analisa sosiologi hukum berdasarkan metode pendekatan dan fungsi hukum

46
1. ANALISA SOSIOLOGI HUKUM BERDASARKAN METODE PENDEKATAN DAN FUNGSI HUKUM Latar Belakang Analisa Sosiologi yang berdasarkan Metode Pendekatan dan Fungsi Hukum, yang pada pokoknya adalah terdapatnya unsur-unsur seperti Sosiologi Hukum Pendekatan Intrumental, Pendekatan Hukum Alam dan Karakteristik Kajian Sosiologi Hukum.Dengan memerlukan Metode Pendekatan Sosiologi Hukum, Perbandingan Yuridis Empris dengan Yuridis Normatif, Hukum Sebagai Sosial Kontrol dan Hukum Sebagai Alat Untuk Mengubah Masyarakat, yang merupakan sebagai tolak ukur terhadap norma-norma atau kaidah-kaidah yang hidup didalam masyarakat, apakah norma atau kaidah tersebut dipatuhi atau untuk dilanggar, apabila dilanggar bagaimana pernerapan sangsi, sebagai yang melakukan pelanggaran tersebut. Norma atau kaidah yang hidup didalam masyarakat tersebut dipengaruhi oleh kondisi internal maupun eksternal dari masyarakat itu sendiri. Terdapat beberapa permasalahan pokok yaitu : 1. bagaimanakah Pendekatan Intrumental dan Pendekatan Alam yang dipengaruhi oleh kondisdi internal maupun eksternal ?, dan 2. bagaimanakah Perbandingan Yuridis Empris dengan Yuridis Normatif apabila dilihat dari sudut pandang internal maupun eksternal Tujuan dan maksud, dalam membahas serta menganalisa sampai tentang Sosiologi Hukum yang secara tidak sadar meresap dan hidup didalam kehidupan masyarakat baik secara internal maupun secara eksternal didalam melakukan interaksi social, yaitu dengan menggunakanMetode Pendekatan Sosiologi Hukum dan Perbandingan Yuridis Empris dengan Yuridis Normatif adalah yang merupakan standarisasi sebagai objek pokok pembahasan Sosiologi Hukum. Penggunaan kerangka teori dan konsep adalah untuk melihat pendapat para ahli yang telah mendefinisikan, seperti : konsep dari H.L.A. HART yang difinisinya adalah : “Bahwa suatu konsep tentang hukum yang mengandung unsur-unsur

Upload: oktasaprialdi-pratama

Post on 23-Jul-2015

1.660 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: Analisa Sosiologi Hukum Berdasarkan Metode Pendekatan Dan Fungsi Hukum

1. ANALISA SOSIOLOGI HUKUM BERDASARKAN METODE

PENDEKATAN DAN FUNGSI HUKUM

Latar Belakang

Analisa Sosiologi yang berdasarkan Metode Pendekatan dan Fungsi Hukum,

yang pada pokoknya adalah terdapatnya unsur-unsur seperti Sosiologi Hukum

Pendekatan Intrumental, Pendekatan Hukum Alam dan Karakteristik Kajian

Sosiologi Hukum.Dengan memerlukan Metode Pendekatan Sosiologi Hukum,

Perbandingan Yuridis Empris dengan Yuridis Normatif, Hukum Sebagai Sosial

Kontrol dan Hukum Sebagai Alat Untuk Mengubah Masyarakat, yang merupakan

sebagai tolak ukur terhadap norma-norma atau kaidah-kaidah yang hidup didalam

masyarakat, apakah norma atau kaidah tersebut dipatuhi atau untuk dilanggar,

apabila dilanggar bagaimana pernerapan sangsi, sebagai yang melakukan

pelanggaran tersebut.

Norma atau kaidah yang hidup didalam masyarakat tersebut dipengaruhi oleh

kondisi internal maupun eksternal dari masyarakat itu sendiri.

Terdapat beberapa permasalahan pokok yaitu :

1. bagaimanakah Pendekatan Intrumental dan Pendekatan Alam yang

dipengaruhi oleh kondisdi internal maupun eksternal ?, dan

2. bagaimanakah Perbandingan Yuridis Empris dengan Yuridis Normatif

apabila dilihat dari sudut pandang internal maupun eksternal

Tujuan dan maksud, dalam membahas serta menganalisa sampai tentang

Sosiologi Hukum yang secara tidak sadar meresap dan hidup didalam kehidupan

masyarakat baik secara internal maupun secara eksternal didalam melakukan

interaksi social, yaitu dengan menggunakanMetode Pendekatan Sosiologi Hukum

dan Perbandingan Yuridis Empris dengan Yuridis Normatif adalah yang merupakan

standarisasi sebagai objek pokok pembahasan Sosiologi Hukum.

Penggunaan kerangka teori dan konsep adalah untuk melihat pendapat para

ahli yang telah mendefinisikan, seperti : konsep dari H.L.A. HART yang difinisinya

adalah : “Bahwa suatu konsep tentang hukum yang mengandung unsur-unsur

Page 2: Analisa Sosiologi Hukum Berdasarkan Metode Pendekatan Dan Fungsi Hukum

kekuasaan yang berpusat kepada kewajiban tertentu didalam gejala hukum yang

tampak dari kehidupan bermasyarakat”.

Pengertian Sosiologi Hukum terlihat dari Difinisi para ahli Sosiologi Hukum

sepert :

1. Soejono Soekanto. Sosilogi Hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan

yang secara analitis dan empiris yang menganalisis atau mempelajari

hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala social lainnya.

2. R. Otje Salaman. Sosiologi hukum (ilmu yang mempelajari hubungan timbal

balik antara hukum dengan gejala-gejala social lainnya secara empiris

analistis).

Jelas terlihat berdasarkan definisi para ahli bahwa sosiologi hukum adalah

segala aktifitas social manusia yang dilihat dari aspek hukumnya disebut sosiologi

hukum.

Dasr sosiologi hukum adalah Anzilotti pada tahun 1882, yang dipengaruhi

oleh disiplin ilmu Filsafat hukum, ilmu hukum dan sosiologi yaitu :

1. Filsafat Hukum adalah dimana pokok bahasannya adalah aliran filsafat

hukum, yang menyebakan lahirnya sosiologi hukum yaitu aliran Positivisme

(difinisi Hans Kelsen. “Hukum berhirarkhis”). Dan aliran filsafat hukum

tumbuh dan berkembang berdasarkan :

a. Mazhab sejarah yang dipelopori oleh Carl Von Savigny yang

mengungkapkan bahwa hukum itu dibuat, akan tetapi tumbuh dan

berkembang bersama-sama dengan masyarakat (volksgeisf).

b. Aliran Utility (Jeremy Bentham) yaitu bahwa hukum harus bermanfaat

bagi masyarakat guna mencapai hidup bahagia.

c. Aliran Sociological Juriprudence (Eugen Ehrlich) yaitu hukum yang

dibuat harus sesuai dengan hukum yang hidup didalam masyarakat

(living law).

d. Aliran Pragmatic Legal Realism (Roscoe Pound) yaitu “ law as at tool

of social engineering”.

Page 3: Analisa Sosiologi Hukum Berdasarkan Metode Pendekatan Dan Fungsi Hukum

2. Ilmu Hukum menganggap bahwa hukum sebagai gejala social, banyak

mendorong pertumbuhan sosiologi hukum dan hukum harus dibersihkan dari

anasir-anasir sosiologi (non yuridis).

3. Sosilogi yang berorientasi pada hukum adalah bahwa dalam setiap

masyarakat selalu ada solideritas, ada yang solidaritas mekanis yaitu terdapat

dalam masyarakat sederhana, hukumnya bersifat reprensip.

Ruang Lingkup Sosilogi Hukum, dimana sosiologi hukum didalam ilmu

pengetahuan, bertolak kepada apa yang disebut disiplin ilmu, yaitu sistem ajaran

tentang kenyataan, yang meliputi disiplin analitis dan disiplin hukum (perskriptif).

Disiplin analitis, contohnya adalah sosilogis, psikologis, antropologis,

sejarah, sedangkan disiplin hukum meliputi : ilmu-ilmu hukum yang terpecah

menjadi ilmu tentang kaidah atau patokan tentang prilaku yang sepantasnya,

seharusnya, ilmu tentang pengertian-pengertian dasar dan system dari pada hukum

dan lain-lain. Terdapatnya pendekatan-pendekatan yang terdiri dari :

1. Pendekatan Instrumental.

Adalah menurut pendapat Adam Podgorecki yang dikutip oleh Soerjono

Soekanto yaitu bahwa sosiologi hukum merupakan suatu disiplin Ilmu teoritis yang

umumnya mempelajari ketentraman dari berfungsinya hukum, dengan tujuan disiplin

ilmu adalah untuk mendapatkan prinsip-prinsip hukum dan ketertiban yang didasari

secara rasional dan didasarkan pada dogmatis yang mempunyai dasar yang akurat

2. Pendekatan Hukum Alam.

Adalah menurut Philip Seznik yaitu bahwa pendekatan instrumental

merupakan tahap menengah dari perkembangan atau pertumbuhan sosiologi hukum

dan tahapan selanjutnya akan tercapai, bila ada otonomi dan kemandirian intelektual.

Tahap tersebut akan tercapai apabila para sosiolog tidak lagi berperan sebagai

teknisi, akan tetapi lebih banyak menaruh perhatian pada ruang lingkup yang lebih

luas. Pada tahan ini seorang sosilog harus siap untuk menelaah pengertian legalitas

agar dapat menentukan wibawa moral dan untuk menjelaskan peran ilmu social

Page 4: Analisa Sosiologi Hukum Berdasarkan Metode Pendekatan Dan Fungsi Hukum

dalam menciptakan masyarakat yang didasrkan pada keseimbangan hak dan

kewajiban yang berorientasi pada keadilan.( Rule of Law menurut Philip Seznick).

Karakteristik Kajian Sosilogi Hukum, adalah fenomena hukum didalam

masyarakat dalam mewujudkan : 1. deskripsi, 2. penjelasan, 3. Pengungkapan

(revealing), dan 4 prediksi yaitu bahwa karekteristik kajian sosiologi hukum adalah

sebagai berikut :

1. Sosilogi Hukum berusaha untuk memberikan deskripsi terhadap praktek

hukum dan dapat dibedakan dalam pembuatan Undang-Undang, penerapan

dalam pengadilan, maka mempelajari pula bagaimana parktek yang terjadi

pada masing-masing bidang kegiatan hukum tersebut.

2. Sosiologi hukum bertujuan untuk menjelaskan mengapa sesuatu praktek-

praktek hukum didalam kehiduipan social masyarakat itu terjadi, sebab-

sebabnya, factor-faktor apa yang mempengaruhi. Latar belakang dan

sebagainya.Pendapat Max Weber yaitu “ Interpretative Understanding” yaitu

cara menjelaskan sebab, perkembangan serta efek dari tingkah laku social,

dimana tingkah laku dimaksud mempunyai dua segi yaitu luar dan dalam atau

internal dan ekternal.

3. Sosilogi hukum senantiasa menguji kesahian empiris dari suatu peraturan

atau pernyataan hukum, sehingga mampu memprediksi suatu hukum yang

sesuai dan/atau tidak sesuai dengan masyarakat tertentu.

4. Sosilogi hukum bersifat khas ini adalah apakah kenyataan seperti yang tertera

padsa peraturan itu ? dan harus menguji dengan data empiris.

5. Sosiologi Hukum tidak melakukan penilaian terhadap hukum, tingkah laku

yang mentaati hukum, sama-sama merupakan obyek pengamatan yang

setaraf, tidak ada segi obyektifitas dan bertujuan untuk memberikan

penjelasan terhadap fenomena hukum yang nyata.

Penguraian Metode Pendekatan Sosilogi Hukum, Perbandingan Yuridis

Empiris dengan Yuridis Normatif, Hukum sebagai social Kontrol dan Hukum

Sebagai Alat Untuk Mengubah Masyarakat.

Page 5: Analisa Sosiologi Hukum Berdasarkan Metode Pendekatan Dan Fungsi Hukum

Metode Pendekatan Sosiologi Hukum,

Dalam pengkajian hukum positif masih mendominasi studi hukum pada

Fakultas Hukum, yang cenderung untuk menjadi suatu lembaga yang mendidik

mahasiswa untuk menguasai teknologi hukum, yaitu menguasai hukumnya bagi

sesuatu persoalan tertentu yang terjadi serta bagaimana melaksanakan atau

menerapkan peraturan-peraturan hukum. Hal ini dapat disebut pengkajian hukum

melalaui pendekatan yuridis normative. Dan selain pendekatan tersebut dalam

pengkajian hukum ada sisi lain yaitu hukum dalam kenyataannya didalam kehidupan

social kemasyarakatan, bukan kenyataan dalam bentuk pasal-pasal dalam perundang-

undangan, melainkan sebagaimana hukum dioperasikan oleh masyarakat dalam

kehidupan sehari-hari. Dengan demikian pendidikan hukum yang bersifat

sociological model yang terdiri dari 1. social structure, 2.behavior,3. variable, 4

observer, 5.scientific dan 6.explanation akan menjadikan ilmu hukum itu reponsif

terhadap perkembangan dan perubahan dalam masyarakat.

Perbandingan Yuridis Empiris dengan Yuridis Normatif,

Untuk membanding hal tersebut diatas, maka pendekatan kenyataan hukum

dalam masyarakat dengan pendekatan yuridis normative, maka perlu menguraikan

lebih dahulu dimaksud pendekatan yuridis empiris atau ilmu kenyataan hukum dan

penjelasannya sebagai berikut :

1. Sosilogi Hukum adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara

hukum dengan gejala-gejala social lainnya secara empiris analistis. Contoh :

apakah seorang bermaksud lebih dari seorang isteri terdapat dalam PP No. 9

Tahun 1975 Pasal 40.

2. Antropologi hukum adalah ilmu yang mempelajari pola-pola sengketa dan

bagaimana penyelesaiannya pada masyarakat sederhana dan pada masyarakat

modern. Contoh : pada masyarakat sederhana ada dewam masyarakat adat

sedangkan pada masyarakat modern adalah Putusan Hakim.

