tatacara perencanaan penulangan rigid pavement
Post on 07-Dec-2014
435 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tidak dapat disangkal bahwa Jalan Raya memiliki fungsi penting dalam
kehidupan manusia. Sebagian besar kegiatan transportasi manusia menggunakan
Jalan raya. Pengaruh yang besar tersebut mengakibatkan jalan raya memegang
peranan penting dalam meningkatkan kesejahteraan dan perekonomian serta
pembangunan suatu negara.
Kesadaran akan pentingnya fungsi jalan raya dalam kehidupan manusia
telah mendorong banyak penelitian tentang desain lapis perkerasan jalan raya
untuk mencari teknologi yang memungkinkan manusia dapat merencanakan
perkerasan jalan raya secara lebih efektif dan efisien. Dewasa ini teknologi bahan
perkerasan jalan raya telah digunakan secara luas pada desain perkerasan jalan
raya yang berskala kecil sampai pada yang berskala besar.
Perkerasan dengan permukaan berbitumen seringkali disebut sebagai
lentur (flexible) dan berlawanan dengan pekerasan kaku (rigid) dari beton semen.
Suatu permukaan berbitumen dapat berubah bentuk dan tidak akan seluruhnya
kembali seperti semula bila menerima beban yang terus menerus atau berulang-
ulang. Di dalam batas-batas tertentu permukaan ini dapat menyesuaikan diri
terhadap pemadatan lapisan-lapisan di bawahnya. Sebaliknya, plat beton-semen
adalah kaku, sifat elastis dan dapat kembali kepada bentuk aslinya apabila muatan
dihilangkan. Dalam kejadian ini, apabila lapisan-lapisan dibawahnya tidak
seluruhnya kembali seperti semula, plat ini akan terangkat dan membentang di
atas daerah yang lebih rendah. Suatu ketika, jika daerah yang tidak tersangga
tersebut cukup luas dan menerima muatan yang besar dan cukup sering, maka plat
tersebut akan hancur akibat kelelahan struktur.
Pada dasarnya, desain perkerasan meliputi kegiatan pengukuran kekuatan
dan sifat penting lainnya dari lapis permukaan perkerasan dan masing-masing
lapisan di bawahnya dan menetapkan ketebalan permukaan perkerasan, lapisan
2
pondasi dan pondasi bawah (jika ada), dan material lain yang didatangkan yang
harus dihamparkan di atas tanah asli. Kadan-kadang salah satu dari beberapa
kombinasi material dan tebal lapisan akan memenuhi persyaratan metode desain
khusus. Sesekali waktu, beberapa variabel seperti cuaca dan kondisi kelembaban
tanah mengharuskan perlakuan yang lebih konservatif dari biasanya. Tidak
diragukan lagi, desain perkerasan tidak hanya melibatkan substitusi data ke dalam
rumus atau mencari bilangan harga dari sebuah grafik desain.
Maksud dari desain perkerasan adalah untuk memilih kombinasi material
dan tebal yang memenuhi syarat pelayanan dengan biaya termurah dan dalam
jangka panjang. Analisa seperti ini umumnya mempertimbangkan biaya
pemeliharaan konstruksi dan pelapisan ulang.
Seluruh metode desain perkerasan dimulai dengan suatu perkiraan volume
lalu-lintas yang akan terjadi dan karakternya selama umur rencana perkerasan
tersebut. Salah satu pendekatan adalah mengelompokan lalu-lintas ke dalam
semacam istilah deskriptif seperti berat, sedang, atau ringan. Proyeksi lalu-lintas
digabungkan dengan hasil studi loadometer guna memperoleh muatan roda atau
sumbu (gandar) yang ekivalen. Sebagai contoh, efek truk dengan “lima-sumbu”
diubah menjadi suatu pernyataan besaran muatan roda sebesar 5000 lb (2270 kg)
atau muatan gandar sebesar 18.000 lb (7. 972 kg).
Beberapa metode desain didasarkan atas perkiraan lalu-lintas yang
berjalan di kedua arah; lainnya memakai jumlah “arah tunggal”. Tentu saja kedua
pendekatan ini memuaskan apabila pemakainya mengetahui penggunaannya -yang
sesuai. Masalah lainnya muncul dengan adanya jalan raya berlajur-banyak
(multilane highway). Pada jalan ini, kebanyakan lalu-lintas truk dan kerusakan
perkerasan terpusat pada lajur luar. Untuk desain perkerasan, beberapa jawatan
membebankan seluruh lalu-lintas pada satu lajur tunggal atau lajur rencana
(design lane); lainnya sedikit mengurangi perkerasan lalu-lintas di dalam lajur
“rencana”. Sebagai contoh, prosedur yang dipakai pada Departement Transportasi
Illinois, untuk jalan raya luar kota, adalah mengurangi perkiraan jumlah muatan
gandar 18.000 lb (± 7.970 kg) dalam jalur rencana pada jalan raya
3
empat-lajur sebesar 10 % dan 20 % bila jumlah lajurnya pada kedua arah adalah
enam atau delapan.
Dalam perencanaan lapis perkerasan suatu jalan sangat perlu diperhatikan,
bahwa bukan cuma karakteristik material dari konstruksi penyusun lapis
perkerasan dan karakteristik lalu lintas saja yang perlu ditinjau, melainkan banyak
faktor lain yang juga besar pengaruhnya terhadap perencanaan lapis perkerasan
yang tepat dan efisien. Faktor faktor seperti ekonomi, kondisi lingkungan, sifat
tanah dasar, fungsi jalan dan faktor lainnya sangatlah penting untuk diperhatikan
karena bukan cuma mempengaruhi kekuatan dari konstruksi tetapi juga sangat
berpengaruh terhadap durability atau keawetan dari konstruksi lapis perkerasan
tersebut.
Dengan banyaknya data-data yang perlu diperhitungkan dalam
perencanaan lapis perkerasan suatu jalan seperti karakteristik material, data lalu
lintas, karakteristik pergerakan lalu lintas, jenis jalan, faktor regional (iklim) serta
syarat-syarat lainnya dan juga pembacaan grafik-grafik serta nomogram yang
memerlukan ketelitian dan kesabaran, tentunya akan memerlukan banyak waktu
guna memperoleh suatu rencana tebal lapis perkerasan suatu jalan.
