tugas kebudayaan fleres.docx
Post on 05-Dec-2014
135 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
TUGAS ILMU KEPERAWATAN DASAR
MAKALAH KEBUDAYAAN SUKU FLORES
Nama : Indry Veiby Menajang
Nim : 120114081
Kelas : A2
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAMRATULANGI MANADO
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
2012
DAFTAR ISI
Bab I PENDAHULUAN
Latar belakang...............................................................................
Bab II PEMBAHASAN
Teori...............................................................................................
Bab III PENUTUP
Kesimpulan....................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Flores berada di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Flores termasuk dalam gugusan
kepulauan sundah kecil bersama Bali dan NTB, dengan luas wilayah sekitar 14.300
km². Daerah ini termasuk daerah yang kering dengan curah hujan rendah, memiliki
potensi bidang pertanian yang rendah. Meskipun potensi di bidang pertanian rendah,
Flores memiliki potensi di bidang lain yang cukup menjanjikan. Tetapi sayang, tidak
banyak yang tahu mengenai potensi tersebut. Potensi pariwisata dan budaya Flores
dianggap akan dapat memakmurkan perekonomian daerah Flores.
Daerah Flores yang indah sangat mendukung untuk dikembangkannya
pariwisata disana. Ada banyak tempat-tempat indah di Flores yang bisa dikunjungi oleh
wisatawan, baik wisatawan luar negeri maupun dalam negeri, misalnya Air Terjun
Kedebodu/Ae Poro, Kebun Contoh Detu Bapa, Air Panas Ae Oka Detusoko, Air Panas
Liasembe dan sebagainya. Tetapi pengembangan atas bidang ini masih sangat kurang.
Budaya Flores yang beraneka ragam juga dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi para
wisatawan. Aneka tarian, lagu daerah, alat musik dan berbagai produk budaya lainnya
merupakan kekayaan Flores yang menuntut warganya untuk selalu melestarikannya.
Upacara-upacara adat yang unik juga dapat memberikan ciri khas bagi daerah Flores.
Apabila potensi-potensi di bidang budaya ini dikembangkan, akan dapat memajukan
dan meningkatkan perekonomian Flores di masa depan. Pembelajaran, pendalaman,
pengembangan dan pelestarian terhadap budaya-budaya Flores harus mulai dilakukan
sekarang, terutama oleh masyarakat Flores sendiri.
BAB II
PEMBAHASAN
A. IDENTIFIKASI FLORES
I. SEJARAH FLORES
Nama Pulau Flores mulanya berasal dari bahasa Portugis “Cabo de Flores” yang
berarti “Tanjung Bunga”. Nama ini semula diberikan oleh S. M. Cabot untuk menyebut
wilayah paling timur dari pulau Flores. Nama ini kemudian dipakai secara resmi sejak
tahun 1636 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Hendrik Brouwer. Nama Flores
yang sudah hidup hampir empat abad ini sesungguhnya tidak mencerminkan kekayaan
flora yang dikandung oleh pulau ini. Karena itu, lewat sebuah studi yang cukup
mendalam Orinbao (1969) mengungkapkan bahwa nama asli Pulau Flores adalah Nusa
Nipa yang artinya Pulau Ular. Dari sudut Antropologi, istilah ini lebih bermanfaat
karena mengandung berbagai makna filosofis, kultural dan ritual masyarakat Flores.
Suku bangsa Flores dianggap merupakan percampuran etnis antara melayu,malanesia,
dan portugis. Dikarenakan lokasi yang berdekatan dengan timor yang pernah menjadi
Koloni portugis, maka interaksi dengan kebudayaan portugis pernah terjadi dalam
kebudayaan Flores, baik melalui Genetik, Agama, dan Budaya.
II. POPULASI
Jumlah penduduk di provinsi ini adalah 4.073.249 jiwa (2003) (BPS NTT).
Sebagian besar penduduk beragama Kristen dengan persentase 91% (mayoritas
Katolik), 8% Muslim, 0,6% Hindu atau Buddhis, dan 0,4% menganut kepercayaan
tradisional. Nusa Tenggara Timur menjadi tempat perlindungan untuk kalangan kristen
di Indonesia yang menjauhkan diri dari konflik agama di Maluku dan Irian Jaya.
III. PEREKONOMI DAN MATA PENCAHARIAN
Menurut berbagai standar ekonomi, ekonomi di provinsi ini lebih rendah
daripada rata-rata Indonesia, dengan tingginya inflasi (15%), pengangguran (30%) dan
tingkat suku bunga (22-24%).
Berkaitan dengan mata pencaharian masyarakat flores, suku Mehen di Flores
Timur mempertahankan eksistensinya yang dinilainya sebagai tuan tanah, jadilah
mereka pendekar-pendekar perang, yang dibantu suku Ketawo.
