uang untuk tujuan pemidanaan dan asset...
Post on 16-Feb-2020
7 Views
Preview:
TRANSCRIPT
RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN HUKUM “PENERAPAN DELIK PENCUCIAN
UANG UNTUK TUJUAN PEMIDANAAN DAN ASSET RECOVERY”
Dalam rezim Anti-Pencucian Uang yang semula diatur didalam UU No 15 Tahun 2002
sebagaimana diubah dengan UU No 25 Tahun 2003, dan terakhir diperbaharui dengan UU No 8
Tahun 2010 menunjukkan adanya suatu transformasi dalam kebijakan hukum pidana (penal
policy) di bidang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU di Indonesia, terutama jika dibandingkan
dengan ketentuan hukum pidana yang ditentukan dalam KUHPidana. Secara umum, penal Policy
merupakan pengaturan atau penyusunan secara rasional usaha-usaha pengendalian kejahatan oleh
masyarakat.1 Tujuan Akhir dari Penal Policy tersebut ialah memberikan perlindungan kepada
masyarakat untuk mewujudkan social welfare (kesejahteraan masyarakat) dan equality
(keseimbangan).2 Orientasi dari Penal Policy juga dimuarakan untuk setidak-tidaknya
mewujudkan : (a) arah pembaharuan kebijakan hukum pidana; (b) Upaya pencegahan tindak
pidana; dan (c) cara penyidikan, penuntutan, peradilan dan pelaksanaan pidana harus
dilaksanakan.3
Dari konstruksi terkait penal policy diatas, dapat dipahami bahwa arah pembaharuan
kebijakan hukum pidana anti pencucian uang sebagaimana diatur dalam UU No 8 Tahun 2010
ialah sebagai konsekuensi atas terdapatnya ketentuan-ketentuan dalam UU No 15 Tahun 2002 jo
UU No 25 Tahun 2003 yang masih menimbulkan multi-interpretasi, banyaknya celah hukum
(loopholes) dan tidak tegasnya rumusan mengenai pemberian sanksi.4 Dalam rangka menutupi
atau menanggulangi segala loopholes yang masih disisakan oleh UU No 15 Tahun 2002 jo UU No
25 Tahun 2003, maka dirumuskan dan diundangkanlah UU No 8 Tahun 2010 yang mengarahkan
pada penal policy-nya bahwa dalam penerapan UU No 8 Tahun 2010, terkhusus mengenai
penerapan delik pencucian uang, tujuannya tidak boleh hanya terbatas pada memaksimalkan
ancaman pidananya saja (dalam konteks pemidanaan), tetapi juga dalam rangka pemulihan aset
atas proceed of crime yang merupakan life blood of crime dari kejahatan-kejahatan yang dilakukan
oleh pelaku kejahatan (dalam konteks asset recovery). Dalam rezim anti-pencucian uang, resultan
1 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Hukum Pidana, Bandung: Alumni, 2005, hlm. 157. 2 Ibid., hlm. 158. 3 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru,
Jakarta: Kencana, 2010, hal. 25 – 26.. 4 Naskah Akademik RUU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana dalam Pusat
pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Memorie Van Toelechting Pembahasan Rancangan Undang-Undang
Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang: Buku Satu, Jakarta: PPATK, hlm. 72.
atas arah politik hukumnya nampak dengan diundangkannya UU No 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan TPPU yang merupakan grand design penyelenggaraan upaya
pencegahan dan pemberantasan TPPU di Indonesia yang menargetkan beberapa sasaran-sasaran
penting. Adapun sasaran yang hendak dicapai melalui penyusunan UU No 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan TPPU sebagai arah baru kebijakan hukum pidana dalam rezim
anti-pencucian uang, adalah:5
a. Memelihara dan menjaga stabilitas dan integritas sistem keuangan nasional dari tindak
pidana pencucian uang.
b. Mencegah dan memberantas kejahatan yang melibatkan harta kekayaan dalam jumlah
yang signifikan sekaligus mencegah diulangi dan diperluasnya kejahatan tersebut;
c. Meningkatkan koordinasi penegak hukum dalam pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana pencucian uang;
d. Meningkatkan penerimaan negara melalui penyitaan dan perampasan hasil kejahatan;
dan
e. Memenuhi dan mengikuti standar internasional yang telah berubah sebagaimana tercermin
dalam 40 FATF Recommendations serta ketentuan anti-money laundering regime yanf
berlaku secara internasional (international best practice).
