sarafambarawa.files.wordpress.com · web viewlaporan kasus. identitas pasien. nama: tn. g . usia:...
Post on 02-Jan-2020
54 Views
Preview:
TRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. G
Usia : 61 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Bayudono 2/8 gedong banyubiru
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Petani
Status : Menikah
Masuk Rumah Sakit : 7 September 2018
B. ANAMNESA
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 9 september,
pukul 14.00 WIB di Bangsal Asoka RSUD Ambarawa.
C. KELUHAN UTAMA:
Kelemahan keempat anggota gerak sejak 3 Jam SMRS
D. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG:
Pasien mengeluh kelemahan keempat anggota gerak sejak 3 jam SMRS. kelemahan
dirasakan setelah pasien terjatuh dari pohon cengkeh setinggi +/- 6 meter pada pukul 10 pagi saat
memetik cengkeh. Pasien terjatuh dengan posisi bokong terlebih dahulu. Setelah terjatuh pasien
sempat lupa sejenak dan terdiam karna shock dan beberapa saat kemudian berteriak meminta
pertolongan karena merasa semua anggota gerak tidak bisa digerakan dan seperti mati rasa.
Sebelum terjatuh pasien dapat beraktivitas normal seperti biasanya. Kemudian pasien langsung
dibawa oleh keluarga ke RS ambarawa pukul 12.30.
Di IGD Oleh dokter jaga pasien dilakukan foto rontgen dada dan leher. Di IGD pasien di
Diagnosis LBP post trauma. Sekitar pukul 13.45 pasien dipindahkan ke bangsal asoka dilakukan
evaluasi oleh dokter jaga bangsal dan pasien di diagnosis Spinal cord injury lalu diberikan
1
penatalaksaan sesuai management penanganan spinal cord injury. Pasien merasakan kebas dan
kehilangan sensasi pada pinggang termasuk kedua kaki, dan merasa nyeri berlebihan pada area
tubuh bagian atas dan kedua tangan. Jika diberikan skala nyeri pasien memberikan skala nyeri 8
dari 10 untuk rasa nyerinya. Nyeri dirasakan terus menerus. Keluhan nyeri bertambah bila badan
maupun anggota geraknya di gerakan serta disentuh. Pasien masih dapat berkomunikasi dan
tidak merasa kehilangan memori dan gangguan orientasi. Pasien juga mengeluh nyeri kepala.
Keluhan mual, muntah, sesak nafas, gangguan penglihatan, sulit menelan maupun kejang
disangkal. Tidak keluar darah dari telinga maupun hidung. Kemudian pasien dirawat inapkan di
ruang asoka .
Satu hari setelah dirawat inap pasien masih merasakan kelemahan pada ke empat anggota
gerak, nyeri berlebih pada kedua tangan serta tubuh bagian atas. BAK yang tertampung berwarna
kuning jernih dan BAB sulit dan kentut dirasakan jarang.
E. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU:
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Diabetes Melitus : disangkal
Riwayat asma dan alergi : disangkal
Riwayat kelemahan anggota gerak : disangkal
Riwayat trauma sebelumnya : disangkal
Riwayat kejang : disangkal
Riwayat epilepsi : disangkal
Riwayat keganasan : disangkal
F. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA :
Riwayat epilepsi : disangkal
Riwayat keganasan : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Diabetes Melitus : disangkal
Riwayat asma dan alergi : disangkal
2
G. RIWAYAT PRIBADI DAN SOSIAL EKONOMI :
Pasien merupakan seorang petani sejak muda. merokok dalam 1 hari habis 1 bungkus
rokok. Pembayaran pasien dengan BPJS.
H. ANAMNESIS SISTEM :
Sistem Serebrospinal : nyeri kepala diakui
Sistem Kardiovaskuler : Tidak ada keluhan
Sistem Respirasi : Tidak ada keluhan
Sistem Gastrointestinal : sulit BAB dan kentut dirasakan jarang
Sistem Muskuloskeletal : kelemahan anggota tubuh bawah dan nyeri
anggota tubuh bawah
Sistem Integumen : rasa kesemutan dan kehilang sensasi pada
daerah pinggang kebawah
Sistem Urogenitalia : tidak terasa sakit saat dipasang
kateter urin
I. RESUME ANAMNESIS
Seorang laki-laki usia 61 tahun mengalami kelemahan ke empat anggota gerak sejak 3 jam
SMRS, keluhan disertai rasa nyeri, dan kehilangan sensasi dari pinggang sampai ujung kaki
setelah pasien terjatuh dari pohon cengkeh setinggi 6 meter sekitar pukul 10 pagi, pasien terjatuh
dengan posisi bagian bokong terlebih dahulu. Pasien tetap sadar dan mengeluh nyeri kepala.
Setelah 3 jam post jatuh sekitar pukul 1 siang pasien dibawa ke IGD RSUD Ambaraw. Di IGD
pasien dilakukan foto rontgen dada, lumbal dan leher. Pasien belum BAB sejak terjatuh dan
kentut dirasakan jarang.
DISKUSI I
Dari anamnesa tersebut didapatkan seorang pasien laki-laki usia 61 tahun mengalami
kelemahan ke empat anggota gerak, kehilangan sensasi dari pinggang sampai ujung kaki setelah
pasien terjatuh dari pohon cengkeh setinggi 6 meter, pasien terjatuh dengan posisi bagian bokong
terlebih dahulu. Hal tersebut memungkinkan terjadinya trauma pada bagian tulang belakang.
Keluhan kemungkinan disebabkan Trauma pada tulang belakang dapat mengenai jaringan lunak
3
berupa ligamen, diskus dan faset tulang belakang dan medulla spinalis. Pada cedera medulla
spinalis dapat didapatkan keluhan berupa kelemahan, kelumpuhan, kesemutan, kehilangan
refleks pada bagian tubuh yang persarafannya terganggu akibat adanya lesi pada medulla spinalis
pada segmen tersebut. Selain itu informasi mengenai gangguan saraf otonom (belum BAB,
kentut jarang) memberikan petunjuk adannya lesi medulla spinalis. Penyebab trauma pada
medula spinalis adalah kecelakaan lalu lintas (44%), kecelakaan olah raga (22%), terjatuh dari
ketinggian (24%).
