analisa perubahan garis pantai tiku, kabupaten agam sumatera barat

9
ANALISA PERUBAHAN GARIS PANTAI TIKU, KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT Hadi Sofyan 1 , Semeidi Husrin 1 dan Nasir Sudirman 1 1 Jl. Raya Padang-Painan Km.16, Teluk Bungus Peneliti Pada Loka Penelitian Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir, Balitbang KP, KKP Email: [email protected] Abstrak Pantai Tiku yang terletak di Kabupaten Agam merupakan pantai dengan karakteristik yang sangat menarik karena berhadapan langsung dengan Samudera Indonesia. Fenomena menarik ini dimana adanya erosi dan akresi di Pantai Tiku. Bahkan akresi yang terjadi di salah satu segmen menunjukkan kemajuan yang cukup signifikan yang mengakibatkan pendangkalan atau sedimentasi di segmen tersebut. Paper ini akan mensimulasikan perubahan garis pantai yang terjadi di Pantai Tiku dengan menggunakan software one line model yaitu GENESIS. Garis pantai yang dimodelkan sepanjang 40 km ini dibagi menjadi beberapa segmen sehingga terlihat adanya akresi atau erosi yang terjadi di segmen-segmen tersebut. Data-data yang digunakan berupa data angin harian selama 5 tahun yang akan menghasilkan perioda gelombang dan tinggi gelombang di Pantai Tiku. Dari pemodelan didapatkan hasil yang menunjukkan adanya penggabungan garis pantai dan Pulau Tapi yang diakibatkan adanya transpor sedimen yang cukup banyak di segmen ini. Kata Kunci : GENESIS, one line model, Pantai Tiku, tranpor sedimen, akresi, erosi SHORELINE CHANGES ANALYSIS IN TIKU, AGAM WEST SUMATRA ABSTRACT Tiku beach is located in Agam is a beach with a very attractive characteristics, directly in front of Indonesian Ocean. This interesting phenomenon are the erosion and accretion in Tiku Beach. Accretion that occurred in one of the segments showed significant progress resulting sedimentation. This paper will simulate shoreline changes occurring in Tiku Beach using one-line model software, GENESIS. Shoreline which is modelled around 40 km, divided into several segments, that it looks the accretion or erosion that occurs in those segments. Daily wind data for 5 years is used which is result wave period and wave height at Tiku Beach. Obtained from the modelling results indicate the incorporation of coastline and Tapi Island due to some sedimentation transport in this segment. Keywords: GENESIS, one-line models, Tiku Beach, sediment tranport, accretion, erosion

Upload: irwantoantojr

Post on 26-Dec-2015

96 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

sources

TRANSCRIPT

Page 1: Analisa Perubahan Garis Pantai Tiku, Kabupaten Agam Sumatera Barat

ANALISA PERUBAHAN GARIS PANTAI TIKU, KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT

Hadi Sofyan1, Semeidi Husrin1 dan Nasir Sudirman

1

1

Jl. Raya Padang-Painan Km.16, Teluk Bungus Peneliti Pada Loka Penelitian Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir, Balitbang KP, KKP

Email: [email protected]

Abstrak Pantai Tiku yang terletak di Kabupaten Agam merupakan pantai dengan karakteristik yang sangat menarik karena berhadapan langsung dengan Samudera Indonesia. Fenomena menarik ini dimana adanya erosi dan akresi di Pantai Tiku. Bahkan akresi yang terjadi di salah satu segmen menunjukkan kemajuan yang cukup signifikan yang mengakibatkan pendangkalan atau sedimentasi di segmen tersebut. Paper ini akan mensimulasikan perubahan garis pantai yang terjadi di Pantai Tiku dengan menggunakan software one line model yaitu GENESIS. Garis pantai yang dimodelkan sepanjang 40 km ini dibagi menjadi beberapa segmen sehingga terlihat adanya akresi atau erosi yang terjadi di segmen-segmen tersebut. Data-data yang digunakan berupa data angin harian selama 5 tahun yang akan menghasilkan perioda gelombang dan tinggi gelombang di Pantai Tiku. Dari pemodelan didapatkan hasil yang menunjukkan adanya penggabungan garis pantai dan Pulau Tapi yang diakibatkan adanya transpor sedimen yang cukup banyak di segmen ini.