Dari pemikiran inilah penulis mencoba untuk mempersingkat pemakain
waktu dalam perencanaan tebal lapis perkerasan jalan, yaitu dengan menuangkan
alur perhitungan tebal perkerasan kedalam suatu software atau program komputer
dimana nantinya diharapkan dalam perhitungannya perencana hanya perlu
memasukan input-input data tertentu dan perhitungannya diserahkan kepada
program komputer tersebut untuk dikerjakan secara otomatis. Begitu juga dengan
grafik-grafik dan nomogram-nomogram, dalam software ini, pengeplotan dan
pencarian suatu nilai dari grafik dan nomogram akan secara otomatis dilakukan
oleh software tersebut yang tentu saja hasilnya lebih tepat dan prosesnya lebih
cepat dibandingkan bila dikerjakan secara manual yang dikhawatirkan akan
banyak terjadi human error yang mungkin dikarenakan faktor lelah ataupun faktor
lainnya.
Untuk membuat perhitungan tebal lapis perkerasan dengan menggunakan
komputer, dibutuhkan suatu bahasa pemrograman yang akan menerjemahkan
4
alur logika perhitungan tersebut ke dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh
komputer. Pada laporan tugas akhir ini, bahasa pemrograman yang digunakan
oleh penyusun adalah bahasa pemrograman Visual Basic 6.0. Visual Basic (VB)
merupakan pengembangan dari bahasa QuickBasic yang berjalan di atas sistem
operasi DOS. Versi awal diciptakan oleh Alan Cooper yang kemudian
menjualnya ke Microsoft dan mengambil alih pengembangan produk dengan
memberi nama sandi “Thunder”. Akhirnya VB menjadi Bahasa Pemrograman
utama di lingkungan windows
Secara mendasar VB mirip dengan bahasa pemrograman yang lain,
misalnya BASIC, C++ dan Pascal (tetapi tentu saja sintaks dari tiap-tiap bahasa
tidak sama persis). Lompatan terbesar VB adalah kemampuannya untuk
memanfaatkan Windows. VB tidak memerlukan pemrograman Khusus untuk
menampilkan jendela (window), dan cara penggunaannya juga berbasis visual
seperti aplikasi Windows lainnya,misalnya untuk mengatur besarnya jendela
cukup dengan men-drag form yang tersedia dengan mouse sehingga diperoleh
ukuran yang dikehendaki. VB adalah bahasa pemrograman yang evolusioner, baik
dalam hal teknik (mengacu pada event dan berorientasi objek) maupun cara
operasinya. Sangat mudah untuk menciptakan aplikasi dengan VB, karena hanya
memerlukan sedikit penulisan kode-kode program sehingga sebagian besar
kegiatan pemrograman dapat difokuskan pada penyelesaian problem utama dan
bukan pada pembuatan antar-mukanya.
Meskipun bahasa pemrograman Fortran bagi beberapa kalangan senior
masih merupakan bahasa komputer teknik dan sain, tetapi seiring dengan
kemajuan teknologi maka bahasa pemrograman lain telah maju pesat dan dapat
menghasilkan aplikasi dengan ketelitian dan kecepatan yang sama, bahkan
mampu melakukan pekerjaan lain misalnya multimedia. Bahasa pemrograman
yang dimaksud antara lain adalah Microsoft Visual Basic yang disingkat sebagai
VB.
5
1.2 Tujuan dan Manfaat
Adalah penting untuk menetapkan terlebih dahulu tujuan yang akan dicapai
dalam setiap kegiatan agar kegiatan tersebut lebih terarah dan mempunyai
landasan dalam setiap kegiatan selanjutnya. Adapun tujuan dari penyusunan
Laporan Akhir ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengembangkan sebuah perangkat lunak/software untuk analisis
dan perencanaan tebal lapis perkerasan lentur
2. Untuk memberikan kemudahan bagi para praktisi pemula untuk mendesain
konstruksi tebal lapis perkerasan lentur
Sedangkan manfaat yang dapat diambil, antara lain:
1. Efisiensi waktu dalam perancangan dan perhitungan tebal lapis perkerasan
lentur
2. Bisa juga sebagai alat bantu presentasi guna memberikan pemahaman
mengenai perancangan dan perhitungan tebal lapis perkerasan lentur yang
lebih baik.
1.3 Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan suatu metode pendekatan untuk menyelesaikan
masalah dengan memperhatikan sumber dana dan fasilitas yang tersedia. Metode
penelitian menguraikan langkah-langkah dalam kegiatan penelitian, sehingga
dapat memberi gambaran tentang bagaimana mencari jawaban dari permasalahan
yang diajukan, berikut ruang lingkup dan kedalaman, serta ketelitian yang akan
dicapai. Metode penelitian dapat diurutkan menjadi:
1.3.1 Pengumpulan data
Dalam melaksanakan metodologi ini, penulis menggunakan Petunjuk
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metode Analisa
Komponen, SKBI - 2.3.26.1987/SNI NO : 1732–1989-F, serta situs internet
dan buku-buku teks sebagai tinjauan pustaka.
6
1.3.2 Jalannya Penelitian
Proses penelitian dimulai dengan melakukan :
1. Menyusun dan mempelajari formulasi matematika sehingga
memudahkan untuk diprogramkan.
2. Membuat Algoritma/diagram alir program yang mengikuti logika
pemrograman dan sesuai dengan prosedur perhitungan tebal lapis
pekerasan lentur. Apabila diagram alir itu sudah dapat diterima
kebenaran prosesnya, maka dapat disusun menjadi program yang
mencakup persoalan yang ditinjau.
3. Selanjutnya hasil analisis yang dihasilkan program akan
dipresentasikan dalam bentuk grafik, tabel dan gambar yang
informatif. Analisis yang dihasilkan program harus diverifikasi
dengan membandingkan hasil keluarannya dengan referensi yang
tersedia maupun dengan hasil yang diperoleh dari perhitungan
manual. Jika kesalahan masih cukup besar, maka harus dilakukan
revisi pada program maupun algoritma/diagram alirnya.
Jika program sudah memberikan hasil yang diharapkan, maka program
tersebut dapat digunakan untuk menentukan desain tebal lapis perkerasan
lentur. Setelah hasil penelitian dianalisis dan interprestasi diberikan, maka
selanjutnya dibuat kesimpulan yang sesuai dengan masalah dan tujuan
penelitian serta saran-saran yang berkaitan dengan proses penelitian dan
tindak lanjut dari hasil penelitian.
1.3.3 Penulisan Laporan
Dalam penyusunan laporan tugas akhir ini, penulis menggunakan metode
deskriptif yang berarti suatu penulisan berbentuk paparan, uraian, dan
keterangan-keterangan atau informasi-informasi yang diperoleh melalui
pengamatan tertentu terhadap obyek sebagaimana adanya pada waktu tertentu.
7
1.4 Batasan Masalah
Agar tidak menyimpang dari pokok permasalahan, maka dilakukan
pembatasan-pembatasan terhadap ruang lingkup pembahasan. Adapun
pembatasan masalah adalah sebagai berikut:
1. Penulisan dibatasi pada perencanaan tebal lapis perkerasan lentur
(flexible pavement) untuk jalan baru
2. Perencanaan tebal lapis perkerasan untuk jalan baru dengan meng-
gunakan metode Analisa Komponen (Bina Marga) .
