analisis dinamika masuknya timor leste …...terdapat tiga aktor politik yang berkompetisi pada saat...
TRANSCRIPT
1
BAB IV
ANALISIS DINAMIKA MASUKNYA TIMOR LESTE UNTUK
MENDAPATKAN STATUS KEANGGOTAAN PENUH DALAM
ASEAN
Agar dapat memahami sub bab ini, penulis akan menyajikan hasil
temuannya secara bertahap dengan tujuan pembaca dapat memahami
keadaan faktual Timor Leste. Sajian data akan dimulai dengan memaparkan
lepasnya Timor Leste dari Indonesia, keadaan domestik Timor Leste, politik
luar negeri Timor Leste dengan negara-negara anggota ASEAN, dan
diakhiri dengan hubungan Timor Leste dengan negara-negara diluar
ASEAN. Pada bagian kedua penulis akan memaparkan mengenai sejarah
ASEAN, prinsip dan aturan ASEAN, dan regionalisme khas ASEAN. Pada
bagian akhir pemaparan ini penulis akan menyajikan analisisnya
menggunakan teori konstruktivisme dan konsep regionalisme.
Dinamika dapat dipahami sebagai tingkah laku yang dapat secara
langsung memberikan pengaruh terhadap pihak lain secara timbal balik.
Dalam dinamika terdapat interaksi dan ketergantungan antar anggota
kelompok maupun anggota dengan kelompok secara menyeluruh. Dynamic
is facts or concepts which refer to conditions of change, especially to forces
(Santosa, Slamet, 2004:5).
Secara sederhana dapat dipahami bahwa indikator dinamika politik
terletak pada interaksi dan ketergantungan (interdependensi) antar aktor
politik.
1.1 Lepasnya Timor Leste dari Indonesia
Terhitung sejak tahun 1945 sejarah mencatat bahwa perang sipil
masih berada dalam tatanan teratas konflik yang sedang dialami oleh
berbagai negara. Hal ini biasa terjadi pada negara-negara baru di berbagai
belahan dunia. Secara umum penyebab konflik dapat dibedakan menurut
faktor-faktor penyebabnya, seperti konflik yang dialami oleh Timor Leste
2
pasca memperkenalkan diri sebagai negara baru di Asia Tenggara (Dan
Smith, 2004:15).
Beberapa waktu sebelum memperoleh kedaulatan negaranya, Timor
Leste berkonflik dengan Indonesia. Konflik ini menjadi ‘sedikit’ agak rumit
dengan hadirnya Australia sebagai pihak mediator. Hal tersebut diakibatkan
campur tangan Australia justru membuat pihaknya secara tidak langsung
terlibat dalam konflik, dan cenderung ‘mempermudah’ Timor Leste
memperoleh kemerdekaan (Ichsan Malik, 2009).
Salah satu faktor yang pendukung Timor Leste yang membuat
pihaknya mengajukan diri untuk lepas dari bagian Indonesia adalah tidak
adanya kedekatan yang berarti dengan daerah-daerah lain di Indonesia.
Bahkan Timor Leste menjadi bagian dari Indonesia setelah kehadiran
pasukan militer Indonesia pada tahun 1975.
Kehadiran Australia secara tidak langsung membuat pihaknya
menjadi aktor sekunder setelah melibatkan diri dalam proses referendum
tahun 1999. Campur tangan Australia nampak melalui dukungan politiknya
untuk Timor Leste di PBB, serta hadirnya tentara Australia sebagai pasukan
penjaga perdamaian PBB melalui UNMIT dan UNAMET.
1.2 Keadaan Domestik Timor Leste
1.2.1 Keadaan Sosial dan Demografi
Negara Timor Timur yang sekarang kita kenal dengan nama Timor
Leste ini mayoritas penduduknya didominasi oleh keturunan ras Malay
Polynesia (Melayu-Polinesia). Bahasa resmi yang digunakan untuk
berkomunikasi adalah bahasa Portugis dan Tetun. Bahasa Tetun masuk
dalam kategori bahasa Austronesian, yang sebagian besar bahasanya
merupakan kata serapan dari bahasa Portugis dan Indonesia. Tetapi secara
umum masyarakat Timor Leste paling sering menggunakan bahasa Tetun
untuk berkomunikasi dalam kehidupan sehari–hari (BBC UK, 2013).
3
1.2.2 Keadaan Politik dan Pemerintahan Dalam Negeri
Sejak resmi berdiri sebagai negara baru di tahun 1999 dibawah
pengawasan badan khusus PBB yang bernama UNAMET (United Nations
Mission in East Timor) dan benar–benar lepas dari Indonesia, nama Timor
Timur secara resmi berubah menjadi Republica Democratia de Timor Leste;
yang kemudian dikenal dengan Timor Leste. Namun begitu aktivitas
pemerintahan berikut penyelenggaraannya baru benar–benar berjalan pada
tanggal 20 Mei tahun 2002. Pada tahun ini juga Timor Leste resmi
bergabung menjadi negara anggota PBB (Ximenes, Alarico da Costa, 2011).
Timor Leste menjalankan betuk pemerintahan semi presidensial
dengan sistem pemerintahan parlementer. Berdasarkan fungsi yang
dijalankan, terdapat empat jenis lembaga tinggi negara yang dapat
dibedakan sebagai berikut:
1. Presiden Republik
2. Parlemen Nasional
3. Pemerintah
4. Lembaga Peradilan
Dengan dibentuknya lembaga tinggi tersebut pemerintah Timor
Leste berupaya untuk membangun bangsa dan negara yang demokratis.
Meski begitu negara yang baru merdeka ini sudah dihadapkan
dengan masalah stabilitas antar elit politik yang berkuasa pada saat itu.
Terdapat tiga aktor politik yang berkompetisi pada saat itu, yaitu: Xanana
Gusmao yang tidak lain adalah founder Timor Leste dengan partai politik
yang dominan pada saat itu (Fretilin). Praktek anarki kemudian sampai pada
puncaknya di tahun 2006 dengan mengakibatkan instabilitas pada bidang
politik, keamanan, dan ekonomi sampai dengan sekarang.
4.2.3 Keadaan Ekonomi
Menurut CIA World Factbook Timor Leste masuk dalam kategori
negara yang dependen dengan sumber daya minyak dan gas, dan
aktifitasnya banyak dipusatkan di Laut Timor (McBeth, John, 2010).
4
Pendapatan yang didapat dari aktifitas migas ini digunakan pemerintah
untuk pembangunan ekonomi jangka panjang, dan menyelamatkan
rakyatnya dari jerat kemiskinan. Pada tahun 2011 pemerintah Timor Leste
mencanangkan pembangunan strategis dengan nama Strategic Development
yang realisasinya akan dilaksanakan selama tahun 2011 sampai 2030.
Gagasan Strategic Development ini memprioritaskan kebijakannya pada
sektor migas.
Namun begitu seiring dengan berjalannya waktu kodisi
perekonomian Timor Leste tidak terlalu sesuai dengan harapan. Guna
meringankan beban yang harus ditanggung di bidang ekonomi, akhirnya di
tahun 2010 pihaknya menerima bantuan dana dari Amerika Serikat.
Pinjaman tersebut berjumlah 10 juta dollar AS dan ditujukan untuk
mengontrol keuangan negara. Pinjaman tersebut benar–benar dimanfaatkan
oleh Timor Leste dalam aktifitas perekonomian negaranya, dibuktikan
dengan jumlah keseimbangan pendapatan negara yang mencapai 10 juta
dollar AS pada akhir tahun 2011 (Timor Leste Country Brief, 2012).
