara.
DAFTAR PUSTAKA
____, (2000), Medan Dalam Angka Tahun 2000,
Medan: Badan Pusat Statistik Kota Medan.
____, (2000), Statistik Keuangan Daerah
Propinsi Sumatera Utara 1997/1998 –
1999/2000, Medan: Badan Pusat Statistik
Propinsi Sumatera Utara.
____, (2002), Statistik Kesejahteraan Rakyat
Sumatera Utara, Medan: Badan Pusat
Statistik Propinsi Sumatera Utara.
____, (2004), Statistik Keuangan Daerah
Propinsi Sumatera Utara 2001 – 2003,
Medan: Badan Pusat Statistik Propinsi
Sumatera Utara.
____, (2004), Perhitungan Pendapatan Regional
Kota Medan Tahun 2003, Medan: Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Kota
Medan.
____, (2005), Himpunan Perundang-Undangan
RI Tentang OTONOMI DAERAH
Perimbangan Keuangan Antara Pusat
Dan Daerah: UU RI No. 32 Tahun 2004
dan UU RI No. 33 Tahun 2004 Cetakan
Pertama, Bandung: Nuansa Mulia.
____, (2005), Medan Dalam Angka Tahun 2004,
Medan: Badan Pusat Statistik Kota Medan
dengan Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah Kota Medan.
Astuti Ester Sri, Haryanto Joko Tri, (2005),
Analisis Dana Alokasi Umum (DAU)
dalam Era Otonomi Daerah Studi Kasus 30
Propinsi, Manajemen Usahawan
Indonesia, TH XXXIV(12), 38-48.
14
Astuti Ester Sri, Haryanto Joko Tri, (2006),
Kemandirian Daerah:Sebuah Perspektif
dengan Metode Path Analysis,
Manajemen Usahawan Indonesia, TH
XXXV(03), 45-54.
Boediono, (2002), Kebijakan Pengelolaan
Keuangan Negara Dalam Rangka
Pelaksanaan Azas Desentralisasi Fiskal,
Jakarta:Makalah yang disampaikan dalam
rapat koordinasi pendayagunaan aparatur
Negara tingkat nasional.
Gujarati Damonar, Zain Somarno, (1978),
Ekonometrika Dasar Versi Terjemahan,
Jakarta: Erlangga.
J. Wajong, (1975), Administrasi Keuangan
Daerah, Cetakan Ke IV, Jakarta: Ichtiar.
Kadjatmiko, (2002), Dampak Pembentukan
Daerah Otonomi Baru Terhadap
Kebijakan Alokasi Dana Perimbangan,
Makalah Direktur Dana Perimbangan
Direktorat Jenderal Perimbangan
Keuangan Pusat Dan Daerah Departemen
Keuangan Republik Indonesia.
Kadjatmiko, (2001), Perhitungan dan Penetapan
Dana Alokasi Umu (DAU) TA 2002,
Makalah disampaikan dalam Rapat Kerja
Teknis Keuangan Daerah dengan tema
“Peningkatan Efisiensi dan Efektivitas
Pengelolaan Keuangan Dalam Upaya
Menunjang Keberhasilan Pelaksanaan
Otonomi Daerah,” Jakarta 26-27
September 2001.
Kaho Josef Riwu, (2003), Prospek Otonomi
Daerah di Negara Republik
Indonesia:Identifikasi Faktor - Faktor
yang Mempengaruhi
Penyelenggaraan Otonomi Daerah
Cetakan Ketujuh, Jakarta: Rajawali Press.
Koesoemahatmadja Rd. H., dikuti oleh Sujamto,
(1980), Latar Belakang Otonomi Daerah
yang Nyata dan Bertanggung Jawab
Dititikberatkan pada Daerah Tingkat II,
Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Pemerintahan Daerah
Depdagri.
Landiyanto Erlangga Agustino, (2005), Kinerja
Keuangan dan Strategi Pembangunan
Kota di Era Otonomi Daerah:Studi
Kasus Kota Surabaya, CURES Working
Paper, Januari 2005 No. 05/01.
Mahi Raksaka, (2005), Manajemen Keuangan
Daerah di Era Otonomi, Manajemen
Usahawan Indonesia, TH XXXIV(12),
22-26.
Mardiasmo, (2004), Otonomi Daerah &
Manajemen Keuangan Daerah,
Yogyakarta: Andi.
Munir Dasril, Djuanda Henry Arys, Tangkilisan
Hessel Nogi S., (2005), Kebijakan Dan
Manajemen Keuangan Daerah,
Yogyakarta: YPAPI.
Rochmad Sumitro, (1979), Dasar-Dasar Hukum
Pajak dan Pajak Pendapatan Cetakan
ke IX, Jakarta:Eresco.
S. Pamudji, (1980), Pembinaan Perkotaan di
Indonesia, Jakarta: Ichtiar.
Samudra Azhari A., (2005), Perpajakan Di
Indonesia Keuangan, Pajak, Dan
Restribusi, Jakarta: Hecca Mitra Utama.
Saragih Juli Panglima, (2003), Desentralisasi
Fiskal Dan Keuangan Daerah Dalam
15
Otonomi Cetakan Pertama, Jakarta:
Ghalia Indonesia.
Siagian A., (2002), Pajak Daerah Sebagai
Sumber Keuangan Daerah, Jakarta:
Institut Ilmu Pemerintahan.
Sidik Machfud, (2002), Perimbangan Keuangan
Pusat dan Daerah Sebagai Pelaksanaan
Desentralisasi Fiskal (Antara Teori dan
Aplikasinya di Indonesia),
Yogyakarta:Makalah yang disampaikan
dalam seminar “Setahun Implementasi
Kebijaksanaan Otonomi Daerah di
Indonesia”.
Sidik Machfud, (2002), Format Hubungan
Keuangan Pemerintah Pusat dan
Daerah Yang Mengacu Pada Pencapaian
Tujuan Nasional, Jakarta:Makalah yang
disampaikan dalam seminar nasional
“Public Sector Scorecard”.
Sumitro Rochmad, (1979), Dasar-dasar Hukum
Pajak dan Pajak Pendapatan 1944
Cetakan IX, Jakarta: Eresco.
Sumodiningrat Gunawan, (2001), Pengantar
Ekonometrika Edisi Pertama Cetakan
Keenam, Yogyakarta: BPEF.
Syamsi Ibnu, (1983), Dasar-dasar Kebijaksanaan
Keuangan Negera, Jakarta: Bina Aksara.
White, J. Kenneth, (1997), Shazam The
Econometrics Computer Program
Version 8.0 User’s Reference Manual,
Canada: McGraw-Hill.
http://www.djpkpd.go.id (kutipan tanggal 5 juli
2006)
http://www.sikd.djapk.go.id/dp/dau/DAU_2006
(kutipan tanggal 14 juli 2006)
http://www.fiskal.depkeu.go.id/bapekki/apbn.asp
(kutipan tanggal 14 juli 2006)