analisis bahan baku saus pt. bfpi

31
15 BAB III. HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN 3.1 Sejarah Perusahaan Tahun 1967, tepatnya didaerah Banyuwangi pabrik pengalengan sarden dengan nama PT. NAFO. Seiring perkembangan zaman, permintaan makanan kaleng juga semakin meningkat. Untuk itu pada tahun 1969 PT. NAFO meluaskan usahanya dnegan membuka PT. NAFO cabang Muncar yang berlokasi di Sampangan, Muncar. Dikarenakan pada tahun tersebut pasaran makanan kaleng semakin meningkat, pada tanggal 22 Januari 1972 didirikanlah PT. Blambangan Raya, dengan lokasi yang berjarak sekitar 200 meter dari lokasi PT. NAFO cabang Muncar. Semua perangkat kegiatan produksi dari PT. NAFO cabang Muncar dipindahkan ke pabrik tersebut dengan bidang usaha tetap yaitu industry perdagangan sarden. PT. Blambangan Raya dlaam menjalankan usahanya didukung dengan adanya sertifikasi kelayakan pengolahan dari departemen terkait dan juga telah mendapatkan sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk jenis produk ikan kaleng. Usaha diversifikasi produk dilakukan PT. Blambangan Raya denan mengadakan penjajakan pasar bahi produk bekicot (escargot) dalam kaleng, babycorn dlaam kaleng dan tuna kaleng yang mendapat pasar yang potensial. Tahun 1988 PT. Blambangan Raya secara intensif memproduksi tuna dalam kaleng untuk pasaran Eropa. November 1988 PT. Mansurt yang merupakan induk PT. Blambangan Raya membeli perusahaan tuna di Amerika yaitu “Van Camp Sea Food” dengan merek produk tuna “Chiken Of The Sea” dengan demikian sebagian besar (± 98%) produk tuna PT. Blambangan Raya diproyeksi untuk pasaran di Amerika. Produksi Sardines dihentkan sejak PT. Blambangan Raya memproduksi tuan secara intensif. Bahan baku diperoleh dari perairan lokal maupaun internasional. Produk tuna berlangsung selama 6 tahun terhitung sejak Desember 1986 hingga April 1993, dikarenakan masa kontrak dengan Vab Can Sea Food telah habis. Pada tanggal 20 April 1993 PT. Blambangan Raya mengakhiri produksi tuna dan kembali memproduksi sardines.

Upload: lestari-tia

Post on 30-Nov-2015

847 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

15

BAB III. HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN

3.1 Sejarah Perusahaan

Tahun 1967, tepatnya didaerah Banyuwangi pabrik pengalengan sarden

dengan nama PT. NAFO. Seiring perkembangan zaman, permintaan makanan

kaleng juga semakin meningkat. Untuk itu pada tahun 1969 PT. NAFO meluaskan

usahanya dnegan membuka PT. NAFO cabang Muncar yang berlokasi di

Sampangan, Muncar. Dikarenakan pada tahun tersebut pasaran makanan kaleng

semakin meningkat, pada tanggal 22 Januari 1972 didirikanlah PT. Blambangan

Raya, dengan lokasi yang berjarak sekitar 200 meter dari lokasi PT. NAFO

cabang Muncar. Semua perangkat kegiatan produksi dari PT. NAFO cabang

Muncar dipindahkan ke pabrik tersebut dengan bidang usaha tetap yaitu industry

perdagangan sarden. PT. Blambangan Raya dlaam menjalankan usahanya

didukung dengan adanya sertifikasi kelayakan pengolahan dari departemen terkait

dan juga telah mendapatkan sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI)

untuk jenis produk ikan kaleng.

Usaha diversifikasi produk dilakukan PT. Blambangan Raya denan

mengadakan penjajakan pasar bahi produk bekicot (escargot) dalam kaleng,

babycorn dlaam kaleng dan tuna kaleng yang mendapat pasar yang potensial.

Tahun 1988 PT. Blambangan Raya secara intensif memproduksi tuna dalam

kaleng untuk pasaran Eropa. November 1988 PT. Mansurt yang merupakan induk

PT. Blambangan Raya membeli perusahaan tuna di Amerika yaitu “Van Camp

Sea Food” dengan merek produk tuna “Chiken Of The Sea” dengan demikian

sebagian besar (± 98%) produk tuna PT. Blambangan Raya diproyeksi untuk

pasaran di Amerika.

Produksi Sardines dihentkan sejak PT. Blambangan Raya memproduksi

tuan secara intensif. Bahan baku diperoleh dari perairan lokal maupaun

internasional. Produk tuna berlangsung selama 6 tahun terhitung sejak Desember

1986 hingga April 1993, dikarenakan masa kontrak dengan Vab Can Sea Food

telah habis. Pada tanggal 20 April 1993 PT. Blambangan Raya mengakhiri

produksi tuna dan kembali memproduksi sardines.

16

Peristiwa kevakuman PT. Blambangan Raya sempat terjadi selama 1 tahun

sejak tanggal 23 April 1993, kemudian bangkit kembali dengan memproduksi

sarden saja. Hal ini terus berlangsung hingga sekarang. Bulan Juli 2005 PT.

Blambangan Raya berganti nama menjadi PT. Blambangan FoodPacker Indonesia

yang memproduksi ikan sarden dan makarel yang meliputi sarden in tomato

sauce, sarden in tomatowith chili, mackerel in tomato sauce dan mackerel in

tomato with chili, disamping itu juga telah berjalan produksi tuna kaleng meliputi

tuna in oil dan sambel goring ikan tuna. Merek sarden dan makarel yang dibuat

diantaranya ABC dan CIP untuk grade 1 dan KIKU, BANDUNG dan SAMPIT

grade 2. Tepung ikan untuk pakan ternak dan minyak ikan juga diproduksi,

dikarenakan merupakan limbah yang menguntungkan.

Selain memproduksi produk-produk sendiri, PT. Blambangan FoodPacker

Indonesia juga bekerja sama dengan PT. Heinz yang memproduksi produk sarden

dan makarel merek ABC. Kerja sama ini dinamakan maklon. Maklon adalah

sebuah istilah yang digunakan oleh masyarakat industri di Banyuwangi yang

berarti menyediakan jasa untuk menghasilkan produk kepada kerusahaan lain, jadi

PT. Blambangan FoodPacker Indonesia menyediakan jasa memproduksi sarden

dan makarel merek ABC untuk PT. Heinz. Hingga saat ini kerjasama tersebut

masih berjalan lancar.

PT. Blambangan FoodPackers Indonesia memiliki IUP (Ijin Usaha

Perikanan) No. 455/DJAL/LUT-1/Non PMA PMDN/IX/1988 yang diperoleh dari

Dinas Perikanan dan Kelautan dengan tujuan untuk mendapatkan perlindungan

dan jika melanggar akan mendapatkan sangsi yang berlaku selama perusahaan

tersebut melakukan kegiatan. SIUP ini digunakan untuk melakukan perdagangan

di seluruh wilayah Republik Indonesia selama perusahaan masik melakukan

proses produksi.

3.1.1 Organisasi Perusahaan

PT. BFPI merupakan anak perusahaan dari PT. Mantrust. General manager

membawahi sembilan bagian yang masing-masing bagian dikepalai oleh seorang

17

kepala bagian. Seperti yang telah ditunjukkan dalam lampiran 2, berikut

penjelasan mengenai tugas tiap bagian:

a. Direktur

Seorang direktur bertugas untuk:

1. Melakukan pengawasan secara menyeluruh terhadap semua aktivitas

perusahaan.

2. Menentukan garis besar kebijakan perusahaan yang bertujuan untuk

mengembangkan perusahaan.

