analisa faktor intensitas tegangan modus i pada compact...

11
54 Analisa Faktor Intensitas Tegangan Modus I pada Compact Tension Specimen 2D dan 3D dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga Agus Sigit Pramono, I Wajan Berata, Agus Kumiawan, Laboratorium Mekanika Benda Padat, Jurusan Teknik Mesin FTI - ITS Abstrak Faktor intensitas tegangan (K) sebagai salah satu parameter untuk memprediksi pertumbuhan retak dapat dihitung secara analitis, numeris, maupun eksperimental. Dalam makalah ini akan dikemukakan validasi software ANSYS Rel. 5.4 dalam menghitung range faktor intensitas tegangan (ΔK) pada Compact Tension Specimen (CTS) 2 dimensi (2D) dan 3 dimensi (3D). Alat yang digunakan sebagai validasi adalah hasil eksperimen perambatan retak pada CTS di udara hampa dengan tujuan untuk mengeliminasi pengaruh lingkungan, yang artinya hasil tersebut murni dari karakteristik "intrinsic" material. Pemodelan CTS 2D menggunakan elemen quadrilateral isoparametrik 8 node, sedangkan CTS 3D dimodelkan dengan menggunakan elemen heksa-hedron isoparametrik 20 node. Temyata analisa software ANSYS Rel. 5.4 memberikan hasil ΔK yang cukup dekat dengan hasil eksperimen. Dalam makalah ini juga akan ditinjau kembali dasar teori pembentukan elemen ujung retak. Kata kunci : fatique, faktor intensitas tegangan, perambatan retak, pengaruh lingkungan, metode elemen hingga. Pendahuluan Metode dalam menentukan faktor intensitas tegangan (K) berkembang dengan pesat baik melalui metode analitis, eksperimen, maupun melalui metode numerik Dengan metode analitis akan didapatkan harga K yang akurat, tetapi untuk bentuk geometri spesimen, pola pembebanan dan pola retak yang rumit, metode ini akan menemui kesulitan. Sedangkan dengan eksperimen, salah satu kendala utamanya adalah mahalnya biaya dan lamanya waktu yang diperlukan dalam pengujian. Sehingga dalam dekade terakhir ini banyak dikembangkan metode numerik yang salah satunya adalah Metode Elemen Hingga. Sejumlah teknik telah diusulkan untuk mengevaluasi K, tapi representasi yang memadai dari singularitas tegangan-regangan di ujung retak yang memiliki gradien yang sangat tinggi merupakan masalah rata-rata dari Metode Elemen Hingga. Dengan memakai elemen konvensional masih memerlukan pembagian elemen yang sangat halus di sekitar ujung retak [3]. Teknik yang lain adalah metode integral J, metode elemen hingga hibrid, maupun pemakaian elemen singular. Dari teknik-teknik yang ada pemakaian elemen singular merupakan teknik yang paling banyak dipakai karena lebih menguntungkan dengan secara langsung memodelkan singularitas tegangan-regangan di ujung retak. Banks-Sills dan Bortman [41 melakukan peninjauan terhadap penggunaan elemen quadrilateral quarter-point dan prosedur ekstrapolasi perpindahan untuk mengevaluasi K pada Centre Crack Specimen (CCS) dengan hasil akurat, dimana hasil yang didapat tidak terpengaruh oleh ukuran elemen. Legowo dan Soeharto [2] menggunakan software NASTRAN dalam menghitung K pada kasus plat dengan retak tengah. Pemodelan singularitas ujung retak dilakukan dengan mengembangkan elemen yang dibentuk dari gabungan 8 elemen singular segitiga. Hasil yang didapat memberikan harga, yang sangat dekat dengan referensi, dimana dalam memodelkan singularitas ujung retak disimpulkan tidak memerlukan ukuran elemen yang terialu kecil. Dari latar belakang tersebut diatas,penulis mencoba menggunakan software ANSYS Rel. 5.4 untuk mengevaluasi K pada CTS 2D dan 3D, dimana penekanan penulisan makalah ini adalah untuk menguji validitas software tersebut. Tingkat ketelitian yang diperoleh akan terlihat ketika hasil software ANSYS dibandingkan dengan hasil eksperimen yang ada (Berata, Wajan, 1992).

Upload: nguyennga

Post on 03-Feb-2018

236 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Analisa Faktor Intensitas Tegangan Modus I pada Compact ...digilib.its.ac.id/public/ITS-Article-4872-AgusSigitPramono... · Analisa Faktor Intensitas Tegangan Modus I pada Compact

54

Analisa Faktor Intensitas Tegangan Modus I pada Compact Tension

Specimen 2D dan 3D dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga

Agus Sigit Pramono, I Wajan Berata, Agus Kumiawan,

Laboratorium Mekanika Benda Padat, Jurusan Teknik Mesin FTI - ITS

Abstrak

Faktor intensitas tegangan (K) sebagai salah satu parameter untuk memprediksi pertumbuhan

retak dapat dihitung secara analitis, numeris, maupun eksperimental. Dalam makalah ini akan

dikemukakan validasi software ANSYS Rel. 5.4 dalam menghitung range faktor intensitas tegangan

(∆K) pada Compact Tension Specimen (CTS) 2 dimensi (2D) dan 3 dimensi (3D). Alat yang

digunakan sebagai validasi adalah hasil eksperimen perambatan retak pada CTS di udara hampa

dengan tujuan untuk mengeliminasi pengaruh lingkungan, yang artinya hasil tersebut murni dari

karakteristik "intrinsic" material. Pemodelan CTS 2D menggunakan elemen quadrilateral

isoparametrik 8 node, sedangkan CTS 3D dimodelkan dengan menggunakan elemen heksa-hedron

isoparametrik 20 node. Temyata analisa software ANSYS Rel. 5.4 memberikan hasil ∆K yang cukup

dekat dengan hasil eksperimen. Dalam makalah ini juga akan ditinjau kembali dasar teori

pembentukan elemen ujung retak.