4
CEDERA MEDULA SPINALIS
Definisi
Cedera medula spinalis dapat didefinisikan sebagai semua bentuk cedera yang mengenai
medula spinalis baik yang menimbulkan kelainan fungsi utamanya (motorik, sensorik, otonom
dan reflek) secara lengkap atau sebagian.1
Epidemiologi
Menurut NSCISC, di USA terjadi 11.000 kasus cedera medula spinalis tiap tahun.1
Penyebab utama cedera medula spinalis antara lain kecelakaan (50,4%), terjatuh (23,8%), dan
cedera yang berhubungan dengan olahraga (9%). Sisanya akibat kekerasan terutama luka tembak
dan kecelakaan kerja.1,3
Anatomi
Medula spinalis merupakan bagian dari susunan saraf pusat (SSP). Terbentang dari
foramen magnum sampai dengan L1, di L1 melonjong dan agak melebar yang disebut conus
terminalis atau conus medullaris (Gambar 1). Terbentang dibawah conus terminalis serabut-
serabut bukan saraf yang disebut filum terminale yang merupakan jaringan ikat.
5
8 pasang saraf servikal
12 pasang saraf torakal
5 Pasang saraf lumbal
5 Pasang saraf sakral
1 Pasang saraf koksigeal
Gambar 1. Anatomi medula spinalis.4
Terdapat 31 pasang saraf spinal: 8 pasang saraf servikal, 12 pasang saraf torakal, 5
pasang saraf lumbal, 5 pasang saraf sakral dan 1 pasang saraf koksigeal. Akar saraf lumbal dan
sakral terkumpul yang disebut dengan kauda equina. Setiap pasangan saraf keluar melalui
intervertebral foramina. Saraf spinal dilindungi oleh tulang vertebra dan ligamen dan juga oleh
meningen spinal dan CSF.
Struktur internal medula spinalis terdiri dari substansi abu abu dan substansi putih
(Gambar 2). Substansi Abu-abu membentuk seperti kupu-kupu dikelilingi bagian luarnya oleh
substansi putih. Terbagi menjadi bagian kiri dan kanan oleh anterior median fissure san median
septum yang disebut dengan posterior median septum.
Keluar dari medula spinalis merupakan akar ventral dan dorsal dari saraf spinal.
Substansi abu-abu mengandung badan sel dan dendrit dan neuron efferen, akson tak bermyelin,
saraf sensoris dan motoris dan akson terminal dari neuron. Substansi abu-abu membentuk seperti
huruf H dan terdiri dari tiga bagian yaitu: anterior, posterior dan komisura abu-abu. Bagian
posterior sebagai input /afferent, anterior sebagai output/efferent, komisura abu-abu untuk refleks
silang dan substansi putih merupakan kumpulan serat saraf bermyelin.
Gambar 2. Struktur internal medula spinalis.5
6
Fisiologi Nyeri
Mekanisme timbulnya nyeri didasari oleh proses multipel yaitu nosisepsi, sensitisasi perifer, perubahan fenotip, sensitisasi sentral, eksitabilitas ektopik, reorganisasi struktural, dan penurunan inhibisi. Antara stimulus cedera jaringan dan pengalaman subjektif nyeri terdapat empat proses tersendiri : tranduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi.
Transduksi adalah suatu proses dimana akhiran saraf aferen menerjemahkan stimulus (misalnya tusukan jarum) ke dalam impuls nosiseptif. Ada tiga tipe serabut saraf yang terlibat dalam proses ini, yaitu serabut A-beta, A-delta, dan C. Serabut yang berespon secara maksimal terhadap stimulasi non noksius dikelompokkan sebagai serabut penghantar nyeri, atau nosiseptor. Serabut ini adalah A-delta dan C. Silent nociceptor, juga terlibat dalam proses transduksi, merupakan serabut saraf aferen yang tidak bersepon terhadap stimulasi eksternal tanpa adanya mediator inflamasi
Transmisi adalah suatu proses dimana impuls disalurkan menuju kornu dorsalis medula spinalis, kemudian sepanjang traktus sensorik menuju otak. Neuron aferen primer merupakan pengirim dan penerima aktif dari sinyal elektrik dan kimiawi. Aksonnya berakhir di kornu dorsalis medula spinalis dan selanjutnya berhubungan dengan banyak neuron spinal.
Modulasi adalah proses amplifikasi sinyal neural terkait nyeri (pain related neural signals). Proses ini terutama terjadi di kornu dorsalis medula spinalis, dan mungkin juga terjadi di level lainnya. Serangkaian reseptor opioid seperti mu, kappa, dan delta dapat ditemukan di kornu dorsalis. Sistem nosiseptif juga mempunyai jalur desending berasal dari korteks frontalis, hipotalamus, dan area otak lainnya ke otak tengah (midbrain) dan medula oblongata, selanjutnya menuju medula spinalis. Hasil dari proses inhibisi desendens ini adalah penguatan, atau bahkan penghambatan (blok) sinyal nosiseptif di kornu dorsalis.
Persepsi nyeri adalah kesadaran akan pengalaman nyeri. Persepsi merupakan hasil dari interaksi proses transduksi, transmisi, modulasi, aspek psikologis, dan karakteristik individu lainnya. Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secaara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga Nociseptor. Secara anatomis, reseptor nyeri (nociseptor) ada yang bermiyelin dan ada juga yang tidak bermiyelin dari syaraf aferen. (Anas Tamsuri, 2006)
Patofisiologi
Patofisiologi cedera medula spinalis bersifat kompleks, meliputi cedera mekanik primer
seperti kompresi, penetrasi, laserasi, robekan dan atau regangan. Cedera primer memicu
terjadinya cedera sekunder seperti5:
1. Gangguan vaskuler yang menyebabkan penurunan aliran darah, gangguan autoregulasi,
gangguan sirkulasi mikro, vasospasme, trombosis dan perdarahan.
