wrap up syndroma nefrotik b4
Post on 21-Dec-2015
44 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BLOK GINJAL DAN SALURAN KEMIH
WRAP UP SKENARIO 1BENGKAK SELURUH TUBUH
KELOMPOK B4
Ketua : Miftahuddin Alif 1102013168
Sekretaris : Mutiara Adysti 1102013190
Anggota : Pradita Wahyu 1102013227
Tri Andini Ayu Lestari 1102011284
Rumi Aulia 1102012257
Yosfikriansyah 1102013313
Seno Pamungkas 1102013267
Syafira Kusuma Wardhanie 1102012287
Tony Fadjerin 1102013287
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI2014/2015JAKARTA
Sekenario 1
BENGKAK SELURUH TUBUH
Seorang anak laki-laki berusia 6 tahun, dibawa ibunya ke dokter karena bengkak di seluruh tubuh. Keluhan juga disertai dengan BAK menjadi jarang dan tampak keruh. Sebelum sakit, nafsu makan pasien baik. Pasien mengalami radang tenggorokan 2 minggu yang lalu, sudah berobat ke dokter dan dinyatakan sembuh. Riwayat sakit kuning sebelumnya disangkal.Pada pemeriksaan fisik didapatkan KU: komposmentis, tekanan darah 110/70 mmHg, denyut nadi 100x/menit, suhu 37℃, frekuensi napas 24x/menit. Didapatkan bengkak pada kelopak mata, tungkai dan kemaluan. Pada abdomen didapatkan ascites. Jantung dan paru dalam batas normal. Pemeriksaan urinalisis didapatkan proteinuria dan hematuria.
KATA-KATA SULIT
1. Proteinuria: Kondisi dimana kandungan protein terdapat pada urin melebihi batas normal
2. Hematuria: Kondisi dimana urin mengandung darah /RBC3. Sakit kuning: Manifestasi klinis dari penyakit hepar karena bilirubin yang
meningkat
PERTANYAAN & JAWABAN
1. Apa yang menyebabkan badan anak bengkak seluruh tubuh?= proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik. Cairan keluar dari CIS ke CES dan tidak bisa dikembalikan lagi. Penurunan CIS menyebabkan hipovolemia da nada kompensasi dari ginjal dengan mengeluarkan renin. Aldosteron dihasilkan dan terjadilah retensi air dan natrium.
2. Apa hubungannya radang tenggorokan dengan penyakit ini?= Mungkin ada hubungannya sebagai faktor predisposisi
3. Mengapa pasien jarang BAK dan urin tampak keruh?= Urin tampak keruh karena adanya hematuria dan proteinuria
4. Mengapa bengkak ada di kelopak mata, tungkai dan kemaluan?= Karena daerah interstitial lebih luas di daerah tersebut
5. Mengapa bisa proteinuria dan hematuria?= Karena kapiler di glomerulus mengalami kerusakan sehingga tidak melakukan filtrasi dengan baik
6. Apa saja yang diperiksa dalam pemeriksaan urinalisis?= makroskopis (warna, bau, kejernihan, volume), mikroskopis (kadar leukosit, eritrosit, silinder), kimia (protein, glukosa)
7. Mengapa tekanan darah tidak meningkat padahal ada retensi cairan?= Karena kompensasi ginjal tidak sampai mengeluarkan renin yang mengatur tekanan darah
8. Apakah penyakit ini bisa disembuhkan? Adakah komplikasinya?= Bisa sembuh dan prognosis baik. Komplikasinya adalah gagal ginjal
9. Apa diagnosis dari penyakit ini dan bagaimana penatalaksanaannya?
2
= Diagnosisnya adalah kemungkinan sindroma nefrotik dan pengobatannya dengan steroid. Edema nya atasi dengan furosemide dan diet tinggi protein misalnya putih telur
10. Bagaimana pandangan urin dalam agama isla?= Urin dalam islam hukumnya najis kecuali urin anak laki-laki yang hanya mengkonsumsi ASI
HIPOTESA
Sindroma nefrotik adalah penyakit idiopatik pada glomerulus yang sering menyerang anak. Pada pemeriksaan urinalisis dan darah ditemukan proteinuria, hipoalbuminemia, hematuria dan menyebabkan terjadi penumpukan cairan di seluruh tubuh. Penatalaksanaan diberikan furosemide, steroid dan diet tinggi protein.Sindroma nefrotik dapat disembuhkan namun jika tidak diobati dengan baik dapat menimbulkan gagal ginjal.
SASARAN BELAJAR
LO 1: Memahami dan Menjelaskan Anatomi Ginjal
1.1 Makroskopis1.2 Mikroskopis
LO 2: Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Ginjal2.1 Faal ginjal dan pembentukan urin2.2 Keseimbangan cairan
LO 3: Memahami dan Menjelaskan Sindroma Nefrotik3.1 Definisi3.2 Etiologi3.3 Epidemiologi3.4 Klasifikasi3.5 Patofisiologi3.6 Manifestasi Klinis3.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding3.8 Penatalaksanaan3.9 Komplikasi dan Prognosis
LO 4: Memahami dan Menjelaskan Pandangan Urin dan Darah Menurut Islam
3
LO 1: Memahami dan Menjelaskan Anatomi Ginjal
1.1 MakroskopisGinjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak di kedua
sisicolumna vertebralis, di bawah liver dan limphe. Di bagian superior ginjal terdapat adrenal gland(juga disebut kelenjar suprarenal). Ginjal bersifat retroperitoneal, yang berarti terletak di belakangperitonium yang melapisi rongga abdomen. Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal kanan biasanya terletak sedikit di bawah ginjal kiri untuk memberi tempat untuk hati. Sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas dan duabelas. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang membantu meredam goncangan.Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan ginjal kiri karena tertekan ke bawah oleh hati. Kutub atas ginjal kanan terletak setinggi iga keduabelas, sedangkan ginjal kiri terletak setinggi iga kesebelas. Pada orang dewasa, panjang ginjal sekitar 12-13 cm, lebarnya 6 cm, tebal 2,5 cm dan beratnya ± 140 gram ( pria=150 – 170 gram, wanita = 115-155 gram).
Puncaknya terdapat topi glandula suprarenalis. Ginjal kanan berbentuk pyramid, kiri bentuk bulan sabit.
Ginjal diliputi kapsula cribrosa tipis mengkilat, berikatan dengan jaringan di bawahnya disebut fascia renalis.
Fascia renalis terdiri dari lamina anterior dan lamina posterior. Ke arah kanan dan kiri bersatu membentuk fascia transversa abdominalis membentuk corpus adiposum. Ke cranial setinggi VT11 bersatu membentuk fascia abdominalis untuk melapisi diafragma.
Ginjal mempunyai selubung capsula fibrosa yang langsung membungkus ginjal dan capsula adipose yang membungkus lemak.
Pada penampang lintang ginjal terbagi:1. Pinggir: cortex. Bagian cortex yang masuk ke
medulla (columna renales Bertini)2. Tengah: medulla. Bangunan pyramides
renales, puncaknya papillae renales dan basisnya basis pyrimidis.
Pada medulla, dari papillae renales ke calices renales minors ke calices renales majores, selanjutnya ke pelvis renales, ureter, dan vesica urinaria.
4
Vaskularisasi GinjalMedulla : Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi vertebra lumbalis II. Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena kavainferior yang terletak disebelah kanan garis tengah. Saat arteri renalis masuk kedalam hilus, arteri tersebut bercabang menjadi arteri lobaris kemudian arteri interlobaris yang berjalan diantara piramid selanjutnya membentuk arteri arkuata kemudian membentuk arteriola interlobularis yang tersusun paralel dalam korteks. Arteri interlobularis ini kemudian membentuk arteriola aferen pada glomerulusCortex : Arteri efferent berhubungan dengan Vena interlobularis bermuara ke vena arcuate kemudian vena interlobaris lalu vena lobaris dan bermuara ke vena renalis lalu ke vena cava inferior.Persarafan GinjalDilakukan oleh plexus symphaticus renalis dan serabut afferent melalui plexus renalis menuju medulla spinalis N. Thoracalis X,XI,XII.PELVISBerbentuk corong dan keluar dari ginjal melalui hillus renalis dan menerima dari calix major.Perdarahan : diperdarahi oleh Arteri renalis cabang aorta abdominalis, Arteri Testicularis cabang aorta abdominalis, Arteri Vesicalis superior cabang dari A. Illiaca interna.Persarafan : dipersarafi oleh plexus renalis, Nervus Testicularis, Nervus Hypogastricus
1.2 Mikroskopis
Ginjal merupakan organ ekskresi utama tubuh manusia. Unit struktural dan fungsional ginjal disebut nefron. Setiap ginjal memiliki 1 hingga 1,4 juta nefron fungsional. Nefron tersusun atas bagian-bagian yang berfungsi langsung dalam pembentukan urin. Adapun bagian-bagian nefron, yaitu: korpus renalis, tubulus kontortus proksimal, ansa henle segmen tebal dan tipis, tubulus kontortus distal, dan duktus koligens.
