analisis dampak pembanguna rusunawa terhadap penurunan tingkat perumahan kumuh di kota makassar
TRANSCRIPT
LATAR BELAKANG MASALAH
Dewasa ini perkembangan pembangunan di kota-kota besar semakin maju pesat,
akibatnya pertumbuhan bergerak ke arah horizontal. Penurunan kualitas lingkungan saat ini
salah satunya diakibatkan dari terkikisnya lahan hijau oleh pembangunan perkotaan yang
tidak memperhatikan dampak lingkungan, pembangunan saat ini lebih berorientasi pada
fungsi-fungsi yang bersifat komersial. Pertumbuhan penduduk yang bertambah dengan
cepat berbanding lurus dengan kebutuhan lahan untuk perumahan di wilayah-wilayah
perkotaan. Proses pertumbuhan yang cepat di kota-kota ini disebabkan oleh tarikan
kegiatan dan fungsi kota sebagi pusat perintahan, pusat perdagangan, pusat industri dan
fungsi-fungsi lainnya seperti perbankan, pendidikan dan sebagainya. Di samping itu, wilayah
kota sendiri terjadi penyempitan lahan dimana lahan pemukiman penduduk akan semakin
mengecil akibat dari pembagian lahan karena jumlah keluarga bertambah, dengan demikian
daya dukung lahan di kota semakin kecil untuk menampung pertambahan penduduk, baik
oleh pertumbuhan penduduk di kota itu sendiri maupun karena adanya urbanisasi.
Para urban ini biasanya berasal dari masyarakat yang memiliki kesulitan ekonomi
(terkait perkerjaan) maka kebanyakan perkampungan kota terdiri dari masyarakat dari
kalangan ekonomi lemah. Dengan keterbatasan ini sehingga tidak memiliki kemampuan
untuk membangun rumah tinggal sebagai tempat hunian yang layak yang pada akhirnya
menciptakan berbagai solusi untuk mensiasatinya. Salah satunya terciptanya perkampungan
urban, baik itu berupa rumah sendiri maupun rumah kontrak.
Pada dasarnya rumah merupakan hak dasar rakyat dan dijamin oleh UUD 1945,
Undang-Undang No.4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, dan Undang-
Undang No 39 tentang Hak Asasi Manusia. Pemerintah melalui Rencana Pembangunan
Jangka Menengah tahun 2004 - 2009 antara lain mengamanatkan pembangunan rumah
baru layak huni tebesar 1.350.000 unit, yang terdiri dari 1.265.000 unit rumah sederhana
tidak bersusun, 60.000 unit rumah susun sewa (rusunawa) dan 25.000 unit rumah susun
sewa milik (rusunami). Khususnya pembangunan rusunawa dan rusunami, pemerintah telah
mencanangkan Program Percepatan Pembangunan 1.000 Menara Rusuna di Kawasan
Perkotaan. Terdapat 10 kota besar yang dianggap perlu segera membangun rumah susun.
Ke-10 kota itu Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi), Kartamantul
(Yogyakarta, Sleman, Bantul), Semarang dan sekitarnya, Surabaya dan sekitarnya, Makassar
1
dan sekitarnya, Banjarmasin dan sekitarnya, Medan dan sekitarnya, Batam dan sekitarnya,
Palembang dan sekitarnya.
Rusunawa ini didasarkan pada masih luasnya permukiman kumuh di perkotaan dan
metropolitan, terbatas/tingginya harga lahan, backlog penyediaan hinian layak, dukungan
peremajaan kota (urban renewal) dan pencapaian target sesuai RPJMN 2004-2009 dan
MDGs, Renstra PU, serta Rencana Kerja Program Tahunan (RKP). Agoes Widjanarko
menjelaskan, konsep pendekatan perbaikan kawasan kumuh dan peningkatan kualitas
permukiman yang digunakan terdiri dari konsep model pencegahan (preventif) dan
penanggulangan (kuratif).
Kota Makassar Merupakan salah satu dari daerah yang mendapatkan program
percepatan Pembangunan 1000 Menara , Hal ini disebabkan karena di Kota Makassar
terdapat Sebanyak 62.096 rumah tangga miskin (RTM) tinggal di kawasan kumuh yang
tersebar di enam kecamatan di Kota Makassar. "Kota Makassar memiliki kawasan kumuh di
enam kecamatan dari 14 kecamatan yang ada, dengan luas mencapai 540,78 hektare (ha),"
kata Asisten II Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar, Burhanuddin di Makassar, Senin 12/9.
