analisa distribusi tegangan baut pada sambungan …

112
1 ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN WEB-FLANGE GELAGAR BAJA DENGAN CARA ANALITIS DAN PROGRAM ANSYS TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian Pendidikan Sarjana Teknik Sipil Disusun oleh : SATDES L. SINAGA 14 0404 064 BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018 Universitas Sumatera Utara

Upload: others

Post on 02-Oct-2021

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

1

ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA

SAMBUNGAN WEB-FLANGE GELAGAR BAJA DENGAN

CARA ANALITIS DAN PROGRAM ANSYS

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian

Pendidikan Sarjana Teknik Sipil

Disusun oleh :

SATDES L. SINAGA

14 0404 064

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

Universitas Sumatera Utara

Page 2: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

i

ABSTRAK

Penggunaan LRFD dengan berdasarkan metode batas limit terutama pada

sambungan baut masih memiliki beberapa kekurangan.Pada metode LRFD

sebagaimana yang diatur dalam SNI 03-1729-2015,distribusi tahanan yang diterima

baut pada saat diberikan pembebanan masih menggunakan konsep probabilitas atau

pendekatan dan dianggap sama.Kekurangan pada metode LRFD tersebut,maka

dilakuakan analisa distribusi tegangan pada sambungan baut dengan menggunakan

Program ANSYS.Dengan menggunakan Program ANSYS distribusi tegangan pada

masing-masing baut dapat terlihat secara detail.

Dengan menggunakan program ANSYS dapat diketahui deformasi yang

terjadi pada baut baik paga sumbu x,y maupun z.Deformasi baut yang terjadi

terhadap sumbu x pada simulasi program ANSYS ini adalah 0,6249 mm - 0,8343

mm. Dari hasil perhitungan dengan cara analitis dengan hasil dari program ANSYS

terlihat perbedaan antara tegangan geser yang terjadi pada masing-masng baut.

Perbandingan tegangan geser Analitis (momen terbagi di sayap dan badan) dan

ANSYS baut dari titik berat sambungan ke atas (keadaan tertekan) adalah 0,2134-

0,7835 dan dari titik berat sambungan ke bawah (keadaan tertarik) adalah 0,4276-

1,1248. Perbandingan tegangan geser Analitis (momen sepenuhnya ditahan sayap)

dan ANSYS baut dari titik berat sambungan ke atas (keadaan tertekan) adalah

0,3736-1,8107 dan dari titik berat sambungan ke bawah (keadaan tertarik) adalah

0,6342- 4,1532.

Kata kunci : tegangan geser, deformasi,ANSYS

Universitas Sumatera Utara

Page 3: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan berkat-

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Penulisan Tugas Akhir yang

berjudul “ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN WEB-

FLANGE GELAGAR BAJA DENGAN CARA ANALITIS DAN PROGRAM

ANSYS” ini dimaksudkan untuk melengkapi persyaratan dalam menempuh ujian Sarjana

Teknik Sipil pada Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas akhir ini tidak terlepas dari

dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin

menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang berperan

penting yaitu :

1. Bapak Prof. Dr. Ing.Johannes Tarigan, selaku Wakil Dekan 1 Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara dan juga selaku dosen pembimbing, yang telah banyak

memberikan dukungan, masukan, bimbingan serta meluangkan waktu, tenaga dan

pikiran kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.

2. Bapak Medis Sejahtera Surbakti, ST, MT, Ph.D, selaku Ketua Departemen Teknik

Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir.Andy Putra Rambe, MBA selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. Daniel Rumbi Teruna, M.T., Ph.D., IP-U selaku Dosen Penguji yang telah

memberikan masukan, arahan, dan bimbingan kepada penulis.

5. Bapak Ir.Torang Sitorus, M.T selaku Dosen Penguji yang telah memberikan

masukan, arahan, dan bimbingan kepada penulis.

6. Bapak/Ibu Dosen Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas

Sumatera Utara yang memberikan bantuan selama ini kepada saya.

8. Kedua orang tua saya Ayahanda Maruasal Sinaga dan Ibunda Riana Sitohang yang

tak pernah berhenti memberikan doa, dukungan, motivasi, kasih saying dan

segalanya selama ini. Kakak saya, Junita Sinaga,adik saya Erwin Leo Sinaga, dan

Universitas Sumatera Utara

Page 4: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

iii

Ferdinan Saperi Sinaga, serta seluruh keluarga besar saya yang selalu mendukung

dan membantu dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

9. Kepada pariban saya Eva Catryn Sitohang, S.Pd yang selalu memeberi motivasi

untuk mengerjakan Tugas Akhir ini.

10. Kepada teman-teman “FEM TEAM”(Ignatio Manalu,Ruben Situmorang,Handi

Utama Thomas)yang selalu membantu dan mendukung dalam penyelesaian Tugas

Akhir ini

11. Kepada teman-teman angkatan 2014(Ruben,Tonny,Roimer,Banri,Linus,Yusuf,Erik)

dan seluruhnya yang tidak bisa saya sebutkan atas dukungannya.

12. Seluruh pihak yang telah mendukung dan membantu penulis dari segi apapun,

sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena

itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari Bapak dan Ibu

Staf Pengajar serta rekan – rekan mahasiswa demi penyempurnaan Tugas Akhir ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih. Penulis berharap semoga laporan

Tugas Akhir ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Agustus 2018

Penulis

Satdes L. Sinaga

14 0404 064

Universitas Sumatera Utara

Page 5: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

iv

DAFTAR ISI

ABSTRAK .................................................................................................................. i

KATA PENGANTAR ................................................................................................ ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................... iv

DAFTAR TABEL ...................................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. ix

DAFTAR NOTASI ..................................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah .............................................................................. 3

1.3 Tujuan ................................................................................................... 3

1.4 Pembatasan Masalah ............................................................................ 4

1.5 Manfaat Peneltian ................................................................................. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perencanaan Balok Lentur ........................................................................ 5

2.1.1 Teori Balok Umum ..................................................................... 5

2.1.2 Pengaruh Kelangsingan Elemen ................................................. 5

2.1.3 Perancangan Komponen Lentur ................................................. 8

2.1.4 Perancangan Kuat Geser Nominal ........................................... 10

2.2 Sambungan ............................................................................................... 12

2.2.1 Sambungan Pada Konstruksi Baja ............................................. 12

2.2.2 Alat Sambung Baut Konstruksi Baja (Baut) .............................. 14

2.2.3 Kekuatan Baut .......................................................... 15

2.2.4 Kriteria Perencanaan .......................................................... 19

2.2.4.1 Ukuran dan Penggunaan Lubang ..................................... 19

2.2.4.2 Spasi minimum ................................................................ 20

2.2.4.3 Jarak Jarak Tepi Minimum .............................................. 20

2.2.5 Grup Baut Beban Eksentris ........................................................ 21

2.3 Sambungan Pada Gelagar ......................................................................... 23

Universitas Sumatera Utara

Page 6: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

v

2.3.1 Sambungan Gelagar Web-Flnge ................................................ 25

2.3.2 Macam – macam sambungan gelagar ........................................ 26

2.3.2.1 Sambungan Sekuat Profil ................................................ 26

2.3.2.2 Sambungan Sekuat Gaya yang Bekerja .......................... 27

2.3.3 Merencanakan Pelat Penyambung dan Jumlah Baut .................. 27

2.3.3.1 Pelat penyambung flens ................................................... 27

2.3.3.2 Pelat penyambung badan ................................................. 28

2.4 Program ANSYS ....................................................................................... 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Umum ..................................................................................................... 33

3.2. Study Literatur ........................................................................................ 34

3.3. Kontrol Sambungan dengan Cara Analitis ............................................. 34

3.3.1 Kontrol Kekuatan Balok ........................................................... 34

3.3.2 Kekuatan Baut .......................................................................... 35

3.3.2.1 Kekuatan Geser dari Baut ......................................... 36

` 3.3.2.2 Kekuatan Tarik dari Baut ......................................... 36

3.3.2.3 Kekuatan Tumpuan Pada Lubang-Lubang Baut ........ 36

3.4. Perencanaan Sambungan Web-Flange Gelagar ...................................... 37

3.4.1. Sambungan Sayap (Flange) ........................................................ 37

3.4.2. Sambungan Badan (Web) ........................................................... 38

3.5. Analisa Sambungan Baut dengan Program ANSYS .............................. 38

3.5.1. Preprocessing ( Pendefinisian Masalah ) ................................... 39

3.5.2. Solution / Assigning Loads, Constraints, and Solving ............... 43

Post Processing Processing and Viewing

3.5.3. Solution / Assigning Loads, Constraints, and Solving ............... 44

Post Processing Processing and Viewing

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kontrol Dimensi Balok .......................................................................... 46

4.2. Kontrol Desain Sambungan (Momen Terbagi di Sayap dan Badan) ..... 49

Universitas Sumatera Utara

Page 7: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

vi

4.2.1. Kontrol Sambungan Sayap ......................................................... 51

4.2.2. Kontrol Sambungan Badan ......................................................... 55

4.3. Kontrol Desain Sambungan ( Momen sepenuhnya ditahan Sayap)........59

4.3.1. Kontrol Sambungan Sayap ......................................................... 61

4.3.2. Kontrol Sambungan Badan ......................................................... 64

4.4. Analisis dengan Program ANSYS ......................................................... 70

4.5. Rekapitulasi Hasil Simulasi Program ANSYS.................................. .....78

4.5.1. Deformasi Baut Sumbu x ........................................................... 78

4.5.2. Kontrol Sambungan Badan ......................................................... 82

4.6. Perbandingan tegangan yang terjadi pada baut dengan perhitungan

manual dan Program ANSYS (Momen Terbagi Di Sayap dan Badan) . 74

4.7. Perbandingan tegangan yang terjadi pada baut dengan perhitungan

manual dan Program ANSYS (Momen Sepenuhnya Ditahan Sayap)....88

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ............................................................................................. 89

5.2. Saran ....................................................................................................... 90

DAFTAR PUSTAKA

Universitas Sumatera Utara

Page 8: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi elemen tekan komponen struktur menahan lentur ..................... 6

Tabel 2.2 Kekuatan nominal pengencang dan bagian berulir ..................................... 18

Tabel 2.3 Dimensi lubang nominal ............................................................................. 20

Tabel 2.4 Jarak tepi minimum dari pusat lubang standar ke tepi ................................ 21

Tabel 2.5 Nilai dari penambahan jarak tepi C2 .......................................................... 21

Tabel 4.1 Gaya-gaya pada masing-masing baut ......................................................... 57

Tabel 4.2 Resultan gaya pada baut badan ................................................................... 58

Tabel 4.3 Gaya-gaya pada masing-masing baut ......................................................... 67

Tabel 4.4 Resultan gaya pada baut badan ................................................................... 67

Tabel 4.5 Tegangan baut sayap .................................................................................. 69

Tabel 4.6 Tegangan baut badan ................................................................................. 69

Tabel 4.7 Tegangan baut sayap .................................................................................. 69

Tabel 4.8 Tegangan baut sayap .................................................................................. 70

Tabel 4.9 Kontak antar elemen ................................................................................... 75

Tabel 4.10 Defomasi baut sayap atas profil kiri ......................................................... 78

Tabel 4.11 Deformasi baut sayap atas profil kanan .................................................... 78

Tabel 4.12 Deformasi baut badan profil kiri ............................................................... 79

Tabel 4.13 Deformasi baut badan profil kanan ........................................................... 80

Tabel 4.14 Deformasi baut sayap bawah profil kiri .................................................... 80

Tabel 4.15 Deformasi baut sayap bawah profil kanan ................................................ 81

Tabel 4.16 Tegangan geser baut sayap atas profil kiri ................................................ 82

Tabel 4.17 Tegangan geser baut sayap bawah profil kanan ...................................... 82

Tabel 4.18 Tegangan geser baut badan profil kiri ...................................................... 82

Tabel 4.19 Tegangan geser baut badan profil kanan .................................................. 83

Tabel 4.20 Tegangan geser baut sayap bawah profil kiri ........................................... 83

Tabel 4.21 Tegangan geser baut sayap bawah profil kanan ....................................... 83

Tabel 4.22 Perbandingan tegangan baut sayap atas profil kiri ................................... 84

Tabel 4.23 Perbandingan tegangan baut sayap atas profil kanan ............................... 84

Tabel 4.24 Perbandingan tegangan baut badan profil kiri .......................................... 85

Tabel 4.25 Perbandingan tegangan baut badan profil kanan ...................................... 86

Universitas Sumatera Utara

Page 9: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

viii

Tabel 4.26 Perbandingan tegangan baut sayap bawah profil kiri ............................... 86

Tabel 4.27 Perbandingan tegangan baut sayap bawah profil kanan ........................... 87

Tabel 4.28 Perbandingan tegangan baut sayap atas profil kiri ................................... 88

Tabel 4.29 Perbandingan tegangan baut sayap atas profil kanan ............................... 88

Tabel 4.30 Perbandingan tegangan baut badan profil kiri .......................................... 89

Tabel 4.31 Perbandingan tegangan baut badan profil kanan ...................................... 90

Tabel 4.32 Perbandingan tegangan baut sayap bawah profil kiri ............................... 90

Tabel 4.33 Perbandingan tegangan baut sayap bawah profil kanan ........................... 91

Universitas Sumatera Utara

Page 10: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Perilaku penampang .................................................................................... 7

Gambar 2.2 Balok terkekang secara lateral .................................................................... 8

Gambar 2.3 Alat sambung baut ............................................................................. 9

Gambar 2.4 Baut yang mengalami geser tunggal ........................................................ 16

Gambar 2.5 Baut yang mengalami geser rangkap ....................................................... 16

Gambar 2.6 Baut dalam keadaan tertarik ..................................................................... 17

Gambar 2.7 Kegagalan tumpu ..................................................................................... 18

Gambar 2.8 Eksentrisitas baut ..................................................................................... 22

Gambar 2.9 Sambungan Web-Flange .......................................................................... 25

Gambar 2.10 Penampang profil IWF ........................................................................... 26

Gambar 2.11 Momen pada bagian sayap ..................................................................... 27

Gambar 2.12 Pelat penyambung badan ........................................................................ 28

Gambar 2.13 Momen pada pelat penyambung badan .................................................. 29

Gambar 2.14 Eksentrisitas sambungan ........................................................................ 29

Gambar 2.15 ANSYS................................................................................................... 30

Gambar 3.1 Sambungan web-flange balok .................................................................. 39

Gambar 3.2 Metode analisis Static Structural ............................................................ 40

Gambar 3.3 Tampilan tools Engineering Data ............................................................ 41

Gambar 3.4 Pemodelan sambungan pada ANSYS V14.5 .......................................... 41

Gambar 3.5 Contact Element ....................................................................................... 42

Gambar 3.6 Meshing pada pemodelan sambungan baut .............................................. 43

Gambar 3.7 Pemberian perletakan dan beban pada sambungan .................................. 44

Gambar 3.8 Tegangan yang terjadi pada baut .............................................................. 45

Gambar 3.9 Deformasi yang terjadi pada baut ............................................................ 45

Gambar 4.1 Perletakan dan Pembebanan Balok .......................................................... 46

Gambar 4.2 Profil IWF ................................................................................................ 47

Gambar 4. 3 Perletakan dan pembebanan sambungan ................................................. 49

Gambar 4.4 Jarak antarbaut pelat penyambung sayap ................................................. 51

Gambar 4.5 Jarak lc pada pelat penyambung sayap ..................................................... 52

Gambar 4.6 Reaksi sayap akibat diberikan beban ....................................................... 53

Universitas Sumatera Utara

Page 11: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

x

Gambar 4. 7 Tampak atas luas pelat penyambung sayap ............................................ 54

Gambar 4.8 Jarak antarbaut pelat penyambung badan ................................................ 55

Gambar 4.9 Jarak lc pada pelat penyambung badan..................................................... 56

Gambar 4.10 Reaksi badan akibat diberikan beban ..................................................... 56

Gambar 4.11 Distribusi gaya eksentrisitas terhadap grup baut.................................... 57

Gambar 4.12 Tampak depan pelat penyambung badan ............................................... 58

Gambar 4.13 Perletakan dan pembebanan sambungan ................................................ 59

Gambar 4.14 Detail jarak antarbaut pelat penyambung sayap .................................... 61

Gambar 4.15 Jarak lc antabaut pelat penyambung sayap ............................................. 62

Gambar 4.16 Reaksi sayap akibat diberikan beban ..................................................... 62

Gambar 4.17 Tampak atas pelat penyambung sayap ................................................... 63

Gambar 4.18 Detail jarak antar baut pelat penyambung badan ................................... 64

Gambar 4.19 Jarak lc antarbaut pelat penyabung badan ............................................... 65

Gambar 4.20 Reaksi badan akibat diberi beban........................................................... 66

Gambar 4.21 Distribusi gaya eksentrisitas terhadap grup baut.................................... 66

Gambar 4.22 Tampak depan pelat penyambung badan ............................................... 68

Gambar 4.23 Sambungan web-flange gelagar pada Autocad ...................................... 71

Gambar 4.24 Penomoran Baut (a) sayap atas (b) badan (c) sayap bawah ................... 71

Gambar 4. 25 Engineering Data (a) profil (b) pelat penyambung (c) baut .................. 73

Gambar 4.26 Pemodelan Sambungan pada program ANSYS V14.5 ......................... 73

Gambar 4.27 Assigment Material ................................................................................ 74

Gambar 4.28 Contact Element ..................................................................................... 74

Gambar 4.29 Menentukan perletakan dan beban ......................................................... 76

Gambar 4. 30 (a) tegangan baut (b) deformasi baut .................................................... 77

Gambar 4.31 Grafik deformasi baut sayap atas profil kiri ........................................... 78

Gambar 4.32 Grafik deformasi baut sayap atas profil kanan ....................................... 79

Gambar 4.33 Grafik deformasi baut badan profil kiri ................................................. 79

Gambar 4.34 Grafik deformasi baut badan profil kanan ............................................. 80

Gambar 4.35 Grafik deformasi baut sayap bawah profil kiri ...................................... 81

Gambar 4.36 Grafik deformasi sbaut sayap bawah profil kanan ................................. 81

Gambar 4.37 Grafik perbandingan tegangan baut sayap atas profil kiri ..................... 84

Gambar 4.38 Grafik perbandingan tegangan baut sayap atas profil kanan ................. 85

Universitas Sumatera Utara

Page 12: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

xi

Gambar 4.39 Grafik perbandingan tegangan baut badan profil kiri ............................ 85

Gambar 4.40 Grafik perbandingan tegangan baut badan profil kanan ........................ 86

Gambar 4.41 Grafik perbandingan tegangan baut sayap bawah profil kiri ................. 87

Gambar 4.42 Grafik perbandingan tegangan baut sayap bawah profil kanan ............. 87

Gambar 4.43 Grafik perbandingan tegangan baut sayap atas profil kiri ..................... 88

Gambar 4.44 Grafik perbandingan tegangan baut sayap atas profil kanan ................. 89

Gambar 4.45 Grafik perbandingan tegangan baut badan profil kiri ............................ 89

Gambar 4.46 Grafik perbandingan tegangan baut badan profil kanan ........................ 90

Gambar 4.47 Grafik perbandingan tegangan baut sayap bawah profil kiri ................. 91

Gambar 4.48 Grafik perbandingan tegangan baut sayap bawah profil kanan ............. 91

