studi tentang pembatalan putusan bani di...
Post on 05-Feb-2018
237 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
STUDI TENTANG PEMBATALAN PUTUSAN BANI DI INDONESIA
(STUDI PUTUSAN NOMOR: 305/PDT.G/BANI/2014/PN.JKT.UTR)
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk
Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu
Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh
Michael Jordi Kurniawan
NIM. E0012248
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2016
ii
iii
iv
SURAT PERNYATAAN
Nama : Michael Jordi.K
NIM : E0012248
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul:
STUDI TENTANG PEMBATALAN PUTUSAN BANI DI INDONESIA
(STUDI PUTUSAN NOMOR: 305/PDT.G/BANI/2014/PN.JKT.UTR) adalah
betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum
(skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di
kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima
sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang
saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, 29 Maret 2016
Yang Membuat Pernyataan,
Michael Jordi Kurniawan
NIM. E0012248
v
HALAMAN MOTTO
“THERE IS NOTHING NOBLE IN BEING SUPERIOR TO YOUR
FELLOW MEN, TRUE NOBILITIY IS BEING SUPERIOR TO YOUR
FORMER SELF”
-ERNERST HEMINGWAY-
vi
ABSTRAK
Michael Jordi Kurniawan. 2016. E0012248. STUDI TENTANG
PEMBATALAN PUTUSAN BANI DI INDONESIA (STUDI PUTUSAN
NOMOR: 305/PDT.G/BANI/2014/PN.JKT.UTR). Penulisan Hukum
(Skripsi). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
Penelitian ini mendiskripsikan dan mengkaji permasalahan, pertama,
apakah pertimbangan majelis hakim pengadilan negeri jakarta utara dalam
membatalkan putusan BANI nomor : 513/IV/ARB-BANI/2013 telah sesuai
dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU Arbitrase). Kedua, Apakah akibat hukum
dari dibatalkannya Putusan BANI Nomor : 513/IV/ARB-BANI/2013.
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif.
Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang berupa bahan hukum primer
dan bahan hukum sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
studi dokumen dan studi kepustakaan, instrumen penelitian adalah Putusan Nomor
305/Pdt.G/BANI/2014/PN.Jkt.Utr. dan UU Arbitrase. Teknik analisis yang
digunakan adalah metode deduktif silogisme.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertimbangan hakim dalam
membatalkan Putusan BANI Nomor 513/IV/ARB-BANI/2013 telah sesuai
dengan UU Arbitrase dengan ditemukannya tipu muslihat yang dilakukan PT.
Pembangunan Jaya Ancol dalam pemeriksaan sengketa, tipu muslihat yang
dimaksud adalah dengan diajukkan Ahli dan Arbiter yang keduanya memiliki
hubungan kerja. Akibat hukum dari dibatalkannya Putusan BANI Nomor
513/IV/ARB-BANI/2013 adalah dinafikkannya putusan tersebut atau dianggap
tidak pernah ada atau dibuat.
Kata Kunci: Pembatalan, Putusan BANI
vii
ABSTRACT
Michael Jordi Kurniawan. E0012248. 2016. A Study In Cancellation of BANI’s
Verdict in Indonesia (Study in Verdict Number
305/PDT.G/BANI/2014/PN.JKT.UTR). Legal Writing. Law Faculty of
Universitas Sebelas Maret.
This study describes and examines the problems regarding the
consideration of the judges of Court District of North Jakarta in granting the
petition of cancellation BANI’s Verdict Number 513/IV/ARB-BANI/2013 whether
it is inaccordance to Act Number 30/1999 relating to Arbitration and Alternatives
Disputes Resolution (Act of Arbitration); as well as law consequences from the
cancellation of BANI’s Verdict Number 513/IV/ARB-BANI/2013.
This study is normative legal study which is a descrptive legal study. In
nature the data to be used in this study is secondary data, which includes primary
legal materials and secondary legal materials. Data collecting tehnique that used
in this study is documentary study and library study. Verdict Number
305/PDT.G/BANI/2014/PN.JKT.UTR. and Act of Arbitration will be the main
instrument to be considered.
The results show that judges’s consideration is inaccordance Act of
Arbitration by discover the fact that PT. Pembangunan Jaya Ancol has Presented
arbitrator and expert witness that both had connection relating to their job. The
law consequences from the cancellation is that the verdict considered never
existed.
Keyworda: Camcellation, BANI’s Verdict
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang
telah melimpahkan berkat dan kasih karunia-Nya sehingga Penulis
akhirnya dapat menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) yang berjudul:
“STUDI TENTANG PEMBATALAN PUTUSAN BANI DI
INDONESIA (Studi Putusan Nomor:
305/Pdt.G/BANI/2014/PN.JKT.UTR)”.
Penulisan hukum ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi syarat
memperoleh gelar sarjana (S1) pada Fakultas Hukum Univeritas Sebelas
Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan hukum ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis dengan besar hati akan
menerima segala masukan yang dapat memperkaya pengetahuan penulis di
kemudian hari.
Dengan selesainya penulisan hukum ini, maka dengan segala
kerendahan hati penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuannya
dalam penulisan hukum ini:
1. Bapak Prof. Dr. Ravik Karsidi, MS. selaku Rektor Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
2. Bapak Prof. Dr. Supanto, S.H.,M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin dalam
penulisan hukum ini.
3. Bapak Harjono, S.H.,M.H selaku pembimbing I yang telah
memberikan segala ilmu dan penuh dengan kesabaran membimbing
serta mengarahkan penulis dalam menyelesaikan penulisan hukum
(skripsi) ini.
4. Bapak Syafrudin Yudowibowo, S.H.,M.H selaku Pembimbing II yang
telah membimbing penulis hingga selesainya skripsi ini.
5. Bapak Dr. Soehartono, S.H.,M.Hum selaku Ketua Bagian Hukum
Acara Fakultas Hukum Univeritas Sebelas Maret Surakarta.
ix
6. Bapak Heri Hartanto, S.H.,M.H selaku Pembimbing Akademik yang
telah memberikan bimbingan dan arahan selama penulis belajar di
Kampus Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
7. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang dengan keikhlasan dan kemuliaan hati telah
memberikan bekal ilmu kepada penulis selama penulis belajar di
Kampus Fakultas Hukum.
8. Orang Tua, Ayah Yeremia Sandy dan Ibu Natalia Yulia yang telah
memberikan kasih sayang, perhatian, kebahagiaan, dan dorongan serta
semangat kepada penulis dengan penuh keikhlasan, serta keluarga
besar atas doa dan harapan yang luar biasa.
9. Kawan-kawan di PMK Fakultas Hukum yang memberi masukan dan
bantuan dalam pembuatan skripsi ini.
10. Teman-teman seangkatan 2012 Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret, tak pernah ada kata sesal berada di antara kalian, terima kasih
atas kebahagiaan dan kegembiraan yang diberikan dan semoga sukses
untuk kita semua.
11. Almamaterku, Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang telah
memberi bekal ilmu pengetahuan dan pengalaman untuk menghadapi
kehidupan yang sesungguhnya.
Demikian semoga penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada
khususnya.
Surakarta, Maret 2016
Penulis
Michael Jordi.K
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ......................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN .......................................................... iv
HALAMAN MOTTO ........................................................................ v
ABSTRAK ........................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ..................................................................... vii
DAFTAR ISI ...................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................... xii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ............................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian ................................................................. 8
E. Metode Penelitian................................................................... 9
F. Sistematika Penulisan Hukum ............................................. 13
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori..................................................................... 16
1. Tinjauan umum penyelesaian sengketa .......................... 16
2. Tinjauan umum arbitrase................................................ 23
B. Kerangka Pemikiran ............................................................. 37
xi
BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian .................................................................... 39
1. Nomor perkara ............................................................... 39
2. Identitas para pihak ........................................................ 39
3. Kasus posisi .................................................................... 39
4. Dasar permohonan ......................................................... 44
5. Putusan ........................................................................... 58
B. Pembahasan .......................................................................... 58
1. Pertimbangan Majelis Hakim ......................................... 58
2. Akibat Hukum ............................................................... 70
BAB IV. PENUTUP
A. Simpulan .............................................................................. 76
B. Saran ..................................................................................... 77
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 79
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Gambar Kerangka Pemikiran ......................................... 36
xiii
DAFTAR GAMBAR
Lampiran 1. Lampiran Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/Pn.Jkt.Utr...........82
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap orang dalam melakukan kehidupan sehari-hari, seringkali
tidak pernah lepas dalam melakukan hubungan dengan orang lain.
Hubungan tersebut menimbulkan hak dan kewajiban antar pihak yang
mengikatkan dirinya. Hubungan semacam ini disebut dengan hubungan
hukum dan karena hubungan ini diatur oleh hukum maka hubungan
hukum menjadi objek hukum.
Perjanjian antara pihak yang melakukan hubungan hukum, dalam
Hukum Perdata, menjadi hukum bagi kedua belah pihak sehingga kedua
belah pihak wajib mematuhinya. Ada pihak-pihak yang tetap tidak
mematuhi perjanjian yang telah dibuat dan berdampak dengan tidak
terpenuhinya hak dan kewajiban pihak lain. Tidak terpenuhinya hak dan
kewajiban menimbulkan pihak yang merasa dirugikan, menuntut keadilan
melalui penyelesaian sengketa dengan proses pengadilan sesuai dengan
yang diatur dalam Hukum Acara Perdata.
Seiring berjalannya waktu, serta semakin majunya perdagangan
dan bisnis maka tingkat kerumitan sengketa yang timbul juga semakin
bertambah. Selain itu, arus globalisasi yang menimbulkan perkembangan
bisnis yang cepat juga berakibat bagi dituntutnya hukum untuk
berkembang dalam mengatasi sengketa yang timbul dalam sebuah
hubungan hukum. Penyelesaian sengketa melalui proses pengadilan
(judicial settlement of dispute) seringkali, tidak memenuhi asas peradilan
sederhana, cepat, dan biaya ringan. Para pelaku usaha, dalam dunia bisnis
yang berkembang menuntut penyelesaian sengketa yang memenuhi asas
peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan. Penyelesaian sengketa yang
dipilih seringkali merupakan penyelesaian sengketa di luar proses
pengadilan.
2
Menurut M.Yahya Harahap, pengalaman dan pengamatan telah
membuktikan, penyelesaian sengketa melalui proses pengadilan relatif
lambat dikarenakan (M.Yahya Harahap, 1993:232) :
a. Penuh dengan formalitas
b. Terbuka upaya banding, kasasi, dan peninjauan kembali
sehingga jalannya proses penyelesaian, bias berlikuliku dan
memakan waktu yang sangat panjang, bisa sampai memakan
waktu bertahun-tahun atau bahkan puluhan tahun.
c. Belum lagi munculnya berbagai upaya perlawanan atau
intervensi dari pihak ketiga (derden verzet), menyebabkan
penyelesaian semakin rumit dan panjang.
Para pelaku usaha dan bisnis dalam dunia modern lebih memilih
penyelesaian sengketa di luar proses pengadilan, baik dengan cara
mediasi, negosiasi, rekonsiliasi, atau arbitrase. Paradigma ini dalam
mencapai keadilan lebih mengutamakan pendekatan konsesus dan
berusaha mempertemukan kepentingan pihak-pihak yang bersengketa seta
bertujuan untuk mendapatkan hasil penyelesaian sengketa kearah win-win
solution (Adi sulistiyono, 2006:5).
Para pihak yang bersengketa merupakan perusahaan-perusahaan
besar. Para pihak ini menginginkan kepentingan dan hak-haknya tercapai.
Selain itu, para pihak yang merupakan perusahaan-perusahaan besar ini
juga menginginkan agar hak-haknya dan kepentingan-kepentingannya
diperhatikan dan dipertahankan. Para pihak yang bersengketa lebih
memilih penyelesaian melalui jalur non litigasi yang berupa arbitrase.
Penyelesaian sengketa melalui arbitrase sendiri berbeda jika dibandingkan
dengan penyelesaian melalui mediasi, negosiasi, dan konsiliasi. Arbitrase
merupakan institusi penyelesaian sengketa yang menggunakan pendekatan
pertentangan (adversial)dengan hasil win lose yang dipilih sebagai
alternatif oleh pelaku bisnis (Adi Sulistiyono, 2006:139).
3
Pada Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman juga diatur mengenai penyelesaian sengketa di luar
pengadilan. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan diatur pada Pasal 58
yang berbunyi: “upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di
luar pengadilan negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian
sengketa”. Arbitrase dalam sebuah alternatif penyelesaian sengketa di
bidang bisnis di Indonesia sangat penting. Arbitrase di Indonesia lebih
rinci diatur di Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (selanjutnya disebut UU Arbitrase).
Alasan dari dipilihnya arbitrase sebagai alternatif penyelesaian
sengketa adalah karena arbitrase memiliki beberapa keunggulan yaitu :
(Rahmadi Indra Tektona, Arbitrase Sebagai Alternatif Solusi Penyelesaian
SengketaBisnis di Luar Pengadilan,
http://journal.unnes.ac.id/artikel_nju/pandecta/2327, (diakses pada tanggal
18 November 2015)).
a. Adanya kerahasiaan putusan arbitrase dan hubungan para pihak
tetap terjaga.
b. Prosedurnya sederhana dan cepat
c. Para pihak yang bersengketa dapat memilih orang atau lembaga
(arbiter) yang akan menyelesaikan sengketa sehungga
menjamin kualitas putusannya
d. Putusannya bersifat final, binding (mengikat), dan memiliki
daya paksa.
Kelebihan-kelebihan dalam hal penyelesaian sengketa melalui
arbitrase sangatlah banyak sehingga kalangan pelaku bisnis lebih memilih
arbitrase daripada melalui pengadilan. Peranan dan penggunaan lembaga
arbitrase dalam menyelesaikan sengketa dibidang bisnis sudah
berkembang sangat pesat. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan fakta
bahwa banyaknya kontrak dagang yang mencantumkan klausula arbitrase
sebagai forum dalam penyelesaian sengketa.( Erman Rajagukguk, 2000:1 )
4
Ada beberapa faktor yang menyebabkan pemilihan alternatif
penyelesaian sengketa melalui arbitrase berkembang sangat pesat yaitu
(Huala Adolf, 2008:14) :
a. Berperkara melalui arbitrase tidak begitu formal dan fleksibel
b. para pihak yang bersengketa diberi kesempatan untuk memilih
arbitrator yang mereka anggap dapat memenuh harapan
mereka baik dari segi keahlian maupun pengetahuan pada suatu
bidang tertentu; dan
c. Faktor kerahasiaan proses berperkara dan putusan yang
dikeluarkan merupakan alasan utama forum arbitrase
dinikmati.
Banyak kelebihan yang didapat dari arbitrase, namun bukan berarti
arbitrase selalu menguntungkan semua pihak seperti yang diharapkan pada
prakteknya. Seperti contoh ada juga proses arbitrase yang memakan waktu
yang lama seperti; Kasus AMCO Asia Corp melawan Republik
Indonesia.( Aldo Rico Geraldi,dkk, Penyelesaian Sengketa Kasus Investasi
AMCO vs Indonesia Melalui ICSID,
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=150949&val=907&tit
le=PENYELESAIAN%20SENGKETA%20KASUS%20INVESTASI%20
AMCO%20VS%20INDONESIA%20MELALUI%20ICSID (diakses pada
tanggal 19 November 2015))
Contoh lain, dalam praktek putusan arbitrase terutama arbitrase
asing tidak dapat dilaksanakan karena alasan-alasan tertentu, seperti
misalnya permasalahan ketertiban umum, putusan arbitrase tidak sah, dan
sebagainya (Sudargo Gautama, 2004:10). Selain kelebihan penyelesaian
sengketa melalui arbitrase juga memiliki kelemahan diantaranya sebagai
berikut : (Munir Fuady, 2000:94)
a. Tidak mudah untuk mempertemukan kehendak para pihak yang
bersengketa untuk membawa sengketa mereka kepada forum
arbitrase. Harus terdapat kesepakatan antara kedua bela pihak
yang bersengketa. Saat penentuan kesepakatan tersebut sering
5
terjadi konflik kepentingan mengenai permasalahan pilihan
hukum dan pilihan forum yang berlaku atas perjanjian tersebut
b. Hal pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional
masih menjadi persoalan yang rumit. Hal tersebut dikarenakan
masing-masing Negara mempunyai ketentuan yang berbeda
dalam hal pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase
internasional
c. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase tidak selalu memakan
biaya yang sedikit. Hal tersebut dikarenakan biaya arbitrator
yang ditunjuk dapat memakan biaya yang cukup banyak
mengingat para pihak dapat memilih arbitrator yang menurut
mereka ahli di bidangnya masing-masing.
d. Arbitrase dapat pula berlangsung lama dan karenanya
membawa akibat biaya yang tinggi terutama dalam hal
arbitrase dilakukan di luar negeri.
Arbitrase sebenarnya merupakan alternatif penyelesaian sengketa
di luar pengadilan, namun meskipun begitu, pengadilan masih tetap
mempunyai peranan dalam pendaftaran, pengakuan, dan pelaksanaan
putusan yang dibuat oleh arbitrase (Erman Rajagukguk, 2000:9). Pada
Pasal 59 ayat (1) UU Arbitrase diatur tentang proses pelaksanaan putusan
arbitrase yang harus didaftarkan ke pengadilan negeri.
Menurut urutan proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase,
pemeriksaan sengketa akan diakhiri dengan putusan arbitrase, seperti
halnya dengan penyelesaian sengketa melalui proses pengadilan. Pasal 60
UU Arbitrase menyatakan bahwa putusan arbitrase bersifat final dan
mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak. UU Arbitrase
juga mengatur mengenai pembatalan putusan arbitrase. Putusan arbitrase
dikatakan bersifat final dan mengikat, tetapi pihak yang merasa keberatan
dengan putusan arbitrase tersebut dapat mengajukan permohonan
pembatalan putusan arbitrase ke pengadilan negeri.dengankata lain,
6
permohonan pembatalan putusan arbitrase merupakan sebuah upaya
hukum dari pihak yang tidak puas dari dijatuhkannya putusan arbitrase.
kemungkinan untuk dibatalkannya putusan arbitase, menimbulkan
sebuah kerancuan dalam penafsiran Pasal 60 UU Arbitrase. Kerancuan
tersebut adalah dengan adanya kemungkinan dibatalkannya putusan
arbitrase, apakah menghilangkan sifat putusan arbitrase yang final dan
mengikat. Lebih lanjut, UU Arbitrase tidak menyebutkan mengenai
adanya upaya hukum untuk pihak yang tidak puas dengan putusan
arbitrase.
Penulisan hukum ini lebih lanjut akan membahas mengenai
pembatalan Putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (selanjutnya
disebut Putusan BANI) dalam kasus sengketa antara PT. Sea World
Indonesia melawan PT. Pembangunan Jaya Ancol yang diselesaikan di
lembaga arbitase BANI. Namun demikian, atas ketidakpuasan Putusan
BANI tersebut PT. Sea World Indonesia mengajukan permohonan
pembatalan Putusan BANI ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Permohonan pembatalan putusan BANI tersebut dikabulkan oleh Majelis
Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam Putusan Nomor :
305/Pdt.G/BANI/2014/PN.jkt.utr.
Berdasarkan pemaparan yang dilakukan dapat dilihat polemik yang
menarik penulis untuk mengkaji lebih lanjut mengenai pembatalan putusan
BANI tersebut. Berdasarkan uraian dalam latar belakang, penulis memilih
judul “ STUDI TENTANG PEMBATALAN PUTUSAN BANI DI
INDONESIA ( STUDI PUTUSAN NOMOR :
305/PDT.G/BANI/2014/PN.JKT.UTR )”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, penulis
merumuskan masalah masalah untuk mengetahui dan menegaskan
masalah-masalah apa yang hendak diteliti. Perumusan masalah dalam
suatu penelitian sangatlah penting karena dibuat untuk memecahkan
7
masalah pokok yang timbul sehingga jelas dan sistematis sehingga dapat
menemukan pemecahan masalah yang tepat dan dapat mencapai tujuan.
Adapun permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
a. Apakah pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri
Jakarta Utara dalam membatalkan putusan BANI Nomor :
513/IV/ARB-BANI/2013 telah sesuai dengan Ketentuan
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa ?
b. Apakah akibat hukum dari dibatalkannya Putusan BANI
Nomor : 513/IV/ARB-BANI/2013 ?
C. Tujuan Penelitian
Suatu penelitian tentu ada suatu tujuan yang hendak dicapai.
Penelitian ini terdapat dua jenis tujuan dalam pelaksanaan suatu penelitian,
yaitu tujuan objektif dan tujuan subjektif. Tujuan objektif merupakan
tujuan yang berasal dari tujuan peneletian itu sendiri, sedangkan tujuan
subjektif berasal dari penulis. Adapun tujuan objektif dan subjektif yang
hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :
a. Tujuan Objektif
1) Untuk mengetahui secara jelas pertimbangan hukum
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam
membatalkan putusan BANI telah sesuai atau tidak dengan
ketentuan UU Arbitrase.
2) Untuk mengetahui secara jelas akibat hukum bagi kedua
belah pihak dari dibatalkannya putusan BANI.
b. Tujuan Subjektif
1) Untuk memenuhi persyaratan akademis dalam memperoleh
Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
8
2) Untuk menambah wawasan, pengetahuan, dan kemampuan
penulis di bidang ilmu hukum pada umumnya dan hukum
acara perdata pada khususnya.
3) Untuk melatih kemampuan penulis dalam mempraktekkan
teori ilmu hukum, mengembangkan dan memperluas
pemikiran serta pengetahuan yang diperoleh selama masa
perkuliahan guna mengkaji tentang pembatalan putusan
BANI di Indonesia.
D. Manfaat Penelitian
Suatu penelitian hendaknya dapat memberikan manfaat baik bagi
penulis sendiri maupun masyarakat umum, terutama bagi bidang yang
diteliti. Adapun manfaat yang penulis harapkan dari hasil penelitian ini
adalah sebagai berikut :
a. Manfaat teoritis
1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam
pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum
pada umumnya dan Hukum Acara Perdata pada khususnya.
2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi
dan literatur kepustakaan Hukum Acara Perdata mengenai
pembatalan putusan BANI di Indonesia.
3) Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan terhadap
penulisan maupun penelitian sejenis untuk tahap
berikutnya.
b. Manfaat Praktis
1) Mengembangkan penalaran dan pola pikir yng dinamis
serta untuk mengetahui sejauh mana kemampuan penulis
dapat menerapkan ilmu yang telah diperoleh.
2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan jawaban
atas permasalahan yang diteliti oleh peneliti secara benar
dan bukan hanya penalaran saja sehingga sesuai dengan
tujuan hukum yaitu kepastian hukum.
9
3) Hasil penelitian ini dapat memberi masukan dan dapat
bermanfaat terhadap penerapan ilmu hukum bagi
masyarakat pada umumnya dan bagi pihak-pihak yang
terkait dengan masalah yang diteliti.
E. Metode Penelitian
Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan
hukum, prinsip-prinsip hukum maupun doktrin-doktrin hukum guna
menjawab isu hukum yang dihadapi. Proses penelitian hukum memerlukan
metode penelitian yang akan menunjang hasil penelitian. Penelitian hukum
juga merupakan suatu kegiatan know-how bukan sekedar know-about.
Sebagai kegiatan know-how penelititan hukum digunakan untuk
memecahkan isu hukum yang dihadapi. Di sinilah dibutuhkan kemampuan
untuk mengidentifikasi masalah hukum, melakukan penalaran hukum,
menganalisis masalah yang dihadapi, dan memberikan pemecahan atas
masalah tersebut ( Peter Mahmud Marzuki, 2014:60).
Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian hukum
ini adalah :
a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam penelitian hukum ini adalah
penelitian hukum normatif atau biasa dikenal dengan penelitian
hukum doktrinal (doctrinal research), yaitu penelitian yang
dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data
sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder, dan bahan hukum tersier. Menurut Peter Mahmud
Marzuki, segala penelitian yang berkaitan dengan hukum (legal
research) adalah selalu normatif (Peter Mahmud Marzuki,
2014:55-56 ).
Menurut Soerjono Soekanto, penelitian normatif adalah
penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti data
sekunder atau bahan-bahan pustaka yang terdiri dari bahan
10
hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum
tersier (Soejono Soekanto, 1986:10)
b. Sifat Penelitian
Berdasarkan sifatnya, penelitian hukum dibagi menjadi
tiga yaitu (Abdulkadir Muhammad, 2004:59):
1) Penelitian Hukum Eksploratori (exploratory legal
study). Penelitian Hukum ini bersifat mendasar dan
bertujuan untuk memperoleh keterangan, informasi,
dan data mengenai hal-hal yang belum diketahui.
Penelitian Hukum Eksploratori tidak memerlukan
hipotesis atau teori tertentu. Metode Pengumpulan
data primer yang digunakan adalah observasi di
lokasi penelitian dan wawancara dengan responden.
2) Penelitian Hukum Deskriptif (descriptive legal
study). Penelitian Hukum ini bersifat pemaparan
dan bertujuan untuk memperoleh gambaran
(deskripsi) lengkap tentang keadaan hukum yang
berlaku di tempat tertentu dan pada saat tertentu,
atau mengenai gejala yuridis yang ada, atau
peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam
masyarakat. Pada penelitian ini, peneliti harus
menggunakan hipotesis atau teori.
3) Penelitian Hukum Eksplanatori (explanatory legal
study). Penelitian ini bersifat penjelasan dan
bertujuan untuk menguji suatu teori atau hipotesis
guna memperkuat atau menolak teori atau hipotesis
hasil penelitian yang sudah ada.
Menurut uraian diatas, maka sifat penelitian ini adalah
Penelitian Hukum Deskriptif. Pertimbangan Penulis
dilatarbelakangi oleh karena Penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh pemaparan tentang Pertimbangan Hakim dan
11
Akibat Hukum dari dibatalkannya Putusan Badan Arbitrase
Nasional (BANI) Nomor 513/IV/ARB-BANI/2013.
c. Pendekatan Penelitian
Penelitian hukum, di dalamnya, terdapat beberapa
pendekatan, yang mana dengan pendekatan tersebut maka
peneliti akan mendapatkan informasi dan beberapa aspek
mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya.
Pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam penelitian
hukum adalah pendekaan Undang-Undang ( statute approach ),
pendekatan kasus ( case Approach ), pendekatan historis (
historical approach ), pendekatan komparatif ( comparative
approach ), dan pendekatan konseptual ( conseptual approach
) (Peter Mahmud Marzuki, 2014:133).
Adapun pendekatan penelitian yang digunakan penulis
dalam penelitian ini adalah pendekatan undang-undang (
statute approach) dan pendekatan kasus ( case approach ).
Pendekatan undang-undang ( staute approach) dilakukan
dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang
terkait dengan isu hukum yang dianalisis. Pendekatan kasus
(case approach ) digunakan oleh penulis untuk menelaah
pertimbangan hakim dalam mengabulkan pembatalan putusan
BANI.
d. Jenis dan Sumber Data Penelitian
Jenis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini
adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui
pengkajian pustaka-pustaka yang ada, yang berhubungan
dengan penelitian ini. Data sekunder dalam penelitian ini
mencakup :
(a) Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang
sifatnya mengikat dan mendasari bahan hukum lainnya,
terdiri dari :
12
1) Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor :
305/Pdt.G/BANI/2014/PN.Jkt.utr.
2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
3) Herziene Inlandsch Reglement ( HIR )
4) Rechtsreglement voor de Buitengewesten ( RBG )
5) Reglement op de Bergerlijk Rechtsvordering ( Rv)
6) Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1981 tentang
Ratifikasi Konvensi New York 1958
(b) Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang
hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi.
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang
memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer (
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2001:13 ). Bahan
hukum primer yang penulis gunakan adalah jurnal-jurnal,
buku-buku, dan doktrin dari para ahli mengenai pembatalan
putusan arbitrase.
e. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Penelitian hukum ini menggunakan teknis yang dalam
pengumpulan bahan hukum studi dokumen atau studi
kepustakaan (library research). Teknik pengumpulan bahan ini
dilakukan dengan cara membaca, mempelajari, mengkaji, dan
menganalisis bahan-bahan hukum (bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder) dengan menyesuaikan permasalahan
yang dikaji oleh penulis. Hal ini dimaksudkan untuk
memperoleh landasan teori yang berhubungan dengan
penelitian hukum yang penulis kaji.
f. Teknik Analisis Bahan Hukum
Teknik analisis bahan hukum yang dipergunakan adalah
analisis bahan hukum yang bersifat deduksi dengan metode
silogisme. Artinya bahwa analisis bahan hukum ini
13
mengutamakan pemikiran secara logika sehingga akan
menemukan sebab dan akibat yang akan terjadi.
Menurut Philipus M. Hadjon sebagaimana dikutip oleh
Peter Mahmud Marzuki metode deduksi sebagaimana
silogisme yang diajarkan, Aristoteles, penggunaan metode
deduksi berpangkal dari pengajuan premis mayor (pernyataan
bersifat umum), kemudian diajukan premis minor (bersifat
khusus). Dari kedua premis itu kemudian ditarik sebuah
kesimpulan. Logika atau silogistik untuk penalaran hukum
yang bersifat premis mayor adalah aturan hukum sedangkan
premis minornya adalah fakta hukum (Peter Mahmud Marzuki,
2014: 89-90).
Premis mayor yang digunakan penulis dalam penelitian
hukum ini adalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
tentang Arbitrase dan alternatif Penyelesaian Sengketa,
Herziene Inlandsch Reglement ( HIR ), Rechtsreglement voor
de Buitengewesten ( RBG ), Reglement op de Bergerlijk
Rechtsvordering ( Rv), Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun
1981 tentang Ratifikasi Konvensi New York 1958, dan Putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor :
305/Pdt.G/BANI/2014/PN.Jkt.utr. Premis minor dalam
penelitian hukum ini adalah fakta hukum mengenai Pembatalan
Putusan BANI mengenai perkara perselisihan sengketa.
F. Sistematika Penulisan Hukum
Sistematika penulisan hukum bertujuan untuk memberikan
gambaran secara menyeluruh dan mempermudah pemahaman terkait
seluruh isi penulisan hukum, maka penulis membagi sistematika penulisan
hukum dalam empat bab yang saling berkaitan dan berhubungan yang
dimaksudkan untuk mempermudah pemahaman terhadap hasil penulisan
hukum ini. Sistematika dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut:
14
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis menguraikan latar belakang masalah yang
mendorong penulis untuk melakukan penelitian hukum ini,
perumusan masalah yang merupakan inti dari maslaah yang ingin
penulis teliti, tujuan penelitian mengadakan penelitian, manfaat
penelitian yang dapat diambil dari penelitian ini, metode penelitian
berupa jenis penelitian, sifat penelitian, pendekatan penelitian,
jenis dan sumber bahan hukum, teknik pengumpulan bahan hukum
dan teknik analisis bahan hukum penelitian penulis, dan
sistematika penulisan hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini, penulis memberikan kerangka teori dan kerangka
pemikiran yang bersumber pada bahan hukum yang penulis
gunakan mengenai persoalan yang berkaitan dengan permasalahan
yang sedang penulis teliti. Kerangka teori tersebut meliputi
Tinjauan Umum Tentang Penyelesaian Sengketa dan Tinjauan
Umum Tentang Arbitrase. Kerangka pemikiran berisi uraian
bagan mengenai alur pemikiran penulis terhadap isi penelitian
hukum yang diteliti.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini, penulis akan memaparkan hasil penelitian,
menguraikan dan menyajikan pembahasan berdasarkan rumusan
masalah yang penulis teliti. Bab ini akan menjawab permasalahan
yang diangkat, yaitu mengenai pembatalan putusan arbitrase dalam
sengketa antara PT. Sea World Indonesia melawan PT.
Pembangunan Jaya Ancol.
BAB IV : PENUTUP
Pada bab ini, penulis mengemukakan simpulan dari hasil penelitian
dan pembahasan yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya serta
15
memberikan saran atau rekomendasi terkait dengan permasalahan
yang penulis teliti.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1) Tinjauan Umum tentang Penyelesaian Sengketa
a) Proses Ajudikasi (Ajudicative procedure)
(1) Litigasi
Litigasi adalah proses gugatan atas suatu konflik yang
diritualisasikan untuk menggantikan konflik sesungguhnya, dimana
para pihak memberikan kepada seorang pengambil keputusan dua
pilihan yang bertentangan (Suyud Margono, 2004:23). Litigasi
merupakan proses yang sangat dikenal bagi praktisi hukum dengan
karakteristik pihak ketiga yang mempunyai kekuatan untuk
memutuskan solusi diantara para pihak yang bersengketa.
Litigasi, dalam mengambil alih keputusan dari para pihak,
sekurang-kurangnya dalam batas tertentu menjamin bahwa
kekuasaan tidak dapat mempengaruhi hasil dan dapat menjamin
ketentraman sosial. Sebagai suatu ketentuan umum atau suatu
proses yang melalui proses gugatan, litigasi sangat baik sekali
dalam menemukan kesalahan-kesalahan dan masalah-masalah
dalam posisi pihak lawan. Litigasi juga memberikan suatu standar
bagi prosedur yang adil dan memberikan peluang yang luas kepada
para pihak untuk didengar keterangannya sebelum diambil
keputusan.
Selain menjamin pengakuan yang adil kepada para pihak,
kesempatan untuk didengar dan menyelesaikan sengketa, litigasi
juga memiliki keuntungan dalam membawa nilai-nilai masyarakat
yang terkandung dalam hukum untuk menyelesaikan sengketa
(Suyud Margono, 2004:24). Litigasi tidak hanya menyelesaikan
sengketa tetapi juga menjamin suatu ketertiban umum. Dengan
demikian, litigasi mengenai sengketa perdata pada taraf tertentu
merupakan suatu alat untuk mencapai tujuan masyarakat.
17
Keputussan pengadilan merupakan sebuah preseden, sehingga
litigasi sangat bernilai. Litigasi memaksa para pihak berada pada
posisi dimana memerlukan pembelaan yang dapat mempengaruhi
keputusan.
Litigasi mengangkat seluruh persoalan atau perkara.
Perkara yang diangkat bukan hanya mengenai materi tetapi juga
prosedur. Hal itu dilakukan untuk memberikan kesamaan
kepentingan dan mendorong para pihak untuk melakukan
penyelidikan fakta. Litigasi kurang baik untuk sengketa yang
bersifat melibatkan banyak pihak dan banyak persoalan dan juga
kompelksitasnya. Selain itu, litigasi juga kurang cocok untuk
sengketa yang memeiliki kemungkinan untuk diselesaikan melalui
alternatif penyelesaian sengketa. Proses-proses litigasi
mensyaratkan pembatasan sengketa dan persoalan-persoalan
sehingga para hakim atau para pengambil keputusan lainnya dapat
lebih siap membuat keputusan (Garry Goodpaster, 1995:6)
(2) Arbitrase
Arbitrase dalam pelaksanaannya, para pihak menyetujui
untuk menyelesaikan sengketanya kepada pihak netral yang
mereka pilih untuk membuat keputusan. Arbitrase merupakan
suatu bentuk lain dari ajudikasi, yakni ajudikasi privat. Beberapa
hal dalam arbitrase sama dengan litigasi dengan keuntungan dan
kelemahannya. Perbedaanya adalah pada arbitrase melibatkan
litigasi sengketa pribadi. Sifat pribadi pada arbitrase memberikan
keutungan-keuntungan melebihi ajudikasi melalui
pengadilan.Arbitrase pada dasarnya menghindari pengadilan.
Arbitrase dalam pelaksanaannya, para pihak dapat memilih
hakim yang mereka inginkan, berbeda dengan sistem pengadilan
yang telah menetapkan hakim yang akan memeriksa sengketa.
Dengan adanya pemilihan hakim dapat menjamin kenetralan dan
keahlian yang para pihak anggap perlu dalam sengketa mereka.
18
Para pihak juga dapat memilih hukum yang akan diterapkan dalam
penyelesaian sengketa. Dengan demikian arbitrase melindungi para
pihak yang khawatir akan hukum materi dalam suatu yurisdiksi
tertentu. Sifat arbitrase yang menjaga rahasisa
membantumelindungi para pihak dari penyingkapan kepada umum
yang merugikan mengenai sengketa atau pengungkapan informasi
dalam proses ajudikasi.
Arbitrase dapat lebih cepat dan murah dalam
menyelesaikan sengketa dibandingkan melalui pengadilan.
Arbitrase tidak selalu lebih murah dan cepat terutama dalam
sengketa internasional. Dengan adanya pemilihan hakim oleh para
pihak, para pihak yang bersengketa tidak perlu lama menunggu
pemeriksaan seperti pemeriksaan oleh pengadilan.
Proses melalui arbitrase cenderung lebih informal
dibandingkan dengan proses pengadilan. Hal ini dapat dilihat
dimana prosedurnya tidak begitu kaku dan lebih dapat
menyesuaikan disbanding dengan aturan pada hukum acara perdata
yang dilakukan dalam proses pengadilan. Arbitrase jarang
mengalami penundaan dan prosedurnya lebih sederhana. Arbitrase
juga mengurangi biaya-biaya yang berhubungan dengan proses
pengadilan (Garry Goodpaster, 1995:8).
b) Proses Konsensus
(1) Ombudsman
Ombudsman adalah sebutan suatu badan atau institusi yang
tugasnya menginvestigasi keberatan dan mencegah terjadinya
sengketa para pihak atau memfasilitasi pemecahan masalahnya.
(Suyud Margono, 2004:27). Metode yang digunakan dalam
ombusnman adalah investigasi, publikasi, dan rekomendasi.
Institusi model ombudsman ini adalah pihak yang
independen. Hasil kerja dan penelitiannya hanya berupa
19
rekomendasi terhadap putusan yang akan diambil dan tidak
mengikat pihak-pihak yang bersengketa.
(2) Pencari Fakta Bersifat Netral (Neutral Fact Finding)
Pencari fakta yang bersifat netral adalah pihak netral yang
dipilih untuk mencari fakta. Hal itu dapat membantu proses
negosiasi, mediasi, dan ajudikasi (Riskin dan Westbrook,
1987:250). Perkara yang sering terjadi, para pihak tidak
bersengketa mengenai hukum atau penerapannya pada fakta-fakta.
Para pihak bersengketa mengenai objektifitas fakta-fakta. Hal ini
biasanya terjadi pada persoalan-persoalan yang kompleks.
Untuk menghindari perselisihan dari saksi-saksi ahli yang
dihadirkan masing-masing pihak yang bersengketa, maka
pengadilan dapat menunjuk saksi ahli yang netral untuk
menyelidiki persoalan-persoalan yang ditetapkan dan melaporkan
penemuan-penemuannya. Dengan penemuan ini, pihak ketiga
dapat memperoleh fakta-fakta objektif dan perundingan
dilanjutkan. Apabila para pihak tidak mencapai kata sepakat,
hakim dapat menggunakan penemuan tersebut untuk membantu
penyelesaiannya.
