analisa penetapan upah minimum kota...

35
i ANALISA PENETAPAN UPAH MINIMUM KOTA BERDASARKAN ANGKA KEBUTUHAN HIDUP LAYAK DI TANJUNGPINANG TAHUN 2014 JURNAL Oleh FARAMUDITHA ZULIANTI NIM. 100565201153 PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2015

Upload: tranhuong

Post on 12-Feb-2018

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

i

ANALISA PENETAPAN UPAH MINIMUM KOTA BERDASARKAN

ANGKA KEBUTUHAN HIDUP LAYAK DI TANJUNGPINANG TAHUN

2014

JURNAL

Oleh

FARAMUDITHA ZULIANTI

NIM. 100565201153

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

TANJUNGPINANG

2015

ii

Abstrak

Permasalahan buruh terus terjadi disetiap tahunnya, salah satu

permasalahan buruh yang terjadi adalah di kota Tanjungpinang, yang mana sering

terjadi perbedaan pendapat diantara buruh dan pengusaha dalam menetapkan upah

terutama di tahun 2014. Upah minimum kota merupakan acuan untuk dilakukan

sebagai rekomendasi atas upah minimum provinsi. Upah minimum kota yang

dilakukan oleh dewan pengupahan kota dilakukan selama 10 bulan yaitu dari

bulan Januari hingga Oktober yang mana setiap bulannya dilakukan survey di

beberapa tempat keramaian seperti pasar tradisonal dan swalyan-swalayan di kota

Tanjungpinang. hasil survey selama 10 bulan diambil dari nilai terendah di salah

satu bulan tersebut dengan menghitung nilai rata-rata dari hasil yang didapat.

Hasil dari survey tersebut di bahas oleh dewan pengupahan kota yang

terdiri dari pemerintah,pengusaha dan serikat buruh. lalu setelah hasil rapat,upah

kota tersebut diberikan oleh walikota untuk selanjutnya disampaikan kepada

gubernur.

Landasan teori yang digunakan penulis adalah teori kebijakan Will Dunn,

tahapan-tahapan teori tersebut terdiri dari Tahap Penyusunan Agenda/Perumusan

Masalah, Tahap Formulasi Kebijakan/ Peramalan, Tahap Adopsi Kebijakan/

Rekomendasi, Tahap Implementasi Kebijakan/ Pemantauan, Tahap Penilaian

Kebijakan/ Evaluasi. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode

diskriptif kualitatif. Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode

wawancara,observasi dan dokumentasi. Semua terkumpul kemudian dianalisa.

Hasil penelitian mengatakan penetapan yang dilakukan oleh dewan

pengupahan kota di Tanjungpinang berjalan dengan baik yang mana mengikuti

dari undang-undang ketenagakerjaan. Adapun kendala yang terjadi sebelum

penetapan ialah pihak serikat buruh ingin upah yang besar, tetapi dari pihak

pengusaha keberatan karna hasil yang diterima perusahan tidak begitu besar,

apabila dibayar lagi dengan upah buruh yang tinggi. Permasalahan lain yang

sering timbul juga pada beberapa item yang ada tidak sesuai dengan kebutuhan

pekerja.

Kata kunci: upah minimum kota, dewan pengupahan

iii

ABSTRACT

Labor issues continue to occur each yaer, one of the labor issues that occur is in

Tanjungpinang, where often there is a difference of opinion among the workers

and employers in setting wages, especially in the years 2014. The minimum wage

is a reference to the city as a recommendation made on the provincial minimum

wage.city minimum wage made by the city council conducted wage for 10 months

ie from January to October in which each month conducted a survey in several

crowded places in the city Tanjungpinang. during the 10-month survey results

taken from the lowest value in one month.

The results of the survey in discussion by the city council remuneration consisting

of government, employers and trade unions. then after the meeting, the city wage

is given by the mayor to further conveyed to the governor.

Theoretical basis used by the author is the theory will dunn policy. The theory of

stages comprising the step of setting the Agenda/Formulation of the problem, the

stage of Policy formulation/Forecasting, Policy Adoption stage/Recommendations

stages of policy implementation, Phase of policy Implementation / Monitoring ,

Assessment Phase of the Policy / Evaluation .Collecting data in this study using

interviews, observation and documentary. All collected and analyzed.

Research has shown determination made by the city council in Tanjungpinang

wage goes well which follow from labor laws. As for the obstacles that occur

before the determation is that the trade unions want a great reward, but from the

employer objected because proceeds received by the company is not so big, if paid

againwith high labor costs. Other problems that often arise on some existing

items are not in accordance with the needs of workers

Keywords: city minimum wage, wage councils

iv

PENDAHULUAN

1 Latar Belakang

Pembangunan ketenagakerjaan di Indonesia merupakan satu elemen yang

paling penting untuk meningkatkan harkat dan martabat serta untuk meningkatkan

rasa percaya terhadap diri sendiri. Untuk itu perlu adanya jaminan kesejahteraan,

bagi pekerja dan keluarganya, maka dari itu pekerja menjadi faktor penting bagi

pembangunan Indonesia. Pekerja juga menjadi faktor penting dalam dunia usaha

karena, tanpa pekerja pengusaha tidak akan dapat mengembangkan usahanya.

Pekerja sangat berperan dalam mengembangkan usaha para pengusaha baik atau

buruknya suatu produk yang dihasilkannya akan sangat berpengaruh bagi

kelangsungan usaha tersebut. menyadari akan hal tersebut, pemerintah sangat

serius menangani dalam bidang tenaga kerja, sebab dengan upah pekerja yang

baik diharapkan akan menghasilkan produktivitas yang berkualitas dan mampu

bersaing dengan berbagai Negara di dunia.

