two-way symmetric
Post on 02-Dec-2021
5 Views
Preview:
TRANSCRIPT
15 Universitas Kristen Petra
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Excellence dalam Public Relations
Teori excellence berangkat dari empat model dari yang dikemukakan oleh
Grunig & Hunt (1984), yaitu press agentry, public information, two-way
asymmetric, dan two-way symmetric. Keempat model tersebut dibuat berdasarkan
empat dimensi utama, yaitu arah komunikasi, keseimbangan kepentingan antara
kedua pihak (tujuan), saluran, dan dimensi etis (Kriyantono, 2014, p.90).
Menurut Fawkes (2004), Grunig & Hunt (1984), dan Harrison (2009),
two-way symmetric adalah model yang ideal karena mengutamakan dialog
secara penuh dengan publiknya serta fokus pada upaya membangun hubungan dan
pemahaman bersama. Dengan kata lain, organisasi menganggap publik bukan
sebatas ‘penerima’ yang pasif tapi publik juga dapat berubah peran sebagai
‘sumber’. Di sini terjadi pertukaran peran (sebagai sumber dan penerima) secara
dialogis antara organisasi dan publik (Kriyantono, 2014, p.96). Dikatakan juga
model komunikasi ini digunakan untuk mengelola konflik dan meningkatkan
pemahaman publik-publik strategis. Negosiasi bersama publik lebih diperlukan
dan lebih efektif dibanding mencoba kekuatan untuk mengubah publik (Ardianto,
2009, p.232-233).
Arus informasi
Organisasi Praktisi PR Publik
Gambar 2.1 Peran Public Relations dalam Model Two-way symmetric
Sumber: Olahan peneliti, 2018
Teori excellence menganggap bahwa Public Relations sebagai profesional
yang melaksanakan peran sebagai manajer yang menggunakan penelitian dan
dialog untuk membangun hubungan yang sehat dengan publiknya. Dengan kata
lain, Public Relations adalah fungsi manajemen yang membantu organisasi
16 Universitas Kristen Petra
berinteraksi dengan komponen sosial dan politik di lingkungannya. Peran sebagai
manajer ini, menurut Lattimore, dkk (2007) mencakup tiga hal (Kriyantono, 2014,
p. 106-107), yaitu:
a. Expert presciber
Public Relations berperan sebagai konsultan untuk mendeskripsikan
masalah yang dihadapi, memberikan pilihan solusi, dan mensupervisi
proses pemecahan masalah tersebut
b. Communication facilitator
Public Relations berperan sebagai penjaga gerbang yang menghubungkan
organisasi dan lingkungannya melalui komunikasi dua arah
c. Problem solving facilitator
Public Relations adalah partner manajemen senior untuk mengidentifikasi
dan menyelesaikan masalah
Teori excellence menjelaskan peran Public Relations menyediakan saluran
komunikasi yang dua arah timbal balik, yang memungkinkan organisasi dan
publik berbagi informasi dan menyampaikan gagasan. Agar peran ini berjalan
baik, Public Relations dituntut tidak berfokus hanya sebagai teknisi komunikasi
yang banyak melakukan pekerjaan teknis menyampaikan pesan. Tetapi Public
Relations lebih dituntut melaksanakan peran manajer, yaitu peran yang lebih
fokus pada perencanaan strategi mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah dan
merumuskan strategi komunikasi untuk menjalin hubungan dengan publik serta
mengevaluasi upaya pencapaian tujuan organisasi. Selain itu, Public Relations
mengevaluasi dan membuat dan membuat perencanaan tentang program-program
Public Relations untuk berkomunikasi dengan publiknya (Kriyantono, 2014,
p115).
Teori ini menunjukkan bahwa Public Relations berkontribusi dalam
membangun hubungan yang baik dengan lingkungannya. Dan kualitas Public
Relations dapat diukur dengan cara mengevaluasi kualitas hubungan antara
organisasi dan publiknya yaitu serial terus-menerus yang secara perlahan
membuat kedua pihak terintegrasikan sehingga sulit menentukan titik awal dan
akhir hubungan.
17 Universitas Kristen Petra
2.2 Public Relations
2.2.1 Definisi Public Relations
Definisi mengenai Public Relations sangatlah beragam. Banyak pakar
yang merumuskan mengenai definisi Public Relations atau singkatnya PR karena
perbedaan latar belakang dan sudut pandang para pakar dan praktisi di bidang
Public Relations. Ditambah lagi setiap tahunnya bidang keilmuan komunikasi,
khususnya Public Relations, terus berubah dan menyesuaikan seiring berjalannya
jaman. Berikut penulis mengutip beberapa definisi oleh para pakar yang paling
cocok dengan penelitian yang akan dilakukan. Menurut The British Institute of
Public Relations dalam Frank Jefkins (2003) dan dalam Ruslan Rosady (2007)
bahwa:
1. “Public Relations activity is management of communications between an
organization and its public.” (Aktivitas PR adalah mengelola komunikasi
yang terjalin antara organisasi dan publiknya) (Ruslan, 2007, p.17).
2. “Public Relations practice is deliberate, planned and sustain efforts to
establish and maintain mutual understanding between an organizational and
its public.” (Praktek PR adalah keseluruhan upaya yang dilakukan secara
terencana dan berkesinambungan dalam rangka menciptakan dan memelihara
niat baik (good-will) dan saling pengertian antara suatu organisasi dengan
segenap khalayak) (Jefkins, 2003, p.9).
