an maritim asia tenggara

Upload: dwiky-surya-gumilang

Post on 12-Jul-2015

134 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Dwiky Surya Gumilang(209000343) Said Iqbal A. (209000313) Kholida Widyawati ( 209000329) Wahyu Mulyana Putra(20900216)

Diplomasi Asia Tenggara

Latar Belakang : Konsep pertahanan maritim secara

universal dan korelasi dengan kawasanAsia Tenggara; Konflik terkait permasalahan maritim di Asia Tenggara : Laut China Selatan; ASEAN Maritime Forum : Sejarah dan konsep terbentuk nya AMF;Tujuan; Agenda; Hambatan dan Permasalahan Legitimasi

Penegakan kedaulatan di laut memiliki dua dimensi

pemahaman, yaitu kedaulatan negara (sovereignity) dan hak berdaulat (sovereign right) sebagaimana dijelaskan dalam dalam UNCLOS 1982. Sesuai dengan pasal 2,34,47 dan 49 dari UNCLOS 1982. Kedaulatan Negara adalah kekuasaan tertinggi pada negara untuk melakukan suatu tindakan yang dianggap perlu demi kepentingan nasional negara itu sendiri berdasarkan hukum nasional dengan memperhatikan hukum internasional.

Dasar hukum penguasaan negara atas suatu wilayah

bersumber dari keberadaan/ eksistensi negara sebagai negara merdeka dan berdaulat. Kedaulatan negara meliputi kedaulatan atas wilayah, kedaulatan atas kepentingan nasional lainnya, serta kedaulatan atas pengawasan terhadap kegiatan di dalam wilayah negara. Oleh karena itu negara memiliki hak/ wewenang mengatur/ membuat peraturan hukum (legislation), mengawasi berlakunya peraturan (control), dan menegakkan peraturan/hukum yang berlaku (law enforcement) demi kepentingan negara/bangsa.

Perairan regional dikawasan Asia Tenggara terutama

Selat Malaka, Selat Singapura, laut China Selatan serta beberapa alur pelayaran yang terdapat di perairan Asia Tenggara mempunyai peran yang sangat penting karena merupakan Sea Lines of Communication (SLOC) serta Sea Lines of Trade (SLOT); Keamanan maritim di kawasan Asia Tenggara menjadi salah satu faktor yang di prioritaskan oleh negaranegara di kawasan Asia Tenggara;

Kawasan Asia Tenggara memiliki peranan sangat

penting, karena merupakan penghubung antara dua samudera besar, Pasifik dan Hindia. Selat-selat dan perairan kawasan ini merupakan jalur perdagangan dunia yang sekaligus menjadi choke points strategis bagi proyeksi armada angkatan laut negara maritim besar dalam rangka forward presence ke seluruh penjuru dunia. Sebagai jalur perdagangan, maka pasti akan mengundang beberapa ekses negatif yang berkaitan dengan masalah keamanan kawasan.

Laut Cina Selatan ialah laut tepi, bagian dari Samudra

Pasifik, mencakup daerah dari Singapura ke selat Taiwan sekitar 3.500.000 km. Merupakan badan laut terbesar setelah kelima samudera. Kepulauan Laut Cina Selatan membentuk sebuah kepulauan yang berjumlah ratusan. Laut ini biasa disebut sebagai Laut Selatan saja di daratan Cina. Secara geografis kawasan Laut Cina Selatan dikelilingi sepuluh negara pantai (RRC dan Taiwan, Vietnam, Kamboja, Thailand, Malaysia, Singapura, Indonesia, Brunei Darussalam, Filipina), serta negara tak berpantai yaitu Laos, dan dependent territory yaitu Makau. Luas perairan Laut Cina Selatan mencakup Teluk Siam yang dibatasi Vietnam, Kamboja, Thailand dan Malaysia serta Teluk Tonkin yang dibatasi Vietnam dan RRC.

Yang di persengketakan dalam kasus ini adalah

Kedaulatan atas kawasan laut serta wilayah di kepulauan Paracel dan Spratly -dua rangkaian kepulauan yang diklaim oleh sejumlah negara. Selain rangkaian pulau ini, ada pula pulau tak berpenghuni, atol, dan karang di seputar perairan ini.