3. Psikologi Hukum adalah ilmu yang mempelajari perwujudan dari jiwa

manusia. Contoh: diatatinya atau dilanggarnya hukum yang berlaku dalam

masyarakat.

Page 6: Analisa Sosiologi Hukum Berdasarkan Metode Pendekatan Dan Fungsi Hukum

4. Sejarah Hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum positif pada masa

lampau/Hindia Belanda sampai dengan sekarang. Contoh : Monumen

ordinantie ( HIR/Rbg).

5. Perbandingan Hukum adalah ilmu yang membandingkan sistem-sistem

hukum yang ada didalam suatu Negara atau antar Negara. Contoh Hukum

adat Batak dengan hukum adat jawa atau hukum singapura dengan hukum

Negara Indonesia.

Pendekatan yuridis empiris atau pendekatan kenyataan hukum dalam

masyarakat yang dilengkapi dengan contoh diatas, dapat dipahami bahwa berbeda

dengan pendekatan yuridis normative/pendekatan doktrin hukum.

Hukum Sebagai Sosial Kontrol,

Dimana setiap kelompok masyarakat selalu ada problem sebagai akibat

adanya perbedaan antara yang ideal dan yang aktual, antara yang standard dan yang

parktis. Penyimpangan nilai-nilai yang ideal dalam masyarakat dapat dicontohkan :

pencurian, perzinahan hutang, membunuh dan lain-lain. Semua contoh ini adalah

bentuk prilaku yang menyimpang yang menimbulkan persoalan didalam masyarakat,

baik pada masyarakat yang sederhana maupun pada masyarakat yang modern. Dalam

situasi yang demikian itu, kelompok itu berhadapan dengan problem untuk menjamin

ketertiban bila kelompok itu menginginkan, mempertahankan eksistensinya.

Fungsi Hukum dalam kelompok masyarakat adalah menerapkan mekanisme control

sosial yang akan membersihkan masyarakat dari sampah-sampah masyarakat yang

tidak dikehendaki, sehingga hukum mempunyai suatu fungsi untuk mempertahankan

eksistensi kelompok masyarakat tersebut. Hukum yang berfungsi demikian adalah

merupakan instrument pengendalian social.

Hukum Sebagai Alat Untuk Mengubah Masyarakat,

Hukum sebagai sosial control, juga hukum sebagai alat untuk mengubah

masyarakat atau biasa disebut social enginnering, Alat pengubah masyarakat adalah

analogikan sebagai suatu proses mekanik. Terlkihat akibat perkembangan Industri

dan transaksi-transaksi bisnis yang memperkenalkan nilai-nilai baru. Peran

Page 7: Analisa Sosiologi Hukum Berdasarkan Metode Pendekatan Dan Fungsi Hukum

perubahan/pengubahan tersebut dipegang oleh hakim melalui interprestasi dalam

mengadili kasus yang dihadapinya secara seimbang (balance) dan harus

memperhatikan beberapa hal yaitu :

1. Studi tentang aspek social actual dari lembaga hukum.

2. Tujuan dari pembuatan peraturan hukum yang efektif.

3. Studi tentang sosiologi dalam mempersiapkan hukum.

4. Studi tentang metodologi hukum.

5. Sejarah hukum.

6. Arti penting tentang alasan-alasan dan solusi adari kasus-kasus individual

yang pada angkatan terdahulu berisi tentang keadilan yang abstrak dari suatu

hukum yang abstrak.

Dari keenam langkah yang perlu diperhatikan oleh hakim atau praktisi hukum

dalam melakukan “interprestasi”, maka perlu ditegaskan bahwa memperhatikan

temuan-temuan tentang keadaan social masyarakat melalui bantuan ilmu sosilogi,

maka akan terlihat adanya nilai-nilai atau norma-norma tentang hak individu yang

harus dilindungi, yang semula hanya merupakan unsur-unsur tersebut kemudian

dipegang oleh masyarakat dalam mempertahankan kepada apa yang disebut dengan

hukum alam. (natural law).

Menganalisa Faktor Internal.

Metode Pendekatan Sosiologi Hukum sangat dipengaruhi oleh factor internal

yang hidup didalam masyarakat, seperti dalam pengkajian hukum positif terhadap

studi hukum yang cenderung untuk melembaga yang mendidik mahasiswa untuk

menguasai teknologi hukum, yaitu menguasai hukumnya bagi sesuatu persoalan

tertentu yang terjadi serta bagaimana melaksanakan atau menerapakan peraturan-

peraturan hukum. Hal ini dapat disebut pengkajian hukum melalaui pendekatan

yuridis normative, dan selain pendekatan tersebut dalam pengkajian hukum ada sisi

lain yaitu hukum dalam kenyataannya didalam kehidupan sosial kemasyarakatan,

bukan kenyataan dalam bentuk pasal-pasal dalam perundang-undangan, melainkan

sebagaimana hukum dioperasikan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.

Page 8: Analisa Sosiologi Hukum Berdasarkan Metode Pendekatan Dan Fungsi Hukum

Dengan demikian pendidikan hukum yang bersifat sociological model yang

terdiri dari

1. social structure,

2. behavior,

3. variable,

4. observer,

5. specientific dan

6. explanation akan menjadikan ilmu hukum itu reponsif terhadap

perkembangan dan perubahan dalam masyarakat.

Secara analisa factor internal bahwa metode pendekatan tersebut dipengaruhi

kebijakan dasar yaitu Dewan Hukum Adat pada masyarakat sederhana, sedangkan

pada masyarakat modern adalah putusan hakim. Juga dipengaruhi kebijakan

pemberlakuan, akibat pengaruh kebijakan dasar tersebut dengan upaya untuk

mematuhi keputusan kebijakan dasar dan apabila tidak melaksanakan maka akan

terkena sanksi kebijakan pemberlakuan, pada masyarakat sederhana keputusan

dewan kepala adat harus dilaksanakan dengan ketentuan musyarakat dewan adat,

sedangkan pada masyarakat modern, keputusan Hakim adalah merupakan kebijakan

dasar sedangkan kebijakan pemberlakukan adalah apabila tidak melaksanakan

putusan tersebut akan mendapat sanksi yang ditentukan oleh undang-undang yang

berlaku.

Menganilsa Faktor Eksternal

Metode Pendekatan Sosiologi Hukum sangat dipengaruhi juga oleh faktor

eksternal yang hidup diluar masyarakat, seperti dalam pengkajian hukum positif

terhadap studi hukum yang cenderung untuk melembaga yang mendidik mahasiswa

untuk menguasai teknologi hukum, yaitu menguasai hukumnya bagi sesuatu

persoalan tertentu yang terjadi serta bagaimana melaksanakan atau menerapakan

peraturan-peraturan hukum. Hal ini dapat disebut pengkajian hukum melalaui

pendekatan yuridis normative, dan selain pendekatan tersebut dalam pengkajian

hukum ada sisi lain yaitu hukum dalam kenyataannya didalam kehidupan sosial

Page 9: Analisa Sosiologi Hukum Berdasarkan Metode Pendekatan Dan Fungsi Hukum

kemasyarakatan, buka kenyataan dalam bentuk pasal-pasal dalam perundang-

undangan, melainkan sebagaimana hukum dioperasikan oleh masyarakat dalam

kehidupan sehari-hari.Dengan demikian pendidikan hukum yang bersifat

sociological model yang terdiri dari

1. social structure,

2. .behavior,

3. variable,

4. observer,

5. specientific dan

6. explanation akan menjadikan ilmu hukum itu reponsif terhadap

perkembangan dan perubahan dalam masyarakat.

Secara analisa faktor eksternal mempengaruhi metode pendekatan tersebut,

terhadap kebijakan dasar eksternal yaitu peraturan nasional yang menaungi keamaan

dan ketentraman masyarakat sederhana tersebut, seperti pemberlakuan hak

penguasan tanah adat (Hak Ulayat), sedangkan pada masyarakat modern adalah

peraturan perundangan-undangan pertanahan (Hukum Agraria) yang melindungi

masyarakat modern didalam hal penguasaan tanah. Sangat jelas terlihat bahwa

kebijakan pemberlakuan, sebagai akibat dipengaruh kebijakan dasar tersebut, dengan

upaya untuk mematuhi keputusan kebijakan dasar yang berupa peraturan perundang-

undang dan apabila tidak melaksanakan ketentuan tersebut, maka akan hilang hak

penguasaan tanah tersebut yaitu kebijakan pemberlakuan pada masyarakat modern.

Kesimpulan

Pada pendekatan intrumental adalah merupakan disiplin Ilmu teoritis yang

umumnya mempelajari ketentraman dari berfungsinya hukum, dengan tujuan disiplin

ilmu adalah untuk mendapatkan prinsip-prinsip hukum dan ketertiban yang didasari

secara rasional dan didasarkan pada dogmatis yang mempunyai dasar yang akurat

dan tidak terlepas dari pendekatan Hukum Alam. menciptakan masyarakat yang

didas untukrkan pada keseimbangan hak dan kewajiban yang berorientasi pada

keadilan.( Rule of Law).

Page 10: Analisa Sosiologi Hukum Berdasarkan Metode Pendekatan Dan Fungsi Hukum

Pada karakteristik kajian sosiologi hukum adalah fenomena hukum didalam

masyarakat dalam mewujudkan : 1. deskripsi, 2. penjelasan, 3. Pengungkapan

(revealing), dan 4 prediksi yaitu bahwa karekteristik kajian sosiologi hukum adalah

sebagai berikut yaitu Sosilogi Hukum berusaha untuk memberikan deskripsi terhadap

praktek hukum dan dapat dibedakan dalam pembuatan Undang-Undang, penerapan

dalam pengadilan, Sosiologi hukum bertujuan untuk menjelaskan mengapa sesuatu

praktek-praktek hukum didalam kehidupan social masyarakat itu terjadi, sebab-

sebabnya, factor-faktor apa yang mempengaruhi. Latar belakang, Sosilogi hukum

senantiasa menguji kesahihan empiris dari suatu peraturan atau pernyataan hukum,

sehingga mampu memprediksi suatu hukum yang sesuai dan/atau tidak sesuai

dengan masyarakat tertentu, Sosilogi hukum bersifat khas ini adalah apakah

kenyataan seperti yang tertera pada peraturan dan harus menguji dengan data

empiris.

Dengan dilakukan metode Pendekatan Sosiologi Hukum, adalah pengkajian

hukum positif, yang cenderung untuk menjadi suatu lembaga yang mendidik

mahasiswa untuk menguasai teknologi hukum, yaitu menguasai hukumnya bagi

sesuatu persoalan tertentu yang terjadi serta bagaimana melaksanakan atau

menerapakan peraturan-peraturan hukum (pendekatan yuridis normative dan

pendekatan pengkajian hukum pada kenyataa didalam kehidupan social

kemasyarakatan). Sedangkan Perbandingan Yuridis Empiris dengan Yuridis

Normatif, adalah pendekatan kenyataan hukum dalam masyarakat dengan

pendekatan yuridis normative, dengan menguraikan lebih dahulu pendekatan yuridis

empiris atau ilmu kenyataan hukum dan penjelasannya yaitu : Sosilogi Hukum

adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-

gejala social lainnya secara empiris analistis, Antropologi hukum adalah ilmu yang

mempelajari pola-pola sengketa dan bagaimana penyelesaiannya pada masyarakat

sederhana dan pada masyarakat modern, Psikologi Hukum adalah ilmu yang

mempelajari perwujudan dari jiwa manusia, Sejarah Hukum sebagai iilmu yang

mempelajari hukum positif pada masa lampau sampai dengan sekarang, dan

Perbandingan Hukum adalah ilmu yang membandingkan sistem-sistem hukum yang

ada didalam suatu Negara atau antar Negara.

Page 11: Analisa Sosiologi Hukum Berdasarkan Metode Pendekatan Dan Fungsi Hukum

Hukum Sebagai Sosial Kontrol, adalah setiap kelompok masyarakat selalu

ada problem sebagai akibat adanya perbedaan antara yang ideal dan yang aktual,

antara yang standar dan yang parktis yaitu penyimpangan nilai-nilai yang ideal dalam

masyarakat.adalah untuk menjamin ketertiban bila kelompok itu menginginkan,

mempertahankan eksistensinya.Begitu juga mengenai Fungsi Hukum dalam

kelompok masyarakat adalah menerapkan mekanisme control sosial yang akan

membersihkan masyarakat dari sampah-sampah masyarakat yang tidak dikehendaki.

Hukum Sebagai Alat Untuk Mengubah Masyarakat, adalah hukum sebagai

sosial control, dan sebagai alat untuk mengubah masyarakat atau biasa disebut social

enginnering, sebagai alat pengubah masyarakat adalah dianalogikan sebagai suatu

proses mekanik. Terlihat akibat perkembangan Industri dan transaksi-transaksi bisnis

yang memperkenalkan nilai-nilai baru, dengan melakukan “interprestasi”, ditegaskan

dengan temuan-temuan tentang keadaan social masyarakat melalui bantuan ilmu

sosilogi, maka akan terlihat adanya nilai-nilai atau norma-norma tentang hak

individu yang harus dilindungi, dan unsur tersebut kemudian dipegang oleh

masyarakat dalam mempertahankan kepada apa yang disebut dengan hukum alam.

(natural law).

2. PARADIGMA METODOLOGI PENELITIAN HUKUM

( Bagian Pertama )

Tiga landasan ilmu pengetahuan atau yang sering disebut dengan tiga tiang

peyangga ilmu pengetahuan dalam kajian filsafat ilmu yaitu ontologi, epistimologi

dan aksiologi atau teleologis. Ketiga unsur ini merupakan tolok ukur dalam

membangun The Body of Knowledge.

