analisis bio-ekonomi dan strategi pengelolaan sumberdaya ikan pelagis di perairan laut jawa
DESCRIPTION
Hasil analisis produksi biologis sumberdaya ikan pelagis di perairan laut jawa periode tahun 1976-1983 didapatkan nilai MSY sebesar 101.194 ton/tahun. Hasil analisis bio-ekonomi dalam pemanfaatan suberdaya ikan pelagis di perairan Laut Jawa didapatkan nilai MEY sebesar 91.924 kg/tahun, dengan jumlah hasil tangkapan per satuan upaya menggunakan alat tangkap purse seine sebesar 24,23 ton/kapal/tahun. Batas Maximum Economic Yield sebesar 91.923 ton/tahun dengan jumlah unit alat tangkap efisien guna mendapatkan keuntungan yang sesuai sebesar 2.915 unit. Alat tangkap purse siene merupakan alat tangkap pilihan untuk menangkapan sumberdaya ikan pelagis di perairan Laut Jawa.Tindakan dalam pertimbangan dalam pemilihan suatu teknologi yang tepat untuk diterapkan di dalam pengembangan perikanan sangat diperlukan. Pertimbangan-pertimbangan yang akan digunakan dalam pemilihan teknologi dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok yaitu teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan (TPIRL), teknologi penangkapan ikan secara teknis, ekonomis, mutu dan pemasaran menguntungkan serta kegiatan penangkapan ikan yang berkelanjutan.TRANSCRIPT
-
1
ANALISIS BIO-EKONOMI DAN STRATEGI PENGELOLAANSUMBERDAYA IKAN PELAGIS DI PERAIRAN LAUT JAWA
I. PENDAHULUAN
Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki sekitar 17.508 pulau,
panjang garis pantai kurang lebih 81.000 km memiliki luas wilayah laut 5,8 juta
km2 dengan dugaan potensi perikanan sebesar 6,1 juta ton per tahun. Tingkat
pemanfaatan potensi ini diduga telah mencapai sekitar 60 % (Nikijuluw, 2002).
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 tentang
perikanan, tujuan pembangunan perikanan tangkap yaitu : (1) meningkatkan
kesejahteraan nelayan; dan (2) menjaga kelestarian sumberdaya ikan dan
lingkungannya.
Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, DKP (2004) mencantumkan
sasaran pembangunan sub-sektor perikanan tangkap yang ingin dicapai pada akhir
2009 sebagai berikut : (1) tercapainya produksi perikanan tangkap sebesar 5,472
juta ton; (2) meningkatnya pendapatan nelayan rata-rata menjadi Rp 1,5
juta/bulan; (3) meningkatnya nilai ekspor hasil perikanan menjadi US$ 5,5 milyar;
(4) meningkatnya konsumsi dalam negeri menjadi 30 kg/kapita/tahun; dan (5)
penyerapan tenaga kerja perikanan tangkap (termasuk nelayan) sekitar 4 juta
orang. Usaha pengembangan penangkapan ikan menghadapi beberapa kendala
yang unik dan tidak ditemui pada produksi sektor pertanian lainnya, seperti : (1)
sumberdaya berada dalam air dan bergerak; (2) produknya mudah sekali rusak; (3)
mempunyai zona kritis; (4) milik umum dan (5) adanya pengaruh-pengaruh
kondisi alami dalam eksploitasinya seperti adanya musim, arus, dan gelombang.
Dengan demikian dalam pengembangan usaha penangkapan ikan sangat
diperlukan adanya pertimbangan-pertimbangan biologi, teknik, ekonomi dan
sosial.
Ikan pelagis merupakan salah satu sumberdaya ikan laut, yang mempunyai
nilai ekonomis penting dan memunyai prospek yang baik. Sumberdaya daya ikan
pelagis di Laut Jawa terdiri atas komunitas ikan pelagis pantai (Sardinella spp.,
Rastrelliger brachysoma, Dussumieria acuta, dan Selar spp.), ikan pelagis neritik,
-
2
dan oseanik (Decapterus ruselli, Decapteruss macrosoma, Selar
crumenophthalmus, Rastrelliger kanagurta, Amblygaster sirm, Megalaspis
cordyla, Scombermorus spp., dan Auxis thazard) (Atmaja & Sadhotomo, 2000
dalam PRPT, 2006).
Uraian tersebut diatas menunjukkan bahwa kegiatan penangkapan ikan
membutuhkan adanya tindakan pengelolaan sehingga upaya penangkapan
dilakukan berdasarkan kemampuan produksi atau keadaan stok dari sumberdaya
ikan yang menjadi tujuan penangkapan, dengan demikian usaha penangkapan ikan
dapat berkelanjutan. Tindakan pengelolaan membutuhkan adanya informasi
tentang potensi lestari sumberdaya ikan secara ekonomi yang menjadi tujuan
penangkapan serta jumlah alat penangkapan ikan yang optimal. Keseimbangan
antara kegiatan penangkapan ikan dengan ketersediaan sumberdaya ikan adalah
optimalisasi pemanfaatan sumberdaya ikan yang menjadi tujuan penangkapan.
Sumberdaya ikan pelagis merupakan salah satu komoditi ekonomis penting karena
permintaan terhadap jenis ikan ini cukup tinggi.
Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan bahwa permasalahan utama
dalam rangka pengelolaan sumberdaya ikan pelagis secara berkelanjutan di
perairan Laut Jawa adalah, (1) belum diketahuinya tingkat maximum economic
yield (MEY), sehingga sulit untuk menata dan mengestimasi alokasi alat tangkap
yang seharusnya digunakan agar dapat memberikan hasil yang optimal dengan
tetap mempertimbangkan kaidah kelestarian sumberdaya. (2) belum diketahui
teknologi penangkapan ikan pelagis yang efisien, efektif dan ramah lingkungan.
Tujuan dalah penulisan paper ini adalah untuk meganalisis produksi
biologis Shaefer, bio-ekonomi Gordon-Schaefer, Menentukan jenis alat tangkap
yang efisien dan ramah lingkungan terhadap pemanfaatan sumberdaya ikan
pelagis di perairan Laut Jawa dan menentukan strategi pengelolaan sumberdaya
perikanan.
-
3
II. METODOLOGI
2.1. Produksi Biologis Schaefer
Model fungsi produksi biologis dari Schaefer (1957 dalam Purwanto,
1988) menghubungkan antara tingkat upaya penangkapan (E) dengan tingkat
produksi ikan (Q) sebagai berikut :
2bEaEQ
Dengan produksi maksimum lestari (MSY) = a2 / 4b yang dihasilkan
dengan upaya penangkapan Emsy = a / 2b.
2.2. Analisi Bio-Ekonomi Gordon-Schaefer
Model Gordon-Schaefer merupakan model yang pertama dikembangkan
untuk menjelaskan perilaku ekonomi usaha penangkapan ikan (Munro & Scoot,
1984 dalam Purwanto, 1988). Model Gordon-Schaefer disusun dari (1) model
fungsi produksi biologis dari Schaefer, (2) biaya penangkapan, dan (3) harga ikan.
Model ini dinyatakan sebagai fungsi dari upaya penangkapan.