Indonesia : Indonesia mempersengkatan wilayah perairan disebelah selatan kepulauan natuna Singapura : mempersengketakan wilayah sepanjang selat johor dan selat singapura

China : China mengklaim sebagian besar kawasan ini -terbentang ratusan mil dari selatan sampai timur di Propinsi Hainan. Beijing mengatakan hak mereka atas kawasan itu bermula dari 2.000 tahun lalu dan kawasan Paracel dan Spratly merupakan bagian dari bangsa Cina. Tahun 1947, Cina mengeluarkan peta yang merinci klaim kedaulatan negara itu. Peta itu menunjukkan dua rangkaian pulau yang masuk dalam wilayah mereka. Klaim itu juga diangkat Taiwan, yang masih dianggap Cina sebagai provinsinya yang membangkang.

Perhimpunan negara-negara Asia Tenggara, ASEAN sudah

berhasil menandatangani code of conduct atau kode perilaku dengan Cina tahun 2002. Berdasarkan perjanjian itu, negara-negara yang mengklaim sepakat "menyelesaikan sengketa teritorial dan yurisdiksi dengan cara damai tanpa penggunaan kekerasan, dan melalui perundingan". Tetapi kejadian akhir-akhir ini menunjukkan Vietnam dan Cina tidak mematuhi semangat kesepakatan itu. Dan para menteri luar negeri ASEAN juga sudah menyepakati kerangka acuan untuk penulisan kode perilaku dalam penyelesaian konflik ini.

Deklarasi ASEAN Concord II (Bali Concord II) yang

ditandatangani oleh Pemimpin ASEAN di Bali, Indonesia, 7 Oktober 2003, menegaskan concern para Pemimpin ASEAN terhadap isu-isu kelautan dan lintas-batas, dan karenanya harus ditangani secara regional, holistik, terpadu dan komprehensif; Kerjasama maritim antar dan di antara Negara Anggota ASEAN (ASEAN Members States/AMSs) akan memberikan kontribusi bagi pembentukan Komunitas Keamanan ASEAN (ASEAN Security Community/ASC);

Guna menindaklanjuti hasil dari Bali Concord II

tersebut, KTT ASEAN ke-10, di Vientiane, 29 Nopember 2004, mengadopsi Rencana Aksi Komunitas Keamanan ASEAN (ASC PoA) dan Vientiane Action Program (VAP) yang meliputi kegiatan kongkrit jangka menengah periode 20042010. Bagian 1.2.7 elemen ASC dari VAP adalah mengenai promosi kerjasama keamanan maritim ASEAN. Selanjutnya, bagian 1.2.7.1 dari Program dan Langkah-langkah Kawasan menetapkan bahwa ASEAN akan menjajaki pembentukan ASEAN Maritime Forum (AMF);

Konferensi Koordinasi Rencana Aksi Komunitas

Keamanan ASEAN (ASEAN Security Community Plan of Action Coordinating Conference/ ASCCO) Sekretariat ASEAN, 4-5 September 2006, sepakat untuk mempercepat pelaksanaan PoA ASC dan memobilisasi sumberdaya tambahan. Lebih lanjut ASCCO mencatat usulan Indonesia untuk menyelenggarakan Workshop tentang pembentukan AMF, dan proposal ini telah disetujui ad-referendum oleh ASEAN Standing Committee.

Kerjasama maritim melalui dialog dan konsultasi

konstruktif mengenai isu-isu maritim yang menjadi kepentingan dan perhatian bersama, sejalan dengan ketentuan Konvensi PBB tahun 1982 tentang Hukum Laut (UN Convention on the Law of the Sea/UNCLOS) dan perjanjian serta konvensi internasional yang relevan ;

Prinsip AMF adalah berkontribusi pada diskusi

tentang isu-isu yang berhubungan dengan maritim yang dijalankan oleh badan-badan ASEAN yang ada tanpa duplikasi terhadap mekanisme tersebut. Dalam hal ini, formulasi kebijakan dan keputusan pada semua permasalahan yang berada dalam lingkup badan sektoral ASEAN yang sudah ada, akan tetap berada di bawah badan sektoral masing-masing.