Salah satu tiang penopang dalam bangunan ilmu pengetahuan adalah

epistimologi. Epistimologi merupakan asas mengenai cara bagaimana materi

pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi suatu tubuh pengetahuan. Epistimologi

membahas secara mendalam segenap proses yang terlibat dalam usaha untuk

memperoleh pengetahuan. Epistimologi merupakan teori pengetahuan yang

diperoleh melalui proses metode keilmuan dan sah disebut sebagai keilmuan.

Page 12: Analisa Sosiologi Hukum Berdasarkan Metode Pendekatan Dan Fungsi Hukum

Dengan epistimologi maka hakikat keilmuan akan ditentukan oleh cara berfikir

yang dilakukan dengan sifat terbuka, dan menjunjung tinggi kebenaran di atas

segala-galanya. Oleh sebab itu aliran yang berkembang dalam menopang konsep

epistimologi menunjukkan koridor di atas seperti rasionalisme, empirisme, kritisme,

positivisme, fenomenologi.

Konsep epistimologi secara eksplisit dapat dikaji dari penerapan metode

ilmiah. Makna metode ilmiah dalam penerapan metodologis merupakan prosedur

yang mencakup berbagai tindakan pikiran, pola kerja, cara teknis, dan tata langkah

untuk memperoleh pengetahuan yang baru atau mengembangkan pengetahuan yang

ada. Langkah-langkah semakin bervariasi dalam ilmu pengetahuan tergantung pada

bidang spesialisasinya.

Pada dasarnya metode ilmiah merupakan cara ilmu memperoleh dan menyusun

tubuh pengetahuannya berdasarkan :

a. kerangka pemikiran yang bersifat logis dengan argumentasi yang bersifat

konsisten dengan pengetahuan sebelumnya yang telah berhasil disusun;

b. menjabarkan hipotesis yang merupakan deduksi dari kerangka pemikiran

tersebut dan ;

c. melakukan verfikasi terhadap hipotesis termaksud untuk menguji kebenaran

pernyataan secara faktual.

Ketiga hal di atas secara akronim disebut dengan logico hypotetico

verificative-deducto hypothetico verificative. Kerangka pemikiran yang logis adalah

argumentasi yang bersifat rasional dalam mengembangkan penjelasan terhadap

fenomena alam. Verifikasi secara empiris berarti evaluasi secara objektif dari suatu

pernyataan hipotesis terhadap kenyataan faktual. Verfikasi ini berarti bahwa ilmu

terbuka untuk kebenaran lain, selain yang terkandung dalam hipotesis (mungkin

fakta menolak hipotesis). Demikian juga verifikasi faktual membuka diri atas kritik

terhadap kerangka pemikiran yang mendasari pengajuan hipotesis. Kebenaran ilmiah

dengan keterbukaan terhadap kebenaran baru mempunyai sifat pragmatis yang

prosesnya berulang berdasarkan cara berfikir kritis.

Dalam epistimologi terdapat asas moral yang secara implisit dan eksplisit

masuk dalam logico hypotetico verificative-deducto hypothetico verificative yaitu

Page 13: Analisa Sosiologi Hukum Berdasarkan Metode Pendekatan Dan Fungsi Hukum

bahwa dalam proses kegiatan keilmuan, setiap upaya ilmiah harus ditujukan untuk

menemukan kebenaran, yang dilakukan dengan penuh kejujuran, tanpa mempunyai

kepentingan langsung tertentu dan hak hidup yang berdasarkan kekuatan argumentasi

secara individual.

Dalam beberapa kajian filsafat ilmu, posisi epistimologi ini mempunyai standar

pengujian yang kokoh karena didasari postulat value free. Konsep ini berbeda

dengan ontologi dan aksiologi yang sangat rawan untuk disalahgunakan karena unsur

subjektivitasnya sangat tinggi dalam dua bidang ini sehingga dilihat tidak bebas nilai.

Upaya melakukan kajian epistimologi dalam metode penelitian adalah

pengeksplorasian konsep dasar yang menjadi blue print bagi pola pengembangan

pembelajaran matakuliah ini. Pengeksplorasian ini dilakukan dengan tujuan ke depan

terdapat upaya-upaya pemaduan atau integrasi epistimologi antara metodologi

penelitian hukum dan metodologi penelitian hukum Islam sampai pada pembentukan

prototipe metodologinya. Selanjutnya akan dihasilkan sebuah perpaduan yang

komprehensif integral bagi perumusan awal substansi pembelajaran metode

penelitian hukum yang diajarkan di Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyah. Upaya

pengembangan matakuliah tersebut sesuai dengan salah satu konsep startegi

pengembangan ilmu yaitu ilmu dan konteksnya saling meresapi dan saling

mempengaruhi untuk memberi kemungkinan bagi timbulnya gagasan-gagasan baru

yang aktual dan relevan bagi pemenuhan kebutuhan sesuai dengan waktu dan

keadaan (science for the sake human progres).

Metode penelitian hukum dan metode penelitian hukum Islam dalam proses

aplikasi dan pengembangannya mengalami berbagai pengaruh baik itu faktor

internal maupun faktor eksternal. Faktor internal misalnya terjadinya perluasan objek

studi akibat perkembangan kasus-kasus yang terjadi di masyarakat secara kultural,

terjadi keharmonisan pemikiran tentang objek kajian yang mengakibatkan terjadinya

modifikasi substansi pembelajaran, hasil-hasil penelitian yang berpengaruh pada

proses pembelajaran dan sebagainya. Secara eksternal hal ini dapat dilihat dari

kebijakan pemerintah yang mengakibatkan terjadinya perubahan struktural dan

sistem legislasi, tuntutan masyarakat akan kebutuhan prototipe sarjana hukum Islam,

tuntutan para pengguna lulusan (stake holders) dan sebagainya.

Page 14: Analisa Sosiologi Hukum Berdasarkan Metode Pendekatan Dan Fungsi Hukum

Dalam perkembangan metodologi penelitian hukum dan metodologi penelitian

hukum Islam mengalami pengaruh pula dari perkembangan metodologi penelitian

ilmu-ilmu sosial. Hal itu disadari sepenuhnya karena ranah penelitian dari

metodologi penelitian hukum dan metodologi penelitian hukum Islam berinduk pada

ranah makro dalam penelitian ilmu-ilmu sosial. Keterkaitan tersebut dapat ditelusuri

dari paradigma epistimologi dalam metodologi seperti : positivisme logis (M.Schlick,

1882-1936) ; rasionalisme kritis (K.R.Popper 1906-1994) ; empirisme analitis

(A.D.De Groot, 1975) ; hermeneutika (Wilhelm Dilthey 1833-1911 diteruskan oleh

K.Opel dan J.Habermas) ; konstruktivisme kritis ( oleh JJJ.Wuisman). Masing-

masing aliran ini mempunyai konsekuensi keilmiahan yang berbeda satu dengan

yang lain. Dengan ini akan terlihat kecenderungan mana dari isme ini yang dianut

oleh perkembangan metodologi penelitian hukum dan metodologi penelitian hukum

Islam. Guba dan Egon mengkaji aspek epistimologi paradigma ilmu dari positivisme,

postpositivisme, critical theory, dan konstruktivisme.

Pemikiran dan penerapan metodologi penelitian hukum yang berkembang di

Indonesia dapat dilihat dari konsep maupun aplikasi penelitian dalam struktur

diskursus. Terlihat jelas, uraian metodologi sangat dipengaruhi oleh pandangan

filsafat yang dianut. Pandangan filsafat ini dapat ditelusuri dari terdapatnya “benang

merah” yang secara konsisten terlihat dalam uraian teknis operasional bentuk

metodologi penelitian hukum yang dianut oleh peers group. Secara makro dapat

hukum yaitu metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian yuridis

sosiologis.dirumpunkan dalam dua kategori besar tentang cara pandang dalam

metode penelitian.

Penelitian hukum normatif adalah alur sejarah yang mengawali penelitian

hukum dan tetap konsisten mempertahankan “kenormatifannya” sebagai aras dan

tujuan penelitian hukum. Di luar ini bukan penelitian hukum. Sebagai bentuk

“klasik” dari penelitian hukum, hal ini tercermin dari tokoh-tokoh yang menganutnya

termasuk modifikasi-modifikasi yang dilakukan. Modifikasi yang dibangun dari

kerangka dasar penelitian tetap berbentuk normatif, karena sama sekali melepaskan

diri dari anasir eksternal dan bersifat esoterik. Sebutlah tokoh-tokoh besar seperti :

Page 15: Analisa Sosiologi Hukum Berdasarkan Metode Pendekatan Dan Fungsi Hukum

Hans Kalsen, H.L.Hart, John Austin maupun Rudolf von Jhering seperti yang terurai

pada Bab terdahulu

Penelitian yuridis sosiologis, merupakan bentuk penelitian hukum yang

“membuka diri “ atas perubahan-perubahan sosial khususnya perkembangan

penelitian ilmu-ilmu sosial. Filsafat yang dibangun atas kontribusi perkembangan

ilmu di luar hukum seperti sosiologi, antropologi, public policy dan sebagainya yang

memberikan “warna dinamis” pada pola penjabaran penelitian. Tokoh yang

berpengaruh pada aras penelitian ini, sebutlah F.Savigny, Donald Black, Eugen

Erlich, Adam Podgorecki sampai Roberto Mangaibera Unger dengan “The Critical

Legal Studies Movement”.

Di Indonesia, pola pemahaman dan penerapan metodologi penelitian hukum

berkembang atas kajian mendalam dan modifikasi yang dinamis para tokohnya.

Setiap tokoh mempunyai bentuk pemaknaan terhadap pola-pola yang berkembang

dalam menyusun metodologi penelitian hukum. Sebutlah tokoh-tokoh seperti :

Soerjono Soekanto, Ronny Hanitijo Soemitro, Sunaryati Hartono, Maria SW

Soemardjono sampai Soetandyo Wigjosoebroto. Pemikiran para tokoh ini

berkembang dalam wacana literature dan pendidikan hukum di Indonesia.

Perkembangan yang tidak dinafikan dalam koridor penelitian hukum adalah

dilakukannya eksplorasi yang tiada henti oleh kaum ilmuwan hukum maupun kaum

ilmuan sosial pemerhati metode penelitian hukum untuk melakukan berbagai

penelaahan dan pelebaran wawasan metode penelitian hukum dengan “mengakses”

perkembangan penelitian ilmu-ilmu sosial. Termasuk didalamnya paradigma

penelitian ilmu-ilmu sosial dan teknis operasionalnya menjadi pemaduan yang

menarik dalam kajian penelitian ilmu hukum. Perkembangan ini berjalan pesat

terutama pada penelitian yuridis sosiologis.

Sedemikian lajunya perjalanan metodologi penelitian ilmu hukum yang

“diwarnai” oleh perkembangan metodologi penelitian secara interdisipliner dan

multidisipliner tersebut mengakibatkan “keprihatinan” yang mendalam Ibu Sunaryati

Hartono dengan menulis makalah di tahun 1984 dengan judul “Kembali Ke Metode

Penelitian Hukum”. Alasan yang mendasar yang beliau sampaikan adalah peneliti

hukum yang terlalu “asyik” dengan metodologi penelitian ilmu-ilmu sosial pada

Page 16: Analisa Sosiologi Hukum Berdasarkan Metode Pendekatan Dan Fungsi Hukum

akhirnya meninggalkan aspek “normatif” dari metodologi penelitian hukum. Padahal

disadari metodologi penelitian hukum tidak boleh meninggalkan aspek normatif,

karena hal itu merupakan ciri dari metodologi penelitian hukum.

Keprihatinan tersebut membawa kesadaran bahwa sejauh apapun penggunaan

metodologi penelitian ilmu-ilmu sosial sebagai “alat atau pisau analisis” pada

hakekatnya membantu peneliti untuk mengungkapkan “fenomena sosial” dari tineliti

agar “bekerjanya hukum dalam masyarakat” dapat dideskripsikan secara utuh

mendekati realitas sosial yang terjadi.

“Keberanian” untuk mengungkapkan penemuan dalam upaya pemaduan

konsep dasar metodologi penelitian hukum dengan metodologi penelitian sosial yang

diposisikan sebagai “pelengkap” oleh peneliti hukum dituntun oleh dasar-dasar

argumentasi yang rasional empirik sehingga tingkat kepercayaan peers group dapat

memahami.

Salah satu cara untuk mengetahui perkembangan metodologi penelitian

hukum adalah dengan menelusuri alur pemikiran metodologi penelitian hukum dapat

dibagi dalam dua hal yang mendasar yaitu :

a. Jurisprudential Model yang mengedepankan aspek-aspek : rules, logic,

universal, participant, practical, and decesion.

b. Sociological Model yang mengedepankan aspek-aspek : social structure,

behaviour, variable, observer, scientific and explanation.

Kedua model di atas yang merupakan pola pengembangan dari two models

of law dari Donald Black (1989), yang melihat persoalan pengembangan dan

pembagian model hukum dengan menitiberatkan pada : focus, process, scope,

perspective, purpose dan goal.

3. HUKUM DAN MASYARAKAT

Rematerialisasi Hukum dan Masyarakat

Perubahan orientasi dari pemerintah yang terbetuk dalam rasional formal

menuju pada penguatan sub-sub sistem yang ada pada masyarakat (substantive

Rationality) memang disadari harus dilakukan melalui rematerialisasi hukum

(rematerialization of law) sebagai sebuah alternatif jalan keluar yang banyak

Page 17: Analisa Sosiologi Hukum Berdasarkan Metode Pendekatan Dan Fungsi Hukum

dilakukan dalam mengatasi keadaan yang dikenal dengan Krisis Hukum. Namun

bagaimana sebenarnya rematerialisasi hukum itu oleh Gunther Tuebner dikatakan:

“The rematerialization of formal law is the corollary development within the

legal sphere. law develops a substantive rationality characterized by

particularism, result-orientation, an instrumentalist sosial policy approach,

and the increasng legalization of formerly autonomus sosial processes.”