Asumsi yang mendasari model ini adalah : (1) perubahan pada tingkat
keluaran (produksi) tidak akan mempengaruhi harganya, karena perikanan yang
dianalisis merupakan salah satu dari sejumlah perikanan kecil, (2) terdapat
kebebasan untuk ikut serta maupun berhenti berusaha menangkap ikan, (3)
seluruh kondisi alam dan hubungan biologis adalah konstan, (4) selektifitas alat
tangkap tidak berubah, (5) terdapat hubungan linear antara biaya dengan tingkat
upaya penangkapan (Anderson, 1973 dalam Purwanto, et. al., 1988).
Analisis fungsi produksi lestari perikanan tangkap yang dikembangkan
oleh Schaefer, hanya dapat menentukan tingkat pemanfaatan maksimum secara
lestari berdasarkan aspek biologi, sehingga belum mampu menetapkan tingkat
pemanfaatan maksimum yang lestari secara ekonomi. Untuk menjawab
permasalahan ini, Gordon mengembangkan Model Schaefer dengan cara
memasukkan faktor harga per satuan hasil tangkap dan biaya per satuan upaya
pada persamaan fungsinya, yang kemudian dikenal sebagai Model Statik
Gordon-Schaefer.
-
4
cE
2bE-aEp
TC-TR
Dimana :
= Keuntungan dari upaya pemanfaatan sumberdayaTR = Penerimaan totalTC = Biaya totalE = Upaya penangkapanP = Harga rata-rata ikan cakalangc = Biaya penangkapan ikan per satuan upaya
Tingkat upaya peningkatan dan produksi saat dicapai keuntungan
maksimum ( E* , Q* ) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
pb
c
b
aE
..2.2* dan 2
22*
..4.4 pbc
b
aQ
Q* juga disebut sebagai tingkat hasil ekonomi maksimum (Maximum
Economic Yield = MEY). Berdasarkan persamaan Q* tersebut dapat dijelaskan,
bahwa bila c = 0 maka keuntungan maksimum dicapai pada saat dicapai MSY ;
sedangkan bila c > 0 maka Q* < MSY. Semakin besar nilai c akan semakin kecil
nilai Q* dan E* ; sedangkan semakin besar nilai p akan semakin besar nilai Q*
dan E*.
Gambar 1. Keseimbangan bioekonomi Gordon-Schaefer
-
5
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi perikanan pelagis di perairan laut Jawa dalam 8 (delapan) tahun ,
yaitu periode tahun 1976-1983 menunjukkan fluktuasi sebagaimana terlihat pada
tabel 1 dan gambar 2. Berfluktuasinya produksi sumbedaya ikan pelagis ini dapat
diakibatkan oleh beberapa faktor yang saling berinteraksi dalam kegiatan
perikanan tangkap. Faktor yang saling berinteraksi tersebut adalah upaya
penangkapan dan ketersediaan stok sumberdaya ikan di perairan laut Jawa.
Tabel 1. Total Catch, Total Standarized Effort dan CPUE perikanan pelagis tahun1976-1983 dengan menggunakan alat tangkap purse seine.
Tahun Produksi (ton) Effort (unit) CPUE (ton/kapal)1976 48.800 1.370 35,6201977 55.500 1.051 52,8071978 65.400 1.905 34,3311979 80.000 3.046 26,2641980 90.000 4.041 22,2721981 85.000 2.633 32,2831982 94.200 5.452 17,2781983 115.600 5,332 21,680
Dari tahun 1976 sampai dengan tahun 1980 produksi ikan mengalami
kenaikan (48.800 sampai 90.000 ton/kapal), akan tetapi di tahun 1981 mengalami
penurunan (85.000 ton/kapal) dan produksi kembali meningkat di tahun 1983
(115.600 ton/kapal). Seperti terlihat pada gambar 1 di bawah ini :
10
30
50
70
90
110
130
1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983
Tahun
Tot
al C
atch
(100
0 to
n/ta
hun)
10
20
30
40
50
60
CPU
E (t
on/k
apal
/tahu
n)
Catch
CPUE
Gambar 2. Fluktuasi produksi perikanan pelagis di perairan Laut Jawa periode1976-1983.
-
6
Total upaya penangkapan (total effort) dari tahun 1976-1983 cenderung
meningkat dan nilai CPUE dari tahun 1976 -1983 berfluktuasi, nilai CPUE
tertinggi terjadi pada tahun 1977 dan nilai CPUE terendah terjadi pada tahun
1982. Nilai CPUE ini mencerminkan produktivitas (hasil tangkapan per satuan
upaya/trip) pada perikanan pelagis di Perairan Laut Jawa, maka dari itu nilai
CPUE dengan upaya penangkapan (effort) perlu diketahui korelasinya sehingga
dapat diketahui kecenderungan produktivitas (hasil tangkapan) pada kegiatan
perikanan pelagis di perairan Laut Jawa. Dimana dengan berambahnya tahun,
uaya penangkapan sumberdaya ikan pelagis di perairan laut Jawa mengalami
peningkatan (Gambar 3).
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983
Tahun
Fish
ing
Effo
rt (u
nit)
Gambar 2. Perkembangan upaya penangkapan sumberdaya ikan pelagis diperairan Laut Jawa periode 1976-1983
3.1. Produksi Biologis Schaefer
3.1.1. Hubungan antara CPUE dan Effort
Korelasi antara CPUE dengan effort menunjukkan hubungan yang negatif,
yaitu semakin tinggi effort maka semakin rendah nilai CPUE. Korelasi negatif
antara CPUE dengan effort mengindikasikan bahwa produktivitas perikanan
pelagis akan menurun apabila usaha penangkapan (effort) mengalami
peningkatan. Dengan demikian nilai produktivitas (CPUE) perikanan pelagis di
perairan Laut Jawa sebesar 48,443-0,0058E, hal ini menunjukkan bahwa setiap
penambahan effort sebesar satuan E maka akan menurunkan CPUE sebesar
0,0058 ton kali satuan E dapat dilihat pada gambar 4.
-
7
y = -0.0058x + 48.443R2 = 0.785
-10.0020.0030.00
40.0050.0060.00
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000
Fisihing effort (unit)
CP
UE
(to
n/k
apal
/tah
un
)
Gambar 4. Hubungan CPUE dengan Effort sumberdaya ikan pelagis di perairanLaut Jawa periode 1976-1983
Dari hasil analisis hubungan antara CPUE dengan Effort menunjukkan
bahwa dengan adanya penambahan pada usaha penangkapan (effort) maka akan
menurunkan hasil tangkapan per satuan upaya/trip, dengan persamaan regresi
linear sebagai berikut:
Y = -0,0058 x + 48,443
3.1.2. Hubungan antara Effort dengan Catch.
Usaha penangkapan terhadap sumberdaya perikanan pelagis mempunyai
pola perkembangan yaitu dengan adanya catch meningkat seiring dengan
meningkatnya effort sehingga mencapai MSY. Setelah usaha yang dilakukan
mencapai MSY, maka catch mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya
effort (Gambar 5). Perhitungan matematis hasil tangkapan pada kondisi MSY
diperoleh sebesar 101.151 ton/tahun dan nilai EMSY sebesar 4.176 kapal.
