analisis bio-ekonomi dan strategi pengelolaan sumberdaya ikan pelagis di perairan laut jawa

33
1 ANALISIS BIO-EKONOMI DAN STRATEGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKAN PELAGIS DI PERAIRAN LAUT JAWA I. PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki sekitar 17.508 pulau, panjang garis pantai kurang lebih 81.000 km memiliki luas wilayah laut 5,8 juta km 2 dengan dugaan potensi perikanan sebesar 6,1 juta ton per tahun. Tingkat pemanfaatan potensi ini diduga telah mencapai sekitar 60 % (Nikijuluw, 2002). Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 tentang perikanan, tujuan pembangunan perikanan tangkap yaitu : (1) meningkatkan kesejahteraan nelayan; dan (2) menjaga kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungannya. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, DKP (2004) mencantumkan sasaran pembangunan sub-sektor perikanan tangkap yang ingin dicapai pada akhir 2009 sebagai berikut : (1) tercapainya produksi perikanan tangkap sebesar 5,472 juta ton; (2) meningkatnya pendapatan nelayan rata-rata menjadi Rp 1,5 juta/bulan; (3) meningkatnya nilai ekspor hasil perikanan menjadi US$ 5,5 milyar; (4) meningkatnya konsumsi dalam negeri menjadi 30 kg/kapita/tahun; dan (5) penyerapan tenaga kerja perikanan tangkap (termasuk nelayan) sekitar 4 juta orang. Usaha pengembangan penangkapan ikan menghadapi beberapa kendala yang unik dan tidak ditemui pada produksi sektor pertanian lainnya, seperti : (1) sumberdaya berada dalam air dan bergerak; (2) produknya mudah sekali rusak; (3) mempunyai zona kritis; (4) milik umum dan (5) adanya pengaruh-pengaruh kondisi alami dalam eksploitasinya seperti adanya musim, arus, dan gelombang. Dengan demikian dalam pengembangan usaha penangkapan ikan sangat diperlukan adanya pertimbangan-pertimbangan biologi, teknik, ekonomi dan sosial. Ikan pelagis merupakan salah satu sumberdaya ikan laut, yang mempunyai nilai ekonomis penting dan memunyai prospek yang baik. Sumberdaya daya ikan pelagis di Laut Jawa terdiri atas komunitas ikan pelagis pantai ( Sardinella spp., Rastrelliger brachysoma, Dussumieria acuta, dan Selar spp.), ikan pelagis neritik,

Upload: mujiyanto

Post on 26-Sep-2015

32 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Hasil analisis produksi biologis sumberdaya ikan pelagis di perairan laut jawa periode tahun 1976-1983 didapatkan nilai MSY sebesar 101.194 ton/tahun. Hasil analisis bio-ekonomi dalam pemanfaatan suberdaya ikan pelagis di perairan Laut Jawa didapatkan nilai MEY sebesar 91.924 kg/tahun, dengan jumlah hasil tangkapan per satuan upaya menggunakan alat tangkap purse seine sebesar 24,23 ton/kapal/tahun. Batas Maximum Economic Yield sebesar 91.923 ton/tahun dengan jumlah unit alat tangkap efisien guna mendapatkan keuntungan yang sesuai sebesar 2.915 unit. Alat tangkap purse siene merupakan alat tangkap pilihan untuk menangkapan sumberdaya ikan pelagis di perairan Laut Jawa.Tindakan dalam pertimbangan dalam pemilihan suatu teknologi yang tepat untuk diterapkan di dalam pengembangan perikanan sangat diperlukan. Pertimbangan-pertimbangan yang akan digunakan dalam pemilihan teknologi dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok yaitu teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan (TPIRL), teknologi penangkapan ikan secara teknis, ekonomis, mutu dan pemasaran menguntungkan serta kegiatan penangkapan ikan yang berkelanjutan.

TRANSCRIPT

  • 1

    ANALISIS BIO-EKONOMI DAN STRATEGI PENGELOLAANSUMBERDAYA IKAN PELAGIS DI PERAIRAN LAUT JAWA

    I. PENDAHULUAN

    Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki sekitar 17.508 pulau,

    panjang garis pantai kurang lebih 81.000 km memiliki luas wilayah laut 5,8 juta

    km2 dengan dugaan potensi perikanan sebesar 6,1 juta ton per tahun. Tingkat

    pemanfaatan potensi ini diduga telah mencapai sekitar 60 % (Nikijuluw, 2002).

    Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 tentang

    perikanan, tujuan pembangunan perikanan tangkap yaitu : (1) meningkatkan

    kesejahteraan nelayan; dan (2) menjaga kelestarian sumberdaya ikan dan

    lingkungannya.

    Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, DKP (2004) mencantumkan

    sasaran pembangunan sub-sektor perikanan tangkap yang ingin dicapai pada akhir

    2009 sebagai berikut : (1) tercapainya produksi perikanan tangkap sebesar 5,472

    juta ton; (2) meningkatnya pendapatan nelayan rata-rata menjadi Rp 1,5

    juta/bulan; (3) meningkatnya nilai ekspor hasil perikanan menjadi US$ 5,5 milyar;

    (4) meningkatnya konsumsi dalam negeri menjadi 30 kg/kapita/tahun; dan (5)

    penyerapan tenaga kerja perikanan tangkap (termasuk nelayan) sekitar 4 juta

    orang. Usaha pengembangan penangkapan ikan menghadapi beberapa kendala

    yang unik dan tidak ditemui pada produksi sektor pertanian lainnya, seperti : (1)

    sumberdaya berada dalam air dan bergerak; (2) produknya mudah sekali rusak; (3)

    mempunyai zona kritis; (4) milik umum dan (5) adanya pengaruh-pengaruh

    kondisi alami dalam eksploitasinya seperti adanya musim, arus, dan gelombang.

    Dengan demikian dalam pengembangan usaha penangkapan ikan sangat

    diperlukan adanya pertimbangan-pertimbangan biologi, teknik, ekonomi dan

    sosial.

    Ikan pelagis merupakan salah satu sumberdaya ikan laut, yang mempunyai

    nilai ekonomis penting dan memunyai prospek yang baik. Sumberdaya daya ikan

    pelagis di Laut Jawa terdiri atas komunitas ikan pelagis pantai (Sardinella spp.,

    Rastrelliger brachysoma, Dussumieria acuta, dan Selar spp.), ikan pelagis neritik,

  • 2

    dan oseanik (Decapterus ruselli, Decapteruss macrosoma, Selar

    crumenophthalmus, Rastrelliger kanagurta, Amblygaster sirm, Megalaspis

    cordyla, Scombermorus spp., dan Auxis thazard) (Atmaja & Sadhotomo, 2000

    dalam PRPT, 2006).

    Uraian tersebut diatas menunjukkan bahwa kegiatan penangkapan ikan

    membutuhkan adanya tindakan pengelolaan sehingga upaya penangkapan

    dilakukan berdasarkan kemampuan produksi atau keadaan stok dari sumberdaya

    ikan yang menjadi tujuan penangkapan, dengan demikian usaha penangkapan ikan

    dapat berkelanjutan. Tindakan pengelolaan membutuhkan adanya informasi

    tentang potensi lestari sumberdaya ikan secara ekonomi yang menjadi tujuan

    penangkapan serta jumlah alat penangkapan ikan yang optimal. Keseimbangan

    antara kegiatan penangkapan ikan dengan ketersediaan sumberdaya ikan adalah

    optimalisasi pemanfaatan sumberdaya ikan yang menjadi tujuan penangkapan.

    Sumberdaya ikan pelagis merupakan salah satu komoditi ekonomis penting karena

    permintaan terhadap jenis ikan ini cukup tinggi.

    Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan bahwa permasalahan utama

    dalam rangka pengelolaan sumberdaya ikan pelagis secara berkelanjutan di

    perairan Laut Jawa adalah, (1) belum diketahuinya tingkat maximum economic

    yield (MEY), sehingga sulit untuk menata dan mengestimasi alokasi alat tangkap

    yang seharusnya digunakan agar dapat memberikan hasil yang optimal dengan

    tetap mempertimbangkan kaidah kelestarian sumberdaya. (2) belum diketahui

    teknologi penangkapan ikan pelagis yang efisien, efektif dan ramah lingkungan.

    Tujuan dalah penulisan paper ini adalah untuk meganalisis produksi

    biologis Shaefer, bio-ekonomi Gordon-Schaefer, Menentukan jenis alat tangkap

    yang efisien dan ramah lingkungan terhadap pemanfaatan sumberdaya ikan

    pelagis di perairan Laut Jawa dan menentukan strategi pengelolaan sumberdaya

    perikanan.

  • 3

    II. METODOLOGI

    2.1. Produksi Biologis Schaefer

    Model fungsi produksi biologis dari Schaefer (1957 dalam Purwanto,

    1988) menghubungkan antara tingkat upaya penangkapan (E) dengan tingkat

    produksi ikan (Q) sebagai berikut :

    2bEaEQ

    Dengan produksi maksimum lestari (MSY) = a2 / 4b yang dihasilkan

    dengan upaya penangkapan Emsy = a / 2b.

    2.2. Analisi Bio-Ekonomi Gordon-Schaefer

    Model Gordon-Schaefer merupakan model yang pertama dikembangkan

    untuk menjelaskan perilaku ekonomi usaha penangkapan ikan (Munro & Scoot,

    1984 dalam Purwanto, 1988). Model Gordon-Schaefer disusun dari (1) model

    fungsi produksi biologis dari Schaefer, (2) biaya penangkapan, dan (3) harga ikan.

    Model ini dinyatakan sebagai fungsi dari upaya penangkapan.

    Asumsi yang mendasari model ini adalah : (1) perubahan pada tingkat

    keluaran (produksi) tidak akan mempengaruhi harganya, karena perikanan yang

    dianalisis merupakan salah satu dari sejumlah perikanan kecil, (2) terdapat

    kebebasan untuk ikut serta maupun berhenti berusaha menangkap ikan, (3)

    seluruh kondisi alam dan hubungan biologis adalah konstan, (4) selektifitas alat

    tangkap tidak berubah, (5) terdapat hubungan linear antara biaya dengan tingkat

    upaya penangkapan (Anderson, 1973 dalam Purwanto, et. al., 1988).

    Analisis fungsi produksi lestari perikanan tangkap yang dikembangkan

    oleh Schaefer, hanya dapat menentukan tingkat pemanfaatan maksimum secara

    lestari berdasarkan aspek biologi, sehingga belum mampu menetapkan tingkat

    pemanfaatan maksimum yang lestari secara ekonomi. Untuk menjawab

    permasalahan ini, Gordon mengembangkan Model Schaefer dengan cara

    memasukkan faktor harga per satuan hasil tangkap dan biaya per satuan upaya

    pada persamaan fungsinya, yang kemudian dikenal sebagai Model Statik

    Gordon-Schaefer.

  • 4

    cE

    2bE-aEp

    TC-TR

    Dimana :

    = Keuntungan dari upaya pemanfaatan sumberdayaTR = Penerimaan totalTC = Biaya totalE = Upaya penangkapanP = Harga rata-rata ikan cakalangc = Biaya penangkapan ikan per satuan upaya

    Tingkat upaya peningkatan dan produksi saat dicapai keuntungan

    maksimum ( E* , Q* ) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

    pb

    c

    b

    aE

    ..2.2* dan 2

    22*

    ..4.4 pbc

    b

    aQ

    Q* juga disebut sebagai tingkat hasil ekonomi maksimum (Maximum

    Economic Yield = MEY). Berdasarkan persamaan Q* tersebut dapat dijelaskan,

    bahwa bila c = 0 maka keuntungan maksimum dicapai pada saat dicapai MSY ;

    sedangkan bila c > 0 maka Q* < MSY. Semakin besar nilai c akan semakin kecil

    nilai Q* dan E* ; sedangkan semakin besar nilai p akan semakin besar nilai Q*

    dan E*.

    Gambar 1. Keseimbangan bioekonomi Gordon-Schaefer

  • 5

    III. HASIL DAN PEMBAHASAN

    Produksi perikanan pelagis di perairan laut Jawa dalam 8 (delapan) tahun ,

    yaitu periode tahun 1976-1983 menunjukkan fluktuasi sebagaimana terlihat pada

    tabel 1 dan gambar 2. Berfluktuasinya produksi sumbedaya ikan pelagis ini dapat

    diakibatkan oleh beberapa faktor yang saling berinteraksi dalam kegiatan

    perikanan tangkap. Faktor yang saling berinteraksi tersebut adalah upaya

    penangkapan dan ketersediaan stok sumberdaya ikan di perairan laut Jawa.

    Tabel 1. Total Catch, Total Standarized Effort dan CPUE perikanan pelagis tahun1976-1983 dengan menggunakan alat tangkap purse seine.

    Tahun Produksi (ton) Effort (unit) CPUE (ton/kapal)1976 48.800 1.370 35,6201977 55.500 1.051 52,8071978 65.400 1.905 34,3311979 80.000 3.046 26,2641980 90.000 4.041 22,2721981 85.000 2.633 32,2831982 94.200 5.452 17,2781983 115.600 5,332 21,680

    Dari tahun 1976 sampai dengan tahun 1980 produksi ikan mengalami

    kenaikan (48.800 sampai 90.000 ton/kapal), akan tetapi di tahun 1981 mengalami

    penurunan (85.000 ton/kapal) dan produksi kembali meningkat di tahun 1983

    (115.600 ton/kapal). Seperti terlihat pada gambar 1 di bawah ini :

    10

    30

    50

    70

    90

    110

    130

    1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983

    Tahun

    Tot

    al C

    atch

    (100

    0 to

    n/ta

    hun)

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    CPU

    E (t

    on/k

    apal

    /tahu

    n)

    Catch

    CPUE

    Gambar 2. Fluktuasi produksi perikanan pelagis di perairan Laut Jawa periode1976-1983.

  • 6

    Total upaya penangkapan (total effort) dari tahun 1976-1983 cenderung

    meningkat dan nilai CPUE dari tahun 1976 -1983 berfluktuasi, nilai CPUE

    tertinggi terjadi pada tahun 1977 dan nilai CPUE terendah terjadi pada tahun

    1982. Nilai CPUE ini mencerminkan produktivitas (hasil tangkapan per satuan

    upaya/trip) pada perikanan pelagis di Perairan Laut Jawa, maka dari itu nilai

    CPUE dengan upaya penangkapan (effort) perlu diketahui korelasinya sehingga

    dapat diketahui kecenderungan produktivitas (hasil tangkapan) pada kegiatan

    perikanan pelagis di perairan Laut Jawa. Dimana dengan berambahnya tahun,

    uaya penangkapan sumberdaya ikan pelagis di perairan laut Jawa mengalami

    peningkatan (Gambar 3).

    0

    1000

    2000

    3000

    4000

    5000

    6000

    1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983

    Tahun

    Fish

    ing

    Effo

    rt (u

    nit)

    Gambar 2. Perkembangan upaya penangkapan sumberdaya ikan pelagis diperairan Laut Jawa periode 1976-1983

    3.1. Produksi Biologis Schaefer

    3.1.1. Hubungan antara CPUE dan Effort

    Korelasi antara CPUE dengan effort menunjukkan hubungan yang negatif,

    yaitu semakin tinggi effort maka semakin rendah nilai CPUE. Korelasi negatif

    antara CPUE dengan effort mengindikasikan bahwa produktivitas perikanan

    pelagis akan menurun apabila usaha penangkapan (effort) mengalami

    peningkatan. Dengan demikian nilai produktivitas (CPUE) perikanan pelagis di

    perairan Laut Jawa sebesar 48,443-0,0058E, hal ini menunjukkan bahwa setiap

    penambahan effort sebesar satuan E maka akan menurunkan CPUE sebesar

    0,0058 ton kali satuan E dapat dilihat pada gambar 4.