Dua konsep yang berkaitan dengan penerapan UU TPPU tersebut menunjukkan bahwa
Konsep Pemidanaan dalam perkara pencucian uang, dititik-tekankan pada dua tujuan, yakni pada
konteks pemidanaan (dengan memaksimalkan ancaman pidana kepada pelaku, baik badan maupun
kepemilikan), juga terhadap penelusuran, perampasan hingga pemulihan atas aset yang diperoleh
oleh pelaku secara melawan hukum.
Akan tetapi dalam praktik penegakan hukum, masih ditemukan penegak hukum yang
berpendapat bahwa penerapan delik pencucian uang baru dianggap perlu bila dimaksudkan untuk
memaksimalkan ancaman pidana, sehingga jika pemidanaan sudah maksimal, maka penerapan
atas UU TPPU sudah tidak menjadi keharusan lagi. Selain itu, terdapat pula pihak yang
berpandangan bahwa apabila telah terdapat aset yang besar yang bisa disita dan bermuara pada
perampasan atas aset tersebut, UU TPPU tidak begitu urgen untuk diterapkan.6 Meskipun pada
dasarnya, terhadap penyitaan aset yang cukup besar tersebut, sebenarnya belum maksimal jika
dilakukan penelusuran aset, yang tools-nya berdasarkan UU TPPU. Hal tersebut dikarenakan,
5 Direktorat Hukum PPATK, Modul Workshop Terpadu Penanganan Tindak Pidana Pencucian Uang, Jakarta:
PPATK, 2015, hlm. 65 – 66. 6 M.G. Novrizal Fernandez, “Penyidik Belum Maksimalkan UU TPPU Untuk Sita Aset Koruptor”, lebih lanjut lihat :
<https://kabar24.bisnis.com/read/20180114/16/726258/penyidik-belum-maksimalkan-uu-tppu-untuk-sita-aset-
koruptor>
instrumen dalam UU TPPU yang berbasis pada pendekatan follow the money memiliki jangkauan
yang lebih luas dibandingkan instrumen-instrumen dalam undang-undang pidana lain dalam
rangka menelusuri dan menemukan aset.
Berikutnya, sebagaimana telah dinyatakan sebelumnya bahwa pembentukan UU TPPU
seyogjanya bukan diperuntukkan hanya untuk kepentingan perampasan aset, melainkan juga untuk
memaksimalkan ancaman pidana terhadap pelaku kejahatan. Sehingga, cara pandang terhadap
penerapan UU TPPU dengan seolah ‘mengkerdilkan’ aspek pidana badan dan denda yang dapat
dijatuhkan melalui UU TPPU, membuat adanya pembiasan dari arah pembaharuan kebijakan
hukum pidana (penal policy) yang telah dimaksudkan dalam pembentukan UU No 8 Tahun 2010.
Padahal selain arah pembaharuan kebijakan hukum pidana melalui pembentukan UU No 8 Tahun
2010, juga terdapat pengaturan perihal upaya pencegahan tindak pidana, dan cara pelaksanaan
penyidikan, penuntutan, peradilan dan pelaksanaan pidana (yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Penal Policy), yang diorientasikan bukan hanya pada perampasan aset hasil
kejahatan semata, tetapi juga untuk bisa memidana pelaku dengan menggunakan tools UU No 8
Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Berkaitan dengan pemidanaan atas tindak pidana pencucian uang, idealnya, jika ancaman
pidana maksimum atas tindak pidana asal belum merupakan maksimal pidana penjara terbatas
(yakni 20 tahun), maka penerapan delik pencucian uang menjadi sangat penting untuk diterapkan
dalam rangka memaksimalkan ancaman pidana kepada pelaku, selama perbuatannya memenuhi
unsur-unsur delik pencucian uang. Penerapannya tersebut dapat berupa: (a) langsung disatukan
berkas perkara tindak pidana asal dengan tindak pidana pencucian uangnya7; atau (b) perkara
tindak pidana asal diputus terlebih dahulu kemudian diproses tindak pidana pencucian uangnya,
dan putusan tindak pidana pencucian uang tersebut menambahkan dan melengkapi
pidana/hukuman atas tindak pidana asal.8
7 Hal tersebut dimungkinkan dilaksanakan sebagaimana dalam ketentuan Pasal 75 UU No 8 Tahun 2010. Bahwa Pasal
75 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU merupakan suatu conditionally provision atas
kondisi normal dalam pembuktian TPPU. Persyaratannya tersebut adalah jika ditemukan bukti permulaan yang cukup
oleh penyidik. Hal ini juga dibenarkan melalui Interpretive Note to Recommendation 30 (Responsibilities of Law
Enforcement and Investigative Authorities) point 3 FATF Recommendations. Dalam poin tersebut disebut sebagai
‘paralel financial investigatioons’. ‘Paralel financial Investigation’ refers to conducting a financial investigations
alongside, or in the context of, a (traditional) criminal investigation into money laundering, terorist financing and/or
predicate offences. 8 Pemikiran ini juga sering disebut sebagai pemikiran tradisional dalam penerapan hukum pidana.