3. Menentukan target produksi untuk memenuhi permintaan pasar.

4. Bertanggung jawab terhadap perkembangan perusahaan atau kelangsungan

hidup perusahaan.

b. Manajer Operasional

Bertanggung jawab atas seluruh kegiatan produksi dan manajer operasional

yang bertanggung jawab atas seluruh pemasaran produk akhir. Singkatnya

manajer ini bertanggunga jawab untuk mengkoordinasi bagian-bagian

dibawahnya.

c. Manajer Keuangan dan Akutansi

Bertugas mencatat keuangan, membuat neraca keuangan, dan mendata

kegiatan-kegiatan lainnya yang berhubungan dengan keluar masukknya uang

dalam perusahaan.

d. Bagian Produksi

Kepala bagian produksi bertugas untuk bertanggung jawab terhadap jalannya

proses produksi, mengatur serta mengawasi kerja karyawan produksi,

sehingga kontinuitas produksi terjamin, dan mengawasi jalannya produksi

secara keseluruhan.

e. Bagian Pengadaan Bahan Baku

Bertugas dan bertanggung jawab atas ketersediaan bahan baku ikan,

melakukan negosiasi harga bahan baku, melakukan pembelian dan

penimbangan ikan, melakukan penyortiran ikan, mengetahui pasar dengan

tujuan untuk menentukan harga dengan mencari informasi yang didapat dari

perusahaan lain.

18

f. Quality Control

Kepala Quality Control bertugas bertanggung jawab atas pengawasan mutu

secara keseluruhan mulai dari bahan baku, bahan pembantu sampai produk

akhir dan memutuskan suatu produk layak untuk diproduksi atau tidak.

g. Bagian Teknik

Kepala bagian teknik memiliki tugas mengatur semua peralatan, pekerjaan,

dan perdonal. Memonitor sumua kegiatan teknik, menginventaris barang-

barang teknik yang masuk, menjamin ketersediaan mesin-mesin yang

digunakan dalam produksi maupun kebutuhan berlangsungnya kegiatan

perusahaan.

h. Bagian Gudang Barang Jadi

Kepala bagian gudang jadi bertugas menjaga bangunan agar tidak lembab

dan jauh dari air. Menjaga kebersihan gudang dari segala hama yang dapat

merusak produk jadi dan mengatur menataan barang dalam gudang.

i. Bagian Gudang Bahan Pembantu

Kepala bagian gudang bahan pembantu mempunyai tugas menerima dan

mengeluarkan bahan-bahan yang digunakan untuk membantu membuat

produk, bertanggung jawab mencatat persediaan barang yang ada dan

melaporkan jumlah serta jenid barang yang masih ada di gudang, memesan

barang yang telah habis untuk kepentingan produksi, menjaga dan

menyimpan bahan pembantu agar tetap baik.

j. Bagian Personalia dan Umum

Kepala personalia memliki tugas membuat program penerimaan dan

pemberhentian kaaryawan, pembagian gaji dan lembur karyawan, program

kesejahteraan karyawan, program tunjangan rutin, program data karyawan,

program fasilitas karyawan, menjaga kebersihan lingkungan, keamanan,

ketertiban, dan hubungan dengan instansi terkait.

k. Bagian Production Planning Inventari Control (PPIC) Penjualan

Bertugas mengatur dan merencanakan bahan baku yang akan diproduksi.

19

3.1.2 Peralatan dan Tata Letak Pabrik (Layout)

3.1.2.1 Peralatan Produksi

Alat yang digunakan dalam proses pengalengan ikan lemuru (Sardinella

longiceps) adalah sebagai berikut:

1. Timbangan (Neraca)

Merupakan alat yang digunakan untuk mengecek berat ikan setelah

exhausting yang berjumlah tiga unit. Neraca ini memiliki tingkat ketelitian

0,1 g dengan merk Nagata dan kapasitas maksimum 1 kg. Adapun neraca lain

yang digunakan dengan tingkat ketelitian 1 kg dengan merk Phonix yang

digunakan untuk menimbang bahan baku.

2. Gunting

Berfungsi untuk memotong ikan di bagian kepala, ekor, dan visceria.

3. Meja penyiangan

Digunakan untuk kegiatan sortasi dan penyiangan (gunting kepala, isi perut,

dan ekor).

4. Box penampungan

Berfungsi untuk menampung ikan.

5. Keranjang atau Basket

Berfungsi untuk menampung bahan baku ikan, baik yang belum disiangi

maupun ikan yang telah disiangi dan papaya yang akan digunakan untuk

bahan pembuatan saos.

6. Mesin pencuci ikan atau rotary washer

Merupakan alat pencuci ikan otomatis yang dapat digerakkan oleh motor

berkekuatan dua HP berjumlah tiga unit yang berfungsi untuk membuang dan

membersihkan kotoran, darah, lender dan sisik ikan.

7. Meja pengisian

Berfungsi sebagai tempat melakukan aktivitas pengisian ikan dalam kaleng

dan tempat pencucian kedua.

8. Troly

Berfungsi untuk memindahkan ikan dan bahan lain dari satu tempat ke

tempat proses lain.

20

9. Exhaust box

Berfungsi sebagai tempat memasak ikan dalam kaleng dengan bantuan uap

panas yang bersumber dari boiler. Exhaust box berbentuk kotak seperti

lorong panjang yang dilengkapi dengan belt conveyor dan cerobong asap.

Exhaust box memiliki kapasitas untuk 115 g sebanyak 3000 kaleng,

sedangkan kaleng 425 g sebanyak 1900 kaleng.

10. Keranjang besi

Berfungsi sebagai tempat penampungan kaleng berisi ikan pada saat

sterilisasi dalam retort dengan kapasitas ±650-1300 pcs. Keranjang ini

berdiameter 97 cm dan tinggi 55 cm.

11. Boiler

Berfungsi sebagai penghasil uap panas. Dengan bahan bakar kayu dan batu

bara sebagai penghasil uap

12. Retort

Berfungsi mensterilkan produk secara komersial, melunakkan tulang dan

mencegah perkembangan mikroorganisme lainnya. Terbuat dari baja dengan

kapasitas 6 keranjang sebanyak 16 unit. Memiliki diameter 108 cm dan tinggi

375 cm.

13. Jet Print

Berfungsi sebagai pencetak kode produksi, tanggal kadarluarsa, siklus retort

dank ode retort.

14. Forklift

Berfungsi memindahkan bahan berat berbahan bakar solar dan batrai.

15. Talam Plastik

Berfungsi sebagai tempat peletakkan kaleng sebelum pengisian ikan dalam

kaleng, dengan kapasitas 35-80 kaleng.

16. Alat penutup kaleng atau Seaming machine

Berfungsi menutup kaleng dengan kemampuan menutup 160-180 kaleng per

menit.

21

17. Derek mekanis

Berfungsi untuk mengangkat dan memindahkan beban berat, memasukkan

dan mengeluarkan keranjang dari retort dengan kapasitas 1 ton.

18. Pallet

Berfungsi sebagai tempat penampungan ketika memindahkan kaleng dalam

karton dan bahan pembantu di gudang.

3.1.2.2 Tata letak (Layout)

PT. BFPI memiliki tata letak dan layout pabrik sesuai dnegan ppola aliran

bersudut ganjil. Hal ini dikarenakan pemindahan produk dilakukan secara

mekanis, keterbatasan ruang, lokasi permanen dari fasilitas yang ada menuntut

pola demikian, sehingga memperpendek lintasan aliran antara kelompok dari

wilayah yang berdekatan. Layout pabrik dapat dilihat pada lampiran 3. Adapun

beberapa penjelasan mengenai fungsi ruangan dalam pabrik:

1. Ruang Pengadaan Bahan Baku

Ruangan ini berfungsi sebagai tempat penampungan pertama bahan baku utama

dan bahan baku pembantu masuk ke pabrik sebelum masuk ke dalam cold

storage. Dalam ruangan ini bahan baku akan dianalisa terlebih dahulu apakah

sesuai dengan standart kelayakan pemakaian bahan baku tersebut untuk

kemudian diolah lebih lanjut menjadi produk yang siap untuk dipasarkan.

2. Ruang Produksi

Ruangan ini berfungsi sebagai tempat menghasilkan produk yang sudah melalui

beberapa proses dalam ruangan tersebut. Ruang produksi terdiri dari 2 unit. Unit

pertama satu ruang proses mulai dari bagian trimming, pencucian, dan pengisian

(filling).

3. Kamar Pendingin atau Cold Storage

Merupakan salah satu sarana penunjang yang memiliki empat ruangan

pendingin dan satu ruang freezer yaitu air blast freezer (ABF). Kapasitas dari

masing-masing cold storage adalah 100 ton untuk cold storage 1 dan 2, 200 ton

untuk gcold storage 3 dan 4, dan 5 ton untuk ABF. Suhu yang digunakan untuk

empat ruangan pendingin yaitu antara -15oC sampai -16

oC 5

oC dengan

22

standart suhu -18oC. Sedangkan untuk ABF yaitu -40

oC. Proses penyimpanan

ikan dilakukan selama 8-10 jam, namun hal ini tergantung jenis ikan yang

disimpan. Salah satu sarana penunjang berikut ini menggunakan bahan baku

berupa monochlorodifluoromethane yang berfungsi sebagai refrigerant yang

kemudian diuapkan menggunakan refrigerator yang berada dalam evaporator.