Sehingga dengan kata lain secara ringkas dapat dikatakan bahwa

rematerialisasi hukum adalah kecenderungan di bidang hukum dari rasionalitas

formal ke rasionalitas substantif, atau pemisahan dari formalitas hukum sebagai

konsekuensi logis paham negara kesejahteraan (welfare state) maupun negara

pengatur (regulatory state). Namun demikian, rematerialisasi hukum ini harus

diawasi sebab suatu remateriliasasi hukum dapat berdampak pada munculnya

ancaman terhadap nilai-nilai sosial ini, sebab dengan rematerilisasi hukum, nilai-nilai

yang kehidupan sosial akan tidak mendapat perhatian sehingga akan tidak

terakomodasi dalam pengaturan hukum. Disamping itu, secara langsung

rematerialisasi hukum ini akan mengganggu individualitas, sebab hukum akan

senantiasa mengacuh pada keinginan rasionalitas yang mengarah pada sasaran formal

dan tentunya dengan sendirinya akan melupakan persoalan individu. Sebagai

konsekuensi logis dari gambaran ini tentunya perlindungan hukum terhadap individu

dan masyarakat tentu akan berkurang.

Evolusioner dalam Hukum dan Sosial

Dalam memahami hubungan antara perubahan dalam hukum dan perubahan

dalam masyarakat, diperlukan sebuah teori yang bersifat evolusioner, meskipun teori

perkembangan ini tidak selamanya dapat menjelaskan bagaimana sebuah hukum

tertentu dapat bekerjasama dengan gambaran-gambaran sosial, ekonomi dan

organisasi politik dalam suatu masyarakat. Dengan demikian, maka teori evolusioner

ini seharusnya mampu untuk mempertimbangkan hubungan antara struktur-struktur

hukum dan sosial serta membantu kita untuk memahami bagaimana transformasi-

transformasi itu dapat terjadi. Dalam sebuah model yang dikembangkan oleh Nonet

dan Selznick, Nonet dan Selznick menganalisis sebuah model mengenai proses

Page 18: Analisa Sosiologi Hukum Berdasarkan Metode Pendekatan Dan Fungsi Hukum

perubahan hukum yang membebankan aturan yang berpusat pada “dinamika

internal” sistem hukum. Dengan model ini maka aturan- aturan hukum hanya berada

pada penguatan-penguatan yang mengatur di dalam lingkungan hukum itu sendiri

saja. Hal ini berarti bahwa rematerialisasi hukum ini hanya memperbaiki kondisi

hukum itu saja, terlepas dari apakah hukum itu mempunyai dampak yang langsung

atau tidak kepada berbagai masalah lain seperti ekonomi, masyarakat, dan budaya.

Penguatan yang berpusat pada hukum ini akan memperkuat bentuk hukum yang ada

pada sisi pembuat hukum itu sendiri sehingga kecenderungan yang akan muncul

adalah hukum akan sulit diterima secara menyeluruh oleh masyarakat sebab orientasi

yang dimuat dalam model ini hanya akan menjadikan hukum sebagai poduk

otonomi. Dari gambaran model ini, maka kemungkinan hasil yang dapat dilihat

sebagai hasilnya adalah bahwa hukum akan memperkuat otoritas pemerintahan dan

akan cenderung mengarahkan pada hukum reperessif atau hukum akan cenderung

menguat dengan sendirinya sehingga tidak ada yang dapt mengganggu keadaan

hukum ini sehingga menjadi hukum yang otonom (autonomous law). Kemungkinan

lain yang akan muncul adalah aturan hukum ini akan berjalan sendiri tanpa adanya

unsur sosial didalamnya sehingga akan menimbulkan istilah yang dikenal dengan

‘hukum tanpa masyarakat ‘(law without society).

Meskipun demikian, model dari Nonet dan Selznick ini bagaimanapun tidak

seluruhnya hanya melihat pada aturan kekuatan sosial eksternal. Model ini secara

eksplisit juga mengenal adanya faktor-faktor seperti sosial, ekonomi atau budaya

yang berperan dalam perkembangan hukum, meskipun hanya sedikit. Tuebner

mengatakan bahwa Lingkungan eksternal dari model ini nampaknya tidak banyak

membawa perubahan pada hukum, karena pada prinsipnya menghambat atau

memfasilitasi realisasi pembangunan yang dipicu oleh dinamika internal hukum.

Struktur-struktur sosial yang lebih luas menstimulasi atau memperkuat peng-

aktualisasian dari potensi hukum, menentukan stabilitas dari suatu tahapan

evolusioner dan kemungkinan adanya kemajuan dan kemunduran. Oleh sebab itu

oleh Tuebner ia mengkombinasikan model dari Nonet dan Selznik ini dengan model

yang diberikan oleh Habermas-Luhman yang lebih mengarahkan masyarakat sebagai

Page 19: Analisa Sosiologi Hukum Berdasarkan Metode Pendekatan Dan Fungsi Hukum

organisasi yang teratur secara bertingkat dalam memberikan model sehingga pada

akhirnya akan terbentuk sebuah model hukum-sosial (social-legal model).

Pada hakekatnya, Luhmann dan Habermas mendasarkan analisisnya pada

teori-teori yang menyangkut evolusi struktur-struktur sosial dan proses-proses

hukum dan ko-variasi sosial. Luhmann menggunakan skema evolusioner atau tiga

tahapan perkembangan masyarakat yaitu:

1) Masyarakat tersegmentasi (segmented society) yang hidup secara

berkelompok atau terpencar yang dihubungkan oleh kekerabatan yang kuat,

meski tidak memiliki struktur kenegaraan;

2) Masyarakat yang terstrata (strartified society) secara bertingkat serta;

3) Masyarakat yang terdiferensiasi (differentiated society) secara fungsional.

Pada intinya Luhmann mengatakan masyarakat moderen berhadapan dengan

meningkatnya kompleksitas lingkungannya melalui proses diferensiasi, segmentasi,

stratifikasi masyarakat yang merupakan gabungan antara segmentasi dan stratifikasi,

serta fungsionalitas masyarakat. Sementara itu, Habermas mengidentifikasi tahapan-

tahapan evolusioner dalam masyarakat dan menganalisis hubungan antara tahapan-

tahapan ini melalui perkembangan moral hukum dengan mengemukakan tahapan-

tahapan perkembangan hukum dan masyarakat, yakni: Prekonvensional,

Konvensional, Pascakonvensional. Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa

perubahan-perubahan hukum yang ditawarkan oleh Nonet dan Selznick bersandar

pada variabel-variabel internal sistem hokum, sementara Habermas dan Luhmann

menekankan pada inter-relasi eksternal antara hukum dan struktur sosial.

Hukum dalam Sistem Sosial

Bentuk konkret dari model hukum sosial dapat terlihat dimana aturan-aturan

hukum yang ada tersebut harus merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

sistem-sistem dalam masyarakat. Namun demikian, bagaimana sistem itu dapat

terbentuk dalam masyarakat, perlu terlebih dahulu di pahami bahwa dalam

kehidupan bermasyarakat penggunaan istilah sistem biasa disalahpahami. Istilah

sistem sering dipakai dan digunakan dalam berbagai perbincangan akademik seperti

dalam perspektif sosiologi (misalnya istilah sistem sosial), dalam perspektif empirik

Page 20: Analisa Sosiologi Hukum Berdasarkan Metode Pendekatan Dan Fungsi Hukum

dengan istilah sistem politik, antropologi dengan sistem nilai budaya, perspektif

komunikasi seperti sistem komunikasi, maupun dalam perspektif administrasi dengan

penggunaan sistem administarsi negara dan lain sebagainya. Dalam tradisi ilmu-ilmu

sosial, istilah sistem tersebut sebenarnya sering digunakan untuk menjelaskan sebuah

sistem organik, atau sebuah sistem yang komponen-komponennya terdiri dari benda

yang berjiwa (animate). Sementara itu, dalam tradisi ilmu alam, istilah sistem lebih

sering digunakan untuk menjelaskan sistem anorganik, yaitu sebuah sistem yang

komponenkomponennya terdiri dari benda-benda yang tidak berjiwa (in-animate).

Penggunaan dan pembedaan ini sebenarnya tidak esensial karena secara umum

dapat dikatakan bahwa dari kedua bentuk diatas, suatu sistem sebanrnya adalah

sebuah himpunan yang terdiri dari bagaian-bagian yang saling berhubungan satu

sarna lain secara teratur dan membentuk suatu keseluruhan. Untuk lebih jelasnya

secara konkret, dapat dicontohkan pada sebuah sistem mekanik pada kendaraan

dimana jika komponen-komponen tersebut dihubungkan secara teratur dan kemudian

membentuk suatu kelengkapan, maka ia akan dapat berfungsi sebagai satu sistem

yang dapat disebut sebagai kendaraan. Talcott Parsons mengartikan sistem sebagai

sebuah pengertian yang menunjuk pada adanya interdependensi antara bagian-

bagian, komponen-komponen, dan proses-proses yang mengatur hubungan-

hubungan tersebut. Secara spesifik pengertian ini lebih menekankan pada

interdependensi antar komponennya.

Dengan demikian, maka pengertian sistem sosial dapat diartikan sebagai sebuah

keseluruhan komponen-komponen dalam masyarakat dimana seluruh komponen

dalam masyarakat ini berhubungan antara satu dengan lainnya sehingga membentuk

satu kesatuan yang saling berkaitan. Secara rinci, karakteristik sebuah sistem dapat

dilihat sebagai:

1. Terdiri dari beberapa komponen.

2. Saling berhubungan satu sama lain dalam suatu pola saling ketergantungan.

3. Keseluruhannya lebih dari sekadar penjumlahan dari komponenkomponennya

dimana yang terpenting bukanlah kuantitas komponen, melainkan kualitas

komponen secara keseluruhan.

Page 21: Analisa Sosiologi Hukum Berdasarkan Metode Pendekatan Dan Fungsi Hukum

Selain itu, sebagai sebuah konsep sosial, Talcott Parsons, menyatakan bahwa

masyarakat itu adalah suatu sistem sosial yang swasembada (self-subsistent) melebihi

masa individu normal, dan merekrut anggota secara reproduksi biologis serta

melakukan sosialisasi terhadap generasi penerusnya. Sementara Mariam Leve

mensyaratkan empat kritera agar sebuah kelompok bisa disebut sebagai masyarakat

yakni:

1. kemampuan bertahan melebihi masa hidup individu;

2. rekruitmen sebuah atau sebagian anggota melalui reproduksi;

3. kesetian pada suatu sistem tindakan utama bersama;

4. adanya sistem tindakan utama yang bersifat swasembada.

Konsep yang demikian bila dihubungkan dengan hukum, akan memperlihatkan

kegiatan-kegiatan yang mengarah pada perubahan sosial yang terjadi secara terus

menerus. Hal ini dapat terjadi karena hukum baik sebagai the tool of social

engineering akan terus mengendalikan suatu masyarakat dalam perkembangannya.

Secara umum, hukum sebagai aturan yang mengandung perintah dan larangan yang

bila dikaitkan dengan proses modernisasi masyarakat ternyata sangat berpengaruh

terhadap hukum itu sendiri.

Satjipto Raharjo menyatakan bahwa apakah yang seyogianya atau yang

seharusnya dilakukan dalam menghadapi kenyataan dalam masyarakat, dikenal

dengan nama disiplin presriptif. Ruang lingkup disiplin presriptif adalah: Pertama,

ilmu hukum. Ilmu hukum di sini yang dilihat adalah: (1) ilmu tentang kaidah yang

menelaah hukum sebagai kaedah atau sistem kaedah-kaedah dengan dogmatic dan

sistematik hukum; (2) ilmu pengertian, tentang pengertian-pengertian dari dasar dari

sistemhukum menakup subjek hukum, hak dan kewajiban, peristiwa hukum,

hubungan hukum, dan objek hukum; (3) ilmu tentang kenyataan yang menyoroti

hukum sebagai perangkat sikap, tindak dan perilaku yang terdiri dari sosiologi

hukum (hubungan timbal balik antara hukum dan gejolak sosial), antropologi hukum

(pola-pola sengketa da penyelesaiannya), psikologi hukm (hukum sebagai suatu

perwujudan daripada jiwa manusia), perbandingan hukum (membadingkan

sistemhukum antar beberapa masyarakat, dan sejarah hukum (perkembangan dan

asal usul daripada sistem hukum). Kedua, politik hukum yang mencakup kegiatan

Page 22: Analisa Sosiologi Hukum Berdasarkan Metode Pendekatan Dan Fungsi Hukum

memilih nilai-nilai dan menerapkan nilai-nila yang dipilih itu. Ketiga, filsafat hukum

yang mencakup perenungan nilai-nilai, perumusan nilai-nilai, dan keserasian nilai-

nilai yang berpasangan dan kadangkala bersitegang atau berbenturan.

4. HUKUM DAN STRATIFIKASI DALAM KENYATAAN SOSIAL

A. Stratifikasi Sosial

Stratifikasi sosial di sini diartikan sebagai perbedaan penduduk atau

masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat atau secara hierarkis. Oleh karena

itu, para ahli sosiologi hukum biasanya mengemukakan suatu hipotesis bahwa

semakin kompleks stratifikasi sosial dalam suatu masyarakat, semakin banyak

hukum yang mengaturnya. Stratifikasi sosial yang kompleks dimaksud, diartikan

sebagai suatu keadaan yang mempunyai tolok ukur yang banyak atau ukuran-ukuran

yang dipergunakan sebagai indikator untuk mendudukkan seseorang di dalam posisi

sosial tertentu.

Seseorang yuris legis, biasanya lebih suka menelaah hukum sebagai suatu

gejala yang berdiri sendiri; sedangkan yuris yang orientasinya empiris lebih senang

menghubungkan antara hukum dengan gejata-gejala sosial lainnya. Sayang sekali

bahwa kedua pendekatan yang sebenarnya saling melengkapi itu, sering kali

dipertentangkan, sehingga tidak dapat dimanfaatkan hasilnya yang mungkin positif.

