unicef indonesia- kesehatan ibu dan anak
Post on 04-Jun-2018
215 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
8/13/2019 UNICEF Indonesia- Kesehatan Ibu Dan Anak
1/6
Kesehatan Ibu & Anak
unite for children
Isu-isu penting
S etiap tiga menit, di manapun di Indonesia, satu anakbalita meninggal dunia. Selain itu, setiap jam, satuperempuan meninggal dunia ketika melahirkan ataukarena sebab-sebab yang berhubungan dengan kehamilan.
Peningkatan kesehatan ibu di Indonesia, yangmerupakan Tujuan Pembangunan Milenium (MDG)kelima, berjalan lambat dalam beberapa tahun terakhir. Rasio kematian ibu, yang diperkirakan sekitar 228 per100.000 kelahiran hidup, tetap tinggi di atas 200 selamadekade terakhir, meskipun telah dilakukan upaya-upayauntuk meningkatkan pelayanan kesehatan ibu. Hal inibertentangan dengan negara-negara miskin di sekitarIndonesia yang menunjukkan peningkatan lebih besarpada MDG kelima (Gambar 1).
Indonesia telah melakukan upaya yang jauh lebih baikdalam menurunkan angka kematian pada bayi danbalita, yang merupakan MDG keempat. Tahun 1990-anmenunjukkan perkembangan tetap dalam menurunkanangka kematian balita, bersama-sama dengan komponen-komponennya, angka kematian bayi dan angka kematianbayi baru lahir. Akan tetapi, dalam beberapa tahun
0
100
200
300
400
500
600
700
1990 1995 2000 2005 2010 2015
. ,Source: UN Maternal Mortality Estimation Group: WHO, UNICEF, UNFPA, World Bank
Philippines
Indonesia's MDGtarget = 102
Maternal deathsper 100,000 livebirths
am ar . ren ema an u, e erapa negaraSumber: UN Maternal Mortality Estimation Group: WHO, UNICEF, UNFPA, World Bank
terakhir, penurunan angka kematian bayi baru lahir(neonatal) tampaknya terhenti. Jika tren ini berlanjut,Indonesia mungkin tidak dapat mencapai target MDGkeempat (penurunan angka kematian anak) pada tahun2015, meskipun nampaknya Indonesia berada dalam arahyang tepat pada tahun-tahun sebelumnya.
Pola-pola kematian anak
S ebagian besar kematian anak di Indonesia saatini terjadi pada masa baru lahir (neonatal), bulanpertama kehidupan. Kemungkinan anak meninggalpada usia yang berbeda adalah 19 per seribu selama masaneonatal, 15 per seribu dari usia 2 hingga 11 bulan dan10 per seribu dari usia satu sampai lima tahun. Seperti dinegara-negara berkembang lainnya yang mencapai statuspendapatan menengah, kematian anak di Indonesia karenainfeksi dan penyakit anak-anak lainnya telah mengalami
penurunan, seiring dengan peningkatan pendidikan ibu,kebersihan rumah tangga dan lingkungan, pendapatandan akses ke pelayanan kesehatan. Kematian bayi barulahir kini merupakan hambatan utama dalam menurunkankematian anak lebih lanjut. Sebagian besar penyebabkematian bayi baru lahir ini dapat ditanggulangi.
Baik di daerah perdesaan maupun perkotaan danuntuk seluruh kuintil kekayaan, kemajuan dalammengurangi angka kematian bayi telah terhentidalam beberapa tahun terakhir. Survei Demografi danKesehatan 2007 (SDKI 2007) menunjukkan bahwabaik angka kematian balita maupun angka kematianbayi baru lahir telah meningkat pada kuintil kekayaantertinggi, tetapi alasannya tidak jelas (Gambar 2).Meskipun rumah tangga perdesaan masih memiliki angkakematian balita sepertiga lebih tinggi daripada angkakematian balita pada rumah tangga perkotaan, tetapisebuah studi menunjukkan bahwa angka kematian diperdesaan mengalami penurunan lebih cepat daripadaangka kematian di perkotaan, dan bahwa kematian diperkotaan bahkan telah mengalami peningkatan padamasa neonatal. Tren ini tampaknya terkait dengan
Gambar 1. Tren kematian Ibu, beberapa negara ASEANSumber: UN Maternal Mortality Estimation Group: WHO, UNICEF, UNFPA, World Bank
RingkasanKajian
OKTOBER 2012UNICEF INDONESIA
-
8/13/2019 UNICEF Indonesia- Kesehatan Ibu Dan Anak
2/6
2
RINGKASAN KAJIAN OKTOBER 2012
urbanisasi yang cepat, sehingga menyebabkan kepadatanpenduduk yang berlebihan, kondisi sanitasi yang burukpada penduduk miskin perkotaan, yang diperburuk olehperubahan dalam masyarakat yang telah menyebabkanhilangnya jaring pengaman sosial t radisional. Kualitaspelayanan yang kurang optimal di daerah-daerah miskinperkotaan juga merupakan faktor penyebab.