Mempromosikan dan mengembangkan pemahaman dan

pandangan umum antara Negara-negara Anggota ASEAN (ASEAN Member States/AMSs) mengenai isu-isu maritim regional dan global; Berkontribusi pada upaya-upaya menuju Confidence Building Measures (CBM) dan Preventive Diplomacy (PD); Meningkatkan kemampuan Negara Anggota untuk mengelola masalah maritim melalui konsultasi tanpa mengganggu hak-hak, kedaulatan dan integritas teritorial; Melakukan penelitian kebijakan yang berorientasi pada masalah-masalah maritim regional yang spesifik serta mempromosikan pembangunan kapasitas, meningkatkan pelatihan dan kerjasama teknis keselamatan, keamanan dan perlindungan lingkungan maritim;

Berkontribusi pada pembentukan Komunitas Politik-

Keamanan ASEAN sebagaimana dimaksud dalam Bali Concord II.

Pertukaran pandangan dan informasi tentang isu-isu

lintas sektoral yang menjadi perhatian bersama seperti degradasi lingkungan, keselamatan navigasi, dan keamanan maritim; Mengembangkan perangkat dan prinsip-prinsip nilai sosial-politik dan mempromosikan penyelesaian sengketa melalui cara damai; Memfasilitasi dialog mengenai isu-isu maritim yang berkaitan dengan kejahatan transnasional, seperti perdagangan manusia, penyelundupan, illegal fishing, illegal logging, perampokan bersenjata dan pembajakan;

Memfasilitasi dialog mengenai isu-isu maritim yang

berkaitan dengan kejahatan transnasional, seperti perdagangan manusia, penyelundupan, illegal fishing, illegal logging, perampokan bersenjata dan pembajakan; Menjajaki kemungkinan pengembangan model hukum yang berkaitan dengan masalah-masalah maritim dan mengidentifikasi isu-isu regional untuk tunduk pada referensi UNCLOS 1982 pada masa mendatang;

Pembangunan Kapasitas seperti pendidikan dan

program pelatihan melalui kerjasama dengan Mitra Dialog ASEAN dan organisasi teknis maritim yang relevan, seperti Organisasi Maritim Internasional (International Maritime Organization/IMO) yang memiliki sumber daya teknis dan keahlian untuk melakukan program peningkatan kapasitas; f) Mempromosikan kerjasama antar lembaga penegak hukum maritim;

Mempromosikan kerjasama pengawasan dan

pengendalian maritim; Pertukaran pandangan mengenai langkah-langkah teknis dan operasional; Mempromosikan pemahaman umum tentang isu-isu internasional yang muncul terkait dengan kerjasama maritim, seperti keanekaragaman hayati dan bioprospecting sumber daya hayati; j) Mengidentifikasi platform pelatihan/pendidikan maritim antara AMSs.

Permasalahan hambatan yang dimaksud disini adalah

bagaimana dalam mekanismenya nanti, ASEAN Maritime Forum akan menghadapi hambatan dalam permasalahan legitimasi, dimana sampai saat ini ASEAN Maritime Forum hanya menjadi wadah untuk menfasilitasi dialog mengenai isu maritim; Gerakan nya cenderung pasif, terlihat dari agenda-agenda ASEAN Maritime Forum, misalnya Pertukaran pandangan mengenai langkah-langkah teknis dan operasional Bukan sebuah tindakan nyata, misalnya seperti pembentukan patroli pengamanan ASEAN Maritime, dan lain-lain..

http://www.tabloiddiplomasi.org/previous-isuue/104-

agustus-2010/902-konsep-pembentukan-aseanmaritime-forum.html http://www.deplu.go.id/Pages/PressRelease.aspx?IDP =972&l=id http://www.politik.lipi.go.id/index.php/in/kolom/poli tik-internasional/450-keamanan-laut-dan-keketuaanasean-2011