Hasil analisis terjadinya MSY pada upaya pemanfatan suumberdaya ikan
pelagis yang terjadi dikarenakan semakin bertambahnya jumlah alat tangkap,
seperti pada gambar 2, bahwa pada tahun 1982 dan 1983 jumlah alat-alat yang
dioperasikan melebihi jumlah fishing effort yang seharusnya dioperasikan (EMSY =
4176 unit). Menurut Smith dan Marahuddin (1986) menyatakan hasil tangkapan
yang dapat dilestarikan bergantung pada tingkat populasi dan karena itu pula
bergantung pada banyaknya upaya penangkapan yang diterapkan. Dengan tingkat
upaya yang rendah, hasil tangkapan hanya sedikit sedangkan populasi
penambahan ikan dan kematian alami masing-masing akan meningkat. Untuk
-
8
menggunakan tingkat upaya yang lebih besar akan terdapat tangkapan lestari yang
tinggi, populasi yang lebih rendah hingga populasi tercapai dimana tangkapan
lestari adalah maksimum.
Perhitungan matematis hasil tangkapan pada kondisi MSY diperoleh
pendapatan total sebesar Rp. 126.438.699.000,-. Sedangkan hubungan kuadratik
antara upaya penangkapan dengan hasil tangkapan dapat dilihat pada gambar 5.
Hubungan antara upaya penangkapan dan hasil tangkapan sumberdaya perikanan
pelagis di perairan Laut Jawa berbentuk parabola (gambar 5, artinya setiap
penambahan tingkat upaya penangakapan (E) maka akan meningkat pula hasil
tangkapan (h) sampai mencapai titik maksimum, kemudian akan terjadi
penurunan hasil tangkapan untuk setiap peningkatan intensitas pengusahaan
sumberdaya.
Gambar 5. Hubungan Catch dan Effort sumberdaya ikan pelagis di perairan LautJawa pada tahun 1976-1983
3.1.3. Hubungan antara biomass dengan effort, laju pertumbuhan
Fungsi produksi perikanan menggambarkan suatu hubungan antara hasil
penangkapan dengan sejumlah faktor produksi yang secara kolektif disebut
sebagai upaya penangkapan. Fungsi produksi seuai dengan perkembangan
sumberdaya ikan pelagis di perairan laut Jawa disajikan pada gambar 6. Adapun
persamaan hubungan antara biomass dengan effort pada perikanan pelagis di
perairan Laut Jawa adalah sebagai berikut :
4176, 101151
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000
Effort (unit)
Ca
tch
(to
n/t
ah
un
)
-
9
X = 66.617 7,97 EPersamaan tersebut diatas menggambarkan bahwa hubugan antara x
dengan E adalah linear yaitu dengan meningkatnya E menyebabkan turunnya nilai
x, adapun persamaan tersebut dirumuskan dengan menggunakan nilai q, K dan r
yang telah diestimasi (Tabel 2).
Hubungan antara h dengan E adalah kuadratik,dimana sebelum tingkat h
masimum (MSY) dicapai, peningkatan E akan diikuti oleh peningkatan h MSY
dicapai pada saat E = r/2q = 6,225525/(2*0,51 10-4) = EMSY, dengan MSY =
6,225525 x 64542,35.
Tabel 2. Nilai parameter biologi dan ekologi penangkapan sumberdaya ikanpelagis pada tahun 1976-1983 dengan menggunakan alat tangkap purseseine.
Tahun Produksi (ton)K 64542.35
q 0.000751
r 6.225525
Peningkatan biomass sumberdaya ikan pelagis di perairan laut Jawa
mencapai tingkat maksimum sebesar 64542.35, dimana pertambahan nilai effort
menunjukkan bertambahnya nilai biomass (Gambar 6).
0
10
20
30
40
50
60
0 2000 4000 6000 8000 10000
Fishing Effort (unit)
Cat
ch p
er u
nit
effo
rt (
1000
ton/
kapa
l/tah
un)
Estimate
Observed
-10000
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
0 2000 4000 6000 8000 10000
Fishing effort (unit)
Bio
ma
ss (
ton
)
Gambar 6. Hubungan antara CPUE dengan fishing effort, dan biomass ikanpelagis dengan fishing effort perikanan pelagis di perairan Laut Jawapada tahun 1976-1983
-
10
Stok sumberdaya ikan pelagis mampu berkembang hingga suatu tingkat
maksimumnya, dengan laju pertumbuhan tergantung pada ukuran kelimpahan stok
(x). Bila x lebih kecil dari ukuran kelimpahan stok maksimum yang sesuai dengan
daya dukung (K), maka stok ikan akan cenderung meningkat hingga dicapai K
(tabel 2). Pada nilai x = 66.617 7,97 E angka pertumbuhan stok mengalami
peningkatan sesuai dengan meningkatnya nilai x (gambar 7). Laju pertumbuhan
stok ikan yang dieksploitasi disajikan pada gambar 7.
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000
Biomass (ton)
bio
ma
s la
ju p
ertu
mb
uh
an
(to
n/t
ah
un
)
0
20
40
60
80
100
120
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000
Fishing Effort (unit)
Cat
ch (1
000
ton/
tahu
n)
Gambar 7. Hubungan antara biomass Laju pertumbuhan dengan biomass, dan cathikan pelagis dengan fishing effort perikanan pelagis di perairan LautJawa pada tahun 1976-1983
Berdasarkan nilai parameter biologi fungsi tingkat pertumbuhan stok
sumberdaya ikan pelagis di Laut Jawa, didapatkan persamaan sebagai berikut :
F (X) = r X ( 1 X / K)
G (X) = 6.225525 X (1 X / 64542.35)
3.2. Keseimbangan bioekonomi Gordon-Schaefer perikanan pelagis
Tingkat produksi optimal pada usaha penangkapan ikan dicapai pada saat
terjadi keseimbangan antara permintaan akan ikan dan biaya marinal untuk
menghasilkannya (Coples, 190 dalam Purwanto, 1988) atau harga produksi setara
dengan biaya marjinal untuk menghasilkannya. Produksi optimal ini disebut
ekonomi maksimum ((Maimum Economic Yield = MEY) sebab pada tingkat
keluaran ini harga yang ingin dibayarkan oleh pembeli untuk unit terakhir hasil
-
11
perikanan setara dengan baya marjinal untuk menghasilkannya (Anderson, 1986
dalam Purwanto, 1988).
Hasil perhitungan matematis usaha pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis
di perairan laut Jawa periode tahun 1976-1983, diperoleh bahwa tingkat MSY
sebesar 101.151 ton/tahun pada tingkat EMSY sebesar 4176 unit (Gambar 8).
Gambar 8. Keseimbangan bio-ekonomi Gordon Schaefer perikanan pelagis diperairan Laut Jawa pada tahun 1976-1983
Tingkat peningkatan upaya dan produksi pada saat dicapai keuntungan
maksimum yaitu E* sebesar 2915 unit sedangkan nilai Q* sebesar 91.923
ton/kapal. Keuntungan pada saat kondisi MSY yang dicapai adalah sebesar Rp.
50.059.659.000,- yang diperoleh dari perhitungan dari nilai TR = 126 438
699.000,- dan nilai TC = Rp. 76.379.040.000,-. Akan tetapi hal tersebut dengan
bertambahnya jumlah alat tangkap keuntungan (profit) yang didapatkan terus
mengalami penurunan. Dengan adanya tingkat pengusahaan sumberdaya
perikanan pelagis di Perairan Laut Jawa pada tahun 1983 secara ekonomis dan
biologis telah berlebih.