Cutlip, Center, and Brown (2009, p.4) menyatakan bahwa “Public
Relations is the management function which evaluates public attitudes, identifies
the policies and procedures of an individual or an organization with the public
interest, and plans and executes a program of action to earn public understanding
and acceptance”. Dikatakan juga bahwa Public Relations menjalankan fungsi
manajemen yang membangun dan mempertahankan hubungan yang baik dan
bermanfaat antara organisasi dengan publik yang mempengaruhi kesuksesan dan
kegagalan organisasi tersebut (p.6).
2.2.2 Fungsi Public Relations
Fungsi utama PR pada umumnya adalah menumbuhkan dan
mengembangkan hubungan baik antara perusahaan dengan publiknya, dalam
18 Universitas Kristen Petra
rangka menanamkan pengertian, menumbuhkan motivasi dan partisipasi publik
dalam upaya membangun hubungan yang harmonis juga menciptakan yang
menguntungkan lembaga organisasi.
Beberapa pakar menuturkan fungsi-fungsi PR melihat dari fenomena yang
ada. Menurut Elvinaro (2009, p.181), Public Relations memiliki fungsi sebagai
anggota koalisi manajemen, perpaduan antara identitas, citra, dan reputasi.
Berbagai perubahan atau pergeseran nilai diatas tentunya berdampak pula
terhadap peranan dan fungsi PR sebagai jembatan dan komunikator sebuah
organisasi atau perusahaan, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman antara
organisasi atau perusahaan dengan masyarakat.
Menurut Kasali dalam Ruslan (2004, p.11), mengatakan bahwa:
“Fungsi manajemen dalam konsep Public Relations bertujuan
menciptakan dan mengembangkan persepsi terbaik bagi suatu lembaga,
organisasi, perusahaan, atau produknya terhadap segmen masyarakat yang
kegiatannya langsung atau tidak langsung mempunyai dampak bagi masa
depan organisasi, lembaga, perusahaan atau produknya”.
Kemudian Anne van der Meiden dalam Rumanti (2002, p.204) juga
mengemukakan fungsi utama dari Public Relations, yaitu:
1. Menumbuhkan, mengembangkan hubungan baik antara organisasi
perusahaan dengan publiknya baik internal maupun eksternal.
2. Menanamkan pengertian, menumbuhkan motivasi, dan meningkatkan
partisipasi publik.
3. Menciptakan opini publik yang menguntungkan organisasi/perusahaan
dan publik.
2.2.3 Kegiatan Public Relations
Public Relations mempunyai banyak peran penting, salah satu peran utama
Public Relations adalah sebagai komunikator perusahaan, lembaga, organisasi,
atau perorangan yang diwakilinya oleh publiknya, baik internal maupun eksternal.
Menurut H. Fayol dikutip dari Ruslan (2007, p. 23-24) mengemukakan beberapa
kegiatan Public Relations, antara lain:
19 Universitas Kristen Petra
1. Membangun citra dan identitas perusahaan (building corporate image and
identity).
Kegiatan membangun citra dan identitas terbagi atas:
a. Menciptakan citra dan identitas perusahaan yang positif.
b. Mendukung kegiatan komunikasi timbal balik atau komunikasi dua arah
dengan berbagai pihak.
2. Menghadapi krisis (facing crisis)
Kegiatan dalam menghadapi krisis yakni menangani keluhan (complaint)
dan menghadapi krisis yang terjadi dalam membentuk manajemen krisis dan
Public Relations Recovery of Image, yang bertugas memperbaiki lost of image
dan damage.
3. Promosi masalah kemasyarakatan (promotion of public causes)
Kegiatan mempromosikan masalah kemasyarakatan ini terbagi atas:
a. Mengkampanyekan masalah yang menyangkut kepentingan publik.
b. Mendukung kegiatan kampanye sosial.
Dalam penelitian ini, kegiatan pembibitan dalam rangka program
Corporate Social Responsibility Agroforestry PT ANTAM (Persero) Tbk. UBPN
Sultra termasuk dalam kegiatan Public Relations dalam hal promosi masalah
kemasyarakatan, yaitu mengenai pengelolaan lahan kurang produktif serta
mendukung dalam segi pelaksanaan kegiatan pembibitan bagi para komunitas tani
di Kecamatan Pomalaa.
2.2.4 Publik atau Khalayak Public Relations
Stakeholders yang secara harfiah diartikan sebagai pemangku kepentingan
dibagi berdasarkan lingkup aktifitasnya sebagai berikut:
1. Publik internal dan eksternal
Publik internal adalah publik yang berada di dalam lembaga, seperti para
karyawan dan keluarganya, satpam, penerima telepon, supervisor,
manajer, pemegang saham, dan sebagainya. Sedangkan publik eksternal
adalah mereka yang berkepentingan terhadap lembaga yang berada diluar
lembaga, seperti penyalur, pemasok, bank, pemerintah, komunitas, pers,
dan sebagainya.
20 Universitas Kristen Petra
2. Publik primer, sekunder, dan marjinal
Tidak semua stakeholders perlu diperhatikan lembaga. Sehingga perlu
disusun suatu kerangka prioritas. Yang paling penting, disebut publik
primer, yang kurang penting disebut publik sekunder, dan yang dapat
diabaikan adalah publik marginal.