Kata kunci : fatique, faktor intensitas tegangan, perambatan retak, pengaruh lingkungan, metode

elemen hingga.

Pendahuluan

Metode dalam menentukan faktor

intensitas tegangan (K) berkembang dengan

pesat baik melalui metode analitis, eksperimen,

maupun melalui metode numerik Dengan

metode analitis akan didapatkan harga K yang

akurat, tetapi untuk bentuk geometri spesimen,

pola pembebanan dan pola retak yang rumit,

metode ini akan menemui kesulitan.

Sedangkan dengan eksperimen, salah satu

kendala utamanya adalah mahalnya biaya dan

lamanya waktu yang diperlukan dalam

pengujian. Sehingga dalam dekade terakhir ini

banyak dikembangkan metode numerik yang

salah satunya adalah Metode Elemen Hingga.

Sejumlah teknik telah diusulkan untuk

mengevaluasi K, tapi representasi yang

memadai dari singularitas tegangan-regangan

di ujung retak yang memiliki gradien yang

sangat tinggi merupakan masalah rata-rata dari

Metode Elemen Hingga. Dengan memakai

elemen konvensional masih memerlukan

pembagian elemen yang sangat halus di sekitar

ujung retak [3]. Teknik yang lain adalah

metode integral J, metode elemen hingga

hibrid, maupun pemakaian elemen singular.

Dari teknik-teknik yang ada pemakaian

elemen singular merupakan teknik yang paling

banyak dipakai karena lebih menguntungkan

dengan secara langsung memodelkan

singularitas tegangan-regangan di ujung retak.

Banks-Sills dan Bortman [41 melakukan

peninjauan terhadap penggunaan elemen

quadrilateral quarter-point dan prosedur

ekstrapolasi perpindahan untuk mengevaluasi

K pada Centre Crack Specimen (CCS) dengan

hasil akurat, dimana hasil yang didapat tidak

terpengaruh oleh ukuran elemen.

Legowo dan Soeharto [2] menggunakan

software NASTRAN dalam menghitung K

pada kasus plat dengan retak tengah.

Pemodelan singularitas ujung retak dilakukan

dengan mengembangkan elemen yang dibentuk

dari gabungan 8 elemen singular segitiga. Hasil

yang didapat memberikan harga, yang sangat

dekat dengan referensi, dimana dalam

memodelkan singularitas ujung retak

disimpulkan tidak memerlukan ukuran elemen

yang terialu kecil.

Dari latar belakang tersebut diatas,penulis

mencoba menggunakan software ANSYS Rel.

5.4 untuk mengevaluasi K pada CTS 2D dan

3D, dimana penekanan penulisan makalah ini

adalah untuk menguji validitas software

tersebut. Tingkat ketelitian yang diperoleh

akan terlihat ketika hasil software ANSYS

dibandingkan dengan hasil eksperimen yang

ada (Berata, Wajan, 1992).

Page 2: Analisa Faktor Intensitas Tegangan Modus I pada Compact ...digilib.its.ac.id/public/ITS-Article-4872-AgusSigitPramono... · Analisa Faktor Intensitas Tegangan Modus I pada Compact

Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 2, September 2001 55

Permasalahan

Permasalahan yang timbul dari uraian

prndahuluan diatas adalah:

1. Bagaimanakah pemodelan CTS di software

ANSYS dalam menentukan K?

2. Bagaimanakah transformasi konsep Metode

Elemen Hingga dan Fracture Mechanics

dalam evaluasi K ke dalam software

ANSYS untuk mendapatkan hasil dengan

error seminimal mungkin ?

3. Bagaimanakah perbandingan hasil analisa

software ANSYS dengan hasil eksperimen

yang ada ?

Batasan Masalah

Batasan masalah yang dipakai dalam

penulisan makalah ini adalah :

1. Pemodelan CTS dilakukan hanya separuh

bagian struktur karena terdapat kesimetrian

geometri, pembebanan, kondisi batas dan

material properti.

2. Singularitas tegangan-regangan di ujung

retak hanya dapat ditampilkan oleh elemen

yang berorde quadratik. Oleh sebab itu

pemodelan CTS 2D menggunakan elemen

quadrilateral isoparametrik 8 node dan yang

menampilkan singularitas disebut elemen

quadrilateral quarter-point. Sedangkan

pemodelan CTS 3D menggunakan elemen

heksahedron isoparamotrik 20 node dan

yang menampilkan singularitas disebut

elemen heksahedron quarter-point.

3. Evaluasi K dilakukan dengan prosedur

ekstrapolasi perpindahan.

4. Material diasumsikan homogen dan

isotropik.

5. Pembebanan yang digunakan yaitu beban

statik maksimum dan minimum dengan

rasio tegangan R = 0,1 (tarik-tarik).

6. Analisa dilakukan dalam daerah Paris dan

modus pembebanan I (Opening Mode).

7. Tidak memperhitungkan adanya pengaruh

lingkungan seperti korosi dan temperatur

diasumsikan temperatur kamar.

Dasar Teori Elemen Singular

Usaha untuk mengembangkan elemen

yang mampu menampilkan singularitas di

ujung retak telah banyak dilakukan. Kondisi

singular di ujung retak dapat diperoleh dengan

menggunakan elemen yang fungsi bentuknya

melibatkan kondisi singular. Secara sederhana

kondisi singular dapat diperoleh dengan

menggunakan elemen isoparametrik yang

dimodifikasi. Kondisi singular akan terjadi jika

determinan dari Jacobian menjadi nol [3].