7
2. Perubahan elektrolit, perubahan permeabilitas, hilangnya integritas membran sel,
hilangnya energi metabolisme.
3. Perubahan biokimia seperti akumulasi neurotransmitter, pelepasan asam arakidonat,
produksi radikal bebas, peroksidasi lemak yang menyebabkan disrupsi aksonal dan
kematian sel.
Keadaan yang terpenting yang mendasari banyak keadaan patologis dan defisit neurologis
sesudah trauma adalah iskemia medula spinalis. Iskemia dapat bersifat lokal dan sistemik.
Perubahan vaskuler lokal disebabkan karena cedera langsung medula spinalis, vasospasme pasca
cedera, yang menyebabkan hilangnya autoregulasi aliran darah medula spinalis. Gangguan
vaskuler sistemik menyebabkan penurunan denyut jantung, ireguleritas ritme jantung, penurunan
tekanan darah arteri rerata, penurunan resistei vaskuler perifer dan gangguan output jantung.
Keadaan ini semua menyebabkan hipotensi sistemik5.
Pada cedera medula spinalis, terutama daerah cervical, dapat menyebabkan insufusiensi
pernafasan dan disfungsi pulmonal yang pada gilirannya menyebabkan perburukan keadaan
iskemik pada medula spinalis5.
Pada trauma medula spinalis juga terjadi suatu proses pada tingkat bioseluler. Terjadi
spasme arteri, agregasi platelet, pelepasan epinefrin, endorfin, enkefalin menyebabakna iskemia
dan gangguan autoregulasi. Integritas endotel hilang, menyebabkan edema medula spinalis
(maksimal dalam 2-3 hari). Iskemia berkaitan dengan peningkatan asam amino eksitatori yang
mengaktifkan reseptor asam amino eksitatorik, depolarisasi membran, influks sodium, inaktivasi
pompa Na-K yang mencegah repolarisasi. Terjadi influks ion kalsium, aktivasi ATPase dan
konsumsi ATP yang mengurangi cadangan energi. Akibat iskemia terjadi metabolisme glikolisis
anaerob menyebabkan asidosis laktat dan penurunan produksi ATP. Influks ion kalsium
menyebabkan aktivasi fosfolipase dan pelepasan asam arakidonat, hipoperikoksidasi dan
pembentukan radikal oksidatif bebas. Hasil akhir proses diatas adalah kegagalan metabolisme
mitokondria dan retikulum endoplasmik serta kematian neuronal5.
Berdasarkan jenisnya, cedera medula spinalis dapat pula dibagi menjadi5:
1. Cedera primer
1. Akibat trauma langsung, hematoma, SCIWORA.
2. Pada 4 jam pertama terjadi infark pada substansia alba.
3. Pada 8 jam terjadi infark pada substansia grisea dan paralisis yang irreversibel.
8
2. Cedera sekunder
1. Hipoksia
2. Hipoperfusi
3. Syok neurogenik
4. Syok spinal
5. Lesi diatas C5 menyebabkan kerusakan diafragma menyebabkan penurunan kapasitas
vital sebesar 20%
6. Lesi pada tingkat Torakal 4-6 dapat pula menurunkan kapasitas vitas akibat paralisis
saraf dan otot interkostal..
Klasifikasi
Metode klasifikasi menurut American Spinal Injury Association (ASIA) berdasarkan
hubungan antara kelengkapan dan level cedera dengan defisit neurologis yang timbul (Gambar
4.):6
A. Komplit: Tidak ada fungsi motorik dan sensorik yang tersisa pada segmen sakral S4-S5
B. Inkomplit: Terdapat fungsi sensorik tanpa fungsi motorik di bawah lesi termasuk segmen
sakral S4-S5.
C. Inkomplit: Terdapat fungsi motorik di bawah lesi dan lebih dari separuh memiliki kekuatan
otot kurang dari 3.
D. Inkomplit: Terdapat fungsi motorik di bawah lesi dan lebih dari separuh memiliki kekuatan
otot 3 atau lebih.
E. Normal: Fungsi motorik dan sensorik normal.
9
Gambar . Kategori pasien cedera medula spinalis berdasarkan tingkat dan derajat defisit neurologis menurut sistem ASIA.6
Klasifikasi Berdasarkan Keparahan .
1. Klasifikasi Frankel:
a. Grade A : Motoris (-), sensoris (-)
b. Grade B : Motoris (-), sensoris (+)
c. Grade C : Motoris (+) dengan ROM 2 atau 3, sensoris (+)
d. Grade D : Motoris (+) dengan ROM 4, sensoris (+)
e. Grade E : Motoris (+) normal, sensoris (+)
2. Klasifikasi ASIA (American Spinal Injury Association)
a. Grade A : Motoris (-), sensoris (-) termasuk pada segmen sacral
b. Grade B : Hanya sensoris (+)
c. Grade C : Motoris (+) dengan kekuatan otot < 3
d. Grade D : Motoris (+) dengan kekuatan otot > 3
e. Grade E : Motoris dan sensoris normal
Gejala Klinis
Tanda dan Gejala
Pada trauma medula spinalis komplit, daerah di bawah lesi akan kehilangan fungsi saraf
sadarnya. Terdapat fase awal dari syok spinalis yaitu, hilangnya reflek pada segment dibawah
10
lesi, termasuk bulbokavernosus, kremasterika, kontraksi perianal (tonus spinchter ani) dan reflek
tendon dalam. Fenomena ini terjadi sementara karena perubahan aliran darah dan kadar ion pada
lesi. Pada trauma medula spinalis inkomplit, masih terdapat beberapa fungsi di bawah lesi,
sehingga prognosisnya lebih baik. Fungsi medula spinalis dapat kembali seperti semula segera
setelah syok spinal teratasi, atau fungsi kembali membaik secara bertahap dalam beberapa bulan
atau tahun setelah trauma.2
Cedera medula spinalis akibat luka tembus, penekanan maupun iskemik dapat
menyebabkan berbagai bentuk karakteristik cedera berdasarkan anatomi dari terjadinya cedera.