-200000000
-150000000
-100000000
-50000000
0
50000000
100000000
150000000
200000000
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000
Fishing effort (unit)
Tr,
TC
& P
rofi
t (r
up
iah
/to
n/t
ah
un
)
TR TC ProfitTC = c.E
TR = p.Y (E)
MSYMEY
p =TR-TC
EMSY EMSY EOA
-
12
3.3. Peningkatan teknologi penangkapan 20 %
Perbedaan yang terjadi karena kenaikan teknologi penangkapan sebesar 20
% sumberdaya ikan pelagis di perairan Laut Jawa disajikan pada gambar 9.
Teradinya upaya peningkatan teknologi penangkapan merupakan salah satu upaya
untuk menghasilkan keuntungan yang besar. Alasan yang paling mendasar
terjadinya hal tersebut pada umumnya dikarenakan bahwa dengan meningkatnya
jumlah penduduk maka kebutuhan akan bahan pangan dan gizi yang lebih baik
akan terus meningkat. Menurut FAO (2001 dalam Widodo, 2006), produksi ikan
dunia tahun 1999 mencapai 125,2 juta ton. Ikan yang digunakan untuk konsumsi
meningkat 2,1 juta ton dari 90,7 juta ton yang diproduksi pada tahun 1996,
sedangkan yang diproduksi untuk keperluan pengelolaan lebih lanjut menjadi
tepung dan minyak ikan meningkat 0,8 juta ton dari sekita 29,6 juta ton pada
tahun 1996.
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983
Tahun
Fish
ing ef
firt (u
nit)
Effort awal
Effort pasca kenaikan teknologi 20%
Gambar 9. Peningkatan teknologi penangkapan sebesar 20 % dalam upayapemanfatan sumberdaya ikan pelagis di perairan Laut Jawa padatahun 1976-1983
-
13
10
30
50
70
90
110
130
150
170
1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983Tahun
Total
Catc
h (10
00 to
n/tah
un)
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
CPUe
(ton/k
apal/
tahun
)
Catch awal
Catch pasca kenaikan teknologi 20%
CPUE
CPUE pasca kenaikan teknologi 20%
Gambar 10. Fluktuasi produksi perikanan pelagis pasca peningkatan teknologipenangkapan sebesar 20 % dalam upaya pemanfatan sumberdayaikan pelagis di perairan Laut Jawa pada tahun 1976-1983
Fluktuasi antara CPUE dan total produksi tidak mengalami perubahan
akan tetapi mengalami peningkatan pada jumlah hasil tangkapan dengan adanya
kenaikan teknologi 20 %. Nilai dapat CPUE sebagai cerminan hasil tangkapan per
satuan upaya/trip pada perikanan pelagis di Perairan Laut Jawa, antara CPUE
dengan upaya penangkapan (effort) perlu diketahui korelasinya sehingga dapat
diketahui kecenderungan produktivitas (hasil tangkapan) pada kegiatan perikanan
pelagis di perairan Laut Jawa (Gambar 10).
0
10
20
30
40
50
60
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 11000
Fishing Effort (unit)
Cat
ch p
er u
nit e
ffort
(ton
/kap
al/ta
hun)
Estimate awal
Estimate pasca kenaikan teknologi 20%
Gambar 11. Hubungan antara CPUE dengan fishing effort perikanan pelagis diperairan Laut Jawa pada tahun 1976-1983 pasca peningkatanteknologi penangkapan sebesar 20 %.
-
14
Dampak dari kenaikan teknologi penangkapan sebesar 20 % tidak begitu
berpengaruh pada hasil tangkapan per satuan upaya/trip pada perikanan pelagis di
Perairan Laut Jawa, akan tetapi rata unit pangkapan meningkat dari 3.100 unit
menjadi 3.720 unit (Gambar11).
0
20
40
60
80
100
120
140
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 11000
Fishing Effort (unit)
Cat
ch (1
000
ton/
tahu
n)
Catch awal
Catch pasca kenaikan teknologi 20%
Gambar 12. Hubungan antara Catch dengan fishing effort perikanan pelagis diperairan Laut Jawa pada tahun 1976-1983 pasca peningkatanteknologi penangkapan sebesar 20 %.
Peningkatan teknologi penangkapan sebesar 20 % berdampak pada
meningkatnya MSY dari 4.176 unit ; 101.151 ton/tahun menjadi 4.197 unit ;
120.543 ton/tahun (Gambar 12). Dampak tersebut pada akhirnya akan
menyebabkan terjadinya overfishing yang merupakan suatu kondisi bahwa tingkat
pemanfaatan sumberdaya ikan yang melebihi sumberdaya yang ada, dari
perhitungan matematis awal pada jumlah unit 4.176 unit merupakan kondisi
eksploitasi sumberdaya ikan pelagis sudah dalam kondisi over fishing, dengan
jumlah batas unit sebesar 2.915 unit, dengan tingkat maksimum keuntungan
91.923 ton/tahun.
Gambar 13 dan 14 menunukkan perubahan pada MSY, MEY antara pada
awal kondisi unit penangkapan dengan kondisi pasca peningkatan teknologi
penangkapan sebesar 20%.. Profit (keuntungan) yang dihasilkan sebelum
kenaikan teknologi sebesar Rp. 50.059.659.000,- dan setelah kenaikan teknologi
menjadi Rp. 59.649.365.309,- jika dilihat dari sudut pandang keuntungan,
peningkatan teknologi penangkapan memang sangat menjanjikan bagi
kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi, nilai MSY menunjukkan bahwa dengan
-
15
kondisi seperti ini, kelangsungan sumberdaya ikan pelagis di perairan Laut awa
tidak akan dapat bertahan lama, apabila konsep strategi pengelolaanya tidak tetap.
Purwanto, et. al., (1988) menjelaskan bahwa secara umum usaha
penangkapan ikan berbeda dari usaha dari manufaktur. Kapal dengan sejumlah
masukan hanya dapat secara langsung mengendalikan upayanya, sedangkan
besarnya hasil tangkapan sulit untuk dikendalikan secara langsung. Hal ini
disebabkan karena jumlah hasil tangkapan tergantung pada tingkat upaya
penangkapan dan besarnya populasi ikan itu sendiri dipengaruhi oleh intensitas
penangkapan. Pada usaha manufaktur, pengusaha mampu secara langsung
mengendalikan tingkat keluarannya melalui pengaturan masukan,karena tingkat
keluaran pada usaha tersebut berhubungan langsung dengan tingkat masukan.
Agar sumberdaya ikan pelagis dapat dimanfaatkan secara menguntungkan dalam
kurun waktu relatif tak terbatas, maka intensitas penangkapan perlu dikendalikan
hingga suatu tingkat populasi yang secara ekonomis menguntungkan.
