analisis dampak radiasi sinar-x pada mencit melalui ...lib.unnes.ac.id/26714/1/4211411008.pdf ·...

49
ANALISIS DAMPAK RADIASI SINAR-X PADA MENCIT MELALUI PEMETAAN DOSIS RADIASI DI LABORATORIUM FISIKA MEDIK Skripsi disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Program Studi Fisika oleh Riza Aryawijayanti 4211411008 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2015

Upload: trinhdieu

Post on 03-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

ANALISIS DAMPAK RADIASI SINAR-X PADA MENCIT

MELALUI PEMETAAN DOSIS RADIASI

DI LABORATORIUM FISIKA MEDIK

Skripsi

disusun sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

Program Studi Fisika

oleh

Riza Aryawijayanti

4211411008

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2015

ii

iii

iv

v

vi

PERSEMBAHAN

untuk

Ayah (Slamet A), Ibu (Alm. Saziyah), Kakak, Adik, dan keluarga besar

Keluarga besar Fisika Medik UNNES

Almamater

vii

MOTTO

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu pasti ada kemudahan, maka apabila engkau

telah selesai (dari suatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang

lain) (Q.S. Al-Insyirah, 94 : 6-7)

Carilah ilmu walaupun (keberadaan ilmu) di negeri Cina, sesungguhnya

mencari ilmu itu wajib bagi orang-orang Islam (HR. Baihaqi)

Sesungguhnya Allah mencintai seseorang yang apabila mengerjakan suatu

pekerjaan dilakukan secara itqon (professional) (HR. Baihaqi)

viii

PRAKATA

Segala puji hanya bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang senantiasa

memberikan rahmat dan karunia-Nya atas terselesaikannya skripsi yang berjudul

Analisis Dampak Radiasi Sinar-X pada Mencit melalui Pemetaan Dosis Radiasi

di Laboratorium Fisika Medik di bawah bimbingan Prof. Dr. Susilo, M.S dan

Prof. Dr. Sutikno, S.T., M.T. Serangkaian proses yang dimulai dari penyusunan

proposal, seminar proposal, penelitian, dan penyusunan skripsi merupakan

penerapan ilmu yang telah dipelajari selama menempuh perkuliahan. Dalam

pelaksanaannya, penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak.

Saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Wiyanto, M.Si, Dekan FMIPA Universitas Negeri Semarang, atas

izin yang diberikan kepada penulis untuk melakukan penelitian.

2. Dr. Khumaedi, M.Si, Ketua Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri

Semarang, atas kemudahan administrasi dalam menyelesaikan skripsi.

3. Dr. Agus Yulianto, M.Si., Ketua Prodi Fisika FMIPA Universitas Negeri

Semarang.

4. Prof. Dr. Susilo, M.S., Dosen pembimbing utama yang telah memberikan

bimbingan dalam pembuatan skripsi ini dengan penuh kesabaran dan

ketabahan.

5. Prof. Dr. Sutikno, S.T., M.T., Dosen pembimbing pendamping yang banyak

memberikan masukan dan pengarahan dalam pembuatan skripsi ini.

6. Dra. Pratiwi Dwijananti, M.Si., Dosen penguji yang telah memberikan saran

dan masukan yang membangun dalam penyempurnaan skripsi ini.

7. Bapak dan Ibu Dosen, atas ilmu yang diberikan selama masa perkuliahan.

8. Koordinator Penulisan Skripsi, Sekretaris Jurusan dan TU Jurusan yang telah

membantu kelancaran dalam administrasi penyusunan skripsi.

9. Rodhotul Muttaqin, S.Si., Wasi Sakti Wiwit Prayitno, S.Pd., Natalia Erna S.,

S.Pd., Laboran Laboratorium Fisika Universitas Negeri Semarang yang

banyak memberikan bantuan, saran dan masukan yang mendukung.

ix

10. Kartika Widyaningrum, S.Pd, Laboran Lab. Fisiologi hewan Biologi Unnes

yang telah membantu dalam pemeliharaan tikus mencit dan memberikan saran

yang mendukung.

11. Ayah, Ibu, kakak dan adikku serta keluarga besar, atas dukungan dan doa.

12. Risky Septyo Aji, S.Pd atas dukungan, dorongan dan doa.

13. Sahabat-sahabatku Fisika 2011, khususnya Nur Hasanah, Dwi Martina, Dea

Ayu Rahmawati, Dewi Anggrahani Sutrisno yang telah bekerja keras dalam

membantu pelaksanaan penelitian serta kelompok Fisika Medik UNNES, atas

semangat dan dukungannya.

14. Retno Purwa dan Alif Fuadah yang setia menemani dan memberikan kritik

serta saran.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para

pembaca dalam menambah wawasan dan pengetahuan. Pengarahan, saran dan

kritik yang membangun sangat saya harapkan. Penelitian lanjutan diharapkan

dapat menyempurnakan skripsi ini dengan berbagai perbaikan.

Semarang,14 September 2015

Penulis

x

ABSTRAK

Aryawijayanti, R. 2015. Analisis Dampak Radiasi Sinar-X pada Mencit melalui

Pemetaan Dosis Radiasi di Laboratorium Fisika Medik. Skripsi, Jurusan Fisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.

Pembimbing Utama Prof. Dr. Susilo, M.S dan Pembimbing Pendamping Prof. Dr.

Sutikno, S.T., M.T.

Kata Kunci : Pemetaan, Dosis radiasi, Dampak radiasi, Mencit

Telah dilakukan penelitian dampak radiasi sinar-X pada mencit melalui pemetaan

dosis radiasi di Laboratorium Fisika Medik. Tujuan penelitian ini adalah untuk

memperoleh informasi jarak minimum pekerja radiasi terhadap pesawat sinar-X

dan untuk mengetahui dampak radiasi sinar-X melalui pengujian pada darah

mencit. Pada pemetaan dosis radiasi diukur setiap jarak 30 cm sejauh 120 cm ke

arah utara, sejauh 150 cm ke arah selatan, serta setiap jarak 30 cm sejauh 180 cm

ke arah timur dan barat dari berkas sumber radiasi. Faktor eksposi yang digunakan

sama yaitu 80 kV, 32 mA dan 0,5 sekon. Pada penelitian ini menggunakan variasi

ketinggian 75 cm dan 150 cm dari sumber radiasi. Diperoleh kontur pemetaan 2D,

di ketinggian 75 cm dari sumber pada koordinat (0,0) cm terukur dosis radiasi

sebesar 10.000 Sv/h. Di ketinggian yang sama, ke arah timur, barat, utara,

selatan pada koordinat dan dosis radiasi berturut-turut adalah (0,30) cm terukur

2500 Sv/h, (0,-30) cm terukur 200 Sv/h, (30,0) cm terukur 500 Sv/h, (-30,0)

cm terukur 2500 Sv/h. Di ketinggian 150 cm dari sumber radiasi, pada koordinat

(0,0) cm terukur dosis radiasi sebesar 10.000 Sv/h. Di ketinggian yang sama, ke

arah timur, barat, utara, selatan pada koordinat dan dosis radiasi berturut-turut

adalah (0,30) cm terukur 800 Sv/h, (0,-30) cm terukur 200 Sv/h, (30,0) cm

terukur 500 Sv/h, (-30,0) cm terukur 1500 Sv/h. Semakin jauh jarak antara

objek dengan pusat berkas sinar-X, maka dosis radiasi yang diterima semakin

rendah. Untuk menguji dampak radiasi sinar-X melalui hasil pemetaan ruang

Laboratorium Fisika Medik, mencit diletakkan pada koordinat (0,0), (0,30), (30,0)

dan (-30,-60) cm. Faktor eksposi dan ketinggian yang digunakan sama, berturut-

turut adalah 80 kV, 32 mA, 0,5 sekon dan 75 cm dari sumber radiasi. Penyinaran

dilakukan selama 1 x 6 hari. Perlakuan dari hari pertama hingga hari ke 6, mencit

diberi makan pelet jenis BR 2 dan minum air putih setiap hari secara ad libitum

(sesuai kebutuhannya). Setelah hari ke 6, darah mencit diambil sebanyak 1 cc dan

diuji komposisi eritrosit, leukosit dan hemoglobin. Komposisi darah mencit yaitu

eritrosit (x106/mm

3), leukosit (x10

3/mm

3), hemoglobin (g/dL) di koordinat dan

dosis radiasi berturut-turut adalah (0,0 cm : 10.000 Sv/h x 6 hari) 1,0; 11,4; 1,8,