Universitas Sumatera Utara

Page 13: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

xii

DAFTAR NOTASI

Rn : kekuatan nominal baut

Ru :kekuatan perlu menggunakan kombinasi beban DFBK

ϕ :faktor ketahanan reduksi baut

Mu :kekuatan lentur perlu menggunakan kombinasi beban DFBK

Mn :kekuatan lentur nominal

ϕb :faktor reduksi momen lentur

Cb :faktor modifikasi tekuk torsi-lateral

MA :nilai mutlak momen pada titik seperempat dari segmen tanpa dibreising

MB :nilai mutlak momen pada sumbu segmen tanpa dibreising

MC :nilai mutlak momen pada titik tiga-perempat segmen tanpa dibeising,

𝑀𝑝 : momen lentur plastis

𝐹𝑦 :tegangan leleh bahan

𝑍𝑋 :modulus penampang plastis

𝐿𝑏 :panjang antara titik,baik yang dibreising melawan perpindahan lateral

sayap tekan atau dibreising melawan puntir penampang melintang

𝐿𝑝 :panjang komponen struktur utama

𝐿𝑟 :pembatasan panjang tidak dibresing

𝐹𝑐𝑟 :tegangan kritis

𝑀𝑐𝑟 :momen kritis

E :modulus elastisitas baja

J :konstanta torsi

𝑆𝑋 :modulus penampang elastis di sumbu x

𝑆𝑦 :modulus penampang elastis di sumbu y

ℎ𝑜 :jarak antara titik berat sayap

Cw : konstanta pembengkokan

Vu :kekuatan geser perlu menggunakan kombinasi beban DFBK

Vn :kekuatan geser nominal

ϕv :faktor ketahanan kuat geser

𝐹𝑛𝑣 :tegangan geser baut

:𝐴𝑏 :luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir

Universitas Sumatera Utara

Page 14: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

xiii

𝐹𝑛𝑡 :tegangan Tarik baut

𝑑𝑏 :diameter baut pada daerah tak berulir

tp : tebal pelat penyambung

Fu :tegangan tarik putus bahan

d : jarak dari pusat berat grup baut ke baut yang ditinjau

J : momen inersia polar grup-baut terhadap pusat berat

P :beban konsentrisitas

n :jumlah baut

𝑀𝑓𝑙𝑒𝑛𝑠 :momen di sayap

𝑀𝑝𝑟𝑜𝑓𝑖𝑙 :momen total di profil

𝑀𝑤𝑒𝑏 :momen di badan

𝐼𝑤𝑒𝑏 :inersia di badan

𝐼𝑝𝑟𝑜𝑓𝑖𝑙 :inersia profil

𝐼𝑓𝑙𝑒𝑛𝑠 :inersia di sayap

h :tinggi profil

ℎ′ :jarak antar titik berat pelat penyambung sayap

𝑡𝑤 :tebal badan

𝑡𝑓 :tebal sayap

𝑇𝑢 :gaya koppel

𝐴𝑛 :Luas penampang netto pelat penyambung flens

h1 :tinggi pelat penyambung badan

𝑒 :eksentrisitas

𝐷 :gaya lintang

∆𝑀 :momen akibat eksentrisitas

𝑅𝑢𝑥𝑖 :Gaya arah x

𝑅𝑢𝑦𝑖 :Gaya arah y

𝑅𝑢𝑖 :Resultan gaya

𝑅𝐵 :reaksi di titik B

𝑅𝐴 :reaksi di titik A

Mmaks :nilai mutlak momen maksimum dalam segmen tanpa dibreising

Mc : momen di titik C

Iy :inersia sumbu y

𝑡𝑝𝑤 :tebal pelat badan

Universitas Sumatera Utara

Page 15: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

xiv

𝑡𝑝𝑓 :tebal pelat sayap

qu :berat sendiri profil

b :lebar profil

r1 :jari-jari girasi profil

A :luas penampang profil

Ix :inersia sumbu x profil

Iy :inersia sumbu y profil

rx :jari-jari sumbu x profil

ry :jari-jari sumbu y profil

Universitas Sumatera Utara

Page 16: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

Universitas Sumatera Utara

Page 17: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

Universitas Sumatera Utara

Page 18: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Suatu konstruksi tersusun atas bagian-bagian tunggal yang digabung

membentuk satu kesatuan dengan menggunakan berbagai macam teknik

penyambungan. Sambungan pada suatu konstruksi berfungsi untuk memindahkan

gaya-gaya yang bekerja pada titik penyambungan ke elemen-elemen struktur yang

disambung. Adapun gaya-gaya yang bekerja pada sambungan antara lain gaya

normal, gaya geser, momen, dan torsi (Charles G. Salmon & John E. Johnson,

1997).

Pada konstruksi baja, penyambungan terjadi karena profil yang digunakan

memiliki panjang batang yang kurang dari perencanaan, serta terjadinya pertemuan

antara suatu batang dengan batang yang lain pada satu titik buhul, yang kemudian

penyambungannya dibantu dengan menggunakan pelat buhul.

Sambungan-sambungan tersebut direncanakan harus dapat menahan gaya-

gaya yang akan bekerja padanya akibat adanya beban luar maupun berat sendirinya.

Syarat-syarat perencanaan lainnya yang berlaku pada sambungan diantaranya :

kekakuan, kekuatan, keindahan, ekonomis, dan praktis.

Dalam perencanaan sambungan, pemilihan alat sambung yang akan

digunakan mempengaruhi kekuatan sambungan nantinya. Setiap sambungan

memiliki kondisi kekakuan yang berbeda-beda sesuai jenis dan fungsinya.

Kekakuan tersebut mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi gaya-gaya

dalam dan deformasi yang terjadi pada sambungan tersebut.

Salah satu komponen struktur baja yang disambung adalah gelagar atau

balok.Sambungan pada gelagar/balok umumnya diklasifikasikan sebagai

sambungan di lapangan.Dilakukan penyambungan gelagar di lapangan untuk

mengatasi keterbatasan panjang komponen struktural sebagai akibat fasilitas

pabrikasi atau transportasi.Peralatan yang tersedia di lapangan juga dapat

membatasi ukuran maksimum atau berat komponen struktural.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

2

Alat pengencang yang lazim digunakan saat ini adalah baut.Komponen

sambungan baut dalam konstruksi struktur baja merupakan komponen yang paling

berbahaya.Kegagalan struktur paling banyak disebabkan oleh desain sambungan

baut yang buruk dan kurang layak,serta besarnya ketidakcocokan anatara perilaku

yang dianalisis dan perilaku aktual yang terjadi pada sambungan baut

tersebut.Sehingga perlu dilakukan kajian perencanaan dari elemen sambungan baut

yang dirancang sedemikian rupa sehingga menghasilkan sambungan yang

aman,hemat bahan(ekonomis) dan praktis dalam pemasangannya.

Penggunaan LRFD dengan berdasarkan metode batas limit terutama pada

sambungan baut masih memiliki beberapa kekurangan.Pada metode LRFD

sebagaimana yang diatur dalam SNI 1729-2015,distribusi tahanan yang diterima

baut pada saat diberikan pembebanan masih menggunakan konsep probabilitas atau

pendekatan dan dianggap sama. Melihat kekurangan pada metode LRFD tersebut ,

penulis akan melakukan analisa distribusi tegangan pada sambungan baut dengan

menggunakan Program ANSYS.Diharapkan dengan menggunakan Program

ANSYS ini distribusi tegangan pada masing-masing baut dapat terlihat secara

detail.

Simulasi perhitungan struktur dengan meenggunakan Program ANSYS

merupakan suatu cara yang dapat digunakan untuk menggantikan eksperimen di

laboratorium.Hal ini dapat mengurangi masalah waktu dan biaya.Waktu yang

dibutuhkan untuk melakukan simulasi dengan Program ANSYS ini cukup singkat

dibandingkan dengan eksperimen di laboratorium.Demikian juga biaya,untuk

menjalankan Program ANSYS ini hanya perlu latihan dan ketelitian agar hasil yang

diperoleh lebih akurat dan aman untuk struktur.

Dalam analisa ini akan dibahas tegangan yang terjadi pada sambungan web-

flange pada sebuah gelagar dengan metode analitis (LRFD) dan dengan

menggunakan Program ANSYS.Maka dari hasil analisa akan diperoleh tahanan

atau kekuatan yang terjadi pada baut dengan metode analitis dan tegangan yang

terjadi pada baut menggunakan Program ANSYS sesuai dengan judul Tugas Akhir

ini“.Analisa Tahanan Baut Pada Sambungan Web-Flange Pada Gelagar Baja

dengan Metode Analitis dan Program ANSYS”.

Universitas Sumatera Utara

Page 20: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

3

1.2 Perumusan Masalah

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mengidentifikasi masalah yang akan

dibahas yaitu:

1. Berapa besarnya tahanan (kekuatan) nominal baut yang terima pada

sambungan baut metode Analitis (LRFD).

2. Berapa besarnya deformasi yang terjadi pada baut dengan menggunakan

Program ANSYS.

3. Berapa besarnya tegangan baut pada sambungan baut dengan

menggunakan Program ANSYS.

4. Membandingkan tegangan yang terjadi pada baut anatara perhitungan

dengan metode analitis (LRFD) dan Program ANSYS.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui perilaku sistem

sambungan web-flange gelagar baja dengan perhitungan analitis dan program

ANSYS yang digunakan sebagai tolak ukur dalam mendesain suatu sistem

sambungan yang menghasilkan kinerja yang lebih baik .

Perilaku yang diamati adalah :

1. Besarnya tahanan (kekuatan) nominal yang diterima baut dengan metode

analitis (LRFD).

2. Mengetahui deformasi yang terjadi pada baut dengan menggunakan

Program ANSYS.

3. Besarnya tegangan baut pada sambungan baut dengan menggunakan

Program ANSYS.

4. Membandingkan tegangan yang terjadi pada baut anatara perhitungan

dengan cara analitis (LRFD) dan Program ANSYS.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

4

1.4 Pembatasan Masalah

Yang menjadi batasan masalah adalah :

1. Struktur yang ditinjau adalah sambungan baut pada sambungan gelagar

baja yang diberikan gaya terpusat vertical.

2. Pemodelan dibuat dengan perletakan sendi-rol.

3. Dimensi balok yang disambung adalah 4 m.

4. Balok yang disambung profil IWF.

5. Sambungan menggunakan baut mutu tinggi.

6. Baut diasumsikan tidak mengalami gaya pratarik.

7. Jenis material adalah homogen elastic, linear, dan isotropis pada setiap

dan segala arah mempunyai modulus elastic yang sama.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:

1. Memberikan informasi bahwa pemodelan struktur dengan program

ANSYS dapat menjadi alternative penelitian yang mengurangi waktu dan

biaya selain penelitian eksperimental di laboratorium.

2. Memberikan informasi bahwa FEM yang disimulasikan dengan baik dapat

memprediksi perilaku yang sebenarnya (aktual) pada sambungan.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perencanaan Balok Lentur

2.1.1 Teori Balok Umum

Balok adalah komponen struktur yang memikul beban-beban akibat gravitasi,

seperti beban mati dan beban hidup. Komponen struktur balok merupakan kombinasi

dari elemen tekan dan elemen tarik. Suatu komponen struktur harus mampu memikul

beban aksial (tarik/tekan) serta momen lentur. Apabila besarnya gaya aksial yang

bekerja cukup kecil dibandingkan momen lentur yang bekerja, maka efek dari gaya

aksial tersebut dapat diabaikan dan komponen struktur tersebut dapat didesain sebagai

komponen balok lentur. Namun apabila komponen struktur memikul gaya aksial dan

momen lentur yang tidak dapat diabaikan salah satunya, maka komponen struktur

tersebut dinamakan balok-kolom (beam-column) (Agus Setiawan, 2008).

Balok ataupun batang lentur adalah salah satu diantara elemen-elemen struktur

yang paling banyak dijumpai pada setiap struktur. Balok adalah elemen struktur yang

memikul beban yang bekerja tegak lurus dengan sumbu longitudinalnya. Hal ini

menyebabkan balok itu melentur.Apabila memvisualisasikan balok (juga elemen

struktur lain) untuk melakukan analisis atau desain, akan lebih mudah bila memandang

elemen struktur tersebut dalam bentuk idealisasi. Bentuk ideal itu harus dapat

mempresentasikan sedekat mungkin dengan elemen struktur aktualnya, tetapi bentuk

ideal juga harus dapat memberikan keuntungan secara matematis.

2.1.2 Pengaruh Kelangsingan Elemen

Umum diketahui bahwa penampang balok baja terdiri dari profil terbuka dan

elemennya relatif tipis. Kelangsingan dapat diukur dari rasio lebar-tebal. Jika terjadi

tegangan tekan,elemen beresiko mengalami keruntuhan tekuk lokal (local buckling).

Sisi lainnya,analisa struktur untuk mencari gaya internal struktur,umumnya

hanya memakai pemodelan elemen garis,sehingga kelangsingan elemen profil tidak

Universitas Sumatera Utara

Page 23: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

6

terdeteksi.Tekuk lokal tentu tidak bisa diabaikan.Keberadaannya mengurangi kinerja

struktur,bahkan bisa memicu kerusaknan yang lebih besar.

Klasifikasi profil adalah tahapan awal proses perencanaan struktur baja. Cara

tersebut dipakai untuk antisipasi terhadap bahaya tekuk local (local Buckling) dari

elemen penyusun profil.Cara ini adalah langkah sederhana yang efektif, dimana rasio

lebar tehadap tebal (b/t) menunjukkan kelangsingan elemen pelat sayap dan badan

(web),yang kemudian akan dievaluasi berdasrkan kondisi kekangannya (restraint).

Elemen – elemen penyusun profil diklasifikasikan sebagai:

1. Kompak

2. Non-kompak

3. Langsing

Tabel 2.1 Klasifikasi elemen tekan komponen struktur menahan lentur

Kasus

Deskripsi Rasio Batasan

Contoh Ketebalan Rasio Tebal-Lebar

Elemen terhadap λp Λr

Lebar (kompak) (nonkompak)

10

Sayap dari

b/t

profil I

canai panas 0,38√𝐸

𝐹𝑦 1,0√

𝐸

𝐹𝑦

kanal,dan T

15

badan dari

b/tw

profil I

Simetris 3,76√𝐸

𝐹𝑦 5,70√

𝐸

𝐹𝑦

ganda dan

kanal

Sumber : SNI 1729-2015

Profil kompak merupakan konfigurasi geometri penampang yang paling

efisien dalam memanfaatkan material. Itu alasan mengapa hampir sebagian besar

profil WF hot-rolled buatan pabrik,masuk pada kategori profil kompak. Karena

kemampuan profil mencapai momen plastis, perilaku keruntuhannya bersifat daktail,

sehingga menjadi syarat penting bangunan tahan gempa. Meskipunbegitu,untuk

penampang balok kompak yang khusus digunakan sebagai sistem rangka daktail

Universitas Sumatera Utara

Page 24: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

7

(penampang plastis), maka kriterianya lebih ketat termasuk juga jarak pertambatan

lateralnya (AISC 2010a).

Penampang non-kompak mempunyai efisiensi satu tingkat lebih kecil

dibandingka penampampang kompak dan ketika dibebani serat tepi terluarnya dapat

mencapai tegangan leleh,meskipun demikian sebelum penampang plastis penuh

terbentuk,profil akan mengalami tekuk lokal terlebih dahulu. Oleh karena itu,

kapasitas momen yang dapat diandalkan pada penampang ini adalah My < Mp

Penampang langsing adalah konfigurasi profil yang tidak efisien ditinjau dari

segi pemakaian material. Apalagi jika yang dipakai adalah bahan baja bermutu tinggi.

Jadi saat dibebani sebelum tegangan mencapai kondisi lelehtelah terjadi tekuk lokal

terlebih dahulu. Oleh karena keruntuhannya ditentukn oleh tekuk yang sifatnya tidak

daktail ,maka penampang langsing tidak disarankan untuk digunakan sebagai elemen

struktur utama,apalagi untuk banguna tahan gempa. Kapasitas momen balok M < Mp.

Jadi klasifikasi penampang balok diperlukan untuk membedakan perilakunya

dalam memiku momen sampai kondisi inelastisnya. Hal ini dapat dilihat dari kurva

Gambar 2.1 Perilaku penampang

𝑀𝑝 = 𝐹𝑦 𝑍𝑥

𝑀𝑛 = 𝐶𝑏 [𝑀𝑝 − (𝑀𝑝 − 0,7𝐹𝑦𝑆𝑥) (𝐿𝑏 − 𝐿𝑝

𝐿𝑟 − 𝐿𝑝)] ≤ 𝑀𝑝

𝑀𝑐𝑟 = 𝐶𝑏

𝜋

𝐿𝑏

√𝐸𝐼𝑦𝐺𝐽 + (𝜋𝐸

𝐿𝑏)

2

𝐼𝑦𝐶𝑤

𝑀𝑝

𝑀𝑟

𝐿𝑝 𝐿𝑟

plastis elastis inelastis

Universitas Sumatera Utara

Page 25: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

8

2.1.3 Perancangan Kekuatan Lentur

Asumsi pada komponen lentur titik-titik support dari balok terkekang secara lateral

(tidak bisa mengalami perpindahan pada arah lateral dan tidak bisa mengalami torsi)

seperti pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Balok terkekang secara lateral

Kekuatan lentur desain secara umum dapat dinyatakan dengan persamaan:

𝑀𝑢 ≤ 𝜙𝑏𝑀𝑛 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.2)

dimana

Mu : kuat lentur perlu atau momen maksimum hasil kombinasi beban

ϕb : faktor ketahanan lentur, sebesar 0,9

Mn : kuat lentur nominal balok ditinjau terhadap berbagai kondisi batas.

Untuk komponen struktur simetris tunggal dalam lengkungan tunggal dan

semua komponen struktur simetris ganda :

𝐶𝑏 =12,5𝑀𝑚𝑎𝑘𝑠

2,5𝑀𝑚𝑎𝑘𝑠 + 3𝑀𝐴 + 4𝑀𝐵 + 3𝑀𝑐… … … … … … … … … … … … … . (2.3)

Keterangan :

Cb :faktor modifikasi tekuk torsi-lateral untuk diagram momen nonmerata bila

kedua ujung segmen yang dibresing ditentukan sebagai berikut.

Mmaks :nilai mutlak momen maksimum dalam segmen tanpa dibreising,

kip-in. (N-mm)

MA :nilai mutlak momen pada titik seperempat dari segmen tanpa dibreising,

kip-in. (N-mm)

MB :nilai mutlak momen pada sumbu segmen tanpa dibreising,kip-in. (N-mm)

MC :nilai mutlak momen pada titik tiga-perempat segmen tanpa dibeising,

kip-in (N-mm).

𝑃𝑢

Terkekang secara lateral

Universitas Sumatera Utara

Page 26: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

9

Untuk kantilever atau overhangs dimana ujung bebas yang tanpa dibreising, Cb=1,

2.1.4 Komponen Struktur Profil I Kompak Simetris Ganda dan Kanal

Melengkung di Sumbu Mayor

a. Pelelehan

Kuat batas leleh

𝑀𝑛 = 𝑀𝑝 = 𝐹𝑦 𝑍𝑥 ........................................................... (2.4)

Keterangan

𝐹𝑦 :tegangan leleh minimum yang diisyaratkan dari tipe baja

yang digunakan (MPa)

𝑍𝑋 :modulus penampang plastis (𝑚𝑚3)

b. Tekuk Torsi-Lateral

a. Bila 𝐿𝑏 ≤ 𝐿𝑝,keadaan batas dari tekuk torsi-lateral tidak boleh digunakan

b. Bila 𝐿𝑝 < 𝐿𝑏 ≤ 𝐿𝑟

𝑀𝑛 = 𝐶𝑏 [𝑀𝑝 − (𝑀𝑝 − 0,7𝐹𝑦𝑆𝑥) (𝐿𝑏−𝐿𝑝

𝐿𝑟−𝐿𝑝)] ≤ 𝑀𝑝 ..................(2.5)

c. 𝐿𝑏 > 𝐿𝑟

𝑀𝑛 = 𝐹𝑐𝑟 𝑆𝑋 ≤ 𝑀𝑝 ................................................................(2.6)

Keterangan :

𝐿𝑏 : panjang antara titik,baik yang dibreising melawan

perpindahan lateral sayap tekan atau dibreising melawan puntir

penampang melintang (mm)

𝐹𝑐𝑟 =𝐶𝑏𝜋2𝐸

(𝐿𝑏

𝑟𝑡𝑠)

2√1 + 0,078

𝐽𝑐

𝑆𝑥ℎ0(

𝐿𝑏

𝑟𝑡𝑠)

2

… … … … … … … … … … . . (2.7)

Keterangan :

E : modulus elastisitas baja (200 000 MPa)

J : konstanta torsi (𝑚𝑚4)

𝑆𝑋 : modulus penampang elastis di sumbu x

ℎ𝑜 : jarak antara titik berat sayap (mm)

Persamaan Spesifikasi DFBK AISC

𝑀𝑐𝑟 = 𝐶𝑏

𝜋

𝐿𝑏

√𝐸𝐼𝑦𝐺𝐽 + (𝜋𝐸

𝐿𝑏)

2

𝐼𝑦𝐶𝑤 … … … … … … … … … . (2.8)

Pembatasan Lp dan Lr ditentukan sebagai berikut :

𝐿𝑝 = 1,76𝑟𝑦√𝐸

𝐹𝑦… … … … … … … … … … … … … … … … … . . (2.9)

Universitas Sumatera Utara

Page 27: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

10

𝐿𝑟 = 1,95𝑟𝑡𝑠

𝐸

0,7𝐹𝑦

√𝐽𝑐

𝑆𝑥ℎ𝑜

√(𝐽𝑐

𝑆𝑥ℎ𝑜)

2

+ 6,67 (0,7𝐹𝑦

𝐸)

2

… … … … … … . (2.10)

Dimana

𝑟𝑡𝑠2 =

√𝐼𝑦𝐶𝑊

𝑆𝑥… … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . (2.11)

Dan koefisien ditentukan sebagai berikut

a) Untuk profil I simetris ganda : c = 1

b) Untuk kanal :

𝑐 =ℎ0

2√

𝐼𝑦

𝐶𝑤… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.12)

c) Untuk profil I simetris ganda dengan sayap pesegi ,

𝐶𝑤 =𝐼𝑦ℎ0

2

4… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (2.13)

Dan persamaan 2.12 menjadi

𝑟𝑡𝑠2 =

𝐼𝑦ℎ0

2𝑆𝑥… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (2.14)

rts boleh diperkirakan secara teliti dan konservatif sebagai radius girasi dari sayap

tekan ditambah seperenam dari badan:

𝑟𝑡𝑠 =𝑏𝑓

√12 (1 +1ℎ𝑡𝑤

6𝑏𝑓𝑡𝑓)

… … … … … … … … … … … … … … … … . . (2.15)

2.1.5 Perancangan Kuat Geser Nominal

Elemen penampang balok,seperti pelat sayap dan badan,didesain terhadap

momen lentur seuai ketentuan SNI 1729-2015 pasal F.Pelat sayap pengaruhnya

signifikan terhadap kapasitas lenturnya. Dari kedua elemen sayapnya saja dapat

dihasilkan kopel gaya yang besardan mengantisipasi momen luar yang terjadi.Adapun

fungsi terbesar pelat badan adalah memikul gaya geser.Setelah kapasitas momen lentur

memenuhi ketentuan,maka pelat badan harus dievaluasi juga memenuhi ketentuan SNI

1729-2015 Pasal G.