Kata Kunci : GENESIS, one line model, Pantai Tiku, tranpor sedimen, akresi, erosi

SHORELINE CHANGES ANALYSIS IN TIKU, AGAM WEST SUMATR

A

ABSTRACT

Tiku beach is located in Agam is a beach with a very attractive characteristics, directly in front of Indonesian Ocean. This interesting phenomenon are the erosion and accretion in Tiku Beach. Accretion that occurred in one of the segments showed significant progress resulting sedimentation. This paper will simulate shoreline changes occurring in Tiku Beach using one-line model software, GENESIS. Shoreline which is modelled around 40 km, divided into several segments, that it looks the accretion or erosion that occurs in those segments. Daily wind data for 5 years is used which is result wave period and wave height at Tiku Beach. Obtained from the modelling results indicate the incorporation of coastline and Tapi Island due to some sedimentation transport in this segment.

Keywords: GENESIS, one-line models, Tiku Beach, sediment tranport, accretion, erosion

Page 2: Analisa Perubahan Garis Pantai Tiku, Kabupaten Agam Sumatera Barat

LATAR BELAKANG Wilayah Sumatera Barat menurut hasil penelitian pada tahun 2011 (Ramdhan et al., 2011) memperlihatkan bahwa terdapat variasi yang cukup tinggi dalam hal tingkat kerentanan pesisir terhadap bencana erosi di antara daerah-daerah di sepanjang pesisir Sumatera Barat (Gambar 1). Daerah sepanjang pesisir Sumatera Barat mengalami erosi dan akresi secara bersamaan. Penyebab erosi pantai diyakini penduduk diakibatkan oleh satu faktor yaitu tingginya gelombang yang menghantam pantai. Namun, di tempat lain yang tidak jauh dari pantai yang tererosi, akresi pantai justru terjadi. Hal ini tentu saja menimbulkan hipotesa bahwa sebenarnya pasir yang terosi berpindah ke pantai yang pasirnya mengalami akresi. Hal ini didukung oleh fakta bahwa di daerah ini, intervensi manusia relatif kecil kecuali pesisir Kota Padang dan Pariaman dimana infrastruktur berupa groin dan dinding laut sangat umum ditemukan. Daerah yang mengalami erosi meliputi daerah-daerah sebagai berikut: Muara Sasak ke selatan, sebelah Utara Muara Air Bangis, Sekitar Muara Masang, Ujung Labung dan sebelah Utara Kota Padang. Erosi terbesar dialami oleh Desa Sasak dan Ujung Labung di mana desa tersebut sudah bergeser hingga 1 km sejak tahun 1980an (sumber: hasil wawancara)

. Gambar. 1: Wilayah yang mengalami erosi/akresi di Sumatera Barat

Daerah akresi sebagian besar terjadi di daerah Pariaman, Agam bagian Selatan (Muara mati) dan Pasaman Barat (Muara Sikabau hingga Maligi). Di daerah-daerah ini, tumpukan pasir hingga lebih dari 60 m jelas terlihat dan kondisi ini tidak banyak berubah meskipun terjadi di musim badai. Daerah daerah yang stabil meliputi daerah – daerah yang berada di dalam teluk di mana tebing-tebing berbatu membatasi teluk ini. Daerah-daerah seperti ini dapat dijumpai di perairan Teluk Air Bangis dan sekitarnya. Selain aspek fisik seperti gelombang, angin, curah hujan dan pasang surut, aspek lainnya sangat berperan besar dalam menentukan kerentanan pesisir adalah aktifitas manusia. Contoh dari tingginya peran manusia dalam menentukan tingkat kerentanan pesisir adalah di Tanjung Mutiara, Tiku, Kabupaten Agam. Daerah Tanjung Mutiara pada awalnya merupakan sebuah tempat di mana nelayan dapat berlabuh dengan tenang. Namun sejak pembangunan dermaga pada tahun 2008, kenyamanan tersebut sudah tidak dapat lagi dirasakan karena kolam pelabuhan sudah beralih fungsi menjadi tumpukan pasir. Hal ini tentu saja sangat mengganggu kehidupan dan perekonomian setempat karena akresi pasir terjadi pada tempat yang tidak semestinya.

Gambar. 2: Wilayah Tanjung Mutiara, Tiku yang mengalami akresi setelah pembangunan dermaga TUJUAN Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi fenomena akresi dan erosi yang terjadi di Pantai Tiku, Agam Sumatera Barat. Lalu dilakukan analisa perubahan garis pantai dan pada akhirnya mudah-mudahan penelitian ini bisa dimanfaatkan sebagai bahan rekomendasi untuk mengurangi erosi dan akresi di Pantai Tiku.