3. Publik tradisional dan masa depan
Bagi sebuah lembaga, karyawan dan konsumen (masyarakat pengguna
langsung jasa/layanan lembaga) adalah publik tradisional, sedangkan
mahasiswa, peneliti, konsumen potensial, atau pejabat pemerintah adalah
publik masa depan.
4. Proponents, opponents dan uncommitted
Diantara publik terdapat kelompok yang menentang lembaga (opponents),
dan memihak (proponents) dan ada yang tidak peduli (uncommited).
5. Silent majority dan vocal minority
Dilihat dari aktifitas publik dalam mengajukan komplain atau mendukung
lembaga, dapat dibedakan antara yang vokal (aktif) dan yang silent (pasif).
Publik penulis di surat kabar umumnya adalah the vocal minority, yaitu
aktif menyuarakan pendapatnya, namun jumlahnya tak banyak. Sedangkan
mayoritas pembaca adalah pasif sehingga tak kelihatan suara atau
pendapatnya (Soemirat, 2002, p.15).
Clarke (2008, p.171) juga membagi publik perusahaan atau stakeholder
menjadi dua bagian, yaitu contractual stakeholder dan community stakeholders.
Contractual stakeholder merupakan kelompok yang berada dan bekerja di dalam
perusahaan. Sedangkan community stakeholder adalah kelompok yang berada di
luar perusahaan.
21 Universitas Kristen Petra
Tabel 2.1 Teori Publik
Contractual Stakeholder Community Stakeholder
Shareholder (pemegang saham) Consumers (konsumen)
Employees (karyawan) Regulators
Customers (pelanggan) Government (pemerintah)
Distributors (distributor) Pressure groups (kelompok penekan)
Suppliers (pemasok bahan) The media (media)
Lenders (pemberi pinjaman) Local communities (komunitas lokal)
Sumber: Olahan peneliti, 2017
Di dalam penelitian ini, tiga komunitas tani yang berada di tiga desa yang
menjadi target sasaran kegiatan pembibitan adalah community stakeholder yang
berkarakteristik sebagai publik eksternal dan primer bagi perusahaan.
2.3 Komunitas
Komunitas memiliki makna kumpulan individu yang mendiami lokasi
tertentu dan biasanya terkait dengan kepentingan yang sama (Iriantara, 2004,
p.22). Taylor (dalam Muthuri, Chapple, dan Moon, 2009, p.432) mendefinisikan
komunitas sebagai sebuah "hubungan antara unsur-unsur ‘lokalitas’, 'pengaturan
kepentingan' dan 'tindakan bersama’". Kemudian menurut Kasali (dalam
Wibisono 2007, p.102) bahwa komunitas merupakan masyarakat yang tinggal,
hidup, dan berusaha di sekitar lokasi pabrik atau kantor perusahaan.
Menurut Steward E. Perry dalam Irianta (2004, p.24) memandang ada dua
makna komunitas, yaitu: Pertama, komunitas sebagai kategori yang mengacu pada
orang yang saling berhubungan berdasarkan nilai-nilai dan kepentingan bersama
yang khusus. Kedua, secara khusus menunjuk pada satu kategori manusia yang
berhubungan satu sama lain karena didasarkan pada lokalitas tertentu yang sama,
yang karena kesamaan lokalitas itu secara tidak langsung membuat mereka
mereka mengacu pada kepentingan dan nilai-nilai yang sama.
Komunitas menjadi penting keberadaannya dikarenakan komunitas juga
turut berperan penting dalam keberhasilan perusahaan tersebut. Komunitas yang
berada di sekitar perusahaan memiliki pengaruh besar dan langsung pada kinerja
22 Universitas Kristen Petra
organisasi secara keseluruhan (Iriantara, 2004, p.32). Kasali dalam Wibisono
(2007, p.102-103) mengungkapkan bahwa kerap kali terjadi perselisihan antara
perusahaan dengan komunitas atau masyarakat sering berbuntut panjang.
Biasanya muncul dalam bentuk pemerasan, ancaman, hingga kriminalitas, dan
tidak sedikit yang mempolitisasi keadaan. Karena itu, perusahaan melakukan
komunikasi dengan komunitas atau masyarakat agar mereka dapat berhubungan
timbal balik. Termasuk di dalamnya meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan
mereka sehingga bisa difungsikan sebagai sumber tenaga kerja di perusahaan
(atau menciptakan lapangan kerja di sekitar perusahaan).
Ketiga komunitas tani yang terdapat di tiga desa pada Kecamatan Pomalaa
merupakan masyarakat di wilayah Ring I perusahaan. Dikategorikan sebagai
komunitas perusahaan karena ketiga komunitas tani tersebut merupakan
masyarakat yang tinggal, hidup, dan berusaha di sekitar lokasi perusahaan.
2.4 Evaluasi Kegiatan dan Public Relations
Dalam buku Panduan Lengkap dan Perencanaan CSR, SCF berpendapat
bahwa “Evaluasi adalah penilaian pada waktu tertentu terhadap dampak dari
sebuah pekerjaan dan sejauh mana tujuan yang sudah ditetapkan telah dicapai”
(Rachman, Efendi, Wicaksana, 2011, p.216).
Evaluasi adalah kegiatan yang proaktif dan bervisi panjang. Penekanan
dalam efektivitas pengembangan program secara kuat menggambarkan bahwa
informasi yang dikumpulkan di kegiatan dapat digunakan untuk beradaptasi pada
kegiatan di masa depan (McNamara dan Wasesa, 2010, p.281).
