analisis aspek teknis unit penangkapan pole and line di perairan teluk bone kab. luwu

69
ANALISIS ASPEK TEKNIS UNIT PENANGKAPAN POLE and LINE DI PERAIRAN TELUK BONE KABUPATEN LUWU SKRIPSI OLEH : AMAR ABDULLAH L 231 05 011 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN JURUSAN PERIKANAN

Upload: denada-anggia-dwi-putri

Post on 10-Nov-2015

49 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

ANALISIS ASPEK TEKNIS UNIT PENANGKAPAN POLE and LINE DI PERAIRAN TELUK BONE KABUPATEN LUWUoleh Amar Abdullah

TRANSCRIPT

ANALISIS ASPEK TEKNIS UNIT PENANGKAPAN POLE and LINE DI PERAIRAN TELUK BONE KABUPATEN LUWU

SKRIPSI

OLEH :

AMAR ABDULLAHL 231 05 011

PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANANJURUSAN PERIKANANFAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANANUNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR2011ANALISIS ASPEK TEKNIS UNIT PENANGKAPAN POLE and LINE DI PERAIRAN TELUK BONE KABUPATEN LUWU

OLEH :

AMAR ABDULLAHL 231 05 011

Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjanaPadaFakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan

PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANANJURUSAN PERIKANANFAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANANUNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR 2011HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi: Analisis Aspek Teknis Unit Penangkapan Pole and Line Di Perairan Teluk Bone Kabupaten LuwuN a m a :Amar Abdullah Stambuk:L 231 05 011Program Studi : Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui oleh :

Prof. Dr. Ir. Achmar Mallawa, DEA Prof. Dr. Ir. H. Najamuddin,M.Sc Ketua Anggota

Mengetahui,

Dekan Ketua Program Studi Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Prof. Dr. Ir. Hj. A. Niartiningsih,MP Dr. Ir. Aisjah Farhum, M.Si

Tanggal Lulus : 29 Juli 2011 ABSTRAK

AMAR ABDULLAH, L 231 05 011. Analisis Aspek Teknis Unit Penangkapan Pole and Line di Perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu. Di bawah bimbingan Achmar Mallawa dan Najamuddin.

Penelitian yang dilaksanakan pada bulan Februari sampai Maret 2011 bertujuan untuk mengetahui aspek teknis unit penangkapan pole and line di Perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi rakyat Indonesia khususnya Sulawesi Selatan untuk kemudian dilakukan usaha peningkatan dan pengembangan unit penangkapan pole and line. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sensus. Aspek teknis seperti deskripsi alat tangkap, metode penangkapan, lama trip, kualifikasi tenaga kerja, jumlah dan jenis hasil tangkapan, waktu penangkapan, musim penangkapan, daerah penangkapan ikan, jenis dan jumlah umpan, alat bantu penangkapan dan ukuran utama kapal dari unit penangkapan pole and line akan dianalisa secara deskriptif untuk mendapatkan data primer, sedangkan data sekunder diperoleh dari interview dan pengambilan data pribadi milik nelayan pole and line. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan ukuran alat tangkap panjang rata rata 2.8 m dengan diameter pangkal 2.75 cm dan berbahan dasar bambu, tali pancing terbuat dari bahan dasar nylon nomor 3 dengan panjang 2 m, dan mata pancing nomor 7 berbahan dasar timah. Ukuran rata-rata kapal pole and line adalah panjang (L) 22.42 m, lebar (B) 3.82 m dan tinggi (D) 1.83 m. Perbandingan L/B = 5,66 6,08, L/D = 11,39 13,16, dan B/D = 1.94 2.26. Rasio normal kapal pole and line adalah L/B = 4.80, L/D = 10.00, B/D = 1.95. Total produksi tahun 2010 adalah 128.074 ekor ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) dengan jumlah rata-rata produksi adalah 186 ekor/trip. Musim puncak penangkapan adalah bulan Juli-Oktober. Jumlah Trip dalam setahun dari keseluruhan 5 kapal adalah 574 trip dengan rata rata 114 trip/kapal. Jumlah tenaga kerja perunit penangkapan adalah 16 orang.

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,Alhamdulillah, Puji dan Syukur kehadirat ALLAH SWT., atas limpahan rahmatNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Analisis Aspek Teknis Unit Penangkapan Pole and Line Di Perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu ini sebagaimana mestinya.Dalam penyususnan skripsi ini, penulis banyak mendapat dukungan dan arahan dari berbagai pihak. Ucapan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orangtua Abdullah Ahmad dan Andi Marniawati As, yang telah mengasuh sejak lahir dengan penuh cinta dan kasih saying, doa-doa yang tak pernah hentinya, senantiasa memberikan tuntutan hidup serta kesempatan yang diberikan untuk memperoleh pendidikan yang terbaik. Tak lupa juga ucapan kasihku buat adik-adikku Akhrul Yusuf Abdullah dan Agung Aditya Abdullah yang senantiasa memberikan doa dan dukungannya. Semoga kita semua dapat berkumpul dalam Cahaya-Nya.Penulis yakin sepenuhnya bahwa dalam skripsi ini tidak akan mungkin dapat terwujud tanpa bantuan dan dukungan semua pihak. Karenanya Penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang setinggi-tingginya kepada:1. Prof. Dr. Ir. H. Achmar Mallawa, DEA selaku Pembimbing Utama dan Prof. Dr. Ir. Najamuddin, M.Sc selaku Pembimbing Anggota. Serta Prof. Dr. Ir. Metusalach, M.Sc selaku Penasehat Akademik yang selalu meluangkan waktu memberikan bimbingan, arahan-arahan dan semangat kepada penulis untuk mendapatkan yang terbaik. 2. Bapak dan Ibu Dosen Universitas Hasanuddin yang telah mendidik dan membimbing penulis selama ini.3. Kawan-kawan PSP #5 UH, yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.4. Kawan-kawan di HMP PSP UNHAS dan KEMAPI FIKP UNHAS yang sama berproses untuk berlawan.5. Kawan-kawan senat se-Unhas untuk pelajaran berteriak dan agitasi di jalanan yang begitu mendengung hingga saat ini. Semoga teriakan-teriakan itu tetap membekas untuk keberlanjutan perlawanan di Unhas.6. Kawan-kawan di HMI, LMND, KAMMI, UKPM, FMN yang memberikan penulis pandangan hidup dalam berproses di UNHAS.Penulis menyadari penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan masukan yang bersifat konstruktif dalam upaya perbaikan ataupun sebagai bahan kajian selanjutnya guna kesempurnaan skripsi ini, sehingga berguna bagi penulis, civitas akademika dan mayarakat luas. AminWassalamu Alaikum Warahmatullahi WabarakatuhMakassar, Juli 2011

Penulis

RIWAYAT HIDUP

Amar Abdullah. Lahir pada tanggal 22 Agustus 1987 di Kota Madya Palopo Sulawesi Selatan. Orang tua bernama Abdullah Ahmad dan Andi Marniawati As. Pada 1999 lulus SDN No. 9 Rape-rape Kelurahan Larompong Kabupaten Luwu, tahun 2002 lulus di SLTP Neg. 1 Larompong Kabupaten Luwu, dan tahun 2005 lulus SMK N 3 Makassar. Pada tahun 2005 penulis berhasil diterima di Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar melalui jalur SPMB. Selama Kuliah di Jurusan Perikanan, Penulis pernah menjabat sebagai anggota Majelis Pertimbangan Himpunan Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (MPH-PSP) pada tahun 2007-2008, Pengurus Himpunan Mahasiswa Perikanan Indonesia (HIMAPIKANI) Wilayah VI 2007-2009 dan Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Perikanan Universitas Hasanuddin (BEM KEMAPI UNHAS) periode 2008-2009.