Potensi alam darat dan laut Pulau Flores dan Lembata sudah dikenal sejak
dahulu kala. Karena surplusnya potensi alam yang dimiliki itulah, sejak dahulu pula
Pulau Flores dijuluki nama Pulau Bunga. Inilah fakta alam yang harus disyukuri oleh
masyarakat penghuni Pulau Flores-Lembata.
Sebagian besar penduduk (85%) hidup dan bekerja pada sektor pertanian,
termasuk peternakan. Selebihnya bekerja pada sektor-sektor perdagangan, industri,
angkutan, jasa-jasa kemasyarakatan, dan lain-lainnya.
Orang Flores masih memiliki sikap sombong dan primitif. Orang Flores juga
tidak menghargai ilmu pengetahuan. Selain sombong dan primitif, orang Flores itu
feodal. Tradisi di masa lalu kemudian mempengaruhi sifat orang Flores yang sombong.
Sementara itu, sikap primitif terbentuk dari kepercayaan dinamisme yang dianut dulu,
yakni kepercayaan pada dewa-dewa (nitu).
Adapun beberapa keutamaan orang flores antara lain :
a) Percaya kepada Tuhan yang Kuasa
Sebelum agama Katolik tiba di Flores, masyarakat di sana sudah mengenal
Tuhan yang Kuasa, yang disebut ‘Lera Wulan Tanah Ekan’ atau Tuhan Langit dan
Bumi. Orang Flores memiliki rasa syukur dan penyerahan diri yang begitu dalam
kepada Tuhan. Untuk memperkuat kenyataan bahwa seseorang bertindak benar dan
jujur, sekaligus memperingatkan lawannya, mereka berucap: "Lera Wulan Tanah Ekan
no-on matan": Tuhan mempunyai mata (untuk melihat), yang berarti Tuhan
mengetahuinya, ia maha tahu, ia maha adil, ia akan bertindak adil. Pada peristiwa
kematian, orang biasanya berkata: "Lera Wulan Tanah Ekan guti na-en": Tuhan
mengambil pulang miliknya.
Pada perayaan syukur sebelum panen, ada kewajiban bagi para anggota masyarakat
untuk mempersembahkan sebagian hasil panen itu sebagai tanda ucapan syukur kepada
Tuhan sebelum menikmati hasil panen tersebut. Adapun doa yang didaraskan sebagai
berikut:
Bapa Lera Wulan lodo hau Bapak Lera Wulan turunlah ke sini
Ema Tanah Ekan gere haka Ibu Tanah Ekan bangkitkan ke sini
Tobo tukan Duduklah di tengah
Pae bawan Hadirlah di antara kami
Ola di ehin kae (Karena) kerja ladang sudah berbuah
Here di wain kae (Karena) menyadap tuak sudah berhasil
Goong molo Makanlah terlebih dahulu
Menu wahan Minumlah mendahului kami
Nein kame mekan Barulah kami makan
Dore menu urin Barulah kami minum kemudian
b) Kejujuran dan Keadilan
Kepercayaan yang kuat dan penyerahan diri seutuhnya pada Tuhan
menimbulkan nilai-nilai keutamaan lainnya yang juga dijunjung tinggi orang Flores
seperti kejujuran dan keadilan. Nilai ini muncul sebagai keyakinan bahwa ‘Tuhan
mempunyai mata’ (Lera Wulan Tanah Ekan no-on matan) . Tuhan melihat semua
perbuatan manusia, sekalipun tersembunyi. Dia menghukum yang jahat dan mengganjar
yang baik.
Sifat dan tabiat kejujuran ini sangat menarik perhatian Vatter (1984: 56). Dia
mencatat, hormat terhadap hak milik oang lain tertanam sangat kuat di benak orang
Flores. Pencurian termasuk pelanggaran berat di Flores. Pada zaman dahulu dikenakan
hukuman mati, dan saat ini pencuri dikenai sangsi adat berupa denda yang sangat besar.
c) Penghargaan yang Tinggi akan Adat dan Upacara Ritual
Studi Graham (1985) mengungkapkan bahwa dalam kehidupan sosial-budaya
masyarakat Flores Timur, ada empat aspek yang memainkan peranan penting, yaitu
episode-episode dalam mitos asal-usul, dan tiga simbol ritual lainnya yakni nuba nara
(altar/batu pemujaan), korke (rumah adat), dan namang (tempat menari yang biasanya
terletak di halaman korke). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa orang Flores
memiliki penghargaan yang sangat tinggi akan adat-istiadat dan upacara-upacara ritual
warisan nenek-moyangnya.
Mitos cerita asal-usul dipandang sebagai unsur terpenting dalam menentukan otoritas
dan kekuasaan
d) Rasa Kesatuan Orang Flores
Ikatan kolektif yang sangat kuat dalam masyarakat Lamaholot terjadi pada
tingkat kampung atau Lewo. Masyarakat Lamaholot pada umumnya memiliki
keterikatan yang khas dengan Lewotanah atau tempat tinggal. Melalui ukuran kampung,
mereka membedakan dirinya dengan orang dari kampung lainnya. Kampung merupakan
kelompok sosial terbesar, dan kesadaran berkelompok hampir tidak melampaui batas
kampung (Vatter, 1984: 72-73).