Proses penguapan ini membutuhkan panas darilingkungan sekitar. Dengan

menyerap panas dari luar, dihasilkan suatu uap refrigerant bertekanan rendah

yang berasal dari evaporator. Selanjutnya uap tersebut dihisap oleh kompresor

dan kompresor menekan uap tersebut hingga mencapai tekanan tertentu dan

masuk ke dalam kondensor sehingga uap tersebut mengembun dan masuk ke

peralatan pendingin.

4. Quality Control

Ruangan ini berfungsi sebagai tempat untuk menganalisa bahan baku sebelum

digunakan, ketika diproses dan setelah produk itu jadi apakah sesuai dengan

standart mutu yang telah ditentutan. Ruangan ini juga berfungsi sebagai tempat

melakukan suatu percobaan untuk membuat produk baru.

5. Gudang

Merupakan tempat penyimpanan suatu bahan berupa bahan baku, pembantu,

dan bahan penunjang sekaligus untuk penyimpanan produk jadi. Ruangan ini

dibagi menjadi 2 bagian yaitu gudang bahan penunjang yang berisikan kaleng

dan tutup kaleng, serta bahan-bahan untuk pembuatan saos, dan gudang jadi

yang berisikan produk yang sudah jadi yang siap untuk dikemas.

6. Pengolahan Limbah Pabrik

Merupakan tempat pengolahan limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan

sarden PT. BFPI. Mulai dari limbah padat hingga limbah cair dukumpulkan

dalam ruangan ini melalui saluran pipa pembuangan. Duangan ini dibagi

menjadi dua bagian yaitu ruang pengolahan limbah padat dan limbah cair.

Untuk limbah cair akan diolah lebih lanjut sehingga antara minyak ikan dan air

terpisahkan dan untuk airnya diolah menjadi air murni kembali, sedangkan

minyaknya akan ditampung untuk diolah menjadi produk lainnya. Untuk limbah

padat seperti kepala, ekor, dan isi perut ikan diolah menjadi tepung ikan.

23

3.2 Proses Produksi

3.2.1 Pengadaan bahan baku

Tinggi rendahnya kualitas bahan baku sangat berpengaruh pada mutu

produk jadi, maka bagian pengadaan dari PT. BFPI mengadakan bahan baku

yaitu ikan lemuru (Sardinella longiceps) yang berasal dari lokal (Muncar dan

selat Bali) dan non lokal (Probolinggo, Madura, Pasuruan dan Puger) sesuai

dengan kualitas dan kuantitas pabrik. Sistem pengadaan dilakukan melalui

kontrak dengan pihak suplaiyer dan pembelian langsung kepada neayan

setempat, dan begitu juga sebaliknya untuk bahan pembantu. Sebelumnya

dilakukan pengujian kualitas terhadap bahan baku ikan. Apabila kualitas kurang

sesuai dengan standart akan digunakan oleh pabrik sebagi bahan baku tepung

ikan. Proses produksi di PT. BFPI membutuhkan 20 ton ikan lemuru dalam satu

harinya.

3.2.2 Penerimaan dan penanganan bahan baku

Bahan baku yang diterima ditimbang dan diuji kesegaran dan kelayakan

penggunaan ikan. Pengujian yang dilakukan mulai dari segi fisik dan kimianya

(Uji formalin, peroksida, kadar garam, dan histamine untuk tuna) oleh QC PT.

BFPI. Jika ditemukan adanya penyimpangan, maka QC bagian penerimaan akan

mengambil langkah-langkah sebagai berikut:

1. Bila ditemukan ikan yang mengalami penyimpangan seperti pecah perut

dan lembek kurang dari 10 % per keranjang, maka ikan dalam keranjang

tersebut dapat diterima.

2. Bila ditemukan ikan yang busuk, maka ikan akan ditolak atau diterima

ntuk bahan baku tepung ikan.

3. Bila terdapat ikan yang mengandung formalin, proksida, dan histamine

tinggi (tuna), maka ikan di tolak.

Setelah dilakukan pengujian, ikan dimasukkan ke dalam ruangan cold storage

untuk proses selanjutnya yaitu proses produksi.

24

3.2.3 Tahapan proses produksi

Adapun beberapa tahapan dalam proses produksi yaitu:

1. Penyiangan dan pencucian 1

Proses penyiangan di PT. BFPI dilakukan dengan menggunakan alat berupa

meja proses, gunting, pisau, talenan dan baskom. Pertama-tama ikan ditampung

di meja kemudian disiangi, penyiangan ini dilakukan dengan cara memotong

ikan dibagian kepala dan ekor, lalu mengeluarkan isi perut ikan, sehingga

didapatkan 65% bagian ikan yang diproses. 35% hasil pemotongan ditampung

dan diolah menjadi produk samping berupa tepung ikan dan minyak ikan.

Setelah itu dilakukan pencucian menggunakan air mengalir agar ikan terbebas

dari kotoran, lender dan darah.

2. Pencucian 2

Pencucian kedua dilakukan dengan menggunakan mesin rotary washer. Alat ini

bergerak seperti putaran ulir yang berisi air yang berfungsi mengihilangkan

darah,, lender, dan kotoran lainnya yang masih menempel pada ikan. Pencucian

ini tidak menggunakan klorin ataupun bahan kimia lainnya melainkan

menggunakan air bersih, jernih dan standart minum berdasarkan permintaan

pembeli.

3. Pengisian dalam kaleng (Filling in can)

Ikan yang telah mengalami pencucian kedua kemudian ditampung dalam

keranjang dan diletakkan di meja pengisian yang dilengkapi sengan pipa air.

Ikan tersebut kemudian dimasukkan dalam kaleng secara manual. Banyaknya

ikan dalam kaleng sesuai dengan ukuran kaleng. Untuk kaleng dengan ukuran

202 x 308 (155 g) sebanyak 3-4 ekor ikan ukuran sedang, sedangkan untuk

kaleng berukuran 301 x 407 (425 g) sebanyak 9-11 ekor ikan ukuran sedang.

Proses ini dilakukan secara manual dengan tujuan untuk mengecek bahan baku

yang masih terdapat isi perutnya.

4. Pemasakan pendahuluan (Pre cooking)

Proses ini merupakan proses pengukusan pertam kaleng yang berisi ikan

menggunakan alat yang dinamakan exhaust box selama 15 menit dengan suhu

25

80oC untuk kaleng 155 g dan 90

oC untuk kaleng 425 g. pemasakan ini dilakukan

menggunakan uap panas yang dipasok dari boiler.

5. Penirisan

Setelah melalui proses pengukusan pertama, kaleng berisi ikan kemudian

ditiriskan dengan tujuan menghilangkan air dan minya hasil pengukusan. Cairan

yang dihasilkan kemudian ditampung dan diolah menjadi produk samping yaitu

minyak ikan dan sisa airnya diolah untuk menjadi air murni kembali. Sedangkan

ikan dalam kaleng mengalami proses selanjutnya. Proses penirisan dilakukan

selama 20 detik.

6. Pengisian saus (Medium filling)

Pengisian saus dilakukan secara otomatis dengan suhu tinggi sekitar 80oC.

Kondisi ini ditujukan agar ikan dalam kaleng tetap dalam kondisi baik. Jenis

saus yang ditambahakan tergantung jenis ikan dan merk produk yang

diproduksi. Selama proses pengisian saus dirangkaikan dengan pembuatan

ruang kosong (head space) dengan derajad kemiringan 120o, sehingga

menimbulkan ruang kosong berkisar 2-3 mm dibawah tinggi kaleng (10%) dari

tinggi kaleng dengan tujuan memberikan ruang tempat pemuaian pada waktu

sterilisasi. Volume saus 25-30% dari volume kaleng dengan suhu penghampaan

70-80oC. Suhu ini nantinya akan mempengaruhi tekanan pada kaleng pada saat

sterilisasi.