dan anak-anak yang terkena dampak dari kondisi ini,yang mengakibatkan perlunya pertimbangan dalammenentukan target upaya-upaya yang dilakukan.
Anak-anak dari ibu yang kurang berpendidikanumumnya memiliki angka kematian yang lebih tinggidaripada mereka yang lahir dari ibu yang lebihberpendidikan. Selama kurun waktu 1998-2007, angkakematian bayi pada anak-anak dari ibu yang tidakberpendidikan adalah 73 per 1.000 kelahiran hidup,sedangkan angka kematian bayi pada anak-anak dari ibuyang berpendidikan menengah atau lebih tinggi adalah 24per 1.000 kelahiran hidup. Perbedaan ini disebabkan olehperilaku dan pengetahuan tentang kesehatan yang lebihbaik di antara perempuan-perempuan yang berpendidikan.
Indonesia mengalami peningkatan feminisasi epidemiHIV/AIDS. Proporsi perempuan di antara kasus-kasusHIV baru telah meningkat dari 34 persen pada tahun2008 menjadi 44 persen pada tahun 2011. Akibatnya,Kementerian Kesehatan telah memproyeksikanpeningkatan infeksi HIV pada anak-anak.
Kesenjangan pelayanan kesehatan
P elayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir yangberkualitas dapat mencegah tingginya angkakematian. Di Indonesia, angka kematian bayibaru lahir pada anak-anak yang ibunya mendapatkanpelayanan antenatal dan pertolongan persalinanoleh profesional medis adalah seperlima dariangka kematian pada anak-anak yang ibunya tidakmendapatkan pelayanan ini. Gambar 4 memberikangambaran umum tentang cakupan beberapa pelayanankesehatan ibu dan bayi baru lahir di Indonesia.
Indonesia menunjukkan angka peningkatan proporsipersalinan yang dibantu oleh tenaga kesehatan yangterlatih, dari 41 persen pada tahun 1992 menjadi 82 persenpada tahun 2010. Indikator tersebut hanya mencakupdokter dan bidan atau bidan desa. Di tujuh provinsi kawasantimur, satu dari setiap tiga persalinan berlangsung tanpamendapatkan pertolongan dari tenaga kesehatan apapun,hanya ditolong oleh dukun bayi atau anggota keluarga.
Proporsi persalinan di fasilitas kesehatan masih rendah,yaitu sebesar 55 persen. Lebih dari setengah perempuandi 20 provinsi tidak mampu atau tidak mau menggunakan
jenis fasilitas kesehatan apapun, sebagai penggantinyamereka melahirkan di rumah mereka sendiri. Perempuanyang melahirkan di fasilitas kesehatan memungkin untukmemperoleh akses ke pelayanan obstetrik darurat danperawatan bayi baru lahir, meskipun pelayanan ini tidakselalu tersedia di semua fasilitas kesehatan.
