analisa resep ispa

Upload: bima-baikuni

Post on 09-Oct-2015

114 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

ispa

TRANSCRIPT

PENDAHULUAN

PAGE

Laporan Analisa Resep

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUTDisusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik

Ilmu Farmasi Kedokteran

Oleh :

RamlahI1A001012PembimbingDra. Sulistiyaningtyas

Universitas Lambung MangkuratFakultas Kedokteran Laboratorium Farmasi

Banjarbaru

Oktober 2006BAB I

PENDAHULUAN

Prosedur penatalaksanaan seorang pasien dilakukan secara simultan mulai dari anamnesa, pemeriksaan fisik hingga pemeriksaan penunjang bila diperlukan. Setelah melalui prosedur tersebut, seorang dokter sebagai praktisi medis akan menentukan diagnosis yang tepat berdasarkan keluhan utama dan gejala penyerta lainnya. Selanjutnya akan dilakukan upaya penyembuhan terhadap diagnosis yang telah ditegakkan dengan berbagai cara misalnya melalui upaya pembedahan, fisioterapi, penyinaran, dengan obat dan lain-lain. Namun secara umum, terapi awal dilakukan dengan menggunakan obat (1).Obat berperan penting dalam pelayanan kesehatan. Penanganan dan pencegahan berbagai penyakit tidak dapat dilepaskan dari tindakan terapi dengan obat atau farmakoterapi. Berbagai pilihan obat saat ini tersedia, sehingga diperlukan pertimbangan yang cermat dalam pemilihan obat untuk suatu penyakit, dengan mempertimbangkan efektivitas, keamanan, efek samping, interaksi antar obat dan dari segi ekonomi(1). Obat yang diberikan kepada penderita harus dipesankan dengan menggunakan resep. Satu resep umumnya hanya diperuntukkan bagi satu penderita. Resep selain permintaan tertulis kepada apoteker juga merupakan perwujudan akhir dari kompetensi, pengetahuan keahlian dokter dalam menerapkan pengetahuannya dalam bidang farmakologi dan terapi. Selain sifat-sifat obat yang diberikan dan dikaitkan dengan variabel dari penderita, maka dokter yang menulis resep idealnya perlu pula mengetahui penyerapan dan nasib obat dalam tubuh, ekskresi obat, toksikologi serta penentuan dosis regimen yang rasional bagi setiap penderita secara individual. Resep juga perwujudan hubungan profesi antara dokter, apoteker dan penderita(1,2) . A. Definisi dan Arti Resep

Definisi

Menurut SK. Mes. Kes. No. 922/Men.Kes/ l.h menyebutkan bahwa resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, atau dokter hewan kepada Apoteker Pengelola Apotek (APA) untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai peraturan perundangan yang berlaku (1). Resep dalam arti yang sempit ialah suatu permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, atau dokter hewan kepada apoteker untuk membuatkan obat dalam bentuk tertentu dan menyerahkannya kepada penderita (2). Arti Resep (1) 1. Dari definisi tersebut maka resep bisa diartikan/merupakan sarana komunikasi profesional antara dokter (penulis resep), APA (apoteker penyedia/pembuat obat), dan penderita (yang menggunakan obat).2. Resep ditulis dalam rangka memesan obat untuk pengobatan penderita, maka isi resep merupakan refleksi/pengejawantahan proses pengobatan. Agar pengobatan berhasil, resepnya harus benar dan rasional. B. Kertas Resep Resep dituliskan di atas suatu kertas resep. Ukuran yang ideal ialah lebar 10-12 cm dan panjang 15-18 cm. Untuk dokumentasi, pemberian obat kepada penderita memang seharusnya dengan resep; permintaan obat melalui telepon hendaknya dihindarkan (2). Blanko kertas resep hendaknya oleh dokter disimpan di tempat yang aman untuk menghindarkan dicuri atau disalahgunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab, antara lain dengan menuliskan resep palsu meminta obat bius (2).Kertas resep harus disimpan, diatur menurut urutan tanggal dan nomor urut pembuatan serta disimpan sekurang-kurangnya selama tiga tahun. Setelah lewat tiga tahun, resep-resep oleh apotek boleh dimusnahkan dengan membuat berita acara pemusnahan seperti diatur dalam SK.Menkes RI no.270/MenKes/SK/V/1981 mengenai penyimpanan resep di apotek (2).C. Model Resep yang Lengkap Resep harus ditulis dengan lengkap, supaya dapat memenuhi syarat untuk dibuatkan obatnya di Apotek. Resep yang lengkap terdiri atas (2): 1. Nama dan alamat dokter serta nomor surat izin praktek, dan dapat pula dilengkapi dengan nomor telepon, jam, dan hari praktek.