Ginjal dibungkus oleh kapsul jaringan lemak dan jaringan ikat padat kolagen (kapsula fibrosa). Struktur tersebut disebut sebagai kapsula ginjal. Di sebelah dalam kapsula ginjal, terdapat bagian korteks dan di sebelah dalam korteks terdapat medulla.
Korteks berisi korpus renalis atau korpus malphigi yang merupakan kesatuan dari glomerulus dan kapsula Bowman. Selain itu juga terdapat tubulus kontortus dan arteri atau vena yang mendarahinya. Di medulla, dapat ditemukan struktur duktus namun tidak terdapat jaringan glomerulus. Dengan adanya perbedaan khas tersebut, secara mikroskopis, ginjal dapat dibedakan dengan jelas mana bagian korteks dan mana bagian medullanya.
5
Korteks ginjal mengandung korpus renalis yang merupakan permulaan dari setiap nefron. Korpus renalis mengandung kapiler glomerulus yang diselubungi oleh dua lapis epitel yang disebut kapsula Bowman. Lapisan dalam kapsul atau lapisan visceral kapsula Bowman menyelimuti kapiler glomerulus. Pada lapisan ini terdapat podosit, yaitu sel yang memiliki prosesus primer dan sekunder yang menyelimuti kapiler glomerulus dengan saling bersilangan. Sementara itu, lapisan parietal di sebelah luarnya, yang tersusun dari epitel selapis skuamosa, membulat dan membentuk rongga di antara keduanya yang disebut rongga urin atau rongga kapsular. Di sinilah hasil ultrafiltrat ditampung untuk selanjutnya diteruskan ke tubulus kontortus proksimal.
Korpus renalis memiliki dua kutub yaitu kutub vaskular dan kutub tubular. Kutub vaskular berarti kutub tempat masuknya arteriol aferen dan keluarnya arteriol eferen. Daerah ini ditandai dengan adanya struktur makula densa, yaitu sel reseptor berbentuk palisade di dinding tubulus kontortus distal yang dekat dengan glomerulus. Di daerah ini juga dapat ditemukan sel jukstaglomerular atau sel granular yang merupakan modifikasi dari otot polos dinding arteriol aferen. Makula densa, sel jukstaglomerular, dan kumpulan sel mesangial ekstraglomerular membentuk aparatus jukstaglomerular.1,2,3 Struktur ini berfungsi dalam pengaturan volume dan tekanan darah.
- Tubulus kontortus proksimal : Epitel selapis kuboid dengan brush border sehingga
batas sel dengan lumen tampak tidak jelas, Batas antar sel juga tidak jelas karena
membran sel lateral berinterdigitasi dengan sel tetangga, Sitoplasma asidofilik dan
granular, Jarak antar inti sel jauh, Ditemukan di jaringan korteks.
- Ansa henle segmen tebal pars desendens : Epitel selapis kuboid dengan brush border
sehingga batas sel dengan lumen tampak tidak jelas, Batas antar sel juga tidak jelas
karena membran sel lateral berinterdigitasi dengan sel tetangga, Sitoplasma asidofilik
dan granular, Jarak antar inti sel jauh, Ditemukan di jaringan medulla.
- Ansa henle segmen tipis : Epitel selapis skuamosa, mirip dengan kapiler namun
tidak memiliki sel darah pada lumennya, Tidak dapat dibedakan antara asendens dan
desendens
- Ansa henle segmen tebal pars asendens : Epitel selapis kuboid tanpa brush border
sehingga batas sel dengan lumen tampak cukup jelas dibanding tubulus kontortus
proksimal , Batas antar sel juga tidak jelas karena membran sel lateral berinterdigitasi
dengan sel tetangga, Sitoplasma terlihat lebih pucat, Jarak antar inti sel lebih rapat
dibanding tubulus kontortus proksimal, Ditemukan di jaringan medulla.
6
- Tubulus kontortus distal : Epitel selapis kuboid tanpa brush border sehingga batas
sel dengan lumen tampak cukup jelas dibanding tubulus kontortus proksimal, Batas
antar sel juga tidak jelas karena membran sel lateral berinterdigitasi dengan sel
tetangga, Sitoplasma terlihat lebih pucat, Jarak antar inti sel lebih rapat dibanding
tubulus kontortus proksimal, Ditemukan di jaringan korteks
- Duktus koligen : Duktus ekskretorius/ koligen bukan merupakan bagian dari nefron. Setiap tubulus kontortus distal berhubungan dengan duktus koligens melalui sebuah cabang sampai duktus koligen yang pendek yang terdapat dalam berkas medular; terdapat beberapa cabang seperti itu. Duktus koligen berjalan dalam berkas medula menuju medula. Di bagian medula yang lebih ke tengah, beberapa duktus koligens bersatu untuk membentuk duktus yang besar yang bermuara ke apeks papila. Saluran ini disebut duktus papilaris (Bellini) dengan diameter 100-200 μm atau lebih. Muara ke permukaan papila sangat besar, sangat banyak dan sangat rapat, sehingga papila tampak seperti sebuah tapisan (area cribrosa).
Sel-sel yang yang melapisi saluran ekskretorius ini bervariasi ukurannya, mulai dari kuboid rendah di bagian proximal sampai silindris tinggi di duktus papilaris utama. Batas sel teratur dengan sedikit interdigitasi dan umumnya sel tampak pucat dengan beberapa organel. Duktus koligen menyalurkan kemih dari nefron ke pelvis ureter dengan sedikit absorpsi air yang dipengaruhi oleh hormon anti-diuretik (ADH).
Setelah melalui serangkaian traktus pada nefron, urin akan bermuara pada duktus papilaris Bellini di bagian apeks dari piramid medula. Adapun struktur dari duktus papilaris Bellini ini adalah dindingnya merupakan epitel selapis silindris dengan batas cukup jelas. Urin yang melewati traktus tersebut kemudian akan ditampung di calyx minor untuk selanjutnya dialirkan ke calyx mayor, pelvis renalis, dan ureter. Ketiga struktur ini disusun oleh sel epitel transisional yang khas dengan sel payungnya.
LO 2: Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Ginjal
2.1 Faal ginjal dan pembentukan urin
Ginjal mengeluarkan kelebihan cairan dan elektrolit cairan ekstraseluler, membersihkan tubuh, dan mengeluarkan sisa metabolic yang toksis juga benda asing.Fungsi-fungsi ginjal adalah:
1. Mempertahankan keseimbangan cairan tubuh2. Mempertahankan osmolaritas cairan tubuh yang sesuai3. Mengatur jumlah dan konsentrasi ion cairan ekstraseluler4. Mempertahankan volume plasma5. Membantu mempertahankan keseimbangan asam basa6. Mengekskresikan produk akhir metabolism tubuh; urea, asam urat, dan
kreatinin7. Mengeluarkan banyak senyawa asing8. Menghasilkan eritropoietin9. Menghasilkan renin10. Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktif.
7
Pembentukan Urin
1. Filtrasi glomerular
Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus, seperti kapiler tubuh lainnya, kapiler glumerulus secara relatif bersifat impermiabel terhadap protein plasma yang besar dan cukup permabel terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow) adalah sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsula bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR = Glomerular Filtration Rate). Gerakan masuk ke kapsula bowman’s disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula bowman’s, tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula bowman’s serta tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan koloid diatas namun juga oleh permeabilitas dinding kapiler.
2. Reabsorpsi
Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit, elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi.
3. Sekresi
Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran darah melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion hidrogen.Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga telibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali carier membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau ion kalium kedalam cairan tubular “perjalanannya kembali” jadi, untuk setiap ion natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus disekresi dan sebaliknya. Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi cairan ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium).Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis ini membantu kita memahami beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh, kita dapat mengerti mengapa bloker aldosteron dapat menyebabkan hiperkalemia atau mengapa pada awalnya dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika asidosis berat dikoreksi secara theurapeutik.