Dalam setiap masyarakat pasti ada sesuatu yang dihargai. Sesuatu yang dimaksud

akan melahirkan suatu sistem sosial yang berlapis-lapis atau stratifikasi sosial pada

masyarakat dimaksud. Stratifikasi sosial adalah pembedaan penduduk secara

bertingkat-tingkat berdasarkan hierarkinya. Suatu contoh: Masyarakat Bali

mempunyai beberapa kasta. Kasta-kasta dimaksud, antara satu dengan lainnya tidak

akan pernah sederajat. Selain itu, dapat juga diungkapkan bahwa dalam naasyarakat

cij Sulawesi Tengah tampak adanya masyarakat yang kaya, miskin, dan masyarakat

menengah.

Stratifikasi sosial yang dicontohkan di atas merupakan aspek vertikal dari

kehidupan sosial berdasarkan pendistribusian yang tidak seimbang seperti sandang,

pangan, dan tempat tinggal. Pengelompokan dari adanya stratifikasi sosial, biasanya

didasari oleh kekayaan, kekuasaan, kehormatan dan mungkin juga pengetahuan.

Page 23: Analisa Sosiologi Hukum Berdasarkan Metode Pendekatan Dan Fungsi Hukum

Pada keadaan masyarakat mempunyai banyak lapisan sosial; adakalanya

dijumpai pula stratifikasi sosial yang banyak lapisannya. Hipotesis di atas

mempunyai akibat bahwa semakin rendah status sosial seseorang dalam masyarakat,

semakin banyak perangkat hukum yang meugatumya. Oleh karena itu, semakin

banyak kekuasaan, kekayaan dan kehormatan, semakin sedikit perangkat hukum

yang mengaturnya. Masalahnya adalah keadaan seperti itu sangat bertentangan

dengan tujuan hukum yang tidak membedakan semua golongan, status, dan

sebagainya (persamaan di hadapan hukum). Dalam tulisan ini dikemukakan contoh

praktik hukum yang merupakan refleksi menindak seseorang pejabat tinggi yang

terlibat dalam pungutan liar, daripada menindak unsur-unsur rendahan dari suatu

sistem virokrasi. Dengan demikian, ada suatu kecenderungan, bahwa semakin ke atas

seseorang dalam-stratifikasi sosial, semakin berkurang hukumnya, akan tetapi bagi

ahli sosiologi hukum yang penting penerapannya secara nyata.

Selain hal di atas, juga dikemukakan masalah penegakan hukum yang

berorientasi kepada status sosial. Tulisan ini mengutip suatu artikel yang berasai dari

Prof. Sudarto dalam Seminar Kriminologi ke-IV di Semarang; la mengernukakan

bahwa saat ini peraturan perundang-undangan yang menyangkut penanggulangan

kejahatan potitik bertitik tolak pada “instansi”(instansi sentris) sehingga

menimbulkan fragmentasi. Dasar yuridis formal yang fragmentaris, secara asumtif

tnengakibatkan pada keadaan-keadaan yang lebih parah, terutama dari segi

penegaknya yang apabila berbuat negatif disebut oknum. Tulisan ini meninjau

masalah oknum, dalam judulnya dipergunakan “orientasi pada status”.: Dikatakan,

secara asumtif orientasi pada status merypakan suatu akibat negatif dari gejala

instaosi sentris: Selanjutnya dijelaskan pengertian status atau kedudukan dan peran.

Suatu status merupakan posisi dalam suatu sistem (sosial); sedangkan peranan adalah

pola perilaku yang terkait pada status tersebut.

Kenyataannya banyak contoh yang menunjukkan adanya kecenderungan

bahwa orientasi diarahkan pada status. Akibatnya adalah yang dipentingkan

posisinya dan bukan peranan atau fungsi. Masalah yang dihadapi adalah

pertentangan antara status atau kedudukan dengan peranan atau fungsi: Istilah sehari-

harinya disebut dengan istilah prestise dan prestasi. Orang yang berorientasi pada

Page 24: Analisa Sosiologi Hukum Berdasarkan Metode Pendekatan Dan Fungsi Hukum

status akan lebih mementingkan prestasi. Keadaan demikian sangat ber,pengaruh

terhadap kelancaran proses penegakan hukum, yang sedikit banyaknya tergantung

pada sikap tindak penegaknya.

B. Hukum Dan Gejala Sosial

Soerjono Soekanto mengungkapkan bahwa rule of law berarti persamaan di

hadapan hukum, yaitu setiap warga negara harus tunduk kepada hukum. Demikian

pengertian yang dapat dipahami dari suatu negara hukum. Namun demikian, terdapat

kecenderungan keterkaitan antara hukum dengan gejalagejala sosial, dalam hal ini

stratifikasi sosial yang terdapat pada setiap masyarakat. Tujuan kajiannya tidak lain

hanya untuk mengidentifikasi fakta, yang mungkin ada manfaatnya di dalam

pelaksanaan penegakan hukum yang saat ini banyak dipersoalkan oleh masyarakat di

Indonesia, terutama masyarakat yang mendiami wilayah perkotaan. Kasus-kasus

semacam ini dapat diungkapkan, misalnya peristiwa penembakan mahasiswa Trisakti

dan Universitas Tadulako oleh oknum aparat keamanan ketika melakukan aksi

demonstrasi atas protes terhadap situasi kondisi perekonomian negara, Dwifungsi

ABRI dan semacamnya, baik di Jakarta, Makassar, maupun Palu.

Terhadap kasus penembakan tersebut, muncul pertanyaan mengapa oknum

aparat POLRI dan/atau TNI melakukan penembakan terhadap mahasiswa? Mungkin

akan dapat diungkapkan latar belakang sosialnya, sehingga kita semua akan lebih

mengerti mengapa peristiwa-peristiwa tersebut terjadi di negara hukum yang

berdasarkan Pancasila.

Selama ini memang terjadi banyak peristiwa yang agaknya “mengejutkan”,

datangnya sedemikian bertubi-tubi, sehingga kelihatan bahwa mekanisme hukum

memang kurang efektif; seolah-olah telah terjadi anarki di dalam kesibukan

penegakan hukum: Untuk praktisnya, di dalam tulisan ini hukum diartikan sebagai

peraturan yang ditetapkan oleh penguasa. Peraturan-peraturan tadi dapat bersifat

umum dan dapat juga bersifat khusus dari sudut ruang lingkup norma-normanya. Hal

itu kemudian dihubungkan dengan stratifikasi sosial, oleh karena masih memerlukan

penelitian yang lebih mendalam. Jadi, hukum di sini diartikan sebagai suatu jenis

social control yang diterapkan oleh penguasa.

Page 25: Analisa Sosiologi Hukum Berdasarkan Metode Pendekatan Dan Fungsi Hukum

C. Hukum Sebagai Variabel Kuantitatif

Suatu variabel adalah karakteristik dari suatu gejala yang berubah-ubah,

tergantung dari situasi atau kondisi di mana keadaan tersebut berada atau terjadi. Ada

suatu pendapat dalam sosiologi yang melihat hukum sebagai suatu variabel

kuantitatif, oleh karena menurut situasi dan kondisi, hukum dapat bertambah atau

bahkan berkurang di dalam perwujudannya. Suatu pengaduar, di kantor polisi

misalnya, adalah peristiwa hukum apabila dibandingkan dengan suatu kantor polisi

yang sama sekali tidak ada pengaduan semacam itu.

Secara kuantitatif terjadi lebih banyak proses hukum apabila frekuensi

gugatan pada suatu pengadilan negeri adalah tinggi, bila dibandingkan dengan

keadaan suatu pengadilan yang sama sekali kurang terjadi gugatan-gugatan. Kalau

penguasa pada suatu masa mengeluarkan lebih banyak peraturan tertulis daripada

masa lain, maka terdapat lebih banyak hukum. Suatu contoh konkret adalah

peraturan-peraturan tertulis mengenai peruntukkan tanah yang dikeluarkan oleh

GubernurlKepala Daerah Khusus ibukota Jakarta, selama periode antara tahun 1966

sampai dengan tahun 1970. Pada tahun 1968 dikeluarkan tiga peraturan, pada tahun

1969 tujuh peraturan, pada tahun 1970, 1971, dan 1972 tidak ada peraturan yang

dikeluarkan; sedangkan pada tahun 1973 dan 1974, masing-masing satu peraturan

(Pemerintah DKI Jakarta, Himpunan Peraturan Pertanahan DKI Jakarta 1976).

Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa terdapat huktam pada tahun 1969, apabila

dibandingkan dengan tahun sebelumnya dan tahun-tahun sesudahnya.

Hal di atas ditemukan meialui pendekatan sosiologis sebagai salah satu dasar

perikelakuan yang nyata ataupun fakta yang terlihat. Hal ini mungkin berarti pada

suatu ketika jenis jenis social control lainnya lebili menonjol perannya daripada

hukum. Sebab, integrasi dan keteraturan dalatn masyarakat tidak hanya disebabkan

oleh adanya hukum, akan tetapi justru mungkin karena adanya jenis jenis social

control lain, seperti kaidah-kaidah kesusilaan, sopan saritun, dan seterusnya. Maka

adakalanya para sasiolog bertitik tolak pada hipotesis, bahwa bertambahnya hukum

adalah sesuai dengan berkurangnya jenis-jenis social control lainnya; atau

berkurangnya hukum adalah sejalan dengan bertambahnya jenis jenis kontroi sosial

selain hukum.?[2]

Page 26: Analisa Sosiologi Hukum Berdasarkan Metode Pendekatan Dan Fungsi Hukum

D. menyoal anarki dan penegakan hukum di indonesia

Jauh-jauh hari Prafesor Donald Black (dalam The Behavior of Law, 1976)

merumuskan hahwa ketika pengendalian sosial oleh pemerintah yang sering

dinamakan hukum tidak jalan, maka bentuk lain dari pengendalian sosial sccara

otomatis akan muncul. Suka atau tidak suka, tindakan-tindakan yang dilakukan oleh

individu dan kelompok yang dari optik yuridis dapat digolongkan sebagai tindakan

main hakim sendiri (eigenrichtirzg), pada hakikatnya merupakan wujud

pengendalian sosial yang dilakukan oleh rakyat.

Berbagai tindakan anarki, baik dalam wujud tindakan main hakim sendiri

tnaupun tawuran, pertikaian suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) dan jenis

lainnya, menjadi fenomena yang kini tampak di berbagai tempat di tanah air.

Terakhir yang paling mengerikan, pembakaran lima sosok tersangka penodong oieh

warga tnasyarakat setempat.

Berbagai tindakan anarkis dan main hakim sendiri itu, celakanva hanya

ditanggapi dengan penanganan sangat parsial dan sempit oleh penguasa dan aparat

penegak hukum, serta mengabaikan “akar masalah”nya sendiri. Padahal mestinya

disadari, perilaku anarkis itu lahir dalam suatu lingkungan yang kondusif, baik secara

struktural maupun situasional.

Setiap kasus yang demikian merupakan suatu struktur kompleks posisiposisi

dan hubungan-hubungan sosial: Para petinggi hukum hanya bicara tentang

keberadaan rambu-rambu hukum yang memang ada, tetapi di dalam ketiyataannya

justru tidak berdaya (atau mungkin sengaja tidak diberdayakan oleh sosoksosok

petinggi atau penegak hukum tertentu). Kaum realis sering mengemukakan,

generally speaking, legal doctrine alone cannot adequately predict or explain how

cases are handled (secara umum, doktrin hukum semata tidak dapat secara memadai

meramalkan atau menjelaskan bagaimana kasus-kasus ditangani). Memang di satu

pihak penanganan situasional dibutuhkan, misalnya diharapkan suatu tindakan yang

tegas dan profesional oleh aparat penegak hukum terhadap para pelaku anarkis,

namun di pihak lain, penanganan secara mendasar pada akar masalahnya juga harus

ditangani secara nasional.

Page 27: Analisa Sosiologi Hukum Berdasarkan Metode Pendekatan Dan Fungsi Hukum

Seyogianya disadari bahwa berbagai tindakan anarkis yang terjadi bela-

kangan ini, merupakan perwujudan dari apa yang diistilahkan oleh Smelser sebagai a

hostile outburst (ledakan kemarahan) atau a hostile frustration (ledakan tumpukan

kekecewaan).

Tingkat kepercayaan warga masyarakat terhadap pranata formal, termasuk

terhadap law enforcement, sudah teramat buruk. Dan sudah menjadi adagium yang

universal, ketika tingkat kepercayaan warga terhadap penegakan hukum itu

memburuk, otomatis tingkat tindakan main hakim sendiri akan meningkat, demikian

sebaliknya. Untuk itu sangat beralasan dikemukakan bahwa Indonesia membutuhkan

suatu strategi raksasa dalam upaya penanggulangan tindakan anarki tersebut. Apa

yang dimaksudkan sebagai strategi raksasa ialah pengembalian kepercayaan

masyarakat terhadap pemerintah dan penegakan hukum.

Bagaimana mungkin masyarakat akan pulih kepercayaannya jika yang

mereka saksikan dalam proses penegakan hukum, terutama yang berkaitan dengan

kasus-kasus KKN kelas kakap, masih seperti yang dialunkan oleh syair aku masih

seperti yang dulu. Berbagai sikap diskriminatif, dilakonkan para penegak hukum

negeri ini. Tampak benar oleh mata hati masyarakat bahwa asas equal justice under

law masih merupakan lips service. Hanya bahan retorika belaka para petinggi

hukum. Lebih-lebih lagi ketika muncul kasus suap pada proses hukurn Probosuteja

terhadap aparat Mahkamah Agung termasuk ketua Mahkamah Agung.

Pengembalian kepercayaan itu tentu saja barns dimulai dengan pelengseran

para petinggi hukurn dan penegak hukurn yang tergolong sosak-sosok sapat kotor.

Dari sekitar 80-an calon hakim agung yang kini (2002) akan dipilih oleh DPR,

seyogianya 20 orang bakal tersisa, yang notabene benar-benar orang barn dan dengan

paradigma baru, yang tidak pernah bersentuhan dengan sistetn pernerincahan di masa

lalu. Dan memiliki catatan prestasi yang baik, khususnya yang mempunyai

komitmen tinggi terhadap upaya menjadikan hukurn sebagai panglima di republik

ini. Kejaksaan Agung pun tak terkecuali, harits dibersihkan.