2. Nama kota serta tanggal resep itu ditulis oleh dokter.

3. Tanda R/, singkatan dari recipe yang berarti harap diambil (superscriptio).

4. Nama setiap jenis atau bahan obat yang diberikan serta jumlahnya (inscriptio)

a) Jenis/bahan obat dalam resep terdiri dari :

Remedium cardinale atau obat pokok yang mutlak harus ada. Obat pokok ini dapat berupa bahan tunggal, tetapi juga dapat terdiri dari beberapa bahan.

Remedium adjuvans, yaitu bahan yang membantu kerja obat pokok; adjuvans tidak mutlak perlu ada dalam tiap resep.

Corrigens, hanya kalau diperlukan untuk memperbaiki rasa, warna atau bau obat (corrigens saporis, coloris dan odoris)

Constituens atau vehikulum, seringkali perlu, terutama kalau resep berupa komposisi dokter sendiri dan bukan obat jadi. Misalnya konstituens obat minum air.

b) Jumlah bahan obat dalam resep dinyatakan dalam suatu berat untuk bahan padat (mikrogram, miligram, gram) dan satuan isi untuk cairan (tetes, milimeter, liter).

Perlu diingat bahwa dengan menuliskan angka tanpa keterangan lain, yang dimaksud ialah gram

5. Cara pembuatan atau bentuk sediaan yang dikehendaki (subscriptio) misalnya f.l.a. pulv = fac lege artis pulveres = buatlah sesuai aturan obat berupa puyer.6. Aturan pemakaian obat oleh penderita umumnya ditulis dengan singkatan bahasa Latin. Aturan pakai ditandai dengan signatura, biasanya disingkat S.7. Nama penderita di belakang kata Pro : merupakan identifikasi penderita, dan sebaiknya dilengkapi dengan alamatnya yang akan memudahkan penelusuran bila terjadi sesuatu dengan obat pada penderita.8. Tanda tangan atau paraf dari dokter/dokter gigi/dokter hewan yang menuliskan resep tersebut yang menjadikan resep tersebut otentik. Resep obat suntik dari golongan Narkotika harus dibubuhi tanda tangan lengkap oleh dokter/dokter gigi/dokter hewan yang menulis resep, dan tidak cukup dengan paraf saja.D. Seni dan Keahlian Menulis Resep yang Tepat dan Rasional (1,2) Penulisan resep yang tepat dan rasional merupakan penerapan berbagai ilmu, karena begitu banyak variabel-variabel yang harus diperhatikan, maupun variabel unsur obat dan kemungkinan kombinasi obat, ataupun variabel penderitanya secara individual. Resep yang tepat, aman, dan rasional adalah resep yang memenuhi lima tepat, ialah sebagai berikut : 1. Tepat obat; obat dipilih dengan mempertimbangkan manfaat dan risiko, rasio antara manfaat dan harga, dan rasio terapi.2. Tepat dosis; dosis ditentukan oleh faktor obat (sifat kimia, fisika, dan toksisitas), cara pemberian obat (oral, parenteral, rectal, local), faktor penderita (umur, berat badan, jenis kelamin, ras, toleransi, obesitas, sensitivitas individu dan patofisiologi).3. Tepat bentuk sediaan obat; menetukan bentuk sediaan berdasarkan efek terapi maksimal, efek samping minimal, aman dan cocok, mudah, praktis, dan harga murah.

4. Tepat cara dan waktu penggunaan obat; obat dipilih berdasarkan daya kerja obat, bioavaibilitas, serta pola hidup pasien (pola makan, tidur, defekasi, dan lain-lain).