7. Penutupan kaleng (Seaming)

Penutupan kaleng dilakukan secara hermatis, dimana badan kaleng tertutup

rapat sehingga tidak dapat dilaui oleh gas, udara dan air. Mesin penutup kaleng

yang digunakan menggunakan double seaming secara otomatis, sehingga terjadi

proses penutupan dua kali. Pertama membentuk lekukan kaleng, kemudian

membentuk kuncian pada badan kaleng, setetlah itu dirapatkan antara kaleng

dengan penutupnya.

8. Pencucian kaleng (Washing can)

Pencucian ini dilakukan setelah kaleng berisi ikan mengalami proses penutupan.

Pencucian dilakukan dengan menggunakan air yang telah dihomogenkan

26

menggunakan deterjen atau sabun dengan tujuan menghilangkan saus, minyak

dan pelumas yang menempel pada kaleng.

9. Pemanasan (Sterilisasi)

Sterilisasi merupakan proses yang paling mentukan kualitas produk. Proses ini

didasarkan pada metode pengawetan ikan menggunakan suhu tinggi yang

bertujuan untuk membunuh mikroba pathogen dan bakteri pembusuk yang

terkandung pada ikan. Proses ini menggunakan alat yang bernama retort.

Setelah retort ditutup dan dioperasikan, langkah awal yang dilakukan yaitu

membuka kran steamdank ran venting selama 5 menit yang ditujukan untuk

mengeluarkan udara dalam retort. Setelah termometer menunjukkan suhu 105oC

maka kran safety valve dibuka kemudian ditutup kembali berulang-ulang selama

5 menit agar kondensat dalam retort habis tanpa sisa dan tinggal steam murni

yang ada dalam retort. Dari proses venting ke came up time dimulai pada waktu

suhu mencapai 105-117oC serta suhu ini dipertahakan sampai waktu yang

ditentukan. Untuk kaleng ukuran 155 g dilakukan sterilisasi selama 80 menit,

sedangkan 245 g selama 100 menit dengan tekanan dalam retort 1 atm. Jika

sterilisasi selesai, kran venting dibuka dan kran steam ditutup.

10. Pendinginan (Cooling)

Proses pendinginan dilakukan dnegan membukan kran air agar masuk ke dalam

retort sampai keranjang dalam retort terpenuhi agar ikan tidak hangus. Tujuan

proses ini untuk menurunkan suhu kaleng hingga mencapai suhu 35-40oC

selama 10-15 menit.

3.2.4 Penanganan produk jadi

Produk yang sudah dihasilkan kemudian dibawa ke gudang jadi dan

didiamkan selama 24 jam agar suhu produk mencapai suhu ruangan. Adapun

beberapa proses penanganan produk yang sudah jadi yaitu

a. Pengelapan

Pengelapan dilakukan dengan tujuan menghilangkan minyak dan saus yang

menempel pada kemasan. Setelah produk bersih, produk dimasukkan ke dalam

kemasan karton kemudian disusun berdasarkan tanggal produksinya. Setiap

27

susunan diberi kode produksi, jumlah produk, jenis produk, tanggal terakhir

inkubasi, tanggal produksi, status release/hold, unit load dan nomor basket serta

tindak lanjut.

b. Inkubasi

Proses inkubasi merupakan proses penahanan sementara barang jadi sebelum

dipasarkan kemasyarakat. Yang dilakukan dalam tahapan ini adalah pengecekan

secara keseluruhan terhadap produk jadi dengan mengambil beberapa sampel

yang mewakili sejumlah produk yang dihasilkan setiap kali produksi. Setiap

sampel dilakukan pengujian dilaboratorium atas mutu seperti kekentalan saus,

kadar garam, keasaman, tekstur ikan, bentuk fisik produk, dan keberadaan

tumbuhnya bakteri di dalam produk. Jika ditemukan satu atau lebih produk yang

mengalami cacat atau kerusakan, maka produk tersebut di hold dan disortir

100%.

c. Pengkodean

Pengkodean ini diberikan pada tutup kaleng berupa kode (menunjukkan jenis

ikan dan nomer seamer) dan tanggal kadaluarsa. Berikut contoh kode pada

kaleng:

Gambar 3.1. Kode pada kaleng

Keterangan:

LBKT : lemuru beku

CSSI : lemuru segar

11 : seamer nomer 11

EXP 111213 : kadaluarsa pada tanggal 11 bulan Desember tahun 2013

28

d. Pelabelan

Produk yang siap untuk dipasarkan kemudian dilakukan pelebelan sesuai

dengan spesifikasi produk dan permintaan produsen. Selama pelebelan ini

dilakukan pula pengecekan kesempurnaan lebel dan karat ada kaleng. Apabila

terdapat kaleng yang berkarat dan masih bias ditutupi maka dilakukan pelapisan

dengan menggunakan tiner liquer.

e. Pengepakan

Setelah dilakukan pelebelan, kaleng-kaleng dimasukkan ke dalam karton.

Namun sebelumnya dilakukan pengecekan terlebih dahulu terhadap karton yang

diguakan apakah sesuai dengan tanggal dan kode produksi yang tertera pada

kaleng. Adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengepakan yaitu

jika ditemukan karton yang memiliki fisik dan kode yang tertera rusak kurang

dari 7,5%, maka produk tersebut boleh dipasarkan, namun jika lebih dari 7,5%

maka produk tersebut di hold dan disortir 100%.

f. Pemasaran

Produk yang sudah jadi dan sudah melalui tahapan inkubasi dan pengkodean,

barulah siap untuk dipasarkan. Barang yang diproduksi oleh PT. BFPI

dipasarkan secara langsung kepada pembeli maupun distributor. Produk

dipasarkan untuk daerah lokal, interlokal, serta nasional yaitu Banyuwangi,

Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan pulau-pulau lainnya di

Indonesia. Untuk produk khusus yaitu ABC yang merupakan produk maklon

penjualan dilakukan sendiri oleh pihak buyer.

3.3 Analisis Kualitas Produk (Finishing Product)

Kualitas produk sutau perusahaan merupakan unsur yang sangat penting

bagi perusahaan untuk mendapatkan perhatian bahkan senjata yang strategis untuk

dapat berkompetisi dengan para pesaing di pasaran. Penentuan kualitas dan mutu

suatu produk makanan sangat bergantung pada beberapa faktor diantaranya bahan

yang digunakan, rasa, warna, tekstur, dan zat yang terkandung (nilai gizi) di

dalamnya.

29

Kegiatan Finishing produk adalah suatu proses analisa produk yang telah

jadi sebelum produk tersebut diedarkan kemasyarakat. Tujuan dari kegiatan ini

yaitu mengetahui secara fisik dan kimia produk tersebut apakah sesuai dengan

standart yang telah di tentukan. Adapun jenis-jenis produk yang diproduksi oleh

PT BFPI antara lain:

1. Sarden Kaleng: Great 1 (2 macam produk) dan Great 1 (2 macam produk).

2. Makarel Kaleng

3. Tuna Kaleng : in brain, spring water, in oil.

4. Sambel Goreng Tuna Kaleng

5. Koktail Kaleng

6. Jagung Kaleng

7. Nuget Ikan Tuna

8. Krupuk Ikan Tuna

9. Bakso Ikan Tuna

10. Abon Ikan Tuna

Kegiatan yang dilakukan dalam proses finishing produk anatara lain yaitu

pencatatan identitas produk, pengukuran berat bersih produk (Net Weight),

tekanan, head space, berat ikan, kenampakan, rasa dan aroma saos dan ikan,

pengukuran pH, Brix, kadar garam, dan kadar asam saos, serta keadaan fisik

kemasan. Selanjutnya dilakukan pencocokan berdasarkan standart yang sudah

ditentukan oleh SNI maupun oleh perusahaan.

Langkah pertama yang dilakukan yaitu mengambil sampel berupa produk

hasil olahan yang siap untuk diedarkan ke masyarakat. Untuk produk kaleng

(sarden, makarel, dan tuna), sampel yang diambil harus mewakili siklus retort

(sejenis alat sterilisasi), siklus saos dan siklus simer (sejenis alat kukusan yang

bersuhu tinggi yang dihasilkan oleh uap air) yang digunakan. Pengambilan sampel

juga tergantung dari jumlah produk yang dihasilkan dalam perharinya. Adapun

standart jumlah pengambilan sampel yang harus dilakukan dalam setiap harinya,

berikut tabelnya:

30

Tabel 3.1 Standar Pengambilan Sampel

produksi kaleng/hari kaleng yang disampling/hari Nilai penerimaan (Ac)

<4800 kaleng 6 1

4801 – 24000 13 2

24001 – 48000 21 3

48001 – 84000 29 4

84001 – 144000 38 5

144001 – 240000 48 6

>240000 60 7

Sumber: PT. Blambangan Foodpackers Indonesia.