Elemen singular dibentuk dengan menggeser

node tengah dari elemen isoparametrik

quadratik ke posisi seperempat panjang sisi

elemen dari node ujung retak. Dalam makalah

ini akan digunakan elemen isoparametrik

quadrilateral 8 node untuk masalah CTS 2D

dan digunakan elemen isoparametrik

heksahedron 20 node untuk masalah CTS 3D

seperti yang ditunjukkan pada gambar 1 dan 2.

Singularitas di ujung retak dapat

ditampilkan dengan elemen quadrilateral.

isoparametrik 8 node dengan cara

memindahkan node 5 dan 8 ke posisi

seperempat panjang sisi elemen dari node 1

(node di ujung retak). Dari penggeseran

tersebut terbentuk suatu elemen singular

quadrilateral quarter-point seperti yang terlihat

dalam gambar 3a.

Gambar 1. Elemen quadrilateral

isoparametrik 8 node.

Gambar 2. Elemen heksahedron

isoparametrik 20 node.

Page 3: Analisa Faktor Intensitas Tegangan Modus I pada Compact ...digilib.its.ac.id/public/ITS-Article-4872-AgusSigitPramono... · Analisa Faktor Intensitas Tegangan Modus I pada Compact

Pramono, Analisa Faktor Intensitas Tegangan 56

Dari gambar 3a, fungsi bentuk untuk node

1, 5 dan 2 setelah dimodifikasi dengan t = -1

sebagai berikut:

N1 = -s(l-s)/2 N5 =(1-s2) N2 = s(l +s)/2 (1)

Dari fungsi interpolasi geometri didapat:

( ) ( ) ( ) 25

5

1

3

1

12

11

2

11

2

1xssxsxssxNx

i

ii −+−+−−==∑=

(2)

Dengan menempatkan sumbu koordinat

pada node 1 dan memberikan panjang sisi

1-5-2 sebesar L, maka xl = 0, x5 = L/4, dan

x2 = L, maka:

x = (1-s2 )L/4 + s(l+s)L/2 (3)

atau ditampilkan dalam s yaitu :

L

xs 21+−= (4)

Dari salah satu komponen matrik

Jacobian yaitu s

x∂

∂ dan memasukan harga s

dari persaman (4) akan diperoleh:

LxsL

s

x=+=

∂)1(

2 (5)

Sehingga matrik Jacobian akan singular

pada, node 1 dimana x = 0. Perpindahan u pada

sisi 1-5-2 yaitu:

( ) ( ) ( ) 25

5

1

3

1

12

11

2

11

2

1ussusussuNu

i

ii −+−+−−==∑=

(6)

substitusi s pada persamaan (6) akan

didapatkan:

3

51

2212

1

422212

1

uL

x

L

x

uL

x

L

xu

L

x

L

xu

+−+

−+

−−

+−−= (7)

Regangan pada arah x adalah:

s

u

x

s

x

ux

∂=

∂=ε

251

41

2

14243

2

1u

LxLu

LxLu

LxLx

+−+

−+

−−=ε (8)

Tampak bahwa komponen εx

menunjukkan singularitas r

1 . Dengan

mengganti x dengan jarak radial dari ujung

retak r maka perpindahan arah u sepanjang sisi

1-5-2 akan menjadi:

L

ruuu

L

ruuuuu )422()34( 5121251 −++−−+= (9)

Hal yang sama dapat dilakukan pada

perpindahan arah v.

Singularitas regangan juga, dapat

ditampilkan dengan menggunakan elemen

heksahedron isoparametrik 20 node yaitu

dengan menggeser node 17 dan 20 ke posisi

seperempat panjang sisi elemen dari node 5

dan menggeser node 9 dan 12 ke posisi

seperempat panjang sisi elemen dari node 1.

Node 5 dan node 1 adalah node yang terletak

di ujung retak. Dari penggeseran tersebut

terbentuk suatu elemen yang disebut elemen

heksahedron quarterpoint seperti yang terlihat

dalam gambar 3b.

Setelah medan perpindahan dan tegangan

seluruh bentuk retak (terutama pada sekitar

ujung retak) telah ditentukan, berarti evaluasi

faktor intensitas tegangan akan dapat

ditemukan. Pendekatan yang paling jelas

adalah menghubungkan solusi analitik

tegangan dan perpindahan pada ujung retak

dari harga yang didapatkan dari metode elemen

hingga. Hal tersebut memerlukan prosedur

ekstrapolasi untuk mendapatkan faktor

intensitas tegangan pada ujung retak.

Variasi perpindahan secara analitis sekitar

ujung retak adalah :

Gambar 3. Elemen singular

Page 4: Analisa Faktor Intensitas Tegangan Modus I pada Compact ...digilib.its.ac.id/public/ITS-Article-4872-AgusSigitPramono... · Analisa Faktor Intensitas Tegangan Modus I pada Compact

Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 2, September 2001 57

( )

( )

++−

−−=

2

3sin

2sin32

24

2

3cos

2cos12

24

θθκ

π

θθκ

π

r

G

K

r

G

Ku

II

I

(10)

( )

( )

++−

−−=

2

3cos

2cos32

24

2

3sin

2sin12

24

θθκ

π

θθκ

π

r

G

K

r

G

Kv

II

I

dimana :

KI, KII = faktor intensitas tegangan modus I

dan II

κ = 3 - 4v untuk kondisi regangan

bidang

= (3 - v)/(1 + v) untuk kondisi

tegangan bidang

v = poisson's ratio

sehingga faktor intensitas tegangan dapat

dievaluasi dengan menyamakan koefisien r

pada persamaan (9) dan (10) dengan harga θ

merupakan sudut polar dari sisi elemen 1-5-2,

maka:

−−

−−=

−+

−−

125

125

34

3424

2

3sin

2ins)12(

2

3cos

2cos)12(

vvv

uuu

LGK I

π

θθκ

θθκ

(11)

−−

−−=

+−

−+−

125

125

34

3424

2

3cos

2cos)312(

2

3sin

2ins)32(

vvv

uuu

LGK II

π

θθκ

θθκ

Terlihat bahwa faktor intensitas tegangan

dapat dihitung dari salah satu dari komponen

perpindahan arah u maupun arah v. Untuk

harga θ = 0O atau 180

O maka salah satu

denominator pada persamaan di atas akan

berharga nol sehingga faktor intensitas

tegangan dievaluasi dengan komponen

perpindahan yang tidak menghasilkan harga

nol.

