analisis faktor-faktor yang mempengaruhi...

115
i ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH (Studi pada Kabupaten/Kota di Indonesia Tahun 2011-2014) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi Oleh: Romi Permadi NIM: 1110082000043 JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2017 M

Upload: vanthu

Post on 12-Mar-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

i

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

TINGKAT PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN

PEMERINTAH DAERAH

(Studi pada Kabupaten/Kota di Indonesia Tahun 2011-2014)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh:

Romi Permadi

NIM: 1110082000043

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H/2017 M

ii

iii

iv

v

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. Identitas Diri

Nama : Romi Permadi

Tempat, tanggal lahir : Tungkar, 21 Juni 1991

Alamat : Dalam Nagari Situjuah Tungka

Kecamatan Situjuah Limo Nagari

Kabupaten Lima Puluh Kota-Sumatra Barat

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Laki-laki

Kewarganegaraan : Warga Negara Indonesia (WNI)

Email : [email protected]

Handphone : 0853 6302 2180

2. Pendidikan Formal

1997 – 2003 SD N 06 Dalam Nagari

2003 – 2006 SMP N 1 Situjuah Limo Nagari

2006 – 2009 SMA N 1 Payakumbuh

2010 – 2017 S1 Akuntansi, FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Pelatihan

2010 Latihan Kader I (Basic Training)

HMI KAFEIS Cabang Ciputat

2014 Latihan Kader II (Intermediate Training) Tingkat Nasional

HMI Cabang Ogan Komering Ulu Timur

4. Pengalaman Organisasi

2011 – 2012 HMI KAFEIS Cabang Ciputat

Departemen Perguruan Tinggi dan Kemahasiswaan

2011 – 2014 IKESMA 1 Payakumbuh, Jabodetabek

Sekbid Pembinaan Anggota

2012 – 2013 HMI KAFEIS Cabang Ciputat

Wasekum Perguruan Tingi, Kemahasiswaan, dan

Kepemudaan

2013 – 2014 DEMA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Menteri Hubungan Antar Lembaga

2013 – 2015 HMI KAFEIS Cabang Ciputat

Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Komisariat

2014 – 2015 Badan Pengelola Latihan HMI Cabang Ciputat

Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga

vii

ABSTRACT

Analysis Of Factors Affecting The Level Of Disclosure Of Financial Statements

Of Local Government

This Research aimed to determine the factors affecting the level of disclosure

of financial statements of local government. Characteristics of local government,

complexity of local government and the audit findings are used in this research

This research used secondary data from BPK of the Republic Indonesia

2011-2014. This research used purposive sampling and the results of sampling

are 277 financial report of local government. The data analysis method used

quantitative analysis, with hypothesis test by multiple regression.

The result of analysis showed that total asset has significant positive affect on

level disclosure then audit findings has significant negative affect on level

disclosure. Wealth, dependency level, age, administrator and legislative have not

affect to level disclosure.

Keywords: characteristics of local government, complexity of local government,

the audit findings, level disclosure

viii

ABSTRAK

AnalisisFaktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengungkapan

Laporan Keuangan Pemerintah Daerah

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah. Karakteristik

pemerintah daerah, kompleksitas pemerintah daerah dan temuan audit digunakan

dalam penelitian ini

Penelitian ini menggunakan data sekunder, yaitu laporan hasil pemeriksaan

atas laporan keuangan pemerintah daerah oleh BPK RI tahun 2011-2014. Metode

penarikan sampel menggunakan purposive sampling dan diperoleh sampel

sebanyak 277 laporan keuangan pemerintah daerah. Metode analisis data

menggunakan analisis kuantitatif, dengan uji hipotesis menggunakan regresi

berganda.

Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa total aset berpengaruh positif

terhadap tingkat pengungkapan kemudian temuan audit berpengaruh negatif

terhadap tingkat pengungkapan. Kekayaan daerah, tingkat ketergantungan, umur

pemerintah daerah, jumlah SKPD, dan ukuran legislatif tidak berpengaruh

terhadap tingkat pengungkapan.

Kata kunci: karakteristik daerah, kompleksitas daerah, temuan audit, dan

tingkat pengungkapan.

ix

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih, maha penyayang.

Segala puji bagi Allah SWT yang menguasai semesta, yang telah

memberikan nikmat hidup dan segala karunia-Nya. Shalawat serta salam kami

ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan kabar bahagia

kepada umat manusia.

Skripsi ini merupakan tugas akhir bagi mahasiswa (baca: penulis) untuk

mendapatkan gelar sarjana satu pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan

Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis dapat

kesempatan dalam menyelesaikan skripsi ini dengan judul Analisis Faktor-Faktor

yang mempengaruhi Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah

Daerah (Studi pada Kabupaten/Kota di Indonesia tahun 2011-2014). Proses yang

dihadapi dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak dapat bimbingan,

arahan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, penulis ingin menyampaikan

terimakasih kepada:

1. Kedua orang tua, Papa Syafriwal Arifin dan Ibu Eliwarni. Selalu kasih

sayang, do’a dan segalanya tercurah. semoga dilimpahkan nikmat bahagia

dunia dan akhirat untuknya.

2. Uni Yeni, Uni Winda, dan Uni Maya semoga kita semua bisa menjadi

kebanggaan.

3. Bapak Dr. M. Arif Mufraini, Lc.,M.Si. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan

Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Yessi Fitri, SE.,M.Si.,Ak.,CA selaku Ketua Jurusan Akuntansi FEB UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta semoga barokah atas segala ilmu yang

diberikannya.

5. Bapak Hepi Prayudiawan, SE.,Ak.,MM.,CA. selaku Sekretaris Jurusan

Akuntansi FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terimakasih atas segala ilmu

dan arahannya.

6. Ibu Dr. Rini, M. Si., Ak., CA selaku Pembimbing I skripsi penulis semoga

diberkahi dan diridhoi segala aktivitasnya oleh Allah SWT.

x

7. Ibu Yulianti,SE.,M.Si selaku Pembimbing II skripsi penulis semoga diberkahi

dan diridhoi segala aktivitasnya oleh Allah SWT.

8. Kakanda Harry Azhar Azis, Kakanda Marzul veri, dan Kakanda Indra Jaya

Piliang terimakasih atas diskusinya dan arahannya.

9. Kakanda Sugih Waluya Romdlon, SE terimakasih atas waktu dan ilmunya

semoga barokah.

10. Rekan-rekan seperjuangan di HMI KAFEIS, Huzaimi Attamimi, Hilman

Maulana, Ahmad Fauzan Aulia, Achmad Munawar, Restu Dwi P, Ihsan

Amirudin terimakasih untuk segalanya.

11. Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Cabang Ciputat.

12. Akuntansi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2010.

13. Keluarga besar Percetakan Inspiron Graphic.

14. Untuk seluruh pihak yang telah membantu merampungkan skripsi ini dengan

rendah hati penulis mohon maaf tidak dapat sebutkan satu demi satu.

Manusia tidak luput dari salah dan lupa, penulis mengharapkan segala

bentuk kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak untuk menciptakan

karya yang lebih baik. Akhiru kalam, Semoga kita ditunjukan jalan yang lurus dan

diridoi oleh Allah SWT.

Ciputat, 27 Maret 2017

Romi Permadi

xi

DAFTAR ISI

COVER .............................................................................................................. i

COVER DALAM .............................................................................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF .............................. iii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ............................................... iv

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ...................................... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................ vi

ABSTRACT ....................................................................................................... vii

ABSTRAK ........................................................................................................ viii

KATA PENGANTAR ...................................................................................... ix

DAFTAR ISI ..................................................................................................... xi

DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiv

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xv

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1

B. Perumusan Masalah ...................................................................... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 13

A. Landasan teori ............................................................................... 13

1. Teori Stewardship dalam pemerintahan ................................... 13

2. Laporan keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) ...................... 14

3. Standar Akuntansi Pemerintah ................................................. 17

4. Pengungkapan LKPD dalam CaLK .......................................... 19

5. Karakterisrik Pemerintah daerah ............................................... 23

1. Kekayaan Daerah .............................................................. 25

2. Tingkat Ketergantungan terhadap Pemerintah Pusat ........ 25

3. Total Aset .......................................................................... 27

4. Umur Pemerintah Daerah .................................................. 28

6. Kompleksitas Daerah ............................................................... 29

1. Jumlah SKPD .................................................................... 29

2. Ukuran Legislatif .............................................................. 30

7. Temuan Audit ........................................................................... 31

B. Penelitian Terdahulu ..................................................................... 32

xii

C. Kerangka Pemikiran ...................................................................... 40

D. Pengembangan Hipotesis .............................................................. 42

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..................................................... 50

A. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................. 50

B. Metode Penentuan Sampel ............................................................ 50

C. Metode Pengumpulan Data ........................................................... 51

D. Metode Analisis Data .................................................................... 52

1. Statistik Deskriptif ................................................................... 52

2. Uji Asumsi Klasik .................................................................... 52

a. Uji Normalitas ..................................................................... 53

b. Uji Multikolonieritas ........................................................... 53

c. Uji Heteroskedastisitas ........................................................ 54

d. Uji Autokorelasi .................................................................. 54

3. Model Penguji Regresi ............................................................. 55

4. Koefisien Determinasi .............................................................. 56

5. Uji Hipotesis ............................................................................ 57

a. Uji statistik F ........................................................................ 57

b. Uji statistik t ........................................................................ 57

E. Operasionalisasi Variabel Penelitian.............................................. 57

1. Variabel Dependen ................................................................... 58

2. Variabel Independen ................................................................ 59

a. Kekayaan Daerah ................................................................ 59

b. Tingkat Ketergantungan ....................................................... 60

c. Total Aset ............................................................................. 60

d. Umur Pemerintah Daerah ..................................................... 61

e. Jumlah SKPD ..................................................................... 61

f. Ukuran Legislatif ................................................................. 62

g. Temuan Audit ...................................................................... 63

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ................................................... 65

A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian .................................... 65

xiii

1. Deskripsi Objek Penelitian ......................................................... 65

2. Analisis Data Outlier .................................................................. 66

B. Statistik Deskriptif ........................................................................... 70

C. Analisis dan Pembahasan ............................................................... 73

1. Uji Asumsi Klasik ...................................................................... 73

a. Uji Normalitas ....................................................................... 73

b. Uji Multikolonieritas ............................................................. 74

c. Uji Heteroskedastisitas .......................................................... 74

d. Uji Autokorelasi ..................................................................... 76

2. Koefisien Determinasi ................................................................ 77

3. Pengujian Hipotesis .................................................................... 78

a. Uji Statistik F ......................................................................... 78

b. Uji Statistik t .......................................................................... 79

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 92

A. Kesimpulan ...................................................................................... 93

B. Saran ................................................................................................ 93

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 94

LAMPIRAN ...................................................................................................... 96

xiv

DAFTAR TABEL

Nomor Keterangan Halaman

2.1 Penelitian Sebelumnya ..................................................................... 33

3.1 Operasional Variabel dan Pengukuran Penelitian ............................ 64

4.1 Tahap Seleksi Sampel Berdasarkan Kriteria .................................... 66

4.2 Nilai Skor Outlier Pertama ............................................................... 67

4.3 Nilai Skor Outlier Kedua ................................................................. 68

4.4 Nilai Skor Outlier Ketiga ................................................................. 69

4.5 Statistik Deskriptif ........................................................................... 70

4.6 Hasil Uji Normalitas Statistik Kolmogorof-Smirnov ....................... 73

4.7 Hasil Uji Multikolonieritas .............................................................. 74

4.8 Hasil Uji Autokorelasi dengan Uji Durbin Watson ......................... 76

4.9 Hasil Koefisien Determinasi ............................................................ 77

4.9 Hasil Uji Statistik F .......................................................................... 79

4.10 Hasil Uji Statistik t ........................................................................... 80

xv

DAFTAR GAMBAR

Nomor Keterangan Halaman

2.1 Skema Kerangka Berpikir ................................................................ 41

4.1 Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan Grafik Plot ............................ 75

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Keterangan Halaman

1 Sampel Penelitian Pemerintah Daerah ........................................... 96

2 Hasil Output SPSS Regresi Linear Berganda ............................... 97

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sektor publik dapat diartikan sebagai suatu entitas yang aktivitasnya

berhubungan dengan usaha untuk menghasilkan barang dan pelayanan publik

dalam rangka memenuhi kebutuhan dan hak publik (Mardiasmo, 2009 dalam

Susbiyani, 2014). Karena aktivitasnya bersasaran pokok untuk mendukung suatu

isu atau perihal di dalam menarik perhatian publik untuk suatu tujuan yang tidak

komersil, tanpa ada perhatian terhadap hal-hal yang bersifat mencari laba

(moneter), maka entitas publik disebut juga sebagai organisasi nirlaba atau

organisasi non profit.

Dewasa ini, praktik akuntansi sektor publik yang dalam hal ini banyak

dilakukan oleh lembaga–lembaga pemerintah banyak mendapat perhatian

dibanding masa–masa sebelumnya. Terdapat tuntutan yang lebih besar dari

masyarakat untuk dilakukan transparansi dan akuntabilitas publik oleh lembaga–

lembaga sektor publik. Tuntutan tersebut mengakibatkan perlu adanya tata kelola

urusan publik yang baik (good governance) (Haryadi, 2015).

Urgensi akan tuntutan untuk terciptanya good governance menjadi harapan

masyarakat Indonesia agar tercipta pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi

maupun nepotisme (KKN). Untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang

baik diharapkan akan terbebas dari KKN yang tentunya akan terlihat dari hasil

audit dari BPK. Berbagai pemerintah daerah banyak yang mengupayakan untuk

2

mendapatkan opini Wajar tanpa pengecualian (WTP), dan itupun terbukti di

daerah kabupaten dan kota banyak yang secara konsistem pendapatkan opini

WTP. Namun demikian pernyataan dari ketua KPK Abraham Samad tahun 2013,

menyatakan bahwa opini WTP bukan indikasi pemerintahan bebas korupsi,

tentunya hal ini sangat memprihatinkan karena seharusnya kalau pemerintah

mendapatkan dengan opini WTP setidaknya pelaporan keuangannya sudah bebas

dari salah saji material (Heriningsih, 2013).

Menurut Basaria Panjaitan (Wakil Ketua KPK), tata kelola pemerintah daerah

yang baik sangat diperlukan di era otonomi daerah karena daerah dituntut untuk

mengembangkan potensi daerahnya dengan kemandirian. Provinsi Banten adalah

provinsi dengan tata kelola terburuk sehingga sangat memudahkan terjadinya

korupsi. Selain maraknya kasus korupsi, KPK juga melihat bahwa tingkat

kesadaran para penyelenggara negara di Banten untuk melaporkan harta, sangat

rendah. Seperti disampaikan Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, baru 19,73

persen di tingkat eksekutif, dan 34,12 persen di tingkat legislatif yang melaporkan

hartanya. Salah satu aspek yang harus mendapat perhatian Pemprov Banten

adalah Satuan Pengawas Internal (SPI). Karena lemahnya sektor pengawasan

yang antara lain menjadikan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Banten

terhadap Pemprov Banten beberapa waktu lalu adalah disclaimer. Pemprov

Banten harus membangun dari nol. Ini terjadi, karena memang tidak ada yang bisa

dipertahankan dari sistem lama. Sistem kepegawaian, misalnya, Banten belum

memiliki sistem untuk mengukur analisis perubahan kerja. Bahkan, terkait jumlah

pegawai honorer, Pemprov juga tidak memiliki. Contoh lain terkait pengelolaan

3

aset. Aset yang dulu diberikan ke Pemprov Jabar Banten, tidak diurus. Belum lagi

aset yang tersebar di kabupaten/kota juga belum diurus. Begitu pula dengan

banyaknya kendaraan inventaris yang dipakai pegawai atau mantan pejabat,

namun sampai sekarang belum dikembalikan (http://kpk.go.id/id/layanan-

publik/informasi-publik/daftar-informasi-publik/2016).

Dalam rangka melakukan upaya konkrit mewujudkan good governance, serta

meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan pemerintah,

maka baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, wajib menyampaikan

slaporan pertanggungjawaban yang berupa laporan keuangan. Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 sebagai pengganti dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun

1999 tentang Pemerintah Daerah menyatakan bahwa masing-masing pemerintah,

baik pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota, wajib membuat laporan

keuangannya sendiri. Selain itu, dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003

tentang Keuangan Negara, dijelaskan lebih lanjut bahwa Presiden, Gubernur,

Bupati, dan Walikota, wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban

pelaksanaan APBN/APBD berupa laporan keuangan yang setidaknya berisi

Neraca, Laporan Realisasi APBN/APBD, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas

Laporan Keuangan (Silvia, 2013).

Hasil laporan keuangan pemerintah yang dibuat harus mengikuti Standar

Akuntansi Pemerintahan yang berlaku, baru kemudian disampaikan kepada

DPR/DPRD dan masyarakat umum setelah diaudit oleh Badan Pemeriksa

Keuangan (BPK). Karena laporan keuangan merupakan suatu bentuk mekanisme

pertanggungjawaban sekaligus dasar untuk pengambilan keputusan bagi pihak

4

eksternal maka laporan keuangan yang diaudit harus dilampiri dengan

pengungkapan. Pengungkapan dalam laporan keuangan terbagi menjadi dua yaitu

pengungkapan wajib (Mandatory Disclosure) dan pengungkapan sukarela

(Voluntary Disclosure). Pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh standar

akuntansi yang berlaku ialah pengungkapan yang bersifat wajib (Mandatory

Disclosure) (Martani, 2011).

Pada tahun 2010, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah

terbaru mengenai Standar Akuntansi Pemerintah. Dengan dikeluarkannya

Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi

Pemerintah (SAP) maka Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 dinyatakan

tidak berlaku lagi. Perbedaan mendasar antara PP Nomor 71 Tahun 2010 dengan

PP Nomor 24 Tahun 2005 ialah pada basis transaksi yang dilakukan. PP Nomor

71 Tahun 2010 berbasis akrual. Selain itu, hal lain yang mebedakan ialah pada PP

Nomor 71 Tahun 2010 terdapat dua lampiran. Lampiran I mrupakan Standar

Akuntansi Pemerintah berbasis akrual yang akan dilaksanakan selambat-

lambatnya mulai tahun 2014 yaitu berlaku sejak tanggal ditetapkan dan dapat

segera diterapkan oleh setiap entitas (strategi pentahapan pemberlakuan akan

ditetapkan lebih lanjut oleh menteri keuangan dan menteri dalam negeri).