(0,30 cm : 2.500 Sv/h x 6 hari) 1,3; 4; 3,3, (30,0 cm : 500 Sv/h x 6 hari) 2,5;

6,4; 8,9, dan (-30,-60 cm : 65 Sv/h x 6 hari) 8,5; 10,6; 11,3. Berdasarkan hasil

pengamatan, bahwa radiasi sinar-X mempengaruhi jumlah komposisi eritrosit,

leukosit dan hemoglobin dalam tubuh mencit. Jumlah sel darah mamalia akibat

paparan sinar-X bergantung pada besar dosis radiasi yang diterima oleh mamalia.

Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi dosis yang digunakan, maka komposisi

darah semakin jauh dari kriteria normal.

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................... iii

PERNYATAAN .............................................................................................. iv

PENGESAHAN .............................................................................................. v

PERSEMBAHAN ........................................................................................... vi

MOTTO ........................................................................................................... vii

PRAKATA ...................................................................................................... viii

ABSTRAK ...................................................................................................... x

DAFTAR ISI ................................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv

DAFTAR TABEL ........................................................................................... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xvii

BAB

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 4

1.3 Batasan Masalah .................................................................................... 4

1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................... 4

1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................. 5

1.6 Sistematika Penulisan ............................................................................ 5

II. TINJAUAN PUSTAKA

xii

2.1 Sinar-X ................................................................................................... 6

2.2 Sifat Karakteristik Sinar-X .................................................................... 9

2.3 Pesawat Sinar-X .................................................................................... 11

2.2.1 Tabung sinar-X ............................................................................. 11

2.2.2 Trafo tegangan tinggi .................................................................... 11

2.2.3 Instrumen kontrol ...................................................................... 10

2.4 Pengaruh Faktor Paparan Radiasi .......................................................... 13

2.5 Pengukuran Dosis Serap Radiasi ........................................................... 16

2.6 Radiasi Terhambur ................................................................................ 18

2.7 Efek Sinar-X terhadap Manusia ............................................................. 19

2.7.1 Efek Deterministik ........................................................................ 21

2.7.2 Efek Stokastik ............................................................................... 22

2.8 Hewan Uji Mencit ................................................................................. 22

2.9 Sel Darah ............................................................................................... 23

2.9.1 Eritrosit ......................................................................................... 24

2.9.2 Leukosit ........................................................................................ 24

2.9.3 Hemoglobin .................................................................................. 24

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Pengumpulan Data ................................................................... 26

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................ 26

3.3 Alat dan Bahan Penelitian ..................................................................... 26

3.3.1 Alat Penelitian .............................................................................. 26

3.3.2 Bahan Penelitian ........................................................................... 28

xiii

3.4 Metode Penelitian .................................................................................. 29

3.4.1 Pemetaan Dosis Radiasi ................................................................ 29

3.4.2 Pengujian Dampak Radiasi terhadap Mencit ................................ 30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pemetaan Dosis Radiasi ...................................................................... 33

4.2 Pengujian Dampak Radiasi Sinar-X terhadap mencit ......................... 40

V. PENUTUP

5.1 Simpulan .............................................................................................. 44

5.2 Saran .................................................................................................... 46

Daftar Pustaka ................................................................................................. 47

Lampiran ......................................................................................................... 51

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Gambaran Hematologi Mencit ................................................................. 25

3.1 Dosis Radiasi dan Arah Penyinaran Radiasi Sinar-X terhadap Mencit .... 31

4.1 Data Hasil Pengujian Darah Mencit .......................................................... 42

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Konstruksi Pesawat Sinar-X ................................................................... 7

2.2 Hasil Penyinaran Sinar-X Tangan Istri Wilhelm Rontgen ........................ 9

2.3 Pesawat Sinar-X di Laboratorium Fisika UNNES .................................... 12

2.4 Papan tampilan tegangan, waktu paparan radiasi, dan arus pada

tabung sinar-X di laboratorium Fisika UNNES ........................................ 12

2.5 Ilustrasi Hamburan Sinar-X ...................................................................... 18

2.6 Efek Radiasi pada Tubuh .......................................................................... 20

2.7 Mencit Putih ............................................................................................... 23

3.1 Bagian dari Pesawat Sinar-X, (a) Tabung Pesawat Sinar-X,

(b) Kontrol Panel ...................................................................................... 27

3.2 Surveymeter Analog .................................................................................. 27

3.3 Tripod dan Kamera Digital ....................................................................... 28

3.4 Mikrotube .................................................................................................. 28

3.5 Kelompok Mencit ...................................................................................... 29

3.6 Denah Ruang Lab. Fisika Medik .............................................................. 30

3.7 Proses Pengambilan Darah Mencit ........................................................... 32

4.1 Pemetaan Dosis Radiasi 2D dengan Menggunakan Ketinggian 75 cm dari

Tabung Pesawat Sinar-X .......................................................................... 34

4.2 Pemetaan Dosis Radiasi 2D dengan Menggunakan Ketinggian 150 cm dari

Tabung Pesawat Sinar-X .......................................................................... 36

xvi

4.3 Hukum Kuadrat Terbalik Intensitas Radiasi terhadap Jarak dari Sumber

Radiasi ...................................................................................................... 40

4.4 Efek Heel ................................................................................................... 41

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Data Dosis radiasi Berdasarkan Variasi Ketinggian dari Tabung Pesawat

Sinar-X ..................................................................................................... 52

2. Tabel Data Hasil Pengujian Darah Mencit .................................................. 56

3. Data Hasil Pengujian Sampel Darah Mencit ............................................... 57

4. Foto Kegiatan Skripsi .................................................................................. 63

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Radiasi merupakan pemancaran energi dalam bentuk gelombang atau

partikel yang dipancarkan oleh sumber radiasi atau zat radioaktif. Karena

energinya yang cukup besar, maka radiasi tertentu dapat menimbulkan ionisasi di

sepanjang lintasannya, sehingga radiasi tersebut dinamakan radiasi pengion. Salah

satu contoh radiasi pengion adalah sinar-X (Syahria et al., 2012).

Radiasi sinar-x dihasilkan oleh tabung pesawat sinar-x. Karena sumbernya

berasal dari luar tubuh manusia, maka radiasi sinar-x merupakan radiasi eksternal.

Dalam hal proteksi radiasi eksternal, terdapat tiga teknik untuk mengontrol

terhadap penerimaan radiasi khususnya bagi pekerja radiasi yaitu meminimalkan

jarak, meminimalkan waktu dan pemakaian perisai radiasi (Akhadi, 2000).

Melihat adanya kemungkinan diperolehnya dampak negatif dari radiasi pengion,

maka dalam hal keselamatan radiasi ini jarak merupakan salah satu cara yang

paling efektif untuk mengurangi radiasi yang diterima. Hasil penelitian Syahria et

al (2012) menunjukkan bahwa jumlah paparan radiasi hambur akan menurun

terhadap penambahan jarak, sehingga dapat mengetahui titik-titik / tempat yang

aman terhadap paparan radiasi hambur.