Burhanuddin mengatakan, warga yang tinggal di kawasan kumuh itu diantaranya di
Kecamatan Mariso, Ujung Tanah, Bontoala, Tallo, dan Antang itu kurang memperoleh
fasilitas air bersih, rumah layak huni dan sarana lingkungan yang memadai.
Sarana lingkungan itu misalnya jalan lingkungan dan akses transportasi, sehingga rawan
menimbulkan kebakaran, sementara jika terjadi kebakaran, sulit dipadamkan karena tidak
ada akses jalan yang memadai untuk dilalui mobil pemadam kebakaran. Lebih jauh
dikatakan Burhanuddin, permasalahan yang kompleks di lokasi kawasan kumuh itu, karena
dapat memicu tingkat kriminalitas dan keterasingan budaya. Disisi lain, kondisi lokasi kumuh
di Makassar diperparah dengan terus bertambahnya urban dari daerah tetangga.
Adanya pemukiman kumuh yang menjadi salah satu permasalahan Pemkot Makassar,
lanjutnya, karena keterbatasan lahan , sehingga sangat sulit memperoleh status kepemilikan
tanah, karena harganya mahal. "Akhirnya, sejumlah warga melakukan penyerobotan tanah
dan memanfaatkan area publik seperti bahu jalan, ruang terbuka dan pinggiran kanal
sebagai tempat tinggal dengan bangunan rumah seadanya," katanya. Berkaitan dengan hal
tersebut, Pemkot Makassar saat ini sedang manata 26 titik kawasan kumuh di kota yang
berjulukan "Anging Mammiri" ini dengan menyiapkan rumah susun sewa (rusunawa), rumah
susun milik (rusunami), pemberian keterampilan dan bantuan modal pada rtm melalui
2
penyaluran dana bergulir serta menyediakan infrastruktur dan ulititas di kawasan kumuh.
Sejak 2008, rusunawa yang sudah ditempati ratusan RTM adalah Rusunawa di Kelurahan
Lette, Kecamatan Mariso dan Rusunawa di Kawasan Daya yang mayoritas warganya adalah
buruh pabrik di Kawasan Industri Makassar (Kima). Sementara itu, salah seorang penghuni
Rusunawa di Kelurahan Lette, Darwis mengatakan, merasa lebih nyaman tinggal di tinggal di
Rusunami dengan membayar Rp75 ribu per bulan daripada tinggal di bekas rumahnya di
pinggir pantai dekat Kawasan Tanjung Bunga, Makassar. "Dulu rumah kontrakan kami hanya
terbuat dari tripleks dan kayu yang sudah lapuk dan sengnya sudah bocor, sehingga pada
musim hujan kami hidup tidak tenang, apalagi angin bertiup kencang dan biasanya
merobohkan rumah di pinggir pantai," ujarnya.
Rusunawa yang didirikan di Kelurahan Lette,
Kecamatan Mariso, tersebut dibangun sejak setahun lalu,
setelah sebelumnya diadakan penimbunan lahan di tahun
2005. Sebelum ditimbun, lahan tersebut berupa rawa
tempat para nelayan (salah satu profesi mayoritas di
daerah tersebut) biasa mencari kerang untuk kemudian dijual di pinggir Jalan Metro Tanjung
Bunga. Sebelumnya, pemerintah telah membangun -- rencananya 14 blok -- rusunawa di
daerah Kawasan Industri Makassar (Kima), Kecamatan Biringkanaya, meskipun sempat
menuai protes masyarakat dengan dalih
mengurangi penghasilan pengusaha rumah
kost di daerah itu. Untuk Kelurahan Lette,
biaya pembangunan rusunawa memerlukan
anggaran sebesar Rp21 Miliar. Anggaran ini
diperoleh dari dana hibah Asian
Development Bank (ADB). Menurut warga,
rusunawa tersebut diperuntukkan bagi
warga miskin (tidak punya rumah atau
masih ngontrak) yang tinggal di Kelurahan
Lette sebagai daerah dengan jatah terbanyak, Pannambungan, dan Mariso (sebagian kecil).
Menurut Victor Sampebulu, fasilitataor ADB, akan dibangun tiga jenis rusunawa di
Kecamatan Mariso. Masing-masing untuk pedagang kaki lima (PKL), nelayan, dan kalangan
menengah.
3