bahankuliahikomunand.files.wordpress.com · web viewpengertian etika (etimologi), berasal dari...
Post on 02-May-2018
223 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Hakikat dan Tujuan Hukum
Jauh sebelum kebangkitan peradaban Yunani, pada 1800 tahun sebelum Masehi (SM),
Raja Babilonia Cammurabi, telah menggunakan undang-undang untuk menghapus pertentangan
antara ras Babilonia Utara dan Babilonia Selatan , yang ketika zamannya menjadi satu Babilonia.
Code Chamurabi kemudian dikenal sebagai undang-undang tertua dalam peradaban manusia
(Rasjidi dan Wyasa Putra, 1993:63).
Pemikiran hukum baru kemudian mendapatkan akarnya pada zaman yunani, abad kelima
sebelum Masehi. Milite, suatu bagian jajahan Yunani adalah tempat lahirnya pemikiran ini.
Socrates, Plato, Aristoteles murid terbesar Plato dan Epicurus adalah 4 nama besar pemikir
hukum dan Negara yang tercatat sepanjang sejarah itu. Substansi utama pemikiran mereka
adalah masalah-masalah kewajiban dan keharusan Negara, keharusan adanya hokum dan Negara,
masalah hukum dan keadilan. Negara diadakan untuk member keadilan yang sebesar-besarnya
bagi rakyat, dan dengan hokum keadilan itu harus diwujudkan Negara ( Von Schmid, 1965:7-
50).
Wiener mendefinisikan hukum sebagai suatu system pengawasan prilaku yang diterapkan
pada system komunikasi. Wujud hukum adalah norma, norma itu merupakan produk dari suatu
pusat kekuasaan yang memilki kewenangan untuk menciptakan dan menerapkan hukum. Wiener
juga memandang hukum sebagi suatu system control searah yang dilakukan oleh suatu central
organ yang memiliki kekuasaan terhadap system komunikasi.
Menurut paradigm hukum Cybernetic, hukum merupakan perintah searah dari penguasa.
Hukum dianggap perintah yang harus ditaati oleh masyarakat. Masyarakat tidak dapat
menyimpangi apa yang diharuskan hukum karena penyimpangan akan mengakibatkan sanksi
hokum pada mereka. Hakikat sanksi hukum adalah paksaan untuk membuat masyarakat patuh
terhadap perintah hukum. Dalam konsep cybernetic, masyarakat dianggap satu pilihan, yaitu taat
terhadap perintah.
Dalam pandangan masyarakat, hukum memang identik dengan sanksi dan sanksi identik
pula dengan hukum. Sanksi merupakan reaksi, akibat, atau konsekuensi pelanggaran kaidah
social. Menurut Paul Bohanan, sanksi adalah perangkat yang mengatur bagaimana lembaga-
lembaga hokum mencampuri suatu masalah untuk dapat memelihara system social, sehingga
memungkinkan masyarakat hidup dalam system itu secara tenang dan dalam-dalam cara yang
dapat diperhitungkan.
Dengan demikian kaidah hukum sebagai salah satu jenis kaidah sosial, membutuhkan
unsur sanksi sebagai unsur esensial. Sanksi yang berasal dari luat diri manusia merupakan unsur
yang esensial dari kaidah hukum yang membedakannya dengan kaidah-kaidah social lainnya.
Sanksi tersebut sifatnya dipaksakan oleh pihak otoritas atau aparat Negara yang melakukan
penegakan hukum.
Dengan adanya sanksi, maka tujuan hukum diharapkan dapat tercapai. Menurut Marwan
Mas keberadaan hukum dalam masyarakat tidak hanya diartikan sebagi sarana untuk
menertibkan kehidupan masyarakat, tetapi juga dijadikan sarana yang mampu mengubah pola
piker dan pola prilaku masyarakat.
DEFINISI HUKUM
Hukum atau ilmu hukum adalah suatu sistem aturan atau adat yang secara resmi dianggap
mengikat dan dikukuhkan oleh penguasa, pemerintah atau otoritas melalui lembaga atau institusi
hukum.
Berikut ini definisi Hukum menurut para ahli :
Tullius Cicerco (Romawi) dalam “ De Legibus”
Hukum adalah akal tertinggi yang ditanamkan oleh alam dalam diri manusia untuk
menetapkan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan.
Hugo Grotius (Hugo de Grot) dalam “ De Jure Belli Pacis” (Hukum Perang dan
Damai), 1625
Hukum adalah aturan tentang tindakan moral yang mewajibkan apa yang benar.