-
16
Gambar 13. Keseimbangan bio-ekonomi Gordon Schaefer perikananpelagis di perairan Laut Jawa pada tahun 1976-1983
Gambar 14. Keseimbangan bio-ekonomi Gordon-Schaefer perikananpelagis di perairan Laut Jawa pada tahun 1976-1983 pascakenaikan teknologi 20 %
-250000000000
-200000000000
-150000000000
-100000000000
-50000000000
0
50000000000
100000000000
150000000000
200000000000
250000000000
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 11000
Fishing effort (unit)
TR
, T
C &
Pro
fit
(ru
pia
h/t
on
/ta
hu
n)
TR TC ProfitTC = c.E
TR = p.Y (E)
MSYMEY
p =TR-TC
EMSY EMSY EOA
-200000000
-150000000
-100000000
-50000000
0
50000000
100000000
150000000
200000000
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000
Fishing effort (unit)
Tr,
TC
& P
rofi
t (r
up
iah
/to
n/t
ah
un
)
TR TC ProfitTC = c.E
TR = p.Y (E)
MSYMEY
p =TR-TC
EMSY EMSY EOA
-
17
3.4. Teknologi Penangkapan Sumberdaya Ikan Pelagis
Pada umumnya jenis teknologi penangkapan ikan-ikan pelagis yang biasa
digunakan adalah, pancing tonda, jaring insang hanyut dan Purse seine.
3.4.1. Pancing tonda
Pancing tonda adalah pancing yang diberi tali panjang dan ditarik oleh
perahu atau kapal. Pancing diberi umpan ikan segar atau umpan palsu yang karena
pengaruh tarikan bergerak di dalam air sehingga merangsang ikan buas
menyambarnya.
a. Alat Tangkap
Pada prinsipnya pancing yang digunakan terdiri dari tali panjang, mata
pancing tanpa pemberat. Pancing ini umumnya menggunakan umpan
tiruan/umpan palsu. Umpan tiruan tersebut bisa dari bulu ayam, kain-kain
berwarna menarik atau bahan dari plastik berbentuk miniatur menyerupai aslinya
(misalnya cumi-cumi, ikan dan lain-lain).
Konstruksi pancing tonda terdiri dari gulungan senar, tali pancing, swivel,
pemberat atau tanpa pemberat dan mata pancing (Gambar 15). Pancing tonda
terdiri dari komponen-komponen yang penting, yaitu:
Tali utama ( monofilament nomor 1000) dengan panjang tali utama sekitar
150 m.
Tali cabang (monofilament nomor 800) dengan panjang tali berkisar mulai
dari 15 cm 225 cm
Mata pancing No 6 terdiri dari 15 mata pancing
Umpan palsu dari bahan kain sutera
Pelampung yang terbuat dari bahan gabus
Kili-kili dari bahan timah
Konstruksi alat sebagai berikut:
-
18
Gambar 15. Konstruksi alat tangkap pancing tonda (sumber:http://www.njscuba.net/artifacts/img.gif)
b. Kapal
Kapal yang digunakan berskala kecil atau tradisional yang sering
digunakan adalah jenis jukung (gambar 16), dengan ukuran rata-rata panjang 7,3
m, dalam 0,55 m dan lebar 0,35 m, dan rata-rata kapal bertonage 1 5 GT. Bahan
untuk perahu ini biasanya dari kayu meranti. Jenis mesin yang digunakan adalah
motor tempel dengan kekuatan rata-rata 15 PK, dan jumlah tenaga kerja biasanya
1 2 orang saja.
Gambar 16. Contoh perahu pancing tonda (sumber:http://www.njscuba.net/artifacts/img.gif)
c. Metode Penangkapan Ikan
Sebelum melakukan operasi penangkapan, diperlukan beberapa persiapan
yang matang, mengingat operasi penangkapan dengan tonda yang cukup singkat
(lama trip satu hari) dan juga keadaan daerah penangkapan yang penuh resiko,
seperti arus dan ombak. Oleh karena itu persiapan yang dilakukan sebelum
-
19
melakukan operasi penangkapan antara lain ; perawatan dan pengecekan mesin
motor tempel, pengisian bahan bakar minyak, perbekalan dan konsumsi.
Pada prinsipnya penangkapan ikan dengan tonda ini adalah memasang
pancing pada bagian buritan kapal, yang kemudian ditarik oleh kapal selama
operasi penangkapan dengan harapan umpan pada pancing tersebut disambar oleh
ikan yang menjadi tujuan penangkapan, seperti terlihat pada gambar 17.
Gambar 17. Ilustrasi pengoperasian pancing tonda(sumber: http://www.njscuba.net/artifacts/img.gif)
Kapal tonda berangkat pada pagi hari untuk berburu gerombolan ikan yang
mencari makan di permukaan. Bila gerombolan terlihat, tonda segera diturunkan
dan kecepatan kapal dikurangi. Ujung dari pancing tonda diikatkan pada outrigger
dan sebuah bantalan karet terikat pada pancing utama tepat berjarak satu
meterdari outrigger dimana pancing terikat. Selanjutnya kapal berlalu melewati
gerombolan ikan tersebut, hingga dimangsa oleh ikan, dan secara perlahan kapal
diperlambat untuk menarik tonda dengan hasil pancingan. Penondaan dilakukan
dengan mengulur tali lebih kurang dua pertiga dari seluruh panjang tali pancing
yang disediakan.
Berdasarkan kebiasaan dan pengalaman nelayan, metode penangkapan
dengan pancing tonda umumnya dilakukan pada waktu pagi hari sebelum ada
sinar matahari (jam 05.00 07.00), kecepatan perahu rata-rata 4-5 knot. Pada jam
07.00 09.00 kecepatan rata-rata 7-8 knot dan pada siang hari dengan kecepatan
rata-rata 7-8 knot dengan lokasi menonda semakin jauh.
-
20
3.4.2. Jaring insang hanyut (drift gill net)
Pada umumnya, yang disebut dengan gill net ialah jaring yang berbentuk
persegi panjang, mempunyai mata jaring yang sama ukurannya pada seluruh
jaring, lebar lebih pendek jika dibandingkan dengan panjangnya. Dengan kata
lain, jumlah mesh depth lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah mesh size
pada arah panjang jaring. Berdasarkan cara operasi ataupun kedudukan jarring
dalam perairan , maka dapat dibedakan antara lain ; (1) Surface gill net (2) Bottom
gill net (3) Drift gill net dan (4) Encricling gill net atau surrounding gill net.
Drift gill net atau jaring insang hanyut ini tidak ditentukan oleh adanya
jangkar, tetapi bergerak hanyut bebas mengikuti arah gerakan arus. Pada satu
pihak dari ujung jaring diletakkan tali, dan tali ini dihubungkan dengan kapal,
gerakan hanyut dari kapal sedikit banyak juga dapat mempengaruhi posisi jaring.
Selain gaya arus, gelombang, maka kekuatan angin juga akan mempengaruhi
keadaan hanyut dari jaring. Dengan perkataan lain gaya angin akan bekerja pada
bagian dari float yang tersembul pada permukaan air.
Drift giil net ini dapat pula digunakan untuk mengejar gerombolan ikan,
dan merupakan suatu alat penangkap yang penting untuk perikanan laut bebas.