Page 3: Analisa Perubahan Garis Pantai Tiku, Kabupaten Agam Sumatera Barat

METODOLOGI Secara umum metodologi penelitian diperlihatkan dalam Gambar 3. Gambar. 3: Metodologi penelitian secara umum - Metoda pengolahan data angin (hindcasting) Angin yang bertiup dapat menimbulkan gelombang laut karena adanya gangguan berupa gaya gesek oleh angin pada permukaan air laut. Oleh karena itu, data angin dapat digunakan untuk memperkirakan tinggi dan arah gelombang di lokasi kajian. Data angin dalam pekerjaan ini diperlukan sebagai masukan dalam peramalan gelombang (proses hindcasting). Data angin yang dimaksud adalah data angin (jam - jaman) di sekitar lokasi penelitian selama minimal 5 tahun ke belakang. Contohnya untuk data angin Kabupaten Agam diperoleh dari Stasiun Tabing (0°52′29.96″ LS, 100°21′6.77″ BT) milik Badan Meteorologi dan Geofisika (sekarang BMKG, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) dari tahun 2007 hingga 2011. Data angin diolah secara statistik dan disajikan secara visual dalam bentuk mawar angin atau “windrose” untuk melihat distribusi kekuatan angin dan arahnya. Contoh dari mawar angin untuk BMKG Tabing dapat dilihat pada Gambar 4. Selanjutnya peramalan gelombang dilakukan mengikuti metoda yang diberikan dalam "Shore Protection Manual" (Coastal Engineering Research Center, US Army Corps of Engineer) edisi 1984 yang praktis dan merupakan acuan standar bagi praktisi pekerjaan-pekerjaan pengembangan, perlindungan, dan pelestarian pantai.

Gambar. 4: Mawar angin BMKG Tabing Untuk melakukan peramalan gelombang di suatu perairan diperlukan masukan berupa data angin dan peta batimetri. Interaksi antara angin dan permukaan air menyebabkan timbulnya gelombang (istilah lebih tepatnya adalah gelombang akibat angin atau wind waves, untuk membedakan jenis gelombang yang ditimbulkan oleh angin ini dengan misalnya, gelombang akibat kapal, dan sebagainya). Selain itu, peta perairan lokasi dan sekitarnya juga diperlukan untuk menentukan besarnya “fetch” atau kawasan pembentukan gelombang. - Perhitungan Fetch Efektif Fetch adalah daerah pembentukan gelombang yang diasumsikan memiliki kecepatan dan arah angin yang relatif konstan. Adanya kenyataan bahwa angin bertiup dalam arah yang bervariasi atau sembarang, maka panjang fetch diukur dari titik pengamatan dengan interval 5o. Panjang fetch dihitung untuk 8 arah mata angin dan ditentukan berdasarkan rumus berikut:

(1) dimana: Lfi

: panjang fetch ke-i

iα : sudut pengukuran fetch ke-i i : jumlah pengukuran fetch Jumlah pengukuran “i” untuk tiap arah mata angin tersebut meliputi pengukuran-pengukuran dalam wilayah pengaruh fetch (22.50 searah jarum jam dan 22.50 berlawanan arah jarum jam) seperti pada Gambar 5. Contoh Fetch terukur untuk daerah studi

Mulai

- Survey - Studi

Pustaka

Literat

Perumusan Masalah

Analisis

- Data Angin jam-jaman

- Data Gelombang

Analisis Perubahan Garis Pantai

Literatur

Kesimpulan

Page 4: Analisa Perubahan Garis Pantai Tiku, Kabupaten Agam Sumatera Barat

sekitar Tiku, Kabupaten Agam dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 5: Daerah pengaruh fetch dan kedalaman untuk arah utara

Gambar 6: Daerah pembentukan gelombang (fetch) untuk perairan Tiku - Peramalan gelombang Pembentukan gelombang di laut dalam dianalisa dengan formula-formula empiris yang diturunkan dari model parametrik berdasarkan spektrum gelombang JONSWAP (Shore Protection Manual, 1984). Prosedur peramalan tersebut berlaku baik untuk kondisi fetch terbatas (fetch limited condition) maupun kondisi durasi terbatas (duration limited condition) sebagai berikut:

(2) dalam persamaan tersebut, adalah faktor tekanan angin, dimana UA dan U10

dalam m/detik. Hubungan antara Tp dan Ts diberikan sebagai

Ts = 0.95 Tp.

