analisis faktor-faktor yang mempengaruhi...
TRANSCRIPT
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME
EKSPOR KARET REMAH (CRUMB RUBBER) KE CINA DAN JEPANG
Oleh:
Nur Athika Dahlia
1111092000024
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME
EKSPOR KARET REMAH (CRUMB RUBBER) KE CINA DAN JEPANG
Nur Athika Dahlia
1111092000024
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pertanian pada Program Studi Agribisnis
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016
i
ii
iii
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR
HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI
SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU
LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Maret 2016
Nur Ahika Dahlia
1111092000024
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Biodata
Nama : Nur Athika Dahlia
TTL : Tarempa, 29 Oktober 1993
Alamat : Jalan Madura Blok C No. 64 Perumahan Pondok Pucung 1
Hobi : Membaca, Mendengar musik
Email : [email protected]
Motto : SEMANGAT!
Riwayat Pendidikan
2008-2011 SMAN 1 Bangkinang (Berijazah)
2005-2008 SMPN 1 Bangkinang (Berijazah)
1999-2005 SDN 031 Langgini (Berijazah)
Pengalaman Organisasi
2006-2007 Paskibraka Tingkat SMP
2012-Sekarang Anggota KEMANGTEER Tangerang
2011-2015 Reporter Majalah Ilalang Agribisnis
Pengalaman Magang dan Kerja
2015 Magang PTPN V Bagian Pengolahan Karet dan Sawit
v
RINGKASAN
Nur Athika Dahlia. 1111092000024. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Volume Ekspor Karet Remah (Crumb Rubber) ke Cina dan Jepang. Di bawah
bimbingan Edmon Daris dan Rizki Adi Puspita Sari.
Karet remah (crumb rubber) adalah karet alam yang dibuat secara khusus sehingga
terjamin mutu teknisnya. Karet diproduksi terutama di Asia Tenggara (93 %) dimana
Indonesia merupakan negara produsen kedua terbesar di dunia setelah Thailand. Asia
merupakan pangsa pasar yang besar terhadap ekspor karet remah di pasar Internasional.
Berdasarkan data dari BPS, 2013 negara Cina dan Jepang memiliki volume ekspor yang
paling tinggi. Tingginya volume ekspor ke negara Cina dan Jepang tahun 2002-2013 maka
diperlukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor karet remah
ke negara Cina dan Jepang untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor
karet remah ke negara Cina dan Jepang. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: 1)
Menganalisis perkembangan volume ekspor karet remah (Crumb Rubber) ke Cina dan
Jepang tahun 2002-2013. 2) Menganalisis faktor–faktor yang mempengaruhi ekspor karet
remah ke Cina dan Jepang periode 2002-2013. Model ekonometrika yang akan digunakan
dalam penelitian ini adalah model regresi berganda dengan tiga variabel kuantitatif, yang
diselesaikan dengan bantuan program Microsoft world 2013, Microsoft excel 2013 dan
SPSS 22.
Hasil dari penelitian ini adalah perkembangan volume ekspor karet remah ke negara
Cina meningkat akibat tingginya penawaran ekspor terhadap karet remah Indonesia.
Perkembangan volume ekspor karet remah ke Jepang mengalami fluktuasi pada volume
ekspor karet remah Indonesia ke negara Jepang disebabkan oleh industri otomotif negara
Jepang. Hasil analisis negara Cina, pada uji t variabel GDP riil dan kurs tidak signifikan
pada tingkat kepercayaan 5 persen, variabel harga riil signifikan pada taraf kepercayaan 10
persen.
Hasil analisis negara Jepang, pada uji t variabel GDP riil dan harga riil signifikan
pada tingkat kepercayaan 5 persen, variabel kurs riil tidak signifikan pada taraf kepercayaan
5 persen. Berdasarkan hasil penelitian, saran untuk penelitian ini Indonesia sebaiknya
mempertahankan penawaran ekspor terhadap karet remah Indonesia ke negara Cina karena
pada komoditas ini. Indonesia memiliki peluang ekspor yang besar untuk meningkatkan
distribusi produk serta pertumbuhan ekspor karet remah yang tinggi ke Cina. Indonesia
sebaiknya dapat mengoptimalkan pertumbuhan ekspor ke negara Jepang. Untuk
meningkatkan kembali perkembangan ekspor karet remah maka diperlukan menjalin kerja
sama dengan negara-negara produsen utama karet dunia untuk menjaga kestabilan pasokan
dan permintaan karet remah terhadap industri otomotif negara Jepang.
Berpengaruhnya GDP, harga dan kurs terhadap volume ekspor karet remah ke
negara Cina dan Jepang, hasil analisis menunjukkan negara Jepang lebih memiliki pengaruh
yang besar terhadap volume ekspor karet remah Indonesia. Untuk pemerintah dan eksportir
dapat lebih mempertahankan peluang pada GDP, harga ekspor dan kurs dalam mengambil
keputusan ataupun kebijakan. Sehingga Indonesia dapat meningkatkan kualitas karet remah
agar bernilai lebih tinggi dengan memperhatikan standar kualitas karet remah ke negara
tujuan ekspor. Untuk pengembangan ilmu lebih lanjut penelitian ini hanya melihat dari sisi
penawaran saja. Pada penelitian selanjutnya disaran kan agar memperluas objek penelitian
dengan variabel yang lainnya seperti variabel kebijakan ekspor, tarif ekspor, daya saing dan
permintaan.
Kata Kunci : Ekspor, Karet Remah, Crumb Rubber, Penawaran.
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warhmatullahi wabarakatuh
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
berkat rahmat, hidayah dan karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan judul : “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor
Karet Remah (Crumb Rubber) Ke Cina dan Jepang”. Skripsi ini diajukan untuk
memenuhi salah satu syarat dalam meraih gelar Sarjana Pertanian (SP).
Selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, sehingga
pada kesempatan ini penulis dengan segala kerendahan hati dan penuh rasa
hormat mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah memberikan bantuan moril maupun materil secara langsung maupun
tidak langsung kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai,
terutama :
1. Teristimewa kepada orangtua penulis yaitu mama Hj. Mariati dan papa
Sudirman yang telah merawat dengan kasih sayangnya, membesarkan,
mendoakan, memberi semangat, motivasi serta berkorban sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi penulis dan melanjutkan cita-cita penulis.
Terimakasih mama dan papa.
2. Bapak Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Dr. Agus Salim M.Si yang telah
memberikan semangat dan motivasinya kepada penulis.
3. Bapak Dr. Ir. Edmon Daris, MS dan Ibu Rizki Adi Puspita Sari, S.P, MM,
selaku Dosen Pembimbing I dan II yang telah memberikan bimbingan
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Dr. Ujang Maman, M.Si selaku Dosen Penguji I dan Bapak Ir.
Junaidi, M.Si selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan semangat
dan saran nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Seluruh dosen dan staf Program Studi Agribisnis, Fakultas Sains dan
Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah memberikan ilmu dan pengetahuan selama penulis berkuliah.
6. Teruntuk keluarga besar penulis yang selalu memberikan semangat dan
motivasi. Terimakasih Ibu Nur, Tante Nur dan Om Sudarnoto Abdul Hakim,
Cece Melan dan semuanya terimakasih.
vii
7. Sahabat-sahabat yang selalu sabar menghadapi penulis Mutiara SP dan
Rahmat Azizi, serta sahabat Agribisnis 2011 Siti Munipah, Jati Sriwahyuni
SP, Ilma Yuni Rosita SP, Ahda Lina SP, Isman Fadil, dan teman-teman yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, Terimakasih.
8. Calon istri sholehah Datin Annaba yang selalu memberikan penulis
pencerahan dan kedewasaan terpendamnya, Ade Lia Permatasari yang selalu
membuat penulis merindukan tawa dan suara nyanyiannya, Ayu Arum
Budiati yang selalu tau angle penulis di saat berfoto, Nurul Ainis S.Kom
yang selalu membuat penulis nyaman dan geregetan, Shofa Jauhara yang
selalu membuat penulis termotivasi untuk berjualan, terimakasih
KESAYANGAN KU.
9. Kakak-kakak senior Agribisnis 2009, dan 2010 yang selalu memberikan
informasi mengenai seluk-beluk skripsi sehingga penulis mengerti dan
selesai lah skripsi ini.
10. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi, penulis
mengucapkan terimakasih banyak.
Tentunya sebagai manusia yang tidak pernah luput dari kesalahan. Penulis
menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan
kritik yang konstruktif dari semua pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan
selanjutnya. Akhirnya hanya kepada Allah SWT kita kembalikan semua urusan dan
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan
para pembaca pada umumnya. Semoga Allah SWT meridhoi dan dicatat sebagai
ibadah disisi-Nya, aamiin.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Jakarta, Maret 2016
Nur Athika Dahlia
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ....................................................................................................
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN ..................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................ iv
RINGKASAN .........................................................................................................v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
DAFTAR ISI....................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ..................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi
DAFTAR GRAFIK ............................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................5
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................5
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................5
1.5 Ruang Lingkup Penelitian......................................................................6
BAB II LANDASAN TEORI ................................................................................7
2.1 Karet Remah...........................................................................................7
2.2 Perdagangan Internasional .....................................................................9
2.2.1 Teori Perdagangan Internasional ..................................................9
2.3 Ekspor .................................................................................................12
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Ekspor ....................................................14
2.4.1 Gross Domestic Product .............................................................14
2.4.2 Kurs .............................................................................................15
2.5 Teori Penawaran...................................................................................17
2.6 Hubungan Antar Variabel ....................................................................18
2.7 Penelitian Terdahulu ............................................................................19
ix
2.8 Kerangka Pemikiran Operasional ........................................................23
2.9 Hipotesis...............................................................................................24
BAB III METODE PENELITIAN .....................................................................25
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ..............................................................25
3.2 Jenis dan Sumber Data ........................................................................25
3.3 Metode Analisis ...................................................................................26
3.3.1 Analisis Deskriptif ......................................................................26
3.3.2 Analisis Regresi Berganda ..........................................................26
3.3.3 Metode Kuadrat Terkecil Biasa ..................................................28
3.4 Uji Asumsi Klasik ................................................................................29
3.5 Pengujian Model Regresi .....................................................................34
3.6 Defenisi Operasional ............................................................................36
BAB IV GAMBARAN UMUM...........................................................................38
4.1 Perkembangan Industri Karet Remah ..................................................38
4.2 Areal Perkebunan dan Produktivitas Karet Remah Indonesia .............40
4.3 Ekspor Karet Remah Indonesia............................................................42
4.4 Standard Indonesia Rubber ..................................................................44
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................46
5.1 Perkembangan Ekspor Karet Remah ...................................................46
5.1.1 Negara Cina.................................................................................46
5.1.2 Negara Jepang .............................................................................48
5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Karet Remah ...................50
5.2.1 Negara Cina................................................................................50
5.2.2 Negara Jepang.............................................................................67
5.2.3 Perbandingan Pengaruh Faktor GDP Rii, Harga Riil dan Kurs
Riil Terhadap Ekspor Karet Remah Indonesia di Negara Cina dan
Jepang..........................................................................................82
BAB VI PENUTUP ..............................................................................................86
6.1 Kesimpulan ..........................................................................................86
6.2 Saran.....................................................................................................87
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................88
x
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
xi
1. Negara Tujuan Ekspor Karet........................................................................2
2. Jenis dan Sumber Data yang Digunakan.....................................................24
3. Produksi Karet Remah Indonesia................................................................38
4. Luas Perkebunan Karet Indonesia Tahun 2002-2014.................................40
5. Pertumbuhan Ekspor dan Nilai Ekspor Karet Remah Indonesia.................41
6. Ekspor Karet Remah Indonesia ke Cina dan Jepang Thaun 2002-2013......43
7. Persyaratan Mutu Karet Remah..................................................................45
8. Perkembangan Volume Ekspor Karet Remah ke Cina................................47
9. Perkembangan Ekspor Karet Remah ke Jepang..........................................49
10. Hasil Dugaan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Karet
Remah ke Cina............................................................................................54
11. Hasil Dugaan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Karet
Remah ke Jepang........................................................................................70
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
xii
1. Pohon Industri Karet.....................................................................................7
2. Proses Terjadinya Perdagangan Internasional..............................................9
3. Kerangka Pemikiran Operasional...............................................................25
xiii
DAFTAR GRAFIK
Nomor Halaman 1. Negara Tujuan Ekspor Karet Remah ..........................................................3
2. Impor Karet Remah Cina dan Jepang dari Indonesia.................................57
3. Perkembangan GDP Riil Cina Tahun 2002-2013......................................58
4. Harga Riil Ekspor Karet Remah ke Cina Tahun 2002-2013......................63
5. Volume Ekspor Karet Remah ke Jepang Tahun 2002-2013......................76
6. Perkembangan GDP Riil Negara Jepang Tahun 2002-2013......................77
7. Harga Riil Ekspor Karet Remah Ke Jepang Tahun 2002-2013.................81
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Potensial Ekspor Karet Remah...................................................................92
2. Penawaran Ekspor Karet Remah................................................................92
3. Hasil Regresi Negara Cina..........................................................................93
4. Hasil Regresi Negara Jepang......................................................................94
5. Hasil Uji Kolmogorov Smornov Jepang.....................................................95
6. Hasil Uji Kolgomorov Smornov Cina.........................................................95
7. Hasil Uji Asumsi Klasik Negara Cina.........................................................96
8. Hasil Uji Asumsi Klasik Negara Jepang...................................................97
9. Data Volume Ekspor, GDP Riil, Harga Riil dan Kurs Riil Negara Cina
Tahun 2002-2013.....................................................................................98
10. Data Volume Ekspor, GDP Riil, Harga Riil dan Kurs Riil Negara Jepang
Tahun 2002-2013.....................................................................................98
11. Data Volume Ekspor, Nilai Ekspor, Harga Ekspor, GDP, Deflator, IHK
Cina, IHK Indonesia dan Kurs Negara Cina Tahun 2002-2013................99
12. Data Volume Ekspor, Nilai Ekspor, Harga Ekspor, GDP, Deflator, IHK
Jepang, IHK Indonesia dan Kurs Negara Jepang Tahun 2002- 2013..........................................................................................................99
13. Volume Ekspor Karet Remah ke Cina 2002-2013....................................100
xiv
1
BAB I
1.1 Latar Belakang
PENDAHULUAN
Karet merupakan salah satu komoditi perkebunan penting, baik sebagai
sumber pendapatan, kesempatan kerja dan devisa, pendorong pertumbuhan ekonomi
sentra-sentra baru di wilayah sekitar perkebunan karet maupun pelestarian
lingkungan dan sumberdaya hayati (Litbang Deptan, 2007). Karet diperoleh dari
lateks yang diproduksi sel latisifer di kulit batang tanaman karet. Karet alam dalam
prakteknya diperoleh dengan melakukan penyadapan pada panel batang karet.
Lateks tersebut kemudian dikumpulkan dan diolah. Karet remah (crumb rubber)
adalah karet alam yang dibuat secara khusus sehingga terjamin mutu teknisnya.
Penetapan mutu karet remah didasarkan pada penilaian sifat-sifat teknis dimana
warna atau penilaian visual yang menjadi dasar penentuan golongan mutu pada jenis
karet sheet, crepe maupun lateks pekat dan crumb rubber.
Karet diproduksi terutama di Asia Tenggara (93 %) dimana Indonesia
merupakan negara produsen kedua terbesar di dunia setelah Thailand (Kementrian
Pertanian, 2015). Perkembangan volume ekspor karet Indonesia mengalami
peningkatan walaupun berfluktuasi. Volume ekspor karet tertinggi terjadi pada
tahun 2013 sebesar 2.701.445 ton, sedangkan pertumbuhan volume ekspor karet
tertinggi pada tahun 2010 sebesar 18,10 % menjadi 2.351.915 ton. Tahun 2009
merupakan penurunan volume ekspor terbesar selama kurun waktu 1980-2014
sebesar 12,77%. Penurunan ini disebabkan terjadinya penurunan produksi karet
Indonesia pada tahun 2009 11,40%. Selama periode 1980-2014, produksi karet
2
dibandingkan dengan volume ekspor maka 90% produksi karet Indonesia
diperuntukkan untuk ekspor (Kementrian Pertanian, 2015).
Negara USA, Cina, Jepang, Korea dan India merupakan negara tujuan
terbesar ekspor karet Indonesia tahun 2013. Volume ekspor karet Indonesia ke
negara USA sebesar 609.774 ton, Cina sebesar 511.700 ton, Jepang 425.869 ton,
Korea 147.308 ton, dan India 144.489 ton. Sementara 862.854 ton sisanya diekspor
ke negara lainnya. Jenis karet yang diekspor adalah karet dengan kode HS 4001.10-
4001.22, yaitu karet alam berupa latex, smoked sheet dan technically specified
natural rubber atau karet remah.
Tabel 1. Negara Tujuan Ekspor Karet,2013
No Negara Volume Ekspor (Ton) Bagian (%)
1. USA 609.774 22,57
2. Cina 511.700 18,94
3. Jepang 425.869 15,76
4. Korea 147.308 5,45
5. India 144.489 5,35
Negara Lainnya 862.854 31,93
Total 2.701.995 100,00
Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan, diolah Pusdatin
Asia merupakan pangsa pasar yang besar terhadap ekspor karet remah di
pasar Internasional. Berdasarkan data dari BPS, tahun 2002 hingga 2013 negara
Cina dan Jepang memiliki volume ekspor yang paling tinggi dari negara Korea
Selatan dan Singapura yang juga merupakan negara tujuan ekspor karet remah.
3
Ton
600
500
400
300
200
100
0
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
Jepang Korea Selatan Cina Singapura
Grafik 1. Negara Tujuan Ekspor Karet Remah
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013
Dari sisi penawaran ekspor karet remah Indonesia ke negara Cina, Jepang,
Korea Selatan dan Singapura mengalami fluktuasi. Peningkatan volume ekspor
karet remah berdasarkan negara tujuan ekspor tertinggi ke Cina sebesar 500.000 ton
tahun 2013, volume ekspor ke Jepang sebesar 419.321 ton tahun 2013, Korea
Selatan pada tahun 2013 mengalami peningkatan ekspor sebesar 146.600 ton,
sedangkan volume ekspor ke negara Singapura pada tahun 2013 mengalami
penurunan sebesar 17.700 ton.
Penawaran yang tinggi terhadap karet remah Indonesia ke negara Cina dan
Jepang karena negara Cina dan Jepang merupakan negara produsen otomotif yang
saat ini sedang mengalami perkembangan pesat, sehingga membutuhkan bahan
baku yang telah terspesifikasi seperti karet remah untuk memudahkan dalam proses
pengolahannya. Tingginya volume ekspor karet remah Indonesia diimbangi dengan
impor karet remah Cina dan Jepang dari Indonesia, yakni ditunjukkan oleh Grafik
2. Ditunjukkan dengan impor karet remah Cina dan Jepang dari indonesia yang
mengalami peningkatan meskipun terjadi fluktuasi.
4
rib
u U
S$
2.500.000
2.000.000
1.500.000
1.000.000
500.000
-
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
Cina Jepang
Grafik 2. Impor Karet Remah Cina dan Jepang dari Indonesia (dalam ribu US$)
Sumber : Intrancen,2015
Tingginya volume ekspor ke negara Cina dan Jepang tahun 2002-2013 maka
diperlukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor
karet remah ke negara Cina dan Jepang untuk melihat faktor-faktor yang
mempengaruhi volume ekspor karet remah ke negara Cina dan Jepang. Berdasarkan
data di atas, dapat mewakili permasalahan volume ekspor karet remah, sehingga
diperlukan “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Karet
Remah (Crumb Rubber) Ke Cina dan Jepang”
5
1.2 Rumusan Masalah
Adanya permasalahan terhadap ekspor karet remah ke negara Cina dan
Jepang, maka perumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana perkembangan volume ekspor karet remah (crumb rubber) ke Cina
dan Jepang tahun 2002-2013 ?
2. Bagaimana pengaruh faktor–faktor (GDP riil, harga riil dan kurs riil) terhadap
volume ekspor karet remah (crumb rubber) ke Cina dan Jepang tahun 2002-
2013 ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan
dilakukannya penelitian ini adalah :
1. Menganalisis perkembangan volume ekspor karet remah (crumb rubber) ke
Cina dan Jepang tahun 2002-2013.
2. Menganalisis faktor–faktor GDP riil, harga riil dan kurs riil yang
mempengaruhi ekspor karet remah ke Cina dan Jepang tahun 2002-2013.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :
1. Para pengambil keputusan khususnya pemerintah dan pelaku usaha (Eksportir)
dalam melakukan evaluasi setiap kebijakan ekspor karet remah.
2. Penulis untuk meningkat kan kemampuan menganalisis serta menambah
pengalaman dalam menerapkan ilmu yang telah didapat dibangku kuliah.
3. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai informasi dan
perbandingan dalam penelitian selanjutnya.
6
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menggunakan data berupa Time Series tahun 2002 hingga
2013. Pada penelitian ini karet remah yang diteliti dengan kode HS 4001.22
digunakan untuk komoditi karet remah terspesifikasi (TSNR) karena karet remah
merupakan salah satu komoditi yang potensial untuk diekspor. Ditunjukkan dengan
volume ekspor karet remah Indonesia ke ASIA khususnya ke negara Cina dan
Jepang. Adapun pertimbangannya karena negara Cina dan Jepang yang memiliki
volume tertinggi dalam ekspor karet remah menurut negara tujuan. Variabel yang
diduga mempengaruhi ekspor karet remah menurut teori (Sukirno 2000:109) adalah
GDP negara tujuan ekspor, harga ekspor, dan kurs valuta asing.