  • 7

    y = -0.0058x + 48.443R2 = 0.785

    -10.0020.0030.00

    40.0050.0060.00

    0 1000 2000 3000 4000 5000 6000

    Fisihing effort (unit)

    CP

    UE

    (to

    n/k

    apal

    /tah

    un

    )

    Gambar 4. Hubungan CPUE dengan Effort sumberdaya ikan pelagis di perairanLaut Jawa periode 1976-1983

    Dari hasil analisis hubungan antara CPUE dengan Effort menunjukkan

    bahwa dengan adanya penambahan pada usaha penangkapan (effort) maka akan

    menurunkan hasil tangkapan per satuan upaya/trip, dengan persamaan regresi

    linear sebagai berikut:

    Y = -0,0058 x + 48,443

    3.1.2. Hubungan antara Effort dengan Catch.

    Usaha penangkapan terhadap sumberdaya perikanan pelagis mempunyai

    pola perkembangan yaitu dengan adanya catch meningkat seiring dengan

    meningkatnya effort sehingga mencapai MSY. Setelah usaha yang dilakukan

    mencapai MSY, maka catch mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya

    effort (Gambar 5). Perhitungan matematis hasil tangkapan pada kondisi MSY

    diperoleh sebesar 101.151 ton/tahun dan nilai EMSY sebesar 4.176 kapal.

    Hasil analisis terjadinya MSY pada upaya pemanfatan suumberdaya ikan

    pelagis yang terjadi dikarenakan semakin bertambahnya jumlah alat tangkap,

    seperti pada gambar 2, bahwa pada tahun 1982 dan 1983 jumlah alat-alat yang

    dioperasikan melebihi jumlah fishing effort yang seharusnya dioperasikan (EMSY =

    4176 unit). Menurut Smith dan Marahuddin (1986) menyatakan hasil tangkapan

    yang dapat dilestarikan bergantung pada tingkat populasi dan karena itu pula

    bergantung pada banyaknya upaya penangkapan yang diterapkan. Dengan tingkat

    upaya yang rendah, hasil tangkapan hanya sedikit sedangkan populasi

    penambahan ikan dan kematian alami masing-masing akan meningkat. Untuk

  • 8

    menggunakan tingkat upaya yang lebih besar akan terdapat tangkapan lestari yang

    tinggi, populasi yang lebih rendah hingga populasi tercapai dimana tangkapan

    lestari adalah maksimum.

    Perhitungan matematis hasil tangkapan pada kondisi MSY diperoleh

    pendapatan total sebesar Rp. 126.438.699.000,-. Sedangkan hubungan kuadratik

    antara upaya penangkapan dengan hasil tangkapan dapat dilihat pada gambar 5.

    Hubungan antara upaya penangkapan dan hasil tangkapan sumberdaya perikanan

    pelagis di perairan Laut Jawa berbentuk parabola (gambar 5, artinya setiap

    penambahan tingkat upaya penangakapan (E) maka akan meningkat pula hasil

    tangkapan (h) sampai mencapai titik maksimum, kemudian akan terjadi

    penurunan hasil tangkapan untuk setiap peningkatan intensitas pengusahaan

    sumberdaya.

    Gambar 5. Hubungan Catch dan Effort sumberdaya ikan pelagis di perairan LautJawa pada tahun 1976-1983

    3.1.3. Hubungan antara biomass dengan effort, laju pertumbuhan

    Fungsi produksi perikanan menggambarkan suatu hubungan antara hasil

    penangkapan dengan sejumlah faktor produksi yang secara kolektif disebut

    sebagai upaya penangkapan. Fungsi produksi seuai dengan perkembangan

    sumberdaya ikan pelagis di perairan laut Jawa disajikan pada gambar 6. Adapun

    persamaan hubungan antara biomass dengan effort pada perikanan pelagis di

    perairan Laut Jawa adalah sebagai berikut :

    4176, 101151

    0

    20000

    40000

    60000

    80000

    100000

    120000

    0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000

    Effort (unit)

    Ca

    tch

    (to

    n/t

    ah

    un

    )

  • 9

    X = 66.617 7,97 EPersamaan tersebut diatas menggambarkan bahwa hubugan antara x

    dengan E adalah linear yaitu dengan meningkatnya E menyebabkan turunnya nilai

    x, adapun persamaan tersebut dirumuskan dengan menggunakan nilai q, K dan r

    yang telah diestimasi (Tabel 2).

    Hubungan antara h dengan E adalah kuadratik,dimana sebelum tingkat h

    masimum (MSY) dicapai, peningkatan E akan diikuti oleh peningkatan h MSY

    dicapai pada saat E = r/2q = 6,225525/(2*0,51 10-4) = EMSY, dengan MSY =

    6,225525 x 64542,35.

    Tabel 2. Nilai parameter biologi dan ekologi penangkapan sumberdaya ikanpelagis pada tahun 1976-1983 dengan menggunakan alat tangkap purseseine.

    Tahun Produksi (ton)K 64542.35

    q 0.000751

    r 6.225525

    Peningkatan biomass sumberdaya ikan pelagis di perairan laut Jawa

    mencapai tingkat maksimum sebesar 64542.35, dimana pertambahan nilai effort

    menunjukkan bertambahnya nilai biomass (Gambar 6).

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    0 2000 4000 6000 8000 10000

    Fishing Effort (unit)

    Cat

    ch p

    er u

    nit

    effo

    rt (

    1000

    ton/

    kapa

    l/tah

    un)

    Estimate

    Observed

    -10000

    0

    10000

    20000

    30000

    40000

    50000

    60000

    70000

    0 2000 4000 6000 8000 10000

    Fishing effort (unit)

    Bio

    ma

    ss (

    ton

    )

    Gambar 6. Hubungan antara CPUE dengan fishing effort, dan biomass ikanpelagis dengan fishing effort perikanan pelagis di perairan Laut Jawapada tahun 1976-1983

  • 10

    Stok sumberdaya ikan pelagis mampu berkembang hingga suatu tingkat

    maksimumnya, dengan laju pertumbuhan tergantung pada ukuran kelimpahan stok

    (x). Bila x lebih kecil dari ukuran kelimpahan stok maksimum yang sesuai dengan

    daya dukung (K), maka stok ikan akan cenderung meningkat hingga dicapai K

    (tabel 2). Pada nilai x = 66.617 7,97 E angka pertumbuhan stok mengalami

    peningkatan sesuai dengan meningkatnya nilai x (gambar 7). Laju pertumbuhan

    stok ikan yang dieksploitasi disajikan pada gambar 7.

    0

    20000

    40000

    60000

    80000

    100000

    120000

    0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000

    Biomass (ton)

    bio

    ma

    s la

    ju p

    ertu

    mb

    uh

    an

    (to

    n/t

    ah

    un

    )

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    120

    0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000

    Fishing Effort (unit)

    Cat

    ch (1

    000

    ton/

    tahu

    n)

    Gambar 7. Hubungan antara biomass Laju pertumbuhan dengan biomass, dan cathikan pelagis dengan fishing effort perikanan pelagis di perairan LautJawa pada tahun 1976-1983

    Berdasarkan nilai parameter biologi fungsi tingkat pertumbuhan stok

    sumberdaya ikan pelagis di Laut Jawa, didapatkan persamaan sebagai berikut :

    F (X) = r X ( 1 X / K)

    G (X) = 6.225525 X (1 X / 64542.35)

    3.2. Keseimbangan bioekonomi Gordon-Schaefer perikanan pelagis

    Tingkat produksi optimal pada usaha penangkapan ikan dicapai pada saat

    terjadi keseimbangan antara permintaan akan ikan dan biaya marinal untuk

    menghasilkannya (Coples, 190 dalam Purwanto, 1988) atau harga produksi setara

    dengan biaya marjinal untuk menghasilkannya. Produksi optimal ini disebut

    ekonomi maksimum ((Maimum Economic Yield = MEY) sebab pada tingkat

    keluaran ini harga yang ingin dibayarkan oleh pembeli untuk unit terakhir hasil

  • 11

    perikanan setara dengan baya marjinal untuk menghasilkannya (Anderson, 1986

    dalam Purwanto, 1988).