Prosedur ekstrapolasi perpindahan

dilakukan dengan melihat hubungan dari

persamaan (9) sehingga dapat diperoleh :

=

−+

−−

1

24

2

3sin

2ins)12(

2

3cos

2cos)12(

v

u

rGK I

π

θθκ

θθκ

=

+−

−+−

v

u

rGK II

π

θθκ

θθκ

24

2

3cos

2cos)312(

2

3sin

2ins)32( (12)

Substitusi harga u, v, dan r pada titik node

sepanjang garis radial pada sekitar ujung retak,

dapat diperoleh hubungan antara K dengan

jarak radial r. Kemudian dengan

menghilangkan hasil pada titik yang sangat

dekat dengan ujung retak sehingga solusi dapat

diekstrapolasi pada r = 0 dengan memakai

regressi linear. Teknik ini dapat dipakai bila

digunakan elemen konvensional maupun

elemen singular.

Dari hasil penelitian terhadap elemen

Blackburn tampak bahwa harga faktor

intensitas tegangan yang dihitung berdasarkan

perpindahan lebih akurat daripada yang

dihitung atas dasar tegangan, yang dievaluasi

pada variasi harga θ.

Pemakaian elemen quadrilateral quarter-

point untuk memodelkan singularitas ujung

retak telah diuji oleh BanksSills [4] dengan

hasil yang meyakinkan menggunakan prosedur

ekstrapolasi perpindahan pada ujung retak r =

0, dimana ukuran elemen tidak mempengaruhi

hasil K.

Data Masukan Pemodelan CTS

Masukan yang dibutuhkan dalam

pemodelan CTS di software ANSYS adalah

sebagai berikut :

1. Material properties dari bahan Ti-6Al-4V

(sesuai eksperimen yang telah dilakukan

oleh Wajan Berata, 1992),

� Modulus Elatisitas bahan (E) = 123.000

MPa

� Angka poisson (v) = 0,306

2. Ukuran geometri CTS yang digunakan

(sesuai eksperimen) seperti yang terlihat

dalam gambar 4.

3. Kondisi batas model elemen hingga CTS

yang ditetapkan sebagai berikut:

• Node ujung retak untuk kasus 2D

terletak pada titik B (lihat gambar 5),

sedangkan untuk kasus 3D node-node

ujung retak terletak pada garis BF (lihat

gambar 6).

• Untuk analisa 2D, node-node yang

terletak pada garis AB dikekang ke

arah-v. Sedangkan node yang terletak

Page 5: Analisa Faktor Intensitas Tegangan Modus I pada Compact ...digilib.its.ac.id/public/ITS-Article-4872-AgusSigitPramono... · Analisa Faktor Intensitas Tegangan Modus I pada Compact

Pramono, Analisa Faktor Intensitas Tegangan 58

pada titik A diberi tambahan kondisi

batas yaitu dikekang ke arah-u. Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat dalam

gambar 5.

• Untuk analisa 3D, node-node yang

terletak pada bidang FGAB dikekang ke

arah-v. Sedangkan node-node yang

terletak pada garis GA diberi tambahan

kondisi batas yaitu dikekang ke arah u.

Lihat gambar 6.

4. Pembebanan yang diterapkan pada model

elemen hingga CTS: Beban yang

diterapkan dianggap sebagai beban statik

terpusat (Pmax dan Pmin) dengan nilai beban

Pmax dan Pmin yang berbeda-beda unluk tiap

panjang retak tertentu yang disesuaikan

dengan eksperimen. Untuk analisa 2D,

beban terpusat tersebut bekerja pada node

yang terletak pada titik C (lihat gambar 5).

Sedangkan untuk analisa 31), beban statik

dianggap terdistribusi merata sepanjang

ketebalan CTS, dari titik C ke E (lihat

gambar 6).

5. Interval pengukuran retak yang igunakan

dsesuaikan dengan data eksperimen dengan

panjang retak mula ao sebesar 8,441 mm

(lihat gambar 4).

6. Pemodelan perambatan retak dilakukan

dengan cara sebagai berikut :

a. Mencatat perpindahan node-node hasil

deforma.. ,ang terletak pada titik-titik

luar A5 B, J, K, L. M, N, m 0, P, dan Q

dari pemodelan elemen hingga dengan

panjang retak ao (lihat gambar 7).

Perpindahan hasil deformasi ini akan

ditambahkan pada titik-titik terluar dari

geometri CTS berikutnya dengan

panjang retak yang baru a1. Panjang

retak yang dipakai sebagai acuan dalam

analisa diambil dari data eksperimen

yang sebenarnya merupakan panjang

retak rata-rata akibat jalannya retak

yang kadang berbeda pada kedua sisi

permukaan (sisi depan dan belakang)

spesimen.

b. Membuat model elemen hingga CTS

dengan posisi ujung retak yang baru a1

(lihat gambar 8) Dan memasukkan

elemen singular yang menampilkan

ujung retak yang baru tersebut dengan

perintah KSCON.

c. Dari model elemen hingga tersebut,

dihitung faktor intensitas tegangan yang

baru dengan perintah KCALC.

d. Langkah-langkah a - c diulang sampai

semua data panjang retak dianalisa.