7
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Karet Remah
Karet remah (crumb rubber) adalah karet alam yang dibuat secara khusus
sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu karet remah didasarkan pada
penilaian sifat-sifat teknis dimana warna atau penilaian visual yang menjadi dasar
penentuan golongan mutu pada jenis karet sheet, crepe maupun lateks pekat dan
crumb rubber. Karet remah tergolong dalam karet spesifikasi teknis karena
penilaian mutunya didasarkan pada sifat teknis dari parameter dan besaran nilai yang
dipersyaratkan dalam penetapan mutu karet remah yang tercantum dalam skema
Standard Indonesia Rubber. Karet remah atau crumb rubber adalah produk karet
alam yang relatif baru. Penentuan kualitas atau penjenisannya dilaksanakan secara
teknis dengan analisa yang teliti di laboratorium dengan menggunakan
perlengkapan analisis yang mutakhir. Pengolahan karet remah diperoleh beberapa
keuntungan yaitu proses pengolahannya lebih cepat, produk lebih bersih dan lebih
seragam dan penyajiannya lebih menarik.
Karet spesifikasi teknis adalah jenis produk karet yang diperdagangkan
dengan spesifikasi mutu teknis dengan bermacam-macam karakteristik antara lain:
SIR 5 CV, SIR 5 LV, SIR 5 L, SIR 5, SIR 10, SIR 20 dan SIR 50. Karet remah
diperdagangkan dengan bentuk bongkah berukuran 28 x 14 x 6,5 inci3 atau 70 cm
x 35 x 16,25 cm dengan bobot 33,3 kg, 34 kg, dan 35 kg per bongkah, terbungkus
rapi dengan plastik polietin setebal 0,03 mm dengan titik pelunakan 108oC, berat
jenis (specific gravity) 0,92 dan bebas dari macam-macam pelapis (coating). Karet
remah merupakan suatu usaha industri pengolahan karet yang melakukan kegiatan
8
mengubah bahan baku karet (lump dan slab) menjadi karet remah dalam Standar
Karet Indonesia (BPS, 2010).
Gambar.1. Pohon Industri Karet
Sumber : Kementrian Perindustrian,2007
9
2.2 Perdagangan Internasional
Lipsey (1997) berpendapat bahwa perdagangan internasional adalah
pertukaran barang dan jasa yang terjadi melampaui batas-batas negara. Perdagangan
internasional diperlukan untuk mendapatkan manfaat yang dimungkinkan oleh
spesialisasi. Masing-masing akan memproduksi barang dan jasa yang dapat
dilakukan secara efisien sementara negara tersebut akan berdagang dengan negara
lain untuk memperoleh barang dan jasa yang tidak diproduksinya. Masing-masing
negara mempunyai perbedaan tingkat kapasitas produksi secara kuantitas, kualitas
dan jenis produksinya.
2.2.1 Teori Perdagangan Internasional
Suatu kegiatan perdagangan internasional terjadi ditandai dengan adanya
kegiatan ekspor dan impor atau pertukaran komoditi antar dua negara, dimana
kegiatan ini dapat terjadi karena adanya perbedaan permintaan dan penawaran serta
adanya perbedaan tingkat harga antar kedua negara. Secara teoritis, suatu negara
(misalnya negara A) akan dapat mengekspor suatu komoditi ke negara lain
(misalnya negara B). Negara A mau dan mampu mengekspor komoditinya tersebut
ke negara B apabila harga domestik negara A (sebelum terjadi perdagangan
internasional) lebih rendah dari harga domestik di negara B. Harga domestik
komoditas tersebut di negara A relatif lebih rendah karena di negara A jumlah
penawaran akan barang tersebut lebih tinggi dari permintaan konsumen negara A,
atau dengan kata lain mengalami excess supply untuk komoditas tersebut di negara
A. Dengan kondisi demikian maka negara A mempunyai kesempatan untuk
menjual kelebihan produksi komoditinya tersebut ke negara lain. Sedangkan di lain
pihak, negara B terjadi kekurangan penawaran karena jumlah pemintaan domestik
10
negara B melebihi jumlah penawaran domestik negara B, atau dengan kata lain
mengalami excess demand. Akibat dari keadaan ini maka harga untuk komoditas
tersebut di negara B menjadi tinggi. Maka dengan keadaan seperti ini negara B ingin
membeli komoditas tersebut dari negara A yang harganya relatif lebih murah.
Setelah kedua negara tersebut (negara A dan negara B) melakukan komunikasi dan
negosiasi, maka negara A menyetujui untuk mengekspor komoditinya tersebut ke
negara B, dan negara B secara langsung melakukan impor komoditi tersebut dari
negara A. Dengan terjadinya kegiatan yang dilakukan antar kedua negara tersebut
maka terjadilah suatu proses kegiatan perdagangan internasional (Salvatore, 1997:
84). Secara grafis kegiatan perdagangan internasional dapat dijelaskan melalui
gambar berikut ini :
Gambar 2. Proses Terjadinya Perdagangan Internasional
Keterangan :
Sumber : Salvatore, 1997
Kiri : Negara A, berperan sebagai negara pengekspor
Kanan : Negara B, berperan sebagai negara pengimpor
Tengah: Pasar Internasional
Pa : Harga domestik barang di negara A tanpa perdagangan internasional
11
O – Qa : Jumlah produksi domestik barang di negara A tanpa perdagangan
internasional
Pb : Harga domestik barang di negara B tanpa perdagangan internasional
O – Qb: Jumlah produksi domestik barang di negara B tanpa perdagangan
internasional
EA : Keseimbangan antara penawaran dan permintaan barang di negara A tanpa
perdagangan internasional
EB : Keseimbangan antara penawaran dan permintaan barang di negara B tanpa
perdagangan internasional.
P1 : Harga barang yang terjadi di pasar internasional setelah kedua negara
sepakat untuk melakukan proses ekspor impor
Q1 : Jumlah barang yang diproduksi atau jumlah barang yang tersedia di pasar
internasional setelah kedua negara sepakat untuk melakukan proses ekspor
impor
Gambar di atas menjelaskan bahwa sebelum terjadi proses perdagangan
internasional, harga komoditi di negara A (negara pengekspor) adalah sebesar Pa,
sedangkan harga komoditi di negara B (negara pengimpor) adalah sebesar Pb.
Sebelum terjadi proses perdagangan internasional jumlah produksi komoditi di
negara A adalah sebesar O – Qa, sedangkan jumlah produksi komoditi di negara B
adalah sebesar O – Qb. Apabila harga komoditi di negara B adalah sebesar Pa maka
hal ini akan menyebabkan terjadinya kondisi kelebihan permintaan (excess
demand), sedangkan apabila harga komoditi di negara A adalah sebesar Pb maka
hal ini akan menyebabkan terjadinya kondisi kelebihan penawaran (excess supply).
Pertemuan antara kondisi excess supply dan excess demand inilah yang nantinya
akan membentuk harga di pasar internasional yang disepakati oleh kedua negara
tersebut. Dalam hal ini negara A akan mengekspor komoditi ke negara B, sedangkan
negara B akan mengimpor komoditi dari negara A. Sehingga dengan demikian
terjadilah proses perdagangan internasional. Teori-teori yang terdapat
12
dalam proses perdagangan internasional antara lain adalah teori keunggulan
mutlak, teori keunggulan komparatif, teori keunggulan kompetitif dan teori faktor
produksi dari Heckscher dan Ohlin (H-O).
Kaum klasik sebelum David Ricardo umumnya berpendapat bahwa suatu
negara mengekspor barang tersebut karena negara tersebut bisa menghasilkan
barang tersebut dengan biaya yang secara mutlak lebih murah dari negara lain yaitu,
karena mempunyai keunggulan mutlak dalam produksi barang tersebut. (Boediono,
1981:20).
Teori keunggulan komparatif merupakan suatu teori dalam perdagangan
internasional yang memberikan bantuan atau jalan keluar bagi negara-negara yang
tidak bisa melakukan spesialisasi atau tidak memiliki keunggulan apapun dibanding
negara lainnya. Teori David Ricardo menyatakan bahwa keuntungan komparatif
timbul karena adanya perbedaan teknologi antarnegara. Hal ini berarti bahwa
berlangsungnya perdagangan internasional merupakan akibat adanya perbedaan
produktivitas antarnegara. Atas dasar terori ini, maka perdagangan internasional
merupakan fenomena yang dapat membantu dalam meningkatkan kapasitas
produksi dan standar hidup dan semua negara. Hal ini merupakan konsekuensi dari
kegiatan perdagangan bebas (Basri, 2010:34).
2.3 Ekspor
Ekspor merupakan perdagangan dengan cara melakukan penjualan barang-
barang dari dalam negeri ke luar negeri. Ekspor suatu negara dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain harga domestik negara tujuan ekspor, harga impor
negara tujuan, pendapatan per kapita penduduk negara tujuan ekspor, selera
13
masyarakat negara tujuan dan nilai tukar, dalam hal ini nilai tukar riil adalah positif.
Artinya depresiasi riil membuat produk domestik relatif semakin murah sehingga
merangsang ekspor (Krugman, 2005:218).
Mankiw (2012:184) berpendapat bahwa ekspor adalah barang dan jasa yang
diproduksi di dalam negeri dan dijual keluar negeri. Banyak faktor yang mungkin
mempengaruhi ekspor, impor dan ekspor neto suatu negara. Faktor-faktor tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Selera konsumen untuk barang-barang produksi dalam dan luar negeri
2. Harga barang di dalam negeri dan di luar negeri
3. Nilai tukar dimana orang-orang dapat menggunakan mata uang domestik untuk
membeli mata uang asing
4. Pendapatan konsumen di dalam dan di luar negeri
5. Biaya transportasi barang dari suatu negara ke negara lain
6. Kebijakan pemerintah terhadap perdagangan internasional.
Suparmoko (1999:300) berpendapat ekspor merupakan kebalikan dari impor
sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor sesungguhnya sama dengan
faktor yang mempengaruhi impor. Faktor pendapatan negara lain mempengaruhi
volume ekspor negara Indonesia. Meningkatnya pendapatan dunia, maka volume
ekspor Indonesia akan meningkat, bila faktor-faktor lain tetap (ceteris paribus).
Demikian pula volume ekspor akan dipengaruhi oleh harga relatif antara negara.
Semakin rendah harga relatif Indonesia terhadap luar negeri, akan semakin tinggi
volume ekspor Indonesia. Selanjutnya selera dan kebijaksanaan perdagangan akan
mempengaruhi volume ekspor negara yang bersangkutan.
14
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Ekspor
Sukirno (2000:109) berpendapat bahwa ekspor digolongkan sebagai
pengeluaran otonomi oleh karena pendapatan nasional bukanlah penentu penting
dari tingkat ekspor yang dicapai suatu negara. Daya saing di pasaran luar negeri,
keadaan ekonomi di negara-negara lain, kebijakan proteksi dinegara luar dan kurs
valuta asing merupakan faktor utama yang akan menentukan kemampuan suatu
negara mengekspor keluar negeri.
2.4.1 Produk Domestik Bruto ( Gross Domestic Product )
Rahardja (2008:240) mengatakan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB)
menghitung hasil produksi suatu perekonomian tanpa melihat siapa pemilik faktor
produksi tersebut. Semua faktor produksi yang berlokasi dalam perekonomian
tersebut output-nya diperhitungkan dalam PDB. PDB Nominal yaitu nilai produksi
seluruh barang dan jasa dalam suatu perekonomian yang dihitung dengan
menggunakan harga yang tengah berlaku.
Perhitungan PDB menggunakan perhitungan berdasarkan harga konstan.
Hasil perhitungan ini menghasilkan nilai PDB atas harga konstan. Harga konstan
adalah harga yang dianggap tidak berubah. untuk memperoleh PDB harga konstan,
harus menentukan tahun dasar (based year), yang merupakan tahun dimana
perekonomian berada dalam kondisi baik/stabil. Harga barang pada tahun tersebut
digunakan sebagai harga konstan. PDB harga konstan disebut juga PDB Riil yaitu
nilai produksi seluruh barang dan jasa dalam suatu perekonomian yang dihitung
menggunakan harga konstan pada tahun dasar. PDB riil tidak dipengaruhi oleh
perubahan harga, maka PDB riil hanya mencerminkan perubahan kuantitas
15
produksi. Oleh karena itu PDB riil merupakan ukuran yang tepat untuk mengetahui
tingkat produksi barang dan jasa dari suatu perekonomian.
Sukirno (2011:34-35) berpendapat PDB (gross domestic product)
merupakan nilai barang dan jasa suatu negara yang diproduksikan dalam satu tahun
tertentu. Barang dan jasa yang diproduksi oleh faktor-faktor produksi yang dimiliki
oleh warga negara yang pendapatan nasionalnya dihitung, baik yang berada di
dalam negeri maupun di luar negeri. PDB mencerminkan kesejahteraan masyarakat
dalam suatu negara, PDB yang meningkat menunjukkan bahwa pendapatan
masyarakat meningkat dapat membantu meningkatkan ekspor suatu negara.
2.4.2 Nilai Tukar (Exchange Rate)
Rahardja (2008:309) mengatakan bahwa penawaran terhadap valuta asing
meningkat bila negara lain mengimpor barang dan jasa atau ekspor meningkat.
Artinya, apabila kurs meningkat, maka ekspor juga akan mengalami peningkatan.
Kurs valuta asing mempunyai hubungan yang searah dengan volume ekspor. Kurs
(exchange rate) diantara dua negara adalah harga dimana penduduk kedua negara
saling melakukan perdagangan (Mankiw, 1998: 58).
Mankiw (2012:195) berpendapat bahwa untuk melakukan perdagangan luar
negeri dapat dibagi menjadi dua nilai tukar, yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar
rill. Adapun nilai tukar nominal dan nilai tukar riil adalah :
1. Nilai tukar nominal adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukarkan
mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain. Ketika nilai tukar
nominal berubah sehingga setiap unit mata uang domestik dapat membeli mata
uang masing-masing dalam jumlah yang lebih banyak, mata uang dapat
16
dikatakan terapresiasi atau menguat. Ketika nilai tukar nominal berubah
sehingga setiap unit mata uang domestik hanya dapat membeli mata uang luar
negeri dalam jumlah yang lebih sedikit maka mata uang domestik dikatakan
terdepresiasi atau melemah.
2. Nilai tukar rill adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukarkan barang
dan jasa dari suatu negara dengan barang dan jasa dari negara lain. Untuk
mengukur nilai tukar rill menggunakan indeks harga, seperti indeks harga
konsumen yang mengukur harga barang dan jasa.
Nilai tukar mata uang suatu negara dibedakan atas nilai tukar nominal dan
nilai tukar riil. Nilai tukar nominal merupakan harga relatif dari mata uang kedua
negara, misalnya USD 1 bernilai seharga Rp.9.500,- di pasar uang. Sedangkan nilai
tukar riil berkaitan dengan harga relatif dari barang dan jasa antara kedua negara.
Nilai tukar riil menyatakan tingkat, dimana pelaku ekonomi dapat
memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari
negara lain. Nilai tukar riil diantara kedua mata uang kedua negara dihitung dari
nilai tukar nominal dikalikan dengan rasio tingkat harga di kedua negara tersebut.
Hubungan nilai tukar riil dengan nilai tukar nominal itu, dapat dirumuskan sebagai
berikut : REER= ER* FP/DP
Keterangan :
REER = Real Effective Exchange Rate ( nilai tukar riil )
ER = Exchange Rate nominal yang dinyatakan dalam direct term (dalam
Rupiah/ 1 dollar) maupun Indirect ( dollar / 1 rupiah )
FP = Foreign Price Indeks harga mitra dagang ( Luar Negeri)
DP = Domestic Price Indeks harga domestik
17
Suharyadi, Purwanto S.K (2008 :160) berpendapat indeks harga konsumen
(IHK) tidak hanya bermanfaat untuk inflasi. IHK bermanfaat juga untuk mengetahui
: pendapatan riil, penjualan yang dideflasi, daya beli uang, dan penyesuaian biaya
hidup. Cara perhitungan IHK dan daya beli uang mempunyai kaitan dengan nama
beli rill, nilai nominal yang sama mempunyai daya beli yang berbeda berdasarkan
waktu, karena ada pengaruh dari kenaikan harga. Teori penentuan nilai tukar
menurut Mankiw (2012:195) adalah teori paritas daya beli ( purchasing- power
parity ). Teori nilai tukar yang menyatakan bahwa satu unit mata uang tertentu harus
mampu membeli barang dalam jumlah yang sama disebuah negara. Berdasarkan
teori ini, nilai tukar nominal antara mata uang kedua negara tersebut harus
mencerminkan tingkat harga yang berbeda dikedua negara tersebut.
2.5 Teori Penawaran
Rahardja (2002:26) mengatakan penawaran adalah jumlah barang yang
produsen ingin tawarkan (jual) pada berbagai tingkat harga selama satu periode
tertentu.
Adapun faktor-faktor yang menentukan tingkat penawaran adalah :
1. Harga barang itu sendiri
Jika suatu harga barang naik, maka produsen cendrung akan menambah barang
yang dihasilkan. Sesuai dengan hukum penawaran “semakin tinggi harga suatu
barang maka semakin banyak jumlah barang yang ingin ditawarkan oleh
penjual dan sebaliknya”.
18
2. Harga faktor produksi
Kenaikan harga faktor produksi, seperti tingkat upah yang lebih tinggi, harga
bahan baku meningkat atau kenaikan tingkat suku bunga modal, akan
menyebabkan perusahaan memproduksi outputnya lebih sedikit dengan jumlah
anggaran yang tetap.
3. Teknologi produksi
Kemajuan teknologi menyebabkan penurunan biaya produksi dan menciptakan
barang-barang baru. Dalam hubungannya dengan penawaran akan suatu
barang, kemajuan teknologi menyebabkan kenaikan dalam penawaran barang.
4. Jumlah pedagang/penjual
Apabila jumlah penjual suatu produk tertentu semakin banyak, maka
penawaran barang tersebut akan bertambah.
Sukirno (2000:86) mengatakan diantara ciri harga dan penawaran dalam
hukum penawaran adalah semakin tinggi harga suatu barang, maka makin banyak
jumlah barang tersebut yang akan ditawarkan oleh para penjual, sebaliknya,
semakin rendah harga suatu barang, semakin sedikit jumlah barang tersebut yang
ditawarkan oleh penjual.
2.6 Hubungan Antar Variabel
Hubungan antar variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Hubungan GDP terhadap Volume Ekspor
GDP negara tujuan ekspor yaitu negara Cina dan Jepang berhubungan positif
terhadap ekspor karet remah. Ini berarti jika GDP negara Cina dan Jepang naik
maka ekspor karet remah juga naik. Begitu sebaliknya jika GDP negara Cina
19
dan Jepang turun maka ekspor karet remah juga turun. Kenaikan pendapatan
luar negeri (GDP) akan mendorong pengeluaran luar negeri pada barang dan
jasa sehingga meningkatkan ekspor atau penawaran terhadap barang dan jasa.
2. Hubungan Harga Ekspor terhadap Volume Ekspor
Semakin tinggi harga jual suatu barang, semakin banyak jumlah barang tersebut
ditawarkan. Hal ini disebabkan karena harga yang lebih tinggi memberikan
keuntungan yang lebih tinggi. Hubungan harga ekspor terhadap volume ekspor
adalah positif, karena jika harga meningkat akan menyebabkan volume ekspor
meningkat (ceteris paribus).
3. Hubungan Nilai Tukar Riil terhadap Volume Ekspor
Rahardja (2008:309) menjelaskan bahwa penawaran terhadap valuta asing
meningkat bila negara lain mengimpor barang dan jasa atau ekspor meningkat.
Artinya, apabila kurs meningkat, maka ekspor juga akan mengalami
peningkatan. Hal ini berarti bahwa melemahnya nilai tukar akan membuat
ekspor meningkat. Pelemahan nilai tukar akan berdampak meningkatnya daya
saing komoditas ekspor. Ini terjadi karena harga komoditas ekspor di negara
tujuan seolah-olah akan mengalami penurunan harga akibat nilai tukar negara
tersebut yang menguat. Sedangkan bagi pihak yang melakukan ekspor
melemahnya nilai tukar akan memberikan seolah-olah harga ekspor barang
mengalami kenaikan harga.
2.7 Penelitian Terdahulu
Taufik Perdana (2010) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
ekspor teh PTPN. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perkembangan usaha
teh PTPN dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor teh PTPN.
20
Dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif digunakan untuk
menggambarkan perkembangan ekspor teh dan mekanisme pelelangan ekspor teh
PTPN, sedangkan metode kualitatif digunakan untuk menganalisis faktor-faktor
yang mempengaruhi ekspor teh PTPN. Penelitian ini menggunakan analisis regresi
linier berganda. Hasil penelitian menunjukan ekspor teh PTPN dipengaruhi secara
nyata oleh volume produksi, harga ekspor, volume ekspor teh periode sebelumnya,
harga ekspor teh periode sebelumnya dan curah hujan indonesia. Kelima variabel
tersebut harus diperhatikan oleh PTPN karena berpengaruh langsung terhadap
volume ekspor. Volume produksi dan harga ekspor berpengaruh positif terhadap
jumlah ekspor, sehingga peningkatan produksi harus dilakukan. Adapun variabel
yang diduga berpengaruh terhadap ekspor teh tetapi hasil menyebutkan
pengaruhnya tidak nyata, yaitu harga kopi, nilaitukar rupiah terhadap dollar, harga
teh domestik, volume produksi teh periode sebelumnya.