Pada Laboratorium Fisika Medik Universitas Negeri Semarang memiliki

frekuensi pemakaian yang cukup tingi oleh pekerja radiasi untuk melakukan

2

eksperimen. Penelitian yang telah dilakukan di Laboratorium Fisika Medik hingga

saat ini menitikberatkan pada optimalisasi radiologi konvensional dan radiologi

digital.

Posisi pekerja radiasi pada Laboratorium Fisika Medik selalu tidak tetap

saat melakukan penyinaran radiasi sinar-X, sehingga dosis radiasi yang diterima

berbeda-beda. Dosis yang diterima bergantung pada posisi pekerja radiasi. Untuk

memperkecil paparan dosis yang diterima pekerja harus memperhatikan jarak

antara pekerja dengan sumber radiasi. Oleh karena itu, perlu pemetaan dosis

radiasi pada Laboratorium Fisika Medik. Sehingga dengan mengetahui pemetaan

ini pekerja radiasi dapat lebih meningkatkan kewaspadaan terhadap radiasi sinar-

X.

Menurut Suhardjo, sebagaimana dikutip oleh Fauziyah et al., (2013),

semakin besar dosis yang diterima maka semakin besar pula dampak negatif yang

dapat terjadi, sehingga dampak negatif dari radiasi tersebut sebanding dengan

jumlah radiasi yang diterimanya. Paparan radiasi pengion terhadap tubuh dapat

menyebabkan perubahan pada materi biologik khususnya materi genetik sel.

Sejumlah perubahan atau kerusakan yang timbul salah satunya adalah perubahan

struktur kromosom pada sel limfosit darah (Alatas, 2005).

Banyak kasus radioterapi melaporkan bahwa pasien yang menjalani

treatment radioterapi mengalami penurunan jumlah sel darah (leukosit dan

eritrosit) (Prisyanto et al., 2014). Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan

tubuh terhadap zat-zat asing dan bertugas melawan para antigen. Dalam usaha

untuk mengidentifikasi mekanisme kekebalan tubuh yang bersifat protektif dan

3

dipacu dengan tindakan imunisasi dilakukan penelitian tentang perubahan jumlah

sel leukosit (Darlina et al., 2011). Telah diketahui secara luas bahwa sel-sel darah

putih merupakan sel yang paling peka terhadap radiasi atau radiosensitivitasnya

paling tinggi (Darussalam, 1989; Wardhana, 1996). Menurut Roitt, sebagaimana

dikutip oleh Widyasari (2007), sel darah putih merupakan bagian dari sistem

kekebalan tubuh.

Tikus mencit termasuk dalam kelas mamalia telah banyak digunakan

untuk penelitian, baik dalam bidang Kedokteran, Farmasi, maupun Biologi

(Hariadi, 2012). Mencit banyak digunakan sebagai hewan laboratorium

(khususnya digunakan dalam penelitian biologi), karena memiliki keunggulan-

keunggulan seperti siklus hidup relatif pendek, cepat berkembang biak, mudah

dipelihara dalam jumlah banyak, variasi genetiknya tinggi serta sifat anatomis dan

fisiologisnya terkarakterisasi dengan baik, jumlah anak perkelahiran banyak,

variasi sifat-sifatnya tinggi, mudah ditangani, serta sifat produksi dan karakteristik

reproduksinya mirip dengan manusia (Pribadi, 2008).

Berdasarkan uraian diatas, untuk mengetahui dampak radiasi pada pekerja

radiasi pada Laboratorium Fisika Medik yang diasumsikan dengan menggunakan

tikus mencit, maka perlu dilakukannya penelitian tentang Analisis Dampak

Radiasi Sinar-X pada Mencit melalui Pemetaan Dosis Radiasi di Laboratorium

Fisika Medik Universitas Negeri Semarang.

4

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, dapat dirumuskan

masalah sebagai berikut :

(1) Bagaimana pemetaan dosis radiasi di Laboratorium Fisika Medik

Universitas Negeri Semarang?

(2) Bagaimana dampak dosis radiasi sinar-X pada darah mencit di daerah

pemetaan Laboratorium Fisika Medik?

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah dari penelitian ini antara lain :

(1) Lokasi penelitian di Laboratorium Fisika Medik Universitas Negeri

Semarang.

(2) Sampel yang digunakan adalah darah mencit (Mus musculus) dengan jenis

kelamin jantan dengan umur dan berat yang sama (mendekati sama).

(3) Unsur yang diteliti adalah jarak minimum yang diperbolehkan untuk

pekerja radiasi melakukan proses radiasi serta dampak lama paparan

radiasi terhadap mencit.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini antara lain :

(1) Memetakan penyebaran radiasi di Laboratorium Fisika Medik untuk

memperoleh informasi jarak minimum pekerja radiasi terhadap pesawat

sinar-X.

5

(2) Mengetahui dampak dosis radiasi sinar-X terhadap pekerja radiasi/pasien

melalui pengujian pada darah mencit (Mus musculus).

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain :

(1) Memberikan informasi persebaran tingkat radiasi di Laboratorium Fisika

Medik.

(2) Memberikan informasi dampak radiasi sinar-X terhadap pekerja radiasi

melalui pengujian pada darah mencit (Mus musculus).

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi disusun guna mempermudah pemahaman

tentang struktur dan isi skripi. Penulisan skripsi dibagi menjadi tiga bagian utama,

yaitu:

(1) Bagian awal, terdiri atas judul, halaman kosong, pernyataan keaslian

tulisan, pengesahan, persembahan, motto, prakata, abstrak, daftar isi,

daftar tabel, daftar gambar, dan daftar lampiran.

(2) Bagian pokok, terdiri atas pendahuluan, tinjauan pustaka, metode

penelitian, hasil dan pembahasan, dan penutup.

(3) Bagian akhir, terdiri atas daftar pustaka dan lampiran.

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sinar-X

Sinar-X merupakan gelombang elektromagnetik yang mempunyai panjang

gelombang sangat pendek yaitu kurang dari 10 m (10-16 10-9 m). Sinar-X juga

membawa energi dalam bentuk paket-paket yang disebut foton (Suyatno, 2008).

Syarat terjadinya sinar-X adalah sebagai berikut (Chesney, 1971) :

(a) ruang yang vakum (hampa udara),

(b) beda potensial yang tinggi,

(c) sumber elektron,

(d) target tumbukan, dan

(e) focusing cup.

Gambar 2.1 menunjukkan bahwa produksi sinar-X dihasilkan dalam suatu

tabung yang dilengkapi bahan penghenti atau sasaran dan ruang hampa. Elektron

bebas terjadi karena emisi dari filamen yang dipanaskan. Dengan sistem fokus,

elektron bebas yang dipancarkan terpusat menuju anoda. Gerakan elektron ini

akan dipercepat dari katoda menuju anoda bila antara katoda dan anoda diberi

beda potensial yang cukup besar. Gerakan elektron yang berkecepatan tinggi

dihentikan atau terjadi perlambatan oleh suatu bahan yang ditempatkan pada

anoda. Tepat pada saat sampai di anoda, elektron-elektron telah memperoleh

energi kinetik yang berasal dari perubahan energi potensialnya (potensial listrik).

K = eV (2.1)

7

Tumbukan tersebut menghasilkan foton sinar-X lebih kurang 1% dan sisanya 99%

berupa energi panas (Sugianto & Nurbaiti, 2005).

