analisa biaya operasi kendaraan kaitannya dengan kemampuan penumpang membayar tarif angkutan kota di...

11
Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009 119 ANALISA BIAYA OPERASI KENDARAAN KAITANNYA DENGAN KEMAMPUAN PENUMPANG MEMBAYAR TARIF ANGKUTAN KOTA DI KOTA AMBON Mauluddin Said Latar Magister Teknik Perencanaan Transportasi Universitas Hasanuddin Zakiyah Mahasiswa Magister Teknik Perencanaan Transportasi Universitas Hasanuddin Ananto Yudono Dosen Pascasarjana Universitas Hasanuddin Abstract Tariff of urban transport in Ambon as determined by the local government is considered by operator as too low, so the operator decided to raise the tariff in officially. On the other hand, the user consider that the tariff is to high compared with the service. The research aimed at analyzing the ideal tariff of the urban transport based on the (ATP) BOK (Vehicles Operational Cost), Ability to Pay (ATP), Willingness to Pay (WTP), and the need of the operator. The result show that the current tariff is Rp. 3 lower than BOK. However, the ATP and WTP are lower than current tariff. On the average, user travel more than 4 km every day, but several traffic routes shorter than 4 km. Based on the BOK and ATP equilibrium, it is found that the ideal tariff (with 20% advantage) is Rp. 1,050/passenger. Most tariff has reached tariff equilibrium, except for Passo where the tariff is Rp 181.04/passenger, higher price equilibrium. The equilibrium for the WTP could only be reached if conducted by some repair for public transport service. Keywords : Vehicles Operational Cost, Ability to Pay, Willingness to Pay, Tariff. PENDAHULUAN Angkutan umum sebagai salah satu elemen dari system transportasi perkotaan memegang peranan penting dalam menunjang perekonomian yang berkembang terus menjadi satu kebutuhan pook di perkotaan. Dalam sistem pengoperasian kendaraan sebagai alat angkutan umum maka faktor yang tidak dapat diabaikan dalam menentukan besar dan struktur tarif angkutan umum adalah besarnya Biaya Operasi Kendaraan (BOK). Hal ini perlu diperhatikan karena keuntugan yang diperoleh operator (penyedia) sangat tergantung pad tariff yang ditetapkan, terlebih lagi apabila pemerintah tidak memberikan subsidi. Dalam penyelenggaraan angkutan kota di Kota Ambon, pemerintah daerah telah menetapkan besarnya tarif pada rute trayek angkutan kota dalam wilayah Kota Ambon, penyesuaian tarif angkutan jalan untuk penumpang umum kelas ekonomi bervariasi berdasarkan jarak lintasan trayek, yakni antara Rp. 1000/penumpang sampai dengan Rp. 6000/penumpang dengan panjang trayek antara 2 km sampai dengan 42 km, sedangkan tarif angkutan umum untuk pelajar dan mahasiswa ditetapkan sepertiga bagian dari tarif penumpang biasa. Penetapan tarif tersebut masih menimbulkan beberapa issu: Pertama, tarif menurut penyedia masih murah bila dibandingkan dengan Biaya Operasi Kendaraan (BOK) dan biaya yang dipungut tidak resmi oleh calo mencapai Rp. 1000, sehingga para pengemudi yang beroperasi pada trayek-trayek tertentu menaikkan tarif illegal melebihi tarif resmi yang ditetapkan sebesar Rp. 2000. Kedua, bagi pengguna tarif angkutan cukup mahal apabila dibandingkan dengan tingkat pelayanan yang diberikan oleh pengemudi dan kondektur kepada pengguna dan fasiitas yang tersedia. Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas maka dalam penetapan struktur dan besaran tarif angkutan kota, harus mempertimbangkan beberapa faktor antara lain: 1) Besar BOK yang digunakan sebagai alat angkut karena keuntungan yang diperoleh penyedia sangat

Upload: welly-pradipta-bin-maryulis

Post on 28-Jul-2015

855 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Uploaded from Google Docs

TRANSCRIPT

Page 1: Analisa Biaya Operasi Kendaraan Kaitannya Dengan Kemampuan Penumpang Membayar Tarif Angkutan Kota Di Kota Ambon - 2009

Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009  

  119

ANALISA BIAYA OPERASI KENDARAAN KAITANNYA DENGAN KEMAMPUAN PENUMPANG MEMBAYAR TARIF

ANGKUTAN KOTA DI KOTA AMBON

Mauluddin Said Latar Magister Teknik Perencanaan

Transportasi Universitas Hasanuddin

Zakiyah Mahasiswa Magister Teknik Perencanaan Transportasi Universitas Hasanuddin