Secara umum kuat geser rencana memenuhi persyaratan jika :

𝑉𝑢 ≤ 𝜙𝑣𝑉𝑛 … … … … … … … … … … … … … … … … … . . (2.16)

Universitas Sumatera Utara

Page 28: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

11

Dimana

Vu :Gaya geser batas,atau gaya geser terfaktor maksimum dari berbagai

kombinasi sesuai peraturan beban

∅𝑉𝑛 :Faktor ketahahan geser = 0,9

Vn :Kuat geser nominal balok

Kuat Geser – Normal

Kuat geser nominal, Vn pelat badan dari profil simetris tunggal atau ganda, atau profil

UNP, yang direncanakan tanpa memanfaatkan kekuatan pasca tekuk, ditentukan dari

kondisi batas akibat leleh dan tekuk akibat geser sebagai berikut :

𝑉𝑛 = 0,6𝐹𝑦𝐴𝑤𝐶𝑣

Dimana, Aw = d tw adalah luas total pelat badan. Adapun koefisien geser pelat

badan, Cv pada dasarnya adalah faktor reduksi untuk mengantisipasi terjadinya tekuk

di pelat badan:

a. Pelat badan profil I-canai panas dengan h/tw ≤ 2,24 (E/Fy) maka ϕv = 1,0 dan

Cv = 1,0

b. Profil yang tidak memenuhi persyaratan di atas,tapi simetri ganda atau tunggal

maka Cv ditentukan dari kelangsingan pelat badan atau rasio h/tw dalam 3

kategori.

i. Bila ℎ 𝑡𝑤⁄ ≤ 1,10 (

𝑘𝑣𝐸𝐹𝑦

⁄ )

12⁄

Cv = 1,0

ii. Bila 1,10 (𝑘𝑣𝐸

𝐹𝑦⁄ )

12⁄

< ℎ𝑡𝑤

⁄ ≤ 1,37 (𝑘𝑣𝐸

𝐹𝑦⁄ )

12⁄

𝐶𝑣 =(

𝑘𝑣𝐸𝐹𝑦

⁄ )

12⁄

ℎ𝑡𝑤

iii. Bila ℎ 𝑡𝑤⁄ ≥ 1,37 (

𝑘𝑣𝐸𝐹𝑦

⁄ )

12⁄

𝐶𝑣 =1,51 𝑘𝑣𝐸

(ℎ𝑡𝑤

⁄ )2

𝐹𝑦

Universitas Sumatera Utara

Page 29: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

12

Keterangan :

Aw : luas dari badan

h : jarak bersih antara sayap

tw : ketebalan badan

Koefisien tekuk geser pelat badan, kv ditentukan sebagai berikut:

i. Untuk badan tanpa pengaku transversal dangan h/tw <260

kv = 5 kecuali untuk badan profil T kv = 1,2

ii. Untuk badan dengan pengaku transversal :

𝑘𝑣 = 5 +5

(𝑎ℎ⁄ )

2

Keterangan :

a : jarak bersih antara pengaku transversal

2.2 Sambungan

2.2.1 Sambungan Pada Konstruksi Baja

Setiap struktur baja merupakan gabungan dari batang-batang yang

dihubungkan dengan sambungan. Penyambungan struktur baja dapat dilakukan

dengan alat penyambung, antara lain dengan paku keling, dengan baut atau dengan

las (Charles G. Salmon dan John E. Johnson, 1991)..

Sambungan adalah hasil dari penyatuan beberapa bagian / konstruksi dengan

menggunakan suatu cara tertentu.Setiap struktur baja merupakan gabungan dari

batang-batang yang dihubungkan dengan sambungan. Penyambungan struktur baja

dapat dilakukan dengan alat penyambung, antara lain dengan paku keling, dengan baut

atau dengan las (Charles G. Salmon dan John E. Johnson, 1991).

Sambungan ialah satu media yang berfungsi untuk mengabungkan elemen –

elemen tunggal pada satu konstruksi baja yang digabung secara tersusun

sehinggamembentuk satu kesatuan konstruksi. Salah satu fungsi utama sebuah

sambungan ialah untuk memindahkan gaya-gaya yang bekerja pada titik

penyambungan ke elemen-elemen struktur yang disambung.

Universitas Sumatera Utara

Page 30: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

13

Pada konstruksi baja, selain memindahkan gaya-gaya yang terjadi,

fungsi/tujuan lain dilakukannya penyambungan yaitu :

a. Menggabungkan beberapa batang baja membentuk kesatuan konstruksi sesuai

kebutuhan.

b. Mendapatkan ukuran baja sesuai kebutuhan (panjang, lebar, tebal, dan sebagainya).

c. Memudahkan dalam penyetelan konstruksi baja di lapangan.

d. Memudahkan penggantian bila suatu bagian/batang konstruksi mengalami rusak

Pada umumnya, sambungan terdiri dari tiga elemen yaitu balok, kolom, dan

alat penyambung. Ketiga elemen tersebut harus direncanakan dengan matang agar

struktur bangunan tersebut bertahan sesuai dengan fungsinya. Kegagalan dalam

sambungan dapat mengakibatkan perubahan fungsi struktur bangunan, dan yang

paling berbahaya adalah keruntuhan pada struktur tersebut. Untuk mencegah hal

tersebut, maka kekakuan sambungan antara balok dan kolom tersebut harus memenuhi

persyaratan.

Pada sambungan baja sering terdapat kemungkinan adanya bagian/batang

konstruksi yang berpindah, contohnya antara lain yaitu peristiwa pemuaian dan

penyusutan baja akibat adanya perubahan suhu. Dikarenakan bentuk struktur

bangunan baja yang begitu kompleks, kejadian perubahan - perubahan baja tersebut

sangat menganggu fungsi kekuatan dan ketahanan struktur tersebut khususnya pada

daerah titik sambungan baja konstruksi. Pada umumnya sambungan antara elemen

tersebut harus direncanakan dengan matang agar struktur bangunan dapat bertahan

sesuai dengan perencanaan yang di rencanakan.

Kegagalan dalam sambungan dapat mengakibatkan perubahan fungsi struktur

bangunan, dan kegagalan yang paling berbahaya adalah keruntuhan pada struktur

tersebut akibat perubahan fungsi. Untuk mencegah hal tersebut, maka kekakuan

sambungan antara elemen - elemen tersebut harus memenuhi persyaratan dalam

perencanaan sambungan.

Universitas Sumatera Utara

Page 31: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

14

2.2.2 Alat Sambung Baut Konstruksi Baja (Baut)

Pada suatu struktur yang terbuat dari konstruksi baja, baut merupakan suatu

elemen yang paling vital untuk diperhitungkan, karena merupakan alat sambung yang

paling sering digunakan.

Ada beberapa jenis baut yang digunakan dalam perencanaan sambungan, antara

lain (Charles G. Salmon dan John E. Johnson, 1997) :

a. Baut Mutu Tinggi (ASTM A325 dan A490)

Baut ini berkekuatan leleh minimal 372 MPa dan mampu mengatasi slip antara

dua elemen baja yang disambung pada struktur rangka batang memikul gaya aksial.

Baut A325 terbuat dari baja karbon sedang yang diberi perlakuan panas sekitar 558

sampai 634 MPa yang tergantung pada diameter. Baut A490 juga diberi perlakuan panas

tetapi dibuat dari baja paduan (alloy) dengan kekuatan leleh sekitar 793 sampai 896

MPa yang tergantung pada diameter baut.

Alat sambung ini memiliki kepala segi enam yang tebal dan digunakan dengan

mur segi enam yang setengah halus dan tebal seperti diperlihatkan pada gambar

berikut.

Gambar 2.3 Alat sambung baut

Universitas Sumatera Utara

Page 32: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

15

Bagian ulirnya lebih pendek daripada bagian baut yang tidak struktural, dan

dapat dipotong atau digiling. Diameter baut kekuatan tinggi berkisar antara ½ dan 1 ½

inchi. Diameter yang paling sering digunakan pada konstruksi gedung adalah ¾

sampai 7 / 8 inchi, sedang ukuran yang paling umum digunakan dalam perencanaan

jembatan adalah 7 / 8 dan 1 inchi.

b. Baut Hitam (ASTM A307)

Baut ini terbuat dari baja karbon rendah dan merupakan jenis baut paling murah.

Namun, baut ini belum tentu menghasilkan sambungan yang paling murah karena

banyaknya jumlah baut yang dibutuhkan pada suatu sambungan. Pemakaiannya

terutama pada struktur ringan, batang sekunder atau pengaku, anjungan (platform),

jalan haluan (cat walk), gording, rusuk dinding, rangka batang yang kecil dan lain-lain

yang bebannya kecil dan bersifat statis. Baut ini juga dipakai sebagai alat penyambung

sementara pada sambungan yang menggunakan baut kekuatan tinggi, paku keling atau

las.

c. Baut Sekrup (Turned Bolt)

Dibuat dengan mesin, berbentuk segi enam dengan toleransi yang lebih kecil (sekitar

1/50 inchi) bila dibandingkan dengan baut hitam. Digunakan bila sambungan

memerlukan baut yang pas dengan lubang yang dibor.

d. Baut Bersirip (Ribbed Bolt)

Terbuat dari baja paku keling biasa, berkepala bundar dengan tonjolan sirip-sirip yang

sejajar tangkainya. Bermanfaat pada sambungan tumpu (bearing) dan sambungan yang

mengalami tegangan berganti (bolak-balik).

2.2.3 Kekuatan Baut

Sebelum memutuskan sambungan apa yang akan digunakan pada suatu

konstruksi, kita harus mengetahui kekuatan sambungan tersebut. Dalam hal

menentukan kekuatan sambungan baut, yang ditinjau adalah ketahanan dari aspek

geser, tarik, dan desak (tumpu), baik terhadap alat sambungnya maupun material yang

disambungkan.

Universitas Sumatera Utara

Page 33: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

16

Desain kekuatan berdasarkan Desain Faktor Beban dan Ketahanan (DFBK)

sesuai persyaratan SNI 1729-2015 harus memenuhi persyaratan :

𝑅𝑢 ≤ 𝜙𝑅𝑛 … … . . … … … … … … … … … … … … … … . (2.17)

dimana :

ϕ : faktor ketahanan, yaitu 0,75

Rn : kekuatan nominal baut,

Ru : kekuatan perlu menggunakan kombinasi beban DFBK

ϕRn : kekuatan desain

Nilai tahanan nominal baut tersebut diperoleh berdasarkan tahanan-tahanan yang

direncanakan dalam menghitung kekuatan baut, yaitu :

1. Tahanan geser rencana

Hampir semua hubungan struktural baut harus dapat mencegah terjadinya

gerakan material yang disambung dalam arah tegak lurus terhadap panjang baut seperti

terlihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Baut yang mengalami geser tunggal

Pada kasus seperti ini, baut mengalami geser. Pada hubungan tumpang tindih

(lap joint) seperti ini, baut mempunyai kecenderungan untuk mengalami geser di

sepanjang bidang kontak tunggal antara kedua pelat yang disambung. Karena baut

menahan kecenderungan pelat-pelat saling menggelincir pada bidang kontak dan

karena baut mengalami geser pada satu bidang saja, maka baut tersebut mengalami

geser tunggal.

Pada hubungan lurus (butt joints) seperti terlihat pada Gambar 2.5, ada dua

bidang kontak sehingga baut memberikan tahanannya di sepanjang dua bidang

tersebut dan disebut geser rangkap.

Gambar 2.5 Baut yang mengalami geser rangkap

𝑃𝑢

𝑃𝑢 𝑃𝑢

𝑃𝑢 𝑃𝑢

Universitas Sumatera Utara

Page 34: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

17

Kapasitas pikul beban atau kekuatan desain sebuah baut yang mengalami geser

tunggal maupun rangkap sama dengan hasil kali antara jumlah bidang geser dengan

tegangan geser putus di seluruh luas bruto penampang melintangnya, sehingga (SNI

1729-2015) :

𝑅𝑛 = 𝐹𝑛𝑣𝐴𝑏 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.18)

Dengan 𝐹𝑛𝑣 : tegangan geser

:𝐴𝑏 : luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir

2. Tahanan tarik rencana

Sesuai dengan keadaan batas retak dalam tarik dan bentuk kegagalan yang terlihat

dalam Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Baut dalam keadaan tertarik

Kekuatan nominal Rn pada suatu penyambung dalam tarik adalah (SNI 1729-2015) :

𝑅𝑛=𝐹𝑛𝑡 𝐴𝑏 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . (2.19)

Dengan 𝐹𝑛𝑡 : tegangan tari baut tari baut (Mpa)

:𝐴𝑏 : luas bruto penampang baut

𝑃𝑢

Universitas Sumatera Utara

Page 35: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

18

Tabel 2.2 Kekuatan nominal pengencang dan bagian berulir

Sumber:SNI 1729-2015

3. Tahanan tumpu (desak) rencana

Kekuatan batas tumpu berkaitan dengan deformasi di sekitar lobang baut, seperti yang

terlihat pada Gambar 2.7. Kekuatan tumpu Rn merupakan gaya yang bekerja terhadap

sisi lobang yang akan memecah atau merobek pelat. Semakin besar jarak ujung L

diukur dari pusat lobang ke pinggiran, semakin kecil kemungkinan terjadinya robekan.

Gambar 2.7 Kegagalan tumpu

Kegagalan tumpu baut Kegagalan tumpu pelat

𝑃𝑢 𝑃𝑢 𝑃𝑢

Universitas Sumatera Utara

Page 36: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

19

Meskipun baut dalam suatu hubungan telah memadai dalam meneruskan beban

yang bekerja dengan mengalami geser, namun masih dapat gagal kecuali apabila

material yang disambung dapat meneruskan beban ke baut dengan baik. Distribusi

sesungguhnya mengenai tekanan tumpu pada material di sekeliling lobang tidak

diketahui sehingga luas kontak yang diambil adalah diameter nominal dikalikan

dengan tebal material yang disambung. Ini diambil dengan anggapan bahwa tekanan

merata terjadi pada luas segiempat.

Nilainya tergantung pada kondisi terlemah dari baut atau komponen pelat yang

disambung (SNI 1729-2015),dimana :

𝑅𝑛 = 2,4𝑑𝑏𝑡𝑝𝐹𝑢 … … … … … … … … … … … … … . . … … … … … … … . (2.20)

Dengan : 𝑑𝑏 : diameter baut pada daerah tak berulir

: 𝑡𝑝 : tebal pelat

: 𝑓𝑢 : kuat tarik putus terendah dari baut atau pelat

2.2.4 Kriteria Perencanaan

Dalam perencanaan baut, ada beberapa ketentuan mengenai tata letak/susunan baut

pada suatu sambungan, yaitu (SNI 1729-2015) :

2.2.4.1 Ukuran dan Penggunaan Lubang

Untuk menghindari banyaknya variasi,dibuat standarisasi SNI 1729-2015.

Ukuran dan bentuk lubang dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu standar, ukura lebih

(oversize), lubang oval dengan ruang bebas pendek (slot-pendek), dan lubang oval

dengan ruang bebas panjang (slot-panjang). Bentuk dan ukuran lubang baut sangat

penting dan menentukan kinerja sambungantipe geser. Adanya lubang yang besar dari

bautnya itulah yang meyebabkan terjadinya slip. Sehingga akan timbul dua mekanisme

kerja yang berbeda ,yaitu slip-kritis dan tumpu,pada baut yag sama.

Universitas Sumatera Utara

Page 37: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

20

Ukuran lubang maksimum untuk baut diberikan dalam Tabel 2.5 kecuali

lubang-lubang lebih besar,diisyaratkan toleransi pada lokasi batang angkur pada

pondasi beton,diperkenankan dalam detail dasar kolom

Lubang-lubang standar atau lubang slot-pendek yang tegak lurus terhadap arah

beban harus disediakan sesuai dengan ketentuan spesifikasi ini,kecuali lubang ukuran

berlebih,lubang slot pendek yang paralel terhadap beba atau lubang slot-panjang yang

disetujui oleh insinyur yang memiliki izin bekerja sebagai perencana.

Tabel 2.3 Dimensi lubang nominal

Sumber : SNI 1729-2015

2.2.4.2 Spasi minimum

Jarak antara pusat-pusat standar,ukuran-berlebihan,atau lubang-lubang slot

tidak boleh kurang dari 2 2/3 kali diameter nominal,d, dari pengencang; suatu jarak 3d

yag lebih disukai.Persyaratan spasi (s) tidak sekedar jaminan kekuatan,juga untuk

kemudahan pemasangan.

2.2.4.3 Jarak Jarak Tepi Minimum

Jarak dari pusat lubang standar ke suatu tepi dari suatu bagian yang disambung pada

setiap arah tidak boleh kurang dari nilai yang berlaku dari Tabel 2.6 atau seperti

diisyaratkan dalam pasal J3.10.Jarak dari pusat suatu ukuran berlebih atau lubang slot

ke suatu tepi dari suatu bagian yang disambung harus tidak kurang dari yang

diperlukan untuk suatu lubang standar ke suatu tepi dengan bagian yang disambung

ditambah penambah C2 yang berlaku dari tabel 2.7

Dimensi Lubang

Diameter Standar

Ukuran

Lebih Slot Pendek Slot-Panjang

Baut (Diameter) (Diameter)

(lebar x

panjang)

(Lebar x

Panjang

M16 18 20 18 x 20 18 x 40

M20 22 24 22 x 26 22 x 50

M22 24 28 24 x 30 24 x 55

M24 27 30 27 x 32 27 x 60

M27 30 35 30 x 37 30 x 67

M30 33 38 33 x 40 33 x 75

>M36 d+3 d+8 (d+3) x (d+10) (d+3) x 2,5d

Universitas Sumatera Utara

Page 38: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

21

Tabel 2.4 Jarak tepi minimum dari pusat lubang standar ke tepi

Diameter Baut (mm)

Jarak Tepi Minimum

(mm)

16 22

20 26

22 28

24 30

27 34

30 38

36 46

diatas 36 1,25 d

Sumber :SNI 1729-2015

Tabel 2.5 Nilai dari penambahan Jarak Tepi C2

Diameter Lubang- Lubang-Lubang Slot

Nominal dari Lubang- Sumbu Tegak Lurus Sumbu

Panjang

Pengencang Ukuran Terhadap Tepi Paralel

Terhadap

(mm) Berlebih Slot Pendek Slot

Panjang Tepi

≤ 22 2 3

0,75d 0 24 3 3

3 5

Sumber :SNI 1729-2015

2.2.5 Grup Baut Beban Eksentris

Resultan gaya geser sambungan baalok bekerja eksentrisitas terhadap titik

pusat baut-baut pelat badan. Meskipun termasuk sambungan baut tipe geser,tetapi

gaya geser yang diterima masin-masing baut tidak sama.Itu karena pengaruh momen

torsi dari eksentrisitasnya. Ada beberapa penyelesaian yang umum dipakai adalah cara

elastis. Jika itu digunakan untuk baut slip kritis,maka cara elastis akan memberi hasil

yang konservatif (Ibrahim 1995).