Pekerja merupakan salah satu unsur manusia dalam dunia usaha. Dalam

proses dunia usaha, pekerja memegang tugas ganda yaitu sebagai pekerja dan

tulang punggung bagi keluarganya. Pekerja merupakan partner bagi pengusaha

untuk mengembangkan usahanya dan sudah sepantasnya pengusaha memberikan

apresiasi dan penghargaan kepada para pekerja sehingga tingkat kesejahteraan

menjadi hal yang penting untuk diperhatikan, karena pengusaha dapat

mengembangkan usahanya dari para pekerja tersebut. Permasalahan upah buruh

menjadi topik yang penting untuk dibahas karena upah merupakan masalah yang

v

sensitive bagi buruh. Upah bagi buruh merupakan kompenen yang sangat penting

untuk menompang kehidupan mereka sehari-hari bagi pribadi mereka sendiri

maupun bagi keluarganya, karena dengan upah yang menjamin keadaan hidup

pekerja menimbulkan semangat untuk meningkatkan taraf hidup kearah yang

lebih baik. Penetapan upah diwilayah Indonesia yang diumumkan oleh pemerintah

selalu memunculkan permasalahan, seperti yang terjadi secara nasional masalah

upah sering menimbulkan demonstrasi besar-besaran yang dilakukan oleh buruh

yang menuntut upah minimum kota (UMK) sama dengan angka kebutuhan hidup

layak (KHL) bahkan setelah ditetapakan UMK, para buruh menuntut untuk

melakukan perubahan UMK kepada gubernur. Dengan mengamati pemberitaan di

media massa selalu terlihat ada berbagai pandangan yang controversial yang

muncul, baik dari pihak pengusaha yang diwakili oleh asosiasi pengusaha

Indonesia maupun pekerja yang diwakili oleh serikat pekerja/serikat

buruh. Penghasilan bagi pekerja harus menjadi hal penting untuk diperhatikan

karena dalam rangka mewujudkan penghasilan yang layak bagi pekerja, perlu

ditetapkan upah minimum dengan pertimbangan peningkatan kesejahteraan

pekerja tanpa mengabaikan peningkatan produktifitas dan kemajuan perusahaan

serta perkembangan perekonomian pada umumnya. Komponen Kebutuhan hidup

layak digunakan sebagai dasar penentuan Upah Minimum, dimana dihitung

berdasarkan kebutuhan hidup pekerja dalam memenuhi kebutuhan mendasar yang

meliputi kebutuhan akan pangan 3.000kkal perhari, perumahan, pakaian,

pendidikan dan sebagainya. Awalnya penghitungan upah minimum dihitung

didasarkan pada Kebutuhan Fisik Minimum (KFM), Kemudian terjadi perubahan

vi

penghitungan didasarkan pada Kebutuhan Hidup Minimum (KHM). Perubahan

itu disebabkan tidak sesuainya lagi penetapan upah berdasarkan kebutuhan fisik

minimum, sehingga timbul perubahan yang disebut dengan KHM. Tapi,

penetapan upah minumum berdasarkan KHM mendapat koreksi cukup besar dari

pekerja yang beranggapan, terjadi implikasi pada rendahnya daya beli dan

kesejahteraan masyarakat terutama pada pekerja tingkat level bawah. Dengan

beberapa pendekatan dan penjelasan langsung terhadap pekerja, penetapan upah

minimum berdasarkan KHM dapat berjalan dan diterima pihak pekerja dan

pengusaha. Perkembangan teknologi dan sosial ekonomi yang cukup pesat

menimbulkan pemikiran, kebutuhan hidup pekerja berdasarkan kondisi.

"minimum" perlu diubah menjadi kebutuhan hidup layak. Kebutuhan hidup layak

dapat meningkatkan produktivitas kerja dan produktivitas perusahaan yang pada

akhirnya dapat meningkatkan produktivitas nasional.

Permasalahan yang sering muncul dalam proses penetapan upah minimum

kota, seperti Kota Tanjungpinang. Adalah perbedaan persepsi antara buruh

dengan pihak apindo mengenai penetapan angka KHL yang akan menjadi salah

satu acuan dalam penetapan upah minimum tersebut. Yang mana buruh mau upah

minimum harus di atas KHL atau sama dengan KHL.

Melalui Inpres No. 9/2013 itu, Presiden menginstruksi Gubernur di

seluruh Indonesia untuk menetapkan Upah Minimun dengan berdasarkan

kebijakan pengupahan dan pengembangan sistem pengupahan nasional

sebagaimana diinstruksikan Presiden kepada Menakertrans (Upah Minimum

didasarkan pada KHL, produktivitas, dan pertumbuhan ekonomi nasional).

vii

“…Menetapkan dan mengumumkan Upah Minimum Provinsi yang dilakukan

secara serentak di seluruh provinsi setiap tanggal 1 November,” bunyi Inpres

tersebut. Presiden juga menginstruksikan Gubernur untuk menetapkan dan

mengumumkan Upah Minimun Kabupaten/Kota setelah Upah Minimum Provinsi

ditetapkan, dalam hal Kabupaten/Kota yang bersangkutan menetapkan Upah

Minimum. Adapun kepada Bupati/Walikota, Presiden menginstruksikan untuk

menyampaikan rekomendasi Upah Minimum Kabupaten/Kota kepada Gubernur

setelah Upah Minimum Provinsi ditetapkan, dan mengalokasikan anggaran untuk

kegiatan Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota. Terkait dengan pelaksanaan

Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2013 itu, Presiden SBY menginstruksikan

Mentko Perekonomian untuk mengoordinasikan pelaksanaannya, dan

melaporkannya secara berkala kepada Presiden.

Dalam pemberitan dimedia massa haluan kepri (27/01/2015 jam 23.32wib)

Ketua Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Reformasi (FSPSI-F) Kota

Tanjungpinang Coldelia Sitinjak mengakui bahwa Rp1,5 juta merupakan angka

UMK 2014 Tanjungpinang yang akan direkomendasi ke Gubernur Provinsi Kepri

HM Sani. Namun Coldelia tak bisa memastikan apakah UMK di atas KHL Rp1,6

juta akan disetujui.

"Kalau masalah layak tak layak, seharusnya UMK 2014 Tanjungpinang itu

kurang. Seharusnya yang diperjuangkan itu adalah upah sundulan agar tidak

terjadi kesenjangan antara pekerja lama dengan pekerja baru. Tugas pemerintah

itu melakukan verifikasi ke perusahaan guna memberikan semangat untuk para

pekerja mengenai UMK," harap Choldelia

.

viii

Pemerintah Kota (Pemko) Tanjungpinang bersama perwakilan serikat

pekerja, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Dewan Pengupahan

akhirnya menyepakati Upah Minimun Kota (UMK) Tanjungpinang tahun 2014

sebesar Rp1.665.500. UMK yang telah disepakati tersebut resmi diusulkan ke

Gubernur Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) HM Sani melalui Dewan Pengupahan

Kepri, Kamis (7/11/2013) kemarin. "Lima kali kita pertemuan dan hari ini sudah

kita usulkan ke Gubernur. UMK 2014 Tanjungpinang sebesar Rp1.665.500 ini

merupakan hasil kesepakatan tripartit antara Apindo, serikat pekerja bersama

pemerintah dan Dewan Pengupahan Kota," kata Kepala Dinas Sosial dan Tenaga

Kerja (Kadinsosnaker) Kota Tanjungpinang Suryadi, Kamis (7/11/2013).

UMK 2014 yang resmi diusulkan ke Gubernur tersebut berdasarkan Surat

Walikota Tanjungpinang Nomor 561/977/DSTK/2013 tanggal 6 November 2013.

Menunggu ketetapan dari Gubernur Kepri, UMK akan diberlakukan pada Januari

2014. Sementara rekomendasi penetapan selambat-lambatnya 14 hari, terhitung

semenjak diusulkan. "Kemungkinan Desember sudah keluar penetapan dari

Gubernur. UMK naik 22 persen dibanding UMK 2013. Semua atas dasar hasil

survey harga Kebutuhan Hidup Layak (KHL) setiap bulan yaitu Rp1.550.959. Itu

hitungan rata-rata. Apabila pakai hitungan baru mencapai Rp1.664.157

menggunakan hitungan regresi linier. Maka, hasil pembahasan dan survey KHL

diusulkan ke Walikota Rp1.665.500 dan Walikota menyetujui. Kemudian UMK

diusulkan ke Gubernur," terang Suryadi

Suryadi menghimbau agar seluruh perusahaan mematuhi angka UMK 2014

Tanjungpinang yang telah disepakati. Ia juga mempersilakan pekerja mengadukan

ix

kasus terkait UMK ke kantornya. Jumlah perusahaan di Tanjungpinang, kata

Suryadi, sebanyak 5.207 perusahan besar dan kecil. Perusahaan skala besar hanya

tiga yakni Pancarasa, Suakarya dan Halima (galangan kapal). Masing-masing

perusahaan itu menampung sekitar 7 ribuan pekerja.