1.3 Politik Luar Negeri Timor Leste
Terhitung sejak Timor Leste diakui statusnya sebagai negara yang
berdaulat, pihaknya terus mengupayakan pengakuan de facto dan de jure di
dunia internasional. Upaya-upaya yang dilakukan oleh Timor Leste banyak
dipengaruhi oleh penentuan politik luar negeri negaranya. Terciptanya
politik luar negeri Timor Leste tidak lepas dari tatanan struktur politik,
ideologi, ekonomi, kepribadian nasional, sejarah, budaya, dan letak
goegrafis negaranya (Suffri Yusuf, 1989). Kebijakan politik luar negeri
tersebut dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar Republik Demokratis
Timor Leste pada pasal ke-8, ayat yang ke-2 mengenai hubungan
internasional, yang berbunyi demikian:
“…The Democratic Republic of East Timor shall establish relations of
friendship and cooperation with all other peoples, aiming at the peaceful
settlement of conflicts, the general, simultaneous and controlled disarmament, the
establishment of a system of collective security and establishment of a new
5
international economic order capable of ensuring peace and justice in the
relations among peoples…”
Melalui pasal tersebut dapat kita pahami bersama bahwa Timor
Leste hendak membangun hubungan kerja sama dengan negara lain, dengan
harapan tercapainya penyelesaian konflik dengan cara yang damai,
pelucutan senjata, serta berupaya untuk mewujudkan suatu sistem
pengamanan bersama dalam tatanan ekonomi yang baru guna menjamin
perdamaian dan keadilan dalam skema kerja sama antar bangsa.
Guna membina hubungan internasionalnya, Timor Leste berfokus
untuk membangun kerja sama dengan negara-negara terdekatnya seperti
Indonesia dan Australia. Sedangkan hubungan baik untuk mempererat
ikatan sejarah dan budaya dengan Portugal tetap dilakukan. Untuk
mendukung eksistensinya dalam tatanan internasional Timor Leste juga
gencar dalam membina hubungan diplomatik dengan negara-negara
ASEAN, serta negara-negara di Pasifik Selatan.
Perumusan kebijakan politik internasional tersebut merupakan
response Timor Leste terhadap situasi internasional yang mengalami
globalisasi dan terlibat dalam multipolarisme. Berangkat melalui
perumusan tersebut Timor Leste mulai membuka diplomasi politik untuk
membangun kekuatan dan posisi tawarnya dalam dunia internasional.
Diplomasi dan kebijakan politik luar negeri merupakan dua entitas
yang tidak dapat dipisahkan. Diplomasi dalam dunia internasional dipahami
sebagai suatu perpaduan antara majemen dan seni dalam membina
hubungan dengan aktor-aktor dalam dunia internasional dengan tujuan
mencapai kepentingan nasional. Upaya diplomasi umumnya dilakukan
dengan cara damai namun persuasif, sharing, hingga melakukan kunjungan
negara dan terlibat dalam aktifitas yang diadakan oleh masing-masing
pihak.
6
1.3.1 Hubungan Bilateral dengan Negara-Negara Anggota ASEAN
“..The Democratic Republic of East Timor shall maintain special ties of
friendship and co-operation with its neighbouring countries and the countries of
the region..”
Kutipan tersebut merupakan ayat ke 4 pasal 8 diatas. Melalui
pedoman tersebut Timor Leste mempunyai tekad yang kuat untuk
merealisasikan wacana bersatu dengan negara-negara lain di wilayah Asia
Tenggara. Kehadiran ASEAN sebagai organisasi kawasan di Asia Tenggara
rupanya mampu menarik Timor Leste untuk semakin serius menyiapkan diri
menjadi salah satu anggota tetapnya. Agenda politik luar negeri Timor Leste
banyak difokuskan pada keikutsertaan negaranya dalam skema kerja sama
maupun agenda-agenda kegiatan ASEAN. ASEAN menjadi organisasi
kawasan yang digadang-gadang Timor Leste mampu memenuhi
kepentingan nasional dan pembangunan di berbagai aspek kehidupan
negaranya.
1.3.1.1 Hubungan Timor Leste dengan Indonesia
Salah satu negara anggota ASEAN yang hingga pada saat ini sangat
intens terlibat dalam skema kerja sama adalah Indonesia. Timor Leste yang
pernah menjadi bagian dari Indonesia berusaha untuk tidak melihat bayang-
bayang “luka masa lalu” guna mendapatkan dukungan status keanggotaan
penuhnya di ASEAN.
Pada tahun 2013 Presiden Timor Leste, Mr. Taur Matan Ruak
mengunjungi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Istana
Merdeka. Timor Leste dan Indonesia membahas relasi dagang dan
dukungan berkelanjutan kehadiran Timor Leste dalam ASEAN. Melalui
pertemuan tersebut Indonesia menyatakan bahwa pihaknya tidak keberatan
jika di pada tahun-tahun mendatang memberikan informasi yang mampu
mendorong pembangunan ekonomi Timor Leste di kawasan Asia Tenggara
(Jakarta Post, 2013).
7
1.3.1.2 Hubungan Timor Leste dengan Thailand
Negara anggota kedua ASEAN yang mempunyai hubungan baik
dengan Timor Leste adalah Thailand. Dalam membina hubungan
persahabatannya baik Timor Leste maupun Thailand selalu mengedepankan
prinsip-prinsip yang diadopsi dari ASEAN. Keduanya menanamkan sikap
saling percaya, kekerabatan, saling memahami, dan melanjutan hubungan
tersebut kedalam sebuah kerangka kerjasama bilateral.
Pada tahun 2009 Mr. Abhisit Vejjajiva selaku Perdana Menteri
Thailand menjamu Presiden Timor Leste Dr. Jose Ramos-Horta di
Kementerian Luar Negeri Thailand lengkap dengan konferensi pers resmi.
Keduanya saling memuji keberhasilan hubungan bilateral yang sudah
dibina selama 7 tahun lamanya didepan awak media Thailand dan
internasional. Kebahagiaan tersebut merupakan bentuk sukacita Timor
Leste karena pada saat yang bersamaan kantor perwakilan negara tersebut
resmi dibuka. Kantor Kedutaan Besar Timor Leste berlokasi di Ibukota
Thailand, yakni Bangkok.
Dukungan Thailand untuk Timor Leste diperlihatkan ketika
Thailand berkesempatan menjadi ketua ASEAN di tahun 2012. Thailand
secara khusus mengundang Timor Leste hadir dalam 2nd Asia-Pacifis Water
Summit, 16th ASEAN Regional Forum, dan 42nd ASEAN Ministerial Meeting
(AMM). Melalui berbagai dukungan yang diwujudkan melalui berbagai
pertemuan tersebut, pihak Thailand melalui Perdana Menteri nya terbukti
secara penuh mendukung Timor Leste untuk menjadi negara anggota
ASEAN (Thai Government, 2012).
1.3.1.3 Hubungan Timor Leste dengan Filipina
Filipina merupakan salah satu negara anggota ASEAN yang
menduduki peringkat ketiga untuk kedekatan hubungan bilateral negaranya
dengan Timor Leste. Hubungan hangat keduanya bermula ketika Timor
8
Leste mulai mencari pengakuan internasional bahwa negaranya sudah
berdiri menjadi negara yang merdeka dan berdaulat.
Pada tahun 2008 terbentuk perjanjian bilateral yang mencakup
foreign service training, pendidikan, serta kelautan dan perikanan.
Perjanjian tersebut ditandatangani oleh Presiden Timor Leste Dr. Jose
Ramos-Horta dan Presiden Filipina Gloria Macapagal-Arroyo (Nagpal,
Sahil, 2008).