Tekanan Darah Kapiler GlomerulusTekanan yang mendorong plasma di glomerulus menembus membrane. Dilakukan oleh gaya fisik pasif yang sama dengan yang ada di kapiler lainnya. Perbedaannya hanyalah kapiler glomerulus jauh lebih permeabel sehingga keseimbangan gaya menyebabkan seluruh panjang kapiler glomerulus terfiltrasi.
8
Terdapat 3 gaya fisik pasif:1) Tekanan darah kapiler glomerulus (55 mmHg): tekanan cairan yang
ditimbulkan darah dalam kapiler. Bergantung pada kontraksi jantung dan resistensi aliran darah dari a. aferen dan a. eferen. Tekanan ini bekerja mendorong filtrasi.
2) Tekanan osmotik koloid plasma (30 mmHg): ditimbulkan dari distribusi tidak seimbang protein plasma di kedua sisi membrane karena konsentrasi air di kapsul Bowman lebih tinggi dari kapiler sehingga timbul osmosis air kapsul Bowman untuk menurunkan konsentrasi. Tekanan ini bekerja melawan filtrasi.
3) Tekanan hidrostatik kapsul Bowman (15 mmHg): ditimbulkan oleh cairan di bagian awal tubulus mendorong cairan keluar kapsul Bowman. Tekanan ini bekerja melawan filtrasi.
Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)Mendorong – melawan = tekanan filtrasi netto55mmHg – 45 mmHg = 10 mmHgLFG bergantung pada: tekanan filtrasi netto, luas permukaan glomerulus, dan permeabilitas membrane glomerulus (Kf = koefisien filtrasi).Rumus LFG: Kf x tekanan filtrasi nettoJika filtrate dihasilkan pria 180 l/hari maka LFG pria adalah 125 ml/menit. Sedangkan filtrate yang dihasilkan wanita 160 l/hari maka LFG wanita adalah 115 ml/menit.
Hukum Starling
“ Kecepatan dan arah perpindahan air dan zat terlarut antara kapiler dan jaringan dipengaruhi oleh perbedaan tekanan hidrostatik dan osmotik masing-masing kompartemen “
2.2 Keseimbangan cairan
9
Ringkasan transportasi zat-zat yang menembus tubulus kontortus proximal dan distal nefronTubulus Kontortus ProximalReabsorpsi Sekresi 67% Na+ yang difiltrasi secara aktif
direabsorpsi; Cl- mengikuti secara pasif Semua glukosa dan asam amino yang
difiltrasi direabsorpsi oleh transportasi aktif sekunder
PO4- dan elektrolit lain yang difiltrasi
direabsorpsi dalam jumlah yang bervariasi; 65% H2O yang difiltrasi secara osmosis
direabsorpsi Semua K+ yang difiltrasi direabsorpsi
Sekresi H+ bervariasi, bergantung pada status asam-basa tubuh
Sekresi ion organik
Tubulus Kontortus DistalReabsorpsi Sekresi Rebasorpsi Na+ bervariasi, dikontrol oleh
aldosteron; Cl- mengikuti secara pasif Reabsorpsi H2O bervariasi, dikontrol oleh
vasopresin
Sekresi H+ bervariasi, bergantung pada status asam-basa tubuh
Sekresi K+ bervariasi, dikontrol oleh aldosteron
Duktus KoligenReabsorpsi Sekresi Reabsorpsi H2O bervariasi, dikontrol oleh
vasopresin Sekresi H+ bervariasi, bergantung pada status
asam-basa tubuh
Reabsorpsi (%) Ekskresi (%)Air 99 1
Natrium 99,5 0,5Glukosa 100 0
Urea 50 50Fenol 0 100
10
LO 3: Memahami dan Menjelaskan Sindroma Nefrotik
3.1 Definisi
Sindrom nefrotik, adalah suatu kondisi yang ditandai dengan kumpulan gejala-
gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif (berat), hipoalbuminemia,
hiperkolesteronemia, hiperlipidemia serta edema. Albumin dalam darah biasanya
menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl. Karenanya, sindrom nefrotik sendiri
sebenarnya bukan penyakit, tetapi manifestasi berbagai penyakit glomerular berbeda.
3.2 Etiologi dan Klasifikasi
Etiologi SN dibagi 3 yaitu kongenital, primer/idiopatik, dan sekunder mengikuti penyakit sistemik, antara lain lupus eritematosus sistemik (LES), purpura Henoch Schonlein, dan lain lain. Pada konsensus ini hanya akan dibicarakan SN idiopatik.Pada etiologi sindrom nefrotik hampir 75-80% belum diketahui atau idiopatik, yang akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun.
Klasifikasi berdasarkan etiologi:A) Sindroma Nefrotik Primer/ Idiopatik:
Sindrom ini merupakan sekitar 90% nefrosis pada anak. Penyebab sindrom ini tetap
belum diketahui oleh sebab itu dikatakan Sindrom Nefropatik Idiopatik (SNI) .
Kelainan histologis SNI menunjukkan kelainan-kelainan yang tidak jelas atau sangat
11
sedikit perubahan yang terjadi sehingga disebut Minimal Change Nephrotic
Syndrome atau Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM).
Sindrom nefrotik primer/idiopatik terbagi menjadi 5 bentuk:
1. Sindroma nefrotik lesi minimal (MCNS= Minimum Change Nephrotic Sindrome)
Kondisi ini bertanggung jawab pada 85% kasus sindroma nefrotik pada masa kanak-
kanak. Dicirikan dengan kepekaan terhadap terapi kortikosteroid; tidak ditemukannya
lesi glomerulus yang bermakna pada pemeriksaan mikroskop cahaya; tidak adanya
timbunan globulin imun glomerulus atau komplemen; dan dengan proteinuria yang
sangat selektif.
Etiologi. Tidak diketahui. Pada minoritas kasus ditemukan faktor genetik dan
familial.Dibandingkan dengan populasi umum, antigen HLA B12 lebih sering
ditemukan.
Insidens : Di Amerika Utara kasus baru sejak lahir sampai usia 16 tahun sekitar
2/100.000 anak/tahun. Anak laki-laki 2x lebih tingi dibanding anak perempuan.
Umumnya awitan timbul pada usia 2-7 tahun. Pada dewasa MCNS menyusun kurang
dari 20% penderita sindroma nefrotik.
Manifestasi klinis. Sama seperti gejala pada sindroma nefrotik umunya yakni
edem,proteinuria, pasien biasanya tidak tampak sakit berat, seringkali dengan asites
dan efusi pleura. Cairan edema berkumpul pada tempat-tempat dependen; setelah
tidur malam wajah dan kelopak mata atau daerah sakrum dapat mengalami edema,
sementara pada siang hari pembengkakan kaki dan abdomen lebih nyata. Kehilangan
proaktivator C3.
Diagnosis laboratorium. Sama seperti SN. Hematuria ditemukan pada kurang dari
10% kasus dan umumnya mikroskopis dan bersifat sementara. Terlihat adanya lemak
lonjong (oval fat bodies=silinder tubular yang mengandung lemak) dan silinder hialin
dalam sedimen.
2. Sindroma nefrotik dengan poliferasi mesangial difus
Pada gambaran patolgi kelompok proliferatif mesangium (5%) ditandai dengan
peningkatan difus sel mesangium dan matriks. Dengan imunofluoresensi,frekuensi
endapan mesangium yang mengandung IgM dan depresi C3 dalam serum tidak
berbeda pada lesi minimal.
3. Sindroma nefrotik glomerulosklerosis fokal
Pada biopsi penderita yang menderita lesi sklerosis setempat (10%), sebagian besar
glomerulus tampak normal atau menunjukkan proliferasi mesangium. Yang lain,
12
terutama glomerulus yang dekat dengan medula (jukstamedulare), menunjukkan
jaringan parut segmental pada satu atau lebih lobus. Penyakitnya seringkali progresif,
akhirnya melibatkan semua glomerulus dan menyebabkan gagal ginjal stadium akhir
pada kebanyakan penderita. Sekitar 20% penderita demikian berespons terhadap
prednison atau terapi sitotoksik atau keduanya.
4. Glomerulonefritis membranoproliferatif (MPGN) tipe I dan II
Glomerulonefritis membranoproliferatif adalah penyebab tersering glomerulonefritis
kronis pada anak yang lebih tua dan dewasa muda.
Patologi dan Patogenesis. Pada awalnya glomerulonefritis membranoproliferatif
dibedakan dari bentuk glomerulonefritis kronis lainnya dengan ditemukannya
hipokomplementemia, pada beberapa penderita akibat adanya antibodi (disebut faktor
nefritis C3) yang mengaktifkan jalur komplemen alternatif. MPGN tipe I adalah
bentuk yang paling lazim; glomerulus menampakkan pola lobuler yang menonjol,
karena adanya pertambahan yang menyeluruh pada sel dan matriks mesangium.
