zonasi tingkatan kerentanan lahan berdasarkan analisis...
Post on 06-Feb-2018
216 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Zonasi Tingkatan Kerentanan Lahan Berdasarkan Analisis
Kemiringan Lereng dan Analisis Kelurusan Sungai di Daerah Salopa,
Kabupaten Tasikmalaya
Putra Perdana Kendilo1, Iyan Haryanto2, Emi Sukiyah3, dan Edy Sunardi4 1Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran
Jalan Raya Bandung-Sumedang KM. 21 Jatinangor, Sumedang, 45363, Indonesia
Email : putrakendilo@gmail.com
Abstrak
Daerah penelitian terletak di Daerah Salopa, Kabupaten Tasikmalaya dan sekitarnya. Luas
daerah penelitan sebesar 26 km x 27 km. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan potensi
kerentanan lahan menggunakan analisis kemiringan lereng, analisis kelurusan sungai, analisis
kerapatan struktur. Dari analisis kemiringan lereng dapat diperoleh hasil bahwa daerah
memiliki kelas kemiringan lereng yang beragam mulai dari datar hingga kemiringan terjal.
Daerah aliran sungai di daerah penelitian memiliki karakteristik pola aliran yang beragam, dari
aliran sungai tersebut diperoleh pola kelurusan sungai yang kemudian dapat digunakan dalam
pengolahan data bobot kerapatan struktur. Hasil analisis pola aliran sungai pada daerah
penelitian menunjukan karakteristik yang beragam diantaranya terdapat pola rektangular yang
mengindikasikan adanya pengaruh retakan atau sistem patahan terhadap keterbentukan
morfologi daerah tersebut. Zonasi potensi kerentanan lahan ditentukan melalui pembobotan
berdasarkan kerapatan struktur dan kemiringan lereng, dimana pembobotan tersebut
diklasifikasikan dengan rendah, sedang dan tinggi. Tingkat kerentanan lahan sangat bergantung
pada tingkat erosi yang terjadi pada daerah tersebut.
Kata Kunci : kerentanan lahan, kemiringan lereng, kerapatan struktur
Pendahuluan
Latar Belakang
Suatu daerah umumnya memiliki
karakteristik yang beragam dan juga
membentuk morfologi yang bermacam-
macam. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh
beberapa hal, baik itu gaya eksogen maupun
gaya endogen. Gaya eksogen merupakan gaya
yang berasal dari permukaan bumi, contohnya
pelapukan dan erosi. Sedangkan gaya endogen
adalah gaya yang berasal dari dalam bumi yang
diakibatkan oleh aktifitas vulkanik dan
aktifitas tektonik. Kondisi litologi di suatu
daerah umumnya memiliki karakteristik yang
beragam. Berdasarkan karakteristik batuannya
dapat dianalisa seberapa besar dampak gaya
ekosogen ataupun gaya endogen terhadap
lahan yang berada di area sekitar gaya tersebut
bekerja.
Lokasi penelitian
Secara geografis daerah peneletian
terletak pada koordinat 108° 11' 30" BT dan -
7° 23' 30" LS sampai 108° 25' 30" BT dan 7°
38' 00" LS dengan luas daerah penelitian
sebesar 26 x 27 km.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui zona potensi kerentanan lahan
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
berdasarkan analisis geomorfologi berupa
kemiringan lereng dan kerapatan struktur.
Metodologi
Klasifikasi tingkat potensi kerentanan
lahan ditentukan dengan analisis kemiringan
lereng, analisis kelurusan sungai, analisis
kerapatan struktur. Data diperoleh dari Peta
Rupa Bumi Indonesia Skala 1:25.000, data
citra satelit, pengolahan data menggunakan
software MapInfo Professional, Global
Mapper, Surfer 9, Microsoft Excel.
Geologi Regional
Daerah Salopa, Tasikmalaya menurut
pembagian zona fisiografi termasuk ke Zona
Pegunungan Selatan Jawa Barat (Van
Bemmelen, 1949). Litologi batuan yang
terdapat pada daerah penelitian sebagian besar
merupakan batuan sedimen yang berumur
oligosen – miosen serta di sekitarnya terdapat
batuan terobosan berumur miosen dan batuan
vulkanik pliosen akhir - holosen serta endapan
aluvium berumur holosen (T. Budhitrisna,
1986 ; S. Supriatna, L. Sarmili, D. Sudana &
A. Koswara, 1992)
Kemiringan Lereng
Suatu lahan memiliki kelas kemiringan
lereng yang beragam, dimana lereng yang
memiliki kelas lereng semakin terjal maka
potensi erosinya akan semakin tinggi.