Defisit neurologis yang timbul (fungsi yang hilang atau tersisa) dapat digambarkan dari pola
kerusakan medula dan radiks dorsalis demikian juga sebaliknya, antara lain:2,6,7
1. Lesi Komplit yaitu terjadinya cedera medula yang luas akibat anatomi dan fungsi transeksi
medula disertai kehilangan fungsi motorik dan sensorik dibawah lesi. Mekanisme khasnya
adalah trauma vertebra subluksasi yang parah mereduksi diameter kanalis spinalis dan
menghancurkan medula. Konsekuensinya bisa terjadi paraplegia atau quadriplegia
(tergantung dari level lesinya), rusaknya fungsi otonomik termasuk fungsi bowel, bladder
dan sensorik.
2. Lesi Inkomplit
a. Sindroma medula anterior. Gangguan ini akibat kerusakan pada separuh bagian ventral
medula (traktus spinotalamikus dan traktus kortikospinal) dengan kolumna dorsalis yang
masih intak dan sensasi raba (propioseptif), tekan dan posisi masih terjaga, meskipun
terjadi paralisis motorik dan kehilangan persepsi nyeri (nosiseptif dan termosepsi)
bilateral. Hal tersebut disebabkan mekanisme herniasi diskus akut atau iskemia dari
oklusi arteri spinal.
b. Brown Squard's syndrome. Lesi terjadi pada medula spinalis secara ekstensif pada salah
satu sisi sehingga menyebabkan kelemahan (paralisis) dan kehilangan kontrol motorik,
perasaan propioseptif ipsilateral serta persepsi nyeri (nosiseptif dan termosepsi)
kontralateral di bawah lesi. Lesi ini biasanya terjadi akibat luka tusuk atau tembak.
c. Sindrom medula sentral. Sindroma ini terjadi akibat dari cedera pada sentral medula
spinalis (substansia grisea) servikal seringkali disertai cedera yang konkusif. Cedera
tersebut mengakibatkan kelemahan pada ekstremitas atas lebih buruk dibandingkan
ekstremitas bawah disertai parestesi. Namun, sensasi perianal serta motorik dan sensorik
11
ekstrimitas inferior masih terjaga karena distal kaki dan serabut saraf sensorik dan
motorik sakral sebagian besar terletak di perifer medula servikal. Lesi ini terjadi akibat
mekanisme kompresi sementara dari medula servikal akibat ligamentum flavum yang
tertekuk selama trauma hiperekstensi leher. Sindroma ini muncul pada pasien stenosis
servikal.
d. Sindroma konus medularis. Cedera pada regio torakolumbar dapat menyebabkan sel saraf
pada ujung medula spinalis rusak, menjalar ke serabut kortikospinal, dan radiks dorsaliss
lumbosakral disertai disfungsi upper motor neuron (UMN) dan lower motor neuron
(LMN).
e. Sindrom kauda ekuina. Sindrom ini disebabkan akibat dislokasi tulang atau ekstrusi
diskus pada regio lumbal dan sakral, dengan radiks dorsalis kompresi lumbosakral
dibawah konus medularis. Pada umumnya terdapat disfungsi bowel dan bladder,
parestesi, dan paralisis.
Gambar 5. Pola Cedera medula spinalis.6
Manifestasi klinis bergantung pada lokasi yang mengalami trauma dan apakah trauma
terjadi secara parsial atau total. Berikut ini adalah manifestasi berdasarkan lokasi trauma:
1. Antara C1 sampai C5
Respiratori paralisis dan kuadriplegi, biasanya pasien meninggal
2. Antara C5 dan C6
Paralisis kaki, tangan, pergelangan; abduksi bahu dan fleksi siku yang lemah;
kehilangan refleks brachioradialis.
3. Antara C6 dan C7
12
Paralisis kaki, pergelangan, dan tangan, tapi pergerakan bahu dan fleksi siku masih
bisa dilakukan; kehilangan refleks bisep.
4. Antara C7 dan C8
Paralisis kaki dan tangan
5. C8 sampai T1
Horner’s syndrome (ptosis, miotic pupils, facial anhidrosis), paralisis kaki.
6. Antara T11 dan T12
Paralisis otot-otot kaki di atas dan bawah lutut
7. T12 sampai L1
Paralisis di bawah lutut
8. Cauda Equine
Hiporeflex atau paresis extremitas bawah, biasanya nyeri dan sangat sensitive
terhadap sensasi, kehilangan control bowel dan baldder.
9. S3 sampai S5 atau Conus Medullaris pada L1
Kehilangan control bowel dan blodder secara total.
Gambar 2.5 manifestasi klinis dan lokasi spinal injury yang terjadi
(sumber: www.jasper-sci.com)
13
Tanda dan gejala yang akan muncul:
1. Nyeri
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya spasme
otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.
2. Bengkak/edema
Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah
fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya.
3. Memar/ekimosis
Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di jaringan
sekitarnya.
4. Spasme otot
Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar fraktur.
5. Penurunan sensasi
Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema.
6. Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot.
7. Mobilitas abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi normalnya
tidak terjadi pergerakkan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.
8. Defirmitas
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan
pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan
menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.
9. Shock hipovolemik
Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat.