Dinding kapiler glomerulus tampak menebal, dan pada beberapa daerah berduplikasi
atau membelah karena adanya interposisi sitoplasma dan matriks mesangium di antara
sel endotel dan GBM. Bulan sabit mungkin ada; bila terdeteksi pada sebagian besar
glomerulus, penyakit ini menunjukkan prognosis jelek. Pada MPGN yang tipe II,
perubahan mesangium kurang menonjol daripada tipe I. Dinding kapiler
memperlihatkan penebalan seperti pita tidak teratur, karena padatnya endapan. Jarang
adanya pembelahan membran, tetapi sering adanya bulan sabit.
Diagnosis. Diagnosis ditegakkan dengan biopsi ginjal. Indikasi biopsi meliputi
terjadinya sindrom nefrotik pada anak berumur lebih dari 8 tahun atau hematuria
5. Glomerulopati membranosa
Glomerulopati membranosa adalah penyebab sindrom nefrotik tersering pada orang
dewasa, tetapi jarang pada anak-anak dan jarang menyebabkan hematuria.
Patologi. Dengan mikroskop cahaya, glomerulus menunjukkan penebalan membrana
basalis glomerulus (GBM) difus, tanpa perubahan proliferasi yang bermakna.
Mikroskopi imunofluoresensi memperlihatkan adanya endapan granuler IgG dan C3,
yang melalui mikroskopi elektron tampak berlokasi di sisi epitel membran.
Patogenesis. Penelitian morfologi menunjukkan bahwa glomerulopati membranosa
adalah suatu penyakit yang diperantai-kompleks imun, tetapi mekanisme
pembentukan kompleks dan sifat antigen dalam kompleks tetap belum dapat diketahui
pada sebagian besar penderita.
13
Manifestasi klinis. Pada anak, glomerulopati membranosa paling lazim dijumpai
pada umur dekade kedua. Penyakitnya muncul seperti sindrom nefrotik. Namun,
hampir semua penderita menderita hematuria mikroskopis dan kadang-kadang
penderita menderita hematuria makroskopis. Tekanan darah dan kadar C3 normal.
Diagnosis. Diagnosisnya dikonfirmasikan dengan biopsi ginjal. Indikasi umum untuk
biopsi meliputi adanya sindrom nefrotik pada anak berumur lebih dari 8 tahun atau,
atau adanya hematuria atau proteinuria yang tidak terjelaskan. Glomerulopati
membranosa kadang-kadang dapat ditemukan bersama dengan SLE, kanker, terapi
emas atau penisilamin, dan sifilis serta infeksi virus hepatitis B. Penderita
glomerulopati membranosa menambah resiko trombosis vena renalis.
B ) Sindroma Nefrotik Sekunder
SN sekunder adalah SN berhubungan dengan penyakit/kelainan sistemik, atau
disebabkan oleh obat, alergen, maupun toksin.
Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom
Alport, miksedema.
Infeksi : hepatitis B, malaria, Schistosomiasis mansoni, Lues, Subacute
Bacterial Endocarditis, Cytomegalic Inclusion Disease, lepra, sifilis,
streptokokus, AIDS.
Toksin dan alergen: logam berat (Hg), trimethadion, paramethadion,
probenecid, penisillamin, vaksin polio, tepung sari, racun serangga, bisa ular.
Penyakit sistemik bermediasi imunologik: Lupus Eritematosus Sistemik,
purpura Henoch-Schonlein, sarkoidosis.
Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, leukemia, tumor gastrointestinal
C) Sindroma Nefrotik Kongenital
Pertama kali dilaporkan di Finlandia, sehingga disebut juga SN tipe Finlandia.
Kelainan ini diturunkan melalui gen resesif autosomal. Biasanya anak lahir premature
(90%), plasenta besar (beratnya kira-kira 40% dari berat badan). Lesi patognomonik
adalah dilatasi kistik pada tubulus proksimal ginjal. Gejala asfiksia dijumpai pada
75% kasus. Gejala pertama berupa edema, asites, biasanya tampak pada waktu lahir
atau dalam minggu pertama. Pada pemeriksaan laboratorium dijumpai
hipoproteinemia, proteinuria masif dan hipercolestrolemia. Gejala klinik yang lain
berupa kelainan congenital pada muka seperti hidung kecil, jarak kedua mata lebar,
14
telinga letaknya lebih rendah dari normal. Prognosis jelek dan meninggal Karena
infeksi sekunder atau kegagalan ginjal. Salah satu cara untuk menemukan
kemungkinan kelainan ini secara dini adalah pemeriksaan kadar alfa feto protein
cairan amnion yang biasanya meninggi.
Klasifikasi berdasarkan pengobatan:
A.) Resisten steroid: Sindroma nefrotik glomerulosklerosis fokal, Glomerulonefritis
membranoproliferatif (MPGN), Sindroma nefrotik kongenital
B.) Sensitif steroid: Sindroma nefrotik lesi minimal
3.3 Epidemiologi
Sindroma nefrotik idiopatik umumnya dialami anak berusia 1-6 tahun. Satu
penelitian berbasis populasi, menemukan angka insiden sebesar 2/100.000 dan
prevalensi 16/100.000. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun.
Perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1.
Negara-negara di Asia tampak memiliki onset rata-rata yang lebih dini, 3,4
tahun, daripada negara-negara Eropa, yaitu 4.2 tahun. Di Departemen Ilmu Kesehatan
Anak FKUI/RSCM Jakarta, sindroma nefrotik merupakan penyebab kunjungan
sebagian besar pasien di Poliklinik Khusus Nefrologi. Selain itu, merupakan penyebab
tersering gagal ginjal anak yang dirawat, antara tahun 1995-2000. Dibandingkan
populasi lain, anak-anak keturunan Afrika-Amerika dan Hispanik memiliki angka
insiden sindrom nefrotik yang lebih tinggi dan lebih virulen, dengan prognosis yang
lebih buruk dan progresi penyakit yang lebih cepat menjadi gagal ginjal.
3.4 Patofisiologi
Proteinuria dan Hipoalbuminemia
Proteinuria masif merupakan kelainan dasar dari sindrom nefrotik. Proteinuria
ini sebagian besar berasal dari kebocoran glumerulus (proteinuria glumerulus) dan
hanya sebagian kecil yang berasal dari sekresi tubulus (proteinuria tubulus). Pada
dasarnya proteinuria masif ini mengakibatkan dua hal :
Jumlah serum protein yang difiltrasi glumerulus meningkat sehingga serum
protein tersebut masuk ke dalam lumen tubulus.
15
Kapasitas faal tubulus ginjal menurun untuk mereabsorbsi serum protein yang
telah difiltrasi glumerulus.
Salah satu teori yang dapat menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang
biasanya terdapat di sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran basal.
Hilangnya muatan negatif tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan negatif
tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus. Hipoalbuminemia merupakan
akibat utama dari proteinuria yang hebat. Dikatakan hipoalbuminemia apabila kadar
albumin dalam darah <2,5 gr/100 ml. Edema muncul akibat rendahnya kadar albumin
serum yang menyebabkan turunnya tekanan onkotik plasma dengan konsekuensi
terjadi ekstravasasi cairan plasma ke ruang interstitial.
Plasma mengandung banyak macam protein dan sebagian besar akan mengisi
ruang ekstra vaskuler (EV). Plasma atau serum protein terutama terdiri dari IgG,
transferin dan albumin yang mempunyai BM kecil (69.000), sehingga mudah
diekskresikan melalui urin. Oleh karena itu istilah hipoproteinemia identik dengan
hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia dapat terjadi bila proteinuria lebih dari 3-5
gram/hari, katabolisme albumin meningkat, intake protein berkurang karena penderita
mengalami anoreksia atau bertambahnya utilisasi (pemakaian) asam amino,
kehilangan protein melalui usus atau protein loosing enteropathy.
Hati memegang peranan penting untuk sintesis protein bila tubuh kehilangan
sejumlah protein, renal maupun ekstra renal. Mekanisme kompensasi untuk
meningkatkan sintesis protein (albumin) terutama untuk mempertahankan komposisi
protein dalam ruangan ekstra vaskuler (EV) dan intravaskuler (IV). Pada sindrom
nefrotik sintesis protein oleh hati biasanya meningkat tetapi mungkin normal atau
menurun. Sintesis protein oleh hati bisa meningkat 2 kali normal tetapi tidak adekuat
untuk mengimbangi kehilangan protein sehingga secara keseluruhan terjadi
pengurangan total protein tubuh termasuk otot-otot, bila mekanisme kompensasi
sintesis albumin dalam hati tidak cukup adekuat sering disertai penurunan albumin
(hipoalbuminemia).