Ada baiknya, dari level Jaksa Agung, Ketua Mahkamah Agung hingga ke

lapisan petinggi hukurn di tingkat daerah, ditempati sosok-sosok nonpartisan,

sehingga kebijakannya tidak bias oleh kepentingan partai politiknya, sebab secara

Page 28: Analisa Sosiologi Hukum Berdasarkan Metode Pendekatan Dan Fungsi Hukum

teouetis dikatakan intimacy breeds partisanship, Secara ilmiah, faktor stratifikasi dan

morfologi, sangat kental mempengaruhi penegak hukum, bahkan menurut Donald:

Even the smallest degree of intimacy, such as, eye contact with jurors, strengthens a

case (bahkan kadar keintiman yang paling kecil, seperti kontak mata dengan para

anggota dewan juri akan memperkuat suattt kasus).

Kondisi keterpurukan hukurn di Indonesia saat ini hanya mungkin diatasi jika

para penegak hukurn lebih banyak bertanya kepada hati nuraninya daripada perutnya,

sehingga apa yang disebut benar dan adil oleh masyarakat mampu

diimple.mentasikan oleh para penegak hukurn melalui putusan-putusan hukurn di

pengadilan.

5. KEBERADAAN HUKUM DALAM MASYARAKAT DALAM KONTEKS

PENEGAKAN HUKUM

A. Efektivitas Hukum Dalam Masyarakat

Bila membicarakan efektivitas hukum dalam masyarakat berarti membi-

carakan daya kerja hukum itu dalam mengatur dan/atau memaksa masyarakat untilk

taat terhadap hukum. efektivitas hukum dimaksud, berarti mengkaji kaidah hukum

yang harus memenuhi syarat, yaitu berlaku secara yuridis; berlaku secara sosiologis,

dan berlaku secara filosofis. Oleh karetta itu, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

hukum itu berfungsi dalam masyarakat, yaitu (1) kaidah hukum/ peraturan itu

sendiri; (2) petugas/penegak hukum; (3) sarana atau fasilitas yang digunakan oleh

penegak hukum; (4) kesadaran masyarakat. Hal itu akan diui-aikan secara berurut

sebagai berikut.

1. Kaidah Hukum

Di dalam teori-teori ilmu hukum, dapat dibedakan tiga macam hal mengenai

berlakunya hukum sebagai kaidah. Hal itu diungkapkan sebagai berikut:

1) Kaidah hukum berlaku secara yuridis, apabila penentuannya didasarkan

pada kaidah yang lebih tinggi tingkatannya atau terbentuk atas dasar yang

telah ditetapkan.

Page 29: Analisa Sosiologi Hukum Berdasarkan Metode Pendekatan Dan Fungsi Hukum

2) Kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah fersebut efektif.

Artinya, kaidah dimaksud dapat dipaksakan be-rlakunya oleh penguasa

walaupun tidak diterima oleh warga masyarakat (teori kekuasaan) atau

kaidah itu berlaku karena adanya pengakuan dari masyarakat.

3) Kaidah hukum berlaku secara filosofis, yaitu- sesuai dengan cita hukum

sebagai nilai positif yang tertinggi.

Kalau dikaji secara mendalam, agar hukum itu berfungsi maka setiap kaidah

hukum harus memenuhi ketiga macam unsur di atas, sebab: (1) bila kaidah hukum

hanya berlaku secara yuridis, ada kernungkinan kaidah itu merupakan kaidah mati;

(2) kalau hanya berlaku secara sosiologis dalam arti teori kekuasaan,maka kaidah itu

menjadi aturan pemaksa; (3) apabila hanya bertaku secara filosofis, kemungkinannya

kaidah itu hanya merupakan hukum yang dicita-citakan (itas cotastituendum).

Berdasarkan penjelasan di atas, tatnpak betapa rumitnya persoalan efektivitas hukum

di Indonesia. Oleh karena itu, agar suatu kaidah hukum atau peraturan tertulis benar-

benar berfungsi, senantiasa dapat dikembalikan pada empat faktor yang telah

disebutkan.

2. Penegak Hukum

Penegak hukum atau orang yang bertugas menerapkan hukum mencakup

ruang lingkup yang sangat luas, sebab menyangkut petugas pada strata atas,

menengah, dan bawah. Artinya, di dalam tnelaksanakan tugas-tugas penerapatr

hukum, petugas seyogianya harus memiliki suatu pedoman, di antaranya pet-atut-an

tertulis tertentu yang meneakup ruang lingkup tugas-tugasnya. Di dalatn hal

penegakan hukum dimaksud, kemungkinan petugas penegak hukutn menghadapi hal-

hal sebagai berikut.

1) Sampai sejauh mana petugas terikat dari peraturan-peraturan yang ada?

2) Sampai batas-batas mana petugas berkenan memberikan kebijakan?

3) Teladan macam apakah yang sebaiknya diberikan oleh petugas kepada

masyarakat?

Page 30: Analisa Sosiologi Hukum Berdasarkan Metode Pendekatan Dan Fungsi Hukum

4) Sampai sejauh manakah derajat sinkronisasi penugasan-penugasan yang

diberikan kepada para petugas sehingga memberikan batas-batas yang tegas

pada wewenangnya?

Masalah-masalah umum yang diungkapkan di atas, masih dapat bertambah;

untuk sementara ini hanya disebutkan contoh-contoh sebagai berikut.

1. Di berbagai ibukota provinsi di Indonesia, misalnya Palu, jarang sekali tet’lilat

diambilnya tindakan terhadap pejalan kaki yang seenaknya menyeberang jalan.

Kalau terjadi kecelakaan lalu lintas, ada kecenderungan yang sangat kuat, bahwa

yang mengemudikan kendaraan bermotor yang ditindak. Padahal ada peraturan-

peraturan yang dikenakan terhadap para pejalan kaki, yaitu dalam Pasal 9 dan 10

PP Nomor 38 Tahun 1951. Di dalam Pasal 108 dari PP tersebut, ada ancaman

hukuman terhadap peianggar Pasat 9 dan 10 ayat (2), yang oleh Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 1965 diklasifikasi sebagai peristiwa (tindak) pidana pelanggaran.

Entah mengapa petugas lalu lintas di wilayah ini hampir-hampir tidak pernah

menerapkan ketentuanketentuan tersebut, akan tetapi 3ebih cenderung untuk

menerapkan Pasal 359 dan 360 KUHP terhadap pengemudi kendaraan bermotor

apabila terjadi kecelakaan lalu lintas yang melibatkan tubrukan antara kendaraan

bertnotor dengan pejalan kaki.

2. Ada perkembangan baru soal peradilan yang menyimpang di Sulawesi Tengah,

pada persidangan 22 kasus di Parigi pada tanggal 15 Maret 2003.

Sidang dimaksud, hanya dilaksanakan oleh majelis hakim sekitar setengah

hari sebagaimana yang dianalisis oleh Pain Justice Watch (PJW). Hasil temuan itu

ditindaklanjuti lagi oleh wartawan Radar Sulteng, Tempo, dan dikutip oleh beberapa

wartawan, baik lokal maupun nasional. Dari husil temuan dimaksud, penulis

berkesimpulan bahwa kemungkinan besar terjadi penyimpangan dalam hukum acara

pidana, oleh karena adanya pengakuan dalam bentuk keluhan dari salah seorang

hakim mengenai banyaknya perkara yang harus diselesaikan dalam wilayah hukum

Pengdilan Negeri Palu. Demikian juga pengakuan atas kekeliruan wau kekhilafan

Jaksa Penuntut Umum.

Page 31: Analisa Sosiologi Hukum Berdasarkan Metode Pendekatan Dan Fungsi Hukum

Berdasarkan keterangan singkat dari dua kasus di atas, faktor petugas

memainkan peran penting dalam memfungsikan hukum. Kalau peraturan sudah baik.

tetapi kualitas penegak hukum rendah maka akan ada masaiah. Demikian pula

sebaliknya, apabila peraturannya buruk, sedangkan kualitas petugasnya baik,

mungkin pula timbul masalah-masalah.

3. Sarana/Fasilitas

Fasilitas atau sarana amat penting untuk mengefektifkan suatu aturan tertentu.

Ruang lingkup sarana dimaksud, terutama sarana fisik yang berfungsi sebagai faktor

pendukung. Misalnya, bila tidak ada kertas dan karbon yang cukup serta mesin tik

yang cukup baik, bagaimana petugas dapat membuat berita acara mengenai suatu

kejahatan. Bagaimana polisi dapat bekeija dengan baik apabila tidak dilengkapi

dengan kendaraan dan alat-alat komunikasi yang proporsional. Kalau peralatan

dimaksud sudah ada, faktor-faktor pemeliharaannya juga memegang peran yang

sangat penting. Memang sering tei jadi bahwa suatu peraturan sudah difungsikan,

padahal fasilitasnya belum tersedia lengkap. Peraturan yang semula bertujuan untuk

memperlancar proses, malahan mengakibatkan terjadinya kemacetan. Mungkin ada

baiknya, ketika hendak menerapkan suatu peraturan secara resmi ataupun

memberikan tugas kepada petugas, dipikirkan mengenai fasilitas-fasilitas yang

berpatokan kepada:

1) apa yang sudah ada, dipelihara terus agar setiap saat berfungsi;

2) apa yang belum ada, perlu diadakan dengan memperhitungkan jangka waktu

pengadaannya;

3) apa yang kurang, perlu dilengkapi;

4) apa yang telah rusak, diperbaiki atau diganti;

5) apa yang macet, dilancarkan;

6) apa yang telah mundur, ditingkatkan.

4. Warga Masyarakat

Salah satu faktor yang mengefektifkan suatu peraturan adalah warga

masyarakat. Yang dimaksud di sini adalah kesadarannya untuk mematuhi suatu

Page 32: Analisa Sosiologi Hukum Berdasarkan Metode Pendekatan Dan Fungsi Hukum

peraturan perundang-undangan, yang kerap disebut derajat kepatuhan. Secara

sederhana dapat dikatakan, bahwa derajat kepatuhan masyarakat terhadap hukum

merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan. Sebagai

contoh dapat diungkapkan sebagai berikut.

1) Apabila derajat kepatuhan terhadap peraturan rambu-rambu lain lintas

adalah tinggi maka peraturan lalu lintas dimaksud, pasti akan berfungsi,

yaitu mengatur waktu penyeberangan pada persimpangan jalan. Oleh

karena itu, bila rambu-rambu lalu lintas warna kuning menyaIa, para

pengemudi diharapkan memperlambat laju kendaraannya. Namun bila

terjadi sebaliknya; kendaraan yang dikemudikan makin dipercepat lajunya

atau tancap gas; besar kemungkinan akan terjadi tabrakan.

2) Bagi orang Islam Indonesia termasuk warga masyarakat Islam yang

mendiami kota Palu, tahu dan paham tentang Undang-Undang ltlomou 3$

Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat. Undang-undang dimaksud; lahir

dari adanya ajaran Islam yang mewajibkan berzakat bagi setiap muslim

yang mempunyai penghasilan, baik penghasilan dari pekerjaan profesi

sebagai pegawai negeri, pejabat strukturai, maupun pejabat fungsional.

Namun demikian, masih ditemukan pegawai negeri sipil dirnaksud;

mengeluarkan zakatnya tanpa melembaga. Artinya orang Islam dimaksud,

memberikan zakat kepada orang yang dianggap bei-hak menerimanya.

Padahal baik peraturan perundang-undangan maupun ajaran Islam

(Aiquran Surah At-Taubah: 60) menghendaki agar zakat ctikeluarkan

melalui letrtbaga amil zakat. Sebab, salah satu fungsi sosial zakat adalah

pemenuhan hak bagi delapan golongan yang berhak menerima zakat dalam

mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial.

Berdasarkan dua contoh di atas, persoalannya adalah (1) apabila peraturan

baik, sedangkan warga masyarakat tidak mematuhinya, faktor apakah yang

menyebabkannya? (2) apabila peraturan itu baik serta petugas cukup berwibawa,

fasilitas cukup, mengapa masih ada yang tidak mematuhi peraturan perundang-

undangan?

Page 33: Analisa Sosiologi Hukum Berdasarkan Metode Pendekatan Dan Fungsi Hukum

Selain masalah-masalah di atas, masih ada persoalan lain, yaitu adanya suatu asumsi

yang menyatakan bahwa semakin besar peran sarana pengendalian sosial selain

hukum (agama dan adat istiadat), semakin kecil perao hukum. Oleh karena itu,

hukum tidak dapat dipaksakan keberlakuannya di dalam segala hal; selama masih

ada sarana lain yang ampuh: Hukum hendaknya dipergunakan pada tingkat yang

terakhir bila sarana lainnya tidak mampu lagi untuk mengatasi masalah. Namun,

untuk mengakhiri pembahasan ini, perlu diungkapkan hal-hat yang berkaitan dengan

kesadaran masyarakat terhadap hukum, yaitu:

(1) penyuluhan hukum yang teratur;

(2) pemberian teladan yang baik dari petugas di dalam hal kepatuhan terhadap

hukum dan respek terhadap hukum;

(3) pelembagaan yang terencana dan terarah.

B. Usaha-Usaha Meningkatkan Kesadaran Hukum

Pada umumnya orang berpendapat bahwa kesadaran warga masyarakat

terhadap hukurn yang tinggi mengakibatkan para warga masyarakat mematuhi

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebaliknya,apabila

kesadaran warga masyarakat terhadap hukum rendah, derajat kepatuhannya juga

rendah. Pernyataan yang demikian berkaitan dengan fungsi hukurn dalam

masyarakat atau efektivitas dari pelaksanaan ketentuan-ketentuan hukum dalam

masyarakat. Pernyataan yang lain adalah kesadaran masyarakatterhadap hukurn

mempunyai beberapa masalah di antaranya: apakah ketentuan hukum tertentu benar-

benar berfungsi atau tidak di dalam masyarakat. Misalnya, pada umumnya,

masyarakat yang mendiami kota Palu pada tahun 80-an membangun rumah tanpa

IMB (Izin Mendirikan Bangunan) sehingga sebagian jalan yang ada ditemukan

rnengikuti rumah. Akibatnya jalan-jalan itu sebagian tidak lurus. Contoh dimaksud,

menunjukkan rendahnya kesadaran warga masyarakat terhadap izin mendirikan

bangunan (IMB) di kota Palu.