Universitas Sumatera Utara

Page 39: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

22

Gambar 2.8 Eksentrisitas baut

Langkah pertama penyelesaian gaya eksentrisitas kelompok baut tipe geser

adalah mengubah beban eksentrisitas menjadi dua komponen gaya konsentris (P) dan

momen torsi (M=P.e) yang bekerja di titik berat kelompok baut.

Selanjutnya gaya konsentris (P) akan bekerja pada kelompok baut sebagai gaya

geser yang merata,besarnya ΔPu=P/n. Adapun momen dianggap sebagai momen torsi

yang bekerja pada pusat berat penampang,yang tegangan tegangan gesernya dihitung

sebagai berikut.

𝑓𝑣 =𝑀𝑑

𝐽… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (2.21)

Dimana

d : jarak dari pusat berat grup baut ke baut yang ditinjau

J : momen inersia polar grup-baut terhadap pusat berat

Jika pengaruh torsi baut individu diabaikan,hanya luas geser baut,maka nilai J dapat

didejkati dengan 𝐴∑𝑑2.Gaya geser baut akibat mome torsi dapat dicari sebagai berikut

𝑅𝑢𝑖 = 𝐴𝑓𝑣 =𝑀𝑑

𝐴∑𝑑2=

𝑀𝑑

∑𝑑2… … … … … … … … … … … … … … … … … . . (2.22)

Akibat P konsentris

𝛥𝑃𝑢ℎ𝑖 =𝑃𝑥

𝑛… … … … … … … … … … … … … . . … … … … … … … … … … … (2.23)

𝛥𝑃𝑢𝑣𝑖 =𝑃𝑦

𝑛… … … … … … … … … … … … … … … … … . … … … … … … … … (2.24)

𝑃𝑢

Universitas Sumatera Utara

Page 40: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

23

Akibat M torsi

𝑅𝑢𝑥𝑖 = ∑𝑀𝑢 𝑥 𝑦1

∑𝑥2 + ∑𝑦2… … … … … … … … … … … . … … … … … … . (2.25)

𝑅𝑢𝑦𝑖 = ∑𝑀𝑢 𝑥 𝑥1

∑𝑥2 + ∑𝑦2… … … … … … … … … … … . … … … … … … . (2.26)

Gaya geser di baut (Pu) akibat gaya luar P eksentris adalah resultan gaya geser

semua komponen x dan y akibat gaya P konsentris (ΔPui) dan momen torsi (M=P.e)

terhadap titik berat grup baut Rui)

𝑅𝑢 = √[(𝑅𝑢𝑥𝑖 + ∆𝑃𝑢ℎ𝑖)2 + (𝑅𝑢𝑦𝑖 + ∆𝑃𝑢𝑣𝑖)2 … … … … … … (2.27)

Dengan cara elastis di atas,gaya geser masing-masing baut dapat

dievaluasi.Kapasitas sambungan ditentukan oleh kondisi ekstrim dari salah satu baut

yang telah mencapai batas kuat nominalnyanya. Itu juga berarti bahwa pada sambunga

pelat badan,akibat eksentrisitas beban,maka semua baut pada grup tersebut dapat

bekerja secara efektif.

2.3 Sambungan Pada Gelagar

Sambungan pada balok atau gelagar umumnya diklasifikasikan sebagai

sambungan lapangan. Sambungan balok atau gelagar biasanya diperlukan untuk

mengatasi keterbatasan panjang komponen struktural atau transportasi.Letak

sambungan pada bagian struktural sering ditentukan oleh kondisi pembebanan atau

resultan stress yang bekerja pada anggota dan dengan ukuran material yang tersedia..

Bidang sambungan diperlukan ketika bagian struktural menjadi terlalu panjang

diangkut dalam satu bagian dari pabrik ke lokasi konstruksi. Selain itu, peralatan yang

tersedia di lapangan juga dapat membatasi ukuran maksimum atau berat komponen

struktural. Keterbatasan semacam itu mungkin membutuhkan tambahan sambungan

pada gelagar atau balok

Girder yang ditinjau adalah balok lentur profil I dan bentang panjang sehingga

momen lebih dominan dibandingkan gaya geser. Untuk girder dengan profil I,maka

pelat sayap atas akan memikul ≥ 85% dari momen lentur dan pelat badan hampir

100% gaya geser. Oleh sebab itu untuk perencanaan sambungan dianggap momen

Universitas Sumatera Utara

Page 41: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

24

lentur akan dipikul oleh pelat sayap (resultan pada gaya sayap atas dan bawah sebagai

momen kopel,dan gaya geser pada keseluruhan pelat badan.Jadi pelat sambungan pada

sayap dan badan dipilih dan direncanakan untuk memikul gaya-gaya tersebut.Konsep

ini dianggap cukup konservatif dibandingan asumsi yang lain (Fisher-Struik 1974).

Prinsip kerja sistem sambungan balok telah dipahami,yang perlu dipertanyakan

adalah besar momen dan gaya geser rencana untu sambungan.Untuk struktur balok

,maka besarnya momen dan gaya geser tergantung dimana sambungan itu akan

dipasasang.Ketentuan J1.1 (AISC) hanya memberikan gambaran umum tentang

momen dan gaya geser rencana untuk sambungan,yatu atas dasar analisa struktur

terhadap beban-beban rencana,dan harus konsisten dengan metode konstruksi yang

dipilih.

Selain menetapkan besarnya momen,gaya geser rencana,dan lokasi

pemasangannya, AASHTO (2005) meminta detail sambungannya harus memenuhi

persyaratan berikut:

1. Bentuk sambungan selain praktis(mudah diaplikasikan), juga harus dibuat

simetri terhadap sumbu penampang.Ketentuan ini menyebabkan pelat untuk

sambungan pelat badan harus terdiri dari pelat ganda (pelat 2 sisi).

2. Profil balok yang disambung dianggap elemen terpisah:pelat sayap dan pelat

badan,juga dianggap kondisinya utuh(gross) tanpa lubang.Agar persyaratan

fatig tidak menentukan,pelat penyambung harus mempunya luasan minimal

sama atau lebih besar daripelat yang disambung.Tebal pelat ≥ 8 𝑚𝑚.

3. Sambungan pelat sayap atau pelat badan dengan baut,harus dipasang minimal

dua baris baut setiap sisinya .Alasannya untuk kemudahan pemasangan,dan

untuk menjaga stabilitas selama proses konstruksi berlangsung.

4. Semua sambungan baut mutu tinggi harus didesain berdasarkan mekanisme

slip-kritis.Ini karena struktur jembatan beresiko terhadap fatig.

Tidak ada ketentuan bahwa sambungan sayap harus terdiri dari pelat

ganda.Tetapi adanya syarat bahwa baut bekerja dengan mekanisme slip-kritisdan

luasan pelat sambung minimum sama atau lebih besar dari pelat yang disambung,maka

piliha yang menyebabkan kapasitas baut terhadap geser meningkat dua kali lipat ,yaitu

pelat ganda adalah pilihan yang rasional.

Universitas Sumatera Utara

Page 42: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

25

2.3.1 Sambungan Gelagar Web-Flnge

Sambungan pada gelagar terdiri dari :

1. Sambungan pada badan (“Web”)

2. Sambungan pada sayap (flange)

Gambar 2.9 Sambungan Web-Flange

Masing-masing pelat penyambung mempunyai fungsi sebagai berikut :

1. Pelat penyambung flens adalah pelat yang memikul momen yang terjadi pada flens

atau sayap.

2. Pelat penyambung badan adalah pelat yang memikul momen yang bekerja pada

badan di tambah dengan gaya lintang yang terjadi.

Jadi jika flens terputus, maka harus disambung dengan pelat penyambung flens

atau sayap yang mampu memikul momen flens. Dan jika badan terputus, maka harus

disambung dengan pelat penyambung badan yang mampu memikul momen badan.

Jadi pembagian momen yang bekerja adalah atas momen flens dan momen badan

dimana patokannya adalah :

𝑑2𝑦

𝑑𝑥2=

𝑀𝑝𝑟𝑜𝑓𝑖𝑙

𝐸𝐼𝑝𝑟𝑜𝑓𝑖𝑙=

𝑀𝑤𝑒𝑏

𝐸𝐼𝑤𝑒𝑏=

𝑀𝑓𝑙𝑒𝑛𝑠

𝐸𝐼𝑓𝑙𝑒𝑛𝑠… … … … … … … … … … … … … … (2.28)

Dari persamaan di atas dapat disimpulkan :

𝑀𝑤𝑒𝑏=

𝐼𝑤𝑒𝑏

𝐼𝑝𝑟𝑜𝑓𝑖𝑙 𝑥 𝑀𝑝𝑟𝑜𝑓𝑖𝑙 … … … . . … … … … … … … … … … … … … … (2.29)

𝑀𝑓𝑙𝑒𝑛𝑠 = 𝑀𝑝𝑟𝑜𝑓𝑖𝑙 − 𝑀𝑤𝑒𝑏 … … … … … … … … … … . … … … … … … … (2.30)

Pelat penyamung sayap

Pelat penyambung badan

Universitas Sumatera Utara

Page 43: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

26

Dimana untuk menentukan 𝐼𝑤𝑒𝑏 :

Gambar 2.10 Penampang Profil IWF

𝐼𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 =1

12 𝑥 𝑡𝑤 𝑥(ℎ − 2𝑡𝑓)3 … … … … … … … … … … … … … … . . (2.31)

Dimana 𝑡𝑤 = tebal badan

h = tinggi profil

𝑡𝑓 = tebal sayap

2.3.2 Macam – macam sambungan gelagar :

Sambungan pada gelagar terdiri atas 2 bagain yaitu :

a. Sambungan dibuat sekuat profil

b. Sambungan dibuat sekuat gaya yang bekerja di lokasi sambungan dimana gaya yang

dalam yang bekerja adalah Momen + Lintang

2.3.2.1 Sambungan Sekuat Profil

Sambungan sama kuat adalah sambungan yang dibuat sedemikian rupa

sehingga kekuatan alat penyambung sama dengan kekuatan profil yang disambung.

Dengan demikian, kekuatan sitem sambungan atau perhitungan sistem sambungan

tidak didasarkan pada gaya-gaya luar yang ada, tetapi berdasarkan dimensi profil

tempat sambunagan.

h

d 𝑡𝑤

b

𝑟1

ℎ𝑡

𝑡𝑓

Universitas Sumatera Utara

Page 44: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

27

Pada jenis sambungan ini kita harus menentukan terlebih dahulu momen

maksimum dan lintang maksimum yang dapat dipikul profil kemudian berdasarkan

hasil tersebut kita dapat merencanakan sambungan jenis ini. Keuntungan dari

sambungan sekuat profil ini adalah bahwa sambungan dapat diletakkan dimana saja

pada bentang balok .Kerugian dari sambungan sekuat profil ini adalah bahwa

sambungan ini tidak ekonomis dan cenderung mahal.

2.3.2.2 Sambungan Sekuat Gaya yang Bekerja

Berbeda dengan sambungan sekuat profil, pada sambungan sekuat gaya yang

bekerja ini kita terlebih dahulu merencanakan letak atau lokasi sambungan yang kita

inginkan kemudian kita menghitung Momen + Lintang yang bekerja pada lokasi

sambungan yang kita inginkan tersebut.

Keuntungan dari sambungan sekuat gaya yang bekerja ini adalah bahwa

sambungan jenis ini ekonomis.Kerugian dari sambungan sekuat gaya yang bekerja ini

adalah bahwa sambungan tidak dapat kita pasang atau tempatkan dimana saja,

sambungan hanya boleh dipasang di lokasi dimana Momen + Lintang yang direncakan

untuk perhitungan sambungan tersebut.

2.3.3 Merencanakan Pelat Penyambung dan Jumlah Baut

2.3.3.1 Pelat penyambung flens

Momen flens akan dilawan oleh momen kopel yang ditimbulkan oleh gaya P yang

bekerja pada flens atas dan bawah. Dimana lengan momen adalah h’

Gambar 2.11 Momen pada bagian ayap

𝑇𝑢

𝑇𝑢 𝑇𝑢

𝑇𝑢

𝑀𝑓𝑙𝑒𝑛𝑠

𝑀𝑓𝑙𝑒𝑛𝑠 𝑀𝑓𝑙𝑒𝑛𝑠

𝑀𝑓𝑙𝑒𝑛𝑠

Universitas Sumatera Utara

Page 45: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

28

𝑇𝑢 =𝑀𝑓𝑙𝑒𝑛𝑠

ℎ′… … … … … … … … … … … … … … … … … (2.32)

Menentukan besarnya h’ :

Jika akan dihitung h’ adalah jarak antara titik berat diagram tegangan (trapesium) dan

karena tebal pelat penyambung (t) kecil maka boleh dianggap titik berat diagram

tegangan tersebut ada di tengah-tengah.

Sehingga h’ = h + t

Luas penampang netto pelat penyambung flens dapat dihitung dengan menggunakan

rumus :

𝐴𝑛 =𝑇𝑢

𝐹𝑢 … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.33)

Dimana : Fu = tegangan tarik izin pelat (MPa)

Menghitung daya pikul baut kekuatan pikul geser,kekuatan pikul tarik dan kekuatan

pikul tumpu sesuai SNI 1729-2015.Nilai kekuatan terendah yang digunakan untuk

menentukan jumlah baut yang akan digunakan dalam sambungan.

Sehingga jumlah baut (n) =𝑇𝑢

𝜙𝑅𝑛..........................................(2.34)

2.3.3.2 Pelat penyambung badan :

Untuk pelat penyambung badan direncanakan badan pada sambungan memikul

momen dan lintang.

Gambar 2.12 Pelat penyambung badan

ℎ𝑝

Universitas Sumatera Utara

Page 46: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

29

Perhitungan jumlah baut pada badan:

a.Untuk tipe sambungan yang dibuat sekuat profil

Gambar 2.13 Momen pada pelat penyambung badan

Untuk perhitungan jumlah baut pada sambungan ini gaya lintang D tidak perlu

di tinjau lagi, jadi pelat penyambung badan hanya memikul momen badan

saja.Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan kekuatan baut seperti halnya pada

sayap.

b.Untuk tipe sambungan yang tidak sama kuat

Gambar 2.14 Eksentrisitas Sambungan

Untuk Sambungan di badan dibuat berdasarkan M (Momen) dan D (lintang) yang

bekerja, dimana D (gaya lintang) dipindahkan ke titik berat pola baut sehingga

menimbulkan momen tambahan atau momen sekunder sebesar :

∆𝑀 = 𝐷 𝑥 𝑒 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.35)

Dimana e merupakan eksentrisitas sambungan,sehingga momen yang bekerja pada

titik berat pola baut sebesar :

∑𝑀𝑢 𝑤𝑒𝑏 = ∆𝑀 + 𝑀𝑤𝑒𝑏 ……………………………………………………………………… (2.36)

𝑀 𝑤𝑒𝑏 𝑀 𝑤𝑒𝑏

𝛥𝑀𝑢 𝛥𝑀𝑢

𝑉𝑢

e e l l

Universitas Sumatera Utara

Page 47: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

30

2.4 ANSYS

Metode elemen hingga merupakan salah satu metode numerik yang dapat

digunakan untuk menyelesaikan masalah struktural, termal dan elektromagnetik.

dalam metode ini seluruh masalah yang kompleks seperti variasi bentuk, kondisi

batas dan beban diselesaikan dengan metode pendekatan. karena keanekaragaman

dan fleksibilitas sebagai perangkat analisis, metode ini mendapat perhatian dalam

dunia teknik.

Metode elemen hingga adalah suatu alat numerik yang digunakan dalam

menyelesaikan masalah teknik seperti persamaan diferensial dan integral dengan

metode pendekatan. Metoda itu mula-mula dikembangkan untuk mempelajari

tentang struktur dan tekanan (Clough 1960) dan kemudian berkembang pada masalah

mekanika kontinu (Zienkiewicz dan Cheung 1965).

ANSYS adalah program paket yang dapat memodelkan elemen hingga untuk

menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan mekanika, termasuk di dalamnya

masalah statik, dinamik, analisis struktural (baik linier maupun nonlinier), masalah

perpindahan panas, masalah fluida dan juga masalah yang berhubungan dengan

akustik dan elektromagnetik.

Gambar 2.15 ANSYS

ANSYS merupakan aplikasi desain yang digunakan dan diakui secara

Internasional untuk mensimulasikan Finite Element Model dan Analisis guma

memudahkan pemilik proyek, insinyur, dan design engineer untuk secara cepat

membangun model penuh berdasarkan kebutuhan proyek.

Universitas Sumatera Utara

Page 48: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

31

ANSYS merupakan salah satu software yang digunakan untuk menganalisis

berbagai macam struktur, aliran fluida, dan perpindahan panas dari beberapa

software analisisis yang lain yaitu Nastran, CATIA, Fluent, dan yang lain. Ada tiga

analisis utama yang dibahas pada buku ini yaitu analisis struktur, aliran fluida, dan

perpindahan panas yang sangat sering dijumpai dalam keilmuteknikan.

Elemen-elemen yang bisa dieksekusi dengan ANSYS dalam bidang

struktural yaitu :

a) Link

Elemen link secara umum dapat dipakai di beberapa jenis permasalahan struktur yang

dimodelkan seperti garis. Salah satunya yaitu batang dan pegas.

b) Beam

Elemen beam dapat menyelesaikan permasalahan struktur yang dimodelkan seperti

balok. Elemen ini dapat menerima tarik, tekan, dan tekuk.

c) Solid

Elemen solid digunakan untuk permodelan tiga dimensi struktur pejal. Elemen ini

memiliki plastisitas, susut, rangkak, kekakuan, defleksi dan regangan.

d) Pipe

Elemen pipe ini memiliki karakter tekuk, tekan, torsi, dan tekuk.

e) Shell

Elemen shell dapat mencari translasi dan rotasi ke semua arah. Elemen ini berbentuk

seperti lapisan-lapisan sehingga cocok untuk menganalisis komposit.

Penyajian materi dilakukan secara bertahap yaitu mulai dari menggambar

benda (objek) sampai dilakukannya penganalisisan dan diperoleh hasilnya. Secara

umum penyelesaian elemen hingga menggunakan ANSYS dapat dibagi menjadi tiga

tahap, yaitu :

1. Preprocessing (Pendefinisian Masalah)

Masalah adalah bagian terpenting dalam suatu proses riset, karena masalah

dapat menghadirkan petunjuk berupa jenis informasi atau defenisi yang nantinya akan

sangat kita butuhkan. Jika diartikan kedalam bahasa indonesia Pre- artinya sebelum

dan Processor- artinya pemroses. Preprocessing merupakan tahapan awal dalam

mengolah data input sebelum memasuki proses tahapan utama.

Universitas Sumatera Utara

Page 49: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

32

Pada tahap pertama ini, dilakukan pendefinisian dari objek yang nantinya akan

diproses pada tahap selanjutnya. Langkah umum dalam preprocessing terdiri dari :

(i) mendefinisikan keypoint/lines/areas/volume dari objek, Dalam hal ini,

pendefinisian diatas harus dilakukan setelah dilakukannya pemodelan terlebih

dahulu. Pemodelan merupakan proses menggambar ataupun mengimport

gambar benda atau objek yang akan didefinisikan kedalam lembar kerja.

(ii) mendefinisikan tipe elemen dan bahan yang digunakan/sifat geometric dari

objek, dan

(iii) mendefinisikan mesh lines/areas/volumes sebagaimana dibutuhkan. Jumlah

detil yang dibutuhkan akan tergantung pada dimensi daerah yang dianalisis,

ie.,1D, 2D, axisymetric dan 3D.