Hiperlipidemia
16
Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh
penurunan aktivitas degradasi lemak karena hilangnya a-glikoprotein sebagai
perangsang lipase. Apabila kadar albumin serum kembali normal, baik secara spontan
ataupun dengan pemberian infus albumin, maka umumnya kadar lipid kembali
normal. Dikatakan hiperlipidemia karena bukan hanya kolesterol saja yang meninggi (
kolesterol > 250 mg/100 ml ) tetapi juga beberapa konstituen lemak meninggi dalam
darah. Konstituen lemak itu adalah kolesterol, Low Density Lipoprotein(LDL), Very
Low Density Lipoprotein(VLDL), dan trigliserida (baru meningkat bila plasma
albumin < 1gr/100 mL. Akibat hipoalbuminemia, sel-sel hepar terpacu untuk
membuat albumin sebanyak-banyaknya. Bersamaan dengan sintesis albumin ini, sel
sel hepar juga akan membuat VLDL. Dalam keadaan normal VLDL diubah menjadi
LDL oleh lipoprotein lipase. Tetapi, pada SN aktivitas enzim ini terhambat oleh
adanya hipoalbuminemia dan tingginya kadar asam lemak bebas. Disamping itu
menurunnya aktivitas lipoprotein lipase ini disebabkan pula oleh rendahnya kadar
apolipoprotein plasma sebagai
akibat keluarnya protein ke
dalam urine.
Edema
Sindroma nefrotik adalah
keadaan klinis yang disebabkan
oleh peningkatan permeabilitas
glomerulus terhadap protein
plasma, yang menimbulkan
proteinuria, hipoalbuminemia,
hyperlipidemia, dan edema.
Meningkatnya permeabilitas
dinding kapiler glomerular akan
berakibat pada hilangnya protein
olasma dan kemudian akan
terjadi proteinuria. Lanjutan dari
proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin, tekanan
osmotic plasma (tek. Onkotik) menurun sehingga cairan intravaskuler berpindah EDEMA
Retensi Na di tubulus distal dan sekresi
Volume plasma
Tekanan onkotik koloin
Hipoalbuminernia
Albuminuria
Kelainan Glomerulus
17
kedalam interstitial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan
intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal karena
hipovolemi. Karena terjadi penurunan aliran darah ke renal, maka ginjal akan
melakukan kompensasi dengan merangsang produksi renin-angiotensin dan
peningkatan sekresi anti diuretic hormone (ADH) dan sekresi aldosterone yang
kemudian terjadi retensi kaliuum dan air, dengan retensi natrium dan air akan
menyebabkan edema.
Edema mula-mula nampak pada kelopak mata terutama waktu bangun tidur.
Edema yang hebat/anasarca sering disertai edema genitalia eksterna. Edema anasarca
terjadi bila kadar albumin darah < 2 gr/ 100 ml. Selain itu, edema anasarca ini dapat
menimbulkan diare dan hilangnya nafsu makan karena edema mukosa usus.
3.5 Manifestasi Klinis
Empat gejala klinis yang paling utama dari pasien Sindroma nefrotik adalah sebagai
berikut:
1. Proteinuria
Proteinuria merupakan gejala utama sindrom nefrotik, proteinuria yang terjadi
lebih berat dibandingkan proteinuria pada penyakit ginjal yang lain. Jumlah protein
dalam urin dapat mencapi 40mg/jam/ m2 luas permukaan tubuh (1gr/ m2/hari) atau 2-
3,5gram/ 24 jam. Proteinuria yang terjadi disebabkan perubahan selektifitas terhadap
protein dan perubahan pada filter glomerulus.
2. Hipoalbuminemia
Jumlah albumin dalam badan ditentukan oleh masukan dari sintesis hepar dan
pengeluaran akibat degradasi metabolik, eksresi renal dan gastrointestinal. Pada anak
dengan SN terdapat hubungan terbalik antara laju eksresi protein urin dan derajat
hipoalbuminemia. Sintesis protein di hati biasanya meningkat (namun tidak memadai
untuk mengganti kehilangan albumin dalam urin), tetapi mungkin normal atau
menurun.
3. Hiperlipidemi
Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density
lipoprotein (LDL), trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein (HDL)
dapat meningkat, normal atau menurun. Hal ini disebabkan peningkatan sintesis lipid
di hepar dan penurunan katabolisme di perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein,
18
VLDL, kilomikron dan intermediate density lipoprotein dari darah). Peningkatan
sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin serum dan penurunan
tekanan onkotik.
Pada Sindroma nefrotik hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserid
meningkat. Paling tidak ada dua faktor yamg mungkin berperan yakni: (1)
hipoproteinemia merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati termasuk
lipoprotein. (2) katabolisme lemak menurun karena penurunan kadar lipoprotein
lipase plasma, sistem enzim utama yang mengambil lemak dari plasma.
4. Sembab atau edema
Apapun tipe sindrom nefrotik,
manifestasi klinik utama adalah edema,
yang tampak pada sekitar 95% anak
dengan sindrom nefrotik. Seringkali
edema timbul secara lambat sehingga
keluarga mengira sang anak bertambah
gemuk. Pada fase awal edema sering
bersifat intermiten; biasanya awalnya
tampak pada daerah-daerah yang
mempunyai resistensi jaringan yang
rendah (misalnya daerah periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya edema menjadi
menyeluruh dan masif (anasarka).
Edema berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai edema muka
pada pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada ekstremitas
bawah pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan
(pitting edema). Pada penderita dengan edema hebat, kulit menjadi lebih tipis. Edema
biasanya tampak lebih hebat karena proteinuria dan hipoproteinemia lebih hebat pada
pasien SNKM.
Gangguan gastrointestinal
Gangguan ini sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom nefrotik. Diare
sering dialami pasien dengan edema masif yang disebabkan edema mukosa usus.
Hepatomegali disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau edema atau
keduanya. Pada beberapa pasien, nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi
pada sindrom nefrotik yang sedang kambuh karena edema dinding perut atau
pembengkakan hati.
19
Nafsu makan menurun karena edema
Anoreksia dan terbuangnya protein mengakibatkan malnutrisi berat terutama
pada pasien sindrom nefrotik resisten-steroid.
Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun tidak
dapat dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik.
Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal penyakit.
Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin serum biasanya
terjadi pada sindrom nefrotik dari tipe histologik yang bukan SNKM
3.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding
AnamnesisHal yang perlu kita lakukan terlebih dahulu sebagai dokter sebelum
mendiagnosis suatu penyakit terhadap adanya temuan klinis pada pasien yaitu dengan
anamnesis. Anamnesis ini dapat dilakukan dalam 2 bentuk : alloanamnesis dan
autoanamnesis. Perbedaan antar kedua bentuk anamnesis tersebut, yaitu:
1. Alloanamnesis: melakukan anamnesis dengan kerabat pasien (seperti orang tua).
Hal ini dilakukan bila pasien dalam kondisi tidak sadar atau terjadi penurunan
kesadaran serta pasien dengan usia anak-anak.
2. Autoanamnesis: melakukan anamnesis langsung dengan pasien dengan keadaan
pasien yang masih baik kesadarannya.
Pertanyaan yang dapat diajukan dalam anamenesis kepada pasien :
Pendekatan umum: perkenalan diri anda, ciptakan hubungan yang baik,
menanyakan identitas pasien. (Nama pasien,umur, alamat?)
Nilai keluhan utama dan riwayatnya: misalnya bengkak pada anggota badan (sejak
kapan bengkak dialami, lokasi bengkak?)
Riwayat penyakit sekarang
Tanyakan mengenai kebiasaan dalam pembuangan urin dan konsistensi urin:
- Apakah urin pasien terlihat mengandung darah yang nyata? Ini dinamakan
hematuria makroskopik (gross hematuria).
- Ada kesulitan dalam pembuangan urin? Ada rasa nyeri pada saat kencing?
- Berapa kali buang air kecilnya sehari? Berapa banyak air seni yang dikeluarkan?
- Ada pola perubahan dalam pembuangan urin? (seperti mengejan atau tidak), dan
bagaimana pancaran urinnya?
Keluhan tambahan lainnya dan pola makan pasien:
20
- Apakah ada rasa nyeri di daerah pinggang atau daerah lainnya, mual muntah,
keringat dingin, lemas?