Di Flores sebetulnya tidak ada kesadaran akan persatuan yang bertopang pada
pertalian genealogis, historis maupun politis. Seperti disebutkan di atas, keterikatan
mereka lebih disebabkan faktor kesamaan tempat tinggal atau kampung.
Itulah sebabnya orang Flores cenderung menyapa sesamanya dengan sebutan
kekerabatan (Om, Tante, Kakak, Adik atau mengaku sebagai saudara). Mereka juga bisa
menghargai perbedaan politis, agama, etnis bila mereka telah diikat dalam satu kesatuan
tempat tinggal. Rasa kesatuan seperti ini, kadang-kadang membuat orang Flores
menjadi sedikit bersifat etnosentris.
Kesaksian menarik juga ditulis Kapten Tasuku Sato dan P Mark Tennien dalam
buku I REMEMBER FLORES, penerbit Farrar, Straus and Cudahy, New York, 1957.
Kapten Tasuku Sato yang lahir di Taipei pada Oktober 1899, pernah menjabat
Komandan Angkatan Laut Jepang di Flores pada 1943. Tasuku Sato menulis: “...
Penduduk pribumi Flores memiliki bakat musikal luar biasa. Mereka dapat mempelajari
lagu baru dan langsung melagukannya dalam sekli dengar.”
“Orang-orang Flores mempunyai bakat alam dalam bidang musik. Mereka dapat
mempelajari lagu dengan cepat dan baik sekali. Mereka juga menirukan lagu-lagu
Jepang dengan cepat. Orang-orang Flores juga mudah menangkap lagu-lagu yang
mereka dengar dari radio, lalu menirukannya. Mereka mempunyai orkes asli yang
terdiri atas bermacam-macam drum. Lagunya hidup dan sedap didengar. Di bawah
pengawasan komisi kebudayaan, anak-anak diajarkan melagukan dan memainkan
nyanyian-nyanyian Jepang....”
Masih ada satu hal yang penting menjadi catatan. Jika orang Flores, menurut
Max Weber, mempunyai bakat musikal yang sangat tinggi.
B. SISTEM KEMASYARAKATAN
Dalam masyarakat sub-sub suku bangsa di flores yang kuno ada suatu sistem
strafikasi sosial kuno, yang terdiri dari tiga lapisan. Dasar dari pelapisan itu ialah
keturunan dari klen-klen yang dianggap mempunyai sifat keaslian atau asas senioritet.
Biasanya ada tiga lapisan sosial. Pada orang manggarai misalnya ada lapisan orang
kraeng, lapisan orang ata ehe dan lapisan orang budak. Pada orang Ngada misalnya ada
lapisan orang gae meze, lapisan orang gae kisa dan juga lapisan orang budak (azi ana).
Lapisan kraeng dan gae meze, adalah lapisan orang bangsawan yang secara khusus
terbagi lagi dalam beberapa sub lapisan, tergantung kepada sifat keaslian dari klen-klen
tertentu, yang dianggap secara historis atau menurut dongeng-dongeng mitodologi, telah
menduduki suatu daerah tertentu lebih dahulu dari klen-klen yang lain. Demikian warga
dari klen-klen yang berkuasa dalam dalu-dalu atau glaring-glarang, pada orang
Manggarai, termasuk lapisan kraeng.
Lapisan ata leke dan gae kisa adalah lapisan orang biasa, bukan keturunan
orang-orang senior. Orang ata leke biasanya bekerja sebagai petani, tukang-tukang atau
pedagang, walau banyak dari orang bangsawan ada juga yang dalam kehidupan sehari-
hari juga hanya menjadi saja
1. orang-orang yang ditangkap dalam peperanagn, baik dari sub suku bangsa sendiri,
maupun dari suku bangsa lain atau pulau lain
2. kecuali itu orang-orang yang mempunyai hutang dan tidak mampu membayar lagi
hutang mereka
3. dan akhirnya orang-orang yang dijatuhi hukuman untuk menjadi budak, karena
pelanggaran adat.
Sistem kemasyarakatan masing-masing etnis di Flores pada dasarnya hampir sama,
hanya beberapa hal saja dan istilahnya saja yang berbeda.
C. POLA PERKAMPUNGAN
Pola perkampungan dari desa-desa kuno biasanya merupakan suatu lingkaran
dengan tiga bagian, yaitu depan, tengah, belakang. Desa-desa di Flores ( Beo di
Manggarai) , dulu biasanya dibangun di atas bukit-bukit untuk keperluan pertahanan
dikelilingi dengan sebuah pagar dari bambu yang tingginya dua sampai tiga meter,
sedangkan pagar itu seringkali dikelilingi secara padat dengan tubuh-tumbuhan belukar
yang berduri.Akan tetapi pada masa sekarang sudah banyak desa-desa yang dibangun di
daerah tanah datar di kaki bukit, sifatnya lebih terbuka , pagar sering tidak ada lagi ,
selain itu susunan kuno tersebut juga sudah sering tidak diperhatikan lagi
D. RELIGI
Keyakinan (religi) terhadap 'Yang Maha Tinggi' merupakan unsur maha penting
dalam berbagai kehidupan sehari-hari. Mulai dari bercocok tanam (berladang) hingga
perkawinan.