Lampiran II merupakan Standar Akuntansi Pemerintah berbasis kas menuju

akrual yang hanya berlaku hingga tahun 2014, yang berlaku selama masa transisi

bagi entitas yang belum siap untuk menerapkan SAP berbasis akrual. Dengan kata

lain, Lampiran II merupakan lampiran yang memuat kembali seluruh aturan yang

ada pada PP Nomor 24 tahun 2005 tanpa ada perubahan sedikit pun.

5

Suatu Standar akuntansi sangat penting diperlukan sebagai pedoman dan

petunjuk dalam rangka penyusunan laporan keuangan. Oleh karena itu, laporan

keuangan pemerintah yang dihasilkan harus mengikuti Standar Akuntansi

Pemerintah sesuai PP Nomor 71 Tahun 2010. Hal ini juga dipertegas dari

pernyataan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

Negara yang mengamanatkan bahwa laporan pertanggungjawaban APBN/APBD

harus disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan,

begitu juga dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharan

Negara yang juga mengamanatkan penyusunan laporan pertanggungjawaban

pemerintah pusat dan daerah harus sesuai dengan Standar Akuntansi

Pemerintahan.

Kerangka konseptual PP Nomor 71 Tahun 2010 menyatakan bahwa Laporan

Keuangan Pemerintah merupakan wujud akuntabilitas pengelolaan keuangan

Negara sehingga komponen yang disajikan setidaknya mencakup jenis laporan

keuangan dan elemen informasi yang diharuskan oleh ketentuan peraturan

undang-undangan (statutory report). Adapun komponen laporan keuangan yang

dilaporkan menurut PP Nomor 71 Tahun 2010 pada Lampiran II meliputi;

Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan Atas

Laporan Keuangan.

Menurut PSAP Nomor 1 Paragraf 24 menyatakan bahwa entitas pelaporan

mengungkapkan informasi tentang ketaatan terhadap anggaran. Begitu pula dalam

paragraf-paragraf selanjutnya yang menjelaskan pentingnya pengungkapan semua

informasi keuangan yang dibutuhkan pengguna, sebab hal ini untuk menghindari

6

adanya kekeliruan dan kesalahpahaman dalam membaca laporan. Dengan

demikian, adanya pemenuhan atas pengungkapan akan berguna dan memudahkan

pengguna laporan dalam memahami laporan keuangan. Pengungkapan dan

penjelasan untuk beberapa item yang tidak disajikan dalam laporan keuangan

dapat disajikan dalam Catatan Atas Laporan Keuangan (Yulianingtyas, 2011).

Penelitian ini penting dilakukan sebagai wujud tolok ukur dan bentuk evaluasi

atas tingkat kepatuhan pengungkapan wajib yang dilakukan pemerintah daerah

sehingga harapan adanya punish dan reward dapat diberikan sebagai upaya

perbaikan laporan keuangan pemerintah. Penelitian ini juga diharapkan mampu

memberi kontribusi kepada masyarakat yang membutuhkan informasi dan sadar

akan kebutuhan akuntabilitas dan transparansi melalui bentuk penilaian dan

evaluasi atas pengungkapan wajib yang dilakukan pemerintah daerah.

Penelitian ini menarik dilakukan karena masih jarangnya penelitian mengenai

topik pengungkapan laporan keuangan di sektor pemerintah akibat terbatasnya

informasi dan data dari pemerintah yang sulit diakses publik, dan cenderung

rahasia. Selain itu, motif yang mendasari pengungkapan cenderung sulit untuk

dikembangkan, sehingga dalam penelitian ini nantinya akan lebih mengukur

ketaatan dibanding pengungkapannya. Pengungkapan dalam penelitian ini akan

lebih bersifat pengungkapan yang sifatnya wajib (Mandatory Disclosure) (Hilmi,

2010).

Penelitian ini berupaya memberi jawaban atas ketidakkonsistenan hasil

penelitian terdahulu. Beberapa penelitian baik di luar negeri (Ingram, 1984;

Patrick, 2010; dan Lucie, 2015) maupun di dalam negeri (Hilmi, 2010; Lesmana,

7

2010; Yulianingtyas, 2011; Heriningsih, 2013; Liestiani, 2013; dan Susilo, 2015)

pernah dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

pengungkapan wajib dalam laporan keuangan pemerintah. Namun, hasilnya masih

belum konsisten dan berbeda-beda. Kebanyakan penelitian tersebut lebih banyak

berfokus pada karakteristik daerah saja (Patrick, 2007; Liestiani, 2008; Lesmana,

2010; Yulianingtyas, 2011; Syafitri, 2012).

Variabel yang paling sering digunakan untuk menggambarkan karakteristik

pemerintah daerah adalah kekayaan daerah, ukuran daerah, dan intergovernmental

revenue. Yulianingtyas (2011) melakukan penelitian untuk mengetahui faktor-

faktor yang mempengaruhi tingkat pengungkapan pada LKPD Kabupaten/Kota di

Indonesia tahun 2008-2009. Hasilnya menunjukkan bahwa ukuran daerah yang

diproksikan dengan total aset berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat

pengungkapan, begitu juga dengan variabel jumlah SKPD (diferensiasi

fungsional). Hasil ini juga didukung oleh penelitian Hilmi (2010), Lesmana

(2010), Heriningsih (2013), Lucie (2015) dan Susilo (2015)

Variabel independen lain yang biasa muncul dan masih menunjukkan adanya

perbedaan pendapat adalah variabel temuan audit. Penelitian Hilmi (2010) yang

menyatakan bahwa jumlah temuan audit tidak berpengaruh signifikan terhadap

tingkat pengungkapan karena jumlah temuan audit BPK tidak serta merta

mendorong pemerintah daerah untuk melakukan pengungkapan lebih besar.

Masih adanya pertentangan atas hasil penelitian, dan adanya ketidakkonsistenan

hasil atas faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengungkapan laporan

keuangan, serta telah munculnya peraturan baru tentang Peraturan Standar

8

Akuntansi Pemerintah yaitu PP Nomor 71 Tahun 2010, maka dibutuhkan

penelitian lanjutan guna menguji ketidakkonsistenan hasil penelitian tersebut.

Penelitian ini nantinya akan mengacu pada penelitian Hilmi (2010). Alasan

dipilihnya penelitian Hilmi (2010) sebagai acuan utama ialah bahwa dalam

penelitian Hilmi telah mencakup variabel-variabel yang lebih kompleks dan

beragam daripada penelitian sebelumnya (Patrick, 2010; Lesmana, 2010;

Yulianingtyas, 2011; dan Liestiani, 2013). Sebab Hilmi (2010) tidak hanya

menggunakan variabel karakteristik daerah sebagai variabel yang mempengaruhi

pengungkapan, tetapi juga menambahkan variabel kompleksitas pemerintah

daerah dan variabel temuan audit. Selain itu adanya keterbatasan data dan

kesulitan dalam memperoleh data menyebabkan variabel lain yang biasa

digunakan dalam mengukur tingkat pengungkapan wajib tidak dapat digunakan,

seperti budaya organisasi (Patrick, 2010), karakteristik kepala daerah (Ismoyo,

2011), dan struktur organisasi (Yulianingtyas, 2011).

Perbedaan yang peneliti lakukan dalam penelitian ini ialah peneliti akan

menambahkan 2 variabel yaitu umur pemerintah daerah untuk proksi di

karakteristik pemerintah dan ukuran legislatif untuk proksi dalam kompleksitas

pemerintah. Selain itu, sampel dalam penelitian ini menggunakan data Laporan

Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia Tahun 2011-2014.

Penelitian yang dilakukan Lesmana (2010), dari enam variabel yang

menjelaskan mengenai pengaruh karakteristik daerah, hanya umur pemerintah

daerah dan kemandirian keuangan daerah yang memiliki pengaruh positif

signifikan terhadap tingkat pengungkapan wajib dalam neraca LKPD Indonesia

9

tahun 2007. Serupa dengan penelitian Lesmana (2010), Yulianingtyas (2011) juga

menemukan adanya pengaruh positif dan signifikan antara umur administratif

pemerintah daerah dengan tingkat pengungkapan LKPD.

Umur pemerintah daerah menunjukkan usia dari pemerintah daerah, yaitu

lamanya pemerintah daerah tersebut telah ada dan berdiri. Dinyatakan dalam

satuan tahun, dan dihitung dari sejak diterbitkannya peraturan perundang-

undangan pembentukan pemerintah daerah bersangkutan (Lesmana, 2010).

DPRD kabupaten/kota terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan

umum yang dipilih melalui pemilihan umum (Undang-Undang Nomor 17 tahun

2014 tentang Majelis Permusyarawatan rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pasal 363). Penelitian

yang dilakukan oleh IRIS Indonesia bekerjasama dengan Syahruddin dan Taifur,

(2002) mengungkapkan DPRD memiliki peranan yang besar dalam mengawasi

pemerintah daerah dalam menjalankan aktivitas pemerintahannya sehingga dapat

mencapai kinerja yang diinginkan. Pengawasan dalam aktivitas pemerintahan ini

mengindikasikan bahwa DPRD juga turut mengawasi atas laporan keuangan yang

dibuat pemerintah daerah terkait sehingga ada kecenderungan pengawasan ini

juga mempengaruhi pemerintah daerah dalam melakukan pengungkapan laporan

keuangannya.

Dengan demikian, penelitian ini akan mengambil judul: “Analisis Faktor-

Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan

Pemerintah Daerah”.

10

B. Perumusan Masalah

Mengacu pada latar belakang penelitian yang telah disampaikan, maka

rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah karakteristik pemerintah yang diproksikan dengan kekayaan

daerah (PAD), tingkat ketergantungan, total aset, dan umur pemerintah

daerah berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan Laporan Keuangan

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia periode 2011-2014?

2. Apakah kompleksitas pemerintah yang diproksikan dengan jumlah SKPD

dan ukuran legislatif daerah berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan

Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia

periode 2011-2014?

3. Apakah temuan audit BPK berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan

Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia

periode 2011-2014?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

a. Untuk menganalisi pengaruh karakteristik pemerintah yang

diproksikan dengan kekayaan daerah (PAD), tingkat ketergantungan,

total aset, dan umur pemerintah daerah terhadap tingkat pengungkapan

Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia

periode 2011-2014.

11

b. Untuk menganalisis pengaruh kompleksitas pemerintah yang

diproksikan dengan jumlah SKPD dan ukuran legislatif terhadap

tingkat pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota di Indonesia periode 2011-2014.

c. Untuk menganalisis pengaruh temuan audit BPK terhadap tingkat

pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

di Indonesia periode 2011-2014.

D. Manfaat Penelitian

a. Kontribusi teoritis

1) Mahasiswa jurusan akuntansi, penelitian ini bermanfaat sebagai

bahan referensi penelitian selanjutnya dan pembanding untuk

menambah ilmu pengetahuan.

2) Masyarakat, sebagai sarana informasi dengan memberikan bukti

empiris tentang pengaruh karakteristik pemerintah, kompleksitas

pemerintah, dan temuan audit BPK terhadap tingkat pengungkapan

laporan keuangan pemerintah daerah.

3) Peneliti selanjutnya, diharapkan dengan hasil penelitian ini dapat

digunakan sebagai sumber referensi dan informasi bagi penelitian

selanjutnya mengenai pembahasan tingkat pengungkapan laporan

keuangan pemerintah daerah dan memberikan kesempatan bagi

para peneliti selanjutnya untuk menyempurnakan dan memperluas

penelitian ini.

12

4) Penulis, penelitian ini dapat memperluas wawasan serta menambah

referensi, serta memberikan informasi dan pengetahuan kepada

penulis mengenai auditing, terutama tentang tingkat pengungkapan

laporan keuangan pemerintah daerah sehingga diharapkan dapat

bermanfaat bagi penulis di masa yang akan datang.

b. Kontribusi praktis

1) Bagi instansi pemerintah terkait, menjadi bahan evaluasi untuk

mengetahui seberapa jauh tingkat pengungkapan laporan keuangan

yang dilaporkan telah sesuai dengan peraturan Standar Akuntansi

Pemerintahan yang berlaku.

2) Bagi pemerintah pusat, menjadi dasar evaluasi, masukan, dan

pertimbangan agar bisa menentukan penilaian atau bahkan reward

dan punishment.

3) Bagi masyarakat, menjadi bahan dan sumber informasi bagi

masyarakat untuk mengetahui tingkat pengungkapan dalam

Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.

4) Bagi peneliti selanjutnya, untuk memacu dan mendorong peneliti

selanjutnya meneliti lebih banyak terkait dengan tingkat

pengungkapan laporan keuangan pemerintah, serta dapat menjadi

salah satu sumber referensi untuk penelitian selanjutnya.

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Teori Stewardship dalam Pemerintahan

Secara umum tujuan laporan keuangan ialah untuk memberikan informasi

tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas yang bermanfaat bagi sebagian

besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-

keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban (stewardship)

manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada

mereka. Selain itu, sebagai wujud pelaksanaan good governance yang baik

salah satunya berupa upaya pertanggungjawaban melalui pembuatan laporan

keuangan. Agar hal tersebut dapat tercapai maka diperlukan suatu

pengungkapan yang jelas mengenai data akuntansi dan informasi lainnya yang

relevan. Teori utama terkait tingkat pengungkapan dan good governance ialah

teori agency dan teori stewardship (Daniri, 2005:5). Dalam hubungannya

dengan sektor publik, teori yang akan digunakan dalam penelitian ini ialah

teori stewardship. Apabila dalam teori agency menjelaskan hubungan antara

principal dan agent maka dalam teori stewardship dijelaskan hubungan antara

principal dan steward.

Teori stewardship adalah teori yang menggambarkan situasi dimana para

manajer tidaklah termotivasi oleh tujuan-tujuan individu seperti materi dan

uang tetapi lebih ditujukan pada sasaran hasil utama mereka untuk

kepentingan organisasi (Raharjo, 2007). Teori ini mempunyai dasar psikologi

14

dan sosiologi yang telah dirancang dimana para penerima amanah (steward)

termotivasi untuk bertindak sesuai keinginan pihak pemberi amanah

(principal), selain itu perilaku (penerima amanah) steward tidak akan

meninggalkan organisasinya sebab steward berusaha mencapai sasaran

organisasinya. Dengan kata lain hubungan yang terjadi antara prinsipal dan

steward dalam hal ini rakyat sebagai principal dan pemerintah sebagai

steward, ialah hubungan yang terjalin karena adanya sifat dasar manusia yang

dapat dipercaya, mampu bertindak dengan penuh tanggung jawab, memiliki

integritas, dan kejujuran terhadap pihak lain (Sari, 2012).

2. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar

Akuntansi Pemerintahan (SAP) bahwa “laporan keuangan merupakan laporan

yang terstruktur mengenai posisi keuangan dan transaksi-transaksi yang

dilakukan oleh suatu entitas pelaporan”. Sedangkan yang dimaksud dengan

entitas pelaporan menurut PP Nomor 71 Tahun 2010 ialah:

“Unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi yang

menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib menyajikan

laporan pertanggungjawaban, berupa laporan keuangan yang bertujuan

umum, yang terdiri dari: (a)Pemerintah pusat; (b)Pemerintah daerah;

(c)Masing-masing kementerian negara atau lembaga di lingkungan

pemerintah pusat; (d)Satuan organisasi di lingkungan pemerintah

pusat/daerah atau organisasi lainnya, jika menurut peraturan perundang-

undangan satuan organisasi dimaksud wajib menyajikan laporan

keuangan.”

Laporan keuangan pada dasarnya adalah asersi dari pihak manajemen

pemerintah yang menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan

15

keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber

daya yang dipercayakan kepadanya. Laporan keuangan terutama digunakan

untuk membandingkan realisasi pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan

dengan anggaran yang telah ditetapkan, menilai kondisi keuangan,

mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan, dan membantu

menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan (Arfianti,

2011).

Laporan keuangan menjadi alat yang digunakan untuk menunjukkan

capaian kinerja dan pelaksanaan fungsi pertanggungjawaban dalam suatu

entitas (Choiriyah, 2010). Oleh karena itu, pengungkapan informasi dalam

laporan keuangan harus memadai agar dapat dijadikan dasar pengambilan

keputusan sehingga menghasilkan keputusan yang cermat dan tepat (Almilia

dan Retrinasari, 2007).

Berdasarkan PP Nomor 71 Tahun 2010, laporan keuangan disusun untuk

menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh

transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama satu periode

pelaporan. Laporan keuangan terutama digunakan untuk mengetahui nilai

sumber daya ekonomi yang dimanfaatkan untuk melaksanakan kegiatan

operasional pemerintahan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas

dan efisiensi suatu entitas pelaporan, dan membantu menentukan ketaatannya

terhadap peraturan perundang-undangan (Lesmana, 2010).

Pelaporan keuangan pemerintah bertujuan untuk menyajikan informasi

yang bermanfaat bagi para pengguna dalam menilai akuntabilitas dan

16

membuat keputusan baik keputusan ekonomi, sosial, maupun politik. Untuk

memenuhi tujuan-tujuan tersebut, laporan keuangan menyediakan informasi

mengenai sumber dan penggunaan sumber daya keuangan/ekonomi, transfer,

pembiayaan, sisa lebih/kurang pelaksanaan anggaran, saldo anggaran lebih,

surplus/defisit-Laporan Operasional, aset, kewajiban, ekuitas, dan arus kas

suatu entitas pelaporan (Hilmi, 2010).

Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) pada prinsipnya

merupakan hasil gabungan atau konsolidasi dari laporan keuangan Satuan

Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Pejabat Pengelola Keuangan Daerah

(PPKD) bertugas menyusun LKPD. Proses penyusunan LKPD paling lambat

tiga bulan setelah berakhirnya tahun anggaran bersangkutan. LKPD disusun

dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBD

(Suhardjanto, 2011).

Penyusunan dan penyajian LKPD dilakukan sesuai dengan peraturan

pemerintah yang mengatur tentang Standar Akuntansi Pemerintah. LKPD

disajikan dengan dilampiri ikhtisar realisasi kinerja dan laporan keuangan

BUMD/perusahaan daerah. Selanjutnya LKPD disampaikan kepada Badan

Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk dilakukan pemeriksaan. LKPD yang telah

diaudit BPK, selanjutnya disampaikan ke DPRD untuk dibahas dan ditetapkan

dengan peraturan daerah (Perda) tentang pertanggungjawaban pelaksanaan

APBD (Martani, 2012).

Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintah Daerah menyatakan bahwa Untuk menyelengarakan fungsi

17

pemerintahan tertentu yang bersifat khusus bagi kepentingan nasional,

Pemerintah dapat menetapkan kawasan khusus dalam wilayah provinsi

dan/atau kabupaten/kota. Provinsi DKI Jakarta ditetapkan sebagai daerah

otonomi khusus berdasarkan UU No. 29 Tahun 2007 sebagai pengganti UU

No. 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta Sebagai

Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kedudukan otonom di provinsi

DKI Jakarta pada tingkat provinsi. Untuk daerah tingkat II disebut

Kabupaten/Kotamadya administratif bertindak sebagai SKPD di lingkungan

Pemprov DKI Jakarta (LHP BPK RI, 2015).

3. Standar Akuntansi Pemerintah

Tahun 2005 pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor

24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Peraturan

tersebut mengatur akuntansi berbasis kas menuju akrual (Cash towards

Accrual). PP ini merupakan transisi sebab Undang-Undang Keuangan Negara

dan Perbendaharaan Negara mengamanatkan perlunya pengakuan dan

pengukuran pendapatan dan belanja basis akrual (Martani, 2011).

Pada tahun 2010, Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) berbasis akrual

tuntas disusun Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) dan

ditetapkan sebagai Peraturan Pemerintah dalam PP Nomor 71 Tahun 2010.

Implementasi dari peraturan tersebut ialah Laporan Keuangan Pemerintah

Pusat maupun Daerah secara bertahap didorong untuk menerapkan akuntansi

18

berbasis akrual. Paling lambat tahun 2015, seluruh laporan keuangan

pemerintah daerah sudah menerapkan SAP berbasis akrual (Liestiani, 2008).

SAP merupakan pedoman dalam menyatukan persepsi antara penyusun,

pengguna dan auditor. SAP dijadikan acuan wajib dalam penyajian laporan

keuangan entitas pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah

daerah. SAP berisi prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun

dan menyajikan laporan keuangan pemerintah. SAP juga mengatur mengenai

informasi yang harus disajikan dalam laporan keuangan, bagaimana

menetapkan, mengukur dan melaporkannya. Selain itu, SAP juga digunakan

oleh pengguna laporan keuangan termasuk legislatif untuk memahami

informasi yang disajikan dalam laporan. Sedangkan untuk pihak auditor

eksternal (BPK) akan menggunakan SAP sebagai kriteria dalam pelaksanaan

audit keuangan (Heriningsih, 2013).

Komponen yang harus disajikan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan

Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Lampiran II ialah

1. Neraca

Neraca menggambarkan posisi keuangan dari suatu entitas pelaporan

mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu.

Neraca meliputi sekurang-kurangnya pos-pos seperti, kas dan setara

kas, investasi jangka pendek, piutang pajak dan bukan pajak,

persediaan, investasi jangka panjang, aset tetap, kewajiban jangka

pendek dan kewajiban jangka panjang, dan ekuitas dana.

2. Laporan Realisasi Anggaran

19

Tujuan pelaporan realisasi anggaran adalah memberikan informasi

tentang realisasi dan anggaran entitas pelaporan secara tersanding.

Laporan Realisasi Anggaran menyediakan informasi mengenai

realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit, dan pembiayaan

dari suatu entitas pelaporan yang masing-masing diperbandingkan

dengan anggarannya.

3. Laporan Arus Kas

Laporan arus kas bertujuan untuk memberikan informasi mengenai

sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama suatu

periode akuntansi dan saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan.

4. Catatan Atas Laporan Keuangan

Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan atau daftar terinci

atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan

Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Termasuk pula

dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah penyajian informasi

yang diharuskan dan dianjurkan oleh Pernyataan SAP serta

pengungkapan-pengungkapan lainnya yang diperlukan untuk

penyajian yang wajar atas laporan keuangan, seperti kewajiban

kontinjensi dan komitmen-komitmen lainnya.

4. Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LPKD)

dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK)

20

Kata pengungkapan (disclosure) memiliki arti tidak menutupi atau tidak

menyembunyikan. Apabila dikaitkan dengan laporan keuangan, disclosure

mengandung arti bahwa laporan keuangan harus memberi informasi dan

penjelasan yang cukup mengenai hasil aktivitas suatu unit usaha (Suhardjanto,

2011).

Menurut Naim dan Rakhman (2000) dalam Suhardjanto (2011), ada dua

jenis pengungkapan dalam hubungannya dengan persyaratan yang ditetapkan

standar, yaitu:

1. Pengungkapan Wajib (Mandatory Disclousure)

Pengungkapan wajib adalah pengungkapan minimum yang disyaratkan

oleh Standar akuntansi yang berlaku. Di Indonesia peraturan mengenai

pengungkapan informasi dalam laporan tahunan dikeluarkan oleh

Ketua BAPEPAM melalui keputusan nomor 17/PM/2002 atau. Dalam

praktik yang paling lazim digunakan adalah pengungkapan yang cukup

(Adequate Disclosure). Pengungkapan yang cukup merupakan

pengungkapan yang minimum yang disajikan sesuai dengan peraturan

yang berlaku

2. Pengungkapan Sukarela (Voluntary Disclousure)

Menurut Naim dan Rakhman (2000) dalam Suhardjanto (2011),

pengungkapan sukarela merupakan pengungkapan butir-butir yang

dilakukan secara sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh

standar atau peraturan yang berlaku. Pengungkapan sukarela adalah

pengungkapan melebihi yang diwajibkan. Pengungkapan sukarela

21

dapat mengurangi asimetri informasi antara partisipan pasar.

Kredibilitas dan realibilitas merupakan hal utama yang menjadi

perhatian dalam pengungkapan informasi secara sukarela.

Dalam kaitannya dengan sektor pemerintahan di Indonesia, baik

pemerintah pusat maupun daerah, pengungkapan wajib mengacu pada

pengungkapan informasi dalam laporan keuangan Pemerintah Daerah yang

berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang

Standar Akuntansi Pemerintahan. Dalam Kerangka Konseptual Standar

Akuntansi Pemerintahan disebutkan bahwa pengungkapan lengkap (full

disclosure) ialah laporan keuangan menyajikan secara lengkap informasi yang

dibutuhkan oleh pengguna. Informasi yang dibutuhkan oleh pengguna laporan

keuangan dapat ditempatkan pada lembar muka (on the face) laporan

keuangan atau Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) (Suhardjanto, 2011).

Sedangkan menurut Yulianingtyas (2011), pengungkapan sukarela

merupakan informasi yang tidak diwajibkan oleh suatu peraturan yang

berlaku, tetapi diungkapkan oleh entitas karena dianggap relevan dengan

kebutuhan pemakai laporan keuangan. Biasanya tersaji dalam bentuk

informasi tambahan dalam Catatan Atas Laporan Keuangan (CaLK).

Salah satu komponen pokok dalam laporan keuangan pemerintah adalah

Catatan Atas Laporan Keuangan (CaLK). Dalam PP Nomor 71 Tahun 2010

dijelaskan bahwa Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan naratif

atau rincian dari angka yang tertera dalam Laporan Realisasi Anggaran,

Laporan Perubahan SAL, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas,

22

Neraca, dan Laporan Arus Kas. Catatan atas Laporan Keuangan juga

mencakup informasi tentang kebijakan akuntansi yang dipergunakan oleh

entitas pelaporan dan informasi lain yang diharuskan dan dianjurkan untuk

diungkapkan di dalam Standar Akuntansi Pemerintahan serta ungkapan-

ungkapan yang diperlukan untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan

secara wajar. Berdasarkan PP Nomor 71 Tahun 2010 Lampiran I, Catatan atas

Laporan Keuangan mengungkapkan atau menyajikan atau menyediakan hal-

hal sebagai berikut:

1. Informasi Umum tentang Entitas Pelaporan dan Entitas Akuntansi.

2. Informasi tentang kebijakan fiskal/ keuangan dan ekonomi makro.

3. Ikhtisar pencapaian target keuangan selama tahun pelaporan berikut

kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target.

4. Informasi tentang dasar penyajian laporan keuangan dan kebijakan-

kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-

transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya.

5. Rincian dan penjelasan masing-masing pos yang disajikan pada lembar

muka laporan keuangan.

6. Informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar Akuntansi

Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka laporan

keuangan.

7. Informasi lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang

tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan.

23

Sedangkan dalam PP Nomor 71 Tahun 2010 Lampiran II, Catatan atas

Laporan Keuangan mengungkapkan atau menyajikan atau menyediakan hal-

hal sebagai berikut:

1. Menyajikan informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi

makro, pencapaian target Undang-undang APBN/Perda APBD, berikut

kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target.

2. Menyajikan ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun

pelaporan.

3. Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan

kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas

transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya.

4. Mengungkapkan informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar

Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka

laporan keuangan.

5. Mengungkapkan informasi untuk pos-pos aset dan kewajiban yang

timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan dan

belanja dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas.

6. Menyediakan informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian

yang wajar, yang tidak disajikan dalam lembar muka laporan

keuangan.

Penelitian ini menggunakan jenis pengungkapan wajib dengan metode

sistem scoring. Sistem scoring yang dimaksud adalah dengan membuat daftar

checklist pengungkapan yang diwajibkan berdasarkan Standar Akuntansi

24

Pemerintahan PP 24 tahun 2005 atau PP 71 tahun 2010 Lampiran II yang

dilengkapi dengan peraturan yang terdapat pada Permendagri No. 13 tahun

2006. Seperti yang dilakukan oleh Hilmi (2010), Yulianingtyas (2011), dan

Liestiani (2012).

5. Karakteristik Pemerintah Daerah

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2006), karakteristik adalah ciri-

ciri khusus; mempunyai sifat khas (kekhususan) sesuai dengan perwatakan

tertentu yang membedakan sesuatu (orang) dengan sesuatu yang lain.

Penelitian yang dilakukan Suhardjanto dan Miranti (2009) pada sektor swasta

mendefinisikan karakteristik perusahaan sebagai ciri-ciri khusus yang melekat

pada perusahaan, menandai sebuah perusahaan dan membedakannya dengan

perusahaan lain.

Sumarjo (2010) mendefinisikan karakteristik pemerintah daerah dengan

menggunakan ukuran (size) pemerintah daerah yang diproksikan dengan total

aset, kemakmuran (wealth) yang diproksikan dengan Pendapatan Asli Daerah

(PAD), ukuran legislatif, tingkat leverage yang diproksikan dengan total utang

dibagi total ekuitas, dan intergovernmental revenue yang diproksikan dengan

perbandingan antara jumlah total dana perimbangan dengan jumlah total

pendapatan. Hilmi (2010) menggunakan lebih sedikit proksi untuk

menjelaskan karakteristik pemerintah yaitu kekayaan daerah, tingkat

ketergantungan, dan total aset.

25

Penelitian Lesmana (2010) menerangkan karakteristik daerah melalui

beberapa variabel, yaitu ukuran pemda yang dihitung dari total aset dalam

neraca, total kewajiban, pendapatan transfer yang diperoleh dari Laporan

Realisasi Anggaran, umur pemda, jumlah SKPD, dan kemandirian keuangan

daerah yang dihitung dari total Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibagi jumlah

transfer dan pendapatan. Pada tahun 2011, Yulianingtyas juga melakukan

penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan dengan

mendefinisikan karakteristik daerah dengan lebih sedikit variabel yaitu ukuran

daerah (size), jumlah SKPD, dan status daerah dimana lokasi pemda dan

jumlah anggota DPRD dijadikan variabel kontrol.

Penelitian ini menggunakan model karakteristik pemerintah yang

dilakukan Hilmi (2010), yaitu kekayaan daerah, tingkat ketergantungan

(intergovernmental revenue), dan total aset. Namun dalam penelitian ini,

peneliti menggunakan total PAD untuk menggambarkan kekayaan daerah.

Peneliti juga menambahkan satu variabel baru untuk karakteristik pemerintah

yaitu umur pemda dengan mengacu pada penelitian Lesmana (2010) dan

Syafitri (2012).

1. Kekayaan Daerah (PAD)

Tingkat kemakmuran suatu daerah dapat tergambarkan dari kekayaan

daerah tersebut (Sinaga, 2011 dalam Syafitri, 2012). Kekayaan pemerintah

daerah dapat dinyatakan dengan jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD)

(Abdullah, 2004 dalam Sumarjo, 2010). Menurut Kawedar et. al.

(2008:180), pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui

26

rekening kas umum daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan hak

daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh

daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari:

1. Pajak Daerah

2. Retribusi Daerah

3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan

4. Lain-lain PAD yang sah

2. Tingkat Ketergantungan terhadap Pemerintah Pusat

Pada penelitian Hilmi (2010), tingkat ketergantungan dinyatakan

dengan besarnya Dana Alokasi Umum yang dibagi dengan Total

Pendapatan. Menurut Darwanto dan Yustikasari (2007) dalam Sudarsana

(2013), Dana Alokasi Umum (DAU) ialah dana yang berasal dari APBN

yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah untuk

membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan

desentralisasi.

Hal sama juga diungkapkan Kawedar, et al. (2008:49), DAU bertujuan

untuk pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah dengan maksud

mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar daerah melalui

penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi

daerah. Besar DAU suatu daerah ditentukan atas besar kecilnya celah

fiskal (fiscal gap) suatu daerah yang merupakan selisih antara kebutuhan

daerah (fiscal need) dan potensi daerah (fiscal capacity). Dengan

27

demikian, adanya transfer dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah

menimbulkan konsekuensi berupa monitoring dari pusat ke daerah terkait

keleluasaan pemerintah daerah dalam menggunakan dana tersebut, apakah

untuk memberi pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat atau untuk

keperluan lainnya.

Menurut Sudarsana (2013) ada beberapa cara menghitung DAU

menurut ketentuan adalah sebagai berikut:

1. DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 25% dari penerimaan dalam

negeri yang ditetapkan APBN.

2. DAU untuk daerah provinsi adalah 10%, sedangkan untuk daerah

kabupaten/kota ditetapkan sebesar 90% dari dana alokasi umum

sebagaimana ditetapkan di atas.

3. Dana Alokasi umum (DAU) untuk suatu daerah kabupaten/kota

tertentu ditetapkan berdasarkan hasil perkalian jumlah dana alokasi

umum untuk daerah/kabupaten yang ditetapkan APBN dengan

porsi daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.

4. Sedangkan yang dimaksud dengan porsi daerah kabupaten/kota

sebagaimana dimaksud di atas merupakan proporsi bobot daerah

kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

DAU dialokasikan untuk daerah provinsi dan kabupaten/kota. Besar

DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 25% dari Pendapatan Dalam Negeri

(PDN) Netto yang ditetapkan dalam APBN. Proporsi DAU untuk daerah

provinsi dan untuk daerah kabupaten/kota akan berbeda-beda disesuaikan

28

dengan imbangan kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota

(Sudarsana, 2013).

3. Total Aset

Dalam beberapa penelitian yang dilakukan, Lesmana (2010), Sumarjo

(2010), dan Yulianingtyas (2011), menggunakan ukuran jumlah aset dalam

mengukur ukuran (size) pemerintah. Semakin besar aset yang dimiliki

suatu daerah maka semakin besar ukuran pemerintah daerah tersebut.

Selain nilai total aset, menurut Sudarmadji dan Sularto (2007) dalam

Sudarsana (2013) besar ukuran perusahaan dapat dinyatakan dalam

penjualan dan kapitalisasi pasar. Ketiga variabel tersebut dapat digunakan

dalam mengukur besar ukuran karena kemampuan ketiganya dalam

mewakili seberapa besar perusahaan tersebut. Semakin besar aktiva maka

semakin banyak modal yang ditanam. Semakin banyak penjualan,

perputaran uang akan semakin banyak. Semakin besar kapitalisasi pasar

semakin besar perusahaan tersebut dikenal masyarakat (Sudarsana, 2013).

Total aset atau total aktiva dipilih dalam penelitian ini karena nilainya

yang lebih stabil daripada penjualan dan kapitalisasi pasar. Nilai aset

dalam pemerintahan suatu daerah bisa dilihat dari jumlah aset dalam

neraca pemerintah daerah tersebut. Telah banyak studi yang mendukung

ide bahwa ukuran sebuah organisasi akan secara signifikan mempengaruhi

struktur organisasi, dimana organisasi besar cenderung lebih banyak

29

memiliki aturan dan ketentuan daripada organisasi kecil (Yulianingtyas,

2011).

4. Umur Pemerintah Daerah

Umur pemerintah dapat diartikan sebagai seberapa lama pemerintah

tersebut telah ada (Mandasari, 2009). Pembentukan suatu pemerintah

daerah secara legal bisa ditetapkan dalam suatu undang-undang (Lesmana,

2010). Yulianingtyas (2011) mendefinisikan umur pemerintah daerah

sebagai umur administratif pemerintah daerah yang diperoleh dari tahun

dibentuknya pemerintah daerah tersebut berdasarkan peraturan undang-

undang. Umur pemerintah daerah akan dinyatakan dalam satuan tahun.

Dalam penelitian yang dilakukan Simanjuntak dan Widiastuti (2004)

dalam Wicaksono (2012), menemukan adanya korelasi antara umur

perusahaan dengan kelengkapan laporan tahunan perusahaan. Sementara

pada penelitian Lesmana (2010) dan Yulianingtyas (2011) dalam sektor

pemerintahan, menyatakan bahwa semakin tua umur suatu daerah,

semakin tinggi tingkat pengungkapan yang dilakukan dalam laporan

keuangan, sebab semakin tua umur suatu daerah semakin memiliki rekam

jejak yang lebih baik dalam penyusunan laporan keuangan.

6. Kompleksitas Pemerintah Daerah

Kompleksitas merupakan kajian atau studi terhadap sistem kompleks. Kata

“kompleksitas” berasal dari bahasa latin complexice yang artinya totalitas atau

30

keseluruhan, sebuah ilmu yang mengkaji totalitas sistem dinamik secara

keseluruhan. Kompleksitas adalah kondisi dan beragamnya faktor-faktor yang

ada di lingkungan internal dan eksternal yang mempengaruhi organisasi.

Kompleksitas dalam pemerintahan dapat diartikan sebagai kondisi dimana

terdapat beragam faktor dengan karakteristik berbeda-beda yang

mempengaruhi pemerintahan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Ingram (1984) dalam Jorge (2008: 224) memaparkan bahwa variabel

kompleksitas pemerintahan memberikan dorongan kepada pemerintah daerah

untuk meningkatkan pengungkapan pada laporan keuangannya.