Ananto Yudono Dosen Pascasarjana Universitas

Hasanuddin

Abstract Tariff of urban transport in Ambon as determined by the local government is considered by operator as too low, so the operator decided to raise the tariff in officially. On the other hand, the user consider that the tariff is to high compared with the service. The research aimed at analyzing the ideal tariff of the urban transport based on the (ATP) BOK (Vehicles Operational Cost), Ability to Pay (ATP), Willingness to Pay (WTP), and the need of the operator. The result show that the current tariff is Rp. 3 lower than BOK. However, the ATP and WTP are lower than current tariff. On the average, user travel more than 4 km every day, but several traffic routes shorter than 4 km. Based on the BOK and ATP equilibrium, it is found that the ideal tariff (with 20% advantage) is Rp. 1,050/passenger. Most tariff has reached tariff equilibrium, except for Passo where the tariff is Rp 181.04/passenger, higher price equilibrium. The equilibrium for the WTP could only be reached if conducted by some repair for public transport service. Keywords : Vehicles Operational Cost, Ability to Pay, Willingness to Pay, Tariff. PENDAHULUAN Angkutan umum sebagai salah satu elemen dari system transportasi perkotaan memegang peranan penting dalam menunjang perekonomian yang berkembang terus menjadi satu kebutuhan pook di perkotaan. Dalam sistem pengoperasian kendaraan sebagai alat angkutan umum maka faktor yang tidak dapat diabaikan dalam menentukan besar dan struktur tarif angkutan umum adalah besarnya Biaya Operasi Kendaraan (BOK). Hal ini perlu diperhatikan karena keuntugan yang diperoleh operator (penyedia) sangat tergantung pad tariff yang ditetapkan, terlebih lagi apabila pemerintah tidak memberikan subsidi. Dalam penyelenggaraan angkutan kota di Kota Ambon, pemerintah daerah telah menetapkan besarnya tarif pada rute trayek angkutan kota dalam wilayah Kota Ambon, penyesuaian tarif angkutan jalan untuk penumpang umum kelas ekonomi bervariasi berdasarkan jarak lintasan trayek, yakni antara Rp. 1000/penumpang sampai dengan Rp. 6000/penumpang dengan panjang trayek antara 2 km sampai dengan 42 km, sedangkan tarif angkutan umum untuk pelajar dan mahasiswa ditetapkan sepertiga bagian dari tarif penumpang biasa. Penetapan tarif tersebut masih menimbulkan beberapa issu: Pertama, tarif menurut penyedia masih murah bila dibandingkan dengan Biaya Operasi Kendaraan (BOK) dan biaya yang dipungut tidak resmi oleh calo mencapai Rp. 1000, sehingga para pengemudi yang beroperasi pada trayek-trayek tertentu menaikkan tarif illegal melebihi tarif resmi yang ditetapkan sebesar Rp. 2000. Kedua, bagi pengguna tarif angkutan cukup mahal apabila dibandingkan dengan tingkat pelayanan yang diberikan oleh pengemudi dan kondektur kepada pengguna dan fasiitas yang tersedia. Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas maka dalam penetapan struktur dan besaran tarif angkutan kota, harus mempertimbangkan beberapa faktor antara lain: 1) Besar BOK yang digunakan sebagai alat angkut karena keuntungan yang diperoleh penyedia sangat

Page 2: Analisa Biaya Operasi Kendaraan Kaitannya Dengan Kemampuan Penumpang Membayar Tarif Angkutan Kota Di Kota Ambon - 2009

Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009  

  120

tergantung kepada tarif yag ditetapkan. 2) Memperhatikan kemampuan dan kesediaan membayar pengguna angkutan kota terhadap tarif yang ditetapkan. Sesuai dengan hal-hal tersebut di atas, maka dalam penelitian ini lebih difokuskan pada analisis tarif angkutan kota yang dianggap sesuai menurut persepsi pengguna dan penyedia jasa angkutan kota. TINJAUAN PUSTAKA Perhitungan untuk memperoleh besaran satuan biaya pengangkutan dari suatu struktur biaya, pada dasarnya bertitik tolak dari patokan harga tertentu pada beberapa variabel perhitungannya. Dalam menentukan standar operasi diperlukan data umur ekonomis kendaraan, jarak tempuh rata-rata, jumlah penumpang, operasi dan pemeliharaan, serta jam kerja operasi. Adapun komponen Biaya Operasi Kendaraan yang akan dihitung adalah biaya tetap dan biaya variable. Biaya pokok produksi jasa angkutan untuk sebuah kendaraan per tahun (BOK/tahun) adalah penjumlahan total biaya tetap pertahun dengan total biaya variabel per tahun. Untuk penentuan besarnya tarif BOK perlu ditambahkan biaya-biaya lainnya berupa biaya overhead, biaya tak terduga yang besarnya diambil 5% dari BOK, serta biaya keuntungan yang besarnya sama dengan 20% dari BOK. Ability to Pay (ATP) adalah kemampuan seseoarang untuk membayar jasa angkutan yang diterimanya berdasarkan penghasilan yang dianggap ideal. Pendekatan yag digunakan dalam analisa ATP didasarkan pada alokasi biaya untuk transportasi dan intensitas perjalanan pengguna. Besar ATP adalah rasio anggaran untuk transportasi dengan intensitas perjalanan. Willingness to Pay (WTP) adalah kesediaan masyarakat untuk mengeluarkan imbalan atas jasa yang diperolehnya. Pendekatan yang digunakan dalam analisis WTP didasarkan pada persepsi pengguna jasa angkutan umum terhadap tarif jasa pelayanan angkutan umum tersebut. Dalam pelaksanaan untuk menentukan tarif sering terjadi benturan antara besarnya ATP dan WTP. Kondisi tersebut selanjutnya disajikan secara ilustrasi sebagai berikut, menurut Tamin O.Z (1999:133)

Gambar 1. Kurva ATP dan WTP

Page 3: Analisa Biaya Operasi Kendaraan Kaitannya Dengan Kemampuan Penumpang Membayar Tarif Angkutan Kota Di Kota Ambon - 2009

Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009  

  121

Gambar 2. Ilustrasi Keluasan Penentuan Tarif berdasarkan ATP dan WTP Menurut Tamin O.Z. (1999:134) apabila parameter ATP dan WTP yang ditinjau, maka aspek pengguna yang dijadikan sebagai subjek dalam menentukan nilai tarif yang diberlakukan dengan prinsip: a. ATP merupakan fungsi dari kemampuan membayar, sehingga nilai tarif yang diberlakukan

tidak boleh melebihi niali ATP kelompok masyarakat sasaran. Campur tangan pemerintah dalam bentuk subsidi, kemudian dibutuhkan pada kondisi dimana nilai tarif berlaku lebih besar dari ATP sehingga didapat nilai tarif yang sebesar-besarnya sama dengan nilai ATP.

b. WTP merupakan fungsi dari tingkat pelayanan angkutan umum, sehingga bila nilai WTP masih berada dibawah ATP, maka masih memungkinkan dilakukan peningkatan nilai tarif dengan perbaikan pelayanan angkutan umum.

METODE PENELITIAN Penelitian ini memfokuskan pada aspek sistem pentarifan angkutan kota. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan penelitian survey dan penelitian tindakan (action research). Dalam penjelasan penelitian ini akan digunakan metode analisa kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan alat analisa Biaya Operasi Kendaraan (BOK), Ability to Pay (ATP) dan Willingness to Pay (WTP), sedangkan untuk mengetahui kinerja operasional angkutan hanya disesuaikan dengan standar yang berlaku. Pengambilan sampel terhadap angkutan kota dilakukan dengan cara nonprobability sampling, dan pengambilan sampel terhadap pengguna angkutan kota dengan cara accidental sampling sebanyak 363 sampel. Metode pengumpan data, data yang dikumpulkan adalah data primer melalui: a. Survey Wawancara Rumah Tangga (SWRT), pada responden yang menggunakan angkutan

kota, diamana informasi yang disurvey meliputi karakteristik keluarga, pola perjalanan harian tiap anggota keluarga, persepsi tiap anggota keluarga terhadap angkutan kota dan perkiraan penghasilan dan pengeluaran bulanan keluarga.

b. Survey Perjalanan Angkutan Kota (SPAK), terhadap angkutan pada enam trayek terilih, dimana informasi yang disurvey adalah karakteristik kendaraan, karakteristik trayek, jumlah penumpang, kecepatan kendaraan, panjang trayek, frekwensi antrian kendaraan di terminal dan jumlah rit rata-rata dalam satu hari.

Data sekunder, yang meliputi: Jumlah penduduk, system tariff yang berlau dan besarnya tariff, jumlah kendaraan yang beroperasi pada masing-masing trayek. Metode pendekatan yang digunakan untuk menentukan ATP adalah pendekatan alokasi pendapatan keluarga dan untuk menentukan WTP digunakan pendekatan persepsi pengguna.