Kristianitas, khususnya Katolik, sudah dikenal penduduk Pulau Flores sejak
abad ke-16. Tahun 1556 Portugis tiba pertama kali di Solor. Tahun 1561 Uskup Malaka
mengirim empat misionaris Dominikan untuk mendirikan misi permanen di sana. Tahun
1566 Pastor Antonio da Cruz membangun sebuah benteng di Solor dan sebuah Seminari
di dekat kota Larantuka. Tahun 1577 saja sudah ada sekitar 50.000 orang Katolik di
Flores (Pinto, 2000: 33-37). Kemudian tahun 1641 terjadi migrasi besar-besaran
penduduk Melayu Kristen ke Larantuka ketika Portugis ditaklukkan Belanda di Malaka.
Sejak itulah kebanyakan penduduk Flores mulai mengenal kristianitas, dimulai dari
Pulau Solor dan Larantuka di Flores Timur kemudian menyebar ke seluruh daratan
Flores dan Timor. Dengan demikian, berbeda dari penduduk di daerah-daerah lain di
Indonesia, mayoritas masyarakat Pulau Flores memeluk agama Katolik.
Meskipun kristianitas sudah dikenal sejak permulaan abad ke-16, kehidupan
keagamaan di Pulau Flores memiliki pelbagai kekhasan. Bagaimanapun, hidup
beragama di Flores –sebagaimana juga di berbagai daerah lainnya di Nusantara (lihat
Muskens, 1978)-- sangat diwarnai oleh unsur-unsur kultural yaitu pola tradisi asli
warisan nenek-moyang.
Untuk dapat mengenal secara singkat gambaran agama-agama di Flores, Tabel 1
mendeskripsikan 'wujud tertinggi' orang Flores. Tabel itu menunjukkan bahwa orang
Flores memiliki kepercayaan tradisional pada Dewa Matahari-Bulan-Bumi.
Kepercayaan yang bersifat astral dan kosmologis ini berasal dari pengalaman hidup
mereka yang agraris, yang hidup dari kebaikan langit (hujan) dan bumi (tanaman)
(Fernandez, 1990). Lahan pertanian yang cenderung tandus membuat orang Flores
sungguh-sungguh berharap pada penyelenggaraan Dewa LanTabel 1 Wujud Tertinggi
Orang Flores
Agama islam di Flores termasuk minoritas dalam hal jumlahnya dan terbagi atas :
1. Komunitas Islam asli Flores.
Latar belakang mereka yaitu sama-sama penduduk bumiputra yang mula-mula
menganut ‘agama asli’ atau meminjam istilah Bung Karno ‘orang kafir’. Dalam buku
sejarah, agama asli biasa disebut animisme-dinamisme. Ketika datang agama baru, baik
Katolik atau Islam, penduduk mulai konversi alias pindah agama. Agama asli identik
dengan kekolotan atau primitivisme karena terkait erat dengan dukun-dukun serta
kepercayaan alam gaib yang sulit diterima di alam moderen.
Karena sama-sama asli Lembata, Adonara, Solor, Flores Timur daratan, jemaat
Islam ini benar-benar menyatu dengan umat Katolik atau penganut agama asli. Sama-
sama diikat oleh adat, budaya, serta keturunan yang sama. Kalau diusut-usut, golongan
ini punya hubungan darah yang sangat erat.
2. Komunitas Islam pesisir.
Mereka ini campuran antara pendatang dan penduduk asli yang sudah
bercampur-baur secara turun-temurun. Disebut pesisir karena tinggalnya di pesisir,
bekerja sebagai nelayan ulung. Selain itu, mereka pedagang ‘papalele’ hingga pedagang
besar.
Mereka menganut Islam berkat dakwah para pedagang atau pelaut Sulawesi,
Sumatera, Jawa, Sumbawa. Ada juga nelayan Sulawesi yang akhirnya menetap di Flores
karena kerap bertualang di laut. Ada tanah kosong di pinggir laut, lantas mereka
mendirikan rumah di tempat tersebut. Akhirnya, muncul banyak kampung-kampung
khusus Islam di beberapa pesisir Flores Timur.
Berbeda dengan Islam jenis pertama (asli Flores), golongan kedua ini benar-
benar pelaut sejati. Di beberapa tempat, rumah mereka bahkan dibuat di atas laut.
Karena tak punya tanah, namanya juga pendatang, mereka tidak bisa bertani. Kerjanya
hanya mengandalkan hasil laut, tangkap ikan, serta berdagang.