DAFTAR ISI

HalamanHALAMAN PENGESAHANiiiRINGKASAN................................................................................................ivKATA PENGANTARvRIWAYAT HIDUP.viDAFTAR ISI...................................................................................................viiDAFTAR TABEL........................................................................................... ixDAFTAR GAMBAR.. xI. PENDAHULUANA. Latar Belakang..1B. Tujuan dan Kegunaan.2II. TINJAUAN PUSTAKAA. Aspek teknis .3B. Alat Tangkap .3C. Kapal Pole and line8III. METODE PENELITIANA. Waktu dan Tempat...12B. Alat dan Bahan...12C. Metode Penelitian..12D. Parameter Pengamatan...12E. Pengumpulan Data.13F. Analisa Data .13

IV. HASIL DAN PEMBAHASANA. Deskripsi Alat Tangkap...151. Joran152. Tali pancing153. Mata Pancing 16B. Metode Penangkapan181. Persiapan Kapal182. Persiapan Tenaga kerja..193. Persiapan Alat Tangkap..194. Persiapan Perbekalan.205. Penyiapan Umpan Hidup.20C. Kapal Pole and Line23D. Lama Trip..27E. Jenis dan Jumlah Tangkapan27F. Daerah dan Musim Penangkapan30G. Jenis dan Jumlah Umpan..31H. Alat Bantu Penangkapan..321. Rakit..332. Tali dan Pemberat...343. Atraktor..344. Tiang penandaan.34V. KESIMPULAN DAN SARANA. Kesimpulan 36B. Saran..37DAFTAR PUSTAKADAFTAR TABEL

No.Halaman1. Alat dan kegunaan ...12

2. Ukuran alat tangkap yang digunakan nelayan di Kabupaten Luwu...183. Tugas ABK pada kapal pole and line di Kab. Luwu.214. Nilai ukuran utama kapal pole and line di Kab. Luwu..265. Nilai rasio kapal pole and line di Kab. Luwu.276. Musim Penangkapan, Jumlah Trip, Total Tangkapan, Total Tangkapan Permusim, Rata-Rata Tangkapan Pertrip...30

\

DAFTAR GAMBAR

No.Halaman1. Jumlah alat tangkap penangkap ikan Tuna dan Cakalangdi Wilayah Teluk Bone sul-sel thn 2007..1

2. Joran, tali dan mata pancing yang dipakai oleh nelayan pole and line di Kabupaten Luwu 19

3. Proses pemancingan....24

4. Kapal pole and line yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Luwu Bone..25

5. Proses pengambilan umpan.33

6. Rumpon yang digunakan oleh nelayan Kabupaten Luwu sebagai alat bantu penangkapan.........34

7. Serok dan Pot Umpan..35

I. PENDAHULUANA. Latar BelakangPerairan Teluk Bone Kabupaten Luwu merupakan salah satu kawasan perairan di Sulawesi Selatan yang memiliki sumber daya perikanan yang potensial. Kawasan perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu yang oleh masyarakat nelayan melakukan salah satu usaha penangkapan ikan, dimana alat tangkap yang banyak dipergunakan untuk kegiatan penangkapan ikan di Kabupaten Luwu adalah alat tangkap pole and line. Pole and line di perairan Teluk Bone telah memberikan sumbangsih yang cukup besar terhadap tingkat produksi perikanan di Sulawesi Selatan. Hal ini dapat dilihat dari produksi hasil tangkapan yang cukup besar dan adanya peningkatan dari tahun ke tahun. Pole and line sebagai alat tangkap ikan permukaan (pelagis) yang hidup bergerombol perlu dipertahankan. Hal ini dikarenakan tertangkapnya ikan dengan alat tangkap tersebut satu persatu sehingga alat tangkap tersebut termasuk selektif, dengan demikian sumber daya alam dapat terjamin kelestariannya (Sriawan, 2002).

Gambar 1. Jumlah Alat Tangkap Penangkap ikan Tuna dan Cakalang di Wilayah Teluk Bone, Sulawesi Selatan pada Tahun 2007 (DKP, Sul-Sel, 2008).Jumlah alat penangkapan ikan yang dapat menangkap ikan tuna dan cakalang di kab./kota yang ada di Perairan Teluk Bone Sulawesi Selatan dapat dilihat pada gambar. Dari Gambar 1 terlihat sesuatu yang ironis, dimana data alat tangkap pole and line yang beroperasi di Kabupaten Luwu (2007) yang sepanjang bagian baratnya adalah Perairan Teluk Bone dengan luas 31.837,077 km2 (Mallawa, 2008) yang tentunya memiliki sumberdaya perikanan yang sangat besar terutama ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) hanya berjumlah 19 unit dan jumlahnya semakin mengalami penurunan pada tahun 2008 yang hanya tinggal 6 unit (Rais, 2008). Kondisi ini dikarenakan para pemilik unit penangkapan pole and line banyak yang beralih mata pencaharian karena faktor kenaikan harga BBM pada tahun 2005 yang menyebabkan kerugian, sehingga para pemilik unit penangkapan pole and line terpaksa gulung tikar karena tak mampu lagi membeli pasokan BBM yang cukup untuk mencari fishing ground yang jauh dari fishing base sehingga beralih ke usaha lainnya yang lebih menguntungkan. Kondisi unit penangkapan tersebut yang mengalami penurunan mendasari peneliti untuk mengevaluasi kondisi teknis unit penangkapan pole and line di Kabupaten Luwu.B. Tujuan dan KegunaanPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui aspek teknis dari unit penangkapan pole and line di Kabupaten Luwu. Sedangkan kegunaan dari penelitian ini adalah dapat menjadi bahan informasi bagi rakyat Indonesia khususnya Sulawesi Selatan untuk kemudian dilakukan usaha peningkatan dan pengembangan unit penangkapan pole and line.