Page 4: Analisa Biaya Operasi Kendaraan Kaitannya Dengan Kemampuan Penumpang Membayar Tarif Angkutan Kota Di Kota Ambon - 2009

Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009  

  122

a. Metode Anggaran Keluarga. Metode ini digunakan untuk menghitung tarif angkutan kota berdasarkan ATP. Pada metode ini penghasilan secara eksplisit berpengaruh dalam menentukan besarnya ATP. Dasar yang digunakan dalam metode ini adalah penghasilan keluarga. Langkah perhitungan untuk mennetukan ATP adalah sebagai berikut: 1) Untuk perhitungan ATP umum digunakan data total penghasilan keluarga (Rp/bln/KK),

sedangkan ATP responden hitung penghasilan perbulan tiap anggota keluarga dengan membagi total penghasilan keluarga dengan jumlah anggota keluarga (Rp/bln/org)

2) Hitung anggaran untuk tranasportasi yaitu 5% hingga 20% dari total pengeluaran. 3) Hitung anggaran untuk angkutan kota, dengan asumsi besarnya 60%, 70%, 80%, 90%

dan 100% dari anggaran untuk transportasi. 4) Hitung total panjang perjalanan keluarga untuk ATP umum (Km/bln/KK) dan panjang

perjalanan setiap anggota keluarga dengan cara yang sama pada perhitungan WTP. 5) Setelah ATP dari seluruh responden diperoleh maka dilakukan disribusi frekwensi.

b. Metode Persepsi. Metode persepsi digunakan untuk menentukan tarif angkutan kota berdasarkan WTP masyarakat. Pada metode ini penghailan secara implisit mempengaruhi persepsi pengguna membayar tarif angkutan kota. Hal ini disebabkan disamping penghasil, faktor lainnya juga mempengaruhi seperti utilitas pengguna terhadap jasa angkutan kota, kualitas dan kuantitas jasa pelayanan yang diberikan sangat mempengaruhi pengguna terhadap kesediaan membayar. Untuk menentukan besarnya WTP maka ditanya besarnya tariff yang dianggap sesuai perjalanan hariannya dengan angkutan kota.

Analisa dilakukan terhadap tarif resmi dengan memperhatikan tarif yang dihitung berdasarkan BOK, ATP dan WTP pengguna angkutan kota sehingga diperoleh tarif yang sesuai. Menurut Boediono (1996:122) bila pasar kita bebaskan dari campur tangan kita (pasar bebas), maka harga akan ditentukan oleh kekuatan tarik menarik antara permintaan pasar dan penawaran pasar, atau secara grafik harga akan terjadi pada pemotongan antara permintaan pasar dan kurva penawaran pasar (harga equilibrium). Harga equilibrium yang terjadi menunjukkan posisi kepuasan maksimum bagi konsumen (karena terletak pada kurva permintaan pasar) maupun posisi keuntungan maksimum produsen (karena terletak pada kurva penawaran pasar). Atas dasar teori Boediono dan Tamin dalam tesis Wahid Abdul (2002:III) maka acuan pemecahan masalah dalam menganalisa tarif yang sesuai yang juga berada pada harga equilibrium, yaitu perpotongan ATP dan WTP (posisi kepuasan maksimum pengguna) dengan BOK (posisi keuntungan maksimum bagi penyedia). Gambar 3 berikut memperlihatkan ilustrasi penentuan tarif yang ideal. Gambar 3. Ilustrasi penentuan tarif yang ideal

Gambar 3. Ilustrasi penentuan tarif yang ideal

Page 5: Analisa Biaya Operasi Kendaraan Kaitannya Dengan Kemampuan Penumpang Membayar Tarif Angkutan Kota Di Kota Ambon - 2009

Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009  

  123

HASIL DAN PEMBAHASAN Besarnya tarif angkutan kota yang berlaku bervariasi berdasarkan jarak trayek. Tarif terbesar jasa angkutan untuk penumpang umum adalah Rp. 4.200 dan terkecil adalah Rp. 1.000 yang merupakan tarif trayek lokal. Beberapa trayek memiliki tarif relatif besar jika dibandingkan rata-rata tarif yang seharusnya, dimana tarif untuk umum adalah sebesar Rp. 195/km dan untuk pelajar dan mahasiswa sebesar Rp. 94,42/km. Kondisi ini terjadi karena beberapa trayek memiliki jarak lintasan kurang dari 5 km. Berdasarkan hasil survey terdapat 6 trayek memiliki karakteristik tersendiri. Tabulasi survey yang telah dilakukan dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Hasil Survei Karakteristik Penumpang Kota