Lebih lanjut lihat : Mahkamah Agung RI, Op.Cit., hlm. 57.
Bahwa dari seluruh tindak pidana yang merupakan tindak pidana asal dari TPPU, tindak
pidana asal yang ancaman pidana penjaranya diatas 15 tahun hanya tindak pidana korupsi,
narkotika dan terorisme. Meskipun ancaman pidana penjara dari delik tersebut sudah maksimal
(maksimal 20 tahun), akan tetapi dalam rangka memaksimalkan asset recovery dan dalam rangka
pemidanaan, membuat penerapan tindak pidana pencucian uang tetap penting untuk diterapkan.
Adapun dalam rangka asset recovery, penerapan delik pencucian uang diperlukan agar dalam
menelusuri aset yang nantinya dapat di-recover, dapat digunakan tools atau instrumen-istrumen
yang terdapat di dalam rezim anti-pencucian uang. Misalnya, meminta informasi hasil analisis
kepada PPATK, pemblokiran harta kekayaan, permintaan informasi harta kekayaan kepada Pihak
Pelapor, pembalikan beban pembuktian, hingga penyitaan aset tambahan, yang kesemuanya hanya
terdapat dalam rezim anti-pencucian uang yang dapat diterapkan apabila delik pencucian uang
disangkakan atau didakwakan kepada tersangka/terdakwa. Instrumen-instrumen tersebut menjadi
penting diterapkan dalam rangka asset recovery dikarenakan dapat digunakan untuk
memaksimalkan aset yang dapat ditelusuri, untuk selanjutnya dilakukan penyitaan, perampasan,
hingga pemulihan.
Dalam UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang, terdapat 2 (dua) variabel yang berkaitan dengan penerapan hukum atas delik
Pencucian Uang :
1. Ancaman pidana
2. Tools yang berkaitan dengan asset recovery.
Adapun berkaitan dengan implementasi dari kedua variabel tersebut, setidaknya terdapat 4 (empat)
variabel keadaan, yakni :
a. Ancaman pidana maksimal dari tindak pidana asal belum maksimal, asset tracing
belum maksimal
Contoh kasus yang semacam ini, diantaranya ialah pada perkara tindak pidana pencucian uang dengan tindak pidana
asal perasuransian, atas nama terdakwa I Made Parisadnyana.
Terhadap tindak pidana asalnya diputus terlebih dahulu melalui Putusan Pengadilan Negeri Denpasar No.
157/Pid.B/2011/PN.Dps, tanggal 28 Juni 2011, dan terakhir diadili melalui Putusan Mahkamah Agung No 2342
K/Pid.Sus/2011, tanggal 21 Desember 2011. Adapun perkara TPPU nya diputus melalui Putusan Pengadilan Negeri
Denpasar No 224/Pid.Sus/2013/PN.Dps., tanggal 20 Agustus 2013.
Terhadap perkara tindak pidana asalnya terdakwa di vonis 15 (lima belas) tahun penjara. Adapun terhadap tindak
pidana pencucian uangnya, terdakwa di vonis 5 (lima) tahun penjara.
Dari kasus tersebut, menunjukkan bahwa dari aspek pemidanaan, eksistensi TPPU dapat dijadikan sebagai alasan
pemberatan pidana atas tindak pidana asal yang telah dilakukan oleh pelaku.
b. Ancaman pidana maksimal dari tindak pidana asal maksimal, asset tracing belum
maksimal
c. Ancaman pidana maksimal dari tindak pidana asal belum maksimal, asset tracing
maksimal
d. Ancaman pidana maksimal dari tindak pidana asal maksimal, asset tracing maksimal.
Terhadap variabel-variabel tersebut, selanjutnya dilakukan pengumpulan informasi oleh pengkaji,
dengan meminta pendapat dan respon dari stakeholder terkait (hakim, penuntut umum, dan
penyidik) dan akademisi hukum sebagai responden. Total dari 25 responden, dapat dijabarkan
keterangannya sebagai berikut:
No
Pernyataan Frekuensi Responden
1 2 3 4 5
1 Penerapan Pemidanaan delik
TPPU terhadap Tindak Pidana
Asal yang ancaman pidana
paling lamanya 15 tahun keatas.