20032003
2003
2003 2003 2003 2003 20032003
2007
2007
20072007
2007 20072007 2007 2007
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Lowest1
Second2
Middle3
Fourth4
Highest5
Lowest1
Second2
Middle3
Fourth4
Highest5
Neonatal mortality ratesUnder five mortality rates
Gambar 2. Angka kematian anak balita & bayi baru lahirmenurut kelompok kekayaan dalam periode sepuluh tahunsebelum setiap survey
Angka kematian anak terkait dengan kemiskinan. Anak-anak dalam rumah tangga termiskin umumnya memilikiangka kematian balita lebih dari dua kali lipat dari angkakematian balita di kelompok kuintil paling sejahtera. Hal
ini karena rumah tangga yang lebih kaya memiliki aksesyang lebih banyak ke pelayanan kesehatan dan sosial yangberkualitas, praktek-praktek kesehatan yang lebih baik danpada umumnya tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
Angka kematian anak di daerah-daerah miskin di pinggiranperkotaan jauh lebih tinggi daripada rata-rata angkakematian anak di perkotaan. Studi tentang mega-kotaJakarta (yang disebut Jabotabek i), Bandung dan Surabayatahun 2000 menyatakan angka kematian anak sampailima kali lebih tinggi di kecamatan-kecamatan perkotaanpinggiran kota yang miskin di Jabotabek daripada di pusatkota Jakarta. Kematian anak yang lebih tinggi disebabkanoleh penyakit dan kondisi yang berhubungan dengankepadatan penduduk yang berlebihan, serta rendahnyakualitas air bersih dan sanitasi yang buruk.
Perbedaan geografis yang mencolok: angka kematianbalita lebih dari 90 per seribu anak di tiga provinsi dikawasan timur (Gambar 3). Kematian bayi baru lahirsangat tinggi di Sulawesi Barat, Kalimantan Selatan,Nusa Tenggara Barat dan Sumatera Barat, melebihi angkakematian balita di provinsi-provinsi yang kaya sepertiKalimantan Tengah, Jawa Tengah dan Yogyakarta.Sedangkan angka kematian di Jawa umumnya lebihrendah, tetapi terdapat sejumlah besar perempuan
-
8/13/2019 UNICEF Indonesia- Kesehatan Ibu Dan Anak
3/6
3
RINGKASAN KAJIANOKTOBER 2012
Sekitar 61 persen perempuan usia 10-59 tahunmelakukan empat kunjungan pelayanan antenatalyang disyaratkan selama kehamilan terakhirmereka. Kebanyakan perempuan hamil (72 persen) diIndonesia melakukan kunjungan pertama, tetapi putussebelum empat kunjungan yang direkomendasikanoleh Kementerian Kesehatan. Kurang lebih 16 persenperempuan (25 persen dari perdesaan dan 8 persenperempuan perkotaan) tidak pernah mendapatkanpelayanan antenatal selama kehamilan terakhir mereka.
Kualitas pelayanan yang diterima selama kunjunganantenatal tidak memadai. Kementerian KesehatanIndonesia merekomendasikan komponen-komponenpelayanan antenatal yang berkualitas sebagai berikut:(i) pengukuran tinggi dan berat badan, (ii) pengukurantekanan darah, (iii) tablet zat besi, (iv) imunisasitetanus toksoid, (v) pemeriksaan perut, dan selain (vi)pengetesan sampel darah dan ur in dan (vii) informasitentang tanda-tanda komplikasi kehamilan. Sekitar86 dan 45 persen perempuan hamil masing-masingtelah diambil sampel darah mereka dan diberitahutentang tanda-tanda komplikasi kehamilan. Akan tetapi,hanya 20 persen perempuan hamil mendapatkanl limaintervensi pertama secara lengkap, menurut Riskesdas2010. Bahkan di Yogyakarta, provinsi dengan cakupantertinggi, proporsi ini hanya 58 persen. Sulawesi Tengahmemiliki cakupan terendah sebesar 7 persen.
Sekitar 38 persen perempuan usia reproduktifmenyatakan telah mendapatkan dua atau lebihsuntikan tetanus toxoid (TT2 +) selama kehamilan.Kementerian Kesehatan merekomendasikan agarperempuan mendapatkan suntikan tetanus toksoidselama dua kehamilan pertama, dengan suntikanpenguat sekali selama setiap kehamilan berikutnyauntuk memberikan perlindungan penuh. Cakupan TT2+ terendah terdapat di Sumatera Utara (20 persen) dantert inggi di Bali (67 persen).