Gambar 2.1 Kontruksi pesawat sinar-X (Boel, 2009)

Dalam peristiwa tumbukan elektron dan anoda, ada sebagian energi

elektron yang berubah menjadi panas:

K = Esinar + panas (2.2)

eV = hv + Q (2.3)

eV =

+ Q (2.4)

Persamaan ini dapat dituliskan sebagai berikut:

=

(2.5)

dengan

e = muatan elektron (9,11 x 10-31

kg)

h = ketetapan Plank (6,63 x 10-34

joule.s)

8

c = laju cahaya (3 x 108 m/s)

= panjang gelombang sinar-X ()

Q = energi panas (joule)

Energi panas Q yang timbul dapat bervariasi secara kontinu dari 0 sampai

maksimum sampai dengan eV, akibatnya panjang gelombang sinar-X yang

dihasilkan juga bervariasi secara kontinu dari minimum sampai tak berhingga. 1

minimum diperoleh jika seluruh energi kinetik diubah menjadi energi foton dan

tidak terjadi perubahan energi menjadi panas (Kusminarto, 1994).

=

(2.6)

Semakin cepat elektron yang bertumbukan, semakin kuat daya tembus

sinar-X yang dihasilkan. Semakin banyak elektron yang bertumbukan, maka

semakin besar intensitas radiasi sinar-X. Teori elektromagnetik mengatakan

bahwa muatan listrik yang mengalami percepatan, akan meradiasikan gelombang

elektromagnet. Dalam hal ini elektron yang mula-mula bergerak dengan

kecepatan tinggi tiba-tiba dihentikan, ini berarti mengalami perlambatan

(percepatan negatif). Peristiwa ini disebut Bremsstrahlung (Kusminarto, 1994).

Penggunaan sinar-X berawal dari penemuan Wilhelm Rntgen pada tahun

1895 yang melakukan penelitian mengenai keberadan sinar yang tidak tampak

oleh mata telanjang dan dapat menembus objek seperti buku, kertas dan lain

sebagainya. Penggunaannya untuk keperluan medik diawali ketika dia mendapati

gambar tangan istrinya yang dihasilkan dari sinar-X. Pada gambar tersebut terlihat

9

jelas tulang-tulang yang ada dalam jari-jari tangan seperti pada Gambar 2.2

(Peters, 1995).

Gambar 2.2 Hasil penyinaran sinar-X tangan istri Wilhelm Rontgen

(id.wikipedia.org)

2.2 Sifat Karakteristik Sinar-X

Adapun sifat-sifat dari sinar-X sebagai berikut :

a. Daya tembus

Sinar-X dapat menembus bahan atau massa yang padat dengan daya

tembus yang sangat besar seperti tulang dan gigi. Semakin tinggi tegangan tabung

(besarnya KV) yang digunakan, semakin besar daya tembusnya.

b. Pertebaran (Hamburan)

Apabila berkas sinar-X melalui suatu bahan atau suatu zat, maka berkas

sinar tersebut akan terhambur keseluruh arah, menimbulkan radiasi sekunder

(radiasi hambur) pada bahan atau zat yang dilalui. Hal ini akan menyebabkan

terjadinya gambar radiografi pada film akan tampak pengaburan kelabu secara

10

menyeluruh. Untuk mengurangi akibat radiasi hambur ini maka diantara subjek

diletakkan timah hitam (grid) yang tipis.

c. Penyerapan

Sinar-X dalam radiografi diserap oleh bahan atau zat sesuai dengan berat

atom atau kepadatan bahan tersebut. Makin tinggi kepadatannya atau berat

atomnya makin besar penyerapannya.

d. Efek Fotografi

Sinar-X dapat menghitamkan emulsi film (emulsi perak-bromida) setelah

diproses secara kimiawi (dibangkitkan) di kamar gelap.

e. Fluoresensi

Sinar-X menyebabkan bahan-bahan tertentu seperti kalsium tungstan atau

zink sulfide memendarkan cahaya (luminisensi). Luminisensi ada 2 jenis yaitu :

1. Fluoresensi, yaitu memendarkan cahaya sewaktu ada radiasi sinar-X saja.

2. Fosforesensi, yaitu pemendaran cahaya akan berlangsung beberapa saat

walaupun radiasi sinar-X sudah dimatikan (after glow).

f. Ionisasi

Efek primer dari sinar-X apabila mengenai suatu bahan atau zat dapat

menimbulkan ionisasi partikel-partikel atau zat tersebut.

g. Efek Biologi

Sinar-X akan menimbulkan perubahan-perubahan biologi pada jaringan.

Efek biologi ini yang dipergunakan dalam pengobatan radioterapi (Sjahriar,

2005).

11

2.3 Pesawat Sinar-x

Pesawat sinar-X merupakan sumber radiasi yang didesain sedemikian rupa

untuk tujuan diagnostik yang terdiri dari komponen-komponen penghasil sinar-X

(BAPETEN, 2003). Untuk dapat menghasilkan suatu pencitraan sinar-X

diperlukan beberapa instrumetasi yang baku sebagai berikut :

2.3.1 Tabung sinar-X

Tabung sinar-X berisi katoda dan anoda seperti ditinjukkan dalam Gambar

2.1. Katoda terbuat dari filamen, sedangkan anoda terbuat dari logam target (Cu,

Fe atau Ni). Anoda biasanya dibuat berputar supaya permukaannya tidak lekas

rusak yang disebabkan tumbukan elektron. Agar filamen katoda tidak cepat panas

maka didinginkan dengan tranformator oil (Siebert, 2004).

2.3.2 Trafo Tegangan Tinggi

Trafo tegangan tinggi berfungsi pelipat tegangan rendah dari sumber

menjadi tegangan tinggi antara 30 kV sampai 100 kV. Pada trafo tegangan tinggi

diberi minyak sebagai media pendingin. Trafo tegangan tinggi berfungsi untuk

mempercepat elektron di dalam tabung (Suyatno,2008).

2.3.3 Instrumen Kontrol

Instrumentasi kontrol berfungsi sebagai pengatur parameter pada

pengoperasian pesawat sinar X. Instrumentasi kontrol terbagi menjadi 6 modul

yaitu :

1. Modul power supplay (Catu daya DC ),

2. Modul pengatur tegangan (kV),

3. Modul pengatur arus (mA),

12

4. Modul pengatur waktu pencitraan (s),

5. Modul kendali sistem, dan

6. Catu daya AC dari sumber PLN.

Pengetahuan mengenai pesawat sinar-X sangat diperlukan untuk

menghasilkan gambaran radiografi yang baik. Gambar 2.3 dan Gambar 2.4

merupakan pesawat sinar-X yang ada di laboratorium fisika UNNES.

Gambar 2.3 Pesawat Sinar-X di laboratorium Fisika UNNES

Gambar 2.4 Papan tampilan tegangan, waktu paparan radiasi, dan arus

pada tabung sinar-X di laboratorium Fisika UNNES

13

2.4 Pengaruh Faktor Paparan Radiasi

Produksi sinar-X sangat ditentukan oleh pengaruh faktor paparan radiasi

yang terdiri dari tegangan tabung, arus tabung dan waktu paparan radiasi. Faktor

paparan radiasi inilah yang menentukan intensitas sinar-X yang dihasilkan.

Menurut Bushong (1989) faktor-faktor yang menentukan intensitas tersebut antara

lain:

a. Tegangan tabung

Tegangan tabung merupakan beda potensial antara katoda dan anoda yang

diperlukan untuk memindahkan satu satuan muatan, yaitu untuk menarik elektron

dari filamen ke permukaan target yang tertanam dalam anoda. Intensitas sinar-X

kira-kira sebanding dengan kuadrat beda potensial, sehingga bila beda potensial

dinaikkan dua kali lipat, maka intensitas sinar-X akan bertambah empat kali lebih

banyak. Hubungan antara beda potensial dengan intensitas dirumuskan seperti

pada persamaan (2.7) :

1

2= (

1

2)

2 (2.7)

dengan

I = intensitas sinar-x (Watt/m2)

V = adalah beda potensial (kV)

Semakin tinggi tegangan tabung yang digunakan akan dihasilkan sinar-X

dengan panjang gelombang lebih pendek sehingga memiliki daya tembus lebih

besar. Penambahan tegangan tabung juga akan menambah pancaran radiasi dari

target atau meningkatkan intensitas radiasi yang dipancarkan (Chesney, 1980).