    Hasil perhitungan matematis usaha pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis

    di perairan laut Jawa periode tahun 1976-1983, diperoleh bahwa tingkat MSY

    sebesar 101.151 ton/tahun pada tingkat EMSY sebesar 4176 unit (Gambar 8).

    Gambar 8. Keseimbangan bio-ekonomi Gordon Schaefer perikanan pelagis diperairan Laut Jawa pada tahun 1976-1983

    Tingkat peningkatan upaya dan produksi pada saat dicapai keuntungan

    maksimum yaitu E* sebesar 2915 unit sedangkan nilai Q* sebesar 91.923

    ton/kapal. Keuntungan pada saat kondisi MSY yang dicapai adalah sebesar Rp.

    50.059.659.000,- yang diperoleh dari perhitungan dari nilai TR = 126 438

    699.000,- dan nilai TC = Rp. 76.379.040.000,-. Akan tetapi hal tersebut dengan

    bertambahnya jumlah alat tangkap keuntungan (profit) yang didapatkan terus

    mengalami penurunan. Dengan adanya tingkat pengusahaan sumberdaya

    perikanan pelagis di Perairan Laut Jawa pada tahun 1983 secara ekonomis dan

    biologis telah berlebih.

    -200000000

    -150000000

    -100000000

    -50000000

    0

    50000000

    100000000

    150000000

    200000000

    0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000

    Fishing effort (unit)

    Tr,

    TC

    & P

    rofi

    t (r

    up

    iah

    /to

    n/t

    ah

    un

    )

    TR TC ProfitTC = c.E

    TR = p.Y (E)

    MSYMEY

    p =TR-TC

    EMSY EMSY EOA

  • 12

    3.3. Peningkatan teknologi penangkapan 20 %

    Perbedaan yang terjadi karena kenaikan teknologi penangkapan sebesar 20

    % sumberdaya ikan pelagis di perairan Laut Jawa disajikan pada gambar 9.

    Teradinya upaya peningkatan teknologi penangkapan merupakan salah satu upaya

    untuk menghasilkan keuntungan yang besar. Alasan yang paling mendasar

    terjadinya hal tersebut pada umumnya dikarenakan bahwa dengan meningkatnya

    jumlah penduduk maka kebutuhan akan bahan pangan dan gizi yang lebih baik

    akan terus meningkat. Menurut FAO (2001 dalam Widodo, 2006), produksi ikan

    dunia tahun 1999 mencapai 125,2 juta ton. Ikan yang digunakan untuk konsumsi

    meningkat 2,1 juta ton dari 90,7 juta ton yang diproduksi pada tahun 1996,

    sedangkan yang diproduksi untuk keperluan pengelolaan lebih lanjut menjadi

    tepung dan minyak ikan meningkat 0,8 juta ton dari sekita 29,6 juta ton pada

    tahun 1996.

    0

    1000

    2000

    3000

    4000

    5000

    6000

    7000

    1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983

    Tahun

    Fish

    ing ef

    firt (u

    nit)

    Effort awal

    Effort pasca kenaikan teknologi 20%

    Gambar 9. Peningkatan teknologi penangkapan sebesar 20 % dalam upayapemanfatan sumberdaya ikan pelagis di perairan Laut Jawa padatahun 1976-1983

  • 13

    10

    30

    50

    70

    90

    110

    130

    150

    170

    1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983Tahun

    Total

    Catc

    h (10

    00 to

    n/tah

    un)

    10.00

    20.00

    30.00

    40.00

    50.00

    60.00

    CPUe

    (ton/k

    apal/

    tahun

    )

    Catch awal

    Catch pasca kenaikan teknologi 20%

    CPUE

    CPUE pasca kenaikan teknologi 20%

    Gambar 10. Fluktuasi produksi perikanan pelagis pasca peningkatan teknologipenangkapan sebesar 20 % dalam upaya pemanfatan sumberdayaikan pelagis di perairan Laut Jawa pada tahun 1976-1983

    Fluktuasi antara CPUE dan total produksi tidak mengalami perubahan

    akan tetapi mengalami peningkatan pada jumlah hasil tangkapan dengan adanya

    kenaikan teknologi 20 %. Nilai dapat CPUE sebagai cerminan hasil tangkapan per

    satuan upaya/trip pada perikanan pelagis di Perairan Laut Jawa, antara CPUE

    dengan upaya penangkapan (effort) perlu diketahui korelasinya sehingga dapat

    diketahui kecenderungan produktivitas (hasil tangkapan) pada kegiatan perikanan

    pelagis di perairan Laut Jawa (Gambar 10).

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 11000

    Fishing Effort (unit)

    Cat

    ch p

    er u

    nit e

    ffort

    (ton

    /kap

    al/ta

    hun)

    Estimate awal

    Estimate pasca kenaikan teknologi 20%

    Gambar 11. Hubungan antara CPUE dengan fishing effort perikanan pelagis diperairan Laut Jawa pada tahun 1976-1983 pasca peningkatanteknologi penangkapan sebesar 20 %.

  • 14

    Dampak dari kenaikan teknologi penangkapan sebesar 20 % tidak begitu

    berpengaruh pada hasil tangkapan per satuan upaya/trip pada perikanan pelagis di

    Perairan Laut Jawa, akan tetapi rata unit pangkapan meningkat dari 3.100 unit

    menjadi 3.720 unit (Gambar11).

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    120

    140

    0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 11000

    Fishing Effort (unit)

    Cat

    ch (1

    000

    ton/

    tahu

    n)

    Catch awal

    Catch pasca kenaikan teknologi 20%

    Gambar 12. Hubungan antara Catch dengan fishing effort perikanan pelagis diperairan Laut Jawa pada tahun 1976-1983 pasca peningkatanteknologi penangkapan sebesar 20 %.

    Peningkatan teknologi penangkapan sebesar 20 % berdampak pada

    meningkatnya MSY dari 4.176 unit ; 101.151 ton/tahun menjadi 4.197 unit ;

    120.543 ton/tahun (Gambar 12). Dampak tersebut pada akhirnya akan

    menyebabkan terjadinya overfishing yang merupakan suatu kondisi bahwa tingkat

    pemanfaatan sumberdaya ikan yang melebihi sumberdaya yang ada, dari

    perhitungan matematis awal pada jumlah unit 4.176 unit merupakan kondisi

    eksploitasi sumberdaya ikan pelagis sudah dalam kondisi over fishing, dengan

    jumlah batas unit sebesar 2.915 unit, dengan tingkat maksimum keuntungan

    91.923 ton/tahun.

    Gambar 13 dan 14 menunukkan perubahan pada MSY, MEY antara pada

    awal kondisi unit penangkapan dengan kondisi pasca peningkatan teknologi

    penangkapan sebesar 20%.. Profit (keuntungan) yang dihasilkan sebelum

    kenaikan teknologi sebesar Rp. 50.059.659.000,- dan setelah kenaikan teknologi

    menjadi Rp. 59.649.365.309,- jika dilihat dari sudut pandang keuntungan,

    peningkatan teknologi penangkapan memang sangat menjanjikan bagi

    kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi, nilai MSY menunjukkan bahwa dengan

  • 15

    kondisi seperti ini, kelangsungan sumberdaya ikan pelagis di perairan Laut awa

    tidak akan dapat bertahan lama, apabila konsep strategi pengelolaanya tidak tetap.