Hubungan bilateral dengan Filipina pada masa kepemimpinan
Presiden Beniqno Aquino terus diupayakan oleh Timor Leste. Pada masa
kepemimpinannya Timor Leste berupaya untuk melanjutkan dan
memperkuat perjanjian yang telah dibentuk sebelumnya.
"On this note, allow me to express the Philippine’s support for Timor-
Leste’s bid to join the Asean (Association of Southeast Asian Nations) community.
We look forward to working more closely with you in the future in advancing
regional dialogue, which we know will redound not only to the growth of our
peoples and our countries, but will also contribute to the stability and continued
development of our region"
Peryantaan dukungan diatas merupakan wujud dukungan Filipina di
masa kepemimpinan Presiden Aquino III. Pernyataan tersebut
dikemukakan oleh Filipina dalam pertemuan 22nd ASEAN Summit yang
diadakan di Brunei Darussalam pada tahun 2013 (Philippine Daily Inquirer,
2013).
1.3.1.4 Hubungan Timor Leste dengan Vietnam
Berbicara mengenai hubungan bilateral Timor Leste dengan
Vietnam, negara ini memang menjadi target kegiatan diplomasi Timor
Leste. Hubungan diplomatik kedua negara ini dimulai ketika Timor Leste
merdeka di tahun 2002. Dalam membina hubungan diplomatiknya baik
Timor Leste maupun Vietnam sama-sama mengedepankan prinsip-prinsip
kekeluargaan melalui cara damai.
Salah satu kerjasama yang berhasil disepakati kedua negara ini
adalah “Framework Agreement on Technological and Economic
9
Cooperation” dengan harapan untuk mendapatkan keuntungan dari potensi
masing-masing negara. Kerangka kerja sama tersebut ditandatangani oleh
Presiden Dr. Jose Ramos-Horta dan Presiden Nguyen Minh Triet pada
tahun 2010.
Melalui kesempatan tersebut Vietnam dan Timor Leste sepakat
untuk saling memberi dukungan dalam kegiatan diplomasi masing-masing
negara. Baik upaya diplomasi yang dibina dengan organisasi kawasan
maupun organisasi internasional. Pada tahun 2010 yang bertepatan dengan
momentum berdirinya Vietnam sebagai ketua ASEAN (2010 ASEAN
Chairmanship) pihaknya menyatakan dukungan kepada Timor Leste untuk
mendapatkan status keanggotaan penuhnya di ASEAN (etan.org, 2010).
1.3.1.5 Hubungan Timor Leste dengan Kamboja
Kamboja menjadi negara anggota ASEAN yang mendapatkan
kunjungan Timor Leste satu tahun setelah PBB mengakui eksistensi Timor
Leste di tahun 2002. Saat itu Presiden Dr. Jose Ramos-Horta dan beberapa
orang perwakilan dari Timor Leste mengunjungi Istana Kerajaan Kamboja
pada tahun 2003. Dalam kunjungan tersebut Timor Leste disambut hangat
oleh Raja Kamboja Preah Bat Samdech Preah Norodom Sihanouk, Perdana
Menteri Kamboja Samdech Hun Sen, dan Menteri Luar Negeri H.E. Mr.
Hor Namhong (Ministry of Foreign Affairs and International Cooperation,
Cambodia, 2014).
Dalam kesempatan tersebut Presiden Timor Leste dan Menteri Luar
Negeri Kamboja menyampaikan ide-ide mengenai pemberantasan
kemiskinan dan saran untuk pemerintahan Timor Leste yang saat itu baru
saja merdeka. Disinggung mengenai permohonan keikutsertaan Timor
Leste dalam ASEAN Regional Forum, Menteri Luar Negeri Kamboja
menyetakan ketidakberatannya atas permohonan tersebut.
Pada tahun 2010 Pemerintah Timor Leste kembali mengunjungi
Phnom Penh untuk membicarakan tentang aksesi tepat Timor Leste untuk
10
semakin “dekat” dengan ASEAN. Pembicaraan tersebut mendapatkan
tanggapan yang baik dari Perdana Menteri Kamboja, pihaknya tetap
mendukung Timor Leste untuk semakin “dekat” dengan ASEAN.
Kunjungan ini merupakan upaya preventive diplomacy, mengingat pada
tahun 2012 Kamboja akan mendapatkan giliran untuk menduduki ASEAN
Chairmanship. Melalui momentum tersebut dukungan Kamboja dinilai
sangat penting untuk meloloskan permohonan keanggotaan penuh Timor
Leste dalam ASEAN.
Awal permohonan tersebut disampaikan pihak Kamboja melalui
Juru Bicara pemerintah Khieu Kanharith menanggapinya secara diplomatis.
Pihaknya tidak akan memberi dukungan apapun sebelum mengetahui pasti
apakah Indonesia turut mendukung Timor Leste. Namun setelah
mengetahui bahwa Indonesia turut mendukung permohonan tersebut
akhirnya Kamboja menyatakan kesediaannya untuk mendukung Timor
Leste untuk bergabung dalam ASEAN.
“If Indonesia supports East Timor becoming a member of Asean then why
should any other Asean country be against it?”
Dr. Jose Ramos-Horta
1.3.1.6 Hubungan Timor Leste dengan Malaysia
Timor Leste di mata Malaysia merupakan suatu negara yang patut
diapresisasi karena kemajuan negaranya di kawasan Asia Tenggara.
Kemajuan yang paling nampak adalah pada penerapan good governance
negara tersebut. Timor Leste dianggap berhasil dalam hal pemeliharaan
stabilitas nasional dan perdamaian, pihaknya juga berhasil memanfaatkan
bantuan dari PBB dengan baik.
Melalui encapaian tersebut Malaysia menyatakan bahwa pihaknya
mendukung Timor Leste mengupayakn pembangunan, stabilitas keamaan,
dan penegakan hukum. Adapun bantuan yang diwujudkan oleh Malaysia
untuk Timor Leste adalah sebagai berikut:
11
1. Malaysian Defense Cooperation Program (MDCP)
2. Malaysia Technical Cooperation Program (MTCP)
3. Pelatihan Diplomatik yang diberi nama Institute of Diplomacy
and Foreign Relations (IDFR)
Sebagai wujud apresiasi bantuan yang diberikan Malaysia, Timor
Leste menjadikan Malaysia sebagai role model dalam pelaksanaan
pemerintahan dan pembangunan negaranya (The Sun Daily, 2013).
Berbicara mengenai dukungan Malaysia terhadap permohonan
Timor Leste untuk bargabung dalam ASEAN, pihaknya menyatakan
dukungan tersebut dalam pertemuan ASEAN Coordinating Council (ACC)
tahun 2011 yang diadakan di Bali.
1.3.1.7 Hubungan Timor Leste dengan Laos
Timor Leste mulai benar-benar membina hubungan bilateralnya
dengan Laos pada tahun 2013. Meskipun sebenarnya kedua negara ini sudah
membina hubungan baik sejak Timor Leste merdeka di tahun 2002.
Kunjungan kenegaraan yang baru dilakukan oleh Timor Leste setelah
mengajukan permohonan untuk menjadi negara anggota ASEAN ke-11 di
tahun 2011. Bersama dengan perwakilan pemerintah lainnya Perdana
Menteri Xanana Gusmao berkunjung ke Laos pada bulan September 2013.
Perdana Menteri Gusmao dan delegasi lainnya disambut baik oleh
Perdana Menteri Laos Thingsing Thammavong. Dalam pertemuan tersebut
baik pihak Timor Leste maupun Laos sepakat untuk membina hubungan
bilateral dan nantinya juga terbuka untuk membina hubungan multilateral.
Di akhir pertemuan tersebut Perdana Menteri Thammavong menyatakan
dukungan Laos terhadap permohonan masuknya Timor Leste ke dalam
ASEAN sebagai wujud penghargaan atas sikap solidaritas dan kerangka
kerjasama regional yang telah terbentuk (Vientiane Times, 2013).