Gubernur Kepri HM Sani sebelumnya telah menetapkan Upah Minimun

Provinsi (UMP) Kepri tahun 2014 sebesar Rp1.665.000. Nilai ini mengalami

kenaikan sebesar 21,97 persen dibanding UMP tahun 2013. Penetapan itu telah

disahkan melalui Surat Keputusan (SK) Gubernur Kepulauan Riau Nomor 932

tahun 2013 tanggal 1 November 2013 tentang UMP Kepulauan Riau tahun 2014.

Angka UMP ini akan menjadi acuan bagi pemerintah kabupaten/kota di Kepri

untuk menetapkan besaran upah minimum kota (UMK).

2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan di atas, Permasalahan

upah minimum kota dikota Tanjungpinang dikarenakan perbedaan pendapat

antara pihak pengusaha yang di wakilkan oleh pihak apindo dan pihak

pekerja/buruh yang di wakilkan oleh serikat pekerja/buruh. Oleh sebab itu penulis

merumuskan masalah yang akan diteliti,yaitu:

1. Bagaimana proses penetapan upah minimum kota di kota Tanjungpinang

tahun 2014?

2. Kendala apa saja yang di hadapi dalam penetapan upah minimum di tahun

2014?

x

3 Tujuan Penelitian

Sesuai perumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka penelitian ini

bertujuan:

1. Mengidentifikasi proses penetapan upah minimum kota di kota

Tanjungpinang tahun 2014

2. Mengidentifikasi kendala yang di hadapi dalam penetapan upah minimum

di tahun 2014

4 Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

a. Diharapkan dari penelitian ini dapat memperdalam pengetahuan dan

wawasan penulis mengenai penetapan upah minimum.

b. Memberikan kontribusi pemikiran bagi pembuat kebijakan dan

pelaksanaan kebijakan sehingga dapat mengurangi hambatan-hambatan

maupun kendala dalam penetapan upah minimum di kota Tanjungpinang

tahun 2014.

c. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran

bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam proses

pembentukan kebijakan yang partisipatif dan efektif.

2. Kegunaan Praktis

a. Sebagai rekomendasi bagi pembuat kebijakan dalam rangka pemecahan

masalah sosial, khususnya masalah-masalah upah minimum.

xi

b. Dari hasil temuan penelitian ini diharapkan, dapat terumuskan

rekomendasi yang dapat ditetapkan, baik bagi para pembuat kebijakan atau

oleh para peneliti.

5 Metode penelitian

1 Jenis penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif. Hal ini

dikarenakan penelitian ini berupaya untuk memahami penetapan dan kendala dari

upah minimum kota di Tanjungpinang tahun 2014. Menurut (Bogelan dan Taylor,

1975: 5) dalam (Moleong, 2007: 4) metode kualitatif adalah prosedur penelitian

yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-

orang dan perilaku yang diamati. Sebagaimana halnya dengan yang diungkapkan

oleh Moleong (2007: 6), tujuan penelitian melalui pendekatan kualitatif ini adalah

bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek

penelitian misalnya perilaku, motivasi, tindakan, dll. Secara holistik, dan dengan

cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks yang

alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode yang alamiah. Karena

pendekatan dalam penelitian ini adalah kualitatif, maka dalam penelitian ini akan

menggambarkan secara lebih rinci pelaksanaan penetapan upah minimum kota di

Tanjungpinang tahun 2014, baik itu proses pelaksanaannya, pemahaman dan

tanggapan masyarakat, serta dampak dari program tersebut. Jenis penelitian yang

merupakan upaya pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian

deskriptif kualitatif ini mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata

cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-siatuasi tertentu, termasuk

xii

tentang hubungan kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandanga, serta

proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu

fenomena.

2 Lokasi Penelitian

Lokasi pada penelitian ini dilaksanakan di Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja Kota

Tanjungpinang.

3 Jenis Pengumpulan Data

Sumber data yang peneliti gunakan pada penelitian ini terdiri dari:

a. Data Primer

Data primer adalah data yang didapat dari penelitian dilapangan dengan cara

melakukan wawancara langsung dengan narasumber. Wawancara yang dilakukan

dengan narasumber yaitu pertanyaan-pertanyaan tentang penetapan UMK di Kota

Tanjungpinang Tahun 2014

b. Data Sekunder,

Data sekunder Adalah data-data yang diperoleh dari buku-buku, dokumen dan

literatur yang mendukung penelitian, untuk mencari define yang berkaitan dengan

penetapan UMK di Kota Tanjungpinang Tahun 2014

4 Informan

Dalam penelitian ini informan yang dipilih merupakan informan yang menurut

penulis dapat menjawab apa yang menjadi permasalahan penelitian diantaranya

dengan kriteria sebagai berikut:

1. Informan harus memiliki cukup waktu agar dapat memberikan informasi-

informasi mengenai penetapan upah minimum Kota Tanjungpinang.

xiii

2. Informan yang dipilih untuk diwawancarai harus mengetahui dan memahami

tentang proses penetapan upah minimum Kota Tanjungpinang.

3. Informan yang diwawancara terlibat langsung dalam proses penetapan upah

minimum Kota Tanjungpinang.

Adapun informan yang penulis pilih dalam penelitian ini terdiri dari:

Tabel I.I

Informan Dalam Penelitian

No Informasi Keterangan

1 Drs. SURJADI, MT Kadisnaker Kota Tanjungpinang

2 Drs. H SYAFRUDDIN Kabid Hubungan Industrial Dan

Pengawasan

3 EDWARD SARAGIH, SE, SH Ketua DPC F-SBSI 1992

4 CHOLDERIA SITINJAK, MH Ketua DPC F-SPSI Reformasi

5 AMINTAS NURHADI, ST DPC Apindo

6 HASUDUNGAN S, SE Staf Hubungan Industrial Dan

Pengawasan

Sumber: Disnaker Kota Tanjungpinang

1.5.5 Teknik Pengumpulan Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan para informan

sebagai data primer dan tulisan atau dokumen-dokumen yang mendukung

pernyataan informan. Hal ini sebagaimana dinyatakan (Lofland and Lofland 1984:

47) dalam (Moleong, 2000: 112) bahwa sumber data utama dalam penelitian

kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti

xiv

dokumen dan lain-lain. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam

penelitian ini adalah:

a. Observasi

Observasi adalah pengamatan dan pencatatan sistematik tentang gejala-gejala

yang diamati (Hadi, 2004:167). Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan

dengan cara observasi langsung (direct observation). Dengan melakukan

observasi, peneliti mencatat apa saja yang dilihat dan menggali dari dokumen

tertulis untuk memberikan gambaran secara utuh tentang obyek yang akan diteliti.

b. Wawancara

Wawancara merupakan alat re-cheking atau pembuktian terhadap informasi atau

keterangan yang diperoleh sebelumnya. Teknik wawancara yang digunakan dalam

penelitian ini adalah wawancara mendalam. Wawancara mendalam (in-depth-

intervie) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan

cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau

orang yang diwawancarai. Alat wawancara yang penulis gunakan adalah Tape

Recorder dan Catatan Lapangan.

c. Dokumentasi

Teknik dokumentasi adalah cara mengumpulkan data-data peninggalan tertulis,

terutama berupa arsip-arsip, dan termasuk juga buku-buku, dokumen resmi

maupun statistik yang berhubungan dengan masalah penelitian (Hadari dan

Nawawi, 1995:133). Teknik ini dilakukan dengan cara mengadakan penelaahhan

terhadap bahan-bahan yang tertulis yang meliputi hasil-hasil seminar maupun

laporan kegiatan pelaksanaan program dan buku-buku serta majalah. Beberapa

xv

data sekunder yang dicari dalam penelitian ini adalah laporan pelaksanaan

penetapan upah minimum Kota Tanjungpinang tahun 2014 dan lain sebagainya

yang dianggap relevan.