    Purwanto, et. al., (1988) menjelaskan bahwa secara umum usaha

    penangkapan ikan berbeda dari usaha dari manufaktur. Kapal dengan sejumlah

    masukan hanya dapat secara langsung mengendalikan upayanya, sedangkan

    besarnya hasil tangkapan sulit untuk dikendalikan secara langsung. Hal ini

    disebabkan karena jumlah hasil tangkapan tergantung pada tingkat upaya

    penangkapan dan besarnya populasi ikan itu sendiri dipengaruhi oleh intensitas

    penangkapan. Pada usaha manufaktur, pengusaha mampu secara langsung

    mengendalikan tingkat keluarannya melalui pengaturan masukan,karena tingkat

    keluaran pada usaha tersebut berhubungan langsung dengan tingkat masukan.

    Agar sumberdaya ikan pelagis dapat dimanfaatkan secara menguntungkan dalam

    kurun waktu relatif tak terbatas, maka intensitas penangkapan perlu dikendalikan

    hingga suatu tingkat populasi yang secara ekonomis menguntungkan.

  • 16

    Gambar 13. Keseimbangan bio-ekonomi Gordon Schaefer perikananpelagis di perairan Laut Jawa pada tahun 1976-1983

    Gambar 14. Keseimbangan bio-ekonomi Gordon-Schaefer perikananpelagis di perairan Laut Jawa pada tahun 1976-1983 pascakenaikan teknologi 20 %

    -250000000000

    -200000000000

    -150000000000

    -100000000000

    -50000000000

    0

    50000000000

    100000000000

    150000000000

    200000000000

    250000000000

    0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 11000

    Fishing effort (unit)

    TR

    , T

    C &

    Pro

    fit

    (ru

    pia

    h/t

    on

    /ta

    hu

    n)

    TR TC ProfitTC = c.E

    TR = p.Y (E)

    MSYMEY

    p =TR-TC

    EMSY EMSY EOA

    -200000000

    -150000000

    -100000000

    -50000000

    0

    50000000

    100000000

    150000000

    200000000

    0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000

    Fishing effort (unit)

    Tr,

    TC

    & P

    rofi

    t (r

    up

    iah

    /to

    n/t

    ah

    un

    )

    TR TC ProfitTC = c.E

    TR = p.Y (E)

    MSYMEY

    p =TR-TC

    EMSY EMSY EOA

  • 17

    3.4. Teknologi Penangkapan Sumberdaya Ikan Pelagis

    Pada umumnya jenis teknologi penangkapan ikan-ikan pelagis yang biasa

    digunakan adalah, pancing tonda, jaring insang hanyut dan Purse seine.

    3.4.1. Pancing tonda

    Pancing tonda adalah pancing yang diberi tali panjang dan ditarik oleh

    perahu atau kapal. Pancing diberi umpan ikan segar atau umpan palsu yang karena

    pengaruh tarikan bergerak di dalam air sehingga merangsang ikan buas

    menyambarnya.

    a. Alat Tangkap

    Pada prinsipnya pancing yang digunakan terdiri dari tali panjang, mata

    pancing tanpa pemberat. Pancing ini umumnya menggunakan umpan

    tiruan/umpan palsu. Umpan tiruan tersebut bisa dari bulu ayam, kain-kain

    berwarna menarik atau bahan dari plastik berbentuk miniatur menyerupai aslinya

    (misalnya cumi-cumi, ikan dan lain-lain).

    Konstruksi pancing tonda terdiri dari gulungan senar, tali pancing, swivel,

    pemberat atau tanpa pemberat dan mata pancing (Gambar 15). Pancing tonda

    terdiri dari komponen-komponen yang penting, yaitu:

    Tali utama ( monofilament nomor 1000) dengan panjang tali utama sekitar

    150 m.

    Tali cabang (monofilament nomor 800) dengan panjang tali berkisar mulai

    dari 15 cm 225 cm

    Mata pancing No 6 terdiri dari 15 mata pancing

    Umpan palsu dari bahan kain sutera

    Pelampung yang terbuat dari bahan gabus

    Kili-kili dari bahan timah

    Konstruksi alat sebagai berikut:

  • 18

    Gambar 15. Konstruksi alat tangkap pancing tonda (sumber:http://www.njscuba.net/artifacts/img.gif)

    b. Kapal

    Kapal yang digunakan berskala kecil atau tradisional yang sering

    digunakan adalah jenis jukung (gambar 16), dengan ukuran rata-rata panjang 7,3

    m, dalam 0,55 m dan lebar 0,35 m, dan rata-rata kapal bertonage 1 5 GT. Bahan

    untuk perahu ini biasanya dari kayu meranti. Jenis mesin yang digunakan adalah

    motor tempel dengan kekuatan rata-rata 15 PK, dan jumlah tenaga kerja biasanya

    1 2 orang saja.

    Gambar 16. Contoh perahu pancing tonda (sumber:http://www.njscuba.net/artifacts/img.gif)

    c. Metode Penangkapan Ikan

    Sebelum melakukan operasi penangkapan, diperlukan beberapa persiapan

    yang matang, mengingat operasi penangkapan dengan tonda yang cukup singkat

    (lama trip satu hari) dan juga keadaan daerah penangkapan yang penuh resiko,

    seperti arus dan ombak. Oleh karena itu persiapan yang dilakukan sebelum

  • 19

    melakukan operasi penangkapan antara lain ; perawatan dan pengecekan mesin

    motor tempel, pengisian bahan bakar minyak, perbekalan dan konsumsi.

    Pada prinsipnya penangkapan ikan dengan tonda ini adalah memasang

    pancing pada bagian buritan kapal, yang kemudian ditarik oleh kapal selama

    operasi penangkapan dengan harapan umpan pada pancing tersebut disambar oleh

    ikan yang menjadi tujuan penangkapan, seperti terlihat pada gambar 17.

    Gambar 17. Ilustrasi pengoperasian pancing tonda(sumber: http://www.njscuba.net/artifacts/img.gif)

    Kapal tonda berangkat pada pagi hari untuk berburu gerombolan ikan yang

    mencari makan di permukaan. Bila gerombolan terlihat, tonda segera diturunkan

    dan kecepatan kapal dikurangi. Ujung dari pancing tonda diikatkan pada outrigger

    dan sebuah bantalan karet terikat pada pancing utama tepat berjarak satu

    meterdari outrigger dimana pancing terikat. Selanjutnya kapal berlalu melewati

    gerombolan ikan tersebut, hingga dimangsa oleh ikan, dan secara perlahan kapal

    diperlambat untuk menarik tonda dengan hasil pancingan. Penondaan dilakukan

    dengan mengulur tali lebih kurang dua pertiga dari seluruh panjang tali pancing

    yang disediakan.

    Berdasarkan kebiasaan dan pengalaman nelayan, metode penangkapan

    dengan pancing tonda umumnya dilakukan pada waktu pagi hari sebelum ada

    sinar matahari (jam 05.00 07.00), kecepatan perahu rata-rata 4-5 knot. Pada jam

    07.00 09.00 kecepatan rata-rata 7-8 knot dan pada siang hari dengan kecepatan

    rata-rata 7-8 knot dengan lokasi menonda semakin jauh.

  • 20

    3.4.2. Jaring insang hanyut (drift gill net)

    Pada umumnya, yang disebut dengan gill net ialah jaring yang berbentuk

    persegi panjang, mempunyai mata jaring yang sama ukurannya pada seluruh

    jaring, lebar lebih pendek jika dibandingkan dengan panjangnya. Dengan kata

    lain, jumlah mesh depth lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah mesh size

    pada arah panjang jaring. Berdasarkan cara operasi ataupun kedudukan jarring

    dalam perairan , maka dapat dibedakan antara lain ; (1) Surface gill net (2) Bottom

    gill net (3) Drift gill net dan (4) Encricling gill net atau surrounding gill net.