(3) Negosiasi
Negosiasi adalah proses konsensus yang digunakan para
pihak untuk memperoleh kesepakatan antara para pihak yang
bersengketa. Negosiasi menurut Fisher dan Ury seperti dikutip
Suyud Margono (Suyud Margono, 2004:28 ) adalah komunikasi
dua arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat
kedua belah pihak memilik berbagai kepentingan yang sama
maupun berbeda. Negosiasi dengan kata lain adalah sarana bagi
para pihak yang bersengketa untuk mendiskusikan penyelesaian
sengketa para pihak tanpa melibatkan pihak ketiga.
Negosiasi biasanya dipergunakan dalam sengketa yang
belum terlalu rumit. Para pihak yang bersengketa masih beritikad
20
baik untuk berdiskusi dan menyelesaikan masalah. Negosiasi
dilakukan apabila antara kedua belah pihak yang bersengketa
masih terjalin komunikasi yang baik. Adanya komunikasi yang
baik menandakan bahwa kedua belah pihak yang bersengketa
masih memiliki rasa percaya satu sama lain dan adanya keinginan
untuk melanjutkan kesepakatan serta berhubungan baik.
(4) Mediasi
“Mediation is an informal process in which a neutral third
party helps other resolve a dispute plan a transaction but dose not
(and ordinarily does not have the power to) impose a solutio”
(Riskin and Westbrook, 1987:4). Terjemahan bebas oleh penulis
adalah, mediasi adalah proses negosiasi dimana pihak ketiga yang
netral (mediator) bekerjasama dengan pihak yang bersengketa
untuk membantu mencapai kesepakatan perjanjian tetapi tidak
memiliki kekuasaan untuk menyelesaikan sengketa. Perbedaanya
dengan hakim atau arbiter dengan mediator adalah mediator tidak
berwenang memutuskan sengketa. Mediator hanya memiliki fungsi
untuk membantu menyelesaikan persoalan para pihak yang
dikuasakan kepadanya.
Mediator berfungsi apabila, salah satu pihak lebih kuat dan
tidak seimbang dibanding pihak lain, maka mediator memiliki
peranan pentng untuk menyetarakannya. Tujuan mediasi adalah
untuk berhasil mencapai pengertian dan bersama-sama
merumuskan penyelesaian sengketa antara kedua belah pihak.
(5) Konsiliasi
Konsiliasi adalah penyelesaian sengketa dimana apabila
para pihak tidak dapat mencapai kesepakatan maka, pihak keriga
mengajukan usulan jalan keluar. Pada dasarnya, proses konsiliasi
hampir sama dengan mediasi. Konsiliasi mengacu pada proses
penyelesaian sengketa secara konsensus antarpihak, dimana pihak
netral dapat berperan aktif ataupun pasif. Perbedaanya dengan
21
mediasi adalah pihak ketiga dapat berperan aktif, selain itu, usulan
pihak ketiga harus disetujui oleh pihak-pihak yang bersengketa dan
dijadikan sebagai kesepakatan penyelesaian sengketa (M.Husni,
2008:12).
c) Proses Ajudikasi Semu
(1) Mediasi-Arbitrase
Mediasi-Arbitrase adalah proses penyelesaian sengketa
campuran yang dilakukan setelah proses mediasi tidak berhasil.
Jadi, apabila dalam proses mediasi tidak diketemukan kesepakatan
antara kedua belah pihak maka, dapat melnjutkan prses
penyelsaian sengketa melalui arbitrase. Dapat dikatakan juga
proses ini merupakan kombinasi dari proses mediasi dan arbitrase.
Para pihak harus berusaha untuk mencapai penyelesaian sengketa
melalui mediasi, namun apabila tidak mungkin diperoleh
penyelesaian maka dapat digunakan proses arbitrase dalam jangka
waktu terntentu yang ditetapkan (Sudargo Gautama, 1996:96).
(2) Pemeriksaan Juri Secara Sumir
Model pemeriksaan ini merupakan adaptasi dari beberapa
konsep persidangan mini. Pemeriksaan juri secara sumir prosesnya
adalah pengacara membuat suatu prestasi ringkas tentang perkara
mereka di hadapan juri penasehat, bukan juri ajudkasi. Juri
memberikan pertimbangan atas informasi-informasi yang
dipresentasikan pengacara. Para pihak mempertahankan hak
pemeriksaan mereka. Apabila mereka tidak memperoleh
penyelesaian, mereka dapat menyidangkan perkaranya.
Pemeriksaan juri secara sumir merupakan suatu sarana
yang dimaksudkan untuk menghemat waktu pengadilan dan
sumber daya. Proses ini mirip dengan proses litigasi penuh karena
para pihak harus mempersiapkan perkara mereka secara utuh
seolah-olah mereka akan menyidangkannya (Suyud Margono,
2004:31)
22
(3) Persidangan Mini (Mini Trial)
Pemeriksaan mini adalah sama dengan pemeriksaan juri
secara sumir, hanya saja tanpa adanya juri penasihat (advisory
jury). Prosesnya adalah pengacara membuat suatu presentasi
ringkas mengenai perkara pihak masing-masing di hadapan suatu
panel yang terdiri dari wakil masing-masing pihak yang
dikuasakan untuk merundingkan dan menyelesaikan perkara
tersebut.
Para pihak yang memanfaatkan prosedur-prosedur
pemeriksaan juri biasanya telah memulai dengan proses litigasi,
maka pemeriksaan mini lebih fleksibel. Pihak yang berperkara
yang menghadapi pemeriksaan dapat memanfaatkannya, namun
hal tersebut juga memungkinkan bagi para pihak untuk
menggunakan proses pemeriksaan mini sekalipun mereka belum
secara formal mendaftarkan perkaranya di pengadilan.
Pemeriksaan mini memiliki manfaat lebih jauh karena secara
langsung melibatkan para pihak dalam penilaian materi/pokok
perkara-perkara mereka melalui informasi yang diberikan dalam
presentasi ringkas. Alasan memilih pemeriksaan mini adalah
karena lebih cepat prosesnya dibanding pemeriksaan biasa dan
lebih murah (Agnes M.Toar, 1995:10)
(4) Evalusi Netral Secara Dini
Prosedur evaluasi secara dini merupakan upaya lain untuk
mendorong penyelesaian perkara secara damai. Berdasarkan
prosedur ini, setelah suatu pihak mendaftarkan perkaranya,
pengadilan segera menunjuk seorang pengacara yang netral dan
berpengalaman dalam menilai materi atau pokok perkara (on the
merits). Tujuan evaluasi netral secara dini adalah untuk
memberikan para pihak yang berperkara suatu pandangan yang
objektif mengenai perkara masing-masing. (Garry Goodpaster,
1995:10)
23
Perbedaannya dengan pemeriksaan juri secara sumir
dengan persidangan mini adalah evaluasi netral secara dini terjadi
pada awal proses litigasi sebelum para pihak mengembangkan atau
menunda perkara-perkara mereka karena banyak mengeluarkan
biaya. Prosedur ini dapat menghasilkan keputusan yang baik,
cepat, dan tidak mahal apabila keahlian dan reputasi evaluatornya
serta rancangan penyelesaiannya baik.
2) Tinjauan Umum tentang Arbitrase
a) Sumber Hukum dan Pengertian Arbitrase
(1) Sumber Hukum
Tata Hukum Indonesia memiliki aturan mengenai arbitrase.
Landasan hukumnya dari Pasal 377 HIR atau Pasal 705 RBG, yang
menyatakan :“Jika orang Indonesia dan orang Timur Asing
menghendaki perselisihan mereka diputuskan oleh juru pisah,
maka mereka wajib menuruti peraturan pengadilan perkara yang
berlaku bagi bangsa Eropa.”
Pasal 377 HIR dalam buku M.Yahya Harahap menegaskan
sebagai berikut : (M.Yahya Harahap, 1991:22)
(a) Pihak-pihak yang bersangkutan diperbolehkan
menyelesaikan sengketa melalui juru pisah atau
arbitrase
(b) Arbitrase diberi fungsi dan kewenangan untuk
menyelesaikan dalm benruk keputusan
(c) Untuk itu, baik para pihak maupun arbiter wajib tunduk
menuruti peraturan hukum acara yang berlaku bagi
bangsa atau golongan Eropa.
Aturan dalam HIR ini tidak memuat lebih lanjut tentang
arbitrase. Mengisi kekosongan hukum tentang arbitrase Pasal 377
HIR dan Pasal 705 RBG menunjuk pada pasal yang terdapat dalam
Reglement Hukum Acara Perdata (Reglement op de Bergerlijk
Rechtsvordering, disingkat Rv, S1847-52 jo 1849-63). Sebagai
24
pedoman umum aturan arbitrase yang diatur dalam Reglemen
Acara Perdata meliputi lima bagian pokok yaitu :
(a) Bagian Pertama (615-623): persetujuan arbitrase dan
pengangkatan arbiter
(b) Bagian Kedua (624-630): pemeriksaan dimuka badan
arbitrase
(c) Bagian Ketiga (631-640): putusan arbitrase
(d) Bagian Keempat (640-647): upaya-upaya terhadap
putusan arbitrase.
(e) Bagian Kelima (647-651): berakhirnya acara-acara
arbitrase
Seiringnya berjalannya waktu penggunaan Pasal 615
sampai Pasal 651 Rv sebagai pedoman arbitrase sudah tidak
memadai lagi dengan kondisi ketentuan dagang yang bersifat
internasional. Pembaharuan pengaturan mengenai arbitrase sudah
merupakan sesuatu yang dianngap perlu perubahan secara
substansif mengenai pengaturan arbitrase. Pada tanggal 12 Agustus
1999 telah disahkan UU Arbitrase. Undang-Undang ini merupakan
perubahan atas pengaturan mengenai arbitrase yang sudah tidak
memadai lagi dengan tuntuaan jaman. Dengan adanya Ketentuan
UU Arbitrase ini maka Pasal 615-651 Rv, Pasal 377 HIR, dan
Pasal 705 RBG sudah tidak berlaku lagi di Indonesia (Gunawan
Widjaja dan Michael Adrian, 2008:2). Pada Pasal 58,59 Undang-
Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
juga diatur mengenai arbitrase.
(2) Pengertian Arbitrase
Arbitrase berasal dari bahasa latin yaitu arbitare, yang
memiliki arti kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu menurut
kebijaksanaan. Terdapat banyak pengertian mengenai arbitrase
oleh para ahli hukum. R.Subekti menyatakan arbitrase sebagai
“Penyelesaian masalah atau pemutusan sengketa oleh seorang
25
arbiter atau para arbiter yang berdasarkan persetujuan bahwa
mereka akan tunduk kepada atau menaati keputusan yang diberikan
oleh arbiter atau para arbiter yang mereka pilih atau tunjuk.”
(R.Subekti, 1987:1)
Menurut Priyatna Abdurrasyid, arbitrase diartikan sebagai,
“Suatu tindakan hukum dimana ada pihak yang menyerahkan
sengketa atau selisih pendapat antara dua orang atau lebih kepada
seseorang atau beberapa ahli yang disepakati bersama dengan
tujuan memperoleh suatu keputusan final dan mengikat.” (Priyatna
Abdurrasyid, 2002: 55-56)
Menurut Black Law Dictionary sebagaimana dikutip dalam
jurnal “Seputar Arbitrase Institusional dan Arbitrase Ad-Hoc”
arbitrase adalah (H.Jafar Sidik, 2002:2) :
Arbitration. The reference of a dispute to an impartial
(third) person chosen by the parties to the dispute who
agree in advance to abide by the arbitrator's award issued
after hearing at which both parties have an opportunity to
be heard. An arrangement for taking and abiding by the
judgment tof selected persons in some disputed
metter,instead of carrying it to established tribunals of
justice,and its intended to avoid the formalities, the delay,
the expense and vexationof ordinary litigation.
Berdasarkan pengertian-pengertian yang dikemukakan
diatas dapat ditarik suatu benang merah bahwa arbitrase adalah
cara penyelesaian sengketa yang dilakukan di luar pengadilan oleh
arbitrator.
Pengertian arbitrase menurut Pasal 1 angka 1 dan 3 UU
Arbitrase adalah bahwa :"Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu
sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada
perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa." Angka 3, "Perjanjian Arbitrase adalah suatu
kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu
perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa,
26
atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak
setelah timbul sengketa"
b) Jenis-jenis Arbitrase
Terdapat dua macam arbitrase, yaitu arbitrase ad-hoc dan
arbitrase institusional. Menurut UU Arbitrase baik arbitrase ad-hoc
maupun arbitrase institusional dapat digunakan.
(1) Arbitrase Ad-Hoc
Arbitrase Ad-Hoc disebut juga sebagai arbitrase
volunter. Ketentuan dalam Reglement Rechtvordering (Rv)
mengenal adanya Arbitrase ad-hoc. Menurut Pasal 615 ayat
(1) Rv Arbitrase ad-hoc adalah Arbitrase yang dibentuk
khusus untuk menyelesaikan atau memutus perselisihan
tertentu, atau dengan kata lain Arbitrase ad-hoc bersifat
insidentil.
Arbitrase ad-hoc bersifat sekali pakai (eenmalig).
Maksud dari sekali pakai adalah setelah para Wasit atau
Arbiter menjalankan tugasnya, maka Arbiter atau Majelis
Arbiter yang memeriksa sengketa itu bubar. Para Arbiter
dari Arbitrase ad-hoc dipilih sendiri oleh para pihak yang
bersengketa dan para Arbiter menyelesaikan sengketa itu
berdasarkan peraturan prosedur yang ditetapkan sendiri
oleh para pihak.
Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2) UU Arbitrase
menyebutkan : “dalam hal para pihak tidak dapat mencapai
kesepakatan mengenai pemilihan arbiter atau tidak ada
ketentuan yang dibuat mengenai pengangkatan arbiter,
Ketua Pengadilan Negeri menunjuk arbiter atau majelis
arbitrase.” Ayat (2) menyebutkan bahwa : “dalam suatu
arbitrase ad-hoc bagi setiap ketidaksepakatan dalam
penunjukan seorang atau beberapa arbiter, para pihak dapat
27
mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan
Negeri.”
Guna mengetahui dan menentukan Arbitrase jenis
ad-hoc atau Institusional yang disepakati para pihak, dapat
dilihat melalui rumusan Klausula Arbitrase dalam akta
perjanjian yang dibuat sebelum terjadi sengketa pactum de
compromittendo atau pactum de contrahendo atau akta
perjanjian yang dibuat setelah terjadinya sengketa acta van
compromis,yang menyatakan bahwa perselisihan akan
diselesaikan oleh Arbitrase (Sudargo Gautama, 1999:30).
Ciri pokok Arbitrase ad-hoc adalah penunjukkan
para arbiternya secara perorangan oleh masing-masing
pihak yang bersengketa. Antara salah satu dari tiga arbiter
harus ada arbiter yang netral yang tidak ditunjuk oleh para
pihak. Pada prinsipnya Arbiter ad-hoc tidak terikat atau
terkait dengan salah satu lembaga atau Badan Arbitrase.
Jenis arbitrase ini tidak memiliki aturan atau cara tersendiri
mengenai tata cara pemeriksaan sengketa seperti halnya
Arbirase Institusional. Akan tetapi, dalam melaksanakan
acaranya sedapat mungkin mengacu kepada undang-undang
yang berlaku
Arbitrase ad-hoc seringkali menemui kesulitan
dalam prakteknya. Kesulitan pertama adalah sukar untuk
mengangkat arbiter, mengingat para pihak seringkali tidak
menyetujui arbiter secara bersama. Kesulitan kedua adalah
adanya kurang paham dari para pihak pada waktu
merumuskan klausula arbitrase.(H.Jafar Sidik. 2002:29).
(2) Arbitrase Institusional
Arbitrase institusional merupakan suatu badan
arbitrase permanen yang telah mempunyai peraturan
prosedur tersendiri untuk menyelesaikan setiap sengketa
28
yang diperiksanya. Arbitrase institusional sengaja didirikan
untuk menangani sengketa yang mungkin timbul bagi
mereka yang menghendaki penyelesaian di luar pengadilan.
Arbitrase institusional merupakan satu wadah yang sengaja
didirikan untuk menampung perselisihan yang timbul dari
perjanjian.
Suyud Sugono mengatakan bahwa Arbitrase
Institusional merupakan lembaga atau badan arbitrase yang
bersifat permanen, sehingga disebut Permanent Arbital
Body. Arbitrase institusional bersifat permanen, ia tetap ada
meskipun perselisihan yang ditangani telah selesai diputus.
Arbitrase ad-hoc bersifat insidentil, ia akan berakhir
keberadaannya setelah sengketa yang ditangani selesai
diputus. Selain itu, dalam pendirian Arbitrase institusional
sebagai lembaga atau badan yang bersifat permanen,
didalamnya terdapat susunan organisasi serta ketentuan-
ketentuan tentang tata cara pengangkatan arbiter dan tata
cara pemeriksaan persengketaan secara baku yang mengacu
pada undang-undang yang berlaku (Suyud Margono,
2004:124).
Menurut Gunawan Widjaja faktor kesengajaan dan
permanen ini merupakan ciri pembeda dengan Arbitrase
ad-hoc. Selain itu Arbitrase institusional ini sudah ada
sebelum sengketa timbul yang berbeda dengan Arbitrase
ad-hoc yang baru dibentuk setelah perselisihan timbul.
Selain itu, Arbitrase institusional ini berdiri untuk
selamanya dan tidak bubar meskipun perselisihan yang
ditangani telah selesai(Gunawan Widjaja, 2001:107).
Arbitrase institusional ini dibagi menjadi 2 sifat
yaitu arbitrase institusional yang bersifat nasional dan
arbitrase institusional yang bersifat internasional. Arbitrase
29
institusional yang bersifat nasional memiliki ruang lingkup
keberadaan dan yurisdiksi meliputi kawasan Negara yang
bersangkutan. Contohnya, Badan Arbitrase Nasional
Indonesia (selanjutnya disebut BANI). Ruang lingkup
keberadaan dan yurisdiksi BANI hanya meliputi wilayah
Indonesia. BANI bersifat nasional, tetapi bukan berarti
lembaga ini hanya mampu menyelesaikan sengketa-
sengketa yang berkadar nasional. Apabila para pihak
meminta dan menyepakati untuk menyelesaikan sengketa
dengan lembaga BANI, bukan tidak mungkin BANI dapat
menyelesaikan sengketa berkadar internasional.
Disamping arbitrase institusional yang bersifat
nasional, terdapat arbitrase institusional yang bersifat
internasional. Badan-badan arbitrase internasional yang
sudah ada dan sudah lama didirikan antara lain, Court of
Arbitration of The International Chamber of Commerce
(ICC), dan The International Centre for Settlement of
Investment Disputes (ICSID) (Munir Fuady, 2000:62)
c) Putusan Arbitrase
Pasal 631 Rv meletakkan suatu asas bahwa putusan
arbitrase harus berdasarkan peraturan-peraturan hukum
yang berlaku dalam bidang yang disengketakan. Menurut
himpunan Peraturan Perundang-undangan Republik
Indonesia sebagaimana dikutip M.Yahya Harahap
(M.Yahya Harahap, 1989:670), pasal tersebut menyebutkan
bahwa para wasit menjatuhkan keputusan menurut aturan-
aturan perundang-undangan kecuali, jika menurut
kompromi, mereka diberi wewenang untuk memutus
sebagai manusia-manusia baik berdasar keadilan.
Mahkamah arbitrase dapat menjatuhkan putusan
berdasarkan putusan ex aquo et bono, yang lazim juga
30
disebut compositeur. Putusan ini dijatuhkan menurut
keadilan atau according to the jurisdiction. Istilah dalam
Hukum Belanda, hal ini disebut dengan memutus sengketa
berdasar naar biljkheid. Cara demikian diperbolehkan
apabila para pihak dalam perjanjian arbitrase memberi
kuasa kepada mahkamah untuk memutuskan sengketa
berdasarkan kebijakan atau keadilan. Tanpa adanya
penegasan yang demikian, mahkamah tidak boleh memutus
sengketa berdasarkan prinsip ex aruo et bono.
UU Arbitrase mengatur di dalamnya, para pihak
berhak memohon pendapat yang mengikat dari lembaga
arbitrase atas hubungan hukum tertentu dari suatu
perjanjian. Lembaga arbitrase dapat menerima permintaan
yang diajukan oleh para pihak dalam suatu perjanjian dan
memberikan suatu pendapat yang mengikat mengenai
persoalan berkenaan dengan perjanjian tersebut. Persoalan
tersbut misalnya, penafsiran ketetntuan yang kurang jelas
atau penambahan/pengurangan pada ketentuan yang
berhubungan dengan munculnya keadaan yang baru.
Pemberian pendapat ini menyebabkan kedua belah pihak
terikat padanya. Apabila, salah satu pihak melakukan
tindakan yang bertentangan dengan pendapat tersebut,
dapat dianggap sebagai pelanggaran perjanjian.
Pada pasal 59 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48
Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman juga diatur
mengenai putusan arbitrase. Pasal 59 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman berbunyi: “Putusan Arbitrase bersifat final dan
mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para
pihak.”
31
d) Pelaksanaan Putusan Arbitrase
Pelaksanaan arbitrase diatur pada Pasal 53 UU
Arbitrase. Pasal 53 menyatakan bahwa:
Pelaksanaan putusan dilakukan dalam waktu paling lama
30 hari terhitung sejak tanggal putusan ditetapkan, lembar
asli atau salinan otentik putusan arbitrase diserahkan dan
didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya kepada panitera
pengadilan negeri dan oleh panitera diberikan catatan yang
merupakan akta pendaftaran.
Pada Pasal 59 ayat (3) Undang-Undang Nomor 48
Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman juga diatur
mengenai pelaksanaan putusan arbitrase. Pasal 59 ayat (3)
menyebutkan: “Dalam hal para pihak tidak melaksanakan
putusan arbitrase secara sukarela, putusan dilaksanakan
berdasarkan perintah Ketua Pengadilan Negeri atas
permohonan salah satu phak yang bersengketa.”
Ketua pengadilan negeri dalam memberikan
perintah pelaksanaan harus perlu memeriksa dahulu apakah
putusan arbitrase telah memenuhi kriteria sebagai berikut
(Hendy Timex, 2003:80).
(a) Para pihak menyetujui bahwa sengketa di antara
mereka akan diselesaikan melalui arbitrase.
(b) Persetujuan untuk menyelesaikan sengketa
melalui arbitrase dimuat dalam suatu dokumen
yang ditandatangani para pihak
(c) Sengketa yang dapat diselesaikan melalui
arbitrase hanya sengketa di bidang perdagangan
dan mengenai hak yang menurut hukum dan
peraturan perundang-undangan
(d) Sengketa lain yang dapat diselesaikan melalui
arbitrase adalah yang tidak bertentangan dengan
kesusilaan dan ketertiban umum
32
Selanjutnya, untuk pelaksanaan putusan arbitrase
internasional dimulai sejak bergabungnya Indonesia dalam
Konvensi New York 1958 pada tahun 1981. Prakteknya,
masih terjadi kekosongan hukum mengenai tata cara
pelaksanaan putusan arbitrase asing. Mahkamah Agung
bersikukuh bahwa putusan arbitrase asing tidak bisa
dilaksanakan berdasarkan asas Hukum Indonesia. Asas ini
adalah asas kedaulatan territorial. Prakteknya, terdapat
kasus dimana pengadilan negeri melaksanakan eksekusi
terhadap putusan arbitrase asing. Hal ini membuat
Mahkamah Agung mengeluarkan Perma Nomor 1 Tahun
1990. Perma ini mengisi kekosongan hukum mengenai tata
cara pelaksanaan putusan arbitrase asing.(Mutiara Hikmah,
2013:85-86)
e) Pembatalan Putusan Arbitrase
Permintaan pembatalan putusan arbitrase yang
pertama diatur oleh Rv dalam pasal 643. Beberapa yang
dibahas berhubungan dengan pembatalan arbitrase. Salah
satunya syarat formal permohonan pembatalan antara lain
sebagai berikut :
(a) Putusan tidak dapat dimintakan banding, dengan
kata lain upaya banding mematikan upaya
pembatalan. Apabila putusan telah disbanding
maka tidak dapat dilawan dengan upaya
pembatalan.
(b) Tenggang waktu permohonan pembatalan
diajukan dalam jangka waktu 6 bulan sejak
putusan diberitahukan kepada para pihak.
(c) Pasal 645 Rv, tuntutan atau perlawanan baru
terbuka setelah ada perintah eksekusi dari ketua
pengadilan negeri.
33
Selanjutnya alasan pembatalan diatur secara
limitatif pada 643 Rv sebagai alasan atau dasar untuk
mengajukan permohonan pembatalan arbitrase. Alasan
yang dapat diacu adalah sebagai berikut : (Hendy Timex,
2003:83-84)
(a) Putusan melampaui batas-batas persetujuan
(b) Putusan berdasarkan putusan yang batal atau
telah lewat waktu
(c) Putusan telah diambil oleh anggota arbiter yang
tidak berwenang atau tidak dihadiri anggota
arbiter lain, atau diambil oleh arbiter minoritas
(d) Putusan mengabulkan atau memutus hal-hal
yang tidak dituntut atau lebih dari yang dituntut
( ultra petita )
(e) Putusan mengandung hal yang saling
bertentangan antara pertimbangan yang satu
dengan yang lain
(f) Mahkamah atau majelis lalai untuk memutus
tentang satu atau beberapa bagian dari
persetujuan padahal telah diajukan untuk
diputus
(g) Majelis melanggar tata cara menurut hukum
yang pelanggarannya diancam dengan batalnya
putusan termasuk pelanggaran atas tata cara
yang disepakati para pihak dalam persetujuan
maupun tata cara hukum acara
(h) Putusan yang dijatuhkan berdasarkan surat-surat
palsu yang kepalsuannya diakui atau dinyatakan
palsu sesudah putusan dijatuhkan
34
(i) Apabila setelah putusan dijatuhkan ditemukan
surat-surat penting yang menentukan dan selama
proses pemeriksaan disembunyikan para pihak
(j) Putusan didasarkan pada kekurangan atau itikad
buruk dan hal baru diketahui setelah putusan
dijatuhkan.
Dari alasan-alasan yang diungkapkan diatas hanya 3
alasan yang dipertahankan setelah dicabutnya 643 Rv dan
diganti UU Arbitrase. Alasan yang dipertahankan adalah
pada nomor 8,9, dan 10. Alasan pembatalan putusan
arbitrase tersebut diatur pada Pasal 70 UU Arbitrase.
Alasan yang dikemukakan pada poin 1,4,5, dan 6 tercantum
dalam penjelasan Pasal 58 UU Arbitrase sebagai alasan
mengajukan keberatan kepada arbiter atau majelis arbitrase
terhadap putusan yang diajukan (Joni Emirzon, 2001:115).
Pasal 70 UU Arbitrase menyatakan bahwa alasan
mengajukan permohonan pembatalan putusan arbitrase
terbatas pada :
(a) Surat atau dokumen yang diajukan dalam
pemeriksaan setelah putusan dijatuhkan, diakui
palsu atau dinyatakan palsu
(b) Setelah putusan diambil ditemukan dokumen
yang bersifat menentukan yang disembunyikan
oleh pihak lawan
(c) Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang
dilakukan oleh salah satu pihak dalam
pemeriksaan sengketa.
Selanjutnya pada penjelasan Pasal 70 menyatakan
bahwa pembatalan dapat diajukan pada putusan arbitrase
yang sudah didaftarkan di pengadilan. Hal ini diatur pada
Pasal 71 yang berbunyi : “Permohonan pembatalan putusan
35
harus diajukan arbitrase dalam waktu paling lama 30 (tiga
puluh) hari terhitung sejak hari penyerahan dan pendaftaran
putusan arbitrase kepada Panitera Pengadilan Negeri.”
Selanjutnya untuk prosedur pengajuan permohonan
pembatalan diatur pada Pasal 72 yang menyatakan bahwa :
(a) Permohonan pembatalan putusan arbitrase harus
diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri
(b) Apabila permohonan sebagaimana ayat (1)
dikabulkan, Ketua Pengadilan Negeri
menentukan lebih lanjut akibat pembatalan
seluruhnya atau sebagian putusan arbitrase
(c) Putusan atas permohonan pembatalan ditetapkan
oleh Ketua Pengadilan Negeri dalam waktu
paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak
permohonan sebagaimana ayat (1) diterima
(d) Terhadap Putusan Pengadilan Negeri dapat
diajukan permohonan banding ke Mahkamah
Agung yang memutus pada tingkat pertama dan
terakhir
(e) Mahkamah Agung mempertimbangkan serta
memutuskan permohonan banding sebagaimana
dimaksud dalam ayat (4) dalam waktu paling
lama 30 (tiga puluh) hari setelah permohonan
banding tersebut diterima oleh Mahkamah
Agung.
Menurut Munir Fuady, berdasarkan UU Arbitrase
permohonan pembatalan terhadap suatu putusan arbitrase
diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri. hal ini menjadi
permasalahan, karenakesulitan untuk menentukan
pengadilan negeri mana yang kompeten untuk itu. UU
Arbitrase tidak memberikan penjelasan tentang pengadilan
36
negeri yang berkompeten menyelesaikan masalah
pembatalan putusan arbitrase (Munir Fuady, 2003:111).
Konsekuensi hukum berdasarkan penjeleasan Pasal
72 ayat (2) adalah :
Ketua Pengadilan Negeri diberi wewenang untuk
memeriksa tuntutan pembatalan jika diminta oleh
para pihak, dan mengatur akibat dari pembatalan
seluruhnya atau sebagian dari putusan arbitrase
yang bersangkutan. Ketua Pengadilan Negeri dapat
memutuskan bahwa setelah diucapkan pembatalan,
arbiter yang sama atau arbiter lain akan memeriksa
kembali sengketa bersangkutan atau menentukan
bahwa suatu sengketa tidak mugkin diselesaikan
lagi melalui arbitrase.
37
B. Kerangka Pemikiran
PT. Sea
World
PT. PJA
Sengketa
perjanjian BOT
(Built Operate and
Transfer)
Opsi perpanjangan
oleh PT. Sea World
Klausula
arbitrase
Undang-Undang
Nomor 30 Tahun
1999
BANI ( Badan
Arbitrase
Nasional)
Putusan
arbitrase
PN. Jakarta
Utara
didaftarkan
PN. Jakarta
Utara
Putusan Nomor
305/Pdt.G/BANI/
2014/PN.Jkt.Utr
Pertimbangan
Hakim
Akibat
hukum
ditolak diterima
38
Keterangan :
Permasalahan dalam sengketa perjanjian Built Operate and Transfer
antara PT. Sea World Indonesia dan PT. Pembangunan Jaya Ancol, para pihak
menempuh penyelesaian sengketa tersebut melalui arbitrase. Penyelesaian
sengketa melalui arbitrase tersebut sudah disepakati oeh para pihak melalui
klausula arbitrase.
Ketentuan Pasal 9 ayat (1) UU Arbitrase, mengenai syarat arbitrase
disebutkan bahwa : “Dalam Hal para pihak memilih penyelesaian sengketa
melalui arbitrase setelah sengketa terjadi, persetujuan mengenai hal tersebut harus
dibuat dalam suatu perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh para pihak”.
Berdasarkan hal sengketa perjanjian BOT para pihak menyepakati untuk
menyelesaikan sengketa melalui BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia).
Majelis Arbiter yang dipilih langsung oleh kedua belah pihak dan BANI
sebagai lembaga yang dipercaya untuk menyelesaikan sengketa ini memiliki
kewajiban untuk mengeluarkan sebuah putusan sebagai wujud akhir dari proses
berperkara. Sesuai Pasal 72 ayat (4) UU Arbitrase, PT. Sea World Indonesia yang
merasa dirugikan oleh putusan dari Majelis Arbiter dirasa tidak netral, berpihak,
tidak berdasarkan ketentuan hukum atau berdasarkan keadilan dan kepatutan
mengajukan permohonan pembatalan putusan arbitrase kepada ketua Pengadilan
Negeri Jakarta Utara.
UU Arbitrase secara rinci telah menyebutkan tentang pembatalan putusan
arbitrase dan alasan pembatalan putusan arbitrase. mempelajari UU Arbitrase
dalam penelitian ini diharapkan akan menghasilkan pengetahuan mengenai
pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam
mengabulkan permohonan pembatalan putusan arbitrase dan akibat hukum dari
dibatalkannya putusan arbitrase tersebut.
39
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis, maka didapat
hasil penelitian sebagai berikut :
1. Nomor Perkara: 305/PDT.G/BANI/2014/PN.JKT.UTR
2. Identitas Para Pihak:
a. Pemohon :
PT. SEA WORLD INDONESIA (d/h PT. Laras Tropika
Nusantara), berkedudukan di Taman Impian Jaya Ancol, Jalan
Lodan Timur Nomor 7 Jakarta Utara, 14430, yang diwakili oleh
EFRIJANTO SALIM selaku Presiden Direktur dan H. SONY
WIBISONO WIDJANARKO selaku direktur, selanjutnya disebut
sebagai PEMOHON.
b. Termohon I dan Termohon II :
a. PT. PEMBANGUNAN JAYA ANCOL (Persero), Tbk,
berkedudukan di Gedung Econvention Jalan Lodan Timur
Nomor 7 Taman Impian Jaya Ancol Jakarta Utara, yang
diwakili oleh GATOT SETYOWALUYO selaku Direktur
Utama, selanjutnya disebut sebagai TERMOHON I.
b. BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA
INDONESIA (BANI), beralamat di Gedung Wahana Graha
lantai 1 & 2, Jalan Mampang Prapatan Raya Nomor 2 Jakarta
Selatan 12760, yang diwakili oleh M.HUSSEYN UMAR, S.H.,
FCBArb, selaku Wakil Ketua, selanjutnya disebut sebagai
TERMOHON II
3. Kasus Posisi
Berkaitan dengan putusan 305/Pdt.G/BANI/2014/PN.Jkt.Utr dalam
surat permohonannya tersebut disebutkan duduk perkaranya sebagai
berikut:
40
Menimbang, bahwa Pemohon dengan surat permohonannya
tanggal 23 Juli 2014 yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri
Jakarta Utara pada tanggal 24 Juli 2014, terdaftar dalam register Nomor
305/Pdt.G/BANI/2014/PN.Jkt.Utr, telah mengemukakan sebagai berikut :
Bahwa Majelis Arbiter pada Termohon II telah memutus
Putusan BANI No.513 pada tanggal 5 Juni 2014 dengan amar
putusan sebagai berikut:
MEMUTUSKAN
Dalam Eksepsi
Menolak Eksepsi Termohon Konvensi untuk seluruhnya
Dalam Pokok Perkara
a. Mengabulkan permohonan dari Pemohon Konvensi
untuk sebagian.
b. Menyatakan Perjanjian Pembangunan, Pengelolaan,
dan Pengalihan Hak atas UNDERSEA WORLD
INDONESIA di Taman Impian Jaya Ancol
sebagaimana tertuang dalam Perjanjian Pembangunan,
Pengelolaan, dan Pengalihan No.81 tanggal 21
September 1992 yang dibuat di hadapan SUTJIPTO,
S.H., Notaris di Jakarta, berakhir pada tanggal 06 Juni
2014.
c. Menyatakan opsi perpanjangan masa Perjanjian
Pembangunan, Pengelolaan, dan Pengalihan Hak atas
UNDERSEA WORLD INDONESIA di Taman Impian
Jaya Ancol sebagaimana tertuang dalam Perjanjian
Pembangunan, Pengelolaan, dan Pengalihan No.81
tanggal 21 September 1992 yang dibuat di hadapan
SUTJIPTO, S.H., Notaris di Jakarta, adalah tidak
berlaku secara serta merta atau otomatis, melainkan
bersyarat dapat diperpanjang dengan perjanjian baru
41
yang disepakati Pemohon Konvensi dan Termohon
Konvensi.
d. Menghukum Termohon Konvensi untuk menyerahkan
bangunan UNDERSEA WORLD INDONESIA termasuk
peralatan serta fasilitas dan barang inventaris lainnya
sesuai dengan Berita Acara Pemeriksaan setempat
tanggal 20 Februari 2014 yang dilakukan oleh Majelis
dan Para Pihak kepada Pemohon Konvensi dalam
keadaan baik dan berfungsi sebagaimana mestinya
pada saat pengelolaan berakhir, yaitu tanggal 06 Juni
2014.
e. Menolak permohonan Pemohon Konvensi untuk
selebihnya.
DALAM REKONVENSI
Menolak Permohonan Rekonvensi dari Pemohon
Rekonvensi/Termohon Rekonvensi seluruhnya.
DALAM KONVENSI DAN REKONVENSI
a. Menghukum Pemohon Konvensi/Termohon Rekonvensi
dan Termohon Konvensi/Pemohon Rekonvensi
membayar biaya administrasi, biaya pemeriksaan, dan
biaya arbiter dalm Konvensi masing-masing seperdua
bagian.
b. Memerintahkan Termohon Konvensi/Pemohon
Rekonvensi untuk mengembalikan ½ (seperdua) biaya
administrasi, biaya pemeriksaan, dan biaya arbiter
dalam Konvensi, yaitu sebesar Rp 261.900.000,- (dua
ratus enam puluh satu juta sembilan ratus ribu rupiah)
kepada Pemohon Konvensi/Termohon Rekonvensi.
c. Menghukum Termohon Konvensi/Pemohon Rekonvensi
untuk membayar biaya administrasi, biaya
pemeriksaan, dan biaya arbiter dalam Rekonvensi
42
sebesar Rp 523.800.000,- (lima ratus dua puluh tiga
juta delapan ratus ribu rupiah) untuk seluruhnya.
d. Menghukum Pemohon dan Termohon untuk
melaksanakan putusan ini selambat-lambatnya 30 (tiga
puluh) hari sejak putusan diucapkan.
e. Menyatakan putusan ini putusan dalam tingkat pertama
dan terakhir serta mengikat kedua belah pihak.
f. Memerintahkan Sekretaris Majelis dalam perkara ini
mendaftarkan Putusan Arbitrase tersebut pada
Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada
waktu sesuai yang ditetapkan dalam Undang-Undang
No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa.
Bahwa Putusan BANI No.513 telah didaftarkan pada
Pengadilan Negeri Jakarta Utara tanggal 1 Juli 2014 di bawah
register No. 02/WASIT/2014/PN.JKT.UTR sebagaimana
dalam surat Termohon II No.14.1148/VII/BANI/ED
tertanggal 2 Juli 2014.
Bahwa atasan Putusan BANI No. 513, Pemohon mengajukan
Permohonan Pembatalan pada tanggal 24 Juli 2014. Dengan
demikian, maka Permohonan Pembatalan Putusan BANI No.
513 ini masih dalam jangka waktu yang ditentukan oleh
karenanya patut dan berdasar hukum untuk diterima, sesuai
ketentuan Pasal 71 UU Arbitrase yang berbunyi:
“Permohonan pembatalan putusan arbitrase harus diajukan
secaa tertulis dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh)
hari terhitung sejak hari penyerahan dan pendaftaran putusan
arbitrase kepada panitera pengadilan negeri.”