5. Tepat penderita; obat disesuaikan dengam keadaan penderita yaitu bayi, anak-anak, dewasa dan orang tua, ibu menyusui, obesitas, dan malnutrisi.

Kekurangan pengetahuan dari ilmu mengenai obat dapat mengakibatkan hal-hal sebagai berikut: 2 Bertambahnya toksisitas obat yang diberikan

Terjadi interaksi antara obat satu dengan obat lain

Terjadi interaksi antara obat dengan makanan atau minuman tertentu

Tidak tercapai efektivitas obat yang dikehendaki

Meningkatnya ongkos pengobatan bagi penderita yang sebetulnya dapat dihindarkan.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penulisan resep adalah (1):

1. Resep harus ditulis dengan tinta

2. Penulisan nama obat, jumlah, cara pemakain harus terbaca olaeh apoteker atau asisten apoteker.

3. Menulis nama obat harus dengan huruf latin untuk zat kimianya atau nama generiknya.

4. Hindarkan penulisan singkatan yang meragukan.

5. Dalam pemilihan obat perlu juga memperhatikan tingkat ekonomi penderita.

Resep dikatakan sah bila mencantumkan hal-hal berikut:

1. Untuk resep dokter swasta terdapat nama, izin kerja, alamta praktek dan rumah, serta paraf dokter pada setiap signatura.

2. Resep dokter rumah sakit/klinik/poli klinik terdapat nama dan alamat rumah sakit/klinik/poliklinik, nama dan tanda tangan/paraf dokter penulis resep tersebut serta bagian/unit di rumah sakit.

3. Pemberian tanda tangan untuk golongan narkotik dan psikotropik.

4. Pemakaian singkatan bahasa latin dalam penulisan resep harus baku.

Cara penulisan resep ada 3 macam, yaitu (1):

1. Formula magistralis dimana obat ini merupakan racikan, sesuai dengan formula yang ditulis oleh dokter yang membuat resep tersebut.

2. Formula officinalis dimana obat ini merupakan racikan yang formulanya sudah standar dan dibakukan dalam formularium Indonesia dan diracik oleh apotek apabila diminta oleh dokter pembuat resep.

3. Formula spesialistis dimana obat ini sudah jadi, diracik oleh pembuatnya, dikemas dan diberi nama oleh pabrik pembuatnya serta bentuk sediaannya lebih kompleks.

BAB II

ANALISA RESEP

2.1 ResepContoh Resep dari Poliklinik Kesehatan AnakKeterangan Resep

Klinik: Kesehatan anakTanggal: 18 September 2006

Nama Pasien: An. M. IlmiUmur: 3 tahunBerat badan: 10,5 kgNo. RMK: 0-65-31-77Alamat: Sungai Andai BanjarmasinPekerjaan Orang Tua: SwastaKeluhan: Batuk, sesakDiagnosa: ISPA2.2. Analisa Resep

2.2.1. Penulisan Resep Resep pada penulisan sudah ditulis dengan menggunakan tinta; resep jika ditulis dengan pensil, ada kemungkinan satu dua tahun tidak dapat terbaca lagi, padahal kertas resep harus disimpan di Apotek selama minimal 3 tahun, sesuai Peraturan Pemerintah. Secara umum resep jelas terbaca, suatu resep harus jelas dibaca sehingga tidak menimbulkan kesalahan dalam pemberian obat-obatan.

Resep telah ditulis pada kertas resep dengan blanko R/ dimana ukuran kertas yang ideal adalah lebar 10-12 cm dan panjang 15-18 cm (2). Dimana pada resep tersebut belum tepat karena ukuran panjangnya lebih sebesar 21.

Resep sudah ditulis dengan bahasa latin sehingga sudah memenuhi kriteria resep yang benar.

2.2.2. Kelengkapan Resep

Resep kali ini kurang lengkap karena :1. Nama dan Alamat Dokter

Pada resep ini identitas dokter berupa nama tidak dicantumkan, hanya unit di Rumah Sakit dan tanda tangan dokter penulis resep ada.2. Nama kota dan tanggal resep dibuat

Tercantum nama kota dan tanggal resep tersebut dibuat.