12
1.3.1.8 Hubungan Timor Leste dengan Myanmar
Hubungan bilateral Myanmar dan Timor Leste pertama kali
diprakarsai oleh Myanmar sejak tahun 2006 silam sebagai bagian dari
upaya-upaya peningkatan hubungan luar negerinya. Rupanya upaya
tersebut dimanfatkan dengan baik oleh Timor Leste untuk membina
hubungan diplomatik bersamaan dengan ditandatanganinya Agreement on
the Establishment of Diplomatic Ties oleh Menteri Luar Negeri Myanmar
dan Menteri Luar Negeri Timor Leste Jose Luis Guterres pada tahun 2006
(Gaia Discovery, 2013).
Meskipun hubungan diplomatik Timor Leste dan Myanmar sempat
memanas, Myanmar menyatakan dukungannya terhadap permohonan
keanggotaan penuh Timor Leste dalam ASEAN. Dukungan tersebut
diamini perwakilan kedua negara saat berlangsungnya 43rd ASEAN Foreign
Ministers Meeting pada tahun 2010 di Hanoi, Vietnam (Rama, Karlon N,
2010)
1.3.1.9 Hubungan Timor Leste dengan Brunei Darussalam
Hubungan diplomatik Timor Leste dengan Brunei Darussalam
sebenarnya sudah berlangsung lama, akan tetapi keseriusan hubungan
tersebut baru benar-benar diwujudkan pada tahun 2012. Bidang kerja sama
yang menjadi prioritas Timor Leste adalah minyak dan gas (migas).
Kemudian seiring dengan berjalannya waktu kerja sama tersebut bertambah
pada bidang olahraga, pendidikan, dan sosial budaya (The Brunei Times,
2012).
Satu tahun kemudian delegasi Timor Leste melalui Menteri Luar
Negeri Timor Leste Jose Luis Guterres menemui Menteri Urusan Luar
Negeri dan Perdagangan Brunei Yang Mulia Pangeran Mohamed Bolkiah.
Dalam kunjungannya tersebut selain membicarakan mengenai kerangka
kerja sama, kedua Menteri juga membicarakan permohonan masuknya
Timor Leste ke dalam ASEAN. Upaya preventif ini lagi-lagi dilakukan oleh
13
Timor Leste karena di tahun itu pula (2013) Brunei Darusalam menjabat
sebagai ASEAN Chairmanship. Sampai dengan saat ini Timor Leste tetap
mendapatkan dukungan Brunei Darussalam untuk permohonnya tersebut
(The Brunei Times, 2013).
1.3.1.10 Hubungan Timor Leste dengan Singapura
Singapura dan Timor Leste sudah menjalin kerja sama bilateral sejak
Timor Leste merdeka di tahun 2002. Pada tahun 2010 akhirnya Timor Leste
secara resmi membuka kantor perwakilannya di Singapura. Melalui Duta
Besar Timor Leste untuk Singapura Mr. Roberto Soares, pihaknya berharap
dapat membangun kerjasama ekonomi yang serius dengan Singapura.
Pada tahun 2013 Singapura menerima kunjungan dari Perdana
Menteri Xanana Gusmao. Kunjungan tersebut diterima langsung oleh
Perdana Menteri Lee Hsien Loong. Hasil yang didapatkan melalui
kunjungan tersebut adalah ditandatanganinya perjanjian Air Services
Agreement sebagai upaya meningkatkan kualitas layanan udara untuk
mendukung aktifitas kerja sama yang telah dibina (Singapore Business
Review, 2013).
Terkait dukungan Timor Leste untuk permohonan keanggotaan
Timor Leste dalam ASEAN agaknya hal ini masih belum dapat diloloskan
oleh Singapura. Singapura mempunyai pandangan pribadi yang berbeda
dari negara-negara ASEAN lainnya. Jika dilihat melalui kacamata
Singapura, kapasitas Timor Leste dinilai belum cukup untuk bergabung
dalam ASEAN. Argumen tersebut dilatarbelakangi oleh berbagai macam
keadaan domestik Timor Leste. Singapura mengungkapkan pendapatnya
bahwa Timor Leste “belum siap” untuk menyesuaikan diri dengan berbagai
macam tantangan dengan kompleksitas keanggotaan yang ada di ASEAN
(The Jakarta Post, 2015).
14
1.3.2 Dinamika Masuknya Timor Leste Dalam ASEAN
Tahun Pencapaian
2002 1. Menghadiri ASEAN Ministreal Meeting (AMM) ke-39
di Kuala Lumpur, Malaysia.
2. Timor Leste aktif menjadi negara observer, pada
agenda-agenda pertemuan intern ASEAN.
2005 Bergabung dalam ARF (ASEAN Regional Forum).
2007 Ikut serta menandatangani TAC (Treaty of Amity and
Cooperation).
2009 Timor Leste bersedia mendirikan kantor perwakilan ASEAN
yang berlokasi di Dili.
2011 Timor Leste secara resmi mengajukan permohonan status
keanggotaan penuh kepada Sekretariat ASEAN di Jakarta.
Tabel I. Hal-hal yang berhasil dilakukan oleh Timor Leste dalam ASEAN
(Wuryandari, 2005).
Dengan semakin dikenalnya ASEAN posisi tawar organisasi
regional tersebut semakin diperhitungkan oleh dunia internasional. Banyak
negara diluar wilayah Asia Tenggara tertarik untuk membangun kerja sama.
Salah satu negara yang “terpanggil” untuk menjadi anggotanya adalah
Timor Leste.
Pada pertemuan ASEAN Ministreal Meeting (AMM) ke-39 yang
diadakan di Kuala Lumpur, Timor Leste turut diundang untuk menghadiri
pertemuan tersebut. Yang mana pertemuan tahunan ini sebenarnya
diperuntukkan sebagai pertemuan tahunan antar Menteri Luar Negeri
negara-negara anggota ASEAN. Tema dalam pertemuan ke-39 tersebut
15
adalah “Forging A United, Resilient and Itegrated ASEAN”
(Mengedepankan ASEAN yang terintegrasi, bersatu, dan dinamis). Tema
tersebut dipilih dengan harapan ASEAN di masa mendatang dapat
memantabkan langkah untuk mencapai tujuan komunitasnya.
Dalam pertemuan tersebut selain membahas solidaritas dan upaya-
upaya integrasi antar negara anggota ASEAN, pihaknya juga turut
membahas misi perluasan organisasinya. Momen ini rupanya dimanfaatkan
dengan baik oleh Timor Leste, sekaligus menjadi awal ditandatanganinya
aplikasi resmi untuk bergabung menjadi negara anggota ASEAN.
Terhitung sejak tahun 2002 Timor Leste mulai aktif menjadi negara
observer (peninjau) pada agenda–agenda pertemuan intern ASEAN. Pada
tahun 2005 Timor Leste bergabung dalam ARF (ASEAN Regional Forum)
dan turut menandatangani TAC (Treaty of Amity and Cooperation) pada
tahun 2007. Selain itu Timor Leste secara bertahap membuka kedutaan
besar di negara–negara anggota ASEAN. Seiring dengan dibukanya
kedutaan besar Timor Leste di negara–negara tersebut, pihaknya tetap
aktif membina hubungan bilateral yang baik.