Kira-kira 31 persen ibu nifas mendapatkan pelayananantenatal tepat waktu. Ini berarti pelayanan dalamwaktu 6 sampai 48 jam setelah melahirkan, sepertiyang ditentukan oleh Kementerian Kesehatan. Pelayananpasca persalinan yang baik sangat penting, karenasebagian besar kematian ibu dan bayi baru lahir terjadipada dua hari pertama dan pelayanan pasca persalinandiperlukan untuk menangani komplikasi setelahpersalinan. Kepulauan Riau, Nusa Tenggara Timurdan Papua menunjukkan kinerja terburuk dalam halini, cakupan pelayanan pasca persalinan tepat waktuhanya 18 persen di Kepulauan Riau. Sekitar 26 persendari semua ibu nifas pernah mendapatkan pelayananpascapersalinan.
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
DI YogyakartaCentral Java
Central KalimantanDKI Jakarta
BaliEast Kalimantan
North SulawesiAceh
East JavaBangka Belitung
JambiRiau
West JavaSouth Sumatra
South SulawesiLampung
Riau IslandsBanten
West KalimantanSoutheast Sulawesi
West PapuaWest Sumatra
PapuaBengkulu
North SumatraGorontalo
Central SulawesiNorth Maluku
South KalimantanEast Nusa Tenggara
West Nusa TenggaraMaluku
West Sulawesi
NMR
IMR
U5MR
DFigure 3. Under-five,infant & neonatal
mortality rates (U5MR,IMR, NMR)
in the 10-year period preceding the survey.
Source: IDHS 2007
Gambar 3. Angka kematiananak balita, bayi& bayi baru
lahir (U5MR, IMR, NMR)untuk periode 10 tahun
sebelum setiap survey.Sumber: SDKI 2007
SulbarMaluku
NTBNTT
KalselMaluku Utara
SultengGorontalo
SumutBengkulu
PapuaSumbar
Papua BaratSultra
KalbarBanten
KepriLampung
SulselSumsel
Jawa BaratRiau
JambiBangka B.
JawaTimurAcehSulut
KaltimBali
DKI JakartaKalteng
Jawa TengahDI Yogyakarta
Gambar 3. Angkakematian anak balita,bayi & bayi baru lahir(U5MR, IMR, NMR)
untuk periode 10 tahunsebelum setiap survey
Sumber: SDKI 2007
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Facility baseddelivery
antenatal care visits
Quality antenatal care
Timely postnatal care
Skilled birthattendance
TT2+
Figure 5. Maternal health services coverage: best and worst-performingprovinces Source: Riskesdas 2010 (Susenas 2010 for bi rth attendance)
Gambar 6. Cakupan pelayanan kesehatan ibu: provinsi dengan kinerja terbaik danterburuk . Sumber: Riskedas 2010 (Susenas 2010 untuk pertolongan persalinan
TT3+
Pertolongan persalinanterampil
Pelayanan pascakelahiran tepat waktu
Pelayanan antenatalyang berkualitas
4 kunjungan pelayananantenatal
Persalinan di fasilitaskesehatan
Gambar 6. Cakupan pelayanan kesehatan Ibu:provinsi dengan kinerja terbaik dan terburuk
Sumber: Riskedas 2010 (Susenas 2010 untuk pertolongan persalinan)
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90% Facility based deliver
4 antenatal care visit
Quality antenatal car
Timely postnatal care
TT2+
D
Figure 4. Maternalhealth services
coverage byresidence and wealth
quintiles
Source: Riskesdas 2010.
Gambar 4. Cakupanpelayanan kesehatanibu menurut tempat
tinggal dan kelompokkekayaan .
Sumber: Riskedas 2010
Persalinan di fasilitaskesehatan
TT3+
Pelayanan pasca
kelahiran tepat waktu
4 kunjungan pelayananantenatal
4 kunjungan pelayananantenatal
Gambar 4.Cakupan
pelayanankesehatan
Ibu menuruttempat tinggaldan kelompok
kekayaan.Sumber: Riskedas 2010
-
8/13/2019 UNICEF Indonesia- Kesehatan Ibu Dan Anak
4/6
4
RINGKASAN KAJIAN OKTOBER 2012
Di antara pelayanan kesehatan yang tersedia bagiibu, persalinan di fasilitas kesehatan menunjukkankesenjangan terbesar (Gambar 4 dan 5). Proporsipersalinan di fasilitas kesehatan di daerah-daerahperkotaan sebesar 113 persen lebih tinggi daripadaproporsi di daerah-daerah perdesaan. Proporsiperempuan dari kuintil kekayaan tertinggi yangmelahirkan di fasili tas kesehatan sebesar 111 persenlebih tinggi daripada proporsi dari kuintil termiskin.