J.C.T. Simorangkir, SH dan Woerjono Sastropranoto, SH mengatakan bahwa :
Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah
laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang
berwajib.
Thomas Hobbes dalam “ Leviathan”, 1651:
Hukum adalah perintah-perintah dari orang yang memiliki kekuasaan untuk memerintah
dan memaksakan perintahnya kepada orang lain.
Rudolf von Jhering dalam “ Der Zweck Im Recht” 1877-1882:
Hukum adalah keseluruhan peraturan yang memaksa yang berlaku dalam suatu Negara.
Plato
Hukum merupakan peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik yang mengikat
masyarakat.
Aristoteles
Hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi
juga hakim.
E. Utrecht
Hukum merupakan himpunan petunjuk hidup – perintah dan larangan yang mengatur tata
tertib dalam suatu masyarakat yang seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat
oleh karena itu pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh
pemerintah/penguasa itu.
R. Soeroso SH
Hukum adalah himpunan peraturan yang dibuat oleh yang berwenang dengan tujuan
untuk mengatur tata kehidupan bermasyarakat yang mempunyai ciri memerintah dan
melarang serta mempunyai sifat memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi
yang melanggarnya.
Abdulkadir Muhammad, SH
Hukum adalah segala peraturan tertulis dan tidak tertulis yang mempunyai sanksi yang
tegas terhadap pelanggarnya.
Mochtar Kusumaatmadja dalam “Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional
(1976:15):
Pengertian hukum yang memadai harus tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu
perangkat kaidah dan asas-asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat,
tapi harus pula mencakup lembaga (institusi) dan proses yang diperlukan untuk
mewujudkan hukum itu dalam kenyataan.
Jadi kesimpulan yang didapatkan dari apa yang dikemukakan oleh ahli di atas dapat kiranya
disimpulkan bahwa ilmu hukum pada dasarnya adalah menghimpun dan mensistematisasi
bahan-bahan hukum dan memecahkan masalah-masalah.
DEFINISI ETIKA
Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang berarti
watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan
moral yang merupa¬kan istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya
“Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan
perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghin-dari hal-hal tindakan yang buruk. Etika dan
moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan,
yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah
untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku. Etika adalah Ilmu yang membahas perbuatan
baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia.
Pengertian dan definisi Etika dari para filsuf atau ahli:
1. Merupakan prinsip-prinsip moral yang termasuk ilmu tentang kebaikan dan sifat dari hak
(The principles of morality, including the science of good and the nature of the right).
2. Pedoman perilaku, yang diakui berkaitan dengan memperhatikan bagian utama dari
kegiatan manusia. (The rules of conduct, recognize in respect to a particular class of
human actions)
3. Ilmu watak manusia yang ideal, dan prinsip-prinsip moral seba¬gai individual. (The
science of human character in its ideal state, and moral principles as of an individual)
4. Merupakan ilmu mengenai suatu kewajiban (The science of duty)
Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan
manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana
yang buruk.
Drs. O.P. Simorangkir
Etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku menurut ukuran dan nilai
yang baik.
Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat
Etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan
buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.
Drs. H. Burhanudin Salam
Etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang
menentukan prilaku manusia dalam hidupnya.
K. Bertens, dalam buku berjudul Etika, 1994:
a. Etika adalah niat, apakah perbuatan itu boleh dilakukan atau tidak sesuai
pertimbangan niat baik atau buruk sebagai akibatnya.
b. Etika adalah nurani (bathiniah), bagaimana harus bersikap etis dan baik yang
sesungguhnya timbul dari kesadaran dirinya.
c. Etika bersifat absolut, artinya tidak dapat ditawar-tawar lagi, kalau perbuatan baik
mendapat pujian dan yang salah harus mendapat sanksi.
d. Etika berlakunya, tidak tergantung pada ada atau tidaknya orang lain yang hadir.
Kamus Umum Bahasa Indonesia
Etika diartikan ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral).
Menurut Martin (1993)
Etika didefinisikan sebagai “the discipline which can act as the performance index or
reference for our control system”. Etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan
“self control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk
kepentingan kelompok social (profesi) itu sendiri.
MACAM-MACAM ETIKA
Etika umum ialah etika yang membahas tentang kondisi-kondisi dasar bagaimana
manusia itu bertindak secara etis. Etika inilah yang dijadikan dasar dan pegangan
manusia untuk bertindak dan digunakan sebagai tolok ukur penilaian baik buruknya suatu
tindakan.