Persamaan tersebut di atas hanya berlaku hingga kondisi gelombang telah terbentuk penuh (fully developed sea condition), sehingga tinggi dan perioda gelombang yang dihitung harus dibatasi dengan persamaan empiris berikut

(3) dimana: Hm0

Tp = perioda puncak gelombang

= tinggi gelombang signifikan menurut energi spektral

Hasil perhitungan gelombang disajikan dalam bentuk tabel dan diagram “waverose”. Waverose menyatakan prosentase kejadian gelombang berdasarkan arah dan tingginya. Dari pengamatan waverose bulanan (Lihat lampiran) maka dapat disimpulkan distribusi gelombang perbulan yang dominan didominasi arah tertentu. Untuk studi di perairan Tiku, Kabupaten Agam, arah gelombang dominan sesuai dengan arah angin dominan yaitu dari arah Barat (Gambar 7).

Page 5: Analisa Perubahan Garis Pantai Tiku, Kabupaten Agam Sumatera Barat

Gambar. 7: Mawar gelombang untuk Tiku, Kabupaten Agam Selanjutnya, gelombang rencana untuk desain dermaga ditetapkan dengan cara sebagai berikut: a. Dari hasil pasca-kiraan gelombang, diambil tinggi gelombang yang terbesar dengan periodanya untuk tiap arah yang mendatangkan gelombang, tiap tahun. b. Dari tabel tersebut untuk tiap tahun diambil gelombang terbesar, tanpa memperhatikan arah gelombang. c. Dilakukan analisa harga ekstrim berdasarkan data gelombang terbesar tahunan yang telah tersusun dari langkah sebelumnya. Analisa frekuensi adalah kejadian yang diharapkan terjadi, rata-rata sekali setiap N tahun atau dengan perkataan lain tahun berulangnya N tahun. d. Dengan cara analisa harga ekstrim yang didasarkan pada tinggi gelombang ini, informasi mengenai perioda gelombang belum tersedia. Perioda gelombang ditentukan dari hubungan antara gelombang dan perioda gelombang seperti pada Gambar 8

Gambar 8: Scatter diagram hubungan tinggi dan perioda gelombang (H Vs. T) untuk Tiku Metoda Analisis Perubahan Garis Pantai

Fenomena perubahan garis pantai dalam jangka waktu yang panjang dapat diperkirakan dengan pemodelan numerik, baik itu model satu garis (one line model) atau pun multi garis. Salah satu model yang banyak digunakan untuk pemodelan perubahan garis pantai adalah GENESIS (GENEralize model for SI

mulating Shorline change). Genesis adalah model satu garis (one line model) yang sederhana namun cukup baik untuk mensimulasikan perubahan garis pantai pada perairan terbuka yang disebabkan oleh dinamika transport sedimen sejajar pantai. Data yang dibutuhkan GENESIS adalah :

• Peta batimetri lokasi dalam bentuk diskritisasi bentangan garis pantai untuk menentukan grid numerik. Posisi garis pantai dinyatakan sebagai jarak dalam arah laut lepas (offshore) pada setiap titik titik grid yang diukur dari baseline. • Data gelombang hasil peramalan yang diperoleh dari analisis data angin. • Data posisi struktur yang ada atau akan direncanakan seperti seawall, groin, breakwater dan bila ada beach fill (beach nourishment) ataupun pengerukan. • Data sedimen yaitu ukuran butiran (D50

) yang diperoleh dari hasil analisis lab.

Secara garis besar, masukan yang diperhitungkan dalam simulasi mencakup dua hal, yaitu masukan yang tetap dan masukan yang dapat diubah nilainya. Masukan yang tetap adalah masukan yang selama simulasi tidak mengalami perubahan dan selalu sama dari waktu kewaktu sedangkan masukan yang dapat diubah nilainya adalah parameter-parameter yang mempunyai nilai interval tertentu. Adapun masukan-masukan untuk GENESIS adalah sbb: - Baseline Baseline atau sumbu koordinat yang dibuat dan diusahakan sejajar dengan garis pantai, dengan harapan agar dapat meminimalkan kesulitan dalam pemodelan struktur nantinya. - Garis pantai dan ukuran grid Garis pantai yang dipakai adalah garis yang mengacu pada HWS, yang merupakan elevasi tertinggi muka air laut setempat.