II. TINJAUAN PUSTAKASalah satu cara untuk meningkatkan produksi perikanan laut adalah pengusahaan unit penangkapan yang produktif, baik dalam jumlah maupun nilai hasil tangkapan. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka nelayan harus memiliki alat tangkap yang tingkat efisiennya tinggi, baik dari segi teknis maupun ekonomis serta sesuai dengan daerah penangkapan ikan (Pane, 1979).A. Aspek TeknisMonintja, dkk (1986) menyatakan bahwa aspek teknis dari suatu usaha penangkapan yang perlu diperhatikan adalah jenis alat dan ukurannya, jenis kapal (termasuk jenis penggerak yang digunakan), kualifikaasi tenaga kerja yang diperlukan, metode penangkapan, lama trip, daerah penangkapan, waktu penangkapan dan kapasitas tangkap dari unit usaha yang digunakan. Berdasarkan tingkat produksi fisik yang dihasilkan untuk suatu alat tangkap, dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan hasil perikanan dapat dilakukan dengan cara penambahan jumlah trip (khusus pada musim puncak). Selain itu ditunjang oleh daya tahan alat dan harga hasil penangkapan yang layak. Faktor lain yang turut menentukan peningkatan produksi adalah penyempurnaan alat, metode dan teknik penangkapan (Monintja, 1986). B. Alat TangkapMonintja (1968) mengatakan bahwa pada prinsipnya alat tangkap pole and line terdiri dari tiga bagian yakni : tangkai pancing (pole), tali pancing (line) dan mata pancing (hookless).Pole atau tangkai pancing dibuat dari bambu yang ruas-ruasnya banyak sehingga banyak buku-buku yang memperkuatnya atau dibuat dari fiberglass. Line atau tali pancing yang dibuat dari nylon multifilament biasanya panjangnya 2/3 dari pada panjang tangkai pancing. Hookless atau mata pancing terdiri dari timah pemberat, pembungkus, bulu ayam, dan mata pancing yang tidak berkait balik (Monintja, 1968).Pole and line yaitu pancing yang digunakan untuk menangkap jenis ikan cankalang, tuna, tongkol, pancing ini terdiri dari joran, tali pancing dan umpan. Dioperasikan secara bersama diatas kapal. pole and line biasa disebut dengan huhate. Sebagai penangkap ikan alat ini sangat sederhana desainnya, hanya terdiri dari joran, tali, dan mata pancing. Tetapi sesungguhnya cukup kompleks karena dalam pengoperasiannya memerlukan umpan hidup untuk merangsang kebiasaan menyambar mangsa pada ikan (Nedeelec, 1976)Secara umum alat tangkap pole and line terdiri dari joran (bambu atau lainnya) untuk tangkai pancing, polyethylene untuk tali pancing dan mata pancing yang tidak berkait terbalik (Dinas Perikanan Jawa Barat, 2008). Diskripsi alat tangkap pole and line ini adalah sebagi berikut : Joran (galah). Bagian ini terbuat dari bambu yang cukup tua dan mempunyai tingkat elastisitas yang baik. Yang umum digunakan adalah bambu yang berwarna kuning. Panjang joran berkisar 2 - 2,5 m dengan diameter pada bagian pangkal 3 4 cm dan bagian unjuk sekitar 1 1,5 cm. Sebagaimana telah banyak digunakan joran dari bahan sintesis seperti plastik atau fibres. Tali utama (main line). Terbuat dari bahan sintesis polyethylene dengan panjang sekitar 1,5 - 2 m yang disesuaikan dengan panjang joran yang digunakan, cara pemancingan, tinggi haluan kapal dan jarak penyemprotan air. Diameter tali 0,5 cm dan nomor tali adalah No 7. Tali sekunder. Terbuat dari bahan monopilament berupa tasi berwarna putih sebagai pengganti kawat baja (wire leader) dengan panjang berkisar 20 cm. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terputusnya tali utama dengan mata pancing sebagai akibat gigitan ikan cangkalang. Mata pancing (hook) yang tidak berkait balik. Nomor mata pancing yang digunakan adalah 2,5 2,8. Pada bagian atas mata pancing terdapat timah berbentuk slinder dengan panjang sekitar 2 cm dan berdiameter 8 mm dan dilapisi nikel sehingga berwarna mengkilap dan menarik perhatian ikan cangkalang. Selain itu, pada sisi luar silender terdapat cincin sebagai tempat mengikat tali sekunder. Di bagian mata pancing dilapisi dengan guntingan tali rapia berwarna merah yang membungkus rumbia-rumbia tali merah yang juga berwarna sebagai umpan tiruan. Pemilihan warna merah ini disesuaikan dengan warna ikan umpan yang juga berwarna merah sehingga menyerupai ikan umpan.Sebelum pemancingan, dilakukan penyomprotan air untuk mempengaruhi visibility ikan terhapap kapal atau para pemancing. Adanya faktor umpan hidup inilah yang membuat cara penangkapan ini menjadi agak rumit. Hal ini disebabkan karena umpan hidup harus sesuai dalam ukuran dan jenis tertentu, disimpan, dipindahkan, dan dibawa dalam keadaan hidup. Ini berarti diperlukan sistem penangkapan umpan hidup dan disain kapal yang sesuai untuk penyimpanan umpan supaya umpan hidup dapat tahan sampai waktu penggunaannya (Ayodhyoa, 1981)Dalam pelaksanaan operasi dengan alat pole and line ini disamping digunakan umpan tiruan berupa sobekan-sobekan kain, guntingan tali rafia, ataupun bulu ayam juga digunakan umpan hidup. Umpan hidup ini dipakai untuk lebih menarik perhatian ikan cakalang agar lebih mendekat pada areal untuk melakukan pemancingan. Sedangkan dalam melakukan operasi pemancingan digunakan pancing tanpa umpan. Hal ini bertujuan untuk efisiensi dan efektifitas alat tangkap, karena ikan cakalang termasuk pemangsa yang rakus. Hal ini sesuai dengan pendapat Ayodhyoa (1981) bahwa jika ikan makin banyak dan makin bernafsu memakan umpan, maka dipakai pancing tanpa umpan dan mata pancing ini tidak beringsang (tidak berkait).Teknik operasi penangkapan ikan menggunakan pole and line yaitu; Setelah semua persiapan telah dilakukan, termasuk penyediaan umpan hidup, maka dilakukan pencarian gerombolan ikan oleh seorang pengintai yang tempatnya dianjungan kapal, dan menggunakan teropong. Pengoperasian bisa juga dilakukan didekat rumpon yang telah dipasang terlebih dahulu. Setelah menemukan gerombolan ikan harus diketahui arah renang ikan tersebut baru kemudian mendekati gerombolan ikan tersebut. Sementara pemancing sudah harus bersiap masing-masing pada sudut kiri kanan dan haluan kapal. Cara mendekati ikan harus dari sisi kiri atau kanan dan bukan dari arah belakang. Pelemparan umpan dilakukan oleh boi-boi setelah diperkirakan ikan telah berada dalam jarak jangkauan pelemparan, kemudian ikan dituntun kearah haluan kapal. Pelemparan umpan ini diusahakan secepat mungkin sehingga gerakan ikan dapat mengikuti gerakan umpan menuju haluan kapal. Pada saat pelemparan umpan tersebut, mesin penyomprot sudah difungsikan agar ikan tetap berada didekat kapal. Pada saat gerombolan ikan berada dekat haluan kapal, maka mesin kapal dimatikan. Sementara jumlah umpan yang dilemparkan kelaut dikurangi, mengingat terbatasnya umpan hidup. Selanjutnya, pemancingan dilakukan dan diupayakan secepat mungkin mengingat kadang-kadang gerombolan ikan tiba-tiba menghilang terutama jika ada ikan yang berdarah atau ada ikan yang lepas dari mata pancing dan jumlah umpan yang sangat terbatas. Pemancingan biasanya berlangsung 15 30 menit. Waktu pemancingan tidak perlu dilakukan pelepasan ikan dari mata pancing disebabkan pada saat joran disentakkan ikan akan jatuh keatas kapal dan terlepas sendiri dari mata pancing yang tidak berkait. Berdasarkan pengalaman atau keahlian memancing nelayan, pemancing kadang dikelompokkan kedalam pemancing kelas I, II, dan III. Pemancing kelas I (lebih berpengalaman) ditempatkan dihaluan kapal, pemancing kelas II ditempatkan disamping kapal, dekat kehaluan, sedangkan pemancing kelas III ke samping kapal agak jauh dari haluan. Untuk memudahkan pemancingan, maka pada kapal Pole and Line dikenal adanya flying deck atau tempat pemancingan (Kristjonson,1959).Hal lain yang perlu diperhatikan pada saat pemancingan adalah menghindari ikan yang telah terpancing, jatuh kembali kelaut. Hal ini akan mengakibatkan gerombolan ikan yang ada akan melarikan diri ke kedalaman yang lebih dalam dan meninggalkan kapal, sehingga mencari lagi gerombolan ikan yang baru tentu akan mengambil waktu. Disamping itu, banyaknya ikan-ikan kecil diperairan sebagai natural bait akan menyebabkan kurangnya hasil tangkapan. Jenis-jenis ikan tuna, cakalang, dan tongkol merupakan hasil tangkapan utama dari alat tangkap pole and line (Kristjonson, 1959).C. Kapal Pole and LineFyson (1985) menyatakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi perencanaan kapal ikan dapat dikelompokkan sebagai berikut:1. Sumberdaya yang tersedia2. Alat dan metode penangkapan ikan3. Karakteristik daerah penangkapan4. Dalil-dalil dan peraturan yang digunakan dalam desain5. Pemilihan material yang digunakan6. Aspek ekonomiMenurut Malangjoedo (1978) letak dan kayanya fishing ground yang akan dijadikan daerah operasi penangkapan akan menentukan pula jenis dan ukuran kapal yang akan dipergunakan. Selanjutnya dikatakan bahwa ada tiga ukuran kapal pole and line yakni : Kapal ukuran kecil yakni 7 15 GT, jarak operasinya kurang dari 30 mil dan tanpa pengawetan. Kapal ukuran sedang yakni 15 50 GT, jarak operasinya 30 50 mil dengan pengawetan es dan lama operasinya kurang dari 5 hari. Kapal ukuran besar yakni 100 GT ke atas, lama operasinya bias sampai 40 hari atau lebih.Kapal ikan adalah salah satu jenis dari kapal laut, karena itu syarat-syarat yang diperlukan oleh suatu kapal laut juga diperlukan kapal ikan. Namun berbeda dengan jenis kapal umum lainnya seperti kapal penumpang atau kapal barang, kapal ikan mempunyai fungsi operasional yang lebih rumit dan berat. Kapal ikan dipakai untuk menangkap, menyimpan dan mengangkut ikan serta kegiatan lain yang berhubungan dengan tujuan usaha perikanan. Mengingat fungsi operasional kapal ikan ini, diperlukan suatu persyaratan khusus yang merupakan keistimewaan dan karakteristik kapal ikan. Keistimewaan pokok yang dimiliki kapal ikan, antara lain ialah tentang kecepatan kapal, kemampuan olah gerak, kelaik lautan, luas lingkup area pelayaran, tenaga penggerak, peralatan kapal dan lain lain. Dengan demikian desain konstruksi kapal ikan memerlukan pertimbangan khusus agar kapal yang dibangun dapat mengakomodasi keinginan operasional usaha penangkapan ikan (Ayodhyoa, 1972).Ayodhyoa (1972) mengemukakan bahwa kapal ikan mempunyai jenis dan bentuk yang beraneka ragam, dikarenakan tujuan usaha keadaan perairan dan lain sebagainya, yang dengan demikian bentuk usaha itu akan menentukan bentuk dari kapal ikan. Ukuran utama kapal terdiri dari panjang kapal (L), lebar kapal (B), tinggi kapal (D), dan draft (d). Besar kecilnya ukuran utama kapal berpengaruh pada kemampuan (ability) suatu kapal dalam melakukan pelayaran atau operasi penangkapan, dimana : Nilai L (panjang), erat hubungannya dengan interior arrangement, seperti letak kamar mesin, tangki bahan bakar, tangki air tawar, palka, kamar ABK, perlengkapan alat tangkap dan peralatan lainnya. Nilai B (lebar), berhubungan dengan stabilitas dan daya dorong kapal. Nilai D (dalam/tinggi), berhubungan erat dengan tempat penyimpanan barang dan stabilitas kapal. Menurut Ayodhyoa (1972), yang dimaksud dengan kapal pole and line adalah kapal ikan yang tujuan usahanya menangkap ikan cakalang (Katsuwonus Pelamis), tapi dalam pengoperasiannya tidak menutup kemungkinan ikan lain ikut tertangkap.Bentuk kapal pole and line memiliki bebrapa kekhususan antara lain ; Bagian atas dek kapal bagian depan terdapat plataran (flat form) yang digunakan sebagai tempat memancing. Dalam kapal harus tersedia bak-bak untuk penyimpanan ikan umpan yang masih hidup Pada kapal pole and line ini harus dilengkapi dengan sistem semprotan air (water splinkers system) yang dihubungkan dengan satu pompa.Kapal pole and line adalah kapal yang penggunaannya untuk menangkap ikan cakalang dengan pancing. Ukuran kapal diantara 5 300 GT yang dianggap potensial. Kapal ini dilengkapi dengan bak umpan hidup yang dapat menyimpan dan membawa umpan dengan baik, dan penyemprot air pada flying deck yang diperlukan waktu operasi penangkapan ikan, dimana fungsinya untuk memecahkan permukaan air dan mengaburkan penglihatan ikan sehingga ikan-ikan yang dipancing akan terkonsentrasi pada umpan (Tampubolon, 1980).Biaya pengelolaan kapal tergolong besar dan sifatnya rutin, oleh karena itu perlu dilakukan pertimbangan teknis yang bertujuan terhadap efisiensi ekonomis sehingga dapat menjamin daya tahan serta memperpanjang penggunaan kapal dan dapat menekan biaya operasional. Harga kapal ikan relatif lebih mahal dari kapal dagang dan umumnya diartikan sebagai jumlah tahun selama kapal di pelabuhan. Perhitungan umur kapal ini dimulai saat peluncuran sampai dengan waktu kapal ikan tidak mampu dipakai atau dipelihara. Umur atau ketahanan kapal dapat ditinjau dari beberapa faktor yaitu kekuatan fisik, faktor ekonomis dan peraturan pemerintah (Monintja dkk, 1986).