Terkait dengan pelayanan-pelayanan lain, kesenjangankesejahteraan lebih besar daripada kesenjanganperkotaan-perdesaan. Kesenjangan kota-desa sebesar9 sampai 38 persen untuk pelayanan yang berkaitandengan pelayanan antenatal, TT2 + dan pelayananpascapersalinan, tetapi perbedaan antara kuintilkekayaan berkisar antara 34-68 persen. Cakupanpelayanan pascapersalinan tepat waktu yang relatifrendah kemungkinan besar disebabkan oleh kurangnyaprioritas di antara perempuan untuk pelayanan ini,bukan oleh kesulitan akses atau ketersediaan.
Hambatan
B uruknya kualitas pelayanan kesehatan antenatal,persalinan, dan pascapersalinan merupakanhambatan utama untuk menurunkan kematianibu dan anak. Untuk seluruh kelompok penduduk,
cakupan tentang indikator yang berkaitan dengankualitas pelayanan (misalnya, pelayanan antenatal yangberkualita s) secara konsisten lebih rendah daripadacakupan yang berkaitan dengan kuantitas atau akses(misalnya empat kunjungan antenatal). Studi 2002menunjukkan bahwa buruknya kualitas pelayananmerupakan faktor penyebab 60 persen dari 130 kematianibu yang dikaji.
Buruknya kualitas pelayanan kesehatan masyarakatmenunjukkan perlunya meningkatkan pengeluaranpemerintah untuk kesehatan. Indonesia menunjukkansalah satu jumlah pengeluaran kesehatan terendah,sebesar 2,6 persen dari produk domestik bruto padatahun 2010. Pengeluaran kesehatan masyarakat hanyadi bawah setengah dari total pengeluaran kesehatan. Ditingkat kabupaten, sektor kesehatan hanya menerima7 persen dari total dana kabupaten, dan Dana AlokasiKhusus (DAK) untuk kesehatan rata-rata kurang darisatu persen dari total anggaran pemerintah daerah.
Proses perencanaan untuk DAK harus lebih efisien,efektif dan transparan. Di t ingkat pusat, wakil-wakildi DPR memainkan peran penting dalam menentukanalokasi dana untuk kabupaten masing-masing, dandengan demikian, memperlambat proses DAK tersebut.
Dana kesehatan tersedia di tingkat kabupaten hanya padaakhir tahun anggaran.
Berbagai hambatan menyebabkan perempuan miskintidak sepenuhnya menyadari manfaat Jampersal,program asuransi kesehatan Pemerintah untukperempuan hamil. Hambatan-hambatan tersebut meliputitingkat penggantian biaya yang tidak memadai, khususnya
jika termasuk biaya transportasi dan komplikasi, dankurangnya kesadaran di antara perempuan tentangkelayakan dan manfaat Jampersal.
Berdasarkan permintaan, harus ada lebih banyakfasilitas kesehatan yang memberikan PelayananObstetrik Neonatal Emergensi Komprehensif(PONEK) dan lebih banyak dokter kandungan danginekolog. Rasio fasilitas-penduduk untuk PONEKdi Indonesia (0,84 per 500.000) masih di bawahrasio satu per 500.000 yang direkomendasikan olehUNICEF, WHO dan UNFPA (1997). Indonesia memilik isekitar 2.100 dokter kandungan-ginekolog (atau satuper 31.000 wanita usia subur), tetapi tidak tersebarsecara merata. Lebih dari setengah dokter kandungan-ginekolog melakukan praktek di Jawa.