Page 6: Analisa Perubahan Garis Pantai Tiku, Kabupaten Agam Sumatera Barat

Gambar. 9: Ilustrasi masukan GENESIS Ukuran grid dipilih berdasarkan panjang garis pantai yang disimulasikan. Untuk meminimalkan kesalahan yang terjadi akibat keterbatasan Program GENESIS maka penambahan garis pantai ke kanan dan kiri domain pemodelan dapat dilakukan. - Bangunan pantai yang ada Data bangunan pantai menjadi masukan yang tetap sepanjang simulasi dengan asumsi bahwa tidak terjadi penambahan struktur bangunan baru dan bangunan pantai yang ada tidak mengalami keruntuhan kecuali dalam hal permeabilitasnya. Bangunan pantai dapat berupa sebuah breakwater, sebuah jetty, timbunan, tembok laut, dsb. - Orientasi sudut datang gelombang Sudut datang gelombang dinyatakan sebagai arah gelombang datang yang berdasarkan hasil hindcasting pada proses sebelumnya. Dalam proses kalibrasi, orientasi sudut datang gelombang dapat diputar kearah positif yaitu berlawanan dengan arah jarum jam maupun kearah negatif yaitu searah jarum jam, untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. - Perbandingan tinggi gelombang Parameter tinggi gelombang dapat diubah-ubah untuk mendapatkan hasil yang paling mendekati dengan kondisi lapangan. Namun karena tidak disediakannya data untuk kalibrasi, perbandingan tinggi gelombang bernilai 1, yang berarti sesuai dengan hasil proses hindcasting. - Nilai k1 dan k2 Nilai k1 dan k2 adalah parameter yang memang menjadi parameter kalibrasi, karena nilai k1 dan k2 akan berbeda-beda untuk setiap kasus dan lokasi yang berbada pula. Namun demikian, nilai k1 direkomendasikan kurang dari 0.58 (penelitian Kraus et al., 1982). Sedangkan parameter k2 memiliki harga dalam rentang 0.5 sampai 1.5 kali k1

.

- Ukuran butiran Ukuran butiran pasir pada lokasi simulasi dapat diketahui dari survei langsung di lapangan, yaitu hasil dari pengukuran laboratorium (grain size analisis). Apabila data ini tidak tersedia pendekatan ukuran butiran yang ada dapat didekati sesuai anjuran dari Gravens et al. (1991) dengan menggunakan hubungan empirik antara batimetri dan ukuran butiran pasir. - Depth of closure Depth of closure (Dc) adalah kedalaman perairan dimana tidak dimungkinkannya lagi terjadi transport sedimen. Untuk mendapatkan hasil yang akurat penentuan nilai parameter ini memerlukan penelitian lebih lanjut. Namun menurut hasil penelitian, umumnya depth of closure berkisar antara 6 sampai 8 meter untuk perairan terbuka di Atlantik dan 8 sampai 12 meter di pantai Pasifik. - Tinggi berm Tinggi berm adalah ketinggian dimana masih memungkinkan terjadinya transport sedimen. Tinggi berm biasanya diwakili oleh tunggang pasang yang terjadi di lokasi. Hasil dan Analisis Model evolusi pantai yang digunakan dalam penelitian ini adalah one line model dari GENESIS. Kajian dilakukan terhadap model perubahan satu-garis yang dikembangkan Gravens, Kraus, dan Hanson (1989). Model ini diberi nama GENESIS (Generalized model for Simulating Shoreline Change). Model perubahan garis pantai yang dipakai pada program GENESIS ini tergolong ke dalam evolusi jangka panjang (Long Term Evolution), yang terjadi dalam orde tahunan atau puluhan tahun. Asumsi dasar pada one line model adalah: Transport sedimen terjadi di surf zone; terdapat batasan tempat berlangsungnya transport sedimen; longshore transport terjadi akibat aksi gelombang pecah; bentuk profil pantai adalah konstan; detail struktur terinci di seputar pantai dapat diabaikan; dan evolusi garis pantai menggunakan kecenderungan jangka panjang. Persamaan pengatur untuk model perubahan garis pantai yang telah disederhanakan adalah

( )1 0

B C

y Q qt D D x

∂ ∂ = − = ∂ + ∂ (6)