1. Jumlah SKPD

Menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman

Pengelolaan Keuangan Daerah, SKPD atau Satuan Kerja Perangkat

Daerah adalah perangkat daerah pada pemerintah daerah selaku pengguna

anggaran/pengguna barang.

Sebagai pemegang kekuasaan penyelenggaraan pemerintah daerah

sekaligus pemegang kekuasaan dalam pengelolaan keuangan daerah,

Kepala Daerah, selanjutnya melimpahkan kekuasaannya tersebut untuk

dilaksanakan oleh kepala satuan kerja pengelolaan keuangan daerah dan

dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) selaku pejabat

pengguna anggaran/pengguna barang di bawah koordinasi sekretaris

daerah. Pembuatan laporan keuangan yang dilakukan masing-masing

SKPD akan dikonsolidasikan oleh SKPKD untuk menjadi Laporan

Keuangan Pemerintah Daerah baik Pemerintah Provinsi/Kota/Kabupaten.

31

2. Ukuran Legislatif

Lembaga legislatif atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau yang

dikenal dengan DPRD, merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan

berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah.

DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan (Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004).

Dalam proses penyusunan APBD, kepala daerah menyampaikan

rancangan peraturan daerah tentang APBD beserta lampirannya kepada

DPRD paling lambat pada minggu pertama bulan Oktober tahun anggaran

sebelumnya dari tahun yang direncanakan untuk mendapatkan persetujuan

bersama (Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 104 ayat 1).

Menurut Winarni dan Murni (2007) dalam Yulianingtyas (2011),

DPRD memiliki peran dan posisi strategis untuk mengontrol kebijakan

keuangan daerah secara ekonomis, efisien, efektif, transparan, dan

akuntabel. Sehingga, semakin besar jumlah anggota legislatif diharapkan

dapat memperketat pengawasan keuangan pemerintah daerah.

Konsekuensinya ialah pemerintah daerah akan lebih bertanggung jawab

dalam mengungkapkan informasi akuntansi sesuai ketentuan SAP.

7. Temuan Audit

Pengertian Auditing menurut Arens (2010), auditing merupakan:

“accumulation and evaluation of evidence about information to

determineand report on the degree of correspondence between the

information and established criteria. Auditing should be done by a

competent and independent person”

32

Akumulasi dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan

melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi dan kriteria yang

ditetapkan. Auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan

independen

Sedangkan menurut Hall (2007), audit adalah bentuk pembuktian

indepeden yang dilakukan ahli-auditor-yang menyatakan pendapat mengenai

kewajaran laporan keuangan perusahaan. Keyakinan publik pada keandalan

laporan keuangan yang dihasilkan secara internal bergantung secara langsung

pada validasi oleh auditor ahli yang independen.

Untuk meningkatkan kualitas transparansi dan akuntabilitas laporan

keuangan pemerintah maka laporan keuangan perlu diaudit oleh Badan

Pemeriksa Keuangan (Kawedar, 2008). Pemeriksaan keuangan negara yang

dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terdiri dari pemeriksaan

keuangan, pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Hasil

dari pemeriksaan yang dilakukan BPK tersebut berupa opini, temuan,

kesimpulan atau dalam bentuk rekomendasi.

Temuan audit BPK merupakan kasus-kasus yang ditemukan BPK dalam

laporan keuangan pemerintah daerah atas pelanggaran yang dilakukan suatu

daerah terhadap ketentuan pengendalian intern maupun terhadap ketentuan

perundang-undangan yang berlaku. Penelitian Liestiani (2012), menemukan

bahwa jumlah temuan audit BPK berkorelasi positif dan signifikan terhadap

tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah kabupaten/kota.

Sebab melalui adanya temuan ini, BPK akan meminta adanya koreksi dan

peningkatan pengungkapannya. Sehingga, semakin besar jumlah temuan maka

33

semakin besar jumlah tambahan pengungkapan yang akan diminta oleh BPK

dalam laporan keuangan.

B. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah

daerah belum banyak dilakukan akibat sulitnya mengembangkan motif yang

mendasari pengungkapan dan terbatasnya informasi pemerintah yang bisa diakses

publik.

34

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu tentang Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.

Kekayaan Daerah (X1), Tingkat Ketergantungan Daerah (X2), Total Aset (X3), Umur Pemerintah Daerah (X4),

Jumlah SKPD (X5), Ukuran Legislatif (X6), dan temuan Audit (X7)

No Peneliti (Tahun)

&

Judul Penelitian

Persamaan dan Perbedaan

Variabel Penelitian

Metodologi Penelitian Hasil Penelitian

X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 Y

1 Patricia A. Patrrick

(2010)

The Determinants of

Organizational

Innovativeness: the

Adoption Of GASB 34 In

Pennsylvania Local

Government

Jenis penelitian

Kuantitatif

Sumber data

Laporan Keuangan

Pemerintah Daerah di

Pennsylvania

Sampel

2.565 Laporan Keuangan

Pemerintah Daerah di

Pennsylvania

Metode Analisis

Regresi Linear Berganda

Variabel Lainnya:

Intergovermental revenue

Budaya organisasi

Ukuran organisasi berpengaruh

positif dan signifikan dalam

mendeterminasikan penerapan

GASB 34.

Budaya organisasi berpengaruh

positif dan signifikan dalam

mendeterminasikan penerapan

GASB 34

Spesialisasi pekerjaan memiliki

hubungan positif dan lemah

Diferensiasi fungsional

berpengaruh positif dan lemah

Administrative intensity

berpengaruh positif dan lemah

Pembiayaan utang memiliki

hubungan positif yang moderat

hingga lemah.

Intergovernmental revenue

berhubungan negatif dan lemah

terhadap determinasi dalam

adopsi GASB 34.

Bersambung ke halaman selanjutnya

35

Tabel 2.1 (Lanjutan)

Penelitian Terdahulu tentang Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.

Kekayaan Daerah (X1), Tingkat Ketergantungan Daerah (X2), Total Aset (X3), Umur Pemerintah Daerah (X4),

Jumlah SKPD (X5), Ukuran Legislatif (X6), dan temuan Audit (X7)

No Peneliti (Tahun)

&

Judul Penelitian

Persamaan dan Perbedaan

Variabel Penelitian

Metodologi Penelitian Hasil Penelitian

X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 Y

2 Djoko Suhardjanto dan

Sigit Indra Lesmana

(2010)

Pengaruh Karakteristik

Pemerintah Daerah

terhadap Tingkat

Pengungkapan Wajib di

Indonesia

√ √ √ √ √ Jenis penelitian

Kuantitatif

Sumber data

Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas laporan

Keuangan Pemerintah

Daerah di Indonesia

Sampel

79 Laporan Keuangan

Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota di Indonesia

Metode analisis

Regresi Linear Berganda

Variabel Lainnya

Tingkat Kewajiban

Pendapatan transfer

Umur pemerintah daerah

memiliki pengaruh positif dan

signifikan terhadap tingkat

pengungkapan wajib LKPD.

Kemandirian keuangan daerah

berpengaruh positif signifikan

terhadap tingkat pengungkapan

wajib LKPD.

Tingkat kewajiban berpengaruh

tidak signifikan terhadap tingkat

pengungkapan LKPD.

Pendapatan transfer

berpengaruh tidak signifikan

terhadap tingkat pengungkapan

wajib LKPD.

Jumlah SKPD berpengaruh

tidak signifikan terdap tingkat

pengungkapan wajib LKPD

Bersambung ke halaman selanjutnya

36

Tabel 2.1 (Lanjutan)

Penelitian Terdahulu tentang Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.

Kekayaan Daerah (X1), Tingkat Ketergantungan Daerah (X2), Total Aset (X3), Umur Pemerintah Daerah (X4),

Jumlah SKPD (X5), Ukuran Legislatif (X6), dan temuan Audit (X7)

No Peneliti (Tahun)

&

Judul Penelitian

Persamaan dan Perbedaan

Variabel Penelitian

Metodologi Penelitian Hasil Penelitian

X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 Y

3 Amiruddin Zul Himi dan

Dwi Martani (2010)

Analisis Faktor-Faktor

yang Mempengaruhi

Tingkat Pengungkapan

Laporan Keuangan

Pemerintah Provinsi

√ √ √ √ √ √ √ Jenis penelitian

Kuantitatif

Sumber data

Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas laporan

Keuangan Pemerintah

Daerah di Indonesia

Sampel

116 Laporan

KeuanganPemerintah Daerah

Kabupaten/ Kota dan 29

Provinsi di Indonesia

Metode analisis

Regresi Linear Berganda

Variabel Lainnya

Jumlah penduduk

Tingkat penyimpangan

Kekayaan daerah berpengaruh

positif dan signifikan terhadap

tingkat pengungkapan LKPD.

Jumlah penduduk berpengaruh

positif terhadap tingkat

pengungkapan LKPD.

Tingkat penyimpangan

berpengaruh positif terhadap

tingkat pengungkapan LKPD.

Tingkat ketergantungan

berpengaruh pengaruh negatif

dan tidak signifikan terhadap

tingkat pengungkapan LKPD.

Jumlah SKPD berpengaruh

negatif dan tidak signifikan

terhadap tingkat pengungkapan

LKPD.

Total aset berpengaruh negatif

dan tidak signifikan terhadap

tingkat pengungkapan LKPD.

Temuan audit berpengaruh

negatif terhadap tingkat

pengungkapan LKPD.

Bersambung ke halaman selanjutnya

37

Tabel 2.1 (Lanjutan)

Penelitian Terdahulu tentang Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.

Kekayaan Daerah (X1), Tingkat Ketergantungan Daerah (X2), Total Aset (X3), Umur Pemerintah Daerah (X4),

Jumlah SKPD (X5), Ukuran Legislatif (X6), dan temuan Audit (X7)

No Peneliti (Tahun)

&

Judul Penelitian

Persamaan dan Perbedaan Variabel

Penelitian

Metodologi Penelitian Hasil Penelitian

X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 Y

4 Sucahyo Heriningsih

(2013)

Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Tingkat

Pengungkapan Laporan

Keuangan Pemerintah

√ √ √ √ √ Jenis penelitian

Kuantitatif

Sumber data

Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas laporan

Keuangan Pemerintah

Daerah di Indonesia dan

Indeks Persepsi Korupsi

Sampel

92 Laporan keuangan

Pemerintah Daerah di

Indonesia

Metode analisis

Regresi Linear Berganda

Variabel Lainnya

Pembiayaan utang

Intergovermental revenue

Ukuran legislatif berpengaruh

positif dan signifikan terhadap

tingkat pengungkapan LKPD.

Umur pemerintah daerah

berpengaruh positif terhadap

tingkat pengungkapan LKPD.

Kekayaan daerah berpengaruh

positif terhadap tingkat

pengungkapan LKPD.

Ukuran pemda berpengaruh

pengaruh positif dan tidak

signifikan terhadap tingkat

pengungkapan LKPD.

Rasio kemandirian daerah

berpengaruh pengaruh positif

dan tidak signifikan terhadap

tingkat pengungkapan LKPD.

Pembiayaan utang berpengaruh

pengaruh positif dan tidak

signifikan terhadap tingkat

pengungkapan LKPD.

Bersambung ke halaman selanjutnya

38

Tabel 2.1 (Lanjutan)

Penelitian Terdahulu tentang Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.

Kekayaan Daerah (X1), Tingkat Ketergantungan Daerah (X2), Total Aset (X3), Umur Pemerintah Daerah (X4),

Jumlah SKPD (X5), Ukuran Legislatif (X6), dan temuan Audit (X7)

No Peneliti (Tahun)

&

Judul Penelitian

Persamaan dan Perbedaan

Variabel Penelitian

Metodologi Penelitian Hasil Penelitian

X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 Y

5 Djoko Suhardjanto dan

Rena Rukmita

Yulianingtyas (2011)

Pengaruh Karakteristik

Pemerintah Daerah

terhadap Kepatuhan

Pengungkapan Wajib

dalam Laporan Keuangan

Pemerintah Daerah

√ √ √ √ √ √ Jenis penelitian

Kuantitatif

Sumber data

Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas laporan

Keuangan Pemerintah

Daerah di Indonesia

Sampel

100 Laporan Keuangan

Pemerintah Daerah di

Indonesia

Metode analisis

Regresi Linear Berganda

Variabel lainnya:

Status daerah

Lokasi pemerintah daerah

Jumlah anggota DPRD memiliki

pengaruh positif dan signifikan

terhadap tingkat pengungkapan

LKPD

size berpengaruh dan tidak

signifikan terhadap tingkat

pengungkapan wajib laporan

keuangan pemerintah.

Jumlah SKPD berpengaruh dan

tidak signifikan terhadap tingkat

pengungkapan LKPD.

Lokasi pemda SKPD

berpengaruh dan tidak

signifikan terhadap tingkat

pengungkapan LKPD.

Status daerah SKPD

berpengaruh dan tidak

signifikan terhadap tingkat

pengungkapan LKPD.

Bersambung ke halaman selanjutnya

39

Tabel 2.1 (Lanjutan)

Penelitian Terdahulu tentang Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.

Kekayaan Daerah (X1), Tingkat Ketergantungan Daerah (X2), Total Aset (X3), Umur Pemerintah Daerah (X4),

Jumlah SKPD (X5), Ukuran Legislatif (X6), dan temuan Audit (X7)

No Peneliti (Tahun)

&

Judul Penelitian

Persamaan dan Perbedaan

Variabel Penelitian

Metodologi Penelitian Hasil Penelitian

X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 Y

6 Dwi Martani dan Annisa

Liestiani (2012)

Disclousure in Local

Government Financial

Statements: the Case of

Indonesia

√ √ √ √ √ √ Jenis penelitian

Kuantitatif

Sumber data

Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas laporan

Keuangan Pemerintah

Daerah di Indonesia

Sampel

92 Laporan Keuangan

Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota di Indonesia

Meode Analisis

Regresi Linear Berganda

Variabel lainnya:

Tipe pemerintahan daerah

Jumlah penduduk

Tingkat penyimpangan

Kekayaan berpengaruh positif

terhadap terhadap tingkat

pengungkapan LKPD.

Kompleksitas daerah

berpengaruh positif terhadap

terhadap tingkat pengungkapan

LKPD.

Jumlah penduduk berpengaruh

positif terhadap terhadap tingkat

pengungkapan LKPD.

Tingkat penyimpangan

berpengaruh positif terhadap

terhadap tingkat pengungkapan

LKPD.

Tingkat ketergantungan

berpengaruh positif dan tidak

signifikan terhadap tingkat

pengungkapan LKPD.

Tipe pemerintahan daerah

berpengaruh positif dan tidak

signifikan terhadap tingkat

pengungkapan LKPD.

Sumber: Diolah dari berbagai sumber

40

C. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1

Skema Kerangka Berpikir

Pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia

Variabel Independen

Judul Skripsi: Pengaruh Karakteristik Pemerintah, Kompleksitas, dan

Temuan Audit terhadap Tingkat Pengungkapan LKPD

Metode Analisis:

Regresi Linear Berganda

Hasil Pengujian dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Variabel Dependen

Kekayaan Daerah (PAD)

Tingkat Ketergantungan Daerah

Total Aset

Umur Pemerintah Daerah

Jumlah SKPD

Ukuran Legislatif

Temuan Audit

Tingkat Pengungkapan

Laporan Keuangan

Pemerintah Daerah

41

D. Pengembangan Hipotesis

1. Pengaruh Kekayaan Daerah (PAD) terhadap Tingkat Pengungkapan

Laporan Keuangan Pemerintah Daerah

Menurut Christiaens (1999) dalam Rossi, dkk (2015: 19), kekayaan

Pemerintah Daerah berpengaruh positif dengan peningkatan pengungkapan

karena memberikan sinyal mengenai kualitas kepala daerah, dimana kepala

daerah dapat mengambil manfaat dengan meningkatkan kesempatan mereka

untuk dipilih kembali dan mengurangi biaya kepentingan. Penelitian yang

dilakukan Silvia (2014) menemukan bahwa tingkat kekayaan daerah memiliki

pengaruh positif dan signifikan terhadap pengungkapan LKPD. Begitu juga

dengan penelitian Hilmi (2010) Liestiani (2012) yang menemukan adanya

pengaruh positif dan signifikan antara kekayaan daerah dengan tingkat

pengungkapan laporan keuangan pemerintah.

Semakin besar kekayaan daerah, maka semakin besar tingkat

pengungkapan yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Semakin besar

kekayaan daerah, maka semakin besar sumber daya yang dimiliki untuk

melakukan pengungkapan sehingga kekayaan daerah yang meningkat dapat

meningkatkan tingkat pengungkapan dalam laporan keuangannya.

Berdasar teori stewardship maka pemerintah daerah berusaha

menunjukkan tanggung jawab atas kinerjanya yang baik melalui hasil

kekayaan yang besar dan sumber daya yang banyak sehingga berupaya

mengungkapkannya dengan lebih baik pada laporan keuangannya. Adanya

42

peningkatan pengungkapan diharapkan mampu mengurangi adanya asimetri

informasi antara pemerintah dengan rakyatnya.

Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis untuk penelitian ini adalah:

H1= Kekayaan daerah (PAD) berpengaruh positif terhadap tingkat

pengungkapan LKPD.

2. Pengaruh Tingkat Ketergantungan terhadap Tingkat Pengungkapan

Laporan Keuangan Pemerintah Daerah

Dana transfer merupakan jenis pendanaan daerah yang berasal dari

pemerintah pusat atau provinsi. Oleh karena itu, pemerintah pusat ataupun

provinsi akan meminta pengungkapan yang lebih sebagai upaya untuk

memonitor kinerja pemerintah daerah atas penggunaan dana tersebut. Ini

berarti semakin besar tingkat ketergantungan maka akan semakin besar tingkat

pengungkapan yang dilakukan pemerintah daerah. Pertanggungjawaban atas

penggunaan dana tersebut merupakan upaya kesadaran steward dalam

menjalani tanggung jawab perannya yaitu melalui bentuk transparansi dan

akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah sekaligus untuk mengurangi

adanya asimetri informasi serta mewujudkan kepercayaan publik baik kepada

masyarakat maupun pemerintah pusat atau provinsi bahwa dana tidak

disalahgunakan.

