tseputar indonesia -...

Post on 20-Mar-2019

235 Views

Category:

Documents

0 Downloads

Preview:

Click to see full reader

TRANSCRIPT

tSEPUTAR INDONESIA

oMar OApr OMei OJun OJu/ 0 Ags

o Senin o Jumat o Sabtuo Se/asa • Rabu o Kamis

4 5 (!) 720 21 22 23 24 25 26

2 317 .18 19

8 9 10 11

OSep .Okt ONo"; ODesOJan OPeb

12 1327 28 29 30 31

Pemberantasan Terori medi Indonesia

Selain itu, UUAT mengesam-pingkan "politisasi" tindak pidanaterorisme dan hanya membatasi-nya dengan pendekatan hukumsaja (legal approach) sebagaimanatercantum dalam Pasal5. Keduaketentuanstrategistersebutdiatas(Pasal2 dan Pasal5) dalam UUATmerupakan kunci keberhasilanUUAT untuk mencegah politisasiperistiwa terorisme dan mencegahpenyalahgunaankewenanganataukekuasaan oleh negara (aparaturpenegak hukum); lebih jauh untukmencegah konflik sosial yangberlatar belakang agama.

Guru Besar IImuHukum UniversitasPadjadjaran

U ndang-Undang (UU) No-mor 15Tahun2002 tentangPemberantasan Tindak Pi-

dana Terorisme telah berjalan se-lama kurun waktu hampir delapantahun sejak diberlakukan pada bu-lanOktobertahun2002.Keberhasil- .an pemberantasan tindakpidana te-rorisme dengan UU ini telah mem-peroleh pengakuan intemasional,terutamasejakpelakudanjaringanorganisasi terorisme BomBali I danBom Bali IT telah dapat diungkappihak Kepolisian RI. -

Proses penyusunan drafUU ter-sebut mengalami perjalanan yangtidak ringan karena isu dalam ne-geri dari sekelompok muslim telahmenyudutkan bahwa UU ini meru-pakan pesanan pihak AS. Adapunkenyataan peristiwa Bom Bali Iketika itu memerlukan suatu UUAntiterorisme (UUAT) yang tang-guh dari tekanan sosial politik didalam negeri dan tekanan inter-nasional serta harus sesuai dengankultur masyarakat yang multietnisdan multiagama (Pasal2).

Penolakan kelompok mu slimtertentu akhimya menyurut sete-.lah pemerinfah melalui Kemen-terian Kehakiman berhasil meya-kink an mereka tentang kemas-lahatan yang akan dicapai jika UUini diterima dan sebaliknya jikaUU ini ditolak. Polri telah denganpercaya diri dan kemampuannyaberhasilmenerapkan UU ini dalampenegakan hukum terhadap ber-bagai peristiwa bom terorisme ka-rena UU tersebut menggunakanparadigma "to protect dan defendstate interest", "to protect the offen-ders", dan "to protect and rehabili-tate the victims" yang disebut de-ngan triangleparadigmsapproach.

Beda KonteksTerorisme dan penegakan hu-

kumterhadapterorismedilndone-sia dan di negaralain, termasukASdan sekutunya, jauh berbeda baikdari sisi la tar belakang masyara-kat, sosial, politik, ekonomi mau-pun sistem hukumnya. Contoh,agama Islam merupakan mayo-ritas di Indonesia dibandingkandengan di AS dan sekutunya. Dariaspek sosial dan ekonomi, pen-duduk AS telah mengalaini per-kembangan kesadaran politikyang lebih maju dan modem di-bandingkan dengan pendudukIndonesia serta aspek ekonomitelah membuktikan bahwa ASme-miliki incomepercapitayang cukuptinggi dibandingkan dengan Indo-nesia. Pada aspek politik, sistempemerintahan AS menganut Iede-ralisme dengan otonomi penuh,sedangkan Indonesia menganutsistem pemerintahan pusat dandaerah dengan sistem otonomi ter-batas. Kondisi Indonesia kini te-ngah mengalami masa transisi kearah demokrasi, berbeda dengandi AS dan sekutunya. Kondisiobjektif sistem politik, hukum,sosial dan ekonomilndonesia "baktelur di ujung tanduk", jika salah

Kliping Humas Unpad 2010

menafsirkan, mengevaluasi, danmemprediksi gejolak sosial, ter-masuk peristiwa terorisme sejakBom Bali I sampai saat ini, jurangdalam perpecahan dan konflikatas dasar agama dan etnik me-rupakan keniscayaan.