Ella Hapsari Hendratno (2008) menganalisis permintaan ekspor karet alam
Indonesia di negara Cina. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
perkembangan permintaan ekspor karet alam negara Cina, menganalisis faktor-
faktor yang mempengaruhi permintaan ekpor karet alam Indonesia dinegara Cina,
serta menganalisis startegi perkembangan ekspor karet alam Indonesia. Data yang
digunakan adalah data dari tahun 1976-2007. Metode deskriptif digunakan untuk
mengidentifikasi perkembangan pasar karet alam di Cina. Metode yang dipakai
menganalisis faktor-faktor yang permintaan ekspor karet alam Indonesia di negara
Cina yaitu regresi linier berganda dengan menggunakan OLS. Analisis strategi
pengembangan ekspor dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT. Hasil
pengolahan menunjukan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
21
permintaan ekspor karet alam Indonesia di negara Cina adalah harga ekspor karet
alam indonesia ke Cina tahun sebelumnya, harga karet sintetis dunia, GDP per
kapita Cina, Nilai tukar yuan per dollar US dan Volume ekspor karet alam Indonesia
ke Cina tahun sebelumnya.
Vidya Retno Dewi (2012) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
volume ekspor biji Kakao Indonesia tahun 1999-2009. Penelitian ini menggunakan
alat analisis regresi linear berganda, serta menggunakan variabel volume ekspor biji
kakao Indonesia, persediaan biji kakao dunia, harga biji kakao internasional, harga
biji kakao domestik, jumlah produksi biji kakao indonesia, nilai tukar rupiah
terhadap dollar. Penelitian ini menggunakan pengujian asumsi klasik untuk
memastikan bahwa model persamaan yang dihasilkan bebas permasalahan
multikolonieritas, heteroskedasitas, autokorelasi sehingga persamaan garis regresi
yang dapat dipergunakan untuk memperkecil variabel terikatnya. Kemudian
dilakukan analisis regresi linear berganda dan uji kelayakan model uji koefisien
korelasi (R), uji F, Uji t. Dari hasil penelitian ini terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhi volume ekspor biji kakao Indonesia yaitu, persediaan biji kakao
persediaan biji kakao dunia, harga biji kakao internasional, harga biji kakao
domestik, jumlah produksi biji kakao indonesia, nilai tukar rupiah terhadap dollar.
Flora Felina Aditasari (2011) menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi ekspor karet Indonesia ke RRC ( Republik Rakyat Cina ) tahun
1999-2009. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh harga karet alam
dunia, harga karet sintetis, nilai tukar yuan terhadap rupiah, dan GDP riil negara
RCC terhadap ekspor karet Indonesia ke RRC. Metode analisis yang digunakan
dalam penelitian ini adalah regresi linear berganda. Data yang digunakan adalah
22
data sekunder. Pengujian statistik yang digunakan meliputi uji t, uji f dan koefisien
determinasi (R2) serta uji asumsi klasik yaitu multikolinearitas, heteroskedasitas dan
autokorelasi. Hasil analisis data menunjukkan bahwa variabel harga karet alam dunia
mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap ekspor karet Indonesia ke
RRC dengan nilai probabilitas 0,0490 pada tingkat signifikansi 5%. Variabel GDP
riil RRC mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap ekspor karet
Indonesia ke RRC dengan nilai probabilitas 0,0042 pada tingkat signifikansi 5%.
Sedangkan untuk variabel harga karet sintetis dan nilai tukar yuan terhadap rupiah
tidak berpengaruh terhadap ekspor karet remah Indonesia ke RRC.untuk pengujian
terhadap uji asumsi klasik tidak terdapat multikolinearitas, heteroskedasitas dan
autokorelasi.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat dikemukakan
beberapa saran sebagai berikut: GDP pada suatu negara dapat dijadikan indikator
bari para eksportir karet Indonesia dalam menentukan sasaran pemasaran karet,
sehingga diharapkan dapat meningkatkan ekspor karet Indonesia. Bagi petani
maupun produsen karet agar bisa memperoleh harga karet alam yang tinggi untuk
meningkatkan keuntungan yang dilakukan dengan menekan cost, salah satunya
adalah dengan meningkatkan produktifitas. Harga karet sintetis tidak berpengaruh
terhadap ekspor karet Indonesia ke RRC, dari hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa ekspor karet Indonesia lebih dipengaruhi oleh variabel-variabel karet itu
sendiri. Dan karet sintetis bukan barang substitusi sempurna dari karet, untuk itu
pada penelitian selanjutnnya perlu mencari variabel selain karet sintetis. Walaupun
nilai tukar Yuan terhadap rupiah tidak berpengaruh terhadap volume ekspor karet
Indonesia ke RRC, namun kestabilan-kestabilan kurs rupiah terhadap yuan harus
23
tetap dijaga agar tidak terjadi apresiasi atau depresi yang menyebabkan
perdagangan luar negeri kolaps.
2.8 Kerangka Pemikiran Operasional
Ekspor karet remah menurut negara tujuan tertinggi adalah negara Cina dan
Jepang. Sebagai produsen karet kedua terbesar penawaran ekspor ke negara Cina
dan Jepang yang sangat tinggi ditunjukkan oleh peningkatan volume ekspor ke
negara tersebut. Pemicu dari tingginya ekspor karet remah ini adalah karena negara
Cina dan Jepang merupakan negara produsen otomotif yang saat ini sedang
mengalami perkembangan pesat, sehingga dibutuhkan bahan baku yang telah
terspesifikasi teknis seperti karet remah untuk industri hilirnya. Penelitian ini terkait
dengan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor karet remah ke
negara Cina dan Jepang. Variabel yang diduga berpengaruh adalah variabel GDP
riil, harga riil dan kurs riil. Data dalam penelitian ini diolah menggunakan analisis
deskriptif dan regresi linear berganda untuk mengetahui perkembangan dan faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap ekspor karet remah. Kerangka pemikiran dapat
dilihat pada Gambar 3 :
24
Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional
2.9 Hipotesis
Adapun hipotesis pada penelitian ini adalah :
1. Gross Domestic Product negara tujuan ekspor diduga berpengaruh positif
terhadap volume ekspor karet remah ke Cina dan Jepang.
2. Harga riil ekspor diduga berhubungan positif terhadap volume ekspor karet
remah ke Cina dan Jepang.
3. Kurs riil diduga berpengaruh positif terhadap volume ekspor karet remah ke
Cina dan Jepang.
25
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data yang berasal dari
Kementrian Pertanian, Kementrian Perdagangan, International Trade Centre (ITC),
Gapkindo, Bank Dunia ( WorldBank) dan Badan Pusat Statistik. Penelitian ini
dilaksanakan pada akhir bulan Mei 2015 hingga Februari 2016
3.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam
bentuk Time Series tahunan periode 2002-2013. Sumber data yang digunakan
berasal dari jurnal dan data-data sumber lain. Data yang digunakan dalam penelitian
ini meliputi :
Tabel 2. Jenis dan Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian
Data Defenisi Besaran Sumber Data
Y1 Volume Ekspor Karet
Remah Ke Cina
Ton BPS
Y2 Volume Ekspor Karet
Remah Ke Jepang
Ton BPS
X1 GDP riil Juta US$ Worldbank
(diolah)
X2 Harga riil US$/ Ton BPS (diolah)
X3 Kurs riil Rp/US$ BI (diolah)
26
3.3 Metode Analisis
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dan metode
kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk melihat perkembangan ekspor karet
remah sedangkan metode kuantitatif dengan persamaan regresi linear berganda pada
dasarnya adalah studi mengenai ketergantungan suatu variabel dependen terhadap
suatu variabel independen untuk mengestimasi dan memprediksi nilai rata-rata
variabel terikat (dependen) terhadap nilai tepat variabel bebas (independen) yang
diketahui. Model ekonometrika yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
model regresi berganda dengan tiga variabel kuantitatif, yang diselesaikan dengan
bantuan program Microsoft world 2013, Microsoft excel 2013 dan SPSS 22.
3.3.1 Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif pada penelitian ini digunakan untuk menjawab tujuan
pertama pada penelitian ini yaitu menganalisis perkembangan volume ekspor karet
remah ke negara Cina dan Jepang. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini
dengan menjelaskan volume dan persentase terhadap perkembangan ekspor karet
remah ke negara Cina dan Jepang tahun 2002-2013.
3.3.2 Analisis Regresi Berganda
Analisis regresi berganda pada penelitian ini digunakan untuk menjawab
tujuan kedua pada penelitian ini yaitu menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi ekspor karet remah ke Cina dan Jepang tahun 2002-2013. Model
dengan mempertimbangkan kemungkinan bahwa ada lebih dari satu variabel
penjelas yang mempengaruhi variabel tidak bebas. Model regresi dengan lebih dari
27
satu variabel penjelas disebut sebagai model regresi berganda (Gujarati, 2006: 180).
Analisis regresi linear berganda merupakan studi yang menjelaskan dan
mengevaluasi hubungan antara satu peubah endogen dengan beberapa peubah
eksogen dengan bertujuan untuk mengestimasi atau meramalkan nilai peubah tak
bebas didasarkan nilai peubah bebas yang diketahui (Gujarati, 1993:12).
Simbolon (2009: 239) menjelaskan bahwa regresi berganda terdiri dari
sebuah peubah tak bebas sebagai respon atau yang diprediksi dan lebih dari satu
peubah bebas sebagai prediktor atau memprediksi. Peubah tak bebas dengan Y dan
peubah bebas dengan X1, X2, ... Xk. Adapun regresi dengan tiga peubah bebas X1,
X2, dan X3 dengan persamaan: Ŷ = b0 + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + ei
Hubungan antara peubah-peubah tersebut dalam model persamaan:
Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + ε
Dimana :
Y = peubah bebas b0 = Nilai konstanta
b1...b3 = Nilai koefisien regresi
ε = unsur gangguan X1...X3 = Variabel
Pada penelitian ini menggunakan dugaan model persamaan faktor-faktor
yang mempengaruhi ekspor karet remah ke Cina dan Jepang sebagai berikut:
1) Y1 = B0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e
2) Y2 = B0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e
Dimana :
Y1 = Volume ekspor karet remah ke Cina (Ton)
Y2 = Volume ekspor karet remah ke Jepang (Ton)
28
X1 = Gross Domestic Produst Riil (GDP) (Juta US$)
X2 = Harga Rill (US$/Ton)
X3 = Kurs Rill (Rp/US$)
E = Random eror
B0 = Konstanta
B1-3 = Parameter yang diduga ( n = 1,2,3)
3.3.3 Metode Kuadrat Terkecil Biasa (Ordinary Least Square)
Pada penelitian ini menggunakan model regresi linier berganda dengan
metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS) yang berfungsi untuk
menduga parameter. Jika asumsi-asumsi yang telah disebutkan di atas dapat
dipenuhi maka penduga OLS akan dapat menghasilkan koefisien regresi yang
memenuhi sifat-sifat BLUE (Gujarati 1997), yaitu:
1. Best = efisien yang berat ragam atau variannya minimum dan konsisten, dalam
artian bahwa walaupun menambah jumlah sampel maka nilai estimasi yang
diperoleh tidak akan berbeda jauh di parameternya.
2. Linier = koefisien regresinya linier
3. Unbiased = Nilai estimasi dari sampel akan mendekati populasi, ini
mengindikasi bahwa suatu model tidak bias
4. Estimator = penduga parameter
Namun demikian, pada metode ini terdapat kelemahan. Kelemahan tersebut
yaitu seluruh asumsi-asumsi yang terkait di dalamnya harus dapat dipenuhi oleh
suatu model. Apabila salah satu asumsi tidak dapat dipenuhi oleh suatu model,
29
maka akan menimbulkan masalah normalitas, heteroskedasitas, multikolinearitas
dan autokorelasi.
3.4 Uji Asumsi Klasik
Menguji model-model yang telah diregresi akan dilakukan beberapa uji
untuk mengetahui hubungan antara variabel terikat (dependen variable) dengan
variabel bebas (independent variable). Uji yang akan digunakan adalah uji asumsi
klasik. Uji asumsi klasik terdiri atas empat bagian yaitu uji normalitas, uji
multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi. Keempat uji ini akan
dijelaskan sebagai berikut :
1. Uji Heteroskedastisitas
Analisis regresi linear ganda diperoleh dengan salah satu asumsi bahwa
variabel pengganggu (error), diasumsikan memiliki varian yang konstan (rentangan
ε kurang lebih sama). Jika ternyata varian dari ε tidak konstan misalnya membesar
atau mengecil pada nilai X yang lebih tinggi, maka kondisi tersebut dikatakan tidak
homoskedastik atau mengalami heteroskedasitas. Supranto. J (2009: 276)
mengatakan bahwa kesalahan penggangu merupakan variabel bebas, dimana X
merupakan variabel bebas. Jika X = pendapatan rumah tangga, Y = pengeluaran
rumah tangga maka biasanya varians Y akan naik apabila X naik. Artinya bagi
rumah tangga dengan tingkat pendapatan yang tinggi akan terdapat variasi yang
tinggi pada pola pengeluarannya.
Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk menguji
heteroskedasitas yaitu (1) menggunakan metode grafik, (2) menggunakan uji
statistik sehingga dapat menghilangkan unsur bias akibat subjekvitas. Statistik yang
30
digunakan dalam pengujian penelitian ini adalah uji Glejser. Secara garis besar ada
beberapa cara untuk mengatasi kasus heteroskedasitas dalam model, antara lain
dengan (a) tranformasi variabel, baik variabel respon, variabel penjelas maupun
keduanya dan (b) metode kuadrat kecil tertimbang.
2. Uji Autokorelasi
Supranto. J ( 2009: 273) menjelaskan bahwa untuk tingkat nyata 1% dan
5% dari dL dan dU untuk k = 1, 2, ... 5 dan berbagai nilai n berkisar antara 15 dan
100. Untuk menguji hipotesis H0 = tak ada korelasi serial (otokorelasi) yang positif,
Ha = tak ada korelasi serial (otokorelasi) yang positif. Apabila tabel Durbin Watson
sebesar 5% digunakan untuk mencari dU dan dL, maka tingkat nyata yang harus
digunakan untuk pengujian dua arah (two tail test ) adalah 10%. Sunyoto. D (2010:
110) menjelaskan persamaan regresi yang baik adalah tidak memiliki masalah
autokorelasi, jika terjadi autokorelasi maka persamaan tersebut menjadi tidak baik/
tidak layak dipakai sebagai prediksi. Salah satu ukuran dalam menentukan ada
tidaknya masalah autokorelasi dengan uji DW dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Terjadi autokorelasi positif, jika nilai DW dibawah – 2 ( DW < -2)
b. Tidak terjadi autokorelasi, jika nilai DW berada di antara -2 dan +2 atau -2
≤ DW ≤ +2
c. Terjadi autokorelasi negatif jika nilai DW diatas +2 atau DW ˃ +2
Kriteria autokorelasi yakni jika nilai DW terletak antara dU dan (4-dU) atau
dU ≤ DW ≤ (4-dU) berarti tidak terjadi autokorelasi. Jika nilai DW lebih kecil dari
dL atau DW lebih besar dari (4-dL) berarti terjadi autokorelasi. Autokorelasi dalam
konsep regresi linear berarti komponen eror berkorelasi berdasarkan urutan waktu
31
(pada data berkala) atau urutan yang (pada data tampang lintang) atau korelasi pada
dirinya sendiri.
Beberapa penyebab terjadinya autokorelasi adalah sebagai berikut :
1) Inersia. Sifat yang menonjol dari data berkala adalah adanya kelembaman
(inersia). GNP, indeks harga, produksi, angkatan kerja, dan penganguran
misalnya, selalu menunjukkan siklus tersebut.
2) Terjadinya bias dalam spesifikasi akibat adanya beberapa variabel penting
yang tidak tercakup dalam model.
3) Terjadinya bias dalam spesifikasi akibat bentuk fungsi yang digunakan tidak
tepat.
4) Fenomena sarang laba-laba.
5) Adanya model autogresif. Model autogresif adalah model dengan munculnya
lag dari variabel respons sebagai variabel penjelas.
6) Manipulasi data.
7) Transformasi data.
Ada dua metode untuk mendeteksi adanya autokorelasi, yaitu metode grafik
dan metode uji statistika. Pengujian hipotesis secara statistika adalah uji tanda, uji
durbin watson, uji breusch-godfrey, uji fungsi autokorelasi (ACF). Salah satu cara
untuk mengatasi masalah autokorelasi adalah dengan menggunakan metode kuadrat
terkecil umum (GLS) (Endah dan Setiawan, 2010 :147).
32
3. Uji Multikolinearitas
Istilah Multikolinearitas (kolinearitas ganda) yang berarti adanya hubungan
linear yang sempurna atau pasti diantara beberapa atau semua variabel penjelas
(bebas) dari model regresi ganda. Selanjutnya, istilah Multikolinearitas digunakan
dalam arti yang lebih luas yaitu untuk terjadinya korelasi linear yang tinggi diantara
variabel-variabel penjelas (X1, X2..... XP) (Endah dan Setiawan, 2010:82).
Saat terjadi multikolinearitas ada beberapa indikasi yang dapat digunakan
untuk mendeteksi masalah tersebut yakni:
a. Adanya perubahan yang kecil pada data mengakibatkan perubahan yang
signifikan pada variabel yang diamati.
b. Adanya koefisien R2 (koefisien determinasi) yang sangat tinggi akan tetapi
koefisien standar error dan tingkat signifikansi masing-masing variabel sangat
rendah.
c. Harga koefisien masing-masing variabel tidak searah dengan hipotesis yang
diajukan, sebagai contoh: varibel yang semestinya memiliki pengaruh positif
(harga regresinya positif) ternyata ditunjukkan dengan harga koefisien regresi
yang negatif.
Ada beberapa ststistik yang sering digunakan untuk menguji ada tidaknya
mutikolnearitas antara variabel-variabel bebas yaitu:
1) Korelasi produk momen dari pearson
2) Variance infation factor (VIF)
3) Menggunakan eigenvalues, dan
4) Menggunakan Condition Index (CI)
33
Pengujian ini bertujuan untuk mengamati apakah dalam model regresi
terdapat korelasi antar peubah bebas atau tidak. Model regresi yang baik adalah
model yang tidak terjadi korelasi antar peubah bebas. Pengujian ini dapat dilakukan
dengan uji Collinearity Statistic dengan kriteria: a) Jika VIF > 10, maka terdapat
multikolinearitas , b) Jika VIF < 10, maka tidak terjadi multikolinearitas.
Sunyoto. D (2010:97) menjelaskan terjadi multikolinearitas jika koefisien
korelasi antar variabel bebas (x1 dan X2x2, X3x3 dan seterusnya) lebih besar dari
0,60 (pendapat lain : 0,50 dan 0,90). Dikatakan tidak terjadi multikolinearitas jika
koefisien korelasi antar variabel bebas lebih kecil atau sama dengan 0,60, (r ≤ 0,60).
Menentukan ada tidaknya multikolienearitas dapat digunakan cara lain dengan: 1)
Nilai Tolerance adalah besar tingkat kesalahan yang dibenarkan secara statistik (α),
2) Nilai variance inflantion factor (VIF) adalah faktor inflasi penyimpangan baku
kuadrat. Nilai tolerance (α) dan variance inflation factor (VIF) dapat dicari dengan
menggabungkan kedua nilai tersebut sebagai berikut: a) Besar nilai tolerance (α):
α = 1/ VIF, b) Besar nilai variance inflation factor (VIF) : VIF = 1/ α. Variabel
bebas mengalami multikolienaritas jika : α hitung < α dan VIF hitung > VIF.
Variabel bebas tidak mengalami multikolinearitas jika : α hitung > α dan VIF hitung
< VIF.
Adapun cara mengatasi multikolinearitas adalah sebagai berikut:
a) Menghilangkan salah satu atau lebih variabel bebas yang mempunyai koefisien
korelasi tinggi atau menyebabkan multikolinearitas.
b) Jika tidak dihilang kan (nomor 1) hanya digunakan untuk membantu prediksi
dan tidak untuk di interpertasikan.
34
c) Mengurangi hubungan linear antar variabel bebas dengan menggunakan
logaritma natural (LN).
d) Menggunakan metode lain misalnya metode regresi Bayesian dan metode
regresi ridge.
4. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah nilai residual terdistribusi
secara normal atau tidak. Model regresi yang baik memiliki nilai residual yang
terdistribusi secara nornal atau dengan kata lain, data dari variabel yang diteliti
tersebar secara normal. Hal tersebut dapat diketahui dengan melihat penyebaran data
pada grafik normal P-P plot of regression Standarized Residual. Jika titik menyebar
disekitar garis dan mengikuti garis diagonal maka dapat disimpulkan nilai residual
terdistribusi secara normal (Ghozali,2011:147).
3.5 Pengujian Model Regresi (Uji Hipotesis)
Penelitian ini menggunakan pengujian uji F, Uji t dan uji koefisien
determinasi yang akan diuraikan sebagai berikut :
1. Pengujian Statistik Simultan (Uji F)
Tujuan pengujian uji F untuk mengetahui apakah model penduga yang
diajukan layak untuk menduga model volume ekspor. Pada penelitian ini, uji F
dilakukan dengan membandingkan F hitung dengan F tabel. Jika F hitung lebih
besar dari F tabel atau nilai signifikan lebih kecil dari taraf signifikansi (Sig < 0,05)
hal ini berarti variabel independen secara keseluruhan berpengaruh terhadap volume
ekspor karet remah (variabel dependen). Sebaliknya jika F hitung lebih kecil dari F
tabel, atau nilai signifikannya lebih besar dari taraf signifikansi (Sig >
35
0,05) hal ini berarti variabel independen secara keseluruhan tidak berpengaruh
nyata terhadap variabel dependen.
2. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Pada penelitian ini uji R2 bertujuan untuk mengukur kemampuan model
dalam menjelaskan variasi variabel dependen. Supranto. J (2005:75) menjelaskan
koefisien determinasi merupakan kuatdrat koefisien korelasi (r2). Batas nilai r antara
-1 dan 1, nilai terkecil minimum (R2) adalah nol (0), yaitu kalau garis regresi
= Y dan explained variation nol. Nilai terkeci 0 dan terbesar 1, yaitu 0 ≤ R2 ≤ 1. R2
= 0, berarti tidak ada hubungan antara X dan Y.
Lind dkk (2002:130) menjelaskan bahwa koefisien determinasi berganda
adalah persen variasi dalam persamaan model yang mampu dijelaskan oleh variabel
bebas. Besarnya nilai koefisien determinasi yang berarti variabel independen
mampu menjelaskan variabel dependen. Karakteristik dari koefisien determinasi
berganda adalah:
a. Dilambangkan dengan huruf R kuadrat. Dengan kata lain dituliskan sebagai R2
karena berlaku seperti koefisien korelasi kuadrat.
b. Jangkauan berkisar antara 0-1. Nilai yang dekat dengan 0 menunjukkan
hubungan yang lemah antara kelompok variabel bebas dan variabel terikatnya.
Sebuah nilai yang dekat dengan 1 menunjukkan hubungan yang kuat.
c. Tidak dapat bernilai negatif. Setiap angka yang dikuadratkan atau
dipangkatduakan tidak dapat bernilai negatif.
d. Mudah dijelaskan. Oleh karena R2 bernilai antara 0 dan 1, maka mudah untuk
menjelaskannya, membandingkannya dan memahaminya.
36
3. Pengujian Statistik Parsial (Uji-t)
Pada penelitian ini uji t tujuannya adalah mengetahui signifikasi dari
pengaruh variabel independen secara individu terhadap variabel dependen dengan
menganggap variabel lain bersifat konstan. Ghozali (2011:164) menjelaskan uji
statistik pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas
atau independen secara individual. Adapun langkah-langkah dalam uji t adalah:
a. Menentukan hipotesis
Jika t hitung lebih besar dari t tabel, atau nilai signifikannya lebih kecil dari taraf
signifikansi (Sig < 0,05) dan (Sig < 0,10 ) hal ini berarti variabel independen
secara individu berpengaruh terhadap variabel dependen. Sebaliknya jika t hitung
lebih kecil dari t tabel atau nilai signifikannya lebih besar dari taraf signifikasi (
Sig >0,05) dan (Sig < 0,10 ) hal ini berarti variabel independen secara individu
tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.
b. α = 5% dan 10% , df = n−k
3.6 Defenisi Operasional
Nazir (2005: 126) menyatakan bahwa defenisi operasional adalah suatu
defenisi yang diberikan kepada variabel dengan cara memberikan suatu operasional
yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut. Penelitian ini menggunakan
beberapa variabel dengan defenisi operasional untuk analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi karet remah ke negara Cina dan Jepang, sebagai berikut:
37
1. Volume ekspor karet remah (Y1 dan Y2)
Total karet remah yang di jual dari Indonesia ke negara tujuan ekspor setiap
tahunnya. Dinyatakan dalam satuan Ton. Periode yang digunakan adalah tahun
2002-2013.
2. GDP Riil (X1)
GDP riil negara tujuan ekspor karet remah dengan tahun dasar 2005=100 dalam
satuan Juta/US$. Bersumber dari Worldbank.
3. Harga Riil ekspor Karet remah (X2)
Harga riil ekspor dihitung dengan membagi harga nominal dengan indeks harga
konsumen tahun dasar 2005=100. Dinyatakan dalam satuan US$/ Ton periode
2002-2013.
4. Kurs Riil (X3)
Nilai tukar riil dihitung dengan nilai nominal dikali indeks harga konsumen
negara tujuan ekspor dibagi indeks harga konsumen Indonesia. Satuan yang
digunakan Rp/US$ periode 2002-2013.
38
BAB IV GAMBARAN
UMUM
4.1 Perkembangan Industri Karet Remah (Crumb Rubber) Indonesia
Industri karet remah adalah suatu industri pengolahan karet yang melakukan
kegiatan mengubah bahan baku karet menjadi karet remah. Pabrik karet remah yang
merupakan bagian dari perusahaan perkebunan maupun bukan, dimasukkan sebagai
usaha industri karet remah (BPS, 2016). Luasnya areal perkebunan karet menyebar
disebagian provinsi di Indonesia. Berdasarkan data produksi karet di Indonesia rata-
rata tahun 2010-2014 terdapat enam provinsi yang memberikan konribusi pada
produksi karet yaitu Sumatra Selatan dengan rata-rata produksi
702.610 ton, Sumatra Utara 458.262 ton, Riau 360.042 ton, Jambi 295.837 ton,
Kalimantan Barat 262.816 ton, Kalimantan Tengah 212.792 ton sementara sisanya
berasal dari provinsi lainnya (Kementrian Pertanian, 2015).
Jenis karet alam menurut jenis mutunya adalah latex concentrate, ribbed
smoked sheet, dan standard Indonesian rubber atau karet remah. Karet remah
merupakan salah yang diproduksi di Indonesia. Perkembangan produksi karet remah
Indonesia tahun 2002-2004 menurun hingga – 0,70%, diikuti dengan tahun
2005 menurun hingga – 0,33% atau sebesar 1.674.721 ton. Tahun 2006, 2007 dan
2008 cenderung meningkat yakni sebesar 14,03%, 7,11% dan 1,00%. Penurunan
tahun 2009 terjadi karena krisis global yang menyebabkan produksi karet remah di
Indonesia mengalami penurunan sebesar – 13,10% atau sebesar 245.399 ton. Tahun
2010 dan 2011 peningkatan produksi sebesar 15,99 % sebesar 2.229.151 ton dan
9,15% atau sebesar 2.453.596 ton. Tahun 2012 penurunan terjadi sebesar 2.334.707
ton atau – 5,09 %. Tahun 2013 cenderung meningkat sebesar 2.590.238 ton atau
39
sekitar 9,87%. Berfluktuasinya produksi karet remah di Indonesia terkait dengan
luas areal lahan karet. Luas nya lahan karet Indonesia akan berdampak pada
produksi karet yang dihasilkan. Tingginya produksi karet yang dihasilkan maka
akan meningkatkan produktivitas pengolahan karet remah. Kebutuhan manusia
menggunakan barang turununan dari karet dan barang yang memerlukan komponen
dari karet seperti ban kendaraan bermotor, pelengkap bahan baku industri otomotif
untuk ekspor dan barang turunan karet lainnya.
Tabel 3. Produksi Karet Remah Indonesia
Tahun Produksi (Ton) Perkembangan (%)
2002 1.620.641 -
2003 1.691.920 4,21
2004 1.680.187 -0,70
2005 1.674.721 -0,33
2006 1.948.012 14,03
2007 2.097.098 7,11
2008 2.118.196 1,00
2009 1.872.797 -13,10
2010 2.229.151 15,99
2011 2.453.596 9,15
2012 2.334.707 -5,09
2013 2.590.238 9,87 Sumber : Gapkindo,2015
Industri karet remah merupakan industri pengolahan lateks dan slab menjadi
karet remah. Produksi karet remah diawali dengan pembersihan lateks dan slab karet
alam yang dilanjutkan dengan penggilingan sehingga dihasilkan lembaran karet.
Lembaran karet yang dihasilkan didiamkan untuk mengurangi kadar air. Lembaran
karet yang sudah kering dicacah sehingga menghasilkan remahan karet. Remahan
ini kemudian dimasak di dalam cetakan dengan berat 35kg. Industri karet remah
merupakan industri hulu karet alam yang produknya merupakan bahan baku yang
banyak digunakan oleh industri hilir karet alam, seperti industri ban,
40
conveyor, barang-barang karet, dan lain-lain. Pada awalnya sebagian besar karet
alam Indonesia diperdagangkan dalam bentuk karet lembaran yakni karet sit asap
atau RSS, namun sejak diperkenalkan teknologi karet remah (crumb rubber),
produksi karet jenis sit menurun. Beralih ke karet remah yang tidak kurang 90%
produksi karet alam nasional setiap tahunnya merupakan karet remah. Karet remah
menjadi salah satu olahan karet yang diperjual belikan di pasar baik dalam negeri
maupun internasional (BPS,2015).
4.2 Areal Perkebunan dan Produktivitas Karet Remah Indonesia
Pengembangan perkebunan karet memberikan peranan penting bagi
perekonomian nasional, yaitu sebagai sumber devisa, bahan baku industri, sumber
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta sebagai pengembangan pusat-pusat
pertumbuhan perekonomian di daerah dan sekaligus berperan dalam pelestarian
fungsi lingkungan hidup. Areal perkebunan merupakan salah satu cerminan utama
yang mempengaruhi produksi komoditi pertanian seperti karet. Semakin luasnya
areal perkebunan yang dimiliki oleh suatu negara maka semakin besar pula peluang
untuk menghasilkan komoditi tersebut. Produktivitas Indonesia masih dibawah
produsen karet lain, seperti negara Thailand dan Malaysia. Sangat Besar peluang
Indonesia untuk meningkatkan produktivitas karetnya, apalagi Indonesia memiliki
perkebunan karet yang luas. Areal perkebunan rakyat di Indonesia sangat
mendominasi hampir 85% perkebunan karet adalah perkebunan rakyat. (Kementrian
Perdagangan,2014).
41
Tabel 4. Luas Perkebunan Karet Indonesia Tahun 2002-2014 (ribu hektar)
Tahun Rakyat BUMN Swasta Total
2002 2.786 220 271 3.277
2003 2.797 221 272 3.290
2004 2.823 225 273 3.321
2005 2.830 228 274 3.332
2006 2.832 238 275 3.346
2007 2.899 238 275 3.413
2008 2.910 238 275 3.424
2009 2.912 239 284 3.435
2010 2.922 239 284 3.445
2011 2.932 257 267 3.456
2012 2.978 259 269 3.506
2013 3.016 261 279 3.556
2014 3.063 264 279 3.606 Sumber : Gapkindo,2014
Berdasarkan Tabel 4, perkebunan karet tersebar diseluruh wilayah
Indonesia. Areal perkebunan karet di Indonesia dikelompokkan menjadi tiga yaitu
perkebunan rakyat, perkebunan besar negara dan perkebunan swasta. Tahun 2014
luas areal perkebunan karet Indonesia seluas 3.606 ribu hektar yang diantaranya
3.063 ribu hektar milik rakyat, 264 ribu hektar milik BUMN dan 279 ribu hektar
milik swasta. Perkembangan luas area perkebunan milik rakyat, BUMN dan swasta
mengalami peningkatan pada setiap tahunnya. Peningkatan yang semakin besar
produktivitas yang dihasilkan maka kemampuan lahan tersebut akan semakin
produktif dalam menghasilkan karet dan berdampak positif terhadap jumlah
produksi karet remah. Semakin tinggi produktivitas maka semakin banyak karet
remah yang dihasilkan, jika semakin banyak kuantitas karet remah yang dihasilkan
maka semakin tinggi peluang untuk dijual.
42
4.3 Ekspor Karet Remah Indonesia
Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di
dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Karet yang dihasilkan Indonesia
diperdagangkan di pasar dalam negeri dan luar negeri. Karet yang dipasarkan dalam
bentuk karet alam dan sintetis. Karet alam seperti latex concentrate, Ribbed Smoked
Sheet, dan Standard Indonesian Rubber atau karet remah.
Tabel 5. Pertumbuhan Ekspor dan Nilai Ekspor Karet Remah Indonesia 2002-2013
Tahun Volume (Ribu Kg) Nilai Ekspor (USD ribu) Harga Rataan (US$/kg)
2002 1.620.641 1.036.562 0,64
2003 1.691.920 1.494.304 0,88
2004 1.680.187 1.946.104 1,16
2005 1.674.721 2.133.392 1,27
2006 1.948.012 3.690.827 1,89
2007 2.097.098 4.243.334 2,02
2008 2.118.196 5.595.410 2,64
2009 1.872.797 3.050.418 1,63
2010 2.229.151 6.942.690 3,11
2011 2.453.596 11.209.317 4,57
2012 2.334.707 7.523.635 3,22
2013 2.590.238 6.609.599 2,55 Sumber : BPS, 2013
Pertumbuhan karet remah tahun 2002-2004 cenderung meningkat dilihat
dari volume ekspornya yang mengalami peningkatan sebesar 1.620.641 ton tahun
2002 dengan harga 0,64 US$/ kg, sebesar 1.691.920 ton tahun 2003 dengan harga
0,88 US$/ kg, dan 1.680.187 tahun 2004 dengan harga 1,16 US$/ kg. Penurunan
volume ekspor tahun 2005 sebesar 1.674.721 ton atau sekitar 5.466 ton dari tahun
sebelumnya namun. Harga 1,27 US$/kg pada tahun 2005 tidak menunjukkan
adanya penurunan. Pertumbuhan ekspor tahun 2006-2008 menunjukkan
peningkatan dalam volume ekspor dan harga ekspornya. Penurunan tahun 2009
yang disebabkan oleh penurunan produksi karet Indonesia diikuti dengan turunnya
nilai ekspor dan harga ekspor. Penurunan yang terjadi sebesar 1.872.797 ton
43
sebelumnya tahun 2008 sekitar 2.118.196 ton. Tahun 2010 dan 2011 peningkatan
volume ekspor terjadi sebesar 2.229.151 ton dan 2.453.596 ton dengan nilai ekspor
tertinggi yaitu 11.209.317 US$. Tahun 2012 penurunan volume ekspor dan harga
ekspor sebesar 2.334.707 ton dan 3,22 US$/kg. Peningkatan volume ekspor
tertinggi tahun 2013 sebesar 2.590.238 ton namun harga ekspor menurun menjadi
2,55 US$/kg.
Ekspor karet remah ke luar negeri pada umumnya masih didominasi oleh
produk setengah jadi, sehingga nilai ekspor yang dihasilkan masih rendah
dibandingkan nilai ekspor yang dihasil kan oleh negara lain yang sudah
menghasilkan dan mengekspor beragam produk olahan karet remah seperi ban, belt
dan lainnya. Indonesia merupakan salah satu negara produsen utama dan negara
pengekspor karet alam dunia. Indonesia mampu melakukan ekspor karet alam dalam
jumlah yang besar dari total ekspor karet alam dunia. Total ekspor karet alam
Indonesia meningkat pada periode 2002 sampai dengan tahun 2013. Perkembangan
ekspor karet remah Indonesia ke Cina dan Jepang ditunjukkan oleh Tabel 6 :
Tabel 6. Ekspor Karet Remah Indonesia ke Cina dan Jepang Tahun 2002-2013
(dalam satuan ribu ton)
Tahun Ekspor Karet Remah ke
Total Ekspor Karet Remah Indonesia Kontribusi Ekspor (%)
Cina Jepang Cina Jepang
2002 33,2 204,1 1.621 2,0 12,6
2003 94,0 219,5 1.692 5,6 13,0
2004 167,8 192,8 1.680 10,0 11,5
2005 203,9 172,0 1.675 12,2 10,3
2006 281,5 278,9 1.948 14,5 14,3
2007 295,7 325,2 2.097 14,1 15,5
2008 299,0 370,3 2.118 14,1 17,5
2009 431,1 266,9 1.873 23,0 14,3
2010 406,6 307,6 2.229 18,2 13,8
2011 394,8 381,6 2.454 16,1 15,6
2012 425,8 384,1 2.335 18,2 16,5
2013 500,0 418,9 2.590 19,3 16,2
Sumber: BPS,2013
44
Peningkatan ekspor karet remah Indonesia terjadi karena tingginya
penawaran ekspor terhadap karet remah Indonesia. Negara tujuan ekspor potensial
karet remah Indonesia adalah negara Cina dan Jepang. Selama tahun 2002-2013,
Indonesia melakukan ekspor ke Cina sebesar 13,9 % dari total kontribusi ekspor
karet remah Indonesia. Sedangkan selama tahun 2002-2013 Indonesia melakukan
kontribusi ekspor karet remah ke Jepang sebesar 14,2 % (BPS,2013). Volume
ekspor karet remah ke Cina dan Jepang dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.
Trend peningkatan volume ekspor karet remah Indonesia ke Cina dan Jepang ini
mengindikasikan potensi negara Cina dan Jepang sebagai pasar ekspor baru karet
remah Indonesia.
4.4 Standard Indonesia Rubber
Standard Indonesia Rubber (SIR) adalah produk karet alam yang baik
processing ataupun penentuan kualitasnya, dilakukan secara spesifikasi teknis.
Golongan SIR tersebut harus ditentukan nilai Plastisity Retention Index (PRI)-nya
dan digolongkan dengan menggunakan symbol huruf H, M, dan S. H menunjukkan
nilai PRI-nya sebesar 80; M untuk nilai PRI-nya antara 60- 79; dan S untuk nilai
PRI-nya antara 30- 59. Karet remah dengan nilai PRI kurang dari 30 tidak boleh
dimasukkan ke dalam anggota golongan SIR. PRI adalah ukuran terhadap tahan
usangnya karet dan juga sebagai penunjuk mudah tidaknya karet tersebut dilunakkan
dalam gilingan pelunak. Makin tinggi nilai PRI makin tinggi pula kualitas karet
tersebut. untuk menentukan nilai PRI digunakan alat yang disebut Wallace
Plasatemeter. Perkembang ini sebagai dasar penetuan SIR dipakai Surat Keputusan
Menteri Perdagangan tahun 1972.
45
Karet remah SIR yang diekspor harus memiliki persyaratan mutu seperti
yang ditetapkan dalam surat keputusan Menpardag tersebut. Untuk mengamankan
kualitas SIR, suatu produk SIR harus mendapat pengawasan 4 macam laboratorium,
yaitu laboratorium standard, laboratorium control, laboratorium komersial, dan
laboratorium pabrik. Semua sarana penentu kualitas ini dimaksudkan agar SIR
dapat bersaing dengan produk karet bongkah yang berasal dari negara produsen
karet bongkah selain Indonesia yang memiliki standar sendiri-sendiri, seperti
Standard Malaysian Rubber (SMR) dari Malaysia, Standard Singapore Rubber
(SSR) dari Singapura, dan sebagainya. Menurut SNI 1903:2011 karet spesifikasi
teksnis memiliki persyaratan mutu yakni:
Tabel 7. Persyaratan Mutu Karet Remah
Karakteristik SIR 10 SIR 20 ISO
Kadar Kotoran 0,08% 0,15% 249
Kadar Abu (b/b) maks 0,75% 1,0% 247
Kadar Zat Menguap 0,80% 0,80% 248
PRI, Min 50% 40% 293-0
Po, Min 30% 30% 179-5
Kadar Nitrogen 0,60% 0,60% 165-6
Viscolitas Money (1+4) 100oC - - 289-1
Sumber : PTPN V Pekanbaru,2014
46
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Perkembangan Ekspor Karet Remah
Berdasarkan data dari BPS, tahun 2002 hingga 2013 negara Cina dan Jepang
memiliki volume ekspor yang tinggi. Penawaran ekspor karet remah Indonesia ke
negara Cina dan Jepang mengalami fluktuasi, dimana pada peningkatan volume
ekspor karet remah ke Cina sebesar 500.000 ton tahun 2013, volume ekspor ke
Jepang sebesar 419.321 ton tahun 2013. Perkembangan ekspor karet remah ke
negara Cina dan Jepang diuraikan sebagai berikut :
5.1.1 Negara Cina
Perkembangan ekspor karet remah selama kurun waktu 2002 sampai 2009
ke Cina mengalami peningkatan setiap tahunnya. Tabel 8 menunjukkan peningkatan
volume ekspor karet remah terjadi karena tingginya penawaran ekspor karet remah
Indonesia ke negara Cina. Penawaran yang dilakukan oleh negara Indonesia untuk
memenuhi bahan baku pada industri otomotif negara Cina yang saat ini sedang
mengalami peningkatan yang pesat. Tahun 2010-2011 volume ekspor karet remah
mengalami penurunan – (6,02 %) tahun 2010 dan – (2,98 % ) tahun 2011. Penurunan
ekspor karet remah ke Cina pada tahun 2010 dan 2011 akibat dampak krisis global
pada tahun 2009 maka berdampak pada penurunan volume ekspor karet remah ke
negara Cina. Krisis global yang melanda menyebabkan perekonomian di dunia
tumbuh dengan lambat, sehingga perdagangan di pasar internasional mengalami
penurunan karena ketidakstabilan pada harga produk di pasar internasional.
47
Tahun 2012 penjualan mobil Cina meningkat 4,3 persen per tahun. Hal ini
terjadi karena melambatnya pertumbuhan ekonomi domestik, ditambah adanya
batasan jumlah mobil di beberapa kota untuk mengurangi polusi dan kemacetan.
Kelompok industri Cina Association of Automobile Manufacturers (CAAM)
mengatakan, kenaikan penjualan otomotif merupakan pemulihan atas dampak
perlambatan pertumbuhan ekonomi dan pengimbangan atas merek-merek mobil
saingan dari Jepang. Sehingga meskipun perkembangan pertumbuhan ekonomi di
Cina melambat, ekspor untuk karet remah sebagai bahan baku pembuatan otomotif
dinegara Cina tetap meningkat.