Penelitian Suhardjanto (2011) dan Susilo (2015) menemukan bahwa

tingkat ketergantungan pemerintah kota berhubungan positif dan signifikan

terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah kota. Adanya

43

ketergantungan yang besar memungkinkan pemerintah pusat untuk melakukan

pembatasan operasi pemerintah daerah (kota) dan meminta pengungkapan

lebih untuk memonitor kinerja pemerintah daerah (kota) dengan pembatasan

operasi tersebut.

Namun sebaliknya, penelitian yang dilakukan Syafitri (2012) justru

menemukan bahwa tingkat ketergantungan berpengaruh secara negatif dan

signifikan terhadap tingkat pengungkapan LKPD karena tidak adanya tekanan

dari pemerintah pusat untuk melakukan peningkatan pengungkapan.

Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis untuk penelitian ini adalah:

H2= Tingkat ketergantungan daerah berpengaruh positif terhadap tingkat

pengungkapan LKPD.

3. Pengaruh Total Aset terhadap Tingkat Pengungkapan Laporan

Keuangan Pemerintah Daerah

Sumber daya yang digunakan entitas untuk melakukan kegiatan

operasional entitas disebut aset. Semakin besar jumlah aset maka akan

semakin besar sumber daya yang bisa digunakan untuk melakukan

pengungkapan yang lebih besar. Penelitian yang dilakukan Patrick (2010)

menunjukkan bahwa variabel size yang diproksikan dengan total aset memiliki

pengaruh positif dan signifikan terhadap kelengkapan pengungkapan. Begitu

pula dengan penelitian Hilmi (2010) yang menghubungkannya dengan kinerja

pemerintah daerah.

44

Total aset yang besar dan kompleks membutuhkan pengelolaan aset yang

baik sehingga pengungkapan lebih besar diperlukan terkait pemeliharaan dan

pengelolaan aset. Selain itu, ukuran organisasi menunjukkan seberapa besar

organisasi tersebut. Konsekuensinya ialah kebanyakan perusahaan yang

memiliki ukuran yang lebih besar akan memiliki tekanan yang besar pula dari

publik untuk menyajikan laporan keuangannya secara lengkap sebagai upaya

meningkatkan transparansi dan mengurangi asimetri informasi.

Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis untuk penelitian ini adalah:

H3= Total aset berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan LKPD

4. Pengaruh Umur Pemerintah Daerah terhadap Tingkat Pengungkapan

Laporan Keuangan Pemerintah Daerah

Menurut Heriningsih (2013) umur pemerintah daerah dapat diartikan

seberapa lama daerah tersebut telah ada. Menyatakan bahwa organisasi yang

telah lama berdiri dianggap memiliki kemampuan yang baik untuk

mengungkapkan informasi dalam laporan keuangan sesuai dengan standar

yang berlaku dibandingkan dengan organisasi yang lebih muda atau baru

didirikan, karena organisasi tersebut tidak memiliki rekam jejak sehingga

hanya sedikit informasi yang diungkapkan. Penelitian ini menemukan bahwa

umur berpengaruh secara signifikan dalam pengungkapan sukarela laporan

keuangan.

Berdasarkan penelitian Lesmana (2010), umur administratif memiliki

pengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat pengungkapan laporan

45

keuangan pemerintah. Semakin tua umur suatu pemerintah daerah maka

semakin tinggi dorongan pengungkapan karena telah memiliki lebih banyak

informasi untuk diungkapkan daripada pemerintah baru. Hal ini turut

mengindikasikan bahwa melalui umur, suatu daerah seharusnya mampu

menunjukkan tujuan dan kesadaran steward dengan semakin mampu

meyakinkan publik bahwa daerah tersebut telah cukup mapan dan

berpengalaman, sehingga masyarakat akan merespon melalui harapan akan

adanya pengungkapan yang lebih baik.

Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis untuk penelitian ini adalah:

H4 = Umur pemerintah daerah berpengaruh positif terhadap tingkat

pengungkapan LKPD

5. Pengaruh Jumlah SKPD terhadap Tingkat Pengungkapan Laporan

Keuangan Pemerintah Daerah

Penelitian yang dilakukan Patrick (2010) menemukan bahwa Pemerintah

Daerah di Pennsylvania yang memiliki tingkat diferensiasi fungsional yang

lebih tinggi akan cenderung untuk lebih mengadopsi Governmental

Accounting Standards Board (GASB) 34 dibanding dengan pemerintah daerah

dengan tingkat diferensiasi fungsional rendah. Semakin banyak diferensiasi

fungsional dalam pemerintah daerah akan semakin banyak ide, informasi, dan

inovasi yang tersedia terkait pengungkapan (Martani, 2012).

Di Indonesia, diferensiasi fungsional dalam pemerintahan lebih dikenal

dengan nama Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Jumlah SKPD

46

menggambarkan jumlah urusan yang menjadi prioritas pemerintah daerah

dalam membangun daerah. Semakin banyak urusan yang menjadi prioritas

pemerintah daerah maka semakin kompleks pemerintah tersebut. Jumlah

SKPD merupakan proksi dalam menjelaskan kompleksitas pemerintah.

Semakin kompleks suatu pemerintahan dapat berarti semakin banyak jumlah

SKPD. Semakin banyak jumlah SKPD semakin banyak informasi yang harus

diungkapkan sebagai upaya mengurangi asimetri informasi dan menunjukkan

kinerja steward yang semakin baik. Selain itu, semakin banyaknya jumlah

SKPD dalam suatu pemerintahan akan mengakibatkan pemenuhan

pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah semakin tinggi. Semakin

banyak diferensiasi fungsional dalam pemerintah daerah akan semakin banyak

ide, informasi, dan inovasi yang tersedia terkait pengungkapan (Martani,

2012).

Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis untuk penelitian ini adalah:

H5 = Jumlah SKPD berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan

LKPD

6. Pengaruh Ukuran Legislatif terhadap Tingkat Pengungkapan

Laporan Keuangan Pemerintah Daerah

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merupakan lembaga

perwakilan rakyat daerah (provinsi/kabupaten/kota) yang bertugas untuk

mengawasi pemerintah daerah agar dapat mengelola anggaran yang ada untuk

dapat dipergunakan dengan baik. Dalam hal ini, anggota DPRD bertindak

47

sebagai prinsipal dan pemerintah daerah bertindak sebagai steward.

Pengawasan yang dilakukan anggota legislatif (prinsipal) sebagai upaya untuk

pemerintah daerah (steward) melaksanakan tugas yang telah diberikan.

Suhardjanto dan Rukminta (2011) menyatakan bahwa lembaga legislatif

atau DPRD merupakan lembaga yang memiliki potensi dan peran strategis

dalam pengawasan keuangan daerah. Penelitian Yulianingtyas (2011)

menemukan bahwa jumlah anggota legislatif atau DPRD berpengaruh positif

terhadap tingkat pengungkapan. Peranan DPRD sebagai pengawas keuangan

berjalan dengan baik sehingga dapat mengontrol kebijakan keuangan daerah

secara ekonomis, efisien, efektif, transparan, dan akuntabel (Winarna dan

Murni, 2007). Semakin besar jumlah anggota legislatif maka diharapkan akan

semakin besar tingkat pengawasan yang dilakukan oleh anggota legislatif.

Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis untuk penelitian ini adalah:

H6 = Ukuran legislatif berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan

LKPD

7. Pengaruh Temuan Audit Terhadap Tingkat Pengungkapan Laporan

Keuangan Pemerintah Daerah

Menurut Hilmi (2010) jumlah temuan tidak berpengaruh siginifikan

terhadap tingkat pengungkapan LKPD. Menurut Hilmi (2010) jumlah temuan

audit BPK tidak mendorong pemerintah daerah untuk melakukan

pengungkapan lebih besar.

48

Temuan audit BPK merupakan kasus-kasus yang ditemukan BPK terhadap

laporan keuangan Pemda atas pelanggaran yang dilakukan suatu daerah

terhadap ketentuan pengendalian intern maupun terhadap ketentuan

perundang-undangan yang berlaku. Adanya temuan ini menyebabkan BPK

akan meminta adanya peningkatan pengungkapan dan koreksi. Sehingga,

semakin besar jumlah temuan maka akan semakin tinggi tingkat

pengungkapan laporan keuangannya. Pengungkapan yang lebih dilakukan

sebagai upaya perbaikan dan koreksi atas temuan audit yang ditemukan BPK

dan menunjukkan pada publik adanya perbaikan kualitas yang dilakukan

pemerintah daerah atas saran dari BPK.

Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis untuk penelitian ini adalah:

H7 = Temuan audit berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan

LKPD

49

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Jenis Penelitian ini menggunakan causalitas study yaitu tipe penelitian berupa

hubungan sebab akibat antara dua variabel atau lebih yang digunakan untuk

menjelaskan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Populasi

penelitian ini adalah Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota se-Indonesia.

B. Metode Penentuan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

melalui pendekatan non probability sampling yaitu purposive sampling.

Berdasarkan purposive sampling, maka pemilihan sampel dilakukan sesuai tujuan

penelitian atau pertimbangan tertentu. Pemilihan sampel yang dilakukan dengan

cara purposive sampling maka penentuan sampelnya dilakukan berdasar kriteria-

kriteria yang dibuat oleh peneliti. Adapun pertimbangan atau kriteria yang

digunakan dalam pemilihan sampel penelitian ini adalah:

1. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten/Kota di

Indonesia periode 2011-2013 yang telah diaudit oleh BPK.

2. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tersebut memiliki data

yang lengkap dan diperlukan dalam proses penelitian, yaitu :

50

a. Menyediakan data berupa komponen utama keuangan Pemerintah

Daerah, yaitu Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus

Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan.

b. Melaporkan jumlah SKPD.

c. Laporan Keuangan masih mengacu pada PP Nomor 71 Tahun 2010

Lampiran II.

Penelitian ini menggunakan laporan keuangan Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota di Indonesia yang telah diaudit BPK RI tahun 2011-2013 karena

didasarkan pada pertimbangan bahwa data yang digunakan dapat menyajikan

informasi yang up to date sehingga bisa menggambarkan kondisi pemerintah

daerah terkini. Selain itu, penggunaan LKPD tahun 2011-2014 karena adanya

pertimbangan lain bahwa LKPD pada tahun 2011-2014 sudah berdasar Peraturan

Standar Akuntansi Pemerintah terbaru yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 71

Tahun 2010 Lampiran II.

C. Metode Pengumpulan Data

Menurut Hamid (2007), metode pengumpulan data adalah:

“metode pengumpulan data dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara

lain dilakukan melalui studi pustaka, terutama yang berhubungan dengan

data-data sekunder. Sementara itu data primer dapat dilakukan melalui studi

lapangan, berupa; eksperimen, observasi atau wawancara dengan metode

kuesioner”.

Dalam memperoleh data-data pada penelitian ini, peneliti menggunakan

dengan dua cara yaitu:

51

1. Penelitian Pustaka (Library Research).

Peneliti menggunakan data yang berkaitan dengan masalah yang sedang

diteliti melalui buku, jurnal, skripsi, artikel, internet, dan sumber lainnya

yang berkaitan dengan judul penelitian.

2. Data Sekunder.

Peneliti mengumpulkan data yang berkaitan dengan variabel-variabel

yang digunakan dalam meneliti tingkat pengungkapan Laporan

Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia periode

2011-2014.

D. Metode Analisis Data

1. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang

dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum,

minimum, sum, range, kurtosis, dan skewness (kemencengan distribusi)

(Ghozali, 2016; 19).

2. Uji Asumsi Klasik

Analisis data yang dilakukan yaitu analisis regresi linear berganda

dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS for windows versi

21.0. Untuk melakukan uji asumsi klasik atas data sekunder ini, maka peneliti

melakukan uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas dan uji

autokorelasi.

52

a. Uji Normalitas

Bertujuan untuk mengukur apakah didalam model regresi variabel

independen dan variabel dependen keduanya mempunyai distribusi

normal atau mendekati normal (Ghozali, 2016: 30).

Pada penelitian ini menggunakan uji normalitas data dengan

menggunakan uji statistik Kolmogrov-Smirnov. Uji statistik non-

parametrik kolmogrov-Smirnov dilakukan dengan membuat hipotesis:

H0 : data residual berdistribusi normal

HA : data residual tidak berdistribusi normal

Dasar pengambilan keputusan pada one sample kolmogrov-smirnov

adalah dengan melihat nilai probabilitas signifikansi data residual. Jika

angka probabilitas < α = 0,5 maka H0 tidak terdistribusi secara normal.

Sebaliknya, bila angka probabilitas > α = 0,005 maka HA ditolak yang

berarti varibel terdistribusi secara normal.

b. Uji Multikolinearitas

Pengujian ini bertujuan apakah pada model regresi ditemukan

adanya korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik

seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen (Ghozali,

2016:105). Uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat besarnya

variance invelations factor (VIF) dan tolerance. Jika nilai VIF >10 dan

tolerance <0,1, hal ini berarti terjadi korelasi antar variabel independen

53

dan sebaliknya jika nilai VIF < 10 dan nilai tolerance > 0,1 hal ini berarti

tidak terjadi korelasi antar variabel (Ghozali, 2016: 106).

c. Uji Heterokedastisitas

Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi

terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke

pengamatan lainnya. Jika varians dari residual satu pengamatan ke

pengamatan lainnya tetap, maka disebut homokedastisitas dan jika

berbeda disebut heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah

homokedastisitas (Ghozali, 2016: 139). Deteksi ada atau tidaknya

heterokedastisitas dapat dilihat dengan ada tidaknya pola tertentu pada

grafik scaterplot. Jika pola tertentu maka mengindikasikan telah terjadi

heterokedestisitas. Tetapi jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik

menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak

terjadi heterokedastisitas (Ghozali, 2016: 139).

d. Uji Autokorelasi

Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi

linear ditemukan adanya korelasi antara kesalahan pengganggu pada

periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Uji

autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin-Watson (Ghozali, 2016:

110) dengan kriteria sebagai berikut:

54

1) Bila nilai DW terletak antara batas atas atau upper bound (du)

dan (4-du), maka koefisien autokorelasi = 0, sehingga tidak ada

autokorelasi.

2) Bila nilai DW lebih rendah daripada batas bawah atau lower

bound (dl), maka koefisien autokorelasi > 0, sehingga ada

autokorelasi positif.

3) Bila nilai DW lebih besar daripada (4-dl), maka koefisien

autokorelasi < 0, sehingga ada autokorelasi negatif.

4) Bila nilai DW terletak diantara batas atas (du) dan batas bawah

(dl) atau DW terletak antara (4-du) dan (4-dl), maka hasilnya

tidak dapat disimpulkan.

3. Model Penguji Regresi

Penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda karena ingin

mengetahui bagaimana variabel independen (X) dapat mempengaruhi

variabel dependen (Y) secara langsung. Model analisis regresi linear

berganda bertujuan untuk memprediksi besar variabel dependen dengan

menggunakan data variabel independen yang sudah diketahui besarnya

(Santoso, 2004). Analisis regresi ini mempuyai persamaan sebagai berikut:

Y = α + β1X1 + β 2X2 + β 3X3 + β 4X4 + β 5X5 + + β 6X6 + β 7X7 + e

Dimana,

Y = Tingkat pengungkapan LKPD

α = Konstanta

55

β 1, β 2, β 3, β 4, β 5, β 6 , β 7 = Koefisien Regresi

X1 = Kekayaan daerah

X2 = Tingkat ketergantungan

X3 = Total aset

X4 = Umur pemerintah daerah

X5 = Jumlah SKPD

X6 = Ukuran legislatif

X7 = Temuan audit

e = Error

4. Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh

kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai

koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai yang kecil

berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan

variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu

berarto variabel-variabel independen memberikan hampir semua

informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen

(Ghozali, 2016).

Penelitian ini menggunakan nilai adjusted Menurut Ghozali

(2016), kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah

bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam

model. Setiap tambahan satu variabel independen, maka pasti

56

meningkat tidak perduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara

signifikan terhadap variabel dependen. Tidak seperti , nilai adjusted

dapat naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahkan

ke dalam model.

5. Uji Hipotesis

a. Uji Statistik F

Uji statistik F menunjukkan apakah semua variabel independen yang

dimasukkan dalam model regresi berganda mempunyai pengaruh secara

bersama-sama (simultan) terhadap variabel dependen yang diuji secara

signifikan dengan nilai 0,05 (Ghozali, 2016: 98).

b. Uji Statistik t

Uji statistik t menunjukan seberapa jauh pengaruh satu variabel

penjelas atau independen secara individual dalam menerangkan variasi

variabel dependen dan digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya

pengaruh masing-masing variabel independen secara individual terhadap

variabel dependen yang diuji pada tingkat signifikan 0.05 (Ghozali, 2016:

98-99).

E. Operasional Variabel Penelitian

Menurut Hamid (2007), batasan operasional variabel merupakan

pendefinisian dari serangkaian variabel yang digunakan dalam penulisan. Batasan

57

operasional variabel yang digunakan peneliti dalam analisis data terdiri dari

variabel independen (bebas), variabel dependen (terikat).

1. Variabel Dependen

Variabel dependen merupakan variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi

oleh variabel independen. Besaran variabel dependen bergantung pada

besaran variabel independen. Besarnya perubahan yang disebabkan oleh

variabel independen ini, akan memberikan peluang terhadap perubahan

variabel dependen sebesar koefisien perubahan variabel independen. Variabel

dependen dalam penelitian ini adalah tingkat pengungkapan LKPD

Kabupaten/Kota di Indonesia tahun 2011-2014.

Tingkat pengungkapan LKPD yang dimaksud ialah perbandingan antara

pengungkapan yang telah disajikan dalam LKPD Pemerintah Daerah dengan

pengungkapan yang seharusnya disajikan dalam Catatan atas Laporan

Keuangan (CaLK) menurut Standar Akuntansi Pemerintah (SAP). Tingkat

pengungkapan LKPD ini akan menggambarkan seberapa besar tingkat

pengungkapan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dibanding dengan

pengungkapan wajib yang seharusnya disajikan dalam CaLK menurut SAP.

Penelitian ini diukur dengan menggunakan rumus:

Dalam mengukur tingkat pengungkapan, penelitian ini menggunakan

sistem scoring. Sistem scoring merupakan sistem pemberian skor dengan

membuat daftar checklist pengungkapan yang diwajibkan berdasarkan SAP.