Berikut contoh perhitungan pengambilan sampel yang harus dilakukan oleh QC:

Misalkan

Pada hari 1

Produk sarden A : 121.234 kaleng

Produk sarden B : 71.000 kaleng

Jumlah total

produksi :

192.234 kaleng (lihat tabel)

Berdasarkan table diatas, dapat dilihat bahwa sampel yang harus diambil sebanyak

48 sampel. Selanjutnya menghitung banyaknya sampel produk A dan B yang

harus diambil dengan cara sebagai berikut:

…………………Sehingga,

Produk A yang harus d ambil sebanyak: 30 kaleng

Produk B yang harus d ambil sebanyak: 18 kaleng

Selanjutnya, dari sekian banyak sampel tersebut dari tiap produknya harus

mewakili tiap retort, siklus saos, dan siklus simer. Selain itu juga harus mewakili

tiap keranjang pada retort. Untuk sampel tuna, harus dilakukan pengambilan

sampel untuk jenis tuna yang berbeda.

Langkah kedua yaitu mencatat identitas produk dengan format yang sudah

ditentukan, yang biasanya menggunakan kode tertentu yang melambangkan

sumber sampel yang diambil berasal dari mana. Hal ini dilakukan untuk

31

memudahkan proses analisa. Berikut contoh kode yang terdapat pada kaleng

sampel:

Jika sampel yang diambil tidak ada kode tertentu pada kemasannya seperti

Koktail, Jagung Kaleng, Nuget Ikan Tuna, Krupuk Ikan Tuna, Bakso Ikan Tuna,

dan Abon Ikan Tuna, maka yang dicatat hanya nama produknya saja.

Langkah ketiga yaitu menimbang produk sebagai nilai Net Weight yaitu berat

bersih produk dengan menimbang kaleng kosong dengan ukuran yang sama

dengan produk yang akan diukur dengan menggunakan neraca digital, kemudian

dinolkan kembali, setelah itu barulah dilakkan penimbangan pada produk yang

dianalisa. Setelah itu dicatat hasilnya dalam tabel analisa.

Langkah keempat yaitu pengukuran tekanan (vacum) didalam kemasan

(kaleng) menggunakan alat yang disebut vacuum gauge dengan satuan inHg,

dengan cara menancapkan alat tersebut pada bagian tutup kemasan sehingga

nantinya muncul skala tekanan yang terdapat didalam kemasan kaleng. Kemudian

hasilnya dicatat pada tabel analisa.

Langkah kelima yaitu membuka tutup kemasan kaleng dan kemudian diukur

Head Space (dari permukaan produk hingga batas atas kaleng). Proses ini

bertujuan untuk mengetahui seberapa banyak isi dan udara yang terdalat didalam

kemasan.

Proses analisa selanjutnya untuk setiap jenis produk, proses analisanya

berbeda-beda yaitu sebagai berikut:

1. Sarden dan Makarel: dituang isi pruduk dalam wadah, kemudian dilihat

penampilannya yang meliputi: kenampakan ikan, saos, dan tidaknya

32

foreign material. Serta dilakukan penciuman dan pencicipan ikan dan

saos. Proses ini dinamakan proses analisa secara organoleptik.

Analisa Organoleptik merupakan suatu proses pengujian yang mana

menggunakan idera manusia sebagai alat untuk mengukur kelayakan satu

sampel. Proses analisa jenis ini biasanya digunakan untuk menentukan

aroma, rasa, tekstur, dan warna produk yang dihasilkan. Proses ini sangat

berpengaruh terhadap kualitas produk. Sehingga perlu dilakukan analisis

oleh para analis yang memiliki indera yang sangat sensitif guna kualitas

produk tetap terjaga baik.

Selanjutnya ikan diambil dan dipisahkan ikan dari saosnya dan dilakukan

perhitungan massa sebagai nilai berat bersih ikan (Drained Weight) serta

dihitung jumlah ikan dalam setiap kalengnya, selain itu juga disebutkan

jenis ikan yang ada di dalam kaleng tersebut. Selanjutnya untuk sampel

yang siklus saosnya sama diambil sedikit (kurang lebih satu cup kecil),

kemudian diukur pH, Brix (banyaknya padatan yang larut), kadar garam,

kadar asam saos, serta viskositas. Selanjutnya hasil tersebut dicatat dalam

tabel analisa.

2. Tuna: dituangkan isi pruduk ke dalam wadah, kemudian dilihat

penampilannya yang meliputi: kenampakan ikan, oil, dan tidaknya foreign

material. Selanjutnya ditiriskan selama 2 menit sehingga isi ikan dan

cairan dalam kaleng terpisahkan, selanjutnya dihitung massa ikannya

sebagai nilai dari Drained Weight. Selanjutnya isi ikan dituangkan ke

dalam wadah atau Loyang, kemudian dipisah-pisahkan berdasarkan bentuk

ikan (hancur dan utuh), serta dicari apakah ada tulang, kulit ataupun

daging coklat yang terselip pada ikan. Setelah itu dihitung massa daging

ikan yang hancur, kemudian dihitung juga massa daging ikan yang masih

utuh untuk mengetahui prosentase isi ikan utuh dan hancur dalam kaleng.

Proses selanjutnya dicicipi dan dicium aroma ikan dan saosnya (analisa

secara organoleptik), serta di-check tingkat kekerasan ikan. Untuk cairan

yang ditiriskan ditampung dan dihitung prosesntase minyak dan air yang

33

terkandung secara manual melalui perbandingan volume cairan.

Selanjutnya hasil tersebut dicatat dalam tabel analisa.

3. Koktail dan Jagung: dituangkan isi pruduk ke dalam wadah, kemudian

dilihat penampilannya yang meliputi: kenampakan buah, dan saus buah,

dan tidak adanya foreign material. Kemudian ditiriskan selama 2 menit,

dipisahkan isi dan sausnya dalam wadah yang berbeda. kemudian dihitung

massanya sebagai Drained Weight. Kemudian isi buah dipisahkan lagi

berdasarkan jenis buahnya dan dihitung massa masng-masing buah. Untuk

sausnya diambil sedikit untuk diukur pH dan Brixnya. Hasil pengukuran

yang diperoleh kemudian dicatat dalam tabel analisa.

4. Nuget, Bakso Ikan Tuna, Krupuk dan Abon Ikan Tuna: dilakukan analisa

secara organoleptik dengan cara melihat tekstur (kekenyalan), aroma dan

rasa sampel.

Setelah semua data terkumpul barulah dilakukan perhitungan rata-rata dari data

yang ada, kemudian distandartkan. Apabila nilainya terlalu jauh dari standart dan

diketahui terdapat ikan yang kondisinya tidak bagus (tekstur dan rasa) maka

dilakukan resample yaitu melakukan analisa ulang dengan sampel yang berbeda

namun dari sumber yang sama. Dan apabila setelah melakukan beberapa kali

resample menghasilkan data yang sama, maka seluruh produk yang diwakilkan

akan ditahan untuk diproduksi dan disimpan selama 1 minggu untuk dianalisa

kembali. Apabila hasil data yang diperoleh tidak mengalami masalah maka

produk tersebut akan di-release ke daerah lokal atau luar pulau, dan apabila

produk tersebut tetap mengalami masalah (ikan tidak layak konsumsi dan

kemasan tidak bagus), maka produk tersebut akan dihancurkan. Sedangkan untuk

produk yang hanya mengalami kerusakan kemasan yang menggembung atau

penyok maka untuk produk tersebut harus di reject atau dijual diluar pabrik

dengan ketentuan kemasan produk harus dalam keadaan terbuka.