Etika khusus ialah penerapan moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus misalnya
olah raga, bisnis, atau profesi tertentu. Dari sinilah nanti akan lahir etika bisnis dan etika
profesi (wartawan, dokter, hakim, pustakawan, dan lainnya).
Dalam membahas Etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tanggapan kesusilaan atau
etis, yaitu sama halnya dengan berbicara moral(mores). Manusia disebut etis, ialah manusia secara
utuh dan menyeluruh mampu memenuhi hajat hidupnya dalam rangka asas keseimbangan antara
kepentingan pribadi dengan pihaky a n g lainnya, antara rohani dengan jasmaninya, dan antara
sebagai makhluk berdiri sendiri dengan penciptanya. Termasuk di dalamnya membahas nilai-nilai
atau norma-norma yang dikaitkan dengan etika, terdapat dua macam etika (Keraf: 1991: 23), sebagai
berikut:
o Etika Deskriptif
Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku
manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai
sesuatu yang bernilai. Artinya Etika deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta
secara apa adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatu
fakta yang terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya. Dapat
disimpulkan bahwa tentang kenyataan dalam penghayatan nilai atau tanpa nilai dalam
suatu masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi tertentu memungkinkan manusia dapat
bertindak secara etis.
o Etika Normatif
Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya
dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan
tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi Etika Normatif merupakan norma-
norma yang dapat menuntun agar manusia bertindak secara baik dan meng-
hindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati
dan berlaku di masyarakat.
TUJUAN HUKUM MENURUT PENDAPAT AHLI
1. Purnadi dan Soerdjono Soekanto
Tujuan hukum adalah kedamaian hidup antar pribadi yang meliputi ketertiban ekstern
antar pribadi dan ketenangan intern pribadi.
2. Prof. Mr. Dr. L.J. van Apeldoorn,
Tujuan hukum adalah mengatur pergaulan hidup manusia secara damai. Hukum
menghendaki perdamaian. Perdamain diantara manusia dipertahankan oleh hukum
dengan melindungi kepentingan-kepentingan hukum manusia tertentu, kehormatan,
kemerdekaan, jiwa, harta benda terhadap pihak yg merugikan.
3. Prof. Soebekti, S.H
Dalam buku ”Dasar-dasar hukum dan Pengadilan” tujuan hukum adalah bahwa hukum
itu mengabdi kepada tujuan negara yaitu mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan
para rakyatnya. Hukum melayani tujuan negara tersebut dengan menyelenggarakan
“keadilan” dan “ketertiban”. Keadilan lazim dilambangkan dengan neraca keadilan,
dimana dalam keadaan yang sama, setiap orang harus mendapatkan bagian yang sama
pula.
4. Aristoteles
Hukum mempunyai tugas yang suci yaitu memberi kepada setiap orang yang ia berhak
menerimanya. Anggapan ini berdasarkan etika dan berpendapat bahwa hukum bertugas
hanya membuat adanya keadilan saja.
5. Soejono Dirdjosisworo
Tujuan hukum adalah melindungi individu dalam hubngannya dengan masyarakat,
sehingga dengan demikian dapat diiharapkan terwujudnya keadaan aman, tertib dan adil
6. Roscoe Pound
Hukum bertujuan untuk merekayasa masyarakat artinya hukum sebagai alat perubahan
sosial (as a tool of social engeneering), Intinya adalah hukum disini sebagai sarana atau
alat untuk mengubah masyarakat ke arah yang lebih baik, baik secara pribadi maupun
dalam hidup masyarakat.
7. Bellefroid
Tujuan hukum adalah menambah kesejahteraan umum atau kepentingan umum yaitu
kesejahteraan atau kepentingan semua anggota2 suatu masyarakat.
8. Van Kant
Hukum bertujuan menjaga kepentingan tiap-tiap manusia supaya kepentingan itu tidak
dapat diganggu. Hukum juga menjaga dan mencegah agar setiap orang tidak menjadi
hakim atas dirinya sendiri (eigenrichting is verboden), tidak mengadili dan menjatuhi
hukuman terhadap setiap pelanggaran hukum terhadap dirinya. Tiap perkara harus
diselesaikan melalui proses pengadilan dengan perantara hakim berdasarkan ketentuan
hukum yang berlaku.
9. Suharjo (mantan menteri kehakiman)
Tujuan hukum adalah untuk mengayomi manusia baik secara aktif maupun secara pasif.