Bahwa sebelumnya kami sampaikan adapun alasan-alasan
kami mengajukan Permohonan Pembatalan terhadap Putusan
BANI No. 513 adalah sebagai berikut:
43
a. Pemohon menemukan dokumen maupun fakta yang
disembunyikan baik oleh Termohon I sebagai pihak
maupun salah satu arbiter Termohon II yang ditunjuk oleh
Termohon I yang sifatnya menentukan setelah Putusan
BANI No. 513 diputus. Hal ini sejalan dengan ketentuan
Pasal 70 huruf b UU Arbitrase yang menyebutkan:
“Terhadap putusan para pihak dapat mengajukan
permohonan pembatalan apabila putusan tersebut diduga
mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
b) Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang
bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh pihak
lawan”.
b. Bahwa Putusan BANI No. 513 terindikasi kuat putus
berdasarkan tipu muslihat yang menunjukkan keberpihakan
Termohon II kepada salah satu pihak sehingga adalah
berdasar hukum Putusan BANI No. 513 untuk dibatalkan.
Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 70 huruf c UU
Arbitrase yang menyebutkan:
“Terhadap putusan para pihak dapat mengajukan
permohonan pembatalan apabila putusan tersebut diduga
mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
c) Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan
oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa”.
c. Bahwa Majelis Termohon II telah melakukan kekeliruan
nyata dalam memutus perkara terkait penggunaan dasar
hukum pengambilan keputusan, yaitu ketentuan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2008
tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6
tahun 2006 tentang pengelolaan Barang Milik Daerah
(selanjutnya disebut PP No.8/2008).
44
d. Bahwa Putusan BANI No. 513 telah melanggar azas
kebebasan berkontrak dan hukum perjanjian yang diatur
dalam Pasal 1338 KUHPerdata.
e. Bahwa Termohon II selaku Majelis Pemutus telah
memberikan putusan yang melebihi tuntutan dalam
permohonan arbitrase (ultra vires) sehingga adalah patut
dan berdasar hukum untuk dibatalkan berdasar ketentuan
Pasal 634 Rv angka 4 yang menyatakan:
“Bila diputuskan tentang sesuatu yang tidak dituntut, atau
dengan itu diberikan lebih dari yang dituntut.”
4. Dasar Permohonan Pembatalan Putusan BANI No. 513/IV/ARB-
BANI/2013
Pemohon Menemukan Dokumen yang Sifatnya Menentukan
Di Mana Dokumen Ini Menunjukkan Adanya Afiliasi Antara
Saksi Ahli yang Diajukan Pemohon Arbitrase dengan Salah
Satu Arbiter yang Mempengaruhi Putusan BANI No.
513/IV/ARB-BANI/2013 Sebagaimana yang Dimaksud dalam
Ketentuan Pasal 70 b UU Arbitrase:
Bahwa dalam pemeriksaan Perkara No. 513/IV/ARB-BANI/2013,
pihak Termohon I mengajukan salah satu arbiter yang ada di
Termohon II yaitu HUMPREY R. DJEMAT, S.H., LL.M.,FCBArb
sebagai arbiter
Bahwa dalam persidangan pada tanggal 30 Januari 2014,
Termohon I mengajukan Ahli M.E ELIJANA TANSAH, S.H untuk
didengar keterangannya di hadapan Majelis Arbiter Perkara No.
513/IV/ARB-BANI/2013. Dalam pemeriksaan tersebut, Majelis
Arbiter telah memeriksa dan meminta keterangan dari Ahli M.E
ELIJANA TANSAH S.H.
Bahwa ternyata setelah Putusan BANI No. 513/IV/ARB-
BANI/2013 dibacakan pada tanggal 5 Juli 2014, Pemohon menemukan
45
fakta dan bukti berupa berita dalam situs hukumonline.com tertanggal
6 Maret 2009 yang menyebutkan :
“...ELIJANA TANSAH dari kantor advokat GANI DJEMAT &
PARTNERS berpendapat lain...dst”
berita dalam hukumonline.com tersebut menunjukkan bahwa Ahli M.E
ELIJANA TANSAH, S.H terafilliasi dengan salah satu Majelis
Arbiter, yaitu HUMPREY R. DJEMAT, S.H.,LL.M.,FCBArb yang
notabene adalah arbiter yang ditunjuk oleh PT.PEMBANGUNAN
JAYA ANCOL (Persero). Tbk. i.c. Termohon I/ dahulu Pemohon
Arbitrase.
Bahwa dengan demikian maka seharusnya Ahli M.E. ELIJANA
TANSAH, S.H pada saat dimintai keterangannya pada persidangan
tanggal 6 Februari 2014 wajib menolak untuk memberikan keterangan
dengan alasan terdapat benturan kepentingan HUMPREY R.
DJEMAT, S.H.,LL.M.,FCBArb yang merupakan Majelis Arbiter
Perkara No. 513/IV/ARB-BANI/2013 yang ditetapkan oleh Termohon
II sebagai Majelis Perkara.
Bahwa demikian juga dengan HUMPREY R. DJEMAT,
S.H.,LL.m.,FCBArb sebagai salah satu Arbiter Perkara
No.513/IV/ARB-BANI/2013 wajib menolak untuk memeriksa
dan/atau meminta keterangan dari Ahli M.E ELIJANA TANSAH, S.H
dengan alasan terdapat benturan kepentingan yang dapat
mempengaruhi independensi keterangan-keterangan ahli M.E
ELIJANA TANSAH, S.H dalam pemeriksaan, termasuk objektifitas
HUMPREY R. DJEMAT, S.H.,LL.M.,FCBArb sebagai salah satu
anggota Majelis Arbiter yang ditetapkan oleh Termohon II.
Bahwa jika keadaan ataupun fakta ini oleh Pemohon pada saat
persidangan, maka tentunya Pemohon akan mengajukan keberatan dan
menolak Ahli M.E ELIJANA TANSAH, S.H untuk diperiksa dan
didengar keterangannya.
46
Bahwa adanya konspirasi ini semakin ditunjukkan dalam
pertimbangan hukum Putusan BANI No. 513/IV/ARB-BANI/2013
halaman 55, paragraf 1 menyebutkan:
“Menimbang bahwa terdapat dua pendapat tersebut, Majelis
menganggap bahwa pendapat Ahli M.E ELIJANA TANSAH, S.H yang
tepat, karena sebagaimana peraturan-peraturan dan doktrin-doktrin
yang telah kita pertimbangkan diatas, perjanjian BOT hanya dapat
dilansungkan selama maksimal 30 tahun. Di samping itu, karena tidak
tercapai kesepakatan sebagai syarat adanya perjanjian baru
sebagaimana ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, maka perjanjian
tersebut serta merta otomatis bisa diperpanjang,”
Pertimbangan hukum dimaksud benar-benar mengesampingkan
keterangan Prof. NINDYO PRAMONO, S.H.,M.H. sebagai Ahli
Hukum Perjanjian dan Hukum Bisnis yang diajukan Pemohon dan
justru langsung menyatakan bahwa keterangan Ahli M.E ELIJANA
TANSAH, S.H adalah benar.
Patut Diduga Putusan BANI No. 513/IV/ARB-BANI/2013
Diambil Dari Hasil Tipu Muslihat Dari Pihak Pemohon
Arbitrase Sebagaimana Dimaksud dalam Ketentuan Pasal 70
Huruf c UU Arbitrase.
Bahwa dengan fakta adanya hubungan antara Majelis Arbiter
Termohon II (HUMPREY R. DJEMAT, S.H.,LL.M.,FCBArb) dengan
ahli M.E ELIJANA TANSAH, S.H yang diajukanoleh Termohon I
sebagai salah satu pihak dalam Perkara Arbitrase No. 513/IV/ARB-
BANI/2013, patut diduga telah terjadi konspirasi sejak awal
didaftarkannya Permohonan Arbitrase yang bertujuan untuk
menghilangkan hak-hak dan kepentingan hukum Pemohon.
Bahwa dalam hal ini dapat dilihat dari fakta-fakta bahwa:
a. PT. PEMBANGUNAN JAYA ANCOL (Persero), Tbk. ic.
47
Termohon I/dahulu Pemohon Arbitrase menunjuk
Termohon II sebagai arbiter dari PT. PEMBANGUNAN
JAYA ANCOL (Persero), Tbk.
b. PT. PEMBANGUNAN JAYA ANCOL (Persero), Tbk. ic.
Termohon I/dahulu Pemohon Arbitrase menunjuk Ahli
M.E ELIJANA TANSAH, S.H untuk diperiksa dan
didengar keterangannya dalam persidangan.
c. Ahli M.E ELIJANA TANSAH yang diajukan oleh PT.
PEMBANGUNAN JAYA ANCOL (Persero), Tbk.
ic.Termohon I/dahulu Pemohon Arbitrase memiliki
hubungan/afiliasi dengan Termohon II.
d. Saat persidangan, baik Ahli M.E ELIJANA TANSAH, S.H
maupun Termohon II menyembunyikan fakta adanya
afiliasi di antara keduannya dan dalam Putusan BANI No.
513/IV/ARB-BANI/2013, keterangan Ahli M.E ELIJANA
TANSAH, S.H dijadikan pedoman dalam
mempertimbangkan putusan yang dimaksud.
Bahwa dengan demikian adalah sangat jelas itikad tidak baik dan
konspirasi dari awal untuk mempecundangi Pemohon dalam perkara
arbitrase ini.
Bahwa hal ini jelas memenuhi persyaratan untuk pembatalan suatu
putusan arbitrase berdasarkan ketentuan Pasal 70 huruf c UU
Arbitrase. Putusan BANI No. 513/IV/ARB-BANI/2013 adalah
berdasar hukum dan sangat beralasan untuk dibatalkan.
Majelis Arbitrase Telah Melakukan Kekeliruan Nyata dalam
Memutus Perkara Terkait Penggunaan Dasar Hukum
Pengambilan Keputusan.
Bahwa untuk memenangkan dan/atau mengakomodir kepentingan
salah satu pihak, yakni Termohon I, Majelis Arbiter telah dengan
sengaja melakukan kekeliruan nyata dalam pertimbangan hukumnya
yang mengakibatkan Putusan BANI No. 513/IV/ARB-BANI/2013
48
tidak sesuai dengan perundang-undangan dan ketentuan hukum yang
berlaku di Indonesia.
Bahwa Majelis Arbiter pada Termohon II telah menggunakan
dan/atau mempertimbangkan ketentuan hukum yang tidak tepat, yaitu
penggunaan PP No. 38/2008 sebagaimana pertimbangan hukum
Termohon II dalam Putusan BANI No. 513/IV/ARB-BANI/2013
halaman 50 paragraf 4 dan 5 yang menyatakan:
- Menimbang, bahwa objek Perjanjian Pembangunan, Pengelolaan,
dan Pengalihan No. 81 berupa bangunan UNDERSEA WORLD
INDONESIA dan peralatan serata fasilitas dan barang inventaris
lainnya yang didirikan di atas tanah yang merupakan bagian
Sertifikat Hak Pengelolaan Pemerintah Daerah, Daerah Khusus
Ibukota Jakarta No. I/1987 tanggal 23 Februari 1987 yang terletak
di Taman Impian Jaya Ancol, Kelurahan Ancol, Kecamatan
Penjaringan, Wilayah Kota Jakarta Utara, Daerah Khusus Ibukota
Jakarta (Bukti P-14).
- Menimbang, bahwa dikarenakan proyek UNDERSEA WORLD
INDONESIA tersebut didirikan di atas tanah milik Pemerintah
Daerah, Daerah Khusus Ibukota Jakarta dalam bentuk Hak
Pengelolaan, maka terhadapnya berlaku dan diterapkan ketentuan
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Barang Milik Daerah.
Bahwa Perjanjian Pembangunan, Pengelolaan, dan Pengalihan Hak
Atas Tanah No. 81 tanggal 21 September 1992 yang dibuat dihadapan
SUTJIPTO, S.H., Notaris di Jakarta (“Perjanjian Kerja Sama”) yang
menjadi pokok sengketa dalam perkara a quo dibuat pada tahun 1992,
sedangkan Termohon II menggunakan alas dasar hukum yang baru
ditetapkan jauh sesudah Perjanjian Kerja Sama dibuat dan
ditandatangani oleh Para Pihak.
49
Bahwa Termohon II dengan sengaja mengakomodir ketentuan-
ketentuan dalam PP No. 38/2008 untuk menguatkan dan/atau
menguntungkan dalil-dalil salah satu pihak, yakni PT.
PEMBANGUNAN JAYA ANCOL (Persero), Tbk.i.c Termohon
I/dahulu Pemohon Arbitrase, padahal hal ini adalah tidak tepat.
Bahwa dalam PP No.38/2008, ditujukan khusus kepada hak-hak
kepemilikan Badan Usaha Milik Negara/Daerah. Faktanya, terkait
dengan Sertifikat Hak Pengelolaan No. 1/1987 tanggal 23 Februari
1987 adalah bukan barang milik negara/daerah maupun dalam
penguasaan i.c Pemerintah Propinsi DKI Jakarta, melainkan sudah di
inbreng-kan kepada PT. PEMBANGUNAN JAYA ANCOL (Persero),
Tbk.i.c.
Bahwa berdasarkan Bukti P-14 dijelaskan Sertifikat Hak
Pengelolaan No. 1/1987 tanggal 23 Februari 1987 telah di-inbreng-kan
oleh Pemerintah Propinsi DKI Jakarta sebagai model ke dalam PT.
PEMBANGUNAN JAYA ANCOL (Persero), Tbk.i.c. dengan
demikian maka sudah tidak melekat kepemilikan tanah sesuai
Sertifikat Hak Pengelolaan No. 1/1987 tanggal 23 Februari 1987
adalah milik PT. PEMBANGUNAN JAYA ANCOL (Persero), Tbk.i.c
Termohon I/dahulu Pemohon Arbitrase dan bukan lagi Pemerintah
Propinsi DKI Jakarta. Karenanya tidak tepat jika menjustifikasi bahwa
tanah yang digunakan oleh PT. PEMBANGUNAN JAYA ANCOL
(Persero), Tbk.i.c Termohon I/dahulu PemohonArbitrase untuk
bekerjasama dengan Pemohon adalah milik negara i.c Pemerintah
Propinsi DKI Jakarta sehingga dapat dikaitkan dengan PP No. 38/2008
beserta ketentuan teknis lainnya.
Bahwa dengan demikian adalah tidak tepat seluruh pertimbangan
hukum Termohon II yang menggunakan dasar-dasar maupun ketentuan
hukum terkait adanya kepemilikan pemerintah dalam kerja sama antara
Pemohon dan Termohon I sesuai Perjanjian Kerja Sama. Oleh
50
karenanya terbukti Termohon II telah melakukan kekeliruan nyata
dalam pertimbangan Putusan BANI No.513.
Putusan BANI No. 513 Telah Melanggar Azas Kebebasan
Berkontrak dan Hukum Perjanjian yang Diatur dalam Pasal
1338 KUHPerdata.
Bahwa Perjanjian Pembangunan, Pengelolaan, dan Pengalihan Hak
atas UNDERSEA WORLD INDONESIA di Taman Impian Jaya Ancol
No. 81 tanggal 21 September 1992 yang dibuat dihadapan SUTJIPTO,
S.H., Notaris di Jakarta (“Perjanjian Kerja Sama”) antara Pemohon dan
Termohon I adalah sah dan mengikat dan berlaku sebagai undang-
undang bagi para pihak yang membuatnya.
Bahwa Perjanjian Kerja Sama telah dibuat dan disepakati serta
ditandatangani oleh kedua belah pihak dan telah memenuhi syarat
Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu:
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
c. Suatu hal tertentu
d. Suatu sebab yang halal
Bahwa seluruh isi Perjanjian Kerja Sama telah dimengerti oleh
para pihak yang membuatnya termasuk tujuan dan maksud-maksud
yang tertuang dan diatur dalam Perjannjian Kerja Sama. Tidak ada lagi
penafsiran-penafsiran yang berbeda antara kedua belah pihak sehingga
kedua belah pihak secara sadar dan itikad baik membuat dan
menandatangani Perjanjian Kerja Sama dimaksud.
Bahwa permohonan arbitrase yang diajukan oleh Termohon I
adalah terkait penafsiran ketentuan yang telah diatur sejak 20 (dua
puluh) tahun lalu di mana pada saat dibuat dan ditandatanganinya
Perjanjian Kerja Sama tidak ada pihak yang berkeberatan maupun
meminta perubahan isi perjanjian dalam hal ini terkait hak opsi yang
mutlak dimiliki oleh Pemohon termasuk tata cara penggunaan hak opsi
yang dimaksud. Hal ini sejalan dengan pertimbangan hukum Majelis
51
Termohon II yang memberikan pendapat berbeda (dissenting opinion)
dalam Putusan BANI No. 513 bagian perbedaan pendapat halaman 5
paragraf 1 s/d 5 yang menyatakan:
- Menimbang tentang tahapan kedua Ahli M.E. ELIJANA
TANSAH, S.H berpendapat bahwa setelah Termohon
memberitahukan kepada Pemohon, bahwa akan melaksanakan hak
opsinya Pemohon dan Termohon subject to membuat perjanjian
yang baru. Demikian juga Ahli Prof. Dr. NINDYO PRAMONO,
S.H.,M.S berpendapat setelah Termohon melaksanakan hak
opsinya, tahapan selanjutnya Pemohon dan Termohon membuat
perjanjian yang baru yang didasarkan pada Perjanjian Akta 81
kecuali tentang hasil penjualan tiket masih harus dirundingkan
untuk disepakati.
- Menimbang bahwa oleh karenanya yang diperlukan kata sepakat/
persetujuan Pemohon dan Termohon adalah tentang pembuatan
perjanjian yang baru bukan tentang pelaksanaan hak dan opsi
Termohon.
- Menimbang bahwa Pemohon dan Termohon dalam Akta Notaris
No. 81 termaksud telah bersepakat tentang berakhirnya Perjanjian
Akta Notaris No. 81 sebagaimana dicantumkan secara limitatif
dalam pasal 8 ayat (3) Perjanjian Akta No. 81.
- Menimbang dalam pasal 8 ayat (3) Perjanjian Akta Nomor 81
disebutkan bahwa perjanjian ini akan berakhir dengan sendirinya
setelah lewatnya jangka waktu berlakunya perjanjian.
- Menimbang bahwa sesuai dengan azas kebebasan berkontrak
dalam Pasal 8 ayat (6) Perjanjian Akta Nomor 81, Pemohon dan
Termohon bersepakat untuk memberikan hak opsi kepada
Termohon untuk memperpanjang masa pengelolaan selama
maksimal 20 (dua puluh) tahun lagi.
Bahwa dengan mengakomodir kepentingan hukum Pemohon untuk
melakukan penafsiran bukti dan/isi Perjanjian Kerja Sama yang sahdan
52
mengikat antara Pemohon dan Termohon I, maka sesungguhnya
Termohon I telah melanggar azas kebebasan berkontrak dan
mengesampingkan ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata.
Bahwa ketentuan yang diatur dalam Pasal 8 ayat (6) Perjanjian
Kerja Sama mengenai hak opsi yang dimiliki Pemohon adalah tidak
dapat ditafsirkan lain karena sudah jelas maksud dan tujuannya di
mana Pemohon memiliki hak opsi untuk memperpanjang masa
pengelolaan selama maksimal 20 (dua puluh) tahun dan untuk
menggunakan hak opsi tersebut Pemohon cukup memberitahukan
secara tertulis kepada Termohon.
Bahwa ketentuan Pasal 1342 KUHPerdata yang menyatakan kalau
kata-kata suatu perjanjian jelas, tidaklah diperkenankan untuk
menyimpang daripadanya dengan jalan penafsiran.
Bahwa dengan demikian tindakan Termohon II yang
mengakomodir penafisiran Termohon I terhadap suatu undang-undang
i.c isi Perjanjian Kerja Sama yang dimohonkan oleh Termohon I
adalah tindakan pelanggaran undang-undang dan ketentuan hukum
yang berlaku. Oleh karenanya segala pertimbangan hukum dan amar
Putusan BANI No. 513 adalah patut dan berdasarkan hukum untuk
dibatalkan yakni pertimbangan hukum halaman 60 paragraf 1 dan 2
yang berbunyi:
- Menimbang, oleh karena perpanjangan masa pengelolaan
UNDERSEA WORLD INDONESIA sebagaimana dalam
Perjanjian Pembangunan, Pengelolaan, dan Pengalihan No. 81
dengan alasan sebagaimana diuraikan melalui pertimbangan-
pertimbangan diatas baik menurut hukum maupun azas keadilan
dan kepatutan harus dibuat dalam perjanjian yang baru dimana
menurut hukum layaknya sebuah perjanjian harus disepakati oleh
kedua belaj pihak yang membuatnya. (Pemohon dan Termohon),
maka Majelis berpendapat opsi perpanjangan masa pengelolaan
UNDERSEA WORLD INDONESIA dalam Perjanjian
53
Pembangunan, Pengelolaan, dan Pengalihan No. 81 tidak berlaku
secara serta merta atau otomatis, melainkan bersyarat dengan
adanya kesepakatan antara Pemohon dan Termohon dengan cara
menuangkan dalam perjanjian baru.
- Menimbang bahwa berdasarkan perjanjian yang dibuat para pihak
maka apabila tidak tercapai kesepakatan baru dalam perjanjian
tersebut, maka perjanjian berakhir pada tanggal 6 Juni 2014
sebagaimana yang dinyatakan dalam Permohonan Pemohon
halaman 6 butir 4d yang menyatakan “masa pengelolaan berakhir:
sesuai perjanjian akan berakhir pada tanggal 06 Juni 2014.” Hal
tersebut telah dibenarkan dengan Jawaban Termohon halaman 3
butir 6 yang menyatakan “jangka waktu atau masa pengelolaan
untuk pertama kalinya berlangsung selama 20 (dua puluh) tahun
terhitung sejak dimulai operasi komersil tetapi tidak lebih lama
dari 6 (enam) bulan setelah pembangunan selesai. Sesuai dengan
fakta, jangka waktu pengelolaan SEA WORLD dimulai sejak
tanggal 06 Juni 1994 dan karenanya akan berakhir nanti pada
tanggal 06 Juni 2014.”
Termohon II Selaku Majelis Pemutus Telah Memberikan
Putusan yang Melebihi Tuntutan dalam Permohonan Arbitrase
Bahwa Amar Putusan BANI No. 513 adalah melebihi dari apa
yang dimohonkan oleh Pemohon Arbitrase (ultra vires/ultra petita)
sehingga adalah demi hukum jika suatu putusan yang melanggar azas
ultra petita harus dibatalkan. Hal mana sejalan dengan Ketentuan Pasal
643 RV angka 4 yang menyatakan:
“Bila diputuskan tentnag suatu yang tidak dituntut atau dengan itu
diberikan lebih dari yang dituntut.”
Dan Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung RI No. 77K/SIP/1973
tertanggal 19 September 1973 yang menyatakan:
“Putusan hakim yang melanggar ultra petita harus dibatalkan.”
54
Bahwa dalam petitum Permohonan Arbitrase yang diajukan oleh
PT. PEMBANGUNAN JAYA ANCOL (Persero), Tbk. i.c Termohon
I/dahulu Pemohon Arbitrase, memohon agar Majelis Arbitrase
memutus dengan putusan sebagai berikut:
- Menyatakan jangka waktu berakhirnya Akta Perjanjian
Pembangunan, Pengelolaan, dan Pengalihan Hak atas UNDERSEA
WORLD INDONESIA di Taman Impian Jaya Ancol No. 81
tanggal 21 September 1992 yang dibuat dihadapan SUTJIPTO,
S.H., Notaris di Jakarta yakni pada pada tanggal 6 Juni 2014.
- Menyatakan hak opsi perpanjangan dan perubahan Akta Perjanjian
Pembagunan, Pengelolaan, dan Pengalihan Hak atas UNDERSEA
WORLD INDONESIA di Taman Impian Jaya Ancol No. 81
Tanggal 21 September 1992 yang dibuat dihadapan SUTJIPTO,
S.H., Notaris di Jakarta sebagaimana diatur dalam pasal 8 ayat (6)
perjanjian tersebut diartikan bahwa dapat berlaku setelah para
pihak sepakat untuk memperpanjang dan/atau merubah perjanjian.
- Menyatakan apabila Pemohon tidak sepakat untuk memperpanjang
dan/atau mengubah perjanjian sebagaiman yang dimohonkan
Termohon, maka perjanjian berakhir sesuai dengan jangka waktu
perjanjian, yakni pada tanggal 06 Juni 2014.
- Menyatakan apabila Pemohon tidak sepakat untuk memperpanjang
dan/atau mengubah perjanjian sebagaimana yang dimohonkan
Termohon, Termohon tunduk dan melaksanakan kewajibannya
sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (4) Akta Pembangunan,
Pengelolaan, dan Pengalihan Hak atas UNDERSEA WORLD
INDONESIA di Taman Impian Jaya Ancol No. 81 tanggal 21
September 1992 yang dibuat dihadapan SUTJIPTO, S.H., Notaris
di Jakarta.
- Menyatakan apabila Pemohon tidak memperpanjang dan/atau
mengubah perjanjian sebagaimana yang dimohonkan Termohon,
Termohon tunduk dan melaksanakan kewajibannya sebagaimana
55
diatur dalam Pasal 8 ayat (5) Akta Perjanjian Pembangunan,
Pengelolaan, dan Pengalihan Hak atas UNDERSEA WORLD
INDONESIA di Taman Impian Jaya Ancol No. 81 tanggal 21
September 1992 yang dibuat di hadapan SUTJIPTO, S.H., Notaris
di Jakarta.
Seluruh petitum dalam Permohonan Arbitrase Pemohon adalah
petitum yang sifatnya declaratoir yang artinya amar putusan
declaratoir adalah putusan yang menyatakan suatu keadaan yang
sah menurut hukum.
Bahwa ternyata dalam Putusan BANI No. 513 telah melebihi amar
putusan yang dimohonkan oleh Termohon I di mana Termohon II
dalam mengabulkan Permohonan Arbitrase Termohon I menyebutkan
dalam amar putusannya sebagai berikut:
“Dalam Pokok Perkara
- Mengabulkan permohonan dari Pemohon Konvensi untuk
sebagian.
- Menyatakan Perjanjian Pembangunan, Pengelolaan, dan
Pengalihan Hak atas UNDERSEA WORLD INDONESIA di Taman
Impian Jaya Ancol sebagaimana tertuang dalam Perjanjian
Pembangunan, Pengelolaan, dan Pengalihan No. 81 Tanggal 21
September 1992 yang dibuat dihadapan SUTJIPTO, S.H., Notaris
di Jakarta, berakhir pada tanggal 06 Juni 2014.
- Menyatakan opsi perpanjangan masa Perjanjian Pembagunan,
Pengelolaan, dan Pengalihan Hak atas UNDERSEA WORLD
INDONESIA di Taman Impian Jaya Ancol sebagaimana tertuang
dalam Perjanjian Pembangunan, Pengelolaan, dan Pengalihan
No. 81 Tanggal 21 September 1992 yang dibuat dihadapan
SUTJIPTO, S.H., Notaris di Jakarta, adalah tidak berlaku secara
serta merta atau otomatis, melainkan bersyarat dapat
diperpanjang dengan perjanjian baru yang disepakati Pemohon
Konvensi dan Termohon Konvensi.
56
- Menghukum Termohon Konvensi untuk menyerahkan bangunan
UNDERSEA WORLD INDONESIA termasuk peralatan serta
fasilitas dan barang inventaris lainnya sesuai dengan Berita Acara
Pemeriksaan Setempat tanggal 20 Februari 2014 yang dilakukan
oleh Majelis dan Para Pihak kepada Pemohon Konvensi dalam
keadaan baik dan berfungsi sebagaimana mestinya pada saat
pengelolaan berakhir, yaitu tanggal 06 Juni 2014.
- Menolak permohonan Pemohon Konvensi untuk selebihnya.”
Hal ini jelas-jelas berbeda dengan yang dimohonkan, bahkan melebihi
dari apa yang dimohonkan oleh PT. PEMBANGUNAN JAYA
ANCOL (Persero), Tbk. i.c Termohon I/dahulu Pemohon Arbitrase
dalam petitumnya di mana amar Putusan BANI No. 513 adalah bersifat
condemnatoir atau putusan yang bersifat menghukum pihak yang kalah
untuk memenuhi prestasi.
Bahwa petitum permohonan yang dimohonkan oleh Termohon I
merupakan petitum amar yang sifatnya declaratoir. Namun, Termohon
II telah bertindak melebihi apa yang dimintakan dengan memutus
dengan amar putusan yang sifatnya menghukum (condemnatoir), maka
jelas amar Putusan BANI No. 513 telah melebihi dari apa yang
dimintakan oleh Pemohon Arbitrase.
Bahwa hal ini jelas melanggar keadilan dan kepatutan dalam
memutus Perkara No. 513/IV/ARB-BANI/2013 sebagaimana
disyaratkan dalam Pasal 56 ayat (1) UU No. 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang berbunyi:
“Arbiter atau Majelis Arbitrase mengambil putusan berdasarkan
ketentuan hukum atau berdasarkan keadilan dan kepatutan.”
Bahwa dengan Termohon II memutuskan melebihi dari apa yang
dimohonkan (ultra Petita), hal ini jelas menguntungkan PT.
PEMBANGUNAN JAYA ANCOL (Persero), Tbk. i.c Termohon I/
dahulu Pemohon Arbitrase.
57
5. Tuntutan atau Petitum
Pemohon
Primer
a. Menyatakan menerima dan mengabulkan Permohonan Pemohon.
b. Menyatakan Putusan Arbitrase BANI No. 513/IV/ARB-
BANI/2013 tanggal 5 Juni 2014 tidak mencerminkan rasa keadilan
dan kepatutan.
c. Menyatakan Putusan Arbitrase BANI No. 513/IV/ARB-
BANI/2013 tanggal 5 Juni 2014 adalah batal demi hukum.
d. Menetapkan semua ongkos perkara yang timbul dari permohonan
ini sepenuhnya ditanggung oleh Pemohon.
Termohon I
Primer
Dalam Eksepsi
a. Menerima dan mengabulkan eksepsi dari Termohon I untuk
seluruhnya.
b. Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima (Niet
ontvankelijk verklaard).
c. Menghukum Pemohon untuk membayar segala biaya yang timbul
dalam perkara ini.
Dalam Pokok Perkara
a. Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya.
b. Menghukum Pemohon untuk membayar segala biaya yang timbul
dalam perkara ini.
Subsider
Apabila Majelis Hakim yang mulia berpendapat lain, Termohon I
mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aquo et bono) demi keadilan
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Termohon II
Dalam Pokok Perkara
a. Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya.
58
b. Menghukum Pemohon untuk membayar biaya perkara.
6. Putusan
Mengutip Amar dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara
tanggal 29 September 2014 Nomor
305/PDT.G/BANI/2014/PN.JKT.UTR yang berbunyi sebagai berikut:
MENGADILI
a. Mengabulkan permohonan Pemohon
b. Membatalkan Putusan Temrohon II/ Badan Arbitrase Nasional
Indonesia (BANI) Nomor 513/IV/ARB-BANI/2013 tanggal 5
Juni 2014
c. Membebankan biaya perkara ini kepada Pemohon sejumlah Rp
513.000,00 (Lima ratus tiga puluh satu ribu rupiah.
B. PEMBAHASAN
1. Pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara
dalam Membatalkan Putusan BANI Nomor 513/IV/ARB-
BANI/2013
Sudikno Mertokusumo menjelaskan, Majelis Hakim dalam
memberikan pertimbangan sebagai alasan dalam mengambil putusan
harus melakukan upaya penemuan hukum, penemuan hukum ini
dimaksudkan untuk menetapkan peraturan hukum umum kepada
peristiwa hukum konkrit suatu peraturan hukum (das sollen) yang
bersifat umum dengan mengingat peristiwa konkrit (das sein)(Sudikno
Mertokusumo, 1996:37).
Pada penerapan hukumnya, hakim akan selalu mempertanyakan,
apakah peristiwa konkrit tersebut dapat dicakup oleh peraturan hukum
yang diterapkan, terutama pada saat hakim berhadapan dengan
peraturan hukum yang mempunyai arti ganda ataupun dengan
peraturan hukum yang mengandung norma kabur (Elisabeth Nuarini
Butar, 2010:349).
59
Beberapa hal yang menjadi analisis penulis terhadap Putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor
305/PDT.G/BANI/2014/PN.JKT.UTR tentang Permohonan
Pembatalan Putusan Arbitrase yang diajukan oleh PT. Sea World
Indonesia dapat dikabulkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri
Jakarta Utara, yaitu:
a. Perkara ini merupakan upaya pemohon yaitu, PT. Sea World
Indonesia, untuk membatalkan putusan arbitrase BANI dalam
sengketa perjanjian BOT yang diajukan oleh PT.Pembangunan
Jaya Ancol. Perkara ini bermula pada saat perjanjian BOT antara
PT. Sea World Indonesia dan PT. Pembangunan Jaya Ancol
berakhir pada tangal 16 Juni 2014. Dengan berakhirnya perjanjian
BOT tersebut maka berakhirlah hak pengelolaan PT. Sea World
Indonesia dan sesuai perjanjian beralih ke PT. Pembangunan Jaya
Ancol.
Penyebab dari perselisihan adalah terdapat beberapa poin
yang ditafsirkan berbeda oleh kedua belah pihak dalam kontrak
perjanjian pembangunan, pengelolaan, dan peralihan hak atas
Undersea World Indonesia di Taman Impian Jaya Ancol, Akta
No.81/1992 tertanggal 21 September 1992. Pada Pasal 8 tentang
Jangka Waktu Pengelolaan ayat 1 berbunyi pada intinya setelah
pekerjaan pembangunan selesai, pengelolaan akan diserahkan
kepada Sea World dengan berita acara serah terima. Ayat 2
berbunyi pada intinya kedua pihak setuju masa pengelolaan
berlaku untuk jangka waktu 20 tahun terhitung sejak Sea World
beroperasi. Ayat 3 berbunyi pada intinya perjanjian berakhir
apabila telah berakhir masa berlakunya perjanjian, atau kedua
belah pihak sepakat untuk mengakhiri, atau salah satu pihak lalai
dalam memenuhi perjanjian. Ayat 5 berbunyi pada intinya saat
perjanjian berakhir, Sea World harus menyerahkan tanah dan
bangunan proyek pada Jaya Ancol dengan sarana penunjang dan
60
hak pengelolaannya. Ayat 6 yang berbunyi pada intinya Sea World
mempunyai opsi memperpanjang masa pengelolaan selama 20
tahun lagi dengan mengajukan secara tertulis setahun sebelum
masa perjanjian selesai.
Sesuai dengan Pasal 23 ayat (2) Akta No.81/1992 yang
menyatakan pada intinya apabila ada sengketa maka diselesaikan
melalui arbitrase, maka PT.Pembangunan Jaya Ancol mengajukan
surat permohonan arbitrase kepada BANI dan menunjuk Humprey
R. Djemat, S.H.,LL.M.,FCBArb sebagai arbiter pilihannya.
Selanjutnya, PT.Sea World Indonesia mengajukan H.Basoeki, S.H.
sebagai arbiter pilihannya. Berdasarkan hal itu dengan kesediaan
dari para arbiter maka BANI mengeluarkan surat keputusan
mengangkat Majelis Arbiter yang terdiri dari Fatimah Achyar,
S.H.,FCBArb selaku Ketua Majelis, Humprey R. Djemat,
S.H.,LL.M.,FCBArb dan H.Basoeki, S.H masing-masing sebagai
Anggota Majelis Arbitrase.
b. Berdasarkan pertimbangan majelis Hakim Pengadilan Negeri
Jakarta Utara, PT. Sea World Indonesia sebagai Pemohon
Pembatalan Putusan Arbitrase dalam mengajukan Permohonan
Pembatalan Putusan Arbitrase BANI Nomor 513/IV/ARB-
BANI/2013 telah sesuai dengan Pasal 71 UU Arbitrase yang
menyatakan bahwa Permohonan Pembatalan Putusan Arbitrase
harus diajukan secara tertulis dalam waktu paling lama 30 (tiga
puluh) hari terhitung sejak hari penyerahan dan pendaftaran
putusan arbitrase kepada Panitera Pengadilan Negeri.
Bahwa Putusan BANI Nomor 513/IV/ARB-BANI/2013
tanggal 5 Juni 2014 telah didaftarkan pada Kepaniteraan
Pengadilan Negeri Jakarta Utara tanggal 1 Juli 2014 dengan
register nomor 02/WASIT/2014/PN.JKT.UTR. Selanjutnya,
Pemohon mengajukan Permohonan Pembatalan Putusan BANI
61
pada tanggal 24 Juli 2014, sehingga jangka waktu permohonan
sesuai dengan Pasal 71 UU Arbitrase.
Berdasarkan pertimbangan diatas, maka Majelis Hakim
menerima Permohonan Pembatalan Putusan BANI yang diajukan
Pemohon. Pertimbangan Majelis Hakim untuk menerima
Permohonan Pembatalan Putusan BANI adalah sesuai dengan UU
Arbitrase.
c. Alasan Permohonan yang diajukan oleh PT. Sea World Indonesia
ada 5 yaitu:
Pemohon Menemukan Dokumen yang Sifatnya Menentukan
di mana Dokumen ini Menunjukkan Adanya Afiliasi antara
Saksi Ahli yang Diajukan Pemohon Arbitrase dengan Salah
Satu Arbiter yang Mempengaruhi Putusan BANI Nomor
513/IV/ARB-BANI/2013 Sebagaimana dimaksud dalam
Ketentuan Pasal 70 Huruf b UU Arbitrase.
Patut Diduga Putusan BANI Nomor 513/IV/ARB-BANI/2013
Diambil dari Hasil Tipu Muslihat dari Pihak Termohon I dan
II Sebagaimana Dimaksud dalam Ketentuan Pasal 70 UU
Arbitrase.
Majelis Arbitrase Telah Melakukan Kekeliruan Nyata dalam
Memutus Perkara Terkait Penggunaan Dasar Hukum
Pengambilan Keputusan.
Putusan BANI Nomor 513/IV/ARB-BANI/2013 Telah
Melanggar Azas Kebebasan Berkontrak dan Hukum
Perjanjian yang Diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata.
Termohon II Selaku Majelis Pemutus Telah Memberikan
Putusan yang Melebihi Tuntutan dalam Permohonan
Arbitrase.
Bahwa berdasarkan Pasal 70 UU Arbitrase dinyatakan
terhadap Putusan Arbitrase para pihak dapat mengajukan
62
Permohonan Pembatalan Putusan Arbitrase apabila Putusan
tersebut diduga mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
- Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan setelah
putusan dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu
- Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat
menentukan yang disembunyikan oleh pihak lawan
- Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh
salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa.
Majelis Hakim menimbang bahwa berdasarkan Pasal 70
UU Arbitrase, hanya ada 2 (dua) permasalahan hukum pokok yang
dapat dipertimbangkan oleh Majelis Hakim sehubungan dengan
perkara a quo yaitu:
- Apakah ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang
disembunyikan oleh Termohon I setelah adanya Putusan BANI
Nomor 513/IV/ARB-BANI/2013 tanggal 5 Juni 2014?