- Bagaimana pola makan anak teratur atau tidak? nafsu makan si anak meningkat
atau menurun?
Apakah sudah pernah dibawa berobat sebelumnya?
Tanyakan riwayat penyakit dahulu:
- Riwayat si anak selama dalam kandungan sampai saat ini? (tumbuh kembang si
anak)
- Adanya infeksi (apakah si anak sebelumnya pernah mengalami sakit
tenggorokan, infeksi napas berulang, demam?)
- Riwayat kontrol kehamilan dari Ibu?
Riwayat penyakit keluarga?
Riwayat sosial
- Anaknya bermain aktif atau tidak di lingkungannya?
- Imunisasi?
Pemeriksaan
Fisik
1. Pengukuran tanda vital : suhu, tekanan darah, frekuensi pernapasan, denyut
nadi.
2. Pemeriksaan fisik:
- Inspeksi:
A. Kulit; kemungkinan temuan jaringan parut, striae, vena, pitting dan non
pitting kulit.
B. Mata: Konjungtiva, udem pada kelopak mata dan sekitar mata
C. Tenggorokan: hiperemis atau tidak
D. Abdomen; kemungkinan temuan hernia, ascites.
E. Genitalia: udem atau tidak
- Palpasi:
1. Kekakuan dinding abdomen, misalnya pada inflamasi peritoneum.
2. Lakukan dengan tekanan ringan untuk mengetahui adanya nyeri otot,
nyeri lepas, dan nyeri tekan.
3. Palpasi lebih dalam untuk mengetahui adanya massa atau nyeri tekan.
A) Hepar
21
Hepatomegali pada anak-anak jarang ditemukan, kalau ada biasanya
disebabkan karena malabsorpsi protein, parasit atau tumor. Bila
hepatomegali disertai juga dengan splenomegali, pikirkan kemungkinan
adanya hipertensi portal, infeksi kronis dan keganasan.
B) Spleen
Spleenomegali dapat disebabkan oleh beberapa penyakit, seperti infeksi,
gangguan hematogalis misalnya anemia hemolitik, gangguan infiltratif,
inflamasi atau penyakit autoimun dan juga bendungan akibat hipertensi.
C) Ginjal
Palpasi ginjal kanan dan kiri.
D) Kandung kemih
Normalnya kandung kemih tidak dapat diperiksa kecuali jika terjdi
distensi kandung kemih hingga di atas simfisis pubis. Pada palpasi, kubah
kandungan kemih yang mengalami distensi akan teraba licin dan bulat.
Periksa adanya nyeri tekan. Lakukan perkusi untuk mengecek keredupan
dan menentukan berapa tinggi kandung kemih berada di atas simfisis pubis.
- Perkusi
Liver dan lien akan terdengar pekak pada perkusi. Pekak berpindah yang
positif menunjukkan adaya ascites.
- Auskultasi
A) Normal: suara peristaltik usus dengan intensitas rendah terdengar tiap 10
– 30 detik.
B) Nada tinggi (nyaring): obstruksi GIT (metalic sound).
C) Berkurang/ hilang: peritonitis/ ileus paralitik.
D) Suara abnormal lainnya :
-Bising usus; kemungkinan temuan peningkatan atau penurunan
motilitas.
-Bruit; kemungkinan temuan bruit stenosis arteri renalis.
-Friction rub; kemungkinan temuan tumor hati, infak limpa.
Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
Langkah pertama dalam mengevaluasi anak dengan edema adalah untuk
memastikan apakah anak tersebut menderita sindrom nefrotik atau tidak, karena
22
hipoalbuminemia dapat terjadi tanpa adanya proteinuria (pada protein-losing
enteropathy), dan edema dapat terjadi tanpa adanya hipoalbuminemia (seperti
pada angioedema, insufisiensi venosa, gagal jantung kongestif, dan lain
sebagainya). Untuk memastikan diagnosis sindroma nefrotik, pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan: proteinuria, hipoalbuminemia, dan hiperlipidemia.
Pemeriksaan laboratorium yang dibutuhkan diantaranya:
a. Pemeriksaan darah rutin
- Red blood cell
- Meningkatnya hemoglobin dan hematokrit mengindikasikan adanya
hemokonsentrasi dan deplesi volume intravascular.
- Leukosit
- Nilai platelet biasanya meningkat.
b. Urinalisis
- Hematuria mikroskopis ditemukan pada 20% kasus.
- Hematuria makroskopik jarang ditemukan.
c. Protein urin kuantitatif dengan menghitung protein/kreatinin urin pagi,
atau dengan protein urin 24 jam.
- Dikatakan proteinuria jika adanya protein di dalam urine manusia yang
melebihi nilai normalnya yaitu lebih dari 150 mg/24 jam atau pada anak-
anak lebih dari 140 mg/m2.
- Protein/kreatinin urin pagi lebih mudah dilakukan dan dapat mengeksklusi
proteinuria orthostatic (dimana protein baru muncul di urin setelah penderita
berdiri cukup lama).
- Nilai protein urin 24 jam > 40mg/m2/jam atau dengan dipstick +2---+4,
dapat pula nilai protein urin sewaktu >100mg/dL, terkadang mencapai
1000mg/dL.
- Sebagian besar protein yang diekskresi pada SN adalah albumin.
d. Albumin serum
- Level albumin serum pada sindroma nefrotik secara umum kurang dari 2.5
g/dL.
- Hipoalbuminemia < 2,5 g/dL
23
- Jarang mencapai 0.5 g/dL
e. Pemeriksaan lipid
- Terjadi peningkatan kolesterol total dan kolesterol LDL (low density
lipoprotein).
Kadar serum kolesterol >400mg/dl.
- Terjadi peningkatan trigliserid dengan hipoalbuminemia berat.
- Kadar kolesterol HDL (high density lipoprotein) dapat normal atau menurun
f. Pemeriksaan elektrolit serum, BUN dan kreatinin, kalsium, dan fosfor.
- Pasien dengan SN idiopatik, dapat menjadi gagal ginjal akut oleh karena
deplesi volume intravascular.
- Kadar Na serum rendah, oleh karena hiperlipidemia.
- Kadar kalsium total rendah, oleh karena hipoalbuminemia.
g. Tes HIV, hepatitis B dan C
- Untuk menyingkirkan adanya kausa sekunder dari SN.
h. Pemeriksaan C3
- Level komplemen yang rendah dapat ditemukan pada nefritis post infeksi,
SN tipe membranoproliferatif, dan pada lupus nefritis.
2) Biopsi Ginjal
Biopsi ginjal tidak diindikasikan bagi pasien SN primer dengan awitan
pada usia 1-8 tahun, kecuali jika riwayat klinis, temuan pada pemeriksaan
fisik, maupun hasil dari pemeriksaan laboratorium mengindikasikan adanya
kemungkinan SN sekunder atau SN primer selain tipe lesi minimal. Biopsi
ginjal diindikasikan bagi pasien usia < 1 tahun, dimana SN kongenital lebih
sering terjadi, dan pada pasien usia > 8 tahun dimana penyakit glomerular
kronik memiliki insidensi yang lebih tinggi. Biopsi ginjal hendaknya juga
dilakukan bila riwayat, pemeriksaan, dan hasil uji laboratorium
mengindikasikan adanya SN sekunder.
3) Radiografi
Pemeriksaan ultrasonografi atau venografi ginjal sekiranya dicurigai adanya
trombosis vena ginjal.
Diagnosis Banding
1. Glomerulonefritis Akut
24
Glomerulonefritis akut juga disebut dengan glomerulonefritis akut post
sterptokokus (GNAPS) adalah suatu proses radang non-supuratif yang
mengenai glomerulus, sebagai akibat infeksi kuman streptokokus beta
hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di tempat lain. Penyakit ini sering
mengenai anak-anak.
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal
terhadap bakteri atau virus tertentu. Glomerulonefritis merupakan suatu istilah
yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang
mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu
mekanisme imunologis.
Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut pasca streptokokus timbul
setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman
Streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49. Sedangkan
tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari setelah
infeksi streptokokus, timbul gejala-gejala klinis.
Kumpulan gambaran klinis yang klasik dari glomerulonefritis akut dikenal
dengan sindrom nefritik akut.
1. Infeksi Streptokokus
Riwayat klasik didahului (10-14 hari) oleh faringitis, tonsilitis atau
infeksi kulit (impetigo).Data-data epidemiologi membuktikan, bahwa
prevalensi glomerulonefritis meningkat mencapai 30% dari suatu epidemi
infeksi saluran nafas. Insiden glomerulonefritis akut pasca impetigo relatif
rendah, sekitar 5-10%.