14

b. Kuat arus

Kuat arus tabung (dalam miliampere) didefinisikan sebagai muatan listrik

yang mengalir persatuan waktu melalui suatu penampang. Pada tabung sinar-X

kuat arus merupakan arus yang mengalir dari anoda ke katoda. Arus ini

menyatakan jumlah elektron yang dipancarkan.

Hubungan ini dinyatakan dalam rumus pada persamaan (2.8) :

1

2=

1

2 (2.8)

dengan

i = kuat arus (ampere)

I = intensitas (Watt/m2)

c. Lama penyinaran

Waktu paparan radiasi (dalam detik) akan menentukan paparan radiasi

yang dilakukan. Menaikkan waktu paparan radiasi berarti menambah jumlah

radiasi yang mencapai obyek dan film.

d. Pengaturan jarak

Radiasi dipancarkan dari sumber radiasi ke segala arah. Semakin dekat

tubuh dengan sumber radiasi maka paparan radiasi yang diterima akan semakin

besar. Paparan radiasi sebagian akan menjadi pancaran hamburan saat mengenai

materi. Radiasi hamburan ini akan menambah jumlah dosis radiasi yang diterima.

Untuk mencegah paparan radiasi tersebut dapat dilakukan dengan menjaga jarak

pada tingkat yang aman dari sumber radiasi (Ulum, 2008).

Faktor jarak berkaitan erat dengan Intensitas (I) radiasi. Intensitas radiasi

pada suatu titik akan berkurang berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara

15

titik tersebut dengan sumber radiasi. Intensitas radiasi didefinisikan sebagai

jumlah radiasi yang menembus luas permukaan (dalam cm2) per satuan waktu (s).

Intensitas radiasi pada permukaan bola dengan jari-jari R1 dan R2 masing-masing

adalah:

=

(2.9)

1 =

4 (1)2 (2.10)

2 =

4 (2)2 (2.11)

dengan

I = Intensitas (Watt/m2)

P = Daya

A = luas penampang

Dari persamaan (2.10) dan (2.11) dapat diperoleh hubungan sebagai berikut :

1 2 = 1

(1)2

1

(2)2 (2.12)

dari persamaan (2.12) terlihat bahwa intensitas radiasi pada suatu titik berbanding

terbalik dengan kuadrat jarak titik tersebut terhadap sumber radiasi.

Laju dosis radiasi identik dengan intensitas radiasi, sehingga laju dosis

pada suatu titik juga berbanding terbalik dengan kuadrat jarak titik tersebut

dengan sumber. Namun ketentuan ini hanya berlaku apabila sumber radiasinya

berbentuk titik dan tidak ada absorpsi radiasi oleh medium (Hoxter, 1973).

16

2.5 Pengukuran Dosis Serap Radiasi

Radiasi mempunyai ukuran atau satuan untuk menunjukkan besarnya

pancaran radiasi dari suatu sumber, atau menunjukkan banyaknya dosis radiasi

yang diberikan atau diterima oleh suatu medium yang terkena radiasi. Dosis

radiasi merupakan jumlah energi radiasi yang diserap atau diterima oleh materi

yang dilaluinya (Bapeten, 2011). Untuk mengukur besarnya enegi radiasi yang

diserap oleh medium perlu diperkenalkan suatu besaran yang tidak bergantung

pada jenis radiasi, energi radiasi maupun sifat bahan penyerap, tetapi hanya

bergantung pada jumlah energi radiasi yang diserap persatuan massa yang

menerima penyinaran radiasi tersebut (Akhadi, 2000). Bila sinar-X masuk ke

suatu bahan, sinar akan bergabung dengan atom-atom bahan tersebut, sehingga

energinya akan diteruskan dari sinar-X ke atom bahan. Penerusan energi ini

disebut penyerapan dan jumlah energi yang terserap disebut dosis serap. Makin

besar energi yang diserap oleh tubuh pasien, makin besar kemungkinan terjadinya

kerusakan biologi pada pasien tersebut sehingga jumlah energi yang diteruskan

harus dibuat sekecil mungkin untuk keamanan pasien (Edwards dkk, 1990).

Dalam praktek sehari-hari, faktor eksposi mempengaruhi jumlah radiasi

yang dihasilkan, baik itu radiasi primer maupun radiasi sekunder. Dalam hal ini

hubungan faktor eksposi dengan dosis radiasi, apabila nilai tegangan mengalami

peningkatan dan arus mengalami penurunan maka dosis radiasi yang akan

diterima oleh pasien akan berkurang tetapi radiasi hambur akan mengalami

peningkatan. Tetapi apabila nilai tegangan berkurang, nilai arus bertambah maka

dosis radiasi yang diterima pasien menjadi bertambah tetapi radiasi hambur

17

menjadi berkurang (Waseso, 1998). Besarnya terimaan dosis paparan radiasi

secara matematis dapat dihitung seperti pada persamaan berikut ini (Fahmi,

2008):

= 2

2 (2.13)

dengan

X = dosis paparan radiasi (mR)

= tegangan tabung (kV)

i = arus tabung (mA)

t = lama penyinaran (s)

d = jarak fokus ke objek (cm)

Dari rumus di atas maka dapat diketahui masing-masing besar atau jumlah dosis

paparan radiasi yang akan diterima pasien. Karena 1 Roentgen sama dengan 0,877

rad dosis di udara, sehingga untuk mengetahui dosis serap yang diterima oleh

pasien yaitu dengan cara mengalikan dosis paparan radiasi dengan 0,877 rad

(Camber, 1983). Dari satuan dosis rad kemudian dikonversi ke dalam satuan dosis

Gray. Dari kedua satuan dosis serap tersebut diperleh hubungan sebagai berikut

(Akhadi, 2000):

1 mR = 10-3

R

1 R = 0,877 Rad

1 Rad = 10-2

Gray

1 Gy = 100 Rad

18

2.6 Radiasi Terhambur

Suatu partikel bila dikenai oleh radiasi, akan menjadi titik awal dari radiasi

baru yang dipancarkan ke berbagai penjuru. Hal ini juga berlaku terhadap radiasi

sinar-X. Apabila sinar-X mengenai suatu bahan atau objek sebagian radiasi primer

akan ditahan oleh penyerapan (absorpsi) dan sebagian lagi akan dihamburkan.

Radiasi terhambur (scattered radiation) merupakan sebagian radiasi yang

membias atau menyimpang dari sumber radiasi dan sebagian radiasi yang berubah

karena energi radiasi yang ditransfer, yang pada akhirnya radiasi tersebut akan

kehilangan energi dan panjang gelombangnya menjadi lebih panjang dari radiasi

primer (Van der Plaats, 1971).

Gambar 2.5 Ilustrasi hamburan sinar-X (Quinn, 2011)

Proses hamburan ditemukan oleh Compton pada tahun 1922 sebagai efek

Compton (Compton effect) dan dikenal dengan hamburan Compton (Compton

scatter). Dalam radiografi tidak semua foton diserap atau diteruskan oleh objek

atau pasien, tetapi sebagian dihamburkan. Hal ini menyebabkan beberapa foton

19

mula-mula digantikan oleh foton yang lain dengan jalan dan arah berbeda serta

daya tembusnya berkurang. Foton hambur mempunyai energi yang lebih kecil

dari foton primer. Meskipun radiasi hambur bergerak ke segala arah, akan tetapi

paling sedikit setengahnya bergerak menuju film dengan arah yang sama dengan

berkas sinar primer, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.5. Beberapa faktor yang

dapat mempengaruhi jumlah radiasi hambur adalah tegangan tabung (kV), arus

tabung (mA), ketebalan atau volume objek dan luas lapangan berkas sinar-X

(Boddy, 2013).