Posisinya tidak ditentukan oleh jangkar, maka pengaruh dari kecepatan arus
terhadap kekuatan tubuh jaring dapat diabaikan . Dengan kata lain gerakan jarring
bersamaan dengan gerakan arus, sehingga besarnya tahanan dari jaring terhadap
arus dapat diabaikan.
a. Alat tangkap
Alat penangkapan terdiri dari :
Panjang jaring sekitar 400 m (bahan nylon)
Ukuran mata jaring 3 inci
Pelampung utama (bahan sendal karet)
Pelampung tanda (bahan bola plastik)
Pemberat utama (bahan timah, berat 1,5 kg)
Tali ris atas dan bawah (bahan nylon)
b. Kapal
Kapal yang digunakan termasuk perahu tanpa motor jenis jukung dengan
menggunakan seperti terlihat pada gambar 18, dengan ukuran sebagai berikut :
-
21
Panjang (L) = 9 m
Lebar (B) = 0,8 m
Tinggi (D) = 1 m
Tenaga Kerja berjumlah adalah 1 - 2 orang.
Gambar 18. Contoh Perahu jaring insang hanyut (sumber:http://www.njscuba.net/artifacts/img.gif)
c. Metode penangkapan ikan
Setelah tiba pada suatu fishing ground yang telah ditentukan (sebaiknya
bukan daerah pelayaran) maka yang pertama diturunkan adalah pelampung tanda
dan jangkar, selanjutnya dilakukan penurunan jaring (setting). Setelah semua
jaring telah diturunkan dan telah terentang dengan sempurna, maka dalam jangka
waktu tertentu, biasanya 2-5 jam dilakukan penarikan jaring (hauling). Pada saat
melakukan hauling, jaring diatur dengan baik seperti semula sehingga
memudahkan untuk operasi berikutnya. Pengoperasin jaring insang hanyut
umumnya dilakukan pada malam hari, tetapi pada pagi hari juga dilakukan
pengoperasian. Faktor utama pada pengoperasian jaring insang hanyut adalah
penggunaan warna jaring yang pada saat di dalam perairan tidak tampak oleh
ikan, dengan demikian nelayan menggunakan warna jaring yang relatif sama
dengan warna perairan.
-
22
3.4.3. Pukat cincin (purse seine)
a. Alat tangkap
Satu unit purse seine terdiri dari jaring, kapal, dan alat Bantu (roller, lampu,
echosounder, dan sebagainya). Pada garis besarnya jaring purse seine terdiri dari
kantong, badan jaring, tepi jaring, pelampung, tali pelampung, sayap, pemberat,
tali penarik, tali cincin dan lower salvage. Alat penangkapan terdiri dari :
Panjang jaring sekitar 600 m (bahan nylon)
Ukuran mata jaring pada bagian kantong 1 inci, pada badan jaring 1 inci
dan pada bagian sayap 1,25 inci.
Pelampung bahan plastik
Pelampung tanda (bahan bola plastik)
Pemberat utama (bahan timah, berat total 100 kg)
b. Kapal
Kapal yang digunakan termasuk perahu motor (outboard) dengan
menggunakan mesin Yanmar 24 PK dengan kapal bertonage 5 10 GT, seperti
terlihat pada Gambar 19 dengan ukuran-ukuran sebagai berikut:
Panjang (L) = 15 m
Lebar (B) = 2,5 m
Tinggi (D) = 2 m
Dengan jumlah tenaga kerja yang digunakan adalah 10-13 orang.
Gambar 19. Contoh Kapal purse seine (sumber:http://www.njscuba.net/artifacts/img.gif)
-
23
c. Metode penangkapan ikan
Pada umumnya jaring dipasang dari bagian belakang kapal (buritan) dan
ada juga yang dipasang di samping kapal (Gambar 20).
Gambar 20. Ilustrasi pengoperasian purse seine (sumber:http://www.njscuba.net/artifacts/img.gif)
Penangkapan cakalang dengan purse seine dioperasikan pada malam hari.
Pengumpulan ikan di permukaan laut dilakukan dengan menggunakan alat bantu
yaitu rumpon. Teknik penangkapannya adalah :
Melepaskan tali rumpon. Pada tali rumpon ini diberikan pelampung.
Dengan demikian, rumpon akan hanyut searah dengan arus permukaan air.
Melihat arah dan kecepatan arus untuk memprediksi kecepatan dan
arahnya rumpon yang telah dilepaskan.
Melingkari gerombolan ikan yang ada di bawah rumpon.
Menarik tali kolor dari jaring. Setelah jaring bagian bawah telah tertutup
maka rumpon tadi dikeluarkan dari jaring dan dikembalikan ke tali
pelampung seperti semula. Dengan demikian, ada awak yang bertugas
khusus untuk menyelesaikan rumpon tersebut sehingga kembali ke posisi
semula.
Penarikan tubuh jaring, float line. Ini ditarik jika bagian bawah jaring telah
tertutup, dengan demikian semua pemberat telah berada di atas kapal.
Tubuh jaring dan float line diatur kembali di atas kapal seperti semula.
-
24
Pengambilan hasil tangkapan. Ikan-ikan yang terkumpul pada bagian
kantong atau yang berfungsi sebagai kantong segera diserok ke atas kapal.
3.5. Konsekuensi Teknologi Alat Tangkap Pilihan
Monintja (2000) menjelaskan bahwa kriteria alat tangkap yang ramah
lingkungan yaitu:
1. Mempunyai selektivitas tinggi, artinya teknologi yang digunakan mampu
meminimalkan hasil tangkapan yang bukan merupakan target.
2. Tidak destruktif terhadap habitat yang akan membahayakan kelestarian
produksi ikan.
3. Tidak membahayakan nelayan yang mengoperasikan/menggunakan teknologi
tersebut.
4. Menghasilkan ikan bermutu baik dan tidak membahayakan kesehatan
konsumen.
5. Hasil tangkapan yang terbuang (discards) sangat minim.
6. Berdampak minimum terhadap keanekaragaman sumberdaya hayati, tidak
menangkap species yang dilindungi atau terancam punah.
7. Diterima secara sosial, artinya dimasyarakat nelayan tidak menimbulkan
konflik.
Teknik dalam pengoperasian purse seine yaitu dengan cara melingkarkan
pada teknik pengoperasian penangkapannya, sehingga sumberdaya ikan yang
berada pada catchable area akan terjerat pada badan jaring alat tangkap ini,.
Dengan demikian komposisi jenis ikan yang tertangkap purse seine relatif lebih
banyak dibandingkan pancing tonda dan jarring insang hanyut, ini dikarenakan
purse seine efektif menangkap ikan yang dalam pergerakannya bergerombol.
Purse seine dan jaring insang hanyut jika dibandingkan dengan pancing
tonda lebih unggul atau lebih ramah lingkungan. Menurut Sultan (2004) jenis alat
tangkap yang masuk kategori ramah lingkungan adalah jaring insang hanyut,
pancing tonda, pancing tangan, pancing cumi, rawai dasar, bubu labu, rawai cucut
dan purse seine. Berdasarkan prinsip pengoperasian yang melingkari tujuan
penangkapan, mengkerucutkan bagian bawah jaring hingga membentuk kantong,
maka cakalang yang telah berada pada catchable area akan sulit untuk lolos. Jika
-
25
dibandingkan dengan pancing tonda dan jaring insang hanyut yang menghadang
renang ikan, maka peluang untuk mendapatkan jumlah hasil tangkapan
dibandingkan purse seine relatif lebih sedikit. Perbedaan prinsip penangkapan
diantara ketiga jenis alat tangkap tersebut menyebabkan produktivitas atau
kemampuan menangkap cakalang juga berbeda.