    Drift gill net atau jaring insang hanyut ini tidak ditentukan oleh adanya

    jangkar, tetapi bergerak hanyut bebas mengikuti arah gerakan arus. Pada satu

    pihak dari ujung jaring diletakkan tali, dan tali ini dihubungkan dengan kapal,

    gerakan hanyut dari kapal sedikit banyak juga dapat mempengaruhi posisi jaring.

    Selain gaya arus, gelombang, maka kekuatan angin juga akan mempengaruhi

    keadaan hanyut dari jaring. Dengan perkataan lain gaya angin akan bekerja pada

    bagian dari float yang tersembul pada permukaan air.

    Drift giil net ini dapat pula digunakan untuk mengejar gerombolan ikan,

    dan merupakan suatu alat penangkap yang penting untuk perikanan laut bebas.

    Posisinya tidak ditentukan oleh jangkar, maka pengaruh dari kecepatan arus

    terhadap kekuatan tubuh jaring dapat diabaikan . Dengan kata lain gerakan jarring

    bersamaan dengan gerakan arus, sehingga besarnya tahanan dari jaring terhadap

    arus dapat diabaikan.

    a. Alat tangkap

    Alat penangkapan terdiri dari :

    Panjang jaring sekitar 400 m (bahan nylon)

    Ukuran mata jaring 3 inci

    Pelampung utama (bahan sendal karet)

    Pelampung tanda (bahan bola plastik)

    Pemberat utama (bahan timah, berat 1,5 kg)

    Tali ris atas dan bawah (bahan nylon)

    b. Kapal

    Kapal yang digunakan termasuk perahu tanpa motor jenis jukung dengan

    menggunakan seperti terlihat pada gambar 18, dengan ukuran sebagai berikut :

  • 21

    Panjang (L) = 9 m

    Lebar (B) = 0,8 m

    Tinggi (D) = 1 m

    Tenaga Kerja berjumlah adalah 1 - 2 orang.

    Gambar 18. Contoh Perahu jaring insang hanyut (sumber:http://www.njscuba.net/artifacts/img.gif)

    c. Metode penangkapan ikan

    Setelah tiba pada suatu fishing ground yang telah ditentukan (sebaiknya

    bukan daerah pelayaran) maka yang pertama diturunkan adalah pelampung tanda

    dan jangkar, selanjutnya dilakukan penurunan jaring (setting). Setelah semua

    jaring telah diturunkan dan telah terentang dengan sempurna, maka dalam jangka

    waktu tertentu, biasanya 2-5 jam dilakukan penarikan jaring (hauling). Pada saat

    melakukan hauling, jaring diatur dengan baik seperti semula sehingga

    memudahkan untuk operasi berikutnya. Pengoperasin jaring insang hanyut

    umumnya dilakukan pada malam hari, tetapi pada pagi hari juga dilakukan

    pengoperasian. Faktor utama pada pengoperasian jaring insang hanyut adalah

    penggunaan warna jaring yang pada saat di dalam perairan tidak tampak oleh

    ikan, dengan demikian nelayan menggunakan warna jaring yang relatif sama

    dengan warna perairan.

  • 22

    3.4.3. Pukat cincin (purse seine)

    a. Alat tangkap

    Satu unit purse seine terdiri dari jaring, kapal, dan alat Bantu (roller, lampu,

    echosounder, dan sebagainya). Pada garis besarnya jaring purse seine terdiri dari

    kantong, badan jaring, tepi jaring, pelampung, tali pelampung, sayap, pemberat,

    tali penarik, tali cincin dan lower salvage. Alat penangkapan terdiri dari :

    Panjang jaring sekitar 600 m (bahan nylon)

    Ukuran mata jaring pada bagian kantong 1 inci, pada badan jaring 1 inci

    dan pada bagian sayap 1,25 inci.

    Pelampung bahan plastik

    Pelampung tanda (bahan bola plastik)

    Pemberat utama (bahan timah, berat total 100 kg)

    b. Kapal

    Kapal yang digunakan termasuk perahu motor (outboard) dengan

    menggunakan mesin Yanmar 24 PK dengan kapal bertonage 5 10 GT, seperti

    terlihat pada Gambar 19 dengan ukuran-ukuran sebagai berikut:

    Panjang (L) = 15 m

    Lebar (B) = 2,5 m

    Tinggi (D) = 2 m

    Dengan jumlah tenaga kerja yang digunakan adalah 10-13 orang.

    Gambar 19. Contoh Kapal purse seine (sumber:http://www.njscuba.net/artifacts/img.gif)

  • 23

    c. Metode penangkapan ikan

    Pada umumnya jaring dipasang dari bagian belakang kapal (buritan) dan

    ada juga yang dipasang di samping kapal (Gambar 20).

    Gambar 20. Ilustrasi pengoperasian purse seine (sumber:http://www.njscuba.net/artifacts/img.gif)

    Penangkapan cakalang dengan purse seine dioperasikan pada malam hari.

    Pengumpulan ikan di permukaan laut dilakukan dengan menggunakan alat bantu

    yaitu rumpon. Teknik penangkapannya adalah :

    Melepaskan tali rumpon. Pada tali rumpon ini diberikan pelampung.

    Dengan demikian, rumpon akan hanyut searah dengan arus permukaan air.

    Melihat arah dan kecepatan arus untuk memprediksi kecepatan dan

    arahnya rumpon yang telah dilepaskan.

    Melingkari gerombolan ikan yang ada di bawah rumpon.

    Menarik tali kolor dari jaring. Setelah jaring bagian bawah telah tertutup

    maka rumpon tadi dikeluarkan dari jaring dan dikembalikan ke tali

    pelampung seperti semula. Dengan demikian, ada awak yang bertugas

    khusus untuk menyelesaikan rumpon tersebut sehingga kembali ke posisi

    semula.

    Penarikan tubuh jaring, float line. Ini ditarik jika bagian bawah jaring telah

    tertutup, dengan demikian semua pemberat telah berada di atas kapal.

    Tubuh jaring dan float line diatur kembali di atas kapal seperti semula.

  • 24

    Pengambilan hasil tangkapan. Ikan-ikan yang terkumpul pada bagian

    kantong atau yang berfungsi sebagai kantong segera diserok ke atas kapal.

    3.5. Konsekuensi Teknologi Alat Tangkap Pilihan

    Monintja (2000) menjelaskan bahwa kriteria alat tangkap yang ramah

    lingkungan yaitu:

    1. Mempunyai selektivitas tinggi, artinya teknologi yang digunakan mampu

    meminimalkan hasil tangkapan yang bukan merupakan target.

    2. Tidak destruktif terhadap habitat yang akan membahayakan kelestarian

    produksi ikan.

    3. Tidak membahayakan nelayan yang mengoperasikan/menggunakan teknologi

    tersebut.

    4. Menghasilkan ikan bermutu baik dan tidak membahayakan kesehatan

    konsumen.

    5. Hasil tangkapan yang terbuang (discards) sangat minim.

    6. Berdampak minimum terhadap keanekaragaman sumberdaya hayati, tidak

    menangkap species yang dilindungi atau terancam punah.

    7. Diterima secara sosial, artinya dimasyarakat nelayan tidak menimbulkan

    konflik.

    Teknik dalam pengoperasian purse seine yaitu dengan cara melingkarkan

    pada teknik pengoperasian penangkapannya, sehingga sumberdaya ikan yang

    berada pada catchable area akan terjerat pada badan jaring alat tangkap ini,.

    Dengan demikian komposisi jenis ikan yang tertangkap purse seine relatif lebih

    banyak dibandingkan pancing tonda dan jarring insang hanyut, ini dikarenakan

    purse seine efektif menangkap ikan yang dalam pergerakannya bergerombol.