2. Solution / Assigning Loads, Constraints, and Solving

Pemecahan masalah adalah suatu proses terencana yang perlu dilaksanakan agar

memperoleh penyelesaian tertentu dari sebuah masalah yang mungkin tidak didapat

dengan segera (Saad & Ghani, 2008:120). Pada tahap ini, perlu dilakukan

penentuan beban, model pembebanan (titik atau luasan), constraints (translasi dan

rotasi) dan kemudian menyelesaikan hasil persamaan yang telah diset pada objek.

3. Postprocessing/ Further Processing and Viewing of The Results

Postprocessing adalah langkah akhir dalam suatu analisis berupa visualisasi yang

memungkinkan penganalisis untuk mengeksplor data. Hal yang dilakukan pada

langkah ini adalah mengorganisasi dan menginterpretasi data hasil simulasi yang

bisa berupa gambar, kurva, dan animasi. Dalam bagian ini pengguna mungkin dapat

melihat :

(i) daftar pergeseran nodal,

(ii) gaya elemen dan momentum,

(iii) plot deflection dan

(iv) diagram kontur tegangan (stress) atau pemetaan suhu.

Universitas Sumatera Utara

Page 50: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

33

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Umum

Penelitian ini merupakan membandingkan tegangan yang tejadi pada baut

dengan cara analitis atau perhitungan manual dan dengan menggunakan program

ANSYS.Tegangan baut yang akan diteliti pada tugas akhir ini adalah pada sambungan

web-flange pada balok sederhana. Dengan menggunakan program ANSYS akan

diperoleh tegangan aktual yang terjadi pada masing-masing baut di sambungan.

Pada percobaan ini,akan dilakukan kontrol sambugan terlebih dahulu melalui

perhitungan dengan cara analitis..Kemudian setelah dari perhitungan analitis

sambungan gelagar baja dianggap telah memenuhi persyaratan aman maka akan

dilakukan simulasi dengan menggunakan program ANSYS.

Flowchart peenelitian

Mulai

Study Literatur

Pemodelan 3D FEM dengan Autocad

Analisa dengan Program ANSYS

Kontrol sambungan dengan cara analitis

Hasil Analisa dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Universitas Sumatera Utara

Page 51: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

34

3.2 Studi Literatur

Metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah studi literatur

dengan mengumpulkan data-data dan keterangan tentang teori umum sambungan

pada struktur baja , metode analisis sambungan baut , peraturan-peratuan yang

mengatur tentang perencanaan sambungan baut dan keterangan lain yang berkaitan

tentang pembahasan tugas akhir ini, serta masukan-masukan dari dosen pembimbing.

Selain itu juga akan dilakukan analisis dengan metode numerik dengan elemen hingga

. Studi penganalisaan struktur dilakukan secara analitis dan program komputer.

Pemodelan konfigurasi sambungan dilakukan pada program AutoCad dan proses

penganalisaan sambungan dilakukan dengan bantuan program ANSYS Workbench

14.5.

3.3 Kontrol Sambungan dengan Cara Analitis

3.3.1 Kontrol Kekuatan Balok

a. Kekuatan Lentur Balok

Kekuatan lentur desain harus dilakukan sesuai dengan persamaan SNI 1729-2015

Pasal F1 :

𝑀𝑢 ≤ 𝜙𝑏𝑀𝑛 … … … … … … … … . . … … … … … … … … … … (3.1)

Keterangan :

Mu : kekuatan perlu menggunakan kombinasi beban DFBK

Mn : kekuatan nominal

ϕb : faktor ketahanan lentur

ϕMn : kekuatan desain

Komponen struktur profil I kompak simetris ganda dan kanal melengkung di sumbu

mayor

1.Pelelehan

𝑀𝑛 = 𝑀𝑝 = 𝐹𝑦 𝑍𝑥 ........................................................... (3.2)

Keterangan

𝑀𝑛 : tegangan leleh minimum yang diisyaratkan dari tipe baja

yang digunakan (MPa)

𝑍𝑋 : modulus penampang plastis (𝑚𝑚3)

Universitas Sumatera Utara

Page 52: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

35

b. Kekuatan Geser Balok

Kekuatan geser desain harus dilakukan sesuai dengan persamaan SNI 1729-2015

Pasal G1 :

𝑉𝑢 ≤ 𝛷𝑣𝑉𝑛 … … … … … … … … … … … . . … … … … … … … … … … (3.3)

Keterangan :

Vu : kekuatan perlu menggunakan kombinasi beban DFBK

Vn : kekuatan nominal

ϕv : faktor ketahanan geser

ϕVn : kekuatan desain

Komponen badan dengan badan tidak diperkaku atau diperkaku kekuatan geser desain:

𝑉𝑛 = 0,6 𝐹𝑦 𝐴𝑤 𝐶𝑣 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . (3.4)

Keterangan :

Vn : kekuatan nominal

Fy : tegangan leleh material

Aw : luas penampang badan

Cv : koefisien geser badan

Untuk komponen struktur profil-I canai panas dengan ℎ 𝑡𝑤⁄ ≤ 2,24 √𝐸

𝐹𝑦⁄ , Cv =1

3.3.2 Kekuatan Baut

Desain kekuatan berdasarkan Desain Faktor Beban dan Ketahanan (DFBK)

sesuai persyaratan SNI 1729-2015 harus memenuhi persyaratan :

𝑅𝑢 ≤ 𝜙𝑅𝑛 … … . . … … … … … … … … … … … … … … … … . (3.5)

dimana :

ϕ = faktor ketahanan baut, yaitu 0,75

Rn = kekuatan nominal baut,

Ru = kekuatan perlu menggunakan kombinasi beban DFBK

ϕ Rn = kekuatan desain

Universitas Sumatera Utara

Page 53: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

36

3.3.2.1 Kekuatan Geser dari Baut

Kapasitas pikul beban atau kekuatan desain sebuah baut yang mengalami geser

tunggal maupun rangkap sama dengan hasil kali antara jumlah bidang geser dengan

tegangan geser putus di seluruh luas bruto penampang melintangnya,sehingga

(SNI 1729-2015) :

𝑅𝑛 = 𝐹𝑛𝑣 𝐴𝑏 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (3.6)

Dengan 𝐹𝑛𝑣 = tegangan geser

:𝐴𝑏 = luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir

3.3.2.2 Kekuatan Tarik dari Baut

Kekuatan nominal Rn pada suatu penyambung dalam tarik adalah (SNI 1729-2015) :

𝑅𝑛=𝐹𝑛𝑡𝐴𝑏 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . (3.7)

Dengan : 𝐹𝑛𝑡 = tegangan tari baut tari baut (Mpa)

:𝐴𝑏 = luas bruto penampang baut

3.3.2.3 Kekuatan Tumpuan Pada Lubang-Lubang Baut

Nilai kekuatan tumpu pada luba-lubang baut tergantung pada kondisi terlemah

dari baut atau komponen pelat yang disambung (SNI 03-1729-015),dimana :

𝑅𝑛 = 2,4 𝑑𝑏𝑡𝑝𝑓𝑢 … … … … … … … … … … … … … . . … … … … … … … … . (3.8)

Dengan 𝑑𝑏 : diameter baut pada daerah tak berulir

𝑡𝑝 : tebal pelat

𝑓𝑢 : kuat tarik putus terendah dari baut atau pelat

Universitas Sumatera Utara

Page 54: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

37

3.4 Perencanaan Sambungan Web-Flange Gelagar

Pembagian momen yang bekerja adalah atas momen flens dan momen badan

dimana patokannya adalah :

𝑑2𝑦

𝑑𝑥2=

𝑀𝑝𝑟𝑜𝑓𝑖𝑙

𝐸𝐼𝑝𝑟𝑜𝑓𝑖𝑙=

𝑀𝑓𝑙𝑒𝑛𝑠

𝐸𝐼𝑓𝑙𝑒𝑛𝑠=

𝑀𝑤𝑒𝑏

𝐸𝐼𝑤𝑒𝑏… … … … … … … … … … … … (3.9)

Dari persamaan di atas dapat disimpulkan :

𝑀𝑤𝑒𝑏=

𝐼𝑤𝑒𝑏

𝐼𝑝𝑟𝑜𝑓𝑖𝑙 𝑥 𝑀𝑝𝑟𝑜𝑓𝑖𝑙 … … … … … … … … … … … … … … … … (3.10)

𝑀𝑓𝑙𝑒𝑛𝑠 = 𝑀𝑝𝑟𝑜𝑓𝑖𝑙 − 𝑀𝑤𝑒𝑏 … … … … … … … … … … … … … … … (3.11)

Dimana untuk menentukan 𝐼𝑤𝑒𝑏 :

𝐼𝑤𝑒𝑏 =1

12 𝑥 𝑡𝑤 𝑥(ℎ − 2𝑡𝑓)3 … … … … . . (3.12)

Dimana 𝑡𝑤 = tebal badan

h = tinggi profil

𝑡𝑓 = tebal sayap

3.4.1 Sambugan Sayap (Flange)

Sambungan flens dapat direncanakan secara konservatif dengan

mengasumsikan bahwa sambungan memindahkan momen di bagian

sayap.Sambungan sayap momen yang dipikul sayap dijadikan sepasang gaya kopel

sehingga sambungan pada sayap menerima beban geser sentris sebesar gaya kopel

tersebut. Baut di setiap flens harus menahan gaya di flange.Gaya yang ditahan pada

sayap dapat dihitung atau diperkirakan dengan persamaan :

𝑇𝑢 =𝑀𝑓

ℎ′… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (3.13)

Keterangan

Mf = Momen yang bekerja pada sayap

h’ = tinggi profil + tebal pela

Universitas Sumatera Utara

Page 55: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

38

3.4.2 Sambungan Badan (Web)

Untuk Sambungan di badan dibuat berdasarkan M (Momen) dan D (lintang)

yang bekerja, dimana D (gaya lintang) dipindahkan ke titik berat pola baut sehingga

menimbulkan momen tambahan atau momen sekunder sebesar :

∆𝑀 = 𝐷 𝑥 𝑒 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . (3.14)

Dimana e merupakan eksentrisitas sambungan,sehingga momen yang bekerja pada

titik berat pola baut sebesar :

∑𝑀𝑢 = ∆𝑀 + 𝑀𝑤𝑒𝑏 … … … … … … … … … … … … … … … … . . (3.15)

Gaya pada masing-masing baut badan akibat momen dihitung sebagai berikut :

Gaya arah x:

𝑅𝑢 𝑥𝑖 = ∑𝑀𝑢 𝑥 𝑦1

∑𝑥2 + ∑𝑦2… … … … … … … … … … … . … … … … … … . (3.16)

Gaya arah y :

𝑅𝑢 𝑦𝑖 = ∑𝑀𝑢 𝑥 𝑥1

∑𝑥2 + ∑𝑦2… … … … … … … … … … … … … … … … … (3.17)

Akibat P konsentris

𝛥𝑃𝑢ℎ𝑖 =𝑃𝑥

𝑛… … … … … … … … … … … … … . . … … … … … … … … … … … (2.18)

𝛥𝑃𝑢𝑣𝑖 =𝑃𝑦

𝑛… … … … … … … … … … … … … … … … … . … … … … … … … … (2.19)

Resultan gaya pada baut badan :

𝑅𝑢𝑖 = √[(𝑅𝑢𝑥𝑖 + ∆𝑃𝑢ℎ𝑖)2 + (𝑅𝑢𝑦𝑖 + ∆𝑃𝑢𝑣𝑖)

2 … … … … … … (3.20)

3.5 Analisa Sambungan Baut dengan Program ANSYS

Penyajian materi dilakukan secara bertahap yaitu mulai dari menggambar

benda (objek) sampai dilakukannya penganalisisan dan diperoleh hasilnya. Secara

umum penyelesaian elemen hingga menggunakan ANSYS dapat dibagi menjadi tiga

tahap, yaitu

1. Preprocessing ( Pendefisian Masalah)

2. Solution / Assigning Loads , Constrain , dan Solving

3. Porsprocessing / further Processing and viewing of the Results

Universitas Sumatera Utara

Page 56: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

39

Langkah awal yang harus dilakukan adalah membuat gambar pemodelan

dari sambungan tersebut.Dari perhitungan manual akan diperoleh geometri dari

sambungan.Data yang geometri dari sambungan tersebut akan digambarkan

dengan menggunakan aplikasi Autocad 2017.

Gambar 3.1 Sambungan web-flange balok

Model sambungan yag telah dibuat dari AutoCad 2017 di export dalam

bentuk format iges. agar dapat dibaca oleh program ANSYS ketika diimport.

3.5.1 Preprocessing ( Pendefinisian Masalah )

Masalah adalah bagian terpenting dalam suatu proses riset, karena masalah

dapat menghadirkan petunjuk berupa jenis informasi atau defenisi yang nantinya akan

sangat kita butuhkan. Jika diartikan kedalam bahasa indonesia Pre- artinya sebelum

dan Processor- artinya pemproses. Preprocessing merupakan tahapan awal dalam

mengolah data input sebelum memasuki proses tahapan utama.

Langkah-langkah utama untuk proses Preprocessing (pendefinisian masalah)

adalah :

1. Pemilihan Metode Analisis Sistem

Dalam tahap ini peneliti menggunakan metode static structural. Adapun

pemilihan metode ini dikarenakan pemodelan yang disimulasikan ialah bagian sruktur

yang menerima pembebanan statis.

Universitas Sumatera Utara

Page 57: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

40

Gambar 3.2 Metode analisis Static Structural

2. Input Engineering Data

Dari perencanaan sambungan akan ditentukan karakteristik dari bahan yang

akan digunakan.Data-data material yang digunakan seperti Modulus Elastisitas ,

Poisson Ratio , Tensile Yield Strength , Ultimate Tensile Yield Strength dan lain

sebagainya dapat dilihat pada perhitungan dan data-data yang dihitung pada

perhitunganmanual.

Universitas Sumatera Utara

Page 58: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

41

Gambar 3.3 Tampilan Tools Engineering Data

3.Input Geometri

Pemodelan sambungan yang telah digambarkan pada Autocad diexport ke

format iges.Hasil dari pemodelan sambungan tersebut diimport ke ANSYS. Setelah

pemodelan berhasil diinput , mendeklarasikan nama-nama bagian part/bodies pada

model simulasi.Pendeklarasian nama bagian dari part/bodies bertujuan agar pada saat

assignment material dan pengaturan kontak pada sambungan lebih mudah.

Gambar 3.4 Pemodelan Sambungan pada Software ANSYS V14.5

Universitas Sumatera Utara

Page 59: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

42

4.Assignment Material

Pada tahap ini melakukan control terhadap pemilihan sifat material yang

digunakan pada proses pemodelan. Dimana material yang digunakan datanya sudah di

input pada proses pengaturan Engineering Data sebelumnya.

5.Membuat Kontak Elemen

Dalam program ANSYS Workbench, kontak yang dibuat menggunakan Connection.

Pada Contact Wizard, tentukan area atau surface yang akan menjadi Target dan

Contact. Pada Contact Properties, tentukan tipe kontak dan properties lainnya yang

sesuai dengan perilaku yang diinginkan.

Gambar 3.5 Contact Element

6.Meshing Control

Proses Meshing adalah proses pembagian geometri pada model menjadi elemen-

elemen yang lebih sederhana. Penentuan ukuran dan bentuk meshing yang digunakan

akan menentukan hasil yang semakin detail pada masalah yang akan diselesaikan oleh

program ANSYS. Semakin kecil nilai dari meshing kita buat dalam program ANSYS

maka hasil yang akan diperoleh akan semakin akurat.

Universitas Sumatera Utara

Page 60: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

43

Gambar 3.6 Meshing Pada Pemodelan Sambungan Baut

3.5.2 Solution / Assigning Loads, Constraints, and Solving

Pemecahan masalah adalah suatu proses terencana yang perlu dilaksanakan

agar memperoleh penyelesaian tertentu dari sebuah masalah yang mungkin tidak

didapat dengan segera (Saad & Ghani, 2008:120). Pada tahap ini, perlu dilakukan

penentuan beban, model pembebanan (titik atau luasan), constraints (translasi dan

rotasi) dan kemudian menyelesaikan hasil persamaan yang telah diset pada objek.

Menginput pembebanan yang terjadi pada sambungan serta mengatur besar

dan arah pembebanan yang tarjadi. Pemberian pembeban pada sambungan diberikan

pada permukaan profil IWF , dimana arah pembebanan tegak lurus dengan sumbu.

Pada tahap ini penulis juga menentukan tumpuan dari pemodelan , dimana pada

penelitian ini tumpuan ditentukan pada ujung-ujung sambungan dengan jenis sendi-

rol. Tumpuan sendi-rol dimodelkan dengan fixed support untuk sendi dan

displacement untuk rol (sumbu x = free).

Universitas Sumatera Utara

Page 61: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

44

Gambar 3.7 Pemberian perletakan dan beban pada sambungan

3.5.3 Post Processing / Further Processing and Viewing of The Result

Postprocessing adalah langkah akhir dalam suatu analisis berupa visualisasi

yang memungkinkan penganalisis untuk mengeksplor data. Hal yang dilakukan pada

langkah ini adalah mengorganisasi dan menginterpretasi data hasil simulasi yang bisa

berupa gambar, kurva, dan animasi.

Pada bagian ini penulis menentukan solusi apa yang akan dihasilkan pada

proses simulasi yang dilakukan. Dalam tahap ini penulis mengeksplor besarya

perpindahan ( deformation ) yang terjadi pada sambungan khususnya pada baut

penyambung , dalam hal ini perpindahan yang ditinjau adalah yang terjadi pada sumbu

X .Selain perpindahan ( deformation ) pada baut penyambung , penulis juga

mengesplor besarya tegangan geser ( shear stress ) yang terjadi pada setiap baut.

Universitas Sumatera Utara

Page 62: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

45

Gambar 3.8 Tegangan yang terjadi pada Baut

Gambar 3.9 Deformasi yang terjadi pada Baut

Universitas Sumatera Utara

Page 63: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

46

BAB 4

PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Kontrol Dimensi Balok

Profil kiri P = 15 t Profil kanan

2 m 2 m

Gambar 4.1 Perletakan dan Pembebanan Balok

Diasumsikan terdapat kekangan lateral yang cukup pada bagian flens tekan profil.