Tabel 8. Perkembangan Volume Ekspor Karet Remah ke Cina
Tahun Volume (Ton) Perkembangan(%)
2002 33,2 -
2003 94,0 64,68
2004 167,8 43,98
2005 203,9 17,70
2006 281,5 27,56
2007 295,7 4,80
2008 299,0 1,10
2009 431,1 30,64
2010 406,6 - (6,02)
2011 394,8 - (2,98)
2012 425,8 7,28
2013 500,0 14,84
Sumber: BPS
Tahun 2013 volume ekspor karet remah ke Cina meningkat hingga 14,84%
yang sebelumnya hanya 7,28% tahun 2012. Perkembangan ekspor karet remah ke
Cina tahun 2002-2013 yang meningkat ditunjukkan oleh data di atas dapat
disimpulkan bahwa meningkatnya volume ekspor karet remah ke Cina disebabkan
48
penawaran ekspor karet remah Indonesia ke Cina sebagai bahan baku industri hilir.
Pesatnya pertumbuhan ekonomi di negara tersebut meningkatkan volume ekspor
karet remah Indonesia selain itu, karena pada industri otomotif negara Cina dan
relokasi industri barang setengah jadi karet yang dekat dengan sumber bahan
bakunya yaitu seperti negara produsen karet Indonesia, Thailand dan Malaysia.
Karet remah yang dijadikan sebagai salah satu bahan baku pada industri otomotif
negara Cina, meningkatnya industri otomotif di negara Cina akan mengakibatkan
tingginya penawaran ekspor karet remah Indonesia. Selain itu, negara Cina lebih
cenderung untuk mengimpor bahan baku dari negara produsen karet.
5.1.2 Negara Jepang
Perkembangan ekspor karet remah ke Jepang selama tahun 2002 sampai
2013 mengalami fluktuasi. Tahun 2002 dan 2003 mengalami peningkatan sebesar
7,01 persen, penurunan terjadi pada tahun 2004-2005 sebesar – (13,84%) dan –
(12,09%). Penurunan ini terjadi karena turunnya produksi otomotif di negara Jepang
yang mengakibatkan turunnya volume ekspor karet remah ke negara Jepang. Tahun
2006-2008 volume ekspor karet remah kembali meningkat, peningkatan terjadi
karena produksi otomotif sebagai industri hilir negara Jepang yang menggunakan
bahan baku karet remah dari Indonesia sehingga meningkatkan volume ekspor
karet remah ke Jepang. Tahun 2009 terjadi penurunan volume ekspor karet remah
yakni sebesar 266,9 ton yang disebabkan oleh krisis global yang mengakibatkan
turunnya permintaan terhadap produk ekspor karet remah. Ekspor karet dan barang
karet cenderung menurun karena menurunnya permintaan terhadap produk ekspor
Indonesia.
49
Tahun Volume (Ton) Perkembangan (%)
2002 204,1 -
2003 219,5 7,0 1
2004 192,8 -13,84
2005 172 -12,09
2006 278,9 38,32
2007 325,2 14,23
2008 370,3 12,17
2009 266,9 -38,74
2010 307,6 13,23
2011 381,6 19,39
2012 384,1 0,65
2013 418,9 8,3
Tahun 2008 konsumsi karet alam dunia turun sebesar 3,37% dan
diperkirakan pada tahun 2009 akan turun sebesar 6,43%. Ekspor ban pada tahun
2008 mencapai 33,6 juta ton dan diperkirakan pada tahun 2009 ekspor ban hanya
mencapai 25,2 juta unit atau turun 15 % dari tahun 2008 (Kementrian Perindustrian,
2009).
Tabel 9. Perkembangan Ekspor Karet Remah ke Jepang
Sumber: BPS
Turunnya volume ekspor tahun 2009 akibat turunnya permintaan ekspor
produk karet. Ekspor ban yang menurun menurut Kementrian Perindustrian
menyebabkan turunnya volume ekspor karet remah, karena karet remah merupakan
bahan baku pada industri hilir otomotif salah satunya adalah produk ban. Turunnya
ekspor ban akan menyebabkan volume ekspor karet ikut menurun.
Perkembangan kembali meningkat tahun 2010-2013 sebesar 13,23% tahun
2010, 19,39 % tahun 2011, 0,65% tahun 2012 dan 8,30% tahun 2013. Data
perkembangan ekspor karet remah selama tahun 2002-2013 rata-rata mencapai
293,49 ton per tahun, dengan nilai rata-rata sebesar 198,7 juta US$.
50
Perkembangan karet remah ke negara Jepang tahun 2002-2013 yang
ditunjukkan oleh data di atas disimpulkan bahwa terjadinya fluktuasi pada volume
ekspor karet remah Indonesia ke negara Jepang disebabkan oleh pengaruh pada
industri otomotifnya. Berdasarkan data IRSG (2012) konsumsi karet alam dunia
akan terus mengalami peningkatan disebabkan oleh semakin berkembangnya
industri bahan baku karet alam khususnya industri ban di negara-negara maju seperti
Amerika Serikat, Jepang dan Jerman. Karet remah sebagai hasil pengolahan karet
alam serta bahan baku industri hilir pada pengolahan otomotif yang sangat sensitif
dengan perubahan–perubahan yang terjadi pada industri otomotif. Perubahan yang
terjadi pada industri otomotif di negara Jepang akan memberikan dampak pada
volume ekspor karet remah ke Jepang, meningkatnya industri otomotif di negara
Jepang akan menyebabkan meningkatnya volume ekspor karet remah Indonesia ke
Jepang. Volume ekspor karet remah Indonesia ke negara Jepang yang meningkat
dapat membuka peluang pasar baru bagi karet remah Indonesia.
5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Karet Remah
Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan SPSS hasil yang diperoleh
untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor karet remah ke negara
Cina dan Jepang adalah sebagai berikut:
5.2.1. Ekspor Karet Remah ke Cina
Ekspor karet remah ke negara Cina pada penelitian ini dilakukan dengan
pengujian asumsi klasik yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antar variabel
dependen dan variabel independen. Hasil pengujian asumsi klasik dan pembahasan
hasil perhitungan menggunakan SPSS diuraikan sebagai berikut:
51
1. Pengujian Asumsi Klasik dalam Analisis Regresi
Dalam menguji model-model yang telah diregresi akan dilakukan beberapa
uji untuk mengetahui hubungan antara variabel terikat (dependen variable) dengan
variabel bebas (independent variable). Uji yang akan digunakan adalah uji asumsi
klasik. Uji asumsi klasik terdiri atas empat bagian yaitu uji normalitas, uji
multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi. Hasil dari penelitian
terhadap uji asumsi klasik dijelaskan dibawah ini :
a. Hasil Uji Normalitas
Ghozali (2011:62) mengatakan jika titik-titik menyebar disekitar garis dan
mengikuti garis diagonal maka dapat disimpulkan nilai residual terdistribusi secara
normal. Selain itu dengan uji Kolmogorov Smornov juga dapat melihat masalah
normalitas. Jika nilai Asymp. Sig – 2 tailed diatas 0,05 maka dinyatakan bebas
masalah normalitas.
Hasil pengolahan ditujukkan (Lampiran 7), penyebaran titik disekitar garis
mengikuti garis diagonal, sehingga nilai residual yang didapatkan dari hasil
pengujian terdistribusi secara normal. Uji normalitas pada penelitian ini dapat dilihat
dengan menggunakan uji statistik non parametik yaitu uji Kolmogorov- Smirnov
(K-S). Hasil Uji K-S memiliki nilai Asymp. Sig adalah 0,200 sehingga lebih besar
dari 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa residual terdistribusi secara normal.
b. Hasil Uji Multikolinearitas
Sunyoto (2010:97) menjelaskan bahwa uji multikolinearitas bertujuan
untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan linear antara variabel bebas dengan
variabel terikat. Pengujian multikolinearitas bertujuan untuk mengetahui ada atau
52
tidaknya hubungan linear antara variabel bebas dengan volume ekspor karet remah
ke Cina.
Pada penelitian ini dinyatakan bebas multikolinearitas apabila nilai
tolerance satu atau mendekati satu. Nilai Tolerance < 0,10, dan VIF > 10. Hasil
yang di dapatkan dari pengolahan data adalah:
1) GDP rill dengan nilai Tolerance (0,210) < 0,10 dan VIF (4,770) > 10.
2) Harga Riil dengan nilai Tolerance (0,220) < 0,10 dan VIF (4,547) > 10.
3) Nilai Tukar Riil dengan nilai Tolerance (0,764) < 0,10 dan VIF (1,308) > 10.
Dapat disimpulkan pada penelitian ini tidak ada hubungan linear antara
variabel bebas dengan volume ekspor karet remah ke Cina. Artinya penelitian ini
bebas masalah multikolinearitas.
c. Hasil Uji Heteroskedasitas
Ghozali (2011:125) menjelaskan bahwa uji heteroskedasitas betujuan untuk
menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual
satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Grafik scatterplot digunakan dalam
penelitian ini untuk mendeteksi adanya atau tidaknya heteroskedasitas, dengan
melihat titik menyebar di atas dan di bawah nol pada sumbu Y. Gambar (Lampiran
7) menunjukkan pada diagram scatterplot terlihat titik yang menyebar di atas dan di
bawah nol pada sumbu Y. Sehingga dapat disimpulkan pada penelitian ini tidak
terdapat masalah heteroskedasitas. Nilai signifikansi pada variabel GDP riil, harga
riil, dan kurs riil lebih besar dari nilai signifikan yang telah di tentukan. Dapat
disimpulkan bahwa persamaan volume ekspor karet remah ke negara Cina tidak
mengalami masalah heteroskedasitas.
53
d. Hasil Uji Autokorelasi
Sunyoto (2010:110) menjelaskan persamaan regresi yang baik tidak
memiliki masalah autokorelasi, jika terjadi autokorelasi maka persamaan tersebut
menjadi tidak baik atau tidak layak sebagai prediksi. Salah satu ukuran dalam
menentukan autokorelasi adalah dengan uji DW. Ghozali (2011:107) menjelaskan
apabila hasil DW dibatas keragu-raguan maka dapat menggunakan Run Test.
Apabila hasil uji Run Test diatas 0,05 maka dinyatakan bebas autokorelasi. Besarnya
nilai statistik dapat dilihat pada tampilan output model summary. Apabila
nilai DW mendekati angka -2 ≤ +2 maka dapat disimpulkan data pada penelitian
ini bebas autokorelasi. Penelitian ini memiliki nilai DW 1,773. Ini sesuai dengan teori yaitu apabila nilai DW mendekati angka -2 ≤ +2 maka dapat disimpulkan data
pada penelitian ini tidak terdapat autokorelasi.
Hasil pengujian asumsi klasik didapatkan pada penelitian ini tidak terjadi
masalah atau telah lulus pengujian asumsi klasik. Pengujian selanjutnya adalah
analisis regresi linear berganda untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
volume ekspor karet remah.
2. Analisis Regresi Linear
Simbolon (2009: 239) mengatakan bahwa regresi berganda terdiri dari
sebuah peubah tak bebas sebagai respon atau yang diprediksi dan lebih dari satu
peubah bebas sebagai prediktor atau memprediksi. Berdasarkan hasil pengolahan
data menggunakan SPSS, hasil yang diperoleh untuk perhitungan regresi linear
berganda adalah sebagai berikut :
54
Tabel 10. Hasil Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Karet
Remah ke Cina
No.
Variabel
Koefisien T
hitung
sig T F
hitung
F Sig
R2
Konstanta -323859,592 -1,283 0,235
17,535
0,001
0,868 1. GDP riil 2,222 1,328 0,221
2. Harga Riil 0,149 1,987 0,082
3. Kurs Riil 51,036 1,643 0,139 Sumber : Data Sekunder (diolah)
Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 10, persamaan regresi berganda
untuk penelitian ini dari hasil pengolahan data didapatkan model persamaan sebagai
berikut:
Y1 = - 323859,592 + 2,222 X1 + 0,149 X2 + 51,036 X3
Dimana :
Y1 = Volume ekspor karet remah ke Cina (Ton)
B0 = Konstanta
X1 = Gross Domestic Product Riil (Juta/US$)
X2 = Harga Riil (US$/Ton)
X3 = Kurs Riil (Rp/US$)
Berdasarkan hasil model regresi yang diperoleh, maka model regresi dapat
di interpretasikan sebagai berikut:
a. Berdasarkan persamaan tersebut diperoleh nilai konstanta -323859,592,
nilai tersebut berarti bahwa volume ekspor karet remah ke Cina akan
bernilai -323859,592 bila variabel GDP riil, harga riil dan kurs riil bernilai
sama dengan nol. Tingkat volume ekspor karet remah ke Cina akan berada
pada -323859,592 jika tidak ada aktivitas variabel GDP riil, harga riil dan
kurs riil.
55
b. Koefisien GDP riil bernilai 2,222. Artinya apabila nilai GDP riil mengalami
kenaikan 1 Juta/US$, sementara variabel lainnya tetap maka volume ekspor
karet remah akan meningkat sebesar 2,222 Juta/US$.
c. Koefisien harga riil bernilai 0,149. Artinya apabila nilai harga riil
mengalami kenaikan 1 US$/ton, sementara variabel lainnya tetap maka
volume ekspor karet remah akan meningkat sebesar 0,149 US$/ton.
d. Koefisien kurs riil bernilai 51,036. Artinya apabila nilai kurs riil mengalami
kenaikan 1 Rp/US$, sementara variabel lainnya tetap maka volume ekspor
karet remah akan meningkat sebesar 51,036 Rp/US$.
Persamaan faktor-faktor memiliki koefisien yang positif pada penelitian ini
berarti apabila faktor yang mempengaruhi ekspor karet remah meningkat, maka
volume ekspor juga akan meningkat. Faktor-faktor yang memiliki koefisien yang
positif yaitu GDP riil, harga riil dan kurs riil.
Pengujian yang dilakukan untuk perhitungan uji kelayakan model
(signifikasi) pada faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor karet remah ke
Cina adalah pengujian statistik Uji koefisien determinasi (R2), uji hipotesis simultan
(uji F) dan uji hipotesis parsial (uji t).
Koefisien Determinasi (R2) digunakan untuk melihat seberapa besar GDP
riil, harga riil dan kurs riil mampu menjelaskan ekspor karet remah ke Cina. Nilai
koefisien determinasi dari persamaan regresi dari persamaan regresi adalah sebesar
0,868. Nilai koefisien determinasi sebesar 0,868 yang berarti variabel independen
yaitu GDP riil, harga riil dan kurs riil mampu menjelaskan variabel dependen yaitu
56
volume ekspor karet remah ke Cina sebesar 86,8% dan sisanya 13,2% mampu
dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam model penelitian ini.
Pengujian statistik simultan (uji F) pada dasarnya menunjukkan apakah
semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai
pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependennya atau variabel
terikatnya. Pada penelitian ini menggunakan taraf signifikan 0,05 persen. hasil uji
F yang memperlihatkan bahwa dengan taraf kepercayaan 5 persen didapatkan F
hitung sebesar 17,535 lebih besar dari F tabel sebesar 4,07 dengan nilai probabilitas
0,001. Hasil perhitungan didapatkan bahwa F hitung yang dihasilkan lebih besar
dari F tabel yang berarti variabel GDP riil, harga riil dan kurs riil secara simultan
atau bersama-sama mempunyai pengaruh terhadap volume ekspor karet remah ke
Cina.
Adapun pembahasan faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor karet
remah ke Cina adalah sebagai berikut:
a) GDP riil
GDP riil yang dihitung dalam penelitian ini adalah GDP negara tujuan
ekspor yaitu Cina dengan satuan juta/US$. Berdasarkan Tabel 10, pengujian statistik
parsial (uji t) dilakukan untuk menunjukkan seberapa jauh pengauh satu variabel
penjelas/ independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel
dependen. Uji t dilakukan dengan menentukan hipotesis yaitu nilai signifikannya
lebih kecil dari taraf signifikansi (Sig < 0,05) dan (Sig < 0,10 ) hal ini berarti variabel
bebas secara individu berpengaruh terhadap variabel terikat. Sebaliknya nilai
signifikannya lebih besar dari taraf signifikasi ( Sig > 0,05) dan
57
(Sig < 0,10 ) hal ini berarti variabel bebas secara individu tidak berpengaruh
terhadap variabel terikat. Nilai signifikan pada variabel GDP riil didapatkan sebesar
0,221, nilai signifikannya lebih besar dari taraf signifikasi (0,221 > 0,05) hal ini
berarti bahwa variabel GDP riil secara individu tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap variabel volume ekspor karet remah.
Berdasarkan Tabel 10, didapatkan koefisien yang positif pada variabel GDP
riil sesuai dengan hipotesis dan pendapat Sukirno (2011:34-35) yaitu jika
pendapatan suatu negara meningkat, maka akan menyebabkan volume ekspor
meningkat (Ceteris Paribus). Hasil penelitian didapatkan bahwa variabel GDP riil
Cina memiliki nilai positif. Negara Cina merupakan negara tujuan ekspor karet
remah Indonesia yang memiliki volume ekspor karet remah yang meningkat setiap
tahunnya. Apabila pendapatan negara Cina meningkat, maka impor yang dilakukan
negara Cina akan meningkat, sebaliknya apabila pendapatan negara Cina menurun
maka impor yang dilakukan negara Cina akan menurun. Namun dalam
perkembangan ekspor karet remah Indonesia ke Cina mengalami peningkatan.
Tahun 2002 hingga tahun 2013 pertumbuhan volume ekspor karet remah Indonesia
ke Cina cenderung mengalami peningkatan. Peningkatan ekspor karet remah
Indonesia sesuai dengan peningkatan Gross Domestic Product (GDP) Cina setiap
tahunnya mengalami peningkatan, hal tersebut dapat dilihat pada Grafik 3:
58
juta
/us$
13.322 14.619 16.499 19.417
22.686 27.298
35.231
45.584 50.594
60.397
74.924
84.616
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
GDP Riil
Tahun
Grafik 3. Perkembangan Gross Domestic Product (GDP) Riil Cina Tahun 2002-
2013 dalam Juta US$ Sumber: Worldbank
Pertumbuhan GDP merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur
pertumbuhan ekonomi. GDP dapat dibedakan menjadi dua, yaitu GDP atas dasar
harga berlaku dan GDP atas dasar harga konstan. GDP atas dasar harga berlaku
adalah jumlah nilai produksi yang dinilai sesuai dengan harga berlaku
pendapatannya pada tahun yang bersangkutan dengan memperhatikan faktor infalsi.
Sedangkan GDP atas dasar harga konstan adalah jumlah nilai produksi yang dinilai
atas dasar harga tetap tahun tertentu. GDP atas dasar harga konstan dinamakan GDP
riil. Penggunaan GDP riil untuk melihat kenaikan umum dari harga-harga secara
berkala. Pertumbuhan GDP Riil negara Cina tahun 2002-2013 mengalami
peningkatan. Peningkatan tertinggi tahun 2013 yang mencapai 84.616 juta/US$. Hal
ini menunjukkan bahwa perkonomian Cina tahun 2002-2013 mengalami
pertumbuhan yang positif dan baik.
Grafik 3 merupakan perkembangan GDP Cina selama tahun 2002-2013,
dengan menggunakan tahun dasar 2005=100. Negara cina mengalami peningkatan
terhadap volume ekspor karet remah dan GDP tahun 2002-2013. Namun hasil
penelitian ini menunjukkan peningkatan volume ekspor ekspor karet remah
59
Indonesia dan GDP negara Cina tidak berpengaruh secara signifikan. Hal ini
karena, karet merupakan komoditi yang tidak dikonsumsi secara langsung oleh
manusia, namun lebih kepenawaran untuk industri atau melalui suatu proses industri
menjadi suatu bentuk baru agar dapat digunakan. Faktor GDP riil dari negara Cina
menunjukkan meningkatnya pendapatan negara Cina akan meningkatkan
permintaan terhadap karet remah dari negara tersebut kepada negara produsen karet
seperti Thailand, Malaysia dan Indonesia. Menurut Hapsari (2008) dalam
penelitiannya yang berjudul Analisis permintaan ekspor karet alam Indonesia di
negara Cina, peningkatan konsumsi terhadap karet dinegara Cina tidak diimbangi
dengan peningkatan produksi karetnya. Hal ini mendorong Cina melakukan impor
dalam jumlah yang besar. Peningkatan pertumbuhan ekonomi dan konsumsi negara
Cina terhadap karet remah membuat permintaan terhadap karet remah meningkat.
Variabel GDP riil tidak berpengaruh secara signifikan terhadap volume
ekspor karet remah ke Cina disebabkan terjadinya kenaikan terhadap GDP negara
Cina maka kenaikan tersebut tidak sepenuhnya digunakan untuk meningkatkan
industri otomotif pada pengolahannya dengan menggunakan karet remah dari
Indonesia sebagai bahan baku. Pengolahan industri otomotif yang dilakukan negara
Cina cenderung lebih menggunakan kombinasi dengan karet sintesis. Hasil
penelitian Syaffendi (2013) dalam jurnal agribisnis Indonesia, menunjukkan kondisi
pasar karet alam lebih rendah daripada harga karet sintetis, perbedaan harga antara
karet alam dan karet sintetis menjadi faktor yang menentukan kombinasi karet yang
digunakan dalam proses pengolahan industri otomotif negara Cina. Sehingga,
peningkatan GDP negara Cina terhadap volume ekspor karet remah Indonesia akan
berdampak pada daya beli negara tersebut. Tingginya jumlah
60
penduduk negara Cina akan berdampak pada GDP yang dihasilkan. Karet remah
yang dikonsumsi sebagai bahan baku industri untuk perusahaan otomotif seperti ban
mampu diserap oleh industri otomotif di Cina. GDP yang tinggi, bagi perusahaan
otomotif Cina mampu membeli karet sintesis yang harganya lebih tinggi karena
akan menghasilkan produk dengan nilai yang lebih tinggi pula dan kualitas yang
lebih baik. Karet sintetis yang umumnya diproduksi dan dikonsumsi oleh negara
industri, harganya yang cenderung naik sejalan dengan bahan baku, kenaikan biaya
produksi dan tingkat inflasi dari negara produsen (Anwar,2005). Sehingga pada
penelitian ini karet remah cenderung lebih digunakan sebagai kombinasi dan
substitusi pada pengolahan bahan baku otomotif negara Cina.
b) Harga riil
Harga riil pada penelitian ini menggunakan satuan US$/ton. Pengujian
regresi secara parsial (uji t) bertujuan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh
satu variabel penjelas/independen secara individual dalam mererangkan variasi
variabel dependen. Uji t dilakukan dengan menentukan hipotesis yaitu nilai
signifikannya lebih kecil dari taraf signifikansi (Sig < 0,05) dan (Sig < 0,10 ) hal ini
berarti variabel bebas secara individu berpengaruh terhadap variabel terikat.