Gambar 4. Ukuran CTS yang digunakan dalarn

ekperimen dan pemodelan di software ANSYS

Gambar 5. Model separuh bagian CTS 2D

Gambar 6. Model separuh bagian CTS 3D

Gambar 7. Node-node pada titik-titik luar geometri

CTS dengan panjang retak ao

Page 6: Analisa Faktor Intensitas Tegangan Modus I pada Compact ...digilib.its.ac.id/public/ITS-Article-4872-AgusSigitPramono... · Analisa Faktor Intensitas Tegangan Modus I pada Compact

Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 2, September 2001 59

Hasil Dan Analisa

Compact Tension Specimen 2D

Dari hasil penelitian-penelitian [1], [2]

dan [4] memperlihatkan bahwa ukuran dan

jumlah elemen singular disekitar ujung retak

tidak terlalu mempengaruhi hasil K karena

elemen singular mampu secara langsung

memodelkan singularitas ujung retak. Dalam

makalah ini penulis menggunakan ukuran

elemen singular sebesar r = 0,025 cm dan

jumlah sebanyak N = 8 elemen karena ukuran

dan jumlah tersebut memberikan hasil K yang

optimal.

Sebagai perbandingan hasil perhitungan

rentang faktor intensitas tegangan ∆K pada

kondisi awal retak ao = 8,66 mm dan beban ∆P

= 3,772 kN yang didapat dari eksperimen,

analisa ANSYS (kondisi plane strain), dan cara

analitis sebagai berikut :

a. Dengan data eksperimen dimana harga AK

untuk CTS dapat diperoleh dari rumusan

ASTM E-647:

( )( )

+

+

+∆=∆

43

2

5,1

6,572,14

32,1364,4866,0

1

2

W

a

W

a

W

a

W

a

Wa

Wa

WB

PK

b. Dengan cara menghubungkan solusi

analitis tegangan dan perpindahan pada

ujung retak seperti yang ditunjukkan pada

persamaan (11) dengan data sebagai

berikut:

v = 0,306 E = 123.000 MPa

θ = 0O L= 0,025 cm κ = (3-4v)=1,776

G =E/[2(1 +v)]= 47.090,4 MPa

ul = 0,000018106 cm

u2= 0,006271193 cm

u3= 0,025024414 cm

c. Dengan analisa ANSYS melalui perintah

KCALC yang menggunakan prosedur

ekstrapolasi perpindahan.

Hasil dari ketiga metode tersebut dapat

dilihat dalam tabel 1. Bila hasil eksperimen

dianggap sebagai acuan untuk pembanding

maka tingkat kesalahan (error) yang dimiliki

software ANSYS sebesar :

%203,3%100100,11

745,10100,11=

−= xError

Tabel 1. Hasil perhitungan AK dgn 3 metode

Metode yang dipakai Harga ∆K

Rumusan ASTM E-647 11,100

Solusi analitik tegangan dan

perpindahan 11,618

Hasil ANSYS (r=0,025 dan N=8) 10,745

Dari hasil analisa Metode Elemen Hingga

dengan bantuan ANSYS Rel 5.4 (baik dalam

kondisi plane strain dan plane stress) dibuat

kurva hubungan range faktor intensitas

tegangan ∆K dan panjang retak a serta

dibandingkan dengan data hasil eksperimen.

Dari gambar 9 tampak bahwa hasil analisa

Metode Elemen Hingga mendekati hasil

eksperimen dengan error yang terjadi sebesar

3,203 %, sehingga dapat disimpulkan prosedur

yang dipakai dalam analisa dengan ANSYS

Rel 5.4 cukup valid untuk digunakan sebagai

suatu metode mengevaluasi faktor intensitas

tegangan. Dapat juga dilihat dari gambar 9,

bahwa untuk analisa 2D dalam kondisi plane

strain maupun plane stress ternyata

memberikan hasil yang hampir sama (plane

strain lebih besar sedikit dibanding plane stress

dengan selisih 0,042 %).

Hasil yang didapat dengan ANSYS

mendekati hasil eksperimen dimana

penyimpangan yang terjadi dimungkinkan oleh

adanya hal-hal sebagai berikut :

1. Dari aspek pemodelan Metode Elemen

Hingga

Dari penelitian-penelitian sebelumnya,

variasi ukuran dan jumlah elemen singular di

ujung retak cenderung tidak mempengaruhi

hasil perhitungan faktor intensitas tegangan.

Untuk itu perlu dikaji lebih lanjut pemilihan

Gambar 8. Node-node pada titik-titik luar geometri

CTS dengan panjang retak a1

Page 7: Analisa Faktor Intensitas Tegangan Modus I pada Compact ...digilib.its.ac.id/public/ITS-Article-4872-AgusSigitPramono... · Analisa Faktor Intensitas Tegangan Modus I pada Compact

Pramono, Analisa Faktor Intensitas Tegangan 60

model 2 Dimensi dalam memodelkan CTS

dibandingkan dengan model 3 Dimensi. Selain

itu pemodelan beban yang dipakai masih

diasumsikan berada tetap dalam kondisi lurus

ke arah sumbu y, sedangkan dalam pengujian

yang sebenarnya dapat dimungkinkan bergeser

tidak dalam kondisi tetap lurus.