Masalahnya adalah apakah kesadaran masyarakat tentang hukum sesederhana

itu, sebagaimana yang diungkapkan di atas? Kiranya tidaklah demikian. Sebab,

fungsi hukurn amat tergantung pada efektivitas menanamkan hukum tadi, reaksi

Page 34: Analisa Sosiologi Hukum Berdasarkan Metode Pendekatan Dan Fungsi Hukum

masyarakat dan jangka waktu untuk menanamkan hukum dimaksed. Misalnya,

apabila ada peraturan perundang-undangan yang baru metogenai perpajakan maka

pertama-tama yang perlu dilakukan adalah pengumuman melalui macam-macam alat

mass media. Kemudian, perlu diambil jangka waktu tertentu untuk menelaah reaksi

dari masyarakat. Apabila jangka waktu tersebut telah lampau, barulah diambil

tindakan yang tegas terhadap para pelanggarnya. Bila cara tersebut ditempuh, warga

masyarakat akan lebih menaruh respons terhadap hukurn termasuk penegak dan

pelaksanaannya.

Dengan demikian, masalah kesadaran hukurn warga masyarakat sebenarnya

menyangkut faktor-faktor apakah suatu ketentuan hukum tertentu diketahui,

dipahami, ditaati, dan dihargai? Apabila warga masyarakat hanya mengetahui adanya

suatu ketentuan hukum, maka taraf kesadaran hukumnya lebih rendah dari mereka

yang memahaminya, dan seterusnya. Hal itulah yang disebut legal corzscioacsness

atau knowledge and opinion about law. Hal-hat yang berkaitan dengan kesadaran

hukum akan diuraikan sebagai berikut.

1. Pengetahuan Hukum

Bila suatu peraturan perundang-undangan telah diimdangkan dan diterbitkan

menurut prosedur yang sah dan resmi, maka secara yuridis peraturan perundang-

undangan itu berlaku. Kemudian timbul asumsi bahwa setiap warga masyarakat

dianggap mengetahui adanya undang-undang tersebut, misalnya Undang-Undang

Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat: Namun, asumsi tersebut tidaklah

demikian kenyataannya.

Pengetahuan hukum masyarakat akan dapat diketaltui bila diajukan sepe-

rangkat pertanyaan mengenai pengetahuan hukum tertevtu. Pei-tanyaan dimaksud,

dijawab oleh masyarakat itu dengan benar sehingga kita dapat mengatakan bahwa

masyarakat itu sudah mempunyai pengetahuan hukum yang benar. Sebaliknya, bila

pertanyaan-pertanyaan dimaksud tidak dijawab dengan benar, dapat dikatakan

masyarakat itu belum atau kurang mempunyai pengetahuan hukum.

Page 35: Analisa Sosiologi Hukum Berdasarkan Metode Pendekatan Dan Fungsi Hukum

2. Pemahaman Hukum

Apabila pengetahuan hukum saja yang dimiliki oleh masyarakat, hal itu

belumlah memadai, masih diperlukan pemahaman atas hukum yang berlaku. Melalui

pemahaman hukum, masyarakat diharapkan memahami tujtaan peraturan perundang-

undangan serta manfaatnya bagi pihak-pihak yang kehidupannya diatur oleh

peraturan perundang-undangan dimaksud.

Kalau ditelaah Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan

Zakat, tidak semua kaidah yang tercantum di dalamnya dapat dimengeiti, apalagi

oleh masyarakat luas. Misalnya, ketentuan Pasal i l ayat (2), harta yang dikenai zakat

adalah:

1. emas, perak, dan uang;

2. perdagangan dan perusahaan;

3. hasil pertanian, hasil perkebunan, dan hasil perikanan;

4. hasil pertambangan;

5. hasil peternakan;

6. hasil pendapatan dan jasa;

7. rikaz.

Sebagian besar warga masyarakat belum mengetahui sepenuhnya muatan

Pasal 11 ayat (2) tersebut sehingga amat sulit menentukan kesadarannya untuk

rnembayar zakat harta. Selain itu, lembaga amil zakat kurang transparan dalam hal

penerimaan dan pemanfaatan zakat.

Pemahaman hukum masyarakat akan dapat diketahui bila diajukan

seperangkat pertanyaan mengenai pemahaman hukum tertentn. Pertanyaan

dimaksud, dijawab oleh masyarakat itu dengan benar sehingga kita dapat

mengatakan bahwa masyarakat itu sudah mempunyai pemahaman hukum yang

benar. Sebaliknya, bila pertanyaan-pertanyaan dimaksud tidak dijawab dengan benar,

dapat dikatakan bahwa masyarakat itu belum memahami hukum.

3. Penaatan Hukum

Seorang warga masyarakat menaati hukum karena pelbagai sebab. Sebab-

sebab dimaksud, dapat dicontohkan sebagai berikut.

Page 36: Analisa Sosiologi Hukum Berdasarkan Metode Pendekatan Dan Fungsi Hukum

1) Takut karena sanksi negatif, apabila hukum dilanggar.

2) Untuk menjaga hubungan baik dengan penguasa.

3) Untuk menjaga hubungan baik dengan rekan-rekan sesamanya.

4) Karena hukum tersebut sesuai dengan nilai-nilai yang dianut.

5) Kepentingannya terjamin.

Secara teoretis, faktor keempat merupakan hal yang paling baik. Hal itu

disebabkan pada faktor pertama, kedua, dan ketiga, penerapan hukum senantiasa

harus diawasi oleh petugas-petugas tertentu, agar hukum itu benar-benar ditaati di

dalam kenyataannya. Dalam hal ini, seyogianya ada suatu penelitian yang mendalam

mengenai derajat ketaatan terhadap Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999.

4. Pengharapan terhadap Hukum

Suatu norma hukum akan dihargai oleh warga masyarakat apabila ia telah

mengetahui, memahami, dan menaatinya. Artinya, dia benar-benar dapat merasakan

bahwa hukum tersebut menghasilkan ketertiban serta ketenteraman dalam dirinya.

Hukum tidak hanya berkaitan dengan segi lahiriah dari tnanusia, akan tetapi juga dari

segi batiniah.

Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat berkaitan

dengan rukun Islam yang dapat menenteramkan batin bagi yang melaksanakannya

dan dapat mernbantu memenuhi kebutuhan mendesak bagi yang menerimanya, Oleh

karena itu, perlu diungkapkan bahwa status hukum zakat merupakan ibadah wajib

yang termasuk rukun Islam yang ketiga. Perintah zakat yang terdapat dalamAlquran

sebanyak 30 ayat atau tempat dan 28 kali iaerintah itu bergandengan dengan perintah

salat.

Zakat sebagai ibadah wajib kepadaAllah, mencerminkan hubungan manusia

sebagai hamba, dengan Tuhan sebagai Pencipta yang menetapkan kewajiban zakat

terhadap orang-yang memiliki harta kekayaan. Lembaga zakat mencerminkan nilai-

nilai keislaman dan ketakwaan bagi orang yang memiliki kewajiban untuk

menunaikannya. Zakat merupakan salah satu tolok ukur dalam mengetahui tingkat

ketakwaan seseorang di samping memilih fungsi kemasyarakatan.

Page 37: Analisa Sosiologi Hukum Berdasarkan Metode Pendekatan Dan Fungsi Hukum

Menurut H. Muhammad Daud Ali, fungsi kemasyarakatan yang terdapat

dalam zakat, ialah (1) mengangkat derajat fakir – miskin dan membantunya dari

kesulitan hidup serta penderitaan; (2) membantu memecahkan masalah yang

dihadapi oleh para gharinain, ibntl sabid, dan mustahik lainnya; (3) membentangkan

dan membina tali persaudaraan sesama umat Islam datt manusia pada umumnya; (4)

menghilangkan sifat kikir dan sifat loba bagi pemitik harta; (5) membersihkan diri

dari sifat dengki dan iri (kecemburuan sosial) dalam arti orang-orang miskin; (6)

menjembatani jurartg pemisah antara si kaya dengan si miskin dalam suatu

masyarakat; (7) mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri seseorang,

terutama pada mereka yang memiliki harta kekayaan; (8) mendidik manusia untuk

disiplin menunaikan kewajiban dan menyerahkan hak orang lain yang ada padanya;

(9) sarana pemerataan pendapatan (rezeki) untuk mewujudkan keadilan sosial.[4]

Berdasaakan fungsi zakat yang telah diuraikan di atas, baik fungsinya sebagai ibadah

wajib kepada Tuhan maupun fungsinya da(am masyat-akat, dapat diketahui bahwa

ditetapkannya zakat sebagai rukun Islam, mengandung hikmah: hikmah bagi

pemberi, hikmah bagi penerima, hikmah bagi pemberi dan penerima, dan hikmah

bagi harta itu sendiri.

5. Peningkatan Kesadaran Hukum

Peningkatan kesadaran hukum seyogianya dilakukan melalui penecangan dan

penyuluhan hukum yang teratur atas dasar perencanaan yang mantap. Penyuluhan

hukum bertujuan agar warga masyarakat mengetahui dan memahami hukum-hukum

tertentu, misalnya peraturan perundang-undangan tertentu mengenai zakat, pajak,

dan seterusnya. Peraturan dimaksud, dijelaskan melalui penerangan dan penyuluhan

hukum, mungkin hanya perlu dijelaskan pasal-pasal tertentu dari suatu peraturan

perundang-undangan, agar masyarakat merasakan manfaatnya. Penerangan dan

penyuluhan hukum harus disesuaikan dengan masalah-masalah hukum yang ada

dalam masyarakat pada suatu waktu yang menjadi sasaran penyuluhan hukum.[5]

Penyuluhan hukum merupakan tahap selanjutnya dari penerangan hukum. Tujuan

utama dari penerangan dan penyuluhan hukum adalah agar warga m-asyarakat

memahami hukum-hukum tertentu, sesuai masalah-masalah hukum yang sedang

Page 38: Analisa Sosiologi Hukum Berdasarkan Metode Pendekatan Dan Fungsi Hukum

dihadapi pada suatu saat. Penyuluhan hukum harus berisikan hak dan kewajiban di

bidang-bidang tertentu, serta manfaatnya biia hukum dimaksud ditaati.

Peoerangan dan penyuluhan hukum menjadi tugas dari kalangan hukum pada

umumnya, dan khususnya mereka yang mungkin secara langsung berhubungan

dengan warga masyarakat, yaitu petugas hukum. Yang disebutkan terakhir ini harus

diberikan pendidikan khusus, supaya mampu memberikan penei’angan dan

penyuluhan hukum. Jangan sampai terjadi petugas-petugas itulah yang justru

memanfaatkan hukum untuk kepentingan pribadi, dengan jalan menakut-nakuti

warga masyarakat yang awam terhadap hukum.

6. Paradigma Moral Penyelesaian Konflik dan Sengketa Pertanahan

ADA keyakinan pada diri penulis, tanah tidak dapat langsung menyajikan

kemakmuran, yang menyajikan kemakmuran adalah "pembangunan" di atas tanah

tersebut. Pengertian kata "pembangunan" pada dasarnya merupakan istilah yang

dapat dipakai dalam macam-macam konteks, dan seringkali digunakan dalam

konotasi politik dan idiologi tertentu. Hal tersebut sangat tergantung pada konteks

menggunakan dan untuk kepeningan apa. Pembangunan dapat dimaknai sebagai

perubahan sosial, pertumbuhan, progres, dan modernisasi. Dari pengertian

pembangunan di atas, arti yang paling makna positif adalah perubahan sosial.

Dalam melaksanakan pembangunan, yang merupakan bagian dari perubahan

sosial tidak jarang, terjadi ekses-ekses kebijakan oleh Pemerintah baik itu yang

bersifat positif maupun negatif bagi seseorang, kelompok tertentu (masyarakat

hukum adat misalnya) atau masyarakat pada umumnya.

Oleh karena itu, dalam pelaksanaan pembangunan mungkin akan terjadi suatu

kondisi di mana seseorang, kelompok/golongan tertentu, atau masyarakat akan

merasa diuntungkan, sebaliknya terjadi pula dimana seseorang, kelompok/golongan

dirugikan. Atau dengan kata lain akan muncul seseorang maupun kolektif jadi

korban yang menderita kerugian akibat perbuatan (penerbitan keputusan) atau

bahkan sama sekali tidak melakukan perbuatan pada hal itu menjadi kewajibannya,

yaitu tidak menerbitkan Keutusan Tata Usaha Negara (Pasal 3 ayat (1) UU No 5

Tahun 1986 Jo UU No 9 Tahun 2004).

Page 39: Analisa Sosiologi Hukum Berdasarkan Metode Pendekatan Dan Fungsi Hukum

Dalam kaitan tersebut, jelas bahwa dalam pelaksanaan pembangunan akan

timbul korban baik perorangan maupun kelompok tertentu, korporasi, badan hukum

swasta, yang kalau tidak ditangani secara serius dan hati-hati akan menjadi konflik,

sengketa dan akhirnya kalau tidak dapat dikelola dengan baik akan bermuara ke

pengadilan. Secara riil di lapangan yang langsung menjadi objek atau korban adalah

para oknum atau anggota kelompok itu sendiri.

Pembaruan Agraria

Dalam Ketetapan MPR RI Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria

dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, ditegaskan bahwa dalam Pembaruan Agraria

dan Pengelolaan SDA harus dilaksanakan dalam rangka tercapainya kepastian dan

perlindungan hukum serta keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.