    Purse seine dan jaring insang hanyut jika dibandingkan dengan pancing

    tonda lebih unggul atau lebih ramah lingkungan. Menurut Sultan (2004) jenis alat

    tangkap yang masuk kategori ramah lingkungan adalah jaring insang hanyut,

    pancing tonda, pancing tangan, pancing cumi, rawai dasar, bubu labu, rawai cucut

    dan purse seine. Berdasarkan prinsip pengoperasian yang melingkari tujuan

    penangkapan, mengkerucutkan bagian bawah jaring hingga membentuk kantong,

    maka cakalang yang telah berada pada catchable area akan sulit untuk lolos. Jika

  • 25

    dibandingkan dengan pancing tonda dan jaring insang hanyut yang menghadang

    renang ikan, maka peluang untuk mendapatkan jumlah hasil tangkapan

    dibandingkan purse seine relatif lebih sedikit. Perbedaan prinsip penangkapan

    diantara ketiga jenis alat tangkap tersebut menyebabkan produktivitas atau

    kemampuan menangkap cakalang juga berbeda.

    Sesuai dengan tren pengembangan teknologi penangkapan ikan saat ini

    yang menekankan pada teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan

    (environmentally friendly fishing technology) dengan harapan dapat

    memanfaatkan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan.

    IV. STRATEGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN

    Strategi pengelolaan yang dapa diterapkan dalam pengelolaan perikanan,

    tentunya kegiatan usaha dengan upaya penangkapan (effort) dengan hasil kurang

    dari MSY. Usaha dalam mempertahankan kondisi underfishig salah satunya data

    dilakukan dengan memperhatikan teknologi penangkapan yang digunanakan.

    Menurut Monintja (2000), perlu adanya pertimbangan dalam pemilihan suatu

    teknologi yang tepat untuk diterapkan di dalam pengembangan perikanan.

    Pertimbangan-pertimbangan yang akan digunakan dalam pemilihan teknologi

    dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok yaitu teknologi penangkapan ikan

    ramah lingkungan (TPIRL), teknologi penangkapan ikan secara teknis, ekonomis,

    mutu dan pemasaran menguntungkan serta kegiatan penangkapan ikan yang

    berkelanjutan. Suatu kegiatan penangkapan ikan yang ramah lingkungan memiliki

    ciri-ciri sebagai berikut :

    1. Selektivitas tinggi, artinya teknologi yang digunakan mampu meminimalkan

    hasil tangkapan yang bukan merupakan target.

    2. Tidak destruktif terhadap habitat yang akan membahayakan kelestarian

    produksi ikan.

    3. Tidak membahayakan nelayan yang mengoperasikan /menggunakan teknologi

    tersebut.

    4. Menghasilkan ikan bermutu baik dan tidak membahayakan kesehatan

    konsumen.

    5. Hasil tangkapan yang terbuang (discards) sangat minim.

  • 26

    6. Berdampak minimum terhadap keanekaragaman sumberdaya hayati, tidak

    menangkap species yang dilindungi atau terancam punah.

    7. Diterima secara sosial, artinya dimasyarakat nelayan tidak menimbulkan

    konflik.

    V. KESIMPULAN

    Hasil analisis produksi biologis sumberdaya ikan pelagis di perairan laut

    jawa periode tahun 1976-1983 didapatkan nilai MSY sebesar 101.194 ton/tahun.

    Hasil analisis bio-ekonomi dalam pemanfaatan suberdaya ikan pelagis di perairan

    Laut Jawa didapatkan nilai MEY sebesar 91.924 kg/tahun, dengan jumlah hasil

    tangkapan per satuan upaya menggunakan alat tangkap purse seine sebesar 24,23

    ton/kapal/tahun. Batas Maximum Economic Yield sebesar 91.923 ton/tahun

    dengan jumlah unit alat tangkap efisien guna mendapatkan keuntungan yang

    sesuai sebesar 2.915 unit. Alat tangkap purse siene merupakan alat tangkap

    pilihan untuk menangkapan sumberdaya ikan pelagis di perairan Laut Jawa.

    Adanya pertimbangan dalam pemilihan suatu teknologi yang tepat untuk

    diterapkan di dalam pengembangan perikanan sangat diperlukan. Pertimbangan-

    pertimbangan yang akan digunakan dalam pemilihan teknologi dapat

    dikelompokkan dalam tiga kelompok yaitu teknologi penangkapan ikan ramah

    lingkungan (TPIRL), teknologi penangkapan ikan secara teknis, ekonomis, mutu

    dan pemasaran menguntungkan serta kegiatan penangkapan ikan yang

    berkelanjutan.

    VI. SARAN

    Untuk mengusahakan agar sumberdaya perikanan pelagis dapat

    dimanfaatkan terus-menerus secara maksimal dalam jangka yang tak terbatas

    maka tingkat pemanfaatan perlu dibatasi sampai pada tingkat tertentu. Induk-

    induk ikan dalam jumlah tertentu harus disisakan dan diberi kesempatan untuk

    berkembang biak, sehingga mamu menghasilakn anakan dalam jumlah yang

    cukup untuk kelestarian.

    Adanya peraturan yang jelas terhadap usaha pemanfaatan sumberdaya ikan

    yang ada, peningkatan teknologi penangkapan yang efisisien serta penyediaan

  • 27

    industri pengolahan hasil tangkapan, sehingga sumberdaya perikanan di perairan

    Indonesia dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia itu sendiri.

    DAFTAR PUSTAKA

    [PRPT] Pusat Riset Perikanan Tangkap, BRKP, 2006. Pengkajian Stok IkanIndonesia 2005. PRPT, BRKP, DKP. Hal. 29.

    [DJPT] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, DKP, 2004. KebijakanPembangunan Perikanan Tangkap. Disampaikan Pada Rapat Koordinasielokasi Nelayan Tingkat Nasional di Jakarta. Dirjen Perikanan TangkapDKP Jakarta.

    Garcia S, P.Sparre and J.Csirke, 1989. Estimating Surplus Production andMaximum Sustainable Yield from Biomass Data when Catch and EffortTime Series are not Available. Fisheries Research, 8 (1989) 13-23.Elselvier Science Publishers B.V, Amsterdam Printed in The Netherlands.

    http://www.njscuba.net/artifacts/img.gif (28 Desember 2006).

    Kesteven. G.L 1973. Manual of Fisheries Science. Part I. An Introduction toFisheries Sciences. FAO Fisheries Technical Paper No.118. Food andAgricultural Organization of The United Nations. Rome.43 p

    Monintja, DR, 2000. Pemanfaatan Pesisir dan Laut Untuk Kegiatan PerikananTangkap. Prosiding Pelatihan Untuk Pelatih Pengelolaan Wilayah PesisirTerpadu Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB. Bogor.

    Nikijuluw. V.P.H. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. KerjasamaP3R dan PT. Pustaka Cidesindo. Jakarta. 54 Hal.

    Purwanto, 1988. Bio-ekonomi Penangkapan Ikan : model Statik. Oseana. Vol.XIII, No. 2 : 63-72.

    Purwanto, Kamiso, H. N., Tumari Jatileksono. 1988. Optimasi EkonomiPengelolaan Sumberdaya Perikanan Udang Di Pantai Selatan JawaTengah. BPPS-UGM 4 (1) : 557-567.

    Sultan. M, 2004. Pengembangan Perikanan Tangkap di Kawasan TamanNasional Laut Taka Bonerate. Bogor. IPB. (Disertasi). Hal 174.

    Widodo, J. Dan Suadi, 2006. Pengelolaan Suberdaya Perikanan Laut. GadjahMada University Pres. 252 hal.

  • 28

    Lampiran 1. Hasil analisis dengan menggunakan SPSS 15.0 for window (Data awal sebelum kenaikan teknologi 20 %)

    Correlations

    1.000 -.886-.886 1.000

    . .002.002 .