Brown, et. al (2015, p.64) juga mengemukakan bahwa, “Evaluation is in
part an essential management function of information gathering and feedback
through which processes can be improved, goals more effectively attained, and by
which organizations can learn and adapt. To 'evaluate' is also to place a value on
something, or to pass judgment on its quality, effectiveness or worth.”
Menurut Gregory (2004, p.138) evaluasi adalah proses yang berkelanjutan
jika kita berbicara tentang program berjangka panjang. Jika dilaksanakan dengan
benar, evaluasi memudahkan anda untuk mengendalikan kegiatan Public
Relations.
23 Universitas Kristen Petra
Dalam aktivitasnya, Public Relations memiliki empat tahapan (Rumanti,
2002, p.8), yaitu:
1. Penelitian yang didahului penemuan, analisis, pengolahan data dan
sebagainya
2. Perencanaan yang direncanakan
3. Pelaksanaan yang tepat
4. Evaluasi
Dalam pengaturan dan pelaksanaan program dari kegiatan Public
Relations, seorang Public Relations dapat mengacu pada empat tahapan proses
Public Relations yang dimulai dengan mendefinisikan problem (peluang),
perencanaan dan pemrograman, mengambil tindakan dan berkomunikasi, serta
mengevaluasi program (Cutlip, 2009, p.320).
Gambar 2.2 Empat Proses Proses Public Relations
Sumber: Cutlip, Center, Broom (2009)
2.5 Corporate Social Responsibility
2.5.1 Definisi Corporate Social Responsibility
Corporate Social Responsibility atau yang disingkat menjadi CSR
memiliki banyak definisi dari para ahli. Salah satunya dikemukakan oleh Ghana
yang mendefinisikan CSR sebagai berikut: “CSR is about capacity building for
sustainable livelihood. It respect cultural differences and finds the business
opportunities in building the skill of employees, the community and the
24 Universitas Kristen Petra
government”. Definisi ini memberikan penjelasan secara lebih dalam bahwa
sesungguhnya CSR adalah kapasitas pembangunan untuk kehidupan
berkelanjutan. CSR menghargai perbedaan budaya dan menemukan peluang-
peluang bisnis dalam membangun keterampilan, komunitas dan pemerintah
(Elvinaro dan Dindin, 2011, p.37).
World Business Council (2005) dalam Banerjee (2008, p.15) juga
mengemukakan definisi CSR yaitu “the commitment of business to contribute to
sustainable economic development working with employees, their families, the
local community and society at large to improve their quality of life.” Yang
dimana definisi ini menekankan peningkatan kualitas hidup para pekerja, keluarga
pekerja, dan komunitas lokal secara berkelanjutan merupakan sebuah komitmen
dari perusahaan.
Dituliskan oleh Ardianto (2011, p.39-40) bahwa CSR terhadap lingkungan
yang pertama kali dikemukakan oleh Howard R. Bowen, dikemukakan dalam
konsep cost benefit ratio versus social benefit ratio, yaitu setiap perusahaan
berskala besar hendaknya jangan hanya bermotivasi mencapai profit sebesar-
besarnya dengan membandingkan cost dan benefit (least cost combination), tanpa
sama sekali melihat ratio antara cost dengan social benefit (manfaat sosial),
keberadaan perusahaan terhadap lingkungan. Diingatkan, jangan sampai
perusahaan berskala besar menjadi enclave (pulau) di tengah-tengah samudra
kemiskinan, atau perusahaan tidak mampu menjadi sentral pertumbuhan ekonomi
lingkungan. Menjadikan perusahaan berskala besar menjadi pusat pertumbuhan
dan perkembangan lingkungan merupakan tanggung jawab sosial perusahaan
berskala besar.
Secara konseptual, tanggung jawab sosial perusahaan adalah sebuah
pendekatan di mana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dalam
operasi bisnis dan interaksi mereka dengan para pemangku kepentingan
(stakeholders) berdasarkan prinsip kesukarelaan dan kemitraan (Nuryana dalam
Suharto, 2007, p.102).
Pemahaman tentang CSR pada umumnya berkisar pada tiga hal pokok,
yaitu CSR adalah: pertama, suatu peran yang sifatnya sukarela (voluntary) dimana
suatu perusahaan membantu mengatasi masalah sosial dan lingkungan, oleh
25 Universitas Kristen Petra
karena itu perusahaan memiliki kehendak bebas untuk melakukan atau tidak
melakukan peran ini; Kedua, disamping sebagai institusi profit, perusahaan
menyisihkan sebagian keuntungannya untuk kedermawanan (filantrophy) yang
tujuannya untuk memberdayakan sosial dan perbaikan kerusakan lingkungan
akibat eksplorasi dan eksploitasi. Ketiga, CSR sebagai bentuk kewajiban
(obligation) perusahaan untuk peduli terhadap dan mengentaskan krisis
kemanusiaan dan lingkungan yang terus meningkat (Marnelly, 2012, p.52).
Sebelum diterapkannya UU Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas Pasal 74, penerapan CSR dipersepsi voluntary dan hanya “sekedar”
menampilkan sikap baik (do good, to look good). Padahal hakikat keberadaan
CSR tidak hanya bersifat sesaat, namun berkesinambungan dan untuk kepentingan
perusahaan dalam jangka panjang. Setelah diterapkan UU Nomor 40 tahun 2007,
menyadarkan semua pihak (stakeholders) bahwa penyelenggaraan CSR
mencerminankan implementasi dari prinsip Good Coorporate Governance (GCG)
yang menerapkan prinsip keterbukaan, transparansi, akuntanbilitas, kewajaran dan
pertanggungjawaban dalam suatu perusahaan. Adapun pola penyelenggaraan CSR
yang diterapkan oleh di perusahaan-perusahaan Indonesia saat ini dibedakan
menjadi 4 (empat) macam pola berikut:
1. Perusahaan menjalankan program CSR secara langsung dengan
menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial ke masyarakat tanpa perantara.