DIAGNOSIS SEMENTARA
Diagnosis klinis : Tetraparase spastik Susp
Diagnosis topic : Medula spinalis
Diagnosis etiologi : Spinal Cord Injury
- Traumatik : fraktur, dislokasi, kompresi
Diagnosis tambahan : CKR, Cephalgia
14
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada hari ke 3 perawatan yang dilakukan di bangsal asoka
tanggal 9 september 15.00 WIB:
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4V5M6
VAS : 5
Tanda vital
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 69 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36.5 oC
Status gizi : kesan normoweight
Status Generalis
Kepala : mesocephal, nyeri kepala atas (+) skala 3/10, hematoma (-)
Mata : edema palpebra (-), refleks pupil (+/+), isokor (3 mm / 3 mm)
Telinga : secret (-), tinnitus (-), discharge (-)
Hidung : nafas cuping hidung, epistaksis (-), obstruksi (-)
Mulut : sianosis (-), lesi (-)
Leher : simetris, vulnus ekskoriatum (-)
Thoraks : Normochest, simetris, jejas (-), hiperalgesia setinggi cervical 4 sampai torakal
8-9
Pulmo : VBS +/+ normal, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung : S1-S2 normal, reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Datar, BU menurun, supel, nyeri tekan 9 regio (-), jejas (-) hipostesia seluruh
regio abdomen
Genitalia : Dalam batas normal, terpasang DC, hematuri (-)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-), sianosis (-)
hiperalgesia ekstremitas atas +/+
15
Status Psikiatrik
Tingkah laku : Normoaktif
Perasaan hati : Normoritmik
Orientasi : Orientasi orang, waktu, dan tempat baik
Kecerdasan : Dalam batas normal
Daya ingat : Dalam batas normal
Status Neurologis
Sikap Tubuh : Simetris
Gerakan Abnormal : tidak ada
Cara berjalan : tidak dapat dinilai
Pemeriksaan Saraf Kranial
Nervus Pemeriksaan Kanan KiriN. I. Olfaktorius Daya penghidu N NN. II. Optikus Daya penglihatan N N
Pengenalan warna
N N
Lapang pandang N NN. III. Okulomotor Ptosis – –
Gerakan mata ke medial
N N
Gerakan mata ke atas N NGerakan mata ke bawah
N N
Ukuran pupil 3 mm 3 mmBentuk pupil Bulat BulatRefleks cahaya langsung
+ +
Refleks cahaya konsensual
+ +
N. IV. Troklearis Strabismus divergen – –Gerakan mata ke lat-bwh
– –
Strabismus konvergen
– –
N. V. Trigeminus Menggigit – –Membuka mulut – –Sensibilitas muka N N
16
Refleks kornea N NTrismus – –
N. VI. Abdusen Gerakan mata ke lateral
N N
Strabismus konvergen
– –
N. VII. Fasialis Kedipan mata N NLipatan nasolabial Simetris SimetrisSudut mulut Simetris SimetrisMengerutkan dahi Simetris SimetrisMenutup mata N NMeringis N NMenggembungkan pipi
N N
N. VIII.Vestibulokoklearis
Mendengar suara bisik
+ +
Mendengar bunyi arloji
+ +
Tes Rinne TDL TDLTes Schwabach TDL TDLTes Weber TDL TDL
N. IX.Glosofaringeus
Arkus faring Simetris SimetrisDaya kecap lidah 1/3 post
N
Refleks muntah NSengau –Tersedak –
N. X. Vagus Denyut nadi 80 x/menitArkus faring Simetris SimetrisBersuara NMenelan N
N. XI. Aksesorius Memalingkan kepala sulit dinilai sulit dinilaiSikap bahu N NMengangkat bahu - -Trofi otot bahu Eutrofi Eutrofi
N. XII.Hipoglossus
Sikap lidah NArtikulasi NTremor lidah –Menjulurkan lidah SimetrisTrofi otot lidah –Fasikulasi lidah –
17
Anggota gerak atas Kanan KiriGerakan terbatas terbatasKekuatan 2 2Tonus normotonus normotonusTrofi Eutrofi EutrofiRefleks fisiologis meningkat meningkatHoffman trommer + +Sensitibilitas hipestesia hipestesiaAnggota gerak bawah Kanan KiriGerakan terbatas TerbatasKekuatan 2 2Tonus normotonus normotonusklonus + +Trofi Eutrofi EutrofiRefleks fisiologis Meningkat MeningkatRefleks patologis - -Sensitibilitas hipestesia hipestesia
Pemeriksaan Fungsi Vegetatif :
Miksi : terpasang DC, warna urin kuning jernih
Defekasi : -
Pemeriksaan Kognitif
Secara umum tidak terdapat gangguan fungsi kognitif pada pasien. Pasien dapat dengan
mudah menyebutkan tanggal dan hari.