Secara aktif dimaksudkan sebagai upaya untuk menciptakan suatu kondisi
kemasyarakatan yang manusia dalam proses yang berlangsung secara wajar. Sedangkan
yang dimaksud secara pasif adalah mengupayakan pencegahan atas upaya yang
sewenang-wenang dan penyalahgunaan hak secara tidak adil.
Usaha mewujudkan pengayoman ini termasuk di dalamnya diantaranya :- mewujudkan
ketertiban dan keteraturan- mewujudkan kedamaian sejati- mewujudkan keadilan bagi
seluruh masyarakat- mewujudkan kesejahteraan seluruh rakyat.
10. Geny
Dalam ”Science et technique en droit prive positif”, hukum bertujuan semata-mata untuk
mencapai keadilan. Dan sebagai unsur daripada keadilan adalah kepentingan daya guna
dan kemanfaatan
TUJUAN HUKUM MENURUT TEORI
1. Teori Etis (Etische Theorie)
Tujuan hukum semata-mata untuk mencapai keadilan. Isi hukum semata-mata harus
ditentukan oleh kesadaran etis mengenai apa yang adil dan apa yang tidak adil. Pertama
kali dikemukakan oleh Aristoteles, seorang filsuf Yunani dalam bukunya Ethica
Nicomachea dan Rhetorica yang menyatakan ”hukum mempunyai tugas yang suci yaitu
memberi kepada setiap orang yang berhak menerimanya”.
Aristoteles membagi keadilan dalam 2 jenis, yaitu:
o Keadilan distributif, yaitu keadilan yang memberikan kepada setiap orang jatah
menurut jasanya. (Pembagian menurut haknya masing-masing). Artinya, keadilan
ini tidak menuntut supaya setiap orang mendapat bagian yang sama banyaknya
atau bukan persamaannya, melainkan kesebandingan berdasarkan prestasi dan
jasa seseorang.
o Keadilan komutatif, yaitu keadilan yang memberikan kepada setiap orang jatah
yang sama banyaknya tanpa mengingat jasa masing-masing. Artinya hukum
menuntut adanya suatu persamaan dalam memperoleh prestasi atau sesuatu hal
tanpa memperhitungkan jasa masing-masing.
2. Teori Utilitas (Utiliteis Theorie)
Hukum bertujuan untuk menjamin adanya kemanfaatan atau kebahagiaan sebanyak-
banyaknya pada orang sebanyak-banyaknya. Pencetusnya adalah Jeremy Betham. Dalam
bukunya yang berjudul “Introduction to the morals and legislation” berpendapat bahwa
hukum bertujuan untuk mewujudkan semata-mata apa yang berfaedah/mamfaat bagi
orang.
3. Teori Campuran
Teori ini dikemukakan oleh Muckhtar Kusmaatmadja bahwa tujuan pokok dan pertama
dari hukum adalah ketertiban. Di samping itu tujuan lain dari hukum adalah tercapainya
keadilan yang berbeda-beda isi dan ukurannya menurut masyarakat dan zamannya.
4. Teori Normatif-dogmatif,
Tujuan hukum adalah semata-mata untuk menciptakan kepastian hukum (John Austin
dan van Kan). Arti kepastian hukum disini adalah adanya melegalkan kepastian hak dan
kewajiban. Van Kan berpendapat tujuan hukum adalah menjaga setiap kepentingan
manusia agar tidak diganggu dan terjaminnya kepastiannya.
5. Teori Peace (damai sejahtera)
Menurut teori ini dalam keadaan damai sejahtera (peace) terdapat kelimpahan, yang kuat
tidak menindas yang lemah, yang berhak benar-benar mendapatkan haknya dan adanya
perlindungan bagi rakyat. Hukum harus dapat menciptakan damai dan sejahtera bukan
sekedar ketertiban.
HUBUNGAN HUKUM DAN ETIKA
Persamaan Hukum dan Etika:
Sama – sama merupakan alat untuk mengatur tertibnya hidup bermasyarakat.
Sebagai obyek adalah tingkah laku manusia.
Mengandung hak dan kewajiban anggota-anggota masyarakat, agar tidak saling
merugikan.
Menggugah kesadaran untuk bersikap manusiawi.
Sumbernya adalah hasil pemikiran para pakar dan pengalaman para anggota senior.