    8 88 8

    CPUEEffortCPUEEffortCPUEEffort

    Pearson Correlation

    Sig. (1-tailed)

    N

    CPUE Effort

    Model Summary b

    .886 a .785 .749 5.60669 .785 21.907 1 6 .003Model1

    R R SquareAdjustedR Square

    Std. Error ofthe Estimate

    R SquareChange F Change df1 df2 Sig. F Change

    Change Statistics

    Predictors: (Constant), Efforta.

    Dependent Variable: CPUEb.

    Coefficientsa

    48.443 4.347 11.144 .000 37.806 59.079-.006 .001 -.886 -4.681 .003 -.009 -.003 -.886 -.886 -.886 1.000 1.000

    (Constant)Effort

    Model1

    B Std. Error

    UnstandardizedCoefficients

    Beta

    StandardizedCoefficients

    t Sig. Lower Bound Upper Bound95% Confidence Interval for B

    Zero-order Partial PartCorrelations

    Tolerance VIFCollinearity Statistics

    Dependent Variable: CPUEa.

  • 29

    Lampiran 2. Hasil analisis Produksi Biologi Schaefer (Data awal sebelum kenaikan teknologi 20 %)

    E maks = a/b 8352E msy = a/ 2b 4176MSY = a2/4b 101151E* = a/2b c/2bp 2915Q* = a2/4b c2/4bp2 91923

    Effort Estimate catch TR TC Profit0 0 0 0 0.00

    500 22771 28464233 9145000 19319233.071000 42643 53303466 18290000 35013466.141500 59614 74517699 27435000 47082699.212000 73686 92106932 36580000 55526932.282500 84857 106071165 45725000 60346165.353000 93128 116410398 54870000 61540398.423500 98500 123124631 64015000 59109631.494000 100971 126213865 73160000 53053864.554176 101151 126438699 76379040 50059658.594500 100542 125678098 82305000 43373097.625000 97214 121517331 91450000 30067330.695500 90985 113731564 100595000 13136563.766000 81857 102320797 109740000 -7419203.176500 69828 87285030 118885000 -31599970.107000 54899 68624263 128030000 -59405737.037500 37071 46338496 137175000 -90836503.968000 16342 20427729 146320000 -125892270.898350 0 0 152721500 -152721500.00

  • 30

    Lampiran 3. Hasil analisis dengan menggunakan SPSS 15.0 for window (Data Pasca kenaikan teknologi 20 %)

    Correlations

    1.000 -.886-.886 1.000

    . .002.002 .

    8 88 8

    CPUEEffortCPUEEffortCPUEEffort

    Pearson Correlation

    Sig. (1-tailed)

    N

    CPUE Effort

    Model Summary b

    .886 a .785 .749 5.60652 .785 21.909 1 6 .003Model1

    R R SquareAdjustedR Square

    Std. Error ofthe Estimate

    R SquareChange F Change df1 df2 Sig. F Change

    Change Statistics

    Predictors: (Constant), Efforta.

    Dependent Variable: CPUEb.

    Coefficientsa

    48.443 4.347 11.144 .000 37.807 59.080-.005 .001 -.886 -4.681 .003 -.007 -.002 -.886 -.886 -.886 1.000 1.000

    (Constant)Effort

    Model1

    B Std. Error

    UnstandardizedCoefficients

    Beta

    StandardizedCoefficients

    t Sig. Lower Bound Upper Bound95% Confidence Interval for B

    Zero-order Partial PartCorrelations

    Tolerance VIFCollinearity Statistics

    Dependent Variable: CPUEa.

  • 31

    Lampiran 4. Hasil analisis Produksi Biologi Schaefer (Data pasca kenaikan teknologi 20 %)

    E maks = a/b 9953E msy = a/ 2b 4977MSY = a2/4b 120543E* = a/2b c/2bp 3473Q* = a2/4b c2/4bp2 109546

    E Estimate catch TR TC Profit0 0 0 0 0

    200 9,494 11,867,491,174 3,658,000,000 8,209,491,174400 18,599 23,248,276,017 7,316,000,000 15,932,276,017600 27,314 34,142,354,529 10,974,000,000 23,168,354,529800 35,640 44,549,726,711 14,632,000,000 29,917,726,711

    1,000 43,576 54,470,392,561 18,290,000,000 36,180,392,5611,200 51,123 63,904,352,080 21,948,000,000 41,956,352,0801,400 58,281 72,851,605,268 25,606,000,000 47,245,605,2681,600 65,050 81,312,152,125 29,264,000,000 52,048,152,1251,800 71,429 89,285,992,651 32,922,000,000 56,363,992,6512,000 77,419 96,773,126,846 36,580,000,000 60,193,126,8462,200 83,019 103,773,554,711 40,238,000,000 63,535,554,7112,400 88,230 110,287,276,244 43,896,000,000 66,391,276,2442,600 93,051 116,314,291,446 47,554,000,000 68,760,291,4462,800 97,484 121,854,600,317 51,212,000,000 70,642,600,3173,000 101,527 126,908,202,857 54,870,000,000 72,038,202,8573,200 105,180 131,475,099,066 58,528,000,000 72,947,099,066

  • 32

    Lanjutan Lampiran 4.E Estimate catch TR TC Profit

    3,400 108,444 135,555,288,944 62,186,000,000 73,369,288,9443,600 111,319 139,148,772,491 65,844,000,000 73,304,772,4913,800 113,804 142,255,549,707 69,502,000,000 72,753,549,7074,000 115,900 144,875,620,593 73,160,000,000 71,715,620,5934,200 117,607 147,008,985,147 76,818,000,000 70,190,985,1474,400 118,925 148,655,643,370 80,476,000,000 68,179,643,3704,600 119,852 149,815,595,262 84,134,000,000 65,681,595,2624,800 120,391 150,488,840,823 87,792,000,000 62,696,840,8234,977 120,543 150,678,695,310 91,029,330,000 59,649,365,3105,000 120,540 150,675,380,053 91,450,000,000 59,225,380,0535,200 120,300 150,375,212,952 95,108,000,000 55,267,212,9525,400 119,671 149,588,339,520 98,766,000,000 50,822,339,5205,600 118,652 148,314,759,757 102,424,000,000 45,890,759,7575,800 117,244 146,554,473,663 106,082,000,000 40,472,473,6636,000 115,446 144,307,481,238 109,740,000,000 34,567,481,2386,200 113,259 141,573,782,482 113,398,000,000 28,175,782,4826,400 110,683 138,353,377,395 117,056,000,000 21,297,377,3956,600 107,717 134,646,265,977 120,714,000,000 13,932,265,9776,800 104,362 130,452,448,228 124,372,000,000 6,080,448,2287,000 100,618 125,771,924,148 128,030,000,000 -2,258,075,8527,200 96,484 120,604,693,737 131,688,000,000 -11,083,306,2637,400 91,961 114,950,756,996 135,346,000,000 -20,395,243,0047,600 87,048 108,810,113,923 139,004,000,000 -30,193,886,077

  • 33

    Lanjutan lampiran 4.E Estimate catch TR TC Profit

    7,800 81,746 102,182,764,519 142,662,000,000 -40,479,235,4818,000 76,055 95,068,708,784 146,320,000,000 -51,251,291,2168,200 69,974 87,467,946,718 149,978,000,000 -62,510,053,2828,400 63,504 79,380,478,321 153,636,000,000 -74,255,521,6798,600 56,645 70,806,303,593 157,294,000,000 -86,487,696,4078,800 49,396 61,745,422,534 160,952,000,000 -99,206,577,4669,000 41,758 52,197,835,144 164,610,000,000 -112,412,164,8569,200 33,731 42,163,541,423 168,268,000,000 -126,104,458,5779,400 25,314 31,642,541,371 171,926,000,000 -140,283,458,6299,600 16,508 20,634,834,988 175,584,000,000 -154,949,165,0129,953 15 18,615,020 182,040,370,000 -182,021,754,980

    10,000 0 0 182,900,000,000 -182,900,000,000