3.4 Analisis Bahan Baku Saus

Saus merupakan salah satu faktor penting dalam pembuatan sarden yang

diproduksi oleh PT. BPFI. Pemberian saus pada sarden yang dibuat oleh PT. BFPI

34

ini bertujuan untuk pelembap ikan, penambah cita rasa, memperkaya kandungan

gizi dan menambah daya tarik makanan yang pada intinya sangat berpengaruh

besar terhadap cita rasa produk yang dihasilkan. Oleh karena itu diperlukan suatu

perlakuan khusus guna kualitas dan mutu dari saus tetap terjaga dengan baik.

Saus merupakan bahan setengah cair atau sejenis cairan yang dikentalkan

dengan salah satu bahan pengental. Bahan pengental yang dapat digunakan antara

lain, terigu, tepung beras, atau tepung jagung. Bahan dasar dalam pembuatan saus

untuk makanan kaleng PT. BFPI antara lain:

Pasta tomat

Cmc (carboxy methyl cellulose)

Garam

Gula

MSG

Bawang bombai

Bawang merah

Bawang putih

Oleosin

Paprika

Jahe

Asetic acid

Hal pertama yang dilakukan dalam proses analisis bahan baku saus yaitu

pengambilan sampel. Dalam pengambilan sampel, dilakukan sebanyak tiga kali

dalam setiap pembuatan saus yaitu sampel mentah, sampel matang dan sampel

yang sudah diolah dalam kaleng beserta ikan (saus finish good). Setiap kali

produksi sarden, PT. BFPI memproduksi saus sebanyak 4 - 8 bet setiap produk

sarden per harinya. Untuk setiap bet saus berisikan 420 liter. Setiap satu bet dibuat

dalam satu formula saus dan masuk ke dalam setiap kaleng melalui satu siklus

saus. Oleh karena itu setiap satu bet harus diambil tiga sampel yaitu sampel saus

mentah, saus matang, dan saus finish good. Selanjutnya dilakukan proses analisis

35

untuk mengetahui kualitas saus yang dihasilkan. Adapun beberapa proses yang

dilakukan dalam analisis saus, yaitu:

a. Analisis kadar garam

Penentuan kadar garam pada saus PT. BFPI menggunakan metode titrasi

argentometri (metode Mohr) atau titrasi pengendapan. Titrasi argentometri metode

Mohr merupakan salah satu metode analisis dalam penentuan kadar garam yang

didasarkan pada kesetimbangan suatu reaksi yang menghasilkan endapan oleh ion

Ag+ dari perak nitrat. Ag

+ yang berlebih kemudian akan bereaksi dengan indikator

dan menghasilkan perubahan warna pada larutan yang kemudian perubahan ini

digunakan sebagai penentu titik akhir titrasi dalam penentuan kadar garam.

Prinsip dasar metode ini adalah mereaksikan AgNO3 dengan NaCl sehingga

terbentuklah endapan AgCl yang berwarna putih. Apabila semua Cl- sudah habis

bereaksi, maka Ag+ yang berlebih akan bereaksi dengan CrO4

2- dari indikator

K2CrO4 yang ditambahkan, kemudian terbentuklah warna merah bata dari

endapan yang dihasilkan yaitu Ag2CrO4 yang menandakan titik akhir titrasi.

Titrasi dengan menggunakan metode ini sangat dipengaruhi oleh adanya

pH, dimana pH larutan yang digunakan harus dalam keadaan netral atau dengan

sedikit alkalis yaitu pH 6,5 – 9,0. Jika terlalu asam (pH < 6), sebagian indikator

K2CrO4 akan membentuk HCrO4-, sehingga larutan AgNO3 lebih banyak yang

dibutuhkan untuk membentuk endapan Ag2CrO4. Pada pH basa (pH > 8),

sebagian Ag+ akan terendapkan menjadi perak karbonat atau perak hidroksida,

sehingga larutan AgNO3 sebagai penitrasi lebih banyak yang dibutuhkan.

Penentuan kadar NaCl pada saus PT. BFPI dilakukan dengan cara sampel

diambil sebanyak 5 gram kemudian dimasukkan dalam labu ukur 50 mL dan

ditambahkan aquades hingga tanda batas. Kemudian dikocok hingga larutan

homogen. Setelah itu Diambil sebanyak 5 mL dengan menggunakan pipet volum

dan dimasukkan kedalam Erlenmeyer 250 mL kemudian ditambahkan aquades

hingga tanda batas 100 mL pada Erlenmeyer dan ditambahkan 6 tetes K2CrO4

10%. Selanjutanya dilakukan tirtrasi dengan menggunakan larutan AgNO3 0,1 N

yang telah diketahui faktor koreksinya. Dilakukan titrasi hingga terjadi perubahan

warna dari kuning menjadi merah bata. Kemudian dihitung kadar garamnya. Pada

36

saat dititrasi dengan menggunakan AgNO3, awalnya pada larutan terbentuk

larutan keruh berwarna putih yang merupakan AgCl dalam larutan yang berwarna

kuning. Larutan yang masih berwarna kuning kemudian bereaksi dengan AgNO3

dan membentuk endapan Ag2CrO4 berwarna merah bata. Akhir titrasi terjadi

dengan perubahan warna larutan yang sebelumnya berwarna kuning berubah

menjadi merah bata yang diakibatkan oleh reaksi ion kromat dengan ion perak dan

membentuk endapan berwarna merah bata dari perak kromat. Berikut reaksi kimia

yang terjadi selama perubahan tersebut:

AgNO3(aq) + NaCl(aq) → AgCl(s) + NaNO3(aq)

CrO42-

(aq) + 2Ag+

(aq)

Ag2CrO4(s)

Penentuan kadar garam pada saus yang dilakukan memiliki standar yang

telah ditentukan oleh PT. BFPI sebelumnya. Berikut merupakan standar kadar

garam dari berbagai macam saus:

Tabel 3.2 Standar Kadar Garam Saus

Jenis Saus Standar Kadar Garam Spec 09

Januari 2012,

No H-TD-SP-

61.20.46;

61.20.47; dan

61.20.42

Saus mentah Saus matang Saus FG

Saus Chilli 3,4 – 3,8 3,4 – 3,8 1,8 – 2,2

Saus Ekstra Pedas 3,6 – 4,0 3,7 – 4,1 1,9 – 2,3

Saus Tomat 3,6 – 4,0 3,7 – 4,1 1,6 – 2,0

Sumber: PT. Blambangan Foodpackers Indonesia

Setelah titik akhir titrasi tercapai, dilakukan perhitungan kadar garam

menggunakan rumus yang telah ditentukan oleh PT. BFPI yaitu sebagai berikut:

% kadar garam (NaCl) = ….ml AgNO3 0,1 N x Faktor konversi x 1,169

Dengan menggunakan rumus yang telah ditentukan diatas dan nilai dari faktor

konversi yang digunakan yaitu 0,99, didapatkan kadar garam saus tomat PT. BFPI

pada tanggal 17 Juli 2013, untuk saus mentah adalah 3,7; saus masak adalah 3,9;

dan saus FG adalah 1,9. Hasil tersebut telah mendekati standar garam untuk saus

sehingga tidak perlu dilakukan pengulangan dalam pembuatan saus. Apabila

37

diketahui nilai kadar garam jauh dari standar (terlalu turun atau naik), maka perlu

dilakukan sedikit perubahan formula saus yang digunakan serta dilakukan analisis

ulang terhadap bahan-bahan yang mempengaruhi produksi saus hingga nilai kadar

garam saus mendekati nilai standart yang sudah ditentukan. Nilai kadar garam

yang diperoleh mengalami peningkatan dari saus mentah menjadi saus matang,

hal ini diakibatkan air pada saus menguap terlebih dahulu sedangkan garamnya

mengendap, oleh karena itu kadar garam saus mentah menjadi lebih tinggi.

b. Analisis kadar asam

Penentuan kadar asam pada saus PT. BFPI dilakukan menggunakan metode

asidi alkalimetri atau titrasi asam basa yang termasuk dalam reaksi netralisasi

yakni reaksi antara ion hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida

yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Reaksi ini

dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara pemberi proton (asam) dengan

penerima proton (basa). Titrasi asam basa merupakan metode penentuan kadar

suatu zat (asam atau basa) berdasarkan reaksi asam basa dengan cara

menambahkan pereaksi yang sudah diketahui konsentrasinya hingga mencapai

titik ekivalen. Larutan baku yang digunakan dalam pross analisis ini yaitu larutan

NaOH 0,1 N dengan menggunakan indikator Phenolptalein (PP). Phenolptalein

merupakan senyawa organik yang berfungsi sebagai penanda telah tercapai titik

akhir titrasi. Indikator ini akan berubah warna pada trayek pH 8- 10 dengan

perubahan warna dari tidak berwarna menjadi warna merah jambu.