Perilaku yang tidak tepat dan kurangnya pengetahuanberkontribusi terhadap kematian anak:
Para ibu dan petugas kesehatan masyarakat tidakmemiliki pengetahuan tentang penanggulanganatau pengobatan penyakit-penyakit umum anak.Di Indonesia, satu dari tiga anak balita menderitademam (yang mungkin disebabkan oleh malaria,infeksi saluran pernapasan aku t dan lainnya), dansatu dari tujuh anak balita menderita diare. Sebagianbesar kematian akibat penyakit-penyakit ini dapatdicegah. Akan tetapi, untuk mencegah penyakit-penyakit ini, diperlukan pengetahuan, pengenalantepat waktu, penanganan dan perubahan perilakupara ibu dan petugas kesehatan. Misalnya, SDKI2007 menunjukkan bahwa hanya 61 persen anakbalit a yang menderita diare diobati dengan terapirehidrasi oral.
Para ibu tidak menyadari pentingnya pemberianASI. SDKI 2007 menunjukkan bahwa kurang darisatu dar i tiga bayi di bawah usia enam bulan diberiASI eksklusif. Oleh karena itu, sebagian besar bayidi Indonesia tidak mendapatkan manfaat ASI terkaitdengan gizi dan perlindungan terhadap penyakit.
Praktek-praktek sanitasi dan kebersihan yangburuk sangat umum. Riskesdas 2010 menyatakanbahwa sekitar 49 persen rumah tangga di Indonesia
-
8/13/2019 UNICEF Indonesia- Kesehatan Ibu Dan Anak
5/6
5
RINGKASAN KAJIANOKTOBER 2012
menggunakan cara-cara pembuangan kotoran yangtidak aman, dan 23 sampai 31 persen rumah tanggadi dua kuintil termiskin masih melakukan praktekbuang air besar di tempat-tempat terbuka. Praktektersebut berhubungan dengan penyakit diare.Riskesdas 2007 menyatakan diare sebagai penyebab31 persen kematian anak antara usia 1 bulan sampaisatu tahun, dan 25 persen kematian anak antara usiasatu sampai empat tahun.
Praktek pemberian makan bayi dan pelayananlainnya yang buruk mengakibatkan gizi kurangpada ibu dan anak-anak, yang merupakanpenyebab dasar kematian anak. Satu dari setiap tigaanak bertubuh pendek (stunted), dan dalam kuintilyang lebih miskin, satu dari setiap empat sampai limaanak mengalami berat badan kurang. Secara nasional,enam persen anak-anak muda bertubuh sangat kurus(wasted), yang menempatkan mereka pada resikokematian yang tinggi.
Peluang untukmelakukan tindakan
ecara keseluruhan, pengeluaran kesehatan diIndonesia perlu ditingkatkan, termasuk proporsiDAK untuk sektor kesehatan. Peningkatan
pengeluaran kesehatan har us sejalan denganpenanganan hambatan keuangan dan hambatan lainnyayang menghalangi perempuan miskin untuk mengaksespelayanan kesehatan yang berkualitas.
Diperlukan gambaran yang jelas antara tugaspemerintah pusat dan pemerintah daerah dalampemberian pelayanan kesehatan. Standar dan peraturanmerupakan bagian dari fungsi pengawasan di t ingkatpusat dan tidak boleh diserahkan kepada tingkat daerah.
Pelayanan kesehatan ibu dan anak memerlukan
pergeseran fokus pada kualitas,termasuk persalinan
di fasilitas kesehatan yang dilengkapi dengan pelayananobstetrik neonatal emergensi dasar (PONED). Pergeseranpada kualitas tersebut memerlukan aksi di beberapa tingkat.
Pemerintah tingkat pusat harus mengembangkandan melaksanakan standar dan pedoman kualitaspelayanan. Diperlukan pengawasan ketat untukmemastikan implementasi standar oleh penyediapelayanan kesehatan baik publik maupun swasta.
Pelayanan kesehatan swasta harus menjadibagian dari kebijakan dan kerangka kesehatanpemerintah. Upaya-upaya yang dilakukan saat ini
untuk meningkatkan standar kesehatan tidak secaraproporsional menargetkan fasilitas p emerintah. Akantetapi, persalinan yang berlangsung di fasilitas swastatiga kali lebih banyak daripada di fasilitas pemerintahselama kurun waktu 1998-2007. Penyedia pelayanankesehatan swasta dan fasilitas p elatihan telah menjadibagian penting dari sistem kesehatan di Indonesia danoleh karena itu harus menjadi bagian dari kebijakankesehatan, standar dan sistem informasi pemerintah.Peraturan, pengawasan dan sertifikasi harusmemastikan kepatuhan penyedia pelayanan swastadengan standar dan sistem informasi pemerintah.