P = 15 t = 150000 N

L = 4 m = 4000 mm

L1 = 2 m = 2000 mm

L2 = 2 m = 2000 mm

1.Menghitung Reaksi Tumpuan

∑MA = 0

−RB L + P (L1) = 0

−RB 4000 mm + 150000 N 2000 mm = 0

RB = 75000 N

RB = RA = 75000 N

2. Menghitung Gaya-Gaya Dalam

MA = 0

MB = 0

MC = Mmaks = RA x L1

= 75000 x 2000

= 150000000 Nmm

Dac = D max = 75000 N

Mu = Mmax =150000000 Nmm

Vu = D max = 75000 N

Universitas Sumatera Utara

Page 64: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

47

Digunakan Baja BJ37 Profil IWF 400 x 200 x 8 x 13

Fy = 240 MPa

Fu = 370 MPa

qu = 0,66 N

mm2

h = 400 mm

b = 200 mm

tw = 8 mm

tf = 13 mm

𝑟1 = 16 mm

A = 8410 mm2

Ix =237000000 mm4

Iy = 17400000 mm4

rx = 168 mm

ry = 45.4 mm

Sx = 1190000 mm3

Sy = 174000 mm3

3.Periksa syarat kelangsingan profil

Cek kelangsingan sayap

λ =b

2tf=

200

2 x 13= 7,6923

λ𝑝 = 0,38√E

Fy = 0,38√

200000

240= 10,7480

λ𝑟 = 1,0√E

Fy = 1,0√

200000

250= 28,2842

Karena λ < λ𝑝 maka penampang termasuk penampang kompak

Cek kelangsingan badan

λ =hw

tw=

ℎ − 2(𝑡𝑓 + 𝑟1)

𝑡𝑤=

400 − 2(13 + 16,8)

8= 41,55

λ𝑝 = 3,76√E

Fy = 3,76√

200000

250= 106,3489

𝑡𝑓

h d

𝑡𝑤

b

𝑟1

ℎ𝑡

Gambar 4.2 Profil IWF

Universitas Sumatera Utara

Page 65: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

48

λ𝑟 = 5,70√E

Fy = 5,70√

200000

250= 161,2203

Karena λ < λ𝑝 maka penampang termasuk penampang kompak

4. Kontrol Kekuatan Lentur

Kuat lentur akibat pelelehan material

Mn = Mp = Zx Fy

Zx = [2 x(bxtf)x (1

2x ht) + [2x (

h

2− tf) x tw x (

h

2− tf) / 2]

Z𝑥 = [2 x(200x13)x (1

2x387) + [2x (

400

2− 13) x 8 x (

400

2− 13) / 2]

Z𝑥 = 1285952 mm2

Maka diperoleh:

Mn = Mp = Zx Fy

Mn = 1285952 x 240

Mn = 308628480 Nmm

ϕbMn = 0,9 x 308628480 Nmm = 277765632 Nmm

Kontrol momen yang terjadi pada balok dengan momen akibat pelelehan

M 𝑢 < ϕbMn

150000000 Nmm < 277765632 Nmm .......... AMAN

5. Kontrol Kuat Geser

Kuat geser nominal geser profil

Vn = 0,6 Fy Aw

Aw = hw x tw

Aw = 374 mm x 8 mm = 2992 mm2

Vn = 0,6 x 240 x 2992 = 430848 N

ϕvV𝑛 = 0,9 x 430848 N = 387763,2 N

Gaya geser maksimal yang terjadi di tumpuan (𝑉𝑢 = DAC)= 75000 N

Kontrol gaya lintang yang terjadi pada balok dengan kuat geser profil

V 𝑢 < ϕv𝑉𝑛

75000 N < 387763,2 N ..............................................AMAN

Universitas Sumatera Utara

Page 66: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

49

4.2 Kontrol Desain Sambungan (Momen Terbagi di Sayap dan Badan)

P= 15 t

Profil Kiri Profil kanan

Gambar 4.3 Perletakan dan pembebanan sambungan

P = 15 t = 150000 N

L = 4 m = 4000 mm

L1 = 2 m = 2000 mm

L2 = 2 m = 2000 mm

Profil yang digunakan Profil IWF 400 x 200 x 8 x 13

Fy = 240 MPa

Fu = 370 MPa

qu = 0,66 N

mm2

h = 400 mm

b = 200 mm

tw = 8 mm

tf = 13 mm

r1 = 16 mm

A = 8410 mm2

Ix =237000000 mm4

Iy = 17400000 mm4

rx = 168 mm

ry = 45.4 mm

Sx = 1190000 mm3

Sy = 174000 mm3

4 m

2 m 2 m

Universitas Sumatera Utara

Page 67: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

50

1.Menghitung Reaksi Tumpuan

∑MA = 0

−RB L + P (L1) + 1

2qu(L)2 = 0

−RB 4000 mm + P 3000 mm +1

20,66

N

mm(4000 mm)2 = 0

RB 4000 mm = 150000 N 2000 mm + 5280000 N mm

RB = 76320 N

RB = RA = 76320 N

2. Menghitung gaya-gaya dalam yang bekerja pada sambungan

Momen di sambungan

MC = RA x(L1) −1

2qu(L1)2

MC = 76320 N (2000 mm) −1

2 x 0,66 (2000)2

MC = 151320000 Nmm

Gaya lintang di sambungan

Dc = RA=76320 N

Maka, gaya-gaya pada sambungan

Mu = Mc = 151320000 Nmm

Vu = Dc = 76320 N

e = 90 mm

3. Pembagian Beban Momen

Asumsi momen yang terjadi pada sayap dan badan sebanding dengan inersia

𝑀𝑝𝑟𝑜𝑓𝑖𝑙

𝐼𝑝𝑟𝑜𝑓𝑖𝑙=

𝑀𝑓𝑙𝑒𝑛𝑠

𝐼𝑓𝑙𝑒𝑛𝑠=

𝑀𝑤𝑒𝑏

𝐼𝑤𝑒𝑏

𝐼𝑥 𝑒𝑏 = 1

12 x tw x (ht − 2tf)

3

= 1

12 x 8 x (400 − 2 x 13)3 = 34875749 mm4

𝑀𝑢 𝑤𝑒𝑏 =𝐼𝑥 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛

𝐼𝑥 𝑝𝑟𝑜𝑓𝑖𝑙 x Mc

= 34875749

237000000 x151320000 Nmm

= 22267503,75 Nmm

Universitas Sumatera Utara

Page 68: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

51

𝑀𝑢 𝑓𝑙𝑒𝑛𝑠 = 𝑀𝑢 − 𝑀𝑢 𝑤𝑒𝑏

= 151320000 Nmm − 22267503,75 Nmm

= 129052496,2 Nmm

4.2.1 Kontrol Sambungan Sayap

Direncanakan menggunakan baut A-325 ulir tidak di bidang geser

d = 16 mm

d1 = 18 mm

fnv = 457 MPa

fnt = 620 MPa

ns = 1

fy = 240 MPa

fup = 370 MPa

tpf = 13 mm

nf = 6 buah

lp = 220 mm

𝐴𝑏 = 1

4πd2 =

1

43,14 162 = 200,96 mm2

Syarat jarak baut:

pelat

Gambar 4.4 Jarak antarbaut pelat penyambung sayap

1,5d < S1 < (4tp +100 mm) atau 200 mm

S1 yang digunakan 30 mm ,45 mm dan 60 mm (memenuhi persyaratan)

3d < S < 15 tp atau 200 mm

S yang digunakan 90 mm dan 100 (memenuhi persyaratan

30

90

0

90

0

100

60

0

60

0

45

00

Universitas Sumatera Utara

Page 69: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

52

Perhitungan jumlah baut yang digunakan pada bagian sayap

a. Perhitungan Kekuatan Baut

1. Kekuatan Geser Baut 1 irisan

Rn = 𝑛𝑠 Fnv Ab

= 1 x 457 MPa x 200,96 mm2

= 91839 N

ϕ𝑅𝑛 = 0,75 x 91839 N = 68879,04 N (menentukan)

2. Kekuatan Tumpu

Gambar 4.5 Jarak lc pada pelat penyambung sayap

Kuat tumpu didasarkan kondisi deformasi yang kecil, dimana:

𝑅𝑛 = 1,2 𝑙𝑐𝑡𝑝𝑓𝐹𝑢 ≤ 2,4 dbtpFu

= 1,2 x 21 mm x 13 mm x 370 MPa ≤ 2,4 x 16 mm x 13 mm x 370 MPa

=121212 N

𝑅𝑛 = 1,2 𝑙𝑐𝑡𝑝𝑓𝐹𝑢 ≤ 2,4 dbtpFu

= 1,2 x 72 mm x 13 mm x 370 MPa ≤ 2,4 x 16 mm x 13 mm x 370 MPa

=184704 N

𝑅𝑛 = 1,2 𝑙𝑐𝑡𝑝𝑓𝐹𝑢 ≤ 2,4 dbtpFu

= 1,2 x 36 mm x 13 mm x 370 MPa ≤ 2,4 x 16 mm x 13 mm x 370 MPa

=184704 N

ϕ𝑅𝑛 = 0,75 x 121212 N = 90909 N

72 36 21 72

Universitas Sumatera Utara

Page 70: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

53

Gaya dalam yang bekerja pada sayap adalah momen sayap

Gambar 4.6 Reaksi sayap akibat diberikan beban

Mu flens = 129052496,2 Nmm

Gaya Koppel akibat momen terhadap sayap

𝑇𝑢 = Mu flens

(h + tpf)

= 129052496,2 Nmm

(400 mm + 13)= 312476 N

Jumlah Baut yang diperlukan

n =𝑇𝑢

ϕR𝑛 𝑝𝑎𝑘𝑎𝑖

𝑛 =312476 𝑁

68879 𝑁= 4,54 𝑏𝑢𝑎ℎ < 6 𝒃𝒖𝒂𝒉 𝑨𝑴𝑨𝑵

Jumlah baut yang digunakan pada sayap 6 buah

Maka distribusi beban yang diterima 1 baut

Ru (1 baut) =𝑇𝑢

n

Ru (1 baut) = 312476 N

6= 52079,296 N

𝑻𝒖 𝑻𝒖

𝑻𝒖 𝑻𝒖

𝑴𝒔𝒂𝒚𝒂𝒑

𝑴𝒔𝒂𝒚𝒂𝒑 𝑴𝒔𝒂𝒚𝒂𝒑

𝑴𝒔𝒂𝒚𝒂𝒑

Universitas Sumatera Utara

Page 71: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

54

Kontrol Kekuatan Pelat Sambung

Gambar 4.7 Tampak atas luas pelat penyambung sayap

Ag = lp x tpf = 220 mm x 13 mm = 2860 mm2

An=Ae= Ag -2 x d1 x tpf = 2860 – 2 x 18 mm x 13 mm = 2392 mm2

Kekuatan leleh pelat

ϕTn=ϕ Fy x Ag =0,9 x 240 MPa x 2860 mm2 = 617760 N

Tu < ϕTn 312476 N < 617760 N AMAN

Kekuatan fraktur pelat

ϕTn=ϕ Fu x Ae = 0,75 x 370 MPa x 2392 mm2= 663780 N

Tu < ϕTn 312476 N < 617760 N AMAN

Keruntuhan geser blok pelat

Agv = 225 x tpw = 225 mm x 13 mm = 2925 mm2

Anv =(s-d1) x 2 +(s1-1/2 d1) x tpw

= (90-18) mm x 2 + (45 – 9) mm x 13 mm = 2340 mm2

Ant = (s1 -1/2 d1) x tpw = (45 – 9) mm x 13 = 260 mm2

Keadaan Leleh

ϕTn = 0,9 x 0,6 Fy Agv + Fu Ant

= 0,9 x0,6 x 240 MPa x 2925 mm2+370 MPa x260 mm2 =475280 N

Tu < ϕTn 312476 N < 475280 N AMAN

Keadaan Fraktur

ϕTn =0,75 x 0,6 Fu Anv + Fu Ant

=0,75 x 0,6 x 370 MPa x 2340 mm2+ 370 MPa x 520 mm2=582010 N

Tu < ϕTn 312476 N < 582010 N AMAN

30

90

0

90

0

100

60

0

60

0

45

00

Universitas Sumatera Utara

Page 72: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

55

4.2.2 Kontrol Sambungan Badan

Direncanakan menggunakan menggunakan baut mutu tinggi A-325 dan ulir tidak di

bidang geser

d = 16 mm

d1 = 18 mm

fnv = 457 MPa

fy = 240 MPa

fup = 370 MPa

tpw = 8 mm

ns = 2

𝐴𝑏 = 1

4πd2 =

1

43,14 162 = 200,96 mm2

nw = 8 buah baut

Syarat jarak baut

Gambar 4.8 Jarak antarbaut pelat penyambung badan

1,5d < S1 < (4tp +100 mm) atau 200 mm

S1 yang digunakan 30 mm 45 mm(memenuhi persyaratan)

3d < S < 15 tp atau 200 mm

S yang digunakan 90 mm (memenuhi persyaratan)

a) Perhitungan Kekuatan Baut

1) Kekuatan Geser Baut 2 irisan

Rn = ns x Fnv Ab

= 2 x 457 MPa x 200,96 mm2

= 183677,44N

ϕRn = 0,75 x 183677 N = 137758,08 N

30

30

30 45

90

0 90

0

90

0

90

0

Universitas Sumatera Utara

Page 73: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

56

2) Kekuatan Tumpu Badan

Gambar 4.9 Jarak lc pada pelat penyambung badan

Kuat tumpu didasarkan kondisi deformasi yang kecil, dimana:

𝑅𝑛 = 1,2 𝑙𝑐𝑡𝑝𝑓𝐹𝑢 ≤ 2,4 dbtpFu

= 1,2 x 21 mm x 13 mm x 370 MPa ≤ 2,4 x 16 mm x 13 mm x 370 MPa

= 106560 N

𝑅𝑛 = 1,2 𝑙𝑐𝑡𝑝𝑓𝐹𝑢 ≤ 2,4 dbtpFu

= 1,2 x 72 mm x 13 mm x 370 MPa ≤ 2,4 x 16 mm x 13 mm x 370 MPa

= 113664 N

ϕRn = 0,75 x 106560 N = 79920 N

Gaya dalam yang bekerja pada badan adalah momen badan dan gaya lintang

Gambar 4.10 Reaksi badan akibat diberikan beban

Mu web = 22267503,75 Nmm

Du = 76320 N

e = 90 mm

Kapaitas momen pada badan (Mu web) = 22267503,75 Nmm

Momen tambahan akibat eksentrisitas(ΔMu) =Du x e

= 76320 N x 90 mm

= 6868800 Nmm

21

21

90

90

90

𝑀𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑀𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 e= 90

𝑉𝑢

Universitas Sumatera Utara

Page 74: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

57

Momen total pada badan (∑Mu) = Mu web + ΔMu

= 22267503,75 Nmm + 6868800 Nmm

= 29136303,75 Nmm

Gaya pada masing-masing baut badan akibat momen dihitung sebagai berikut

Gaya arah x

Ruxi = ∑𝑀𝑢 x y1

∑x2 + ∑y2

Gaya arah y

Ruyi = ∑𝑀𝑢 x x1

∑x2 + ∑y2

∑Mu 𝛥𝑃𝑢𝑣

Gambar 4.11 Distribusi gaya eksentrisitas terhadap grup baut

Tabel 4.1 Gaya-gaya pada masing-masing baut

No xi yi xi2 yi

2 Ruyi Ruxi

(mm) (mm) (mm2) (mm2) (N) (N)

1 -45 -90 2025 8100 -23124 -46248

2 45 -90 2025 8100 23124 -46248

3 -45 -45 2025 2025 -23124 -23124

4 45 -45 2025 2025 23124 -23124

5 -45 45 2025 2025 -23124 23124

6 45 45 2025 2025 23124 23124

7 -45 90 2025 8100 -23124 46248

8 45 90 2025 8100 23124 46248

∑ = 16200 40500

Gaya tambahan pada baut badan akibat gaya geser

ΔPuvi = Puv / nw = 7630 / 8 = 9540 N

45

90

90

45

45

45

1

3

3

2

4

5

6

7

8

𝑉𝑢 = 75000 n

Universitas Sumatera Utara

Page 75: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

58

Resultan gaya pada baut badan Rui = √(Ruxi)2 + (Ruyi + Δ𝑃𝑢𝑣𝑖)2

Tabel 4.2 Resultan gaya pada baut badan

No Ruyi+ΔPuvi Ruxi Rui

(N) (N) (N)

1 -13584 -46248 48202

2 32664 -46248 56620

3 -13584 -23124 26819

4 32664 -23124 40021

5 -13584 23124 26819

6 32664 23124 40021

7 -13584 46248 48202

8 32664 46248 56620

Ru max = 56620 N

Kontrol kekuatan baut

Kontrol terhadap kekuatan geser baut

Ru maks < ϕ𝑅𝑛

56620 N < 137758,08 AMAN

Kontrol terhadap kekuatan tumpu pelat

Ru maks < 𝜙𝑅𝑛

56620 N < 79920 N 𝐀𝐌𝐀𝐍

Kontrol Tebal Pelat Penyambung Pada Badan

Gambar 4.12 Tampak depan pelat penyambung badan

Agv=2 x tpw x hp = 2x 8 mm x 330 mm = 5280 𝑚𝑚2

Anv=(hp-3 x d1) x 2 X tpw=(330 mm- 3x 18 mm) x 2 x 8 mm = 4416 𝑚𝑚2

90

90

90

30

30

330 330

8 8

8

e=90

Sumbu simetris sambungan

Universitas Sumatera Utara

Page 76: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

59

Kuat geser elemen sambungan pelat badan :

Kondisi leleh

𝜙Vn =0,9 x Fy x Agv = 0,9 x 240 MPa x 5280 mm = 684288 N

Vu < ϕVn 76320 N < 684288 N AMAN

Kondisi fraktur

𝜙Vn =0,75 x Fu x Anv = 0,9 x 370 MPa x 4416 mm = 735264 N

Vu < ϕVn 76320 N < 735264 N AMAN

4.3 Kontrol Desain Sambungan ( Momen sepenuhnya ditahan Sayap)

Profil kiri P =15 t Profil kanan

Gambar 4.13 Perletakan dan pembebanan sambungan

P = 15 T = 150000 N

L = 4 m = 4000 mm

L1 = 2 m = 2000 mm

L2 = 2 m = 2000 mm

Profil yang digunakan Profil IWF 400 x 200 x 8 x 13

Fy = 240 MPa

Fu = 370 MPa

qu = 0,66 N

mm2

h = 400 mm

b = 200 mm

tw = 8 mm

tf = 13 mm

4 m

2 m 2 m

Universitas Sumatera Utara

Page 77: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

60

r1 = 16 mm

A = 8410 mm2

Ix =237000000 mm4

Iy = 17400000 mm4

rx = 168 mm

ry = 45.4 mm

Sx = 1190000 mm3

Sy = 174000 mm3

1.Menghitung Reaksi Tumpuan

∑MA = 0

−RB L + P (L1) + 1

2qu(L)2 = 0

−RB 4000 mm + P 3000 mm +1

20,66

N

mm(4000 mm)2 = 0

RB 4000 mm = 150000 N 2000 mm + 5280000 N mm

RB = 76320 N

RB = RA = 76320 N

2. Menghitung gaya-gaya dalam yang bekerja pada sambungan

Momen di sambungan

MC = RA x(L1) −1

2qu(L1)2

MC = 76320 N (2000 mm) −1

2 x 0,66 (2000)2

MC = 151320000 Nmm

Gaya lintang di sambungan

Dc = RA

Dc = 76320 N

Maka, gaya-gaya pada sambungan

Mu = Mc = 151320000 Nmm

Vu = Dc = 76320 N

e = 90 mm

Universitas Sumatera Utara

Page 78: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

61

4.3.1 Kontrol Sambungan Sayap

Direncanakan menggunakan baut A-325 ulir tidak di bidang geser

d = 16 mm

d1 = 18 mm

fnv = 457 MPa

fnt = 620 MPa

ns = 1

fy = 240 MPa

fup = 370 MPa

tpf = 13 mm

nf = 6 buah

lp = 220 mm

𝐴𝑏 = 1

4πd2 =

1

43,14 162 = 200,96 mm2

Syarat jarak baut:

Gambar 4.14 Detail jarak antarbaut pelat penyambung sayap

1,5d < S1 < (4tp +100 mm) atau 200 mm

S1 yang digunakan 30 mm, 45 mm dan 60 mm (memenuhi persyaratan)

3d < S< 15 tp atau 200 mm

S yang digunakan 90 mm dan 100 mm (memenuhi persyaratan)

Kontrol jumlah baut yang digunakan pada bagian sayap

Perhitungan Kekuatan Baut

1. Kekuatan Geser Baut 1 irisan

Rn = 𝑛𝑠 Fnv Ab

= 1 x 457 MPa x 200,96 mm2

= 91839 N

ϕ𝑅𝑛 = 0,75 x 91839 N = 68879,04 N (menentukan)

60

100

60

90

90

30

45

Universitas Sumatera Utara

Page 79: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

62

2. Kekuatan Tumpu

Gambar 4.15 Jarak lc antabaut pelat penyambung sayap

Kuat tumpu didasarkan kondisi deformasi yang kecil, dimana:

𝑅𝑛 = 1,2 𝑙𝑐𝑡𝑝𝑓𝐹𝑢 ≤ 2,4 dbtpFu

= 1,2 x 21 mm x 13 mm x 370 MPa ≤ 2,4 x 16 mm x 13 mm x 370 MPa

=121212 N

𝑅𝑛 = 1,2 𝑙𝑐𝑡𝑝𝑓𝐹𝑢 ≤ 2,4 dbtpFu

= 1,2 x 82 mm x 13 mm x 370 MPa ≤ 2,4 x 16 mm x 13 mm x 370 MPa

=184704 N

𝑅𝑛 = 1,2 𝑙𝑐𝑡𝑝𝑓𝐹𝑢 ≤ 2,4 dbtpFu

= 1,2 x 36 mm x 13 mm x 370 MPa ≤ 2,4 x 16 mm x 13 mm x 370 MPa

=184704 N

ϕ 𝑅𝑛 = 0,75 x 121212 N = 90909 N

Gaya dalam yang bekerja pada sayap adalah momen sayap

Gambar 4.16 Reaksi sayap akibat diberikan beban

Musayap = 151320000 Nmm

Gaya Koppel akibat momen terhadap sayap

Tu = Mu flens

(h + tpf)