Untuk menunjukkan keseriusannya untuk bergabung dalam ASEAN
pada tahun 2009 Timor Leste bersedia mendirikan kantor perwakilan
ASEAN yang berlokasi di Dili. Puncaknya pada tahun 2011 Timor Leste
secara resmi mengajukan permohonan status keanggotaan penuh kepada
Sekretariat ASEAN di Jakarta pada tanggal 4 Maret. Meski begitu sampai
dengan tahun 2019 ini Timor Leste masih harus berada dalam masa
peninjauan. Dalam hal ini Dewan Koordinasi ASEAN yang mempunyai
wewenang untuk memberikan pemilaian atas kesiapan Timor Leste untuk
benar–benar bergabung dan menjadi negara anggota ASEAN yang ke-11.
Kenyataan ini tampak mengecewakan bagi pihak Timor Leste. Semula
pihaknya berharap akan mencapai kesepakatan dan menjadi negara
anggota ASEAN ke-11 pada tahun 2012, namun sampai dengan saat ini
ASEAN belum merealisasikan permohonan tersebut (Wuryandari, 2005).
16
Pada sub bab berikut penulis akan menjelaskan mengapa fenomena
tersebut terjadi. Memang terdapat beberapa hal yang harus dipatuhi ketika
suatu negara mencoba mengajukan diri untuk menjadi anggota tetap suatu
organisasi regional, baik dipatuhi oleh negara yang mendaftarkan diri
maupun oleh negara anggota yang sudah ada. Dalam hal ini banyak faktor
yang menjadi pertimbangan diterima atau tidaknya suatu negara menjadi
negara anggota baru sebuah organisasi regional.
1.4 Sejarah ASEAN
Organisasi regional yang bernama Association of Southeast Asian
Nations (ASEAN) resmi berdiri pada tanggal 8 Agustus tahun 1967 ketika
situasi di dunia mengalami perubahan akibat berdirinya dua kubu besar;
Amerika Serikat dan Uni Soviet. ASEAN eksis sebagai response negara–
negara di Asia Tenggara terhadap dua kekuatan besar yang mendominasi
politik dunia pada saat itu. Awal mula berdirinya ASEAN diprakarsai oleh
lima negara Asia Tenggara, yakni: Indonesia, Singapura, Malaysia,
Thailand, dan Philipina. ASEAN terbentuk melalui berbagai upaya
pembentukan organisasi regional yang terbatas dalam ruang lingkup
pemilihan anggotanya. Sebagai tanda berdirinya ASEAN, kelima
perwakilan negara tersebut menandatangani lima artikel yang saat ini kita
kenal sebagai Deklarasi ASEAN.
Harapan dari eksisnya ASEAN bagi negara yg memprakarsainya
digadang–gadang hadir dengan tujuan untuk meredam konflik yang terjadi
diantara negara–negara yang baru merdeka di kawasan Asia Tenggara
(peningkatan keamanan). Seiring dengan berjalannya waktu, tujuan, dan
kebutuhan masing–masing negara yang tergabung di dalamnya, harapan
yang ingin diwujudkan melalui ASEAN semakin berkembang. Tidak hanya
fokus keamanan saja yang coba diwujudkan, akan tetapi mulai merambah
pada bidang politik dan ekonomi. Melalui penambahan fokus kerja ASEAN
ini, para anggotanya bersepakat untuk menciptakan suatu wilayah yang
17
damai dengan adanya kerja sama ekonomi, dengan harapan bahwa masing–
masing negara dapat mencapai kesejahteraan.
Melalui isi dari Deklarasi Bangkok, ASEAN memperkenalkan diri
pada dunia internasional bahwa dirinya berdiri sebagai asosiasi yang
terbuka untuk menerima partisipasi negara–negara Asia Tenggara selama
negara–negara tersebut memiliki komitmen yang sama untuk membangun
kerja sama dalam ASEAN. Disisi lain kehadiran ASEAN dalam dunia
internasional juga diterima sebagai salah satu bagian dari regionalisme yang
hadir untuk menjawab tantangan global.
Dengan perkenalan diri pada dunia internasional tersebut ASEAN
mempunyai daya tarik tersendiri sampai pada akhirnya menarik kehadiran
Brunei Darussalam. Brunei Darussalam resmi diterima sebagai negara
anggota ASEAN pada tahun 1984. Seiring dengan berjalannya waktu
jumlah anggota ASEAN terus betambah sampai dengan berakhirnya era
perang dingin pada tahun 1990an. Setelah Brunei Darussalam ASEAN
menerima Vietnam pada tahun 1995, diikuti Myanmar dan Laos pada
tahun 1997, dan terakhir Kamboja pada tahun 1999 (Urlyapov,
Vyacheslav, 2010). Sampai dengan saat ini ASEAN berhasil memiliki 10
(sepuluh) negara anggota dalam organisasi regionalnya. Adapun
kesepuluh negara anggota tersebut adalah:
1. Indonesia
2. Singapura
3. Malaysia
4. Thailand
5. Philipina
6. Brunei Darussalam
7. Vietnam
18
8. Laos
9. Myanmar
10. Kamboja
Untuk mengetahui kematangan regionalisme yang sudah tercipta di
ASEAN, mari kita amati tahapan-tahapan yang sudah diklasifikasikan oleh
Hettne (1997), sebagai berikut:
1. Simple Geographic Unit of States
a. Tidak ada kerjasama dan interaksi rutin antar negara di dalam
kawasan.
b. Kerjasama terjadi hanya ketika hadir ancaman dan kerjasama
juga berakhir ketika ancaman berakhir.
c. Sangat bergantung pada sumber daya pribadi.
2. Set of Social Interactions
a. Dalam suatu kawasan sudah tercipta interaksi antar negara tetapi
hanya diatur oleh norma-norma / institusi informal.
3. Collective Defense Organisation
a. Negara mulai bersekutu dengan negara lain yang memiliki
pemikiran yang sama dalam satu kawasan untuk melawan
ancaman bersama.
b. Terjadi perjanjian formal yang mengikat dan mengatur negara-
negara dalam satu kawasan.
c. Terjadi kombinasi kekuatan.
4. Security Community
a. Interaksi masyarakat sipil antar negara mulai dikembangkan.
b. Tercipta hubungan yang damai antar negara dalam satu kawasan.
c. Terjadi kesepakatan untuk menggunakan cara-cara damai dalam
menyelesaikan permasalahan.
19
5. Region State
a. Pada tingkat kawasan sudah memiliki identitas bersama yang
berbeda dari kawasan lain.
b. Pada tingkat kawasan memiliki kapabilitas bersama sebagai satu
kawasan.
c. Pada tingkat kawasan memiliki legitimasi sebagai satu kesatuan
regional.
Mengacu pada Deklarasi Bangkok mengenai pembentukan ASEAN,
ASEAN sebagai organisasi kawasan sudah berada pada tingkat 3, 4, dan 5.
Untuk menjaga supaya ASEAN tetap eksis dalam dunia internasional, maka
dalam struktur organisasinya diatur hal–hal sebgai berikut:
1. Summit Meeting, pertemuan ini dihadiri oleh kepala negara dan
pemerintahan yang merupakan kekuasaan tertinggi di ASEAN. KTT
ini hanya akan diadakan jika dianggap perlu untuk memberikan
pengarahan pada ASEAN.
2. Annual Ministerial Meeting, petemuan ini merupakan pertemuan
tahunan yang dihadiri oleh menteri luar negeri negara–negara
ASEAN untuk merumuskan kebijakan dan koordinasi dalam
berbagai bidang dalam ASEAN.
3. Sidang para Menteri Ekonomi, pertemuan ini diadakan sebanyak dua
(2) kali dalam satu tahun dengan tujuan merumuskan kebijakan dan
koordinasi dalam bidang kerja sama ekonomi serta evaluasi kinerja
komite yang ada dalam naungannya. Komite–komite tersebut adalah
sebagai berikut: Komite Perdagangan dan Periwisata; Komite
Industri; Komite Keuangan dan Perbankan; Komite Pangan,
Pertanian, dan Kehutanan; serta Komite Transportasi dan
Komunikasi.