-
12
-
13
-
2 Penerapan Pemidanaan delik
TPPU terhadap Tindak Pidana
Asal yang ancaman pidana
paling lamanya dibawah 15
tahun
19
6
-
-
-
3 Penerapan delik pencucian
uang dalam rangka menerapkan
tools yang dibolehkan oleh UU
TPPU untuk asset tracing
(penelusuran aset) dan asset
recovery (pemulihan aset)
terhadap hasil kejahatan yang
disita/dirampas jumlahnya
sudah sangat besar (dalam
interpretasi APH).
8
9
-
8
-
4 Penerapan delik pencucian
uang dalam rangka menerapkan
tools yang dibolehkan oleh UU
TPPU untuk asset tracing
(penelusuran aset) dan asset
recovery (pemulihan aset)
terhadap hasil kejahatan yang
disita/dirampas jumlahnya
belum maksimal.
22
3
-
-
-
Tabel 1: Pemetaan Jawaban Responden
Ket:
1: Sangat Penting
2: Penting
3: Kurang Penting
4: Tidak Penting
5: Tidak Perlu
Oleh karena hukum merupakan ilmu yang sui generis, maka karakter normatif ilmu hukum tidak
dapat dihilangkan begitu saja setelah melihat data-data primer seperti demikian diatas, melainkan
data-data primer tersebut dijadikan sebagai pelengkap dan pembanding dari karakter normatif ilmu
hukum yang paparannya bersifat konseptual-teoritik, dan normatif-yuridis. Untuk itu, tetap perlu
dilakukan telaahan-telaahan yang bersifat konseptual-teoritik, dan normatif-yuridis atas data
primer diatas.
Selanjutnya, dalam rangka memaksimalkan penerapan delik pencucian uang, baik dalam
rangka pemidanaan maupun asset recovery, maka dibutuhkan konstruksi paradigmatik bagi para
penegak hukum dengan setidak-tidaknya sebagai berikut:
a. Terhadap Pemidanaan
1) Bahwa secara faktual, TPPU adalah Follow up crime.
2) Bahwa bagian parsial dari pembuktian, TPPU dapat dinyatakan sebagai Independent
Crime sebagaimana pada Pasal 69 UU TPPU. Adapun konteks yang relevan terhadap
penerapan Pasal 69 UU TPPU tersebut adalah apabila yang diproses hukum adalah non
materiele dader tindak pidana asal yang terlibat dengan TPPU. Baik apabila materiele
dader tindak pidana asalnya tidak diketahui atau ditemukan keberadaannya (misalnya
jika ia berstatus DPO), atau apabila proses hukum diantara keduanya (materiele dader
TPAsal dengan non materiele dader TPAsal, yang masing-masing terlibat dengan
terjadinya delik pencucian uang) dilakukan secara splitshing dalam waktu yang nyaris
bersamaan.
3) Keberadaan dari dan identifikasi terhadap Pelaku Pasif sebagai pihak yang menikmati
hasil kejahatan, dapat memaksimalkan proses pemulihan aset. Di sisi lain, dengan
kriminalisasi pelaku pasif, terhadapnya dapat dilakukan proses pidana, meskipun
terhadap tindak pidana asalnya belum dibuktikan terlebih dahulu.
b. Terhadap Asset Recovery
1) Bahwa salah satu elemen pokok yang menjadikan penerapan delik pencucian uang
Selalu penting untuk diterapkan ialah adanya pendekatan follow the money yang lebih
canggih dibandingkan undang-undang pidana lainnya, dalam ketentuan UU TPPU.
Konsep tersebut dapat selalu diterapkan apabila terdapat dugaan atau sangkaan TPPU
yang dilakukan oleh pelaku, yang dapat digunakan dalam menelusuri sejauh mana aset
tersebut mengalir.
2) Bahwa untuk aset yang layak dirampas masih dimungkinkan 2 perspektif, yakni : (1)
terhadap aset-aset (baik hasil tindak pidana ataupun aset pelaku) yang senilai dengan
angka kerugian yang dihasilkan; dan (2) terhadap semua aset (baik hasil tindak pidana
maupun aset pelaku) yang perolehannya, baik sebagian atau seluruhnya, berasal dari
hasil tindak pidana. Kedua model tersebut masing-masing terdapat dasar konseptual
dan yuridisnya, sehingga masing menjadi choice of law bagi penegak hukum, selama
belum ditegaskan dalam dan diundangkannya pengaturan terkait Perampasan Aset.
