analisis efektivitas spn.docx

4
ANALISIS EFEKTIVITAS Dari penjabaran sebelumnya, dapat dinilai mengenai efektivitas dari pelaksanaan Sensus Pajak Nasional ini, dilihat dari berbagai sisi, antara lain dari kekuatan dasar hukum, kompetensi dari responden, dampak psikologis, dan ketercapaian tujuan. Dasar Hukum Dasar hukum untuk pelaksanaan SPN ini adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK.03/2011, sedangkan untuk ketentuan teknisnya, SPN didasarkan pada Peraturan Jenderal Pajak Nomor Per-30/PJ/2011. Perdirjen ini mencantumkan konsideransi yaitu UU No. 6 Tahun 1983 tentang KUP, UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang PPh,UU nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN dan PPNBM, UU Nomor 12 Tahun 1985 tentang PBB dan PMK Nomor 149/PMK.03/2011 tentang SPN. PMK ini sendiri menggunakan konsideransi pertimbangan pada pasal 9 ayat (3) UU PBB serta amanat Presiden melalui Nota Keuangan yang disampaikan pada 16 Agustus 2011. Selanjutnya konsideran merujuk pada UU KUP, UU PPh, UU PPN, UU PBB, dan Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010. Dasar hukum PMK tentang SPN ini tidak merujuk langsung pada UU. Tidak ada ketentuan yang mengacu pelaksanaan SPN secara eksplisit maupun implisit. Padahal segala hal yang berkenaan dengan pajak harus berdasarkan Undang-undang. Ketentuan ini mengacu pada pasal 23A UUD 1945. Sebenarnya terdapat konsideran yang tercantum pada poin pertimbangan pertama yaitu pasal 9 ayat (3) UU PBB. Namun pasal tersebut tidak memberikan keterangan tentang ketentuan pelaksanaan sensus pajak. Pasal ini juga hanya mengatur PBB/BPHTB, tidak termasuk jenis pajak yang lain. (http://ipungefendy.wordpress.com/2012/01/13/telaah-atas-dasar- hukum-sensus-pajak-nasional-spn/ )

Upload: ade-herdiana

Post on 03-Jan-2016

96 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

sensus pajak nasional

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS EFEKTIVITAS SPN.docx

ANALISIS EFEKTIVITAS

Dari penjabaran sebelumnya, dapat dinilai mengenai efektivitas dari pelaksanaan Sensus Pajak

Nasional ini, dilihat dari berbagai sisi, antara lain dari kekuatan dasar hukum, kompetensi dari

responden, dampak psikologis, dan ketercapaian tujuan.

Dasar Hukum

Dasar hukum untuk pelaksanaan SPN ini adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor

149/PMK.03/2011, sedangkan untuk ketentuan teknisnya, SPN didasarkan pada Peraturan Jenderal

Pajak Nomor Per-30/PJ/2011. Perdirjen ini mencantumkan konsideransi yaitu UU No. 6 Tahun 1983

tentang KUP, UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang PPh,UU nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN dan

PPNBM, UU Nomor 12 Tahun 1985 tentang PBB dan PMK Nomor 149/PMK.03/2011 tentang SPN.

PMK ini sendiri menggunakan konsideransi pertimbangan pada pasal 9 ayat (3) UU PBB serta amanat

Presiden melalui Nota Keuangan yang disampaikan pada 16 Agustus 2011. Selanjutnya konsideran

merujuk pada UU KUP, UU PPh, UU PPN, UU PBB, dan Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010.

Dasar hukum PMK tentang SPN ini tidak merujuk langsung pada UU. Tidak ada ketentuan yang

mengacu pelaksanaan SPN secara eksplisit maupun implisit. Padahal segala hal yang berkenaan

dengan pajak harus berdasarkan Undang-undang. Ketentuan ini mengacu pada pasal 23A UUD 1945.

Sebenarnya terdapat konsideran yang tercantum pada poin pertimbangan pertama yaitu pasal 9

ayat (3) UU PBB. Namun pasal tersebut tidak memberikan keterangan tentang ketentuan

pelaksanaan sensus pajak. Pasal ini juga hanya mengatur PBB/BPHTB, tidak termasuk jenis pajak

yang lain.

(http://ipungefendy.wordpress.com/2012/01/13/telaah-atas-dasar-hukum-sensus-pajak-nasional-

spn/)

Kompetensi dan Faktor Psikologis Responden

Dalam pedoman pelaksanaannya, untuk kondisi tertentu di mana Wajib Pajak yang bersangkutan

sulit ditemui, maka dimungkinkan informasi diperoleh dari pihak lain yang kompetensinya tidak

dibatasi secara tegas dan jelas, misalnya pada sensus di cluster perumahan hanya dapat ditemui

pembantu rumah tangga, maka informasi perpajakan Wajib Pajak bersangkutan diperoleh

Page 2: ANALISIS EFEKTIVITAS SPN.docx

berdasarkan pengetahuan pembantu rumah tangga tersebut, sehingga validitas dan keakuratannya

kurang kuat.