3. Banyak lapis perkerasan 3 (tiga) lapis perkerasan, untuk jalan baru.
a. Lapisan Surface
b.Lapisan Base c.
Lapisan SubBase
"D1
~D2 D3
SUBGRADE
Gambar 1.1 Susunan tebal lapis perkerasan lentur jalan raya
(flexible pavement)
4. Ada dua jenis MST yang umum digunakan untuk perencanaan tebal
lapis perkerasan di Indonesia yaitu MST 8 Ton dan MST 10 Ton,
pada pembahasan program ini dibatasi hanya untuk kendaraan
dengan MST 8 Ton dengan sumbu kendaraan terbesar adalah
sumbu ganda.
1.5 Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dan lebih terperinci maka
diperlukan suatu sistematika penulisan yang merupakan sajian ringkas tentang
8
encanaan tebal lapis perkerasan menjadi tugas akhir dan
penjelasan tentang makna penting serta menariknya masalah tersebut untuk
ditelaah, tujuan dan manfaat penulisan, metode penelitian, pembatasan masalah,
dan sistematika penulisan.
BAB II Dasar Teori
Bab ini menyajikan uraian yang menunjukkan landasan teori dan konsep-
konsep yang relevan dengan masalah yang dikaji.
BAB III Metodologiurut-urutan penulisan laporan tugas akhir. Adapun
sistematika penulisan yang digunakan dalam laporan ini adalah:
BAB I Pendahuluan
Bab ini berisi perumusan masalah yang mencakup latar belakang alasan
mengangkat masalah per
Dalam bab ini diuraikan tentang cara penulis mengerjakan laporan tugas
akhir mulai dari diagram alirnya disertai penjelasan/penterjemahan dari formulasi
matematika kedalam obyek sesungguhnya.
BAB IV Pemrograman Komputer
Bab ini berisi penjelasan tentang cara kerja program seperti input, output,
kondisi khusus, tampilan halaman program dan syarat tertentu agar program dapat
dijalankan sebagaimana mestinya.
BAB V Verifikasi Program
Bab ini berisi tentang analisis studi kasus yang dilanjutkan verifikasi hasil
keluaran program dengan hasil perhitungan secara manual sampai tidak terjadi
kesalahan sehingga program dapat digunakan.
BAB VI Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisi tentang kesimpulan uraian dari bab-bab sebelumnya dan
saran-saran berupa kemungkinan atau prediksi transfer gagasan dan adopsi
teknologi.
BAB II
LANDASAN TEORITIS
2.1 Proyek Konstruksi
Proyek didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang berlangsung dalam
jangka waktu terbatas, dengan alokasi sumber daya tertentu, dan dimaksudkan
untuk melaksanakan tugas yang sasarannya telah digariskan dengan jelas
(Soeharto, 2001: 1). Proyek konstruksi adalah proyek yang berkaitan dengan
upaya pembangunan bangunan infrastruktur. Proyek konstruksi pada umumnya
mencakup pekerjaan pokok yang termasuk dalam bidang teknik sipil dan
arsitektur serta disiplin ilmu di bidang lainnya. Proyek konstruksi dimulai dari
timbulnya prakarsa dari pemilik untuk membangun yang dalam proses selanjutnya
akan melibatkan berbagai unsur seperti penyedia jasa konstruksi dan pengguna
jasa konstruksi (Dipohusodo, 1996: 69).
2.1.1 Unsur-unsur Pengelola Proyek Konstruksi
Proyek konstruksi dimulai sejak timbulnya prakarsa dari pengguna jasa
konstruksi untuk membangun yang dalam proses selanjutnya akan melibatkan dan
sekaligus dipengaruhi perilaku berbagai unsur seperti para perencana konstruksi,
pelaksana kontruksi, dan pengguna jasa konstruksi sendiri (Dipohusodo, 1996:
70).
7
8
Dalam kenyataannya proyek konstruksi tidak hanya melibatkan ketiga
unsur di atas tetapi ada unsur lain seperti halnya sub pelaksana konstruksi,
supplier dan lain-lain terlibat dalam proses pelaksanaan proyek konstruksi.
2.2 Quality Control (Pengendalian Mutu)
Quality Control pekerjaan proyek konstruksi harus diarahkan pada upaya
untuk memenuhi persyaratan dan segenap kebutuhan pemberi tugas. Seperti
diketahui persyaratan tersebut dinyatakan dalam bentuk kriteria perencanaan yang
akan memandu keseluruhan proses rekayasa, perencanaan dan penyusunan
spesifikasi teknis. QC bersifat mendasar dan harus diterapkan pada seluruh
tahapan proyek, baik pada perencanaan maupun konstruksi fisiknya.
2.2.1 Definisi Mutu
Mutu merupakan sasaran pengelolaan proyek disamping biaya dan jadwal.
Mutu dapat didefinisikan sebagai sifat dan karakteristik produk atau jasa yang
membuatnya memenuhi kebutuhan pelanggan atau pemakai (Soeharto, 2001:
277). Definisi mutu yang sering diasosiasikan dengan proyek adalah fitness for
use. Istilah ini selain memperhatikan sifat dan karakteristik obyek, juga
memperhatikan masalah tersedianya produk, keandalan dan masalah
pemeliharaan.
2.2.2 Definisi Quality Control (Pengendalian Mutu)
Dalam suatu proyek, untuk mencapai keadaan fitness for use perlu adanya
pengelolaan mutu dengan benar dan tepat yang bertujuan mencapai persyaratan
9
mutu proyek sesuai standar yang ada. Quality Control adalah berbagai teknik dan
kegiatan untuk memantau, mengevaluasi dan menindaklanjuti agar persyaratan
mutu yang telah ditetapkan tercapai.
Pengendalian mutu (QC) adalah bagian dari penjaminan mutu (QA) yang
memberikan petunjuk dan cara-cara untuk mengontrol kualitas material, struktur,
komponen atau sistem agar memenuhi keperluan yang telah ditentukan (Soeharto
2001: 284). Selebihnya QC meliputi tindakan-tindakan yang berupa pengetesan,
pengukuran, dan pemeriksaan untuk memantau apakah kegiatan-kegiatan
engineering, pembelian, manufaktur, konstruksi dan kegiatan lain untuk
mewujudkan sistem (instalasi atau produk hasil proyek) telah dilakukan sesuai
dengan kriteria yang digariskan.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa Quality Control
adalah teknik atau aktivitas operasional untuk menjaga kualitas produk atau jasa
sesuai dengan syarat yang dispesifikasikan, termasuk menggunakan teknik dan
aktivitas tersebut (Nugraha, 2007: 299).
2.2.3 Metode Pengendalian Mutu (QC)
Pengendalian mutu merupakan sebuah proses yang berkesinambungan
yang terdiri dari 4 (empat) kegiatan utama. Keempat kegiatan utama tersebut
sering disebut PDCA yaitu plan, do, check dan action. Keempat kegiatan tersebut
dalam proyek konstruksi dapat diuraikan secara lebih lanjut sebagai berikut:
10
1. Perencanaan Pengendalian Mutu (Plan)
Pada tahap ini, disusun rencana pengendalian mutu suatu pekerjaan yang
secara spesifik ditujukan untuk pekerjaan yang dimaksud, dalam hal ini disusun
rencana QC bahan beton, beton segar dan beton keras. Pada tahap ini dokumen
atau peraturan mutu standar yang menjadi pedoman dasar, filosofi, dan kebijakan
mutu direncanakan sesuai pekerjaan yang akan dilaksanakan. Perencanaan
pengendalian mutu meliputi: •
a. Perencanaan Pedoman Standar Mutu
Perencanaan pedoman standar mutu adalah perencanaan standar yang akan
diberlakukan. Semua standar dan kriteria yang berkaitan dengan inspeksi dan
tes serta prosedur yang menyertainya hendaknya dicantumkan di dalam
program yang bersangkutan. Standar mutu dapat mengacu pada spesifikasi
teknis yang ada dengan berpedoman pada peraturan yang ada seperti SK.SNI.
b. Perencanaan Metode Pengendalian Mutu
Perencanaan metode pengendalian mutu termasuk rencana cara pengujian
mutu dan penentuan titik inspeksi. Perencanaan metode pengendalian mutu
pada umumnya meliputi hal-hal sebagai berikut (Soeharto, 2001: 285): •
Perencanaan Cara Pengujian Mutu
Cara pengendalian mutu yang sering diimplementasikan di lapangan
secara garis besar dilakukan dalam 3 (tiga) cara yaitu:
11
1. Pengecekan dan Pengkajian di Lapangan
Hal ini dilakukan terhadap proses pelaksanaan konstruksi lapangan,
gambar untuk konstruksi, perhitungan yang berkaitan dengan desain
engineering.
2. Pemeriksaan dan Uji Kemampuan Peralatan
Pekerjaan ini berupa pemeriksaan fisik, termasuk menyaksikan uji
coba berfungsinya suatu peralatan. Kegiatan ini meliputi pemeriksaan
sewaktu menerima material peralatan termasuk, suku cadang, dan lain-
lain yang baru diterima dari pembelian.
3. Pengujian dengan Mengambil Contoh
Cara ini dimaksudkan untuk menguji apakah material/hasil pekerjaan telah
memenuhi spesifikasi atau kriteria yang ditentukan. Pengujian dapat berupa
test destruktif atau nondestruktif yang dilakukan terhadap contoh yang diambil
dari obyek yang diselidiki. • Perencanaan Titik Inspeksi dan Tes
Titik inspeksi dan tes ditentukan sepanjang siklus pekerjaan yang dilaksanakan
(dalam hal ini siklus pekerjaan beton). Pada setiap titik tersebut diperinci apa yang
akan dilakukan, misalnya menyebutkan macam inspeksi dan tes serta metode atau
referensi standar tertentu. Demikian pula kriteria penerimaan dan penolakan
(acceptance dan rejection). c. Perencanaan Organisasi Pengendalian Mutu
Dalam program pengendalian mutu dibutuhkan sebuah bagian dari organisasi
industri jasa konstruksi yang bertugas khusus menangani masalah mutu.
12
Kegiatan bagian ini tidak langsung menangani kegiatan engineering,
pembelian, atau konstruksi, tetapi mengadakan pemantauan agar pekerjaan itu
memenuhi kriteria dan spesifikasi yang ditentukan (Soeharto 2001: 281). d.
Perencanaan dokumen dan peralatan pendukung
Dokumen dan peralatan pendukung yang dimaksud disini adalah format
dokumen pengendalian mutu seperti check list, berita acara, panduan kerja dan
lain-lain. Peralatan pendukung misalnya alat pengujian seperti kerucut slump
test, peralatan dokumentasi (kamera) dan lain-lain.
2. Implementasi Pengendalian Mutu (Do)
Implementasi adalah penjabaran dari rencana pengendalian mutu menjadi
sebuah sistem atau metode yang dapat diaplikasikan dalam pekerjaan di lapangan.
Pada tahap ini semua rencana, pedoman jadwal dan aspek yang terkait
diwujudkan menjadi sebuah prosedur yang akan menjadi pedoman bagi
pelaksanaan lapangan. Pada tahap ini semua dokumen, elemen yang terlibat dan
peralatan yang diperlukan disiapkan dan mulai diberikan kepada personil yang
akan menerapkan sistem pengendalian mutu. Metode yang dipakai dalam
implementasi pengendalian mutu tergantung pada jenis obyek dan ketetapan yang
diinginkan (Soeharto, 2001: 285).
13
3. Kegiatan Inspeksi Hasil Pengendalian Mutu (Check)
Inspeksi sendiri merupakan kegiatan mengkaji karakteristik obyek dalam
aspek mutu sesuai dengan suatu standar yang telah ditentukan. Secara lengkap
kegiatan inspeksi meliputi (Soeharto, 2001: 284):
a. Menentukan standar dan spesifikasi yang akan digunakan.
b. Mengukur dan menganalisa karakteristik obyek.
c. Menganalisa hasil pengukuran terhadap standar dan spesifikasi.
d. Membuat keputusan dan kesimpulan atas hasil analisa.
e. Membuat catatan atas proses inspeksi.
Pada akhimya inspeksi akan memberikan keputusan penilaian atas mutu
obyek yang diperiksa berdasarkan standar mutu yang ditentukan. Dengan
demikian akan diketahui apakah obyek memenuhi standar (conformance) atau
tidak memenuhi standar (non conformance). Suatu obyek yang telah memenuhi
spesifikasi berarti dimasa yang akan datang dapat terus digunakan, sedangkan
bagi obyek yang tidak memenuhi maka memerlukan analisa lebih lanjut mengenai
kemungkinan dilakukannya perbaikan untuk meningkatkan mutu dengan
mempertimbangkan aspek fitness for use dan aspek ekonomi.
4. Tindakan Lanjutan (Action)
Action atau tindakan lanjutan yang dimaksud disini adalah tindakan
koreksi yang perlu dilakukan apabila terdapat hasil pekerjaan yang tidak
memenuhi standar mutu (non conforming product). Action dapat berupa
14
bermacam-macam tindakan tergantung dari permasalahan yang ditemukan di
lapangan.
Dalam penelitian ini, QC pekerjaan beton mencakup bahan beton, beton
segar dan beton keras.
2.3 Beton
Beton merupakan fungsi dari bahan penyusunannya yang terdiri dari bahan
semen hidrolik (portland cement), agregat kasar, agregat halus, air dan bahan
tambah (Mulyono, 2005: 3). Untuk mengetahui dan mempelajari perilaku elemen
gabungan (bahan-bahan penyusun beton), kita memerlukan pengetahuan
mengenai karakteristik masing-masing komponen.
Dalam usaha untuk memahami karakteristik bahan penyusun campuran
beton sebagai dasar perancangan beton, Departemen Pekerjaan Umum melalui
LPMB banyak mempublikasikan standar-standar yang berlaku. DPU-LPMB
memberikan definisi tentang beton sebagai campuran antara semen portland atau
semen hidrolik yang lainnya, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau
tanpa bahan campuran tambahan membentuk massa padat (SK.SNI T-15-1990-03:
1).
2.3.1 Aktivitas Pekerjaan Beton
Pekerjaan beton tidak hanya terdiri dari satu titik kegiatan, tetapi terdiri
dari beberapa kegiatan yang saling berhubungan. Setiap aktivitas kegiatan tersebut
harus dikontrol agar hasilnya sesuai dengan yang direncanakan.
15
Proses pembangunan sebuah struktur dapat diterangkan dengan bagan di
Gambar 2.1. Gideon (Mulyono, 2005: 13). Dari gambar tersebut dapat dilihat
bahwa salah satu proses yang penting adalah perencanaan.
Pada perencanaan pembangunan dituntut kerjasama yang baik antara
pengelola proyek, pemilik dan konsultan perencana serta antara konsultan
perencana, penasihat dan pelaksana. Disamping harus dapat menerjemahkan
keinginan pemilik, pelaksana dan pengelola proyek harus memahami ketentuan-
ketentuan dari instansi pemerintah karena perencanaan beton harus memenuhi
standar mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Berdasarkan bagan diatas, aktivitas utama pada saat pelaksanaan yang
dilakukan oleh kontraktor dibawah pengawasan konsultan perencanaan dan
konsultan supervisi. Pekerjaan beton dimulai jika telah ada penunjukan atau
perintah kerja dari pemilik.
Pengolah Proyek (owner)i
\ - W!-Konsultan Perencana (consultant)
4^' '
Membuat Rencana (perencanaan) Pemerintah (goverment)
*ra L k
Bestek + Gambar (Spesifikasi Teknik & Gambar)
Pemilihan Pemborong (tender)
IPelaksanaan (contruction)
Sumber : Teknologi Beton (Mulyono, 2005: 14)
Gambar 2.1 Bagan Alir Perencanaan Pembangunan
I
16
Kegiatan perencanaan beton dimulai dari quarry atau tempat
penambangan sumber alam. Perencana harus mengambil contoh-contoh material
yang akan digunakan, sesuai dengan ketentuan standar baku yang telah
ditetapkan. Pengambilan contoh ini dilakukakan secara acak (random) agar sifat-
sifat bahan yang akan diuji terwakili. Contoh uji ini kemudian dibawa ke
laboratorium untuk dicek dan diuji. Jika parameter besaran yang dimiliki masing-
masing bahan tersebut telah sesuai dengan syarat diberikan (code standard),
bahan tersebut dapat digunakan. Jika bahan yang diuji tidak memenuhi syarat,
pelaksana harus mencari sumber bahan yang lainnya atau mencampur bahan yang
mutunya kurang dengan bahan lainnya sehingga komposisi bahan yang dihasilkan
sesuai dengan syarat yang ditentukan.setelah nilai masing-masing bahan tersebut
diperoleh, perancangan beton (mix design) harus dilakukan dengan metode-
metode yang dikenal. Di Indonesia, pekerjaan-pekerjaan milik pemerintah harus
menggunakan standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Standar baku ini
dulu dikenal sebagai Standar Industri Indonesia namun saat ini telah direvisi dan
dikembangkan menjadi Standar Nasional Indonesia (SNI).
Setelah perancangan beton selesai, perlu dilakukan pengujian lanjutan
melalui pengujian campuran beton di laboratorium. Pengujian campuran beton ini
meliputi pengujian beton segar dan pengujian beton keras. Pengujian beton segar
dimaksudkan untuk mengetahui workability atau kemudahan dalam
pengerjaannya. Indikator dari kemudahan dalam pengerjaan ini dapat dilihat dari
nilai slump beton. Tujuan pengujian beton segar lainnya untuk melihat apakah
terjadi bleeding dan segregation atau tidak.
17
Pengujian beton keras terutama dimaksudkan untuk mengetahui kekuatan
tekan karakteristik dari beton tersebut (f’c). Pengujian ini dilakukan dengan
membuat benda uji silinder yang pada umur tertentu diuji. Jika benda uji tersebut
tidak lulus pada pengujian ini, harus dilakukan perancangan ulang campuran
sampai didapatkan komposisi yang disyaratkan dalam spesifikasi teknis yang
dibuat oleh pemilik.
Setelah pembuatan campuran di laboratorium selesai dilakukan, proses
selanjutnya adalah membawa hasil komposisi mix design tersebut sebagai Job Mix
Formula (JMF) ke tempat pengolahan beton. Tempat pengolahan berupa
pengolahan yang menggunakan mesin mixing biasa (molen) maupun pengolahan
beton yang besar (concrete plant) selama masa pengolahan beton ini berjalan,
proses pengawasan kualitas harus tetap dilakukan oleh kontraktor, di bawah
pengawasan konsultan pengawas. Jika terjadi perubahan terhadap parameter bahan
penyusun beton, pengujian laboratorium harus dilakukan lagi sebagai quality
control bahan-bahan komposisi beton. Dari concrete plant, beton dibawa ke
tempat pengerjaan beton, yakni tempat pengecorannya. Selama masa
pengangkutan, beton segar tersebut harus tetap dijaga agar tidak mengalami
kehilangan faktor air semen yang dapat mengakibatkan menurunya kekuatan tekan
beton. Hal ini dilakukan agar beton yang dihasilkan sesuai dengan yang
diinginkan.
Selama masa pelaksanaan pun proses kontrol tidak boleh dihentikan. Pada
masa ini, pelaksanaan pengecoran, pemadatan, perawatan dan penyelesaian harus
diawasi. Setelah beton mengeras dan berumur 28 hari, uji tekan untuk mengetahui
18
kekuatannya harus dilakukan. Jika pengujian tersebut tidak dilakukan, dapat
dilakukan tindakan lain sesuai dengan syarat evaluasi beton keras. Pengujian
dapat dilakukan dengan core drill dan load test atau dengan merancang ulang
mekaniknya dengan menggunakan mutu beton aktualnya (f’ca). Bagan alir
aktivitas pekerjaan beton dapat dilihat pada Gambar 2.2.
2.3.2 Pengujian Bahan Beton
1. Pengujian Semen Portland (Portland Cement)
Semen portland adalah bahan konstruksi yang paling banyak digunakan
dalam pekerjaan beton. Menurut ASTM C-150, 1985, semen portland
didefinisikan sebagai semen hidrolik yang dihasilkan dengan menggiling klinker
yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik, yang umumya mengandung satu atau
lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama
dengan bahan utamanya (Mulyono, 2005: 2007).
Semen yang digunakan untuk pekerjaan beton harus disesuaikan dengan
rencana kekuatan dan spesifikasi teknis yang diberikan. Pemilihan tipe semen ini
kelihatannya mudah dilakukan karena semen dapat langsung diambil dari
sumbernya (pabrik). Fungsi utama semen adalah mengikat butir-butir agregat
hingga membentuk suatu massa padat dan mengisis rongga-rongga udara di antara
butir-butir agregat. Walaupun komposisi semen dalam beton hanya sekitar 10%,
namun karena fungsinya sebagai bahan pengikat maka peranan semen menjadi
penting.
19
Penyelidikan Bahan-bahan Penyusun Beton
IPengambilan Sampel
Pengujian Sampel Bahan Penyusun
Perancangan Campuran
Tidak
Pengolahan Beton
Tidak
Pengangkutan Beton
Penuangan Beton Pengambilan SampelBeton Segar &
Pembuatan Benda UjiTekan
Pemadatan Beton
Pekerjaan Akhir Beton
Uji Struktur Tidak Merusak Analisis Hasil & Evaluasi Beton Keras
Uji Struktur Merusak
Sumber : Teknologi Beton (Mulyono, 2005: 16)
Gambar 2.2 Bagan Alir Aktivitas Pekerjaan Beton
Selesai
20
Semen portland yang digunakan untuk konstruksi sipil harus memenuhi
syarat mutu yang dipergunakan adalah SII.0013-81, “Mutu dan Cara Uji Semen
Portland”. Syarat mutu yang ditetapkan oleh SII ini diadopsi dari syarat mutu
ASTM C-150.
Syarat Mutu Semen Portland, SII.0013-81 (ASTM.C-150)
Tabel 2.1 Syarat Kimia Semen Portland
URAIAN Jenis Semen
I II III IV V
MgO,%, maksimum
SO3,%, maksimum
C3A<8.0%
C3A<8.0%
Hilang pijar, % maksimum
Bagian tak larut, % maksimum
Alkali sebagai Na2O, % maksimum
5
3
3
3
1
0
>.0
5.0
5.5
5.0
.5
).6
5.0
3.0 -
3.0
1.5
0.6
5.0
3.5
4.5
3.0
1.5
0.6
5.0
2.3 -
2.5
1.5
0.6
5.0
2.3
%-\
3.0
1.5
0.6
Sumber : Teknologi Beton (Mulyono, 2005: 44)
Tabel 2.2 Syarat Fisika Semen Portland
No Uraian Tipe Semen
I II III IV V
1 Kehalusan:Sisa diatas ayakan 0.09mm,%maksimumDengan alat Vicat Blainey
1
( 2
8(
0010
2800
10
2800
10
2800
10
2800
2 Waktu pengikatan ( setting time),menggunakan alat "Vicat" Awal, menit minimum Akhir, jam maksimum Waktu pengikatan (setting time),
menggunakan "Gillmore" Awal, menit minimum Akhir,j am maksimum
45 860 10
45 860 10
45 860 10
45 860 10
45 860 10
21
3
4
5
Kekalan:Pemuaian dalam autoclave, maksimum
0.80 0.80 0.80 0.80 0.80
Kekuatan tekan: 1 hari kg/cm2, minimum 1 + 2 hari kg/cm2, minimum 1 + 6 hari kg/cm2, minimum 1 + 27 hari kg/cm2, minimum
-125 200
-
-100 175
-
125 250
--
--
70 175
-85 150 210
Pengikatan semu (false set) Penetrasi akhir,k % minimum
50 50 50 50 50
6 Panas hidrasi7 hari, cal/g, maksimum28 hari,k cal/g, maksimum
- 70 80
- 60 70
--
7 Pemuaian karena sulfat: 14 hari,k % maksimum
- - - 4 - 0.45*)
Sumber : Teknologi Beton (Mulyono, 2005: 45)
2. Pengujian Agregat
Agregat adalah butiran mineral yang berfungsi sebagai bahan pengisi
dalam campuran mortar dan beton. Mengingat bahwa agregat menempati 70-75%
dari total volume beton (Nugraha, 2007: 43), maka kualitas agregat sangat
berpengaruh terhadap kualitas beton. Dengan agregat yang baik, beton dapat
dikerjakan (workable), kuat, tahan lama (durable) dan ekonomis. Pemeriksaan
mutu agregat dimaksudkan untuk mendapatkan bahan-bahan campuran beton
yang memenuhi syarat, sehingga beton yang dihasilkan nantinya sesuai dengan
yang diharapkan. Agregat yang digunakan harus memenuhi spesifikasi teknis
yang telah diterapkan di dalam kontrak kerja. Jika dilihat dari volume agregat
dalam campuran beton, agregat memberikan kontribusi yang besar terhadap
campuran.
Agregat normal harus memenuhi syarat mutu sesuai dengan SII 0052-80,
“Mutu dan Cara Uji Agregat Beton” dan jika tidak tercantum dalam syarat ini
22
harus memenuhi syarat ASTM C.33-82, “Standard Spesification for Concrete
Agregates”. Agregat ringan harus memenuhi syarat yang diberikan oleh ASTM
C.330-80, “Spesification for Lightweight for Structural Concrete”.
Agregat Normal menurut SII.0052 (ASTM C-33)
a. Agregat Halus
(1) Modulus Halus butir 1,5 sampai 3,8
(2) Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari mikron (0.074 mm)
maksimum 5 %.
(3) Kadar zat organik yang terkandung yang ditentukan dengan menvampur
agregat halus dengan larutan natrium sulfat (NaSO4) 3 % jika
dibandingkan dengan warna standar/pembanding tidak lebih tua dar pada
warna standar.
(4) Syarat gradasi agregat halus harus memenuhi syarat seperti dalam Tabel
2.3 di bawah ini:
Tabel 2.3 Syarat Mutu Agregat Halus Menurut ASTM C-33-95
Ukuran Lubang Ayakan (mm) Persen Lolos Kumulatif9,5 1004,75 95 - 1002,36 80 - 1001,18 50 - 850,6 25 - 600,3 10 - 30
0,15 2 - 10Sumber : Teknologi Beton (Mulyono, 2005: 93)
b. Agregat Kasar
(1) Modulus halus butir 6,0 sampai 7,1
23
(2) Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 70 mikron (0.074 mm)
maksimum 1 %.
(3) Syarat gradasi agregat kasar harus memenuhi syarat seperti dalam Tabel
2.4 di bawah ini:
Tabel 2.4 Syarat Mutu Agregat Halus Menurut ASTM C-33-90
Ukuran Lubang Ayakan (mm) Persen Lolos Kumulatif
25,00 10019,00 94,39,50 39,84,75 7,62,38 0
Sumber : Teknologi Beton (Mulyono, 2005: 94)
3. Pengujian Air
Air diperlukan pada pembuatan beton untuk memicu proses kimiawi
semen, membasahi agregat dan memberikan kemudahan dalam pekerjaan beton.
Air yang dapat diminum umunya dapat digunakan sebagai campuran beton. Air
yang mengandung senyawa-senyawa yang berbahaya, yang tercemar garam,
minyak, gula, atau bahan kimia lainnya, bila dipakai dalam campuran beton akan
menurunkan kualitas beton, bahkan dapat mengubah sifat-sifat beton yang
dihasilkan.
Semen tidak bisa menjadi pasta tanpa air. Air harus selalu ada di dalam
beton cair, tidak saja untuk hidrasi semen, tetapi juga untuk mengubahnya
menjadi suatu pasta sehingga betonnya lecak (workable). Air tawar yang dapat
diminum umumnya boleh dipakai dan tidak terdapat yang aneh pada rasa, bau dan
warna. Sesuai dengan pendapat yang menyebutkan bahwa:
24
BS 2148 menjelaskan bagaimana beton dengan air tertentu dibandingkan
dengan beton dengan air suling. Pengujian initial set dan kuat tekan dilakukan
untuk membandingkan kualitas air yang dipertanyakan dan dibandingkan dengan
air suling (Nugraha, 2007: 244).
Syarat Mutu Air menurut British Standard (BS.3148-80)
Berikut ini adalah kriteria yang harus dipenuhi oleh air yang akan
digunakan sebagai capuran beton. Jika ketentuan-ketentuan di bawah ini tidak
terpenuhi, sebaiknya air tidak digunakan untuk membuat campuran beton. Syarat-
syarat tersebut antara lain adalah:
a. Garam-garam Anorganik
Ion-ion utama yang biasa terdapat dalam air adalah kalsium, magnesium,
natrium, kalium, bikarbonat, sulfat, klorida, nitrat dan kadang-kadang karbonat.
Gabungan ion-ion tersebut tidak boleh lebih besar dari 2000 mg per liter. Garam-
garam anorganik ini akan memperlambat waktu pengikatan beton dan
menyebabkan menurunnya kekuatan beton. Konsentrasi garam-garam tersebut
hingga 500 ppm dalam campuran beton masih diijinkan.
b. NaCl dan Sulfat
Konsentrasi NaCl atau garam dapur sebesar 20000 ppm pada umumnya masih
diijinkan. Air campuran beton yang mengandung 1250 ppm natrium sulfat,
Na2SO4.10 H2O, dapat digunakan dengan hasil yang memuaskan.
c. Air Asam
Air campuran asam dapat digunakan atau tidak berdasarkan konsentrasi
asamnya yang dinyatakan dalam ppm (parts per million). Bisa atau tidaknya air
25
ini digunakan ditentukan berdasarkan nilai pH, yaitu suatu ukuran untuk
konsentrasi ion hidrogen.
Air netral biasanya mempunyai pH sekitar 7.00. Nilai pH diatas menyatakan
keadaan kebasaan dan nilai pH 7.00 menyatakan nilai keasaman. Semakin tinggi
nilai asam (pH lebih dari 3.00), semakin sulit kita mengelola pekerjaan beton.
Karena itu penggunaan air dengan pH diatas 3.00 harus dihindarkan.
4. Pengujian Baja Tulangan
Beton tidak dapat menahan gaya tarik melebihi nilai tertentu tanpa
mengalami retak-retak. Untuk itu, agar beton dapat bekerja dengan baik dalam
suatu sistem struktur, perlu dibantu dengan memberinya perkuatan penulangan
yang terutama akan mengemban tugas menahan gaya tarik yang bakal timbul di
dalam suatu sistem.
Baja tulangan harus diuji sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Tabel 2.5 Jenis dan Kelas Baja Tulangan sesuai SII 0136-80
Jenis Kelas Simbol Batas Ulur Minimum
N/mm2
(kgf/mm)
Kuat Tarik Minimum
N/mm2
(kgf/mm)Polos 1 BJTP24 235 382
(39)
2 BJTP30 294 (30)
480 (49)
Deformasian 1 BJTD24 235 (24)
382 (39)
2 BJTD30 294 (30)
480 (49)
3 BJTD35 343 (35)
490 (50)
26
4
5
BJTD40
BJTD50
392 (40)490 (50)
559 (957)61 (63)
Sumber : Struktur Beton Bertulang (Dipohusodo, 1993: 14)
2.3.3 Pengujian Beton Segar
Pengujian Kelecakan
Kelecakan beton* atau workability adalah kemudahan suatu campuran
beton segar untuk dikerjakan dan dipadatkan. Tidak ada cara yang bisa langsung
mengukur suatu kemudahan. Dulu kelecakan diukur secara visual saja, yaitu
dengan kategori kaku (stiff), lecak (workable) dan plastis. Beton segar yang kaku
berbentuk seperti tanah yang lembab, dan beton segar yang plastis berbentuk
seperti lumpur tebal. Pengambilan contoh dan pengujian beton segar, percobaan
atau pengujian ini dilaksanakan setelah komposisi dari suatu campuran beton
didapatkan. Selanjutnya, dilakukan pengujian sifat-sifat dari beton segar dan
pengaruhnya nanti setelah beton mengeras (PB, 1989: 23).
Slump test adalah pengujian beton segar untuk memperoleh nilai kelecakan
beton, hal ini untuk mengetahui kemudahan yang diperoleh pada saat pengerjaan
dan pemadatan dilaksanakan. Cara pengujiannya adalah kerucut diberdirikan di
atas alas yang telah dibersihkan, kemudian beton segar dimasukkan ke dalam
kerucut dengan sekop kecil, kira-kira sepertiga tinggi kerucut. Dengan
menggunakan batang besi, beton ditumbuk sebanyak 25 kali sampai dasar.