3. Komunitas Islam pendatang baru.
Berbeda dengan komunitas pertama dan kedua, komunitas ketiga ini pendatang
baru dalam arti sebenarnya. Mereka datang, bekerja, dan menetap di Flores Timur,
menyusul gerakan transmigrasi pada era 1970, 1980 dan seterusnya sampai sekarang.
Ada juga yang pegawai negeri sipil, pegawai swasta, profesional yang bekerja di Flores.
Mereka tidak memiliki kampung seperti muslim asli dan muslim pesisir. Kampungnya
di Jawa, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, dan seterusnya. Komunitas ketiga ini juga tak
bisa berbahasa daerah seperti orang Lamahala atau Lamakera. Bahasanya antara lain:
bahasa Jawa, bahasa Betawi, bahasa Padang, dan seterusnya. Komunikasi dengan
penduduk lokal, tentu saja, dengan bahasa Indonesia.
Walaupun agama sudah masuk ke wilayah ini sejak abad 16 dan 17 dan terus
berkembang sampai sekarang namun faktor kepercayaan asli masih belum hilang di
kalangan penduduk, terutama yang tinggal di pedalaman. Kepercayaan di daerah ini erat
hubungannya dengan kultus pertanian dan arwah nenek moyang. Dengan hubungannya
kepercayaan baru dan agama baru di samping kepercayaaan tradisional, sering timbul
dulisme, disatu pihak berdasarkan agama yang dianut, di lain pihak didasari
kepercayaan tradisional di dalam upacara-upacara yang dilaksanakan.
1. Upacara Kelahiran
2. Upacara Menjelang dewasa
3. Upacara Perkawinan
4. Upacara Kematian
5. Upacara Pembangunan Rumah
6. Upacara Penutupan Bulan Maria
7. Upacara Adat di Sampar
8. Iyegerek
9. Takung
10. Upacara Giit Mendong
11. Tradisi Megalitik di Flores
12. Nyale
13.Pasola
14. Etu
15. Toalako
E. PRODUK BUDAYA
1. Rumah Adat
Rumah tradisional Flores telah lama menjadi perhatian para peneliti dari luar
Indonesia. Menurut para ahli itu rumah tradisional dikategorikan dalam boat
communities karena adanya kemiripan dengan bentuk tertentu dari bagian perahu,
seperti beberapa rumah tradisional Flores di Lio Moni,Ende dan Manggarai.
Rumah tradisional berbentuk setengah lingkaran yang terbuat dari alang-alang
merupakan pusat kegiatan masyarakat tradisional. Mulai dari tidur sampai memasak
dilakukan di dalam rumah. Hal tersebut disimbolkan dalam bentuk tiang rumah yang
disebut dengan ni ainaf atau tiang feminin. Tiang lainnya disebut hau monef atau tiang
maskulin.
Rumah tradisional ini dilengkapi dengan tempat persembahan yang disebut
dengan hau monef. Rumah tradisional ini memiliki nama yang berbeda-beda. Di Alor
disebut tofa dan di Ende disebut dengan saoria. Biasanya hanya keluarga inti yang
menempati rumah tradisonal ini.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, terlihat bahwa rumah tradisional
yang terdapat di Lio Moni, daerah dataran tinggi yang jauh letaknya dari laut, serta tidak
mempunyai sejarah maupun legenda yang menunjukkan hubungan dengan laut atau
perahu, hanya mempunyai kemiripan dengan perahu dalam hal bentuk saja. Hal tersebut
terjadi bukan karena adanya hubungan dengan budaya laut. Sedangkan pada rumah
tradisional di daerah pesisir, ditemukan adanya legenda tentang nenek moyang mereka
yang memang dahulu adalah pelaut.
2. Pakaian Adat
Pakaian tradisionil di daerah flores mengenal 2 (dua) jenis pakaian yaitu pakaian
yang dikenakan kaum laki dan wanita. Pada masyarakat Lama Holot pakaian wanita
disebut Kwatek dan pria disebut Howing dgn mahkota berbagai bentuk..
3. Tarian
a) Tari Hopong
b. tarian leke
c) tari poto wolo
d) likurai
e) tari wasa wojorana
f) Tari Togadu
g) tarian hedung bahu lelu
h) tari sogoalu
i) tari ja’l
j) tari perang
k) garong lameng
l) cerana
m) marian topeng bobu
n)higimitan
o) kataga
p) laba sese
q) di daerah ende
8. Lagu Daerah
Seni musik atau seni bunyi yaitu yang dihasilkan oleh suara manusia / seni suara dan
suara alat-alat instrumen. Seni suara/vokal, mengungkapkan rasa lewat suara manusia
dalam bentuk kata-kata syair/lagu seperti : Doja, Ndeö-Peö,Sodha-Oro-Bhea-dll.
Berikut ini adalah daftar lagu-lagu daerah yang berasal dari setiap daerah. Lagu-lagu
daerah sering dinyanyikan pada acara-acara tertentu. Makna yang terkandung dalam
setiap nyanyian sangat beragam.