Sesuai dengan tren pengembangan teknologi penangkapan ikan saat ini
yang menekankan pada teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan
(environmentally friendly fishing technology) dengan harapan dapat
memanfaatkan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan.
IV. STRATEGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN
Strategi pengelolaan yang dapa diterapkan dalam pengelolaan perikanan,
tentunya kegiatan usaha dengan upaya penangkapan (effort) dengan hasil kurang
dari MSY. Usaha dalam mempertahankan kondisi underfishig salah satunya data
dilakukan dengan memperhatikan teknologi penangkapan yang digunanakan.
Menurut Monintja (2000), perlu adanya pertimbangan dalam pemilihan suatu
teknologi yang tepat untuk diterapkan di dalam pengembangan perikanan.
Pertimbangan-pertimbangan yang akan digunakan dalam pemilihan teknologi
dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok yaitu teknologi penangkapan ikan
ramah lingkungan (TPIRL), teknologi penangkapan ikan secara teknis, ekonomis,
mutu dan pemasaran menguntungkan serta kegiatan penangkapan ikan yang
berkelanjutan. Suatu kegiatan penangkapan ikan yang ramah lingkungan memiliki
ciri-ciri sebagai berikut :
1. Selektivitas tinggi, artinya teknologi yang digunakan mampu meminimalkan
hasil tangkapan yang bukan merupakan target.
2. Tidak destruktif terhadap habitat yang akan membahayakan kelestarian
produksi ikan.
3. Tidak membahayakan nelayan yang mengoperasikan /menggunakan teknologi
tersebut.
4. Menghasilkan ikan bermutu baik dan tidak membahayakan kesehatan
konsumen.
5. Hasil tangkapan yang terbuang (discards) sangat minim.
-
26
6. Berdampak minimum terhadap keanekaragaman sumberdaya hayati, tidak
menangkap species yang dilindungi atau terancam punah.
7. Diterima secara sosial, artinya dimasyarakat nelayan tidak menimbulkan
konflik.
V. KESIMPULAN
Hasil analisis produksi biologis sumberdaya ikan pelagis di perairan laut
jawa periode tahun 1976-1983 didapatkan nilai MSY sebesar 101.194 ton/tahun.
Hasil analisis bio-ekonomi dalam pemanfaatan suberdaya ikan pelagis di perairan
Laut Jawa didapatkan nilai MEY sebesar 91.924 kg/tahun, dengan jumlah hasil
tangkapan per satuan upaya menggunakan alat tangkap purse seine sebesar 24,23
ton/kapal/tahun. Batas Maximum Economic Yield sebesar 91.923 ton/tahun
dengan jumlah unit alat tangkap efisien guna mendapatkan keuntungan yang
sesuai sebesar 2.915 unit. Alat tangkap purse siene merupakan alat tangkap
pilihan untuk menangkapan sumberdaya ikan pelagis di perairan Laut Jawa.
Adanya pertimbangan dalam pemilihan suatu teknologi yang tepat untuk
diterapkan di dalam pengembangan perikanan sangat diperlukan. Pertimbangan-
pertimbangan yang akan digunakan dalam pemilihan teknologi dapat
dikelompokkan dalam tiga kelompok yaitu teknologi penangkapan ikan ramah
lingkungan (TPIRL), teknologi penangkapan ikan secara teknis, ekonomis, mutu
dan pemasaran menguntungkan serta kegiatan penangkapan ikan yang
berkelanjutan.
VI. SARAN
Untuk mengusahakan agar sumberdaya perikanan pelagis dapat
dimanfaatkan terus-menerus secara maksimal dalam jangka yang tak terbatas
maka tingkat pemanfaatan perlu dibatasi sampai pada tingkat tertentu. Induk-
induk ikan dalam jumlah tertentu harus disisakan dan diberi kesempatan untuk
berkembang biak, sehingga mamu menghasilakn anakan dalam jumlah yang
cukup untuk kelestarian.
Adanya peraturan yang jelas terhadap usaha pemanfaatan sumberdaya ikan
yang ada, peningkatan teknologi penangkapan yang efisisien serta penyediaan
-
27
industri pengolahan hasil tangkapan, sehingga sumberdaya perikanan di perairan
Indonesia dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
[PRPT] Pusat Riset Perikanan Tangkap, BRKP, 2006. Pengkajian Stok IkanIndonesia 2005. PRPT, BRKP, DKP. Hal. 29.
[DJPT] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, DKP, 2004. KebijakanPembangunan Perikanan Tangkap. Disampaikan Pada Rapat Koordinasielokasi Nelayan Tingkat Nasional di Jakarta. Dirjen Perikanan TangkapDKP Jakarta.
Garcia S, P.Sparre and J.Csirke, 1989. Estimating Surplus Production andMaximum Sustainable Yield from Biomass Data when Catch and EffortTime Series are not Available. Fisheries Research, 8 (1989) 13-23.Elselvier Science Publishers B.V, Amsterdam Printed in The Netherlands.
http://www.njscuba.net/artifacts/img.gif (28 Desember 2006).
Kesteven. G.L 1973. Manual of Fisheries Science. Part I. An Introduction toFisheries Sciences. FAO Fisheries Technical Paper No.118. Food andAgricultural Organization of The United Nations. Rome.43 p
Monintja, DR, 2000. Pemanfaatan Pesisir dan Laut Untuk Kegiatan PerikananTangkap. Prosiding Pelatihan Untuk Pelatih Pengelolaan Wilayah PesisirTerpadu Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB. Bogor.
Nikijuluw. V.P.H. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. KerjasamaP3R dan PT. Pustaka Cidesindo. Jakarta. 54 Hal.
Purwanto, 1988. Bio-ekonomi Penangkapan Ikan : model Statik. Oseana. Vol.XIII, No. 2 : 63-72.
Purwanto, Kamiso, H. N., Tumari Jatileksono. 1988. Optimasi EkonomiPengelolaan Sumberdaya Perikanan Udang Di Pantai Selatan JawaTengah. BPPS-UGM 4 (1) : 557-567.
Sultan. M, 2004. Pengembangan Perikanan Tangkap di Kawasan TamanNasional Laut Taka Bonerate. Bogor. IPB. (Disertasi). Hal 174.
Widodo, J. Dan Suadi, 2006. Pengelolaan Suberdaya Perikanan Laut. GadjahMada University Pres. 252 hal.
-
28
Lampiran 1. Hasil analisis dengan menggunakan SPSS 15.0 for window (Data awal sebelum kenaikan teknologi 20 %)
Correlations
1.000 -.886-.886 1.000
. .002.002 .
8 88 8
CPUEEffortCPUEEffortCPUEEffort
Pearson Correlation
Sig. (1-tailed)
N
CPUE Effort
Model Summary b
.886 a .785 .749 5.60669 .785 21.907 1 6 .003Model1
R R SquareAdjustedR Square
Std. Error ofthe Estimate
R SquareChange F Change df1 df2 Sig. F Change
Change Statistics
Predictors: (Constant), Efforta.
Dependent Variable: CPUEb.