Untuk menjalankan tugas ini, perusahaan bisa menugaskan salah satu
pejabat seniornya, seperti corporate secretary atau public affair manager
atau menjadi bagian tugas divisi human resources development atau public
relations.
2. CSR bisa dilakukan oleh yayasan atau organisasi sosial milik perusahaan
atau groupnya. Perusahaan mendirikan yayasan atau organisasi sosial
sendiri di bawah perusahaan atau grupnya yang dibentuk secara terpisah
dari organisasi induk perusahaan namun tetap harus bertanggung jawab ke
CEO atau dewan direksi. Model ini merupakan adopsi yang lazim
dilakukan di negara maju. Disini perusahaan menyediakan dana awal,
dana rutin atau dana pribadi yang dapat digunakan untuk operasional
yayasan.
26 Universitas Kristen Petra
3. Sebagian besar perusahaan di Indonesia menjalankan CSR melalui
kerjasama atau bermitra dengan pihak lain. Perusahaan menyelenggarakan
CSR melalui kerjasama dengan instrasi pemerintah, perguruan tinggi,
LSM, atau lembaga konsultan baik dalam mengelola dana maupun dalam
melaksanakan kegiatan sosial. Contoh, perusahaan yang telah melakukan
pola ini adalah PT. Unilever, dan PT. Pertamina.
4. Beberapa perusahaan bergabung dalam konsorsium untuk bersama-sama
menjalankan CSR. Perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau
mendukung suatu lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan sosial
tertentu. Pihak konsorsium yang dipercaya oleh perusahaan-perusahaan
yang mendukungnya akan secara proaktif mencari kerjasama dari berbagai
kalangan dan kemudian mengembangkan program yang disepakati.
Dalam upaya menjamin agar pelaksanaan CSR dapat berjalan secara
berkesinambungan dan berkontribusi dalam pembangunan ekonomi, maka
dirasakan masih perlu adanya model CSR yang efektif untuk mencapai tujuan
yang diharapkan, adanya pengaturan SDM dan institusi yang terlibat untuk
melaksanakan CSR dengan benar, adanya peraturan dan kode etik yang jelas, dan
adanya dukungan sektor publik agar pelaksanaan CSR oleh perusahaan berjalan
dengan baik (Susiloadi 2008:129).
Dalam buku The Handbook of Communication and Corporate Social
Responsibility, Clark (2000) mengemukakan bahwa pekerjaan PR selaras
kebanyakan literatur CSR yang mengklaim perusahaan dapat bersikap responsif
dan interaktif serta reaktif terhadap kebutuhan sosial masyarakat. Grunig (1992)
juga mengemukakan sebuah prinsip utama Public Relations bahwa sangat penting
untuk bersikap etis kepada masyarakat karena memungkinkan banyaknya
perspektif untuk dimasukkan ke dalam keputusan organisasi (Bartlett, 2014, p.71).
Menjadi jelas bahwa CSR atau tanggung jawab sosial perusahaan kepada
pemangku kepentingan untuk berlaku etis, meminimalkan dampak negatif dan
memaksimalkan dampak positif yang mencakup aspek ekonomi, sosial dan
lingkungan (triple bottom line: people, profit, planet) dalam rangka mencapai
tujuan pembangunan berkelanjutan (Wibisono, 2007, p.32).
27 Universitas Kristen Petra
2.5.2 Konsep Triple Bottom Line
Elkington (dalam Wibisono, 2007. p.33-34) memberi pandangan bahwa
perusahaan yang ingin berkelanjutan haruslah memperhatikan “3P”, yaitu:
1. Profit (keuntungan)
Profit merupakan unsur terpenting dan menjadi tujuan utama dari setiap
kegiatan usaha. Profit sendiri hakikatnya merupakan tambahan
pendapatan yang dapat digunakan untuk menjamin keberlangsungan
hidup perusahaan, sedangkan aktivitas yang dapat ditempuh untuk
mendongkrak profit antara lain dengan meningkatkan produktivitas dan
melakukan efisiensi biaya.
2. People (masyarakat)
Menyadari bahwa masyarakat sekitar perusahaan merupakan salah satu
stakeholder penting bagi perusahaan, karena dukungan masyarakat
sekitar sangat diperlukan bagi keberadaan, keberlangsungan hidup, dan
perkembangan perusahaan, maka sebagai bagian yang tak terpisahkan
dengan masyarakat lingkungan, perusahaan perlu berkomitmen untuk
berupaya memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat.
Perlu disadari bahwa operasi perusahaan berpotensi memberikan dampak
kepada masyarakat, karenanya perusahaan untuk melakukan berbagai
kegiatan yang menyentuh kebutuhan masyarakat.
3. Planet (lingkungan)
Lingkungan adalah sesuatu yang terkait dengan seluruh bidang kehidupan
kita. Hubungan kita dengan lingkungan adalah hubungan sebab akibat,
dimana jika kita merawat lingkungan, maka lingkungan pun akan
memberikan manfaat kepada kita sebaliknya, jika kita merusaknya, maka
kita akan menerima akibatnya.