Tu = 151320000 Nmm

(400 mm + 13)= 366392 N

72 72 36 21

𝑻𝒖 𝑻𝒖

𝑻𝒖 𝑻𝒖

𝑴𝒔𝒂𝒚𝒂𝒑 𝑴𝒔𝒂𝒚𝒂𝒑

𝑴𝒔𝒂𝒚𝒂𝒑 𝑴𝒔𝒂𝒚𝒂𝒑

Universitas Sumatera Utara

Page 80: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

63

Jumlah Baut yang diperlukan

n =Tu

ϕR𝑛 𝑝𝑎𝑘𝑎𝑖

𝑛 =366392 𝑁

68879 𝑁= 5,32 𝑏𝑢𝑎ℎ < 6 𝑏𝑢𝑎ℎ 𝑨𝑴𝑨𝑵

Jumlah baut yang digunakan pada sayap 6 buah

Maka distribusi beban yang diterima 1 baut

Ru (1 baut) =Tu

n

Ru (1 baut) = 366392N

6= 61065,3753 N

Kontrol Kekuatan Pelat Sambung

Gambar 4.17 Tampak atas pelat penyambung sayap

Ag = lp x tpf = 220 mm x 13 mm = 2860 mm2

An=Ae= Ag -2 x d1 x tpf = 2860 – 2 x 18 mm x 13 mm = 2392 mm2

Kekuatan leleh pelat

ϕTn=ϕ Fy x Ag =0,9 x 240 MPa x 2860 mm2 = 617760 N

Tu < ϕTn 366392 N < 617760 N AMAN

Kekuatan fraktur pelat

Tu pelat =ϕTn=ϕ Fu x Ae = 0,75 x 370 MPa x 2392 mm2= 663780 N

Tu < ϕTn 366392 N < 663780N AMAN

Keruntuhan geser blok pelat

Agv = 225 x tpw = 225 mm x 13 mm = 2925 mm2

Anv =(s-d1) x 2 +(s1-1/2 d1) x tpw

= (90-18) mm x 2 + (45 – 9) mm x 13 mm = 2340 mm2

Agv = (s1 -1/2d1) x tpw = (45 – 9) mm x 13 = 260 mm2

60

60

90

60

100

60

45

60

90

60

30

60

Universitas Sumatera Utara

Page 81: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

64

Keadaan Leleh

ϕTn =0,9 x 0,6 Fy Agv + Fu Ant

= 0,9 x0,6 x 240 MPa x 2925 mm2+370 MPa x260 mm2 =475280 N

Tu < ϕTn 366392 N < 475280 N AMAN

Keadaan Fraktur

ϕTn =0,75 x 0,6 Fu Anv + Fu Ant

=0,75 x 0,6 x 370 MPa x 2340 mm2+ 370 MPa x 520 mm2=582010 N

Tu < ϕTn 366392 N < 582010 N AMAN

4.3.2 Kontrol Sambungan Badan

Direncanakan menggunakan menggunakan baut mutu tinggi A-325 dan ulir tidak di

bidang geser

d = 16 mm

d1 = 18 mm

fnv = 457 MPa

fnt = 620 MPa

fy = 240 MPa

fup = 370 MPa

tpw = 8 mm

ns = 2

𝐴𝑏 = 1

4πd2 =

1

43,14 162 = 200,96 mm2

nw = 8 buah baut

Gambar 4.18 Detail jarak antar baut pelat penyambung badan

30

30 45

90

0 90

0

90

0

90

0

30

Universitas Sumatera Utara

Page 82: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

65

1,5d < S1 < (4tp +100 mm) atau 200 mm

S1 yang digunakan 30 mm (memenuhi persyaratan)

3d < S < 15 tp atau 200 mm

S yang digunakan 90 mm (memenuhi persyaratan)

Perhitungan Kekuatan Baut

1. Kekuatan Geser Baut 2 irisan

Rn = ns x Fnv Ab

= 2 x 457 MPa x 200,96 mm2

= 183677,44N

ϕRn = 0,75 x 183677 N = 137758,08 N

2. Kekuatan Tumpu Badan

Gambar 4.19 Jarak lc antarbaut pelat penyabung badan

Kuat tumpu didasarkan kondisi deformasi yang kecil, dimana:

𝑅𝑛 = 1,2 𝑙𝑐𝑡𝑝𝑓𝐹𝑢 ≤ 2,4 dbtpFu

= 1,2 x 21 mm x 13 mm x 370 MPa ≤ 2,4 x 16 mm x 13 mm x 370 MPa

= 106560 N

𝑅𝑛 = 1,2 𝑙𝑐𝑡𝑝𝑓𝐹𝑢 ≤ 2,4 dbtpFu

= 1,2 x 82 mm x 13 mm x 370 MPa ≤ 2,4 x 16 mm x 13 mm x 370 MPa

= 113664 N

𝑅𝑛 = 1,2 𝑙𝑐𝑡𝑝𝑓𝐹𝑢 ≤ 2,4 dbtpFu

= 1,2 x 36 mm x 13 mm x 370 MPa ≤ 2,4 x 16 mm x 13 mm x 370 MPa

= 106560 N

ϕ 𝑅𝑛 = 0,75 x 106560 N = 79920 N

21

21

90

90

90

Universitas Sumatera Utara

Page 83: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

66

Gaya dalam yang bekerja pada badan adalah momen badan dan gaya lintang

Gambar 4.20 Reaksi badan akibat diberi beban

Du = 76320 N

e = 90 mm

Momen akibat eksentrisitas(ΔMu) =∑𝑀𝑢 𝑤𝑒𝑏 =Du x e

= 76320 N x 90 mm

= 6868800 Nmm

Kontrol gaya-gaya yang terjadi pada masing-masing baut

Gaya pada masing-masing baut badan akibat momen dihitung sebagai berikut

Gaya arah x

Ruxi = ∑𝑀𝑢 x y1

∑x2 + ∑y2

Gaya arah y

Ruyi = ∑𝑀𝑢 x x1

∑x2 + ∑y2

∑Mu Δ𝑃𝑢𝑣

Gambar 4.21 Distribusi gaya eksentrisitas terhadap grup baut

𝑀𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑀𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 e= 90

𝑉𝑢

45

90

90

45

45

45

1

3

3

2

4

5

6

7

8

Universitas Sumatera Utara

Page 84: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

67

Tabel 4.3 Gaya-gaya pada masing-masing baut

No xi yi xi2 yi

2 Ruyi Ruxi

(mm) (mm) (mm2) (mm2) (N) (N)

1 -45 -90 2025 8100 -5451 -10903

2 45 -90 2025 8100 5451 -10903

3 -45 -45 2025 2025 -5451 -5451

4 45 -45 2025 2025 5451 -5451

5 -45 45 2025 2025 -5451 5451

6 45 45 2025 2025 5451 5451

7 -45 90 2025 8100 -5451 10903

8 45 90 2025 8100 5451 10903

∑ = 16200 40500

Gaya tambahan pada baut badan akibat gaya geser

ΔPuvi = Puv / nw = 7630 / 8 = 9540 N

Resultan gaya pada baut badan Rui = √(Ruxi)2 + (Ruyi + Δ𝑃𝑢𝑣𝑖)2

Tabel 4.4 Resultan gaya pada baut badan

No Ruyi+ΔPuvi Ruxi Rui

(N) (N) (N)

1 4089 -10903 11644

2 14991 -10903 18537

3 4089 -5451 6814

4 14991 -5451 15952

5 4089 5451 6814

6 14991 5451 15952

7 4089 10903 11644

8 14991 10903 18537

Ru max = 18537

Kontrol kekuatan baut

Kontrol terhadap kekuatan geser baut

Ru maks < ϕ𝑅𝑛

18537 N < 137758,08 N AMAN

Kontrol terhadap kekuatan tumpu pelat

Ru maks < ϕ𝑅𝑛

18537 N < 79920 N AMAN

Universitas Sumatera Utara

Page 85: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

68

Kontrol Tebal Pelat Penyambung Pada Badan

Gambar 4.22 Tampak depan pelat penyambung badan

Agv=2 x tpw x hp = 2x 8 mm x 330 mm = 5280 𝑚𝑚2

Anv=(hp-3 x d1) x 2 X tpw=(330 mm- 3x 18 mm) x 2 x 8 mm = 4416 𝑚𝑚2

Kuat geser elemen sambungan pelat badan :

Kondisi leleh

ϕVn =0,9 x Fy x Agv = 0,9 x 240 MPa x 5280 mm = 684288 N

Vu < ϕVn 76320 N < 684288 N AMAN

Kondisi fraktur

ϕVn =0,75 x Fu x Anv = 0,9 x 370 MPa x 4416 mm = 735264 N

Vu < ϕVn 76320 N < 735264 N AMAN

Hasil yang diperoleh dari analisa sambungan dengan cara analitis

Dari perhitungan analitis diperoleh kekuatan nominal setiap baut.Kekuatan

nominal pada masing-masing baut dibagian sayap diasumsikan sama

besarnya.Sementara pada bagian sayap kekuatan nominal baut dihitung dengan

memepertimbangkan eksentrisitas sehingga diperoleh kekuatan nominal baut yang

berbeda setiap bautnya.Untuk memperoleh nilai tegangan pada baut maka kekuatan

nominal baut tersebut dibagi dengan luas penampang baut.

90

90

90

30

30

330 330

8 8

8

e=90

Sumbu simetris sambungan

Universitas Sumatera Utara

Page 86: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

69

1.Momen terbagi pada sayap dan badan

Tabel 4.5 Tegangan baut sayap

Baut Kekuatan Nominal Baut Luas Badan Baut Tegangan

(N) (MPa)

Baut 1 52079,296 200,960 259,153

Baut 2 52079,296 200,960 259,153

Baut 3 52079,296 200,960 259,153

Baut 4 52079,296 200,960 259,153

Baut 5 52079,296 200,960 259,153

Baut 6 52079,296 200,960 259,153

Tabel 4.6 Tegangan baut badan

Baut Kekuatan Nominal Baut Luas Badan Baut Tegangan

(N) (MPa)

Baut 13 56620,024 200,960 281,748

Baut 14 40020,769 200,960 199,148

Baut 15 40020,769 200,960 199,148

Baut 16 56620,024 200,960 281,748

Baut 17 48201,798 200,960 239,858

Baut 18 26818,802 200,960 133,453

Baut 19 26818,802 200,960 133,453

Baut 20 48201,798 200,960 239,858

2.Momen sepenuhnya ditahan oleh sayap

Tabel 4.7 Tegangan baut sayap

Baut Kekuatan Nominal Baut Luas Badan Baut Tegangan

(N) (MPa)

Baut 1 61065,375 200,960 303,868

Baut 2 61065,375 200,960 303,868

Baut 3 61065,375 200,960 303,868

Baut 4 61065,375 200,960 303,868

Baut 5 61065,375 200,960 303,868

Baut 6 61065,375 200,960 303,868

Universitas Sumatera Utara

Page 87: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

70

Tabel 4.8 Tegangan baut sayap

Baut Kekuatan Nominal Baut Luas Badan Baut Tegangan

(N) (MPa)

Baut 13 18536,861 200,960 92,242

Baut 14 15951,834 200,960 79,378

Baut 15 15951,834 200,960 79,378

Baut 16 18536,861 200,960 92,242

Baut 17 11644,257 200,960 57,943

Baut 18 6814,286 200,960 33,909

Baut 19 6814,286 200,960 33,909

Baut 20 11644,257 200,960 57,943

4.4 Analisis Dengan Program ANSYS.

Pada perhitungan manual telah diperoleh dimensi dari sambungan dan

karakteristik dari bahan yang akan digunakan pada simulasi Program ANSYS.

Dimensi yang diperoleh pada perhitungan manual akan digunakan untuk membuat

gambar pemodelan sambungan dengan menggunakan Autocad 2017.

1.Menggambar pemodelan sambungan pada Autocad

Data Geometri yang diperoleh dari perhitungan manual

Dimensi profil : IWF 400 x 200 x 8 x 13

h = 400 mm

b = 200 mm

tw = 8 mm

tf = 13 mm

r1 = 16 mm

Profil kiri = 2 m

Profil kanan = 2 m

Tebal pelat penyambung badan = 8 mm

Tebal pelat penyambung sayap =13 mm

Diameter baut (M-16) = 16 mm

Diameter lubang = 18 mm

Jumlah baut di sayap atas = 12 buah

Jumlah baut di sayap bawah = 12 buah

Jumlah baut di badan = 16 buah

Universitas Sumatera Utara

Page 88: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

71

Ketentuan jarak antar baut dan jarak baut ke tepi

S = 90 mm

S1 = 30 mm

Gambar 4.23 Sambungan web-flange gelagar pada Autocad

(a)

(b)

(c)

Gambar 4.24 Penomoran Baut (a) sayap atas (b) badan (c) sayap bawah

Universitas Sumatera Utara

Page 89: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

72

2. Pengaturan karakteristik bahan yang digunakan

Karakteristik bahan material yang digunakan adalah baja dengan ketentuan

pada Program ANSYS. Karakteristik material yang perlu diubah:

a. Fy profil = 240 MPa

b. Fu profil = 370 MPa

c. Fy pelat penyambung = 240 MPa

d. Fu pelat penyambung = 370 MPa

e. Fy baut/mur = 535 MPa

f. Fu baut/mur = 825 MPa

(a)

(b)

Universitas Sumatera Utara

Page 90: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

73

(c)

Gambar 4. 25 Engineering Data (a) profil (b) pelat penyambung (c) baut

3. Input Geometri

Gambar sambungan yang telah digambar pada Autocad dieksport ke format

iges, kemudian di import ke program ANSYS. Setelah geometri sambungan diinput

dilakukan pemberian nama pada bagian part/bodies dengan tujuan untuk memudahkan

saat assigment material dan pengaturan kontak pada sambungan.

Gambar 4.26 Pemodelan Sambungan pada program ANSYS V14.5

Universitas Sumatera Utara

Page 91: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

74

4. Assignment Material

Pada tahap ini melakukan control terhadap pemilihan sifat material yang

digunakan pada proses pemodelan. Dimana material yang digunakan datanya sudah di

input pada proses pengaturan Engineering Data sebelumnya.

Gambar 4.27 Assigment Material

Universitas Sumatera Utara

Page 92: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

75

5. Menentukan kontak antar elemen

Kontak antar elemen sangat menentukan hasil yang akan diperoleh dari hasil

simulasi program ANSYS ini. Untuk simulasi pada sambungan gelagar ini kontak

antar elemen adalah sebagai berikut:

Tabel 4.9 Kontak antar elemen

Model Element Tipe Kontak

Kontak Target Contact

Profil- pelat penyambung Profil

Friction (Koef =

0,3) Pelat Penyambung

Kepala baut- pelat penyambung Kepala baut Bonded

Pelat Penyambung

Mur- pelat penyambung Mur Bonded

Pelat Penyambung

Lubang Mur- Badan Baut

Lubang

Mur Bonded

Badan Baut

Gambar 4.28 Contact Element

Universitas Sumatera Utara

Page 93: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

76

6. Menentukan perletakan dan pembebanan pada sambungan

Menginput pembebanan yang terjadi pada sambungan serta mengatur besar dan

arah pembebanan yang tarjadi. Pemberian pembeban pada sambungan diberikan pada

permukaan profil IWF , dimana arah pembebanan tegak lurus dengan sumbu. Beban

yang diberikan pada sambungan adalah P1=150000 N dan P2=150000 N. Tumpuan

dari pemodelan pada penelitian ini ditentukan pada ujung-ujung sambungan dengan

jenis sendi-rol. Tumpuan sendi-rol dimodelkan dengan fixed support untuk sendi dan

displacement untuk rol (sumbu x = free).

Gambar 4.29 Menentukan perletakan dan beban

7. Mengeksplor hasil dari program ANSYS

Hasil yang akan dieksplor pada simulasi program ANSYS ini adalah tegangan

geser dan deformasi yang terjadi pada masing-masing baut. Deformasi baut yang

dieksplor adalah hanya pada sumbu x.

Universitas Sumatera Utara

Page 94: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

77

(a)

(b)

Gambar 4. 30 (a) tegangan baut (b) deformasi baut

Universitas Sumatera Utara

Page 95: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

78

4.5 Rekapitulasi Hasil Simulasi Program ANSYS

4.5 1 Deformasi Baut Sumbu x

Tabel 4.10 Defomasi baut sayap atas profil kiri

Baut Deformasi Sumbu x

(mm)

Baut 1 0,7268

Baut 2 0,7319

Baut 3 0,7696

Baut 4 0,7285

Baut 5 0,7354

Baut 6 0,7706

Gambar 4.31 Grafik deformasi baut sayap atas profil kiri

Tabel 4.11 Deformasi baut sayap atas profil kanan

Baut Deformasi Sumbu x

(mm)

Baut 7 0,7066

Baut 8 0,6549

Baut 9 0,6295

Baut 10 0,7165

Baut 11 0,6590

Baut 12 0,6322

0,7000

0,7100

0,7200

0,7300

0,7400

0,7500

0,7600

0,7700

0,7800

Baut 1 Baut 2 Baut 3 Baut 4 Baut 5 Baut 6

0,72680,7319

0,7696

0,7285

0,7354

0,7706

Def

orm

asi (

mm

)

Universitas Sumatera Utara

Page 96: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

79

Gambar 4.32 Grafik deformasi baut sayap atas profil kanan

Tabel 4.12 Deformasi baut badan profil kiri

Baut Deformasi Sumbu x

(mm)

Baut 13 0,6873

Baut 14 0,6807

Baut 15 0,6764

Baut 16 0,6661

Baut 17 0,7033

Baut 18 0,6813

Baut 19 0,6690

Baut 20 0,6690

Gambar 4.33 Grafik deformasi baut badan profil kiri

0,5800

0,6000

0,6200

0,6400

0,6600

0,6800

0,7000

0,7200

Baut 7 Baut 8 Baut 9 Baut 10 Baut 11 Baut 12

0,7066

0,6549

0,6295

0,7165

0,6590

0,6322D

efo

rmas

i(m

m)

0,6400

0,6500

0,6600

0,6700

0,6800

0,6900

0,7000

0,7100

Baut13

Baut14

Baut15

Baut16

Baut17

Baut18

Baut19

Baut20

0,6873

0,68070,6764

0,6661

0,7033

0,6813

0,6690 0,6690

Def

orm

asi (

mm

)

Universitas Sumatera Utara

Page 97: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

80

Tabel 4.13 Deformasi baut badan profil kanan

Baut Deformasi Sumbu x

(mm)

Baut 21 0,67544

Baut 22 0,68314

Baut 23 0,69828

Baut 24 0,71929

Baut 25 0,66706

Baut 26 0,68354

Baut 27 0,70623

Baut 28 0,73891

Gambar 4.34 Grafik deformasi baut badan profil kanan

Tabel 4.14 Deformasi baut sayap bawah profil kiri

Baut Deformasi Sumbu x

(mm)

Baut 29 0,6675

Baut 30 0,6258

Baut 31 0,6258

Baut 32 0,6665

Baut 33 0,6264

Baut 34 0,6249

0,62

0,64

0,66

0,68

0,7

0,72

0,74

Baut 21 Baut 22 Baut 23 Baut 24 Baut 25 Baut 26 Baut 27 Baut 28

0,675440,68314

0,69828

0,71929

0,66706

0,68354

0,70623

0,73891

Def

orm

asi(

mm

)

Universitas Sumatera Utara

Page 98: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

81

Gambar 4.35 Grafik deformasi baut sayap bawah profil kiri

Tabel 4.15 Deformasi baut sayap bawah profil kanan

Baut Deformasi Sumbu x

(mm)

Baut 35 0,7961

Baut 36 0,7924

Baut 37 0,8343

Baut 38 0,7960

Baut 39 0,7927

Baut 40 0,8342

Gambar 4.36 Grafik deformasi sbaut sayap bawah profil kanan

0,6000

0,6100

0,6200

0,6300

0,6400

0,6500

0,6600

0,6700

Baut 29 Baut 30 Baut 31 Baut 32 Baut 33 Baut 34

0,6675

0,6258 0,6258

0,6665

0,6264 0,6249

Def

orm

asi (

mm

)

0,7700

0,7800

0,7900

0,8000

0,8100

0,8200

0,8300

0,8400

Baut 35 Baut 36 Baut 37 Baut 38 Baut 39 Baut 40

0,79610,7924

0,8343

0,79600,7927

0,8342

Def

orm

asi (

mm

)

Universitas Sumatera Utara

Page 99: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

82

4.5.2 Tegangan Geser Maksimum

Tabel 4.16 Tegangan geser baut sayap atas profil kiri

Baut Tegangan Geser Maximum

(MPa)