18
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium (10/01/2018)
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan
Darah RutinHemoglobin 14.6 13,2 – 17,3 g/dl
Leukosit 15.1 H 3,8 – 10,6 ribuEritrosit 4,71 4,4 – 5,9 jutaHematokrit 40.1 40 - 52
%
Trombosit 253 150 - 400 Ribu
MCV 85.1 82 – 98 fL
MCH 31.0 27 – 32 Pg
MCHC 35.5 32 – 37 g/dl
RDW 12.0 10 – 16 %
MPV 6.43 7 – 11 mikro m3
Limfosit 10 L 1,0 - 4,5 103/mikro m3
Monosit 4.03 L 0,2 - 1,0 103/mikro m3
Eusinofil 0,251 0,04 – 0,8 103/mikro m3
KIMIA KLINIK
SGOT 30 0-50 U/LSGPT 19 0-50 IU/LUREUM 27 10-50 Mg/dLKreatinin 1.03 0,62-1,1 Mg/dLHDLHDL DIRECT 41 28-62 Mg/dLLDL+CHOLESTEROL 46.8 <150 Mg/dLCHOLESTEROL 124 <200 Mg/dLTRIGLISERIDA 181 H 70-140 Mg/dLGDS 107 74 - 106 Mg/dL
19
2. Rontgen Cranial AP/ Lateral (7/09/2019)
Kesan (Cervikal AP/Lat/Obliq):
Aligment lurus Spondilosis cervicalis Tak tampak kompresi maupunlistesis Penyempitan diskus dan foramen Intervertebralis C 4-5 kanan
20
Rontgen Thoraks AP (7/09/2019)
Kesan (toraks AP) :
Susp kardiomegali Curiga proses spesifik Tak tampak fraktur Os kosta
Rontgen L5 AP/ Lateral (7/09/2019)
21
Kesan (L5 AP/LAT) :
Aligment kurang lordotik Spondilosis lumbalis Tak tampak kompresi maupunlistesis Penyempitan diskus Intervertebralis L5-S1
DISKUSI II
Berdasarakan pada data-data tersebut diatas, maka pada pasien ini didapatkan VAS 5
yang artinya merasakan nyeri derajat sedang pada tubuhnya. Pasien juga mengalami hipostesia
setinggi torakal 9 dan hiperalgesia setinggi cervical 4 sampai torakal 8-9, hal ini dapat
disebabkan karena terjadinya dismodulasi yaitu proses amplifikasi sinyal neural terkait nyeri
(pain related neural signals). Proses ini terutama terjadi di kornu dorsalis medula spinalis, dan
mungkin juga terjadi di level lainnya. Serangkaian reseptor opioid seperti mu, kappa, dan delta
dapat ditemukan di kornu dorsalis. Sistem nosiseptif juga mempunyai jalur desending berasal
dari korteks frontalis, hipotalamus, dan area otak lainnya ke otak tengah (midbrain) dan medula
oblongata, selanjutnya menuju medula spinalis. Hasil dari proses inhibisi desendens ini adalah
penguatan, atau bahkan penghambatan (blok) sinyal nosiseptif di kornu dorsalis.
Belum BAB dengan kentut yang jarang ditandai bising usus melemah dan tidak sakitnya
pasien saat dimasukan DC sebagai kateter urin menandakan telah adanya gangguan pada saraf
otonom yang mengatur sistem pencernaan dan urinaria akibat dari cedera medula spinalis
Terjadinya parestesia/ rasa kesemutan dan mialgia pada ke empat anggota gerak dapat
disebabkan karena adanya penyempitan diskus akibat spondilosis atau proses inflamasi post
trauma yang menyebabkan terhimpitnya pembuluh darah dan saraf yang menginervasi bagian
ekstremitas atas dan bawah sehingga menimbulkan iritasi pada jaringan saraf yang terganggu dan
bermanifestasi dengan rasa kesemutan yang dirasakan oleh pasien dan nyeri saat ekstremitas
digerkakkan.
Adanya tetraparese/ penurunan sensasi pada ekstremitas superior dan inferior dapat timbul
akibat adanya trauma pada cervical. Pada kasus ini, lesi berada setinggi dermatom C 4-5 yang
ditandai oleh menurunnya sensibilitas setinggi lesi tersebut. Selain itu ditemukan hilangnya
kemampuan motorik dibawah tingkat lesi.
22
Selain itu pasien mengeluhkan nyeri kepala dapat timbul akibat perubahan neurotransmitter
seperti epinefrin, serotonin, endorphin ataupun enkefalin yang terjadi selama proses cedera.
Perubahan biokimia tersebut mengaktifkan jalur nyeri terhadap otak dan mengganggu
kemampuan otak untuk menekan nyeri. Rasa nyeri juga dapat disebabkan oleh adanya tekanan,
traksi, displacement maupun proses kimiawi dan inflamasi terhadap nosiseptor-nosiseptor pada
struktur peka nyeri di daerah leher akibat trauma.
Cedera pada medula spinalis biasanya hanya berupa memar atau iskemia akibat oklusi
sementara arteri vertebralis diikuti oleh perbaikan secara spontan. Gejala klinis memberikan
gambaran yang beragam, mulai dari ringan dan sembuh secara spontan hingga kerusakan yang
bersifat ireversibel.
Pada pasien tidak ada indikasi untuk dilakukan operasi. Indikasi untuk operasi adalah
adanya fraktur, pecahan tulang yang menekan medulla spinalis, gambaran neurologis yang
progresif memburuk, fraktur atau dislokasi yang labil, terjadinya herniasi diskus intervertebralis
yang menekan medulla spinalis. ntervensi operasi memiliki dua tujuan, yang pertama adalah
untuk dekompresi medula spinalis atau radiks dorsalis pada pasien dengan defisit neurologis
inkomplit. Kedua, untuk stabilisasi cedera yang terlalu tidak stabil untuk yang hanya dilakukan
eksternal mobilisasi. Fiksasi terbuka (open fixation) dibutuhkan untuk pasien trauma spinal
dengan defisit neurologis komplit tanpa sedikitpun tanda pemulihan, atau pada pasien yang
mengalami cedera tulang atau ligament spinal tanpa defisit neurologis. Operasi stabilisasi dapat
disertai mobilisasi dini, perawatan, dan terapi fisik.6 Indikasi lain operasi yaitu adanya benda
asing atau tulang di kanalis spinalis disertai dengan defisit neurologis yang progresif sehingga
menyebabkan terjadinya epidural spinal atau subdural hematoma. Penatalaksanaan vertebra yang
tidak stabil meliputi, spinal fusion menggunakan metal plates, rods, dan screws dikombinasi
dengan bone fusion.2
Tindakan operasi dapat dilakukan dalam 24 jam sampai dengan 3 minggu pasca trauma.
Tindakan operatif awal (kurang dari 24 jam) lebih bermakna menurunkan perburukan neurologis,
komplikasi, dan keluaran skor motorik satu tahun pasca trauma.Terapi bedah bertujuan untuk
mengeluarkan fragmen tulang, benda asing, reparasi hernia diskus, dan menstabilisasi vertebra
guna mencegah nyeri kronis.