- Apakah Putusan BANI Nomor 513/IV/ARB-BANI/2013
tanggal 5 Juni 2014 diambil dari tipu muslihat yang dilakukan
oleh Termohon I dalam pemeriksaan?
Majelis Hakim menimbang bahwa alasan selebihnya yang
diajukan oleh Pemohon, yaitu:
- Majelis Arbitrase Telah Melakukan Kekeliruan Nyata dalam
Memutus Perkara Terkait Penggunaan Dasar Hukum
Pengambilan Keputusan.
- Putusan BANI Nomor 513/IV/ARB-BANI/2013 Telah
Melanggar Azas Kebebasan Berkontrak dan Hukum Perjanjian
yang Diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata.
- Termohon II Selaku Majelis Pemutus Telah Memberikan
Putusan yang Melebihi Tuntutan dalam Permohonan Arbitrase.
Alasan-alasan Pemohon diatas Majelis Hakim menyatakan bukan
merupakan alasan-alasan sebagaimana diatur dalam ketentuan
Pasal 70 UU Arbitrase. Bahkan, hal tersebut telah lebih jauh masuk
63
ke dalam pokok perkara yang bukan menjadi kewenangan dari
Majelis Hakim untuk menilainya. Ketiga alasan Pemohon tersebut
Majelis Hakim tidak akan mempertimbangkannya lebih lanjut dan
patutlah untuk dikesampingkan.
Berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim diatas, dapat
dikatakan bahwa pertimbangan Majelis Hakim adalah benar dan
telah sesuai dengan Pasal 70 UU Arbitrase.
d. Majelis Hakim menimbang bahwa akan mempertimbangkan
Permasalahan Hukum pertama yaitu apakah ada ditemukan
dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh
Termohon I setelah adanya Putusan BANI Nomor 513/IV/ARB-
BANI/2013 tanggal 5 Juni 2014?
Majelis Hakim menimbang bahwa, Pemohon di dalam dalil
pokok persoalan pertama dimaksud menyatakan terdapat berita
dalam situs hukumonline.com yang menunjukkan bahwa
ELIJANA TANSAH terafiliasi dengan salah satu Majelis Arbiter,
yaitu HUMPREY R. DJEMAT yang notabene adalah arbiter yang
ditunjuk oleh PT. PEMBANGUNAN JAYA ANCOL (Persero)
Tbk./Termohon I, sehingga dengan demikian maka seharusnya
Ahli ELIJANA TANSAH pada saat dimintai keterangannya pada
persidangan tanggal 6 Februari 2014 wajib menolak untuk
memberikan keterangan dengan alasan terdapat benturan
kepentingan dengan HUMPREY R. DJEMAT, demikian juga
HUMPREY R. DJEMAT seharusnya wajib menolak untuk
memeriksa dan/atau meminta keterangan dan Ahli ELIJANA
TANSAH dengan alasan terdapat benturan kepentingan yang
mempengaruhi independensi keterangan Ahli ELIJANA TANSAH
dalam pemeriksaan, termasuk objektifitas HUMPREY R.
DJEMAT sebagai salah satu anggota Majelis Arbiter yang
ditetapkan Termohon I.
64
Majelis Hakim menimbang bahwa, terhadap dalil Pemohon
Termohon I di dalam dalil jawabannya menyatakan tidak mungkin
Termohon I menyembunyikan dokumen yang bersifat menentukan
sedangkan dokumen tersebut adalah berita dari situs
hukumonline.com tertanggal 6 Maret 2009 dimana situs
hukumonline.com adalah situs yang terbuka untuk umum dan
sangat tidak mungkin dapat disembunyikan oleh Termohon II,
bahkan dalam persidangan ini jelas-jelas Termohon I dapat dengan
mudah menemukan informasi tersebut melalui internet.
Majelis Hakim menimbang bahwa, Termohon II dalam
dalil jawabannya menyatakan jika dalil Pemohon tersebut
merupakan hal yang mengada-ada karena tidak ada satupun bukti
bahwa Termohon I telah secara sengaja menyembunyikan
dokumen, apalagi dokumen berupa berita dari situs
hukumonline.com dapat diakses oleh setiap orang, selanjutnya,
Termohon II menyatakan tidak ada satupun Putusan Pengadilan
yang Telah Berkekuatan Hukum Tetap yang membuktikan adanya
dokumen yang disembunyikan oleh pihak lawan, in casu
Termohon I di dalam proses pemeriksaan perkara Nomor
513/IV/ARB-BANI/2013.
Majelis Hakim menimbang bahwa, selanjutnya terhadap
permasalahan hukum pertama di muka, Majelis Hakim
memberikan pertimbangan sebagai berikut: bahwa setelah
mempelajari dengan seksama bukti-bukti yang diajukan oleh
pihak-pihak, sehubungan dengan dalil Pemohon perihal dokumen
yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh Termohon I
adalah mengacu kepada bukti P-10 berupa fotokopi berita yang
diambil dari situs hukumonline.com tanggal 6 Maret 2009, yang di
dalamnya terdapat berita dengan kalimat “Sedangkan Elijana
Tansah dari Kantor Advokat Gani Djemat & Partners berpendapat
lain”.
65
Majelis Hakim menimbang bahwa, akan
mempertimbangkan apakah bukti P-10 dimaksud termasuk dalam
kategori dokumen yang bersifat menentukan yang disembunyikan
oleh Termohon I. Bahwa bukti P-10 adalah diambil dari situs
dengan alamat www.hukumonline.com yang merupakan situs
umum, dimana setiap orang dapat dengan mudah untuk
mengaksesnya, utamanya di dalam melihat berita yanggal 6 Maret
2009 yang terdapat kalimat “Sedangkan Elijana Tansah dari
Kantor Advokat Gani Djemat & Partners berpendapat lain”,
dimana Pembaca dapat lansung mengaksesnya tanpa terlebih
dahulu harus mendaftar menjadi anggota situs hukumonline.com.
Majelis Hakim menimbang bahwa, untuk itu sependapat
dengan dalil Termohon I dan Termohon II yang pada pokoknya
menyatakan situs hukumonline.com adalah situs terbuka untuk
umum yang dapat diakses oleh setiap orang sehingga tidak
mungkin dapat disembunyikan oleh Termohon I, sehingga terhadap
bukti P-10 berupa fotokopi berita yang diambil dari situs berita
hukumonline.com tanggal 6 Maret 2009, yang di dalamnya
terdapat berita dengan kalimat “Sedangkan Elijana Tansah dari
Kantor Advokat Gani Djemat & Partners berpendapat lain”,
Majelis Hakim berpendapat bukanlah termasuk sebagai dokumen
yang disembunyikan sebagaimana diatur di dalam Ketentuan Pasal
70 Huruf b UU Arbitrase, Majelis Hakim berpendapat bukti P-10
dimaksud sifatnya tidaklah menentukan, oleh karena hanya
merupakan sebuah berita seperti pada umumnya.
Berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim diatas, maka
Majelis Hakim Berpendapat bahwa alasan pembatalan Putusan
BANI Nomor 513/IV/ARB-BANI/2013 tanggal 5 Juni 2014 yang
diajukan oleh Pemohon dengan alasan ada ditemukan dokumen
yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh Termohon I
setelah adanya putusan haruslah untuk ditolak.
66
Berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan
Negeri Jakarta Utara diatas maka benar bahwa untuk alasan
ditemukannya dokumen yang bersifat menentukan haruslah ditolak
karena tidak sesuai dengan Pasal 70 huruf b UU Arbitrase.
Dokumen berita yang merupakan bukti yang diajukan Pemohon (P-
10) bukanlah suatu dokumen yang menentukan karena hanyalah
sebuah kalimat dalam berita yang berada di situs berita
hukumonline.com.
e. Majelis Hakim menimbang Permasalahan Hukum kedua yaitu
apakah Putusan BANI Nomor 513/IV/ARB-BANI/2013 tanggal 5
Juni 2014 di ambil dari tipu muslihat yang dilakukan oleh
Termohon I dalam pemeriksaan sengketa?
Majelis Hakim menimbang bahwa Pemohon di dalam dalil
pokok persoalan kedua dimaksud dari awal untuk mempecundangi
Pemohon dalam perkara arbitrase, oleh karena adanya fakta hukum
hubungan antara Majelis Arbiter Termohon II (HUMPREY R
DJEMAT) dengan Ahli ELIJANA TANSAH yang diajukan oleh
Termohon I sebagai salah satu pihak dalam Perkara Arbitrase No.
513/IV/ARB-BANI/2013 tanggal 5 Juni 2014, sehingga patut di
duga telah terjadi konspirasi sejak awal didaftarkannya
Permohonan Arbitrase yang bertujuan untuk menghilangkan hak-
hak dan kepentingan hukum Pemohon.
Majelis Hakim menimbang bahwa terhadap dalil Pemohon,
Termohon I di dalam dalil jawabannya menyatakan bahwa
mengenai dalil adanya tipu muslihat di mana Termohon I
menunjuk Termohon II untuk menyelesaikan pokok
sengketa/permasalahan adalah memang sudah sesuai dengan
amanat pada Akta No. 81/1992, yaitu Pasal 23 ayat (2) yang
menyatakan dalam hal adanya perselisihan memang harus
diselesaikan melalui Termohon II dan bukan melalui instansi atau
lembaga peradilan yang lain. Hal ini adalah kesepakatan Pemohon
67
dan Termohon I dan oleh karenanya berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya.
Majelis Hakim menimbang bahwa Termohon II di dalam
dalil jawabannya menyatakan jika dalil Pemohon tersebut
merupakan tuduhan yang tendensius dan mengada-ada karena
pemeriksaan perkara Nomor 513/IV/ARB-BANI/2013 telah
berjalan-jalan sesuai ketentuan dan mempertimbangkan seluruh
dalil, bukti-bukti serta fakta-fakta yang disampaikan oleh kedua
belah pihak secara seimbang sesuai asas audi et elteram partem
dan tidak ada satupun tipu muslihat yang dilakukan. Termohon II
berdalih bahwa ELIJANA TANSAH tidak pernah bekerja di kantor
hukum GANI DJEMAT & PARTNERS tempat dimana
HUMPREY R DJEMAT tergabung, sehingga menolah tuduhan
Pemohon yang menyatakan adanya afiliasi antara ELIJANA
TANSAH dan HUMPREY R DJEMAT.
Bahwa di dalam Penjelasan Pasal 70 UU Arbitrase
dinyatakan bahwa Permohonan Pembatalan Putusan Arbitrase
alasan-alasannya yang disebut dalam Pasal 70 harus dibuktikan
dengan putusan pengadilan.
Majelis Hakim menimbang bahwa Pembatalan Putusan
Arbitrase berdasarkan tipu muslihat dapat diajukan dengan tanpa
disertai dengan putusan pengadilan yang menyatakan adanya tipu
muslihat tersebut. Majelis Hakim menganggap bahwa hanya
dengan menilai bukti-bukti cukup untuk menilai apakah ada tipu
muslihat yang dilakukan oleh Termohon I. Pertimbangan hakim ini
didasarkan pada putusan yang sebelumnya yaitu Putusan
Mahkamah Agung Nomor 700 PK/Pdt/2008 jo Putusan Mahkamah
Agung Nomor 02/Banding/Wasit/2004 jo Putusan Pengadilan
Negeri Surabaya Nomor 468/Pdt.G/2003/PN.Sby, dimana Majelis
Hakim Mahkamah Agung berpendapat Pemohon telah sengaja
mengajukan bukti yang diketahuinya sudah tidak berlaku serta
68
bukti yang tidak sah, sehingga mengakibatkan Majelis Arbitrase
menjatuhkan putusan yang mendasarkan kepada bukti tersebut.
Majelis Hakim mendasarkan pertimbangannya pada Alat
Bukti yang diajukan oleh Pemohon yaitu fotokopi berita dalam
hukumonline.com (Bukti P-10) dan Alat Bukti yang diajukan oleh
Termohon II berupa fotokopi email korespondensi dari Sekretariat
BANI dengan Bapak Humprey R. Djemat (T.II-8). Bukti dari
Pemohon ingin menunjukkan bahwa Ahli ELIJANA TANSAH
bekerja di tempat yang sama dengan Arbiter HUMPREY R
DJEMAT yaitu di Kantor Advokat Gani Djemat & Partners.
Sebaliknya Alat Bukti yang diajukan oleh Termohon II ingin
menunjukkan bahwa HUMPREY R DJEMAT dengan ELIJANA
TANSAH tidak ada hubungannya, dengan menunjukkan bahwa
Ahli ELIJANA TANSAH tidak pernah bekerja di Kantor Advokat
Gani Djemat & Partners.
Bahwa ternyata dalam Bukti Termohon II yaitu fotokopi
email korespondensi dari Sekretariat BANI dengan Bapak
Humprey R. Djemat (T.II-8), malah semakin mempertegas bahwa
adanya hubungan antara HUMPREY R. DJEMAT dengan Ahli
ELIJANA TANSAH. Hal ini dikarenakan adanya kalimat yang
mengindikasikan bahwa Ahli ELIJANA TANSAH dan
HUMPREY R DJEMAT ada hubungan komunikasi dan kerjasama
yang cukup erat dan berkesinambungan. Kalimat tersebut adalah
“..mengundang beliau (Elijana Tansah) untuk konsultasi,menjadi
pembicara dalam seminar atau menjadi saksi ahli dalam
persidangan..”.
Bahwa di dalam UU Arbitrase tidak diatur secara tegas
mengenai afiliasi. Majelis Hakim mempertimbangkan bahwa
peristiwa kongkrit tersebut dapat dicakup oleh Pasal 70 Huruf c
UU Arbitrase. Hal yang mendasari pertimbangan Majelis Hakim
adalah bahwa Termohon I dalam Perkara Nomor 513/IV/ARB-
69
BANI/2013 telah menunjuk HUMPREY R DJEMAT sebagai
arbiter dan mengajukan ELIJANA TANSAH sebagai ahli untuk
didengar keterangannya. Termohon I dalam dalil jawabannya tidak
menyampaikan bantahan perihal hubungan antara HUMPREY R
DJEMAT dan Ahli ELIJANA TANSAH. Hal tersebut membuat
Majelis Hakim berkesimpulan bahwa Termohon I telah sengaja
mengajukan Ahli ELIJANA TANSAH yang diketahuinya
mempunyai hubungan dengan arbiter HUMPREY R DJEMAT,
sehingga sedemikian rupa mengakibatkan dua Anggota Majelis
Arbitrase menjatuhkan Putusan yang mendasarkan kepada
Keterangan Ahli ELIJANA TANSAH perihal: Perjanjian Nomor
81 Tanggal 21 September 1992 tentang Perjanjian Pembangunan,
Pengelolaan, dan Pengalihan Hak Atas Undersea World Indonesia
di Taman Impian Jaya Ancol, utamanya di dalam menafsirkan
ketentuan Pasal 8 ayat (6) tentang hak opsi, sehingga tindakan
Termohon I tersebut sifatnya mengelabui atau mengecoh dan
digolongkan oleh Majelis Hakim sebagai suatu tipu muslihat yang
dilakukan oleh Termohon I dalam proses pemeriksaan arbitrase.
Majelis Hakim berpendapat alasan Pembatalan Putusan
BANI Nomor 513/IV/ARB-BANI/2013 tanggal 5 Juni 2014 yang
diajukan oleh Pemohon dengan alasan Putusan Arbitrase diambil
dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh Termohon I dapat
dikabulkan.
Berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim diatas maka
Majelis Hakim memperluas pengertian tipu muslihat dalam Pasal
70 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 untuk mencakup
persoalan afiliasi antara Ahli Elijana Tansah dan Arbiter Humprey
R Djemat yang diajukan oleh Termohon I. Majelis Hakim juga
mendasarkan pertimbangannya dalam mengabulkan Permohonan
Pembatalan Putusan Arbitrase ini dengan precedent sebelumnya
yang memeriksa perkara yang mirip yaitu Putusan Mahkamah
70
Agung Nomor 700 PK/Pdt/2008 jo Putusan Mahkamah Agung
Nomor 02/Banding/Wasit/2004 jo Putusan Pengadilan Negeri
Surabaya Nomor 468/Pdt.G/2003/PN.Sby dimana dalam putusan
itu pertimbangan Majelis Hakim adalah pada bukti yang diajukan
salah satu pihak yang mengajukan bukti yang sifatnya mengelabuhi
dan membuat Majelis Arbiter tidak dapat mendudukkan fakta-fakta
hukum pada keadaan yang sebenarnya. Hal tersebut sama dengan
kasus Pembatalan Putusan BANI Nomor 513/IV/ARB-BANI/2013
dimana dengan bukti Keterangan Ahli Elijana Tansah yang
diajukan oleh Termohon I bersifat mengecoh sehingga
menyebabkan dua Anggota Majelis Arbiter mendasarkan Putusan
nya pada Bukti yang mengecoh yang diajukan oleh Termohon I/
dahulu Pemohon perkara arbitrase. Berdasarkan hal tersebut maka
Pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara
adalah telah sesuai dengan ketentuan Pasal 70 Huruf (c) UU
Arbitrase yang menyebutkan alasan Permohonan Pembatalan
Putusan Arbitrase dengan adanya tipu muslihat yang dilakukan
oleh pihak lawan dalam pemeriksaan sengketa. Selain itu, Majelis
Hakim juga telah mendasarkan Pertimbangannya pada Putusan
Mahkamah Agung Nomor 700 PK/Pdt/2008 jo Putusan Mahkamah
Agung Nomor 02/Banding/Wasit/2004 jo Putusan Pengadilan
Negeri Surabaya Nomor 468/Pdt.G/2003/PN.Sby, hal tersebut
telah sesuai dengan Penjelasan Pasal 70 UU Arbitrase.
2. Akibat Hukum dari dibatalkannya Putusan Badan Arbitrase
Nasional (BANI) Nomor 513/IV/ARB-BANI/2013.
Akibat hukum adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk
memperoleh suatu akibat yang dikehendaki oleh pelaku dan yang
diatur oleh hukum. Tindakan yang dilakukannya merupakan tindakan
hukum yakni tindakan yang dilakukan guna memperoleh suatu akibat
yang dikehendaki hukum (R.Soeroso, 2006:294). Akibat hukum
merupakan segala akibat yang terjadi dari segala perbuatan hukum
71
yang dilakukan oleh subyek hukum terhadap obyek hukum atau
akibat-akibat lain yang disebabkan karena kejadian-kejadian tertentu
oleh hukum yang bersangkutan telah ditentukan atau dianggap sebagai
akibat hukum. Akibat hukum dapat berwujud (Pipin Syarifin,
1999:71):
- Lahirnya, berubahnya atau lenyapnya suatu keadaan hukum.
- Lahirnya, berubahnya atau lenyapnya suatu hubungan hukum
antara dua atau lebih subyek hukum, di mana hak dan
kewajiban pihak yang satu berhadapan dengan hak dan
kewajiban pihak lain.
- Lahirnya sanksi apabila dilakukan tindakan yang melawan
hukum.
- Akibat hukum yang timbul karena adanya kejadian-kejadian
darurat oleh hukum yang bersangkutan telah diakui atau
dianggap sebagai akibat hukum, meskipun dalam keadaan yang
wajar tindakan-tindakan tersebut mungkin terlanrang menurut
hukum.
Menurut Hikmahanto Juwana sebagaimana dikutip oleh
Suleman Batubara terhadap akibat hukum pembatalan putusan
arbitrase adalah (Suleman Batubara, 2003:141), pertama,
Berdasarkan proses dan alasan untuk pembatalan putusan arbitrase
diatur dalam peraturan perundang-undangan suatu negara dan tidak
diatur dalam sebuah perjanjian internasional. Kedua, Berdasarkan
konsekuensi hukumnya, pembatalan putusan arbitrase berakibat
pada dinafikkannya (seolah tidak pernah dibuat) suatu putusan
arbitrase dan pengadilan dapat meminta agar para pihak mengulang
proses arbitrase(re-arbitrate). pembatalan putusan arbitrase tidak
membawa konsekuensi pada pengadilan yang membatalkannya
untuk memiliki wewenang memeriksa dan memutus sengketa.
Mengenai akibat hukum dari pembatalan putusan arbitrase,
lebih lanjut dapat dimengerti mengenai uraian lebih lanjut yaitu:
72
- Upaya hukum pembatalan diistilahkan dengan annualment/set
aside.
- Pengaturan, syarat-syarat, alasan-alasan antara upaya hukum
pembatalan diatur dalam suatu perundang-undangan suatu
negara yaitu UU Arbitrase.
- Akibat hukum dari diterimanya upaya hukum pembatalan
adalah apabila dikabulkannya permohonan pembatalan putusan
arbitrase mengakibatkan putusan arbitrase tersebut dinafikkan
(dianggap tidak pernah ada putusan arbitrase).
- Dikabulkannya permohonan pembatalan putusan arbitrase
membuat para pihak harus mengulang kembali proses arbitrase
(re-arbitrate).
- Dikabulkannya permohonan pembatalan tidak membuat
pengadilan negeri berwenang memeriksa dan memutus
sengketa tersebut.
Akibat dari pembatalan putusan arbitrase juga diatur oleh
UU Arbitrase. Pengaturannya ada di dalam Pasal 72 ayat (2) UU
Arbitrase yang menyatakan “Apabila permohonan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dikabulkan, Ketua Pengadilan Negeri
menentukan lebih lanjut akibat pembatalan seluruhnya atau
sebagian putusan arbitrase”.
Selanjutnya, dalam Penjelasan Pasal 72 ayat (2) UU
Arbitrase menyatakan:
Ketua Pengadilan Negeri diberi wewenang untuk
memeriksa tuntutan pembatalan jika diminta para pihak, dan
mengatur akibat dari pembatalan seluruhnya atau sebagian dari
putusan arbitrase bersangkutan. Selanjutnya, Ketua Pengadilan
Negeri dapat memutuskan bahwa setelah diucapkan pembatalan,
arbiter yang sama atau arbiter lain akan memeriksa kembali
sengketa bersangkutan atau menentukan bahwa suatu sengketa
tidak mungkin diselesaikan lagi melalui arbitrase.
Selanjunya, berdasarkan teori diatas penulis terapkan dalam
kasus Permohonan Pembatalan Arbitrase antara PT.Sea World
Indonesia dengan PT. Pembagunan Jaya Ancol. Berdasarkan Amar
73
Putusan Nomor 305/PDT.G/BANI/2014/PN.JKT.UTR dimana
dalam amarnya pada intinya mengabulkan permohonan pembatalan
putusan arbitrase dari Pemohon (PT. Sea World Indonesia), maka
akibat hukum yang diterima oleh kedua belah pihak adalah:
- Berdasarkan dalam teori sebelumnya yang menyatakan apabila
permohonan pembatalan putusan arbitrase dikabulkan maka
dinafikkannya putusan arbitrase tersebut atau putusan arbitrase
tersebut dianggap tidak pernah dibuat. Mendasarkan dari amar
putusan yang menyatakan bahwa Majelis Hakim Pengadilan
Negeri Jakarta Utara mengabulkan permohonan pembatalan
putusan arbitrase yang diajukan oleh Pemohon PT. Sea World
Indonesia maka berakibat menjadi Putusan BANI Nomor
513/IV/ARB-BANI/2013 dinafikkan atau dianggap tidak
pernah dibuat.
- Akibat Hukum yang seharusnya ditentukan oleh Ketua
Pengadilan Negeri mengenai sengketa yang harusnya diperiksa
oleh arbiter yang sama atau arbiter yang lain atau dinyatakan
tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase sesuai ketentuan
Pasal 72 ayat (2) UU Arbitrase tidak dicantumkan dalam amar
putusannya. Hal tersebut membuat tidak dipenuhinya akibat
hukum sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 72 ayat (2) UU
Arbitrase.
- Apabila Putusan BANI Nomor 513/IV/ARB-BANI/2013
dinafikkan maka segala hak yang timbul dari putusan itu seperti
peralihan hak atas Undersea Wold Indonesia di Taman Impian
Jaya Ancol dari PT. Sea World Indonesia kepada PT.
Pembangunan Jaya Ancol dibatalkan. Dengan adanya Putusan
Nomor 305/PDT.G/BANI/2014/PN.JKT.UTR maka PT.
Pembangunan Jaya Ancol kehilangan hak untuk mengelola
Undersea World Indonesia di Taman Impian Jaya Ancol.
74
- Akibat hukum yang lain adalah kembalinya hak mengelola
kepada PT. Sea World Indonesia. dalam sengketa antara PT.
Sea World Indonesia dan PT. Pembangunan Jaya Ancol.
Berdasarkan analisis penulis Akta Nomor 81 Tahun 1992
tentang Pembangunan, Pengelolaan, dan Pengalihan Hak atas
Undersea World Indonesia di Taman Impuan Jaya Ancol telah
berakhir pada tanggal 6 Juni 2014 sehingga sesuai ketentuan
akta masa kepemilikan hak atas Undersea World Indonesia
milik PT. Sea World Indonesia telah berakhir dan harus
dialihkan kepada PT. Pembangunan Jaya Ancol. Pada
prakteknya, terjadi sengketa dan diselesaikan melalui arbitrase
sesuai Pasal 23 ayat (2) Akta Nomor 81 tahun 1992 tentang
Pembangunan, Pengelolaan, dan Pengalihan Hak atas Undersea
World Indonesia di Taman Impuan Jaya Ancol. Sengketa
tersebut sudah diperiksa dan diputus dengan Putusan BANI
Nomor 513/IV/ARB-BANI/2013, namun dengan Putusan
Nomor 305/PDT.G/BANI/2014/PN.JKT.UTR yang
membatalkan Putusan BANI Nomor 513/IV/ARB-BANI/2013
membuat hak mengelola tetap pada PT. Sea World Indonesia.
Sehingga dibatalkannya Putusan BANI 513/IV/ARB-
BANI/2013 membuat hak mengelola tidak beralih ke tangan
PT. Pembangunan Jayaa Ancol.
- Putusan Nomor 305/PDT.G/BANI/2014/PN.JKT.UTR yang
membuat batalnya Putusan BANI Nomor 513/IV/ARB-
BANI/2013 dinafikkan, juga membuat para pihak yang
bersengketa harus mengulang lagi proses arbitrase untuk
menyelesaikan sengketa yang timbul sebelumnya yaitu masalah
perpanjangan hak opsi secara serta merta yang dilakukan oleh
PT. Sea World Indonesia. Diatur pula dalam Pasal 72 ayat (2)
bahwa Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara berwenang
mengatur akibat dari dibatalkannya putusan arbitrase
75
seluruhnya atau sebagian, tapi di dalam penjelasan dinyatakan
bahwa Ketua Pengadilan Negeri dapat menentukan arbiter yang
sama atau arbiter yang lain dapat memeriksa sengketa yang
bersangkutan atau dapat menentukan bahwa sengketa tersebut
tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase. Dari hal ini dapat
dilihat bahwa akibat hukum dari dibatalkannya Putusan Nomor
305/PDT.G/BANI/2014/PN.JKT.UTR adalah selain hilangnya
hak-hak karena dinafikkannya Putusan BANI Nomor
513/IV/ARB-BANI/2013 adalah bahwa sengketa tersebut harus
diperiksa ulang dan Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang
dalam menentukan dengan arbiter siapa sengketa tersebut
diperiksa dan diputus atau sengketa tersebut diperiksa oleh
Pengadilan Negeri dan menganggap bahwa sengketa tersebut
tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase.
76
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam bab
sebelumnya, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut:
1. Pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta
Utara mengabulkan permohonan pembatalan putusan arbitrase
yang diajukan oleh PT. Sea World Indonesia adalah Pemohon
dalam mengajukan permohonan pembatalan putusan arbitrase
telah sesuai dengan Pasal 70 Undang-Undang Nomor 30 Tahun
1999 yang menyatakan bahwa: “Terhadap Putusan Arbitrase
para pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan apabila
putusan tersebut diduga mengandung unsur-unsur sebagai
berikut:
a. Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan,
setelah putusan dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan
palsu.
b. Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat
menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan; atau
c. Putusan diambil dari tipu muslihat yang dilakukan oleh
salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa.”
Majelis Hakim dalam pertimbangannya menyatakan bahwa
berdasarkan pemeriksaan perkara dan bukti-bukti yang
diperiksa, bahwa Putusan BANI Nomor 513/IV/ARB-
BANI/2013 diambil dari tipu muslihat yang dilakukan oleh PT.
Pembangunan Jaya Ancol. Tipu Muslihat sebagaimana yang
dimaksud oleh Majelis Hakim adalah bahwa Termohon I dalam
pemeriksaan perkara melalui Lembaga Arbitrase yaitu BANI,
mengajukan Arbiter dan Ahli yang keduanya saling mengenal
dan memiliki hubungan pekerjaan. Keterangan Ahli yang
diajukan menimbulkan Majelis Arbiter mendasarkan
77
putusannya pada Keterangan Ahli yang memiliki hubungan dan
kepentingan dengan salah satu Arbiter. Hal tersebut
dipertimbangkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta
Utara sebagai tipu muslihat yang dilakukan oleh Pihak
Termohon I atau PT. Pembangunan Jaya Ancol untuk
mengelabui pihak Pemohon atau PT. Sea World Indonesia.
2. Akibat hukum dari dibatalkannya Putusan BANI Nomor
513/IV/ARB-BANI/2013 adalah menjadi dinafikkannya
Putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) Nomor
513/IV/ARB-BANI/2013 atau putusan tersebut dianggap tidak
pernah ada. Berdasarkan Pasal 72 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 1999 yang menyatakan pada intinya Ketua
Pengadilan Negeri menentukan akibat dari dibatalkannya
putusan arbitrase dan menentukan apakah arbitrase akan
diperiksa oleh arbiter yang sama atau arbiter lain atau
menyatakan bahwa sengketa tidak dapat diselesaikan melalui
arbitrase. Dengan dibatalkannya Putusan Badan Arbitrase
Nasional Indonesia (BANI) Nomor 513/IV/ARB-BANI/2013
menimbulkan hak mengelola Undersea World Indonesia tetap
pada PT. Sea World Indonesia.
B. Saran
Sebagai rekomendasi penulis dalam ilmu hukum maka saran
penulis adalah sebagai berikut:
1. Penulis menyarankan kepada pemerintah untuk membuat
Peraturan atau Undang-Undang mengenai Arbitrase ini yang
memberikan definisi mengenai tipu muslihat, pemalsuan, dan
penyembunyian fakta/dokumen. Penulis berpendapat bahwa
terdapat banyak kerancuan dalam Undang-Undang Nomor 30
Tahun 1999 dalam hal Pembatalan Putusan Arbitrase. Untuk
mengabulkan Permohonan Pembatalan, Majelis Hakim
memeriksa apakah Putusan Arbitrase yang dibatalkan
78
memenuhi unsur sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 70
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, yaitu, adanya dugaan
yang sah bahwa Putusan Arbitrase tersebut mengandung unsur
pemalsuan, tipu muslihat, atau penyembunyian fakta atau
dokumen. Kerancuan yang Penulis maksud UU Arbitrase tidak
memberikan penjelasan secara tegas mengenai yang dimaksud
dengan dugaan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 70.
Selain itu, UU Arbitrase juga tidak memberikan definisi secara
jelas mengenai apa yang dimaksud dengan tipu muslihat,
pemalsuan dan penyembunyian fakta/dokumen. Hal ini
menimbulkan multitafsir dan dapat ditafsirkan berbeda-beda
bagi Hakim yang memeriksa.
2. Penulis menyarankan kepada pemerintah untuk membuat
Peraturan atau Undang-Undang yang memuat aturan untuk
memberikan akibat hukum yang jelas bagi para pihak. Penulis
berpendapat terdapat ketentuan yang bertentangan dengan
prakteknya di dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999,
yaitu di dalam ketentuan Pasal 72 ayat (2). Penjelasan Pasal 72
ayat (2) menyatakan pada intinya, bahwa Ketua Pengadilan
Negeri dapat memutuskan apakah sengketa diselesaikan oleh
arbiter yang sama atau arbiter lain atau memutuskan bahwa
sengketa tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase, sedangkan
dalam prakteknya banyak Hakim yang memutus tanpa
memberikan akibat yang diatur pada pasal 72 ayat (2).
79
DAFTAR PUSTAKA
Abdulkadir Muhammad. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: Citra
Aditya Bakti.
Adi Sulistiyono. 2006. Mengembangkan Paradigma Non Litigasi di Indonesia.
Surakarta: UNS Press.
Agnes M.Toar,Dkk. 1995. Seri Dasar-Dasar Hukum Ekonomi 2 Arbitrase di
Indonesia. Jakarta: Ghalia press.
Elisabeth Nurhaini Butarbutar. 2010. “Arti Pentingnya Pembuktian Dalam Proses
Penemuan Hukum di Peradilan Perdata”. Mimbar Hukum. Volume 22, Nomor 2
Juni 2010.Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Erman Radjagukguk. 2000. Arbitrase Dalam Putusan Pengadilan. Jakarta:
Chandra Pratama.
Garry Goodpaster. 1995. Tinjauan Terhadap Penyelesaian Sengketa, Seri Dasar-
dasar Hukum Ekonomi Arbitrase di Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia
Gunawan Widjaja & Michael Adrian. 2008. Seri Aspek Hukum Dalam Bisnis:
Peran Pengadilan Dalam Penyelesaian Sengketa Oleh Arbitrase. Jakarta: Prenada
Media Group.
. 2001. Alternatif Penyelesaian Sengketa. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
H.Jafar Sidik. “Seputar Arbitrase Institusional dan Arbitrase Ad-Hoc”. Jurnal
Ilmu Hukum Wacana Paramarta. Bandung: Universitas Langlangbuana.
Hendhy Timex. 2013.”Pelaksanaan dan Pembatalan Putusan Arbitrase”. Lex
Privatum. Vol I No 2, Apr/Jun 2013. Manado: Universitas Sam Ratulangi.
Huala Adolf. 1991. Arbitrase Komersial Internasional. Jakarta: Rajawali Press.
. 2002. Arbitrase Komersial Internasional Edisi Revisi. Jakarta: Sinar
Grafika.
Joni Emirzon. 2001.Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan (
Negosiasi, Mediasi, Arbitrase ). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
M.Husni. 2008. “Arbitrase Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis di
Luar Pengadilan”. Jurnal Equality. Vol 13 No 1 Februari 2008. Medan:
Universitas Sumatera Utara.
M.Yahya Harahap. 1991. Arbitrase. Jakarta: Pustaka Kartini.
. 1993. Perlawanan Terhadap Eksekusi Grosse Akta serta
Putusan Pengadilan dan Arbitrase dan Standar Hukum Eksekusi. Bandung: Citra
Aditya Bakti.
80
Munir Fuady, 2000. Arbitrase Nasional ( Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis
). Bandung: Citra Aditya Bakti.
Mutiara Hikmah. “Implementasi Konvensi New York 1958 Dalam Perkara-
Perkara Arbitrase Internasional di Indonesia”. Jurnal Opinio Juris. Vol 13 Mei-
Agustus 2013. Jakarta: Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional.
Peter Mahmud Marzuki. 2014. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group
Pipin Syarifin. 1999. Pengantar Ilmu Hukum. Bandung: Pustaka Setia.
Priyatna Abdurrasyid. 2002. Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
(APS) Suatu Pengantar. Jakarta: PT.Fikahati Aneska.
R.Soeroso. 2006. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.
R.Subekti. 1987. Arbitrase Perdagangan. Bandung: Bina Cipta.
Riskin and Westbrook. 1987. Dispute Resolution and Lawyer, American
Casebook Series. St.Paul: West Publishing Company.
Soerjono Soekanto. 1986. Pengantar Penelitian Hukum Cetakan ke-3. Jakarta: UI
Press.
& Sri Mamudji. 2001. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta:
Rajawali pers.
Sudargo Gautama. 2004. Arbitrase Luar Negeri dan Pemakaian Hukum
Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti.
. 1999, Undang-Undang Arbitrase Baru, 1999. Bandung: Citra
Aditya Bakti.
. 1996. Aneka Hukum Arbitrase Indonesia. Bandung: Citra
Aditya Bakti.
Sudikno Mertokusumo. 1996. Penemuan Hukum. Yogyakarta: Liberty.
Suleman Batubara. 2003. Arbitrase Internasional. Depok: Raih Asa Sukses.
Suyud Margono. 2000. ADR Alternatif Disputes Resolution dan Arbitrase Proses
Pelembagaan dan Aspek Hukum. Bogor: Ghalia Indonesia.
Internet
Aldo Rico Geraldi,dkk, Penyelesaian Sengketa Kasus Investasi AMCO vs
Indonesia Melalui ICSID,
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=150949&val=907&title=PE
NYELESAIAN%20SENGKETA%20KASUS%20INVESTASI%20AMCO%20V
81
S%20INDONESIA%20MELALUI%20ICSID (diakses pada tanggal 19
November 2015).
Rahmadi Indra Tektona, Arbitrase Sebagai Alternatif Solusi Penyelesaian
SengketaBisnis di Luar Pengadilan,
http://journal.unnes.ac.id/artikel_nju/pandecta/2327, (diakses pada tanggal 18
November 2015).
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa
HIR, RBG, Rv
Konvensi New York 1958
Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1981 tentang Ratifikasi Konvensi New
York 1958.
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
P U T U S A N
Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang memeriksa dan mengadili
perkara-perkara permohonan pembatalan Putusan Badan Arbitrase Nasional
Indonesia (BANI) dalam tingkat pertama telah menjatuhkan putusan sebagai
berikut dalam perkara antara:
PT. SEA WORLD INDONESIA (d/h PT. LARAS TROPIKA
NUSANTARA), berkedudukan di Taman Impian
Jaya Ancol, Jalan Lodan Timur Nomor 7
Jakarta Utara 14430, yang diwakili oleh
EFRIJANTO SALIM selaku Presiden Direktur
dan H. SONNY WIBISONO WIDJANARKO
selaku Direktur, selanjutnya disebut sebagai
PEMOHON;
Dalam hal ini memberikan kuasa kepada:
1. PETER KURNIAWAN, S.H.;
2. EMI ROSMININGSIH, S.H.;
3. RUDIANTO, S.H.;
4. AGUSTINUS DHIMAS MAKUPRATHOWO,
S.H.;
Masing-masing Advokat pada Kantor Hukum
“CAKRA & CO”, beralamat di Gedung World
Trade Center II Buliding, 18th floor Jalan
Jenderal Sudirman Kav. 29-31 Jakarta 12920
berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 22
Juli 2014;
L A W A N
1. PT. PEMBANGUNAN JAYA ANCOL (Persero), Tbk,
berkedudukan di Gedung Ecovention Jalan Lodan Timur Nomor 7
Taman Impian Jaya Ancol Jakarta Utara, yang diwakili oleh GATOT
Halaman 1 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
SETYOWALUYO selaku Direktur Utama, selanjutnya disebut
sebagai TERMOHON I;
Dalam hal ini memberikan kuasa kepada:
1. IIM ZOVITO SIMANUNGKALIT, S.H., M.H.;
2. ARIEF NUGROHO S, S.H.;
3. HENDRA K SEMBIRING, S.H.;
Masing-masing Advokat pada Kantor Hukum
“IIM ZOVITO, S.H., M.H. & Rekan”, beralamat
di Gedung Jaya lantai 4, Jalan MH. Thamrin
Nomor 12 Jakarta 10340, berdasarkan Surat
Kuasa Khusus tanggal 18 Agustus 2014;
2. BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA (BANI), beralamat
di Gedung Wahana Graha lantai 1 & 2, Jalan Mampang Prapatan
Raya Nomor 2 Jakarta Selatan 12760, yang diwakili oleh M.