28 Universitas Kristen Petra
Gambar 2.3 Konsep Triple Bottom Line
Sumber: Olahan peneliti, 2018
2.5.3 Tiga Prinsip Utama Corporate Social Responsibility
Menurut David Crowther (2010) mengungkapkan bahwa identifikasi
kegiatan
CSR melalui 3 prinsip utama yakni:
1. Sustainability (Keberlanjutan)
Prinsip ini berkaitan dengan tindakan yang dilakukan sekarang yang
dikemudian hari dapat berdampak atau berpengaruh terhadap langkah-
langah yang dapat kita ambil di masa depan. Jika sumber daya yang kita
gunakan dimasa sekarang tidak lagi tersedia, dimasa datang dimana
sumber daya tersebut dikatakan terbatas dalam jumlah. Maka dari itu,
pada saat tertentu sumber daya alternatif dibutukan untuk sekedar
memenuhi fungsi dari sumber daya yang ada saat ini. Hal ini berdampak
baik bagi organisasi dimana mereka dapat mengendalikan biaya dengan
menggunakan sumber daya atau bahan yang mereka sediakan sendiri dari
pada mencarinya dari luar. Jadi, tujuan utamanya adalah melakukan
kegiatan yang berkelanjutan untuk masa yang akan datang.
Adapun 7 strategi dalam isu-isu keberlanjutan adalah:
• Pertumbuhan yang berkelanjutan
• Merubah kualitas pertumbuhan
• Pemenuhan kebutuhan yang esensi seperti pekerjaan, makanan,
energi, air dan sanitasi
• Pemeliharaan dan peningkatan basis sumber daya
3P
People (sosial)
Profit (ekonomi) Planet (lingkungan)
29 Universitas Kristen Petra
• Orientasi teknologi terus menerus dan mampu mengatur resiko
• Menggabungkan lingkungan dan ekonomi dalam pengambilan
keputusan
2. Accountability (Pertanggung Jawaban)
Dalam sebuah organisasi mengenali setiap aktivitas yang langsung
maupun tidak langsung yang berdampak pada lingkungan luar atau
diartikan sebagai bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan.
Konsep ini berlaku dengan mengkuatifikasikan akibat apa saja yang dapat
timbul dari tindakan yang diambil baik internal organisasi maupun
external. Lebih kepada pelaporan terhadap stakeholder yang berhubungan
dan menjelaskan bagaimana keterkaitannya antara aktifitas yang dilakukan
terhadap stakeholders.
3. Transparency (Keterbukaan)
Merupakan sebuah prinsip dimana sebuah dampak eksternal dilaporkan
secara nyata tanpa disembunyikan. Transparency merupakan prinsip yang
berkaitan dengan kedua prinsip CSR dan dapat dikatakan sama dengan
proses pengenalan tanggung jawab terhadap efek yang dapat ditimbulkan
oleh pihak luar (stakeholder) atau sama dengan process transfer kekuatan
ke stakeholder atau stakeholder dengan sadar dapat menjalankan dirinya
sebagai fungsi pengawasan karena organisasi melakukan prinsip
keterbukaan dalam setiap kegiatan yang berdampak (Sari, 2013, p.5-6).
2.5.4 Pilar Aktivitas Corporate Social Responsibility
Prince of Wales International Business Forum dalam Wibisono (2007,
p.119) mengemukakan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan diukur
menggunakan lima pilar aktivitas Corporate Social Responsibility, yaitu:
1. Building human capital
Berkaitan dengan internal perusahaan untuk menciptakan sumber daya
manusia yang andal. Di sisi lain, perusahaan juga dituntut melakukan
pemberdayaan masyarakat.
2. Strengthening economies
30 Universitas Kristen Petra
Perusahaan harus memberdayakan ekonomi masyarakat sekitarnya agar
terjadi pemerataan kesejahteraan masyarakat.
3. Assessing social cohesion
Upaya menjaga keharmonisan dengan masyarakat sekitar agar tidak
menimbulkan konflik.
4. Encouraging good governance
Perusahaan dalam menjalankan bisnisnya mengacu pada Good Corporate
Governance (GGG).
5. Protecting the environment
Mengharuskan perusahaan untuk menjaga lingkungan sekitarnya.
2.7 CSR BUMN
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memiliki peran sosial yang dapat
dilihat dari dimensi ganda yang melekat. Sebagaimana hasil diskusi Kelompok
Tangier (1981), dua dimensi tersebut adalah dimensi badan usaha dan dimensi
publik. Dimensi badan usaha bertautan dengan konsep komersial, return of
investment, pemasaran produk, pendapatan, kewirausahaan, dan akuntansi.
Sementara dimensi publik BUMN mengisyaratkan bukan saja pemilikan dan
pengawasannya oleh publik, tetapi juga menggambarkan konsep mengenai
”public purpose” (bertujuan publik dan/atau masyarakat sebagai ‘sasaran’) dan
“public interest” (berorientasi pada kepentingan masyarakat) (Nursahid, 2006,
p.30-31).