Dimana DBD

= elevasi berm C = closure depth

Page 7: Analisa Perubahan Garis Pantai Tiku, Kabupaten Agam Sumatera Barat

δy = perubahan garis pantai arah tegak lurus pantai Q = debit longshore sediment transport q = debit sedimen arah offshore Persamaan empirik yang digunakan untuk menghitung debit longshore sediment transport di model GENESIS adalah

(7) Dimana: H = tinggi gelombang (m) Cg = kecepatan grup gelombang dari teori gelombang linear (m/s) b = sufiks b menandakan kondisi gelombang pecah θbs

= sudut datang gelombang dari garis acuan

Gambar 10: Daerah pemodelan untuk GENESIS

Gambar 11: Breakwater dan dermaga yang tertimbun pasir

5

Gambar 12: Tetrapod ini semestinya menahan aksi gelombang, kini tertimbun pasir Pelabuhan Tiku ini sudah berdiri sejak zaman Kolonial Belanda. Pulau Tapi yang merupakan sebuah pulau kecil tepat di depat Tanjung Mutiara saat ini kondisinya sudah tersambung oleh sebuah tombolo. Di sebelah utara dermaga Tiku hingga Muara Panas, jejak erosi yang cukup signifikan terlihat jelas seperti bekas Bungker Jepang yang sudah ditelan gelombang sejauh 100 m dari bibir pantai saat ini. Di sebelah selatan dermaga Tiku, keadaan sebaliknya terjadi di mana proses akresi terlihat jelas seperti lokasi bekas Bunker Jepang yang sudah jauh berada di daratan (>100 m). Tingginya proses akresi dan erosi di sekitar dermaga Tiku merupakan dasar yang sangat penting untuk memahami fenomena fisik sekitar dermaga Tiku.

Gambar 13: Bunker Jepang di Selatan Dermaga menandakan tingginya sedimentasi di daerah ini

Page 8: Analisa Perubahan Garis Pantai Tiku, Kabupaten Agam Sumatera Barat

Gambar 14: Bunker Jepang di Utara dermaga menandakan tingginya erosi di bagian ini Analisis GIS berdasarkan peta-peta Peta topografi US Army tahun 1955 skala 1:50.000, Peta administrasi digital Kabupaten Agam berdasarkan peta rupa bumi BAKOSURTANAL 1976 dan Citra Landsat ETM+ path/row 127060 tahun 2003 yang dilakukan oleh PT Anirindo Mitra, (2007) memperlihatkan bahwa Abrasi pantai di Utara dermaga telah menghilangkan daratan seluas 1143 Ha, sementara di bagian selatan dermaga akresi pantai hanya menambah 220 Ha. Karakteristik gelombang di Tiku Dari morfologi pantainya, jelas terlihat bahwa daerah Tiku dan sekitarnya didominasi oleh transpor sedimen sejajar pantai (longshore transport). Namun, hal ini masih perlu dibuktikan dengan analisis karakteristik gelombang sebagai salah satu penggerak terjadinya transport sediment. Untuk memahami perilaku gelombang di suatu daerah, data batimetri dan data gelombang yang dapat diprediksi dari data angin mutlak diperlukan. Data batimetri didapat dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Agam seperti terlihat pada Gambar 15. Sementara itu, untuk peramalan gelombang data angin yang dikumpulkan dari stasiun BMKG Tabing dari tahun 2007 – 2011 menjadi rujukkan untuk proses hindcasting gelombang.

Gambar 15: Batimetri Tiku, Tanjung Mutiara, Kabupaten Agam Selanjutnya dengan menggunakan data periode dan tinggi gelombang, input ini dimasukkan ke dalam program GENESIS dan didapatkan hasil seperti terlihat pada Gambar 16.

Gambar 16: Perbandingan Perubahan Garis Pantai selama 30 tahun

Page 9: Analisa Perubahan Garis Pantai Tiku, Kabupaten Agam Sumatera Barat

Terlihat dengan jelas perubahan garis pantai yang cukup signifikan pada Gambar 16. Lokasi yang paling banyak mengalami kemajuan garis pantai berada pada grid 19 dengan kemajuan sebesar 97 meter. Grid 19 ini tepatnya lokasi bergabungnya daratan dengan Pulau Tapi. Dari simulasi ini memang terdapat perbedaan dengan kenyataan sebenarnya dimana kondisi nyata daratan yang tergabung ke Pulau Tapi mencapai lebih dari 100 meter. Sementara di bagian lain terjadi kemunduran garis pantai di beberapa titik. Dari daerah pemodelan selama 30 tahun sepanjang 4 km, didapatkan data transpor sedimen sebanyak 3.16E+04 m3

.