Nilai Rata-rata Per Hari

Trayek

Galunggung- Terminal

STAIN - Terminal

LIN III - Terminal

Air Salobar -

Terminal

Halong Atas -

Terminal

Passo - Terminal

A B C D E F G Jumlah Penumpang 210 206 219 222 200 203 Panjang Rit (km) 3,8 9 3 4 6 13 Jumlah Rit 20 16 23 21 20 16 Panjang Perjalanan (km) 76,25 144 70 85,30 120 203,70 Jumlah Penumpang/Rit 10,3 12,9 9,4 10,4 10 12,9 Faktor Muatan (%) 103,11 128,75 99,83 129,36 94 104,22 Waktu Tempuh/Rit (Menit) 19,52 32,46 21,91 30,61 19,89 22,24 Kecepatan (km/jam) 11,53 16,63 8,22 7,84 18,1 35,07 Penghasilan Kotor/Hari 200.000 200.000 200.000 190.000 200.000 200.000

Berikut gambaran parameter statistik dan Willingness to Pay (WTP) pengguna angkutan kota. Tabel 2. Parameter Statistik Hasil Survey Rumah Tangga dan WTP Pengguna Angkutan Kota

Penghasilan Pengeluaran Panjang  Pengeluarana Riil WTP(Rp/bln) (Rp/bln) Perjalanan (Rp/km) (Rp/km)

(km/bln)A B C D E F

Mean 1.628.443,53        1.386.556,47      492,74                 244,35                    224,33             Skewness 0,96                      1,02                    1,21                     2,46                        2,32                 Minimum 300.000,00           250.000,00         10,00                   65,38                      25,00               Maksimum 4.500.000,00        4.050.000,00      1.640,00              1.000,00                 1.000,00          

Parameter

Berdasarkan tabel 2, keinginan membayar oleh pengguna ternyata lebih kecil daripada rata-rata pembayaran yang dikeluarkannya yaitu sebesar Rp. 244,33/km. Jika pengeluaran rata-rata dibandingkan dengan tarif yang dibayarkan berdasarkan tarif resmi dengan sitem tarif tetap, terdapat 3 trayek justru lebih rendah penerimaan oleh supir angkutan dibandingkan dengan pengeluaran pengguna jasa angkutan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.

Page 6: Analisa Biaya Operasi Kendaraan Kaitannya Dengan Kemampuan Penumpang Membayar Tarif Angkutan Kota Di Kota Ambon - 2009

Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009  

  124

Galunggung LIN III Passo Air Salobar STAIN Halong

Atas -18,81 -88,98 152,04 -5,65 122,13 77,68

-38,83 -109 132,02 -25,67 102,11 57,66

244,35 244,35 244,35 244,35 244,35 244,35

Gambar 4. Grafik Selisih Penerimaan dan Pembayaran Tarif

Berdasarkan perhitungan WTP diperoleh perhitungan nilai ATP pada tabel 3. Jika keseluruhan alokasi biaya transportasi diperuntukkan untuk angkutan penumpang maka nilai ATP (ATP 100%) sebesar Rp. 378,37/km yang berarti lebih besar dari biaya pengeluaran riil rata-rata yakni sebesar Rp. 244,35/km. Tabel 3. Hasil Perhitungan ATP Pengguna Angkutan Kota

Parameter A T P 60% 70% 80% 90% 100%

A B C D E F Mean 227,02 264,86 302,69 340,53 378,37

Skewness 5,8818 5,8818 5,8818 5,8818 5,8818 Minimum 6,08 7,09 8,10 9,12 10,13

Maksimum 4.687,50 6.250 6.250 7.031,25 7.812,50 Adapun ilustrasi besarnya ATP, WTP dan pengeluaran riil untuk angkutan kota dapat dilihat pada gambar 5.

‐150

‐100

‐50

0

50

100

150

200

Galunggung LIN III P asso Air S alobar S TAIN HalongAtas

S elis ish TarifberdasarkanPengeluaran RiilRata‐rataS elis ih WTP  denganPengeluaran RiilRata‐rata

Page 7: Analisa Biaya Operasi Kendaraan Kaitannya Dengan Kemampuan Penumpang Membayar Tarif Angkutan Kota Di Kota Ambon - 2009

Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009  

  125

Gambar 5. Grafik Perbandingan ATP, WTP dan Biaya Riil

Untuk penentuan tarif berdasarkan BOK diperlukan penetapan umur untuk penentuan depresiasi kendaraan, dalam penelitian ini umur ekonomis angkutan kota ditetapkan 5 tahun. Secara garis besarnya perhitungan BOK ini terdiri dari 2 kategori pembiayaan,yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Adapun jumlah keseluruhan biaya tetap dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Biaya Tetap Angkutan Kota