6 Teknik Analisa Data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik analisa data deskriptif

kualitatif. Analisa data kualitatif menurut (Burhan:2007) adalah upaya yang

dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,

memilahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensitesiskannya, mencari dan

menemukan pola, menentukan apa yang penting dan apa yang dapat diceritakan

kepada orang lain.

xvi

ANALISIS PENETAPAN UPAH MINIMUM KOTA BERDASARKAN

ANGKA KEBUTUHAN HIDUP LAYAK DI KOTA TANJUNGPINANG

TAHUN 2014

1 Penetapan Upah Minimum Kota Di Kota Tanjungpinang

Penetapan upah minimum kota (UMK) pada awal proses mulanya data

untuk menetapkan berasal dari survey pasar terhadap KHL yang dilakukan oleh

anggota dewan pengupahan kota. Kemudian dari hasil survey tersebut yang

dilakukan dari januari hingga oktober dan ditetapkanlah angka KHL untuk kota

tanjungpinang, dan kemudian dinas sosial dan tenaga kerja menyampaikan angka

KHL tersebut kepada walikota tanjungpinang.

Berdasarkan angka KHL yang di survey dari anggota dewan pengupah

dari januari hingga oktober maka nilai rata-rata dari angka KHL tersebut diambil

dan disepakati oleh dinas sosial dan tenaga kerja, yang mana merupakan angka

KHL di tahun berikut..

Setelah ditetapkan angka KHL kota, maka dibahas oleh dewan

pengupahan kota untuk menetapkan upah minimum kota. Setelah dibahas bersama

maka diusulkanlah kepada walikota tanjungpinang, berapa besar angka upah

minimum yang diusulkan tersebut baik dari pihak serikat pekerja/buruh maupun

dari pihak apindo.

Berdasarkan hasil dari dewan pengupahan kota tersebut maka menjadi hak

walikota tanjungpinang unruk menetapkan berapa besar UMK untuk kota

tanjungpinang. setelah UMK ditetapkan oleh walikota kemudian walikota

menyampaikan kepada Gubernur tentang Upah Minimum Kota tersebut

xvii

Tabel IV.I

Mekanisme Penetapan UMK

Penyampain Laporan

Laporan

Survey Pasar Terhadap KHL

Usulan Angka UMK

Sumber: disnaker kota tanjungpinang

Mekanisme proses penetapan UMK Tanjungpinang tahun 2014

berdasarkan hasil survey KHL tahun 2013. Dari hasil wawancara peneliti dengan

ketua dewan pengupahan kota Tanjungpinang Drs. Surjadi, MT dijelaskan sebagai

berikut:

“ Pada proses penetapan UMK tahun 2014 berdasarkan pada

survey KHL pada tahun 2013. Dalam hasil survey tersebut

diadakan rapat atau pembahasan beberapa kali pada pihak serikat

pekerja maupun pihak apindo yang mana untuk mencari

kesepakatan dari nilai KHL yang masuk. KHL yang digunakan

angka KHL dari rata-rata survey yang diadakan selama 10bulan di

tahun 2013, lalu disimpulkan angka KHL tersebut setelah berkali-

kali mengadakan rapat dan ditemukan angka KHL yang

disepakati.” (wawancara tanggal 04 Maret 2015)

Dinasker

Kab/Kota

Dinasker Kota Bagian

Hubungan Industrial Dan

Pengawasan

Dewan Pengupahan Kota

Gubernur

Walikota Menetapkan

UMK

xviii

Penetapan UMK kota harus berdasarkan ketentuan Permennaker Nomor

13 Tahun 2012 tentang komponen dan pelaksanaan tahapan pencapaian

kebutuhan hidup layak. Yang mana Pencapaian KHL dalam penetapan upah

minimum merupakan perbandingan besarnya Upah Minimum terhadap nilai KHL

pada periode yang sama. Penetapan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 6 diarahkan kepada pencapaian KHL. Seperti yang digambarkan oleh Drs.

Surjadi, MT dari wawancara lanjutan:

“ Undang-undang pada prinsipnya tidak menetapkan harus sama

dengan KHL, tetapi paling tidak ada tahapan-tahapan upaya untuk

mencapai kearah sama dengan dengan angka KHL, karena bisa

saja di atas KHL, namun upaya kearah tersebut tetap dilakukan.

Mengingat berbagai pertimbangan tadi, bahwa ada tingkata

kemampuan perusahaan, dan paling penting upah minimum yang

ditetapkan tersebut menjadi pengaman bagi penetapan UMK

Kota.” (wawancara tanggal 05 Maret 2015)

Proses penetapan UMK menurut Drs. H. SYAFRUDDIN, sebagai Kabid

Hubungan Industrial Dan Pengawasan dan Sekretaris Dewan Pengupahan Kota

Tanjungpinang Tahun 2014. Melalui rapat dewan pengupahan yang terdiri dari

pemerintah, pengusahan dan serikat pekerja merupakan mekanisme penetapan

proses UMK yang dijalakan kota Tanjungpinang selama ini. Rapat tersebut

membahas hasil survey yang dilakukan oleh dewan pengupahan kota

Tanjungpinang dengan melihat harga-harga dipasar tradisional dengan

menyamakan angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL) di Tanjungpinang. kemudian

hasil rapat tersebut diserahkan ke Walikota untuk dilaporkan ke Gubernur

“proses penetapan UMK itu melalui rapat/sidang dewan

pengupahan yang terdiri dari pihak pemerintah, pengusaha, serikat

pekerja, dan anggota-anggota dewan pengupahan. Jadi pada saat

rapat-rapat itu dasar untuk menetapkan UMK itu adalah

xix

berdasarkan nilai KHL, yang dilakukan dewan pengupahan dari

hasil survey mereka ke pasar-pasar tradisional di kota

Tanjungpinang. Survey yang dilakukan selama 10 (sepuluh) bulan

dari Januari hingga oktober. Dari data yang diperoleh tersebut

diadakan rapat dewan pengupah kota, lalu diambil nilai rata-rata

dari 10 (sepuluh) bulan menyurvey tersebut. selanjutnya dewan

pengupahan memberikan nilai KHL dari Tanjungpinang ke

Walikota Tanjungpinang untuk dilaporkan ke Gubernur KEPRI.”

(wawancara tanggal 22 April 2015)

Proses penetapan UMK apabila dilihat dari hasil wawancara diatas,

menjelaskan bahwa dalam proses penetapan UMK yang dijalankan oleh Dewan

Pengupahan yang terdiri dari pihak pemerintah, pengusaha, serikat pekerja, dan

anggota-anggota dewan pengupahan, untuk memberikan rekomendasi kepada

walikota dari hasil survey yang dilakukan Dewan Pengupahan Kota.