2. Dari aspek metalografi

a. Asumsi yang dipakai dalam pemodelan

yaitu sifat material homogen, isotropik dan

kontinyu, sedangkan pada kenyataannya

material spesimen yang dipakai tidak

mungkin mempunyai sifat ideal tersebut.

b. Analisa yang dilakukan masih memakai

konsep LEFM (Linear Elastic Fracture

Mechanics) yang meniadakan munculnya

daerah plastis setempat pada ujung retak,

ini karena fasililitas yang diberikan ANSYS

dalam menghitung faktor intensitas

tegangan dengan perintah KCALC hanya

terbatas pada masalah elastis linier dengan

material homogen dan isotropik.

c. Terdapat faktor-faktor yang berpengaruh

pada daerah I (perambatan retak mikro),

seperti inklusi yang dapat membantu

menghambat retak yang belum bisa

dimodelkan dengan Metode Elemen

Hingga. Sehingga asumsi model yang

dipakai hanya akan valid pada daerah II

(daerah Paris) karena tidak

memperhitungkan faktor-faktor yang

menghambat atau mempercepat

pertumbuhan retak.

d. Pada eksperimen ditemukan rambatan retak

yang bercabang (secondary cracks),

sehingga retak utama akan merambat

dengan kecepatan perambatan yang

menurun (dengan ∆K yang sama, hasil

eksperimen mempunyai panjang retak yang

lebih pendek daripada hasil ANSYS).

Sedangkan bentuk komparasi antara

analisa ANSYS dan hasil eksperimen yang lain

dapat ditampilkan dalam bentuk kurva laju

perambatan retak fatik ∂a/∂N terhadap range

faktor intensitas tegangan AK seperti yang

diperlibatkan pada gambar 10. Dalam gambar

tersebut sengaja diikutkan data hasil

eksperimen di udara laboratorium terbuka

(yang juga dilakukan oleh Wajan Berata,

1992), meskipun data panjang retaknya

berbeda dengan yang dipakai dalam analisa

ANSYS, tujuannya adalah untuk mengetahui

perbedaan laju perambatan retak di udara

terbuka dengan di udara hampa.

Kurva dalam gambar 10 berbentuk

sigmoidal yang dapat dibagi dalarn tiga daerah.

Daerah 1 dibatasi oleh harga batas ∆Kth. Di

bawah harga ini pertumbuhan retak tidak

berarti dan retak merupakan retak yang tidak

merambat. Daerah II adalah daerah dengan

hubungan linear antara. Log ∂a/∂N dan Log ∆K

dengan rumusan Paris ∂a/∂N = C (∆K)m. Daerah

III adalah daerah dengan pertumbuhan retak

yang dipercepat.

Gamba 9. Kurva hubungan ∆K dan a.

Gambar 10. Kurva hubungan ∂α/∂Ν dan ∆K

dari hasil eksperimen di udara hampa, di udara

laboratorium dan hasil ANSYS.

Page 8: Analisa Faktor Intensitas Tegangan Modus I pada Compact ...digilib.its.ac.id/public/ITS-Article-4872-AgusSigitPramono... · Analisa Faktor Intensitas Tegangan Modus I pada Compact

Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 2, September 2001 61

Gambar 12. Kurva hubungan ∂α/∂Ν -∆K dari hasil

eksperimen di hampa udara pada daerah Paris.

Dari kedua data hasil penelitian Wajan

Berata (1992), tampak terdapat perbedaan yaitu

laju perambatan retak di udara laboratorium

yang lebih cepat dibandingkan dengan di

hampa udara. Atau dengan kata lain ketahanan

material terhadap perambatan retak fatik di

udara laboratorium lebih rendah jika

dibandingkan dengan di hampa udara., Hal ini

dapat disebabkan oleh penggetasan material

akibat dari proses penyerapan uap air atau

oksigen yang terkandung di udara bebas, yang

selanjutnya mempercepat laju perambatan

retak. Dimana beraksi secara dominan terutama

pada daerah laju perambatan retak yang

rendah.

Sedangkan kurva ∂a/∂N = ∆K hasil

ANSYS mendekati hasil eksperimen di udara

hampa karena sesuai dengan asumsi yang

diambil dalam pemodelan.

Rumusan persamaan Paris

∂a/∂N = C (∆K)m dalam daerah II dari kurva

∂a/∂N-∆K hasil eksperimen dan analisa

ANSYS pada range ∂a/∂N = 10-8

s/d 10-9

sebagai berikut :

• Kondisi udara, laboratorium:

∂a/∂N = 4 x 10-13

(∆K)4,3735

dimana C = 4 x 10-13

dan m = 4,3735

• Kondisi hampa udara:

∂a/∂N = 3 x 10-16

(∆K)6,772

dimana C = 3 x 10-16

dan m = 6,772

• Hasil ANSYS kondisi plane strain:

∂a/∂N = 2 x 10-16

(∆K)6,929

dimana C = 2 x 10-16

dan m = 6,929

Ketiga grafik ∂a/∂N-∆K dalam daerah Paris di

atas dapat dilihat dalam gambar 11 sampai

gambar 13.

Konstanta Paris yang didapat dari hasil

eksperimen di kondisi hampa udara dan hasil

ANSYS tersebut hampir sama sedangkan di

kondisi udara, laboratorium mempunyai hasil

yang agak berbeda tapi sangat dekat dengan

referensi yang ada (untuk Titanium : C = 6,8 x

10-12

dan m = 4,4). Dari kedua harga m yang

merupakan slope dari kurva ∂a/∂N-∆K tampak

bahwa harga m untuk kurva di kondisi udara

laboratorium lebih kecil dari ada kedua hasil

lainnya, yang menunjukkan laju perambatan

retak di daerah Paris pada kondisi udara

laboratorium lebih cepat akibat adanya

pengaruh lingkungan. Untuk dasar verifikasi

konstanta Paris adalah didekati dengan

beberapa hasil pengujian yang terdahulu,

dimana C dan m merupakan parameter

material. Harga konstanta m pada beberapa

material lain berkisar antara 2 s/d 4.