Perlu ditetapkan lebih banyak fasilitas kesehatanyang memberikan pelayanan PONEK dan sistemrujukan harus diperkuat untuk mempromosikanpenggunaan fasilitas-fasilitas ini secara tepat.
Langkah menuju peningkatan kualitas memerlukansumber daya tambahan untuk mengembangkandan memotivasi petugas kesehatan. Kinerja petugaskesehatan sangat ditentukan baik oleh keterampilanmaupun motivasi. Untuk mengembangkanketerampilan, tidak hanya diperlukan pelatihanyang lebih banyak, tetapi juga pengawasan fasilitatifmanajemen kasus, dan bagi para profesional,penilaian sebaya, pengawasan berkala, dan peristiwapenting atau audit kematian. Sesi umpan balik,
pemantauan dan pengawasan secara terus-menerusmemainkan peran penting, tidak hanya dalammeningkatkan kualitas tetapi juga dalam memotivasitim. Indonesia dapat mempertimbangkan untukmemberikan insentif kepada petugas kesehatan.Insentif ini dapat berbentuk non-uang (peningkatantugas, kepemilikan, dan pengakuan profesi), uang(penambahan komponen berbasis kiner ja pada gaji),atau kelembagaan dan berbasis tim (langkah-langkahseperti sistem ak reditasi dan kompetisi terbuka).
Sistem informasi yang kuat merupakan salahsatu komponen pelayanan kesehatan yangberkualitas. Sistem informasi kesehatan diseluruh Indonesia tidak menunjukkan kinerjayang baik sepert i yang mereka lakukan sebelumdesentralisasi. Data administrasi tidak memadaidi banyak kabupaten, sehingga tidak mungkinbagi tim kesehatan kabupaten untuk secara efektifmerencanakan dan menentukan target intervensi.Tingkat pusat memerlukan data yang kuat untukmelaksanakan fungsi pengawasannya. Situasitersebut mungkin memerlukan sentralisasi ulang danpenyesuaian fungsi-fungsi khusus yang berkaitandengan sistem informasi kesehatan, khususnya yangberhubungan dengan proses, pelaporan dan standar.
S
-
8/13/2019 UNICEF Indonesia- Kesehatan Ibu Dan Anak
6/6
6
RINGKASAN KAJIAN OKTOBER 2012
Di tingkat nasional, standar pelayanan minimal (SPM)yang ada perlu dikaji ulang dan dirumuskan kembali.Banyak kabupaten miskin menganggap bahwa standaryang ada sekarang ini tidak dapat dicapai. Standartersebut harus mengakomodir kesenjangan yang luasdan dasar-dasar yang berbeda di Indonesia, misalnya,dengan merumuskan perkembangan terkait dengankenaikan prosentase bukan t ingkat yang tetap. Halini akan memungkinkan kabupaten-kabupaten untukmengembangkan rencana aksi yang lebih realist is.Penetapan standar tertentu harus mempertimbangkanrealitas geografis, kepadatan penduduk dan ketersediaansumber daya manusia. Pemerintah harus mendukungkabupaten atau kota yang tidak memiliki infrastrukturuntuk mencapai standar pelayanan minimal.
Untuk mewujudkan manfaat desentralisasi secarapenuh, tim kesehatan kabupaten memerlukan dukungandari pemerintah pusat dan provinsi dalam perencanaandan implementasi berbasis bukti. Desentralisasimeningkatkan potensi pemerintah daerah untukmerencanakan, menyusun anggaran dan melaksanakanprogram-program yang disesuaikan dengan kebutuhandaerah. Akan tetapi, hal ini akan tercapai hanya jikakapasitas daerah memadai. Pemerintah provinsimemerlukan sumber daya untuk membantu rencanakabupaten dan melaksanakan intervensi yang dapatmeningkatkan kualitas dan cakupan.