3) Bahwa dalam UU TPPU, telah dideterminasi ketentuan-ketentuan yang dapat
digunakan sebagai instrumen untuk memaksimalkan asset recovery yang dapat
digunakan oleh penegak hukum secara adil, proporsional, dan sesuai maksud
peruntukan instrumen tersebut dalam rangka memaksimalkan nilai aset yang dapat
diamankan untuk kepentingan asset recovery.
1Asset Recovery
Dalam Stranas target 200 M
Pada awal Tahun 2018. Polri telah
menyerahkan ke kas Negara Asset
Recoverysekitar Rp. 32,5 Triliun (sudah
ada di Kas Negara ditambah dengan
Pabrik TLIsenilai Rp 680 Miliar dan uang
hasil kejahatan 140 Miliar
2Pengembalian kerugian
negaraKerugian negara
Kerugian negara dalam kejahatan korupsi
yang diserahkanke kas negara tahun
2017adalah sekitar Rp. 1,9 T meningkat
9 kali lipat dari tahun sebelumnya sebesar
Rp 188 M
ASSET RECOVERY
6
1CITGO AR CASEInvestigation
Dugaan TPPU dengan TPA
penipuan dengan korban dari
Amerika serikat a.n Spineart
dalam Tahap penyidikan
menggunakan Mekanisme
Perma Nomor 1 Tahun 2013
3ERIKA ARDIA CASEInvestigationDugaan TPPU dengan Korban
WN Kanada an. Kim Dang
mengirim sejumlah dana kepada
rekening Bank di Indonesia
2TELKOMSELInvestigation
Dugaan TPPU dengan TPA ITE
Dengan modus pencurian pulsa
FOCUS GROUP DISCUSSION
PPATK Jakarta, November 2019
PENERAPAN DELIK PENCUCIAN UANG UNTUK PEMIDANAAN DAN ASSET RECOVERY
No TerpidanaAset di Sita
Properti Kendaraan Uang Tunai Kas-Setara Kas
1 H. Fuad Amin 101 21 290.030.328.019,00 USD 563,322
2 Ade Swara dan Nurlatifah 72 - 250.000.000,00 USD 424,349
3 Djoko Susilo 39 11 7.749.488.600,00 USD 14,637., SGD 3,062
4 Ojang Sohandi 27 7 - -
5 Muhammad Nazaruddin 13 - 124.371.671.359,00 USD 157,437, shares 303.192.00
6 Luthfi Hasan Ishaaq 12 8 100.000.000,00 -
7 Mohamad Sanusi 12 3 2.000.000.000,00 USD 12,000
8 Anas Urbaningrum 10 - 356.630.000,00 USD 7200
9 M. Akil Mochtar 9 59 126.984.085.263,00 -
10 Ike Wijayanto 7 - - -
Terpidana TPPU 2012-2018
No TerpidanaAset di Sita
Properti Kendaraan Uang Tunai Kas-Setara Kas
11 H. Bambang Irianto 4 17 8.017.229.032,00 USD 84,461
12 Ali Sadli 3 4 3.050.405.500,00 -
13 Ahmad Fathanah 2 5 432.500.000,00 -
14 Heru Sulaksono 2 4 2.446.867.698,00 USD 37,466., SGD 297.710
15 Rudi Rubiandini 1 1 2.897.921.137,00 USD 749.131, SGD 312.002
16 Deviardi 1 1 3.135.900.637,00 USD 1,150.100.,SGD 384,000.
17 Syahrul Raja 1 5 6.596.887.822,00 USD 5,000
18 Rochmadi Saptogiri 1 1 - -
19 Wa Ode Nurhayati - - 10.000.000.000,00 -
20 PT Putra Ramadhan - - 4.064.781.247,00 -
21 PT Duta Graha Indonesia - - 15.124.000.000,00 -
Terpidana TPPU 2012-2018
Penyidikan TPPU
• Pada saat penyidikan TPK, penyidik merumuskanmodus/perbuatan yang masuk dalam katagori delikpasal 3,4,5 UU TTPU
• Penyidik, Unit Aset Tracing And Recovery (ATR)melakukan penelusuran aliran uang hasil TPK danharta kekayaan milik tersangka, keluarga, dan fihakterkait lainnya
• Analisa mendalam atas Nexus antara HartaKekayaan yang ditemukan dengan TPK
Pengumpulan informasi
ANALISA
LHA PPATK
PERBANKAN
LAPORAN KEKAYAAN
MEDIA SOSIAL
BADAN PERTANAHANBARANG BUKTI
PENDAFTARAN KENDARAAN ASURANSI
Lainnya
Financial investigative technique