Bila sinar-X diinteraksikan dengan bahan, sinar tersebut dapat diteruskan,

dihamburkan dan diserap. Banyaknya foton sinar-X yang diteruskan dan

dihamburkan akan berpengaruh pada kualitas radiograf yang dihasilkan. Foton

sinar-X yang diserap hanya akan berpengaruh pada dosis radiasi yang diterima

pasien (Dhahryan, 2008).

2.7 Efek Sinar-X terhadap Manusia

Penggunaan radiasi sinar-X sebagai sarana pemeriksaan medis sangat

dibutuhkan untuk diagnosis penyakit atau sebagai pengobatan. Apabila radiasi

diberikan pada tubuh, kulit akan menerima paparan radiasi paling besar (Dowd &

Tilson, 1999). Menurut Patt et al., sebagaimana dikutip oleh Du et al (2012),

radiasi yang secara luas digunakan dalam pengobatan, kesehatan, teknologi dan

bidang lainnya harus mendapat perhatian karena radiasi dapat menyebabkan efek

merusak.

20

Paparan radiasi pengion terhadap tubuh dapat menyebabkan perubahan

pada materi biologik khususnya materi genetik sel. Sejumlah perubahan atau

kerusakan yang timbul salah satunya adalah perubahan struktur kromosom pada

sel limfosit darah (Alatas, 2005).

Jika radiasi sinar-X mengenai tubuh manusia, ada dua kemungkinan yang

dapat terjadi, berinteraksi dengan tubuh manusia atau hanya melewati saja. Jika

berinteraksi, radiasi dapat mengionisasi atau dapat pula mengeksitasi atom. Setiap

terjadi proses ionisasi atau eksitasi, radiasi akan kehilangan sebagian energinya.

Energi radiasi yang hilang akan menyebabkan peningkatan temperatur (panas)

pada bahan (atom) yang berinteraksi dengan radiasi tersebut. Dengan kata lain,

semua energi radiasi yang terserap di jaringan biologis akan muncul sebagai panas

melalui peningkatan vibrasi (getaran) atom dan struktur molekul. Ini merupakan

awal dari perubahan kimiawi yang kemudian dapat mengakibatkan efek biologis

yang merugikan (Batan, 2005). Efek radiasi pada tubuh digambarkan pada

Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Efek radiasi pada tubuh (BATAN, 2005)

21

Radiasi pengion merupakan radiasi yang mampu menimbulkan ionisasi

pada suatu bahan yang dilalui. Ionisasi tersebut diakibatkan adanya penyerapan

tenaga radiasi pengion oleh bahan yang terkena radiasi. Dengan demikian

banyaknya jumlah ionisasi tergantung dari jumlah tenaga radiasi yang diserap

oleh bahan (BATAN, 2005).

Sel dalam tubuh manusia terdiri dari sel genetik dan sel somatik. Sel

genetik adalah sel telur pada perempuan dan sel sperma pada laki-laki, sedangkan

sel somatik adalah sel-sel lainnya yang ada dalam tubuh. Berdasarkan jenis sel,

maka efek radiasi dapat dibedakan atas efek genetik dan efek somatik. Efek

genetik atau efek pewarisan adalah efek yang dirasakan oleh keturunan dari

individu yang terkena paparan radiasi. Sebaliknya efek somatik merupakan efek

radiasi yang dirasakan oleh individu yang terpapar radiasi. Bila ditinjau dari dosis

radiasi (untuk kepentingan proteksi radiasi), efek radiasi dibedakan atas efek

deterministik dan efek stokastik (BATAN, 2005).

2.7.1 Efek Deterministik (efek non stokastik)

Efek ini terjadi karena adanya proses kematian sel akibat paparan radiasi

yang mengubah fungsi jaringan yang terkena radiasi. Efek ini dapat terjadi

sebagai akibat dari paparan radiasi pada seluruh tubuh maupun lokal. Efek

deterministik timbul bila dosis yang diterima lebih besar dari dosis ambang yang

bervariasi bergantung pada jenis efek. Pada dosis lebih rendah dan mendekati

dosis ambang, kemungkinan terjadinya efek deterministik adalah nol. Sedangkan

diatas dosis ambang, peluang terjadinya efek ini menjadi 100%. Keluhan umum

pada kemunculan efek deterministik dapat berupa nafsu makan berkurang, mual,

22

lesu, demam, keringat berlebihan hingga menyebabkan terjadinya shock, nyeri

perut, rambut rontok bahkan kematian (Gabriel, 1988).

2.7.2 Efek Stokastik

Efek stokastik berkaitan dengan paparan radiasi dosis rendah dapat muncul

pada tubuh manusia dalam bentuk kanker (kerusakan somatik) atau cacat pada

keturunan (kerusakan genetik). Dalam efek stokastik tidak dikenal adanya dosis

ambang. Jadi sekecil apapun dosis radiasi yang diterima tubuh, ada kemungkinan

akan menimbulkan kerusakan sel somatik maupun sel genetik. Pemunculan efek

stokastik berlangsung lama setelah terjadinya penyinaran dan hanya dialami oleh

beberapa orang diantara anggota kelompok yang menerima penyinaran

(Wiryosimin, 1995).

Respon dari berbagai jaringan dan organ tubuh terhadap radiasi pengion

sangat bervariasi. Selain bergantung pada sifat fisik radiasi juga bergantung pada

karakteristik biologi dari sel penyusun jaringan/organ tubuh.

2.8 Hewan Uji Mencit

Menurut Kusumawati, sebagaimana dikutip oleh Fauziyah et al (2013),

mencit (Mus musculus) sering digunakan sebagai sarana penelitian biomedis,

penelitian dan pendidikan. Diantara spesies hewan lainnya, mencitlah yang paling

banyak digunakan untuk tujuan penelitian medis (60-80%). Hal tersebut karena

kelengkapan organ, kebutuhan nutrisi, metabolisme dan biokimianya cukup dekat

dengan manusia (Hariadi, 2012). Bentuk mencit dapat dilihat pada Gambar 2.7.

23

Gambar 2.7 Mencit Putih

Mencit merupakan golongan binatang menyusui atau mamalia yang

memiliki kemampuan berkembangbiak yang sangat tinggi, mudah dipelihara dan

menunjukkan reaksi yang cepat terlihat jika digunakan sebagai objek penelitian.

Selain itu, genetik mencit, karakteristik biologi, darah, peredaran darah dan

perilakunya sangat mirip manusia, sehingga banyak gejala kondisi pada manusia

yang dapat direplikasikan pada tikus (Hariadi, 2012).

2.9 Sel Darah

Telah diketahui bahwa irradiasi seluruh tubuh pada mamalia akan

menyebabkan gangguan pada sel darah, yaitu dengan menurunnya produksi sel-

sel darah yang disebabkan karena terhambatnya mitosis pada sel induk dalam

sumsum dan sistem limfotik. Derajat penurunan jumlah sel darah perifer mamalia

akibat sinar-X maupun sinar gamma ternyata bergantung pada besar dosis yang

diterima dan jenis mamalia (Ganong, 1999).

24

2.9.1 Eritrosit

Sel darah merah (eritrosit) merupakan sel yang paling banyak dalam darah.

Fungsi eritrosit adalah untuk meneruskan oksigen dan karbondioksida melalui

aliran darah. Dosis radiasi ionisasi dibawah 0,5 Sv dapat mengurangi jumlah sel

darah merah dalam aliran darah (Nurtjojo, 1994).