Tambahkan lapisan kedua dan tumbuk 25 kali dengan batang besi hingga sedikit
menyentuh lapisan pertama (tidak sampai dasar). Lakukan hal yang sama untuk
27
lapisan yang ketiga. Setelah lapisan ketiga selesai ditumbuk, permukaan atas
kerucut diratakan dengan cetok besi dan kelebihan beton dibersihkan.
Gambar 2.3 Cetakan Slump Beton
Angkat kerucut perlahan keatas dengan memegang kupingnya dalam
waktu 5-7 detik. Balikkan kerucut dan letakkan di samping sampel beton segar.
Rebahkan batang penumbuk di atas kerucut. Ukurlah perbedaan tinggi antara
kerucut dan beton segar. Inilah tinggi dari slump. Misalnya perbedaan tingginya
adalah 5 cm, maka nilai slump dari beton segar tersebut adalah 5 cm. Nilai slump
bisa bervariasi dari nol untuk campuran yang kaku, sampai runtuh total untuk total
untuk beton yang sangat cair.
Bila tidak terjadi crumbling atau collapse maka slump adalah indikasi
kelembutan (softness) sebagai lawan kekakuan (stifness) dari campuran. Runtuh
(collapse) sering terjadi pada beton yang kurang pasir (lean), menandakan
28
rendahnya kohesi dan rendahnya kemampuan beton segar untuk berdeformasi
plastis.
Uji slump berguna untuk mengecek adanya perubahan kadar air, bila
material dan gradasi adalah seragam. Bila jumlah air adalah konstan dan kadar
lengas agregat juga konstan, maka slump test berguna untuk menunjukkan adanya
perbedaan pada gradasi atau adanya perbandingan berat yang salah.
Tabel 2.6 Slump yang Disyaratkan untuk Berbagai Konstruksi (PBI 1971)
Pemakaian Beton Maks Min
Dinding, plat pondasi, dan pondasi telapak bertulang 12,5 5,0
Pondasi telapak tidak bertulang, kaison dan struktur di
bawah tanah
9,0 2,5
J Pelat, balok, kolom dan dinding 15,0 7,5
Pengerasan jalan 7,5 5,0
Pembetonan masal 7,5 2,5
2.3.4 Pengujian Beton Keras
Pengujian Kuat Tekan
Beton tidak saja heterogen tetapi juga merupakan material yang
anisotropis. Kekuatan bervariasi dengan alam dan arah dari tegangan terhadap
bidang pengecorannya. Kekuatan tarik hanya sekitar 10-15% dari kekuatan tekan.
Jenis kekuatan yang lain yang perlu adalah kekuatan geser, benturan, kelelehan
dan kekuatan di bawah beban tetap (Nugraha, 2007: 257).
Di bawah tegangan triaksial, tegangan aksis maksimum bertambah dengan
bertambahnya tegangan yang membatasi dari dua arah lain. Ini tercermin dari
tegangan yang membatasi dari dua arah lain. Ini tercermin dari tegangan tumpu
29
(bearing) setempat yang diperbolehkan pada nilai yang lebih tinggi dari kekuatan
tekan. Faktor ini harus juga dicatat ketika mempertimbangkan kinerja beton in-
situ yang dihasilkan dari uji pengeboran adalam metode tekanan unconfined. Ada
berbagai alasan untuk melakukan pengujian beton keras:
1. Pada tingkat dasar untuk mengamati hukum fisik tentang sifat beton. Mencari
hubungan antara sifat fisik dan mekanik dari material beton dan sifat elastis
dari kekuatan beton keras.
2. Menentukan sifat mekanis dari beton jenis tertentu untuk penerapan khusus.
Uji ini dilakukan dengan simulasi kondisi yang akan dialami oleh beton
tersebut.
3. Bila hukum fisik telah diketahui, perlu dilakukan evaluasi atas konstanta fisik,
misalnya modulus elastisitas.
4. Yang paling umum, informasi rutin atas kualitas beton, dinamakan pengujian
kontrol kualitas. Kecepatan dan kemudahan pengujian dapat lebih penting
daripada akurasi yang sangat tinggi.
Kuat tekan beton adalah besarnya beban persatuan luas yang menyebabkan
benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya tekan tertentu, yang dihasilkan
oleh mesin tekan. Peralatan yang digunakan dalam pengujian ini cetakan silinder
diameter 152 mm dan tinggi 305 •mum, tongkat pemadat, mesin pengaduk,
timbangan, mesin tekan, dll.
Untuk mendapatkan benda uji harus diikuti beberapa tahapan dari beton
segar yang mewakili campuran beton. Isi cetakan dengan adukan beton dalam 3
lapis, dimana setiap lapis dipadatkan dengan 25x tusukan secara merata, setelah
30
itu ratakan permukaan beton dan tutuplah dengan bahan kedap air. Kemudian
biarkan 24 jam, setelah itu bukalah cetakan dan keluarkan benda uji, lalu rendam
dalam bak perendam berisi air pada temperatur 25°C.
Untuk persiapan pengujian: ambil benda uji dari bak perendam tentukan
berat dan ukuran benda uji. Lapis permukaan atas dan bawah benda uji dengan
mortar belerang dengan cara sebagai berikut: lelehkan mortar belerang di dalam
pot peleleh yang dinding dalamnya telah dilapisi tipis dengan gemuk, kemudian
letakkan benda uji tegak lurus pada cetakan, benda uji siap diperiksa.
Prosedur pengujian melalui tahapan sebagai berikut: letakan benda uji
pada mesin tekan secara sentris, dan jalankan mesin tekan dengan penambahan
beban antara 2 sampai 4 kg/cm2 perdetik. Lakukan pembebanan sampai benda uji
menjadi hancur dan catatlah beban maksimum yang terjadi selama pemeriksaan
benda uji lalu gambar bentuk pecah dan catatlah keadaan benda uji. Kemudian
hitung kuat tekan beton yaitu besarnya beban per satuan luas.
sb : P / A (kg/cm )
Ket:
P = beban maksimum (kg)
A = luas penampang benda uji (cm )
(Sumber: SK SNI 03-1974-1990)
Hasil pengujian ini dapat digunakan dalam pekerjaan perencanaan
campuran beton dan pengendalian mutu beton pada pelaksanaan pembetonan.
31
Kuat tekan beton yang diperoleh akan terus bertambah seiring dengan
bertambahnya umur beton, dan tentu saja ini akan menjadi acuan yang mewakili
seluruh campuran beton yang digunakan sebagai struktur bangunan. Pada hari ke-
28 kekuatan beton dianggap sama pada hari selanjutnya, karena penambahan
kekuatan beton setelah hari ke-28 bertambah namun pertambahan kekuatannya
sedikit.
top related