Beberapa Wajib Pajak yang dapat ditemui tidak berbeda jauh dalam memberikan informasi, seperti

mendasarkan jawabannya pada SPT yang telah dilaporkan, bukan didasarkan pada kondisi riil yang

lebih akurat, atau menanyakannya terlebih dahulu pada konsultan atau bawahannya yang

mengurusi urusan perpajakan, sehingga informasi yang diinginkan untuk perbaikan data tidak

diperoleh.

Berdasarkan pengalaman dari beberapa petugas di lapangan, sebagian besar responden cenderung

bersifat retensif dan tertutup pada petugas. Hal ini sedikit banyak dipengaruhi oleh faktor psikologis.

Sebagai contoh, SPN ini dilaksanakan tidak berselang lama setelah sejumlah kasus yang melibatkan

beberapa pegawai pajak dalam kasus korupsi, sehingga banyak dari responden enggan untuk

memberikan informasi apa adanya dengan alasan tersebut, terlepas dari relevan atau tidaknya

dengan pelaksanaan SPN ini.

Untuk responden yang kooperatif, kebanyakan juga memberikan informasi sesuai dengan yang

dilaporkannya dalam SPT, sehingga tidak banyak informasi baru yang diperoleh.

Dilihat dari dampak psikologis masyarakat sebagai responden, pelaksanaan SPN ini dinilai kurang

efektif.

Ketercapaian Tujuan

Berbagai faktor di atas bermuara pada ketercapaian tujuan. Pelaksanaan SPN ini memiliki tujuan

awal yang sangat baik, yaitu perbaikan data untuk menjaring berbagai potensi perpajakan melalui

peningkatan tax ratio. Pencapaian tujuan ini diukur di antaranya melaui penentuan target dan

perbandingannya dengan capaian yang diperoleh.

Terdapat anggaran yang harus dikeluarkan untuk pencapaian tujuan ini. Mulai dari biaya

penyusunan dan percetakan lembar Formulir Isian Sensus (FIS), Sumber Daya Manusia (SDM) yang

dibutuhkan untuk melaksanakan wawancara SPN (Pihak Ketiga atau Outsourching), Biaya publikasi

dan sosialisasi kegiatan SPN hingga kompensasi yang diberikan kepada para pegawai yang terlibat

dalam pelaksanaan SPN. Pada pelaksanaan SPN kesatu, untuk itu semua, Direktorat Jenderal (Ditjen)

Pajak telah menganggarkan total pengeluaran sebesar 200 Milliar.

Page 3: ANALISIS EFEKTIVITAS SPN.docx

Mengenai pencapaian output, dari target awal yang ditentukan, yakni sebanyak 1,5 juta Wajib Pajak

(WP) baru yang akan dijaring, akhirnya diturunkan menjadi hanya 900 ribu WP saja. Hingga batas

waktu SPN, pendataan ternyata baru dapat dilakukan kepada 646.655 Wajib Pajak saja.

Dalam hal kondisi respon WP terhadap SPN, hasilnya pun tak jauh berbeda. Ditjen Pajak memetakan

empat (4) kondisi WP setelah dilakukan sensus. Kondisi pertama, WP yang dapat ditemui dan

bersedia menjawab pertanyaan sekaligus mengisi formulir berjumlah 69,92%. Kedua, WP yang dapat

ditemui dan hanya bersedia menjawab ataupun hanya mengisi formulir berjumlah 1,75%. Ketiga, WP

tidak berada ditempat saat dilakukan sensus sebanyak 16,4%. Dan yang terakhir, alamat WP sudah

berpindah dan tidak diketahui lagi alias kosong sebanyak 11,93% (Ada Apa dengan Sensus Pajak,

kolom Indonesian Tax Review).

Dua hal yang disebut menjadi penyebab tingkat ketercapaian ini yaitu perihal kurang efektifnya

sosialisasi dan kurang kompetennya para petugas SPN. Hal ini penting mengingat pada kedua hal

inilah, kurang lebih agenda keberhasilan SPN diletakkan. Sosialisasi akan terkait dengan upaya untuk

mengubah cara pandang dan persepsi WP, sedangkan kompetensi petugas akan terkait dengan

kemampuan mengeksplorasi data pada saat wawancara.

(http://keuangannegara.com/kolom-pakar-kolom-pakar/1690/spn-anggaran-dan-review-

pencapaian.html)