1) Daerah Dawan
· ES KAUBELE
2) Daerah Ende/Lio
· KAU MAKO
3) Manggarai
· JITA MBEWU
4) Daerah Sabu
· ELE MOTO
5) Daerah Ngada
· KAUKO SOLO
6) Daerah Flores Timur
· FAIK LALI
7) Lagu Hymne NTT
· FLOBAMORA
4. Alat Musik
Musik instrumen yaitu membunyikan alat-alat musik sebagai ritme / melodi
dengan cara meniup, memukul, memetik, menyentak, dll. Berikut ini adalah alat-alat
musik dan bunyi-bunyian yang berasal dari daerah Flores, alat-alat musik ini memiliki
ciri khas khusus dan bunyi yang sangat menarik.
Alat Musik Tiup
FOY DOA
FOY PAY
KNOBE OH
NUREN
SUNDING TONGKENG
PRERE
SULING
Alat Musik Petik
GAMBUS
HEO
LEKO
BOKO
SOWITO
REBA
MENDUT
KETADU MARA
Alat Musik Bunyi-bunyian
KERONTANG
TATABUANG
THEBO
GONG
Musik Tanah
Musik batu
5. Makanan Khas
Kare Rajungan
Rajungan yang bernama latin Portunus Pelagicus, merupakan jenis kepiting
yang sangat populer dimanfaatkan sebagai sumber pangan dengan harga yang cukup
mahal. Rajungan merupakan kepiting yang memiliki habitat alami hanya di laut.
Rajungan juga memiliki beberapa keunggulan yang sangat potensial untuk
dikembangkan. Dalam tulisan ini akan dibahas beberapa keunggulan, pemanfaatan, dan
potensi rajungan.
Ayam Bumbu Rendatapa
Ayam Bumbu Rendatapa adalah makanan khas Ende, Flores. Cara membuatnya,
ayam dimasukan kedalam tumisan berbagai macam bumbu dapur, kemudian ditambah
dengan santan encer. Setelah ayam setengah matang kemudian ditambahkan santan
kental. Perpaduan ini lah yang kemudian terkenal dengan sebutan Ayam Bumbu
Rendatapa.
Ayam Bakar Ende
Sementara Ayam Bakar Ende Flores juga masih termasuk masakan khas Ende,
Flores. Proses pembuatannya sama dengan Ayam Bumbu Rendatapa tapi kemudian
ayam dibakar. Jadi Ayam Bakar Ende Flores adalah Ayam Bumbu Rendatapa yang
dibakar.
Ikan Bakar Ende Flores
Ikan Bakar Ende Flores adalah masakan khas dari Ende Flores yang
menggunakan dua macam bumbu dalam pembuatannya. Ikan yang digunakan untuk
membuat masakan ini adalah ikan kue. Setelah ikan dibersihkan, ikan direndam dengan
bumbu pertamanya yaitu bawang putih, garam, air jeruk nipis, dan mentega. Setelah itu
ikan hasil rendaman dibakar dengan menggunakan daun pisang sampai ikan sudah
terlihat garing. Setelah itu ikan diangkat dan dibalur dengan bumbu rendata’pa, bumbu
khas Flores, kemudian dibakar kembali. Pembakaran dengan dua bumbu ini membuat
rasa Ikan menjadi sangat nikmat dan menggoda selera. Menu ini disajikan dengan
selada, labu, acar, dan ketimun yang membuat ikan terasa luar biasa.
Ikan Kuah Belimbing
Ikan Kuah Belimbing adalah masakan khas Ende Flores dengan bahan dasar
Ikan Kakap Merah dan belimbing sayur. Pada proses pembuatannya ikan direndam
dahulu dengan menggunakan garam, jeruk nipis, dan bawang putih sehingga mematikan
bau amis dan anyirnya. Setelah itu ikan direbus bersama dengan air yang telah ditaruh
dengan berbagai macam bumbu dapur dan belimbing sayur. Rasa yang dihasilkan dari
Ikan Kakap dan belimbing ini adalah sedikit asam dan pedas, yang pastinya enak dan
segar.
Roti Kompiang
Salah satu makanan khas Flores adalah roti kompiang, yaitu roti padat yang
diberi wijen.
Sayur Daun Paku
Sayur daun paku ini rasanya segar dan agak pahit.
Makanan Khas Ngada
Minuman Sopi yang beralkohol.
Kopi
Orang Manggarai sangat suka minum kopi. Setiap kali bertamu, Anda akan
disuguhi kopi buatan sendiri yang rasanya sangat mantap. Bahkan, untuk orang
Manggarai ada acara minum kopi sebelum tidur.