Penggunaan sistem scoring ini serupa dengan yang pernah dilakukan oleh

58

Hilmi (2010), Yulianingtyas (2011), Liestiani (2012), dan Heriningsih

(2013).

2. Variabel Independen

Variabel independen merupakan variabel stimulus atau variabel yang

mempengaruhi variabel lain (Sarwono, 2006). Variabel independen dalam

penelitian ini adalah karakteristik pemerintah yang terdiri dari kekayaan

daerah, tingkat ketergantungan, total aset, umur pemerintah daerah,

kompleksitas pemerintah yang terdiri dari jumlah SKPD, ukuran legislatif,

dan temuan audit. yang penjelasannya adalah sebagai berikut:

a. Kekayaan Daerah (PAD)

Dalam penelitian sebelumnya, Hilmi (2010) menjelaskan bahwa

kekayaan daerah yang digambarkan sebagai wealth dihitung dari total

pendapatan per jumlah penduduk. Sumarjo (2010), dan Liestiani (2012)

menggunakan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang ditransformasikan

dalam bentuk logaritma natura sebagai proksi untuk mengukur kekayaan

daerah.

PAD digunakan karena perannya, yang walaupun kontribusinya

tidak terlalu besar terhadap total kekayaan pemerintah daerah secara

keseluruhan, namun PAD merupakan satu-satunya sumber yang

keuangan yang berasal dari pemerintah daerah itu sendiri dan merupakan

potensi pendapatan asli daerah.

59

b. Tingkat Ketergantungan

Penelitian Hilmi (2010), Sumarjo (2010), dan Heriningsih (2013)

menggunakan dana transfer dibandingkan dengan total pendapatan untuk

menjelaskan variabel tingkat ketergantungan. Tingkat ketergantungan

(depend) adalah penilaian atas seberapa besar pemerintah daerah

bergantung kepada pemerintah pusat. Ketergantungan ini digambarkan

dalam dana transfer atau yang lebih dikenal dengan Dana Alokasi Umum

(DAU) yang diberikan pemerintah pusat ke provinsi, kabupaten dan

kota. Menurut Abdul Halim (2003), Dana Alokasi Umum (DAU)

merupakan transfer yang sifatnya umum dari Pemerintah Pusat ke

Pemerintah Daerah sebagai upaya mengatasi ketimpangan horizontal

dengan tujuan utama pemerataan kemampuan keuangan antar daerah.

c. Total Aset

Dalam beberapa penelitian di bidang pemerintahan (Sumarjo, 2010;

Hilmi, 2010; Lesmana, 2010; Liestiani; 2012, dan Heriningsih; 2013),

total aset digunakan sebagai proksi

60

d. Umur Pemerintah Daerah

Umur suatu daerah menunjukkan seberapa lama daerah tersebut

telah ada atau berdiri. Pembentukan suatu daerah ditetapkan berdasarkan

undang-undang. Penelitian Lesmana (2010) mengukur variabel umur

pemerintah daerah berdasarkan sejak diterbitkannya peraturan

perundangan pembentukan pemerintah daerah terkait dan dinyatakan

dalam satuan tahun.

Penggunaan umur pemerintah daerah berdasarkan hari jadi daerah

terkait dalam mengukur umur pemerintah daerah memiliki asumsi bahwa

umur berdasar hari jadi tetap bisa memenuhi definisi dari umur yaitu

tetap bisa menggambarkan lamanya daerah tersebut telah berdiri.

e. Jumlah SKPD

Menurut Peraturan Menteri Nomor 32 Tahun 2012, Satuan Kerja

Perangkat Daerah atau disingkat dengan SKPD adalah perangkat daerah

pada pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota. Berdasar PP

Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah, SKPD

merupakan entitas akuntansi yaitu unit pada pemerintahan yang

mengelola anggaran, kekayaan, dan kewajiban yang menyelenggarakan

akuntansi dan menyajikan laporan keuangan atas dasar akuntansi yang

diselenggarakannya.

61

Penelitian Patrick (2010) menggunakan istilah diferensiasi

fungsional untuk menjelaskan jumlah SKPD. Dalam penelitian Hilmi

(2010) dan Yulianingtyas (2011) jumlah SKPD diukur dengan

menggunakan total seluruh SKPD yang terdapat dalam suatu daerah.

Sejalan dengan penelitian Hilmi (2010) dan Yulianingtyas (2011),

penelitian ini menggunakan ukuran total seluruh SKPD yang terdapat

dalam suatu daerah untuk mengukur variabel jumlah SKPD.

f. Ukuran Legislatif

Dalam penelitian ini jumlah anggota DPRD akan digunakan sebagai

proksi dalam mengukur ukuran legislatif. Digunakannya jumlah anggota

DPRD sebagai ukuran dalam mengukur ukuran legislatif telah banyak

dilakukan oleh penelitian sebelumnya. Gilligan dan Matsusaka (2001)

menggunakan jumlah anggota Badan Legislatif yang ada di Pemerintah

Daerah di Amerika Serikat untuk mengukur ukuran legislatif. Begitu

juga dengan penelitian yang dilakukan Sumarjo (2010), dan

Yulianingtyas (2011).

DPRD merupaka suatu lembaga perwakilan rakyat yang memiliki

fungsi pengawasan terutama dalam hal pengawasan keuangan daerah.

Sehingga diharapkan dengan semakin banyaknya anggota DPRD akan

semakin meningkatkan pengawasan yang berujung pada peningkatan

62

pengungkapan laporan keuangan yang dilakukan oleh pemerintah daerah

setempat.

g. Temuan Audit

Tujuan dari audit BPK adalah memeriksa setiap satuan rupiah yang

disimpan, diolah dan dikelola oleh pejabat dalam melakukan tugasnya.

BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan

negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,

Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara,

Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau

badan lain yang mengelola keuangan negara berdasarkan undang-undang

tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

Temuan audit BPK merupakan kasus-kasus yang ditemukan BPK

terhadap laporan keuangan Pemda atas pelanggaran yang dilakukan

suatu daerah terhadap ketentuan pengendalian intern maupun terhadap

ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Temuan audit yang

digunakan dalam penelitian ini merujuk pada penelitian Hilmi (2010)

yaitu dengan menggunakan jumlah temuan audit pemeriksaan BPK atas

ketidakpatuhan pemerintah daerah terhadap peraturan perundang–

undangan yang berlaku sebagai proksi dalam mengukur temuan audit.

63

Tabel 3.1

Operasional Variabel Penelitian

No Variabel Indikator Skala

1 Variabel Independen :

Kekayaan Daerah Total PAD Kabupaten/Kota Rasio

2 Variabel Independen :

Tingkat Ketergantungan

Perbandingan Dana Alokasi Umum terhadap total

pendapatan Rasio

3 Variabel Independen :

Total Aset Total aset Kabupaten/Kota Rasio

4 Variabel Independen :

Umur Pemerintah Daerah

Umur pemerintah daerah berdasarkan hari jadi

daerah Rasio

5 Variabel Independen :

Jumlah SKPD Jumlah SKPD di Kabupaten/Kota Rasio

6 Variabel Independen :

Ukuran Legislatif Jumlah anggota DPRD Rasio

7 Variabel Independen :

Temuan Audit Jumlah temuan audit Rasio

8

Variabel Dependen :

Tingkat Pengungkapan

Laporan Keuangan

Persentase pengungkapan dalam LKPD dengan

pengungkapan wajib menurut PSAP Rasio

Sumber: Data diolah dari berbagai referensi

64

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

D. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Deskripsi Objek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pemerintah daerah

kabupaten/kota pada tahun 2011 sampai dengan 2014. Sampel perusahaan

yang berhasil diperoleh selama empat tahun dalam penelitian ini

sebannyak 524 pemerintah daerah kabupaten/kota dengan total 2.096

laporan keuangan pemerintah daerah. Perolehan data yang digunakan

adalah dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI).

Data pemerintah daerah tersebut adalah pemerintah yang telah ada

sebelum tahun 2011. Fokus dalam penelitian ini adalah ingin menganalisis

faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengungkapan laporan

keuangan.

Sampel yang dipilih dari populasi menggunakan teknik purposive

sampling, yaitu proses pemilihan sample berdasarkan kriteria tertentu.

Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, maka didapat jumlah sampel

selama empat tahun sebanyak 2.096 laporan keuangan pemerintah daerah

kabupaten/kota. Namun hasil sampel tersebut memiliki kendala dalam data

screening yang mengharuskan peneliti menggunakan analisis data outlier,

sehingga hasil akhir jumlah sampel penelitian ini sebannyak 82 pemerintah

65

daerah kabupaten/kota dengan total 277 laporan keuangan pemerintah

daerah.

Tabel 4.1 merupakan rincian perolehan sampel penelitian sebagai

berikut:

Tabel 4.1

Tahapan Seleksi Sampel Berdasarkan Kriteria

No Kriteria Sampel Jumlah

Pemda

1 Laporan keuangan pemerintah daerah

kabupaten/kota se-Indonesia tahun 2011-2014

2.096

2 Laporan keuangan pemerintah daerah

kabupaten/kota se-Indonesia yang tidak melaporkan

jumlah SKPD tahun 2011-2014

(1.768)

3 Laporan keuangan pemerintah daerah

kabupaten/kota dengan data outlier

(51)

4 Jumlah sampel keseluruhan yang memenuhi kriteria

penelitian selama tahun 2011 sampai dengan 2014

277

Sumber: Data Diolah

2. Analisis Data Outlier

Menurut Ghozali (2016), outlier adalah kasus atau data yang memiliki

karakteristik unik yang terlihat sangat berbeda jauh dari observasi-

observasi lainnya dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim baik untuk

sebuah variabel tunggal atau variabel kombinasi. Ada empat penyebab

timbulnya data outlier:

a. Kesalahan dalam mengentri data,

b. Gagal menspesifikasi adanya missing value dalam program komputer,

c. Outlier bukan merupakan anggota populasi yang kita ambil sebagai

sampel,

66

d. Outlier berasal dari populasi yang kita ambil sebagai sampel, tetapi

distribusi dari variabel dalam populasi tersebut memiliki nilai ekstrim

dan tidak terdistribusi secara normal.

Mendeteksi data outlier dapat dilakukan dengan menentukan nilai

batas yang dikategorikan sebagai data outlier terlebih dahulu, kemudian

data penelitian dikonversi kedalam skor standardized atau yang biasa

disebut z-score, yang memiliki nilai rata-rata sama dengan nol dan standar

deviasi sama dengan satu (Ghozali, 2016).

Penelitian ini menetapkan standar skor atau nilai outlier 3. Menurut

Hair (1998) dalam Ghozali (2016), untuk kasus sampel kecil (kurang dari

80), maka standar skor dengan nilai ≥ 2,5 dinyatakan outlier. Pada deteksi

outlier pertama ditemukan 21 sampel yang outlier yaitu nilai Z-Score

melebihi standar skor yang ditetapakan dalam penelitian ini. Tabel 4.2

merupakan data outlier pertama sebagai berikut:

Tabel 4.2

Data Outlier Pertama

No Nomor

sampel Nama Pemda

Tahun

Pengamatan

1 9 Kota Medan 2011

2 38 Kota Bandung 2011

3 53 Kota Surabaya 2011

4 71 Kab Poso 2011

5 78 Kota Ternate 2011

6 91 Kota Medan 2012

7 102 Kota Sawahlunto 2012

8 120 Kota Bandung 2012

9 135 Kota Surabaya 2012

10 149 Kab Seruyan 2012

Bersambung ke halaman berikutnya

67

Tabel 4.2 (Lanjutan)

Data Outlier Pertama

No Nomor

sampel Nama Pemda

Tahun

Pengamatan

11 153 Kab Poso 2012

12 173 Kota Medan 2013

13 180 Kota Padang 2013

14 202 Kota Bandung 2013

15 217 Kota Surabaya 2013

16 235 Kab Poso 2013

17 255 Kota Medan 2014

18 283 Kab Bekasi 2014

19 284 Kota Bandung 2014

20 299 Kota Surabaya 2014

21 301 Kab Tangerang 2014

Sumber: Data Olahan

Setelah dilakukan deteksi data outlier pertama masih terdapat data

dengan nilai Z-Score melebihi standar yang ditetapkan dalam penelitian ini

yaitu 3 maka dilakukan deteksi data outlier kedua. Pada deteksi kedua

ditemukan 20 data outlier. Tabel 4.3 merupakan data outlier kedua.

Tabel 4.3

Data Outlier Kedua

No Nomor

Sampel Nama Pemda

Tahun

Pengamatan

1 15 Kota Padang 2011

2 19 Kota Sawahlunto 2011

3 43 Kota Semarang 2011

4 74 Kota Asmat 2011

5 98 Kab Siak 2012

6 119 Kota Semarang 2012

7 128 Kab Tangerang 2012

8 150 Kab Asmat 2012

9 174 Kab Siak 2013

10 188 Kab Bekasi 2013

Bersambung ke halaman berikutnya

68

Tabel 4.3 (Lanjutan)

Data Outlier Kedua

No Nomor

Sampel Nama Pemda

Tahun

Pengamatan

11 189 Kota Bekasi 2013

12 195 Kota Semarang 2013

13 204 Kab Tangerang 2013

14 212 Kota Kupang 2013

15 244 Kab Tanah Datar 2014

16 252 Kab Siak 2014

17 266 Kota Bekasi 2014

18 272 Kota Semarang 2014

19 283 Kota Tangerang Selatan 2014

20 295 Kab Kutai Timur 2014

Sumber: Data Olahan

Penelitian ini mendeteksi data outlier sebanyak tiga kali untuk

mendapatkan data yang memenuhi batas kategori yang ditetapkan. Nilai Z-

Score lebih dari 3 dikategorikan sebagai outlier. Pada deteksi ketiga

ditemukan 10 data outlier. Tabel 4.4 merupakan data outlier kedua.

Tabel 4.4

Data Outlier Ketiga

No Nomor

Sampel Nama Pemda

Tahun

Pengamatan

1 20 Kab Siak 2011

2 107 Kab Bekasi 2012

3 166 Kota Pekanbaru 2013

4 179 Kota Tasikmalaya 2013

5 184 Kab Kulon Progo 2013

6 192 Kota Cilegon 2013

7 197 Kab Lombok Timur 2013

8 230 Kota Padang 2014

9 250 Kota Tasikmalaya 2014

10 255 Kab Kulon Progo 2014

Sumber: Data Olahan

69

E. Statistik Deskriptif

Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kekayaan

daerah, tingkat ketergantungan, total aset, umur pemerintah daerah, jumlah

SKPD, ukuran legislatif, dan temuan audit. Sedangkan untuk variabel

dependennya yaitu tingkat pengungkapan. Tabel 4.6 merupakan hasil uji

statistik deskriptif sebagai berikut:

Tabel 4.5

Statistik Deskriptif

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

DISCLOSURE 277 ,53 ,84 ,6655 ,07809

PAD 277 6781233308,98 779944837450,53 116255190545,4430 152219855062,37622

DEPEND 277 ,10 1,11 ,5814 ,17533

ASSET 277 357383692671,99 8237679803247,53 2411266442370,0100 1573111751887,33620

AGE 277 2,00 68,00 33,5632 23,76996

SKPD 277 24,00 79,00 45,1877 12,30915

LEG 277 20,00 50,00 35,3610 9,71434

FIND 277 6,00 94,00 26,3141 13,41546

Valid N

(listwise)

277

Sumber: Data Diolah

Tabel 4.6 menunjukan hasil uji statistik deskriptif untuk variabel tingkat

pengungkapan (DISCLOSURE), kekayaan daerah (PAD), tingkat

ketergantungan (DEPEND), total aset (ASSET), umur pemerintah daerah

(AGE), jumlah SKPD (SKPD), ukuran legislatif (LEG) dan temuan audit

(FIND). Masing-masing variabel tersebut dapat dijelaskan bahwa variabel

independen DISCLOSURE, dari 277 laporan keuangan pemerintah daerah

pada tahun 2011-2014 menunjukan rata-rata tingkat pengungkapan adalah

0,6655. Kota Cilegon pada tahun 2014 menepati urutan tingkat

pengungkapan LKPD terendah dengan skor 0,53 sedangkan Kota Yogyakarta

70

adalah tingkat pengungkapan tertinggi dengan skor 0,84 yang dicapai pada

tahun 2014. Nilai penyebaran rata-rata dari jumlah sampel 0,07809.

Hasil uji statistik dekriptif untuk variabel independen yaitu PAD

menunjukan bahwa dari 277. Jumlah kekayaan daerah terendah adalah

Kabupaten Yahukimo pada tahun 2011 dengan total PAD Rp

6.781.233.308,98 dan paling bannyak Rp 779.944.837.450,53 adalah Kota

Batam pada tahun 2014. Rata-rata total PAD adalah Rp

116.255.190.545,4430. Nilai penyebaran rata-rata dari jumlah sampel

152.219.855.062,37622.

Kabupaten Kutai Timur mendapat skor tingkat ketergantungan terendah

yaitu 0,10 yang berarti bahwa sebagai pemerintah daerah dengan tingkat

kemandirian tertinggi yang diperoleh pada tahun 2011. Sedangkan Kota

Bengkulu adalah dengan tingkat ketergantungan tertingggi yaitu pada tahun

2012 dengan tingkat ketergantungan 1,11. Rata-rata tingkat ketergantungan

kabupaten/kota di Indonesia pada tahun 2011-2014 adalah 0,5844. Nilai

penyebaran rata-rata dari jumlah sampel 0,17533.

Variabel independen ASSET menunjukan bahwa dari 277 laporan

keuangan pemerintah daerah pada tahun 2011-2014 memiliki rata-rata Rp

2.411. 266. 442. 370,0100.Kabupaten Lombok Utara adalah sampel dengan

total aset terendah yaitu senilai Rp 357. 383. 692. 671,99 yaitu pada tahun

2011 dan kabupaten/kota dengan aset tertinggi adalah Kabupaten Kutai Timur

senilai Rp 8.237.679.803.247,53 yang diperoleh pada tahun 2013. Nilai

penyebaran rata-rata dari jumlah sampel 1.573.111.751.887,33620.

71

Kota Yogyakarta adalah sampel tertua pada penelitian ini yaitu berusia

68 tahun pada tahun 2014 dan Kota Ternate yang termuda yaitu berusia 2

tahun pada tahun 2012. Rata-rata usia kabupaten/kota dalam penelitian ini

adalah 32,5632 tahun. Nilai penyebaran rata-rata dari jumlah sampel Rp

23,76996.