3. Superscriptio

Tanda R/ sudah dicantumkan pada resep tersebut, hanya penulisan tanda R/ tidak jelas dicantumkan pada awal setiap nama obat yang diresepkan dan tiap resep tidak diparaf.

4. Inscriptio

a. Jenis bahan obat dalam resep

Pada resep ini penulisan belum tepat, karena obat simptomatik diberikan lebih awal dibandingkan obat kausatifnya. Sedangkan penulisan obat yang tepat ialah obat kausatif terlebih dahulu diikuti oleh obat simptomatiknya kemudian.

Jenis/bahan obat dalam resep ini terdiri dari :

Remedium Cardinale atau obat pokok yang digunakan adalah antibiotik Cefat sirup.

Remedium Adjuvans atau obat tambahan yang digunakan dalam resep ini adalah Epeksol syrup, Romilar, Ventolin dan Lameson.

Corrigens yang digunakan glucura b. Jumlah bahan obat, bentuk sediaan obat, kekuatan dan alat penakarnya

Dalam resep ini sudah dituliskan bentuk sediaan bahan obat tetapi penulisan satuan obat yang diminta tidak jelas, yang dapat mengakibatkan salah penafsiran resep. Disamping itu masih terdapat pemakaian satuan pecahan tablet yang secara operasional akan sangat sulit.

5. Subscriptio

Pada bagian subscriptio sudah cukup jelas bahwa dokter meminta pembuatan bentuk puyer seperti dosis yang tercantum diatas dengan jumlah 12 buah, tetapi tulisan m.f.l.a tidak begitu jelas.6. Signatura/Transcriptio

Pada setiap resep, aturan pakai ditandai dengan signature, atau disingkat S. Dalam penulisan aturan pakai pada resep ini belum lengkap, karena pada pemberian semua obat tidak dicantumkannya waktu pemakaian. Seharusnya tetap dicantumkan keterangan waktu pemakaian misalnya sebelum makan (ac), sesudah makan (pc), sehingga nantinya didapatkan hasil yang optimal. Pada bagian signatura untuk obat kausatif (antibiotik) harus diberikan setiap berapa jam obat diminum , misalnya tiap 8 jam (o.8.h). Pada resep simptomatik juga seharusnya dicantumkan pemakaian apabila gejala saja timbul (prn).

7. Identitas Pasien

Pada resep ini hanya dicantumkannya nama,penderita sedangkan umur, dan alamat penderita tidak dicantumkan. Penulisan identifikasi penderita dilengkapi dengan alamatnya, untuk memudahkan penelusuran bila terjadi sesuatu dengan obat penderita. Selain itu resep akan mudah diberikan pada penderita tanpa khawatir dapat tertukar dengan resep penderita lainnya.

2.2.3. Keabsahan Resep

Pada resep tersebut sudah tercantum tanda tangan dokter yang menulis resep, nama jelas dokter yang menulis resep, sehingga menjadikan suatu resep itu otentik walaupun bagian pelayanan dari Rumah Sakit yang mengeluarkan resep tersebut tidak tercantum dan tidak ada paraf dokter pada setiap signature. Pada resep ini hanya dicantumkan nama kota dan propinsi dari Rumah Sakit tersebut namun tidak disebutkan alamat lengkap dari Rumah Sakit tersebut.

2.2.4. Dosis, frekuensi, lama dan waktu pemberiana) Cefat sirup (Cefadroxil)

Cefat (Cefadroxil) merupakan antibiotik golongan sefalosporin semisintetik yang diberikan secara oral. Secara invitro sefadroksil bersifat bakterisidal. Dosis sefadroksil untuk anak-anak adalah 30 mg/kgBB/hari. Frekuensi pemberian sebanyak 2 kali sehari atau setiap 12 jam. Waktu pemberian dapat diberikan sebelum maupun sesudah makan, karena sefadroksil stabil dalam kondisi asam. Lama pemberian adalah tergantung berat ringannya penyakit (3,4).