2. Gejala-gejala umum
Glomerulonefritis akut pasca streptokokus tidak memberikan keluhan
dan ciri khusus. Keluhan-keluhan seperti anoreksia, lemah badan, tidak
jarang disertai panas badan, dapat ditemukan pada setiap penyakit infeksi.
3. Keluhan saluran kemih
Hematuria makroskopis (gross) sering ditemukan, hampir 40% dari
semua pasien. Hematuria ini tidak jarang disertai keluhan-keluhan seperti
infeksi saluran kemih bawah walaupun tidak terbukti secara bakteriologis.
Oligouria atau anuria merupakan tanda prognosis buruk pada pasien
dewasa.
4. Hipertensi
25
Hipertensi sistolik dan atau diastolik sering ditemukan hampir pada
semua pasien. Hipertensi biasanya ringan atau sedang, dan kembali
normotensi setelah terdapat diuresis tanpa pemberian obat-obatan
antihipertensi. Hipertensi berat dengan atau tanpa ensefalopati hanya
dijumpai pada kira-kira 5-10% dari semua pasien.
5. Edema dan bendungan paru akut
Hampir semua pasien dengan riwayat edema pada kelopak mata atau
pergelangan kaki bawah, timbul pagi hari dan hilang siang hari. Bila
perjalanan penyakit berat dan progresif, edema ini akan menetap atau
persisten, tidak jarang disertai dengan asites dan efusi rongga pleura
Pada penderita glomerulonefritis akut dapat dilakukan pemeriksaan
laboratorium untuk menunjang diagnosis. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah
sebagai berikut ini:
Pemeriksaan urinalisis dilihat dari segi makroskopis, mikroskopis dan kimia
urin pada glomerulonefritis poststreptococcal sering didapatkan hematuria
makroskopis, jumlah urin berkurang, berat jenis urin meninggi, ada
proteinuria (albuminuria +), eritrosit (+), leukosit (+), dan sedimen urin
berupa silinder leukosit, eritorsit, hialin, dan berbutir.
Leukosit PMN (Polymorphonuclear) dan sel epitel renal biasanya ditemukan
pada pasien glomerulonefritis post streptococcal pada fase awal.
Penentuan titer ASTO (Antibody Streptolisin Titer O) mungkin kurang
membantu karena titer ini jarang meningkat beberapa hari pasca infeksi
streprococcus, terutama yang kena di kulit (impetigo). Penentuan titer
antibodi tunggal yang paling baik untuk glomerulonefritis post streptococcal
adalah dengan Tes antideoksiribonuklease B, yakni mengukur titer
terhadap antigen DNAse B.
Uji Streptozime yang merupakan suatu prosedur agglutination slide yang
mendeteksi antibodi terhadap streptolisin O, DNAse B, hialuronidase,
streptokinase dan NADase.
Darah lengkap untuk mengetahui kadar protein darah (albumin serum
rendah), kreatinin serum (meninggi), ureum serum, elektroilit (hiperkalemia,
hiperfosfatemia, hipokalsemia), pH darah (asidosis), eritrosit, leukosit,
trombosit, dan Hb (menurun).
Kadar LED meninggi.
26
Kadar komplemen C3, pada pasien glomerulonefritis pascastreptococcus
didapatkan 90% kadar komplemen C3 rendah. Kadar ini diperiksa sejak 2
minggu pertama sakit.
2. Pielonefritis
Pielonefritis merupakan infeksi piala pada ginjal, tubulus dan jaringan interstisial dari salah satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai kandung kemih melalui uretra dan naik ke ginjal. Pielonefritis sering sebagai akibat dari refluks ureterivesikal, dimana katup uretevesikal yang tidak kompeten meynyebabkan urine mengalir balik (refluks) ke dalam ureter. Obstruksi traktus urinarius ( yang meningkatkan kerentanan ginjal terhadap infeksi), tumor kandung kemih, striktur, hiperplasia prostatik benigna, dan batu urinarius merupakan penyebab yang lain. Pielonefritis akut ditandai dengan pembengkakan ginjal atau pelebaran penumpang ginjal. Pada pemeriksaan lab dapat ditemukan sel darah putih. Penyebab yang paling sering adalah bakteri E.Coli.
3.7 Penatalaksanaan
Medika Mentosa
Terapi edema:
Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat
Furosemide 1-3 mg/kgBB/hari (max 5 mg/kgBB/hari) dapat dikombinasi dengan
spironolakton (2-4 mg/kgBB/hari)
Sebelum pemberian diuretik, perlu disingkirkan kemungkinan hipovolemia. Pada
pemakaian diuretik lebih dari 1-2 minggu perlu dilakukan pemantauan elektrolit
kalium dan natrium darah.
Bila pemberian diuretik tidak berhasil (edema refrakter), biasanya terjadi karena
hipovolemia atau hipoalbuminemia berat (≤ 1 g/dL), dapat diberikan infus albumin
20-25% dengan dosis 1 g/kgbb selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari jaringan
interstisial dan diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgbb. Bila
pasien tidak mampu dari segi biaya, dapat diberikan plasma 20 ml/kgbb/hari secara
pelan-pelan 10 tetes/menit untuk mencegah terjadinya komplikasi dekompensasi
jantung.
Pada SN idiopatik, kortikosteroid merupakan pengobatan awal, kecuali bila ada
kontraindikasi. Jenis steroid yang diberikan adalah prednison atau prednisolon.
Terapi Inisial
27
Terapi inisial pada anak dengan sindrom nefrotik idiopatik tanpa kontraindikasi
steroid sesuai dengan anjuran ISKDC (International Study of Kidney Disease in
Children) adalah diberikan prednison 60 mg/m2 LPB/hari selama 28 hari atau 2
mg/kgbb/hari (maksimal 80 mg/hari) dalam 3 dosis/hari. Dosis prednison dihitung
sesuai dengan berat badan ideal (berat badan terhadap tinggi badan). Kalau 4 minggu
tidak remisi berarti sindrom nefrotik resisten steroid. Bila remisi dalam 4 minggu
pertama, dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3 dosis
awal) atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara alternating (selang sehari), 1 x sehari setelah
makan pagi selama 4-12 minggu. Bila tidak remisi dalam 4 minggu terapi prednisone
full dose selama 6 minggu dilanjutkan alternate dose selama 6 minggu.
Tapering-off: prednison berangsur-angsur diturunkan, tiap minggu: 30mg, 20mg,
10mg sampai akhirnya dihentikan.
Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada anak dengan sindrom
nefrotik.
Remisi
Kambuh
Kambuh tidak sering
Kambuh sering
Responsif-steroid
Dependen-steroid
Resisten-steroid
Responder lambat
Nonresponder awal
Nonresponder lambat
Proteinuria negatif, atau proteinuria < 4 mg/m2/jam selama 3 hari
berturut-turut.
Proteinuria 2 + atau proteinuria > 40 mg/m2/jam selama 3 hari berturut-
turut, dimana sebelumnya pernah mengalami remisi.
Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali dalam periode 12
bulan.
Kambuh 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal atau 4 kali
kambuh pada setiap periode 12 bulan.
Remisi tercapai hanya dengan terapi steroid saja.
Terjadi 2 kali kambuh berturut-turut selama masa tapering terapi steroid,
atau dalam waktu 14 hari setelah terapi steroid dihentikan.
Gagal mencapai remisi meskipun telah diberikan terapi prednison 60
mg/m2/hari selama 4 minggu.
Remisi terjadi setelah 4 minggu terapi prednison 60 mg/m2/hari tanpa
tambahan terapi lain.
Resisten-steroid sejak terapi awal.
Resisten-steroid terjadi pada pasien yang sebelumnya responsif-steroid.
Sindrom nefrotik serangan pertama
28
1. Perbaiki keadaan umum penderita :
Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Protein 1-2
gr/kgBB/hari, bila ureum dan kreatinin meningkat diberi protein 0,5-1 gr.
Kalori rata-rata 100 kalori/kgBB/hari. Garam dibatasi bila edema hebat. Bila
tanpa edema, diberi 1-2 mg/hari. Pembatasan cairan bila terdapat gejala-
gejala gagal ginjal. Rujukan ke bagian gizi diperlukan untuk pengaturan diet
terutama pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal.
Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau
albumin konsentrat.
Berantas infeksi.
Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi.
Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema
anasarka. Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu
aktivitas. Metode yang lebih efektif dan fisiologik untuk mengurangi edema
ialah merangsang diuresis dengan pemberian albumin (salt poor albumin)
0,5-1 mg/kgBB selama 1 jam disusul kemudian oleh furosemid IV 1-2
mg/kbBB/hari. Pengobatan ini dapat diulang setiap 6 jam kalau perlu.