Sebaliknya jika nilai signifikannya lebih besar dari taraf signifikasi ( Sig >0,05) dan
(Sig < 0,10 ) hal ini berarti variabel bebas secara individu tidak berpengaruh
terhadap variabel terikat. Nilai signifikan yang didapatkan pada harga riil adalah
0,082. Nilai signifikan nya lebih kecil dari taraf signifikansi (0,082 < 0,10) hal ini
berarti variabel bebas secara individu berpengaruh signifikan terhadap variabel
terikat.
61
US$
/To
n
Berdasarkan Tabel 10, Koefisien yang positif sesuai dengan hipotesis dan
pendapat Sukirno (2000:86) penawaran, yaitu semakin tinggi harga jual suatu
barang, semakin banyak jumlah barang tersebut ditawarkan. Hal ini disebabkan
karena harga yang lebih tinggi memberikan keuntungan yang lebih tinggi.
Hasil penelitian terhadap variabel harga riil Cina memiliki nilai positif.
Harga ekspor karet remah Indonesia ke Cina mengalami fluktuasi, tahun 2009
terjadi penurunan hingga 682.610 US$/ton. Penurunan ini disebabkan terjadinya
krisis global, sehingga berdampak pada penurunan volume ekspor karet remah ke
Indonesia ke Cina. Krisis global yang melanda menyebabkan perekonomian di
dunia tumbuh dengan lambat, sehingga perdagangan di pasar internasional
mengalami penurunan karena ketidakstabilan pada harga produk di pasar
internasional. Tahun 2011 harga ekspor karet remah melonjak hingga 1.726.775
US$/ton. Tahun 2002-2013 perkembangan harga riil eksporkaret remah Indonesia
ke Cina dapat dilihat pada Grafik :
2.000.000
1.800.000
1.600.000
1.400.000
1.200.000
1.000.000
800.000
600.000
400.000
200.000
-
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Harga Riil
Tahun
Grafik 4. Harga Riil Ekspor Karet Remah ke Cina Tahun 2002-2013
Sumber: BPS,2013
62
Berdasarkan Grafik di atas, harga riil ekspor karet remah ke Cina mengalami
peningkatan walaupun berfluktuasi. Hal ini sejalan dengan meningkatnya volume
ekspor karet remah pada Grafik 4. Sejalannya hubungan volume ekspor karet remah
Indonesia dengan harga ekspor karet remah ke Cina berdasarkan hukum penawaran
adalah semakin tinggi harga suatu barang, maka semakin banyak barang yang akan
ditawarkan. Meningkatnya harga ekspor karet remah Indonesia ke Cina dengan volume
ekspor karet remahnya maka sejalan dengan hasil penelitian ini. Peningkatan harga
ekspor karet remah Indonesia ke negara Cina terjadi karena meningkatnya penawaran
negara Cina terhadap karet remah untuk memenuhi kebutuhan bahan baku pengolahan
industri hilirnya selain itu karena peningkatan konsumsi karet remah negara Cina tidak
diimbangi dengan peningkatan produksi karetnya.
Peningkatan konsumsi karet remah untuk industri hilir negara Cina lebih
besar dibandingkan dengan peningkatan produksi karet remahnya. sehingga, untuk
memenuhi penawaran karet remah negaranya dengan cara melakukan impor dari
negara lain khususnya Indonesia. Ekspor karet remah Indonesia ke negara Cina
mempunyai nilai yang tinggi dan menguntungkan dalam pembentukan devisa negara.
Ekspor karet remah Indonesia ke Cina selama tahun 2013 mencapai sebesar 500.000
ton atau sekitar 1.276.000 US$. Meningkatnya ekspor karet remah didorong oleh
perkembangan industri otomotif untuk memenuhi permintaan dipasar dunia.
Harga riil berpengaruh secara signifikan terhadap volume ekspor karet
remah ke Cina karena berdasarkan data BPS, nilai ekspor karet remah ke Cina tahun
2002-2013 mengalami peningkatan walaupun berfluktuasi. Nilai ekspor karet remah
(Lampiran 13) menunjukkan peningkatan setiap tahunnya, hal ini sejalan dengan
hukum penawaran yaitu “semakin tingi harga jual barang maka semakin tinggi pula
63
jumlah barang tersebut yang akan ditawarkan”. Karena jika harga meningkat akan
menyebabkan volume ekspor meningkat (ceteris paribus).
c) Kurs riil
Kurs rill yang digunakan pada penelitian ini dengan satuan Rp/US$, karena
dalam perdagangan internasional menggunakan dollar sebagai harga dalam mata
uang asing. Pengujian regresi secara parsial (uji t) bertujuan untuk menunjukkan
seberapa jauh pengauh satu variabel penjelas/ independen secara individual dalam
menerangkan variasi variabel dependen. Uji t dilakukan dengan menentukan
hipotesis yaitu nilai signifikannya lebih kecil dari taraf signifikansi (Sig < 0,05) dan
(Sig < 0,10 ) hal ini berarti variabel bebas secara individu berpengaruh terhadap
variabel terikat. Sebaliknya jika nilai signifikannya lebih besar dari taraf signifikasi
( Sig > 0,05) dan (Sig < 0,10 ) hal ini berarti variabel bebas secara individu tidak
berpengaruh terhadap variabel terikat. Nilai signifikan yang didapatkan dari variabel
kurs riil adalah 0,139. Nilai signifikannya lebih besar dari taraf signifikasi (0,139 >
0,05) hal ini berarti variabel kurs riil secara individu tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap variabel volume ekspor karet remah.
Berdasarkan Tabel 10, Koefisien yang positif sesuai dengan hipotesis dan
teori pemasaran Rahardja (2008:309) yaitu apabila nilai kurs meningkat, maka
volume ekspor juga akan meningkat. Hasil dari penelitian, nilai tukar riil atau kurs
riil memiliki nilai yang positif. Harga untuk transaksi internsional dibagi menjadi
dua nilai tukar, yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal
adalah nilai yang digunakan oleh seseorang saat menukarkan mata uang suatu
negara dengan matauang negara lain. Sedangkan nilai tukar riil adalah nilai yang
digunakan seseorang saat menukarkan barang dan jasa dari suatu negara dengan
64
barang dan jasa dari negara lain. Untuk mengukur nilai tukar riil menggunakan
indeks harga konsumen yang mengukur barang dan jasa. IHK yang digunakan
pada penelitian ini tahun 2005=100.
Kurs rill menyatakan tingkat dimana kita dapat memperdagangkan barang-
barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain. Jika kurs tinggi
barang-barang di luar negeri relatif lebih murah, dan barang di dalam negeri relatif
lebih mahal. Jika kurs riil rendah, barang-barang luar negeri relatif lebih mahal
dan barang-barang di dalam negeri lebih murah. Hubungan kurs dan volume
ekspor adalah positif. Hal ini berarti bahwa melemahnya nilai tukar rupiah akan
membuat komoditas ekspor meningkat. Pelemahan nilai tukar akan berdampak
meningkatkan daya saing komoditas ekspor. Ini terjadi karena harga komoditas
ekspor di negara Cina seolah-olah akan mengalami penurunan harga akibat nilai
tukar negara tersebut yang menguat. Bagi Indonesia yang melakukan ekspor,
melemahnya nilai tukar akan memberikan kesan seolah-olah harga ekspor barang
mengalami kenaikan harga. Penawaran ekspor karet remah Indonesia ke Cina
dipengaruhi kurs riil rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Hubungan kurs riil
rupiah terhadap dollar Amerika Serikat terhadap penawaran ekspor karet remah
Indonesia ke Cina bersifat positif. Hal ini berarti melemahnya nilai tukar rupiah
terhadap dollar Amerika Serikat, akan membuat daya saing karet remah di Cina
menjadi kompetitif karena harga karet remah Indonesia akan relatif lebih murah.
Ini menjadikan negara Cina sebagai konsumen akan lebih memilih karet remah
asal Indonesia yang lebih murah sehingga permintaan ekspor terhadap karet remah
Indonesia ke Cina akan meningkat.
65
Variabel kurs riil tidak berpengaruh secara signifikannya terhadap volume
ekspor karet remah periode tahun 2002-2013. Hasil dari penelitian ini disebabkan
nilai tukar yang digunakan dalam perdagangan karet remah ke Cina menggunakan
Rp/US$, sehingga negara Cina lebih mengeluarkan nilai uang lebih banyak untuk
membeli barang yang di perdagangkan. Karena mesti memakai dua mata uang
yang berbeda, pengimpor Cina harus membeli dollar Amerika Serikat untuk
membeli barang-barang dari Indonesia, sebagai mata uang internasional yang sah
untuk menyelesaikan pembayarannya terhadap barang yang dibelinya dari
Indonesia. Besarnya jumlah uang yang dibutuhkan untuk memperoleh satu unit
valuta asing disebut dengan kurs mata uang asing. Kurs adalah harga suatu mata
uang dalam mata uang lainnya.
Terapresisasi nya kurs, maka akan menyebabkan volume ekspor akan
menurun. Apabila kurs mengalami depresiasi maka volume ekspor akan
meningkat. Jika nilai mata uang domestik melemah atau terdepresi, maka harga
barang dalam negeri akan lebih murah dibandingkan dengan harga barang diluar
negeri, sehingga menyebabkan meningkatnya nilai volume ekspor dan
berimplikasi pada membaiknya nilai neraca perdagangan. Pertumbuhan volume
ekspor karet remah ke negara Cina tahun 2002-2013 menunjukkan penawaran
ekspor karet remah Indonesia ke Cina tetap tinggi, yang berarti terjadi excess
demand. Terjadinya excess demand dikarenakan produksi yang dihasilkan oleh
Cina tidak diimbangi dengan konsumsinya. Negara Cina cenderung melakukan
impor karet remah untuk memenuhi kebutuhan pada industri pengolahan
otomotifnya dan sebagai bahan baku untuk industri hilirnya. Negara Cina akan
66
tetap melakukan impor karet remah dari negara produsen karet seperti Thailand,
Malaysia dan Indonesia.
Tidak berpengaruh secara signifikannya kurs riil, sejalan dengan hasil
penelitian Dewi (2015) dalam jurnal ekonomi pembangunan. Ekspor yang terlalu
tinggi menyebabkan jumlah penerimaan devisa dan jumlah uang beredar di dalam
negeri semakin banyak, sehingga terjadi inflasi. Selanjutnya, keadaan tersebut
akan menyebabkan kesulitan pada produsen dalam memperoleh bahan baku
produksi kerena naiknya harga-harga umum, sehingga jumlah produksi akan
berkurang dan jumlah volume ekspor akan menurun.
67
5.2.2. Ekspor Karet Remah ke Jepang
Ekspor karet remah ke negara Jepang selanjutnya diuraikan dan dibahas
sebagai berikut:
1. Pengujian Asumsi Klasik dalam Analisis Regresi
Dalam menguji model-model yang telah diregresi akan dilakukan beberapa
uji untuk mengetahui hubungan antara variabel terikat (dependen variable) dengan
variabel bebas (independent variable). Uji yang akan digunakan adalah uji asumsi
klasik. Uji asumsi klasik terdiri atas empat bagian yaitu uji normalitas, uji
multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi. Hasil dari penelitian
terhadap uji asumsi klasik dijelaskan dibawah ini:
a. Hasil Uji Normalitas
Ghozali (2011:62) menjelaskan jika titik-titik menyebar disekitar garis dan
mengikuti garis diagonal maka dapat disimpulkan nilai residual terdistribusi secara
normal. Selain itu dengan uji Kolmogorov Smornov juga dapat melihat masalah
normalitas. Jika nilai Asymp. Sig – 2 tailed diatas 0,05 maka dinyatakan bebas
masalah normalitas.
Hasil pengolahan ditunjukkan (Lampiran 8), penyebaran titik disekitar garis
mengikuti garis diagonal, sehingga nilai residual yang didapatkan dari hasil
pengujian terdistribusi secara normal. Penelitian ini uji normalitas juga dapat dilihat
dengan menggunakan uji statistik non parametik yaitu uji Kolmogorov-Smirnov (K-
S). Hasil Uji K-S memiliki nilai Asymp. Sig adalah 0,200 sehingga lebih besar dari
0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa residual terdistribusi secara normal.
b. Hasil Uji Multikolinearitas
68
Sunyoto (2010:97) menjelaskan bahwa uji multikolinearitas bertujuan
untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan linear antara variabel bebas dengan
variabel terikat. Pengujian multikolinearitas bertujuan untuk mengetahui ada atau
tidaknya hubungan linear antara variabel bebas dengan volume ekspor karet remah
ke Jepang. Pada penelitian ini dinyatakan bebas multikolinearitas apabila Variance
Inflation Factor (VIF) satu atau mendekati satu. Nilai Tolerance < 0,10, dan VIF >
10. Hasil yang di dapatkan dari pengolahan data adalah:
1) GDP rill dengan nilai Tolerance (0,547) < 0,10 dan VIF (1,829) >10.
2) Harga Riil dengan nilai Tolerance (0,357) < 0,10 dan VIF (2,799) >10.
3) Nilai Tukar Riil dengan nilai Tolerance (0,337) < 0,10 dan VIF (2,965) >10.
Dapat disimpulkan pada penelitian ini tidak ada hubungan linear antara
variabel bebas dengan volume ekspor karet remah ke Jepang. Artinya penelitian ini
bebas masalah multikolinearitas.
c. Hasil Uji Heteroskedasitas
Ghozali (2011:125) menjelaskan uji heteroskedasitas betujuan untuk
menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variasi dari residual satu
pengamatan ke pengamatan yang lain. Grafik scatterplot digunakan dalam
penelitian ini untuk mendeteksi adanya atau tidaknya heteroskedasitas, dengan
melihat titik menyebar di atas dan dibawah Nol pada sumbu Y. Gambar (Lampiran
8) menunjukkan pada diagram scatterplot terlihat titik yang menyebar di atas dan
di bawah Nol pada sumbu Y. Sehingga dapat disimpulkan pada penelitian ini tidak
terdapat masalah heteroskedasitas. Nilai signifikansi pada variabel GDP riil, harga
riil, dan kurs riil lebih besar dari nilai signifikan yang telah di tentukan. Dapat
69
disimpulkan bahwa persamaan volume ekspor karet remah ke negara Jepang tidak
mengalami masalah heteroskedasitas.
d. Hasil Uji Autokorelasi
Sunyoto (2010:110) menjelaskan bahwa persamaan regresi yang baik tidak
memiliki masalah autokorelasi, jika terjadi autokorelasi maka persamaan tersebut
menjadi tidak baik atau tidak layak sebagai prediksi. Salah satu ukuran dalam
menentukan autokorelasi adalah dengan uji DW. Apabila hasil DW dibatas keragu-
raguan maka dapat menggunakan Run Test. Apabila hasil uji Run Test diatas 0,05
maka dinyatakan bebas autokorelasi (Ghozali,2011:107). Besarnya nilai statistik
dapat dilihat pada tampilan output model summary. Apabila nilai DW mendekati
angka -2 ≤ +2 maka dapat disimpulkan data pada penelitian ini bebas autokorelasi.
Nilai DW negara Jepang sebesar 2,228, yang ber arti nilai DW berada
diantara dL (0,6577) dan dU (1,8640) sehingga diperoleh 4-dU < DW < 4- dL. Maka
dapat disimpulkan bahwa penelitian ini masalah autokorelasi tidak dapat
disimpulkan atau berada dalam keragu-raguan. Hasil Run Test menunjukkan nilai
Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,762 sehingga nilai Signifikansi nya lebih besar dari
0,05. Ini menunjukkan bahwa tidak terjadi gangguan autokorelasi pada penelitian
ini.
Berdasarkan hasil pengujian asumsi klasik yang telah di jelaskan di atas,
penelitian ini bebas masalah atau telah lulus pada pengujian asumsi klasik, sehingga
pengujian selanjutnya adalah analisis regresi linear untuk mengetahui faktor-faktor
yang memepengaruhi volume ekspor karet remah.
7070
2. Analisis Regresi Linear
Simbolon (2009:239) menjelaskan bahwa regresi berganda terdiri dari
sebuah peubah tak bebas sebagai respon atau yang diprediksi dan lebih dari satu
peubah bebas sebagai prediktor atau memprediksi. Dari hasil pengolahan data
dengan menggunakan SPSS, didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 11. Hasil Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Karet
Remah ke Jepang
No.
Variabel
Koefisien T
hitung
sig T F
hitung
F Sig
R2
Konstanta -846334,585 -2,156 0,063
20,304
0,000
0,884 1. GDP riil 20,086 2,628 0,030
2. Harga Riil 0,136 4,083 0,004
3. Kurs Riil 12,723 1,255 0,245 Sumber: Data Sekunder(diolah)
Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 11, persamaan regresi berganda
untuk penelitian ini dari hasil pengolahan data didapat kan model persamaan
sebagai berikut:
Y2 = - 846334,828 + 20,086 X1 + 0,136 X2 + 12,723 X3
Dimana:
Y2 = Volume ekspor karet remah ke Jepang (Ton)
B0 = Konstanta
X1 = Gross Domestic Product Riil (Juta/US$)
X2 = Harga Riil (US$/Ton)
X3 = Kurs Riil (Rp/US$)
7171
Berdasarkan hasil model regresi yang diperoleh, maka model regresi dapat
di interpretasikam sebagai berikut:
a. Berdasarkan persamaan tersebut diperoleh nilai konstanta -846334,828,
nilai tersebut berarti bahwa volume ekspor karet remah ke Jepang akan
bernilai -846334,828 bila variabel GDP riil, harga riil dan kurs riil bernilai
sama dengan nol. Tingkat volume ekspor karet remah ke Jepang akan berada
pada -846334,828 jika tidak ada aktivitas variabel GDP riil, harga riil dan
kurs riil.
b. Koefisien GDP riil bernilai 20,086. Artinya apabila nilai GDP riil
mengalami kenaikan 1 Juta/US$, sementara variabel lainnya tetap maka
volume ekspor karet remah akan meningkat sebesar 20,086 Juta/US$.
c. Koefisien harga riil bernilai 0,136. Artinya apabila nilai harga riil
mengalami kenaikan 1 US$/ton, sementara variabel lainnya tetap maka
volume ekspor karet remah akan meningkat sebesar 0,136 US$/ton.
d. Koefisien kurs riil bernilai 12,723. Artinya apabila nilai kurs riil mengalami
kenaikan 1 Rp/US$, sementara variabel lainnya tetap maka volume ekspor
karet remah akan meningkat sebesar 12,723 Rp/US$.
Persamaan faktor-faktor memiliki koefisien yang positif pada penelitian ini
berarti apabila faktor yang mempengaruhi ekspor karet remah meningkat, maka
volume ekspor juga akan meningkat. Faktor-faktor yang memiliki koefisien yang
positif yaitu GDP riil, harga riil dan kurs riil. Pengujian yang dilakukan untuk
perhitungan uji kelayakan model (signifikasi) pada faktor-faktor yang
mempengaruhi volume ekspor karet remah ke Cina adalah pengujian statistik Uji
7272
koefisien determinasi (R2), uji hipotesis simultan (uji F) dan uji hipotesis parsial
(uji t).
Koefisien Determinasi (R2) digunakan untuk melihat seberapa besar GDP
riil, harga riil dan kurs riil mampu menjelaskan ekspor karet remah ke Jepang. Nilai
koefisien determinasi dari persamaan regresi dari persamaan regresi adalah sebesar
0,884. Nilai koefisien determinasi sebesar 0,884 yang berarti variabel independen
yaitu GDP riil, harga riil dan kurs riil mampu menjelaskan variabel dependen yaitu
volume ekspor karet remah ke Jepang sebesar 88,4% dan sisanya 11,6% mampu
dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam model penelitian ini.