Compact Tension Specimen 3D

Model elemen hingga CTS 3D dibuat

dengan mengextrude model elemen hingga

CTS 2D sebesar tebal spesimen 0,98 cm. Cara

ini diambil untuk memudahkan pemodelan

elemen hingga CTS 3D yang terbagi dalam 8

elemen ke arah ketebalan (sumbu z) seperti

yang terlihat dalam gambar 14.

Gambar 11. Kurva hubungan ∂α/∂Ν -∆K dari hasil

eksperimen di udara laboratorium pada daerah Paris.

Page 9: Analisa Faktor Intensitas Tegangan Modus I pada Compact ...digilib.its.ac.id/public/ITS-Article-4872-AgusSigitPramono... · Analisa Faktor Intensitas Tegangan Modus I pada Compact

Pramono, Analisa Faktor Intensitas Tegangan 62

Gambar 13. Kurva hubungan ∂α/∂Ν -∆K dari hasil

ANSYS kondisi plane strain pada daerah Paris.

Gambar 14. Model Elemen Hingga CTS 3D

Gambar 15. Lima lokasi perhitungan K (path 1, path 2,

path 3, path 4 dan path 5) dalam elemen singular

Dengan demikian akan terbentuk ukuran

elemen dalam arah sumbu z sebesar 0,1225

cm.

Untuk mengetahui variasi harga K di

sekitar ujung retak sepanjang ketebalan

spesimen maka perhitungan K dilakukan di

lima lokasi, yang disimbolkan dengan path 1

(di permukaan spesimen), path 2, path 3, path

4, dan path 5 (di tengah spesimen), dimana

jarak antara path sebesar 0,1225 cm. Kelima

lokasi tersebut dapat dilihat dalam gambar 15.

Ternyata ∆K semakin ke dalam dari arah

ketebalan spesimen nilainya semakin

bertambah besar (gambar 16), tetapi kenaikkan

yang tajam hanya terjadi dari path 1

(pemukaan spesimen) ke path 2.

Sedangkan dari path 3 ke path 5 (tengah

spesimen), kenaikkan ∆K hanya kecil sekali.

Karena ∆K dalam modus 1 merupakan fungsi

tegangan (σy) dan panjang retak (∆a) dan

dengan Aa yang sama maka juga dapat

disimpulkan bahwa semakin ke dalam,

tegangan ke arah sumbu Y (σy) nilainya juga

bertambah besar. Dari persamaan hubungan

tegangan-regangan diperoleh harga

{ }yxy v

v

Eεεσ +

−=

21 untuk kondisi plane

stress (terjadi di permukaan spesimen) dan dari

persamaan yang sama diperoleh harga

{ }yxy vv

vv

Eεεσ )1(

)21)(1(−+

−+=

untuk kondisi plane strain (terjadi di tengah

spesimen), dengan memasukkan harga E dan v

yang sama maka secara teoritis bisa dibuktikan

bahwa tegangan (σy) yang terjadi di tengah

spesimen alcan lebih besar daripada tegangan

(σy) yang terjadi di permukaan spesimen.

Tegangan yang lebih besar ini yang

menyebabkan terjadinya perambatan retak di

bagian tengah spesimen menjadi lebih cepat.

Kenaikkan ∆K dari bagian permukaan ke

bagian tengah spesimen tidak menyebabkan

daerah plastis (ry) yang terbentuk di bagian

tengah menjadi lebih besar (terdapat hubungan

∆K2 = ry), karena kenaikkan itu belum sampai

tiga kalinya. Sebagai contoh untuk panjang

Page 10: Analisa Faktor Intensitas Tegangan Modus I pada Compact ...digilib.its.ac.id/public/ITS-Article-4872-AgusSigitPramono... · Analisa Faktor Intensitas Tegangan Modus I pada Compact

Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 2, September 2001 63

Gambar 16. Variasi ∆K disepanjang ketebalan

spesimen (mm) Gambar 17. Komparasi kurva ∆K-a

Gambar 18.Bentuk daerah plastis tiga dimensi di

ujung retak

retak ao, pada path 1 terjadi ∆K = 10,07

MPa m , seclangkan pada path 5 terjadi ∆K =

11,756 MPa m , jadi cuma ada kenaikkan

sebesar 1,686 Mpa m .

Kenaikkan ∆K dari bagian permukaan ke

bagian tengah spesimen tidak menyebabkan

daerah plastis (ry) yang terbentuk di bagian

tengah menjadi lebih besar (terdapat hubungan

∆K2 = ry), karena kenaikkan itu belum sampai

tiga kalinya. Sebagai contoh untuk panjang

retak ao, pada path 1 terjadi ∆K = 10,07

MPa m , seclangkan pada path 5 terjadi ∆K =

11,756 MPa m , jadi cuma ada kenaikkan

sebesar 1,686 Mpa m . Berdasarkan persamaan

ukuran daerah plastis, dimana 2

16

1

=

ys

y

Kr

σuntuk kondisi plane strain dan

2

2

1

=

ys

y

Kr

σπuntuk kondisi plane stress,

terdapat perbedaan penyebut dari kedua

persamaan tersebut sebesar tiga kali. Bila

kenaikkan ∆K hanya dalam bilangan bulat satu

digit meskipun dikuadratkan maka kenaikkan

itu tidak akan berarti bila dibandingkan dengan

perbedaan angka penyebut dari kedua

persamaan di atas yang berselisih tiga kalinya.

Jadi daerah plastis yang terjadi di bagian

permukaan spesimen (kondisi plane stress)

akan menjadi lebih besar daripada daerah

plastis yang terjadi di bagian tengah spesimen

(kondisi plane strain). Secara kuantitatif dapat

dihitung daerah plastis yang terjadi di bagian

permukaan sebesar ry = 1,7x 10-5

m dan di

bagian tengah sebesar ry = 7,72x 10-6

m. Jika

daerah plastis ini pada tiap-tiap path

digambarkan maka bentuknya akan seperti

pada gambar 18.