Diuretik yang biasa dipakai ialah diutetik jangka pendek seperti furosemid
atau asam etakrinat. Jika ada hipertensi, dapat ditambahkan obat
antihipertensi.
2. Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari setelah
diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah penderita
mengalami remisi spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi
spontan, prednison tidak perlu diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari atau
kurang terjadi pemburukan keadaan, segera berikan prednison tanpa menunggu
waktu 14 hari.
Sindrom nefrotik kambuh (relapse)
A. Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis relapse
ditegakkan.
B. Perbaiki keadaan umum penderita.
Cara pemberian pada relapse seperti pada serangan I, hanya CD diberikan
sampai remisi (tidak perlu menunggu sampai 4 minggu)
Sindrom Nefrotik Nonresponder
29
Tidak ada respons sesudah 8 minggu pengobatan prednisone. Setelah 8 minggu
pengobatan prednisone tidak berhasil, pengobatan selanjutnya dengan gabungan
imunosupresan lain (endoxan secara CD dan prednisone 40 mg/m2/hr secara ID)
Sindrom Nefrotik Frequent Relapser
Iinitial responder yang relaps >= 2 kali dalam waktu 6 bulan pertama.
CD imunosupresan + CD prednisone 0,2 mg/kg/hr
Diberikan kombinasi pengobatan imunosupresan lain dan prednisone 0,2
mg/kgBB/hr, keduanya secara CD.
Sindrom nefrotik kambuh tidak sering
Adalah sindrom nefrotik yang kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan atau < 4 kali
dalam masa 12 bulan.
Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari,
diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.
Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m2/48 jam, diberikan selang
sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, prednison
dihentikan.
Sindrom nefrotik kambuh sering
Merupakan sindrom nefrotik yang kambuh > 2 kali dalam masa 6 bulan atau > 4 kali
dalam masa 12 bulan.
Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari,
diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.
Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m2/48 jam, diberikan selang
sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, dosis
prednison diturunkan menjadi 40 mg/m2/48 jam diberikan selama 1 minggu,
kemudian 30 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, kemudian 20 mg/m2/48 jam selama 1
minggu, akhirnya 10 mg/m2/48 jam selama 6 minggu, kemudian prednison
dihentikan.
Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3
mg/kg/hari diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu
siklofosfamid dihentikan. Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak
30
adalah bila pasien tidak respons terhadap pengobatan awal, relapse frekuen, terdapat
komplikasi, terdapat indikasi kontra steroid atau untuk biopsi ginjal.
Non Medika Mentosa
Dietetik
Pemberian diet tinggi protein dianggap merupakan kontraindikasi karena akan menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein (hiperfiltrasi). Bila diberi diet rendah protein akan terjadi Malnutrisi Energi Protein (MEP) dan menyebabkan hambatan pertumbuhan anak. Jadi cukup diberikan diit protein normal sesuai dengan RDA (recommended daily allowances) yaitu 1,5-2 g/kgbb/hari. Diet rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan selama anak menderita edema. Kolesterol dibatasi < 300mg
3.8 Komplikasi dan Prognosis
Infeksi sekunder : mungkin karena kadar immunoglobulin yang rendah akibat
hipoalbuminemia
Syok : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (<1 gm/100 ml) yang
menyebabkan hipovolemi berat sehingga terjadi syok.
Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan system koagulasi sehingga terjadi
peninggian fibrinogen plasma atau factor V,VII,VIII dan X. Trombus lebih sering
terjadi di system vena apalagi bila disertai pengobatan kortikosteroid.
Komplikasi lain yang bisa timbul ialah malnutrisi atau kegagalan ginjal.
Edukasi
Batasi cairan dan garam karena akan memperburuk edema.
Istirahat cukup
Prognosis
Prognosis SN tergantung dari kelainan histopatologiknya. Umumnya SN dengan
kelainan minimal (SNKM) yang sensitif dengan kortikosteroid mempunyai prognosis
yang baik. Kecuali jika megalami hal-hal berikut:
1. Menderita untuk pertama kalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun.
2. Disertai oleh hipertensi.
3. Disertai hematuria.
4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.
31
LO 4: Memahami dan Menjelaskan Pandangan Urin dan Darah Menurut Islam
a. DarahDarah manusia dan darah hewan najis hukumnya, sebagaimana firman Allah SWT :
و�الد�م� �ة� ت م�ي ال م ك �ي ع�ل م� ح�ر� �م�ا �ن إSesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu bangkai dan darah…. (QS. An-Nahl : 115).Darah yang najis adalah yang mengalir keluar dari tubuh, sebagimana firman Allah SWT dalam Al-Quran.
د� ال� ق�ل ج�ا ف�ى أ ى م ا إ�لى� أ�وح� م� ر� ه�?? م�م�م�م�م�م�م�م�م�م�م�م�م�م�طاع�م� على� م�ح ة� يك�ون أن إ�ال� ۥ ط�يطعم� ت� ط ط� ت � ت
ة�دم�ا?? ا??? م وح� ط� ط�م�سف� � �� ط�لحم?? ت م ز�ي إ�ن�ه� ز�ن ججججججججججججججر�جس+?? ۥ فKatakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi, karena sesungguhnya semua itu kotor.” (Al-An’am: 145)
b. UrineAir kencing atau urine adalah benda yang najis menurut jumhur ulama. Dasarnya kenajisan kotoran atau tinja adalah sabda Rasulullah SAW :
�ي� : م�ن و�ال � و�الد�م ق�يء� و�ال �ول ب و�ال �ط� غ�ائ ال م�ن� خ�مس% م�ن �وب الث غس�ل ي �م�ا �ن إBaju itu dicuci dari kotoran, kencing, muntah, darah, dan mani. (HR. Al-Baihaqi dan Ad-Daruquthny) [2]
Urine adalah air seni atau air kencing, baik yang keluar dari tubuh manusia atau hewan, adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Para ahli mengatakan bahwa eksreksi urine diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh.
Para ulama sepakat (ijma’) bahwa urine manusia demikian pula feces (tinja) nya adalah najis kecuali bayi yang hanya mengkonsumsi ASI (air susu ibu) sebagaimana dikemukakan oleh Imam Ibnu Rusyd (Bidayah al-Mujtahid, I/103) berdasarkan hadits Nabi saw yang memerintahkan shahabat untuk menyiram bekas air kecing orang Arab Badui di Masjid Nabawi (HR. Bukhari dan Muslim) dan hadits Nabi saw tentang dua orang yang disiksa di kubur yang salah satunya disebabkan oleh karena tidak bersuci dari bekas kencingnya (HR. Bukhari dan Muslim). Demikian pula perintah Nabi saw.: “Bersucilah kalian dari kecing” (Nailul Authar, I/43)Dikarenakan air seni atau kencing manusia adalah barang najis dan bukan termasuk thayibat (barang yang baik) sebagaimana Allah firmankan dalam surat al-Baqarah:171 dan setiap yang najis adalah haram untuk dikonsumsi baik benda padat maupun cair, maka secara prinsip mengkonsumsi urine atau kencing manusia hukumnya adalah haram. (Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami Wa Adillatuhu, III/511, Syeikh Shalih Al-Fauzan, Al-Ath’imah, hal. 17, As-Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, I/19)
Namun demikian Islam adalah agama rahmat dan tidak menginginkan umatnya celaka dan membiarkannya binasa dalam kondisi darurat karena diantara tujuan syariah adalah hifdzun nafs (memelihara kelangsungan hidup dengan baik), maka dalam konteks ini terdapat kaedah rukhsah (dispensasi) yang memberikan kelonggaran dan keringanan bagi orang yang sakit gawat
32
DAFTAR PUSTAKA
Karen, Robert, et al. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Essensial Edisi keenam. Saunders Elsevier. Singapore:2014
Sherwood, L. 2011. Fisiologi Manusia: dari sel ke system. Edisi 6. Jakarta: EGC.
Sofwan, Achmad. 2015. Anatomi Kedokteran Sistem Urogentiale. Jakarta: Bagian Anatomi FKUY
http://idai.or.id/wp-content/uploads/2013/02/TATA-LAKSANA-SINDROM-NEFROTIK-IDIOPATIK-PADA-ANAK.pdf (diakses tangal 25 Maret 2015)
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-rachmiinsa-5118-2-bab2.pdf (diakses tanggal 26 Maret 2015)
http://www.fiqihkehidupan.com/bab.php?id=235
33
top related