Pengujian statistik simultan (uji F) pada dasarnya menunjukkan apakah semua
variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai
pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependennya atau variabel
terikatnya. Pada penelitian ini menggunakan taraf signifikan 0,05 persen. Hasil uji
F yang memperlihatkan bahwa dengan taraf kepercayaan 5 persen didapatkan F
hitung sebesar 17,535 lebih besar dari F tabel sebesar 4,07 dengan nilai probabilitas
0,000. Hasil perhitungan didapatkan bahwa F hitung yang dihasilkan lebih besar
dari F tabel yang berarti variabel GDP riil, harga riil dan kurs riil secara simultan
atau bersama sama mempunyai pengaruh terhadap volume ekspor karet remah ke
Jepang. Adapun pembahasan faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor
karet remah ke Cina adalah sebagai berikut:
a) GDP riil
GDP riil yang digunakan adalah GDP negara tujuan ekspor karte remah
Indonesia yaitu Jepang dengan satuan juta/US$. Pengujian statistik parsial (uji t)
dilakukan untuk menunjukkan seberapa jauh pengauh satu variabel penjelas/
7373
Rib
u T
on
independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Uji t
dilakukan dengan menentukan hipotesis yaitu nilai signifikannya lebih kecil dari
taraf signifikansi (Sig < 0,05) dan (Sig < 0,10 ) hal ini berarti variabel bebas secara
individu berpengaruh terhadap variabel terikat. Sebaliknya nilai signifikannya lebih
besar dari taraf signifikasi ( Sig > 0,05) dan (Sig < 0,10 ) hal ini berarti variabel
bebas secara individu tidak berpengaruh terhadap variabel terikat. Nilai signifikan
yang didapatkan Variabel GDP riil adalah 0,030. Nilai signifikan nya lebih kecil
dari taraf signifikansi (0,030 < 0,05) hal ini berarti variabel independen secara
individu berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
Koefisien yang positif pada variabel GDP riil sesuai dengan hipotesis dan
pendapat Sukirno (2011:34-35) yaitu jika pendapatan suatu negara meningkat, maka
akan menyebabkan volume ekspor meningkat (Ceteris Paribus). Hasil penelitian
menunjukkan variabel GDP riil Jepang memiliki nilai positif. Negara Jepang yang
merupakan negara tujuan ekspor karet remah Indonesia yang volume
ekspornya mengalami fluktuasi walaupun tetap meningkat setiap tuhunnya.
204,1 219,5 192,8
172,0
278,9
325,2
370,3
266,9
307,6
381,6 384,1 418,9
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Ekspor Jepang
Tahun
Grafik 5. Volume Ekspor Karet Remah Indonesia ke Jepang Tahun 2002-2013
(dalam ributon)
Sumber: BPS,2013
7474
Juta
US$
Peningkatan volume ekspor di negara Jepang terjadi apabila pendapatan
negara Jepang meningkat, maka impor yang dilakukan Jepang akan meningkat.
Sebaliknya apabila pendapatan negara Jepang menurun, maka impor yang dilakukan
akan menurun. Mankiw dalam Marbun (2015) menjelaskan pengertian dari GDP
(Gross Domestic Product) adalah nilai pasar semua barang dan jasa akhir yang
diproduksi dalam perekonomian selama kurun waktu tertentu. Salah satu indikator
yang sering digunakan para ahli ekonomi untuk mengukur suatu keberhasilan suatu
negara dalam melaksanakan ekonomi adalah GDP. Mengukur persentase
pertumbuhan GDP atas dasar harga konstan sehingga pertumbuhan yang dimaksud
tercapai tingkat pertumbuhan dari produksi barang dan jasa sektor ekonomi.
Pembangunan ekonomi adalah untuk menaikkan tingkat kehidupan
masyarakat melalui peningkatan pendapatan perkapita.
43.955 44.060
44.822
45.947
46.784
47.813
49.106 48.554
45.639
47.712 47.675
48.532
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
GDP Riil
Tahun
Grafik 6. Perkembangan GDP Riil Negara Jepang Tahun 2002-2013 (dalam
juta/US$)
Sumber: Worldbank
Pertumbuhan GDP merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur
pertumbuhan ekonomi. GDP dapat dibedakan menjadi dua, yaitu GDP atas dasar
harga berlaku dan GDP atas dasar harga konstan. GDP atas dasar harga berlaku
7575
adalah jumlah nilai produksi yang dinilai sesuai dengan harga berlaku
pendapatannya pada tahun yang bersangkutan dengan memperhatikan faktor infalsi.
Sedangkan GDP atas dasar harga konstan adalah jumlah nilai produksi yang dinilai
atas dasar harga tetap tahun tertentu.
GDP atas dasar harga konstan dinamakan GDP riil. Penggunaan GDP riil
untuk melihat kenaikan umum dari harga-harga secara berkala. Perekonomian
Jepang selama tahun 2002-2009 mengalami perningkatan. Penurunan terjadi tahun
2010 hingga 45.639 juta US$. Hingga tahun 2011-2013 peningkatan kembali
terjadi. Variabel GDP riil berpengaruh secara Signifikan terhadap volume ekspor
karet remah disebabkan kenaikan GDP Jepang akan mendorong pengeluaran luar
negeri pada barang dan jasa sehingga meningkatkan ekspor atau penawaran
terhadap karet remah. Menurut Bank Indonesia, Jepang salah satu negara yang
memiliki perekonomian stabil sehingga perubahan pertumbuhan ekonomi Jepang
berpengaruh secara signifikan terhadap ekspor. Kenaikan GDP negara Jepang
sejalan dengan volume ekspor karet remah Indonesia ke Jepang. Konsumsi karet
dunia akan terus mengalami peningkatan yang disebabkan oleh semakin
berkembangnya industri bahan baku karet khususnya industri ban di negara-negara
maju seperti Jepang (Kementrian Perdagangan,2014).
GDP mencerminkan kesejahteraan masyarakat dalam negeri maupun di luar
negeri. GDP yang meningkat menunjukkan bahwa pendapatan masyarakat
meningkat dapat membantu meningkatkan ekspor suatu negara. Pertumbuhan
ekonomi dan ekspor negara Jepang meskipun fluktuatif ekspor karet remah
mengalami peningkatan dalam menerima produk ekspor karet Indonesia. Dilihat
dari sisi Negara Jepang, produk karet merupakan kebutuhan dasar dalam
7676
menunjang produk otomotif bagi negara Jepang khususnya dalam pembuatan ban
maupun onderdir karet lainnya. Karet remah sebagai bahan baku pembuatan ban
bagi industri otomotif negara Jepang mempunyai pasar tersendiri yang terbuka bagi
Jepang, karena Jepang merupakan eksportir otomotif besar bagi negara maju
maupun negara berkembang.
b) Harga riil
Variabel harga riil ekspor di dapatkan dengan membagi harga nominal
dengan indeks harga konsumen. Penelitian ini menggunakan tahun dasar 2005=100
dengan satuan US$/ ton. pengujian statistik parsial (uji t) dilakukan untuk
menunjukkan seberapa jauh pengauh satu variabel penjelas/ independen secara
individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Uji t dilakukan dengan
menentukan hipotesis yaitu nilai signifikannya lebih kecil dari taraf signifikansi (Sig
< 0,05) dan (Sig < 0,10 ) hal ini berarti variabel bebas secara individu berpengaruh
terhadap variabel terikat. Sebaliknya nilai signifikannya lebih besar dari taraf
signifikasi ( Sig > 0,05) dan (Sig < 0,10 ) hal ini berarti variabel bebas secara
individu tidak berpengaruh terhadap variabel terikat. Nilai signifikan pada variabel
GDP riil didapatkan sebesar 0,004. Nilai signifikan nya lebih kecil dari taraf
signifikansi (0,004< 0,05) hal ini berarti variabel independen secara individu
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.
Koefisien yang positif sesuai dengan hipotesis dan pendapat Sukirno
(2000:86) yaitu semakin tinggi harga jual suatu barang, semakin banyak jumlah
barang tersebut ditawarkan. Hasil penelitian terhadap variabel harga riil Jepang
berpengaruh positif. Harga ekspor karet remah Indonesia ke Jepang tahun 2002-
2013 berfluktuasi, harga tertinggi pada tahun 2011 mencapai 1.775.526 US$/ton.
7777
US$
/to
n
sedangkan harga ekspor tahun 2012 dan 2013 mengalami penurunan. Penurunan
harga ekspor karet remah ke Jepang sebagai kebijakan yang dilakukan oleh
Indonesia dengan mengurangi produksi karet alam untuk menjaga harga karet agar
tidak jatuh di pasar internasional.
2.000.000
1.500.000
1.775.526
1.246.272 1.075.4601.000.000
659.563 962.016
523.316 961.575
500.000 188.383 222.895 443.139
- 137.075 216.007
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Harga Riil
Tahun
Grafik 7. Harga Riil Ekspor Karet Remah ke Jepang Tahun 2002-2013 Sumber : BPS,2013
Harga riil ekspor karet remah ke Jepang mengalami peningkatan walaupun
berfluktuasi, ini sejalan dengan meningkatnya volume ekspor karet remah.
Sejalannya hubungan volume ekspor karet remah Indonesia dengan harga ekspor
karet remah ke Jepang berdasarkan hukum penawaran adalah semakin tinggi harga
suatu barang, maka semakin banyak barang yang akan ditawarkan. Meningkatnya
harga ekspor karet remah Indonesia ke Jepang dengan volume ekspor karet
remahnya maka sejalan dengan hasil penelitian ini. Peningkatan harga ekspor karet
remah indonesia ke negara Jepang terjadi karena meningkatnya penawaran negara
Jepang terhadap karet remah untuk memenuhi kebutuhan bahan baku pengolahan
industri hilirnya selain itu karena peningkatan konsumsi karet remah negara Jepang
tidak diimbangi dengan peningkatan produksi karetnya.
Peningkatan konsumsi karet remah untuk industri hilir negara Jepang lebih
besar dibandingkan dengan peningkatan produksi karet remahnya. sehingga, untuk
memenuhi penawaran karet remah negaranya dengan cara melakukan impor dari
7878
negara lain khususnya Indonesia. Ekspor karet remah Indonesia ke negara Jepang
mempunyai nilai yang tinggi dan menguntungkan dalam pembentukan devisa
negara.
Harga riil berpengaruh secara signifikan disebabkan kenaikan harga
internasional yang relatif tinggi memberikan dampak positif yang lebih kuat
terhadap harga ekspor (Kemendag,2011). Hal ini disebabkan karena harga yang
lebih tinggi memberikan keuntungan yang lebih tinggi. Hubungan harga ekspor
terhadap volume ekspor yang positif, karena jika harga meningkat akan
menyebabkan volume ekspor meningkat (ceteris paribus). Negara Jepang
membutuhkan bahan karet alam setengah jadi (semi finished product) seperti karet
remah. Karet remah sebagai bahan baku pada industri hilir dipasar Jepang akan tetap
dibutuhkan selama produk-produk unggulan yang digunakan oleh Jepang sebagian
besarnya membutuhkan karet. Saat ini produk Jepang masih membutuhkan bahan
dasar karet seperti karet remah. Adanya karet remah dapat meningkatkan efisiensi
dalam pengolahan industri hilir, karena karet remah yang telah terspesifikasi
memiliki mutu dan kualitas yang telah disesuaikan dengan kebutuhan negara
Jepang. Nilai ekspor karet remah tahun 2002-2013 mengalami fluktuatif, meskipun
begitu tetap terjadi peningkatan setiap tahunnya terhadap ekspor karet remah ke
Jepang. Harga ekspor yang meningkat diikuti dengan penawaran karet remah
Indonesia yang meningkat.
Harga karet remah Indonesia yang relatif lebih murah dari harga karet negara
Jepang cenderung mendorong negara Jepang untuk mengimpor karet remah dari
negara Indonesia, sehingga meningkatnya ekspor karet remah untuk memenuhi
penawaran ke negara Jepang. Karet remah sebagai bahan baku untuk industri
7979
otomotif negara Jepang yang memiliki harga cukup tinggi di Jepang, bagi negara
Jepang yang menjadikan karet remah dari Indonesia sebagai bahan baku untuk
industri hilir, maka meningkatnya harga ekspor memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap penawaran karet remah ke ke Jepang.
c) Kurs riil
Kurs riil yang digunakan dalam penelitian ini adalah kurs yang dihitung
dengan nilai nominal dikali indeks harga konsumen negara tujuan ekspor dibagi
indeks harga konsumen Indonesia. Satuan yang digunakan Rp/US$. Penelitian ini
menggunakan tahun dasar 2005=100 dengan satuan US$/ ton. pengujian statistik
parsial (uji t) dilakukan untuk menunjukkan seberapa jauh pengauh satu variabel
penjelas/ independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel
dependen. Uji t dilakukan dengan menentukan hipotesis yaitu nilai signifikannya
lebih kecil dari taraf signifikansi (Sig < 0,05) dan (Sig < 0,10 ) hal ini berarti variabel
bebas secara individu berpengaruh terhadap variabel terikat. Sebaliknya nilai
signifikannya lebih besar dari taraf signifikasi ( Sig > 0,05) dan (Sig < 0,10 ) hal ini
berarti variabel bebas secara individu tidak berpengaruh terhadap variabel terikat.
Nilai signifikan pada variabel kurs riil adalah 0,245. Nilai signifikannya lebih besar
dari taraf signifikasi (0,245 > 0,05) hal ini berarti variabel kurs riil secara individu
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel volume ekspor karet remah.
Koefisien yang positif sesuai dengan hipotesis dan pendapat Rahardja
(2008:309) yaitu apabila nilai kurs meningkat, maka volume ekspor juga akan
meningkat. Menurut Rahardja (2008:309) penawaran terhadap valuta asing
meningkat bila negara lain mengimpor barang dan jasa atau ekspor meningkat.
8080
Artinya, apabila kurs meningkat, maka ekspor juga akan mengalami peningkatan.
Hal ini berarti bahwa melemahnya nilai tukar akan membuat ekspor meningkat.
Pelemahan nilai tukar akan berdampak meningkatnya daya saing komoditas ekspor.
Ini terjadi karena harga komoditas ekspor di negara tujuan seolah-olah akan
mengalami penurunan harga akibat nilai tukar negara tersebut yang menguat.
Sedangkan bagi pihak yang melakukan ekspor melemahnya nilai tukar akan
memberikan seolah-olah harga ekspor barang mengalami kenaikan harga. Harga
untuk transaksi internsional dibagi menjadi dua nilai tukar, yaitu nilai tukar nominal
dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal adalah nilai yang digunakan oleh seseorang
saat menukarkan mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain. Sedangkan
nilai tukar riil adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukarkan barang dan
jasa dari suatu negara dengan barang dan jasa dari negara lain. Untuk mengukur
nilai tukar riil menggunakan indeks harga konsumen yang mengukur barang dan
jasa. IHK yang digunakan pada penelitian ini tahun 2005=100. Kurs rill menyatakan
tingkat dimana kita dapat memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk
barang-barang dari negara lain. Jika kurs tinggi barang-barang di luar negeri relatif
lebih murah, dan barang di dalam negeri relatif lebih mahal. Jika kurs riil rendah,
barang barang luar negeri relatif lebih mahal dan barang-barang di dalam negeri
lebih murah.
Hubungan kurs dan volume ekspor adah positif. Hal ini berarti bahwa
melemahnya nilai tukar rupiah akan membuat komoditas ekspor meningkat.
Pelemahan nilai tukar akan berdampak meningkatkan daya saing komoditas ekspor.
Ini terjadi karena harga komoditas ekspor di negara Jepang seolah-olah akan
mengalami penurunan harga akibat nilai tukar negara tersebut yang menguat.
8181
Sedangkan bagi Indonesia yang melakukan ekspor, melemahnya nilai tukar akan
memberikan kesan seolah-olah harga ekspor barang mengalami kenaikan harga.
Hubungan kurs riil rupiah terhadap dollar Amerika Serikat terhadap penawaran
ekspor karet remah Indonesia ke Jepang bersifat positif. Melemahnya nilai tukar
rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, akan membuat daya saing karet remah di
Jepang menjadi kompetitif karena harga karet remah Indonesia akan relatif lebih
murah. Ini menjadikan negara Jepang sebagai konsumen akan lebih memilih karet
remah asal Indonesia yang lebih murah sehingga permintaan ekspor terhadap karet
remah Indonesia ke Jepang akan meningkat.
Hasil dari penelitian, nilai tukar riil atau kurs riil memiliki hubungan yang
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap volume ekspor. Jika terjadi perubahan
nilai tukar kurs mengalami peningkatan dalam artian pelemahan nilai, maka akan
diikuti dengan naiknya perubahan volume ekspor karet remah, karena harus
menggunakan dua mata uang yang berbeda seperti Indonesia dan Jepang, negara
pengimpor seperti Jepang harus membeli dollar Amerika Serikat untuk membeli
barang-barang dari Indonesia, sebagai mata uang internasional yang sah untuk
menyelesaikan pembayarannya terhadap barang yang dibelinya dari Indonesia.
Besarnya jumlah uang yang dibutuhkan untuk memperoleh satu unit valuta asing
disebut dengan kurs mata uang asing. Kurs adalah harga suatu mata uang dalam
mata uang lainnya.
Sejalan dengan penelitian Atika (2014) dalam jurnal ekonomi pembangunan
yaitu kurs berpengaruh positif tetapi tidak signifikan. Tidak signifikan nya kurs ini
terjadi karena Jepang merupakan konsumen terbesar ketiga ekspor karet Indonesia
setelah Amerika dan Cina, sehingga nilai tukar dolar terhadap rupiah tidak
8282
mempengaruhi volume ekspor karet Indonesia ke Jepang. Hal ini disebabkan
penawaran ekspor karet remah Indonesia ke Jepang tahun 2002-2013 terjadi excess
demand, yaitu negara Jepang kekurangan penawaran terhadap karet remah karena
jumlah permintaan karet remah melebihi jumlah penawaran di negara Jepang,
sehingga Jepang mengimpor karet remah dari Indonesia. Bagi negara Jepang karet
remah sebagai bahan baku pada industri otomotifnya, meskipun kurs berubah
permintaan impor terhadap karet remah tetap meningkat.
5.2.3. Perbandingan Pengaruh Faktor GDP Riil, Harga Riil dan Kurs Riil
terhadap Volume Ekspor Karet Remah di Negara Cina dan Jepang
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekspor karet remah Indonesia ke
Cina dan Jepang memiliki nilai R2 sebesar 0,868 dan sebesar 0,884. R2 digunakan
untuk melihat seberapa besar variabel GDP riil, harga riil dan kurs riil mampu
menjelaskan variabel volume ekspor karet remah ke Cina dan Jepang. Ekspor karet
remah ke negara Jepang memiliki peluang yang lebih besar dalam ekspor karet
remah, karena nilai koefisien determinasi yang didapatkan dari persamaan regresi
adalah sebesar 0,884. Nilai koefisien determinasi sebesar 0,884 yang berarti variabel
independen yaitu GDP riil, harga riil dan kurs riil mampu menjelaskan variabel
dependen yaitu volume ekspor karet remah ke Jepang sebesar 88,4% dan sisanya
11,6% mampu dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam model
penelitian.
Variabel GDP dan harga riil dinegara Jepang berpengaruh secara signifikan
sehingga peluang terhadap ekspor karet remah Indonesia ke Jepang lebih besar. Hal
ini ditunjukkan oleh hasil uji t, variabel GDP riil dan harga riil memiliki nilai
signifikan lebih kecil dari pada taraf signifikasinya yaitu 0,030 < 0,05 dan 0,004 <
8383
0,05. Signifikannya GDP riil dan harga riil disebabkan GDP dinegara Jepang yang
meningkat menunjukkan bahwa pendapatan masyarakat meningkat dapat membantu
meningkatkan ekspor suatu negara. Bagi negara Jepang produk karet merupakan
kebutuhan dasar menunjang produk otomotifnya khususnya dalam pembuatan
ban ataupun orderdir karet lainnya. Karet remah sebagai bahan baku pembuatan ban
bagi industri otomotif negara Jepang mempunyai pasar tersendiri yang masih
berpeluang besar bagi Indonesia, karena Jepang merupakan eksportir otomotif besar
bagi negara maju maupun negara berkembang. Harga riil yang berpengaruh secara
signifikan disebabkan kenaikan harga internasional yang relatif tinggi memberikan
dampak positif yang lebih kuat terhadap harga ekspor. Harga karet remah Indonesia
yang relatif lebih murah dari harga karet negara Jepang cenderung mendorong
negara Jepang untuk mengimpor karet remah dari negara Indonesia, sehingga
meningkatnya ekspor karet remah untuk memenuhi penawaran ke negara Jepang.
Variabel kurs riil negara Jepang tidak berpengaruh secara signifikan, disebabkan
karena harus menggunakan dua mata uang yang berbeda. Negara pengimpor seperti
Jepang harus membeli dollar Amerika Serikat untuk membeli barang-barang dari
Indonesia, sebagai mata uang internasional yang sah untuk menyelesaikan
pembayarannya terhadap barang yang dibelinya dari Indonesia.
Sedangkan bagi negara Cina ekspor karet remah ke negara Cina memiliki
peluang yang lebih kecil dalam ekspor karet remah, karena nilai koefisien
determinasi yang didapatkan dari persamaan regresi adalah sebesar 0,868. Nilai
koefisien determinasi sebesar 0,868 yang berarti variabel independen yaitu GDP
riil, harga riil dan kurs riil mampu menjelaskan variabel dependen yaitu volume
8484
ekspor karet remah ke Jepang sebesar 86,8% dan sisanya 13,2% mampu dijelaskan
oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam model penelitian. Nilai koefisien R2
lebih kecil disebabkan faktor penduga yang berpengaruh terhadap volume ekspor
hanya variabel harga riil. Sedangkan variabel GDP dan kurs riil tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap volume ekspor karet remah ke negara Cina. Variabel
harga riil berpengaruh secara signfikan disebabkan peningkatan harga ekspor karet
remah Indonesia ke negara Cina terjadi karena meningkatnya penawaran negara
Cina terhadap karet remah untuk memenuhi kebutuhan bahan baku pengolahan
industri hilirnya selain itu karena peningkatan konsumsi karet remah negara Cina
tidak diimbangi dengan peningkatan produksi karetnya. Meningkatnya ekspor karet
remah didorong oleh perkembangan industri otomotif untuk memenuhi permintaan
dipasar dunia.