III. METODOLOGI PENELITIANA. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih dua bulan yaitu dari awal bulan Februari 2011 sampai akhir Maret 2011 di Kabupaten Luwu.B. Alat dan Bahan Peralatan yang dipakai beserta kegunaannya pada penelitian ini adalah:Tabel 1. Alat dan kegunaanNoPeralatanKegunaan

1.Alat Tulis Menulis Mencatat data

2.KameraDokumentasi

3.Laptop, Microsoft OfficeMengolah dan menganalisa data

4.Meteran Untuk mengukur kapal dan joran

Materi atau bahan dasar pada penelitian ini adalah 6 unit penangkapan pole and line yang biasa beroperasi di Perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu dan kuisioner untuk pengambilan data lapangan.C. Metode PenelitianMetode yang digunakan untuk kegiatan penelitian ini adalah metode sensus. D. Parameter PengamatanDalam aspek teknis yang diamati adalah: Deskripsi alat tangkap (jenis dan ukuran dari joran, tali dan umpan) Metode penangkapan Lama trip Kualifikaasi tenaga kerja Jenis dan jumlah hasil tangkapan Waktu penangkapan Musim penangkapan (puncak, biasa, paceklik) Daerah penangkapan ikan Jenis dan jumlah umpan Alat bantu penangkapan Ukuran utama kapal (L, B, D dan mesin yang digunakan kapal pole and Line)E. Pengumpulan DataBerdasarkan sasaran yang ingin di capai, maka penelitian ini menggunakan dua kelompok data yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data hasil pengamatan langsung dilapangan pada operasi penangkapan ikan meliputi : 1. Ukuran alat tangkap pole and line yang digunakan oleh nelayan Kab. Luwu. 2. Metode penangkapan alat tangkap pole and line di Kabupaten Luwu.3. Ukuran kapal pole and line di Kabupaten Luwu4. Lama trip unit penangkapan pole and line di Kabupaten Luwu5. Jenis dan jumlah hasil tangkapan pole and line di Kabupaten Luwu dan kemudian dibandingkan dengan hasil tangkapan pole and line di daerah lain .6. Musim penangkapan ikan berdasarkan jumlah hasil tangkapan pole and line di Kabupaten Luwu. 7. Daerah penangkapan ikan yang menggunakan alat tangkap pole and line di Kabupaten Luwu8. Jenis dan jumlah umpan yang digunakan unit penangkapan pole and line di Kabupaten Luwu9. Alat bantu penangkapan ikan 10. Jumlah tenaga kerja yang digunakan oleh unit penangkapan pole and line di Kabupaten Luwu Data sekunder berupa data jumlah produksi yang dihasilkan oleh unit penangkapan pole and line yang diperoleh dari petugas PPI.F. Analisis DataAnalisis data teknis unit penangkapan pole and Line didasarkan pada faktor dan efisiensi teknis dari unit penangkapan ikan. Analisis faktor teknis meliputi : 1. Ukuran pole and line, dimana ukuran bagian-bagian pole and line akan dianalisa secara deskriptif kemudian dibandingkan dengan ukuran alat tangkap pole and line yang beroperasi di daerah lain.2. Metode penangkapan, dari tahapan persiapan sampai pada proses pemancingan.3. Ukuran kapal pole and line, dimana ukuran kapal yang didapatkan akan dianalisis secara deskriptif kemudian dibandingkan dengan ukuran standar kapal pole and line dan ukuran kapal pole and line yang beroperasi di daerah lain.4. Lama trip dari unit penangkapan pole and line di Luwu akan dibandingkan dengan unit penangkapan pole and line di daerah lain.5. Jenis dan jumlah hasil tangkapan. Jumlah hasil tangkapan akan dianalisa secara deskriptif seperti jumlah trip, total tangkapan dan rata-rata tangkapan pertrip.6. Daerah dan musim penangkapan ikan menggunakan alat tangkap pole and line. Daerah penangkapan ikan dianalisa berdasarkan jaraknya dengan fishing base dan kemampuan fishing master dalam mencari fishing ground. Musim penangkapan ikan akan dianalisa berdasarkan penggunaan hari pertrip kemudian dibandingkan dengan musim penangkapan di daerah lain.7. Jenis dan jumlah umpan yang digunakan selama satu kali operasi.8. Alat bantu penangkapan ikan, dimana konstruksi dari alat bantu akan dianalisa secara deskriptif.9. Tenaga kerja beserta pembagian tugas di atas kapal.

IV. HASIL DAN PEMBAHASANA. Deskripsi Alat Tangkap Unit penangkapan pole and line atau huhate oleh nelayan setempat memiliki bagian-bagian konstruksional umum yang terdiri dari kapal, alat tangkap berupa joran, tali dan mata pancing serta alat bantu penangkapan berupa rumpon, umpan hidup dan spayer. Alat ini dalam pengoperasiannya sangat dipengaruhi oleh keterampilan dan pengalaman seorang pemancing, selain itu untuk mencapai hasil yang optimal harus didukung oleh ketersediaan umpan hidup, keadaan perairan yang memungkinkan untuk melakukan operasi (kondisi cuaca), dan ada tidaknya gerombolan ikan yang didapatkan serta tingkat kepadatannya pada suatu fishing ground.Alat tangkap pole and line yang digunakan tergolong sederhana dan hanya terdiri dari 3 bagian saja.1. Joran.Bagian ini berfungsi sebagai tangkai pancing yang terbuat dari bambu warna kuning karena cukup elastis, rongga dalam tidak terlalu besar, murah serta mudah didapatkan.2. Tali Pancing.Tali pancing yang digunakan terdiri dari tiga bagian yaitu:a. Tali kepala, adalah tali yang berada dibagian paling atas yang langsung berhubungan dengan tali utama dengan menggunakan simpul mata, terbuat dari nylon yang panjangnya 5 10 cm.b. Tali utama, adalah tali yang terpanjang pada pole and line yang terletak dibagian tengah antara tali kepala dan tali pengikat, terbuat dari nylon dengan panjang 1,5 2 meter dan pada ujungnya dibuat simpul mata. Tali utama tidak boleh melebihi panjang joran, hal ini mempertimbangkan kondisi operasi agar tidak saling terbelit antara pancing yang satu dengan pancing yang lain dan untuk memudahkan menaikkan ikan ke kapal. c. Tali pengikat, adalah tali yang berhubungan langsung dengan mata pancing, terbuat dari nylon dengan panjang 5 10 cm dan pada bagian ujungnya yang berhubungan dengan tali utama dibuat simpul utama.3. Mata PancingBentuknya hampir menyerupai pancing biasa namun tidak memiliki kait balik, pada bagian atas mata pancing terdapat timah yang dibungkus dengan lilitan nikel yang mengkilat, selain itu juga dilengkapi pula dengan sobekan-sobekan tali rafia dan bulu ayam pada bagian bawah yang berwarna-warni.No.Nama KapalJoranTaliMata Pancing

Panjang (m)BahanDiameter (cm)Panjang (m)BahanUkuranBahan

1Inka Mina 172,5 3,2Bambu2,5 31,72,4Nylon4 - 9Timah

2Kurnia2,7 3,3Bambu2,5 31,9-2,5Nylon4 - 9Timah

3Mitra Fomarimoi I2,5 3,3Bambu2,5 31,7-2,5Nylon4 - 9Timah

4Mitra Fomarimoi II2,6 3,3Bambu2,5 31,8-2,5Nylon4 - 9Timah

5Rajawali2.4 3,5Bambu2,5 31,6-2,7Nylon4 - 9Timah

6Tunas Kembar2,1 2,9Bambu2,5 31,3-2,1Nylon4 - 9Timah

Tabel 2. Ukuran alat tangkap yang digunakan nelayan di Kabupaten Luwu

Sumber : Hasil wawancara

Konstruksi alat tangkap pole and line yang digunakan oleh keseluruhan nelayan pole and line di Kabupaten Luwu kurang lebih sama seperti Gambar 2:

Gambar 2. Joran, tali dan mata pancing yang dipakai oleh nelayan pole and line di Kabupaten Luwu.