Rekomendasi yang dikeluarkan oleh Dewan Pengupahan Kota tentunya

dari masing-masing pihak sudah memberikan pandangan-pandangan baik dari

pihak serikat pekerja maupun dari pihak pengusaha yang menurut masing-masing

pihak benar. Wawancara lanjutan dengan Cholderia Sitinjak Ketua DPC F-SPSI

Reformasi.

“Sebenarnya tergantung orang bagaimana melihat perundingan

yang dilakukan oleh Dewan Pengupahan dengan Apindo,

Pemerintah dan Serikat. Itu menjadi hal yang pertama kemudian

yang kedua adanya rekomendasi”.( Wawancara tanggal 27 Mei

2015)

Aturan dalam penetapan UMK Kota Tanjungpinang sudah berjalan

mengikuti peraturan yang ada yang sesuai dengan permenaker no.7/2013 menurut

pihak serikat pekerja Edward Saragih sebagai berikut:

“Menurut saya yang aturan penetapan UMK sudah benar, yang

mana mengacu kepada aturan yang ada, seperti acuan penetapan

UMK yang sesuai dengan KHL pada permenaker nomor 7 tahun

2013 tentang kebutuhan hidup layak. Prosedurnya itu dilakukan

dengan mensurvey harga barang di pasar. Survey yang dilakukan

xx

juga sudah ada jadwalnya dari Dewan Pengupahan, sekitar 10

bulan dan jumpa hasil KHL terus diserahkan oleh Walikota”.

(wawancara tanggal 14 Mei 2015)

Menetapkan hasil survey pasar terhadap KHL yang dilakukan oleh

anggota dewan pengupahan kota. Setelah ditetapkan angka KHL kota, maka

dibahas oleh dewan pengupahan kota untuk menetapkan upah minimum kota.

Setelah dibahas bersama maka diusulkanlah kepada walikota Tanjungpinang.

2 Kendala Dalam Penetapan Upah Minimum Kota Tanjungpinang

Proses mekanisme penetapan UMK kota Tanjungpinang sering terjadi

perselisihan atau perbedaan pendapat antara serikat pekerja/buruh dengan pihak

apindo, sehinnga membuat pemerintah kota Tanjungpinang harus menjadi titik

tengah diantara dua kepentingan tersebut. yang mana dijelaskan pemerintah dalam

KEPRES nomor 107 tahun 2004 Tentang Dewan pengupahanhanya sebagai

jembatan atau fasilitator.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Cholderia Sitinjak Ketua DPC F-

SPSI Reformasi. Penetapan UMK kota Tanjungpinang hanya membahas tentang

survey KHL untuk di Kota Tanjungpinang.

“dalam menetapkan UMK kota Tanjungpinang, Dewan

Pengupahan Kota hanya mensurvey harga barang yang mengikuti

beberapa item yang ada di pemenaker saja. Akan diturunkan

beberapa orang dari Dewan Pengupahan untuk terjun langsung ke

lokasi”.( Wawancara tanggal 16 Mei 2015)

Serikat pekerja hanya mengacu pada permenaker nomor 13 tahun

2012, yang masing-masing komponen dan jenis KHL disepakati sebelum

survey dilaksanakan dan ditetapkan oleh Ketua Dewan Pengupahan Kota.

Pada tahun 2013 KHL kota Tanjungpinang sebesar 1.395.442 dengan nilai

xxi

UMK sebesar 1.365.087 hal tersebut tentunya membuat buruh/pekerja

merasa tidak adil yang dikarenakan UMK lebih kecil dari angka KHL

sekitar 34,49%. Pada tahun 2014 nilai UMK sedikit tinggi dari angka

KHL, yang terlihat ada table berikut:

Tabel

NILAI KHL DAN UMK KOTA TANJUNGPINANG

TAHUN 2010-TAHUN 2015

NO TAHUN NILAI KHL

(Rp)

NILAI UMK

(Rp)

KENAIKAN % KHL

Rp %

1

2

3

4

5

2010

2011

2012

2013

2014

1.163.292

1.250.273

1.297.748

1.395.442

1.550.959

925.000

975.000

1.015.000

1.365.087

1.665.500

30.000

50.000

40.000

350.087

300.413

3,35

5,41

4,10

34,49

22,01

79,52

77,98

78,21

97,82

107,39

Berdasarkan hasil table diatas dapat disimpulkan bahwa terjadinya angka

inflasi di setiap tahunnya. Sebagaimana dilihat dari table tersebut adanya

kenaikan beberapa persen dari tahun sebelumnya. Pandangan serikat pekerja

bahwa UMK harus berdasarkan nilai KHL terendah pada 10bulan survey ke

lapangan. Acuan tersebut menjadi pegangan serikat pekerja atau serikat buruh

untuk mengusulkan angka UMK kepada pemerintah. Berdasarkan dari angka

yang diusulkan baik dari serikat pekerja atau pihak apindo dan berdasarkan alas

an-alasan tertentu dari kedua belah pihak maka pemerintah mengambil keputusan

untuk menetapkan UMK berdasarkan peraturan yang ada.

xxii

Pada pembahasan UMK memang ada dua pendapat yang tidak bisa

disatukan antara serikat pekerja dengan apindo, tetapi apabila masih ada

rekomendasi dari Dewan pengupahan maka Walikota menetapkan UMK

berdasarkan rekomendasi Dewan Pengupahan tersebut. hal tersebut disampaikan

oleh Cholderia Sitinjak Ketua DPC F-SPSI Reformasi dalam wawancara

dengannya.

“nilai UMK yang diajukan oleh pihak apindo misalnya sekian

rupiah kemudian nilai yang diajukan oleh serikat pekerja

berjumlah sekian rupiah dan pemerintah berdasarkan

pertimbangan-pertimbangan tertentu memutuskan masalah UMK

dengan pertimbangan.” (Wawancara tanggal 16 Mei 2015)

Berdasarkan peraturan permenaker no 7 tahun 2013 apabila pemerintah

berdasarkan aturan tersebut dilakukan berarti prosedur penetapan upah sudah

dilaksanakan, namun apabila tidak ada kata sepakat dari kedua belah pihak, maka

pemerintah menetapkan sesuai dengan hasil dari rekomendasi dewan pengupahan.

Penetapan UMK kota Tanjungpinang tahun 2014 yang mana penetapan

UMK tersebut pada angka 1.665.500 sedangkan angka KHL kota Tanjungpinang

1.550.959. apabila dilihat UMK tahun 2013 maka UMK tahun 2014 terjadi

kenaikan angka sekitar 22,01.

Apabila dilihat dari proses rapat di Dewan Pengupahan kendala utama

dalam proses penetapan UMK terjadi perbedaan persepsi untuk menetapkan

angka KHL yang hasil survey bulan apakah yang diambil untuk menjadi dasar

didalam proses penetapan upah UMK.