6 Tempat Wisata
Wisata Rohani Kota Reinha
Larantuka, sebuah kota yang juga dikenal dengan nama ‘Kota Reinha’ atau
‘Tana Nagi’ merupakan salah satu kota pusat pengembangan agama Katolik di wilayah
timur Nusantara, tepatnya di wilayah Kabupaten Flores Timur-NTT. Selama empat abad
lebih telah mewarisi tradisi keagamaan melalui peranan kaum awam (non klerus) pada
masa silam. Pengembangan agama tersebut tidak lepas dari peranan para Raja
Larantuka, para misionaris, peranan perkumpulan persaudaraan rasul awam (confreria),
dan peranan semua Suku Semana serta perananan para Kakang (Kakang Lewo Pulo)
dan para Pou (Suku Lema).
· Danau Kalimutu
Taman wisata Kelimutu di Ende. Danau tiga-warna, Kelimutu berada di pulau
Flores. Warna ketiga danau itu selalu berubah-ubah dalam kurun waktu tertentu. Konon
itu akibat dari perubahan aktifitas vulkanis yang berpengaruh terhadap warna tumbuhan
air semacam ganggang yang hidup disana. Saat ini, danau yang dilukiskan berwarna
merah, terlihat berwarna kehitaman. Yang digambarkan berwarna hijau, kini lebih
condong ke biru muda, sementara yang digambarkan berwarna biru, masih tetap biru,
tapi lebih pekat.
Air Terjun Kedebodu/Ae Poro.
Terletak di Desa Kedebodu,Kec.Ende Selatan.Setelah anda tiba di km 8 (ada
sebuah kolam renang) Anda melanjutkan ke arah utara ± 5 km dan tiba di air terjun
Kedebodu/Ae Poro.Air terjun dengan ketinggian ± 35 meter ini merupakan suatu
fenomena yang menakjubkan.
Belut Sakti Wolotolo
Terletak di Kampung Ae Kewu, Desa Wolotolo,Kecamatan Detusoko. Berjarak ±20 km
dari kota Ende dan dilanjutkan ± 1 km dengan berjalan kaki dari jalan trans Ende-
Maumere. Untuk melihat belut sakti, terlebih dahulu anda menghubungi Bapak Stefanus
Lau selaku pawang dari belut sakti tersebut dan anda diahruskan menyiapkan seekor
ayam untuk memberi makan kepada belut sakti ini. Dalam upacara adat, ayam yang
digunakan adalah ayam jantan warna merah.
Kebun Contoh Detu Bapa
Terletak di Kampung Ae Kewu, Desa Wolotolo,Kecamatan Detusoko. Berjarak
±20 km dari kota Ende dan dilanjutkan ± 1 km dengan berjalan kaki dari jalan trans
Ende-Maumere. Untuk melihat belut sakti, terlebih dahulu anda menghubungi Bapak
Stefanus Lau selaku pawang dari belut sakti tersebut dan anda diahruskan menyiapkan
seekor ayam untuk memberi makan kepada belut sakti ini. Dalam upacara adat, ayam
yang digunakan adalah ayam jantan warna merah.
Air Panas Ae Oka Detusoko
Setelah anda tiba di Detusoko (ibu kota Kec.Detusoko,± 33 km dari kota Ende),
anda berjalan ke arah Utara ±1 km dari terminal Detusoko menuju ke Kolam Air Panas
Ae Oka yang telah ditata dengan baik dan rapi. Air panas ini dipercaya dapat
menyembuhkan penyakit kulit.
Gua Maria Lourdes Detusoko
Terletak sebelah utara sekitar ± 1 km dari Kolam Air Panas Ae Oka. Suasana
yang sejuk dan sepi dapat memberi ketenangan dan keheningan bagi anda yang ingin
berziarah dan berdoa di Gua Maria Lourdes ini.
Kampung Adat Wologai
Kampung Adat Wologai terletak di Kecamatan Detusoko ± 40 km arah timut
Kota Ende. Memililki sejumlah bangunan rumah adat berasitektur tradisional yang
tertata rapi membentuk lingkaran, dengan sejumlah atraksi budaya yang dapat
disaksikan di kampung ini terutama saat upacara adat berlangsung.
Mumi Kaki More Wolondopo
Terletak di Desa Wolondopo Kec.Detusoko, kira-kira 7 km dari Ekoleta, Desa
Wologai. Mumi Kaki More merupakan mumi dari seorang pengusaha kampung atau
Mosalaki . Atas permintaan Kaki More, jenasahnya tidak dikuburkan tetapi diletakkan
di atas pohon beringin. Mumi ini merupakan salah satu aset wisata sejarah di Kabupaten
Ende.
Air Panas Liasembe
Terletak di Kampung Liasembe sekitar 2 km dari kampung Moni. Air panas ini
digunakan oleh masyarakat umum untuk mandi. Suasana yang sejuk dan airnya hangat
dapat menyegarkan anda dari kepenatan.
Sawah Bertingkat Waturaka
Terletak di Desa Waturaka sekitar 6 km dari Kampung Moni. Kondisi sawah
yang bertingkat ini merupakan suatu pemandangan yang sangat indah. Suasana alam
yang sejuk menemani anda untuk menikmatinya.