2.9.2 Leukosit

Leukosit adalah sel yang membentuk komponen darah. Leukosit ini

berfungsi untuk membantu tubuh melawan berbagai penyakit infeksi sebagai

bagian dari sistem kekebalan tubuh. Leukosit tidak berwarna, memiliki inti, dapat

bergerak secara amoebeid dan dapat menembus dinding kapiler (Harahap, 2008).

Dosis radiasi seluruh tubuh sekitar 0,5 Sv sudah dapat menyebabkan penekanan

pembentukan sel-sel darah putih sehingga jumlah sel darah putih akan menurun

(Cember, 1969).

2.9.3 Hemoglobin

Hemoglobin merupakan molekul di dalam eritrosit (sel darah merah) dan

bertugas untuk mengangkut oksigen. Kualitas darah dan warna pada darah

ditentukan oleh kadar hemoglobin. Penurunan hemoglobin dapat terjadi pada

penderita antara lain : anemia, penyakit ginjal, pemberian cairan intravena

misalnya infus yang berlebihan, pemberian obat-obatan seperti antibiotik, aspirin,

antineoplastik (obat kanker), indometasin (obat antiradang) dan terpapar radiasi.

Jaringan hemopoitik merupakan jaringan yang paling sensitif terhadap

pajanan radiasi pengion dan limfosit mamalia diketahui sebagai sel darah yang

paling sensitif terhadap radiasi. Sindroma hemopoitik umumnya ditandai dengan

25

terjadinya trombositopenia, granulositopenia dan limfositopenia. Berikut

gambaran hematologi mencit seperti pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Gambaran Hematologi mencit (Mitruka, 1981; dan Loeb, 1989)

Kriteria Keterangan

Eritrosit (RBC)(x106/mm

3) 6,86-11,7

Hemoglobin (g/dL) 10,7-11,5

MCV (3) 47,0-52,0

MCH ( g) 11,1-12,7

MCHC (%) 22,3-31,2

Hematokrit (PCV)(%) 33,1-49,9

Leukosit (WBC)(x103/mm

3) 12,1-15,9

Neutrofil (x103/mm

3) 1,87-2,46

Eosinofil (x103/mm

3) 0,29-0,41

Basofil (x103/mm

3) 0,06-0,10

Limfosit (x103/mm

3) 8,70-12,4

Monosit (x103/mm

3) 0,30-0,55

Glukose (mg/dL) 62,8-176

45

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai

berikut :

1. Telah dilakukan pemetaan dosis radiasi pada Laboratorium Fisika Medik

Universitas Negeri Semarang. Pemetaan dosis radiasi kontur 2D

menggunakan variasi ketinggian 75 cm dan 150 cm dari tabung pesawat

sinar-X. Pada pemetaan dosis radiasi diukur setiap jarak 30 cm sejauh 120

cm ke arah utara, sejauh 150 cm ke arah selatan, serta setiap jarak 30 cm

sejauh 180 cm ke arah timur dan barat dari berkas sumber radiasi. Faktor

eksposi yang digunakan sama yaitu 80 kV, 32 mA dan 0,5 sekon.

Diperoleh kontur pemetaan 2D, di ketinggian 75 cm dari sumber pada

koordinat (0,0) cm terukur dosis radiasi sebesar 10.000 Sv/h. Di

ketinggian yang sama, pada arah timur, barat, utara dan selatan memiliki

dosis radiasi berturut-turut adalah (2500, 350, 45, 20, 15, 5) Sv/h, (200,

60, 35, 10, 0, 0) Sv/h, (500, 35, 25, 10) Sv/h, dan (2500, 400, 150, 20,

15) Sv/h. Di ketinggian 150 cm dari sumber radiasi, pada koordinat (0,0)

cm terukur dosis radiasi sebesar 10.000 Sv/h. Di ketinggian yang sama,

pada arah timur, barat, utara dan selatan memiliki dosis radiasi berturut-

turut adalah (800, 50, 20, 15, 0, 0) Sv/h, (200, 30, 0, 0, 0, 0) Sv/h, (500,

35, 25, 15) Sv/h, dan (1500, 300, 50, 25, 20) Sv/h. Tingkat paparan

46

radiasi tertinggi berada pada daerah sekitar sumber radiasi. Semakin jauh

jarak antara objek dengan pusat berkas sinar-X, maka dosis radiasi yang

diterima semakin rendah. Jarak aman untuk pekerja radiasi adalah 150 cm

dari sumber radiasi.

2. Telah dilakukan uji dampak radiasi sinar-X pada mencit melalui hasil

pemetaan ruang Laboratorium Fisika Medik. Pada koordinat dan dosis

radiasi (0,0 cm : 10.000 Sv/h x 6 hari) komposisi darah mencit yaitu

eritrosit, leukosit, hemoglobin berturut-turut adalah 1,0 x 106/mm

3, 11,4 x

103/mm

3, 1,8 g/dL. Pada koordinat dan dosis radiasi (0,30 cm : 2.500

Sv/h x 6 hari) komposisi darah mencit yaitu eritrosit, leukosit,

hemoglobin berturut-turut adalah 1,3 x 106/mm

3, 4 x 10

3/mm

3, 3,3 g/dL.

Pada koordinat dan dosis radiasi (30,0 cm : 500 Sv/h x 6 hari) komposisi

darah mencit yaitu eritrosit, leukosit, hemoglobin berturut-turut adalah 2,5

x 106/mm

3, 6,4 x 10

3/mm

3, 8,9 g/dL. Pada koordinat dan dosis radiasi (-

30,-60 cm : 65 Sv/h x 6 hari) komposisi darah mencit yaitu eritrosit,

leukosit, hemoglobin berturut-turut adalah 8,5 x 106/mm

3, 10,6 x 10

3/mm

3,

11,3 g/dL. Berdasarkan hasil pengamatan, bahwa radiasi sinar-X

mempengaruhi jumlah komposisi eritrosit, leukosit dan hemoglobin dalam

tubuh mencit. Jumlah sel darah mamalia akibat paparan sinar-X maupun

sinar gamma bergantung pada besar dosis radiasi yang diterima oleh

mamalia. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi dosis yang digunakan,

maka komposisi darah semakin jauh dari kriteria normal.

47

5.2 Saran

Berdasarkan dari penelitian yang telah dilakukan, untuk pengujian jumlah

komponen darah dalam tubuh mencit tidak terdeteksi jenis-jenis leukosit. Untuk

penelitian selanjutnya dapat dibedakan jumlah dari jenis-jenis leukosit pasca

radiasi.

48

DAFTAR PUSTAKA

Akhadi, M. 2000. Dasar-Dasar Proteksi Radiasi (1st ed). Jakarta : Rineka Cipta.

Alatas, Z. 2005. Efek Radiasi Pengion Dan Non Pengion Pada Manusia. Buletin

Alara, 5(203): 99-112.

Bapeten. 2003. Pedoman Dosis Pasien Radiodiagnostik. Keputusan Kepala Badan

Pengawas Tenaga Nuklir nomor 01-P /Ka-BAPETEN/ I-03.

Batan. 2011. Pedoman Keselamatan dan Proteksi Radiasi Kawasan Nuklir

Serpong : Komisi Proteksi Radiasi Kawasan Nuklir. Serpong: Puspitek

BATAN.

Batan. 2005. Pengenalan Radiasi Badan Tenaga Nuklir Nasional Pusat Pendidikan

dan Pelatihan. Tersedia di www.batan.go.id [diakses 10-01-2015].

Boddy, M.S. 2013. Pengaruh Radiasi Hambur terhadap Kontras Radiografi Akibat

Variasi Ketebalan Obyek dan Luas Lapangan Penyinaran. 1-10

Boel, T. 2009. Dental Radiografi. Medan: USU Press

Bushong, C. S. 1989. Medical Radiographic technic. Toronto: CV. Mosby

Company, Washington DC.