Jadi, Etika merupakan seperangkat perilaku yang benar atau norma – norma dalam suatu
profesi, sedangkan Hukum adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh suatu
kekuasaan
Perbedaan Hukum dan Etika
o Jika hukum memberikan putusan hukumnya perbuatan, etika memberikan penilaian baik
atau buruknya. Putusan hukum menetapkan boleh tidaknya perbuatan itu dilakukan
diiringi oleh sanksi-sanksi apa yang diterima pelaku. Penilaian etika ialah penilaian
terhadap perbuatan yang baik untuk dikerjakan sehingga mengantarkan manusia pada
kebahagiaan, ataukah buruk sehingga menhantarkan seseorang kepada kehinaan atau
penderitaan (Ya’qub, 1883:18-19).
o Etika ditujukan pada manusia sebagai individu, sedangkan hukum ditujukan pada
manusia sebagai makhluk social (Tedjosaputro, 1995:47).
o Hukum lebih dikodifikasi daripada etika. Artinya, penulisan dan penyusunannya lebih
sistematis dalam sebuha kitab undang-undang. Karena itu,norma hukum mempunyai
kepastian lebih besar dan bersifat lebih objektif. Sebaliknya, norma etika bersifat lebih
subjektif dan lebih banyak “diganggu” oleh diskusi-diskusi yang mencari kejelasan
tentang yang harus dianggap etis atau tidak etis.
o Meskipun hukum dan etika menggatur tingkah laku manusia, hukum membatasi diri pada
tingkah laku lahiriah semata, sedangkan etika menyangkut jugs sikap batin seseorang.
o Sanksi yang berkaitan dengan hukum berlainan dengan sanksi yang berkaitan dengan
etik. Sanksi hukum sebagian besar dapat dipaksakan; orang yang melangggar hukum
akan terkena hukumannya; sedangkan norma etika tidak dapat dipaksakan.
Bagaimanapun, menjalankan paksaan bidang etis tidak akan efektif karena paksaan hanya
akan menyentuh bagian luar, sedangkan perbuatan-perbuatan etis justru berada dari
dalam. Satu-satunya sanksi di bidang etika atau moralitas adalah hati nurani yang tidak
akan merasa tenang karena menuduh si pelaku tentang perbuatannya yang kurang baik.
o Hukum berdasarkan atas kehendak masyarakat dan akhirnya kehendak Negara,
sedangkan etika berdasarkan atas norma-norma moral yang melebihi para individu dan
masyarakat. Dengan cara demokratis atau cara lain masyarakat dapat mengubah hukum,
tetapi tidak akan pernah mampu mengubah atau membatalkan norma moral. Masalah
etika tidak dapat diputuskan dengan suara terbanyak. (Bertens, 1993:43-45 dalam Sobur,
2001:25-27)
Filosof Carl Wellman, dalam Ethics and Moral, sebuah system etika tidak menyelesaikan
seluruh persoalan parktis, tetapi kita tidak bisa memilih dan beritindak secara rasionbal tanpa
system etika yang jelas atau samar-samar. Sebuah teori etika tidak mengatakan pada seseorang
apa yang harus dilakukannya tetapi juga tidak diam sama sekali. Teori etika mengatakn padanya
apa yang harus dipertimbangkan untuk memutuskan apa yang harus dilakukan. Fungsi praktis
dari etika adalah mengarahkan perhatian kita pada pertimbangan yang relevan, alasan-alasan
yang menentukan kebenaran atau kekeliruan suatu tindakan.
Pola etika menyimpulkan apakah kita termasuk kelompok manusia terpelajar ataukah
sebaliknya. Menurut ahli etika, Richard De George dan Karen Lebacqz, manusia cenderung
mengambil pola tindakan dan kecenderungan untuk bertindak dengan cara tertentu,
kecenderungan ini ketika ditinjau secara kolektif kadang-kadang bisa berkarakter. Seseorang
yang menurut kebiasaan cenderung bertindak secara moral sebagaimana mestinya berarti
memiliki karakter yang baik, dan jika bertahan dari godaan yang kuat memiliki karakter yang
kuat dan sebaliknya. Karena karakter dibentuk oleh tindakan-tindakan sadar pada umunya orang
bertanggung jawab secara moral atas karakter serta tindakan sendiri.