Pada Resep diatas diketahui berat badan pasien adalah 10,5 Kg, maka dosis yang tepat bagi pasien diatas untuk tiap kali pemberian adalah sekitar 150 mg. Cefat sirup kering yang beredar di pasaran tiap botolnya berisi 250 mg/5ml dan 125 mg/5 ml dan dalam penulisan resep tidak dicantumkan jenis kemasan yang mana. Dalam resep tertulis dosis pemakaian adalah tiga kali sehari satu sendok teh (5 ml), seandainya memakai sediaan 250 mg/5 ml maka dosisnya menjadi berlebih dan kurang untuk sediaan 125 mg/5 ml. Frekuensi pemberian sebanyak 3 kali sehari pada kasus diatas dianggap tidak tepat karena sefadroksil seharusnya diberikan 2 kali sehari, karena waktu paruhnya selam 12 jam. Berdasarkan kemasan yang tersedia satu botol cefat sirup volumenya 60 ml dan yang tertulis diresep hanya 1 botol maka hanya cukup untuk 4 hari, dan ini dianggap tidak tepat dan tidak sesuai untuk pengobatan kausatif (antibiotik) yaitu minimal 5 hari. Waktu pemberian tidak dicantumkan, tetapi sefadroksil aman untuk diberikan baik pada sebelum maupun sesudah makan. Pada kasus diatas pemberian sefadroksil dianggap tidak rasional.

b) Epexol sirup (Ambroxol 15 mg/5 ml)

Epexol (Ambroxol) merupakan obat yang mempunyai sifat mukokinetik dan sekretolitik. Ambroxol merupakan metabolit dari bromheksin, suatu alkaloid dari vasisin. Obat ini meningkatkan jumlah sputum dan menurunkan viskositasnya dengan cara memecah rantai molekul mukoprotein. Obat ini juga merangsang produksi surfaktan dan mungkin bermanfaat pada sindrom gawat neonatus. Ambroxol meningkatkan pembersihan sekresi yang tertahan pada saluran pernafasan dan menghilangkan mucus statis, memudahkan mngencerkan dahak. Dosis Ambroxol untuk anak usia 3-5 tahun adalah 7,5 mg tiga kali sehari. Ambroxol diberikan sesudah makan karena rusak oleh asam lambung dan lama pemberian 3 hari karena hanya untuk simptomatik (3,4,5).

Pada resep diatas Epexol sirup diberikan 3 kali sehari sebanyak satu sendok teh (5 ml) sedangkan waktu pemberiannya tidak ditulis dan jumlahnya satu botol. Sediaan epexol sirup mengandung ambroxol 15 mg/5ml maka dosis masih tidak tepat sedangkan frekuensi pemberian sudah tepat dan rasional.