Sedangkan bentuk komparasi analisa

ANSYS 3D dengan hasil eksperimen dan

analisa ANSYS 2D kondisi plane strain berupa

suatu grafik hubungan ∆K-a, seperti yang

terlihat dalam gambar 17. Tampak dari gambar

tersebut, harga ∆K pada path 2 lebih mendekati

hasil analisa ANSYS 2D maupun hasil

eksperimen. Path 2 tersebut lebih mendekati

kondisi plane stress.

Page 11: Analisa Faktor Intensitas Tegangan Modus I pada Compact ...digilib.its.ac.id/public/ITS-Article-4872-AgusSigitPramono... · Analisa Faktor Intensitas Tegangan Modus I pada Compact

Pramono, Analisa Faktor Intensitas Tegangan 64

Kesimpulan Dan Saran

Kesimpulan

Dari analisa dan komparasi range faktor

intensitas tegangan (∆K) dapat ditarik beberapa

kesimpulan sebagai berikut:

1. Ternyata analisa ANSYS 2D mernberikan

hasil yang cukup dekat dengan hasil

eksperimen yang dilakukan Wajan Berata

(1992) dengan tingkat kesalahan (error) yang

dimiliki sebesar 3,203 %. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa analisa software ANSYS

Rel. 5.4 cukup valid untuk digunakan sebagai

suatu alat dalam mengevaluasi faktor intensitas

tegangan.

2. Penentuan kondisi plane strain dan plane stress

dalam analisa ANSYS 2D tidak perlu

dilakukan karena kedua kondisi tegangan

tersebut ternyata memberikan hasil yang

hampir sama (perbedaannya tidak signifikan,

dalam kondisi plane strain lebih besar sedikit

0,042% daripada dalam kondisl plane stress).

3. Harga ∆K semakin ke dalam/tengah dari arah

ketebalan spesimen nilainya semakin

bertambah besar, tetapi kenaikan yang tajam

hanya terjadi dari path I (pemukaan spesimen)

ke path 2. Sedangkan dari path 3 ke path 5

(tengah spesimen), kenaikkan ∆K hanya kecil

sekali (tiap-tiap path jaraknya sebesar 1,225

mm). Range faktor intensitas tegangan (∆K)

merupakan fungsi dari tegangan ∆a, dan

panjang retak (σy), bila ∆a tetap maka semakin

ke dalam tegangan σy yang terjadi semakin

besar. Itulah yang menyebabkan retak cepat

merambat di bagian tengah spesimen.

4. Menurut persarnaan ukuran terjadi kenaikkan

harga ∆K dari bagian permukaan ke bagian

tengah spesimen, hal ini tidak mengakibatkan

daerah plastis yang terbentuk di bagian tengah

menjadi lebih besar daripada daerah plastis

yang terbentuk di bagian permukaan spesimen.

Karena kenaikkan ∆K masih lebih kecil bila

dibandingkan dengan perbedaan penyebut dari

kedua persamaan di atas. Sehingga ukuran

daerah plastis yang terbentuk di bagian

permukaan masih lebih besar daripada yang

terbentuk di bagian tengah spesimen.

Saran

Beberapa saran yang perlu dikemukakan

dalam penulisan makalah ini adalah sebagai

berikut:

1. Perlu dikembangkan meshing secara otornatis

pada tiap-tiap perambatan retak yaitu mulai

dari penghapusan elemen singular di sekitar

ujung retak awal dan pembuatan meshing

elemen singular yang baru di ujung retak

berikutnya.

2. Perlu dikembangkan kemampuan software

ANSYS dalam menghitung faktor intensitas

tegangan tidak hanya sebatas masalah elastis

linier dengan material homogen dan isotropik.

Dan perlunya dikaji lebih lanjut tentang

pemasukkan pengaruh lingkungan ke dalarn

analisa agar didapatkan hasil analisis yang

sesuai dengan kenyataan di lapangan atau

udara terbuka.

Referensi

[1] Berata, W., 1998, "Pengaruh Struktur Mikro

Dan Lingkungan Pada Karak-teristik

Rambatan Retak Ti-6A14V Oleh

Pembebanan Dinamis ", ITS Surabaya.

[2] Legowo, Dibyo, dan Soeharto, Djoko,, 1993,

"Penentuan Faktor Intensitas Tegangan Pada

Compact Tension Specimen Dengan Metode

Elemen Hingga". Bandung : SITRA 93-6506.

[3] Zienkiewicz, O. C, 1997, "The Finite Element

Method", McGraw-Hill, London.

[4] Banks-Sills, Leslie, and Bortman, Yaacov,

Reappraisal Of The Quarter-point

Quadrilateral Element In Elastic Fracture

Mechanics., International Journal Of Fracture,

1984, vol. 25, pp. 169-180

[5] Bleackly, M. H., and Luxmoore, A. R. ,

Comparation Of Finite Ele-ment With

Analytical And Experimental Data For

Elastic-Plastic Cracked Problems.

International Journal Of Fracture, 1983, vol.

22, pp. 15-39

[6] Broek, David, 1989, "The Practical Use Of

Fracture Mechanics", Kluwer Academic

Publisher, Netherlands.

[7] ANSYS, Inc. , 1997, "ANSYS Basic

Analysis Procedure Guide".

[8] ANSYS, Inc. , 1997, "ANSYS Modeling and

Meshing Guide".

[9] ANSYS, Inc. , 1997, "ANSYS Structural

Analysis Guide".

[10] Choiron, M. A. , 2001, "Evaluasi faktor

Intensitas Tegangan Pada Compact Tension

Specimen Dengan Metode Elemen Hingga",

ITS Surabaya.