HUSSEYN UMAR, S.H., FCBArb. selaku Wakil Ketua, selanjutnya
disebut sebagai TERMOHON II;
Dalam hal ini memberikan kuasa kepada:
1. RAHAYU INDRASTUTI, S.H., M.H.;
2. ANITHA DJ PUSPOKUSUMO, S.H., M.H.;
3. SALEH BALFAST, S.H.;
4. ARIADIPURA, S.H.;
Masing-masing Advokat pada Kantor Hukum
“YULWANSYAH, BALFAST & Partners”,
beralamat di Jalan Iskandarsyah I Nomor 4
Kebayoran Baru Jakarta Selatan, berdasarkan
Surat Kuasa Khusus Nomor 14.161/VIII/SK-
BANI/HU tanggal 25 Agustus 2014;
Pengadilan Negeri tersebut;
Setelah membaca berkas perkara beserta surat-surat yang
bersangkutan;
Setelah mendengar kedua belah pihak yang berperkara;
Halaman 2 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
TENTANG DUDUK PERKARA
Menimbang, bahwa Pemohon dengan surat permohonannya tanggal 23
Juli 2014 yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada
tanggal 24 Juli 2014, terdaftar dalam register Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN
Jkt.Utr, telah mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
1. Bahwa Majelis Arbiter pada Termohon II telah memutus Putusan BANI
No. 513 pada tanggal 5 Juni 2014 dengan amar putusan sebagai berikut:
MEMUTUSKAN:
DALAM KONVENSI
Dalam Eksepsi
Menolak Eksepsi Termohon Konvensi untuk seluruhnya.
Dalam Pokok Perkara
1. Mengabulkan permohonan dari Pemohon Konvensi untuk sebagian.
2. Menyatakan Perjanjian Pembangunan, Pengelolaan, dan
Pengalihan Hak Atas UNDERSEA WORLD INDONESIA di Taman
Impian Jaya Ancol sebagaimana tertuang dalam Perjanjian
Pembangunan, Pengelolaan, dan Pengalihan No. 81 tanggal 21
September 1992 yang dibuat di hadapan SUTJIPTO, S.H., Notaris di
Jakarta, berakhir pada tanggal 06 Juni 2014.
3. Menyatakan opsi perpanjangan masa Perjanjian Pembangunan,
Pengelolaan, dan Pengalihan Hak Atas UNDERSEA WORLD
INDONESIA di Taman Impian Jaya Ancol sebagaimana tertuang
dalam Perjanjian Pembangunan, Pengelolaan, dan Pengalihan No.
81 tanggal 21 September 1993 yang dibuat di hadapan SUTJIPTO,
S.H., Notaris di Jakarta, adalah tidak berlaku secara serta merta
atau otomatis, melainkan bersyarat dapat diperpanjang dengan
perjanjian baru yang disepakati Pemohon Konvensi dan Termohon
Konvensi.
4. Menghukum Termohon Konvensi untuk menyerahkan bangunan
UNDERSEA WORLD INDONESIA termasuk peralatan serta fasilitas
dan barang inventaris lainnya sesuai dengan Berita Acara
Pemeriksaan Setempat tanggal 20 Februari 2014 yang dilakukan
oleh Majelis dan Para Pihak kepada Pemohon Konvensi dalam
Halaman 3 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
keadaan baik dan berfungsi sebagaimana mestinya pada saat
pengelolaan berakhir, yaitu tanggal 06 Juni 2014.
5. Menolak permohonan Pemohon Konvensi untuk selebihnya.
DALAM REKONVENSI
Menolak Permohonan Rekonvensi dari Pemohon Rekonvensi/Termohon
Konvensi seluruhnya.
DALAM KONVENSI DAN REKONVENSI
1. Menghukum Pemohon Konvensi/Termohon Rekonvensi dan
Termohon Konvensi/Pemohon Rekonvensi membayar biaya
administrasi, biaya pemeriksaan, dan biaya arbiter dalam Konvensi
masing-masing seperdua bagian.
2. Memerintahkan Termohon Konvensi/Pemohon Rekonvensi untuk
mengembalikan ½ (seperdua) biaya administrasi, biaya
pemeriksaan, dan biaya arbiter dalam Konvensi, yaitu sebesar Rp
261.900.000,- (dua ratus enam puluh satu juta sembilan ratus ribu
rupiah) kepada Pemohon Konvensi/Termohon Rekonvensi.
3. Menghukum Termohon Konvensi/Pemohon Rekonvensi untuk
membayar biaya administrasi, biaya pemeriksaan, dan biaya arbiter
dalam Rekonvensi sebesar Rp 523.800.000,- (lima ratus dua puluh
tiga juta delapan ratus ribu rupiah) untuk seluruhnya.
4. Menghukum Pemohon dan Termohon untuk melaksanakan putusan
ini selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak putusan diucapkan.
5. Menyatakan putusan ini putusan dalam tingkat pertama dan terakhir
serta mengikat kedua belah pihak.
6. Memerintahkan Sekretaris Majelis dalam perkara ini mendaftarkan
Putusan Arbitrase tersebut pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri
Jakarta Utara pada waktu sesuai yang ditetapkan dalam Undang-
undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa.
2. Bahwa Putusan BANI No. 513 telah didaftarkan pada Pengadilan Negeri
Jakarta Utara tanggal 1 Juli 2014 di bawah register No. 02/WASIT/2014/
PN.JKT.UT sebagaimana dalam surat Termohon II No. 14.1148/VII/
BANI/ED tertanggal 2 Juli 2014 (terlampir).
Halaman 4 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
3. Bahwa atas Putusan BANI No. 513, Pemohon mengajukan Permohonan
Pembatalan pada tanggal 24 Juli 2014. Dengan demikian, maka
Permohonan Pembatalan Putusan BANI No. 513 ini masih dalam jangka
waktu yang ditentukan dan oleh karenanya patut dan berdasar hukum
utnuk diterima, sesuai ketentuan Pasal 71 Undang-undang No. 30 Tahun
1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
(selanjutnya disebut “UU Arbitrase”) yang berbunyi:
“Permohonan pembatalan putusan arbitrase harus diajukan secara tertulis
dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak hari
penyerahan dan pendaftaran putusan arbitrase kepada panitera pengadilan
negeri.”
4. Bahwa sebelumnya kami sampaikan adapun alasan-alasan kami
mengajukan Permohonan Pembatalan terhadap Putusan BANI No. 513
adalah sebagai berikut:
a. Pemohon menemukan dokumen maupun fakta yang disembunyikan baik
oleh Termohon I sebagai pihak maupun salah satu arbiter Termohon II
yang ditunjuk oleh Termohon I yang sifatnya menentukan setelah
Putusan BANI No. 513 diputus. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal
70 huruf b UU Arbitrase yang menyebutkan:
“Terhadap putusan para pihak dapat mengajukan permohonan
pembatalan apabila putusan tersebut diduga mengandung unsur-unsur
sebagai berikut:
b. Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat
menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan; atau”
b. Bahwa Putusan BANI No. 513 terindikasi kuat putus berdasarkan tipu
muslihat yang menunjukkan keberpihakan Termohon II kepada salah
satu pihak sehingga adalah berdasar hukum Putusan BANI No. 513
untuk dibatalkan. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 70 huruf c UU
Arbitrase yang menyebutkan:
“Terhadap putusan para pihak dapat mengajukan permohonan
pembatalan apabila putusan tersebut diduga mengandung unsur-unsur
sebagai berikut:
c. Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah
satu pihak dalam pemeriksaan sengketa.”
Halaman 5 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
c. Bahwa Majelis Termohon II telah melakukan kekeliruan nyata dalam
memutus perkara terkait penggunaan dasar hukum pengambilan
keputusan, yaitu ketentuan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 38 tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah
Nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik/Daerah
(selanjutnya disebut “PP No. 38/2008”).
d. Bahwa Putusan BANI No. 513 telah melanggar azas kebebasan
berkontrak dan hukum perjanjian yang diatur dalam Pasal 1338
KUHPerdata.
e. Bahwa Termohon II selaku Majelis Pemutus telah memberikan putusan
yang melebihi tuntutan dalam permohonan arbitrase (ultra vires)
sehingga adalah patut dan berdasar hukum untuk dibatalkan berdasar
ketentuan Pasal 643 RV angka 4 yang menyatakan:
“4. Bila diputuskan tentang sesuatu yang tidak dituntut, atau dengan itu
diberikan lebih dari yang dituntut.”
Dengan demikian maka Permohonan Pembatalan Putusan BANI No. 513
ini adalah layak dan berdasar hukum untuk diterima dan dikabulkan.
Adapun alasan-alasan maupun dasar hukum Permohonan Pembatalan
Putusan BANI No. 513 adalah sebagai berikut:
Pemohon Menemukan Dokumen yang Sifatnya Menentukan di mana Dokumen
Ini Menunjukkan Adanya Afiliasi antara Saksi Ahli yang Diajukan Pemohon
Arbitrase dengan Salah Satu Arbiter yang Mempengaruhi Putusan BANI No.
513 Sebagaimana dimaksud dalam Ketentuan Pasal 70 Huruf b UU Arbitrase.
1. Bahwa dalam pemeriksaan Perkara No. 513/IV/ARB-BANI/2013, pihak
Termohon I mengajukan salah satu arbiter yang ada di Termohon II,
yaitu HUMPREY R. DJEMAT, S. H., LL. M., FCBArb. sebagai arbiter.
2. Bahwa dalam persidangan pada tangal 30 Januari 2014, Termohon I
mengajukan Ahli M. E. ELIJANA TANSAH, S. H untuk didengar
keterangannya di hadapan Majelis Arbiter Perkara No. 513/IV/ARB-
BANI/2013. Dalam pemeriksaan tersebut, Majelis Arbiter telah
memeriksa dan meminta keterangan dari Ahli M. E. ELIJANA TANSAH,
S. H.
Halaman 6 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
3. Bahwa ternyata setelah Putusan BANI No. 513 dibacakan pada tanggal
5 Juni 2014, Pemohon menemukan fakta dan bukti berupa berita dalam
situs hukumonline.com tertanggal 6 Maret 2009 yang menyebutkan:
“... ELIJANA TANSAH dari Kantor Advokat GANI DJEMAT & PARTNERS
berpendapat lain ... dst.”
Berita dalam hukumonline.com ini menunjukkan bahwa Ahli M. E. ELIJANA
TANSAH, S. H terafiliasi dengan salah satu Majelis Arbiter, yaitu
HUMPREY R. DJEMAT, S. H., LL. M., FCBArb. yang notabene adalah
arbiter yang ditunjuk oleh PT. PEMBANGUNAN JAYA ANCOL (Persero),
Tbk. i.c. Termohon I/dahulu Pemohon Arbitrase.
4. Bahwa dengan demikian maka seharusnya Ahli M. E. ELIJANA
TANSAH, S.H pada saat dimintai keterangannya pada persidangan
tanggal 6 Februari 2014 wajib menolak untuk memberikan keterangan
dengan alasan terdapat benturan kepentingan HUMPREY R. DJEMAT,
S. H., LL. M., FCBArb. yang merupakan Majelis Arbiter Perkara No. 513/
IV/ARB-BANI/2013 yang ditetapkan oleh Termohon II sebagai Majelis
Perkara.
5. Bahwa demikian juga dengan HUMPREY R. DJEMAT, S. H., LL. M.,
FCBArb. sebagai salah satu Arbiter Perkara No. 513/IV/ARB-BANI/2013,
wajib menolak untuk memeriksa dan/atau meminta keterangan dari Ahli
M. E. ELIJANA TANSAH, S.H. dengan alasan terdapat benturan
kepentingan yang dapat mempengaruhi independensi keterangan-
keterangan Ahli M. E. ELIJANA TANSAH, S.H. dalam pemeriksaan,
termasuk objektifitas HUMPREY R. DJEMAT, S. H., LL. M., FCBArb
sebagai slaah satu anggota Majelis Arbiter yang ditetapkan oleh
Termohon II.
6. Bahwa jika keadaan ataupun fakta ini oleh Pemohon pada saat
persidangan, maka tentunya Pemohon akan mengajukan keberatan dan
menolak Ahli M. E. ELIJANA TANSAH, S.H. untuk diperiksa dan
didengar keterangannya.
7. Bahwa adanya konspirasi ini semakin ditunjukkan dalam pertimbangan
hukum Putusan BANI No. 513, halaman 55, paragraf 1 menyebutkan:
“Menimbang bahwa terhadap dua pendapat tersebut, Majelis menganggap
bahwa pendapat Ahli M. E. ELIJANA TANSAH, S. H yang tepat, karena
Halaman 7 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
sebagaimana peraturan-peraturan dan doktrin-doktrin yang telah kita
pertimbangkan di atas, perjanjian BOT hanya dapat dilangsungkan selama
maksimal 30 tahun. Di samping itu, karena tidak tercapai kesepakatan
sebagai syarat adanya perjanjian baru sebagaimana ketentuan Pasal 1320
KUHPerdata, maka perjanjian tersebut serta merta otomatis bisa
diperpanjang.”
Pertimbangan hukum dimaksud benar-benar mengesampingkan
keterangan Prof. NINDYO PRAMONO, S.H., M.H. sebagai Ahli Hukum
Perjanjian dan Hukum Bisnis yang diajukan Pemohon dan justru langsung
menyatakan bahwa keterangan Ahli M. E. ELIJANA TANSAH, S.H. adalah
benar.
Patut Diduga Putusan Bani No. 513 Diambil dari Hasil Tipu Muslihat dari Pihak
Pemohon Arbitrase Sebagaimana Dimaksud dalam Ketentuan Pasal 70 Huruf
c Arbitrase
8. Bahwa dengan fakta adanya hubungan antara Majelis Arbiter Termohon
II (HUMPREY R. DJEMAT, S. H., LL. M., FCBArb) dengan Ahli M. E.
ELIJANA TANSAH, S.H, yang diajukan oleh Termohon I sebagai salah
satu pihak dalam Perkara Arbitrase No. 513/IV/ARB-BANI/2013, patut
diduga telah terjadi konspirasi sejak awal didaftarkannya Permohonan
Arbitrase yang bertujuan untuk menghilangkan hak-hak dan kepentingan
hukum Pemohon.
9. Bahwa dalam hal ini dapat dilihat dari fakta-fakta bahwa:
a. PT. PEMBANGUNAN JAYA ANCOL
(Persero), Tbk. i.c Termohon I/dahulu
Pemohon Arbitrase menunjuk Termohon II
sebagai arbiter dari PT. PEMBANGUNAN
JAYA ANCOL (Persero), Tbk.
b. PT. PEMBANGUNAN JAYA ANCOL
(Persero), Tbk. i.c Termohon I/dahulu
Pemohon Arbitrase mengajukan Ahli M. E.
ELIJANA TANSAH, S.H. untuk diperiksa dan
didengar keterangannya dalam persidangan.
c. Ahli M. E. ELIJANA TANSAH, S.H. yang
diajukan oleh PT. PEMBANGUNAN JAYA
Halaman 8 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
ANCOL (Persero), Tbk. i.c Termohon I/dahulu
Pemohon Arbitrase memiliki hubungan/afiliasi
dengan Termohon II.
d. Dalam persidanagn, baik Ahli M. E. ELIJANA
TANSAH, S. H maupun Termohon II
menyembunyikan fakta adanya afiliasi di
antara keduanya dan dalam Putusan Bani No.
513, keterangan Ahli M. E. ELIJANA
TANSAH, S.H. dijadikan pedoman dalam
mempertimbangkan putusan dimaksud.
10.Bahwa dengan demikian, adalah sangat jelas itikad tidak baik dan
konspirasi dari awal untuk mempecundangi Pemohon dalam perkara
arbitrase ini.
11.Bahwa hal ini jelas memenuhi persyaratan untuk pembatalan suatu
putusan arbitrase berdasarkan ketentuan Pasal 70 huruf c UU Arbitrase.
Oleh karena itu, Putusan BANI No. 513 adalah berdasar hukum dan
sangat beralasan untuk dibatalkan.
Majelis Arbitrase Telah Melakukan Kekeliruan Nyata dalam Memutus Perkara
Terkait Penggunaan Dasar Hukum Pengambilan Keputusan
12.Bahwa untuk memenangkan dan/atau mengakomodir kepentingan salah
satu pihak, yakni Termohon I, Majelis Arbiter telah dengan sengaja
melakukan kekeliruan nyata dalam pertimbangan hukumnya yang
mengakibatkan Putusan BANI No. 513 tidak sesuai dengan perundang-
undangan dan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.
13.Bahwa Majelis Arbiter pada Termohon II telah menggunakan dan/atau
mempertimbangkan ketentuan hukum yang tidak tepat, yaitu
penggunaan PP No. 38/2008 sebagaimana pertimbangan hukum
Termohon II dalam Putusan BANI No. 513 halaman 50 paragraf 4 dan 5
yang menyatakan:
- “Menimbang, bahwa objek Perjanjian Pembangunan, Pengelolaan, dan
Pengalihan No. 81 berupa bangunan UNDERSEA WORLD INDONESIA
dan peralatan serta fasilitas dan barang inventaris lainnya yang didirikan
di atas tanah yang merupakan bagian Sertifikat Hak Pengelolaan
Pemerintah Daerah, Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. I/1987 tanggal
Halaman 9 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
23 Februari 1987 yang terletak di Taman Impian Jaya Ancol, Kelurahan
Ancol, Kecamatan Penjaringan, Wilayah Kota Jakarta Utara, Daerah
Khusus Ibukota Jakarta (Bukti P-14).
- Menimbang, bahwa dikarenakan proyek UNDERSEA WORLD
INDONESIA tersebut didirikan di atas tanah milik Pemerintah Daerah,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta dalam bentuk Hak Pengelolaan, maka
terhadapnya berlaku dan diterapkan ketentuan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 38 tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik/
Daerah.”
14.Bahwa Perjanjian Pembangunan, Pengelolaan, dan Pengalihan Hak
Atas Tanah No. 81 tanggal 21 September 1992 yang dibuat di hadapan
SUTJIPTO, S.H., Notaris di Jakarta (“Perjanjian Kerja Sama”) yang
menjadi pokok sengketa dalam perkara a quo dibuat pada tahun 1992.
Sedangkan Termohon II menggunakan alas dasar hukum yang baru
ditetapkan jauh sesudah Perjanjian Kerja Sama dibuat dan
ditandatangani oleh para pihak.
15.Bahwa Termohon II dengan sengaja mengakomodir ketentuan-ketentuan
dalam PP No. 38/2008 untuk menguatkan dan/atau menguntungkan
dalil-dalil salah satu pihak, yakni PT. PEMBANGUNAN JAYA ANCOL
(Persero), Tbk. i.c Termohon I/dahulu Pemohon Arbitrase, padahal hal ini
adalah tidak tepat.
16.Bahwa dalam PP No. 38/2008, ditujukan khusus kepada hak-hak
kepemilikan Badan Usaha Milik Negara/Daerah. Sedangkan faktanya,
terkait dengan Sertifikat Hak Pengelolaan No. 1/1987 tanggal 23
Februari 1987 adalah bukan barang milik negara/daerah maupun dalam
penguasaan i.c Pemerintah Propinsi DKI Jakarta, melainkan sudah di-
inbreng-kan kepada PT. PEMBANGUNAN JAYA ANCOL (Persero), Tbk.
17.Bahwa berdasarkan Bukti P-14 dijelaskan Sertifikat Hak Pengelolaan No.
1/1987 tanggal 23 Februari 1987 telah di-inbreng-kan oleh Pemerintah
Propinsi DKI Jakarta sebagai model ke dalam PT. PEMBANGUNAN
JAYA ANCOL (Persero), Tbk. Dengan demikian maka sudah tidak
melekat kepemilikan tanah sesuai Sertifikat Hak Pengelolaan No. 1/1987
tanggal 23 Februari 1987 adalah milik PT. PEMBANGUNAN JAYA
Halaman 10 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
ANCOL (Persero), Tbk. i.c Termohon I/dahulu Pemohon Arbitrase dan
bukan lagi Pemerintah Propinsi DKI Jakarta. Karenanya tidak tepat jika
menjustifikasi bahwa tanah yang digunakan oleh PT. PEMBANGUNAN
JAYA ANCOL (Persero), Tbk. i.c Termohon I/dahulu Pemohon Arbitrase
untuk bekerja sama dengan Pemohon adalah milik negara i.c
Pemerintah Propinsi DKI Jakarta sehingga dapat dikaitkan dengan PP
No. 38/2008 beserta ketentuan teknis lainnya.
18.Bahwa dengan demikian adalah tidak tepat seluruh pertimbangan hukum
Termohon II yang menggunakan dasar-dasar maupun ketentuan hukum
terkait adanya kepemilikan pemerintah dalam kerja sama antara
Pemohon dan Termohon I sesuai Perjanjian Kerja Sama. Oleh
karenanya terbukti Termohon II telah melakukan kekeliruan nyata dalam
pertimbangan hukum Putusan BANI No. 513.
Putusan BANI No. 513 Telah Melanggar Azas Kebebasan Berkontrak dan
Hukum Perjanian yang Diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata
19.Bahwa Perjanjian Pembangunan, Pengelolaan, dan Pengalihan Hak
Atas UNDERSEA WORLD INDONESIA di Taman Impian Jaya Ancol No.
81 tanggal 21 September 1992 yang dibuat di hadapan SUTJIPTO, S.H.,
Notaris di Jakarta (“Perjanjian Kerja Sama”) antara Pemohon dan
Termohon I adalah sah dan mengikat dan berlaku sebagai undang-
undang bagi para pihak yang membuatnya.
20.Bahwa Perjanjian Kerja Sama telah dibuat dan disepakati serta
ditandatangani oleh kedua belah pihak dan telah memenuhi syarat Pasal
1320 KUHPerdata, yaitu:
a. Sepakat mereka yang mengikat dirinya.
b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.
c. Suatu hal tertentu.
d. Suatu sebab yang halal.
21.Bahwa seluruh isi Perjanjian Kerja Sama telah dimengerti oleh para
pihak yang membuatnya termasuk tujuan dan maksud-maksud yang
tertuang dan diatur dalam Perjanjian Kerja Sama. Tidak ada lagi
penafsiran-penafsiran yang berbeda antara kedua belah pihak sehingga
kedua belah pihak secara sadar dan itikad baik membuat dan
menandatangani Perjanjian Kerja Sama dimaksud.
Halaman 11 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
22.Bahwa permohonan arbitrase yang diajukan oleh Termohon I adalah
terkait penafsiran ketentuan yang telah diatur sejak 20 (dua puluh) tahun
lalu di mana pada saat dibuat dan ditandatanganinya Perjanjian Kerja
Sama tidak ada pihak yang berkeberatan maupun meminta adanya
perubahan isi perjanjian dalam hal ini terkait hak opsi yang mutlak dimiliki
oleh Pemohon termasuk tata cara penggunaan hak opsi dimaksud. Hal
ini sejalan dengan pertimbangan hukum Majelis Termohon II yang
memberikan pendapat berbeda (disenting opinion) dalam Putusan BANI
No. 513 bagian perbedaan pendapat halaman 5 paragraf 1 s/d 5 yang
menyatakan:
“Menimbang tentang tahapan kedua Ahli M. E. ELIJANA TANSAH, S.H.
berpendapat bahwa setelah Termohon memberitahukan kepada Pemohon,
bahwa akan melaksanakan hak opsinya Pemohon dan Termohon subject to
membuat perjanjian yang baru. Demikian juga Ahli Prof. Dr. NINDYO
PRAMONO, S. H., M. S berpendapat setelah Termohon melaksanakan hak
opsinya, tahapan selanjutnya Pemohon dan Termohon membuat perjanjian
yang baru yang didasarkan pada Perjanjian Akta 81 kecuali tentang hasil
penjualan tiket masih harus dirundingkan untuk disepakati.
Menimbang bahwa oleh karenanya yang diperlukan kata sepakat/
persetujuan Pemohon dan Termohon adalah tentang pembuatan perjanjian
yang baru bukan tentang pelaksanaan hak dan opsi Termohon.
Menimbang bahwa Pemohon dan Termohon dalam Akta Notaris No. 81
termaksud telah bersepakat tentang berakhirnya Perjanjian Akta Nomor 81
sebagaimana dicantumkan secara limitatif dalam Pasal 8 ayat (3) Perjanjian
Akta Nomor 81.
Menimbang dalam Pasal 8 ayat (3) Perjanjian Akta Nomor 81 disebutkan
bahwa perjanjian ini akan berakhir dengan sendirinya setelah lewatnya
jangka waktu berlakunya perjanjian.
Menimbang bahwa sesuai dengan azas kebebasan berkontrak dalam Pasal
8 ayat (6) Perjanjian Akta Nomor 81, Pemohon dan Termohon bersepakat
untuk memberikan hak opsi kepada Termohon untuk memperpanjang masa
pengelolaan selama maksimal 20 (dua puluh) tahun lagi.”
23.Bahwa dengan mengakomodir kepentingan hukum Pemohon untuk
melakukan penafsiran bukti dan/atau isi Perjanjian Kerja Sama yang sah
Halaman 12 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
dan mengikat antara Pemohon dan Termohon I, maka sesungguhnya
Termohon I telah melanggar azas kebebasan berkontrak dan
mengesampingkan ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata.
24.Bahwa ketentuan yang diatur dalam Pasal 8 ayat (6) Perjanjian Kerja
Sama mengenai hak opsi yang dimiliki Pemohon adalah tidak dapat
ditafsirkan lain karena sudah jelas maksud dan tujuannya di mana
Pemohon memiliki hak opsi untuk memperpanjang masa pengelolaan
selama maksimal 20 (dua puluh) tahun dan untuk menggunakan hal opsi
tersebut Pemohon cukup memberitahukan secara tertulis kepada
Termohon.
25.Bahwa ketentuan Pasal 1342 KUHPerdata yang menyatakan kalau kata-
kata suatu perjanjian jelas, tidaklah diperkenankan untuk menyimpang
daripadanya dengan jalan penafsiran.
26.Bahwa dengan demikian tindakan Termohon II yang mengakomodir
penafsiran Termohon I terhadap suatu undang-undang i.c isi Perjanjian
Kerja Sama yang dimohonkan oleh Termohon I adalah tindakan
pelanggaran undang-undang dan ketentuan hukum yang berlaku. Oleh
karenannya segala pertimbangan hukum dan amar Putusan BANI No.
513 adalah patut dan berdasarkan hukum untuk dibatalkan yakni
pertimbangan hukum halaman 60 paragraf 1 dan 2 yang berbunyi:
“- Menimbang, oleh karena perpanjangan masa pengelolaan UNDERSEA
WORLD INDONESIA sebagaimana dalam Perjanjian Pembangunan,
Pengelolaan, dan Pengalihan No. 81 dengan alasan sebagaimana
diuraikan melalui pertimbangan-pertimbangan di atas baik menurut
hukum maupun azas keadilan dan kepatutan harus dibuat dalam
perjanjian yang baru di mana menurut hukum layaknya sebuah perjanjian
harus disepakati oleh kedua belah pihak yang membuatnya (Pemohon
dan Termohon), maka Majelis berpendapat opsi perpanjangan masa
pengelolaan UNDERSEA WORLD INDONESIA dalam Perjanjian
Pembangunan, Pengelolaan, dan Pengalihan No. 81 tidak berlaku
secara serta merta atau otomatis, melainkan bersyarat dengan adanya
kesepakatan antara Pemohon dan Termohon dengan cara menuangkan
dalam perjanjian baru.
Halaman 13 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
• Menimbang bahwa berdasarkan perjanjian yang dibuat para pihak
maka apabila tidak tercapai kesepakatan baru dalam perjanjian
tersebut, maka perjanjian berakhir pada tanggal 6 Juni 2014
sebagaimana yang dinyatakan dalam Permohonan Pemohon
halaman 6 butir 4d yang menyatakan “masa pengelolaan berakhir:
sesuai perjanjian akan berakhir pada tanggal 06 Juni 2014”. Hal
tersebut telah dibenarkan dalam Jawaban Termohon halaman 3
butir 6 yang menyatakan “jangka waktu atau masa pengelolaan
untuk pertama kalinya berlangsung selama 20 (dua puluh) tahun
terhitung sejak dimulai operasi komersil tetapi tidak lebih lama dari
6 (enam) bulan setelah pembangunan seselai. Sesuai dengan
fakta, jangka waktu pengelolaan SEA WORLD dimulai sejak
tanggal 06 Juni 1994 dan karenanya akan berakhir nanti pada
tanggal 06 Juni 2014.”
Termohon II Selaku Majelis Pemutus Telah Memberikan Putusan yang Melebihi
Tuntutan dalam Permohonan Arbitrase
27.Bahwa Amar Putusan BANI NO. 513 adalah melebihi dari apa yang
dimohonkan oleh Pemohon Arbitrase (ultra vires/ultra petita) sehingga
adalah demi hukum jika suatu putusan yang melanggar azas ultra petita
harus dibatalkan. Hal mana sejalan dengan Ketentuan Pasal 643 RV
angka 4 yang menyatakan:
“4. Bila diputuskan tentang sesuatu yang tidak dituntut atau dengan itu
diberikan lebih dari yang dituntut.”
Dan Yurisprudensi Putusan Mahkaah Agung RI No. 77K/SIP/1973
tertanggal 19 September 1973 yang menyatakan:
“Putusan hakim yang melanggar ultra petita harus dibatalkan.”
28.Bahwa dalam Petitum Permohonan Arbitrase yang diajukan oleh PT.
PEMBANGUNAN JAYA ANCOL (Persero), Tbk. i.c Termohon I/dahulu
Pemohon Arbitrase, memohon agar Majelis Arbitrase memutus dengan
putusan sebagai berikut:
1. Menyatakan jangka waktu berakhirnya Akta Perjanjian Pembangunan,
Pengelolaan, dan Pengalihan Hak atas UNDERSEA WORLD
INDONESIA di Taman Impian Jaya Ancol No. 81 tanggal 21 September
Halaman 14 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
1992 yang dibuat di hadapan SUTJIPTO, S.H., Notaris di Jakarta yakni
pada tanggal 6 Juni 2014.
2. Menyatakan hak opsi perpanjangan dan perubahan Akta Perjanjian
Pembangunan, Pengelolaan, dan Pengalihan Hak atas UNDERSEA
WORLD INDONESIA di Taman Impian Jaya Ancol No. 81 tanggal 21
September 1992 yang dibuat di hadapan SUTJIPTO, S.H., Notaris di
Jakarta sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (6) perjanjian tersebut
diartikan bahwa dapat berlaku setelah para pihak sepakat untuk
memperpanjang dan/atau merubah perjanjian.
3. Menyatakan apabila Pemohon tidak sepakat untuk memperpanjang dan/
atau mengubah perjanjian sebagaimana yang dimohonkan Termohon,
maka perjanjian berakhir sesuai dengan jangka waktu perjanjian, yakni
pada tanggal 06 Juni 2014.
4. Menyatakan apabila Pemohon tidak sepakat untuk memperpanjang dan/
atau mengubah perjanjian sebagaimana yang dimohonkan Termohon,
Termohon tunduk dan melaksanakan kewajibannya sebagaimana diatur
dalam Pasal 8 ayat (4) Akta Perjanjian Pembangunan, Pengelolaan, dan
Pengalihan Hak atas UNDERSEA WORLD INDONESIA di Taman
Impian Jaya Ancol No. 81 tanggal 21 September 1992 yang dibuat di
hadapan SUTJIPTO, S.H., Notaris di Jakarta.
5. Menyatakan apabila Pemohon tidak memperpanjang dan/atau
mengubah perjanjian sebagaimana yang dimohonkan Termohon,
Termohon tunduk dan melaksanakan kewajibannya sebagaimana diatur
dalam Pasal 8 ayat (5) Akta Perjanjian Pembangunan, Pengelolaan, dan
Pengalihan Hak atas UNDERSEA WORLD INDONESIA di Taman
Impian Jaya Ancol No. 81 tanggal 21 September 1992 yang dibuat di
hadapan SUTJIPTO, S.H., Notaris di Jakarta.
Seluruh petitum dalam Permohonan Arbitrase Pemohon adalah petitum
yang sifatnya declatoir yang artinya amar putusan declatoir adalah putusan
yang menyatakan suatu keadaan yang sah menurut hukum.
29.Bahwa ternyata dalam Putusan BANI No. 513 telah melebihi dari amar
putusan yang dimohonkan oleh Termohon I di mana Termohon II dalam
mengabulkan Permohonan Arbitrase Termohon I menyebutkan dalam
amar putusannya sebagai berikut:
Halaman 15 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
“Dalam Pokok Perkara
1. Mengabulkan permohonan dari Pemohon Konvensi untuk sebagian.
2. Menyatakan Perjanjian Pembangunan, Pengelolaan, dan Pengalihan
Hak Atas UNDERSEA WORLD INDONESIA di Taman Impian Jaya
Ancol sebagaimana tertuang dalam Perjanjian Pembangunan,
Pengelolaan, dan Pengalihan No. 81 tanggal 21 September 1992
yang dibuat di hadapan SUTJIPTO, S.H., Notaris di Jakarta, berakhir
pada tanggal 06 Juni 2014.
3. Menyatakan opsi perpanjangan masa Perjanjian Pembangunan,
Pengelolaan, dan Pengalihan Hak Atas UNDERSEA WORLD
INDONESIA di Taman Impian Jaya Ancol sebagaimana tertuang
dalam Perjanjian Pembangunan, Pengelolaan, dan Pengalihan No.
81 tanggal 21 September 1993 yang dibuat di hadapan SUTJIPTO,
S.H., Notaris di Jakarta, adalah tidak berlaku secara serta merta atau
otomatis, melainkan bersyarat dapat diperpanjang dengan perjanjian
baru yang disepakati Pemohon Konvensi dan Termohon Konvensi.
4. Menghukum Termohon Konvensi untuk menyerahkan bangunan
UNDERSEA WORLD INDONESIA termasuk peralatan serta fasilitas
dan barang inventaris lainnya sesuai dengan Berita Acara
Pemeriksaan Setempat tanggal 20 Februari 2014 yang dilakukan
oleh Majelis dan Para Pihak kepada Pemohon Konvensi dalam
keadaan baik dan berfungsi sebagaimana mestinya pada saat
pengelolaan berakhir, yaitu tanggal 06 Juni 2014.
5. Menolak permohonan Pemohon Konvensi untuk selebihnya.”
Hal ini jelas-jelas berbeda dengan yang dimohonkan, bahkan melebihi dari
apa yang dimohonkan oleh PT. PEMBANGUNAN JAYA ANCOL (Persero),
Tbk. i.c Termohon I/dahulu Pemohon Arbitrase dalam Petitumnya di mana
amat Putusan BANI No. 513 adalah bersifat condemnatoir atau putusan
yang bersifat menghukum pihak yang kalah untuk memenuhi prestasi.
30.Bahwa petitum permohonan yang dimohonkan oleh Termohon I
merupakan petitum amar yang sifatnya declatoir. Namun Termohon II
telah bertindak melebihi apa yang dimintakan dengan memutus dengan
amar putusan yang sifatnya menghukum (condemnatoir), maka jelas
Halaman 16 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
amar Putusan BANI No. 513 adalah melebihi dari apa yang dimintakan
oleh Pemohon Arbitrase.
31.Bahwa hal ini jelas melanggar keadilan dan kepatutan dalam memutus
Perkara No. 513/IV/ARB-BANI/2013 sebagaimana disyaratkan dalam
Pasal 56 ayat (1) UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa yang berbunyi:
“(1) Arbiter atau Majelis Arbitrase mengambil putusan berdasarkan
ketentuan hukum atau berdaarkan keadilan dan kepatutan.”
32.Bahwa dengan Termohon II memutuskan melebihi dari apa yang
dimohonkan (ultra petita), hal ini jelas menguntungkan PT.
PEMBANGUNAN JAYA ANCOL (Persero), Tbk. i.c Termohon I/dahulu
Pemohon Arbitrase.
Bahwa dengan demikian besar indikasi pemeriksaan Perkara No. 513/IV/ARB-
BANI/2013 ini sejak awal telah berlangsung secara tidak independen, memihak,
dan penuh tipu muslihat yang bertujuan untuk merugikan kepentingan hukum
dan hak-hak Pemohon.
Bahwa berdasarkan dalil-dalil Pemohon tersebut di atas, maka kami
mohon kepada Yang Terhormat Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara untuk
membatalkan Putusan Arbitrase BANI No. 513/IV/ARB-BANI/2013 tanggal 5
Juni 2014 dan kiranya memberikan putusan pembatalan dengan amar sebagai
berikut:
1. Menyatakan menerima dan mengabulkan Permohonan Pemohon.
2. Menyatakan Putusan Arbitrase BANI No. 513/IV/ARB-BANI/2013
tanggal 5 Juni 2014 tidak mencerminkan rasa keadilan dan
kepatutan
3. Menyatakan Putusan Arbitrase BANI No. 513/IV/ARB-BANI/2013
tanggal 5 Juni 2014 adalah batal demi hukum.
4. Menetapkan semua ongkos perkara yang timbul dari permohonan ini
sepenuhnya ditanggung oleh Pemohon.
Menimbang, bahwa pada hari persidangan yang telah ditentukan, para
pihak berperkara datang menghadap masing-masing kuasa hukumnya tersebut
di atas;
Halaman 17 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa terhadap permohonan dari Pemohon tersebut,
Termohon I dan Termohon II telah memberikan jawaban yang pada pokoknya
sebagai berikut:
I. JAWABAN TERMOHON I
DALAM EKSEPSI
PEMOHON TIDAK LAGI MEMILIKI KAPASITAS HUKUM ATAU KEDUDUKAN
HUKUM (LEGAL STANDING) DALAM PENGAJUAN PERMOHONAN
PEMBATALAN PUTUSAN BANI DIKARENAKAN AKTA NO. 81 TERTANGGAL
21 SEPTEMBER 1992 TELAH BERAKHIR DEMI HUKUM PADA TANGGAL 16
JUNI 2014
1. Bahwa antara Pemohon dan Termohon I telah ditandatangani
kesepakatan yang dituangkan dalam Akta Nomor 81 tertanggal 21
September 1992 tentang Perjanjian Pembangunan, Pengelolaan, dan
Pengalihan Hak atas Undersea World Indonesia di Taman Impian Jaya
Ancol yang dibuat di hadapan SUTJIPTO, S.H., notaris yang
berkedudukan di Jakarta (untuk selanjutnya disebut dengan “Akta No.