Proses analisis kadar asam pada saus PT. BFPI yang pertama kali dilakukan

yaitu menimbang sampel sebanyak 5 g kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur

50 ml dan ditambahkan aquades hingga tanda batas. Kemudian dilakukan

pengocokan hingga larutan dalam labu menjadi homogen. Selanjutnya diambil 10

ml larutan tersebut menggunakan pipet volum 10 ml dan dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 250 ml, kemudian ditambahkan aquades hingga mencapai tanda 100

ml pada erlenmeyer. Kemudian ditambahkan 3 tetes indikator Phenolftalein 1%.

Selanjutnya dilakukan titrasi menggunakan larutan NaOH 0,1N yang telah

diketahui faktor koreksinya. Dilakukan titrasi hingga terjadi perubahan warna dari

38

warna awal menjadi merah jambu yang konstan. Kemudian barulah dihitung kadar

asamnya.

Perubahan warna tersebut menandakan telah tercapainya titik ekivalen. Titik

ekuivalen merupakan suatu titik pada saat sejumlah mol ion OH- dari larutan baku

basa yang ditambahkan sama dengan jumlah mol ion H+ yang ada pada larutan

yang dititrasi secara stokiometri. Salah satu cara untuk mencapai tujuan ini adalah

dengan menambahkan beberapa tetes indikator asam-basa ke larutan asam saat

awal titrasi. Sedangkan saat larutan telah berubah warna merupakan titik akhir

dari titrasi. Berikut reaksi yang terjadi selama titrasi:

NaOH (aq) + CH3COOH (aq) CH3COONa (aq) + H2O (aq)

HO

CO

C O

OH

OH-

H+

O

C

CO2-

O-

Tidak Berwarna Berwarna Merah Jambu

+ H2O

Perubahan warna pada saat titrasi dari tidak berwarna menjadi berwarna

merah jambu diakibatkan oleh adanya reaksi antara PP dengan ion OH- dari

NaOH. Pada awal penambahan ion hidrogen yang berlebih akan menggeser posisi

kesetimbangan ke arah kiri, dan mengubah indikator menjadi tak berwarna.

Ketika ion hidroksida ditambahkan, hal ini mengakibatkan ion hidrogen dari

senyawa kompleks PP tertarik dan terikat oleh ion OH- membentuk H2O dan

mengarahkan kesetimbangan ke kanan, akibatnya struktur dari fenoltalin berubah

dan elektronnya terdelokalisasi ke seluruh bagian struktur PP. Delokalisasi ini

menghasilkan perubahan energi. Perubahan energy inilah yang mengakibatkan PP

menjadi berubah warna menjadi terlihat merah jambu.

Standar kadar asam digunakan untuk mengetahui sampel tersebut telah

memenuhi standar untuk digunakan sebagai bahan baku. Pada tabel 3.3 dituliskan

beberapa standar kadar asam untuk beberapa saus:

39

Tabel 3.3 Standar Kadar Asam Saus

Jenis Saus Standar Kadar Asam Spec 09

Januari 2012,

No H-TD-SP-

61.20.46;

61.20.47; dan

61.20.42

Saus mentah Saus matang Saus FG

Saus Chilli 0,55 – 0,75 0,47 – 0,87 0,4 – 0,6

Saus Ekstra Pedas 0,55 – 0,75 0,47 – 0,85 0,35 – 0,55

Saus Tomat 0,55 – 0,75 0,47 – 0,85 0,4 – 0,6

Sumber: PT. Blambangan Foodpackers Indonesia

Setelah titik akhir titrasi tercapai, dilakukan perhitungan kadar garam

menggunakan rumus yang telah ditentukan oleh PT. BFPI yaitu sebagai berikut:

% kadar asam (CH3COOH) = ….ml NaOH x 0,1 N x Faktor konversi x 0,6

Dengan menggunakan rumus yang telah ditentukan diatas dan nilai dari faktor

konversi yang digunakan yaitu 0,97, didapatkan kadar asam saus tomat PT. BFPI

pada tanggal 17 Juli 2013, untuk saus mentah adalah 0,65; saus masak adalah

0,75; dan saus FG adalah 0,45. Hasil tersebut telah mendekati standar asam untuk

saus sehingga tidak perlu dilakukan pengulangan dalam pembuatan saus. Apabila

diketahui nilai kadar asam jauh dari standar (terlalu turun atau naik), maka perlu

dilakukan hal yang sama seperti pada saat analisis kadar garam yaitu melakukan

sedikit perubahan terhadap formula saus yang digunakan serta dilakukan analisis

ulang terhadap bahan-bahan yang mempengaruhi produksi saus hingga nilai kadar

asam saus mendekati nilai standart yang sudah ditentukan.

c. Analisis pH

pH adalah suatu derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan

tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan atau konsentrasi

ion H+ dalam pelarut air. Alat yang digunakan untuk mengukur pH yaitu pH meter

dengan skala pH antara 0-14. Larutan yang bersifat asam adalah larutan yang

mempunyai pH antara 0-7, sedangkan larutan basa memiliki pH 7-14.

40

Pengukuran pH pada sampel saus PT. BFPI dilakukan pada suhu kamar

yaitu 25 oC. Hal ini dilakukan agar pengukuran yang dilakukan menghasilkan

hasil yang stabil dan presisi. Setelah suhu sampel sudah sesuai, disiapkan sampel

secukupnya kemudian dicelupkan alat pH meter sedalam 4 cm, kemudian

ditunggu hingga muncul skala pH yang konstan. pH meter yang digunakan dalam

proses ini yaitu pH meter dengan merek “HANNA” tipe HI 8424.

Teknik pengukuran ini menggunakan suatu membran sensor atau

permukaan sensor yang berfungsi sebagai setengah sel elektrokimia yang nantinya

menimbulkan potensial yang sebanding dengan logaritma dari aktivitas atau

konsentrasi ion yang dianalisis. Potensial sel diperoleh dengan mengukur pada

keadaan yang tidak ada arus melalui sel. Proses ini merupakan aplikasi langsung

dari persamaan Nernst dengan cara pengukuran potensial dua elektroda tidak

terpolarisasi pada kondisi arus nol. Dengnan pengukuran potensial reversibel

suatu elektroda, maka perhitungan aktivitas atau kosentrasi suatu komponen dapat

dilakukan.

pH meter ini dilengkapi dengan elektroda gelas dan thermostat untuk

mengukur suhu sampel saat pengukuran berlangsung. Prinsip kerjanya yaitu

didasarkan pada pengukuran potensial yang dihasilkan dari interaksi membran

elektroda terhadap aktivitas ion tertentu yaitu ion H+. Elektroda gelas ini terdiri

dari membran yang sangat tipis yang terbuat dari gelas yang permeabel terhadap

ion H+. Didalamnya terdapat elektroda indikator dan elektroda pembanding

Ag/AgCl yang dicelupkan ke dalam larutan buffer yang mengandung ion Cl-. Jadi

semakin banyak ion H+ yang dihasilkan dalam reaksi elektro kimia, maka semakin

besar potensial yang terukur oleh elektroda.

pH dari larutan sampel yang telah diukur harus memenuhi standar yang

telah ditetapkan. Berikut merupakan standar pH dari berbagai macam saus:

Tabel 3.4 Standar pH Saus

Jenis Saus Standar pH Spec 09

Januari 2012,

No H-TD-SP-

Saus mentah Saus matang Saus FG

Saus Chilli 3,6 – 4,0 3,7 – 4,1 4,9 – 5,3

41

Saus Ekstra Pedas 3,8 – 4,2 3,8 – 4,2 4,6 – 5,0 61.20.46;