Dari Tabel 2. tentang ukuran alat tangkap terdapat variasi pada ukuran panjang joran, dan dari hasil pengamatan langsung di lapangan oleh peneliti didapatkan perbedaan ukuran didasarkan pada kondisi fisik pemancing. Kondisi fisik pemancing yang bervariasi menyebabkan kesukaan dan kecocokan dengan ukuran joran bervariasi pula. Pemancing yang memiliki kondisi fisik yang cukup besar dengan tinggi 165 175 cm akan memilih joran yang panjang, pemancing yang memiliki ukuran fisik agak kecil dan ukuran tinggi di bawah 165 cm akan memilih joran yang pendek. Joran yang digunakan biasanya dicari dan diolah sendiri oleh pemancing. Joran yang terbuat dari bambu berwarna kuning didapatkan di hutan bambu Kecamatan Suli dan Kecamatan Larompong Kabupaten Luwu.Dari data hasil penelitian mengenai alat tangkap pole and line yang dioperasikan di Kabupaten Luwu di atas, dimana ukuran panjang joran yang bervariasi dari 2,1 m - 3,5 m, tali pancing dari bahan nylon dengan panjang 1,3 m 2,7 m dan mata kail yang terbuat dari timah dengan ukuran 4 - 9 kurang lebih sama dengan ukuran alat tangkap pole and line yang ada di Perairan Laut Banda Sulawesi Tenggara (Permadi, 2004), dimana ukuran panjang jorannya 4,5 m, tali pancing dari bahan polyeltilene dengan panjang 1,5 m dan mata kail terbuat dari campuran timah dan besi dengan ukuran 2,5 dan 2,8. Begitu pula ukuran alat tangkap pole and line yang biasa digunakan di Perairan Laut Sawu Nusa Tenggara Timur (Sriawan, 2002), ukuran panjang joran 2,8 m, tali pancing terbuat dari nylon multifilament dengan panjang bervariasi antara 1,5 2,0 m dan mata pancing yang panjang keseluruhannya 9 cm.B. Metode PenangkapanSebelum operasional penangkapan ikan dengan pole and line dilakukan, ada beberapa hal yang perlu dipersiakan, seperti:1. Persiapan KapalKapal merupakan salah satu sarana yang mutlak dalam operasi penangkapan ikan dalam hal ini merupakan satu satuan yang kompleks, karena apabila suatu sistem tidak berfungsi, maka akan mengakibatkan kegiatan penangkapan terhambat. Persiapan kapal meliputi:a. Persiapan bahan bakar, meliputi pemeriksaan jerigen bahan bakar, dimana dalam setiap trip digunakan 10 20 jerigen 20 liter solar, penentuan jumlah tersebut didasarkan pada pengalaman trip sebelumnya.b. Persiapan mesin, meliputi pemeriksaan minyak pelumas, sistem pendinginan dan bagian-bagian penting lainnya agar daya kerja mesin tetap optimal dan terpelihara.c. Persiapan semprotan air, meliputi pemeriksaan pipa dan selang air dengan tetap diperhatikan bahwa daya dorong semprotan yang baik adalah yang menyerupai air hujan dengan jarak semprotan berkisar 1,5 3 meter.2. Persiapan Tenaga KerjaUntuk kapal pole and line yang beroperasi di perairan Teluk Bone menggunakan tenaga kerja 13 20 orang. Yang terdiri dari 1 kapten, 1 orang muallim, 3 orang masinis, 1 orang boi-boi, 1 orang juru masak dan selebihnya pemancing. Adapun tugas tenaga kerja (ABK) dapat dilihat pada Tabel 3.Tabel 3. Tugas ABK pada kapal pole and line di Kab. LuwuNo.JabatanJumlah (orang)Tugas

1Kapten1Bertanggung jawab terhadap keselamatan kapal dan orang-orang yang ada di atas kapal

2Muallim1Mengurus segala keperluan kapal, mengatur keuangan kapal

3Juru mudi1Mengemudikan kapal

4Kepala kamar mesin1Bertanggung jawab terhadap kamar mesin, mesin kapan dan perbaikan mesin

5Oilman1Asisten kepala kamar mesin

6Boi-boi 1-2Sebagai pelempar umpan pada saat pemancingan dan merangkap juga sebagai fishing master (mencari gerombolan ikan)

7Juru masak1-2Bertanggung jawab menyediakan makanan untuk orang di kapal

8Papalo dan manoma1-2Bertugas mengambil umpan

9Pemancing8-10Memancing

10Kuli jalan3-5Memancing, tidak bertanggung jawa terhadap kapal

3. Persiapan Alat TangkapJumlah alat tangkap yang disiapkan harus lebih banyak dari jumlah pemancing, hal ini dimaksudkan sekiranya dalam operasi penangkapan ikan ada pancing yang rusak maka dapat segera diganti.4. Persiapan PerbekalanDalam suatu operasi penangkapan dengan pole and line di perairan Teluk Bone membutuhkan waktu 1 hari. Perbekalan tersebut meliputi:a. Pemuatan es batub. Pemuatan air tawarc. Pemuatan bahan bakard. Pemuatan bahan makanan5. Penyiapan Umpan HidupPada dasarnya pole and line sangat ditunjang oleh ketersediaan umpan hidup, oleh karena itu persiapan umpan hidup dilakukan pada malam hari, yang diperoleh dari hasil tangkapan alat tangkap bagang rambo. Adapun jenis umpan yang digunakan adalah ikan teri (Stolephorus spp).Setelah seluruh persiapan dilakukan, biasanya kapal pole and line berangkat pukul 16.00 Wita, ini dikarenakan perhitungan waktu tempuh ke bagang untuk memperoleh umpan hidup. Kapal pole and line tiba di tempat pengambilan umpan pertama kali pukul 21.00 Wita, menunggu alat tangkap bagan hauling. Apabila umpan yang dibeli pada pengangkatan jaring yang pertama tidak mencukupi, maka kapal akan menunggu lagi sampai pengangkatan jaring yang kedua yaitu pukul 02.00 Wita. Proses pengambilan dan pencarian umpan menuju ke bagan memakan waktu cukup lama karena jarak yang jauh dan juga keberadaan umpan yang terkadang tidak selalu ada di bagan.Pemuatan umpan selesai pada pukul 02.30 dan kapal menuju ke fishing ground. Pencarian fishing ground masih sangat tradisional karena hanya mengandalkan kondisi alam dan pengalaman dari fishing master. Tiba di fishing ground sekitar pukul 06.30 Wita. Selama berada di fishing ground, peranan boi-boi begitu sangat nampak sekali dalam mencari gerombolan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis). Pengintaian dilakukan di atas anjungan kapal dengan menggunakan teropong untuk melihat tanda-tanda alam dari gerombolan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) maka kerjasama dengan kapten kapal diarahkan ke tanda-tanda alam tadi dengan kecepatan maksimal.Tanda-tanda alam yang biasa digunakan sebagai indikator oleh boi-boi ini, yaitu terlihatnya burung-burung terbang dekat dengan permukaan air, dan menukik dan menyambar ke permukaan air. Setelah menemukan gerombolan ikan yang berada di daerah penangkapan atau cukup dekat kapal, maka oleh kapten memberikan tanda kepada juru mesin untuk memperlambat kapal dan juga mengaktifkan sprayer (semprotan air). Buoy-buoy yang pada awalnya berperan juga sebagai fishing master secara cepat dan aktif melemparkan umpan kearah gerombolan ikan. Setelah gerombolan ikan tertarik untuk mendekati kapal, maka mesin kapal dimatikan dan para pemancing telah siap di haluan kapal untuk memancing. Pemancingan dilakukan serempak oleh seluruh pemancing. Pemancing duduk di sekeliling kapal dengan pembagian kelompok berdasarkan keterampilan memancing. Cara pemancingan yakni para pemancing duduk merapat dengan posisi membungkuk. Para pemancing yang sudah berpengalaman menempatkan pada bagian depan dan sisanya pada bagian samping kiri dan samping kanan tempat pemancingan (flying deck). Tangkai pancing dipegang dengan kedua tangan sambil digoyangkan ke kiri dan ke kanan dengan pelan dan hati hati agar tali tidak berkaitan yang satu dengan yang lainnya. Mata pancing dimasukkan ke dalam air kurang lebih 10 cm dari permukaan air. Penarikan pancing dilakukan apabila terasa ada ikan yang menyambar mata pancing dan tangkai segera dihentakkan sehingga ikan tidak terlepas dari mata pancing. Hal yang perlu diperhatikan adalah pada saat pemancingan dilakukan jangan ada ikan yang lolos atau jatuh kembali ke perairan, karena dapat menyebabkan gerombolan ikan menjauh dari sekitar kapal.Umpan yang digunakan adalah umpan hidup, dimaksudkan agar setelah ikan umpan dilempar ke perairan akan berusaha kembali naik ke permukaan air. Hal ini akan mengundang cakalang untuk mengikuti naik ke dekat permukaan. Selanjutnya dilakukan penyemprotan air melalui sprayer. Penyemprotan air dimaksudkan untuk mengaburkan pandangan ikan, sehingga tidak dapat membedakan antara ikan umpan sebagai makanan atau mata pancing yang sedang dioperasikan. Umpan hidup yang digunakan biasanya adalah ikan teri (Stolephorus spp).Dengan kekuatan dan kecepatan menghentakkan joran, maka ikan yang tersangkut pada hook (mata pancing) tanpa kait balik akan naik ke atas dek kapal, dan terus meluncur tepat di depan ruang kemudi. Proses pemancingan ini akan terus berlangsung jika ikan-ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) tersebut masih memangsa umpan ya ng diberikan.