Baut 1 134,9700

Baut 2 129,3900

Baut 3 193,1300

Baut 4 149,6200

Baut 5 150,5700

Baut 6 203,0400

Tabel 4.17 Tegangan geser baut sayap bawah profil kanan

Baut Tegangan Geser Maximum

(MPa)

Baut 7 138,0800

Baut 8 117,7400

Baut 9 162,0300

Baut 10 130,4400

Baut 11 113,5400

Baut 12 170,6600

Tabel 4.18 Tegangan geser baut badan profil kiri

Baut Tegangan Geser Maximum

(MPa)

Baut 13 136,6700

Baut 14 42,5050

Baut 15 85,1540

Baut 16 224,9400

Baut 17 104,9200

Baut 18 54,5650

Baut 19 118,7500

Baut 20 240,6500

Universitas Sumatera Utara

Page 100: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

83

Tabel 4.19 Tegangan geser baut badan profil kanan

Baut Tegangan Geser Maximum

(MPa)

Baut 21 138,0200

Baut 22 49,2300

Baut 23 128,4900

Baut 24 316,9100

Baut 25 95,1240

Baut 26 48,5510

Baut 27 110,1200

Baut 28 236,1000

Tabel 4.20 Tegangan geser baut sayap bawah profil kiri

Baut Tegangan Geser Maximum

(MPa)

Baut 29 241,0700

Baut 30 199,6800

Baut 31 243,3200

Baut 32 228,5900

Baut 33 231,3800

Baut 34 241,8800

Tabel 4.21 Tegangan geser baut sayap bawah profil kanan

Baut Tegangan Geser Maximum

(MPa)

Baut 35 235,7100

Baut 36 192,7000

Baut 37 237,6000

Baut 38 234,2100

Baut 39 195,8500

Baut 40 239,4500

Universitas Sumatera Utara

Page 101: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

84

4.6 Perbandingan tegangan yang terjadi pada baut dengan perhitungan manual dan

Program ANSYS (Momen Terbagi Di Sayap dan Badan)

Tabel 4.22 Perbandingan tegangan baut sayap atas profil kiri

Baut Tegangan Geser

Rasio ANSYS Analitis

Baut 1 134,9700 259,1525 0,5208

Baut 2 129,3900 259,1525 0,4993

Baut 3 193,1300 259,1525 0,7452

Baut 4 149,6200 259,1525 0,5773

Baut 5 150,5700 259,1525 0,5810

Baut 6 203,0400 259,1525 0,7835

Gambar 4.37 Grafik perbandingan tegangan baut sayap atas profil kiri

Tabel 4.23 Perbandingan tegangan baut sayap atas profil kanan

Baut Tegangan Geser

Rasio ANSYS Analitis

Baut 7 138,0800 259,1525 0,5328

Baut 8 117,7400 259,1525 0,4543

Baut 9 162,0300 259,1525 0,6252

Baut 10 130,4400 259,1525 0,5033

Baut 11 113,5400 259,1525 0,4381

Baut 12 170,6600 259,1525 0,6585

0,0000

50,0000

100,0000

150,0000

200,0000

250,0000

300,0000

Baut 1 Baut 2 Baut 3 Baut 4 Baut 5 Baut 6

134,9700 129,3900

193,1300

149,6200 150,5700

203,0400

259,1525 259,1525 259,1525 259,1525 259,1525 259,1525

Tega

nga

n (

MP

a)

Tegangan Geser ANSYS Tegangan Geser Analitis

Universitas Sumatera Utara

Page 102: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

85

Gambar 4.38 Grafik perbandingan tegangan baut sayap atas profil kanan

Tabel 4.24 Perbandingan tegangan baut badan profil kiri

Baut Tegangan Geser

Rasio ANSYS Analitis

Baut 13 136,6700 281,7477 0,4851

Baut 14 42,5050 199,1479 0,2134

Baut 15 85,1540 199,1479 0,4276

Baut 16 224,9400 281,7477 0,7984

Baut 17 104,9200 239,8577 0,4374

Baut 18 54,5650 133,4534 0,4089

Baut 19 118,7500 133,4534 0,8898

Baut 20 240,6500 239,8577 1,0033

Gambar 4.39 Grafik perbandingan tegangan baut badan profil kiri

0,0000

50,0000

100,0000

150,0000

200,0000

250,0000

300,0000

Baut 7 Baut 8 Baut 9 Baut 10 Baut 11 Baut 12

138,0800117,7400

162,0300

130,4400113,5400

170,6600

259,1525 259,1525 259,1525 259,1525 259,1525 259,1525

Tega

nga

n (

MP

a)

Tegangan Geser ANSYS Tegangan Geser Analitis

0,0000

50,0000

100,0000

150,0000

200,0000

250,0000

300,0000

Baut13

Baut14

Baut15

Baut16

Baut17

Baut18

Baut19

Baut20

136,6700

42,5050

85,1540

224,9400

104,9200

54,5650

118,7500

240,6500

281,7477

199,1479199,1479

281,7477

239,8577

133,4534133,4534

239,8577

Tega

nga

n (

MP

a)

Tegangan Geser ANSYS Tegangan Geser Analitis

Universitas Sumatera Utara

Page 103: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

86

Tabel 4.25 Perbandingan tegangan baut badan profil kanan

Baut Tegangan Geser

Rasio ANSYS Analitis

Baut 21 138,0200 281,7477 0,4899

Baut 22 49,2300 199,1479 0,2472

Baut 23 128,4900 199,1479 0,6452

Baut 24 316,9100 281,7477 1,1248

Baut 25 95,1240 239,8577 0,3966

Baut 26 48,5510 133,4534 0,3638

Baut 27 110,1200 133,4534 0,8252

Baut 28 236,1000 239,8577 0,9843

Gambar 4.40 Grafik perbandingan tegangan baut badan profil kanan

Tabel 4.26 Perbandingan tegangan baut sayap bawah profil kiri

Baut Tegangan Geser

Rasio ANSYS Analitis

Baut 29 241,0700 259,1525 0,9302

Baut 30 199,6800 259,1525 0,7705

Baut 31 243,3200 259,1525 0,9389

Baut 32 228,5900 259,1525 0,8821

Baut 33 231,3800 259,1525 0,8928

Baut 34 241,8800 259,1525 0,9333

0,0000

50,0000

100,0000

150,0000

200,0000

250,0000

300,0000

350,0000

Baut 21 Baut 22 Baut 23 Baut 24 Baut 25 Baut 26 Baut 27 Baut 28

138,0200

49,2300

128,4900

316,9100

95,1240

48,5510

110,1200

236,1000

281,7477

199,1479199,1479

281,7477

239,8577

133,4534133,4534

239,8577

Tega

nga

n (

MP

a)

Tegangan Geser ANSYS Tegangan Geser Analitis

Universitas Sumatera Utara

Page 104: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

87

Gambar 4.41 Grafik perbandingan tegangan baut sayap bawah profil kiri

Tabel 4.27 Perbandingan tegangan baut sayap bawah profil kanan

Baut Tegangan Geser

Rasio ANSYS Analitis

Baut 35 235,7100 259,1525 0,9095

Baut 36 192,7000 259,1525 0,7436

Baut 37 237,6000 259,1525 0,9168

Baut 38 234,2100 259,1525 0,9038

Baut 39 195,8500 259,1525 0,7557

Baut 40 239,4500 259,1525 0,9240

Gambar 4.42 Grafik perbandingan tegangan baut sayap bawah profil kanan

0,0000

50,0000

100,0000

150,0000

200,0000

250,0000

300,0000

Baut 29 Baut 30 Baut 31 Baut 32 Baut 33 Baut 34

241,0700

199,6800

243,3200228,5900 231,3800

241,8800259,1525 259,1525 259,1525 259,1525 259,1525 259,1525

Tega

nga

n (

MP

a)

Series1 Series2

0,0000

50,0000

100,0000

150,0000

200,0000

250,0000

300,0000

350,0000

Baut 35 Baut 36 Baut 37 Baut 38 Baut 39 Baut 40

235,7100

192,7000

237,6000 234,2100

195,8500

239,4500259,1525 259,1525 259,1525 259,1525 259,1525 259,1525

Tega

nga

n (

MP

a)

Tegangan Geser ANSYS Tegangan Geser Analitis

Universitas Sumatera Utara

Page 105: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

88

4.7 Perbandingan tegangan yang terjadi pada baut dengan perhitungan manual dan

Program ANSYS (Momen Sepenuhnya Ditahan Sayap)

Tabel 4.28 Perbandingan tegangan baut sayap atas profil kiri

Baut Tegangan Geser

Rasio ANSYS Analitis

Baut 1 134,9700 303,8683 0,4442

Baut 2 129,3900 303,8683 0,4258

Baut 3 193,1300 303,8683 0,6356

Baut 4 149,6200 303,8683 0,4924

Baut 5 150,5700 303,8683 0,4955

Baut 6 203,0400 303,8683 0,6682

Gambar 4.43 Grafik perbandingan tegangan baut sayap atas profil kiri

Tabel 4.29 Perbandingan tegangan baut sayap atas profil kanan

Baut Tegangan Geser

Rasio ANSYS Analitis

Baut 7 138,0800 303,8683 0,4544

Baut 8 117,7400 303,8683 0,3875

Baut 9 162,0300 303,8683 0,5332

Baut 10 130,4400 303,8683 0,4293

Baut 11 113,5400 303,8683 0,3736

Baut 12 170,6600 303,8683 0,5616

0,0000

50,0000

100,0000

150,0000

200,0000

250,0000

300,0000

350,0000

Baut 1 Baut 2 Baut 3 Baut 4 Baut 5 Baut 6

134,9700 129,3900

193,1300

149,6200 150,5700

203,0400

303,8683 303,8683 303,8683 303,8683 303,8683 303,8683

Tega

nga

n (

MP

a)

Tegangan Geser ANSYS Tegangan Geser Analitis

Universitas Sumatera Utara

Page 106: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

89

Gambar 4.44 Grafik perbandingan tegangan baut sayap atas profil kanan

Tabel 4.30 Perbandingan tegangan baut badan profil kiri

Baut Tegangan Geser

Rasio ANSYS Analitis

Baut 13 136,6700 92,2415 1,4817

Baut 14 42,5050 79,3782 0,5355

Baut 15 85,1540 79,3782 1,0728

Baut 16 224,9400 92,2415 2,4386

Baut 17 104,9200 57,9432 1,8107

Baut 18 54,5650 33,9087 1,6092

Baut 19 118,7500 33,9087 3,5021

Baut 20 240,6500 57,9432 4,1532

Gambar 4.45 Grafik perbandingan tegangan baut badan profil kiri

0,0000

50,0000

100,0000

150,0000

200,0000

250,0000

300,0000

350,0000

Baut 7 Baut 8 Baut 9 Baut 10 Baut 11 Baut 12

138,0800117,7400

162,0300

130,4400113,5400

170,6600

303,8683 303,8683 303,8683 303,8683 303,8683 303,8683

Tega

nga

n (

MP

a)

Tegangan Geser ANSYS Tegangan Geser Analitis

0,0000

50,0000

100,0000

150,0000

200,0000

250,0000

Baut13

Baut14

Baut15

Baut16

Baut17

Baut18

Baut19

Baut20

136,6700

42,5050

85,1540

224,9400

104,9200

54,5650

118,7500

240,6500

92,241579,378279,3782

92,2415

57,9432

33,908733,9087

57,9432

Tega

nga

n (

MP

a)

Tegangan Geser ANSYS Tegangan Geser Analitis

Universitas Sumatera Utara

Page 107: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

90

Tabel 4.31 Perbandingan tegangan baut badan profil kanan

Baut Tegangan Geser

Rasio ANSYS Analitis

Baut 21 138,0200 92,2415 1,4963

Baut 22 49,2300 79,3782 0,6202

Baut 23 128,4900 79,3782 1,6187

Baut 24 316,9100 92,2415 3,4357

Baut 25 95,1240 57,9432 1,6417

Baut 26 48,5510 33,9087 1,4318

Baut 27 110,1200 33,9087 3,2475

Baut 28 236,1000 57,9432 4,0747

Gambar 4.46 Grafik perbandingan tegangan baut badan profil kanan

Tabel 4.32 Perbandingan tegangan baut sayap bawah profil kiri

Baut Tegangan Geser

Rasio ANSYS Analitis

Baut 29 241,0700 303,8683 0,7933

Baut 30 199,6800 303,8683 0,6571

Baut 31 243,3200 303,8683 0,8007

Baut 32 228,5900 303,8683 0,7523

Baut 33 231,3800 303,8683 0,7614

Baut 34 241,8800 303,8683 0,7960

0,0000

50,0000

100,0000

150,0000

200,0000

250,0000

300,0000

350,0000

Baut 21 Baut 22 Baut 23 Baut 24 Baut 25 Baut 26 Baut 27 Baut 28

138,0200

49,2300

128,4900

316,9100

95,1240

48,5510

110,1200

236,1000

92,241579,3782 79,3782

92,2415

57,943233,9087 33,9087

57,9432

Tega

nga

n (

MP

a)

Tegangan Geser ANSYS Tegangan Geser Analitis

Universitas Sumatera Utara

Page 108: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

91

Gambar 4.47 Grafik perbandingan tegangan baut sayap bawah profil kiri

Tabel 4.33 Perbandingan tegangan baut sayap bawah profil kanan

Baut Tegangan Geser

Rasio ANSYS Analitis

Baut 35 235,7100 303,8683 0,7757

Baut 36 192,7000 303,8683 0,6342

Baut 37 237,6000 303,8683 0,7819

Baut 38 234,2100 303,8683 0,7708

Baut 39 195,8500 303,8683 0,6445

Baut 40 239,4500 303,8683 0,7880

Gambar 4.48 Grafik perbandingan tegangan baut sayap bawah profil kanan

0,0000

50,0000

100,0000

150,0000

200,0000

250,0000

300,0000

350,0000

Baut 29 Baut 30 Baut 31 Baut 32 Baut 33 Baut 34

241,0700

199,6800

243,3200228,5900 231,3800 241,8800

303,8683 303,8683 303,8683 303,8683 303,8683 303,8683

Tega

nga

n (

MP

a)

Series1 Series2

0,0000

50,0000

100,0000

150,0000

200,0000

250,0000

300,0000

350,0000

Baut 35 Baut 36 Baut 37 Baut 38 Baut 39 Baut 40

235,7100

192,7000

237,6000 234,2100

195,8500

239,4500

303,8683 303,8683 303,8683 303,8683 303,8683 303,8683

Tega

nga

n (

MP

a)

Tegangan Geser ANSYS Tegangan Geser Analitis

Universitas Sumatera Utara

Page 109: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

92

Dari hasil perhitungan dengan cara analitis dengan hasil dari program ANSYS

terlihat perbedaan antara tegangan geser dengan menggunakan perhitungan analitis

(LRFD) dan dengan menggunakan program ANSYS. Pada bagian titik berat

sambungan ke atas (tertekan) terlihat bahwa perbandingan tegangan geser yang terjadi

antara analisa dengan perhitungan analitis dan program ANSYS perbedaannya sangat

besar. Sementara pada bagian titik berat sambungan ke bawah (tertarik) perbandingan

tegangan geser yang terjadi pada baut antara analisa perhitungan analitis dan program

ANSYS perbedaannya mendekati.

Universitas Sumatera Utara

Page 110: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

93

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Pada perhitungan menurut analitis (LRFD) tegangan baut yang terjadi pada

bagian sayap sama dan pada bagian badan berbeda karena dihitung berdasarkan

eksentrisitas terhadap gaya lintang yang diterima.

2. Pada sayap tegangan baut maksimal yang diterima adalah sebesar 259,153

MPa dan pada badan tegangan baut maksimal adalah 281,748MPa (Momen

terbagi di sayap dan badan profil). Pada sayap tegangan baut maksimal yang

diterima adalah sebesar 303,868 MPa dan pada badan tegangan baut maksimal

adalah 92,242 MPa (Momen sepenuhnya ditahan oleh sayap)

3. Deformasi baut yang terjadi 0,6249 mm - 0,8343 mm.

4. Berdasarkan pehitungan menggunakan Program ANSYS nilai tegangan geser

yang terjadi pada masing-masing baut berbeda-beda.

5. Perbandingan tegangan geser Analitis (momen terbagi di sayap dan badan) dan

ANSYS baut dari titik berat sambungan ke atas (keadaan tertekan) adalah

0,2134- 0,7835 dan dari titik berat sambungan ke bawah (keadaan tertarik)

adalah 0,4276-1,1248

6. Perbandingan tegangan geser Analitis (momen sepenuhnya ditahan sayap) dan

ANSYS baut dari titik berat sambungan ke atas (keadaan tertekan) adalah

0,3736-1,8107 dan dari titik berat sambungan ke bawah (keadaan tertarik)

adalah 0,6342- 4,1532.

7. Maka,dari hasil Program ANSYS daerah baut yang paling besar menahan

tegangan geser adalah bagian titik berat sambungan ke bawah (keadaan

tertarik). Maka zona ini merupakan zona yang paling berbahaya, bila diberikan

pembebanan .

Universitas Sumatera Utara

Page 111: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

94

5.2. Saran

Berdasarkan penulisan Tugas Akhir ini, beberapa saran yang penulis dapat berikan

untuk studi lebih lanjut adalah sebagai berikut:

1. Dalam menganalisis suatu model struktur, perhatikan jenis analisa yang akan

dilakukan serta pemilihan jenis elemen yang cocok untuk model yang kita

gunakan.

2. Pemberian tanda positif dan negatif pada arah gaya dan panjang bentang. Juga

harus diperhatikan satuan pada analisa yang dilakukan serta cara pemberian

perletakan pada model yang ada.

3. Untuk pemodelan sambungan pada ANSYS perlu diperhatikan secara detail

kontak atau bidang sentuh setiap elemen,karena sangat mempengaruhi hasil

yang akan diperoleh.

4. Untuk pengembangan dalam penggunaan ANSYS , sebaiknya terus dilakukan

percobaan terhadap berbagai jenis model dan analisis yang berbeda untuk

mendapatkan hasil yang mendekati hasil sebenarnya sehingga dengan

menggunakan program ANSYS kita dapat menyelesaikan suatu struktur yang

rumit dengan hasil yang mendekati.

Universitas Sumatera Utara

Page 112: ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN …

DAFTAR PUSTAKA

Dewobroto,Wiryanto.2016. Struktur Baja Perilaku, Analisis dan Desain-AISC 2010

Edisi ke-2. Tangerang. Jurusan Teknik Sipil UPH

Handono,Banu Dwi dan Rony Pandaleke.2017. Perilaku Sambungan Baut

Flush End-Plate Balok Kolom Baja Pada Kondisi Batas. Monado :

Jurnal Sipil Statik Vol.5.

Kulak, Geoffrey and John W.Fisher.2001.Guide to Design for Bolted and Riveted

Joints.Chicago:American Institut of Steel Construction.

Nah,Hwan-Seon.2017. Develop a Method to Estimate the Tension of Torque-

Shear High Strength Bolts.Korea: Journal of Steel Structures & Construction.

Primasari,Herbudiman dan Hardono.2015.Kajian Distribusi Tegangan

Sambungan Material Fiber Reinforced Polymer pada Kondisi Elastik

Linier Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga.Bandung:Jurnal

Online Institut Teknologi Nasional Vol.1 No.1.

Riama,Benget Armina Manalu. 2010. Kontribusi Kekakuan Terhadap Sambungan

Baut Pada Konstruksi Baja .Medan: Tugas Akhir Teknik Sipil Universitas

Sumatera Utara.

Salmon,Charles G, Jhon E.Jhonson dan Faris A.Malhas.2009.Steel Structures Design

And Behavior (Emphasizing Load and Resistance Factor Design.United

State of America: Pearson Education,Inc.

Setiawan,Agus.2008.Perencanaan Struktur Baja Dengan Metode LRFD (Sesuai

SNI 03-1727-2002).Jakarta:Erlangga.

Setiyarto,Y.Djoko.2015.Studi Parametrik dan Eksperimental:Pengaruh Tata Letak

Baut pada Sambungan Momen Sebidang Untuk Struktur Baja Cold

Formed.Bandung:Jurusan Teknik Sipil Vol.10 No.1.

Standar Nasional Indonesia 1729-2015. 2015. Spesifikasi Untuk Bangunan Gedung

Baja Struktural. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum.

Wen,Huajie dan Hussam Mahmoud.2017.Simulation of Block Shear Fracture

in Bolted Connections.America Serikat:Journal of Constructional Stell

Research.

Universitas Sumatera Utara