PEDOMAN PENULISAN BERITA HUKUM
Dalam menangani perkara delik pers, aparat penegak hukum harus merujuk kepada UU
Pokok Pers No.40/1999, dan bukan kepada pasal-pasal yang terdapat dalam KUHP. Berikut ini
adalah sepuluh pedoman penulisan berita tentang hukum, hasil kajian para wartawan PWI di
Cibulan, Bogor, 30 Juli 1977:
1. Pemberitaan mengenai seseorang yang disangka atau dituduh tersangkut dalam suatu
perkara hendaknya ditulis dan disajikan dengan tetap menjunjung asas praduga tidak
bersalah (presumption of innocence) serta kode etik Jurnalistik, khususnya ketentuan
pasal 3 ayat 4 yang berbunyi: “Pemperitaan tentang jalannya pemeriksaan pengadilan
bersifat information dan yang berkenaan dengan seseorang yang tersangkut dalam suatu
perkara tetapi belum dinyatakan bersalah oleh pengadilan, dilakukan dengan penuh
kebujaksanaan terutama mengenai nama dan identitas yang bersangkutan”.
2. Dalam rangka kebijaksanaan yang dikehendaki oleh Kode Etik Jurnalistik tadi, Pers dapat
menyebut lengkap nama tersangka atau tertuduh, jika hal itu demi kepentingan umum.
Tetapi dalam hal ini tetaplah harus diperhatikan prinsip adil dan fairness, memberitakan
kedua belah pihak atau cover both sides.
3. Nama, identitas dan potret gadis atau wanita yang menjadi korban perkosaan, begitu juga
para remaja yang tersangkut dalam perkara pidana, terutama yang mennyangkut susila
dan yang menjadi korban narkotika, tidak dimuat lengkap atau jelas.
4. Anggota keluarga yang tidak ada sangkut pautnya dengan perbuatan yang dituduhkan
dari salah seorang tersangka atau terhukum, hendaknya tidak ikut disebut dalam
pemberiataan.
5. Dalam rangka mengungkap kebenaran dan tegaknya prinsip-prinsip proses hukum yang
wajar (due process of law) pers seyogyanya mencari dan menyiarkan pola keterangan
yang diperoleh dari luar persidangan, apabila terdapat petunjuk-petunjuk tentang adanya
sesuatu yang tidak beres dalam keseluruhan proses jalannya acara.
6. Untuk menghindarkan trial by the press, pers hendaknya memperhatikan sikap terhadap
hukum dan sikap terhadap tertuduh. Jadi hukum atau proses pengadilan harus berjalan
dengan wajar dan tertuduh jangan sampai dirugikan posisinya berhadapan dengan
penuntut hukum,juga perlu diperhatikan agar tertuduh kelak bisa kembali dengan wajar
kedalam masyarakat.
7. Untuk menghindari trial by the press nada dan gaya dari tulisan atau berita jangan sampai
ikut menuduh, membayangkan bahwa tertuduh adalah orang yang jahat dan jangan
menggunakan kata-kata sifat yang mengandung opini, miasalnya memberitakan bahwa
“saksi-saksi memberatkan terdakwa” atau “tertuduh memberikan keterangan yang
berbelit-belit”.
8. Pers hendaknya tidak berorientasi “polisi atau jaksa centered” tetapi memberikan
kesempatan yang seimbang kepada polisi, jaksa, hakim, pembela, dan tersangka atau
tertuduh.
9. Pemberitaan mengenai sesuatu perkara hendaknya professional, menunjukkan garis
konsisten dan ada kelanjutan tentang penyelesaiannya.
10. Berita hendaknnya memberikan yang jelas mengenai duduknya perkara (kasus polisi) dan
pihak-pihak dalam persidangan dalam hubungan dengan hukum yang berlaku. Perlu
henndaknya dikemukakan pasal-pasal hukum pidana yang relevan dengan hak-hak dan
kewajiban tertuduh, para saksi maupun negara sebagai penuntut. Argumentasi hukum
dari kedua belah pihak serta legal fight yang tampil dalam pemeriksaan pengadilan
hendaknya diusahakan dikemukaan selengkap mungkin dalam pemberitaan.
DAFTAR PUSTAKA
Soeroso, R. 2002. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.
http://erniritonga123.blogspot.com
http://www.scribd.com
http://putracenter.net
http://belajarhukumindonesia.blogspot.com
Hukum dan Etika Pers Hakikat dan Tujuan Hukum
Perbedaan Hukum & Etika
Pedoman Penulisan Berita Hukum
Oleh Kelompok IIMiranda Arizal 0810862003
Putri Rahma Amalia 0810862024
Rara Ficarima 0810862027
Rina Wahyuni 0810862046
Annisa Anindya 0810862047
ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ANDALAS
2011
top related