Gambar 3. Proses pemancingan pole and lineC. Kapal Pole and LineKapal motor pole and line yang digunakan dalam penelitian adalah jenis kapal yang terbuat dari kayu damar (Shorea sp). Konstruksi kapal pole and line yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Luwu sama dengan konstruksi kapal pole and line pada umumnya yaitu terdiri dari ruang kemudi kapal, ruang mesin, ruang tempat tidur ABK, palka umpan hidup, ruang dapur, palka untuk menyimpan hasil tangkapan dan palka tempat penyimpanan es.Palka umpan hidup harus mempunyai sistem sirkulasi air yang baik agar umpan dapat tetap hidup dalam jangka waktu yang lama dengan mortalitas yang sedikit. Palka umpan hidup diberi lubang sebanyak 18 buah yang terdiri dari 6 lubang samping atas, 12 lubang pada bagian bawah untuk saluran pengeluaran air serta 2 buah untuk saluran pemasukan air. Pada lubang pemasukan air dilengkapi dengan belahan bambu untuk memperlancar masuknya air. Jika kita perhatikan konstruksi palka umpan hidup, maka terdapat kelemahan dalam mempertahankan sirkulasi air. Kelemahannya ialah kapal harus tetap dijalankan terus agar umpan bisa tetap bertahan hidup.Kapal pole and line mempunyai jam operasi yang lama, sehingga dilengkapi dengan tempat penampungan ikan hasil tangkapan dan tempat penyimpanan es balok. Tempat penampungan ini pada umumnya berjumlah satu buah dengan kapasitas maksimum 6 ton. Tempat penampungan tersebut terbuat dari papan berbentuk empat persegi panjang, terletak pada bagian depan ruang kemudi, sedangkan untuk penyimpanan es balok terbuat dari plat logam besi yang berbentuk empat persegi panjang dan terletak pada bagian depan haluan dekat tiang kapal, kapasitas maksimum tempat penyimpanan es ialah sekitar 300 kg.

Gambar 4. Kapal pole and line di Kabupaten LuwuData ukuran utama kapal pole and line yang beroperasi di Kabupaten Luwu dapat dilihat pada Tabel 4.Tabel 4. Nilai ukuran utama kapal pole and line di Kab. LuwuNo.Nama KapalUkuran KapalMesin

L (m)B (m)D (m)Mesin Penggerak (daya)Mesin Bantu (daya)

1Inka Mina 1725.004.301.90120 HP15.5 PK

2Kurnia21.503.801.80350 PK15 PK

3Mitra Fomarimoi I22.503.701.80450 PK16 PK

4Mitra Fomarimoi II21.003.601.80240 PK16 PK

5Rajawali24.004.001.90350 PK19 PK

6Tunas Kembar20.503.501.80380 PK15 PK

Sumber : Pemilik kapal

Tabel 5. Nilai rasio kapal pole and line di Kab. LuwuNo.Nama KapalNilai Rasio Kapal

L/BL/DB/D

1Inka Mina 175.8113.162.26

2Kurnia5.6611.942.11

3Mitra Fomarimoi I6.0812.502.06

4Mitra Fomarimoi II5.8311.672.00

5Rajawali6.0012.632.11

6Tunas Kembar5.8611.391.94

Dari Tabel 4. ukuran kapal pole and line yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Luwu di atas diperoleh rata-rata panjang (L) = 22,42 meter, lebar (B) = 3,82 meter, dan tinggi (D) = 1,83. Nilai rasio kapal pole and line adalah L/B = 5,66 6,08, L/D = 11,39 13,16, dan B/D = 1.94 2.26.Secara umum nilai rasio ukuran utama kapal sampel yang diperoleh menunjukkan nilai yang tidak sesuai atau mendekati nilai rasio ukuran utama kapal pole and line yang disarankan Ayodhyoa (1972) yaitu jika L (m) = 20 < L < 25 maka L/B = 4.80, L/D = 10.00, B/D = 1.95. Kisaran L/B kapal pole and line di Kabupaten Luwu yaitu 5,66 6,08 lebih besar daripada ukuran L/B yang disarankan oleh Ayodhyoa. Begitu pula dengan L/D, dengan kisaran 11,39 13,16 itu lebih besar dibanding dengan ukuran yang disarankan oleh Ayodhyoa. Sedangkan Ukuran B/D kisarannya sesuai dengan ukuran yang disarankan oleh Ayodhyoa. Perbandingan L/B yang besar terutama sesuai untuk kapal-kapal dengan kecepatan yang tinggi dan akan mengurangi kemampuan olah gerak kapal. Sedangkan untuk perbandingan L/D yang besar akan mengurangi kekuatan memanjang kapal dan perbandingan B/D yang rendah terutama akan mengurangi stabilitas. Semua kapal pole and line yang dioperasikan di Kabupaten Luwu menunjukkan nilai perbandingan L/B yang besar, hal ini akan berpengaruh baik terhadap kecepatan kapal namun disisi lain stabilitas kapal memburuk. Nilai ukuran L/D juga menunjukkan nilai perbandingan yang besar, baik untuk mengurangi kekuatan memanjang kapal tapi bisa berpengaruh terhadap berkurangnya kecepatan kapal. Nilai B/D umumnya juga besar menyebabkan stabilitas makin baik, namun kemampuan mendorong kapal akan memburuk sehingga sulit untuk memperoleh kecepatan yang cukup. Dari Tabel 4. terlihat bahwa ada perbedaan kekuatan mesin pada setiap kapal yang beroperasi di Kabupaten Luwu, dimana hanya kapal Inka Mina 17 yang menggunakan mesin khusus kapal laut dengan daya 120 HP (2500 Mixer) sedangkan yang lainnya menggunakan mesin mobil untuk menggerakkan kapalnya. Kapal Inka Mina 17 juga dilengkapi dengan mesin bantu penggerak kapal dengan daya 44 HP (495 Mixer). Kapal Inka Mina 17 adalah kapal bantuan DKP pusat untuk DKP Kabupaten Luwu, dan baru beroperasi pada awal Februari 2011. Kapal Mitra Fomarimoi II adalah kapal dengan mesin paling kecil kekuatannya, hanya 240 PK. Selain itu juga kapal Mitra Fomarimoi II adalah kapal dengan mesin paling lama pemakaiannya yaitu 12 tahun. Dari hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rais (2008) di atas kapal Kurnia didapatkan kecepatan kapal Kurnia maksimal 8-10 mil/jam. Sedangkan Indahyani (2010) yang melakukan penelitian di atas kapal Tunas Kembar, jarak terjauh 56 mil dapat ditempuh sekitar 7 jam dengan kecepatan kapal maksimal 8 10 knot/jam. Sedangkan untuk posisi fishing ground terdekat dengan jarak 32 mil dapat ditempuh dengan waktu 4 5 jam.Ukuran kapal pole and line yang beroperasi di Kabupaten Luwu memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan kapal pole and line yang biasa beroperasi di Perairan Laut Banda Sulawesi Tenggara. Ukuran panjangnya bervariasi antara 15,50 19,15 m dengan lebar 3,5 5 m dan dalam 2 2,5 m sedangkan kekuatan mesinnya berkekuatan antara 220 260 PK (Permadi, 2004).D. Lama TripBerdasarkan hasil wawancara dan kegiatan penangkapan yang diikuti oleh peneliti selama kurang lebih dua bulan, maka didapat data tentang lama trip yang bervariasi dimana satu kali kegiatan penangkapan bisa menghabiskan waktu 1 sampai 2 hari. Waktu 1 hari penangkapan (one day fishing) biasanya digunakan oleh nelayan pada musim tangkapan puncak dan biasa, sedangkan lama trip sampai 2 hari yaitu pada musim paceklik. Lama trip dari operasi penangkapan ikan dengan menggunakan pole and line sangat bergantung pada keberadaan dan kondisi umpan hidup. Lama trip di berbagai tempat di Indonesia Timur kurang lebih sama yaitu satu hari penangkapan (one day fishing), yakni mulai pagi sampai dengan tengah hari seperti di Perairan Laut Sawu Nusa Tenggara Timur (Sriawan, 2002) dan Perairan Laut Banda Sulawesi Tenggara (Permadi, 2004). Hal ini mengingat terbatasnya persediaan dan ketahanan umpan karena jauhnya lokasi penangkapan.E. Jenis dan Jumlah Hasil TangkapanNelayan yang daerah operasi penangkapannya di sekitar Teluk Bone pada dasarnya didominasi oleh ikan cakalang (Katsuwonus pelamis), walaupun kadang ikan tongkol dan ikan tuna juga tertangkap.Jumlah hasil tangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) dapat dilihat pada Tabel 6 :