c) Romilar tablet (Dekstromethorphan hydrobromida 15 mg)Dekstromethorphan merupakan antitusif tapi tidak mempunyai efek analgesik maupun adiktif. Obat ini bekerja secara sentral dengan meningkatkan ambang batuk. Kekuatannya dalam menekan refleks sama dengan kodein. Dalam dosis terapi tidak menghambat aktivitas rambut getar saluran nafas. Dosisnya untuk anak usia 6-12 tahun 3,5 mg diberikan sampai 4 kali sehari (3,4). Sedangkan pada resep diatas romilar diberikan sebanyak 4 mg sehari 3 kali sehingga dosis dan frekuensi sudah tepat dan sesuai. Berdasarkan jumlah puyer yang dibuat diketahui bahwa lama pemberian adalah 4 hari, dan ini dianggap sesuai untuk pengobatan simptomatik yaitu sekitar 3 hari. Waktu pemberian tidak dicantumkan, tetapi dekstromethorphan aman untuk diberikan baik pada sebelum maupun sesudah makan. Pada kasus diatas pemberian romilar dianggap tidak rasional.d) Ventolin tablet (Salbutamol 2 mg)Salbutamol merupakan obat adrenergik terpilih untuk bronkodilator, bekerja selektif pada reseptor beta-2. Dosis salbutamol yang diberikan pada resep yaitu 1/6 tablet atau sekitar 0,33 mg tidak sesuai untuk anak usia 2-6 tahun yaitu berdasarkan referensi sebanyak 1- 2 mg. Pemberian salbutamol menurut referensi adalah tiga sampai empat kali sehari, tetapi sebenarnya frekwensi pemakaian bisa kurang dari frekwensi referensi apabila gejala yang dimaksud tidak timbul(4). Demikian juga lama pemberian bervariasi tergantung masih ada atau tidak gejala yang timbul pada pasien, dalam hal ini pada resep diatas berdasarkan jumlah puyer maka lamanya adalah 4 hari. Waktu pemberian tidak dicantumkan, tetapi salbutamol aman untuk diberikan baik pada sebelum maupun sesudah makan. Pada kasus diatas pemberian ventolin dianggap tidak rasional.e) Lameson (Metilprednisolon)Lameson adalah suatu glukokortikoid yang mempunyai efek antiinflamasi kuat. Metilprednisolon berdaya 20% lebih kuat dari prednisolon. Dosis : oral 2 60 mg/hari tergantung beratnya penyakit dan pemeliharaan 4 mg sehari. Sediaan lameson yang beredar dipasaran adalah 4 mg, 8 mg dan 16 mg. Pada kasus ini pemberian lameson sebanyak 1/6 tablet tapi tidak disebutkan sediaan yang mana jadi dosis sebenarnya tidak diketahui, dosis akan sesuai dengan referensi jika sediaan yang dipakai adalah yang 16 mg (3,4,5,6).Frekuensi pemberian pada resep diatas adalah 3 kali sehari, padahal waktu paruh metilprednisolon adalah 12-36 jam dan waktu pemberian juga tidak dicantumkan. Menurut referensi lameson lebih baik diberikan dalam dosis tunggal pada pagi hari karena cara ini lebih sesuai dengan sekresi hormon korteks adrenal, jadi frekuensi dan waktu pemberian tidak tepat dan irrasional. Lama pemberian metil prednisolon tergantung dari derajat penyakitnya. Untuk kasus ini lamanya pemberian adalah 4 hari, dalam hal ini penghentian masih bisa dilakukan secara mendadak karena masih kurang dari 2 minggu. Menurut referensi pemberian dalam jangka lama (lebih dari 2 minggu) (5,6).2.2.5. Bentuk Sediaan Obat

Pada resep kali ini bentuk sediaan yang diberikan adalah bentuk sediaan puyer (pulveres) dan formula spesialistis berupa syrup. Pemilihan bentuk sediaan ini dianggap sudah tepat dengan memperhatikan bahwa pasien adalah anak-anak, sehingga lebih mudah untuk ditelan. Disamping itu absorbsi juga akan lebih cepat pada bentuk sediaan puyer dibandingkan dengan bentuk sediaan padat lainnya. Sirup adalah bentuk sediaan cair yang mengandung saccharosa atau gula. Obat dalam resep ini (epexol dan cefat) dipilih sediaan sirup karena disesuaikan dengan penderita adalah anak yang berumur 3 tahun. Untuk anak sebaiknya diberikan sediaan sirup karena dapat menutupi rasa yang tidak enak2.2.6. Interaksi ObatObat yang diberikan pada kasus ini yaitu antibiotik sirup, mukolitik sirup, bronkodilator berupa -2 adrenergik, kortikosteroid dan antitusif. Kombinasi ambroxol dengan obat-obatan lain dimungkinkan, terutama yang berhubungan dengan sediaan yang digunakan sebagai obat standar sindroma bronkitis (glikosida jantung, kortikosteroid, bronkospasme, diuretika antibiotika. Kortikosteroid mengembalikan kepekaan terhadap salbutamol (4).

2.2.7. Efek Samping Obata. Cefat sirup

Gejala kolitis pseudomembranosa dapat timbul selama atau setelah pengobatan antibiotika. Mual dan muntah pernah dilaporkan terjadi, demikian juga diare pernah dilaporkan. Reaksi alergi berupa ruam kulit, urtikaria dan angioderma pernah dilaporkan. Meskipun demikian reaksi umumya berkurang apabila obat diteruskan. Efek samping lain berupa pruritus genitalis, moniliasis genitalis, vaginitis bakterial, neutropenia transient tingkat sedang dan peningkatan ringan transaminase serum juga dapat terjadi (3,4).b. Epexol sirup

Efek samping yang sering terjadi adalah sedasi, mengantuk mual dan muntah (4,5).

c. Romilar

Kadang-kadang menyebabkan rasa kantuk, pusing dan gangguan saluran cerna (4