No. Jenis Biaya Biaya /Tahun (Rp.) A B C

1 Perizinan - Izin Usaha - Izin Trayek - Uji Kir

0,00

75.000 120.000

2 Pajak Iuran - STNK + PKB - SWDKLJJ - Adm + Asuransi - Organda

186.000

85.000 36.000 10.000

3 Penyusutan 9.600.0004 Bunga Modal 17.760.000

Jumlah 27.872.000 Perhitungan biaya variabel berbeda dengan biaya tetap, dimana pembiayaan suatu kendaraan sangat ditentukan oleh tingkat operasionalisasinya. Perhitungan pembiayaan dibedakan berdasarkan trayek yang diamati. Total biaya variabel merupakan penjumlahan dari seluruh komponen pembiayaan variabel. Besarnya biaya variabel seperti ditampilkan pada tabel 5. Tabel 5. Biaya Variabel Angkutan Kota

Kategori Biaya Variabel

Trayek

Galunggung LIN III Passo Halong Atas STAIN Air

Salobar A B C D E F G

Bahan Bakar (Rp/tahun) 6.869.267 6.302.839 18.414.302 10.821.837 12.983.242 7.682.988

Minyak Pelumas (Rp/tahun) 1.141.920 1.048.320 3.050.112 1.797.120 2.156.544 1.277.952

Pemakaian Ban (Rp/tahun) 96.712 42.717 1.211380 308.980 328.810 45.694

Biaya Kru (Rp/tahun) 9.360.000 9.360.000 9.360.000 9.360.000 9.360.000 9.360.000

Biaya Perawatan (Rp/tahun) 4.800.000 4.800.000 4.800.000 4.800.000 4.800.000 4.800.000

Biaya Retribusi (Rp/tahun) 312.000 312.000 312.000 312.000 312.000 312.000

Total Biaya Variabel (Rp/tahun) 22.579.900 21.865.876 37.147.794 27399.937 29.940.597 23.478.634

ATP 227,02

264,86

302,69

340,53

378,37

WTP 224,33

224,33

224,33

224,33

224,33

Biaya Riil

244,35

244,35

244,35

244,35

244,35

Page 8: Analisa Biaya Operasi Kendaraan Kaitannya Dengan Kemampuan Penumpang Membayar Tarif Angkutan Kota Di Kota Ambon - 2009

Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009  

  126

BOK merupakan penjumlahan dari biaya tetap dan biaya-biaya variabel. Untuk penentuan tarif yang rasional, BOK perlu ditambahkan dengan biaya-biaya lainnya yaitu overhead, biaya tak terduga, dan keuntungan pemilik. Berikut BOK dan tambahan biaya lainnya. Tabel 6. Biaya Operasi Kendaraan dan Tambahan Biaya Lain-lain

Kode Trayek Biaya Tetap

(Rp/tahun)

Biaya variabel

(Rp/tahun)

BOK (Rp/tahun)

Biaya Tak Terduga

5% x BOK (Rp/tahun)

Keuntungan 20% x BOK (Rp/tahun)

Total Biaya Lain-lain

(Rp/tahun)

A B C D E = D x 5% F = D x 20% G = E + F Galunggung 27.872.000 22.579.900 50.451.900 2.522.595 10.090.380 12.612.975

STAIN 27.872.000 29.940.597 57.812.597 2.890.630 11.562.519 14.453.149 LIN III 27.872.000 21.865.876 49.737.876 2.486.894 9.947.575 12.434.469

Air Salobar 27.872.000 23.478.634 51.350.635 2.567.532 10.270.127 12.837.659 Halong Atas 27.872.000 27399.937 55.271.938 2.763.597 11.054.388 13.817.984

Passo 27.872.000 37.147.794 65.019.795 3.250.990 13.003.959 16.254.949 Tarif yang dihitung berdasarkan BOK adalah tarif minimum. Tabel 7. Perhitungan Tarif Minimum Angkutan Kota

Kode Trayek Jumlah

Penumpang (org/hari)

Total Penumpang Per Tahun (org/tahun)

BOK (Rp/tahun)

Biaya BOK +

Lain-lain (Rp/tahun)

Tarif berdasarkan BOK

(Rp/penumpang)

Tarif berdasarkan

BOK + Lain-lain

(Rp/penumpang)

Tarif yang

Berlaku (Rp/

penumpang)

A B C D E F = D / C G = E / C H Galunggung 210 65.416 50.451.900 63.064.876 771 964 1.000