Tabel 6. Musim Penangkapan, Jumlah Trip, Total Tangkapan, Total Tangkapan Permusim, Rata-Rata Tangkapan PertripNama Kapal

Musim

Bulan

Jumlah Trip

Total Tangkapan (Ekor)

Rata Rata Tangkapan Pertrip (Ekor)

Mitra Foma IPJul - Okt6310246130.8889

BJan - Juni314172199.0968

PcNov - Des203454172.7000

Mitra Foma IIPJul - Okt132021155.4615

BJan - Juni111609146.2727

PcNov - Des7712101.7143

RajawaliPJul - Okt6214514234.0968

BJan - Juni356507185.9143

PcNov - Des203223161.1500

KurniaPJul - Okt9717485180.2577

BJan - Juni334268129.3333

PcNov - Des000

Tunas KembarPJul - Okt8632244316.1174

BJan - Juni5817128398.3256

PcNov - Des3810491276.0789

Jumlah 574128074185.8272

Sumber: Data pembukuan pemilik kapal

Dari Tabel 6. kapal Tunas Kembar adalah kapal dengan jumlah trip terbanyak yaitu 182 trip. Kapal Tunas Kembar beroperasi sepanjang tahun 2010, kecuali bulan Agustus berhenti beroperasi karena kerusakan pada mesin penggerak utama kapal. Sepanjang tahun 2010 kapal Tunas Kembar memperoleh total tangkapan sebesar 59863 ekor. Kapal Mitra Fomarimoi I sepanjang tahun 2010 beroperasi kecuali pada bulan Mei untuk perawatan kapal. Pada tahun 2010 kapal Mitra beroperasi sebanyak 114 trip dengan total tangkapan 17872 ekor.Kapal Rajawali pada tahun 2010 tidak beroperasi pada bulan Mei dan Oktober karena istirahat untuk perawatan dan kerusakan pada mesin penggerak. Kapal Rajawali sepanjang tahun 2010 beroperasi sebanyak 117 trip dengan total tangkapan 24244.Kapal Kurnia pada Tabel 6. di atas terlihat kosong pada bulan November dan Desember, pada bulan ini kapal Kurnia menggunakan bulan tersebut untuk istirahat dan perawatan kapal. Total trip kapal Kurnia adalah 130 trip dengan total tangkapan sebesar 21753 ekor.Kapal pole and line yang juga beroperasi di Kabupaten Luwu pada tahun 2010 adalah kapal Mitra Fomarimoi II. Kapal ini mengalami kerusakan mesin sepanjang tahun 2009 dan baru beroperasi pada bulan Juni sampai Juli 2010. Pada Agustus 2010 kembali mengalami kerusakan mesin dan bisa kembali beroperasi pada September 2010. Jumlah trip kapal Mitra Fomarimoi II hanya 31 trip sepanjang tahun 2010 dengan total tangkapan 4342 ekor.Total tangkapan yang didapatkan oleh 5 kapal pole and line yang beroperasi di Perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu adalah 128074 ekor dengan rata-rata tangkapan pertrip 186 ekor. Ukuran rata rata ikan yang tertangkap adalah 20 cm dengan berat rata rata 2 kg, jika dikalikan dengan total tangkapan maka hasilnya adalah 256 ton. Jumlah ini lebih kecil jika dibandingkan dengan jumlah total tangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) di Perairan Laut Banda Sulawesi Tenggara yang mengambil fishing base di PPS Kendari yaitu, 400 ton (Permadi, 2004).Dari Tabel 6. terlihat adanya perbedaan jumlah hasil tangkapan dimana hal tersebut dipengaruhi oleh kemampuan seorang fishing master dalam mencari dan menentukan daerah penangkapan. Hal lain yang berpengaruh adalah jumlah pemancing, kemampuan pemancing, jumlah trip dan faktor penunjang lainnya seperti kapal. Kapal sebagai sarana utama dalam melaku kan operasi penangkapan ikan sangat memegang peranan penting dalam menjamin keberhasilan operasi penangkapan. Kerusakan mesin kapal adalah penyebab utama unit penangkapan tidak beroperasi maksimal sepanjang tahun. Berdasarkan hasil diskusi dengan para pemancing juga didapatkan alasan berbeda kenapa kemudian hasil tangkapan berkurang, ada yang mengatakan bahwa populasi ikan mulai berkurang, dan ada juga yang mengatakan kalau ikan mulai berpindah tempat, dengan rata-rata tangkapan 186 ekor pertrip tidak cukup bisa menutupi modal awal. Kondisi ini dikarenakan daerah penangkapan ikan yang biasa digunakan sebagai fishing ground tidak lagi produktif Hal ini didasarkan pada saat proses pemancingan di fishing ground ataupun rumpon, gerombolan ikan tidak sebanyak dulu lagi. F. Daerah dan Musim PenangkapanDaerah operasi penangkapan nelayan pole and line di Kabupaten Luwu yaitu di sekitar perairan Teluk Bone (345' - 450' LS dan 12020' - 12125' BT). Daerah penangkapan umumnya tergantung pada letak rumpon karena dalam kegiatan penangkapan, nelayan memanfaatkan rumpon sebagai tempat menangkap karena berfungsi sebagai atraktor atau penarik perhatian ikan. Selaian rumpon, kemampuan dan kerja sama buoy-buoy dengan fishing master juga punya peranan penting dalam mencari fishing ground. Waktu yang diperlukan untuk sampai ke fishing ground tergantung dari jarak fishing base ke fishing ground. Posisi fishing ground terjauh dengan jarak 56 mil dapat ditempuh sekitar 7 jam dengan kecepatan kapal maksimal 8 10 knot/jam. Sedangkan untuk posisi fishing ground terdekat dengan jarak 32 mil dapat ditempuh dengan waktu 4 5 jam. Waktu ini berfluktuasi dipengaruhi oleh kekuatan mesin penggerak kapal, kondisi arus atau gelombang sepanjang perjalanan dan pengaruh fenomena alam lainnya (Indahyani, 2011).Musim penangkapan ikan pada nelayan pole and line di Kabupaten Luwu umumnya berlangsung selama setahun. Ukuran kapal yang besar dan kuat memungkinkan kegiatan operasi dapat berlangsung dengan baik. Dari hasil wawancara dengan nelayan, musim puncak yang berlangsung dari bulan April hingga Oktober waktu penangkapan berlangsung 1 2 hari setiap trip. Pada musim sedang yang berlangsung dari bulan Januari sampai Maret waktu penangkapan berlangsung 1 3 hari setiap trip. Musim peceklik berlangsung dari bulan November sampai Desember. Pada musim ini nelayan jarang melaut karena biaya operasional yang dikeluarkan kadang-kadang lebih besar dari hasil penjualan. Pembagian musim penangkapan oleh nelayan pole and line di Kabupaten Luwu berbeda dengan pembagian musim penangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) oleh nelayan pole and line yang beroperasi di Perairan Laut Banda Sulawesi Tenggara. Permadi (2004), membagi musim penangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) berdasarkan hasil tangkapan yaitu, musim puncak terjadi pada bulan Agustus Februari dengan rata rata hasil tangkapan 30 40 ton/trip, sedangkan musim paceklik terjadi pada bulan Juni Juli dengan rata rata total hasil tangkapan 5 10 ton/trip. Musim biasa terjadi pada bulam Maret Mei dengan rata rata total hasil tangkapan 15 25 ton/trip.G. Jenis dan Jumlah Umpan Nelayan yang menggunakan alat tangkap pole and line dan beroperasi di perairan Teluk Bone menggunakan ikan teri (Stolephorus spp) sebagai umpannya. Dari hasil wawancara dan kegiatan penangkapan dengan nelayan di Kabupaten Luwu didapatkan jumlah umpan yang digunakan berkisar antara 10 sampai 20 ember setiap kali operasi penangkapan. Pada musim paceklik umpan hidup sangat susah didapatkan karena pada musim tersebut alat tangkap bagan (jaring angkat) yang menggunakan cahaya sebagai penarik perhatian ikan (yang memudahkan ikan untuk tertangkap oleh jaring) tidak mendapatkan ikan teri yang cukup untuk digunakan sebagai umpan hidup pada kegiatan penangkapan pole and line. Pada musim paceklik cahaya bulan begitu terang yang menjadikan permukaan laut dipenuhi cahaya sehingga membuat alat tangkap yang menggunakan cahaya sebagai alat bantu penangkapan menjadi tidak maksimal. Faktor utama yang menyebabkan umpan susah didapat adalah keadaan bulan penuh, terjadi hujan deras dan angin kencang dan serta ombak dan arus sangat kuat.