Coefficientsa
48.443 4.347 11.144 .000 37.806 59.079-.006 .001 -.886 -4.681 .003 -.009 -.003 -.886 -.886 -.886 1.000 1.000
(Constant)Effort
Model1
B Std. Error
UnstandardizedCoefficients
Beta
StandardizedCoefficients
t Sig. Lower Bound Upper Bound95% Confidence Interval for B
Zero-order Partial PartCorrelations
Tolerance VIFCollinearity Statistics
Dependent Variable: CPUEa.
-
29
Lampiran 2. Hasil analisis Produksi Biologi Schaefer (Data awal sebelum kenaikan teknologi 20 %)
E maks = a/b 8352E msy = a/ 2b 4176MSY = a2/4b 101151E* = a/2b c/2bp 2915Q* = a2/4b c2/4bp2 91923
Effort Estimate catch TR TC Profit0 0 0 0 0.00
500 22771 28464233 9145000 19319233.071000 42643 53303466 18290000 35013466.141500 59614 74517699 27435000 47082699.212000 73686 92106932 36580000 55526932.282500 84857 106071165 45725000 60346165.353000 93128 116410398 54870000 61540398.423500 98500 123124631 64015000 59109631.494000 100971 126213865 73160000 53053864.554176 101151 126438699 76379040 50059658.594500 100542 125678098 82305000 43373097.625000 97214 121517331 91450000 30067330.695500 90985 113731564 100595000 13136563.766000 81857 102320797 109740000 -7419203.176500 69828 87285030 118885000 -31599970.107000 54899 68624263 128030000 -59405737.037500 37071 46338496 137175000 -90836503.968000 16342 20427729 146320000 -125892270.898350 0 0 152721500 -152721500.00
-
30
Lampiran 3. Hasil analisis dengan menggunakan SPSS 15.0 for window (Data Pasca kenaikan teknologi 20 %)
Correlations
1.000 -.886-.886 1.000
. .002.002 .
8 88 8
CPUEEffortCPUEEffortCPUEEffort
Pearson Correlation
Sig. (1-tailed)
N
CPUE Effort
Model Summary b
.886 a .785 .749 5.60652 .785 21.909 1 6 .003Model1
R R SquareAdjustedR Square
Std. Error ofthe Estimate
R SquareChange F Change df1 df2 Sig. F Change
Change Statistics
Predictors: (Constant), Efforta.
Dependent Variable: CPUEb.
Coefficientsa
48.443 4.347 11.144 .000 37.807 59.080-.005 .001 -.886 -4.681 .003 -.007 -.002 -.886 -.886 -.886 1.000 1.000
(Constant)Effort
Model1
B Std. Error
UnstandardizedCoefficients
Beta
StandardizedCoefficients
t Sig. Lower Bound Upper Bound95% Confidence Interval for B
Zero-order Partial PartCorrelations
Tolerance VIFCollinearity Statistics
Dependent Variable: CPUEa.
-
31
Lampiran 4. Hasil analisis Produksi Biologi Schaefer (Data pasca kenaikan teknologi 20 %)
E maks = a/b 9953E msy = a/ 2b 4977MSY = a2/4b 120543E* = a/2b c/2bp 3473Q* = a2/4b c2/4bp2 109546
E Estimate catch TR TC Profit0 0 0 0 0
200 9,494 11,867,491,174 3,658,000,000 8,209,491,174400 18,599 23,248,276,017 7,316,000,000 15,932,276,017600 27,314 34,142,354,529 10,974,000,000 23,168,354,529800 35,640 44,549,726,711 14,632,000,000 29,917,726,711
1,000 43,576 54,470,392,561 18,290,000,000 36,180,392,5611,200 51,123 63,904,352,080 21,948,000,000 41,956,352,0801,400 58,281 72,851,605,268 25,606,000,000 47,245,605,2681,600 65,050 81,312,152,125 29,264,000,000 52,048,152,1251,800 71,429 89,285,992,651 32,922,000,000 56,363,992,6512,000 77,419 96,773,126,846 36,580,000,000 60,193,126,8462,200 83,019 103,773,554,711 40,238,000,000 63,535,554,7112,400 88,230 110,287,276,244 43,896,000,000 66,391,276,2442,600 93,051 116,314,291,446 47,554,000,000 68,760,291,4462,800 97,484 121,854,600,317 51,212,000,000 70,642,600,3173,000 101,527 126,908,202,857 54,870,000,000 72,038,202,8573,200 105,180 131,475,099,066 58,528,000,000 72,947,099,066
-
32
Lanjutan Lampiran 4.E Estimate catch TR TC Profit
3,400 108,444 135,555,288,944 62,186,000,000 73,369,288,9443,600 111,319 139,148,772,491 65,844,000,000 73,304,772,4913,800 113,804 142,255,549,707 69,502,000,000 72,753,549,7074,000 115,900 144,875,620,593 73,160,000,000 71,715,620,5934,200 117,607 147,008,985,147 76,818,000,000 70,190,985,1474,400 118,925 148,655,643,370 80,476,000,000 68,179,643,3704,600 119,852 149,815,595,262 84,134,000,000 65,681,595,2624,800 120,391 150,488,840,823 87,792,000,000 62,696,840,8234,977 120,543 150,678,695,310 91,029,330,000 59,649,365,3105,000 120,540 150,675,380,053 91,450,000,000 59,225,380,0535,200 120,300 150,375,212,952 95,108,000,000 55,267,212,9525,400 119,671 149,588,339,520 98,766,000,000 50,822,339,5205,600 118,652 148,314,759,757 102,424,000,000 45,890,759,7575,800 117,244 146,554,473,663 106,082,000,000 40,472,473,6636,000 115,446 144,307,481,238 109,740,000,000 34,567,481,2386,200 113,259 141,573,782,482 113,398,000,000 28,175,782,4826,400 110,683 138,353,377,395 117,056,000,000 21,297,377,3956,600 107,717 134,646,265,977 120,714,000,000 13,932,265,9776,800 104,362 130,452,448,228 124,372,000,000 6,080,448,2287,000 100,618 125,771,924,148 128,030,000,000 -2,258,075,8527,200 96,484 120,604,693,737 131,688,000,000 -11,083,306,2637,400 91,961 114,950,756,996 135,346,000,000 -20,395,243,0047,600 87,048 108,810,113,923 139,004,000,000 -30,193,886,077
-
33
Lanjutan lampiran 4.E Estimate catch TR TC Profit
7,800 81,746 102,182,764,519 142,662,000,000 -40,479,235,4818,000 76,055 95,068,708,784 146,320,000,000 -51,251,291,2168,200 69,974 87,467,946,718 149,978,000,000 -62,510,053,2828,400 63,504 79,380,478,321 153,636,000,000 -74,255,521,6798,600 56,645 70,806,303,593 157,294,000,000 -86,487,696,4078,800 49,396 61,745,422,534 160,952,000,000 -99,206,577,4669,000 41,758 52,197,835,144 164,610,000,000 -112,412,164,8569,200 33,731 42,163,541,423 168,268,000,000 -126,104,458,5779,400 25,314 31,642,541,371 171,926,000,000 -140,283,458,6299,600 16,508 20,634,834,988 175,584,000,000 -154,949,165,0129,953 15 18,615,020 182,040,370,000 -182,021,754,980
10,000 0 0 182,900,000,000 -182,900,000,000