Kesimpulan Dari diskusi di atas, beberapa hal penting terkait karakteristik kerentanan fisik di Tiku, Kabupaten Agam dapat disimpulkan sebagai berikut: − Erosi dan akresi terjadi di lokasi yang dipisahkan oleh Pulau Tapi di mana dermaga Tiku sedang dibangun. Hambatan dalam proses pembangunan dermaga Tiku karena tingginya sedimantasi di lokasi pelabuhan diduga karena konstruksi penahan gelombang yang menghambat laju tranport sediment sejajar pantai. − Tersambungnya Pulau Tapi menjadi tombolo juga cukup menarik untuk dikaji. Dari hasil pemodelan GENESIS selama 30 tahun didapatkan hasil yang mendekati dengan kejadian sebenarnya dimana terjadinya kemajuan garis pantai mendekat ke Pulau Tapi sekitar 100 meter. − Pemahaman akan karateristik hidrodinamika di Tiku akan sangat bermanfaat bagi para perencana sebagai masukkan dalam proses evaluasi untuk pembangunan dermaga ini. Saran Terdapat banyak hal yang dapat dilakukan di masa yang akan datang untuk kesempurnaan penelitian di Tiku, Kabupaten Agam. Beberapa di antaranya adalah sbb: − Data-data untuk proses validasi model masih perlu untuk diperbanyak. Hal ini terkait dengan tingkat variasi lokasi penelitian yang ternyata lebih dinamis. − Pemodelan hidrodinamika perlu dilakukan untuk melihat pengaruh arus pasang surut terhadap laju sedimentasi − Kajian geodinamika pada daerah – daerah yang mengalami erosi terus-menerus (sebelah Utara Tiku) dan daerah yang mengalami akresi terus menerus (sebelah Selatan Tiku) sangat diperlukan mengingat kerentanan daerah in terhadap aktifitas tektonik cukup tinggi. Dengan Pemahaman akan

karateristik hidrodinamika di Tiku akan sangat bermanfaat bagi para perencana sebagai masukkan jika proses evaluasi untuk pembangunan dermaga ini akan dilanjutkan. Referensi Dean R.G., & Dalrymple, R.A., (1991), Water Wave Mechanics for Engineers and Scientists, World Scientific Publishing, N.J. Gornitz, V. N., R. C. Daniels, T. W. White, and K. R. Birdwell, 1994. “The development of a coastal assessment database: Vulnerability to sea-level rise in the U.S. southeast.” Journal of Coastal Research 12:327-338. Gravens, BM., Kraus, NC., dan Hanson, H. (1989):’ GENESIS ( Generalized model for Simulating Shoreline Change), Report 2 workbook and system user’s manual Ramdhan, M., Husrin, S., Kusumah, G., Cendikia,L., dan Try Altanto (2012): ‘Kerentanan Pesisir di Kawasan Timur Sumatera Berdasarkan Karakteristik dan Geodinamika Pantai’, Laporan teknis, LPSDKP. PT Anirindo Mitra Konsultan (2007): ‘Profil daerah rawan bencana dan penanggulangannya di Kabupaten Agam’, slide presentasi PT Anirindo Mitra Konsultan Ramdhan, M., Husrin, S., Nasir, S., dan Try Altanto (2011): ‘Studi kerenatanan pesisir terhadap perubahan iklim di pesisir sumatera barat dan sekitarnya’, Laporan teknis, LPSDKP. Subarya, C., M. Chlieh, L. Prawirodirdjo, J.-P. Avouac, R. McCaffrey, Y. Bock, K. Sieh,A.J. Meltzner, and D.H. Natawidjaja - Plate boundary deformation associated with the great Aceh-Andaman earthquake. Nature, Vol 440, 2 March 2006, doi:10.1038/nature04522 U.S.Army Corps of Engineers (USAC), (1984), Shore protection Manual, Coastal Engineering Research Center, Vicksburg, Mississippi, US. Zubaidah, S (1990): ‘Identifiksasi kerugian kawasan pantai akibat kenaikan muka air laut, Puslitbang Permukiman, Tim Peneliti ITB.