Bushong, C. S. 2001. Radiologic Science for Technologists (7 . ). U. S of America: A Harcourt Health Science Company.

Cember, H. 1969. Introduction to Health Physics (1st ed). New York: Pergamon

Press Northwestern University.

Chesney, D.N., & O.M. Chesney. 1980. Radiographic Imaging. London: Penerbit

Oxford.

Chesney, H. 1971. Radiographic Photograph, third Edition. London: Penerbit

Oxford.

Darlina, T. Rahardjo & S. Nurhayati. 2011. Perubahan Jenis Leukosit pada Mencit

yang Diimunisasi dengan Plasmodium Berghei yang Diradiasi. Seminar

Nasional SDM Teknologi Nuklir VII, hlm. 434-439.

Darussalam, M. 1989. Radiasi dan Radioisotop. Bandung: Penerbit Tarsito.

Dhahryan, W. S. Budi, & M. Azam,. 2008. Pengaruh Teknik Tegangan Tinggi

terhadap Entrasce Skin Exposure (ESE) dan Laju Paparan Radiasi Hambur

pada Pemeriksaan Abdomen. Berkala Fisika, 11(3): 103-108.

49

Du, X., G. Yanyan, H. Zhou, C. Yanger, Z. Huaiyu, L. Hanmei, C. Zhiyu, W.

Zhihuan, S. Tianzeng & Z. Xianying. 2012. Effects of Zingiber Officinale

Extract on Antiokxidation and Lipid Peroxidation in Mice after Exposure to

60 Co--Ray. African Journal Of Biotechnology, 11(1): 2609-2615.

Dowd, S. B., & E. R. Tilson. 1999. Practical Radiation Protection and Applied

Radiobiology (2th

ed.). USA: Saunders.

Fauziyah, A., Susilo & P. Dwijananti. 2013. Pengaruh Radiasi Sinar-X terhadap

Mortilitas Sperma pada Tikus Mencit (Mus musculus). Unnes Physics

Journal, 2(2):1-5.

Filano, R., E. Hidayanto & Z. Arifin. 2014. Analisis Tingkat Kontaminasi Dosis

Nuklir dan Laju Paparan Radiasi pada Instalasi Kedokteran Nuklir.

Youngster Physics Journal, 3(4): 317-328.

Fosbinder, R. A. & C. A. Kelsey. 2001. Essentials of Radiologic Science

(International Editions Series). McGraw-Hill Education.

Gabriel, J. F. 1988. Fisika Kedokteran. Jakarta: penerbit Erlangga.

Ganong, W. F. 1999. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (edisi 2), ECG. Jakarta.

Harahap, N.S. 2008. Pengaruh Aktivitas Fisik Maksimal Terhadap Jumlah dan

Hitung Jenis Leukosit pada Mencit (Mus Musculus L) Jantan. Sumatera

Utara: Universitas Sumatera Utara.

Haley. 1965. Acute Radiation Effects, Damage of Hematopiesis. E. Nuclear

Haematology Acad. New York: Press.

Hall, E. J. 2000. Radiobiology for the Radiologist (5th

eds). Philadelphia:

Lippincott Williams.

Hariadi. 2012. Peluang Jitu Beternak Tikus Putih. Yogyakarta: Pustaka Baru

Press.

Hoxter, E. 1973. Teknik Memotret Rontgen. Translated by Sombu, P. Jakarta:

Penerbit Erlangga.

Kusminarto. 1994. Pokok-Pokok Fisika Modern. Yogyakarta: Universitas Gajah

Mada.

Kusumawati, D. 2004. Bersahabat Dengan Hewan Coba. Yogyakarta: Gajah

Mada University Press.

Nurtjojo. 1994. Catatan Kuliah Hematologi. Jakarta: Penerbit Buku Kesehatan.

Peters .1995. W. C. Roentgen and the discovery of x-rays, Chapter 1 Textbook of

Radiology, Medcyclopedia.com, General Electric Healthcare. Tersedia di

50

http://www.medcyclopaedia.com/library/radiology/chapter01.aspx. [diakses

27-04-2015]

Pribadi, G. A., 2008. Penggunaan Mencit Dan Tikus Sebagai Hewan Model

Penelitian Nikotin. Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Prisyanto, R., D.R. Santoso, U.P. Juswono & Y. Cahyati. 2014. Pengaruh

Pemberian Kombinasi Vitamin C dan E terhadap Jumlah Hemoglobin,

Leukosit dan Trombosit Pasca Iradiasi Sinar Gamma. Natural B, 2(3):289-

295.

Quinn, B. Carroll. 2011. Radiography in the Digital Age: Physics, Exposure,

Radiation Biology. Springfield USA: Charles C. Thomas Publisher Ltd.

Rudi, Pratiwi & Susilo. 2012. Pengukuran Paparan Radiasi Pesawat Sinar-X di

Instalasi Radiodiagnostik untuk Proteksi Radiasi. Unnes Physics Journal,

1(1): 19-24.

Seibert, J. A. 2004. X-Ray Imaging Physics for Nuclear Medicine Technologists.

Part 1: Basic Principles of X-Ray Production. Journal of Nuclear Medicine

Technology. 32(3): 139-147.

Sjahriar, R. 2005. Radiologi Diagnostik. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Sugianto dan U. Nurbaiti. 2005. Buku Ajar Fisika Zat Padat. Semarang:

Universitas Negeri Semarang.

Suhardjo. 1993. Efek Sinar X Dosis Tunggal Terhadap Jumlah Anak Mencit (F1)

Yang Dilahirkan Dari Perkawinan Satu Hari Pascairadiasi. Cermin Dunia

Kedokteran. (101). ISSN: 0125 913X.

Susilo et al. 2010. Rancang bangun sistem pencitraan radiografi digital untuk

pengembangan layanan rumah sakit daerah dalam pelaksanaan otonomi

daerah dan disentralisasi (Laporan Penelitian Unggulan Strategis Nasional).

Jakarta: Dikti.

Suyatno, F. 2008. Aplikasi Radiasi Sinar-X Di Bidang Kedokteran untuk

Menunjang Kesehatan Masyarakat. Seminar Nasional IV SDM Teknologi

Nuklir Yogyakarta ISSN 1978-0176.

Syahria, E. Setiawati & K. S. Firdausi. 2012. Pembuatan Kurva Isodosis Paparan

Radiasi di Ruang Pemeriksaan Instalasi Radiologi RSUD Kabupaten Kolaka

Sulawesi Tenggara. Berkala Fisika, 15(4):123-132.

Ulum, M.F. 2008. Prinsip Dasar Proteksi Radiasi Dalam Diagnostik. Proceedings Join Meeting of the

3rd International Meeting on AZMWC 2008 and KIVNAS

X PDHI. Bogor: ISBN.

Van Der Plaats, G.J. 1971. Medical X-ray Techniques. Cleaverhume, London.

51

Wardhana, W.A. 1996. Radioekologi (1st ed). Yogyakarta: Penerbit Andi Ofset.

Widyasari, E., S. Listyawati & A. Pangastuti. 2007. Pengaruh Iradiasi Sinar-X

terhadap Produksi Antibodi Mencit Galur BALB/c dengan Pemberian

Vaksin Toksoid Tetanus. Bioteknologi, 4(1): 13-19.

Wiryosimin, K. 1996. Kedokteran Nuklir dan Aplikasi Teknik Nuklir dalam

Kedokteran. Jakarta: BATAN.

Yulianti D., & P. Dwijananti. 2005. Fisika Radiasi. Semarang: Universitas Negeri

Semarang.

Yusita, E. 2011, Pengujian Linearitas Keluaran Pembangkit Arus Sinar-X

Menggunakan Stepwedge. Skripsi. Medan: Universitas Sumatra Utara.