61.20.47; dan

61.20.42 Saus Tomat

3,8 – 4,2 3,8 – 4,2 5,0 – 5,4

Sumber: PT. Blambangan Foodpackers Indonesia

Hasil yang diperoleh berdasarkan pengujian pH pada saus tomat PT. BFPI

pada tanggal 17 Juli 2013, untuk saus mentah adalah 4,05; saus masak adalah

3,75; dan saus FG adalah 5,08. Hasil tersebut telah mendekati standar pH untuk

saus sehingga tidak perlu dilakukan pengulangan dalam pembuatan saus. Nilai pH

berhubungan dengan nilai keasaman, semakin rendah nilai pH otomatis derajat

keasaman akan semakin meningkat, sehingga jika ditemukan nilai pH saus yang

terlalu jauh dari standart, maka perlu dilakukan penambahan atau pengurangan

asam asetat yang digunakan dalam pembuatan saus dan dilakukan analisis ulang

hingga nilai analisis mendekati nilai standart yang sudah ditentukan.

d. Analisis Brix

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, diketahui bahwa dalam saus yang

diproduksi oleh PT. BFPI menggandung beberapa bahan yaitu tepung (pati) gula,

garam, MSG, dan zat terlarut lainnya. Untuk mengetahui seberapa besar kandung

zat yang terlarut dalam saus tersebut dapat dilakukan suatu proses analisis

penentuan kadar zat terlarut atau yang biasa disebut dengan Brix. Brix (oBx)

merupakan suatu satuan untuk jumlah zat padat semu yang larut (dalam gr) setiap

100 gr larutan. Misalnya brix saus tomat yaitu 17 dalam saus, artinya bahwa dari

100 gram saus tomat, terdapat 17 gram merupakan zat padat terlarut dan 83 gram

adalah air. Alat yang digunakan dalam pengukuran brix adalah refraktometer.

Refraktometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur kadar/ konsentrasi

bahan terlarut misalnya: Gula, Garam, Protein dsb. Prinsip kerja dari

refraktometer sesuai dengan namanya adalah dengan memanfaatkan refraksi

cahaya. Pertama-tama cahaya polikromatis dari sinar lampu menyinari kaca

penutup, kemudian sampel diteteskan di atas prisma sehingga sampel akan terkena

cahaya polikromatis yang kemudian diteruskan ke prisma. Cahaya polikromatis

ini kemudian diubah menjadi cahaya monokromatis dan terjadi pemfokusan pada

42

lensa. Selanjutnya cahaya tersebut diteruskan ke biomaterial skip, sehingga tertera

skala. Skala dibaca dengan menggunakan mata melalui eye piece atau lubang

mata pada refraktometer. Berikut gambar alat yang digunakan di PT. BFPI dalam

analisis oBrix:

Gambar 3.2 Hand Refraktometer

Refraktometer yang digunakan dalam analisis ini adalam tipe hand-held.

Refraktometer terdiri atas beberapa bagian, yaitu kaca prisma biru, penutup kaca

prisma, knop pengatur skala, lensa, grip pegangan, biomaterial skip, lensa

pembesar, skala dan lubang teropong. Satuan skala pembacaan refraktometer yaitu

°Bx yaitu satuan skala yang digunakan untuk pengukuran kandungan padatan

terlarut. Skala °Bx dari refraktometer sama dengan berat gram sukrosa dari 100 g

larutan sukrosa atau % mass sucrose.

Analisis brix dilakukan untuk mengetahui kadar sukrosa yang terkandung

dalam tiga sampel saus yang diambil setiap pembuatan saus yaitu sampel mentah,

matang dan sampel FG. Cara analisis brix dilakukan hanya beberapa mL sampel

yang diletakkan pada alat pengukur brix yaitu refraktometer pada bagian kaca

yang berwarna biru, kemudian ditutup dengan menggunakan kaca penutup

berwarna putih, lalu dilakukan pengukuran dengan intensitas cahaya yang cukup

dan melihat skala yang terukur pada lubang. Beberapa saus juga mempunyai

standar brix yang digunakan sebagai acuan dalam perhitungan brix. Adapun

standar brix dapat dituliskan dalam tabel 3.5.

Tabel 3.5 Standar Brix Saus

Jenis Saus Standar Brix (% mass sucrose) Spec 09

Januari 2012,

No H-TD-SP-

Saus mentah Saus matang Saus FG

Saus Chilli 13 – 15 13 – 17 11 – 15

43

Saus Ekstra Pedas 20 – 22 20,5 – 24,5 18 – 22 61.20.46;

61.20.47; dan

61.20.42 Saus Tomat

13 – 15 13 – 17 11 – 15

Sumber: PT. Blambangan Foodpackers Indonesia

Hasil yang diperoleh berdasarkan pengujian Brix pada saus tomat PT. BFPI

pada tanggal 17 Juli 2013, untuk saus mentah adalah 13; saus masak adalah 14,5;

dan saus FG adalah 15. Hasil tersebut telah mendekati standar Brix untuk saus

sehingga tidak perlu dilakukan pengulangan dalam pembuatan saus. Apabila

diketahui nilai Brix jauh dari standar (terlalu turun atau naik), maka perlu

dilakukan sedikit perubahan formula saus yang digunakan serta dilakukan analisis

ulang terhadap bahan-bahan yang mempengaruhi produksi saus hingga nilai Brix

saus mendekati nilai standart yang sudah ditentukan.

e. Analisis viskositas

Kekentalan (viskositas) merupakan salah satu sifat fisik dari suatu zat cair

yang disebabkan oleh adanya gaya gesek antara molekul-molekul zat cair dengan

gaya kohesi pada zat cair tersebut. Pengukuran viskositas dapat dilakukan dengan

berbagai metode, untuk saus di PT. BFPI menggunakan alat yang dinamakan

Viskometer Brookfield yang didasarkan pengukuran gaya puntir sebuah rotor

silinder (spindle) yang dicelupkan ke dalam sampel. Semakin kuat gaya yang

dihasilkan, maka semakin tinggi nilai viskositasnya.

Perbedaan viskositas pada saus terjadi setelah dipanaskan. Saus matang

akan lebih kental atau memiliki nilai viskositas yang lebih tinggi dibandingkan

saus yang mentah karena zat yang terlarut semakin banyak. Viakositas saus

nilainya cukup besar, hal ini dikarenakan adanya bahan tambahan dalam saus

tersebut yakni tepung pati termodifikasi (CMC) dimana dengan suhu yang tinggi

akan mengalami proses gelatinisasi yang akan menghasilkan cairan lebih kental

setelah dilakukan pemasakan. Namun beberapa jenis saus tersebut juga memiliki

nilai standar untuk viskositas, seperti yang dituliskan dalam tabel 3.6 dibawah ini:

44

Tabel 3.6 Standar Viskositas Saus

Jenis Saus Standar Viskositas (Lv4, 12 rpm) Spec 09

Januari 2012,

No H-TD-SP-

61.20.46;

61.20.47; dan

61.20.42

Saus mentah Saus matang Saus FG

Saus Chilli 1500 – 2000 4500 – 6500 1500-2000

Saus Ekstra Pedas 750 – 1500 4000 – 6000 1000-2000

Saus Tomat 1500 – 2500 5000 – 7000 1500-1800

Sumber: PT. Blambangan Foodpackers Indonesia

Pengukuran menggunakan alat ini dilakukan secara manual, dimana skala

pengukuran yang dihasilkan harus dikalikan dengan faktor konversi yang tertera

pada alat yang ditunjukan pada tabel berikut ini:

Tabel 3.7 Faktor Konversi Viskometer

LV SPINDLE FACTOR

SPEED SPINDLE NUMBER

1 or 61 2 or 62 3 or 63 4 or 64

.3 200 1K 4K 20K

.6 100 500 2K 10K

1.5 40 200 800 4K

3 20 100 400 2K

6 10 50 200 1K

12 5 25 100 500

30 2 10 40 250

60 1 5 20 100

K= 1000

Dial reading x Factor = viscosity in Centipoise (mPa*s)

Sumber: PT. Blambangan Foodpackers Indonesia

Faktor ini disesuaikan dengan spindle dan kecepatan putaran yang digunakan.

Untuk pengukuran viskositas saus PT. BFPI menggunakan spindle nomer 4.

Hasil yang diperoleh berdasarkan pengukuran viskositas pada saus tomat

PT. BFPI pada tanggal 17 Juli 2013, untuk saus mentah adalah 500; saus masak

45

adalah 1000; dan saus FG adalah 1500. Berdasarkan hasil tersebut diketahui

bahwa saus mentah dan matang jauh dari standart nilai viskositas saus, sedangkan

untuk saus FG tepat dengan standart yang ada. Hasil penggukuran tersebut

menyatakan bahwa saus tersebut layak untuk di release.