Variabel SKPD menunjukkan nilai tertinggi 79 yang berarti jumlah

SKPD terbanyak pada penelitian ini yaitu Kabupaten Yahukimo pada tahun

2014 dan yang paling sedikit adalah Kabupaten Asmat pada tahun 2013

dengan 24 SKPD. Rata-rata jumlah SKPD adalah 45,1877. Nilai penyebaran

rata-rata dari jumlah sampel 12,30915.

Junlah anggota legislatif yang terbanyak dari sampel pada penelitian ini

adalah Kabupaten Jember yang pada tahun 2014 memiliki 50 orang anggota

legislatif sedangkan Kabupaten Halmahera Timur memiliki jumlah anggota

legislatif paling sedikit yaitu 20 orang yaitu pada tahun 2014. Dari 277

sampel, rata-rata jumlah anggota legislatif adalah 35,3610 dan nilai

penyebaran rata-rata dari jumlah sampel 12,30915.

Temuan audit tertinggi adalah sebanyak 82 temuan, nilai itu diperoleh

oleh Kabupaten Poso pada tahun 2014 sedangkan yang terendah adalah

Kabupaten Banyumas sebanyak 6 temuan yang didapatkan pada tahun 2012.

Rata-rata jumlah temuan audit adalah 26,3141 temuan. Nilai penyebaran rata-

rata dari jumlah sampel 13,41546.

72

F. Analisis dan Pembahasan

1. Uji Asumsi Klasik

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji statistik

Kolmogorov-Smirnov dengan melihat hasil signifikan nilai

unstandardized residual. Tabel 4.6 merupakan hasil uji normalitas

sebagai berikut:

Tabel 4.6

Uji Normalitas Statistik Kolmogorov-Smirnov

Unstandardized

Residual

N 277

Normal Parametersa,b

Mean ,0000000

Std.

Deviation

,07582569

Most Extreme Differences

Absolute ,072

Positive ,072

Negative -,056

Kolmogorov-Smirnov Z 1,201

Asymp. Sig. (2-tailed) ,112

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

Sumber: Data Diolah

Tabel 4.6 diatas menunjukan hasil uji normalitas dengan uji

Kolmogorov-Smirnov nilai test statistic 1,201 dengan nilai

probabilitas asymp. sig. (2-tailed) 0,112 jauh diatas α = 0,05 hal ini

HA ditolak berarti bahwa data residual berdistribusi normal dan data

penelitian ini telah memenuhi asumsi normalitas (Ghozali, 2016).

73

b. Uji Multikolonieritas

Uji multikolonieritas penelitian ini dilihat dari nilai tolerance

(T) dan lawannya variance inflation factor (VIF). Tabel 4.7

merupakan hasil uji multikolonieritas sebagai berikut:

Tabel 4.7

Hasil Uji Multikolonieritas

Model Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1

(Constant)

PAD ,607 1,647

DEPEND ,798 1,253

ASSET ,547 1,830

AGE ,771 1,298

SKPD ,671 1,491

LEG ,538 1,858

FIND ,968 1,033

a. Dependent Variable: DISCLOSURE

Sumber: Data Diolah

Tabel 4.7 diatas menunjukan tidak ada variabel independen

satupun yang memiliki nilai tolerance kurang dari 0,10. Nilai

Variance Inflation Factor (VIF) menunjukan bahwa tidak ada satu

variabel independen yang memiliki nilai VIF lebih dari 10,0. Jadi

dapat disimpulkan bahwa tidak ditemukan adanya korelasi antar

variabel independen (Ghozali, 2016).

c. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam

model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu

74

pengamatan ke pengamatan lainnya. Uji heteroskedastisitas dalam

penelitian ini menggunakan menggunakan grafik plot. Hasil

menggunakan grafik plot dengan melihat niali prediksi variabel

dependen yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Gambar 4.1

merupakan hasil uji heteroskedastisitas dengan uji plot sebagai

berikut hasilnya:

Gambar 4.1

Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan Grafik Plot

Suber: Data Diolah

Gambar 4.1 menunjukan grafik scatterplots atau titik-titik

menyebar secara acak serta tersebar baik diatas mauun dibawah

angka 0 pada sumbu Y, walaupun cenderung berkumpul pada satu

area model regresi ini tidak terjadi heteroskedastisitas, sehingga

75

model regresi ini layak dipakai untuk memprediksi tingkat

pengungkapan (DISCLOSURE) berdasarkan variabel-variabel yang

mempengaruhinya yaitu ukuran kekayaan daerah (PAD), dewan

tingkat ketergantungan (DEPEND), total aset (ASSET), umur

pemerintah daerah (AGE), jumlah SKPD (SKPD), ukuran legislatif

(LEG) dan temuan audit (FIND).

d. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi dilakukan untuk menguji apakah dalam model

regresi ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t

dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1. Untuk mendeteksi

ada atau tidaknya autokorelasi penelitian ini menggunakan uji durbin

watson (DW). Tabel 4.10 merupakan hasil uji autokorelasi dengan

uji LM sebagai berikut:

Tabel 4.8 menunjukkan nilai DW adalah sebesar 2,036 terletak

antara batas atas atau upper bound (du) dan 4-du yaitu antara 1,841

dengan 2,159 (4-1,841). Sehingga dapat disimpulkan tidak ada

kesalahan pengganggu (residual) yang saling berkorelasi disetiap

Tabel 4.8

Hasil Uji Autokorelasi dengan Uji Durbin Watson

Model Durbin-Watson

1 2,036

a. Predictors: (Constant), FIND, AGE, DEPEND, SKPD, PAD, ASSET, LEG

b. Dependent Variable: DISCLOSURE

Sumber : Data Diolah

76

periode atau tahun sampel dalam model penelitian ini atau tidak

terjadi autokorelasi.

2. Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur seberapa jauh

kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel independen.

Nilai koefisien determinasi adalah antara 0 dan 1, jika nilainya kecil

berarti kempuan variabel independen dalam menjelaskan variasi

variabel dependen sangat terbatas, namun jika mendekati 1 berarti

variabel independen memberikan hampir seluruh informasi yang

dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Tabel 4.11

merupakan hasil dari nilai koefisien determinasi sebagai berikut:

Tabel 4.9

Hasil Koefisien Determinasi

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate

1 ,239a ,057 ,032 ,07681

a. Predictors: (Constant), FIND, AGE, DEPEND, SKPD, PAD, ASSET,

LEG

b. Dependent Variable: DISCLOSURE

Sumber: Data Diolah

Tabel 4.9 menunjukan bahwa nilai koefisien Adjusted R Square

adalah sebesar 0,032, hal ini berarti hanya 3,2% variabel timgkat

pengungkapan (DISCLOSURE) dapat dijelaskan oleh variabel

kekayaan daerah (PAD), tingkat ketergantungan (DEPEND), total

aset (ASSET), umur pemerintah daerah (AGE), jumlah SKPD

(SKPD), ukuran legislative (LEG) dan temuan audit (FIND).

77

Sedangkan sisanya (100% - 3,2% = 96,8%) dijelaskan oleh faktor-

faktor lain yang tidak diketahui dan tidak termasuk dalam analisis

regresi ini. Faktor-faktor lain yang tidak termasuk dalam penelitian

ini adalah seperti Intergovemental revenue dan budaya organisasi

pada penelitian Pattrick (2010), tingkat kewajiban dan pendapatan

transfer (Lesmana, 2010), dan jumlah penduduk dan tingkat

penyimpangan (Hilmi, 2010).

Suhardjanto (2011) menemukan pengaruh status daerah dan

lokasi pemerintah daerah terhadap tingkat pengungkapan LKPD.

Martani (2012) menyatakan adanya pengaruh jumlah jumlah

penduduk terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan

pemerintah daerah. Heriningsih (2013) juga menemukan pengaruh

pembiayaan utang terhadap tingkat pengungkapan LKPD

3. Pengujian Hipotesis

a. Uji Statistik F

Uji statistik F digunakan untuk menunjukan apakah semua

variabel independen yang dimasukan dalam model mempunyai

pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen yang

diuji pada tingkat probabilitas signifikan 0,05. Tabel 4.12 merupakan

hasil uji F sebagai berikut:

78

Tabel 4.10

Hasil Uji Statistik F

Model Sum of

Squares

df Mean

Square

F Sig.

1

Regression ,096 7 ,014 2,324 ,026b

Residual 1,587 269 ,006

Total 1,683 276

a. Dependent Variable: DISCLOSURE

b. Predictors: (Constant), FIND, AGE, DEPEND, SKPD, PAD,

ASSET, LEG

Sumber: Data Diolah

Tabel 4.10 diatas menunjukan bahwa nilai F sebesar 2,324

dengan tingkat probabilitas signifikan sebesar 0,026 lebih kecil dari

0,05. Jadi dapat disimpulkan bahwa model regresi yang digunakan

layak untuk menguji data atau dapat dikatakan bahwa kekayaan

daerah (PAD), tingkat ketergantungan (DEPEND), total aset

(ASSET), umur pemerintah daerah (AGE), jumlah SKPD (SKPD),

ukuran legislatif (LEG), dan temuan audit (FIND) secara bersama-

sama atau simultan berpengaruh terhadap tingkat ketergantungan

(DISCLOSURE).

b. Uji Statistik t

Uji statistik t dilakukan untuk menunjukan seberapa jauh

variabel independen secara individual mempengaruhi variabel

dependen, dengan tingkat probabilitas signifikan yang digunakan

pada penelitian ini yaitu 0,05. Tabel 4.11 merupakan hasil uji

statistik t sebagai berikut:

79

Tabel 4.11

Hasil Uji Statistik t

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1

(Constant) ,680 ,029 23,192 ,000

PAD 1,282E-013 ,000 ,055 ,723 ,470

DEPEND ,028 ,030 ,062 ,941 ,347

ASET 1,083E-013 ,000 ,168 2,100 ,037

AGE -6,212E-006 ,000 -,002 -,028 ,978

SKPD ,000 ,000 -,073 -1,012 ,312

LEG -8,646E-005 ,001 -,011 -,133 ,894

FIND -,001 ,000 -,183 -3,044 ,003

a. Dependent Variable: DISCLOSURE

Sumber: Data Diolah

Hasil pengujian dari Tabel 4.11 diatas dapat dijelaskan sebagai

berikut:

1) Pengaruh Kekayaan Daerah (PAD) terhadap Tingkat

Pengungkapan (DISCLOSURE).

Hasil pengujian untuk variabel independen kekayaan daerah

memiliki nilai t hitung sebesar 0,723 dengan tingkat probabilitas

signifikansi 0,470 lebih besar dari 0,05. Artinya hipotesis satu

ditolak dengan kata lain kekayaan daerah tidak berpengaruh

terhadap tingkat pengungkapan. Nilai koefisien yang dihasilkan

0,0000000000001282 nilai ini menunjukan bahwa setiap

penambahan satu satuan dari kekayaan daerah, maka maka akan

meningkatkan tingkat pengungkapan laporan keuangan

pemerintah daerah sebesar 0,00000000001282%.

80

Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa variabel PAD tidak

memiliki pengaruh yang signifikan dengan arah positif terhadap

tingkat pengungkapan LKPD. Sehingga hipotesis pertama

ditolak. Hasil ini serupa dengan penelitian Sumarjo (2010) dan

Marfiana (2011) yang menghubungkan pengaruh PAD terhadap

kinerja pemerintah daerah. Semakin besar kekayaan daerah,

maka semakin besar tingkat pengungkapan yang dilakukan oleh

pemerintah daerah. Semakin besar kekayaan daerah, maka

semakin besar sumber daya yang dimiliki untuk melakukan

pengungkapan sehingga kekayaan daerah yang meningkat dapat

meningkatkan tingkat pengungkapan dalam laporan

keuangannya.

Berdasar teori stewardship maka pemerintah daerah

berusaha menunjukkan tanggung jawab atas kinerjanya yang

baik melalui hasil kekayaan yang besar dan sumber daya yang

banyak sehingga berupaya mengungkapkannya dengan lebih

baik pada laporan keuangannya. Adanya peningkatan

pengungkapan diharapkan mampu mengurangi adanya asimetri

informasi antara pemerintah dengan rakyatnya.

Namun hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Syafitri

(2012), Liestiani (2008), dan Laswad et.al. (2005). Variabel

PAD yang tidak signifikan sebagai akibat masih rendahnya

tingkat kepedulian masyarakat atas pajak dan retribusi yang

81

dibayarkan. Masyarakat cenderung hanya melaksanakan

kewajiban tanpa menuntut hak. Peran steward dan prinsipal

antara pemerintah daerah dengan masyarakat kurang dapat

terlaksana dengan baik, akibatnya peran PAD kurang bisa

memotivasi dan menyadarkan pemerintah dalam melakukan

pengungkapan sesuai SAP dengan lebih baik. Selain itu, tingkat

ketergantungan pemerintah daerah atas dana transfer dirasa

masih tinggi, sehingga menyebabkan pengungkapan PAD tidak

menjadi prioritas utama pemerintah daerah (Sumarjo, 2010).

2) Pengaruh Tingkat Ketergantungan (DEPEND) terhadap Tingkat

Pengungkapan (DISCLOSURE).

Hasil pengujian untuk variabel independen tingkat

ketergantungan memiliki nilai t hitung sebesar 0,941 dengan

tingkat probabilitas signifikansi 0,347 lebih besar dari 0,05.

Artinya hipotesis satu ditolak dengan kata lain tingkat

ketergantungan tidak berpengaruh terhadap tingkat

pengungkapan. Nilai koefisien yang dihasilkan 0,028 nilai ini

menunjukan bahwa setiap penambahan satu satuan dari tingkat

ketergantungan daerah, maka akan meningkatkan tingkat

pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah sebesar

2,8%.

Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan hasil penelitian

Suhardjanto dan Susilo (2015) yang menyatakan bahwa tingkat

82

ketergantungan memiliki pengaruh signifikan positif terhadap

tingkat pengungkapan. Suhardjanto (2011) dan Susilo (2015)

menemukan bahwa tingkat ketergantungan pemerintah kota

berhubungan positif dan signifikan terhadap tingkat

pengungkapan laporan keuangan pemerintah kota. Adanya

ketergantungan yang besar memungkinkan pemerintah pusat

untuk melakukan pembatasan operasi pemerintah daerah dan

meminta pengungkapan lebih untuk memonitor kinerja

pemerintah daerah dengan pembatasan operasi tersebut.

Namun penelitian ini mendukung hasil penelitian Hilmi

(2013), dari hasil penelitiannya tidak menemukan pengaruh

tingkat ketergantungan terhadap tingkat pengungkapan.

Penelitian ini konsisten juga dengan Susbiyani dan Subroto

(2014), dari hasil penelitiannya tidak menemukan tingkat

ketergantungan berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan.

Hilmi (2013) menyatakan tingkat ketergantungan tidak

berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengungkapan laporan

keuangan pemerintah provinsi. Besaran tingkat ketergantungan

tidak memberikan pengaruh bagi pemerintah provinsi untuk

meningkatkan tingkat pengungkapan dalam laporan keuangan

pemerintah provinsi. Kemungkinan dalam era desentralisasi

hubungan pemerintah pusat dan daerah tidak terlalu erat

sehingga tidak ada ada monitoring khusus pelaporan keuangan

83

Pemda oleh Pemerintah Pusat. Jika ada monitoring tersebut

tidak digunakan dalam menentukan anggara dana perimbangan

di daerah sehingga tidak mendorong pemerintah daerah untuk

meningkatkan kualitas laporan keuangannya. Insentif pelaporan

keuangan baru diberikan mulai tahun 2010, namun lebih

diarahkan pada pencapaian opini bukan kualitas pengungkapan.

3) Pengaruh Total Aset (ASSET) terhadap Tingkat Pengungkapan

(DISCLOSURE).

Hasil pengujian untuk variabel independen total aset daerah

memiliki nilai t hitung sebesar 2,100 dengan tingkat probabilitas

signifikansi 0,037 lebih kecil dari 0,05. Artinya hipotesis satu

diterima dengan kata lain total aset berpengaruh terhadap tingkat

pengungkapan. Nilai koefisien yang dihasilkan

0,0000000000001083 nilai ini menunjukan bahwa setiap

penambahan satu satuan dari total aset, maka maka akan

meningkatkan tingkat pengungkapan laporan keuangan

pemerintah daerah sebesar 0,00000000001083%.

Total aset yang besar memungkinkan pemerintah daerah

untuk memiliki kemampuan sumber daya yang lebih untuk

mengungkapkan informasi keuangannya. Namun permasalahan

dalam pengelolaan serta kurannya pemahaman dalam pelaporan

membuat aset tidak berpengaruh signifikan dalam

84

pengungkapan wajib laporan keuangan pemerintah daerah

(Heriningsih, 2013).

Total aset yang besar dan kompleks membutuhkan

pengelolaan yang baik sehingga pengungkapan lebih besar

diperlukan terkait pemeliharaan dan pengelolaan aset.

Konsekuensi dari pemerintahan yang memiliki aset besar adalah

memiliki tekanan yang besar pula dari public untuk menyajikan

laporan keuangannya secara lengkap sebagai upaya

meningkatkan transparansi dan mengurangi asimetri infornasi

(Lesmana, 2010).

Hilmi dan Martani (2013) dalam penelitiannya yang

menyatakan hal yang bahwa total aset tidak memiliki pengaruh

terhadap tingkat pengungkapan. Namun penelitian ini

mendukung hasil penelitian Darmastuti dan Setyaningrum

(2012), dari hasil penelitiannya menemukan pengaruh positif

total aset terhadap tingkat pengungkapan.

4) Pengaruh Umur Pemerintah Daerah (AGE) terhadap Tingkat

Pengungkapan (DISCLOSURE).

Hasil pengujian untuk variabel independen umur pemerintah

daerah memiliki nilai t hitung sebesar negatif 0,028 dengan

tingkat probabilitas signifikansi 0,978 lebih besar dari 0,05.

Artinya hipotesis satu ditolak dengan kata lain umur pemerintah

daerah tidak berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan. Nilai

85

koefisien yang dihasilkan negatif 0,000006212 nilai ini

menunjukan bahwa setiap penambahan satu satuan dari umur

pemerintah daerah, maka menurunkan pada tingkat

pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah sebesar

0,0006212%.