• Direct Methodsa. Analisa database akutansi, transaksi keuangan,
general ledger, dokumen pembayaran, invoice,kontrak, dll
b. Wawancara fihak terkait (BoD, bagian keuangan danakutansi, bagian marketing, dll)
• Indirect Methodsa. Membandingkan gaya hidup fihak yang dicurigaib. Membandingkan penghasilan sah dengan
pengeluaran dalam kurun waktu tertentu
Financial investigative technique
• Modus Drivena. Analisa awal dilakukan dengan menelusuri modus yang
dilakukan untuk menyembunyikan hasil kejahatan.b. Analisa bisa berakhir pada ditemukannya aset hasil
kejahatan ataupun jejak aset tersebut.
• Aset Drivena. Analisa dilakukan dengan menelusuri asal muasal
kepemilikan aset untuk memastikan apakah aset tersebutadalah hasil kejahatan yang disembunyikan asal usulnya.
b. Bisa berakhir pada penggunaan metode pembalikanbebanbuktian terbalik
Metode Hulu ke Hilir
TPK (Predicate
Crime)Harta Kekayaan
Modus TPPU
TPK lain
TPK lain
TPK lain
Harta Kekayaan
Harta Kekayaan
Harta Kekayaan
Metode Hilir ke Hulu
TPK (Predicate
Crime)Harta Kekayaan
Modus TPPU
TPK lain
TPK lain
TPK lain
Harta Kekayaan
Harta Kekayaan
Harta Kekayaan
Pembalikan Beban Pembuktian secara Seimbang
SumberDana Harta Kekayaan
SumberDana
Harta KekayaanHasil Kejahatan/bukan
Hasil Kejahatan/bukan
• Penyidik/JPU tidak menyerahkan sepenuhnya pembalikan bebanpembuktian kepada tersangka/terdakwa.
• Penyidik/JPU sedapat mungkin memiliki alat bukti bahwa harta kekayaantersebut didapat dengan cara tidak sah. Termasuk mencari fakta untukmematahkan alibi yang disampaikan oleh tersangka/terdakwa.
Perbandingan Pengeluaran dan Pendapatan Sah Pada Kurun Waktu Tertentu
Pada kurun waktu 1 Januari 2016 sampai dengan 31 Desember 2016
Total Pengeluaran dan penggunaan uang lainnya Rp.10 Milyar Rupiah
Total pemasukan dari sumber yang sah Rp.1 Milyar Rupiah
Pendapatan yang tidak bisa dijelaskan Rp.9 Milyar Rupiah
Rp4,5 Milyar Rp145 Milyar
Selisih Rp 140 M
Harta Tidak Bergerak
Selisih Rp 705 Jt
Rp275 Juta Rp981 Juta
Alat Transportasi
Rp320 Juta
Logam/Batu Mulia
Rp160 Juta
Barang Seni/Antik
Rp0
Selisih Rp 320 Jt
Rp0
Selisih Rp 160 Jt
Rp200 Juta
Uang/Setara Kas
Selisih Rp 1,8 M
Harta Yang Dilaporkan di LHKPN
Hasil Pelacakan Aset
Selisih Aset
Perbandingan Data Laporan Kekayaan
Dibandingkan Hasil Pelacakan Aset
Rp2 Milyar
Tantangan
• Pengelolaan Aset Sitaan, Khususnya Aset Usaha
• Kualitas dan Kuantitas Perkara➢Trend “Too Small to Investigate”
➢Pasal 5
• Strategi Penyidikan dan Penuntutan➢Penggabungan Penyidikan dan Penuntutan TPK dan TPPU
• Pemidanaan dan Asset Recovery
• Professional Launderer
• Investasi Jenis Baru (Cryptocurrency, crowdfunding, dll)
Tantangan
• Stand Alone TPPU terkait Foreign Predicate Crime
• TPK dan TPPU di Tangani Apgakum Berbeda
• TPK di Luar Negeri, Asset Kejahatan di Alirkan keDalam Negeri
• TPK di dalam Negeri, Hasil Kejahatan di Alirkan ke LuarNegeri
ORIENTASI DARI PENAL POLICY BERMUARA DALAM HALMEWUJUDKAN :
• Arah pembaharuan kebijakan hukum pidana;
• Upaya pencegahan tindak pidana; dan
• Cara penyidikan, penuntutan, peradilan dan pelaksanaan pidana harus
dilaksanakan.