Dikaitkan dengan KHL maka seharusnya pada saat itu yang harus

dilakukan pertama adalah pentahapan KHL menuju 100% tetapi, memang dalam

xxiii

faktanya apindo melihat posisi UMK itu kenaikan di tahun 2014 kenaikannya

signifikan sehingga apindo mencari angka KHL di bulan terendah, sehingga

aturan yang ada pada permennaker no.7 tahun 2012 dimana Permennaker tersebut

mengatur bahwa KHL diambil dari hasil survey dilapangan, tetapi faktanya oleh

apindo itu jadi acuan menjadi KHL terendah diantara 10 bulan yang dilakukan

survey dari bulan januari sampai dengan bulan oktober.perbedaan persepsi yang

terjadi antara serikat pekerja dengan apindo ini menimbulkan perdebatan yang

terus terjadi setiap tahunnya. Dalam hal ini memang perlu adanya ketegasan dari

pihak pemerintah untuk mengambil keputusan yang tegas. Keputusan untuk

menetapkan UMK ada ditangan pemerintah dan dalam hal ini walikota yang

menetapkan UMK.

Berdasarkan dari angka yang diusulkan baik dari serikat atau dari apindo

dan berdasarkan alasan-alasan tertentu dari kedua belah pihak maka pemerintah

mengambil keputusan untuk menetapkan UMK berdasarkan peraturan yang ada.

Pada pembahasan UMK memang ada dua pendapat yang tidak bisa disatukan

antara serikat pekerja dengan apindo, tetapi apabila masih ada rekomendasi dari

dewan pengupahan maka walikota menetapkan UMK berdasarkan rekomendasi

dewan pengupahan tersebut.

Upah minimum kota mengaju pada kebutuhan hidup layak artinya UMK

harus berbicara secara jelas terhadap KHL, yang mana hasil dari tiap-tiap angka

KHL yang dilaporkan kepada kota dan perlu diketahui dalam penetapan UMK

dalam mengambil keputusan nilai KHL hasil survey bulan apa saja yang dipakai

unruk menetapakan sebuah UMK itu tidak ada aturan secara tegas baik aturan

xxiv

yang mengatur di undang-undang nomor 13 tahun 2003 atau bahkan di

Permennaker nomor 13 tahun 2012 yang disini merupakan hambatan atau kendala

yang menimbulkan perbedaan pendapat.

Penetapan UMK Kota Tanjungpinang tahun 2014 yang dilakuksn

pembahasan pada tahun 2013 menirut sari serikat pekerja menimbulkan

ketidakpuasan dari kalangan pekerja atau buruh karena penetapan UMK itu tidak

menggambarkan semangat untuk mensejahtrakan kalangan pekerja, karena

pandangan dari kalangan pekerja bahwa mereka masih dibayar murah ditengah

kondisi perekonomian yang semakin meninggkat.

Permasalahan upah ini menjadikan pekerja merasa tidak mendapatkan

penghidupan yang layak untuk mensejahterakan keluarga mereka, apalagi dalam

hal-hal seperti memberikan pendidikan kepada anak-anak mereka,sehinnga

penetapan UMK Tanjungpinang sudah semestinya mengambil angka KHL

tertinggi dari hasil survey yang dilakukan selama 10 bulan dari bulan januari

hingga bulan okrober. Untuk mensejahterakan kalangan pekerja, seperti di dapat

dari hasil wawancara dengan Edward Saragih, SE, SH dari Ketua DPC F-SBSI

1992 berikut ini:

“ Memang persoalan UMK pada waktu itu setelah diserahkan oleh

walikota memang ada rasa ketidakpuasan bagi serikat pekerja/buruh karna

memang perjuangannya serikat buruh berharap penetapan itu mengacu

kepada mensejahterakan masyarakat khususnya buruh dan pekerja yang

ada di kota Tanjungpinang.”(wawancara 16 Mei 2015)

Pentapan UMK Kota Tanjungpinang tahun 2014 menurut kalangan

pengusaha sudah berjalan dengan mekanisme yang benar dan sesuai

dengan prosedur yang ada namun dalam hal penetapan UMK angka KHL

xxv

mana yang menjadi acuan menjadi perdebatan antara survey di bulan

terendah atau sirvet dibulan yang tertinggi.

Apabila dilihat dari permasalahan UMK, kelompok kepentingan

yang ada di dalam dewan pengupahan terdiri dari serikat pekerja dan

apindo. Kedua belah pihak yang berkepentingan ini slaing berusaha

mendekati dan mempengaruhi pemerintah didalam proses penetapan

UMK, agar memihak kepada salahg satu kelompok baik dari serikat

pekerja yang berusaha mempengaruhi pemerintah agar menetapkan UMK

sama dengan angka KHL, tetapi sebaliknya dari apindo berusaha

mempengaruhi pemerintah agar UMK jauh dari angka KHL dengan

berbagai macam alasan yang diberikan oleh kedua belah pihak yang

berkepentingan tersebut.

Pada prinsipnya pemerintah tidak boleh berpihak pada salah satu

pihak-pihak yang berkepentingan tetapi, pemerintah harus memperhatikan

tuntutan dari kalangan pekerja lebih besar ketimbang dari kalangan

pengusaha, karena bagaimanapun juga para pekerja merupakan kalangan

masyarakat yang harus mendapatkan prioritas dari pemerintah mengenai

masalah kesejahteraan dan upah sehingga mereka bisa mendapatkan

penghidupan yang layak bagi dirinya sendiri maupun bagi keluarganya.

Upah minimum Kota Tanjungpinang dari awal pemerintahan kota

Tanjungpinang menetapkan UMK tidak pernah sama dengan angka KHL

walaupun ada pertimbangan-pertimbangan bahwa angka UMK naik secara

bertahap menuju KHL apabila factor-faktor seperti inflasi di

xxvi

Tanjungpinang dapat berjalan dengan baik, karena bagaimanapun juga

penetapan UMK harus melihat pertumbuhan ekonomi di suatu daerah

dalam ini Kota Tanjungpinang.

Menurut Cholderia Sitinjak Ketua DPC F-SPSI Reformasi Kota

Tanjungpinang pada tahun 2014, UMK Kota Tanjungpinang idealnya

sudah semestinya disamakan dengan angka KHL, seperti terlihat dalam

hasil wawancara berikut:

“ seharusnya yang 2014 itu sudah hampir mendekati angka KHL

hanya kurang beberapa persen saja, harusnya setiap

tahunpentahapan itu naik atau tidak sama dengan angka KHL,

tetapi pada prakteknya masih jauh dari KHL.” (wawancara tanggal

16 Mei 2015)

Penetapan angka upah minimum Kota yaitu apabila dilihat dari

tahapan kebijakan will dunn, hasil penetapan UMK yang berarti Adopsi

Kebijakan/ Rekomendasi dari sistem kebijakan tersebut belum berpihak

kepada para pekerja. Memang Adopsi Kebijakan/ Rekomendasi berupa

kebijakn publikadalah hak dari pemerintah untuk menetapkan keputusan

berapa nilai UMK yang ditetapkan. Kebijakan penetapan UMK secara

otoritatif akan dialokasikan secara menyeluruh kepada pekerja atau

pengusaha. Namun pemerintah hendaknya lebih mementingkan

kepentingan pekerja untuk mendapatkan hidup yang layak dari pada

kepentingan pengusaha yang selalu ingin mendapatkan keuntungan yang

sebesar-besarnya.