STAIN 206 64.272 57.812.597 72.265.747 899 1.124 1.100 LIN III 219 68.432 49.373.876 62.172.345 727 909 1.000

Air Salobar 222 69.368 51.350.635 64.188.294 740 925 1.000 Halong Atas 200 62.296 55.271.938 69.089.922 887 1.109 1.000

Passo 203 63.232 65.019.795 81.274.743 1.028 1.285 1.200 Rata-rata (Rp/Penumpang) 842 1,053 1.050

Terlihat pada tabel 7 bahwa dengan tarif yang berlaku saat ini pada keenam trayek sesuai perhitungan tarif berdasarkan BOK ditambah biaya tak terduga 5%, selisih rata-ratanya adalah 25,67%. Adapun besarnya selisih tarif pada masing-masing trayek sesuai dengan tarif resmi dan perbandingan tarif dapat dilihat pada tabel 8 berikut. Tabel 8. Persentase Selisih Tarif sesuai dengan Tarif Resmi

Kode Trayek Selisih BOK + Biaya tak

terduga (5%) dengan Tarif Berlaku (Rp/org)

%

Selisih BOK + Keuntungan (20%)

dengan Tarif Berlaku (Rp/org)

%

A B C D E Galunggung 228,75 29,66 36 4,66013

STAIN 200,50 22,29 -24 -2,7097 LIN III 273,18 37,59 91 12,58529

Air Salobar 259,74 35,09 75 10,08694 Halong Atas 112,75 12,71 -109 -12,2918

Passo 171,73 16,70 -85 -829954 Jumlah Rata-rata 208 25,67 -3 1

Page 9: Analisa Biaya Operasi Kendaraan Kaitannya Dengan Kemampuan Penumpang Membayar Tarif Angkutan Kota Di Kota Ambon - 2009

Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009  

  127

Tarif yang didasarkan pada nilai WTP dan ATP diilustrasikan sebagai berikut:

Gambar 6. Ilustrasi Tarif berdasarkan pada WTP dan ATP Penentuan tarif ideal untuk mendapatkan gambaran tarif secara jelas berdasarkan BOK, dengan cara menjumlahkan per kolom hignga alokasi biaya transportasi 100%, kecuali BOK. Tabel 9. Penyesuaian Tarif berdasarkan Alokasi Biaya Transportasi

Jenis Tarif/ Trayek

Alokasi Biaya Transportasi 60% 70% 80% 90% 100%

ATP 227,02 491,88 794,57 1.135,10 1.513,47 WTP 134,60 291,63 471,09 672,98 897,31 BOK 1.053 1.053 1.053 1.053 1.053

Galunggung 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000Passo 1.200 1.200 1.200 1.200 1.200

STAIN 1.100 1.100 1.100 1.100 1.100 LIN III 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000

Air Salobar 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000Halong Atas 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000

Berdasarkan tabel 9 maka grafik tarif ideal dengan mudah dibuat untuk mendapatkan harga equilibrium, yaitu perpotongan antara ATP dan WTP dengan BOK.

Gambar 7.

Page 10: Analisa Biaya Operasi Kendaraan Kaitannya Dengan Kemampuan Penumpang Membayar Tarif Angkutan Kota Di Kota Ambon - 2009

Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009  

  128

Penentuan Tarif Ideal berdasarkan ATP, WTP dan BOK Harga equilibrium pada gambar 7 menunjukkan angka berkisar 87,5% yang kompensasinya =

85% = (80%+90%)/2 = (Rp. 794,57 + Rp. 1.135,10)/2 = Rp. 964,84 87,5% = (85%+90%)/2 = (Rp. 964,84 + Rp. 1.135,10)/2 = Rp. 1.050

Jadi harga equilibrium adalah Rp.1050 artinya bahwa tarif ideal untuk tarif lokal adalah sebesar Rp 1.050/orang. Harga equilibrium tersebut hanya terjadi antara garis BOK dengan ATP yang artinya bahwa kemampuan seseorang untuk membayar jasa angkutan berdasarkan tingkat penghasilannya adalah jika tarif yang berlaku adalah Rp. 1.050. Sedangkan equilibrium antara BOK dan WTP hanya dapat bersinggungan dengan alokasi biaya transportasi di atas 100%, artinya bahwa kesediaan masyarakat untuk mengeluarkan imbalan atas jasa yang diperolehnya di atas nilai tarif yang berlaku apabila dilakukan beberapa perbaikan, khususnya kesesuaian antara jarak perjalanan rata-rata dengan jarak lintasan trayek. Adapun tarif ideal berdasarkan trayek dapat dilihat pada gambar 8.