81/1992”). Kesepakatan mana pada intinya berisi mengenai
pembangunan sarana rekreasi yang diberi nama UNDERSEA WORLD
yang terletak di Taman Impian Jaya Ancol. Hal mana ditegaskan dalam
Pasal 1 ayat (1) Akta No. 81/1992 yang berbunyi:
“Objek perjanjian ini ialah Pembangunan Sarana Hiburan/Rekreasi yang
diberi nama “Undersea World”, lengkap dengan fasilitas-fasilitas
penunjangnya, Pengelolaan setelah selesainya Pembangunan, dan
Pengalihan Hak setelah selesainya Pengelolaan selanjutnya dalam
Perjanjian ini cukup disebut Proyek yang akan dibangun di dalam kawasan
Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta.”
2. Bahwa berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Akta No. 81/1992 termaksud, jelas
sudah kiranya mengenai unsur-unsur yang termuat di dalam
kesepakatan para pihak, dalam hal ini Pemohon dan Termohon I, yaitu
terkait objek perjanjian para pihak adalah:
a. Pembangunan Sarana Hiburan/Rekreasi yang diberi nama
“Undersea World”, lengkap dengan fasilitas-fasilitas penunjangnya,
b. Pengelolaan setelah selesainya Pembangunan, dan
c. Pengalihan Hak setelah selesainya Pengelolaan.
Halaman 18 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 18
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
3. Bahwa mengenai masa pengelolaan UNDERSEA WORLD menurut
Akta No. 81/1992 adalah tidak berlangsung secara terus menerus atau
selamanya, melainkan dibatasi oleh jangka waktu tertentu, yaitu
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 8 ayat (2) Akta No. 81/1992.
Pasal 8 ayat (2) Akta No. 81/1992 secara tegas menyatakan:
“Jaya Ancol dan LTN sepakat serta setuju bahwa masa pengelolaan ini
berlaku untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak dimulai
operasi komersial tetapi tidak lebih lama dari 6 (enam) bulan setelah
pembangunan selesai seperti diuraikan pada Pasal 4 ayat (3).”
4. Bahwa ketentuan mengenai pengelolaan sebagaimana tersebut dalam
angka 4 (enpat) kembali ditegaskan pada Pasal 8 ayat (3) Akta No.
81/1992. Pasal 8 ayat (3) Akta No. 81/1992 termaksud menegaskan
tentang masa pengelolaan oleh PT. SEA WORLD INDONESIA berakhir
dalam hal atau apabila terjadi peristiwa-peristiwa hukum sebagai
berikut:
a. Berakhir dengan sendirinya setelah lewatnya jangka waktu
berlakunya Perjanjian,
b. Jaya Ancol dan LTN telah sepakat dan setuju untuk mengakhiri
Perjanjian, atau
c. Salah satu pihak mengakhirinya sebagai akibat pihak yang lalai tidak
memperbaiki kelalaiannya.
5. Bahwa berdasarkan Pasal 8 ayat (3) huruf a Akta No. 81/1992
termaksud di atas, semakin tegas kiranya, yaitu adanya pembatasan
masa pengelolaan UNDERSEA WORLD. Masa pengelolaan
UNDERSEA WORLD oleh PT. SEA WORLD INDONESIA (d/h PT.
LARAS TROPIKA NUSANTARA – LTN) tidaklah berlangsung terus-
menerus, apalagi selamanya, melainkan dibatasi untuk jangka waktu 20
(dua puluh) tahun. Dalam hal masa 20 (dua puluh) tahun telah
terpenuhi, maka dengan sendirinya pengelolaan UNDERSEA WORLD
oleh Pemohon telah pula secara otomatis berakhir.
6. Bahwa tanggal berakhirnya jangka waktu atau masa pengelolaan
UNDERSEA WORLD selama 20 (dua puluh) tahun oleh Pemohon
berdasarkan Akta No. 81/1992, adalah berakhir terhitung sejak tanggal
6 Juni 2014. Oleh karena itu, kembali berdasarkan ketentuan Pasal 8
Halaman 19 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 19
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
ayat (2) Akta No. 81/1992 jo. Pasal 8 ayat (2) Akta No. 81/1992, masa
pengelolaan UNDERSEA WORLD oleh Pemohon telah berakhir secara
otomatis atau telah berakhir dengan sendirinya dikarenakan telah
lewatnya jangka waktunya perjanjian antara Pemohon dengan
Termohon I.
7. Bahwa dikarenakan telah berakhirnya masa pengelolaan UNDERSEA
WORLD oleh Pemohon, maka berlakulah ketentuan pada Pasal 13 ayat
(14) Akta No. 81/1992, yaitu mengenai kewajiban dari Pemohon untuk
menyerahkan kembali tanah beserta proyek dan fasilitas-fasilitas yang
ada pada UNDERSEA WORLD dalam keadaan lengkap dan berfungsi
baik kepada Termohon I.
8. Bahwa adanya peristiwa hukum telah berakhir demi hukum perjanjian
Akta No. 81/1992 antara Pemohon dan Termohon I pada tanggal 6 Juni
2014, jelas kiranya Pemohon tidak lagi memiliki kedudukan hukum
(legal standing) untuk mengajukan pembatalan Putusan BANI pada
persidangan permohonan perkara perdata ini. pemohon terhitung sejak
tanggal 6 Juni 2014 berkewajiban untuk menyerahkan kembali tanah
beserta proyek dan fasilitas-fasilitas yang ada pada UNDERSEA
WORLD dalam keadaan lengkap dan berfungsi baik kepada Termohon
I sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 13 ayat (14) Akta No.
81/1992, dan bukan lagi mengajukan permohonan pembatalan Putusan
BANI pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
9. Bahwa berdasarkan hal-hal yang telah kami uraikan di atas dalam
bagian eksepsi ini, kiranya benar dan nyata Pemohon tidak lagi memiliki
kedudukan hukum atau alas hak yang sah untuk mengajukan
Permohonan Pembatalan Putusan BANI di Pengadilan Negeri Jakarta
Utara ini dan tentunya memberikan alasan kepada Termohon I untuk
meminta kepada Majelis Hakim Pemeriksa Perkara guna menyatakan
permohonan Pemohon ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak
dapat diterima.
DALAM POKOK PERKARA
10. Bahwa Termohon I menolak, membantah, dan menyangkal seluruh dalil
yang dikemukakan oleh Pemohon dan Surat Permohonan Pembatalan
Halaman 20 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 20
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Putusan Arbitrase Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) Nomor
513/IV/ARB-BANI/2013 tanggal 5 Juni 2014 sebagaimana yang
diajukan oleh Pemohon dalam suratnya tertanggal 23 Juli 2014 dan
telah terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Neger Jakarta Utara pada
tanggal 24 Juli 2014 dalam register No. 305/PDT-G/BANI/2014, kecuali
mengenai hal-hal yang diakui secara tegas dan tertulis oleh Termohon
I. hal-hal yang telah diuraikan pada bagian Eksepsi di atas, mohon
dianggap sebagai satu kesatuan dan tidak terpisahkan dari jawaban
dalam pokok perkara.
11. Bahwa yang menjadi pokok permasalahan antara Pemohon dan
Termohon I pada Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) adalah
mengenai penafsiran perpanjangan masa pengelolaan UNDERSEA
WORLD INDONESIA sebagamana diatur dalam Pasal 8 ayat (6) Akta
No. 81/1992, yang berbunyi:
“LTN mempunyai opsi untuk memperpanjang masa pengelolaan selama
maksimal 20 (dua puluh) tahun lagi dan untuk keperluan itu LTN harus
memberitahukan secara tertulis kepada Jaya Ancol dalam waktu sekurang-
kurangnya 1 (satu) tahun sebelum berakhirnya masa perjanjian ini dan
untuk perpanjangan pengelolaan tersebut, akan dibuatkan perjanjian yang
baru dengan ketentuan-ketentuan yang didasarkan atas perjanjian ini,
kecuali mengenai hasil penjualan karcis/tanda masuk proyek akan berlaku
ketentuan Pasal 9 ayat (3) Perjanjian ini.”
12. Bahwa pada tanggal 11 Maret 2011 Termohon I telah menerima surat
dari Pemohon. Surat mana diberi Nomor: 14/SWI-YES/III/2011 perihal
Permohonan Perpanjangan BOT No. 81 tanggal 21 September 1992
(“BOT”). Surat mana pada intinya berisi permintaan perpanjangan
jangka waktu pengelolaan dengan disertai usulan Pemohon untuk:
a. Perpanjangan masa pengelolaan, dari semula 20 (dua puluh) tahun
menjadi 30 (tiga puluh) tahun.
b. Penurunan pembayaran imbalan atas hasil pengelolaan, dari semula
5% (lima persen) menjadi 3% (tiga persen).
c. Penurunan seluruh pendapatan penjualan, dari semula 6% (enam
persen) menjadi 5% (lima persen).
Halaman 21 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 21
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
d. Penyesuaian pemberian bank garansi, dari semula sebesar imbalan
selama 12 (dua belas) bulan berakhir, menjadi 6 (enam) bulan
berakhir.
e. Penggantian lembaga penyelesaian perselisihan, dari semula badan
arbitrase menjadi Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
13. Bahwa kembali diterima oleh Termohon I surat No. 11/SWI-YES/
III/2012 perihal Permohonan Perpanjangan Pembangunan,
Pengelolaan, dan Pengalihan Hak atas Undersea World Indonesia di
Taman Impian Jaya Ancol No. 81 tertanggal 21 September 1992
(“perjanjian kerja sama”). Surat mana pada intinya berupa penegasan
mengenai keinginan dari Pemohon untuk meminta:
a. Perpanjangan masa pengelolaan, dari semula 20 (dua puluh) tahun
menjadi 30 (tiga puluh) tahun.
b. Penurunan pembayaran imbalan atas hasil pengelolaan, dari semula
5% (lima persen) menjadi 3% (tiga persen).
c. Penurunan seluruh pendapatan penjualan, dari semula 6% (enam
persen) menjadi 5% (lima persen).
d. Penyesuaian pemberian bank garansi, dari semula sebesar imbalan
selama 12 (dua belas) bulan berakhir, menjadi 6 (enam) bulan
berakhir.
e. Penggantian lembaga penyelesaian perselisihan, dari semula badan
arbitrase menjadi Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
14. Bahwa jelas kiranya, Pemohon telah tidak memahami keseluruhan isi
dari Akta No. 81/1992, terutama Pasal 1 ayat (1) Akta No. 81/1992,
yang berbunyi:
“Objek perjanjian ini ialah Pembangunan Sarana Hiburan/Rekreasi yang
diberi nama “Undersea World”, lengkap dengan fasilitas-fasilitas
penunjangnya, Pengelolaan setelah selesainya Pembangunan, dan
Pengalihan Hak setelah selesainya Pengelolaan selanjutnya dalam
Perjanjian ini cukup disebut Proyek yang akan dibangun di dalam kawasan
Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta.”
15. Bahwa berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Akta No. 81/1992 termaksud, jelas
sudah kiranya mengenai unsur-unsur yang termuat di dalam
Halaman 22 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 22
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
kesepakatan para pihak, dalam hal ini Pemohon dan Termohon I, yaitu
terkait objek perjanjian para pihak adalah:
a. Pembangunan Sarana Hiburan/Rekreasi yang diberi nama
“Undersea World”, lengkap dengan fasilitas-fasilitas penunjangnya,
b. Pengelolaan setelah selesainya Pembangunan, dan
c. Pengalihan Hak setelah selesainya Pengelolaan.
16. Bahwa semakin terlihat jelas adanya ketidakpahaman dari Pemohon
atas Akta No. 81/1992. Akta No. 81/1992 tegas berjudul Perjanjian
Pembangunan, Pengelolaan, dan Pengalihan Hak atas Undersea World
Indonesia di Taman Impian Jaya Ancol. Perjanjian jenis ini adalah
perjanjian yang biasa dikenal dengan istilah built, operate, and transfer
atau biasa disingkat BOT yang dalam Bahasa Indonesia sering
diterjemahkan dengan istilah Bangun Guna Serah.
17. Bahwa keinginan dari Pemohon yang ingin secara terus menerus
bahkan meminta jangka waktu 30 (tiga puluh) tahun untuk tetap
mengelola dengan dasar melanjutkan Akta No. 81/1992 jelas telah
bertentangan dengan maksud dari judul itu sendiri, yaitu Perjanjian
Pembangunan, Pengelolaan, dan Pengalihan Hak atas Undersea World
Indonesia di Taman Impian Jaya Ancol. Pemohon haruslah
berdasarkan perjanjian membangun, kemudian mengelola, lalu
menyerahkan kepada Tremohon I dan apabila hendak memperpanjang,
maka dibuatlah perjanjian baru yang biasa dikenal dengan nama
perjanjian pengelolaan.
18. Bahwa namun demikian, dikarenakan persidangan ini hanyalah
mengenai pembatalan permohonan Putusan BANI, maka tentu tidak
pada tempatnya Termohon I kemblai mengulang apa yang telah
diperiksa dan diputus oleh BANI sebagaimana dinyatakan dalam
Putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) Nomor 513/IV/
ARB-BANI/2013 tanggal 5 Juni 2013.
19. Bahwa mengenai pembatalan putusan arbitrase telah diatur dalam
Undang-undang No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa (untuk selanjutnya disebut “UU No. 30/1999”)
pada Bab VII Pasal 70 yang menyatakan:
BAB VIII
Halaman 23 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 23
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE
Pasal 70
Terhadap putusan arbitrase para pihak dapat mengajukan permohonan
pembatalan apabila putusan tersebut diduga mengandung unsur-unsur
senagai berikut:
a. Surat atau dokumen yang diajukan dalam peemriksaan, setelah
putusan dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu;
b. Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat
menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan; atau
c. Putusan diambil dari hasil tipu musihat yang dilakukan oleh salah
satu pihak dalam pemeriksaan sengketa.
20. Bahwa selanjutnya, berdasarkan ketentuan pada Paal 70 UU No.
30/1999 termaksud, yang dijadikan dasar oleh Pemohon untuk meminta
pembatalan Putusan BANI adalah terkait Pasal 70 huruf b dan c, yaitu
Pemohon menganggap telah menemukan dokumen yang bersifat
menentukan yang disembunyikan oleh pihak Termohon I dan
selanjutnya Pemohn menganggap telah terjadi tipu muslihat yang
dilakukan oleh Termohon I dalam proses pengambilan keputusan di
BANI.
21. Bahwa kemudian setelah memperhatikan positium dalam surat
permohonan Pemohon, ternyata yang dianggap “dokumen yang bersifat
menentukan yang disembunyikan Termohon I” dan “tipu muslihat yang
dilakukan oleh Termohon I” adalah didasarkan adanya hal-hal sebagai
berikut:
a. Adanya bukti berita dari situs hukumonline.com tertanggal 6 Maret
2009 yang menyebutkan Saksi Ahli M. E. ELIJANA TANSAH, S.H.
dari kantor Advokat Gani Djemat & Partners (vide surat permohonan
Pemohon halaman 7).
b. Adanya tipu muslihat Termohon I (dahulu Pemohon Arbitrase)
menunjuk Termohon II sebagai arbiter Termohon I sedangkan Saksi
Ahli M. E. ELIJANA TANSAH, S.H. memiliki hubungan/afiliasi
dengan Termohon II (vide surat permohonan Pemohon halaman 9).
22. Bahwa berdasarkan 2 (dua) dalil yang diajukan oleh Pemohon dalam
permohonannya untuk membatalkan Putusan BANI termaksud, jelas-
Halaman 24 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 24
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
jelas sangat mengada-ada dan terkesan dibuat-buat hanya untuk
memperlambat proses pengalihan hak UNDERSEA WORLD sesuai
dengan kesepakatan dalam Akta No. 81/1992. Tidaklah mungkin
Termohon I menyembunyikan dokumen yang bersifat menentukan
sedangkan dokumen tersebut adalah berita dari situs hukumonline.com
tertanggal 6 Maret 2009 yang menyebutkan Saksi Ahli M. E. ELIJANA
TANSAH, S.H. dari kantor Advokat Gani Djemat & Partners (vide surat
permohonan Pemohon halaman 7).
23. Bahwa cukup dengan melihat unsur Pasal 70 huruf b UU No. 30/1999,
yaitu unsur “yang disembunyikan oleh pihak lawan” dalil dari Pemohon
sudah tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. Situs
hukumonline.com adalah situs yang terbuka untuk umum dan sangat
tidak mungkin dapat disembunyikan oleh Termohon II bahkan dalam
persidangan ini jelas-jelas Termohon I dapat dengan mudah
menemukan informasi tersebut melalui internet.
24. Bahwa kemudian pun mengenai dalil kedua dari Pemohon yang
menyatakan adanya tipu muslihat di mana Termohon I menunjuk
Termohon II untuk menyelesaikan pokok sengketa/permasalahan
adalah memang sudah sesuai dengan amanat pada Akta No. 81/1992,
yaitu Pasal 23 ayat (2) yang menyatakan:
Pasal 23
PENYELESAIAN PERSELISIHAN
(2) Apabila sengketa, perselisihan, atau perbedaan tidak dapat diselesaikan
dengan musyawarah dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari, maka salah
satu pihak berhak memberitahukan pada pihak lainnya bahwa sengketa
akan diselesaikan melalui arbitrase.
Pemberitahuan dari satu pihak kepada pihak lainnya secara tertulis tersebut
disebut pemberitahuan arbitrase, maka hal tersebut akan diselesaikan
melalui arbitrase dalam Bahasa Indonesia yang diadakan di Jakarta,
Indonesia berdasarkan ketentuan BANI.
Dalam jangka waktu 45 (empat puluh lima) hari sejak tanggal
pemberitahuan arbitrase, masing-masing pihak akan mengangkat 1 (satu)
arbiter. Kedua arbiter yang diangkat secara demikian akan mengangkat
arbiter ketiga dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal
Halaman 25 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 25
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
pemberitahuan arbitrase. Dan jika kedua arbiter yang diangkat tidak dapat
mencapai persetujuan mengenai pengangkatan arbiter ketiga, maka arbiter
ketiga tersebut akan diangkat oleh Ketua BANI, dan selanjutnya ketiga
arbiter tersebut akan merupakan dewan arbitrase.
25. Bahwa berdasarkan Pasal 23 ayat (2) Akta No. 81/1992 dalam hal
adanya perselisihan memang harus diselesaikan melalui Termohon II
dan bukan melalui instansi atau lembaga peradilan yang lain. Hal ini
adalah kesepakatan Pemohon dan Termohon I dan oleh karenanya
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
26. Bahwa mengenai dalil-dalil lain yang diajukan oleh Pemohon dalam
permohonan pembatalan Putusan BANI a quo, tidaklah perlu untuk
dibahas oleh Termohon I dalam persidangan ini. dikarenakan seluruh
hal terkait pemeriksaan pokok perkara sengketa/permasalahan
mengenai hak opsi sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 8 ayat (6)
Akta No. 81/1992, telah dibahas secara mendalam dalam suatu
persidangan arbitrase yang telah dilangsungkan dan telah pula
diberikan putusan. Pun terkait dalil-dalil dari Pemohon yang lain,
bukanlah dalil yang dapat dibenarkan oleh Pasal 70 UU No. 30/1999.
27. Bahwa dengan kerendahan hati, izinkanlah Termohon I menyampaikan
ketentuan dalam Pasal 11 ayat 92) UU No. 30/1999 yang menyatakan
Pengadilan Negeri wajib menolak dan tidak akan campur tangan di
dalam pembahasan mengenai pokok permasalahan atau sengketa
yang telah ditetapkan melalui arbitrase. Pasal mana berbunyi:
Pasal 11
(2) Pengadilan Negeri wajib menolak dan tidak akan campur tangan di
dalam suatu penyelesaian sengketa yang telah ditetapkan melalui arbitrase,
kecuali dalam hal-hal tertentu yang ditetapkan dalam Undang-undang ini.
28. Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka jelas sudah kiranya
dalil-dalil dari Pemohon yang dengan segala upaya berusaha
mengarahkan pemeriksaan kembali atas pokok perkara sengketa atau
permasalahan antara Pemohon dengan Termohon I, tidaklah dapat
dijadikan dasar untuk pembatalan suatu putusan BANI, dalam hal ini
Putusan Arbitrase Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) Nomor
513/IV/ARB-BANI/2013 tanggal 5 Juni 2014.
Halaman 26 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 26
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan oleh Termohon I
sebagaimana yang telah dinyatakan dalam surat Jawaban ini, baik pada bagian
Eksepsi maupun dalam Pokok Perkara, maka Termohon I mohon kiranya
kepada Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini berkenan menjatuhkan
putusan dengan amar sebagai berikut:
DALAM EKSEPSI
1. Menerima dan mengabulkan eksepsi dari Termohon I untuk seluruhnya.
2. Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima (niet ontvankelijk
verklaard).
3. Menghukum Pemohon untuk membayar segala biaya yang timbul dalam
perkara ini.
DALAM POKOK PERKARA
1. Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya.
2. Menghukum Pemohon untuk membayar segala biaya yang timbul dalam
perkara ini.
ATAU
Apabila Majelis Hakim yang mulia berpendapat lain, Termohon I mohon
putusan yang seadil-adilnya (ex a quo et bono) demi keadilan berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa)
II. JAWABAN TERMOHON II
DALAM POKOK PERKARA
1. Bahwa Termohon II menolak dengan tegas seluruh dalil-dalil Pemohon di
dalam Permohonannya kecuali mengenai dalil-dalil Pemohon yang oleh
Termohon II akui secara tegas akan kebenarannya dalam Jawaban ini.
LATAR BELAKANG PERMASALAHAN
2. Bahwa antara Pemohon dan Termohon I telah mengadakan perjanjian
sebagaimana termuat dalam Perjanjian Pembnagunan, Pengelolaan, dan
Pengalihan Hak atas Undersea World Indonesia di Taman Impian Jaya
Ancol. Termuat dalam Akta Nomor 81 tanggal 21 September 1992 dibuat
dibuat di hadapan SUTJIPTO, S. H., notaris di Jakarta (“Perjanjian”).
3. Selanjutnya terjadi perselisihan di antara Pemohon dan Termohon I
mengenai pelaksanaan Perjanjian, di mana Pemohon (dahulu Termohon
Arbitrase) berpendapat memiliki hak opsi untuk memperpanjang Perjanjian
Halaman 27 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 27
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
dengan melakukan perubahan Perjanjian berdasarkan ketentuan Pasal 8
ayat (2) jo. Ayat (6) Perjanjian. Terkait hal tersebut, Termohon I (dahulu
Pemohon Arbitrase) kemudian menempuh upaya hukum mengajukan
permohonan arbitrase kepada Pemohon (dahulu Termohon Arbitrase)
melalui BANI dan terdaftar dalam register perkara No: 513/IV/ARB-
BANI/2013.
4. Atas permohonan arbitrase yang diajukan Termohon I (dahulu Pemohon
Arbitrase) tersebut, Majelis Arbitrase perkara No: 5/IV/ARB-BANI/2013
telah memberikan amar putusan sebagai berikut:
MEMUTUSKAN:
DALAM KONVENSI
Dalam Eksepsi
Menolak Eksepsi Termohon Konvensi untuk seluruhnya.
Dalam Pokok Perkara
Mengabulkan permohonan dari Pemohon Konvensi untuk sebagian.Menyatakan Perjanjian Pembangunan, Pengelolaan, dan Pengalihan Hak Atas UNDERSEA WORLD INDONESIA di Taman Impian Jaya Ancol sebagaimana tertuang dalam Perjanjian Pembangunan, Pengelolaan, dan Pengalihan No. 81 tanggal 21 September 1992 yang dibuat di hadapan SUTJIPTO, S. H., Notaris di Jakarta, berakhir pada tanggal 06 Juni 2014.Menyatakan opsi perpanjangan masa Perjanjian Pembangunan, Pengelolaan, dan Pengalihan Hak Atas UNDERSEA WORLD INDONESIA di Taman Impian Jaya Ancol sebagaimana tertuang dalam Perjanjian Pembangunan, Pengelolaan, dan Pengalihan No. 81 tanggal 21 September 1993 yang dibuat di hadapan SUTJIPTO, S. H., Notaris di Jakarta, adalah tidak berlaku secara serta merta atau otomatis, melainkan bersyarat dapat diperpanjang dengan perjanjian baru yang disepakati Pemohon Konvensi dan Termohon Konvensi.Menghukum Termohon Konvensi untuk menyerahkan bangunan UNDERSEA WORLD INDONESIA termasuk peralatan serta fasilitas dan barang inventaris lainnya sesuai dengan Berita Acara Pemeriksaan Setempat tanggal 20 Februari 2014 yang dilakukan oleh Majelis dan Para Phak kepada Pemohon Konvensi dalam keadaan baik dan berfungsi sebagaimana mestinya pada saat pengelolaan berakhir, yaitu tanggal 06 Juni 2014.Menolak permohonan Pemohon Konvensi untuk selebihnya.
DALAM REKONVENSIMenolak Permohonan Rekonvensi dari Pemohon Rekonvensi/Termohon
Konvensi seluruhnya.
DALAM KONVENSI DAN REKONVENSI
Halaman 28 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 28
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menghukum Pemohon Konvensi/Termohon Rekonvensi dan Termohon Konvensi/Pemohon Rekonvensi membayar biaya administrasi, biaya pemeriksaan, dan biaya arbiter dalam Konvensi masing-masing seperdua bagian.Memerintahkan Termohon Konvensi/Pemohon Rekonvensi untuk mengembalikan ½ (seperdua) biaya administrasi, biaya pemeriksaan, dan biaya arbiter dalam Konvensi, yaitu sebesar Rp 261.900.000,- (dua ratus enam puluh satu juta sembilan ratus ribu rupiah) kepada Pemohon Konvensi/Termohon Rekonvensi.Menghukum Termohon Konvensi/Pemohon Rekonvensi untuk membayar biaya administrasi, biaya pemeriksaan, dan biaya arbiter dalam Rekonvensi sebesar Rp 523.800.000,- (lima ratus dua puluh tiga juta delapan ratus ribu rupiah) untuk seluruhnya.Menghukum Pemohon dan Termohon untuk melaksanakan putusan ini selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak putusan diucapkan.Menyatakan putusan ini putusan dalam tingkat pertama dan terakhir serta mengikat kedua belah pihak.Memerintahkan Sekretaris Majelis dalam perkara ini mendaftarkan Putusan Arbitrase tersebut pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada waktu sesuai yang ditetapkan dalam Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Namun demikian, Pemohon ternyata tidak puas dengan putusan Majelis
Arbitrase No: 513/IV/ARB-BANI/2013 di atas dan kemudian mengajukan
permohonan pembatalan putusan arbitrase tersebut dalam perkara a quo.
ALASAN YANG DIPAKAI PEMOHON UNTUK MEMBATALKAN PUTUSAN
ARBITRASE TIDAK SESUAI DENGAN KETENTUAN PASAL 70 UU
ARBITRASE
5. Setelah memeriksa dan meneliti dalil-dalil yang digunakan Pemohon pada
perkara a quo, terus terang Termohon II sedikit bingung dengan substansi
Permohonan Pemohon karena alasan-alasan yang dipakai Pemohon untuk
mengajukan Permohonan Pembatalan Putusan Arbitrase No: 513/IV/ARB-
BANI/2013 dengan mendasarkannya kepada alasan-alasan sebagai
berikut:
a. Pemohon menemukan dokumen yang sifatnya menentukan di mana
dokumen ini menunjukan adanya afiliasi antara saksi ahli yang diajukan
Termohon I (dahulu Pemohon Arbitrase) dengan slaah satu arbiter yang
mempengaruhi Putusan BANI No: 513/IV/ARB-BANI/2013 sebagaimana
dimaksud ketentuan Pasal 70 huruf b UUAAPS (vide halaman 6 sampai
8 Permohonan).
Halaman 29 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 29
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
b. Putusan Arbitrase No: 513/IV/ARB-BANI/2013 patut diduga diambil dari
tipu muslihat dari pihak Termohon I (dahulu Pemohon Arbitrase)
sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 70 huruf c UUAAPS (vide
halaman 9 sampai 10 Permohonan).
c. Majelis Termohon II telah melakukan kekeliruan nyata dalam memutus
perkara terkait penggunaan dasar hukum pengambilan keputusan (vide
halaman 10 sampai 12 Permohonan).
d. Putusan Arbitrase No: 513/IV/ARB-BANI/2013 telah melanggar azas
kebebasan berkontrak dan hukum perjanjian yang diatur dalam Pasal
1320 KUHPerdata (vide halaman 25 sampai 26 Permohonan).
e. Termohon II selaku Majelis Pemutus telah memberikan putusan yang
melebihi tuntutan dalam permohonan arbitrase (vide halaman 16 sampai
20 Permohonan).
6. Terkait alasan-alasan yang dipakai Pemohon untuk membatalkan Putusan
Arbitrase No: 513/IV/ARB-BANI/2013 di atas, tampak jelas bahwa
Pemohon memang benar-benar tidak mengerti atau pura-pura tidak
mengerti mengenai persyaratan pembatalan suatu putusan arbitrase
sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 70 UUAAPS. Berikut Termohon II
kutip ketentuan tersebut:
Pasal 70 UUAAPS
Terhadap putusan arbitrase para pihak dapat mengajukan permohonan
pembatalan apabila putusan tersebut diduga mengandung unsur-unsur
sebagai berikut:
a. Surat atau dokumen yang diajukan dalam peemriksaan, setelah
putusan dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu;
b. Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat
menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan; atau
c. Putusan diambil dari hasil tipu musihat yang dilakukan oleh salah
satu pihak dalam pemeriksaan sengketa.
Berdasarkan ketentuan Pasal 70 UUAAPS di atas, dapat ditarik kesimpulan
bahwasanya alasan-alasan yang dapat digunakan oleh para pihak yang
bersengketa untuk mengajukan permohonan pembatalan arbitrase demi
hukum telah dibatasai secara limitatif. Dengan kata lain, pemohon
pembatalan dapat memilih/memutuskan alasan apa yang hendak dipakai
Halaman 30 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 30
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
untuk membatalkan putusan arbitrase tersebut. Namun alasan-alasan
tersebut hendaknya tidak boleh melenceng daripada yang apa-apa
digariskan dalam ketentuan Pasal 70 (poin a, b, dan c) UUAAPS.
7. Dengan demikian, sangat jelas dan nyata bahwasanya di samping
menggunakan alasan “dokumen yang disembunyikan” dan “tipu muslihat
yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam proses pemeriksaan perkara
No: 513/IV/ARB-BANI/2013 di dalam Permohonannya”, Pemohon dengan
sangat berani telah melakukan asumsi sedemikian jauh tanpa disertai
dasar hukum yang jelas dengan menganggap pembatalan putusan
arbitrase dapat dilakukan di luat alasan sebagaimana yang diatur dalam
Pasal 70 UUAAPS yang mana seluruh alasan tersebut di atas tidak
satupun merupakan alasan yang sah untuk membatalkan suatu putusan
arbitrase sebagaimana yang diatur dalam Pasal 70 UUAAPS sehingga
Permohonan dalam perkara a quo nyata-nyata adalah tidak berdasarkan
hukum dan tentu saja mengada-ada.
Alasan-alasan sebagaimana yang diuraikan Termohon II di atas diperkuat
oleh putusan-putsan Mahkamah Agung RI sebagai berikut:
1). Putusan Mahkamah Agung RI No. 729K/PDT.SUS/2008 tanggal 30
Maret 2009 dengan susunan Majelis H. Abdul Kadir Mappong, S. H.;
Dirwoto, H., S. H.; Mieke Komar, Prof., Dr., S. H., M. CL yang
menyatakan sebagai berikut:
Bahwa Judex Facti yang membatalkan putusan BANI a quo tanpa
memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 70 Undang-undang
No. 30 Tahun 1999 telah salah menerapkan hukum sebab alasan
pembatalan putusan arbitrase sebagaimana diatur dalam Pasal 70
Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa tersebut telah rinci secara limitatif sebagai
berikut:
a. Surat atau dokumen yang diajukan dalam peemriksaan, setelah
putusan dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu;
b. Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat
menentukan, yang sengaja disembunyikan oleh pihak lawan; atau
c. Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah
satu pihak dalam pemeriksaan sengketa.
Halaman 31 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 31
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
1). Pertimbangan Majelis Hakim dalam Putusan Mahkamah Agung RI No.
729K/PDT.SUS/2008 di atas kemudian sejalan dengan Putusan
Mahkamah Agung No. 268K/Pdt.Sus/2012 pada halaman 38 yang
menyatakan:
“Bahwa telah benar bahwa suatu putusan arbitrase hanya dapat
dibatalkan apabila terpenuhi unsur-unsur sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan Pasal 70 Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase”.
2). Putusan Mahkamah Agung No. 146K/Pdt.Sus/2012 pada halaman 34
yang menyatakan:
“Bahwa alasan-alasan banding tersebut dapat dibenarkan oleh karena
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat salah menerapkan hukum dengan
pertimbangan sebagai berikut:
1. Bahwa untuk membatalkan putusan arbitrase (Undang-undang No.
30 Tahun 1999 Pasal 70) telah menentukan secara limitatif sedangkan
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat membatalkan putusan arbitrase BANI
berdasarkan alasan-alasan di luar ketentuan Pasal 70 tersebut ....
Hal ini juga diperkuat oleh Surat Edaran Mahkamah Agung (“SEMA”) No.
10/BUA.6/HS/SP/IX/2012 tertanggal 12 September 2012 yang merupakan
hasil rapat kamar perdata hakim-hakim agung MARI yang diselenggarakan
pada tanggal 14 s/d 16 Maret 2011 di Hotel Aryaduta Tangerang di mana
pada halaman 81 angka 2 telah disebutkan bahwa ketentuan Pasal 70
(dengan Penjelasan) tentang alasan pembatalan putusan arbitrase
domestik yang bersifat limitatif tidak bisa disimpangi dan tidak bisa tidak,
harus merujuk kepada Pasal 70 UUAAPS beserta Penjelasannya.
Selain dan selebihnya, quodnon apabila dalil Pemohon yang menyatakan
bahwa upaya pembatalan putusan arbitrase dapat ditempuh dengan
menggunakan alasan di luat ketentuan Pasal 70 UUAAPS, maka hal
tersebut justru tidak selaras dengan Penjelasan Pasal 70 UUAAPS yang
mensyaratkan bahwa alasan yang dipakai untuk membatalkan suatu
putusan arbitrase harus (tidak bisa tidak) didasarkan pada suatu putusan
pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Berikut isi Penjelasan Pasal 70
UUAAPS tersebut:
Penjelasan Pasal 70 UUAAPS
Halaman 32 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 32
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Permohonan pembatalan hanya dapat diajukan terhadap putusan
arbitrase yang sudah didaftarkan di pengadilan. Alasan-alasan
permohonan pembatalan yang disebut dalam pasal ini harus dibuktikan
dengan putusan pengadilan. Apabila pengadilan menyatakan bahwa
alasan-alasan tersebut terbukti atau tidak terbukti, maka putusan
pengadilan ini dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan bagi hakim
untuk mengabulkan atau menolak permohonan.
Yang mana hal ini telah didukung dengan beberapa ptusan Mahkamah
Agung RI sebagai berikut:
• Putusan Mahkamah Agung RI tanggal 21 Januari 2008 No. 855K/
PDT.SUS/2008 yang dengan susunan Majelis DR. Harifin A. Tumpa, S.
H., M. H., sebagai Ketua Majelis; Prof. Rehngena Purba, S. H., M. S.;
dan DR. H. Muchsin, S. H., masing-masing sebagai anggota Majelis.
Kaidah hukumnya menyatakan:
Bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena
pertimbangan Pengadilan Negeri telah tepat dan benar;
Bahwa permohonan ini prematur sebab harus dibuktikan lewat putusan
pengadilan terlebih dahulu adanya tipu muslihat/kebohongan (bukan
hanya tafsir dari salah satu pihak) vide bukti Pasal 70 Undang-undang
No. 30 Tahun 1999.
• Putusan Mahkamah Agung RI tanggal 30 Maret 2009 No. 729K/
PDT.SUS/2008 dengan susunan Majelis H. Abdul Kadir Mappong, S.
H., sebagai Ketua Majelis; Dirwoto, H., S. H. dan Mieke Komar, Prof.,
Dr., S. H.; M. CL masing-masing sebagai anggota Majelis. Kaidah
hukumnya menyatakan:
Bahwa alasan-alasan permohonan pembatalan yang disebut dalam
Pasal 70 tersebut harus dibuktikan dengan putusan pengadilan (dalam
perkara pidana) dan di luar alasan tersebut, permohonan pembatalan
harus dinyatakan tidak dapat diterima.
• Putusan Mahkamah Agung RI tanggal 25 Mei 2010 No. 16K/
PDT.SUS/2010, dengan susunan Majelis Dr. H. Mohammad Saleh, S.
H., M. H., sebagai Ketua Majelis; H. Mahdi Soroinda Nasution, S. H., M.
Hum. dan Djafni Djamal, S. H., masing-masing sebagai anggota
Majelis. Kaidah hukumnya menyatakan:
Halaman 33 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 33
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Bahwa alasan-alasan peninjauan kembali tidak dapat dibenarkan
karena putusan Judex Juris yang mneguatkan Judex Facti sudah tepat
dan benar dengan pertimbangan sebagai berikut:
Pembatalan putusan arbitrase adalah berdasarkan ketentuan Pasal
70 Undang-undang No. 30 Tahun 1999, yaitu antara lain: dokumen
yang diajukan dalam pemeriksaan setelah putusan dijatuhkan
dinyatkan palsu atau ditemukan dokumen yang bersifat menentukan
atau putusan diambil dari hasil tipu muslihat.
Untuk membuktikan hal-hal tersebut tentunya pihak lawan yang
bersengketa/pihak lain yang berhubungan dengan surat yang
dianggap palsu tersebut harus diikutkan dengan perkara tersebut.
• Putusan Mahkamah Agung RI tanggal 24 Februari 2010 No. 109K/
PDT.SUS/2010, dengan susunan Majelis DR. Harifin A. Tumpa, S. H.,
M. H., sebagai Ketua Majelis; Prof. Rehngena Purba, S. H., M. S.; dan
DR. H. Muchsin, S. H., masing-masing sebagai anggota Majelis. Kaidah
hukumnya menyatakan:
Bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan oleh karena
Judex Facti tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan
sebagai berikut:
Bahwa permohonan pembatalan yang diajukan oleh pemohon banding
didasarkan pada adanya tipu muslihat yang dilakukan oleh termohon
banding. Akan tetapi ternyata pemohon banding tiak dapat
membuktikan adanya tipu muslihat tersebut dan tidak pula disertai
dengan bukti berupa putusan pidana yang mneyatakan telah terjadi tipu
muslihat yang dilakukan oleh termohon banding sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 70 Undang-undang No. 30 Tahun 1999.
• Putusan Mahkamah Agung RI tanggal 29 Nopember 2010 No. 126K/
PDT.SUS/2010 dengan susunan Majelis Prof. DR. H. Muchsin, S. H.,
sebagai Ketua Majelis; Prof. Rehngena Purba, S. H., M. S.; dan H.
Muhammad Taufik, S. H., M. H., masing-masing sebagai anggota
Majelis. Kaidah hukumnya menyatakan:
Bahwa alasan dan pertimbangan Judex Juris dalam membatalkan
putusan judex facti dengan dasar tidak terpenuhinya ketentuan Pasal
70 Undang-undang tentang Arbitrase sebagai syarat secara limitatif
Halaman 34 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 34
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
secara rinci adalah sudah benar dalam penerapan hukum di mana
permohonan peninjauan kembali sebagai pemohon pengajuan
permohonan pembatalan tidak dapat membuktikan bahwa putusan
BANI telah melangar salah satu ketentuan Pasal 70 Undang-undang
tentang Arbitrase yang dibuktikan oleh adanya putusan pengadilan.
• Putusan Mahkamah Agung RI tanggal 21 Desember 2011 No. 641K/
PDT.SUS/2011 dengan susunan Majelis Prof. Dr. Mieke Komar, S. H.,
M. CL sebagai Ketua Majelis; Prof. Rehngena Purba, S. H., M. S.; dan
H. Syamsul Ma’arif, S. H., LL. M., Ph. D., masing-masing sebagai
anggota Majelis. Kaidah hukumnya menyatakan:
Bahwa alasan pembatalan putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia
(BANI) No. 345/IV/ARB-BANI/2010 tanggal 14 Oktober 2010 yang
diajukan trebanding tidak memenuhi ketentuan Pasal 70 Undang-
undang tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa di
mana di dalam Penjelasannya dengan tegas disebutkan bahwa alasan
harus dikuatkan dengan adanya putusan pengadilan.
• Putusan Mahkamah Agung RI tanggal 12 Januari 2012, No. 231K/
PDT.SUS/2012 dengan susunan Majelis Prof. Dr. Mieke Komar, S. H.,
M. CL sebagai Ketua Majelis; Prof. Rehngena Purba, S. H., M. S.; dan
Dr. H. Abdurrahman, S. H., M. H., masing-masing sebagai anggota
Majelis. Kaidah hukumnya menyatakan:
Bahwa berdasarkan Penjelasan Pasal 70 Undang-undang No. 30
Tahun 1999 ditegaskan bahwa ketentuan a s/d c harus dibuktikan
dengan putusan pengadilan. Oleh karena alasan pembatalan Pasal 70
Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tidak dibuktikan dengan putusan
pengadilan, maka permohonan pembatalan/gugatan tidak terbukti.
• Putusan Mahkamah Agung RI tanggal 21 Maret 2012 No. 39K/
PDT.SUS/2012 dengan susunan Majelis Prof. Dr. Mieke Komar, S. H.,
M. CL sebagai Ketua Majelis; H. Mahdi Soroinda Nasution, S. H., M.
Hum. dan H. Syamsul Ma’arif, S. H., LL. M., Ph. D., masing-masing
sebagai anggota Majelis. Kaidah hukumnya menyatakan:
Bahwa alasan banding dapat dibenarkan karena judex facti/pengadilan
negeri yang mengabulkan gugatan penggugat dan membatalkan
putusan BANI telah sah dalam menerapkan hukum karena telah
Halaman 35 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 35
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
memeriksa alasan atau pertimbangan BANI sedangkan hal tersebut
bukanlah kewenangan judex facti/pengadilan negeri sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Pasal 62 ayat (4) Undang-undang tentang
Arbitrase.
• Putusan Mahkamah Agung RI tanggal 21 Februari 2013 No. 307K/
PDT.SUS/2013 dengan susunan Majelis Prof. Dr. Valerine J. L.
Kriefkhoff, S. H., M. A. sebagai Ketua Majelis; H. Mahdi Soroinda
Nasution, S. H., M. Hum. dan Djafni Djamal, S. H., masing-masing
sebagai anggota Majelis. Kaidah hukumnya menyatakan:
Bahwa terkait dengan ketentuan penjelasan Pasal 70 Undang-undang
No. 30 Tahun 1999, maka putusan BANI bersifat final dan untuk
membuktikan adanya tipu muslihat harus dengan putusan pengadilan.
Lagi pula, alasan-alasan tersebut mengenai penilaian hasil pembuktian
yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, hal tersebut tidak
dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi karena
pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya berkenaan dengan adanya
kesalahan penerapan hukum, adanya pelanggaran hukum yang
berlaku, adanya kelalaian dalam memenuhi syarat-syarat yang
diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam
kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan, atau apabila
pengadilan tidak berwenang atau melampaui batas wewenangnya
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 30 Undang-undang Nomor
14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-undang
Nomor 3 Tahun 2009.
• Putusan Mahkamah Agung RI tanggal 16 April 2013 No. 307K/
PDT.SUS/2013 dengan susunan Majelis Dr. H. Mohammad Saleh, S.
H., M. H., sebagai Ketua Majelis; H. Mahdi Soroinda Nasution, S. H., M.
Hum. dan Dr. Nurul Elmiyah, S. H., M. H., masing-masing sebagai
anggota Majelis. Kaidah hukumnya menyatakan:
Bahwa alasan tersebut (pemohon banding) tidak dapat dibenarkan oleh
karena judex facti/Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak salah
menerapkan hukum dengan pertimbangan bahwa alasan kasasi bukan
alasan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 70 huruf a, b, dan c
Halaman 36 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 36
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Undang-undang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang
dapat membatalkan putusan (Lembaga Arbitrase/BANI)
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas,
Mahkamah Agung berpendapat bahwa putusan Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan Nomor 424/PDT.G/2012/PN.JAK.SEL tanggal 04
Oktober 2012 telah tepat dan benar sehingga beralasan untuk
dikuatkan.
• Putusan Mahkamah Agung RI tanggal 3 Mei 2013 No. 159 K/
Pdt.Sus.Arbitrase/2013 yang dengan susunan Majelis Dr. H.
Muhammad Saleh, S.H., M.H., sebagai Ketua Majelis, I Made Tara,
S.H. dan Prof. Dr. Valerine J.L. Kriefkhoff, S.H., M.A., masing-masing
sebagai anggota Majelis. Kaidah hukumnya menyatakan:
Berdasarkan Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa bahwa pembatalan putusan arbitrase
apabila mengandung unsur-unsur sebgaimana disebut dalam Pasal 70
dan berdasarkan penjelasan Pasal 70 tersebut, alasan pembatalan
harus dibuktikan dengan putusan pengadilan. Ternyata pemohon
kasasi tidak dapat membuktikan adanya putusan pengadilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 tersebut bahkan termohon
kasasi dapat membuktikan bahwa pemohon kasasi telah melakukan
wanprestasi, yaitu tidak melaksanakan isi Perjanjian No. 34. lagi pula
alasan-alasan tersebut mengenai penilaian hasil pembuktian yang
bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, hal mana tidak dapat
dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi karena
pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya berkenaan dengan adanya
kelalaian dalam memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh
peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan
batalnya putusan yang bersangkutan atau bila pengadilan tidak
berwenang atau melampai batas wewenangnya, sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 30 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun
2004 dan perubahan kedua dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun
2009.
Halaman 37 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 37
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, Mahkamah
Agung berpendapat bahwa putusan Pengadilan Negeri Surabaya
Nomor 659/Pdt.G/2012/PN.SBY tanggal 17 Oktober 2012 telah tepat
dan benar sehingga beralasan untuk dikuatkan.
• Putusan Mahkamah Agung RI tanggal 18 Juli 2013 No. 182 K/
Pdt.Sus.Arbt/2013 yang dengan susunan Majelis H. Djafni Djamal, S.H.,
M.H., sebagai Ketua Majelis; H. Mahdi Soroinda Nasution, S.H.,
M.Hum. dan Dr. Nurul Elmiyah, S. H., M. H., masing-masing sebagai
anggota Majelis. Kaidah hukumnya menyatakan:
Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 70 Undang-undang No. 30 Tahun
1999 tentang Arbitrase ditentukan bahwa alasan-alasan pembatalan
putusan arbitrase harus dibuktikan dengan putusan pengadilan.
Dalil Termohon II di atas sekaligus membantah alasan “dokumen yang
disembunyikan” dan “tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak
dalam proses pemeriksaan perkara 513/IV/ARB-BANI/2013” yang
digunakan Pemohon dalam Permohonannya karena pasa faktanya tidak
ada satupun putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap yang
membukikan adanya dokumen yang disembunyikan pihak lawan dan tipu
muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam proses pemeriksaan
perkara 513/IV/ARB-BANI/2013. Padahal yang demikian itu sudah jelas
diamanatkan oleh Penjelasan Pasal 70 UUAAPS dan pertimbangan-
pertimbangan hakim agung MA RI dalam beberapa putusannya.
Dengan demikian, mengingat Permohonan yang diajukan Pemohon
menggunakan alasan-alasan di luar alasan yang dipersyaratkan dalam
Pasal 70 UUAAPS, maka sudah layak dan sepatutnya Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang memeriksa perkara a quo untuk
menolak dalil-dalil yang disampaikan Pemohon dalam Permohonannya.
PENGADILAN NEGERI TIDAK BERWENANG MEMERIKSA POKOK
PERKARA YANG TELAH DIBERIKAN PERTIMBANGAN HUKUMNYA OLEH
MAJELIS ARBITRASE
8. Dengan memperhatikan dengan seksama ketentuan Pasal 70 UUAAPS
tersebut, maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa kewenangan pengadilan
negeri dalam memeriksa dan mengadili suatu pembatalan oputusan
arbitrase demi hukum terbatas pada penilaian mengenai unsur-unsur
Halaman 38 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 38
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 70 UUAAPS. Pengadilan negeri
tidak berwenang untuk memeriksa hal-hal yang sebenarnya sudah
diperiksa dan diadili oleh majelis arbitrase dalam pertimbangan hukumnya
pada Putusan Arbitrase No. 513/IV/ARB-BANI/2013. Hal ini sesuai dengan
ketentuan Pasal 11 ayat (2) jo. Pasal 62 ayat (4) UUAAPS berikut ini:
Pasal 11 ayat (2) UUAAPS
Pengadilan negeri wajib menolak dan tidak akan campur tangan di dalam
suatu penyelesaian sengketa yang ditetapkan melalui arbitrase kecuali
dalam hal-hal tertentu yang ditetapkan dalam undang-undang.
Pasal 62 ayat (4) UUAAPS
Ketua pengadilan negeri tidak memeriksa alasan atau pertimbangan dari
putusan arbitrase
9. Berdasarkan ketentuan Pasal 11 ayat (2) jo. Pasal 62 ayat (4) UUAAPS di
atas serta dikaitkan dengan posita dari permohonan Pemohon dalam
perkara a quo, tampak jelas bahwa Pemohon berupaya untuk menguji
kembali apa-apa yang dipertimbangkan oleh Majelis Arbitrase dalam
Putusan Arbitrase No. 513/IV/ARB-BANI/2013, yaitu pada pernyataan
Pemohon yang menyatakan:
• Majelis Arbiter telah melakukan kekeliruan yang nyata dalam memutus
perkara terkait penggunaan dasar hukum pengambilan keputusan (vide
halaman 10 sampai 12 Permohonan).
• Putusan Arbitrase No. 513/IV/ARB-BANI/2013 telah melanggar azas
kebebasan berkontrak dan hukum perjanjian yang diatur dalam Pasal
1320 KUHPerdata (vide halaman 13 sampai 16 Permohonan).
Padahal yang demikian itu telah jelas bahwa UUAAPS secara limitatif telah
melarang pengadilan negeri untuk memeriksa dan mengadili kembali
apoap-apa yang dipertimbangkan oleh Majelis Arbitrase.
DALIL PEMOHON MENGENAI ADANYA DOKUMEN YANG SIFATNYA
MENENTUKAN DI MANA DOKUMEN INI MENUNJUKAN ADANYA AFILIASI
ANTARA SAKSI AHLI YANG DIAJUKAN TERMOHON (DAHULU PEMOHON
ARBITRASE) DENGAN SALAH SATU ARBITER YANG MEMPENGARUHI
PUTUSAN BANI NO. 513/IV/ARB-BANI/2013 SEBAGAIMANA DIMAKSUD
KETENTUAN PASAL 70 HURUF B UUAAPS ADALAH MENGADA-ADA DAN
TIDAK BERDASARKAN HUKUM
Halaman 39 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 39
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
10. Pokok keberatan pertama Pemohon sebagaimana yang tertuang dalam
halaman 6 sampai 8 Permohonan pada intinya adalah Pemohon
menganggap bahwa di dalam proses pemeriksaan Perkara Arbitrase No.
513/IV/ARB-BANI/2013, terdapat doumen yang sifatnya menentukan yang
mengandung benturan kepentingan sehingga dapat mempengaruhi
independensi keterangan-keterangan Saksi Ahli M. E. ELIJANA TANSAH,
S. H, termasuk objektifitas dari Bpk. HUMPREY R. DJEMAT, S. H., LL. M.,
FCBArb sebagai slaah satu anggota Majelis Arbitrase perkara No. 513/IV/
ARB-BANI/2013 yang ditetapkan Termohon II.
11. Terkait hal tersebut di atas, Termohon II menolak dengan tegas tuduhan
Pemohon tersebut dengan alasan:
• Ketentuan Pasal 70 huruf b UUAAPS menyatakan bahwasanya salah
satu alasan pembatalan putusan arbitrase dapat ditempuh dengan
menggunakan alasan:
Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat
menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan.
Dengan menafsirkan ketentuan Pasal 70 huruf b UUAAPS di atas,
kiranya dapat disimpulkan 2 (dua) hal, bahwa:
1). Dokumen sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 70 huruf b
UUAAPS haruslah bersifat menentukan yang dapat mempengaruhi
putusan Majelis Arbitrase perkara No. 513/IV/ARB-BANI/2013.
Pertanyaan terkait yang Termohon II dapat ajukan adalah, apakah
keternagan yang diberikan saksi ahli yang dihadirkan oleh
Termohon I dapat dikualifikasikan sebagai “dokumen yang
menentukan” yang dapat mempengaruhi putusan Majelis Arbitrase
perkara No. 513/IV/ARB-BANI/2013.
Perlu Termohon II ingatkan, berbeda dengan perkara pidana, di
dlaam ketentuan Pasal 1866 KUHPerdata jo. 164 HIR tidak satupun
dicantumkan bahwasanya keterangan yang diberikan saksi ahli
dikualifikasikan sebagai alat bukti. Secara formil, keterangan yang
diberikan saksi ahli sejatinya berada di luar alat bukti sehingga
menurut hukum pembuktian perdata, keterangan tersebut sejatinya
tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian.
Halaman 40 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 40
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Dalam hal ini, perlu dicermati ketentuan 154 ayat (2) HIR dan Pasal
229 Rv yang menyatakan bahwa:
• Hakim atau pengadilan negeri tidak wajib mengikuti pendpaat
ahli, jika pendapat tersebut berlawanan dengan keyakinannya.
• Kalau begitu sebaliknya, hakim dapat mengikuti pendpaat ahli,
apabila pendapat ahli tersebut berlawanan dengan
keyakinannya.
Dari acuan di atas, kiranya undang-undang memberikan kebebasan
kepada hakim untuk mengikuti atau tidak mengikuti pendapat ahli, di
mana:
• Kalau hakim mengikuti, dia mengambil alih pendapat tersebut
menjadi pendapatnya sendiri dan dijadikan sebagai alat
pertimbangan dalam putusan.
• Sebaliknya, apabila tidak mengikuti, pendapat itu disingkirkan
dan dianggap tidak ada.
Dalil Termohon II tersebut diperkuat dengan Yurisprudensi Putusan
MA-RI No. 213.K/SIP/1995 tanggal 10 April 1957 yang menyatakan:
“bagi hakim pengadilan negeri dan pengadilan tinggi, tidak ada
keharusan untuk mendengar seoranmg saksi ahli berdasarkan
Ps. 138 ayat (1) jo. Ps. 164 HIR.”
“penglihatan hakim di sidang tentang adanya perbedaan antara
dua buah tangan-tangan dapat dipakai oleh hakim sebagai
pengetahuannya sendiri dalam usaha pembuktian.”
Serta pendapat YAHYA HARAHAP, S. H dalam bukunya “Hukum
Acara Perdata: tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian, dan Putusan Pengadilan” terbitan Sinar Grafika
halaman 795 yang menyatakan sebagai berikut:
Meskipun undang-undang memberi kebebasan kepada hakim
untuk mengikuti pendapat ahli, dari segi hukum pembuktian
pendapat ahli:
• Tidak dapat berdiri sendiri.
• Tempat dan kedudukannya hanya berfungsi menambah atau
memperkuat atau memperjelas permasalahan perkara.
Halaman 41 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 41
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Itulah fungsi pendapat ahli, bukan alat bukti. Oleh karena itu,
pada dirinya tidak pernah terpenuhi batas minimal pembuktian.
Apabila sama sekali tidak ada alat bukti yang sah memenuhi
syarat formil dan materiil, dan yang ada hanya pendapat ahli,
tidak dapat dibenarkan mempergunakannya sebagai alat bukti
tunggal meskipun hakim meyakini kebenaran itu.
Berdasarkan penjelasan di atas di mana keterangan yang diberikan
oleh saksi secara formil bukanlah merupakan alat bukti, maka
apabila dikaitkan dengan perkara a quo, secara jelas dan nyata
dapat disimpulkan bahwa keterangan-keterangan yang diberikan
Saksi Ahli M. E. ELIJANA TANSAH, S. H jelas bukan merupakan
alat bukti, melainkan hanya semata-mata untuk menambah nilai
kekuatan pembuktian yang ada sehingga tidak bisa menentukan
putusan perkara No. 513/IV/ARB-BANI/2013. Karena tanpa adanya
pendapat Saksi Ahli M. E. ELIJANA TANSAH, S. H pun, Majelis
Arbitrase perkara No. 513/IV/ARB-BANI/2013 tetap dapat
memberikan pertimbangan dan mengambil keputusan atas
permaslaahan yang ada.
Adapun apabila Majelis Arbitrase mengikuti pendapat saksi ahli
tersebut, tidak lain dan tidak bukan karena Majelis Arbitrase
menganggap pendapat tersebut sejalan dengan keyakinannya.
Dalam hal ini Termohon II meminta Pemohon untuk bersikap
objektif serta berpikir logis dalam melihat permaslaahan yang ada
karena pertimbangan yang diberikan oleh Majelis Arbitrase perkara
No. 513/IV/ARB-BANI/2013 tidak semata-mata hanya bersumber
dari keterangan Saksi Ahli M. E. ELIJANA TANSAH, S. H saja,
melainkan pula dari bukti-bukti lainnya yang disampaikan baik oleh
Pemohon (dahulu Termohon Arbitrase) serta Termohon I (dahulu
Pemohon Arbitrase), bahkan keterangan saksi ahli lainnya, yaitu
Prof. NINDYO PRAMONO, S. H., M. H (vide halaman 54 Putusan
Arbitrase No. 513/IV/ARB-BANI/2013) dan keterangan Saksi
Akuntan Publik, Ibu MAURICE GANDA NAINGGOLAN (vide
halaman 55 Putusan Arbitrase No. 513/IV/ARB-BANI/2013).
Dengan kata lain, keterangan Saksi Ahli M. E. ELIJANA TANSAH,
Halaman 42 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 42
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
S. H bukan merupakan sesuatu yang dapat menentukan hasil
Putusan Arbitrase No. 513/IV/ARB-BANI/2013.
2). Dokumen menentukan sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 70
huruf b UUAAPS haruslah disembunyikan oleh pihak lawan (in casu
Termohon II) secara sengaja.
Pertanyaan terkait yang Termohon II berikutnya ajukan adalah,
apakah terdapat dokumen yang membuktikan bahwasanya
ketidaknetralan keterangan Saksi Ahli M. E. ELIJANA TANSAH, S.
H merupakan hal yang secara sengaja disembunyikan oleh
Termohon I.
Termohon II berpendapat bahwasanya apa yang dituduhkan oleh
Pemohon atas adanya dokmen yang secara sengaja disembunyikan
pihak lawan dala perkara a quo jelas merupakan hal yang
mengada-ada karenma tidak ada satupun bukti bahwa Termohon I
telah secara sengaja menyembunyikan dokumen tersebut. Apalagi,
dokumen yang katanya disembunyikan oleh Termohon I tersebut
adalah berikta dari situs hukumonline.com tertanggal 6 Maret 2009.
Pertanyaannya lagi, bagaimana cara Termohon I menyembunyikan
berita yang notabene setiap orang dapat mengakses halaman/
website tersebut. Apakah Termohon I menyembunyikan berita
tersebut dengan cara melakukan blocking pada website
hukumonline.com sampai dengan putusan Putusan Arbitrase No.
513/IV/ARB-BANI/2013 diterbitkan. Hal ini jelas-jelas mengada-ada
dan ngawur sekali. Untuk itu, Termohon II mensomir PEMohon
untuk membuktikan adanya unsur kesengajaan Termohon I dalam
menyembunyikan dokumen tersebut.
• Sebagaimana yang telah Termohon II uraikan sebelumnya, adalah
fakta bahwa tidak ada satpun putusan pengadilan berkekuatan hukum
tetap yang membuktikan adanya dokumen yang disembunyikan oleh
pihak lawan (in cassu Termohon I) di dalam proses pemeriksaan
Perkara Arbitrase No. 513/IV/ARB-BANI/2013. Padahal yang demikian
itu sudah jelas diamanatkan oleh Penjelasan Pasal 70 UUAAPS dan
pertimbangan-pertimbangan hakim agung MA-RI dalam beberapa
putusannya (hal ini tidak perlu Termohon II uraikan lagi).
Halaman 43 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 43
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
• Di dalam pemeriksaan perkara arbitrase No. 513/IV/ARB-BANI/2013
tentunya dapat diketahui bahwa Majelis Arbitrase terdiri dari 3 (tiga)
orang arbiter yang telah mempunyai pengalaman dan kecakapan yang
mumpuni untuk memeriksa dan mengadili perkara arbitrase No. 513/IV/
ARB-BANI/2013, yaitu:
1). Ibu FATIMAH ACHYAR, S. H., FCBArb selaku Ketua Majelis.
2). Bpk. HUMPREY R. DJEMAT, S. H., LL. M., FCBArb selaku Anggota
Majelis.
3). Bpk. H. BASOEKI, S. H selaku Anggota Majelis.
Terkait hal tersebut, mengingat terdapat 3 (tiga) orang arbiter yang
bertugas untuk memeriksa dan mengadili perkara arbitrase No. 513/IV/
ARB-BANI/2013, maka tentunya pendapat seorang arbiter tidak dapat
menentukan isi putusan kecuali pendapat tersebut disetujui arbiter
lainnya. Hal ini dapat dilihat dari lampiran putusan perkara arbitrase No.
513/IV/ARB-BANI/2013 mengenai Dissenting Opinion dari Arbiter Bpk.
H. BASOEKI, S. H. Dengan kata lain, pendapat Bpk. HUMPREY R.
DJEMAT, S. H., LL. M., FCBArb seorang, yang (apabila) tidak disetujui
arbiter lainnya, jelas tidak mempengaruhi isi putusan arbitrase No. 513/
IV/ARB-BANI/2013.
• Pemeriksaan perkara arbitrase No. 513/IV/ARB-BANI/2013 di BANI
dahulu yang dilakukan oleh Majelis Arbitrase telah berjalan sesuai
dengan ketentuan yang ada dan mempertimbangkan seluruh dalil,
bukti-bukti, dan fakta-fakta yang disampaikan kedua belah pihak secara
berimbang sesuai dengan azas audi alteram partem.
• Perlu Termohon II tegaskan bahwa tidak benar Ibu M. E. ELIJANA
TANSAH, S. H bekerja atau pernah bekerja di kantor GANI DJEMAT &
PARTNERS, tempat di mana Bpk. HUMPREY R. DJEMAT, S. H., LL.
M., FCBArb tergabung sehingga Ibu M. E. ELIJANA TANSAH, S. H
tidak mempunyai hubungan afiliasi atau conflict of interest atau apapun
namanya dengan Bpk. HUMPREY R. DJEMAT, S. H., LL. M., FCBArb.
Terkait hal tersebut, maka perlu diperhatikan bahwa informasi Pemohon
yang menyatakan Ibu M. E. ELIJANA TANSAH, S. H memiliki afiliasi
dengan GANI DJEMAT & PARTNERS yang diambil dari website
hukumonline.com adalah berasal dari pihak ketiga yang tidak diketahui
Halaman 44 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 44
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
sumbernya pada tahun 2009 sehingga jelas hal tersebut tidak dapat
dijadikan suatu pijakan fakta pembuktian dalam perkara a quo.
• Pemohon telah melakukan tuduhan tanpa dasar bahwa telah terjadi
konspirasi yang dilakukan oleh Bpk. HUMPREY R. DJEMAT, S. H., LL.
M., FCBArb dan Saksi Ahli Ibu M. E. ELIJANA TANSAH, S. H (vide poin
7 halaman 8 Permohonan). Hal ini jelas merupakan tuduhan yang
serius, sangat tendensius, dan mengada-ada karena di samping
menandakan rasa tidak percaya kepada lembaga arbitrase yang justru
disepakati sendiri oleh para pihak, pernyataan tersebut jelas-jelas telah
menyerang nama baik dan reputasi Bpk. HUMPREY R. DJEMAT, S. H.,
LL. M., FCBArb karena pernyataan “konspirasi” tersebut dpat diartikan
bahwa Bpk. HUMPREY R. DJEMAT, S. H., LL. M., FCBArb tidak
bertindak netral dan memihak slah satu pihak. Untuk itu, Termohon II
mohon kepada Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri
Jakarta Utara untuk mencatat “tuduhan” tanpa dasar dari Pemohon
tersebut.
DALIL PEMOHON MENGADA-ADA KARENA UNSUR TIPU MUSLIHAT
DALAM PROSES PEMERIKSAAN PERKARA ARBITRASE NO. 513/IV/ARB-
BANI/2013 TIDAK TERPENUHI DAN MENGADA-ADA
12. Pokok keberatan Pemohon sebagaimana yang tertuang dalam halaman 8
sampai 9 Permohonan pada intinya adalah Pemohon menganggap bahwa
putusan arbitrase No. 513/IV/ARB-BANI/2013 telah diambil dari tipu
muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan
snegketa sehingga persyaratan pembatalan putusan aribtrase
sebagaimana diatur dalam Pasal 70 UUAAPS terpenuhi.
13. Adapun setelah menemiti dalil serta argumentasi Pemohon di mana
Pemohon kembali mempermasalahkan penunjukkan Ibu M. E. ELIJANA
TANSAH, S. H selaku saksi ahli yang diajukan Termohon I, maka
Termohon II berkesimpulan penunjukkan tersebutlah yang dimaksud
dengan tipu muslihat sebagaimana dimaksud Pasal 70 UUAAPS.
14. Terkait hal tersebut di atas, Termohon II menolak dengan tegas dalil
Pemohon karena:
• Pemohon tidak menguaikan secara rinci bentuk tipu muslihat apa yang
dilakukan Majelis Arbitrase dalam memeriksa dan mengadili perkara
Halaman 45 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 45
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
No. 513/IV/ARB-BANI/2013 sehingga jelas merupakan tuduhan yang
tendensius dan mengada-ada. dan sehubungan hal tersebut, Termohon
II kembali menyatakan bahwa pemeriksaan perkara No. 513/IV/ARB-
BANI/2013 di BANI dahulu yang dilakukan oleh Majelis Arbitrase telah
berjalan sesuai dengan ketentuan yang ada dan mempertimbangkan
seluruh dalil, bukti-bukti, dan fakta-fakta yang disampaikan kedua belah
pihak secara berimbang sesuai dengan azas audi alteram partem dan
tidak ada satupun tipu muslihat dilakukan kepada para pihak yang
berperkara.
• Quodnon apabila memang terdapat tipu muslihat yang didalilkan
Pemohon, maka sesuai dengan Penjelasan Pasal 70 UUAAPS dan
pertimbangan-pertimbangan dari pasar hakim agung MA-RI
sebagaimana yang telah diuraikan di atas, haruslah didasarkan pada
suatu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (yang mana
telah Termohon II uraikan sebelumnya, tidak ada satupun putusan
pengadilan dimaksud yang menunjukan adanya tipu muslihat di dalam
proses pemeriksaan perkara arbitrase No. 513/IV/ARB-BANI/2013).
Sehingga jelaslah bahwa dalil tipu muslihat yang digunakan Pemohon
dalam usahanya membatalkan putusan arbitrase No. 513/IV/ARB-
BANI/2013 adalah dalil yang mengada-ada dan patut untuk ditolak.
• Berdasarkan ketentuan Pasal 70 UUAAPS berikut Penjelasannya,
sangat terang dan jelas bahwa pengertian tipu muslihat sebagaimana
dimaksud adalah berkenaan dengan sutau delik pidana. Artinya, sutau
putusan arbitrase dapat dibatalkan apabila di dalam proses
pemeriksaannua ternyata salah satu pihak terbukti melakukan tindak
pidana yang dapat mempengaruhi hasil putusan arbitrase yang diambil
oleh Majelis Arbitrase sehingga unsur tpu muslihat tersebut haruslah
dibuktikan dengan putusan pengadilan dan tidak boleh hanya
berdasarkan tafsir salah satu pihak.
Hal ini sesuai dengan pertimbangan beberapa putusan MA RI berikut
ini:
• Putusan Mahkamah Agung RI tanggal 21 Januari 2008 No. 855K/
PDT.SUS/2008, dengan susunan Majelis DR. Harifin A. Tumpa, S.
H., M. H., sebagai Ketua Majelis; Prof. Rehngena Purba, S. H., M.
Halaman 46 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 46
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
S.; dan DR. H. Muchsin, S. H., masing-masing sebagai anggota
Majelis. Kaidah hukumnya menyatakan:
Bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan oleh karena
pertimbangan pengadilan negeri telah tepat dan benar.
Bahwa permohonan ini prematur sebab harus dibuktikan lewat
putusan pengadilan terlebih dahulu adanya tipu muslihat/kebohingan
(bukan hanya tafsir dari salah satu pihak) vide bukti Pasal 70
Undang-undang No. 30 tahun 1999.
• Putusan Mahkamah Agung RI tanggal 30 Maret 2009 No. 729K/
PDT.SUS/2009, dengan susunan Majelis H. Abdul Kadir Mappong,
S. H., sebagai Ketua Majelis; Dirwoto, H., S. H. dan Mieke Komar,
Prof., Dr., S. H.; M. CL masing-masing sebagai anggota Majelis.
Kaidah hukumnya menyatakan:
Bahwa alasan-alasan permohonan pembatalan yang disebut dalam
Pasal 70 tersebut harus dibuktikan dengan putusan pengadilan
(dalam perkara pidana) dan di luar alasan tersebut, permohonan
pembatalan harus dinyatakan tidak dapat diterima.
• Putusan Mahkamah Agung RI tanggal 24 Februari 2010 No. 109K/
PDT.SUS/2010, dengan susunan Majelis DR. Harifin A. Tumpa, S.
H., M. H., sebagai Ketua Majelis; Prof. Rehngena Purba, S. H., M.
S.; dan DR. H. Muchsin, S. H., masing-masing sebagai anggota
Majelis. Kaidah hukumnya menyatakan:
Bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan oleh karena
Judex Facti tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan
sebagai berikut:
Bahwa permohonan pembatalan yang diajukan oleh pemohon
banding didasarkan pada adanya tipu muslihat yang dilakukan oleh
termohon banding. Akan tetapi ternyata pemohon banding tiak
dapat membuktikan adanya tipu muslihat tersebut dan tidak pula
disertai dengan bukti berupa putusan pidana yang mneyatakan
telah terjadi tipu muslihat yang dilakukan oleh termohon banding
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 70 Undang-undang No. 30
Tahun 1999.
Halaman 47 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 47
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Adanya persyaratan putusan pidana untuk dijadikan dasar dalam
perkara pembatalan putusan arbitrase tidak lain dan tidak bukan demi
memberikan kekuatan bukti yang sempurna bagi Pemohon mengingat
dalam perkara a quo hakim pengadilan negeri tidak memeriksa ulang
pertimbangan yang telah diberikan oleh Majelis Arbitrase (vede Pasal
11 ayat (2) jo. Pasal 62 ayat (4) UUAAPS). Hal ini sesuai dengan
Yurisprudensi Putusan MA RI No. 199K/SIP/1973 tanggal 27 Nopember
1975 yang menyatakan:
Suatu putusan hakim pidana mempunyai kekuatan bukti yang
sempurna dalam perkara perdata baik terhadap orang yang dihukum
pada putusan hakim pidana maupun terhadap pihak ketiga, dengan
membolehkan adanya pembuktian perlawanan (bukti balasan).
• Adapun, apabila tipu muslihat yang didalilkan oleh Pemohon adalah
berkenaan dengan tuduhan tanpa dasar Pemohon di mana Ibu M. E.
ELIJANA TANSAH, S. H memiliki afiliasi dengan Bpk. HUMPREY R.
DJEMAT, S. H., LL. M., maka sebagaimana yang telah Termohon II
sampaikan sebelumnya dalam Jawaban ini bahwa Termohon II
menolak dengan tegas dalil Pemohon tersebut karena pada faktanya
Ibu M. E. ELIJANA TANSAH, S. H tidak bekerja dan tidak pernah
bekerja di kantor hukum GANI DJEMAT & PARTNERS, tempat di mana
Bpk. HUMPREY R. DJEMAT, S. H., LL. M., FCBArb tergabung.
Terkait hal tersebut, Termohon II tidak habis pikir dengan tindakan
Pemohon yang mendasarkan dalilnya pada berita yang berasal dari
pihak ketiga yang tidak diketahui sumbernya pada tahun 2009 karena
jelas hal tersebut tidak dapat dijadikan suatu pijakan fakta pembuktian
dalam perkara a quo. Untuk itu Termohon II mensomir Pemohon untuk
melampirkan dokumen otentik yang membuktikan tuduhannya tersebut.
MENGENAI TUDUHAN PEMOHON DI MANA MAJELIS ARBITRASE TELAH
MELAKUKAN KEKELIRUAN YANG NYATA DALAM MEMUTUS PERKARA
TERKAIT DASAR HUKUM PENGAMBILAN KEPUTUSAN
15. Pokok perkara Pemohon berikutnya sebagaimana yang tertuang dalam
halaman 10 sampai dengan 12 Permohonan pada intnya adalah Pemohon
menganggap bahwa Majelis Arbitrase telah keliru dalam memberikan dasar
hukum karena menggunakan Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2008
Halaman 48 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 48
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (“PP 38/2008”) atas Pelaksanaan
Perjanjian sehingga putusan arbitrase No. 513/IV/ARB-BANI/2013 dapat
dibatalkan para perkara a quo.
16. Terkait hal tersebut di atas, Termohon II menolak dengan tegas dalil
Pemohon tersebut dengan alasan:
• Pasal 70 UUAAPS jo. No. 10/BUA.6/HS/SP/IX/2012 tertanggal 12
September 2012 serta beberapa putusan MA RI, yakni Putusan MA RI
729K/PDT.SUS/2009 jo. Putusan Mahkamah Agung No. 268K/
Pdt.Sus/2012 ytelah menetapkan bahwasanya alasan-alasan yang
dapat digunakan oleh para pihak yang bersengketa untuk mengajukan
permohonan pembatalan putusan arbitrase demi hukum telah dibatasi
secara limitatif. Dengan kata lain, pemohon pembatalan dapat memilih/
memutuskan alasan-alasan tersebut hendaknya tidak boleh melenceng
daripada yang apa-apa digariskan dalam ketentuan Pasal 70 (poin a, b,
dan c) UUAAPS.
Terkait hal tersebut, maka jelas alasan yang digunakan oleh Pemohon
untuk membatalkan putusan arbitrase No. 513/IV/ARB-BANI/2013 pada
poin ini, yakni “Majelis Arbitrase telah keliru dalam memberikan dasar
hukum” merupakan alasan diluar ketentuan Pasal 70 UUAAPS
sehingga hal tersebut keliru dan tidak mempunyai dasar hukum.
• Termohon II berpendapat bahwa Majelis Arbitrase perkara No. 513/IV/
ARB-BANI/2013 telah bertindak benar dalam mendasarkan
pertimbangannya kepad PP 38/2008 mengingat objek perjanjian berupa
bangunan UNDERSEA WORLD INDONESIA dan perlatan serta
fasilitas lainnya didirikan di atas tanah yang merupakan bagian dari
Sertifikat Hak Pengelolaan Pemerintah Daerah Ibukota Jakarta No.
1/1987 tertanggal 23 Februari 1987 yang terletak di Taman Impian Jaya
Ancol, Kelurahan Ancol Kecamatan Penjaringan Wilayah Kota Jakarta
Utara, Daerah Khusus Ibukota Jakarta (“Objek Tanah”). Quodnon,
apabila pun Objek Tanah tersebut dialihkan kepada PT.
PEMBANGUNAN JAYA ANCOL (Persero), Tbk, maka dengan merujuk
kepada bentuk badan hukum PT. PEMBANGUNAN JAYA ANCOL
(Persero), Tbk, yang notabene merupakan Badan Usaha Milik Negara
Halaman 49 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 49
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
(Persero), maka ketentuan PP 38/2008 yang mengatur tentang
Pengelolaan Banarng Milik Negara/Daerah tetap berlaku pada Objek
Tanah. Dengan demikian, pernyataan Pemohon pada halaman 12
Permohonannya yang menyatakan “berdasarkan Bukti P-14 dijelaskan
Sertifikat Hak Pengelolaan No. 1/1987 tanggal 23 Februari 1987 telah
di-inbreng-kan oleh Pemerintah Propinsi DKI Jakarta sebagai model ke
dalam PT. PEMBANGUNAN JAYA ANCOL (Persero), Tbk. dan bukan
lagi Pemerintah Propinsi DKI Jakarta. Karenanya tidak tepat jika
menjustifikasi bahwa tanah yang digunakan oleh PT. PEMBANGUNAN
JAYA ANCOL (Persero), Tbk. adalah milik negara sehingga dapat
dikaitkan dengan PP No. 38/2008” justru keliru dan tidak mempunyai
dasar hukum.
• Memang benar Perjanjian dibuat dan ditandatangani oleh Pemohon dan
Termohon II pada tanggal 21 September 1992 yang notabene telah ada
sebelum berlakunya PP 38/2008. namun demikian, apabila mencermati
jangka waktu masa pengelolaan berlaku untuk 20 (dua puluh) tahun
terhitung sejak beroperasi komersial dengan syarat seperti diuraikan
dalam Pasal 4 ayat (3) Perjanjian yang notabene pula berakhir pada
masa berlakunya PP 38/2008, maka jelas ketentuan dalam PP 38/2008
tersebut wajib diberlakukan pada Perjanjian.
• Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa Majelis
Arbitrase yang memriksa dan mengadili perkara No. 513/IV/ARB-
BANI/2013 telah bertindak tepat dalam memberikan pertimbangan
sebagaimana tertuang dalam halaman 50 sampai 51 yang menyatakan:
Menimbang, bahwa objek Perjanjian Pembangunan, Pengelolaan, dan
Pengalihan No. 81 berupa bangunan UNDERSEA WORLD
INDONESIA dan peralatan serta fasilitas dan barang inventaris lainnya
yang didirikan di atas tanah yang merupakan bagian Sertifikat Hak
Pengelolaan Pemerintah Daerah, Daerah Khusus Ibukota Jakarta No.
I/1987 tanggal 23 Februari 1987 yang terletak di Taman Impian Jaya
Ancol, Kelurahan Ancol, Kecamatan Penjaringan, Wilayah Kota Jakarta
Utara, Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Bukti P-14).