Tabel 1. Kelas kemiringan lereng ( Van Zuidam, 1985)
Kelas Lereng
Karakteristik
Simbol Warna
00 - 20
(0 - 2 %)
datar Hijau tua
20 - 40
(2 - 7 %)
landai Hijau muda
40 - 80
(7 - 15 %)
agak curam Kuning muda
80 - 160
(15 - 30 %)
curam Kuning tua
160 - 350
(30 - 70 %)
sangat curam merah muda
350 - 550
(70 - 140 %)
terjal merah tua
>550
(> 140 %)
sangat terjal ungu tua
Berdasarkan analisa kemiringan lereng
menggunakan software global mapper daerah
penelitian memiliki kelas lereng yang beragam
namun sebagian besar merupakan daerah
dengan kemiringan lereng yang curam.
Gambar 1. Peta Kemiringan Lereng berdasarkan pengolahan data software global mapper
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Setelah diperoleh hasil pengolahan data
kemiringan lereng dari global mapper,
kemudian dilakukan pembobotan dengan
klasifikasi sebagai berikut:
Tabel 2. Bobot kelas kemiringan lereng
Kelas Lereng
Karakteristik
Bobot
00 - 20
(0 - 2 %)
datar
20 - 40
(2 - 7 %)
landai 1
40 - 80
(7 - 15 %)
agak curam
80 - 160
(15 - 30 %)
curam 2
160 - 350
(30 - 70 %)
sangat curam
350 - 550
(70 - 140 %)
terjal 3
>550
(> 140 %)
sangat terjal
Gambar 2. Peta Bobot Kemiringan Lereng berdasarkan pengolahan data software surfer
Kelurusan Sungai
Daerah aliran sungai di daerah penelitian
memiliki karakteristik pola aliran yang
beragam, dari aliran sungai tersebut diperoleh
pola kelurusan sungai yang kemudian dapat
digunakan dalam pengolahan data bobot
kerapatan struktur.
Gambar 3. Peta Pola Aliran Sungai berdasarkan pengolahan data software mapinfo
Gambar 4. Peta Digital Elevation Model berdasarkan pengolahan data software global mapper
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Gambar 5. Peta Bobot kerapatan struktur berdasarkan pengolahan data software surfer
Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan hasil pengolahan data
yang diperoleh dari analisis kemiringan lereng
dan kerapatan struktur didapat bobot
kerentanan yang telah dipetakan (gambar 5).
Pada peta tersebut terlihat bahwa daerah yang
berwarna hijau memiliki bobot kerentanan
lahan rendah (bobot 1), daerah berwarna
kuning memiliki bobot kerentanan lahan
sedang (bobot 2), dan daerah berwarna merah
memiliki bobot kerentanan lahan tinggi (bobot
3).
Pada zona merah (bobot kerentanan
tinggi) di bagian barat, terdapat pola aliran
sungai rektangular, sehingga dapat
diinterpretasikan bahwa di daerah tersebut ada
pengaruh retakan atau sistem patahan terhadap
keterbentukan morfologinya.
Pembobotan kerentanan lahan dinilai
dari tingkat kecuraman lereng dan juga tingkat
kerapatan struktur yang dilihat dari pola
kelurusan sungai.
Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah
tingkat kerentanan lahan sangat bergantung
pada tingkat erosi yang terjadi pada daerah
tersebut. Dapat dikatakan bahwa daerah yang
memiliki tingkat kemiringan lereng yang
semakin curam akan mengalami tingkat erosi
yang semakin besar sehingga bobot kerentanan
lahan pun semakin tinggi. Selain dari
kemiringan lereng tingkat erosi pun dapat
terlihat dari kerapatan strukturnya, dimana
daerah yang memiliki tingkat kerapatan
struktur semakin tinggi maka lahan tersebut
semakin rentan tererosi. Maka dari itu dapat
dilihat pada peta (Gambar 5) bahwa daerah
dengan kemiringan yang terjal serta kerapatan
struktur yang tinggi memiliki bobot kerentanan
lahan tinggi yang ditandai dengan zonasi
warna merah.
Daftar Pustaka
S. Supriatna, L. Sarmili, D. Sudana & A. Koswara, 1992, Peta Geologi Lembar Karangnunggal, Jawa Barat skala 1:100.000, Bandung : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.
T. Budhitrisna, 1986, Peta Geologi Lembar
Tasikmalaya, Jawa Barat skala 1:100.000,
Bandung : Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi.
Van Zuidam, R.A. 1985. Aerial Photo-
Interpretation in Terrain analysis and
Geomorphologic Mapping. Smits
Publishers The Hague Netherland. 442h.
Zakaria, Zufialdi, 2010, Model Starlet, suatu
Usulan untuk Mitigasi Bencana Longsor
dengan Pendekatan Genetika Wilayah
(Studi Kasus: Longsoran Citatah,
Padalarang, Jawa), Jatinangor :
Universitas Padjadjaran.
Zakaria, Zufialdi, dkk, 2015, Soil bearing
capacity for shallow foundations and its
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
relationship with FFD through
modification method in active tectonics
region : Studies of Morphotectonics and
geotechnics in Majalengka, West Java,,
Jatinangor : Universitas Padjadjaran.
top related