Sebuah penelitian prospektif selama 27 tahun menunjukkan bahwa rata-rata harapan
hidup pasien cedera medula spinalis lebih rendah dibanding populasi normal. Penurunan rata-rata
23
lama harapan hidup sesuai dengan beratnya cedera. Penyebab kematian utama adalah komplikasi
disabilitas neurologik yaitu : pneumonia, emboli paru, septikemia, dan gagal ginjal.
Penelitian Muslumanoglu dkk terhadap 55 pasien cedera medula spinalis traumatik (37
pasien dengan lesi inkomplet) selama 12 bulan menunjukkan bahwa pasien dengan cedera
medula spinalis inkomplet akan mendapatkan perbaikan motorik, sensorik, dan fungsional yang
bermakna dalam 12 bulan pertama.
Penelitian Bhatoe dilakukan terhadap 17 penderita medula spinalis tanpa kelainan
radiologik (5 menderita CentralCord Syndrome). Sebagian besar menunjukkan hipo/isointens
pada T1 dan hiperintens pada T2, mengindikasikan adanya edema. Seluruh pasien dikelola
secara konservatif, dengan hasil: 1 orang meninggal dunia, 15 orang mengalami perbaikan, dan 1
orang tetap tetraplegia. Pemulihan fungsi kandung kemih baru akan tampak pada 6 bulan
pertama pasca trauma pada cedera medula spinalis traumatika.
Curt dkk mengevaluasi pemulihan fungsi kandung kemih 70 penderita cedera medula
spinalis; hasilnya menunjukkan bahwa pemulihan fungsi kandung kemih terjadi pada 27% pasien
pada 6 bulan pertama. Skor awal ASIA berkorelasi dengan pemulihan fungsi kandung kemih
DIAGNOSIS AKHIR
Diagnosis Klinik : tetraparesis spastik, hiperalgesia, hipoestesia, parestesia
Diagnosis Topik : Medula Spinalis setinggi segmen Cervical 4-5
Diagnosis Etiologi: Spinal Cord Injury
Diagnosis tambahan : CKR, Cephalgia
PENATALAKSANAAN1. Farmakologi
Infus RL 20 tpm
Injeksi metil prednisolon 125 mg/8 jam
Inj ceftriaxone 2x 1 gr
Inj ranitidin 2x1 amp
Inj mecobalamin 1x1
2. Non Farmakologi
24
Rawat inap
Bed rest
Konsul fisioterapi
PROGNOSIS
Death : dubia ad malam
Disease : dubia ad malam
Disability : dubia ad malam
Dissatisfaction : dubia ad malam
Discomfort : dubia ad malam
Destituation : dubia ad malam
DISKUSI III
Tatalaksana pada pasien ini meliputi tatalaksana non medikamentosa dan
medikamentosa. Golden hours pada pengobatan cedera medula spinalis dengan pemberian
kortikosteriod pada kurang dari 3 jam pertama setelah trauma dapat mengurangkan pemburukan
gejala pada pasien. Sehingga penanganan yang melewati dari golden hours memiliki prognosis
kedepannya yang buruk, pada pasien ini tetap diberikan kortikosteroid dengan tujuan prognosis
tidak menjadi lebih buruk dari sebelumnya.
Tatalaksana nonmedikamentosa meliputi tirah baring, edukasi dan rehabilitasi medik.
Pemberian medikamentosa pada pasien dengan cedera medula spinalis
Asering
Infus asering diindikasikan untuk perawatan darah dan kehilangan cairan, hipokalsemia,
kekurangan kalium, ketidakseimbangan elektrolit, inkonsistensi pH, natrium yang rendah dalam
darah dan kondisi lainnya5
Metilprednisolon
Metilprednisolon adalah suatu glukokortikoid alamiah dan diabsorpsi cepat di saluran
cerna. Metilprednisolon bekerja dengan menduduki reseptor spesifik dalam sitoplasma sel yang
responsive. Ikatan steroid reseptor ini lalu berikatan dengan DNA yang kemudian mempengaruhi
sintesis berbagai protein. Beberapa efek yang timbul adalah berkurangnya produksi
25
prostaglandin dan leukotrein, berkurangnya degranulasi sel mast, berkurangnya sintesis kolagen.
Steroid juga berfungsi menstabilkan membran, menghambat oksidasi lipid, mensupresi edema
vasogenik dengan memperbaiki sawar darah medula spinalis, menghambat pelepasan endorfin
dari hipofisi dan menghambat respon radang. Studi NACIS II (The National Acute Spinal Cored
Injury Study) menyarankan dosis tinggi sebesar 30 mg/ kg BB secara bolus IV selama 15 menit
dilanjutkan 5,4 mg/ kg BB/ jam selama 23 jam. Selanjutnya diberikan 2x125 mg selama 48 jam.
Hal ini sebagai pencegahan peroksidasi lipid, diberikan sesegera mungkin setelah trauma karena
distribusi metilprednisolon akan terhalang oleh kerusakan pembuluh darah medula spinalis pada
mekanisme kerusakan sekunder.
Ceftriaxone
Ceftriaxone adalah golongan antibiotik cephalosporin yang dapat digunakan untuk
mengobati beberapa kondisi akibat infeksi bakteri, seperti pneumonia, sepsis, meningitis, infeksi
kulit, gonore atau kencing nanah, dan infeksi pada pasien dengan sel darah putih yang rendah.
Selain itu, ceftriaxone juga bisa diberikan kepada pasien yang akan menjalani operasi-operasi
tertentu untuk mencegah terjadinya infeksi.
Citicoline
Citicolin golongan nootropik dan neurotonik/ neurotropik, vasodilator perifer & aktivator
serebral. Obat resep ini berfungsi mencegah degenerasi saraf dan melindungi kerusakan mata
akibat degenerasi saraf optik, meningkatkan phosphatidylcholine, meningkatkan metabolisme
glukosa di otak, dan meningkatkan aliran darah dan oksigen otak5.