Gambar 5. Proses pengambilan umpanH. Alat Bantu PenangkapanSalah satu alat bantu penangkapan ikan yang telah dikenal masyarakat nelayan sebagai alat pemikat ikan adalah rumpon. Alat ini tersusun dari beberapa komponen, antara lain rakit, atraktor, tali rumpon dan pemberat. Menurut Monintja (1993 dalam Sudirman dan Mallawa 2004), penggunaan rumpon secara tradisional di Indonesia telah lama dilakukan terutama nelayan dari Mamuju dan Jawa Timur, sedangkan penggunaan rumpon secara modern beru dimulai pada tahun 1980 oleh Lembaga Penelitian Perikanan Laut.Rumpon merupakan tempat berteduh sementara bagi ikan-ikan pelagis. Karena itu, rumpon ini biasanya dipasang di laut yang relatif dalam. Pemasangan rumpon dimaksudkan untuk menarik gerombolan ikan agar berkumpul disekitar rumpon sehingga ikan mudah untuk ditangkap. Pemasangan rumpon dimaksudkan agar kegiatan penangkapan ikan menjadi lebih efektif dan efisien karena tidak lagi berburu ikan (dengan mengikuti ruayanya), tetapi cukup melakukan kegiatan penangkapan ikan di sekitar rumpon tersebut. Di Indonesia bagian Timur dikenal dua jenis rumpon yaitu rumpon laut dangkal dan rumpon laut dalam. Rumpon laut dangkal ditempatkan pada kedalaman tidak lebih dari 50 meter. Di Perairan Teluk Bone rumpon yang digunakan adalah rumpon yang ditempatkan pada kedalaman lebih dari 100 meter. Rumpon ini seperti rakit dan berukuran lebih besar dibanding rumpon laut dangkal. Konstruksi rumpon yang digunakan sebagai alat bantu penangkapan tergolong sederhana yang terdiri atas pelampung, pemberat, atraktor (pemikat), dan tali temali. Secara umum konstruksi rumpon yang digunakan oleh nelayan pole and line di Kabupaten Luwu adalah:1. RakitRakit yang digunakan terbuat dari bambu berukuran 1 x 6 meter yang tersusun dua belas sehingga terapung di atas air. Pada bagian atas rakit diletakkan tiang penanda sedang dibagian bawah berguna sebagai tempat menggantung atraktor (pemikat). Rakit tersebut mempunyai ketahanan pakai yang cukup lama sesuai daya tahan jenis bambu yang digunakan. Rakit ditempatkan di atas permukaan air dan sifatnya menetap karena diberi pemberat dari batu atau campuran semen. 2. Tali dan PemberatTali pemberat yang digunakan terbuat dari bahan polyethilen dengan nomor 700. Pada bagian sepanjang tali ditumbuhi lumut karena lama pemakaian sehingga ikut berperan sebagai pemikat ikan. Panjang tali pemberat sekitar 1,5 kali dari kedalaman perairan. Pada bagian ujung tali diletakkan pemberat untuk mempertahankan posisi rumpon sehingga tidak jauh berpindah. Pemberat tersebut terbuat dari batu gunung dan campuran beton.3. AtraktorAtraktor berfungsi sebagai daya tarik ikan untuk mencari makan sekaligus sebagai tempat berlindung ikan-ikan kecil. Atraktor tersebut terbuat dari daun kelapa sebagaimanan pada umumnya digunakan nelayan pada daerah lain.4. Tiang PenandaanTiang penandaan merupakan tiang yang dipasang di atas rumpon untuk memudahkan dalam proses pencarian rumpon, tiang tersebut juga berfungsi sebagai tanda adanya rumpon bagi kapal yang lewat. Tiang tersebut terbuat dari bambu yang mempunyai konstruksi menyerupai jemuran. Pada tiang ini biasanya dipasangkan daun kelapa dan tertulis nama pemilik rumpon.

Gambar 6. Rumpon yang digunakan oleh nelayan Kabupaten Luwu Selain rumpon sebagai alat bantu penangkapan ikan, serok dan pot umpan juga punya peranan dalam menunjang kelancaran jalannya operasi penangkapan. Serok adalah alat yang digunakan oleh buoy-buoy untuk melempar umpan hidup dan pot umpan adalah tempat umpan sebelum dilemparkan oleh buoy-buoy.

Gambar 7. Serok dan pot umpan

V. KESIMPULAN DAN SARANA. KesimpulanBerdasarkan hasil penelitian tentang analisis aspek teknis unit penangkapan pole and line di Kabupaten Luwu dapat disimpulkan bahwa:1. Alat tangkap pole and line memiliki joran berukuran panjang rata rata 2.8 m dengan diameter pangkal 2.75 cm dan berbahan dasar bambu, tali pancing terbuat dari bahan dasar nylon nomor 3 dengan panjang 2 m, dan mata pancing nomor 7 berbahan dasar timah.2. Ukuran rata-rata kapal pole and line adalah panjang (L) 22.42 m, lebar (B) 3.82 m dan tinggi (D) 1.83 m. Perbandingan L/B = 5,66 6,08, L/D = 11,39 13,16, dan B/D = 1.94 2.26. Rasio standar kapal pole and line adalah L/B = 4.80, L/D = 10.00, B/D = 1.95.3. Total produksi kapal pole and line sepanjang tahun 2010 adalah 128.074 ekor ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) dengan jumlah rata-rata produksi adalah 186 ekor/trip. 4. Musim puncak penangkapan adalah bulan Juli-Oktober5. Jumlah Trip dalam setahun dari keseluruhan 5 kapal adalah 574 trip dengan rata rata 114 trip/kapal. Jumlah tenaga kerja perunit penangkapan adalah 16 orang. Berdasarkan data yang didapat dari penelitian tentang faktor teknis unit penangkapan pole and line, hasil tangkapan yang tidak menguntungkan dari segi ekonomis, dengan rata-rata tangkapan 186 ekor pertrip tidak cukup bisa menutupi modal awal. Kondisi ini dikarenakan daerah penangkapan ikan yang biasa digunakan sebagai fishing ground tidak lagi produktif. Dengan demikian, faktor teknis kemudian menjadi alasan kenapa nelayan pole and line berkurang dalam kurun waktu 5 tahun terakhir.B. SaranPerlu adanya penelitian lanjutan untuk mengetahui pola migrasi ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) di Perairan Teluk Bone.

DAFTAR PUSTAKAAnonim. 2001. Pemanfaatan Sumberdaya Tuna Cakalang secara terpadu. Makalah Falsafah Sains PPs. Institut Pertanian Bogor. Bogor.Ayodhya, A.U. 1972. Suatu Pengenalan Tentang Kapal Penangkap Ikan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Bowber. A., Nedeelec. 1976. Fishermans Manual. England

Dinas Kelautan dan Perikanan. 2008. Data Statistik Alat Tangkap Yang Beroperasi Di Kabupaten Luwu. Makassar. Sulawesi Selatan

Dinas Kelautan dan Perikanan. 2008. Deskripsi Alat Tangkap Ikan Pole and Line di Jawa Barat. Bandung. Jawa Barat.

Fyson, 1985. Design of Small Fishing Boat. FAO. Fishing New Book. LTD. England.

Indahyani, 2010. Hubungan Antara Parameter Oseanografi Dengan Hasil Tangkapan Alat Tangkap Pole and Line di Perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu. Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar

Kristjhonson. H. 1959. Modern Fishing Gear of The World. Roma. Italy

Malangjoedo. S. 1978. Evaluasi Serta Pemikiran Pengembangannya Perikanan Pole and Line di Bagian Timur Indonesia. Simposium Modernisasi Perikanan Rakyat. Lembaga Penelitian Perikanan Laut. Departemen Pertanian. Jakarta

Mallawa, A. 2008. Pengaruh Faktor Oseanografi Terhadap Hasil Tangkapan Pole and Line di Perairan Teluk Bone. Universitas Hasanuddin. Makassar.Mallawa. A., Sudirman 2004. Tehnik Penangkapan Ikan. PT Rineka Cipta. Jakarta.Monintja D. 1968. Beberapa Pembahasan Dalam Pole and Line Fishing di Aertembaga. Laporan Praktek (tidak diterbitkan). Mata Ajaran Pokok Teknik Penangkapan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Monintja, D.R, Pasaribu, B.P., Jaya, I. 1986. Manajemen Penangkapan Ikan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Pane, A. B. 1979. Manajemen Usaha Perikanan (Suatu Studi Pendahuluan pada Perikana Purse Seine). Karya Ilmiah Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.Permadi. R. 2004. Analisis Hasil Tangkap Cakalang dan Hubungannya Dengan Kondisi Oseanografi Fisika di Perairan Laut Banda Sulawesi Tenggara. Skripsi ((tidak diterbitkan). Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. BogorRais, M. 2009. Hubungan Antara Parameter Oseanografi Terhadap Hasil Tangkapan Pole and Line Di Perairan Teluk Bone. Universitas Hasanuddin. Makassar. Sriawan, 2002. Pengaruh Waktu, Suhu Permukaan Laut dan Kecerahan Perairan Terhadap Hasil Tangkapan Pole and Line di Perairan Laut Sawu Nusa Tenggara Timur. Institut Pertanian Bogor. BogorSuyuti, 2000. Analisis Teknis dan Finansial Pole and Line di Perairan Teluk Bone Kabupaten Sinjai. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Tampubolon, S. M. 1980. Persiapan dan Pengoperasian Pole and Line. Ikatan Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor