tinjauan hukum islam terhadap praktek akad...
Post on 24-Feb-2018
236 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP
PRAKTEK AKAD BAWON
(Studi Kasus Di Desa Gemulung Kelurahan Kwangen kec. Gemolong
Kab. Sragen)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat
Guna Memperoleh Gelas Sarjana Strata 1
dalam Ilmu Syariah
Oleh :
IKA NUR HANDAYANI
NIM 082311052
JURUSAN MUAMALAH
FAKULTAS SYARI'AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012
2
3
4
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab,
penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak
berisi materi yang telah ditulis oleh orang lain
atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini
tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain,
kecuali informasi yang terdapat dalam
referensi yang dijadikan sebagi bahan rujukan.
Semarang, 10 Juni 2012
Deklarator,
(Ika Nur Handayani)
Nim 082311052
5
ABSTRAK
Praktek pengupahan buruh tani dengan akad Bawon di Desa Gemulung Kel.
Kwangen Kec. Gemolong Kab. Sragen merupakan bentuk akad ijarah antara
pemilik sawah dengan buruh tani. Ketika musim panen tiba pemilik sawah
meminta buruh tani untuk memanenkan padi di sawah.
Upah yang mereka peroleh bukanlah berupa uang melainkan berupa padi
yang berbeda harganya, tergantung jenis dan musimnya. Keseluruhan hasil
panen ditimbang, kemudian dibagi delapan, dan seperdelapannya itu upah
diberikan untuk buruh tani. Jika sawah mendapatkan hasil padi yang banyak
maka mereka mendapatkan upah yang banyak pula, tetapi jika hasil padinya
sedikit, merekapun mendapatkan upah sedikit juga. Selain itu, Tergantung
juga dengan jumlah buruh tani yang memanennya. Karena seperdelapan dari
hasil panen tadi dibagi dengan jumlah buruh tani yang ada. Melihat fenomena
ini, penulis tertarik untuk menelitinya dengan mengacu kepada pokok
masalah sebagai berikut; Bagaimana praktek pengupahan buruh tani dengan
akad Bawon di Desa Gemulung, Kel. Kwangen, Kec. Gemolong, Kab.
Sragen? Dan Bagaimana pandangan Hukum Islam terhadap praktek
pengupahan buruh tani dengan akad Bawon di Desa Gemulung, Kel.
Kwangen, Kec. Gemolong, Kab. Sragen?
Skripsi ini menggunakan metode wawancara, observasi, dan dokumentasi
dalam pengumpulan datanya. Sedangkan untuk menganalisis data yang telah
terkumpul, penulis menggunakan metode deskriptif analisis yakni sebuah
metode yang dipakai untuk menggambarkan secara obyektif pelaksanaan
pengupahan buruh tani dengan akad Bawon di Desa Gemulung, Kel.
Kwangen, Kec. Gemolong Kab. Sragen. Setelah memperoleh gambaran
praktek pengupahan dengan akad Bawon kemudian dianalisis menurut
pandangan hukum islam kaitannya dengan teori Ijarah.
Dari hasil penelitian, penulis menemukan bahwa praktek pengupahan buruh
tani dengan akad Bawon yang dilakukan di Desa Gemulung, Kel. Kwangen,
Kec. Gemolong, Kab. Sragen ini sudah menjadi tradisi. Dari pembayaran
upah, diawal akad tidak diketahui nominal upahnya berapa. Walaupun
nampaknya pembayaran upahnya mengandung unsur ketidakjelasan karena
belum diketahui berapa jumlah keseluruhan hasil panennya. Namun pemilik
sawah sudah dapat memperkirakan hasil panen yang akan diperoleh dan
berapa banyak upah yang harus diberikan dan buruhpun telah rela atas upah
yang diberikan. Mereka tidak terpaksa dan bukan karena keterpaksaan. Maka
upah buruh tani dengan hasil panen ini dibolehkan dalam hukum Islam.
6
MOTTO
$yγ •ƒ r'≈ tƒ šÏ% ©!$# (#θãΨ tΒ# u Ÿω (#þθè=à2ù's? Ν ä3s9≡ uθøΒr& Μ à6 oΨ ÷� t/ È≅ ÏÜ≈ t6 ø9$$Î/ HωÎ) βr& šχθä3s?
¸ο t≈ pg ÏB tã <Ú# ts? öΝ ä3ΖÏiΒ 4 Ÿωuρ (# þθè=çFø) s? öΝ ä3|¡à�Ρr& 4 ¨βÎ) ©!$# tβ% x. öΝ ä3Î/ $VϑŠ Ïmu‘ ∩⊄∪
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu
membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
( QS. An-Nisa’: 29 )1
1 Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya Al-Jumanatul Ali, Bandung:
CV. Penerbit J-ART, 2005, hal. 84
7
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya sederhana ini untuk orang-orang yang telah memberi
arti dalam perjalanan hidupku:
1. Untuk Bapak dan Ibu saya tercinta ( Darno dan Sulastri ), SERTA
IBUNDAKU TERSAYANG, Yamtati (Alm.)… Inilah sebagian dari
perjuanganku untuk meraih cita-cita.
2. Untuk Adik-adikku tersayang ( Dwi Prasetyo, Nova dan Niken ) yang
selalu membuatku tersenyum,
3. Untuk Budhe Parwati, Pakde Sabar, Mas Agus, Mb Dian, Mb Desi, Mb
Tari, Mb Evi. Semoga ini bisa menjadikan bukti kesungguhan
ponakanmu untuk mencapai harapan yang lebih cerah.
4. Untuk Sahabatku ( Fenty dan Kuroh ) yang selalu menjadi tempat
curahan hati dikala penulis suka dan duka. Inilah wujud dari jerih
payahku untukmu shobat.
5. Untuk seseorang yang selalu dihatiku, yang selalu menyertai disetiap
langkahku dan selalu memberiku dorongan untuk mewujudkan sebuah
harapan dan cita-cita.
6. Sahabat-sahabatku kelas MUB semuanya.
7. Sahabat-sahabatku Posko Dara Manis.
8. Pembaca yang budiman, semoga kita dapat mengambil hikmah dari apa
yang telah Allah berikan kepada kita semua.
8
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq
dan hidayah-Nya, sehingga pada kesempatan ini penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Sholawat serta salam semoga tetap dilimpahkan kepada nabi
Muhammad SAW, para keluarga, dan pengikutnya.
Skripsi yang berjudul TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP
AKAD BAWON (Studi Kasus di Desa Gemulung, Kel. Kwangen Kec.
Gemolong Kab. Sragen). Ini telah disusun dengan sungguh-sungguh guna
memperoleh gelar Sarjana I (satu) di IAIN Walisongo Semarang.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan
saran-saran dari berbagai pihak sehingga penyusunan skripsi ini dapat
terselesaikan. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih sebanyak-
banyaknya kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. H. Muhibbin, M. Ag, selaku Rektor IAIN Walisongo
Semarang.
2. Bapak Dr. H. Imam Yahya, M. Ag, selaku Dekan Fakultas Syariah
IAIN Walisongo Semarang.
3. Bapak Mohammad Arifin, S. Ag, M. Hum, selaku Katua Jurusan
Muamalah.
4. Bapak Drs. H. Muhyiddin, M. Ag, selaku dosen pembimbing 1 serta
Ibu Nur Hidayati Setyani, SH, MH, selaku pembimbing II yang telah
bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan
pengarahan dan bimbingan dalam menyusun skripsi ini.
5. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah IAIN Walisongo
Semarang yang telah membekali berbagai ilmu pengetahuan, sehingga
penulis mampu menyesaikan penulisan skripsi.
6. Seluruh Pegawai Perpustakaan Fakultas Syariah dan Institut yang
senantiasa memberikan pelayanan yang baik kepada penulis selama
menyusun skripsi.
9
7. Bapak Kepala Kelurahan Kwangen Bapak Supri Hariyanto, SE dan
semua stafnya serta masyarakat yang telah membantu penulis untuk
meneliti obyek pembahasan dalam skripsi ini.
8. Kedua orang tua saya tercinta atas segala kasih sayang, pengorbanan
dan kesabarannya.
9. Adik-adikku tercinta; Dwi Prastyo, Nova, Niken, kalian adalah
semangat hidupku.
10. Bude Parwati sekeluarga; Mb Dian, Mb Desi, Mb Tari, Mb Evi, Mz
Agus, terimakasih atas segala nasehat dan pengorbangannya
membantu penulis sampai detik ini.
11. Pakde Sabaryanto sekeluarga atas jerih payahnya membantu penulis
dari awal kuliah sampai akhir.
12. Om Arif sekeluarga, terima kasih atas nasehatnya.
13. Sahabat karibku; Fenty dan Kuroh, terima kasih kalian selalu ada
untukku, menjadikanku saudara sampai detik ini, aku berharap
persahabatan kita tetap terjalin untuk selamanya.
14. Teman dan sahabat penulis kelas MUB angkatan 2008; Anis, Isti, Ana
Maratun, Sofi, Yuli, Nurma, Jannah, Masulah, Purwanto, Endro,
Heru, Ilyas dan seluruh mahasiswa IAIN Walisongo Semarang.
15. Bapak dan Ibu Kost Anggur Ijo, Irvan, Maulana, Huda, Om Tholib,
Bule Ani, Sofi.
16. Kawan-kawan kost Anggur Ijo; Mb Dian, Mb Tin, Mb Hidayah, Mb
Umi, Mb Uun, Mb Riska, Mila, Risty, Danty, Citra, Ningkis, Lina
terima kasih buat semuanya.
17. Sahabat-sahabat HMI Komisariat Syariah, Mas Japrax, Haryanto,
Rizal, Malikha, Datul, Romdhon, dan Senior HMI; Kanda Habibi,
Kanda Saifuddin, Kanda Wahyu Nugroho, Kanda Munir, Yunda
Novia dll.
18. Sahabat Orda IKHLAS; Mz Mannan, Mz Sugeng, Mz Himam, mz
Kharis, Mz Nasron, Imut, Najib, Idhol, Dani, Fahmi, Ifa, Nadzir,
Umi, Tri, Sri Wardani, dll,
10
19. Tim KKN POSKO 50; Pak Kordes (Afif), Pak Aji, Pak Opick, Bu Tri,
Bu Tin, Nida, Ria, Pak Ridho, Ida, Fajri, Ricky, Pak Ahfas,
kebersamaan dan canda tawa kalian akan selalu jadi kenangan sampai
kapanpun.
20. Untuk pujaanku, terimakasih atas semua pengorbanannya selama ini,
membantu dan membimbing penulis menyesaikan skripsi ini.
21. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu
selama penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, namun penulis berharap semoga skripsi ini bisa bermanfaat
bagi penulis sendiri dan para pembaca pada umumnya. Amin
Semarang, 19 Juni 2012
Penulis,
(Ika Nur Handayani)
Nim 082311052
11
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
HALAMAN DEKLARASI ............................................................................ iv
HALAMAN ABSTRAK ............................................................................... v
HALAMAN MOTTO ................................................................................... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... vii
HALAMAN KATA PENGANTAR ............................................................. viii
DAFTAR ISI .................................................................................................. xi
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Perumusan Masalah .............................................................. 5
C. Tujuan Penelitian .................................................................. 5
D. Telaah Pustaka ...................................................................... 6
E. Metode Penelitian ................................................................. 10
F. Sistematika Penulisan Skripsi ............................................... 13
BAB II : KETENTUAN UMUM TENTANG UPAH
A. Pengertian Upah .................................................................... 16
A.1. Pengertian upah secara umum ..................................... 16
A.2. Upah menurut Hukum Islam ......................................... 18
12
B. Dasar Hukum Upah ............................................................... 21
C. Syarat dan Rukun Upah ........................................................ 25
D. Macam-macam Upah ............................................................ 28
E. Hak Menerima Upah ............................................................. 29
F. Pembatalan dan Berakhirnya Upah ....................................... 31
G. Upah menurut Fatwa DSN-MUI ........................................... 34
BAB III : PELAKSANAAN AKAD BAWON DI DESA
GEMULUNG KEL. KWANGEN KEC. GEMOLONG,
KAB. SRAGEN
A. Monografi dan Demografi Kelurahan Kwangen, Kec.
Gemolong, Kab. Sragen ........................................................ 41
B. Pelaksanaan Sistem Bawon di Desa Gemulung, Kel.
Kwangen, Kec. Gemolong, Kab. Sragen .............................. 48
BAB IV : TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD
BAWON DI DESA GEMULUNG, KEL. KWANGEN
KEC. GEMOLONG, KAB. SRAGEN
1. Orang yang melakukan akad (Aqidain) ................................ 60
2. Penetapan upah/harga ........................................................... 65
3. Sighat (ijab dan qabul ........................................................... 66
4. Obyek ijarah ......................................................................... 66
13
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................... 70
B. Saran....................................................................................... 71
C. Penutup .................................................................................. 71
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan orang
lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Banyak interaksi yang
dilakukan agar kebutuhannya dapat terpenuhi. Disinilah hubungan timbal
balik antara individu satu dengan yang lainnya dapat terjalin dengan baik.
Hubungan ini dapat dilakukan dalam segala bentuk kegiatan usaha dalam
bidang kehidupan; baik itu politik, keamanan, kesehatan, pendidikan,
hukum, ekonomi, dan sebagainya. Di bidang ekonomi, banyak hubungan
yang bisa dilakukan, diantaranya: jual-beli, pinjam-meminjam, hutang-
piutang, gadai, sewa-menyewa, dan sebagainya. Kegiatan usaha yang
dilakukan manusia diatas merupakan kumpulan dari transaksi-transaksi
yang mengikuti suatu tatanan tertentu. Salah satu kegiatan usaha manusia
adalah transaksi yang menyangkut suatu obyek tertentu, baik obyek
berupa barang maupun jasa.
Sewa menyewa adalah salah satu bentuk transaksi ekonomi.
Dalam Islam sewa menyewa disebut dengan ijarah. Sewa menyewa atau
ijarah disini bukan hanya pemanfaatan barang tetapi juga pemanfaatan
tenaga atau jasa yang disebut upah mengupah.
Ijarah berasal dari kata ajru yang berarti iwadhu (pengganti). Dan
tsawab (pahala) disebut juga dengan ajru (upah). Dalam syara’, ijarah
15
adalah jenis akad untuk mengambil manfaat dengan kompensasi.2 Tidak
semua harta boleh diakadkan ijarah atasnya. Obyek ijarah harus
diketahui manfaatnya secara jelas, dapat diserahterimakan secara
langsung, pemanfaatannya tidak bertentangan dengan hukum syara’,
obyek yang disewakan adalah manfaat langsung dari sebuah benda dan
harta benda yang menjadi obyek ijarah adalah harta yang bersifat
isti’maly.3 Untuk terpenuhinya transaksi ijarah harus ada mu’jir dan
musta’jir, yaitu orang yang memberikan upah dan yang menerima upah.
Pada prinsipnya setiap orang yang bekerja pasti akan
mendapatkan imbalan dari apa yang dikerjakannya dan masing-masing
tidak akan dirugikan. Sehingga terciptalah suatu keadilan diantara
mereka. Dalam QS. Al-Jaatsiyah: 22, Allah berfirman:
t,n=yz uρ ª!$# ÏN≡ uθ≈ yϑ¡¡9 $# uÚ ö‘ F{ $# uρ Èd,pt ø:$$Î/ 3“t“ ôfçGÏ9 uρ ‘≅ ä. ¤§ø� tΡ $yϑÎ/ ôM t6 |¡Ÿ2
öΝ èδuρ Ÿω tβθßϑn=ôà ム∩⊄⊄∪
“Dan Allah menciptakan langit dan bumi dengan tujuan yang benar dan
agar dibalasi tiap-tiap diri terhadap apa yang dikerjakannya, dan
mereka tidak akan dirugikan.(Qs. Al-Jaatsiyah: 22)4
Ayat ini menjamin tentang upah yang layak kepada setiap pekerja
sesuai dengan apa yang telah disumbangkan dalam proses produksi. Jika
ada pengurangan dalam upah mereka tanpa diikuti oleh berkurangnya
sumbangsih mereka hal itu dianggap ketidakadilan dan penganiayaan.
2 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jilid 4, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006, hal. 203. 3 Ghufron A. Mas’adi, Fiqh Mu’amalah Kontekstual, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2002, hal.184 4 Ibid. Hal. 501
16
Ayat ini memperjelas bahwa upah setiap orang harus ditentukan
berdasarkan kerjanya dan sumbangsihnya dalam kerjasama produksi.
Dan untuk itu harus dibayar tidak kurang, juga tidak lebih dari apa yang
telah dikerjakannya.5
Desa Gemulung adalah desa petani yang sebagian besar
penduduknya menggantungkan hidupnya dari hasil pertanian padi.
Namun tidak semua penduduk memiliki lahan untuk bertani, melainkan
mereka hanya bekerja jika dibutuhkan pemilik sawah untuk membantu
menanam maupun di saat memanen saja.
Pada saat padi mulai menguning maka padi di sawah siap untuk di
panen. Untuk itu pemilik sawah membutuhkan jasa orang lain untuk
membantu memanennya. Mulai dari ngerit6 sampai padi terpisah dari
jerami dan bisa dimasukkan dalam karung. Selain ngerit, tenaganya
buruh tani dibutuhkan untuk ngerek7.
Upah yang mereka peroleh bukanlah berupa uang melainkan
berupa padi yang berbeda harganya, tergantung jenis dan musimnya.
Keseluruhan hasil panen ditimbang, kemudian dibagi delapan, dan
seperdelapannya itu upah diberikan untuk buruh tani. Jika sawah
mendapatkan hasil padi yang banyak maka mereka mendapatkan upah
yang banyak pula, tetapi jika hasil padinya sedikit, merekapun
5 Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, Jilid 2, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti
Wakaf, 1995, hal 361 6 Ngerit adalah istilah yang biasa disebut warga Gemulung Kel. Kwangen yaitu
memotong padi dari akarnya dengan menggunakan alat sabit. 7 Ngerek adalah istilah yang biasa disebut oleh warga. Kwangen yaitu memisahkan
padi dari batang dan daunnya dengan menggunakan alat bantu.
17
mendapatkan upah sedikit juga. Selain itu, Tergantung juga dengan
jumlah buruh tani yang memanennya. Karena seperdelapan dari hasil
panen tadi dibagi dengan jumlah buruh tani yang ada.
Berbeda ketika menanam padi, pemilik sawah membayar buruh
tani untuk menanam padi dengan uang berkisar antara Rp 35.000-Rp
40.000 per harinya. Meskipun kisaran bayaran upah saat menanam padi
bisa jadi saja lebih kecil dibanding upah saat panen. Namun disini ada
kepastian jumlah upah yang akan diterima oleh buruh tani tersebut.
Dalam hadits riwayat Abu Daud dari Sa’ad Bin Abi Waqqash r.a
melarang pemberian upah berupa hasil pertanian, ia berkata:
����ء��� آ#�� " � ي ا�رض �� ��� ا����ا�� � ا���رع و
#�0، 1#�0"� ر��ل ا, .�-� ا, ��+* وا�* و���( �� ذ�' وأ �"� أن
.� 9ه7 أو5�61" �ی0
“Kami pernah menyewakan tanah dengan (bayaran) hasil pertanian;
maka, Rosulullsh melarang kami melakukan hal tersebut dan
memerintahkan agar kami menyewakannya dengan emas atau perak.”8
Berdasarkan gambaran diatas, karena cukup penting, maka
penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam pada sebuah penelitian yang
berjudul “TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK
AKAD BAWON (Studi Kasus di Desa Gemulung, Kel. Kwangen,
Kec. Gemolong, Kab. Sragen).”
8 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, diterjemahkan oleh Nor Hasanuddin dkk dari “Fiqhus
Sunnah”, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006, Cet. 1, hal. 204
18
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan
dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana Praktek pengupahan buruh tani dengan akad Bawon di
Desa Gemulung, Kel. Kwangen, Kec. Gemolong, Kab. Sragen?
2. Bagaimana pandangan Hukum Islam terhadap praktek pengupahan
buruh tani dengan akad Bawon di Desa Gemulung, Kel. Kwangen,
Kec. Gemolong, Kab. Sragen?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana praktek pengupahan buruh tani
dengan akad Bawon di Desa Gemulung, Kel. Kwangen, Kec.
Gemolong, Kab. Sragen.
2. Untuk mengetahui bagaimana pandangan Hukum Islam terhadap
pengupahan buruh tani dengan akad Bawon di Desa Gemulung,
Kel. Kwangen, Kec. Gemolong, Kab. Sragen.
D. Telaah Pustaka
Permasalahan dalam sistem pengupahan bukanlah hal yang baru
untuk diangkat dalam sebuah penelitian skripsi maupun dam penulisan
literatur lainnya. Sebelumnya telah banyak buku-buku atau karya ilmiah
lainnya yang membahas tentang pengupahan, diantaranya yaitu:
19
Dalam bukunya “Doktrin Ekonomi Islam”, Afzalur Rahman
membahas tentang upah. Dia membahas permasalahan sekitar upah
diantaranya; pentingnya upah, penetapan upah, tingkat upah, kestabilan
upah, dan upah menurut pandangan Islam secara umum.
Bukunya Hendi Suhendi yang berjudul “Fiqh Muamalah” juga
membahas tentang upah dalam pekerjaan, ketentuan bayar upah dan hak
menerima upah bagi musta’jir serta pandangan para ulama mengenai
upah.
Dalam sebuah penelitian yang berbentuk Skripsi karya Thoriq
Sholikhul Karim (2101306), yang berjudul “Analisis Hukum Islam
Terhadap Sistem Upah Karyawan (Studi Kasus PT. Karya Toha Putra
Semarang).” Dalam skripsinya, penulis membahas tantang Sistem upah
karyawan PT. Karya Toha Putra Semarang yang diselenggarakan atas
dasar golongan yang meliputi golongan I, II, III dan IV yang sistem
penghitungannya memiliki kesamaan. Namun ada aspek yang tidak bisa
dipublikasikan. Hal ini penulis mengindikasikan bahwa sistem upah di
PT. Karya Toha Putra Semarang tidak seluruhnya sesuai dengan hukum
Islam.9
Tulisan yang berbentuk skripsi juga yang berjudul “Tinjauan
Hukum Islam Tentang Pelaksanaan Upah Karyawan di Masjid Agung
Jawa Tengah” oleh Afifah Nurul Jannah (042311196). Membahas
tentang bagaimana sistem pengupahan di Masjid Agung Jawa Tengah.
9 Thoriq Sholikhul Karim, Analisis Hukum Islam Terhadap Sistem Upah Karyawan
(Studi Kasus PT. Karya Toha Putra Semarang), Skripsi Sarjana Fakultas Syari`ah Jurusan
Mu`amalah, Semarang: Perpustakaan Fakultas Syari`ah IAIN Walisongo Semarang, 2006
20
Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa Masjid Agung Jawa Tengah
dalam memberikan upah sudah sesuai dengan hukum Islam, yaitu
memberikan gaji sesuai dengan pekerjaan masingmasing karyawan
dengan tetap memperhatikan hak-hak yang lain seperti upah lembur,
uang insentif, dana sosial, jaminan kesehatan, dsb.10
Penelitian Daimatus Sa’adah (052311195) dalam bentuk skripsi
yang berjudul “Pelaksanaan Upah Jasa Mapak Kapal Di Tempat
Pelelangan Ikan (TPI) Desa Tasikagung Kecamatan Rembang Kabupaten
Rembang.” Dalam skripsi ini penulis memaparkan pelaksanaan upah jasa
mapak kapal di TPI Tasikagung. Dalam pengupahan itu, rukun dan
syarat ijarah telah dipenuhi, maka ijarah mapak kapal ini sah menurut
hukum Islam. Adapun pembayarannya yang tidak jelas karena harus
disesuaikan dengan perolehan kapal bukanlah hal yang menjadi masalah
bagi kedua belah pihak. Walaupun nampaknya pembayaran upahnya
mengandung unsur ketidakjelasan namun juragan sudah dapat mengukur
berapa banyak upah yang harus diberikan dan buruhpun telah rela atas
upah yang diberikan. Mereka tidak terpaksa dan bukan karena
keterpaksaan. Dengan adanya prinsip kebersamaan inilah maka upah jasa
mapak kapal ini telah sesuai dengan hukum Islam.11
10 Afifah Nurul Jannah, Tinjauan Hukum Islam Tentang Pelaksanaan Upah
Karyawan di Masjid Agung Jawa Tengah, Skripsi Sarjana Fakultas Syari’ah Jurusan
Mu’amalah, Semarang: Perpustakaan Fakultas Syari’ah IAINWalisongSemarang, 2009 11 Daimatus Sa’adah, “Pelaksanaan Upah Jasa Mapak Kapal Di Tempat
Pelelangan Ikan (TPI) Desa Tasikagung Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang, Skripsi
Sarjana Fakultas Syariah Jurusan Mu’amalah, Semarang: Perpustakaan Fakultas Syari’ah
IAIN Walisongo Semarang, 2009
21
Penelitian Vivin Asysyifa' (052311044), yang berjudul “Analisis
Hukum Islam Terhadap Penundaan Pembayaran Upah Karyawan Harian
(Studi Kasus Di Industri Pengecoran Logam “Prima Logam” Desa
Ngawonggo, Kecamatan Ceper, Kabupaten Klaten).” Dalam penelitian
ini memfokuskan terhadap pelaksanaan penundaan pembayaran upah
dikarenakan terpaksa. Dalam islam tidak membenarkan jika majikan
menunda pembayaran upah buruhnya, sedangkan majikan mampu
melunasinya pada saat itu. Akan tetapi penundaan pembayaran upah
yang terjadi di industri "Prima Logam" tidak ada unsur kesengajaan
dilihat dari penyebab penundaan pembayaran upah, oleh karena itu
penundaan pembayaran upah yang terjadi di industri "Prima Logam"
dibolehkan karena dlorurot. Dalam perjanjian sewa menyewa tidak ada
satu dalil pun yang mengharamkanya. Ketidakadaan dalil yang
mengharamkanya sudah cukup dijadikan sebagai dasar bahwa sewa
menyewa dengan uang kembali itu halal.12
Penelitian Rifatul Munawaroh (052311104) dalam bentuk skripsi
yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Tentang Pelaksanaan Pengupahan
Karyawan Di Perusahaan Umum Damri Semarang.” Penelitian ini
bermaksud untuk mengkaji tentang bagaimana hukum Islam dan hukum
positif menyoroti masalah pelaksanaan pengupahan karyawan di
Perusahaan Umum Damri Semarang. Kesimpulan bahwa gaji yang
12 Vivin Asysyifa', “Analisis Hukum Islam Terhadap Penundaan Pembayaran Upah
Karyawan Harian (Studi Kasus Di Industri Pengecoran Logam “Prima Logam”Desa
Ngawonggo, Kecamatan Ceper, Kabupaten Klaten)”. Skripsi Sarjana Fakultas Syariah
Jurusan Mu’amalah, Semarang: Perpustakaan Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang,
2009
22
diberikan oleh Perusahaan Umum DAMRI Semarang belum sesuai
dengan hukum positif dan Islam yaitu dalam Islam ada dua konsep upah
yaitu adil dan layak.13
Meskipun semua hasil penelitian skripsi diatas sudah banyak yang
membahas masalah pengupahan, namun tidak menutup kemungkinan
bagi penulis untuk melakukan penelitian masalah pengupahan dari sudut
pandang yang berbeda. Karena disini penulis akan membahas
ketidakjelasan upah dan bagaimana pembayaran upah buruh tani dengan
akad Bawon di Desa Gemulung, Kel. Kwangen, Kec. Gemolong, Kab.
Sragen.
Dan skripsi-skripsi yang sudah ada nantinya bisa penulis jadikan
khazanah dan acuan bagi penulis dalam penyelesaian skripsi. Oleh
karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK AKAD
BAWON (Studi Kasus di Desa Gemulung, Kel. Kwangen, Kec.
Gemolong, Sragen)”
E. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian hukum Doctrinal,
suatu penelitian hukum yang dikerjakan dengan tujuan menemukan
13
Rifatul Munawaroh, “Tinjauan Hukum Islam Tentang Pelaksanaan Pengupahan
Karyawan Di Perusahaan Umum Damri Semarang”. Skripsi Sarjana Fakultas Syariah
Jurusan Mu’amalah, Semarang: Perpustakaan Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang,
2009
23
asas atau doktrin hukum positif yang berlaku.14
Dalam penelitian ini
peneliti bekerja secara analitis induktif. Prosesnya bertolak dari
premise berupa norma hukum positif yang diketahui dan berakhir
(sementara) pada penemuan asas-asas hukum atau doktrin.15
Sebagai
usaha untuk menemukan hukum in concreto. Norma-norma hukum in
abstracto diperlukan mutlak sebagai premise mayor, sedangkan fakta-
fakta yang relevan dalam perkara (legal facts) dipakai sebagai premise
minor. Melalui proses silogisme akan diperoleh sebuah konklusi, yaitu
hukum in concreto.16
Proses search and research dalam penemuan hukum in
concreto melalui tahapan:17
1. Proses yang dikenal sebagai searching for the relevant facts, yang
terkandung di dalam perkara hukum yang tengah dihadapi
(sebagai bahan premise minor); dalam hal ini permasalahan yang
penulis angkat adalah praktek pengupahan buruh tani dengan
menggunakan akad Bawon, yang mana dalam pemberian upah
bukan berupa uang melainkan hasil panen padi yang ditentukan
porsinya diawal akad yaitu satu banding delapan.
2. Proses searching for the relevant abstract legal prescriptions,
yang terdapat dan terkandung dalam gugus hukum positif yang
berlaku (sebagai bahan premise mayor). Dalam hal ini penulis
14
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum: Suatu Pengantar, Ed. 1,
Cet. 6, Jakarta: PT: Raja Grafindo Persada, 2003, hal. 86 15 Ibid. 16 Ibid, hal. 91-92 17 Ibid.
24
mengkaji menggunakan hukum islam yang berkaitan dengan
pengupahan yaitu akad Ijarah.
Dalam kerangka penelitian ini, seluruh teknik yang berkaitan
dengan permasalahan yaitu: bagaimana cara menemukan fakta-fakta
yang relevan serta bagaimanna cara menemukan hukum in concreto
yang tepat.18
Adapun yang menjadi subyek penelitian di sini adalah Prektek
pengupahan buruh tani dengan akad Bawon di Desa Gemulung, Kel.
Kwangen, Kec. Gemolong, Kab. Sragen.
2. Sumber Data
Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah
subjek dari mana data dapat diperoleh.19
Secara umum dalam sebuah
penelitian biasanya sumber data dibedakan antara data primer dan data
sekunder.
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah data yang diperoleh langsung dari
subyek penelitian dengan mengenakan alat pengukuran atau alat
pengambilan data langsung pada subyek sebagai sumber informasi
yang dicari.20
Data ini diperoleh langsung dari masyarakat Desa
Gemulung, Kel. Kwangen, Kec. Gemolong, Kab. Sragen melalui
wawancara dengan beberapa tokoh agama, pemilik sawah, buruh
18 Ibid. 19 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik), Jakarta: PT
Rineka Cipta, Cet. Ke-8, 1989, hal. 102 20 Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998, hal. 91
25
tani serta perangkat desa setempat terkait dengan permasalahan
yang penulis angkat.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh lewat pihak lain,
tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subyek penelitiannya.21
Data sekunder itu merupakan sumber yang mampu memberikan
informasi tambahan yang dapat memperkuat data pokok.22
Sumber
sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai sumber yang
menjelaskan tentang pengupahan, baik berupa buku, majalah,
koran, website dan lainnya yang berhubungan dengan pengupahan.
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk menjawab masalah penelitian, diperlukan data yang
akurat di lapangan. Metode yang digunakan harus sesuai dengan
obyek yang akan diteliti. Dalam penelitian lapangan ini, penulis
menggunakan beberapa metode:
a. Observasi
Yaitu metode penelitian dengan pengamatan yang dicatat secara
sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki.23
Dalam
hal ini penulis akan mengobservasi praktek akad Bawon serta
pelaksanaan pada saat buruh tani memanen padi di Desa
Gemulung, Kel. Kwangen, Kec. Gemolong, Kab. Sragen. Sehingga
21 Ibid. 22 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995,
hal. 8 23 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Yogyakarta: Penerbit Andi, 2004, hal. 151
26
diketahui apa saja tugas dari pada buruh tani ini untuk memanen
padi dari pemilik sawah sampai penghitungan pembagian upah
buruh tani.
b. Wawancara
Yaitu cara yang digunakan oleh seseorang untuk tujuan tertentu,
mencoba untuk mendapatkan keterangan/pendapat secara lisan
dengan seorang responden dengan bercakap-cakap langsung
dengan seorang itu.24
Dalam hal ini penulis akan melakukan
wawancara dengan beberapa tokoh agama di Desa Gemulung,
pemilik sawah, buruh tani serta perangkat desa setempat terkait
dengan permasalahan yang penulis angkat yaitu pengupahan buruh
tani dengan akad Bawon.
c. Dokumentasi
Yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa
catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, notulen rapat, dan
sebagainya.25
Dalam hal ini buku-buku yang penulis telusuri yaitu
buku yang relevan dengan permasalahan terhadap pengupahan
buruh tani dengan akad ijarah serta Fatwa DSN-MUI tentang
ijarah.
4. Analisis Data
Secara garis besar, analisis yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan metode Diskriptif Analisis, yakni sebuah metode
24 Suharsimi Arikunto, op.cit., hal. 132-133 25 Ibid. hal. 206
27
analisis mendiskripkan suatu situasi atau area populasi tertentu
bersifat factual secara sistematis dan akurat.26
Sebagian besar hasil
analisis penelitian kualitatif berupa buku-buku, kertas kerja atau
makalah, bahan presentasi atau rencana bertindak.27
Pada tahapan awal peneliti mencari fakta-fakta yang ada
relevansinya dengan pengupahan buruh tani dengan menggunakan
akad Bawon melalui observasi dan wawancara. Kemudian berlanjut
pada tahapan berikutnya dimana peneliti mencari gagasan hukum
yang sesuai ada kaitannya terhadap pengupahan. Setelah data
terkumpul maka penulis akan melakukan analisis data dari hasil
lapangan dan akan diketahui bagaimana kedudukan hukum Akad
Bawon dalam khasanah Fiqh Muamalah.
F. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan hasil penelitian ini, penulis akan
menguraikannya dalam lima bab secara berurutan agar lebih mudah
untuk dipahami sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan.
Dalam bab ini meliputi latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, telaah pustaka,
metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
26 Sudarwan Danim, op. cit, hal. 41 27 Ibid. Hal. 210
28
Bab II : Sistem Upah Dalam Hukum Islam
Bab ini memberikan gambaran umum tentang
pengertian upah secara umum dan upah menurut
pandangan hukum islam, dasar hukum Ijarah atas
pekerjaan, syarat dan rukunnya ijarah atas pekerjaan,
macam-macam upah, hak menerima upah serta
pembatalan dan berakhirnya ijarah atas pekerjaan.
Penulis juga akan memaparkan ketentuan Ijarah dari
fatwa DSN-MUI.
Bab III : Pelaksanaan Pengupahan Buruh Tani Dengan Akad
Bawon di Desa Gemulung, Kel. Kwangen, Kec.
Gemolong, Kab. Sragen
Bab ini menggambarkan keadaan monografi dan
demografi Desa Gemulung, Kel. Kwangen, serta data
mata pencaharian masyarakat Desa Gemulung, Kel.
Kwangen, Kec. Gemolong, Kab. Sragen. Penulis juga
akan menggambarkan proses dari awal sampai akhir
pelaksanaan pengupahan buruh tani dengan
menggunakan Akad Bawon di Desa Gemulung, Kel.
Kwangen, Kec. Gemolong, Kab. Sragen.
29
Bab IV: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Akad Bawon di
Desa Gemulung, Kel. Kwangen, Kec. Gemolong,
Kab. Sragen
Bab ini sebagai inti dari penulisan skripsi, penulis akan
menganalisis praktek pengupahan buruh tani dengan
akad Bawon di Desa Gemulung, Kel. Kwangen, Kec.
Gemolong, Kab. Sragen menurut pandangan hukum
islam.
Bab V: Merupakan bab akhir dari penulisan skripsi ini,
diantaranya: 1. Kesimpulan yang merupakan hasil
pemahaman, penelitian, dan kajian terhadap pokok
masalah, 2. Saran-saran, dan yang terakhir adalah
penutup.
30
BAB II
KETENTUAN UMUM TENTANG UPAH
A. Pengertian Upah
1. Pengertian Upah Secara Umum
Pengertian upah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
uang dan sebagainya yang dibayarkan sebagai pembalas jasa atau
sebagai pembayaran tenaga yang sudah dikeluarkan untuk
mengerjakan sesuatu seperti gaji.28
Sedangkan definisi upah menurut Undang-Undang No. 13
tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tercantum pada pasal 1 ayat 30
yang berbunyi :
”Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan
dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari
pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang
ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja,
kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk
tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu
pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan”29
Upah adalah pembayaran yang diterima buruh selama ia
melakukan pekerjaan atau dipandang melakukan sesuatu. Jika
dipandang dari sudut nilainya upah dibedakan menjadi dua: upah
nominal, yaitu jumlah yang berupa uang. Dan upah riil, yaitu
banyaknya barang yang dapat dibeli dengan jumlah uang itu.30
28 W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Ed. III, Cet. Ke 3,
Jakarta: Balai Pustaka, 2006, hal. 1345 29 Undang-Undang Ketenagakerjaan Lengkap, Cet. 2, Jakarta: Sinar Grafika,
2007, hal. 5 30 Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Jakarta: Djambatan, 2003, hal.
130
31
Sedangkan menurut PP No. 5 tahun 2003, upah memiliki arti
hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai
imbalan dari pengusaha kepada pekerja atas suatu pekerjaan atau jasa
yang telah atau akan dilakukan, ditetapkan dan dibayarkan menurut
suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-
undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarganya.31
Dari beberapa devinisi diatas dapat penulis simpulkan bahwa
upah adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk
uang sebagai imbalan dari pengusaha kepada pekerja atas suatu
pekerjaan atau jasa yang telah ditetapkan menurut suatu persetujuan
dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja.
Sepertinya Undang-Undang hanya berlaku pada wilayah
formal saja, dimana buruh mendapatkan upah secara rutin. Undang-
Undang mengatur perjanjian kerja antara buruh dan pengusaha yang
sesuai dengan peraturan perundangan. Sedangkan pada wilayah non
formal hanya menggunakan kebiasaan yang berlaku yang tidak
mengacu pada Undang-Undang. Kesejahteraan buruh pada wilayah
formal menjadi perhatian pemerintah sehingga ditetapkan kebijakan-
kebijakan pengupahan. Pada wilayah ini buruh mendapatkan
perlindungan dalam pekerjaannya. Sedangkan pada wilayah non
formal seperti halnya buruh tani, buruh tidak mendapatkan
31 PP No. 5 Tahun 2003 tentang UMR pasal 1 point b.
32
perlindungan karena Undang-Undang atau peraturan pemerintah tidak
memberikan regulasi.
2. Upah Menurut Hukum Islam
Pembahasan upah dalam hukum islam terkategori dalam
konsep ijarah. Sedangkan ijarah sendiri lebih cenderung membahas
masalah sewa-menyewa. Oleh karena itu, untuk menemukan
pembahasan terkait upah dalam islam relatif sedikit.
Dalam istilah fiqh ijarah berarti upah, jasa atau imbalan.32
Secara terminologi, menurut hukum Islam ijarah itu diartikan sebagai
suatu jenis akad33
untuk mengambil manfaat dengan jalan
penggantian.34
Menurut fuqoha Hanafiyah35
, ijarah adalah transaksi terhadap
suatu manfaat dengan imbalan. Menurut fuqoha Syafi'iyah36
, ijarah
32 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007, hal. 228 33 Akad adalah perikatan, perjanjian dan pemufakatan yaitu pertalian ijab dan
qobul yang sesuai dengan kehendak syari’at yang berpengaruh pada obyek perikatan. (lihat
dalam bukunya: M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, Ed. 1,. Cet. 1,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003, hal. 101)
Para ulama fiqh menetapkan bahwa akad yang telah memenuhi rukun dan syarat
akan mempunyai kekuatan hokum yang mengikat terhadap pihak yang melakukan akad atau
transaksi. Sebagaimana firman Allah :
$ yγ •ƒ r'≈ tƒ š Ï%©!$# (#þθ ãΨ tΒ#u (#θ èù÷ρ r& ÏŠθ à)ãèø9$$ Î/ …….
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu…….(Al-
Maidah:1) 34 Chairuman Pasaribu S. K. Lubis, Hokum Perjanjian Dalam Islam, Cet. 1,
Jakarta: Sinar Grafika Offset, 1996, hal. 52 35 Imam Hanafi, beliau lahir di Kufah, 80 H/699 M dan meninggal di Baghdad,
150 H/767 M. Beliau adalah ulama mujtahid dalam bidang. Nama lengkapnya Abu Hanifah
Nu’man Bin Sabit. Imam Abu Hanifah digelari Ahlur Ro’yi karena ia lebih banyak memakai
argumen akal daripada ulama lainnya. Ia juga banyak memakai Qiyas dalam menetapkan
suatu hokum. Beliau meninggalkan banyak karya seperti kitab Al-Fara’id, Asy-Syurut, dan
Al-Fiqh Al Akbar (lihat: Ensiklopedia Islam, Jilid 2, hal.79 )
33
adalah transaksi terhadap manfaat yang dituju, tertentu, bersifat bisa
dimanfaatkan dengan suatu imbalan tertentu. Menurut fuqaha
Malikiyah37
dan Hanabilah38
, Ijarah adalah pemilikan manfaat sesuatu
yang dibolehkan dalam waktu tertentu dengan suatu imbalan.39
Sedang M. Hasbi Ash Shiddieqy40
mengartikan ijarah ialah
penukaran manfaat untuk masa tertentu, yaitu pemilikan manfaat
dengan imbalan, sama dengan menjual manfaat.41
Menurut Syafi’i Antonio ijarah adalah akad pemindahan hak
guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa tanpa
diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.42
36 Imam Syafi’i, beliau lahir di Gaza, Palestina, 150 H/767 M dan meninggal di
Fustat, Cairo, Mesir, 204 H/20 Januari 820). Nama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad
Bin Idris As-Syafi’i. Beliau adalah seorang ulama Mujtahid terkenal di bidang fiqh. Hasil
karyanya antara lain: Ar-Risalah (kitab Ushul Fiqh), Al-Umm (kitab yang memuat masalah-
masalah fiqh), Ikhtilaf Al-Hadis (kitab yang berkaitan dengan ilmu hadis) dan masih banyak
kitab-kitab lainnya. ( lihat: Ensiklopedia Islam, Jilid 4, hal. 326) 37 Imam Maliki, nama lengkapnya adalah Malik Bin Anas Bin Malik Bin Abi
Amir Al-Asbahi. Imam Malik adalah seorang ahli Hadis dan Fiqh. Ia dipandang sebagai
Rawi Hadist Madinah yang paling terpercaya dan Sanad (sumbernya) paling terpercaya.
Imam Malik menghasilkan sebuah karya monumental yang sampai sekarang dapat dibaca
dan dipelajari, yaitu kitab Al-Muwatta’.(lihat: Ensiklopedia Islam, Jilid 3, hal.142). 38 Imam Hanbali, Beliau dilahirkan dikota Baghdad, kota yang terkenal sebagai
gudang ilmu pengetahuan. Nama lengkapnya adalah Ahmad Bin Hanbal atau Imam Hanbali.
Salah satu kitab yang beliau tulis adalah kitab Al-Musnad, kitab ini berisikan kumpulan hadis
yang diriwayatkan ahmad dari para rawi atau periwayat Siqat (kuat dan terpercaya). (lihat: Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedia Islam, Jilid 2, Jakarta: PT. Ichtiar Baru
Van Hoeve, 1993, hal. 85) 39 M. Ali, Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, Ed. 1,. Cet. 1, Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2003. hal. 227-228 40 Hasbi Ash-Shiddieqy (lahir di Lhokseumawe, 10 Maret 1904, wafat pada
tanggal 9 Desember 1975). Beliau adalah Seorang ulama dan cendikiawan muslim, ahli ilmu
Fiqh, Hadis, Tafsir, dan ilmu kalam, penulis yang produktif dan pembaharu (Mujaddid) yang
terkemuka dalam menyeru kepada umat agar kembali ke Al-Quran dan Sunah Rosulullah
SAW. Nama aslinya Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy. Kata Ash-Shiddieqy menistimbatkan
namanya kepada nama Abu Bakar As-Siddiq. (lihat: Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam,
Ensiklopedia Islam, Jilid 2, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1993, hal. 94). 41 M. Hasbi Ash Shiddieqy, Hukum-Hukum Fiqih Islam, Semarang: Pustaka Rizki
Putra, Cet. 1, 1997, hal. 428. 42 Muhammad Syafi’i A., Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, Cet. 1, Jakarta:
Gema Insani Pres, 2001, hal. 117
34
Ada perbedaan terjemahan kata ijarah dari bahasa Arab ke
bahasa Indonesia, antara sewa dan upah juga ada perbedaan makna
operasional, sewa biasanya digunakan untuk benda, seperti “seorang
Mahasiswa menyewa kamar untuk tempat tinggal selama kuliah,
sedangkan upah digunakan untuk tenaga, seperti para karyawan
bekerja di pabrik dibayar gajinya (upahnya) satu kali dalam dua
minggu, atau satu kali dalam sebulan, dalam bahasa Arab upah dan
sewa disebut ijarah.43
Dari pengertian diatas terlihat bahwa yang dimaksud dengan
sewa-menyewa itu adalah pengambilan manfaat sesuatu benda, jadi
dalam hal ini bendanya tidak berkurang sama sekali, dengan perkataan
lain peristiwa sewa-menyewa ini yang berpindah hanyalah manfaat
dari benda yang disewakan tersebut, manfaat itu dapat berupa manfaat
barang seperti kendaraan, rumah dan manfaat karya pemusik, bahkan
dapat juga berupa karya pribadi seperti pekerja.
Dalam istilah hokum islam, pemilik yang menyewakan
manfaat sesuatu disebut Mu’ajir, adapun pihak yang menyewa disebut
Musta’jir, dan sesuatu yang diambil manfaatnya disebut Ma’jur.
Sedangkan jasa yang diberikan sebagai imbalan atas manfaat tersebut
disebut Ajarah atau Ujrah.44
43 H. Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, Cet. I, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2002, hal. 113. 44 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, diterjemahkan oleh Nor Hasanuddin dari “Fiqhus
Sunnah”, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006, Cet. 1, hal. 203
35
Dapat disimpulkan bahwa ijarah atau sewa-menyewa adalah
suatu akad/perjanjian untuk memiliki manfaat tertentu dari suatu
barang atau jasa dengan pengganti upah/imbalan atas pemanfaatan
barang/jasa tersebut.
B. Dasar Hukum Ijarah Atas Pekerjaan
Dalam Al Qur’an, ketentuan tentang upah tidak tercantum secara
terperinci. Namun pemahaman upah dicantumkan dalam bentuk
pemaknaan tersirat, seperti firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah
ayat 233 yang berbunyi,
* ßN≡ t$ Î!≡ uθø9 $# uρ z ÷èÅÊ öム£ èδy‰≈ s9 ÷ρr& È÷, s!öθ ym È÷n=ÏΒ% x. ( ô yϑÏ9 yŠ# u‘ r& βr& ¨Λ É ãƒ sπ tã$|Ê §9 $# 4 ’ n?tãuρ ÏŠθä9 öθpR ùQ $# … ã&s! £ ßγ è% ø—Í‘ £ åκ èEuθó¡Ï. uρ Å∃ρã÷èpR ùQ $$Î/ 4 Ÿω ß#=s3è? ë§ø� tΡ �ωÎ) $yγ yèó™ ãρ 4 Ÿω
§‘ !$ŸÒè? 8ο t$ Î!≡ uρ $yδÏ$ s!uθÎ/ Ÿωuρ ׊θä9 öθtΒ … çµ ©9 Íν Ï$ s!uθÎ/ 4 ’ n?tãuρ Ï^ Í‘# uθø9 $# ã≅ ÷V ÏΒ y7 Ï9≡ sŒ 3 ÷βÎ* sù
# yŠ# u‘ r& »ω$ |ÁÏù tã <Ú# ts? $uΚåκ ÷] ÏiΒ 9‘ ãρ$t±s?uρ Ÿξsù yy$oΨ ã_ $yϑÍκ ö< n=tã 3 ÷βÎ) uρ öΝ ›?Š u‘ r& βr&
(# þθãèÅÊ ÷0tIó¡n@ ö/ ä. y‰≈ s9 ÷ρr& Ÿξsù yy$uΖã_ ö/ ä3ø‹n=tæ # sŒÎ) Ν çFôϑ=y™ !$Β Λ ä ø‹s?# u Å∃ρá4 ÷èpR ùQ $$Î/ 3 (#θà) ¨?$# uρ ©!$# (# þθßϑn=ôã $# uρ ¨βr& ©!$# $oÿÏ3 tβθè=uΚ÷ès? ×0? ÅÁt/ ∩⊄⊂⊂∪
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun
penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan
kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan
cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar
kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena
anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban
demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan
kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas
keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka
tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut
36
yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah
Maha melihat apa yang kamu kerjakan.”(QS. Al-Baqarah: 233)45
Ayat tersebut menerangkan bahwa setelah seseorang
mempekerjakan orang lain hendaknya memberikan upahnya. Dalam hal
ini menyusui adalah pengambilan manfaat dari orang yang dipekerjakan.
Jadi yang dibayar bukan harga susunya melainkan orang yang
dipekerjakannya.
$s) n=sÜΡ$$sù #Lym !# sŒ Î) !$u‹s?r& Ÿ≅ ÷δr& >π tƒ ös% !$yϑyèôÜ tGó™ $# $yγ n=÷δr& (# öθt/ r' sù βr& $yϑèδθà� Íh‹ ŸÒãƒ
# y‰y uθsù $pκ< Ïù # Y‘# y‰É` ߉ƒ Ìムβr& 0Ùs)Ζtƒ … çµ tΒ$s%r'sù ( tΑ$s% öθs9 |M ø⁄ Ï© |Nõ‹y‚−Gs9 ϵø‹n=tã
# \ô_r& ∩∠∠∪
“Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada
penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri
itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian
keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir
roboh, Maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: "Jikalau
kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu".
(QS. Al-Kahf: 77)46
Dalam Qs. Az-Zukhruf: 32 juga menerangkan,
óΟ èδr& tβθßϑÅ¡ø) tƒ |M uΗ÷q u‘ y7 În/ u‘ 4 ß øt wΥ $oΨ ôϑ|¡s% Ν æηuΖ÷� t/ öΝ åκ tJt±Š ÏèΒ ’ Îû Íο 4θuŠ ysø9 $# $u‹ ÷Ρ‘‰9 $# 4 $uΖ÷è sùu‘ uρ öΝåκ |Õ÷èt/ s− öθsù <Ù÷èt/ ;M≈ y_u‘ yŠ x‹Ï‚−Gu‹ Ïj9 Ν åκ ÝÕ÷èt/ $VÒ÷èt/ $wƒ Ì÷‚ß™ 3 àM uΗ÷q u‘ uρ
y7 În/ u‘ ×0ö? yz $£ϑÏiΒ tβθãèyϑøg s† ∩⊂⊄∪
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah
menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan
dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian
45 Departemen Agama RI, op. cit. hal. 38 46 Ibid. hal. 303
37
yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat
mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik
dari apa yang mereka kumpulkan.(Qs. Az-Zukhruf: 32)47
Lafadz “sukhriyyan” yang terdapat dalam ayat diatas bermakna
“saling menggunakan”. Menurut Ibnu Katsir, lafadz ini diartikan dengan
“supaya kalian bisa saling mempergunakan satu sama lain dalam hal
pekerjaan atau yang lain, karena diantara kalian saling membutuhkan
satu sama lain”. Terkadang manusia membutuhkan sesuatu yang berada
dalam kepemilikan orang lain, dengan demikian, orang tersebut bisa
mempergunakan sesuatu itu dengan cara melakukan transaksi, salah
satunya dengan akad Ijarah atau sewa-menyewa.48
Dalam QS. Ath-Thalaq ayat 6 menerangkan,
£ èδθãΖÅ3ó™ r& ô ÏΒ ß] ø‹ym Ο çGΨ s3y™ ÏiΒ öΝä. ω÷` ãρ Ÿωuρ £ èδρ•‘ !$ŸÒè? (#θà) ÍhŠ ŸÒçGÏ9 £Íκ ö< n=tã 4 βÎ) uρ £ ä. ÏM≈ s9 'ρé& 9≅ ÷Ηxq (#θà) Ï�Ρr'sù £Íκ ö< n=tã 4®Lym z ÷èŸÒtƒ £ ßγ n=÷Ηxq 4 ÷βÎ* sù z ÷è|Ê ö‘ r& ö/ ä3s9
£ èδθè?$t↔ sù £ èδu‘θã_é& ( (#ρãÏϑs?ù& uρ /ä3uΖ÷� t/ 7∃ρã÷èoÿÏ3 ( βÎ) uρ ÷Λ än ÷0| $yès? ßì ÅÊ ÷0äI|¡sù ÿ… ã&s!
3“t÷zé& ∩∉∪
“Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal
menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka
untuk menyempitkan (hati) mereka. dan jika mereka (isteri-isteri yang
sudah ditalaq) itu sedang hamil, Maka berikanlah kepada mereka
nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan
(anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan
musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan
jika kamu menemui kesulitan Maka perempuan lain boleh menyusukan
(anak itu) untuknya.(Qs. Ath-Thalaq: 6)49
47 Ibid. hal. 492 48 Dimyauddin Djuwaini, loc. cit 49
Departemen Agama RI, op. cit, hal. 560
38
ôM s9$s% $yϑßγ1 y‰÷n Î) ÏM t/ r'≈ tƒ çν öÉfø↔ tGó™ $# ( 0χÎ) u0ö? yz Ç tΒ |Nöyfø↔ tGó™ $# ‘“Èθ s) ø9 $#
ßÏΒF{ $# ∩⊄∉∪
“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah
ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang
yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah
orang yang kuat lagi dapat dipercaya."(Qs. Al-Qashash: 26)50
Ayat ini berkisah tentang perjalanan Nabi Musa as bertemu
dengan kedua putri Nabi Ishaq, salah seorang putrinya meminta Nabi
Musa as untuk disewa tenaganya guna menggembala domba. Kemudian
Nabi Ishaq as bertanya tentang alasan permintaan putrinya tersebut. Putri
Nabi Ishaq mengatakan bahwa Nabi Musa as mampu mengangkat batu
yang hanya bisa diangkat oleh sepuluh orang, dan mengatakan ‘karena
Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja
(pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya’. Cerita ini
menggambarkan proses penyewaan jasa seseorang dan bagaimana
pembayaran upah itu dilakukan.51
Landasan sunnahnya dapat dilihat pada sebuah hadits yang
diriwayatkan Ibn Majah dari Ibnu Umar, bahwa Nabi bersabda:
. أ�A�ا ا�@+� أ@�? �<= أن ی>;� �� �*
“Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering,”
(H.R. Ibnu Majah)52
50
Ibid. vol.10, cet. 4, 2006, hal. 333 51 Dimyauddin Djuwaini, op. cit. hal. 156 52
DSN MUI, Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional, Cet. 4, Ciputat: Gaung
Persada, 2006, hal. 57
39
Landasan ijma’nya adalah semua umat bersepakat, tidak ada
seorang ulama pun yang membantah kesepakatan ini, sekalipun ada
beberapa orang diantara mereka yang berbeda pendapat, tetapi hal itu
tidak dianggap.53
C. Rukun dan Syarat Ijarah Atas Pekerjaan
a. Rukun Akad Ijarah
Menurut Hanafiah, rukun Ijarah hanya satu, yaitu ijab54
dan
qobul55
, yaitu pernyataan dari orang yang menyewa dan yang
menyewakan.56
Sedangkan menurut jumhur Ulama, rukun Ijarah itu
ada empat, yaitu:57
1. ‘Aqid, yaitu mu’ajir (orang yang menyewakan) dan musta’jir
(orang yang menyewa).
2. Shighat, yaitu ijab dan qabul, shigat akad harus menggunakan
kalimat yang jelas. Dapat dilakukan dengan lisan, tulisan dan
atau isyarat.58
Akad dapat diubah, diperpanjang dan atau
dibatalkan berdasarkan kesepakatan.59
53 Hendi Suhendi, op. cit. hal. 117 54 Ijab adalah pernyataan melakukan ikatan (lihat dalam bukunya M. Ali, Hasan,
Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, Ed. 1,. Cet. 1, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2003, Hal. 101) 55 Qobul adalah pernyataan menerima ikatan (ibid) 56 Ahmad Wardani M, Fiqh Muamalat, Ed. 1, Cet.1, Jakarta: Amzah, 2010. Hal.
320 57 Ibid, Hal. 321, dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Ed. Rev, pasal 295,
Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum Islam Dan Masyarakat Madani (PPHIMM), 2009, hal. 86-
87 58 Kompilasi Hukum Ekonomi Islam, Pasal 296 Ayat 1 dan 2, hal. 87 59 Ibid. Pasal 297
40
3. Ujrah, pemberian upah yang dipaparkan dalam Kompilasi
Hukum Ekonomi Islam dapat berupa uang, surat berharga, dan
atau benda lain berdasarkan kesepakatan.60
4. Ma’jur, baik manfaat dari suatu barang yang disewa atau jasa
dan tenaga dari orang yang bekerja.
Penggunaan ma’jur harus dicantumkan dalam akad Ijarah.61
Apabila penggunaan ma’jur tidak dinyatakan secara pasti
dalam akad, maka ma’jur digunakan berdasarkan aturan umum
dan kebiasaan.62
b. Syarat sahnya Ijarah atas pekerjaan
Untuk sahnya Ijarah harus dipenuhi beberapa syarat yang
berkaitan dengan ‘Aqid (pelaku), Ma’qud ‘Alaih (objek), Ujrah
(upah) dan akadnya sendiri. Syarat-syarat tersebut sebagai berikut:
1. Persetujuan kedua belah pihak, mereka menyatakan
kerelaannya untuk melakukan akad Ijarah. Apabila salah
seorang diantaranya merasa terpaksa melakukan akad itu,
maka akadnya tidak sah.63
Dasarnya adalah Firman Allah
dalam QS. An-Nisa’: 29.
60 Ibid. Pasal 307 ayat 1, hal. 89 61 Ibid. Pasal 304 ayat 1, hal. 88 62 Ibid. Pasal 304 ayat 2 63 Nasrun Haroen, op. cit. Hal. 232
41
$yγ •ƒ r'≈ tƒ šÏ% ©!$# (#θãΨ tΒ# u Ÿω (# þθè=à2ù's? Ν ä3s9≡ uθøΒr& Μ à6 oΨ ÷� t/ È≅ ÏÜ≈ t6 ø9$$Î/
HωÎ) βr& šχθä3s? ¸ο t≈ pg ÏB tã <Ú# ts? öΝ ä3ΖÏiΒ 4 Ÿωuρ (# þθè=çFø) s? öΝ ä3|¡à�Ρr& 4 ¨βÎ) ©!$# tβ% x. öΝ ä3Î/ $VϑŠ Ïmu‘ ∩⊄∪
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-
suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu;
Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
(Qs. An-Nisa’:29)64
Untuk kedua pihak yang berakad, menurut ulama
Syafi’iyah dan Hanabilah, disyaratkan telah baligh dan berakal.
Oleh sebab itu, apabila orang yang belum atau tidak berakal,
seperti anak kecil dan orang gila, menyewakan harta mereka atau
diri mereka sebagai buruh, maka akadnya tidak sah. Akan tetapi
ulama Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat bahwa kedua orang
yang berakad itu tidak harus mencapai usia baligh, tetapi anak
yang telah mumayyiz pun boleh melakukan akad Ijarah. Namun,
mereka mengatakan, apabila seorang anak yang mumayyiz
melakukan akad Ijarah terhadap harta atau dirinya, maka akad itu
baru sah apabila disetujui oleh walinya.65
2. Objek akad yaitu manfaat harus jelas, sehingga tidak
menimbulkan perselisihan. Apabila objek akad (manfaat) tidak
jelas, sehingga menimbulkan perselisihan, maka ijarah tidak sah.
64 Departemen Agama RI, op. cit. hal. 84 65 Nasrun Haroen. loc. cit.
42
Kejelasan tentang objek akad Ijarah bisa dilakukan dengan
menjelaskan:
a. Objek manfaat, penjelasan objek manfaat bisa dengan
mengetahui benda yang disewakan. Apabila seseorang
mengatakan: “saya sewakan kepadamu salah satu dari dua
rumah ini”, maka akad Ijarah tidak sah, karena rumah mana
yang disewakan belum jelas.
b. Masa manfaat, penjelasan tentang masa manfaat diperlukan
dalam kontrak rumah tinggal beberapa bulan atau tahun, kios
atau kendaraan, misalnya beberapa hari disewa.66
c. Benda yang disewakan disyaratkan kekal (zat)-nya hingga
waktu yang ditentukan menurut perjanjian dalam akad.
d. Manfaat dari benda yang disewa adalah perkara yang mubah
menurut syara’ bukan hal yang dilarang.67
3. Ujrah, disyaratkan diketahui jumlahnya oleh kedua belah pihak,
baik dalam sewa-menyewa barang ataupun dalam upah-
mengupah.68
.
D. Macam-macam Upah
Dilihat dari segi obyeknya, akad ijarah dibagi oleh para ulama
fiqh menjadi dua macam yaitu ijarah atas manfaat dan ijarah atas
pekerjaan.
66 Ahmad Wardi M. op. cit, hal. 322-323 67 Hendi Suhendi, op. cit. hal. 118 68 Ibid.
43
1. Ijarah atas manfaat. Dalam ijarah ini, obyeknya adalah
manfaat dari suatu benda.69
Seperti sewa-menyewa rumah,
toko, kendaraan, pakaian dan perhiasan.70
Akad sewa-
menyewa dibolehkan atas manfaat yang mubah, seperti rumah
untuk tempat tinggal, toko dan kios untuk tempat berdagang,
mobil untuk kendaraan atau angkutan, pakaian dan perhiasan
untuk dipakai. Adapun manfaat barang yang diharamkan maka
tidak boleh disewakan karena barangnya diharamkan. Dengan
demikian, tidak boleh mengambil imbalan untuk manfaat yang
diharamkan seperti bangkai dan darah.71
2. Ijarah yang atas pekerjaan, disebut juga upah-mengupah.
Obyek akadnya adalah amal atau pekerjaan seseorang.72
Yaitu
dengan cara mempekerjakan seseorang untuk melakukan suatu
pekerjaan. ijarah semacam ini dibolehkan apabila jenis
pekerjaanya itu jelas seperti karya pemusik, arsitek bangunan,
desainer, dan lainnya. Ijarah seperti ini ada yang bersifat
pribadi, seperti menggaji pembantu rumah tangga, dan yang
bersifat serikat, seseorang atau sekelompok orang yang
menjual jasnya untuk kepentingan orang banyak, seperti
tukang jahit, tukang ojek dan buruh pabrik.73
69 Ahmad Wardi M, op. cit. hal. 329 70 M. Ali Hasan, op. cit. hal. 236 71 Ahmad Wardi M. hal. op. cit. hal. 330 72 Ibid. hal. 236 73 Nasrun Haroen, op. cit. hal. 236
44
E. Hak Menerima Upah
Jika ijarah itu suatu pekerjaan, maka kewajiban pembayaran
upahnya pada waktu berakhirnya pekerjaan. Bila tidak ada pekerjaan
lain, jika akad sudah berlangsung dan tidak disyaratkan mengenai
pembayaran dan tidak ada ketentuan penangguhannya. Secara umum
dalam ketentuan Al-Quran yang ada keterkaitannya dengan penentuan
upah dijumpai dalam firman allah:
* ¨βÎ) ©!$# ããΒù'tƒ ÉΑ ô‰yèø9 $$Î/ Ç≈|¡ômM}$# uρ Ç›!$tGƒ Î) uρ “ÏŒ 4†n1öà) ø9 $# 4‘ sS ÷Ζtƒ uρ Ç tã Ï!$t±ósx� ø9 $# Ìx6Ψ ßϑø9 $# uρ Äøöt7 ø9 $# uρ 4 öΝ ä3Ýà Ïètƒ öΝ à6 ¯=yè s9 šχρã©. x‹s? ∩⊃∪
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran
kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”(QS. An-Nahl: 90)74
Apabila ayat ini dikaitkan dengan perjanjian kerja, maka dapat
dikemukakan bahwa Allah memerintahkan pemberi pekerjaan (majikan)
untuk berlaku adil, bijksana dan dermawan kepada pekerjanya.
Menurut Abu Hanifah, wajib diserahkan upahnya secara
berangsur sesuai dengan manfaat yang diterimanya. Menurut Imam
Syafi’i dan Ahmad, sesungguhnya ia berhak dengan akad itu sendiri.75
Upah berhak diterima dengan syarat-syarat berikut:76
1. Pekerjaan telah selesai.
74
Departemen Agama RI, op. cit. hal. 278
75 Hendi Suhendi, op. cit. Hal. 121 76 Sayyid Sabiq, op. cit. hal. 210
45
Jika akadnya atas jasa, maka wajib membayar upahnya pada saat
jasa telah selesai dilakukan.
2. Mendapat manfaat, jika ijarah dalam bentuk barang. Apabila ada
kerusakan pada barang sebelum dimanfaatkan dan masih belum ada
selang waktu, akad tersebut menjadi batal.
3. Ada kemungkinan untuk mendapatkan manfaat. Jika masa sewa
berlaku, ada kemungkinan untuk mendapatkan manfaat pada masa
itu sekalipun tidak terpenuhi secara keseluruhan.
4. Mempercepat pembayaran sewa atau kompensasi atau sesuai
kesepakatan kedua belah pihak sesuai dalam hal penangguhan
pembayaran.
Dari beberapa pengertian dan ketentuan diatas nampak bahwa
pembahasan Ijarah lebih banyak bertumpu pada ketentuan yang
mengarah kepada sewa-menyewa manfaat barang. Sedangkan
pembahasan mengenai pemanfaatan jasa manusia hanya sedikit saja. Hal
ini disebabkan ruang lingkup pembahasan fiqih Mu‘amalah hanya
meliputi al-mal (harta), al-huquq (hak-hak) kebendaan, dan hukum
perikatan (al-aqad). Namun tidak menutup kemungkinan sistem Ijarah
ini juga digunakan pada sistem ujrah.
F. Pembatalan dan Berakhirnya Upah
Jika salah satu pihak (pihak yang menyewakan atau penyewa)
meninggal dunia, perjanjian sewa menyewa tidak akan menjadi batal,
asal yang menjadi obyek perjanjian sewa menyewa masih ada. Sebab
46
dalam hal salah satu pihak meninggal dunia, maka kedudukannya
digantikan oleh ahli waris. Demikian juga halnya dengan penjualan
obyek perjanjian sewa menyewa yang tidak menyebabkan putusnya
perjanjian yang diadakan sebelumnya. Namun demikian, tidak menutup
kemungkinan pembatalan perjanjian (pasakh) oleh salah satu pihak jika
ada alasan atau dasar yang kuat.77
Adapun hal-hal yang menyebabkan batalnya sewa menyewa
adalah disebabkan hal-hal sebagai berikut:
1) Terjadinya aib pada barang sewaan
2) Rusaknya barang yang disewakan
3) Rusaknya barang yang diupahkan
4) Terpenuhinya manfaat yang di akadkan
5) Penganut Mazhab Hanafi menambahkannya dengan uzur.78
Pembatalan akad ijarah dapat dilakukan secara sepihak, karena
ada alasan yang berhubungan dengan pihak yang berakad ataupun obyek
sewa itu sendiri. Akad ini bisa berhenti, karena ada keinginan dari salah
satu pihak untuk mengakhirinya. Atau juga karena obyek sewa yang
rusak dan sudah tidak mampu mendatangkan manfaat bagi penyewa.79
Apabila akad ijarah telah berakhir, pihak penyewa wajib
mengembalikan barang sewa. Jika berupa barang berbentuk harta
bergerak, maka wajib menyerahkan kepada pemiliknya. Jika sewanya
77 Chairuman S K. Lubis, op. cit, hal.148. 78 Ibid. hal. 149 79 Dimyauddin Djuwaini, op. cit. hal. 161
47
berupa barang dalam bentuk harta tidak bergerak wajib dikembalikan
dalam keadaan kosong.80
Para ulama fiqh menyatakan bahwa akad sewa-menyewa atau
Ijarah akan berakhir apabila:
a. Obyek hilang atau musnah, seperti rumah terbakar atau baju yang
hilang.
b. Tenggang waktu yang disepakati dalam akad sewa telah berakhir.
Apabila yang disewakan itu adalah rumah, maka rumah itu
dikembalikan kepada pemiliknya, dan apabila yang disewakan itu
adalah jasa seseorang, maka itu berhak menerima upahnya. Kedua
hal ini disepakati oleh seluruh ulama fiqh.81
Menurut Mazhab Hanbali, manakala ijarah telah berakhir,
penyewa harus mengangkat tangannya, dan tidak ada kemestian untuk
mengembalikan atau menyerahterimakannya, seperti barang titipan,
karena ijarah merupakan akad yang tidak menuntut jaminan, sehingga
mesti mengembalikan dan menyerahterimakannya. Mazhab Hanbali ini
dapat diterima, sebab dengan berakhirnya jangka waktu yang ditentukan
dalam perjanjian sewa-menyewa, maka dengan sendirinya perjanjian
sewa-menyewa yang telah diikat sebelumnya telah berakhir, dan tidak
diperlukan lagi suatu perbuatan hokum untuk memutuskan hubungan
sewa-menyewa, dan dengan terlewatinya jangka waktu yang
80 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, diterjemahkan oleh Nor Hasanuddin. op. cit. hal.
215 81 Ibid, hal. 237
48
diperjanjikan, otomatis hak untuk menikmati kemanfaatan atas benda itu
kembali kepada pihak pemilik (yang menyewakan).82
Menurut Madzhab Hanafi, akad ijarah dapat berakhir apabila
salah satu pihak meninggal dunia, karena manfaat tidak dapat diwariskan.
Berbeda dengan jumhur ulama, akad tidak dapat berakhir (batal) karena
manfaat dapat diwariskan.83
Akibat hukum dari sewa-menyewa adalah jika sebuah akad sewa-
menyewa sudah berlangsung, segala rukun dan syaratnya dipenuhi, maka
konsekuensinya pihak yang menyewakan memindahkan barang kepada
penyewa sesuai dengan harga yang disepakati. Setelah itu masing-masing
mereka halal menggunakan barang yang pemiliknya dipindahkan tadi
dijalan yang dibenarkan.84
G. Upah Menurut Fatwa DSN-MUI
Sistem pengupahan dalam islam juga diatur di dalam fatwa
Dewan Syari’ah Nasional No. 09/DSN-MUI/IV/2000 yang menjelaskan
tentang pembiayaan ijarah, Dewan Syari’ah Nasional setelah
menimbang:
1. Bahwa kebutuhan masyarakat untuk memperoleh manfaat sering
memerlukan pihak lain melalui akad ijarah, yaitu pemindahan hak
guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan
82 Chairuman Pasuribu S. K. Lubis, op. cit. hal. 59-60 83 Muh. Ali Hasan. op. cit. hal. 237 84 Chairuman Pasaribu S. K. Lubis, op. cit, hal. 53-55
49
pembayaran sewa (ujrah), tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan barang itu sendiri.
2. Bahwa masyarakat sering juga memerlukan jasa pihak lain guna
melakukan pekerjaan tertentu dengan pembayaran upah (ujrah/fee)
melalui akad ijarah.
3. Bahwa kebutuhan akad ijarah kini dapat dilayani oleh lembaga
keuangan syariah (LKS) melalui akad pembiayaan ijarah.
4. Bahwa agar akad tersebut sesuai dengan ajaran islam, DSN
memandang perlu menentukan fatwa tentang akad ijarah untuk
dijadikan pedoman oleh LKS.
Mengingat:
1. Firman Allah QS. Al-Zukhruf: 32
óΟ èδr& tβθßϑÅ¡ø) tƒ |M uΗ÷q u‘ y7 În/ u‘ 4 ß øtwΥ $oΨ ôϑ |¡s% ΝæηuΖ÷� t/ öΝ åκ tJt±Š ÏèΒ ’ Îû Íο 4θuŠ ysø9 $#
$u‹ ÷Ρ‘‰9 $# 4 $uΖ÷èsù u‘ uρ öΝ åκ |Õ÷èt/ s− öθsù <Ù÷èt/ ;M≈ y_u‘ yŠ x‹Ï‚−Gu‹ Ïj9 Ν åκ ÝÕ÷è t/ $VÒ÷èt/
$wƒ Ì÷‚ß™ 3 àM uΗ÷q u‘ uρ y7 În/ u‘ ×0ö? yz $£ϑÏiΒ tβθãè yϑøg s† ∩⊂⊄∪
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami
telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam
kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian
mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar
sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain.
dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka
kumpulkan.”
50
2. Firman Allah QS. Al-Baqarah: 233
÷βÎ) uρ…. öΝ ›?Š u‘ r& βr& (#þθãèÅÊ ÷0tIó¡n@ ö/ ä. y‰≈ s9 ÷ρr& Ÿξsù yy$uΖã_ ö/ ä3ø‹n=tæ # sŒ Î) Ν çFôϑ=y™
!$Β Λä ø‹s?# u Å∃ρá4 ÷èpR ùQ $$Î/ 3 (#θà) ¨?$# uρ ©!$# (#þθßϑ n=ôã $# uρ ¨βr& ©!$# $oÿÏ3 tβθè= uΚ÷ès? ×0? ÅÁt/
“…Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain,
Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan
pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada
Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu
kerjakan.”
3. Firman Allah QS. Al-Qashash: 26
ôM s9$s% $yϑßγ1 y‰÷n Î) ÏM t/ r'≈ tƒ çν öÉfø↔ tGó™ $# ( 0χÎ) u0ö? yz Ç tΒ |Nöyfø↔ tGó™ $#
‘“Èθs) ø9 $# ßÏΒF{ $# ∩⊄∉∪
“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku
ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena
Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk
bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat
dipercaya.”
4. Hadis riwayat ‘Abd Ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id
Al-Khudri, Nabi Saw bersabda:
� ا�CD @� أ@+�ا 1�+���* أ@�?.
“Barang siapa mempekerjakan pekerja, beritahukanlah
upahnya.”
5. Hadis riwayat Abu Daud dari Sa’d Ibn Abi Waqqash, ia berkata:
��� ����ء آ#�� " � ي ا�رض �� ��� ا����ا�� � ا���رع و
�"� #�0، 1#�0"� ر��ل ا, .�-� ا, ��+* وا�* و���( �� ذ�' وأ
.أن " �ی�0 9ه7 أو5�61
51
“Kami pernah menyewakan tanah dengan (bayaran) hasil
pertanian; maka, Rosulullah melarang kami melakukan hal
tersebut dan memerintahkan agar kami menyewakannya dengan
emas atau perak.”
6. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari ‘Amr Bin ‘Auf:
� ا�K �@ L�-M� +� ا�����+� إE�G�. �H��م E�� �� أو أE �=E�ا
0Nو�O ��� وا������ن� .( إO�H�E�N��م H��E أو أE �=E�ا
“Perdamaian dapat dilakukan diantara kaum muslimin kecuali
perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalallkan
yang haram, dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat
kereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau
mengharamkan yang haram.
7. Ijma’ ulama tentang kebolehan melakukan akad sewa-menyewa.
8. Kaidah fiqh:
.ا�.= �1 ا���� ��ت اR�5E إ�H أن یل� د�+= ��� تG�ی�0�
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan
kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
L� �M��م ��� @7� ا�T � �U��درء ا
“Menghindarkan mafsadat (kerusakan, bahaya) harus
didahulukan atas mendatangkan kemaslahatan.”
Memperhatikan:
Pendapat peserta rapat pleno Dewan Syari’ah Nasional pada hari
kamis, tanggal 8 Muharram 1421/13 April 2000 menetapkan fatwa
tentang pembiayaan ijarah.
Rukun dan syarat ijarah:
52
1. Sighat Ijarah, yaitu ijab dan qobul berupa pernyataan dari
kedua belah pihak yang berkontrak, baik secara verbal atau
dalam bentuk lain.
2. Pihak-pihak yang berakad (berkontrak): terdiri atas pemberi
sewa/pemberi jasa, dan peyewa/pengguna jasa.
3. Obyek akad ijarah, yaitu:
a. Manfaat barang dan sewa, atau
b. Manfaat jasa dan upah
Selanjutnya dalam fatwa tersebut juga mengatur mengenai
ketentuan obyek ijarah, diantaranya adalah:
1. Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan atau
jasa.
2. Manfaat barang atau jasa harus yang bisa dinilai dan dapat
dilaksanakan dalam kontrak.
3. Manfaat barang atau jasa harus yang bersifat dibolehkan (tidak
diharamkan).
4. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai
dengan syariah.
5. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk
menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan
mengakibatkan sengketa.
53
6. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk
jangka waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau
identifikasi fisik.
7. Sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar au
upah nasabah kepada LKS sebagai pembayaran manfaat.
Sesuatu yang dapat dijadikan harga (tsaman) dalam jual-beli
dapat pula dijadikan sewa atau upah dalam ijarah.
8. Pembiayaan sewa atau upah boleh berbentuk jasa (manfaat
lain) dari jenis yang sama dengan obyek kontrak.
9. Kelenturan (fleksibility) dalam menentukan sewa atau upah
dapat diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.
Ketentuan mengenai kewajiban LKS dan nasabah dalam
pembiayaan ijarah:
1. Kewajiban LKS sebagai pemberi manfaat barang atau
jasa:
a. Menyediakan barang yan disewakan atau jasa yang
diberikan.
b. Menanggung biaya pemeliharaan barang.
c. Menjamin bila terdapat cacat pada barang yang
disewakan.
2. Kewajiban nasabah sebagai penerima manfaat barang atau
jasa:
54
a. Membayar sewa atau upah dan bertanggung jawab
untuk menjaga keutuhan barang serta
menggunakannya sesuai akad (kontrak).
b. Menanggung biaya pemeliharaan barang yang sifatnya
ringan (tidak materiil).
c. Jika barang yang disewa rusak, bukan karena
pelanggaran dari penggunaan yang dibolehkan dalam
menjaganya, ia tidak bertanggung jawab atas
kerusakan tersebut.
Adapun ketentuan lain mengenai pembiayaan ijarah adalah:
Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan diantara para pihak, maka penyelesaiannya dilaksanakan
melalui badan arbitrasi syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan
melalui musyawarah.85
85 Fatwa DSN MUI, Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional, Cet. 4, Ciputat:
Gaung Persada, 2006, hal. 55-61
55
BAB III
PELAKSANAAN AKAD BAWON DI DESA GEMULUNG,
KELURAHAN KWANGEN, KECAMATAN GEMOLONG, SRAGEN
A. Monografi dan Demografi Kelurahan Kwangen, Kec. Gemolong,
Kab. Sragen
1. Keadaan Monografi Kelurahan Kwangen
Kelurahan Kwangen merupakan salah satu bagian dari
wilayah Kecamatan Gemolong Kabupaten Sragen. Kelurahan
Kwangen memiliki luas wilayah ± 276 Ha, dari luas wilayah tersebut
Kelurahan Kwangen terdiri dari ±203 Ha tanah sawah, ±64,86 Ha
tanah kering. Tanah untuk fasilitas umum ada ±8,14 Ha digunakan
untuk lapangan olah raga ±1 Ha, pemakaman umum ±0,75 Ha serta
sungai dan jalan ±6,39 Ha. Keadaan tanah berada pada ketinggian
130 m diatas permukaan air laut.
Kelurahan Kwangen terdiri dari 3 Lingkungan, 7 Desa, 3
Rukun Warga (RW) dan 20 Rukun Tetangga (RT). Adapun batas-
batas wilayahnya adalah sebagai berikut:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Girimargo Kecamatan
Miri.
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Ngembat Padas.
c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Gemolong.
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Jeruk Kecamatan Miri.
56
Letak wilayah Kelurahan Kwangen berada paling dekat
dengan Ibukota Kecamatan. Jarak ke Ibukota Kecamatan terdekat
adalah 2,5 km dengan lama tempuh 15 menit. Sedangkan jarak ke
Ibukota Kabupaten terdekat adalah 32 km dengan lama tempuh 60
menit menggunakan kendaraan sepeda motor.86
2. Keadaan Demografi Kelurahan Kwangen
Demografi Kelurahan Kwangen Kec. Gemolong Kab.
Sragen pada bulan Januari 2010 adalah sebagai berikut: Jumlah
penduduk Kelurahan Kwangen berdasarkan daftar Mapping
Kelurahan Kwangen 2010 adalah sebanyak 3.853 orang. Terdiri dari
1.898 orang laki-laki dan 1.955 orang perempuan dengan jumlah
Kepala Keluarga sebanyak 1.071 KK. Jumlah keluarga miskin ada
294 KK, jumlah balita ada 263 anak serta 3 anak mengalami gisi
buruk.87
Seluruh penduduk Kelurahan Kwangen beragama dan tidak
seorangpun yang tidak menganut kepercayaan. Sebagian besar
penduduknya itu beragama Islam. Adapun jumlah penganut agama
Islam adalah 3.813 orang, penganut agama Kristen 37 orang,
penganut agama Katholik 1 orang, penganut agama Hindu 4 orang.
86 Laporan Monografi Keadaan Tahun 2010, data dari Kantor Kelurahan Kwangen
Kecamatan Gemolong Kabupaten Sragen 87 Mapping Kelurahan Kwangen Kecamatan Gemolong Kabupaten Sragen Tahun
2010
57
Selanjutnya berdasarkan data jumlah penduduk menurut kelompok
usia, yaitu sebagai berikut:
Usia 0 s/d 1 tahun : 62 jiwa
Usia 1 s/d 5 tahun : 201 jiwa
Usia 5 s/d 6 tahun : 87 jiwa
Usia 7 s/d 15 tahun : 731 jiwa
Usia 16 s/d 21 tahun : 391 jiwa
Usia 22 s/d 59 tahun : 1642 jiwa
Usia diatas 60 tahun : 452 jiwa.88
Penduduk di Kelurahan Kwangen mengutamakan
pendidikan. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya jumlah penduduk
usia sekolah yang berhasil menamatkan pendidikannya setaraf
dengan SMU dan kemudian melanjutkan ke Perguruan Tinggi (D3,
S1). Berikut ini penulis paparkan klasifikasi penduduk menurut
pendidikan mereka:89
Buta huruf : - jiwa
Belum sekolah : 437 jiwa
Tidak tamat SD : 37 jiwa
Tamat SD : 1053 jiwa
Tamat SLTP : 966 jiwa
Tamat SLTA : 950 jiwa
88 Ibid 89 Laporan Demografi tahun 2010 di Kelurahan Kwangen Kecamatan Gemolong
Kabupaten Sragen.
58
Tamat akademik/PT : 143 jiwa
Sarjana : 169 jiwa
Mata pencaharian yang dimiliki masyarakat di Kelurahan
Kwangen kebanyakan adalah karyawan swasta namun disisi lain ada
yang bertani baik itu buruh tani maupun bertani milik sendiri.
Sebagian besar sawah para petani di Kelurahan Kwangen merupakan
sawah irigasi dengan tiga kali musim tanam yakni dua kali musim
tanam padi dan sekali musim tanam palawija. Jenis sawah lain
adalah sawah tadah hujan sehingga para petani hanya bisa bertanam
dimusim hujan. Dalam satu tahun sawah tadah hujan ini hanya bisa
ditanami sebanyak dua kali yaitu padi dimusim tanam pertama dan
palawija dimusim tanam kedua.
Untuk menggambarkan keadaan sosial ekonomi masyarakat
Kelurahan Kwangen tersebut dengan lebih jelas, tabel berikut ini
akan mendeskripsikan tentang mata pencaharian mereka sebagai
berikut :
Jenis mata pencaharian penduduk pada tahun 2010:
No. Mata Pencaharian Jumlah
1 Buruh tani 592 jiwa
2 Petani 310 jiwa
3 Pedagang 60 jiwa
4 PNS 109 jiwa
5 TNI/POLRI 27 jiwa
59
6 Penjahit 8 jiwa
7 Montir 5 jiwa
8 Sopir 51 jiwa
9 Karyawan swasta 2207 jiwa
10 Tukang kayu 5 jiwa
11 Tukang batu 20 jiwa
12 Guru swasta 27 jiwa
13 Pemulung/rosok 41 jiwa
14 Belum kerja 391 jiwa
Jumlah 3853 jiwa
Sumber data: Laporan Demografi tahun 2010 di Kelurahan Kwangen
Dalam bidang pertanian, penulis paparkan luas lahan para
petani di Kelurahn Kwangen yaitu sebagai berikut:
Tanaman yang ditanami mereka adalah:
Tanaman padi : 202 ha
Tanaman jagung : 5 ha
Tanaman kacang tanah : 10 ha
Kedelai : 2 ha
Sarana dan prasarana pertanian yang dapat dimanfaatkan
petani sebagai berikut:
Sumur pantek : 450 buah
Waduk/Bendungan : - buah
Embung/Dam : 1 buah
60
Sungai : 1 buah
Mesin bajak/Traktor : 15 buah
Pompa air/Disel : 357 buah
Kelembagaan petani yang ada di kelurahan Kwangen.
No. Kelompok tani Jumlah anggota lokasi
1 Tani mantep 31 orang Nglangak
2 Makmur abadi 26 orang Kwangen
3 Sumber tani 25 orang Sampir
4 Ngundi rejeki 51 orang Gemulung
5 Jasa tani 45 orang Candirejo
Sumber data: Laporan Demografi tahun 2010 di Kelurahan
Kwangen
Berikut penulis paparkan data produk hasil pertanian di
Kelurahan Kwangen. Mayoritas hasil pertanian dari padi di
Kabupaten Sragen memiliki kualitas baik karena struktur tanahnya
rata dan pengairan lancar.
Produk hasil pertanian Kelurahan Kwangen
No. Komoditas Luas tanam (ha) Produksi (ton/ha)
1 Padi 196 7,5
2 Jagung Hibrida 5 6,2
3 Kacang Tanah 5 5
4 Melon dan Cabai 3 5
Sumber data: Laporan Demografi tahun 2010 di Kelurahan Kwangen
61
Selain bertani, masyarakat di Kelurahan Kwangen juga
memiliki Jenis usaha/home industri. Berikut penulis paparkan data
jenis usaha dari Kelurahan Kwangen.
Produk tempe/tahu : 11 orang
Produk roti/kue : 2 orang
Home industri penjahit : 6 orang
Home industri mebel : 3 orang
Bakso/mie : 4 orang
Warung/toko kelontong : 28 orang
Pemulung : 48 orang
Pengusaha rosok : 3 orang
Bengkel : 3 orang
Berikut penulis tunjukkan struktur organisasi pemerintahan
Kelurahan Kwangen Kecamatan Gemolong Kabupaten Sragen yang
sampai sekarang masih memiliki kewajiban di Kantor Kelurahan.
Dari Mapping Kelurahan yang diberikan kepada penulis merupakan
data tahun 2010. Tidak mencantumkan data terbaru dan memang
belum diganti sehingga penulis mencari data lansung dari Staf
Kantor Kelurahan.
62
Struktur Organisasi Pemerintahan Kelurahan Kwangen90
B. Pelaksanaan Sistem Bawon di Desa Gemulung, Kel. Kwangen, Kec.
Gemolong, Kab. Sragen
Setiap perilaku manusia tidak pernah lepas dari bantuan orang lain,
demikian juga praktek pengupahan buruh tani di desa Gemulung
Kelurahan Kwangen Kec. Gemolong Kab. Sragen ini. Untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari mereka bekerja membanting tulang dengan bekerja
sebagai buruh tani meski mendapatkan upah berupa padi yang baru
diketahui upahnya setelah pekerjaannya selesai untuk memanen.
90 Diambil dari papan Struktur Organisasi di Kantor Kelurahan Kwangen
Kecamatan Gemolong Kab. Sragen
Kepala Kelurahan
Supri Haryanto, SE
Sekretaris kel.
H. Suratno
Kasi Pem.
Ismiyati
Kasi Trantib
H. Sudarno
Kasi Kesra
H. Wakidi
Kasi Yanum
Parmin, S.Sos,MM
Kaling I
Hasan Rifangi
Kaling II
Sularto Kaling III
Suparno
63
1. Pihak yang bersangkutan
Dalam pelaksanaan upah buruh tani ini ada dua pihak yang terlibat,
yaitu:
a. Pemilik sawah
Pemilik sawah adalah orang yang memiliki hak penuh atas
tanah sawahnya untuk ditanami padi, kacang, jagung ataupun
tanaman palawija lainnya. Pada saat tanah sawah siap untuk
ditanami ataupun siap untuk memanen itu pemilik sawah biasanya
meminta bantuan kepada buruh tani untuk membantu
menyelesaikan pekerjaannya di sawah. Karena pemilik sawah
tidak mungkin bisa menyelesaikan sendiri baik pada saat
menanam ataupun memanen.
b. Buruh tani
Buruh tani adalah orang yang melakukan pekerjaan untuk
menyesaikan pekerjaan pemilik sawah, dalam hal ini memanen
padi. Pada saat padi siap untuk dipanen, pemilik sawah mulai
mencari buruh tani untuk membantunya memanen. Biasanya
untuk memanen padi itu membutuhkan waktu 3-4 hari tergantung
luas lahan sawahnya dan jumlah buruh tani yang bekerja.
Semakin banyak buruh tani yang bekerja semakin cepat pula
memanen padinya.
64
2. Mekanisme
Menjadi buruh tani merupakan pilihan masyarakat desa
Gemulung Kelurahan Kwangen setelah tidak terserap pada wilayah
formal. Wilayah informal memang selalu menjadi pilihan kedua bagi
orang yang tidak terserap dalam wilayah formal. Buruh tani
dijadikan pilihan masyarakat desa Gemulung Kel. Kwangen setelah
dirasa tidak ada pekerjaan lain. Seperti yang diungkapkan oleh
Bapak Darno selaku buruh tani.91
Selain itu menjadi buruh tani juga
merupakan pekerjaan yang dapat menghasilkan uang yang lumayan.
Hal ini diungkapkan oleh Bapak Tukirin, Bapak Mandrim, Bapak
Paino dan Mas Pingat.92
Bagi masyarakat Kwangen, akad Bawon sudah menjadi
keharusan yang ada setiap kali masa panen padi. Menurut kepala
lingkungan Bapak Sularto, “Dengan akad Bawon ini, pekerja dan
pemilik sawah sama-sama mendapat kebaikan/keuntungan. Bagi
pekerja, ia menikmati beras/padi meski tidak memiliki lahan sawah
untuk menanam padi, sehingga dapat memenuhi sebagian kebutuhan
keluarga. Sedangkan bagi pemilik sawah, ia merasa terbantu untuk
merampungkan panen padi yang dimiliki. Sejauh ini tidak ada
masyarakat yang mengadu ke perangkat desa terkait persoalan akad
91 Wawancara dengan Bapak Darno pada tanggal 10 April 2012 92 Wawancara dengan Bapak Tikirin pada tanggal 11 April 2012, Bapak Mandrim,
Bapak Paino tanggal 10 April 2012 dan Mas Pingat tanggal 12 April 2012
65
Bawon. Itu artinya kedua belah pihak tidak ada yang merasa
dirugikan.” 93
Perjanjian kerja dengan buruh tani ini dilakukan tidak secara
tertulis. Karena memang dasarnya tidak ada perjanjian yang rumit,
hanya sebuah kesepakatan untuk bekerja ketika waktu panen telah
tiba. Dalam kesepakatan tersebut pun tidak dibahas secara mendetail
tentang hak dan kewajiban kedua belah pihak. Menurut penuturan
Bapak Gimin sebagai pemilik sawah, yang penting hak dan
kewajiban masing-masing pihak bisa terpenuhi. Hak pemilik sawah
adalah memperoleh pelayanan jasa dari buruh untuk memanen padi
di sawahnya. Adapun kewajibannya adalah memberikan upah
kepada para buruh dan memberi sarapan dan makan siang selama
bekerja. Hak buruh tani tentu mendapatkan upah dari pemilik sawah
dan kewajibannya yaitu bekerja untuk pemilik sawah memanenkan
padi di sawah sampai selesai hingga bisa diketahui hasil keseluruhan
panen dan selanjutnya dibagi seperdelapan. Seperdelapan dari
keseluruhan hasil panen itulah upah untuk para buruh.
Berikut akan penulis jabarkan proses memanen padi, yaitu
sebagai berikut:
93 Wawancara dengan Kepala Lingkungan II Bapak Sularto pada tanggal 28 Juni
2012
66
1. Ngerit
Ngerit adalah istilah orang jawa dalam proses memanen padi
yang maksudnya adalah memotong tanaman padi mendekati
akar. Yang nantinya tanaman padi menjadi mudah untuk diambil
padinya.
2. Tanaman padi yang telah dipotong dikumpulkan
Padi yang telah di rit, kemudian dikumpulkan menjadi dua
tumpukan tanaman padi di kanan dan di kiri alat yang dipakai
untuk ngerek padi. Tujuannya agar tanaman padi tadi bisa
segera di-‘erek.
3. Ngerek
Untuk merontokkan padi dari batang dan daunnya, maka
dilakukan perontokkan dengan menggunakan alat perontok,
nama alatnya itu adalah Dos. Tanaman padi yang telah
terkumpul dibagian kanan dan kiri Dos kemudian salah satu
buruh menjalankan dos, dari kanan dan kiri Dos ada buruh tani
yang menyalurkan tumpukan kecil dari tanaman padi tadi untuk
di’erek agar padi terpisah dari batang dan daunnya.
4. Pengayaan
Padi yang telah di’erek akan rontok terpisah dari batang dan
daunnya. Namun masih harus dilakukan tahap pengayaan.
Karena padi tadi masih terdapat potongan daun-daun yang ikut
67
tercampur ditumpukan padi yang telah di’erek. Agar hasil padi
lebih bersih maka dilakukan tahap pengayaaan.
5. Padi dimasukkan dalam karung
Padi yang telah diayak, tahap selanjutnya adalah memasukkkan
padi tersebut kedalam karung.
6. Pengangkutan
Karung-karung yang telah berisi padi kemudian dibawa ke
pinggir jalan raya. Buruh tani biasa membawa karung-karung
padi dengan cara dipikul dan ada yang digendong. Setelah
sampai di pinggiran jalan raya, karung-karung padi tadi diangkut
menggunakan mobil bak untuk diantarkan ke rumah pemilik
sawah.
7. Penimbangan
Karung-karung padi yang sudah diangkut sampai di rumah
pemilik sawah, tahap selanjutnya yaitu penimbangan. Agar bisa
segera diketahui jumlah keseluruhan hasil panen padi tersebut.
8. Pembagian upah
Pembagian upah buruh tani dilakukan setelah tahap
penimbangan selesai. Dari hasil penimbangan tadi mulai
dihitung nominal upah buruh taninya berapa. Total hasil panen
dibagi delapan, seperdelapan dari hasil panen kemudian dibagi
lagi jumlah burunya ada berapa. Barulah diketahui berapa
perolehan upah buruh tani.
68
Dalam perjanjian itu disepakati juga untuk pemberian upah
berupa padi dengan pembagian seperdelapan yang biasanya di
masyarakat desa menyebutnya dengan Bawonan. Menurut kepala
Kelurahan Bapak Supri Hariyanto, SE, beliau mengatakan bahwa
sistem Bawon ini sudah menjadi kebiasaan para petani desa sehingga
masyarakat tinggal mengikuti saja kebiasaan pengupahan itu sampai
sekarang. Asal tidak merugikan kedua belah pihak, sistem
pengupahan seperti ini boleh-boleh saja menurut beliau.94
Jika
dibandingkan dengan pengupahan berupa uang memang tidak terlalu
jauh. Tetapi pemberian upah dengan menggunakan padi ini baru
diketahui jumlahnya setelah selesai memanen. Jadi diawal akad
hanya disepakati pembagiannya saja yaitu seperdelapannya adalah
upahnya buruh tani.
Menurut pendapat dari tokoh Agama setempat, Bapak
Syarukan mengatakan bahwa akad bawon adalah akad yang sudah
menjadi tradisi. Masyarakat sudah melaksanakan akad ini turun-
temurun. Masyarakat awam hanya melihat adanya kemanfaatan bagi
dirinya selaku pekerja dan bagi pemilik sawah. Bisa saya katakan,
bahwa para pekerja tidak peduli akad ini sah atau tidak menurut
hukum islam. Yang penting bagi mereka para pekerja ini sudah ada
saling memahami dan rela (istilahnya ‘antaraadhin) diantara pekerja
dan pemilik sawah. Pertimbangan yang lain yaitu tidak ada yang
94 Hasil wawancara dengan Bapak Supri Hariyanto selaku Kepala Kelurahan
Kwangen pada Tanggal 15 Mei 2012
69
merasa dirugikan dalam pelaksanaan akad bawon ini. Jadi menurut
saya, akad Bawon ini boleh-boleh saja dilakukan.95
Jenis padi yang diberikan sebagai upah tidak pasti, tergantung
perolehan sawah. Terkadang memperoleh padi berkualitas dan
bagus, terkadang memperoleh padi yang sebaliknya. Harga jual
padipun berbeda pada setiap musim. Terkadang harga jual padi
tinggi, terkadang harga jual padi rendah. Jenis dan harga tersebut
mempengaruhi pendapatan upah buruh. Semakin mahal jenis padi
yang dipanen, maka semakin banyak juga upah yang didapat.
Dengan kata lain upah yang diterima oleh buruh tidak pasti atau
tidak jelas besarannya.
Menurut Bapak Trisno bahwa upah akan diberikan setelah
selesai memanen semua hasil padinya. Jika tanaman padi yang di
sawah sebelum dipanen itu dalam keadaan ambruk, buruh tani
biasanya meminta upah berupa uang. Alasannya karena kerjanya
lebih sulit dan membahayakan jika ada ular atau tikus sawah.
Menurut beliau mendapatkan upah berupa padi dirasa ada enaknya
dan ada tidak enaknya. Enaknya jika sawah mendapatkan hasil
banyak maka upah yang diterima juga banyak. Tidak enaknya jika
sawah tidak memperoleh hasil maka perolehnya upah sedikit padahal
sudah bekerja dengan susah payah.96
Sedangkan menurut penuturan
95 Wawancara dengan tokoh Agama setempat, Bapak Syarukan pada tanggal 28
Juni 2012 96 Wawancara dengan Bapak Trisno pada tanggal 11 April 2012
70
Ibu Painem mendapatkan upah berupa padi dirasa sama saja, karena
upahnya sama paling beda sedikit dengan upah berupa uang.97
Upah berupa padi sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan
oleh para petani di Kelurahan Kwangen. Menurut Bapak Sagiman,
sebenarnya lebih enak menggunakan uang karena dapat diberikan
dengan pasti, tapi karena sudah menjadi kebiasaan di Kelurahan
Kwangen maka kami harus mengikutinya.98
Menurut Mas Pingat,
Bapak Paino, Ibu Painah, Mbah Mandrim, Mbah Tukirin sebagai
para buruh lebih senang sistem upah dengan menggunakan padi. Hal
ini dikarenakan upah akan semakin banyak jika padi yang dihasilkan
juga banyak. Kalaupun sawah tidak mendapatkan hasil banyak dan
mendapatkan upah yang sedikit itu sudah menjadi resiko pekerjaan
dan harus diterima. Jadi pekerjaan sebagai buruh ini sistem kerjanya
adalah pemilik sawah memberi perintah kepada buruh tani untuk
membantunya memanen hasil pertaniannya kemudian diberikan
upah dengan padi.99
Berikut ini adalah contoh pelaksanaaan pengupahan buruh
tani dengan akad Bawon yang terjadi di Kelurahan Kwangen
Kecamatan Gemolong Kab. Sragen.
97 Wawancara dengan Ibu Painem tanggal 11 April 2012 98 Wawancara dengan Bapak Sagiman tanggal 11 April 20012 99 Wawancara dengan Mas Pingat tanggal 12 April 2012, Bapak Paino, Mbah
Mandrim tanggal 10 April 2012, Ibu Painah dan Mbah Tukirin tanggal 11 April 2012
71
1. Bapak Slamet
Pada saat padi Bapak Slamet siap untuk dipanen, jauh-jauh hari
beliau telah mencari buruh tani di Kelurahan Kwangen untuk
membantunya memanen hasil padinya. Beliau mendapat enam
orang buruh tani yang menyanggupi untuk memanen padi di
sawah beliau. Pada saat itu proses memanen padi memerlukan
waktu sampai dua hari dengan hasil keseluruhan padinya adalah
15Kwintal atau 1500 Kg. Upah buruh tani diberikan dari
hitungan seperdelapannya 1500 Kg adalah 187,5 Kg. Dari angka
187,5 Kg dihitung upah per-orangnya jadi dibagi banyaknya
jumlah buruhnya ada berapa sehingga diperoleh upah satu orang
buruhnya adalah 31,25 Kg.100
2. Bapak Jamin
Bapak Jamin memiliki buruh tani 4 orang, beliau menghendaki
buruh tani memanenkan padinya sampai selesai dan disepakati
oleh para buruh dengan pemberian upah seperdelapan dari hasil
panen. Setelah selesai dipanen, keseluruhan hasil padi ditimbang
dan diketahui jumlahnya ada tujuh Kwintal atau 700 Kg. Dari
situ dihitung bagian untuk buruhnya yaitu 700 Kg dibagi
delapan diperoleh 87,5 Kg. Upah per orangnya berarti 87,5 Kg
dibagi empat diperoleh 21,9 Kg.101
100 Wawancara dengan Bapak Slamet pada tanggal 11 April 2012 101 Wawancara dengan Bapak Jamin pada tanggal 10 April 2012
72
3. Bapak Jumadi
Bapak Jumadi termasuk orang yang kaya di Kelurahan
Kwangen beliau memiliki lahan sawah yang cukup luas, hasil
padinya selalu banyak dan bagus. Saat musim panen tiba, beliau
mempersiapkan segala keperluan untuk para buruh taninya.
Buruh tani merasa senang bekerja dengan bapak Jumadi karena
beliau yang dermawan. Jadi ketika hasil keseluruhan panen telah
dibagi seperdelapan, kemudian ditambah dua karung padi.
Kemaren waktu saya wawancara dengan beliau, waktu masa
panen terakhir beliau memperoleh hasil 1,2 ton. Buruh taninya
ada delapan orang. Dari hasil pembagian seperdelapannya
diperoleh 150 Kg. Kemudian beliau menambahkan dua karung
padi yang beratnya 60 Kg. Sehingga jumlah upah bertambah
menjadi 210 Kg. Dari itu dibagi delapan orang buruh diketahui
upah satu orang buruhnya yaitu 26,25 Kg.102
4. Bapak Trisno
Bapak Trisno memiliki lahan sawah yang tidak terlalu luas,
meskipun demikian beliau membutuhkan bantuan buruh tani
untuk memanenkan padinya. Pada musim panen terakhir
kemarin ternyata tanaman padi beliau itu banyak yang ambruk
karena terkena angin dan terguyur hujan. Dari buruh tani
menghendaki untuk diberi upah berupa uang saja karena hasil
102 Wawancara dengan Bapak Jumadi pada tanggal 10 April 2012
73
memanen padi yang ambruk itu lebih sulit dan melelahkan.
Memotong tanaman padi yang ambruk harus ekstra hati-hati
kalau ada ular atau hewan lainnya yang tiba-tiba keluar dari
balik tanaman padi tersebut. Untuk pemberian upah berupa uang
disepakati upah pada umunya berapa di Kelurahan Kwangen,
Kisarannya mulai dari Rp 35.000 sampai Rp 40.000
perharinya.103
103 Wawancara dengan Bapak Trisno pada tanggal 11 April 2012
74
BAB IV
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK AKAD BAWON
DI DESA GEMULUNG KELURAHAN KWANGEN KEC.
GEMOLONG KAB. SRAGEN
Upah selalu menjadi masalah tersendiri bagi para buruh. Baik pada
wilayah formal maupun informal. Buruh pada wilayah formal mungkin lebih
beruntung daripada buruh pada informal. Mereka tidak mendapat
perlindungan dari siapapun, karena tidak ada regulasi untuk buruh pada
wilayah informal.
Pekerjaan buruh tani adalah pekerjaan yang terdapat pada sektor
informal dimana tidak ada Undang-Undang yang mengaturnya. Peraturan
yang digunakan dalam pekerjaan ini adalah adat kebiasaan. Namun tidak
semua adat kebiasaan membawa suatu kebaikan dalam masyarakat. Keadilan
yang seharusnya menjadi dasar utama dalam hubungan timbal balik terkadang
diabaikan. Dalam Hadis riwayat Abu Daud dari Sa’ad Ibn Abi Waqqash, ia
berkata:
����ء��� آ#�� " � ي ا�رض �� ��� ا����ا�� � ا���رع و
#�0، 1#�0"� ر��ل ا, .�-� ا, ��+* وا�* و���( �� ذ�' وأ �"� أن " �ی�0
.9ه7 أو5�61
“Kami pernah menyewakan tanah dengan (bayaran) hasil pertanian;
maka, Rosulullsh melarang kami melakukan hal tersebut dan
memerintahkan agar kami menyewakannya dengan emas atau perak.”104
104 Sayyid Sabiq. loc. cit.
75
Melihat hadits diatas kemudian Bagaimana hukum islam melihat
pekerjaan buruh tani ini, sudah sesuaikah dengan hukum islam? maka penulis
akan menganalisisnya dari segi syarat dan rukunnya agar diketahui kejelasan
hukumnya.
Sistem pengupahan yang dilakukan adalah hal yang sudah menjadi
kebiasaan di beberapa daerah di Sragen. Ketika peneliti mewawancarai
sebagian dari para buruh tani, mereka mengatakan lebih menyukai sistem
pengupahan yang seperti ini walaupun harus menanggung resiko. Pengupahan
yang seperti ini tidak tetap, terkadang memperoleh hasil yang banyak.
Apalagi ketika musim panen tiba upah yang didapatkan pun banyak karena
padi yang diperoleh pun banyak. Meskipun nampaknya pengupahan ini
seperti pengupahan yang spekulatif karena upah didasarkan pada hal yang
masih belum jelas perolehannya, Namun demikian yang terpenting adalah
antara buruh tani dan pemilik sawah telah saling ikhlas dan ridlo dalam
memberikan dan menerima upah.
Menurut penulis sistem pengupahan ini bukanlah sistem ujrah murni.
Tetapi pengupahan ini biasa disebut dengan sistem Bawon, yaitu pembagian
upah menuai padi berdasarkan banyak sedikitnya padi yang dipotong. Yang
berarti berpengaruh pada banyak dan sedikitnya tenaga yang dikeluarkan.
Semakin banyak padi yang dipotong maka semakin banyak tenaga yang
dikeluarkan dan semakin banyak pula upah yang didapat oleh buruh. Sistem
bawon ini adalah sebagai bentuk kearifan lokal yang berlandaskan keadilan.
76
Sistem ini diterapkan oleh masyarakat jawa pedesaan yang masih memegang
prinsip-prinsip kebersamaan.
Bawon merupakan salah satu prinsip kebersamaan dalam menikmati
rezeki, kendati seberapa kecil rezeki itu akan dibagi. Selain itu prinsip
dasarnya menghendaki agar semua orang memiliki penghidupan yang sama.
Sistem Bawon memberikan upah kepada buruh tani dengan perbandingan 1:8.
satu bagian untuk buruh dan delapan bagian untuk petani pemilik. Upah ini
didapatkan dari perhitungan seberapa besar padi yang dipotong. Dalam
memanen, upah yang diberikan kepada buruh tani sesuai dengan berapa
banyak hasil yang didapat dari sawah.
Sebelum memanen padi, terjadi kesepakatan antara pemilik sawah
dengan buruh tani dalam pemberian upah berupa padi. Karena kebanyakan
upah diberikan dalam bentuk uang. Upah dengan menggunakan padi ini
belum jelas. Artinya belum jelas karena disini berapa besar nominal yang
didapat belum bisa diketahui. Secara umum dalam ketentuan Al-Qur’an ada
kaitannya dalam penentuan upah yang dapat dijumpai dalam firman Allah:
¨βÎ) ©!$# ããΒù'tƒ ÉΑ ô‰yèø9 $$Î/ Ç≈ |¡ômM}$# uρ Ç› !$tGƒ Î) uρ “ÏŒ 4†n1öà) ø9 $# 4‘ sS ÷Ζtƒ uρ Ç tã
Ï!$t±ósx� ø9 $# Ìx6Ψ ßϑø9 $# uρ Äøöt7 ø9 $# uρ 4 öΝ ä3Ýà Ïètƒ öΝ à6 ¯=yès9 šχρã©. x‹s? ∩⊃∪
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran
kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”(QS. An-Nahl: 90)105
105
Departemen Agama RI, loc. Cit.
77
Harga setiap jenis padi berbeda, harga tiap musim berbeda, Tentu saja
hal ini sangat berpengaruh pada hasil yang didapatkan buruh. Buruh tidak
mengetahui berapa upah yang akan didapat. Jika harga jual beras tinggi maka
upah yang diperoleh banyak, jika harga beras rendah maka upah yang
diperoleh sedikit.
Di dalam ajaran Islam, syarat sahnya suatu perjanjian harus dipenuhi
oleh para pihak yang berakad yaitu pertama, tidak menyalahi hukum islam
yang disepakat, maksudnya bahwa perjanjian yang diadakan oleh para pihak
bukan perbuatan yang melawan hukum islam, sebab perjanjian yang
bertentangan dengan ketentuan hukum syariah adalah tidak sah. Kedua, harus
sama ridho dan ada pilihan, maksudnya perjanjian yang diadakan oleh para
pihak haruslah didasarkan kepada kesepakatan kedua belah pihak, yaitu
masing-masing pihak ridho atau rela akan isi perjanjian tersebut atau dengan
perkataan lain harus merupakan kehendak bebas masing-masing pihak.
Persetujuan kedua belah pihak, mereka menyatakan kerelaannya untuk
melakukan akad. Apabila salah seorang diantaranya merasa terpaksa
melakukan akad itu, maka akadnya tidak sah.106
Dasarnya adalah Firman
Allah dalam QS. An-Nisa’: 29.
$yγ •ƒ r'≈ tƒ šÏ% ©!$# (#θãΨ tΒ# u Ÿω (# þθè=à2ù's? Ν ä3s9≡ uθøΒr& Μ à6 oΨ ÷� t/ È≅ ÏÜ≈ t6 ø9$$Î/ HωÎ) βr&
šχθä3s? ¸ο t≈ pg ÏB tã <Ú# ts? öΝ ä3ΖÏiΒ 4 Ÿωuρ (# þθè=çFø) s? öΝ ä3|¡à�Ρr& 4 ¨βÎ) ©!$# tβ% x. öΝ ä3Î/
$VϑŠ Ïm u‘ ∩⊄∪
106 Nasrun Haroen, op. cit. Hal. 232
78
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah
kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.”(Qs. An-Nisa’: 29)107
Ketiga, harus jelas dan gamblang, maksudnya apa yang diperjanjikan
oleh para pihak harus terang atau jelas tentang apa yang menjadi isi perjanjian
sehingga tidak mengakibatkan terjadinya kesalahpahaman diantara para pihak
tentang apa yang telah mereka perjanjikan dikemudian hari.108
Dengan
demikian maka perjanjian kerja yang dilakukan oleh pihak pemilik sawah
dengan buruh tani sudah memenuhi syarat sahnya perjanjian menurut hukum
Islam dan memenuhi pula syarat sahnya perjanjian menurut pasal 1320 KUH
Perdata yaitu:
1. ”Sepakat mereka yang mengikatkan diri.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.
3. Suatu hal tertentu.
4. Suatu sebab yang halal.”109
Dalam melakukan kegiatan mu’amalah, banyak hal yang harus
diperhatikan berkaitan sah dan tidaknya akad mu’amalah yang dilakukan.
Akad yang sah dapat dilihat dari terpenuhinya rukun dan syarat-syarat akad
tersebut. Dalam tahapan transaksi ini dapat dilihat pemenuhan rukun dan
syarat pengupahan sesuai hukum Islam, oleh karena itu melalui tahapan ini
107 Departemen Agama RI, op. cit. hal. 84 108 Chairudin Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, op. cit, hal. 3 109 Soebekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Ed. Revisi,
Jakarta: Pradnya Paramita, 1995, hal. 339
79
penulis akan menganalisis beberapa hal termasuk dalam pemenuhan rukun
dan syarat pengupahan.
1. Orang yang melakukan Akad (Aqidain)
Adapun syarat dan rukun yang terdapat dalam pengupahan
adalah adanya mu`ajir dan musta`jir. Mu`ajir yaitu orang yang
memberikan upah dan musta’jir orang yang menerima upah. Dalam
pekerjaan ini pemilik sawah adalah sebagai mu`ajir. Dimana dia
menyewa atau menggunakan jasa buruh untuk melakukan pekerjaan
memanen padi. Musta`jir adalah orang yang menerima upah untuk
melakukan sesuatu. Dalam hal ini yang disebut musta`jir adalah para
buruh tani. Dimana mereka mendapat upah atas pekerjaan yang telah
dilakukannya, yakni memanen padi. Untuk mu`ajir dan musta`jir
disyaratkan harus baligh, berakal, cakap melakukan tasharruf
(mengendalikan harta) dan saling meridhoi.110
Orang yang melakukan akad ijarah disyaratkan telah baligh dan
berakal sehat. Bagi anak yang telah mumayyiz diperbolehkan
melakukan akad dengan izin dari walinya.111
Syarat lain bagi orang
yang melakukan akad adalah adanya kerelaan dari masing-masing
pihak, jika terdapat unsur paksaan maka akad sewa menyewa tersebut
tidak sah.112
Dalam praktek pengupahan buruh tani di Desa
Gemulung, Kel. Kwangen Kec. Gemolong Kab. Sragen, rukun dan
110 Hendi Suhendi, op. cit. 117
111 M. Ali Hasan, op. cit, hal. 231 112 Chairuman Pasaribu, Suhrawardi K. Lubis, op. cit, hal. 53
80
syarat di atas telah terpenuhi. Masing-masing pihak yang melakukan
akad adalah orang-orang yang telah baligh dan berakal sehat. Mereka
juga mengadakan akad berdasarkan inisiatif mereka sendiri dengan
kerelaan dan tanpa paksaan dari pihak lain.
2. Penetapan upah/harga
Upah ditetapkan sesuai kebiasaan yang berlaku di desa yaitu
sistem Bawon. Upah/harga sewa dalam sewa menyewa disyaratkan
harus jelas, tertentu dan bernilai harta. Jelas dan tertentu dalam hal ini
adalah jelas nilai dari harga sewa tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk
menghindari perselisihan dikemudian hari. Dalam praktek
pengupahan buruh tani dengan hasil panen di Desa Gemulung, Kel.
Kwangen Kec. Gemolong Kab. Sragen kelihatannya diawal akad
seperti ada ketidakjelasan dalam pemberian upah. Karena diawal
hanya menyebutkan pemberian upahnya dari seperdelapan hasil
panen. Dari situ akan diketahui berapa nominal upahnya buruh setelah
selesai memanen. Namun jika dilihat dan ditelusuri dari hasil
wawancara penulis dengan buruh tani dan pemilik sawah, bahwa porsi
pembagian upah satu banding delapan itu sudah dirasa adil, dari buruh
tani menyadari bahwa pemilik sawah sudah mengeluarkan biaya yang
cukup banyak untuk menanam hingga memanen. Sekiranya porsi satu
banding delapan itu sudah adil menurut kedua belah pihak.
3. Sighat (ijab dan qabul)
81
Setiap transaksi yang dilakukan harus disertai ijab dan qobul
karena keduanya merupakan unsur yang harus ada dalam sebuah akad.
Pada prinsipnya makna akad adalah kesepakatan dua kehendak.
Seperti halnya yang terjadi pada jasa memanen padi antara pemilik
sawah dengan buruh tani.
Ijab dan qabul dilaksanakan oleh kedua belah pihak dengan
ucapan yang nama pihak pertama yaitu pemilik sawah meminta
kepada pihak kedua untuk memanenkan padi di sawahnya sampai
selesai dengan upah berupa padi. Dalam praktek pengupahan buruh
tani dengan Akad Bawon di Desa Gemulung, Kel. Kwangen Kec.
Gemolong Kab. Sragen, ijab dan qabul dinyatakan oleh kedua belah
pihak dengan kata-kata yang jelas menunjukkan kesepakatan atau
persetujuan diantara mereka. Dengan demikian hemat penulis dalam
pemenuhan rukun dan syarat dari ijab dan qabul dalam pelaksanaan
pengupahan buruh tani dengan Akad Bawon di Desa Gemulung, Kel.
Kwangen Kec. Gemolong Kab. Sragen tidak bertentangan dengan
hukum Islam.
4. Obyek ijarah
Rukun ijarah yang berikutnya adalah adanya obyek ijarah.
Adapun syarat obyek ijarah adalah pekerjaan tersebut harus jelas
batas waktunya, pekerjaan tidak berupa kewajiban pihak musta’jir
sebelum berlangsung akad ijarah, seperti membayar hutang,
mengembalikan pinjaman, menyusui anak, dll, ataupun bukan
82
merupakan perbuatan ibadah. Adapun jasa buruh tani tidak termasuk
pekerjaan yang telah disebutkan.
Dalam transaksi ijarah tersebut ada yang harus menyebutkan
pekerjaan yang dikontrakkan saja, semisal menjahit, atau
mengemudikan mobil sampai ke tempat ini, tanpa harus menyebutkan
waktunya. Ada juga yang harus menyebutkan waktu yang dikontrak
saja, tanpa harus menyebutkan takaran kerjanya, semisal: "Aku
mengontrakkan kamu selama satu bulan, untuk menggali sumur atau
pipa" tanpa harus mengetahui takaran kerjanya, maka, orang tersebut
harus menggalinya selama satu bulan, baik galian tadi akhirnya dalam
atau dangkal. Ada juga yang harus disebutkan waktu dan
pekerjaannya, misalnya membangun rumah, membuat saringan atau
mengebor minyak dan sebagainya. Oleh karena itu, tiap pekerjaan
yang tidak bisa diketahui selain dengan menyebutkan waktunya, maka
waktunya harus disebutkan. Karena transaksi ijarah itu harus berupa
transaksi yang jelas, sebab tanpa menyebutkan waktu pada beberapa
pekerjaan itu, bisa menyebabkan ketidakjelasan. Dan bila pekerjaan
tersebut sudah tidak jelas, maka hukumnya tidak sah.
Dilihat dari segi obyek ijarah, jasa buruh tani telah memenuhi
syarat hukum Islam karena jenis pekerjaannya telah jelas meskipun
waktu pekerjaan tidak dijelaskan secara detail namun dengan
kebiasaan yang telah ada membuat mereka mengetahui detail
pekerjaannya. Pekerjaan buruh tani ini pun bukan merupakan
83
pekerjaan ibadah dan bukan pekerjaan yang telah menjadi kewajiban
pihak musta’jir.
Pelaksanaan upah jasa buruh tani ini diperbolehkan menurut
hukum Islam, meskipun nampaknya upah yang diterima mengandung
unsur ketidakjelasan namun pemilik sawah sudah dapat mengukur
berapa banyak upah yang harus diberikan kepada buruh. Buruh juga
telah rela dengan upah yang didapatkannya. Prinsip kebersamaan dan
keadilan serta saling membutuhkan ini telah dapat dirasakan oleh
masing-masing pihak. Dimana buruh sebagai orang yang
dimanfaatkan jasanya mendapatkan upah sesuai dengan apa yang telah
dikerjakannya. Sedangkan pemilik sawah tidak bisa memanen sendiri
padinya. Dengan bantuan buruh tani, pemilik sawah tinggal menunggu
hasil panennya tiba sampai rumah atas jasa buruh tani. Selain itu upah
dengan sistem bawon ini juga sudah menjadi kebiasaan yang berlaku
di masyarakat dan kebiasaan bisa menjadi hukum.
84
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penelitian tentang “Tinjauan Hukum Islam Terhadap
Praktek Akad Bawon” (Studi Kasus Di Desa Gemulung, Kel. Kwangen
Kec. Gemolong Kab. Sragen), maka penulis menarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Dalam sistem Bawon, diawal telah terjadi kesepakatan antara
pemilik sawah dengan buruh tani dalam pemberian upah berupa
padi. Upah buruh tani ini berupa padi yang besarannya ditentukan
oleh seberapa banyak padi yang telah dipanen. Meskipun demikian
diawal telah terjadi kesepakatan pembagian upah dari hasil panen
padi yaitu satu banding delapan dari seluruh hasil panen. Satu bagian
untuk buruh tani dan delapan bagiannya pemilik sawah.
2. Praktek pengupahan buruh tani berupa padi yang dilakukan di Desa
Gemulung, Kel. Kwangen, Kec. Gemolong, Kab. Sragen. Dalam
pelaksanaan pengupahan menggunakan sistem Bawon ini sudah
menjadi tradisi di desa tersebut. Dari pembayaran upah, diawal akad
tidak diketahui nominal upahnya berapa. Walaupun nampaknya
pembayaran upahnya mengandung unsur ketidakjelasan karena
belum diketahui berapa jumlah keseluruhan hasil panennya. Namun
pemilik sawah sudah dapat memperkirakan hasil panen yang akan
diperoleh dan berapa banyak upah yang harus diberikan dan
85
buruhpun telah rela atas upah yang diberikan. Mereka tidak terpaksa
dan bukan karena keterpaksaan. Maka pengupahan buruh tani
dengan akad Bawon ini dibolehkan dalam hukum Islam.
B. Saran-saran
Sebaiknya ada sistem pengupahan yang lebih baik, dimana segala
bentuk kerja dan upah ditentukan dengan baik agar lebih jelas. Alangkah
baiknya jika upah yang diberikan berupa uang. Sehingga diketahui
diawal akad berapa jumlah upah yang diperoleh buruh. Meskipun dari
buruh sendiri sebenarnya tidak merasa keberatan dengan upah berupa
hasil panen.
C. Penutup
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama
mengerjakan skripsi sederhana ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini
masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun untuk perbaikan skripsi-skripsi berikutnya.
Terima kasih. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semuanya.
86
DAFTAR PUSTAKA
Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, Jilid 2, Yogyakarta: PT. Dana
Bhakti Wakaf, 1995
Ahmad, Wardani M, Fiqh Muamalat, Ed. 1, Cet.1, Jakarta: Amzah, 2010
Antonio, Muhammad Syafi’i, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, Cet. 1,
Jakarta: Gema Insani Pres, 2001
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik),
Jakarta: PT Rineka Cipta, Cet. Ke-12, 1989
Ash Shiddieqy, M. Hasbi, Hukum-Hukum Fiqih Islam, Semarang: Pustaka
Rizki Putra, Cet. 1, 1997
Asysyifa', Vivin, “Analisis Hukum Islam Terhadap Penundaan Pembayaran
Upah Karyawan Harian (Studi Kasus Di Industri Pengecoran
Logam “Prima Logam”Desa Ngawonggo, Kecamatan Ceper,
Kabupaten Klaten)”. Skripsi Sarjana Fakultas Syariah Jurusan
Mu’amalah, Semarang: Perpustakaan Fakultas Syariah IAIN
Walisongo Semarang, 2009
Azwar, Saifuddin, Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997
Danim, Sudarwan, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung : CV. Pustaka Setia,
2002
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya Al-Jumanatul Ali,
Bandung: CV. Penerbit J-ART, 2005
Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedia Islam, Jilid 2, Jakarta: PT.
Ichtiar Baru Van Hoeve, 1993
Djuwaini, Dimyauddin, Pengantar Fiqh Muamalah, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2008
Fatwa DSN-MUI, Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional, Cet. 4,
Ciputat: Gaung Persada, 2006
Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, Yogyakarta: Penerbit Andi, 2004
87
Hasan, M. Ali, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, Ed. 1. Cet. 1,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003
Haroen, Nasrun, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007
Jannah, Afifah Nurul, Tinjauan Hukum Islam Tentang Pelaksanaan Upah
Karyawan di Masjid Agung Jawa Tengah, Skripsi Sarjana Fakultas
Syari’ah Jurusan Mu’amalah, Semarang: Perpustakaan Fakultas
Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, 2009
Karim, Thoriq Sholikhul, Analisis Hukum Islam Terhadap Sistem Upah
Karyawan (Studi Kasus PT. Karya Toha Putra Semarang), Skripsi
Sarjana Fakultas Syari`ah Jurusan Mu`amalah, Semarang:
Perpustakaan Fakultas Syari`ah IAIN Walisongo Semarang, 2006
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum Islam
Dan Masyarakat Madani ( PPHIMM ), Ed. Rev. 2009
Lubis, Chairuman Pasaribu S. K., Hokum Perjanjian Dalam Islam, Cet. 1,
Jakarta: Sinar Grafika Offset, 1996
Mas’adi, Ghufron A, Fiqh Mu’amalah Kontekstual, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2002
Munawaroh, Rifatul, “Tinjauan Hukum Islam Tentang Pelaksanaan
Pengupahan Karyawan Di Perusahaan Umum Damri Semarang”.
Skripsi Sarjana Fakultas Syariah Jurusan Mu’amalah, Semarang:
Perpustakaan Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang, 2009
Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2003 Tentang UMR
Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah, diterjemahkan oleh Nor Hasanuddin dkk dari
“Fiqhus Sunnah”, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006, Cet. 1
Sa’adah, Daimatus, “Pelaksanaan Upah Jasa Mapak Kapal Di Tempat
Pelelangan Ikan (TPI) Desa Tasikagung Kecamatan Rembang
Kabupaten Rembang, Skripsi Sarjana Fakultas Syariah Jurusan
Mu’amalah, Semarang: Perpustakaan Fakultas Syari’ah IAIN
Walisongo Semarang, 2009
Subekti, Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Ed. Revisi,
Jakarta: Pradnya Paramita, 1995
88
Suhendi, H. Hendi, Fiqih Muamalah, Cet. I, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2002
Supomo, Imam, Pengantar Hukum Perburuan, Jakarta: Djambatan, 2003
Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, Cet. Ke-11, 1995
Undang-Undang Ketenagakerjaan Lengkap, Jakarta: Sinar Grafika, Cet. 2,
2007
W.J.S. Purwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka, 1976
Wawancara dengan Kepala Kelurahan Kwangen Bapak Supri Hariyanto, SE
pada tanggal 17 April 2012
Wawancara dengan Bapak Slamet, Pemilik sawah pada tanggal 11 April 2012
Wawancara dengan Bapak Jamin, Pemilik sawah pada tanggal 10 April 2012
Wawancara dengan Bapak Trisno, Pemilik sawah pada tanggal 11 April 2012
Wawancara dengan Bapak Gimin, Pemilik sawah pada tanggal 11 April 2012
Wawancara dengan Bapak Jumadi, Pemilik sawah pada tanggal 10 April
2012
Wawancara dengan Bapak Tukirin, Buruh tani pada tanggal 11 April 2012
Wawancara dengan Bapak Mandrim, Buruh tani pada tanggal 10 April 2012
Wawancara dengan Bapak Paino, Buruh tani pada tanggal 10 April 2012
Wawancara dengan Bapak Sagiman, Buruh tani pada tanggal 11 April 2012
Wawancara dengan Ibu Painem, Buruh tani pada tanggal 11 April 2012
Wawancara dengan Bapak Pingat, Buruh tani pada tanggal 12 April 2012
Wawancara dengan Bapak Darno, Buruh tani pada tanggal 10 April 2012
Wawancara dengan Ibu Painah, Buruh tani pada tanggal 11 April 2012
89
Wawancara dengan Tokoh Agama di Desa Gemulung Bapak Syarukan pada
tanggal 28 Juni 2012
Wawancara dengan Kepala Lingkungan II Bapak Sularto pada tanggal 28
Juni 2012
90
Lampiran-Lampiran
Padi di sawah di daerah Desa Kwangen yang telah siap untuk di panen.
Padi siap panen
91
Para buruh tani “ngerit” padi di sawah milik Bapak Jamin
Buruh tani sedang mengumpulkan padi yang telah dipotong.
92
Padi telah terkumpul
Para buruh tani sedang “ngerek” padi dengan bantuan alat yang
namanya Dos.
93
Padi yang sudah selesai dierek dimasukkan dalam karung.
Lahan sawah yang setelah selesai dipanen.
94
WAWANCARA DENGAN PEMILIK SAWAH
1. Bagaimana sistem pengupahan bapak kepada para buruh tani?
Semua hasil panen dibagi delapan, hasil dari pembagian itu tadi
seperdelapannya untuk upah buruh. Jika hasil padinya jelek atau ambruk
tu mbak, buruh tani minta upah dengan uang ± Rp 50.000/hari dan tenaga
buruh laki-lakinya ± 60.000/hari.
2. Bagaimana perjanjian yang dibuat dengan buruh tani?
Perjanjian dibuat atas kesepakatan kedua belah pihak mbak.
3. Siapa pencetus sistem pengupahan berupa hasil panen tersebut pak?
Tidak tau saya mbak, yang jelas desa ini sudah lama mbak memakai
sistem bawon ini.
4. Mengapa bapak memakai sistem pengupahan berupa hasil panen?
Ya cucuk kok mbak, sesuai dengan tenaga yang dikeluarkan oleh buruh.
5. Apakah menurut bapak sistem pengupahan berupa hasil panen sudah
sesuai?
Sudah mbak.
6. Apakah sistem pengupahan seperti itu menguntungkan bagi bapak atau
justru merugikan?
Menguntungkan keduanya mbak, karena kalau tidak ada buruh ya saya
rugi kok mbak.
Sragen, 11 April 2012
Pemilik sawah
(Bapak Trisno)
95
WAWANCARA DENGAN BURUH TANI
1. Apa alasan saudara memilih pekerjaan sebagai buruh tani?
Karena tidak ada kerjaan yang lain mbak, ya upahnya juga bisa disimpan
buat makan besok mbak menunggu musim panen berikutnya.
2. Bagaimana perjanjian yang disepakati dengan pemilik sawah?
Semua hasil panen dibagi seperdelapan mbak. Hasil seperdelapan tadi
untuk upah buruh. Gitu mbak.
3. Apa keuntungan yang saudara peroleh dari pekerjaan ini?
Mendapatkan upahnya itu tho mbak, kan bisa buat makan sekeluarga.
4. Permasalahan apa yang timbul dari pekerjaan saudara sebagai buruh tani?
Kendalanya kalau hujan mbak, kerjanya tidak maksimal. Kalau pana
masih bisa kuat karena sudah biasa.
5. Bagaimana cara mendapatkan upahnya? Berapa upah yang saudara
peroleh?
Semua hasil panen dibagi delapan mbak, hasil dari pembagian itu tadi
seperdelapannya sebagai upah buruh. Ya kalau upah yang saya peroleh
tidak mesti mbak, kadang dapat 20 kg padi, pernah dapat upah sampai 50
kg padi mb.
6. Apakah upah yang saudara terima sudah sesuai dengan pekerjaan yang
telah anda lakukan?
Sudah mbak, kadang malah bisa dapat upah lebih banyak. Ya cucuk lah
mbak kalau pakai hasil panen daripada upah pakai uang.
7. Menurut anda sudah adilkan sistem pengupahan yang diterapkan?
96
Adil mbak. Karena pemilik sawah modalnya juga besar. Upah segitu
menurut saya sudah adil.
8. Apakah saudara menginginkan adanya sistem pengupahan yang lain?
Kenapa?
Tidaklah mbak, karena lebih enak kalau upah pakai hasil panen. Karena
kalau hasil panen itu bisa disimpan untuk bahan makan mbak.
Sragen, 10 April 2012
Buruh tani
(Bapak Tukirin)
97
WAWANCARA DENGAN PEMILIK SAWAH
1. Bagaimana sistem pengupahan Bapak kepada para buruh tani?
Keseluruhan hasil panen dibagi delapan mbak, terus hasil dari pembagian
itu tadi satu bagiannya untuk upah buruh. Misalnya hasil panen 800 kg.
Kemudian dibagi seperdelapan jadi 100 kg, nah 100 kg ini upahnya
buruh mbak. Seandainya buruhnya ada lima orang ya 100 kg tadi dibagi
lima orang, jadinya upah yang diperoleh yaitu 20 kg per orangnya.
2. Bagaimana perjanjian yang dibuat dengan buruh tani?
Perjanjian dibuat atas kesepakatan kedua belah pihak mbak. Dan kedua
belah pihak tidak ada yang merasa dirugikan mbak.
3. Siapa pencetus sistem pengupahan berupa hasil panen tersebut pak?
Saya kurang paham mbak, masyarakat sudah melaksanakan sistem
bawon ini turun-temurun mbak.
4. Mengapa bapak memakai sistem pengupahan berupa hasil panen?
Ya karena sudah menjadi keharusan mbak, sudah umumnya seperti itu.
Yang jelas saya dengan buruh sama-sama mendapatkan keuntungan.
5. Apakah menurut bapak sistem pengupahan berupa hasil panen sudah
sesuai?
Sudah mbak.
6. Apakah sistem pengupahan seperti itu menguntungkan bagi bapak atau
justru merugikan?
98
Menguntungkan keduanya mbak, karena kalau tidak ada buruh ya saya
rugi kok mbak.
Sragen, 10 April 2012
Pemilik sawah
(Bapak Jamin)
99
WAWANCARA DENGAN BURUH TANI
1. Apa alasan saudara memilih pekerjaan sebagai buruh tani?
Ya kalau waktu panen kayak gini mbak, saya kerja jadi buruh tani, tapi
usai panen ya saya tidak kerja mbak. Makanya saya seneng waktu panen
tiba.
2. Perjanjian yang disepakati dengan pemilik sawah?
Perjanjian bawonan itu mbak. Semua hasil panen dibagi seperdelapan.
Hasil seperdelapan tadi untuk upah buruh. Gitu mbak.
3. Apa keuntungan yang saudara peroleh dari pekerjaan ini?
Mendapatkan upahnya mbak, kan bisa buat makan sekeluarga.
4. Permasalahan apa yang timbul dari pekerjaan saudara sebagai buruh tani?
Kendalanya kalau hujan mbak, kerjanya tidak maksimal. Kalau panas
masih bisa kuat karena sudah biasa.
5. Bagaimana cara mendapatkan upahnya? Berapa upah yang saudara
peroleh?
Sistem poro wolu mbak atau dikenale Bawonan. Ya kadang dapet banyak
kadang ya sedikit mbak. Tergantung hasil panennya.
6. Apakah upah yang saudara terima sudah sesuai dengan pekerjaan yang
telah anda lakukan?
Sudah mbak, kadang malah bisa dapat upah lebih banyak.
7. Menurut anda sudah adilkan sistem pengupahan yang diterapkan?
Adil mbak. Justru saya malah senang dapet upah padi dari pada uang.
100
8. Apakah saudara menginginkan adanya sistem pengupahan yang lain?
Kenapa?
Tidaklah mbak. Sistem Bawon ini sudah bagus.
Sragen, 10 April 2012
Buruh tani
(Bapak Mandrim)
101
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Bahwa yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Ika Nur Handayani
Tempat / Tgl lahir : Sragen, 12 Mei 1989
Alamat asal : Ds. Gemulung RT: 10, RW: IV, Kelurahan
Kwangen, Kec. Gemolong, Kab. Sragen
Alamat Sekarang : Ringinsari, No. 8, Gang: II, RT/ RW: 01/ 09,
Kel. Purwoyoso, Kec. Ngaliyan, Semarang
No. Telp : 085 728 522 977
Kebangsaan : Indonesia
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : SI IAIN Walisongo Semarang
Judul Skripsi : TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP
PRAKTEK AKAD BAWON (Studi Kasus di Desa
Gemulung, Kel. Kwangen, Kec. Gemolong, Kab.
Sragen)
Jenjang Pendidikan :
1. Tamatan SDN 1 Kragilan, Gemolong Lulus Tahun 2001 (Berijazah)
2. Tamatan SLTP Muhammadiyah 9 Gemolong, Lulus Tahun 2004
(Berijazah)
3. Tamatan SMA Muhammadiyah 2 Gemolong, Lulus Tahun 2007
(Berijazah)
4. Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang Jurusan
Muamalah/Hukum Ekonomi Islam, Lulus Tahun 2012 (Berijazah)
102
Pengalaman Organisasi :
1. Wasekum Kabid Gender HMI Komisariat Syariah IAIN Walisongo
Semarang
2. Bendahara Umum HMI Komisariat Syarih IAIN Walisongo Semarang
3. Pengurus Organisasi Daerah Ikatan Mahasiswa Lintas Solo-Semarang
(IKHLAS)
Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya
untuk bisa digunakan sebagaimana mestinya.
Semarang, 10 Juni 2012
Saya yang bersangkutan,
( Ika Nur Handayani )
NIM. 082311052
top related