Ketorolac
Ketorolac adalah obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID). Indikasi penggunaan ketorolac
adalah untuk inflamasi akut dalam jangka waktu penggunaan maksimal selama 5 hari. Ketorolac
selain digunakan sebagai anti inflamasi juga memiliki efek anelgesik
Ranitidin
26
Ranitidin menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversible. Pada pemberian
ranitidine, sekresi asam lambung dihambat. Ranitidine juga berfungsi sebagai gastroprotektor
dan mencegah efek samping dan interaksi dengan obat lain.
Meticobalamin
Mecobalamin merupakan bentuk vitamin B12 dengan gugus metil aktif yang berperan
dalam reaksi transmetilasi dan merupakan bentuk paling aktif dibandingkan dengan homolog
vitamin B12 lainnya dalam tubuh, dalam hal kaitannya dengan metabolisme asam nukleat,
protein dan lemak. Mecobalamin/methylcobalamin meningkatkan metabolisme asam nukleat,
protein dan lemak. Mecobalamin bekerja sebagai koenzim dalam sintesa metionin. Mecobalamin
terlibat dalam sintesis timidin pada deoksiuridin dan mempercepat sintesis DNA dan RNA. Pada
penelitian lain ditemukan mecobalamin mempercepat sintesis lesitin, suatu komponen utama dari
selubung mielin.
Follow UP:
Tanggal S O A PMinggu, 8/9/19 Pasien datang
dengan keluhan
tidak bisa
menggerkan
seluruh tubuhnya,
saat ini pasien tidak
bisa merasakan
sensasi sentuhan
pada kedua kaki
dan terasa sensasi
nyeri berlebih pada
kedua tangan
Ku: Lemah
Kesadaran: CM
GCS : E4 V5 M6
TD: 110/70
N: 82, RR: 20
S: 36.6
motorik
1 1
1 1
Sensorik :
+ +
- -
LBP Post Trauma
Susp SCI
Infus RL 20 tpm
Injeksi metil prednisolone
(<3 jam loading dose 30
mg/kgbb selama 15 mnt
lanjut 5,4 mg/kgbb/jam
selama 24 jam)
Inj ceftriaxone 2x 1 gr
Inj ranitidin 2x1 amp
Inj mecobalamin 1x1
senin 9/9/19 Kelemahan anggota
gerak, Nyeri pada
punggung (+).
Nyeri kepala (+),
rasa baal dan
kesemutan (+),
Ku: Lemah
Kesadaran: CM
GCS : E4 V5 M6
TD: 130/90
N: 85, RR: 20
S: 36
Tetraparese spastik
ec Spinal Cord
Injury cervical
Infus RL 20 tpm
Injeksi metil prednisolon
2x 125 mg/8 jam (Tapp off)
Inj ranitidin 2x1 amp
Inj mecobalamin 1x1
Inj ketorolac 2x1 amp
27
BAK (+), BAB (-)
sejak 2 hari SMRS
motorik
2 2
2 2
Sensorik :
tetraparesis
Po metformin 3x500
Po meloxicam 1x15 mg
Po eperison 2x1 tab
Program:
Konsul fisioterapi:
Pemasangan Collar Neck
selasa10/9/19 Kelemahan anggota
gerak, Nyeri pada
punggung (+).
Nyeri kepala (+),
rasa baal dan
kesemutan (+),
BAK (+), BAB (-)
sejak 3 hari SMRS
Ku: Lemah
Kesadaran: CM
GCS : E4 V5 M6
TD: 140/80
N: 80, RR: 20
S: 36
motorik
2 2
3 3
Tetraparese spastik
ec Spinal Cord
Injury cervical
Infus RL 20 tpm
Injeksi metil prednisolon
2x 125 mg/8 jam (Tapp off)
Inj ranitidin 2x1 amp
Inj mecobalamin 1x1
Inj ketorolac 2x1 amp
Po metformin 3x500
Po meloxicam 1x15 mg
Po eperison 2x1 tab
Po flunarizin 2x5
Program:
Pemasangan Collar Neck
Rabu, 11/9/19 Kelemahan anggota
gerak , Nyeri pada
punggung (+).
Nyeri kepala (-),
rasa baal dan
kesemutan (+),
BAK (+), BAB (-)
sejak 4 hari SMRS
Ku: Sedang
Kesadaran: CM
GCS : E4 V5 M6
TD: 130/90
N: 90, RR: 20
S: 36
motorik
2 2
3 3
Tetraparese spastik
ec Spinal Cord
Injury cervical
Infus RL 20 tpm
Injeksi metil prednisolon
2x 125 mg/8 jam (Tapp off)
Inj ranitidin 2x1 amp
Inj mecobalamin 1x1
Inj ketorolac 2x1 amp
Po metformin 3x500
Po meloxicam 1x15 mg
Po eperison 2x1 tab
Po flunarizin 2x5
Program:
Pemasangan Collar Neck
(+)
Kamis, 12/9/19 Kelemahan anggota
gerak , Nyeri pada
punggung (+).
Nyeri kepala (-),
rasa baal dan
kesemutan (-),
Ku: Sedang
Kesadaran: CM
GCS : E4 V5 M6
TD: 130/90
N: 90, RR: 20
S: 36
Tetraparese spastik
ec Spinal Cord
Injury cervical
Infus RL 20 tpm
Injeksi metil prednisolon
2x 125 mg/8 jam (Tapp off)
Inj ranitidin 2x1 amp
Inj mecobalamin 1x1
Inj ketorolac 2x1 amp
28
BAK (+), BAB (-)
sejak 5 hari SMRS
motorik
2 2
3 3
Po metformin 3x500
Po meloxicam 1x15 mg
Po eperison 2x1 tab
Po flunarizin 2x5
Program:
BLPL
29
top related