Selain untuk memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian
nasional, penerimaan negara dan mengejar keuntungan, salah satu maksud dan
tujuan pendirian BUMN adalah “turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan
kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat. Hal
tersebut tercantum pada UU Nomor 19 Tahun 2003. Selaras dengan UU Nomor
19 Tahun 2003, dikeluarkan juga Keputusan Menteri Nomor: KEP-
236/MBU/2003 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan
Program Bina Lingkungan. Keputusan tersebut mengatur dua hal pokok, yaitu
penyelenggaraan Program Kemitraan dan Program Bina Lingkunngan oleh
BUMN atau sering disingkat PKBL. Program Kemitraan adalah program untuk
31 Universitas Kristen Petra
meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui
pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Sementara Program Bina Lingkungan
adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN di wilayah
usaha BUMN yang bersangkutan melalui pemanfaatan dana dari sumber yang
sama (Nursahid, 2006, p.69-70).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas Pasal 74 Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan menuliskan
bahwa: “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau
berkaitan dengan sumber daya alam, wajib melalukan tanggung jawab sosial dan
lingkungan.” Disebut juga bahwa perseroan sebagai pilar ekonomi membantu
pemerintah menciptakan kesejahteraan masyarakat yang berada di sekitar
perseroan.
Perihal PKBL, BUMN dapat menyisihkan sebagian laba bersih perusahaan
guna pembinaan usaha kecil/koperasi serta pembinaan masyarakat sekitarnya. Hal
tersebut diatur dalam Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-09/MBU/07/2015
yang kemudian disempurnakan menjadi PER-03/MBU/12/2016. Dana PKBL
bersumber dari penyisihan sebagian laba bersih BUMN dan/atau anggaran yang
diperhitungkan sebagai biaya pada BUMN dengan persentase paling banyak 4%
(empat persen) dari proyeksi laba bersih tahun sebelumnya.
2.8 Evaluasi Kegiatan
Pada akhirnya, inisiatif CSR adalah tentang menciptakan perubahan.
Program CSR yang efektif tertuang dalam unit-unit kegiatan dan harus memiliki
dampak positif pada masyarakat dan perusahaan serta memberi manfaat bagi
masyarakat. Begitu pelaksanaan kegiatan telah selesai, pengaruhnya dapat
dievaluasi. Evaluasi didasarkan pada tujuan yang terukur. Pengumpulan data
dilakukan untuk menentukan apakah kegiatan yang dilaksanakan telah mencapai
tujuan yang sudah ditetapkan. Feedback dari stakeholders berguna juga karena
dapat memberikan wawasan untuk menyempurnakan keseluruhan proses kegiatan.
Evaluasi adalah proses formal dari berbagai kegiatan Public Relations.
Perusahaan dan stakeholders harus menilai apakah tujuan yang dinyatakan di awal
perencanaan program telah tercapai.
32 Universitas Kristen Petra
Aspek-aspek yang perlu dinilai dalam evaluasi program/kegiatan CSR
antara lain adalah (Wibisono, 2007, p.149):
a. Persiapan kegiatan
b. Kemungkinan tindak lanjut, perluasan atau penghentian kegiatan
c. Kemungkinan melakukan modifikasi kegiatan
d. Temuan tentang dukungan masyarakat, kekuatan politik atau kelompok
profesi terhadap kegiatan
e. Temuan tentang hambatan yang berasal dari masyarakat, kelompok politik
atau profesi
f. Hasil (outcome) program
Menurut Lindenmann (2003), outcomes dapat berupa kognisi, pengaruh,
dan perilaku target sasaran. Dengan tujuan mendukung keseluruhan tujuan
dan sasaran organisasi. Stacks dan Bowen (2013) mengemukakan terdapat
lima tingkat perubahan (outcomes) yang dapat diukur, yaitu: kesadaran
(awareness), pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), pendapat
(opinion), dan tingkat perilaku (behavior levels) (Schriner, Swenson,
Gilkerson, 2017, p.4).
2.9 Studi Kasus
Studi kasus adalah metode riset yang menggunakan berbagai sumber data
(sebanyak mungkin) yang bisa digunakan untuk meneliti, menguraikan dan
menjelaskan secara komprehensi berbagai aspek individu, kelompok, suatu
program, organisasi atau peristiwa secara sistematis (Kriyantono, 2010, p.65).
Studi kasus merupakan penelitian yang mengeksplorasi suatu sistem yang
terikat atau sebuah kasus (atau bisa jadi beberapa kasus) yang terjadi selama
kurun waktu tertentu melalui pengumpulan data yang mendalam dan terperinci
dari berbagai sumber informasi yang dapat dipercaya kebenaran persaksiannya.
Pengumpulan informasi dalam studi kasus dapat dilakukan dengan melakukan
wawancara pada informan, observasi lapangan langsung, serta berbagai dokumen
serta laporan yang sudah ada sebelumnya dan bahan materi berbentuk
audiovisual (Cresswell, 2015, p.36).
33 Universitas Kristen Petra
Stake (dalam Creswell, 2015, p.139) membedakan studi kasus menjadi 3
jenis, yaitu:
1. Studi kasus instrumental tunggal: Peneliti menfokuskan pada isu atau
persoalan, kemudian memilih satu kasus terbatas untuk mengilustrasikan
persoalan ini.
2. Studi kasus kolektif atau majemuk: Satu itu atau persoalan juga dipilih,
tetapi peneliti memilih beragam studi kasus untuk mengilustrasikan isu
atau persoalan tersebut.
3. Studi kasus intrinsik: Fokus pada kasus itu sendiri karena kasus tersebut
menghadirkan situasi yang tidak biasa atau unik.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan studi kasus intrinsik sebagai
fokus untuk evaluasi program Corporate Social Responsibility Agroforestry.
2.10 Nisbah Antar Konsep
Public Relations merupakan jembatan penghubung antara perusahaan dan
publiknya yang berperan untuk menjalin hubungan yang baik. Dikarenakan publik
merupakan stakeholders yang mempunyai pengaruh yang penting dan besar bagi
keberlangsungan perusahaan. Salah satu publik atau khalayak Public Relations
adalah komunitas yang bertempat tinggal di sekitar perusahaan. Salah satu cara
untuk menjalin hubungan baik dengan komunitas adalah dengan pelaksanaan
program Corporate Social Responsibility. Perusahaan diharapkan tidak hanya
mengejar profit semata tetapi juga dapat ikut andil dalam mensejahterakan
masyarakatnya.
Dalam sebuah program terdapat unit-unut kecil yaitu kegiatan sebagai
rangkaian dan kesatuan jalannya program tersebut. Dari beberapa kegiatan-
kegiatan tersebut terdapat satu kegiatan penunjang terbesar dalam program yang
dijalankan. Dari sebuah kegiatan dibutuhkan tahap evaluasi untuk mengetahui
mengenai sejauh mana efektivitas dan keberhasilan kegiatan yang telah
dijalankan. Sehingga diperlukan evaluasi kegiatan untuk melihat apakah kegiatan
tersebut memiliki kekurangan atau kelebihan, serta menjadi dasar bagi perbaikan
dan modifikasi untuk kegiatan selanjutnya.
34 Universitas Kristen Petra
PT ANTAM (Persero) Tbk. UBPN Sultra berkomitmen untuk selalu
mensejahterakan dan menjaga hubungan baik dengan stakeholdersnya. Hal
tersebut dilaksanakan dengan program Corporate Social Responsibility
Agroforestry atau usaha tani kebun campur yang didalamnya terdapat kegiatan
pembibitan. Kegiatan pembibitan tersebut merupakan kegiatan kelompok dalam
komunitas tani di masing-masing desa berupa pertemuan kelompok dan praktek
lapangan. Tujuan dilaksanakannya program ini adalah untuk meningkatkan
kemandirian masyarakat dan menciptakan aktivitas ekonomi baru bagi masyarakat
Kecamatan Pomalaa.
Terdapat aspek-aspek yang perlu dinilai dalam mengevaluasi kegiatan
pembibitan Corporate Social Responsibility Agroforestry, yaitu: 1) persiapan
program atau kegiatan; 2) kemungkinan tindak lanjut; 3) kemungkinan melakukan
modifikasi program; 4) temuan tentang dukungan masyarakat, kekuatan politik
atau kelompok profesi terhadap program, dan 5) hasil (outcome) program.
35 Universitas Kristen Petra
2.11 Kerangka Pemikiran
Bagan 2.1 Kerangka Pemikiran
Sumber: Olahan peneliti, 2018
Bagan 2.1 Keranga Pemikiran
Sumber: Olahan Penulis, 2018
Program Corporate Social Responsibility Agroforestry merupakan sebuah pilot
project PT ANTAM (Persero) Tbk. UBPN Sultra dengan periode waktu Juni 2017-
Februari 2018 yang melibatkan tiga desa di Kecamatan Pomalaa dalam
pelaksanaannya, yaitu Desa Sopura, Hakatutobu, dan Oko-oko. Di dalam program
tersebut terdapat unit-unit kegiatan, salah satunya adalah kegiatan pembibitan.
Kegiatan pembibitan ini merupakan kegiatan krusial dari program ini karena kegiatan
ini adalah media pembelajaran, yang membentuk pemahaman dan kemampuan para
komunitas tani. Tujuan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan kemandirian
masyarakat dan menciptakan aktivitas ekonomi baru bagi masyarakat.
Sesuai UU RI No 40 Pasal 74 Tahun 2007 menyatakan “Perseroan yang menjalankan
kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam, wajib
melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan”. Program CSR adalah kapasitas
pembangunan untuk kehidupan berkelanjutan. CSR menghargai perbedaan budaya
dan menemukan peluang-peluang bisnis dalam membangun keterampilan, komunitas
dan pemerintah (Elvinaro dan Dindin, 2011, p.37).
Evaluasi adalah kegiatan yang proaktif dan bervisi panjang. Penekanan dalam
efektivitas pengembangan program secara kuat menggambarkan bahwa informasi
yang dikumpulkan di kegiatan dapat digunakan untuk beradaptasi pada kegiatan di
masa depan (McNamara dan Wasesa, 2010, p.281).
Aspek-aspek yang perlu dinilai dalam evaluasi kegiatan antara lain
(Wibisono, 2007, p.149):
a. Persiapan program
b. Kemungkinan tindak lanjut, perluasan atau penghentian program
c. Kemungkinan melakukan modifikasi program
d. Temuan tentang dukungan masyarakat, kekuatan politik atau kelompok profesi
terhadap program
e. Temuan tentang hambatan yang berasal dari masyarakat, kelompok politik atau
profesi
f. Hasil (outcome) program
Metode penelitian yang akan digunakan adalah metode studi kasus dengan
pendekatan kualitatif dan dengan teknik in-depth interview dan observasi untuk
pengumpulan data
Hasil evaluasi kegiatan pembibitan dalam rangka program Corporate Social
Responsibility Agroforestry PT ANTAM (Persero) Tbk. UBPN Sultra
top related