Penetapan angka Upah Minimum Kota diambil dari pertimbangan

agar naik secara bertahap menuju ke arah angka KHL berdasarkan aturan

xxvii

Permennaker nomor 13 tahun 2012, sejalan dengan hal tersebut Edward

Saragih, SE, SH dari Ketua DPC F-SBSI 1992 mengatakan sebagai

berikut:

“pertimbangannya produktifitas kerja kemudian tingkat

pertumbuhan ekonomi kemudian angka pengangguran ini mungkin

salah satu pertimbangan walikota yang belum bisa menetapkan

UMK itu sama dengan KHL dan aturan yang ada di Permennaker

nomor 13 tahun 2012 tentang KHL dan penetapannya memang ada

pertimbangannya secara bertahap.” (wawancara tanggal 16 Mei

2015)

Pemerintah memang harus melihat dari kedua pihak yang

berkepentingan, pemerintah tidak bisa 100% mengambil keinginan dari

serikat pekerja dan juga tidak bisa mengambil 100% keinginan dari

apindo, seharusnya pemerintah memang mengambil jalan tengah, tetapi

pemerintah juga bisa memihak kepada pekerja karena pihak yang memang

perlu untuk mendapatkan perlindungan dari pemerintah adalah pekerja,

karena pekerja merupakan masyarakat kelas bawah dibandingkan dengan

pengusaha yang lebih mampu untuk melindungi diri sendiri.

Serikat pekerja berpikiran karna memang ini perintah dari undang-

undang dan perintah dari peraturan pengupahan bahwa penetapan UMK

mengacu pada KHL kemudian, proses tahapan menuju KHL 100%.

Bagaimanapunjuga KHL ialah kebutuhan minimum yang layak, disebut

layak artinya yang di butuhkan atau diperlukan oleh pekerja dalam 1(satu)

bulan, karna apabila nilai UMK sangat jauh dibawah angka KHL dapat

dipastikan ada beberapa komponen yang tidak dipenuhi oleh pekerja

sehingga para pekerja hidup dibawah kebutuhan hidup yang layak.

xxviii

Apabila nilai UMK kurang dari 100% makanpekerja juga tidak bisa

mencukupi kebutuhan hidupnya 100% kemungkinan hanya sebesar 70%

atau 60% dari angka KHL. Sejalan dengan hal itu Edward Saragih, SE, SH

dari Ketua DPC F-SBSI 1992 mengatakan

“ serikat pekerja berpikiran bahwa memang perintah yang harus

dijalankan dari peraturan perundang-undangan tentang

ketenagakerjaan itu. Yang seharusnya itu baik bagi pemerintah

maupun pihak apindo yang sehausnya menjunjung hal itu, kalau

memang disitu memang dikemukakan tentang artinya 90%.

Contoh nya pada tahun berikutnya mau ditetapkan malah mundur

85%, artinya itu bukan hal yang menuju 100%.

Penurunan diluar 100% barangkali selama itu ada tahapan kalau

cara berpikir dari pada serikat pekerja yang artinya disitu jadi

tahapan menuju 100% kenudian nilai tahapan itu di diskusikan

dengan pihak apindo. Apakah memang tahapan ini melebihi inflasi

kalau memang ia melebihi inflasi, berapa kemampuan pengusaha

untuk membayar kalau memang tahapan itu dilakukan karena

memang tahapan itu tidak bisa dilakukan langsung 100%,

kemungkinan beberapa tahun kemudian kira-kira 2 tahun atau 3

tahun atau 4 tahun atau memang tidak mampu sekaligus misalnya

2 kali pertemuan 2 tahun denan jangka 2 tahun kita targetkan

mencapai 100% maka itu positifnya, artinya jika kalau mereka

tidak mampu menaikkan sesuai dengan 100% itu, mari diskusi lagi

menuju tahapan tersebut.” (wawancara tanggal 8 Juni 2015)

Dalam proses penetapan UMK sebaiknya harus ada proses tahapan

UMK menuju 100% angka KHL, tetapi dalam proses penetapan UMK

memang tidak pernah tercapai 100% dari angka KHL, yang kemungkinan

disebabkan oleh beberapa faktor misalnya dilihat dari kemampuan

perusahaan untuk membayar pekerja dibawah 1(satu) tahun. Apabila

nantinya UMK telah di serahkan ke Walikota, maka harus ada upaya dari

pemerintah untuk memfasilitasi antara apindo dengan serikat

pekerja/buruh untuk membicarakan arah tahapan upah untu menuju 100%

xxix

angka KHL, tetapi tidak di bicarakan atau dibahas dalam rapat dewan

pengupahan Kota.

Menurut Cholderia Sitinjak Ketua DPC F-SPSI Reformasi bahwa

ketidakpuasan serikat pekerja juga dirasakankarena penetapan UMK

angkanya selalu dibawah nilai KHL seperti yang tertuang oleh

Permennaker Permennaker nomor 13 tahun 2012

“ ada rasa ketidakpuasan bagi pihak serikat pekerja karena

memang ada acuan yang harus bahasan UMK itu adalah acuan

kepada Permennaker nomor 13 tahun 2012.” (wawancara tanggal

21 Mei 2015)

Masalah lain yang tidak kalah penting sehingga menjadi kendala

dalam penetapan UMK adalah persepsi Permennaker nomor 13 tahun

2012 tentang komponen KHL yaitu item sewa kamar yang terjadi

perbedaan persepsi diantara apindo dan serikat pekerja, yang juga

dujelaskan oleh Hasudungan S, SE Staf Hubungan Industrial Dan

Pengawasan

“Masalah dalam penetapan UMK salah satunya pada item yang

ada di Permennaker nomor 13 tahun 2012 tentang komponen

KHL yaitu sewa kamar yang sering terjadi perbedaan persepsi,

kalau dari pihak apindo mereka menginginkan harga sewa kamar

sedangkan dari pihak serikat pekerja mereka mau harga sewa

rumah. Kemudian masalah transportasi juga sering terjadi

perdebatan.masalah itu selalu di bahas dalam rapat dewan

pengupahan.” (wawancara tanggal 24 Juni 2015)

Apabila ada aturan secara khusus atau menegaskan tentang KHL

bulan apakah yang diambil dan atau cara perhitungan KHL mana yang

harus dilakukan agar menjadi pasti dalam menetapkan UMK. Seharusnya

ada penegasan yang dilakuan oleh undang-undang nomor 13 tahun 2003

xxx

tentang pengertian sebuah perusahaan itu harus disesuaikan dengan

kemampuan perusahaan, misalnya UMK berlaku untuk perusahaan-

perusahaan tertentu, yang dijelaskan di dalam undang-undang nomor 13

tahun 2003 pasal 1 ayat 6 huruf a yaitu perusahaan adalah setiap bentuk

usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik

persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik

Negara yang mempekerjakan pekerja atau buruh dengan membayar upah

atau imbalan dalam bentuk lain.

Dalam hal ini pembayaran pengupahan terhadap tenaga kerjasesuai

dengan UMK tetapi dalam pemberian upah sebenarnya terhadap tenaga

kerja tidak semua perusahaan itu mampu memenuhi UMK walaupun

UMK tersebut diberikan kepada pekerja yang bekerja dibawah satu tahun.