Operasi Densus 88 sampai saatini telah menuai keberhasilanmengungkapkan jaringan organi-sasi terorisme di Indonesia danberhasilmembawa para pelakunyake sidang pengadilan. Namun, ope-rasiini jugamenuaikritikmasyara-kat, khususnya dengan matinyapara pelaku terorisme denganalas-an melakukan perlawanan. jikaoperasi ini diteruskan tanpaadaperingatan agar dilakukan secarahukum, yang terjadi kemudianadalah kita sedang berperang ter-hadap terorisme (war on terrorism)mirip dengan semboyan, either youorus against terrorism.

Jelas semboyan tersebut tidaktepat untuk situasi Indonesia danmenafikan kenyataan pluralismemasyarakat Indonesia dan kenyata-an bahwa mereka yang terlibat da-lam gerakan terorisme di Indonesiaadalah anggota bagian dari bangsaini, yaitu WNI. Sekalipun terdapatWNA, persentase mereka sangatkecil dibandingkan dengan WNI.Berbeda dengan peristiwa 11 Sep-tember 2001 di Gedung WTC NewYork, semua pelaku adalah WNA.Sistem hukum AS dengan commonlaw tidak mudah menjerat pelakukejahatan kecuali jika tertangkap

tanganataudapatdi- (buktikan dengan sistemproof beyond reasonable doubt yang. lebih mengutamakan pedindungantersangka/terdakwa (clue process oflaw).

Keunggulan UUATBerlainan dengansistemhukum

pidana Indonesia dengan UUAT,proses penyidikan dipermudah de-ngan tenggat waktu selama-lama-nya enam bulan dan proses acarayang didahulukan dan ancamanpidana mati masih diperbolehkan.Hambatan prosedur hukum acaramenurut sistem hukum commonlaw selalu merupakan kendalaserius dalam praktik penegakanhukum, berbeda dengan di dalamUUATIndonesia. Selain ituhukummateriil UUATIndonesia dirumus-kan secara terbuka sehingga me-mungkinkan penafsiran hukumyang diperluas oleh penyidik danpenuntutumum.

Kepala Badan Nasional Penang-gulangan Terorisme (BNPT)Ansya-adMbaimengemukakanbahwaadadua kelemahan UUAT Indonesia,yaitu UUATbelum mencakup per-buatan awal yang mengarah padaterorisme dan tidak mengkriminal-isasi latihan militer yang mengarahpada terorisme (Kompas, 4/10).Duakelemahanhukum tersebutsesung-guhnya telah diatur dalam UUATIndonesia dengan penafsiran siste-matis, gramatikal, dan penafsiranteleologis. Ketentuan Pasal14 danPasal 15 UUAT Indonesia telahcukup memadai untuk melakukanpenemuan bukti permulaan yangcukup untuk memulai penyidikandisertai penangkapan dan pena-hanan terhadap mereka yang di-duga kuat melakukan tindak pi-dana terorisme.

Hukumsebabakibatyangmasihdianut dalam sistem hukum pem-buktian perkara pidana di Indo-

nesiadapatmembantumem-perluas penafsiran hukum ter-hadap latihan militer untuktujuan melakukan tindak pidanaterorisme sebagai bentuk persiap-an dan perencanaan (Pasal14) danperbuatan awal yang mengarahpada tindak pidana terorisme telahdiatur dalamPasal15.Ancaman ter-hadap perbuatan mereka yangmelanggar kedua pasal tersebutadalah pidana mati atau hukumanseumur hidup jauh lebih "memati-kan" dibandingkan dengan sistempenalisasi di Inggris dan AS yangtidak mengakui pidana mati.