Variabel GDP dan kurs riil tidak berpengaruh secara signifikan disebabkan
GDP yang dihasilkan negara Cina lebih rendah dibandingkan dengan negara Jepang
karena jumlah penduduk negara Cina lebih banyak, sehingga GDP tidak
berpengaruh terhadap volume ekspor karet remah Indonesia ke Cina. Selain itu karet
merupakan komoditi yang tidak dikonsumsi secara langsung oleh manusia, namun
lebih kepermintaan industri atau melalui suatu proses industri menjadi suatu bentuk
baru agar dapat digunakan. Variabel kurs tidak berpengaruh secara signifikan
disebabkan nilai tukar yang digunakan dalam perdagangan karet remah ke Cina
menggunakan Rp/US$, sehingga negara Cina lebih mengeluarkan nilai mata uang
yuan lebih banyak untuk membeli barang yang di perdagangkan. Karena mesti
memakai dua mata uang yang berbeda, pengimpor Cina harus membeli dollar
Amerika Serikat untuk membeli barang-barang dari Indonesia, sebagai mata uang
8585
internasional yang sah untuk menyelesaikan pembayarannya terhadap barang yang
dibelinya dari Indonesia.
Penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan yaitu hasil pada penelitian ini
menunjukkan bahwa ekspor karet remah Indonesia lebih berpeluang besar ke
negara Jepang, ini disebabkan pengaruh faktor variabel GDP riil dan Harga riil
negara Jepang berpengaruh secara signifikan terhadap volume ekspor karet remah
Indonesia. Ini membuktikkan bahwa besarnya peluang terhadap pasar karet remah
di negara Jepang, yang masih terbuka. Sehingga negara Indonesia masih berpeluang
besar untuk menguasai pasar karet remah di Jepang.
8686
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis dan pembahasan maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Perkembangan volume ekspor karet remah ke negara Cina tahun 2002-2013
yang meningkat akibat tingginya penawaran ekspor terhadap karet remah
Indonesia ke negara Cina. Perkembangan volume ekspor karet remah ke Jepang
tahun 2002-2013 mengalami fluktuasi pada volume ekspor karet remah
Indonesia ke negara Jepang disebabkan oleh industri otomotif negara Jepang.
2. Hasil analisis regresi linear berganda menunjukkan bahwa variabel GDP riil,
harga riil dan kurs riil mampu menjelaskan variabel volume ekspor karet remah
ke negara Cina periode tahun 2002-2013 sebesar 86,8 persen. Hasil analisis uji
t variabel GDP riil dan kurs tidak signifikan pada tingkat kepercayaan 5 persen,
variabel harga riil signifikan pada taraf kepercayaan 10 persen. Hasil analisis
uji F pada taraf kepercayaan 5 persen.
Hasil analisis regresi linear berganda menunjukkan bahwa variabel GDP riil,
harga riil dan kurs riil mampu menjelaskan variabel volume ekspor karet remah
ke negara Jepang periode tahun 2002-2013 sebesar 88,4 persen. Hasil analisis
uji t variabel GDP riil dan harga riil signifikan pada tingkat kepercayaan 5
persen, variabel kurs riil tidak signifikan pada taraf kepercayaan 5 persen. Hasil
analisis uji F pada taraf kepercayaan 5 persen.
8787
6.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian dan pembahasan maka dapat
disusun saran-saran sebagai berikut :
1. Indonesia sebaiknya mempertahankan penawaran ekspor terhadap karet remah
Indonesia ke negara Cina karena pada komoditas ini. Indonesia memiliki
peluang ekspor yang besar untuk meningkatkan karet remah serta pertumbuhan
ekspor yang tinggi ke Cina.
Indonesia sebaiknya dapat meningkatkan pertumbuhan ekspor ke negara
Jepang. Peluang ekspor karet remah Indonesia ke negara Jepang yang masih
terbuka sehingga Indonesia dapat menguasai pasar karet remah di Jepang.
2. Dengan berpengaruhnya GDP, harga dan kurs terhadap volume ekspor karet
remah ke negara Cina dan Jepang, hasil analisis menunjukkan negara Jepang
lebih memiliki pengaruh yang besar terhadap volume ekspor karet remah
Indonesia. Untuk pemerintah dan eksportir dapat lebih memperhatikan peluang
pada GDP, harga ekspor dan kurs dalam mengambil keputusan ataupun
kebijakan. Sehingga negara Indonesia masih berpeluang besar untuk menguasai
pasar karet remah di Jepang.
3. Untuk pengembangan ilmu lebih lanjut penelitian ini hanya melihat dari sisi
penawaran saja. Pada penelitian selanjutnya disaran kan agar memperluas objek
penelitian dengan variabel yang lainnya seperti variabel kebijakan ekspor, tarif
ekspor, daya saing dan permintaan.
8888
DAFTAR PUSTAKA
Aditasari, Flora Felina. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Karet Indonesia
ke RRC (Republik Rakyat Cina). (Surakarta: Fakultas Ekonomi USM,2011
Algifari. Analisis Regresi Teori, Kasus, dan Solusi Edisi ke 2 (Yogyakarta: BPFE,
2009)
Anwar, C. Prospek Karet Alam Indonesia di Pasar Internasional : Suatu Analisis
Integrasi Pasar dan Keragaan Ekspor. Disertasi Doktor. (Bogor:
Program Pascasarjana, 2005)
Atika, Silvia. Analisis Prospek Ekspor Karet Indonesia ke Jepang. Jurnal Ekonomi
Pembangunan,2014; Vol. 3 No. 1
Badan Pusat Statistik. Ekspor Karet dalam Bentuk Remah Menurut Negara Tujuan
Utama 2002-2013 (Jakarta: Badan Pusat Statistik, 2014)
Volume Ekspor Menurut Negara Tujuan Utama 2002-2013 (Jakarta:
Badan Pusat Statistik, 2014)
Indeks Harga Konsumen Seluruh Negara 2005=100 (Jakarta: Badan
Pusat Statistik, 2012)
Statistik Industri Karet 2008 (Jakarta: Badan Pusat Statistik, 2013)
Statistik Industri Karet 2007 (Jakarta: Badan Pusat Statistik, 2013)
Industri Karet Remah 2015 (Jakarta: Badan Pusat Statistik, 2016)
Bank Indonesia. Bank Sentral Republik Indonesia : Tinjauan Kelembagaan,
Kebijakan, dan Organisasi (Jakarta: PPSK BI, 2003)
Basri F. Dan Munandar H. Dasar-Dasar Ekonomi Internasional (Jakarta: Prenada
Media Grup, 2010)
Boediono. Ekonomi Internasional Edisi 1 (Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 1981)
Dewi, Vidya Retno. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor
Biji Kakao Indonesia Tahun 1999-2009. (Jakarta: FST UIN Jakarta,2012)
Gujarati, Damodar N. Ekonometrika Dasar, Penerjemah Sumarno Zain. (Jakarta:
Penerbit Erlangga, 1999)
Dasar-Dasar Ekonometrika Edisi Ketiga. (Jakarta: Penerbit Erlangga,
2006)
Ghozali, Imam. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS (Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2011)
8989
Herlambang, Teddy dkk. Ekonomi Makro Teori, Analisis dan Kebijakan (Jakarta:
PT SUN, 2002)
Hapsari, Ella Hendratno. Analisis Permintaan Ekspor Karet Alam Indonesia di
Negara Cina. (Bogor: Fakultas Pertanian Bogor, 2008)
International Trade Centre. Exports 2001-2014
(http://www.intracen.org/itc/market-info-tools/statistics-export-product-
country/) Diakses Bulan Januari Pukul 22.00 WIB.
Kemendag. Bultein Ilmiah Perdagangan
(http://www.kemendag.go.id/id/view/bulletin/8). Diakses Bulan
Oktober- Desember 2015.
Kemendag. Analisis Komoditas Kopi dan Karet Indonesia : Evaluasi Kinerja
Produksi, Ekspor dan Manfaat Keikutsertaan dalam Asosiasi Komoditas
Internasional. Kementrian Perdagangan, 2014.
Kemendag. Siaran Pers : Kinerja Ekspor Nonmigas bulan Februari 2011 Terus
Menguat Menuju Pencapaian Target Ekspor. Kementrian Perdagangan,
2011
Kemenperin. Kementrian Perindustrian (http://www.kemenperin.go.id/kinerja-
industri). Diakses Bulan November 2015.
Kementan. Outlook Karet. Komoditas Pertanian Subsektor Perkebunan. (Jakarta:
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian,2015)
Outlook Karet. Komoditas Pertanian Subsektor Perkebunan. (Jakarta:
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian,2013)
Litbang. Departemen Pertanian. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis
Karet. Edisi Kedua. (Jakarta: Badan Litbang Pertanian,2007)
Krugman, Paul. R dan Maurice. Obstfeld. Ekonomi Internasional dan Kebijakan
Edisi Kelima. (Jakarta: PT Indeks Kelompok Gramdeia, 2005)
Lind, dkk. Statistical Technique in Bussiness and Ecomomic with Global Data Sets, Edition 13TH (Jakarta: Salemba Empat, 2008)
Mankiw N. Gregory. Pengantar Ekonomi Makro. Edisi ASIA (Jakarta: Salemba
Empat, 2012)
Pengantar Ekonomi Makro (Jakarta: Salemba Empat, 2013)
Pengantar Ekonomi Makro (Jakarta: Salemba Empat, 1998)
Marbun Lodewik. Pengaruh Produksi, Kurs dan GDP Terhadap Ekspor Kayu
Lapis Indonesia ke Jepang. (Semarang: FEB UNS, 2015)
Nacrowi, dkk. Penggunaan Teknik Ekonometri. Edisi Revisi (Jakarta: PT. Raja
Grafindo, 2002)
9090
Nazir, Moh. Metode Penelitian. (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005)
Perdana, Taufik. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Teh PTPN.
(Bogor: FEM IPB, 2010)
Rahardja, Prathama. Pengantar Ilmu Ekonomi (mikro dan makro). Edisi Ketiga
(Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI, 2008)
Teori Ekonomi Mikro. Edisi Revisi (Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI,
2002)
Salvatore, Dominick. Ekonomi Internasional jilid 1,2. (Jakarta: Penerbit Erlangga,
1997)
Setiawan, H. D. Dan Andoko, A. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet. (Jakarta:
Penerbit Agromesia Pustaka, 2008)
Setiawan, Dan Endah, D. K. Ekonometrika. (Yogyakarta: Penerbit ANDI
Yogyakarta, 2010)
Simbolon, Hotman. Statistika (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009)
Soekartawi. Agribisnis Teori dan Aplikasi (Jakarta: Raja Wali Press, 2002)
Sukirno, Sadono. Makro Ekonomi, Teori Pengantar. Edisi Ketiga (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2011)
Makro Ekonomi Modern, ( Jakarta, PT RajaGrafinfo Persada,2000)
Sunyoto, D. Uji Khi Kuadrat dan Regresi Untuk Penelitian (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2010)
Suparmoko, M. Pengantar Ekonometrika Makro. Edisi Keempat (Yogyakarta:
BPFE, 1999)
Supranto, J. Statistik Teori dan Aplikasi. Edisi Ketujuh (Jakarta: Penerbit Erlangga,
2009)
Ekomometri (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005)
Syaffendi, Muhammad, Ridho. Dampak Penerapan Kuota Impor Terhadap
Permintaan Karet Alam Indonesia oleh Negara Cina. Jurnal Agribisnis
Indonesia, 2013; Vol 1 No 2 Desember: halaman 125-142.
World Bank. Gross Domestic Product Cina
(http://data.worldbank.org/indicator/NY.GDP.MKTP.KD). Diakses Bulan
Mei- Desember 2015.
LAMPIRAN
91
92
13
0.5
98
20
4- .9
56
30- 5
.02
5
36
9-.1
79
6373
98.. 54
6258
77
3.0
3673
5.6
71
1.1
26 82 .7
8 3.4
35
88
5.6
24
5
70
.22
5
16.10
763.4
.6561
7 1
.98
81.6.
2 54 0
7.4
94
1.9
94
.66
0
1.3
55
.71
1
1.3
11
.57
1
1.0
84
.92
0
1.0
95
.38
1
1. Potensial Ekspor Karet Remah
Sumber : ITC, 2015
2. Penawaran Ekspor Karet Remah
Jepang Cina
4.500.000
4.000.000
3.500.000
3.000.000
2.500.000
2.000.000
1.500.000
1.000.000
500.000
- 2 0 0 2 2 0 0 3 2 0 0 4 2 0 0 5 2 0 0 6 2 0 0 7 2 0 0 8 2 0 0 9 2 0 1 0 2 0 1 1 2 0 1 2 2 0 1 3
Sumber : ITC, 2015
93
3. Hasil Regresi Negara Cina
Model Summaryb
Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate
Change Statistics
R Square Change F Change
1 ,932a ,868 ,818 62095,61156 ,868 17,535
Model Summaryb
Model
Change Statistics
df1 df2 Sig. F Change 1 3 8 ,001 1,773
a. Predictors: (Constant), x3, x2, x1 b. Dependent Variable: cina
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression
Residual
Total
202838930198,364 3 67612976732,788 17,535 ,001b
30846919801,636 8 3855864975,204 233685850000,000 11
a. Dependent Variable: cina
b. Predictors: (Constant), x3, x2, x1
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t
Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant)
x1
-323859,592 252425,193 -1,283 ,235
2,222 1,674 ,373 1,328 ,221
x2
x3
,149 ,075 ,544 1,987 ,082
51,036 31,065 ,241 1,643 ,139
Coefficientsa
Model
Correlations Collinearity Statistics
Zero-order Partial Part Tolerance VIF
1 (Constant)
x1
,889 ,425 ,171 ,210 4,770
x2
x3
,852 ,575 ,255 ,220 4,547
,302 ,502 ,211 ,764 1,308
a. Dependent Variable: cina
Keterangan :
Dependent variabel : Cina ( Ton ) X1 =GDP percapita Riil ( juta US$) X2 = Harga Riil Ekspor ( US$ / Ton) X3 = Kurs Riil (Rp/US$) Tahun Dasar 2005=100 Ekspor Karet Remah
94
4. Hasil Regresi Negara Jepang
Model Summaryb
Model
R
R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
Change Statistics
R Square Change
F Change
1 ,940a ,884 ,840 33682,73267 ,884 20,304
Model Summaryb
Model
Change Statistics
df1 df2 Sig. F Change 1 3 8 ,000 2,228
a. Predictors: (Constant), x3, x1, x2 b. Dependent Variable: jepang
ANOVAa
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression
Residual
Total
69105086755,324 3 23035028918,441 20,304 ,000b
9076211838,926 8 1134526479,866 78181298594,250 11
a. Dependent Variable: jepang
b. Predictors: (Constant), x3, x1, x2
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t
Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant)
x1
-846334,585 392539,827 -2,156 ,063
20,086 7,642 ,428 2,628 ,030
x2
x3
,136 ,033 ,823 4,083 ,004
12,723 10,141 ,260 1,255 ,245
Coefficientsa
Model
Correlations Collinearity Statistics
Zero- order
Partial
Part
Tolerance
VIF
1 (Constant)
x1
,771 ,681 ,317 ,547 1,829
x2
x3
,884 ,822 ,492 ,357 2,799
-,666 ,405 ,151 ,337 2,965
a. Dependent Variable: jepang
Keterangan :
Dependent variabel : Jepang ( Ton ) X1 =GDP percapita Riil ( juta US$) X2 = Harga Riil Ekspor ( US$ / Ton) X3 = Kurs Riil (Rp/US$) Tahun Dasar 2005=100
95
5. Hasil uji Kolgomorov Smirnov Negara Jepang
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N
Normal Parametersa,b Mean
Std. Deviation
12
,0000000
28724,73093303
Most Extreme Differences
Test Statistic
Asymp. Sig. (2-tailed)
Absolute
Positive
,182
,138
Negative
-,182
,182
,200c,d
6. Hasil uji Kolgomorov Smirnov Negara Cina
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N
Normal Parametersa,b Mean
Std. Deviation
12
,0000000
62970,52734077
Most Extreme Differences
Test Statistic
Asymp. Sig. (2-tailed)
Absolute
Positive
,154
,154
Negative
-,140
,154
,200c,d
7. Hasil Uji Asumsi Klasik Negara Cina
96
8. Hasil Uji Asumsi Klasik Negara Jepang
97
98
9. Data Volume Ekspor, GDP Riil, Harga Riil Ekspor dan Kurs Riil
Negara Cina tahun 2002-2013
Cina (Y=ton) gdp (X1= juta US$) harga riil ekspor (X2=US$/ton) kurs riil (US$)
2002 33.200 13.322 26.777 8.017
2003 94.000 14.619 108.845 7.419
2004 167.800 16.499 232.304 7.816
2005 203.900 19.417 272.656 9.751
2006 281.500 22.686 625.128 7.912
2007 295.700 27.298 666.715 7.913
2008 299.000 35.231 838.952 8.458
2009 431.100 45.584 682.610 8.964
2010 406.600 50.594 1.243.013 8.090
2011 394.800 60.397 1.726.775 7.594
2012 425.800 74.924 1.274.903 8.132
2013 500.000 84.616 1.163.179 9.143
10. Data Volume Ekspor, GDP Riil, Harga Riil Ekspor dan Kurs Riil
Negara Jepang tahun 2002-2013
Japan (Y=ton) gdp (X1= juta US$) harga riil ekspor (X2=US$/ton) kurs riil (US$)
2002 204.093 43.955 137.075 11.617
2003 219.473 44.060 188.383 10.112
2004 195.726 44.822 222.895 10.060
2005 171.953 45.947 216.007 9.751
2006 278.905 46.784 523.316 8.109
2007 326.358 47.813 659.563 7.641
2008 371.860 49.106 962.016 7.585
2009 267.533 48.554 443.139 7.473
2010 308.687 45.639 961.575 6.235
2011 382.603 47.712 1.775.526 5.694
2012 384.455 47.675 1.246.272 7.783
2013 419.321 48.532 1.075.460 8.925
Keterangan :
1. GDP riil = GDP nominal / Deflator
2. Harga riil = Harga Nominal / IHK
3. Kurs riil = ER * PF/ PD
99
11. Data Volume Ekspor, Nilai Ekspor, Harga Ekspor, GDP, IHK
Cina, IHK Indonesia dan Kurs Nominal Tahun 2002-2013
Tahun Volume Ekspor (Ton) Nilai (US$) Harga Nominal (US$/ton) GDP IHK Cina IHK Indonesia Kurs Nominal
2001 13.322.398.479.131
2002 33.200 20.000 20.685.133 14.619.139.925.970 77,25 80 9261
2003 94.000 82.000 81.960.295 16.499.214.084.067 75,30 85 8571
2004 167.800 192.000 197.504.777 19.417.456.021.651 85,02 90 9030
2005 203.900 263.000 272.656.397 22.685.942.890.220 100,00 100 9751
2006 281.500 545.000 549.174.802 27.297.840.319.061 87,85 113 9141
2007 295.700 609.000 613.778.046 35.230.943.148.209 92,06 120 9142
2008 299.000 813.000 817.894.343 45.584.310.734.381 97,49 131 9772
2009 431.100 657.000 661.039.907 50.594.197.382.674 96,84 139 10356
2010 406.600 1.273.000 1.279.681.485 60.396.585.084.856 102,95 145 9078
2011 394.800 1.817.000 1.820.538.601 74.924.320.978.101 105,43 153 8773
2012 425.800 1.379.000 1.379.189.980 84.616.231.627.141 108,18 110 8613
2013 500.000 1.276.000 1.278.798.728 94.906.026.001.485 109,94 118 10563
Sumber : IHK = FAO, GDP = Worldbank, Kurs = Bank Indonesia
12. Data Volume Ekspor, Nilai Ekspor, Harga Ekspor, GDP, IHK
Jepang, IHK Indonesia dan Kurs Nominal Tahun 2002-2013
Tahun Volume Ekspor (Ton) Nilai (US$) Harga Nominal (US$/ton) GDP IHK Jepang IHK Indonesia Kurs Nominal
2001 4.395.525.725.736
2002 204.000 137.000 137.554.943 4.406.068.663.902 100,4 80 9261
2003 219.000 188.000 188.910.838 4.482.212.366.701 100,3 85 8571
2004 192.000 220.000 223.497.207 4.597.422.265.320 100,3 90 9030
2005 172.000 216.000 216.006.571 4.678.468.710.249 100,0 100 9751
2006 278.000 524.000 524.571.948 4.781.337.177.317 100,2 113 9141
2007 325.000 659.000 661.541.733 4.910.623.264.246 100,3 120 9142
2008 370.000 974.000 978.178.077 4.855.416.694.132 101,7 131 9772
2009 266.000 443.000 444.512.974 4.563.918.817.026 100,3 139 10356
2010 307.000 954.000 957.632.859 4.771.235.349.132 99,6 145 9078
2011 381.000 1.758.000 1.763.096.878 4.767.502.590.487 99,3 153 8773
2012 384.000 1.237.000 1.238.794.468 4.853.292.308.106 99,4 110 8613
2013 418.000 1.070.000 1.072.233.593 4.954.422.967.782 99,7 118 10563
Sumber : IHK = FAO, GDP = Worldbank, Kurs = Bank Indonesia
100
Tahun Volume Eks por (Ton) Nilai (US$) Harga Eks por (US$/ton)
2001
2002 33.200 20.000 20.685.133
2003 94.000 82.000 81.960.295
2004 167.800 192.000 197.504.777
2005 203.900 263.000 272.656.397
2006 281.500 545.000 549.174.802
2007 295.700 609.000 613.778.046
2008 299.000 813.000 817.894.343
2009 431.100 657.000 661.039.907
2010 406.600 1.273.000 1.279.681.485
2011 394.800 1.817.000 1.820.538.601
2012 425.800 1.379.000 1.379.189.980
2013 500.000 1.276.000 1.278.798.728
13. Volume dan Nilai Ekspor Karet Remah ke Cina 2002-201
Sumber : BPS,2013