Marc Ancel, Social Defence: Modern Approach to Criminal Problem, hlm. 209.
TRANSFORMASI PENAL POLICY DALAM KONTEKS UU TPPU
UU NOMOR 8
2010
UU NOMOR 25
2003
UU NOMOR 15
2002
• Multi Interpretasi Dalam Beberapa Ketentuan UU 15/2002 jo UU 25/2003
• Banyaknya Celah Hukum (loopholes) yang dimuat dalam UU 15/2002 jo UU 25/2003
• Tidak Tegasnya Rumusan Mengenai Pemberian Sanksi.
Latar Belakang Pembaharuan Kebijakan Hukum Pidana
Anti Pencucian Uang
SASARAN YANG HENDAK DICAPAI MELALUI PENYUSUNANUU NO 8 TAHUN 2010
Memelihara Dan Menjaga Stabilitas Dan IntegritasSistem Keuangan Nasional
Meningkatkan Koordinasi PenegakHukum Dalam Pencegahan Dan
PemberantasanTPPU
Memenuhi Standar Internasional
40 FATF Recommendations Serta Ketentuan Anti-money Laundering Regime
Meningkatkan Penerimaan Negara Melalui Penyitaan Dan Perampasan Hasil
Kejahatan
Mencegah Dan MemberantasKejahatanYang Melibatkan Harta
Kekayaan Dalam Jumlah Signifikan
• Pendekatan Pemidanaan????
• Pendekatan Asset Recovery???
Tujuan Penerapan Delik
Pencucian Uang
Bersifat Tweepattern
METODE PENELITIAN
LOKASI JENIS & SUMBER DATA TEKNIK KUMPUL DATA ANALISIS DATA
Akademisi, Kepolisian
Daerah, Kejaksaan Tinggi,
serta beberapa Pengadilan
Negeri di:
▪ Yogyakarta;
▪ Semarang;
▪ Makassar;
▪ Bandung;
▪ Pekanbaru;
▪ Denpasar; dan
▪ Medan.
▪ Primer Hasil
Wawancara
▪ Sekunder (Bahan
Hukum):
▪ Primer: PerUUan
▪ Sekunder: Buku,
Karya Ilmiah, Hasil
Penelitian, dst.
▪ Tersier: Bahan dari
Internet.
▪ Wawancara;
▪ Studi Dokumentasi.
▪ Data dan Bahan
Hukum diolah sesuai
dengan Rumusan
Masalah;
▪ Analisis Data Kualitatif;
▪ Disajikan secara
deskriptif.
Pendekatan Pemidanaan
• Penyatuan Berkas Perkara Tindak Pidana Asal dan Berkas Perkara TPPU
• Penuntutan TerhadapTPPU Dapat DilakukanTanpaMenungguTerbuktinya Tindak Pidana Asal Terlebih Dahulu
• Putusan TPPU Menambahkan Dan MelengkapiPidana/Hukuman Atas Tindak Pidana Asal (TPPU diproses setelah TPAsal Putus)
Penerapan TPPU (Eksisting)
Pendekatan Asset Recovery
• Permintaan Informasi Kepada PPATK dan PihakPelapor
• Penundaan, Transaksi Penghentian Sementara Transaksi dan Pemblokiran
• Penyitaan Aset Tambahan
• Pembalikan Beban Pembuktian
DASAR PEMIKIRAN KRIMINALISASI TPPU
Memelihara Dan Menjaga Stabilitas Dan IntegritasSistem Keuangan Nasional
Meningkatkan Koordinasi PenegakHukum Dalam Pencegahan Dan
PemberantasanTPPU
Memenuhi Standar Internasional
40 FATF Recommendations Serta Ketentuan Anti-money Laundering Regime
Meningkatkan Penerimaan Negara Melalui Penyitaan Dan Perampasan Hasil
Kejahatan
Mencegah Dan MemberantasKejahatanYang Melibatkan Harta
Kekayaan Dalam Jumlah Signifikan
TOLOK UKUR EFEKTIVITAS PENERAPAN DELIKPENCUCIAN UANG
Faktor Hukum Faktor Aparat Penegak Hukum
Faktor Sarana-Prasarana Faktor Kebudayaan
Ancaman Pidana Maksimal Dari Tindak Pidana Asal Belum Maksimal, Asset Tracing Belum
Maksimal
Ancaman Pidana Maksimal Dari Tindak Pidana Asal Sudah Maksimal, Asset Tracing Belum
Maksimal
Ancaman Pidana Maksimal Dari Tindak Pidana Asal Belum Maksimal, Asset Tracing Sudah
Maksimal