Keliru pandangan jika UUATIndonesiamembuatpenegakanhu-kum menjadi lemah menghadapiancaman tindak pidana terorisme.Justru sebaliknya sudah ada buktikuat dan pengakuan intemasionalkeberhasilan Polri dalam mem-berantas tindak pidana ini; tiadalain disebabkan UUATIndonesia-lah yang memungkinkan keber-hasilan tersebut. SebaiknyaAS dansekutunya menarik pelajaran danpengalamanIndonesiadalammem-berantas terorisme dibandingkandengan cara penahanan di Cuan-tanamo yang dikecam banyak pi-hak KongresAS.

Ideologi Kontraterorismejika kita konsisten pada peng-

hormatan dan pemajuanHAM, ber-peganglah pada UUD 1945. Carayang ampuh untuk mencegah te-rorisme adalah kontraideologi te-rorisme, bukan semata-mata dera-dikalisasi karena radikalisasi ada-lah sekedar simptom dan buah dariideologi yang keliru tentang nilaijihad.

Selain itu, peningkatan kese-jahteraan dan pemerataan yangintensif dalam bidang pendidikan,termasukpendidikan agamaIslam,ke seluruh pelosok Indonesia mut-lak harus diwujudkan segera olehpemerintah. Peranan kaum ulamadi Indonesia wajib ditingkatkanuntuk melengkapi'strategi kontra-ideologi keliru ten tang jihad di

kalangan masyarakat Islam diIndonesia.

Kini perlawanan terhadap te-rorisme di Indonesia bukan de-ngan hanya penegakan hukumsemata-mata atau berwacana dikalangan pakar, tetapi memerlu-kan langkah proaktif dan teren-cana secara sistematis berkesi-nambungan dengan meng~una-kansarana sosial,politik, ekonomi,dan budaya. Kita perlu memper-timbangkan pandangan negara-negara Islam (OKI) bahwa teroris-me adalah buah dari ketidakadil-an sosial dan ekonomi.

Kita tidak perlu risih dan risauoleh kekuatan UUAT Indonesiakarena konvensi dan resolusiDewan Keamanan (DK) PBB me-ngenai terorisme termasuk prin-sip collective security responsibility,merupakan rekomendasi tentangpenguatan sarana hukum domes-tik semata-mata bukan suatu halyang bersifat imperatif dan ke-wajiban mutlak (mandatory obli-gation) terhadap negara anggotaPBB. Semua konvensi, resolusi DKPBB ten tang terorisme, justru me-rupakan saran untuk meningkat-kan efektivitas dan efisiensi kerjasama intemasional, bukan pemak-saan kehendak dari satu negaraatau sekelompok negara atas ne-gara lain karena tindakan tersebutbertentangan ketentuan Pasal1angka 7 Piagam PBB dan prinsipstate so-vereignty yang telah diakuisecara universal.

Pandangan untuk memberla-kukan internal security act sepertiUU Subversi yang pemah berlakudi Indonesia sudah tidak relevandengan perkembangan HAM danpengakuan HAM dalam UUD1945. Sebab pemberlakuan UUtersebut bersifat umum, bukanhanya terhadap tindak pidana te-rorisme semata-mata, melainkanterhadap semua peristiwa yangmengancam keamanan dan ke- .tertiban masyarakat. Dikhawatir-kan ekses penyalahgunaan wewe-nang dan kekuasaan oleh negarabukan sesuatu hal yang mustahilkarena kerentanan sosial masihtinggi dan kesadaran hukum be-lum merata ke seluruh lapisan ma-syarakatIndonesia.

Selainitu,kondisisosialdaneko-nomisangatberpengaruhterhadapterjadinya kekhawatiran tersebut.Seberapa tangguhnya dan rapinyaorganisasi terorisme di Indonesiayang menurut informasi diatur olehAl-Qaeda, maka sepanjang jaring-an intelijen Indonesia terus diting-katkan, termasuk anggarannya,UUAT pasti berhasil ditegakkandengan benar dan adil.(*)

top related