Program-program kesehatan preventif perludipromosikan dan dipercepat. Ini akan memerlukanpromosi serangkaian pelayanan mulai dari masa remajadan pra-kehamilan dan berlanjut sampai kehamilan,persalinan dan masa kanak-kanak. Intervensi harusmeliputi intervensi nyata dan hemat biaya sepertimanajemen kasus berbasis masyarakat tentang penyakitumum anak, promosi dan penyuluhan pemberian ASI,pemberian suplementasi asam folat pada tahap pra-kehamilan, terapi antelmintik ibu, suplementasi zat gizimikro bagi ibu dan bayi, dan penggunaan kelambunyamuk bagi ibu dan bayi. Untuk menghapus penularanHIV dari orang tua ke anak, diperlukan pengetesan dankonseling HIV yang diprakarsai oleh penyedia pelayananbagi semua perempuan hamil sebagai bagian daripelayanan antenatal secara tetap, t indak lanjut yang lebihkuat, dan pendidikan publik yang lebih baik.
SumberAdair, T. (2004). Child Mortality in Indonesias Mega-UrbanRegions: Measurement, Analysis of Differentials, and PolicyImplications. 12th Biennial Conference of the AustralianPopulation Association, 15-17 September 2004, Canberra.
BPS-Statistics Indonesia (2011): Susenas 2010: National Socio-Economic Survey. Jakarta: BPS
BPS-Statistics Indonesia and Macro International (2008):
Indonesia Demographic and Health Survey (IDHS 2007).Calverton, Maryland, USA: Macro International and Jakarta: BPS.
Lawn, J.E., Cousens, S., and Zupan, J. (2005): 4 millionneonatal deaths: When? Where? Why? Lancet, 365: 891-900
Ministry of Health (2000): Petunjuk pelaksanaan programimunisasi di Indonesia (Guidelines for the implementationof immunization program in Indonesia) Jakarta, Indonesia:Ministry of Health
Ministry of Health (2001a): National Strategic Plan forMaking Pregnancy Safer (MPS) in Indonesia 2001-2010.Jakarta, Indonesia: Ministry of Health
Ministry of Health (2001b): Yang perlu diketahui petugaskesehatan tentang kesehatan reproduksi (What healthservice providers need to know about reproductive health)Jakarta, Indonesia: Ministry of Health
Ministry of Health (2008): Laporan Nasional: Riset KesehatanDasar (Riskesdas) 2007, Jakarta: Ministry of Health, NationalInstitute of Health Research and Development.
Minist ry of Health (2011): Laporan Nasional: Riset KesehatanDasar (Riskesdas) 2010, Jakarta: Minist ry of Health, NationalInstitute of Health Research and Development.
Nguyen, K.H., Bauze, A.E., Jimenez-Soto, E. and Muhidin,S. (2011). Indonesia: developing an investment case forfinancing equitable progress towards MDGs 4 and 5 inthe Asia-Pacific region: Equity Report. Brisbane, Aust ralia:School of Population Health, the University of Queensland
SMERU (2008): The Specific Allocation Fund (DAK):Mechanisms and Uses. Jakarta: SMERU Research Institute
Supratikto, G, Wirth, M.E., Achadi, E., Cohen, S. and Ronsmans,C. (2002): A district-based audit of the causes and circumstancesof maternal deaths in South Kalimantan, Indonesia. Bulletin ofthe World Health Organization, 80(3):228- 34.
UNICEF, WHO and UNFPA (1997): Guidelines forMonitoring the Availability and Use of Obstetric Services.New York: UNICEF.
World Bank (2010): Indonesia Health Sector Review. AcceleratingImprovement in Maternal Health: Why reform is needed. Policyand Discussion Notes, August 2010. Jakarta: World Bank
World Bank: World Development Indicators database.Available from: http://data.worldbank.org/data-catalog/world-development-indicators Accessed 7 August 2012.
Ini adalah salah satu dari serangkaian Ringkasan Kajian yang dikembangkan oleh UNICEF Indonesia.Untuk informasi lebih lanjut, hubungi jakarta@unicef.org atau klik www.unicef.or.id
i Daerah perkotaan sekitar Jakarta: Bekasi; dan Bogor dan Depok diProvinsi Jawa Barat; Tangerang dan Tangerang Selatan di provinsiBanten.
top related