4. Sidang para Menteri Non–Ekonomi, pertemuan ini ditujukan untuk
merumuskan kebijakan dalam bidang pendidikan, kesehatan, sosial–
budaya, penerangan, peburuhan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Pertemuan ini hanya akan diadakan apabila dipandang perlu.
20
Adapun Komite yang berada dibawah kinerja Menteri Non-Ekonomi
adalah: Committee on Culture and Information (COCI), Committee
on Science and Technology (COST), dan Committee on Social
Development (COSD).
5. Standing Committee, merupakan badan yang bertugas membuat
keputusan dan menjalankan tugas perhimpunan di antara sidang
tahunan para menteri luar negeri ASEAN.
Setelah diadakannya serangkaian pertemuan diatas beserta
aplikasinya melalui kebijakan yang ada, maka negara – negara anggota
ASEAN turut merasakan kemudahan. Adapun kemudahan tersebut adalah:
1. Terciptanya zona perdagangan bebas ASEAN Free Trade Area
(AFTA) untuk melakukan berbagai pengurangan tarif terhadap
berbagai komoditas. Untuk mendukung kegiatan ekspor ASEAN,
pihaknya membuka ASEAN Trade Promotion Center di Rotterdam
dan ASEAN Promotion Center on Trade, Investment, and Tourism di
Tokyo. Selain itu terdapat ASEAN Trade Fair untuk membantu
mempromosikan produk ASEAN.
2. Kesepakatan ASEAN Security Reserve Agreement yang
ditandatangani para Menteri Luar Negeri ASEAN pada tanggal 4
Oktober tahun 1979 membantu penyediaan cadangan pangan,
terutama beras yang diperuntukkan bagi keperluan darurat tanpa
mencemaskan harga yang harus dibayar.
3. Tebentuknya proyek pengelolaan pangan seperti Working Group
(WG) on Grain (biji – bijian), WG on Livestock (Peternakan), WG
on Fisheries (Perikanan), WG on Holticulture (sayur, buah, dan
bunga).
4. Ditandatanganinya Draft Basic Agreement in ASEAN Industrial
Project pada tahun 1978 untuk mendasari pendirian berbagai proyek
industri.
5. Dibentuknya ASEAN Banking Council pada tahun 1976.
21
6. Dibentuknya ASEAN Financing Corporation (AFC) pada tahun
1981.
7. Dibentuknya ASEAN Swap Arrangement pada tanggal 5 Agustus
tahun 1977 untuk membantu negara anggotanya yang mempunyai
masalah likuiditas mata uang.
8. Dibentuknya kerja sama dalam bidang Sosial.
9. Dibentuknya kerja sama dalam bidang Kebudayaan dan Penerangan.
10. Dibentuknya kerja sama dalam bidang Sains dan Teknologi.
11. Dibentuknya kerja sama dalam bidang Olah Raga.
1.5 Agenda Perluasan ASEAN: Keuntungan atau Kemalangan?
Agenda perluasan tidak hanya mendatangkan hawa segar bagi
negara-negara Asia Tenggara, agenda tersebut bagi negara-negara anggota
ASEAN sekaligus menjadi sarana untuk melakukan refleksi diri. Refleksi
digunakan untuk meninjau kembali apakah sejak awal berdirinya hingga
saat ini ASEAN sebagai suatu organisasi regional mampu
merepresentasikan entitas Asia Tenggara. Semboyan Unity in Diversity
mengingatkan kembali negara-negara anggota ASEAN bahwa dalam
kehidupan organisasinya terdapat banyak sekali perbedaan. Perbedaan yang
jika dimanfaatkan akan memperkuat semangat ASEAN, tetapi jika tidak
disikapi dengan baik akan mengancam kelestarian ASEAN.
Berikut keuntungan dan kerugian bagi ASEAN jika pihaknya
membuka perluasan keanggotaan dalam organisasinya (Thayer, Carlyle A,
1997):
1. Mengikis spirit ala ASEAN (solidaritas, akomodasi, serta
konsesnsus ASEAN);
2. Pembuatan keputusan terkait isu-isu regional dan kerangka kerja
sama cenderung berkurang atau justru menjadi tidak efektif;
3. Menghambat agenda ASEAN Free Trade Area;
4. Menambah fokus kerja ASEAN;
22
5. Memicu masalah baru bagi hubungan bilateral ASEAN dengan
negara tetangga (Amerika Serikat dan Uni Eropa).
Meski begitu masih terdapat berbagai keuntungan bagi ASEAN jika
pihaknya mampu memanfaatkan perluasan keanggotaan dengan baik,
diantaranya:
1. Meningkatkan pengaruh ASEAN terhadap negara –negara
dengan kekuatan besar di dunia (China, Amerika, Jepang, dan
India) serta peningkatan kapabilitas geopolitik ASEAN;
2. Terbentuknya pasar domestik Asia Tenggara yang dapat
memberi dampak langsung pada sektor ekonomi ASEAN secara
menyeluruh;
3. Meredam konflik antar negara anggota melalui trust dan disertai
dengan peningkatan komunikasi;
4. Membantu negara-negara baru untuk mencapai kesejahteraan
melalui pembangunan ekonomi;
5. Meningkatkan posisi tawar ASEAN sebagai organisasi regional
dengan organisasi regional lainnya di dunia;
6. Peningkatan kerja sama intern ASEAN dan memicu semangat
satu ASEAN;
23
1.5.1 Alur Sidang Agenda Permohonan Keanggotaan Timor Leste
dalam ASEAN
Jenis Sidang Hasil
KTT ke-XVIII ASEAN menerima proposal permohonan
keanggotaan Timor Leste dan membahasnya di
dalam sidang.
KTT ke-XIX ASEAN menindaklanjuti agenda sidang KTT ke-
XVIII.
KTT ke-XX ASEAN membentuk ASEAN Coordinating
Council-Working Group (ACCWG) yang ditujukan
untuk meninjau kesiapan Timor Leste bergabung
dengan ASEAN.
KTT ke-XXII dan
ke-XXIII
Menindaklanjuti agenda sidang KTT ke-XX,
ASEAN meminta ACCWG untuk berhati-hati
dalam kegiatan peninjauannya.
KTT ke-XXIV ASEAN menambah bidang tinjauan ACCWG,
yakni: bidang ekonomi, politik, dan sosial Timor
Leste.
Tabel II. Hasil sidang KTT ASEAN dengan agenda permohonan masuknya
Timor Leste dalam organisasi regionalnya (Kingdom of Cambodia Ministry
of Foreign Affairs and International Cooperation, 2014)
ASEAN merupakan suatu organisasi regional yang mempunyai ciri
khas “identitas” yang ditunjukkan melalui slogan nya “Unity in Diversity”.
Terdapat banyak fakta lain yang menunjukkan bahwa ASEAN berbeda dari
organisasi regional sejenis; yakni Uni Eropa (European Union). Sebut saja
dalam kerangka kerja sama yang dibentuk, mata uang yang digunakan,
ideologi negara–negara anggotanya, pluralitas, sampai dengan latar
belakang konflik yang pernah dialami antar negara anggotanya.
ASEAN juga menjadi salah satu organisasi kawasan yang terbuka
namun berbatas pada penerimaan anggotanya. Dalam proses seleksi
permohonan keanggotaan, ASEAN tidak menentukan batasan jangka waktu
tertentu untuk menentukan suatu negara akhirnya dapat diterima menjadi
24
anggotanya. Cepat atau lambat suatu negara dapat diterima turut
dipengaruhi juga oleh keadaan politik internasional dari waktu ke waktu.