Terjadi pengaruh negatif namun tidak signifikan atas umur

pemerintah daerah dengan tingkat pengungkapan, sehingga

hipotesis keempat ditolak. Penelitian Wardani (2012)

menunjukkan hubungan negatif yang dihubungkan dengan luas

pengungkapan sukarela. Sementara, penelitian Lesmana (2010)

dan Syafitri (2012) menunjukkan hasil berbeda. Hasil serupa

turut dikemukakan oleh Aprilia (2007) yang menemukan

hubungan negatif tidak signifikan antara umur dengan kualitas

pengungkapan sukarela laporan tahunan. Hasil negatif

menunjukkan bahwa semakin muda usia suatu daerah maka

semakin baik tingkat pengungkapannya, namun hal ini tidak

terjadi secara signifikan sebagai akibat usia tidak serta

memotivasi dan mendorong tingkat pengungkapan yang lebih

besar dari suatu daerah. Usia daerah yang tergolong muda dan

cenderung dikatakan memiliki personil PNS yang lebih

berkualitas dengan banyak usia muda, tidak kemudian

menghasilkan pengungkapan lebih baik pula daripada daerah

86

yang telah lama berdiri. Karena rekruitmen CPNS terjadi setiap

tahun dan merata di setiap daerah.

Berdasarkan penelitian Lesmana (2010), umur administratif

memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat

pengungkapan laporan keuangan pemerintah. Semakin tua umur

suatu pemerintah daerah maka semakin tinggi dorongan

pengungkapan karena telah memiliki lebih banyak informasi

untuk diungkapkan daripada pemerintah baru. Hal ini turut

mengindikasikan bahwa melalui umur, suatu daerah seharusnya

mampu menunjukkan tujuan dan kesadaran steward dengan

semakin mampu meyakinkan publik bahwa daerah tersebut telah

cukup mapan dan berpengalaman, sehingga masyarakat akan

merespon melalui harapan akan adanya pengungkapan yang

lebih baik.

5) Pengaruh Jumlah SKPD (SKPD) terhadap Tingkat

Pengungkapan (DISCLOSURE).

Hasil pengujian untuk variabel jumlah SKPD daerah

memiliki nilai t hitung sebesar negatif 1,012 dengan tingkat

probabilitas signifikansi 0,312 lebih besar dari 0,05. Artinya

hipotesis satu ditolak dengan kata lain jumlah SKPD tidak

berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan. Nilai koefisien

yang dihasilkan negatif 0,000 nilai ini menunjukan bahwa setiap

penambahan satu satuan dari umur pemerintah daerah, maka

87

tidak ada perubahan pada tingkat pengungkapan laporan

keuangan pemerintah daerah.

Penelitian ini mendukung hasil penelitian Suhardjanto dan

Lesmana (2010) dan Pattrick (2010), dari hasil penelitiannya

tidak menemukan pengaruh jumlah SKPD terhadap tingkat

pengungkapan. Penelitian ini konsisten juga dengan Zulhilmi

dan Martani (2011), Setyaningrum dan Syafitri (2012) dari hasil

penelitiannya tidak menemukan jumlah SKPD berpengaruh

terhadap tingkat pengungkapan.

Jumlah SKPD tidak mempengaruhi kepatuhan tingkat

pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah karena

semakin banyak jumlah SKPD maka proses kerjasama dan

koordinasi antar SKPD akan semakin rumit. Hal tersebut

membuat pemerintah daerah kesulitan dalam mengontrol

kepatuhan masing-masing SKPD termasuk dalam hal

pengungkapan laporan keuangan (Suhardjanto, 2011).

Suhardjanto dan Rukminta (2011) menyatakan bahwa

lembaga legislatif atau DPRD merupakan lembaga yang

memiliki potensi dan peran strategis dalam pengawasan

keuangan daerah. Penelitian Yulianingtyas (2011) menemukan

bahwa jumlah anggota legislatif atau DPRD berpengaruh positif

terhadap tingkat pengungkapan. Peranan DPRD sebagai

pengawas keuangan berjalan dengan baik sehingga dapat

88

mengontrol kebijakan keuangan daerah secara ekonomis,

efisien, efektif, transparan, dan akuntabel (Winarna dan Murni,

2007). Semakin besar jumlah anggota legislatif maka

diharapkan akan semakin besar tingkat pengawasan yang

dilakukan oleh anggota legislatif.

6) Pengaruh Ukuran Legislatif (LEG) terhadap Tingkat

Pengungkapan (DISCLOSURE).

Hasil pengujian untuk variabel independen ukuran legislatif

memiliki nilai t hitung sebesar negatif 0,133 dengan tingkat

probabilitas signifikansi 0,894 lebih besar dari 0,05. Artinya

hipotesis satu ditolak dengan kata lain ukuran legislatif tidak

berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan. Nilai koefisien

yang dihasilkan negatif 0,000006212 nilai ini menunjukan

bahwa setiap penambahan satu satuan dari ukuran legislatif,

maka menurunkan pada tingkat pengungkapan laporan

keuangan pemerintah daerah sebesar 0,0006212%.

Jumlah anggota DPRD tidak berpengaruh terhadap kinerja

pemerintah daerah. Hal ini dikarenakan fungsi anggota DPRD

yang kurang dapat terlaksana, salah satunya karena masih

buruknya peran dan kinerja dari anggota DPRD sendiri, sebagai

bukti nyata ialah masih banyak terjadi korupsi di kalangan

DPRD (Sumarjo, 2010).

89

Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan hasil penelitian

Suhardjanto dan Yulianingtyas (2011), yang menyatakan bahwa

ukuran legislatif memiliki pengaruh signifikan positif terhadap

tingkat pengungkapan. Namun penelitian ini mendukung hasil

penelitian Darmastuti dan Setyaningrum (2012), dari hasil

penelitiannya tidak menemukan pengaruh ukuran legislatif

terhadap tingkat pengungkapan.

7) Pengaruh Temuan Audit (FIND) terhadap Tingkat

Pengungkapan (DISCLOSURE).

Hasil pengujian untuk variabel independen umur pemerintah

daerah memiliki nilai t hitung sebesar negatif 3,044 dengan

tingkat probabilitas signifikansi 0,003 lebih kecil dari 0,05.

Artinya hipotesis satu diterima dengan kata lain temuan audit

berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan. Nilai koefisien

yang dihasilkan negatif 0,001 nilai ini menunjukan bahwa setiap

penambahan satu satuan dari temuan audit, maka menurunkan

pada tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah

daerah sebesar 0,01%.

Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan hasil penelitian

Hilmi (2010), yang menyatakan bahwa temuan memiliki

pengaruh signifikan positif terhadap tingkat pengungkapan.

Temuan audit BPK merupakan kasus-kasus yang ditemukan

BPK terhadap laporan keuangan Pemda atas pelanggaran yang

90

dilakukan suatu daerah terhadap ketentuan pengendalian intern

maupun terhadap ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Adanya temuan ini menyebabkan BPK akan meminta adanya

peningkatan pengungkapan dan koreksi. Sehingga, semakin

besar jumlah temuan maka akan semakin tinggi tingkat

pengungkapan laporan keuangannya. Pengungkapan yang lebih

dilakukan sebagai upaya perbaikan dan koreksi atas temuan

audit yang ditemukan BPK dan menunjukkan pada publik

adanya perbaikan kualitas yang dilakukan pemerintah daerah

atas saran dari BPK.

Namun penelitian ini mendukung hasil penelitian Martani

(2012), dari hasil penelitiannya menemukan pengaruh signifikan

negatif temuan audit terhadap tingkat pengungkapan. Temuan

audit berpengaruh negatif terhadap tingkat pengungkapan

laporan keuangan pemerintah daerah. Hal ini dikarenakan

kecenderungan pemerintah daerah untuk menutupi

pengungkapan informasi ketika memiliki banyak permasalahan

yang berkaitan dengan akuntabilitas. Pada umumnya berkaitan

dengan dokumentasi anggaran dan akuisisi aset (Martani, 2012).

91

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah.

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan terhadap

empat hipotesa yang telah diuji dengan menggunakan analisis regresi linear

berganda, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Variabel Karakteristik daerah yang diproksikan dengan kekayaan daerah,

tingkat ketergantungan, totalaset, dan umur pemerintah daerah tidak

berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan

pemerintah daerah sejalan dengan penelitian Lesmana (2010), Martani

(2012), dan Subroto (2014). Kecuali total aset yang berpengaruh terhadap

tingkat pengungkapan laporan keuangan daerah. Konsisten dengan

penelitian Darmastuti dan Setyaningrum (2012).

2. Variabel kompleksitas daerah yang diproksikan dengan jumlah SKPD

dan ukuran legislatif tidak berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan

laporan keuangan pemerintah daerah. Hasil penelitian ini konsisten

dengan Suhardjanto dan Lesmana (2010), dan Hilmi dan Martani (2011)

3. Temuan audit berpengaruh negatif terhadap tingkat pengungkapan

laporan keuangan pemerintah daerah. Hasil penelitian ini konsisten

dengan Hilmi dan Martani (2011)

92

B. Saran

Peneliti dimasa mendatang diharapkan dapat menyajikan hasil penelitian

yang lebih berkualitas dengan adanya beberapa masukan diantaranya:

1. Menambah tahun pengamatan atau dapat menggunakan variabel lain

yang tidak digunakan pada penelitian ini.

2. Untuk peneliti selanjutnya mempertimbangkan model berbeda yang akan

digunakan sehingga dapat dilihat adanya tingkat pengungkapan dengan

sudut pandang yang berbeda.

3. Menambahkan variabel lain yang tidak digunakan dalam penelitian ini,

yang lebih relevan yang mengindikasikan berpengaruh terhadaptingkat

pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah seperti

Intergovermental revenue dan budaya organisasi (Pattrick, 2010), tingkat

kewajiban dan pendapatan transfer (Lesmana, 2010), jumlah penduduk

dan tingkat penyimpangan (Hilmi, 2010), status daerah dan lokasi

pemerintah daerah (Suhardjanto,2011), dan pembiayaan utang

(Heriningsih, 2013).

93

DAFTAR PUSTAKA

Anruo, Emmanuel, “International Journal of Finance and Policy Analysis”.

Brown Walker Press, 2013.

Bastari, Iman, “Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah dan Standar

Akuntansi Pemerintahan Sebagai Wujud Reformasi Manajemen Keuangan

Daerah”. Jakarta: Anggota Komite Kerja Standar Akuntansi Pemerintahan,

2004.

Daniri, Mas Achmad. “Good Corporate Governance: Konsep Penerapannya

dalam Konteks Indonesia”. Penerbit ray.

Ghozali, Imam, “Aplikasi Analisis Multivariete dengan Program IBM SPSS 23”,

BP UNDIP, Semarang”, 2016.

Governmental Accounting Standard Board, “Statement No. 34 : Basic Financial

Statement andManagement’s Discussion and Analysis for State and Local

Government”. Norwalk, 1999.

Grossi, Giuseppe, “Public Sector Accounting”. New York, Routledge Press, 2011.

Heriningsih, Sucahyo, Rusherlistyani. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah”. Jurnal

Ekonomi dan Bisnis Volume 13 Nomor 02, 2013.

Jorge, susana. “Implementing Reforms in Sector Accounting”, 2008.

Martani, Dwi, Lestiani. “Disclusure in Local Government Financial Statements:

the Case of Indonesia”, Global Review of Accounting and Finance Vol. 3

No. 1. March 2012.

Martani, Dwi, Zaelani, fazri. “Pengaruh Ukuran, Pertumbuhan, dan Kompleksitas

terhadap Pengendalian Intern Pemerintah Daerah Studi Kasus di

Indonesia”. Simposium Nasional Akuntansi XIV, 2011.

Nachrowi, D. N., dan Usman, H. “Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika

untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan”, Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI,

2006.

Nordiawan, D., dan Hertianti, A. “Akuntansi Sektor Publik”, Jakarta: Salemba

Empat, 2011.

Patrrick, Patricia A. The Adoption of GASB 34 In Small, Rural, Local

Governments. J Of Public Budgeting, Accounting & Financial

Management”, 2010.

Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No. 13 Tahun 2006 tentang Pengelolaan

Keuangan Daerah.

94

Peraturan Pemerintah RI No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi

Pemerintahan.

Raharjo, Eko. “Teori Agensi dan Teori Sterwardship dalam Perspektif

Akuntansi”, Fokus Ekonomi Vol. 2 No. 1 Juni 2007.

Sari, Diana. “Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, Implementasi

standar Akuntansi Pemerintahan, Penyelesaian temuan Audit terhadap

Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah dan Implikasinya terhadap

Penerapan Prinsip-Prinsip Tata Kelola Pemerintahan yang Baik”,

Indonesian Journal of Economic and Business, 2012.

Suhardjanto, Djoko., Lesmana, Sigit, Indra. “Pengaruh Karakteristik Pemerintah

Daerah Terhadap Tingkat Pengungkapan Wajib di Indonesia”, Jurnal STIE

BANK BPD JATENG, 2010

Susbiyani, Ari, dkk. “The Compliance With Mandatory Disclousure of Financial

Statement: A Study from Local Government in Indonesia”, Research

Journal of Finance and Accounting Volume 05 No 10, 2014.

Undang-Undang RI No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Undang-Undang RI No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah.

Undang-Undang RI No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

Undang-Undang RI No.1 Tahun 2004 tentang PerbendaharaanNegara.

Undang-Undang RI No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Keuangan Negara.

Undang-Undang RI No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

Willigan, Thomas, Matsusaka, Jhon. “Fiscal Policy, Legislature Size, and

Political parties: Evidence from State and Local Governments in the First

Half of the 20th Century”, National Tax Journal Vol. 54 No. 1 March 2001

Yulianingtyas, Rena Rukminta. “Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah

Terhadap Kepatuhan Pengungkapan Wajib Dalam Laporan Keuangan

Pemerintah Daerah.”, Jurnal Akuntansi & Auditing 31Volume 8/No.

1/November 2011: 1-94

95

Lampiran 1: Sampel Penelitian pemerintah kabupaten/Kota

No Nama Pemda No Nama Pemda

1 kab aceh jaya 42 kab batang

2 kab aceh tamiang 43 kab kebumen

3 kab aceh tengah 44 kota salatiga

4 kab aceh utara 45 kota semarang

5 kota banda aceh 46 kab kulon progo

6 kab asahan 47 kota yogyakarta

7 kab dairi 48 kab blitar

8 kab labuhan batu selatan 49 kab jember

9 kota medan 50 kab lamongan

10 kota pematang siantar 51 kab probolinggo

11 kab lima puluh kota 52 kab situbondo

12 kab padang pariaman 53 kota surabaya

13 kab pasaman 54 kab serang

14 kab pasaman barat 55 kab tangerang

15 kab tanah datar 56 kota cilegon

16 kota padang 57 kota serang

17 kota padang panjang 58 kota tangerang selatan

18 kota pariaman 59 kab gianyar

19 kota payakumbuh 60 kota denpasar

20 kota sawahlunto 61 kab lombok timur

21 kab kampar 62 kab lombok utara

22 kab pelalawan 63 kota kupang

23 kab siak 64 kab landak

24 kota pekanbaru 65 kota pontianak

25 kab batang hari 66 kota singkawang

26 kab sarolangun 67 kab seruyan

27 kab Ogan Komering Ilir 68 kab hulu sungai selatan

28 Kab Ogan Komering Ulu 69 kab kutai barat

29 Kab Ogan Komering Ulu Timur 70 kab kutai timur

30 kota pagar alam 71 kab poso

31 kab kaur 72 kab konawe

32 kab kepahiang 73 kota gorontalo

33 kota bengkulu 74 kabupaten maluku tengah

34 kab bangka barat 75 kabupaten maluku tenggara

35 kab lingga 76 kab halmahera selatan

36 kota batam 77 kab halmahera timur

37 kab bekasi 78 kota ternate

38 kota bandung 79 kab asmat

39 kota bekasi 80 kab jayawijaya

40 kota tasikmalaya 81 kab mappi

41 kab banyumas 82 kab yahukimo

96

Lampiran 2: Hasil Output Regresi Linear Berganda

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

DISCLOSURE 277 ,53 ,84 ,6673 ,07809

PAD 277 6781233308,98 903513077359,00 119174097272,1027 152219855062,37622

DEPEND 277 ,10 1,11 ,5814 ,17533

ASET 277 357383692671,99 11875490689350,70 2468356805998,5063 1573111751887,33620

AGE 277 2,00 68,00 33,5271 23,76996

SKPD 277 24,00 79,00 45,3646 12,30915

LEG 277 20,00 50,00 35,6137 9,71434

FIND 277 6,00 82,00 26,5307 13,41546

Valid N

(listwise)

277

Variables Entered/Removeda

Model Variables

Entered

Variables

Removed

Method

1

FIND, AGE,

DEPEND,

SKPD, PAD,

ASET, LEGb

. Enter

a. Dependent Variable: DISCLOSURE

b. All requested variables entered.

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of

the Estimate

Durbin-

Watson

1 ,239a ,057 ,032 ,07681 2,036

a. Predictors: (Constant), FIND, AGE, DEPEND, SKPD, PAD, ASET,

LEG

b. Dependent Variable: DISCLOSURE

ANOVAa

Model Sum of

Squares

df Mean

Square

F Sig.

1

Regression ,096 7 ,014 2,324 ,026b

Residual 1,587 269 ,006

Total 1,683 276

97

a. Dependent Variable: DISCLOSURE

b. Predictors: (Constant), FIND, AGE, DEPEND, SKPD, PAD, ASET, LEG

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. Collinearity

Statistics

B Std.

Error

Beta Tolerance VIF

1

(Constant) ,680 ,029 23,192 ,000

PAD 1,282E-013 ,000 ,055 ,723 ,470 ,607 1,647

DEPEND ,028 ,030 ,062 ,941 ,347 ,798 1,253

ASET 1,083E-013 ,000 ,168 2,100 ,037 ,547 1,830

AGE -6,212E-006 ,000 -,002 -,028 ,978 ,771 1,298

SKPD ,000 ,000 -,073 -1,012 ,312 ,671 1,491

LEG -8,646E-005 ,001 -,011 -,133 ,894 ,538 1,858

FIND -,001 ,000 -,183 -3,044 ,003 ,968 1,033

a. Dependent Variable: DISCLOSURE

98

99

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized

Residual

N 277

Normal Parametersa,b

Mean ,0000000

Std.

Deviation

,07582569

Most Extreme

Differences

Absolute ,072

Positive ,072

Negative -,056

Kolmogorov-Smirnov Z 1,201

Asymp. Sig. (2-tailed) ,112

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.