Kendala yang dihadapi di dalam proses penetapan UMK Kota

Tanjungpinang tahun 2014 terletak pada perbedaan persepsi atau

pandangan dalam membahas angka KHL sejalan dengan hal tersebut

berdasarkan hasil wawancara dengan Hasudungan S, SE Staf Hubungan

Industrial Dan Pengawasan adalah sebagai berikut:

“kendala yang dihadapi di dalam penetapan UMK Kota

Tanjungpinang pada penetapan UMK hampir setiap tahunnya

selama saya menjadi Staf Hubungan Industrial Dan Pengawasan

hampir sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Masalahnya terletak

pada perbedaan persepsi didalam membahas angka KHL yang

dilakukan pada survey di lapangan.” (wawancara tanggal 24 Juni

2015)

Penetapan UMK dalam rapat-rapat apabila tidak terjadi persamaan

persepsi sering terjadi walk out dewan pengupahan dalam rapat tersebut,

xxxi

karena merasa aspirasi atau kehendak mereka tidak ditanggapi seperti

dikatakan oleh Drs. H Syafruddin Kabid Hubungan Industrial Dan

Pengawasan dan sebagai Sekretaris Dewan Pengupahan Kota

Tanjungpinang

“ Dalam membahas KHL atau berapa angka KHL yang harus

ditetapkan sebagai acuan untuk pembahasan UMK selalu saja

terjadi perbedaan persepsi oleh karena itu untuk membahas berapa

angka KHL yang harus ditetapkan ini selalu saja terjadi walk out

dari salah satu pihak yang berada di dewan pengupahan, yang tentu

saja dari pihak-pihak yang merasa tidak puas.” (wawancara tanggal

22 April 2015)

Kendala berikutnya yang paling utama adalah apabila UMK yang

telah diserah kan ke Walikota tidak dapat di gugat baik dari pihak

pengusaha maupun pihak serikat pekerja artinya Dewan Pengupahan Kota

mengusulkan dua buah angka baik dari serikat pekerja maupun dari

pengusaha kepada gubernur untuk menetapkan UMK. Apabila usulan

yang diusulkan oleh dewan pengupahan berbeda biasanya pemerintah

akan mengambil jalan tengah karena pemerintah tidak boleh memihak

pada salah satu pihak yang berkepentingan.

Kendala dalam penetapan UMK Kota Tanjungpinang juga

dirasakan oleh apindo yang mewakili pengusaha bahwa sedikit banyaknya

ada keberpihakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam menetapkan

UMK seperti terlihat dari hasil wawancara dengan Amintas Nurhadi, ST

Anggota DPC Apindo sebagai berikut:

“Kalau kita lihat dari segi pemerintahan memang keberpihakan itu

memang sangat kurang menguntungkan. Kita tidak tahu pada saat

itu apakah mereka memihak dari serikat pekerja ataupun memihak

xxxii

dari pihak pengusaha, karna yang pada saat rapat terakhir.”(

wawancara tanggal 27 Mei 2015)

Kelompok kepentingan yang berkepentingan di dalam penetapan

UMK seperti apindo mungkin merasa kepentingan dari kelompok mereka

tidak diakomodir oleh pemerintah sehingga mereka beranggapan

pemerintah berpihak kepada pekerja. Tetapi apabila dilihat dari hasil

wawancara dengan pihak serikat pekerja mereka jua merasa bahwa

kepentingan mereka tidak diakomodir oleh pemerintah. Yang artinya

pemerintah disini bersifat netral yang artinya pemerintah tidak berpihak

kepada kedua belah pihak dan pemerintah hanya mengikuti peraturan yang

telah di tetapkan oleh undang-undang.

xxxiii

PENTUP

5.1 Kesimpulan

Penetapan upah minimum kota (UMK) pada awal proses mulanya data

untuk menetapkan berasal dari survey pasar terhadap KHL yang dilakukan oleh

anggota dewan pengupahan kota. Kemudian dari hasil survey tersebut yang

dilakukan dari januari hingga oktober dan ditetapkanlah angka KHL untuk kota

tanjungpinang, dan kemudian dinas sosial dan tenaga kerja menyampaikan angka

KHL tersebut kepada walikota tanjungpinang.

Berdasarkan angka KHL yang di survey dari anggota dewan pengupah

dari januari hingga oktober maka nilai rata-rata dari angka KHL tersebut diambil

dan disepakati oleh dinas sosial dan tenaga kerja, yang mana merupakan angka

KHL di tahun berikut.

Setelah ditetapkan angka KHL kota, maka dibahas oleh dewan

pengupahan kota untuk menetapkan upah minimum kota. Setelah dibahas bersama

maka diusulkanlah kepada walikota tanjungpinang, berapa besar angka upah

minimum yang diusulkan tersebut baik dari pihak serikat pekerja/buruh maupun

dari pihak apindo.

Berdasarkan hasil dari dewan pengupahan kota tersebut maka menjadi hak

walikota tanjungpinang unruk menetapkan berapa besar UMK untuk kota

tanjungpinang. setelah UMK ditetapkan oleh walikota kemudian walikota

menyampaikan kepada Gubernur tentang Upah Minimum Kota tersebut

5.2 Saran

1. diharapkan dalam upah minimum pelaku usaha tidak hanya

mementingkan tingkat keuntungan tetapi juga harus memperhatikan aspek sosial,

kesejahteraan pekerja/buruh.

2. pemerintah seharusnya dapat mengendalikan angka inflasi di daerah

khususnya Kota Tanjungpinang dan menstabilkan harga di pasaran.

xxxiv

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Bugin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Pradana Media Grup

Budi Winarno, “Apakah Kebijakan Publik ?” dalam Teori dan Proses Kebijakan

Publik, Yogyakarta : Media Pressindo, 2002, hal 15

Dunn, William N. 2000. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta : Gadjah mada

University Press

Dunn, William N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi

kedua.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Depertemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus besar Bahasa Indonesia. Jakarta:

Balai Pustaka

Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Djambatan, cetakan kelima 1982.

Maksudi, Beddy Irawan, 2012, Sistem Politik Indonesia, Jakarta: Grafindo

Marijan, Kacung, 2010, Sistem Politik Indonesia, Jakarta: Kencana

Sitepu, P, Anthounius, 2012, Teori-Teori Politik, Yogyakarta: Graham Ilmu

Surya, Tjandra,Dkk,2007, Advokasi Pengupahan Didaerah, Jakarta: TURC

Suwarto, Prinsip-Prinsip Dasar Hubungan Industrial, Lembaga Penelitian

SMERU, no.03, jul/sept 2002

B. Peraturan Perundang-undangan

Himpunan Peraturan Perundangn-Undangan Ketenagakerjaan Tahun 2009

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan Pemerintah

dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom

xxxv

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

ketenagakerjaan

Undang-Undang republic Indonesia Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industri

Peraturan Menteri tenaga kerja Nomor Per-1/MEN/1999 Tentang Upah Minimum

C. Jurnal

Musriha, 2010, Penetapan Upah Minimum Kabupaten / Kota Yang Kondusif Di

Jawa Timur, dalam jurnal berkala ilmu ekonomi volume 4, No. 2,

Desember 2010, Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen, Universitas

Bhayangkara Surabaya.

Tianggur Sinaga, Kebijakan Pengupahan di Indonesia, dalam Jurnal

Ketenagakerjaan Vol. 3 No. 2, Peneliti Madya Bidang Litbang,

Edisi Juli – Desember 2008.

D. Situs/Blog

http://kebijakanpublik12.blogspot.com/10-desember-2014/jam.20.00wib