Hal yang lebih penting lagi, bahwa tanah merupakan perekat Negara Kesatuan

Republik Indonesia, oleh karena itu perlu dikelola secara Nasional dengan tetap

menjaga keberlanjutan sistem kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam tataran

empiris, kebijakan yang bersifat nasional tersebut tidak pula meninggalkan norma

yang tumbuh dan berkembang dalam komunitas tertentu seperti masyarakat hukum

adat yang eksistensinya masih ada di beberapa daerah tertentu seperti Sumatera

Barat, Propinsi Papua dan beberapa daerah lain di luar Pulau Jawa.

BPN-RI dengan Mandat Baru

Dalam Negara Kesatuan RI satu-satunya lembaga atau institusi yang sampai

saat ini diberikan kewenangan (kepercayaan) untuk mengemban amanah dalam

mengelola bidang pertanahan adalah Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia

(BPN-RI). Pasal 2 Peraturan Presiden (Perpres) No 10 Tahun 2006 tentang Badan

Pertanahan Nasional menyebutkan bahwa Badan Pertanahan Nasional mempunyai

tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional,

regional dan sektoral. Oleh karena itu, maka BPN-RI dengan mandat baru tersebut,

ke depan harus mampu memegang kendali perumusan kebijakan nasional di bidang

pertanahan , kebijakan teknis, perencanaan dan program, penyelenggaraan pelayanan

administrasi pertanahan dalam rangka menjamin kepastian hukum hak atas tanah,

Page 40: Analisa Sosiologi Hukum Berdasarkan Metode Pendekatan Dan Fungsi Hukum

penatagunaan tanah, reformasi agraria, penguasaan dan pemilikan hak atas tanah,

termasuk pemberdayaan masyarakat. Bahkan Institusi/lembaga ini salah satu misi

nya adalah melakukan pengkajian dan penanganan masalah, sengketa, perkara dan

konflik di bidang pertanahan.

Sebagai wujud keinginan dan kepedulian Pemerintah untuk menangani

konflik dan sengketa pertanahan yang mempunyai implikasi langsung terhadap

'korban" di bidang pertanahan, maka dalam pembentukan BPN-RI dengan visi dan

misi yang baru, di BPN Pusat telah dibentuk Deputi IV Bidang Pengkajian dan

Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan (Pasal 343 Peraturan Kepala BPN No

3 Tahun 2006). Yang selanjutnya di tingkat Propinsi yaitu pada Kantor Wilayah BPN

dibentuk Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan ,

sedangkan di tingkat Kabupaten/ Kota, yaitu pada setiap Kantor Pertanahan

Kabupaten/ Kota dibentuk Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara (Pasal 4 dan 27, 32,

dan 53 Peraturan Kepala BPN No 4 Tahun 2006).

Sementara untuk mewujudkan visi dan misi BPN-RI yang baru tersebut,

Kepala BPN-RI Joyo Winoto, telah menetapkan sebelas agenda kegiatan, yaitu: 1)

Membangun kepercayaan masyarakat pada BPN; 2) Meningkatkan pelayanan dan

pelaksanaan pendaftaran tanah, serta sertifikasi tanah secara menyeluruh di seluruh

Indonesia; 3) Memastikan penguatan hak-hak rakyat atas tanah; 4) Menyelesaikan

persoalan pertanahan di daerah-daerah korban bencana alam dan daerah-daerah

konflik di seluruh tanah air; 5) Menangani dan menyelesaikan perkara, masalah,

sengketa dan konflik pertanahan di seluruh Indonesia secara sistematis; 6)

Membangun Sistem Infomasi dan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS)

dan Sistem keamanan dokumen pertanahan di seluruh Indonesia; 7) Menangani

masalah KKN serta meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat; 8)

Membangun database penguasaan dan pemilikan tanah skala besar; 9) Melaksanakan

secara konsisten semua peraturan perundang-undangan pertanahan yang telah

ditetapkan; 10) Menata kelembagaan Badan Pertanahan Nasional; dan 11)

Mengembangkan dan memperbaharui politik, hukum, dan kebijakan pertanahan.

Dalam konteks kebijakan pertanahan nasional, sebelas agenda di atas tidak

menegasikan wacana kedaerahan (regional) untuk menggali kearifan lokal dalam

Page 41: Analisa Sosiologi Hukum Berdasarkan Metode Pendekatan Dan Fungsi Hukum

penyelesaian sengketa, konflik dan perkara pertanahan yang terdapat di beberapa

daerah di Indonesia, dalam bingkai Negara Kesatuan RI. Sebagai contoh, telah

dituangkannya substansi pengaturan bidang pertanahan pada Pasal 213 UU No 11

Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

Paradigma Moral

Berdasarkan hasil pengamatan penulis, penyelesaian konflik dan sengketa

serta perkara pertanahan pada masa lalu masih dilakukan melalui pendekatan

paradigma hukum normatif (tertulis) semata. Penyelesaian kasus-kasus pertanahan di

beberapa daerah di Propinsi Papua, kasus beberapa PT Perkebunan Nusantara

(PTPN) di Sumatera Utara, pendekatan hukum normatif masih sangat mendominasi.

Pada hal ternyata pendekatan tersebut, dalam tataran empiris kurang berhasil. Akar

permasalahannya adalah pendekatan paradigma hukum normatif (hukum tertulis)

alias hukum modern semata yang bersifat legal positivistic, akan mengakibatkan

hancurnya substansi norma hukum yang diyakini dan dipatuhi oleh masyarakat

hukum adat setempat. Satjipto Rahardjo dalam menggambarkan perseteruan antara

kedua sistem hukum tersebut mengibaratkan bagaikan seseorang memasukkan

seekor kambing dalam kandang harimau, dengan demikian tentunya kambingnya

akan dilahap. Oleh karena itu, dalam penyelesaian konflik dan sengketa pertanahan

harus dibangun dengan paradigma "moral". Pihak yang mempunyai posisi tawar

yang kuat harus mengamalkan kejujuran, pengendalian diri, dan mengurangi sifat

keakuan (selfishness). Sedangkan paradigma moral yang dimaksudkan adalah akhlak

yang baik/mulia (akhlaq al-karimah). Atau menurut Sudjito (2005:1) disebut istilah

"moral religius", yang menyentuh semua sendi-sendi kehidupan bagi siapapun, di

manapun, dan kapanpun. Moral religius ini dari sisi sifatnya yang realistik

mengandung kebebasan, kelebihan maupun kelemahan yang melekat pada diri setiap

manusia. Oleh karena itu, dalam setiap penyelesaian konflik, sengketa dan perkara

pertanahan diharapkan paradigma moral lebih dikedepankan, ketimbang paradigma

hukum. Sifat merasa dirinya paling benar, paling baik, merasa bisa "sok rumangsa

bisa" harus ditinggalkan. Dengan demikian, dalam penyelesaian konflik, sengketa

Page 42: Analisa Sosiologi Hukum Berdasarkan Metode Pendekatan Dan Fungsi Hukum

dan perkara pertanahan tidak akan lagi jatuh korban-korban kebijakan, yang belum

jelas dari perlindungan hukumnya. q – g

7. Keberadaan Hukum Dalam Masyarakat Dalam Konteks Hak Asasi

Manusia Atau Ham

A. Pengertian hak asasi manusia atau ham

Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan

Yang Maha Pencipta, hak-hak yang bersifat kodrati. Oleh karena itu, tidak ada

kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabutnya. Meskipun demikian bukan

berarti manusia dengan hak-haknya itu dapat berbuat semau-maunya. Sebab apabila

seseorang melakukan sesuatu yang dapat dikategorikan mengotori hak asasi orang

lain, ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pada hakikatnya HAM terdiri

atas dua hak dasar yang paling fundamental, yaitu hak persamaan dan hak

kebebasan. Dari kedua hak dasar inilah lahir HAM yang lain atau tampa hak dasar

kedua ini hak asasi manusia lainnya sulit untuk ditegakkan.

Hak asasi manusia yang dimaksudkan di Indonesia diatur melalui Undang-

undang Dasar. Baik dalam pembukaan maupun dalam batang tubuhnya. Namun, hak

asasi manusia/HAM secara khusus diatur dalam UUD nomor Tahun . oleh

karena itu, perbuatan seseorang atau kelompok termasuk aparat Negara, baik

disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang melanggar hukum,

mengurangi, menghalangi, membatasi atau mencabut hak asasi manusia seseorang

atau kelompok yang dijamin oleh UUD.

Pelanggaran hak asasi manusia yang demikian, disebut hak asasi manusia

yang ringan. Lain halnya pelanggaran hak asasi yang berat, yaitu pembunuhan

missal, pembunuhan sewenang-wenang atau diluar putusan pengadilan, penyiksaan,

penghilangan orang secara paksa, perbudakan, atau diskriminasi yang dilakukan

secara sistematis.

B. Ruang lingkup hak asasi manusia

Hak asasi manusia mempunyai ruang lingkup yang luas dan mencakup

berbagai aspek kehidupan. Hal ini diungkapkan sebagai berikut :

Page 43: Analisa Sosiologi Hukum Berdasarkan Metode Pendekatan Dan Fungsi Hukum

1. Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga dan kehormatan,

martabat, dan hak miliknya.

2. Setiap orang berhak atas pengakuan di depan hokum sebagai manusia pribadi

dimana saja ia berada.

3. Setiap orang berhak atas rasa aman da tentram serta perlindungan terhadap

ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.

4. Setiap orang tidak boleh diganggu yang merupakan hak yang berkaitan dengan

kehidupan pribadi didalam tempat kediamannya.

5. Setiap orang berhak atas kemerdekaan dan rahasia dalam hubungan komunikasi

melalui sareana elektronik tidak boleh diganggu, kecuali atas perintah hakim

atau kekuasan lain yang sesuai dengan UUD.

6. Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan

yang kejam, tidak manusiawi, dan membunuh.

7. Setiap orang tidak boleh ditangkap, ditekan, disiksa, dikucilkan, diasingkan atau

dibuang secara swenang-wenang.

8. Setiap oranfg berhak hidup dalam tatanan masyarakat dan kenegaraan yang

damai, aman dan tenteram, dan menghormati, dan melindungi.

C. Latar belakang hak asasi manusia

Hak asasi manusia lahir bersama dengan manusia. Artinya, hak asasi manusia

timbul sejak adanya manusia. Perjanjian lama Genesis menceritakan terjadinya

pelanggaran hak asasi manusia pertama ket5ika anak Nabi Adam as. Yang bernama

Qabil yang membunuh Adiknya Habil, karena rasa kecemburuan terhadap adiknya.

Kalau diperhatikan dari sejarah dunia, yaitu bangsa eropa yang perna

menjajah Negara benua Asia, Afrika, Australia. Hal ini juga termasuk salah satu

pelanggaran hak asasi manusia. Oleh karena itu, para pejuang kemerdekaan bangsa

termasuk bangsa Indonesia. Memikirkan perlu adanya HAM. Namun demikian, ide

mengenai munculnya hak asasi manusia secara hokum ketatanegaran diperkirakan

pada abad tujuh belas dan delapan belas masehi. Hal ini terjadi sebagai reaksi

terhadap arogansi dan kediktatoran raja-raja dan kaum feodal terhadap rakyat yang

mereka perintah atau manusia yang di pekerjakan di zaman itu.

Page 44: Analisa Sosiologi Hukum Berdasarkan Metode Pendekatan Dan Fungsi Hukum

Dalam agama tauhid terkandung ide persamaan dan persaudaraan dalam

seluruh manusia. Bahkan bukan hanya itu saja, melaikan mencakup ide persamaan

dan persatuan semua makhluk, baik yang bernyawa maupun yang tidak bernyawa.,

tumbu-tumbuhan. Tegasnya dalam agama tauhid terdapat pula ide prikemakhlukan,

disajmping ide prikemanusian.

Dalam ajaran agama islam ide prikemakhlukan itu mendorong manusia untuk

tidak bersikap sewenang-wenang, baik terhadap manusia atau terhadap makhluk lain

yang diciptakan oleh Allah SWT. Oleh karena itu manusia dilarang menyakiti

binatang. Seperti hadits Nabi Muhammad SAW. Mengungkapkan bahwa wanita

yang mengikat kucing, tidak memberinya makan dan tidak melepaskannya mencari

makan ia akan masuk neraka.

D. Perbedaan hak asasi manusia menurut hukum islam dan peraturan

perundang-undangan

Hak asasi manusia dalam versi peraturan perundang-undangan No. Tahun

dan versi PBB amat beda dengan versi yang terdapat dalam hukum islam. Sebab,

memiliki karateristik yang tidak dimiliki hak asasi manusia menurut peratura

perundang-undangan dan versi PBB.selain itu, khusus pasal yang tertuyang dalam

piagam PBB amat bertentangan dengan berbagai aspek hokum di Indonesia, baik

dalam konteks hokum adat maupun dalam konteks hokum islam. Demikian juga

dalam konteks hokum Negara Indonesia. Sebab sama sekali tidak menghiraukan

ajaran agama. Karateristik hokum islam sebagai berikut :

1) Bidimensional, sifat bidimensional mengandung makna baik maupun Illahiah.

2) Adil, dalam konteks ini sifat itu melekat sejak kaidah dalam syari’ah yang

ditetapkan.

3) Individualistic dan kemasyarakatan, sifat tersebut diikat oleh nilai-nilai

transedental atau wahyu Allah SWT kepada Nabi Muhammad SA

Page 45: Analisa Sosiologi Hukum Berdasarkan Metode Pendekatan Dan Fungsi Hukum

TUGAS

MATERI TENTANG

“SOSIOLOGI HUKUM”

OLEH :

KELOMPOK

� I KADEK AGUS HERMANTA D 101 09 616

� I WAYAN ANDIWAN WIJAYA D 101 09 624

� ANAK AGUNG PUTU RAI DUANA D 101 09 606

� I WAYAN URIP RIASA D 101 09 618

� I GUSTI NGURAH PUTU SUDARMANA D 101 09 615

FAKULTAS HUKUM

Page 46: Analisa Sosiologi Hukum Berdasarkan Metode Pendekatan Dan Fungsi Hukum

UNIVERSITAS TADULAKO

2011