Perikonde
Menurut kepercayaan masyarakat setempat , tempat ini adalah Pintu Gerbang
bagi arwah untuk menuju ke Danau Kelimutu sebagai tempat bersemayamnya arwah.
Penjaganya bernama Konde Ratu.Lokasinya kira-kira 13 km dari kampung
Moni.Pengunjung diperkenankan untuk memberikan kepingan uang logam, sirih pinang
maupun rokok sebagai persembahan kepada Konde Ratu.
Rumah Adat dan Tenun Ikat Pemo
Setelah anda melihat Danau Kelimutu, anda dapat mengunjungi Desa Pemo
untuk melihat keunikan Rumah Adat dan proses pembAir Terjun Murundao
Terletak sekitar 400 meter dari kampung Moni. Air terjun Murundao dapat
ditempuh dengan berjalan kaki selama ± 10 menit dari kampung Moni. Air terjun
dengan ketinggian kira-kira 15 meter, air terjun ini dengan pemandangan alam
sekitarnya yang sangat menarik untuk dinikmati oleh pengunjung.
Tenun Ikat Mbuli Lo'o
Desa Mbuli Lo'o terletak sekitar 56 km arah selatan dari Kota Ende. Di lokasi
ini, pengunjung dapat melihat proses pembuatan tenun ikat dan membeli berbagai
macam tenun ikat dengan motif yang menarik.
Rumah Adat, Tenun Ikat Jopu dan Air Terjun Murukola
Desa Jopu terletak sekitar 60 km sebelah selatan Kota Ende. Desa yang sejuk ini
memiliki rumah adat yang dapat anda kunjungi. Andapun dapat menyaksikan
pembuatan tenun ikat dan dapat membelinya sebagai souvenir. Dan juga di Desa Jopu
terdapat air terjun Murukola yang dapat anda kunjungi.
Rumah Adat dan Tenun Ikat Nggela
Desa Nggela terletak sekitar 70 km arah selatan dari Kota Ende.Dalam kompleks
rumah adat tersebut terdapat 17 buah rumah adat yang ditinggali oleh 17
Mosalaki.Perayaan Adat seperti loka lolo, loka pare dan joka ju dilaksanakan pada
bulan Mei-Juni. Terdapat gading sebanyak 2 buah masing-masing sepanjang 1 meter
dan 2 meter yang merupakan peninggalan dari jaman Portugis.Sekitar 3 km dari Nggela
ke Kota Ende terdapat Ae Wau (air belerang), tempat pemandian yang dipercaya bisa
menyembuhkan segala penyakit.
uatan tenun ikat. Letaknya kira-kira ± 12 km dari Danau Kelimutu. Dapat ditempuh
dengan berjalan kaki maupun kendaraan roda 2 dan 4.
7. RUMAH ADAT
Rumah Adat Mbaru Niang, Flores
Desa Wae Rebo
Rumah Adat Mbaru Niang merupakan rumah tradisional salah satu suku
Manggarai yang mempunyai bentuk seperti topi kerucut yang hanya dapat kita temui di
desa Wae Rebo, pulau Flores Nusa Tenggara Timur.
Rumah ini sangat langka patut kita jaga, tinggal 9 unit saja. Desa Wae Rebo terletak
ditas lembah dan di kelilingi pegunungan dengan hutan yang sangat lebat dan cukup
sangat terpencil jauh dari desa-desa lainnya, desa tersebut terletak pada ketinggian 1100
m diatas permukaan air laut, tentu hawanya cukup dingin.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Budaya Flores yang beraneka ragam menuntut semua pihak untuk ikut serta
dalam usaha pengembangan dan pelestarian budaya Flores. Dalam hal ini, masyarakat
Flores sendirilah yang diharapkan memberikan sumbangan yang paling besar terhadap
upaya pengembangan dan pelestarian budayanya. Hal ini didasarkan pada pemikiran
bahwa masyarakat Flores yang seharusnya paling tahu dan paham terhadap budayanya.
Demikian yang dapat penulis sampaikan dalam makalah ini mengenai budaya Flores.
Semoga dapat bermenfaat bagi semua pihak yang membacanya. Kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat diperlukan dalam rangka perbaikan.
Daftar pustaka
*http://maxroph.blogspot.com/2008/08/kebudayaan-flores.html
*https://www.google.co.id/search?q=gambar+suku+flores&hl=id&client=firefox-
a&hs=wmP&rls=org.mozilla:en-
US:official&prmd=imvns&tbm=isch&tbo=u&source=univ&sa=X&ei=rw-
ZUP7tK8HPrQfdmYHoDw&ved=0CCIQsAQ&biw=1366&bih=604https://
www.google.co.id/search?q=gambar+tarian+togadu+kabupaten+ngada&ie=utf-
8&oe=utf-8&aq=t&rls=org.mozilla:en-US:official&client=firefox-a
top related