Ancaman Pidana Maksimal Dari Tindak Pidana Asal Sudah Maksimal, Asset Tracing Sudah
Maksimal
4 Variabel KeadaanTerkaitUrgensi Penerapan Delik
Pencucian Uang
URGENSI PENERAPAN DELIK PENCUCIAN UANG
(DENGAN PENDEKATAN PEMIDANAAN & ASSET
RECOVERY)
No Pernyataan Frekuensi Responden
1 2 3 4 5
1 Penerapan Pemidanaan delik pencucian uang terhadap Tindak
Pidana Asal yang ancaman pidana paling lamanya 15 tahun keatas. - 12 - 13 -
2 Penerapan Pemidanaan delik pencucian uang terhadap Tindak
Pidana Asal yang ancaman pidana paling lamanya dibawah 15
tahun
19 6 - - -
3 Penerapan delik pencucian uang, dalam rangka menerapkan tools
yang dibolehkan oleh UU TPPU untuk asset tracing dan asset
recovery terhadap hasil kejahatan yang disita/dirampas jumlahnya
sudah sangat besar (menurut APH).
8 9 - 8 -
4 Penerapan delik pencucian uang, dalam rangka menerapkan tools
yang dibolehkan oleh UU TPPU untuk asset tracing dan asset
recovery terhadap hasil kejahatan yang disita/dirampas jumlahnya
belum maksimal.
22 3 - - -
Ket:
1: Sangat Penting
2: Penting
3: Kurang Penting
4: Tidak Penting
5: Tidak Perlu
Kriminalisasi Pencucian Uang dimaksudkan bukan semata-mata untuk tujuan pemidanaan, tetapi juga
dalam rangka memaksimalkan nilai aset hasil kejahatan yang dapat dirampas.
Tolok ukur efektivitas penanganan perkara pencucian uang dapat dilihat pada beberapa aspek, yaitu:
• Aspek Hukum;
• Aspek Penegak Hukum
• Aspek Sarana-Prasarana, dan
• Aspek Kebudayaan Hukum.Penerapan Delik Pencucian Uang selalu urgen dikarenakan dengan menerapkan delik pencucian uang,
maka:
• Dalam konteks pemidanaan, penerapan TPPU dapat digunakan untuk memaksimalkan ancaman
pidana yang dapat dijatuhkan, dan dimungkinkan pula dilakukan penuntutan TPPU Tanpa harus
menunggutTerbuktinyaTindak Pidana Asal Terlebih Dahulu; dan
• Dalam konteks Asset Recovery, penerapan TPPU dapat menggunakan instrumen-instrumen asset
tracing yang terdapat dalam UU TPPU yang dapat bermuara pada memaksimalkan asset recovery.
Tantangan penegakan hukum:
Perubahan sistem politik & ekonomi
Keterbatasan anggaran
penegakan hukum
Sistem penegakan hukum harus lebih efektif &
efisien
Tujuan hukum pidana
Hukum pidana berfungsi melayani kepentingan sosial
Pidana adalah upaya terakhir
Kondisi yang lebih berkeadilan (social welfare)
Tujuan & Alasan pemidanaan TPPU
tujuan
• Sistem keuangan sehat
alasan
• Mala in se
instrumen
• Penjara & rampas aset
Tolok ukur efektiftas penegakan hukum TPPU:
Social welfare
Sistem peradilan cepat, sederhana,
biaya ringan
Sistem keuangan
sehat
Paradigma penegakan hukum TPPU
pidana
Asset recovery
Kondisi berkeadilan
guna wujudkan Social welfare
Penerapan sanksi pidana terhadap delik TPPU mensyaratkan adanya mens rea:
Mens rea
menghendaki
mengetahui
Tidak ada mens rea
Tidak ada delik
Tidak ada sanksi pidana
Syarat harus adanya Mens Rea (Pasal 3, 4, 5 UU No. 8 tahun 2010 & FATF Standards):
Pasal 3,4,5
yang diketahuinya atau
patut
diduganya merupakan hasil TPPU
Rekomendasi poin 2, FATF
Standards
Setiap negara harus menjamin
terpenuhinya niat & pengetahuan pelaku
Dibuktikan sesuai kondisi faktual obyektif
top related