Sikap ASEAN terhadap keinginan Timor Leste bergabung dalam
organisasinya sedikit berbeda jika dibandingkan saat pihaknya menerima
negara–negara CMLV (Cambodia, Laos, Myanmar, and Vietnam) menjadi
anggotanya. Keempat negara tersebut memperoleh status penuh
keanggotaannya dalam kurun waktu yang cukup singkat dengan keadaan
domestik yang tidak berbeda jauh dari Timor Leste. Terhitung sejak tahun
2011 ketika Timor Leste pertama kali melayangkan proposalnya, tetapi
sampai dengan tahun 2019 ini statusnya masih menjadi negara “observer”.
Ketika ASEAN menerima proposal permohonan keanggotaan,
pihaknya akan membahas permohonan tersebut dalam KTT ASEAN.
Permohonan ini pertama kali dibahas dalam KTT ke-XVIII, negara
Indonesia bahkan merekomendasikan permohonan ini kepada Dewan
Koordinasi ASEAN untuk ditindaklanjuti pada pertemuan KTT ASEAN
selanjutnya (KTT ASEAN ke-XIX). Meski begitu nyatanya agenda tersebut
masih berlanjut dalam KTT ASEAN ke-XX yang diadakan di Kamboja.
Pada pertemuan kali ini seluruh anggota ASEAN bersepakat untuk ASEAN
Coordinating Council-Working Group (ACCWG) yang ditujukan untuk
meninjau kesiapan Timor Leste menjadi negara anggota ASEAN. Namun
lagi-lagi permohonan Timor Leste tersebut masih menjadi agenda yang
masih terus dibahas dalam KTT ASEAN ke-XXII dan XXIII. Pada
pertemuan ke-XXIII ini ASEAN justru meminta ACCWG untuk berhati-
hati dalam pelaksanaan peninjauan kapasitas kesiapan Timor Leste.
Pembahasan terus berlanjut hingga pada KTT ASEAN ke-XXIV, pihaknya
menambah bidang tinjauannya, yakni bidang ekonomi, politik, dan sosial
Timor Leste.
Sampai dengan tahun 2019 ini pihak Timor Leste masih berharap
permohonannya dikabulkan oleh ASEAN.
25
1.5.2 Melihat Sikap ASEAN Menggunakan Kacamata Dunia
Internasional dan Sikap ASEAN Menggunakan Kacamata
ASEAN
Jika dilihat menggunakan kacamata dunia internasional, hambatan
Timor Leste untuk masuk menjadi negara anggota ASEAN ke-11 secara
tidak langsung membuat anggapan bahwa ASEAN sebagai organisasi
regional tidak mampu memecahkan masalah di halaman belakangnya
sendiri (The Jakarta Post, 2015). Jika dilihat melalui sudut pandang
strategis dan keamanan bukan tindakan yang bijak untuk meninggalkan
Timor Leste di luar keluarga ASEAN.
Jika dilihat menggunakan kacamata ASEAN yang sampai dengan
saat ini masih belum juga meloloskan permohonan Timor Leste untuk
bergabung menjadi anggotanya, maka sikap ASEAN patut kita apresiasi.
Sebagaimana prinsip yang tercantum dalam Piagam ASEAN Pasal 2:
2. ASEAN dan Negara-Negara Anggotanya wajib bertindak sesuai dengan
prinsip-prinsip berikut:
a. Menghormati kemerdekaan, kedaulatan, kesetaraan, integritas
wilayah, dan identitas nasional seluruh Negara-Negara Anggota
ASEAN;
b. Komitmen bersama dan tanggung jawab kolektif dalam
meningkatkan perdamaian, keamanan dan kemakmuran di
kawasan;
c. Menolak agresi dan ancaman atau penggunaan kekuatan atau
tindakan-tindakan lainnya dalam bentuk apa pun yang
bertentangan dengan hukum internasional;
d. Mengedepankan penyelesaian sengketa secara damai;
e. Tidak campur tangan urusan dalam negeri Negara-Negara Anggota
ASEAN;
f. Penghormatan terhadap hak setiap Negara Anggota untuk menjaga
eksistensi nasionalnya bebas dari campur tangan eksternal,
subversi, dan paksaan;
g. Ditingkatkannya konsultasi mengenai hal-hal yang secara serius
memengaruhi kepentingan bersama ASEAN;
h. Berpegang teguh pada aturan hukum, tata kepemerintahan yang
baik, prinsip-prinsip demokrasi dan pemerintahan yang
konstitusional;
i. Menghormati kebebasan fundamental, pemajuan dan perlindungan
hak asasi manusia, dan pemajuan keadilan sosial;
26
j. Menjunjung tinggi Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan
hukum internasional, termasuk hukum humaniter internasional,
yang disetujui oleh Negara-Negara Anggota ASEAN;
k. Tidak turut serta dalam kebijakan atau kegiatan apa pun, termasuk
penggunaan wilayahnya, yang dilakukan oleh Negara Anggota
ASEAN atau Negara non-ASEAN atau subjek non-negara manapun,
yang mengancam kedaulatan, integritas wilayah atau stabilitas
politik dan ekonomi Negara-Negara Anggota ASEAN;
l. Menghormati perbedaan budaya, bahasa, dan agama yang dianut
oleh rakyat ASEAN, dengan menekankan nilai-nilai bersama dalam
semangat persatuan dalam keanekaragaman;
m. Sentralitas ASEAN dalam hubungan eksternal di bidang politik,
ekonomi, sosial dan budaya, dengan tetap berperan aktif,
berpandangan ke luar, inklusif dan non-diskriminatif;
n. Berpegang teguh pada aturan-aturan perdagangan multilateral dan
rejim-rejim yang didasarkan pada aturan ASEAN untuk
melaksanakan komitmen-komitmen ekonomi secara efektif dan
mengurangi secara progresif ke arah penghapusan semua jenis
hambatan menuju integrasi ekonomi kawasan, dalam ekonomi yang
digerakkan oleh pasar.
ASEAN secara keseluruhan mampu menjalankan prinsip yang
tertera dalam poin-poin diatas. ASEAN menjadi salah satu organisasi
kawasan yang mampu menghargai hak setiap negara anggotanya dalam hal
menjaga eksistensi nasional yang bebas dari campur tangan eksternal,
subversi, dan paksaan (poin f).
Adapun hasil sidang dengan agenda masuknya Timor Leste dalam
ASEAN yang saat ini masih ditangguhkan karena putusan sidang (disetujui
oleh 9 negara anggota kecuali Singapura) pun patut kita apresiasi. ASEAN
mempunyai aturan yang menjadi pedoman Hak dan Kewajiban yang harus
dipatuhi oleh seluruh negara anggotanya. Walaupun hasil putusan sidang 9
banding 1, namun mengacu pada:
Pasal 5 ayat 1
“… Negara-negara Anggota memiliki hak dan kewajiban yang setara
berdasarkan Piagam ini …”
Apapun agenda sidang yang dibahas di dalam KTT ASEAN akan
tetap menjadi agenda yang terus dibahas dalam pertemuannya jika putusan
tersebut belum disetujui oleh seluruh negara anggota ASEAN. Hal tersebut
27
berlaku juga untuk agenda sidang masuknya Timor Leste untuk
mendapatkan status keanggotaan penuh dalam ASEAN.
Pasal 6 ayat 3 dan 4
“… (3)Penerimaan anggota baru wajib diputuskan secara konsensus oleh
Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN, berdasarkan rekomendasi Dewan
Koordinasi ASEAN. (4) Negara pemohon wajib diterima ASEAN pada saat
penandatanganan Instrumen Aksesi Piagam… “
Melalui pemaparan ayat yang tercantum di atas dapat kita ketahui
bersama bahwa ditangguhkannya permohonan Timor Leste untuk
mendapatkan status keanggotaan penuh di ASEAN disebabkan oleh belum
tercapainya kesepakatan antar seluruh anggota ASEAN. Meskipun 2 dari 4
syarat penerimaan anggota negara baru di ASEAN sudah dipenuhi, namun
2 syarat terakhir sampai dengan saat ini belum terpenuhi.