Gambar 8. Penentuan Tarif Ideal berdasarkan ATP, WTP per Trayek Tarif ideal pada trayek pengamatan terletak pada harga equilibrium 86% sampai dengan 96,5% dan hanya bersinggungan dengan garis ATP. Harga equilibrium masing-masing trayek yang diamati: - Trayek Passo, pada equilibrium 96,5% = Rp. 1.381,04 - Trayek STAIN, pada equilibrium 89% = Rp. 1.101,05 - Trayek Galunggung, LIN III, Halong Atas, Air Salobar, pada equilibrium 86 = Rp. 998,89 Sesuai harga equilibrium pada keenam trayek yang diamati terlihat bahwa tarif yang berlaku memiliki ketidaksesuaian dengan tarif ideal. Pada trayek Passo dengan tarif berlaku Rp. 1.200/penumpang dan harga equilibrium adalah Rp. 1.381,04/penumpang. Jadi terdapat selisih berkisar 15,10% atau sebesar Rp. 181,04/penumpang. Hal ini juga terjadi pada trayek STAIN, dimana terdapat selisih antara tarif yang berlaku dengan tarif ideal sebesar 0,09%. Adapun pada keempat trayek lainnya justru lebih kecil tarif idealnya dibandingkan dengan tarif yang berlaku sebesar 0,11% atau sebanyak Rp. 1,11/penumpang. Adanya selisih dari tarif

Page 11: Analisa Biaya Operasi Kendaraan Kaitannya Dengan Kemampuan Penumpang Membayar Tarif Angkutan Kota Di Kota Ambon - 2009

Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009  

  129

yang berlaku masih memiliki tingkat perbedaan yang sangat kecil, kecuali pada trayek Passo. Kondisi ini terjadi tidak terlepas dari adanya perbedaan jarak pelayanan, sementara pendapatan kotor tiap trayek adalah sama, yakni berkisar Rp. 190.000/hari sampai dengan Rp. 200.000/hari. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis perhitungan tarif angkutan kota di Kota Ambon dapat disimpulkan bahwa: Tingkat pendapatan rata-rata kendaraan sangat ditentukan jumlah permintaan pada lintasan trayek yang dilayani dan Biaya Operasi Kendaraan (BOK). BOK angkutan kota jika ditambahkan dengan biaya tak terduga 5%, kesesuaian biaya rata-rata adalah Rp. 842/penumpang atau dengan selisih dari tarif rata-rata yang berlaku sebesar 24,70%, tarif rata-rata berdasarkan BOK ditambah keuntungan 20% sebesar Rp. 1.053/penumpang atau lebih besar 0,29% (Rp. 3) dari tarif rata-rata yang berlaku Rp. 1.050/penumpang. Tarif ideal berdasarkan harga equilibrium pada masing-masing trayek umumnya telah sesuai dengan tarif yang berlaku, kecuali pada trayek Passo dan STAIN. Tarif ideal pada trayek Passo Rp. 1.381,40/penumpang lebih besar dari tarif resmi (Rp. 1.200/penumpang) sebesar Rp. 181,04/penumpang. Sedangkan tarif ideal pada trayek STAIN sebesar Rp. 1.101,05/penumpang atau berselisih sebesar Rp. 1,05/penumpang. Sedangkan pada trayek Halong Atas, LIN III, Air Salobar dan Galunggung tarif resmi Rp. 1000/penumpang lebih besar dibandingkan dengan tarif ideal yakni ebesar Rp. 998,89/penumpang. Pembebanan terhadap tarif resmi dialami oleh masyarakat pengguna, masing-masing sebesar Rp. 1,11/penumpang. DAFTAR PUSTAKA Aryawan I.M.Oka dan Hermanan P (2003), Evaluasi Tarif Angkutan Kota dengan Analisa

Ability to Pay (ATP) dan Willingness to Pay (WTP) pada Trayek Ubung-Kreneng di Kota Denpasar, Kongres HPJI.

Erdin dan Pangguna (2002). Analisis Tarif Pete-pete berdasarkan Biaya Operasi Kendaraan, Ability to Pay (ATP) dan Willingness to Pay (WTP) (Studi Kasus Kota Makassar). Tugas Akhir tidak diterbitkan, Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.

Tamin O.Z, et al (1999), Evaluasi Tarif Angkutan Umum dan Analisa Ability to Pay (ATP) dan Willingness to Pay (WTP) di DKI Jakarta, Jurnal Transportasi FSTPT, ITS Surabaya.

Tamin O.Z (1997), Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, Edisi Pertama, ITB Bandung. Wahid Abdul (2002), Analisa Tarif Angkutan Kota di Kota Palu, Tugas akhir tidak

diterbitkan, Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.