Terdapat beberapa faktor yang melatarbelakangi sikap Singapura
yang sampai dengan saat ini menolak agenda masuknya Timor Leste ke
dalam ASEAN dapat kita pahami sebagai berikut:
1. Kepentingan jangka panjang Timor Leste mengkhawatirkan
ASEAN dan mengingatkan kembali pada argumen yang dibuat
untuk mendukung pembukaan keanggotaan ASEAN ke
Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam (negara-negara CLMV)
untuk melawan potensi dominasi aktor non-ASEAN di wilayah
Asia Tenggara. Timor Leste sebagai negara baru banyak
menerima bantuan-bantuan “lunak” yang tidak selalu
diwujudkan dalam bentuk dana.
2. Temuan fakta berbagai macam “intervensi” di luar Asia
Tenggara yang diterima oleh Timor Leste: (a.) sejumlah gedung
pemerintahan di Dili termasuk Istana Kepresidenan dan
Kementerian Luar Negeri dibangun dan didanai oleh China
sebagai 'hadiah' (The Jakarta Post, 2011); (b.) Pada tahun 2010
Timor Leste menerima bantuan dana dari Amerika Serikat. Total
28
pinjaman tersebut adalah 10 juta dollar AS dan realisasinya
ditujukan untuk mengontrol keuangan negara. Selain itu,
pinjaman tersebut dimanfaatkan oleh Timor Leste untuk aktifitas
perekonomian negaranya. Melalui “pinjaman lunak” tersebut
jumlah keseimbangan pendapatan negara Timor Leste mencapai
10 juta dollar AS pada akhir tahun 2011 (Timor Leste Country
Brief, 2012); (c.) Hubungan dekat Timor Leste dengan Australia,
tentu tidak mudah untuk meninggalkan Australia begitu saja
setelah pihaknya mendapatkan “bantuan” secara tidak langsung
saat masa-masa kritis memperoleh kedaulatan negara.
Sikap Singapura yang sampai dengan saat ini menolak agenda
tersebut dapat kita pahami sebagai bentuk preventif untuk menghindari
ancaman masuknya intervensi aktor lain di luar kawasan Asia Tenggara.
Sikap tersebut dapat kita pahami sebagai upaya memelihara perdamaian,
menjaga stabilitas kawasan, dan nilai-nilai yang berorientasi pada
terciptanya perdamaian di kawasan.
Penulis memandang teori konstruktivis sebagai teori yang masih
relevan hingga saat ini untuk menjelaskan mengapa Singapura begitu
resisten untuk menerima Timor Leste sebagai anggota baru di ASEAN.
Mengingat Singapura bersedia meloloskan permohonan ketika negara-
negara CLMV mengajukan diri untuk menjadi bagian dari ASEAN dengan
kondisi yang hampir menyerupai kondisi Timor Leste saat ini. Meskipun
Singapura dan Timor Leste adalah negara yang meyakini nilai-nilai
demokrasi, akan tetapi bukan berarti Singapura akan dengan mudah
menerima Timor Leste untuk menjadi bagian dari organisasi kawasan yang
dulu diprakarsainya bersama dengan 4 negara lainnya.
Menerima atau menolak hadirnya Timor Leste menjadi keluarga
baru di ASEAN mengantarkan kita dalam suatu dilemma. Pada satu sisi
ketidaksiapan untuk mengakui Timor Leste mempunyai risiko sentralitas
29
dan relevansi ASEAN dalam arsitektur regional Asia Pasifik di abad ke-21,
mengingat kemajuan besar China dan India serta kepentingan Amerika
Serikat yang lebih besar di kawasan ini. Hambatan yang signifikan tentu ada
berikut kemungkinan adanya oposisi yang memungkinkan Timor Leste
bergabung dengan ASEAN.
Pada sisi yang lain dengan menerima Timor Leste bergabung
mempunyai resiko dalam hal pengembangan norma dan standar yang tidak
konsisten dengan kebijakan ASEAN yang bisa saja mengancam perdamaian
dan keamanan regional yang memungkinkan ASEAN mencapai
kesejahteraan. Hal ternyata hal tersebut terlebih dahulu “dibaca” oleh
Singapura ketika menyatakan penolakan atas permintaan Timor Leste untuk
bergabung ke dalam ASEAN (The Diplomat, 2011).
Penulis memandang konsep regionalisme sebagai konsep yang tepat
untuk menjelaskan bagaimana kehadiran suatu negara akan berdampak,
mempengaruhi, dan bahkan bisa merusak regionalisme khas ala ASEAN
yang tercipta di kawasan Asia Pasifik. Dengan semboyan Unity in Diversity
ASEAN berusaha keras menjaga kerukunan negara-negara anggotanya
termasuk ancaman aktor lain di luar kasawan Asia Tenggara. Ancaman
tersebut dapat saja muncul melalui intervensi aktor non-ASEAN melalui
skema kerja sama yang sudah dibentuk. Meskipun dana atau bantuan lain
bersifat “lunak” akan tetapi tetap akan mempengaruhi berbagai kebijakan
suatu negara yang menerima bantuan tersebut.
ASEAN merupakan suatu organisasi kawasan yang saat ini posisi
tawarnya diperhitungkan oleh dunia internasional. Baik diperhitungkan
untuk menjalin kerjasama atau bahkan diperhitungkan untuk menjadi
konpetitor yang patut “diwaspadai”.
Terdapat tiga perbedaan mendasar yang menjadi bahan
pertimbangan ASEAN untuk menerima permohonan antara Timor Leste dan
negara-negara CLMV:
30
1. Faktor Geografis-Ekonomis
Secara geografis-ekonomis alasan ASEAN menerima negara
CLMV adalah letak negara-negara tersebut dekat dengan jalur
strategis Laut Cina Selatan, dan berhadapan langsung dengan China.
Sedangan secara geografis-ekonomis Timor Leste letaknya “dinilai”
terlalu jauh dari jalur strategis yang akan menguntungkan ASEAN.
Timor Leste secara geografis lebih dekat dengan kawasan laut
pasifik.
2. Faktor Kepentingan
Fokus utama ASEAN saat menerima negara CLMV adalah
keamaan, sedangkan faktor selain keamaan tidak begitu
diperhitungkan. ASEAN dengan cepat menerima negara CLMV
untuk menghindari keterlambatan perekrutan negara-negara
potensial yang akan mendukung pihaknya membendung pengaruh
aktor lain diluar ASEAN (China). Pada saat menerima permohonan
Timor Leste ASEAN sedang dalam proses mewujudkan masyarakat
ekonomi ASEAN 2020 yang akhirnya dipercepat menjadi 2015.
Bukan hanya faktor keamaan saja yang mempengaruhi penerimaan
Timor Leste, tetapi sekarang bertambah pada aspek ekonomi.
Seleksi terhadap permohonan tersebut semakin sulit.
3. Perbedaan Proses Seleksi
Aturan yang berlaku pada saat permohonan negara CLMV diajukan
hanya satu: menandatangani TAC (perjanjian kerja sama dengan
ASEAN). Pada saat Timor Leste mengajukan permohonannya syarat
yang harus dipenuhi semakin bertambah, selain menandatangani
TAC negara pemohon harus lolos seleksi yang dilakukan oleh
Dewan Keaman ASEAN dan aturan yang berlaku dalam piagam
ASEAN.