Menimbang, bahwa dikarenakan proyek UNDERSEA WORLD
INDONESIA tersebut didirikan di atas tanah milik Pemerintah Daerah,
Halaman 50 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 50
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Daerah Khusus Ibukota Jakarta dalam bentuk Hak Pengelolaan, maka
terhadapnya berlaku dan diterapkan ketentuan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 38 tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik/
Daerah.
MENGENAI TUDUHAN PEMOHON DI MANA PUTUSAN BANI NO. 513
TELAH MELANGGAR AZAS KEBEBASAN BERKONTRAK DAN HUKUM
PERJANJIAN YANG DIATUR DALAM PASAL 1338 KUHPERDATA
17. Pokok keberatan Pemohon berikutnya sebagaimana yang tertuang dalam
halaman 13 sampai dengan 16 Permohonan pada intinya adalah Pemohon
menganggap putusan arbitrase No: 513/IV/ARB-BANI/2013 telah
melanggar azas kebebasan berkontrak dan mengesampingkan ketentuan
Pasal 1320 KUHPerdata terhadap hak opsi Pemohon untuk
memperpanjang masa pengelolaan atas Objek Perjanjian selama maksimal
20 (dua puluh) tahun sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (6) Perjanjian
sehingga putusan arbitrase BANI No: 513/IV/ARB-BANI/2013 dapat
dibatalkan pada perkara a quo.
18. Terkait hal tersebut di atas, Termohon II menolak dengan tegas dalil
Pemohon tersebut dengan alasan:
• Atas alasan yang sama sebagai mana Termohon uraikan pada poin 17
(16) di atas di mana pemohon pembatalan dapat memilih/memutuskan
alasan apa yang hendak dipakai untuk membatalkan putusan arbitrase
tersebut. Namun alasan-alasan tersebut hendaknya tidak boleh
melenceng daripada yang apa-apa digariskan dalam ketentuan Pasal
70 (poin a, b, dan c) UUAAPS. Maka jelas alasan yang digunakan oleh
Pemohon untuk membatalkan putusan arbitrase BANI No: 513/IV/ARB-
BANI/2013 pada poin ini yakni “adanya dugaan pelanggaran azas
kebebasan berkontrak terhadap hak opsi Pemohon untuk
memperpanjang masa pengelolaan atas Objek Perjanjian” merupakan
alasan diluar ketentuan Pasal 70 UUAAPS sehingga hal tersebut keliru
dan tidak mempunyai dasar hukum.
• Pertimbangan mengenai hak opsi bagi Pemohon sebagaimana tertuang
dalam Perjanjian telah diberikan pertimbangan yang benar dan cukup
oleh Majelis Arbitrase perkara No: 513/IV/ARB-BANI/2013 sehingga
Halaman 51 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 51
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
berdasarklan ketentuan Pasal 11 ayat (2) jo. Pasal 62 ayat (4)
UUAAPS, maka hakim pengadilan negeri tidak memeriksa ulang apa-
apa yang telah dipertimbangkan oleh Majelis Arbitrase tersebut.
• Perlu Termohon II ingatkan bahwasanya apabila meneliti judul maupun
substansi Perjanjian yang disepakati oleh Pemohon dan Termohon I
serta pengakuan Pemohon dahulu pada pemeriksaan perkara No: 513/
IV/ARB-BANI/2013 dahulu (vide bukti T-2a), Perjanjian merupakan jenis
perjanjian yang dikenal dengan istilah Built, Operate, and Transfer
(BOT) atau dalam PP 38/2008 disebut dengan Bangun Guna Serah.
Pasal 1 butir 12 PP 38/2008 menyebutkan bahwa pengertian dari
Bangun Guna Serah adalah pemanfaatan barang milik negara/daerah
berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/
atau sarana berikut fasilitasnya kemudian didayagunakan oleh pihak
lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk
selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau
sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu.
Selanjutnya, ketentuan Pasal 29 ayat (1) 12 PP 38/2008 menyebutkan
bahwa jangka waktu Bangun Guna Serah ditetapkan paling lama 30
(tiga puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani.
Terkait hal tersebut di atas, dengan mencermati bahwa:
1). Jangka waktu masa pengelolaan Perjanjian yang berlaku untuk 20
(dua puluh) tahun terhitung sejak beroperasi komersial dengan
syarat seperti diuraikan dalam Pasal 4 ayat (3) Perjanjian.
2). Objek Perjanjian yang berdiri di atas sebagian tanah milik
Pemerintah/BUMN (persero) sehingga terhadapnya berlaku PP
38/2008.
3). Pemohon yang mempunyai hak opsi untuk memperpanjang
pengelolaan selama maksimal 20 (dua puluh) tahun lagi di aman
apabila dijumlahkan jangka waktu tersebut nyata-nyata telah
melebihi jangka waktu 30 (tiga puluh) tahun yang merupakan batas
jangka waktu suatu perjanjian BOT sebagaimana ditentukan dalam
Pasal 29 ayat (1) 12 PP 38/2008.
4). Setelah masa 20 (dua puluh) tahun sejak berlakunya Perjanjian
terdapat kenaikan nilai objek tanah serta penyusutan nilai bangunan
Halaman 52 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 52
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
sehingga menjadi tidka adil apabila tetap menggunakan ketentuan
Perjanjian yang lama.
5). Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 676K/Pdt/2010 tanggal 18
Juli 2011 yang pada pokok kaidah hukumnya menyatakan bahwa
kelanjutan dalam kerja sama perjanjian BOT hanya dapat
dilaksanakan apabila kedua belah pihak sepakat.
6). Ketentuan Pasal 1321 KUHPerdata yang mengatur bahwa tiada
sepakat yang sah apabila sepakat itu diperoleh dengan paksaan,
yang apabila dikaitkan dengan perkara a quo maka apabila opsi
perpanjangan masa pengelolaan diberlakukan tanpa adanya
kesepakatan maka merupakan suatu paksaan.
Maka menurut hemat Termohon II, Majelis Arbitrase yang memeriksa
dan mengadili perkara No: 513/IV/ARB-BANI/2013 telah bertindak
benar dalam memberikan pertimbangan sebagaimana tertuang dalam
halaman 60 putusan arbitrase BANI No: 513/IV/ARB-BANI/2013, yang
menyatakan:
Menimbang, oleh karena perpanjangan masa pengelolaan UNDERSEA
WORLD INDONESIA sebagaimana dalam Perjanjian Pembangunan,
Pengelolaan, dan Pengalihan No. 81 dengan alasan sebagaimana
diuraikan melalui pertimbangan-pertimbangan di atas baik menurut
hukum maupun azas keadilan dan kepatutan harus dibuat dalam
perjanjian yang baru di mana menurut hukum layaknya sebuah
perjanjian harus disepakati oleh kedua belah pihak yang membuatnya
(Pemohon dan Termohon), maka Majelis berpendapat opsi
perpanjangan masa pengelolaan UNDERSEA WORLD INDONESIA
dalam Perjanjian Pembangunan, Pengelolaan, dan Pengalihan No. 81
tidak berlaku secara serta merta atau otomatis, melainkan bersyarat
dengan adanya kesepakatan antara Pemohon dan Termohon dengan
cara menuangkan dalam perjanjian baru.
Menimbang bahwa berdasarkan perjanjian yang dibuat para pihak
maka apabila tidak tercapai kesepakatan baru dalam perjanjian
tersebut, maka perjanjian berakhir pada tanggal 6 Juni 2014
sebagaimana yang dinyatakan dalam Permohonan Pemohon halaman
6 butir 4d yang menyatakan “masa pengelolaan berakhir: sesuai
Halaman 53 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 53
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
perjanjian akan berakhir pada tanggal 06 Juni 2014”. Hal tersebut telah
dibenarkan dalam Jawaban Termohon halaman 3 butir 6 yang
menyatakan “jangka waktu atau masa pengelolaan untuk pertama
kalinya berlangsung selama 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak
dimulai operasi komersil tetapi tidak lebih lama dari 6 (enam) bulan
setelah pembangunan seselai. Sesuai dengan fakta, jangka waktu
pengelolaan SEA WORLD dimulai sejak tanggal 06 Juni 1994 dan
karenanya akan berakhir nanti pada tanggal 06 Juni 2014.
• Tidak benar bahwa Majelis Arbitrase yang memeriksa dan mengadili
perkara No: 513/IV/ARB-BANI/2013 telah melanggar azas kebebasan
berkontrak dan mengesampingkan ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata.
Sebaliknya, justru dengan berpedoman pada ketentuan Pasal 1320
KUHPerdata, khususnya mengenai syarat kesepakatan di mana
berdasarkan ketentuan Pasal 1321 KUHPerdata yang menyatakan
“tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diperoleh dengan paksaan”,
yang apabila dikaitkan dengan perkara a quo maka apabila opsi
perpanjangan masa pengelolaan diberlakukan tanpa adanya
kesepakatan maka merupakan suatu paksaan.
MENGENAI TUDUHAN PEMOHON DI MANA TERMOHON II SELAKU
MAJELIS PEMUTUS TELAH MEMBERIKAN PUTUSAN YANG MELEBIHI
TUNTUTAN DALAM PERMOHONAN ARBITRASE
19. Pokok keberatan Pemohon sebagaimana yang tertuang dalam halaman 8
sampai 9 Permohonan pada intinya adalah Pemohon menganggap bahwa
Termohon II selaku majelis pemutus telah memberikan putusan yang
melebihi tuntutan dalam permohonan arbitrase.
20. Terkait hal tersebut di atas, Termohon II menolak dengan tegas tuduhan
Pemohon tersebut dengan alasan:
• Pemohon jelas ngawur dengan menyatakan bahwa Termohon II
merupakan majelis pemutus. Karena faktanya, Termohon II adalah
Badan Arbitrase Nasional Indonesia yang notabene merupakan
lembaga penyelenggara arbitrase di Indonesia sebagaimana
diamanatkan UUAAPS dan tidak pernah sekalipun menjadi majelis
pemutus yang memeriksa perkara arbitrase.
Halaman 54 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 54
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
• Atas alasan yang sama sebagaimana Termohon uraikan pada poin 17
(16) di atas di mana pemohon pembatalan dapat memilih/memutuskan
alasan apa yang hendak dipakai untuk membatalkan putusan arbitrase
tersebut. Namun alasan-alasan tersebut hendaknya tidak boleh
melenceng daripada yang apa-apa digariskan dalam ketentuan Pasal
70 (poin a, b, dan c) UUAAPS. Maka jelas alasan yang digunakan oleh
Pemohon untuk membatalkan putusan arbitrase BANI No: 513/IV/ARB-
BANI/2013 pada poin ini yakni adanya “ultra petita” metupakan alasan
di luar ketentuan Pasal 70 UUAAPS sehingga hal tersebut keliu dan
tidak mempunyai dasar hukum.
• Pada poin sebelumnya telah dijelaskan bahwa hakekat dari Perjanjian
merupakan jenis perjanjian yang dikenal dengan istilah Built, Operate,
and Transfer (BOT) terhadapnya berlaku ketentuan PP 38/2008.
Terkait hal tersebut, dengan mengingat:
1). Ketentuan Pasal 29 ayat (1) 12 PP 38/2008 yang menyebutkan
bahwa jangka waktu Bangun Guna Serah ditetapkan paling lama 30
(tiga puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani;
2). Keharusan dilakukan pembaharuan atas perizinan dengan alasan-
alasan sebagaimana Termohon uraikan pada poin 19 (18) angka (1)
sampai (6) di atas; serta
3). Tidak tercapainya kesepakatan baru Perjanjian tersebut sehingga
perjanjian berakhir pada tanggal 6 Juni 2014 (hal mana telah
dibenarkan oleh Pemohon pada halaman 3 butir 6 Jawaban
Arbitrasenya terdahulu serta Termohon I pada halaman 6 butir 4d
Permohonan Arbitrasenya terdahulu).
Selanjutnya dengan berpedoman pada ketentuan Pasal 8 ayat (5)
Perjanjian mengenai akibat berakhirnya Perjanjian yang menyatakan:
Pada saat Perjanian ini berakhir, maka LTN (in cassu Pemohon)
menjamin untuk menyerahkan kembali tanah tanah beserta bangunan
proyek kepada JAYA ANCOL (in cassu Termohon I) berikut sarana-
sarana penunjang serta hak pengelolaannya termasuk karyawan dalam
keadaan baik dan dapat berfungsi sebagaimana mestinya tanpa
menuntut imbalan pembayaran dalam bentuk apapun dari JAYA
ANCOL dan LTN menjamin dan membebaskan JAYA ANCOL dari
Halaman 55 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 55
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
segala tuntutan dan/atau keberatan dari pihak manapun terhadap JAYA
NACOL atas proyek tertentu.
Maka menurut hemat Termohon II, , Majelis Arbitrase yang memeriksa
dan mengadili perkara No: 513/IV/ARB-BANI/2013 telah bertindak
benar dalam memberikan amar putusan sebagaimana tertuang dalam
poin 4 halaman 64 putusan arbitrase BANI No: 513/IV/ARB-BANI/2013,
sebagai berikut:
Menghukum Termohon Konvensi untuk menyerahkan bangunan
UNDERSEA WORLD INDONESIA termasuk peralatan serta fasilitas
dan barang inventaris lainnya sesuai dengan Berita Acara Pemeriksaan
Setempat tanggal 20 Februari 2014 yang dilakukan oleh Majelis dan
Para Phak kepada Pemohon Konvensi dalam keadaan baik dan
berfungsi sebagaimana mestinya pada saat pengelolaan berakhir, yaitu
tanggal 06 Juni 2014.
Selain hal-hal yang telah Termohon II sampaikan di atas, perlu Termohon II
sampaikan bahwa baik Termohon I sebelumnya Pemohon Konvensi/
Termohon Arbitrase dalam perkara arbitrase, pada bagian akhir petitumnya
secara kelas dan tegas menyebutkan “... apabila Majelis Arbiter
berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex a quo et bono)”
bahkan Pemohon sebelumnya Termohon Konvensi/Pemohon Arbitrase
dalam perkara arbitrase pada bagian akhir petitumnya juga menyampaikan
hal yang intinya sama, yaitu “apabila Majelis Arbiter berpendapat lain,
mohon putusan yang seadil-adilnya” sehingga dalil Pemohon yang
menyatakan Termohon II selaku Majelis Pemutus telah memberikan
putusan yang melebihi tuntutan dalam permohonan arbitrase adalah dalil
yang dibuat-buat dan sangat mengada-ada atau memang Pemohon tidak
memahami makna dari kalimat “mohon putusan yang seadil-adilnya”
tersebut tetapi sekedar ikut-ikutan menempatkan kalimat tersebut pada
bagian akhir petitumnya.
PETITUM
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka dengan ini Termohon II dan
Turut Termohon mohon kepada Majelis Hakim Yang Mulia yang memeriksa
perkara a quo agar memberikan putusan sebagai berikut:
Dalam Pokok Perkara:
Halaman 56 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 56
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
• Menolak Permohonan Pemohon untuk seluruhnya;
• Menghukum Pemohon untuk membayar biaya perkara.
Menimbang, bahwa untuk membuktikan dalil permohonannya tersebut,
Pemohon mengajukan bukti surat yang diberi tanda sebagai berikut:
P-1a : Fotokopi Akta Notaris MISAHARDI WILAMARTA, S.H.
Nomor 35 tanggal 15 Oktober 2009 tentang Pernyataan
Keputusan Para Pemegang Saham PT. SEA WORLD
INDONESIA;
P-1b : Fotokopi Akta Notaris Dr. MISAHARDI WILAMARTA, S.H.,
M.H., M.Kn., LL.M. Nomor 38 tanggal 14 April 2010 tentang
Pernyataan Keputusan Rapat PT. SEA WORLD
INDONESIA;
P-2 : Fotokopi Akta Notaris SUJTIPTO, S.H., M.Kn. Nomor 81
tanggal 21 September 1992 tentang Perjanjian
Pembangunan, Pengelolaan dan Pengalihan Hak Atas
Undersea World Indonesia di Taman Impian Jaya Ancol;
P-3a : Fotokopi surat dari PT. Sea World Indonesia Nomor: 14/SWI-
YES/III/2011 tanggal 11 Maret 2011 perihal Permohonan
Perpanjangan BOT No. 81 Tanggal 21 September 1992
(“BOT”) yang ditujukan kepada PT. Pembangunan Jaya
Ancol;
P-3b : Fotokopi tanda terima No. 084737 tanggal 15 Maret 2011
atas pengiriman surat dari PT. Sea World Indonesia Nomor:
14/SWI-YES/III/2011 tanggal 11 Maret 2011 perihal
Permohonan Perpanjangan BOT No. 81 Tanggal 21
September 1992 (“BOT”) yang ditujukan kepada PT.
Pembangunan Jaya Ancol;
P-4a : Fotokopi surat dari PT. Sea World Indonesia Nomor: 11/SWI-
YES/III/2012 tanggal 2 Maret 2012 perihal Permohonan
Perpanjangan Perjanjian Pembangunan, Pengelolaan dan
Pengalihan Hak Atas Undersea World Indonesia di Taman
Impian Jaya Ancol No. 81 tertanggal 21 September 1992
Halaman 57 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 57
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
(“Perjanjian Kerjasama”) yang ditujukan kepada PT.
Pembangunan Jaya Ancol Tbk (“Jaya Ancol”);
P-4b : Fotokopi tanda terima No. 091712 tanggal 6 Maret 2012 atas
pengiriman surat dari PT. Sea World Indonesia Nomor: 11/
SWI-YES/III/2012 tanggal 2 Maret 2012 perihal Permohonan
Perpanjangan Perjanjian Pembangunan, Pengelolaan dan
Pengalihan Hak Atas Undersea World Indonesia di Taman
Impian Jaya Ancol No. 81 tertanggal 21 September 1992
(“Perjanjian Kerjasama”) yang ditujukan kepada PT.
Pembangunan Jaya Ancol Tbk (“Jaya Ancol”);
P-5 : Fotokopi surat dari PT. Pembangunan Jaya Ancol, Tbk
Nomor 778/DIR-PJA/Ext/III/2013 tanggal 25 Maret 2013
perihal pendapat Ancol tentang Perjanjian Kerjasama No. 81
tertanggal 21 September 1992 antara PT. Pembangunan
Jaya Ancol dengan PT. Sea World Indonesia yang ditujukan
kepada PT. Sea World Indonesia;
P-6a : Fotokopi surat dari PT. Sea World Indonesia Nomor: 30/SWI-
YES/V/2013 tanggal 13 Mei 2013 perihal Pelaksanaan Opsi
Perpanjangan Masa Waktu Pengelolaan Akta No. 81 tanggal
21 September 1992 yang ditujukan kepada PT.
Pembangunan Jaya Ancol, Tbk;
P-6b : Fotokopi tanda terima No. 100175 tanggal 14 Mei 2013 atas
pengiriman surat dari PT. Sea World Indonesia Nomor: 30/
SWI-YES/V/2013 tanggal 13 Mei 2013 perihal Pelaksanaan
Opsi Perpanjangan Masa Waktu Pengelolaan Akta No. 81
tanggal 21 September 1992 yang ditujukan kepada PT.
Pembangunan Jaya Ancol, Tbk;
P-7a : Fotokopi surat dari PT. Sea World Indonesia Nomor: 31/SWI-
YES/V/2013 tanggal 15 Mei 2013 perihal Pelaksanaan Opsi
Perpanjangan Masa Waktu Pengelolaan Akta No. 81 tanggal
21 September 1992 yang ditujukan kepada PT.
Pembangunan Jaya Ancol, Tbk;
P-7b : Fotokopi tanda terima No. 100177 tanggal 16 Mei 2013 atas
pengiriman surat dari PT. Sea World Indonesia Nomor: 31/
Halaman 58 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 58
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
SWI-YES/V/2013 tanggal 15 Mei 2013 perihal Pelaksanaan
Opsi Perpanjangan Masa Waktu Pengelolaan Akta No. 81
tanggal 21 September 1992 yang ditujukan kepada PT.
Pembangunan Jaya Ancol, Tbk;
P-8 : Fotokopi surat dari PT. Pembangunan Jaya Ancol, Tbk
Nomor 1016/DIR-PJA/Ext/V/2013 tanggal 20 Mei 2012
perihal Tanggapan yang ditujukan kepada PT. Sea World
Indonesia;
P-9 : Fotokopi Putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia
(BANI) Nomor 513/IV/ARB-BANI/2013 tanggal 5 Juni 2014;
P-10 : Fotokopi berita yang diambil dari situs hukumonline (
www.hukumonline.com) tanggal 6 Maret 2009;
P-11 : Fotokopi Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6
Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara /
Daerah;
Bukti surat P-1a, P-1b, P-2, P-3b, P-4b, P-5, P-6b, P-7b dan P-8,
tersebut di atas setelah dicocokkan ternyata sesuai dengan aslinya dan
telah dibubuhi materai cukup, maka bukti surat tersebut dapat diterima
sebagai alat bukti yang sah untuk dipertimbangkan, sedangkan bukti
surat P-3a, P-4a, P-6a, P-7a dan P-10, tidak dapat ditunjukkan aslinya
di persidangan dan hanya merupakan fotokopi, adapun bukti P-9
sesuai dengan salinan resminya dan bukti P-10 sesuai print out;
Menimbang, bahwa selain mengajukan bukti surat tersebut di atas,
Pemohon juga mengajukan 1 (satu) orang ahli bernama Prof. Dr. RIDWAN
KHAIRANDY, S.H., M.H. yang memberikan keterangan di bawah sumpah yang
pada pokoknya menerangkan sebagai berikut:
• Bahwa ahli tidak kenal dengan Pemohon dan tidak ada hubungan
keluarga dengan Pemohon;
• Bahwa ahli di depan persidangan akan menjelaskan masalah
kontrak;
Halaman 59 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 59
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
• Bahwa yang dimaksud dengan perjanjian adalah kesepakatan yang
dibuat oleh kedua belah pihak dan isi perjanjian tersebut harus
ditaati oleh kedua belah pihak yang membuat perjanjian itu sendiri;
• Bahwa setiap klausul dalam perjanjian yang dibuat harus dimengerti
oleh masing-masing pihak yang membuat perjanjian;
• Bahwa apabila salah satu pihak tidak memenuhi isi dari perjanjian
yang diperjanjikan, maka tindakan tersebut dikatakan wanprestasi;
• Bahwa dalam perjanjian kerjasama telah disepakati tentang adanya
hak opsi, apabila dalam perjanjian hak opsi dipergunakan, berarti
perjanjian memanjang atau berlanjut;
• Bahwa pengertian hak opsi adalah memilih / melanjutkan berjalan
suatu perjanjian sesuai dengan opsi-opsi yang disepakati dalam
perjanjian;
• Bahwa hak opsi itu dilakukan sebelum masa berlakunya perjanjian
berakhir;
• Bahwa jika hak opsi tidak diambil, maka perjanjian yang disepakati
berakhir demi hukum;
• Bahwa bilamana pihak tidak mau melakukan opsi yang disepakati
dalam perjanjian, maka perjanjian dimaksud berakhir dan akan
membuat perjanjian baru;
• Bahwa perjanjian adalah proses kesungguhan dari kedua belah
pihak, ada yang mengatur jangka waktunya 20 tahun;
• Bahwa sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1321 KUHPerdata,
penipuan yang dibuat sebelum dibuatnya perjanjian, sehingga salah
satu pihak tergiring untuk sepakat adanya penandatanganan
kesepakatan;
• Bahwa pembatalan perjanjian hanya dapat dilakukan oleh hakim;
• Bahwa sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1342 KUHPerdata, jika
kata-kata suatu perjanjian jelas, tidak diperkenankan menyimpang
daripadanya dengan jalan penafsiran, maka yang dimaksud di sini
harus ada kata yang tegas tidak boleh menyimpang daripadanya
dengan adanya penafsiran;
Halaman 60 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 60
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
• Bahwa sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1343 KUHPerdata, jika
kata-kata suatu perjanjian dapat ditafsirkan, maka lebih baik
diselidiki maksud kedua belah pihak yang membuat perjanjian itu,
daripada dipegang teguh arti kata-kata menurut huruf, dengan
demikian di sini hakim wajib menelusuri maksud kedua belah pihak
yang membuat perjanjian tersebut;
• Bahwa sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1344 KUHPerdata, jika
suatu janji dapat diberi dua arti, maka janji itu harus dimengerti
menurut arti yang memungkinkan janji itu dilaksanakan, bukan
menurut arti yang tidak memungkinkan janji itu dilaksanakan, di sini
hakim dapat meneliti tafsiran mana perjanjian yang akan
dilaksanakan;
• Bahwa sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1345 KUHPerdata, jika
suatu perkataan dapat diberi dua macam pengertian, maka harus
dipilih arti yang paling sesuai dengan sifat perjanjian, maka hakim
dapat melihat keseluruhan kontrak atau substansinya;
• Bahwa sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1346 KUHPerdata,
perikatan yang mempunyai arti yang meragu-ragukan, harus
ditafsirkan menurut kebiasaan di dalam negeri atau di tempat
perjanjian dibuat, dengan maksud bahwa perjanjian yang tidak jelas
dalam hal ini hakim dapat melakukan penafsiran melalui kebiasaan;
• Bahwa ada perjanjian berakhir dalam waktu 20 tahun, tetapi dalam
perjanjian dimaksud diatur adanya hak opsi harus mengikuti sampai
selesai, tetapi kalau tidak selesai diserahkan pada hakim;
Bahwa atas keterangan ahli tersebut, para pihak masing-masing menyatakan
akan menanggapinya di dalam kesimpulan;
Menimbang, bahwa adapun untuk membuktikan dalil bantahannya,
Termohon I dan Termohon II telah mengajukan bukti surat yang diberi tanda
sebagai berikut:
BUKTI TERMOHON I:
T.I-1 : Fotokopi Akta Notaris ARYANTI ARTISARI, S.H., M.Kn.
Nomor 112 tanggal 30 Mei 2013 tentang Berita Acara Rapat
Halaman 61 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 61
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Umum Pemegang Saham Tahunan PT. Pembangunan Jaya
Ancol, Tbk;
T.I-2 : Fotokopi Akta Notaris SUJTIPTO, S.H., M.Kn. Nomor 81
tanggal 21 September 1992 tentang Perjanjian
Pembangunan, Pengelolaan dan Pengalihan Hak Atas
Undersea World Indonesia di Taman Impian Jaya Ancol;
T.I-3 : Fotokopi halaman 31 sampai dengan halaman 33 Akta
Notaris SUJTIPTO, S.H., M.Kn. Nomor 81 tanggal 21
September 1992 tentang Perjanjian Pembangunan,
Pengelolaan dan Pengalihan Hak Atas Undersea World
Indonesia di Taman Impian Jaya Ancol;
T.I-4 : Fotokopi surat dari PT. Sea World Indonesia Nomor: 14/SWI-
YES/III/2011 tanggal 11 Maret 2011 perihal Permohonan
Perpanjangan BOT No. 81 Tanggal 21 September 1992
(“BOT”) yang ditujukan kepada PT. Pembangunan Jaya
Ancol;
T.I-5 : Fotokopi surat dari PT. Sea World Indonesia Nomor: 11/SWI-
YES/III/2012 tanggal 2 Maret 2012 perihal Permohonan
Perpanjangan Perjanjian Pembangunan, Pengelolaan dan
Pengalihan Hak Atas Undersea World Indonesia di Taman
Impian Jaya Ancol No. 81 tertanggal 21 September 1992
(“Perjanjian Kerjasama”) yang ditujukan kepada PT.
Pembangunan Jaya Ancol Tbk (“Jaya Ancol”);
T.I-6 : Fotokopi Salinan Putusan Badan Arbitrase Nasional
Indonesia (BANI) Nomor 513/IV/ARB-BANI/2013 tanggal 5
Juni 2014;
T.I-7 : Fotokopi halaman 1 dan 2 Putusan Badan Arbitrase Nasional
Indonesia (BANI) Nomor 513/IV/ARB-BANI/2013 tanggal 5
Juni 2014;
Bukti surat T.I-1 sampai dengan T.I-7 tersebut di atas setelah
dicocokkan ternyata sesuai dengan aslinya dan telah dibubuhi materai
cukup, maka bukti surat tersebut dapat diterima sebagai alat bukti yang
sah untuk dipertimbangkan;
Halaman 62 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 62
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
BUKTI TERMOHON II:
T.II-1 : Fotokopi Putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia
(BANI) Nomor 513/IV/ARB-BANI/2013 tanggal 5 Juni 2014;
T.II-2 : Fotokopi Akta Notaris SUJTIPTO, S.H., M.Kn. Nomor 81
tanggal 21 September 1992 tentang Perjanjian
Pembangunan, Pengelolaan dan Pengalihan Hak Atas
Undersea World Indonesia di Taman Impian Jaya Ancol;
T.II-3 : Fotokopi halaman 61 sampai dengan halaman 69 Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa;
T.II-4 : Fotokopi Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 07 Tahun
2012 tentang Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar
Mahkamah Agung sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas
Bagi Pengadilan;
T.II-5a : Fotokopi Putusan Mahkamah Agung No.729 K/Pdt.Sus/2008
tanggal 30 Maret 2009 yang diunduh dari Direktori Putusan
Mahkamah Agung RI dengan alamat
putusan.mahkamahagung.go.id;
T.II-5b : Fotokopi Putusan Mahkamah Agung No.268 K/Pdt.Sus/2012
tanggal 25 Mei 2012 yang diunduh dari Direktori Putusan
Mahkamah Agung RI dengan alamat
putusan.mahkamahagung.go.id;
T.II-5c : Fotokopi Putusan Mahkamah Agung No.146 K/Pdt.Sus/2012
tanggal 23 Mei 2012 yang diunduh dari Direktori Putusan
Mahkamah Agung RI dengan alamat
putusan.mahkamahagung.go.id;
T.II-6a : Fotokopi Putusan Mahkamah Agung No.855 K/Pdt.Sus/2008
tanggal 21 Januari 2008 yang diunduh dari Direktori Putusan
Mahkamah Agung RI dengan alamat
putusan.mahkamahagung.go.id;
T.II-6b : Fotokopi Putusan Mahkamah Agung No.109 K/Pdt.Sus/2010
tanggal 24 Februari 2010 yang diunduh dari Direktori
Halaman 63 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 63
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Putusan Mahkamah Agung RI dengan alamat
putusan.mahkamahagung.go.id;
T.II-6c : Fotokopi Putusan Mahkamah Agung No.126 K/Pdt.Sus/2010
tanggal 29 November 2010 yang diunduh dari Direktori
Putusan Mahkamah Agung RI dengan alamat
putusan.mahkamahagung.go.id;
T.II-6d : Fotokopi Putusan Mahkamah Agung No.641 K/Pdt.Sus/2011
tanggal 21 Desember 2011 yang diunduh dari Direktori
Putusan Mahkamah Agung RI dengan alamat
putusan.mahkamahagung.go.id;
T.II-6e : Fotokopi Putusan Mahkamah Agung No. 231 K/Pdt.Sus/2011
tanggal 12 Januari 2012 yang diunduh dari Direktori Putusan
Mahkamah Agung RI dengan alamat
putusan.mahkamahagung.go.id;
T.II-7a : Fotokopi halaman 475 Pasal 1866 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata;
T.II-7b : Fotokopi HIR Pasal 164 jo Pasal 154 ayat (2) HIR;
T.II-8 : Fotokopi email korespondensi dari Sekretariat BANI (diwakili
oleh Bapak Ismu) dengan Bapak Humprey R. Djemat;
T.II-9 : Fotokopi Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6
Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara /
Daerah;
T.II-10 : Fotokopi Sertipikat Tanda Bukti Hak Pengelolaan Nomor 1 /
Ancol seluas 4.779.120 m2 atas nama pemegang hak
Pemda DKI Jakarta tanggal 23 Februari 1987;
Bukti surat T.II-1, T.II-2 dan T.II-3 tersebut di atas setelah dicocokkan
ternyata sesuai dengan aslinya dan telah dibubuhi materai cukup, maka
bukti surat tersebut dapat diterima sebagai alat bukti yang sah untuk
dipertimbangkan, sedangkan bukti surat T.II-4, T.II-6a sampai dengan
T.II-6e, T.II-7a, T.II-7b, T.II-9, T.II-10 tidak dapat ditunjukkan aslinya di
persidangan dan hanya merupakan fotokopi, adapun bukti surat T.II-5a
sampai dengan T.II-5c dan T.II-8 adalah sesuai print out, ;
Halaman 64 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 64
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa kemudian para pihak mengajukan kesimpulan
tanggal 25 September 2014 sebagaimana termuat dalam Berita Acara Sidang,
selanjutnya para pihak menyatakan tidak akan mengajukan sesuatu hal lagi dan
mohon putusan;
Menimbang, bahwa untuk mempersingkat putusan ini maka segala
sesuatu yang terjadi di persidangan sebagaimana tercatat dalam berita acara
sidang perkara ini dianggap pula tercantum di sini sebagai bagian tak
terpisahkan dari putusan ini ;
TENTANG HUKUMNYA
I. DALAM EKSEPSI:
Menimbang, bahwa Termohon I mengajukan eksepsi yaitu Pemohon
tidak lagi memiliki kapasitas hukum atau kedudukan hukum (legal standing)
dalam pengajuan permohonan pembatalan putusan BANI dikarenakan Akta
Nomor 81 tertanggal 21 September 1992 telah berakhir demi hukum pada
tanggal 16 Juni 2014;
Menimbang, bahwa atas eksepsi tersebut Majelis Hakim memberikan
pertimbangan sebagai berikut: bahwa Pemohon di dalam perkara a quo adalah
berkedudukan sebagai pihak yang mengajukan permohonan pembatalan
Putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) Nomor 513/IV/ARB-
BANI/2013 tanggal 5 Juni 2014, sehingga terhadapnya berlaku Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Bahwa Pasal 71 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa menyatakan permohonan pembatalan
putusan arbitrase harus diajukan secara tertulis dalam waktu paling lama 30
(tiga puluh) hari terhitung sejak hari penyerahan dan pendaftaran putusan
arbitrase kepada Panitera Pengadilan Negeri;
Menimbang, bahwa sebagaimana dalil Pemohon yang tidak dibantah
oleh Para Termohon, Putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI)
Nomor 513/IV/ARB-BANI/2013 tanggal 5 Juni 2014 telah didaftarkan pada
Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Utara tanggal 1 Juli 2014 di bawah
register No. 02/WASIT/2014/PN.JKT.UT, selanjutnya Pemohon mengajukan
Permohonan Pembatalan pada tanggal 24 Juli 2014, sehingga dengan
demikian Majelis Hakim berpendapat permohonan pembatalan putusan yang
Halaman 65 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 65
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
diajukan oleh Pemohon adalah masih dalam jangka waktu yang ditentukan oleh
undang-undang;
Menimbang, bahwa benar adanya jika perjanjian Nomor 81 tanggal 21
September 1992 tentang Perjanjian Pembangunan, Pengelolaan dan
Pengalihan Hak Atas Undersea World Indonesia di Taman Impian Jaya Ancol
adalah berakhir pada tanggal 16 Juni 2014 (vide bukti P-2 yang sama dengan
bukti T.I-2 dan bukti T.II-2), namun demikian oleh karena terjadi sengketa
antara Pemohon dengan Termohon I perihal isi perjanjian dimaksud, yaitu
adanya perbedaan pandangan antara Pemohon dengan Termohon I dalam
menafsirkan ketentuan Pasal 8 ayat (6) perjanjian Nomor 81 tanggal 21
September 1992, maka sudah selayaknya jika sengketa antara Pemohon
dengan Termohon I diselesaikan terlebih dahulu sebelum perjanjian dimaksud
dinyatakan telah berakhir, in casu adanya putusan yang berkekuatan hukum
tetap terhadap Putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) Nomor 513/
IV/ARB-BANI/2013 tanggal 5 Juni 2014, sehingga dalam hal ini Majelis Hakim
berpendapat perjanjian Nomor 81 tanggal 21 September 1992 tentang
Perjanjian Pembangunan, Pengelolaan dan Pengalihan Hak Atas Undersea
World Indonesia di Taman Impian Jaya Ancol menjadi status quo;
Menimbang, bahwa Majelis Hakim berpendapat klausul berakhirnya
perjanjian dimaksud hanya dapat diterapkan dalam keadaan normal tanpa
adanya suatu permasalahan diantara para pihak. Untuk itu walaupun perjanjian
Nomor 81 tertanggal 21 September 1992 telah berakhir pada tanggal 16 Juni
2014, namun demikian menurut pendapat Majelis Hakim tidaklah menjadikan
Pemohon tidak memiliki kapasitas hukum atau kedudukan hukum (legal
standing), sebab yang utama di dalam perkara a quo adalah legal standing
Pemohon dalam kedudukannya sebagai pihak yang mengajukan pembatalan
putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI);
Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan tersebut di atas,
Majelis Hakim berpendapat, eksepsi dari Termohon I menurut hukum harus
dinyatakan tidak dapat diterima;
II. DALAM POKOK PERKARA
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan dari Pemohon adalah
sebagaimana diuraikan di atas;
Halaman 66 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 66
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa Pemohon mengajukan permohonan pembatalan
Putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) Nomor 513/IV/ARB-
BANI/2013 tanggal 5 Juni 2014 yang amarnya berbunyi sebagai berikut:
DALAM KONVENSI
Dalam Eksepsi
Menolak Eksepsi Termohon Konvensi untuk seluruhnya.
Dalam Pokok Perkara
1. Mengabulkan permohonan dari Pemohon Konvensi untuk sebagian.
2. Menyatakan Perjanjian Pembangunan, Pengelolaan, dan
Pengalihan Hak Atas UNDERSEA WORLD INDONESIA di Taman
Impian Jaya Ancol sebagaimana tertuang dalam Perjanjian
Pembangunan, Pengelolaan, dan Pengalihan No. 81 tanggal 21
September 1992 yang dibuat di hadapan SUTJIPTO, S. H., Notaris
di Jakarta, berakhir pada tanggal 06 Juni 2014.
3. Menyatakan opsi perpanjangan masa Perjanjian Pembangunan,
Pengelolaan, dan Pengalihan Hak Atas UNDERSEA WORLD
INDONESIA di Taman Impian Jaya Ancol sebagaimana tertuang
dalam Perjanjian Pembangunan, Pengelolaan, dan Pengalihan No.
81 tanggal 21 September 1993 yang dibuat di hadapan SUTJIPTO,
S. H., Notaris di Jakarta, adalah tidak berlaku secara serta merta
atau otomatis, melainkan bersyarat dapat diperpanjang dengan
perjanjian baru yang disepakati Pemohon Konvensi dan Termohon
Konvensi.
4. Menghukum Termohon Konvensi untuk menyerahkan bangunan
UNDERSEA WORLD INDONESIA termasuk peralatan serta fasilitas
dan barang inventaris lainnya sesuai dengan Berita Acara
Pemeriksaan Setempat tanggal 20 Februari 2014 yang dilakukan
oleh Majelis dan Para Phak kepada Pemohon Konvensi dalam
keadaan baik dan berfungsi sebagaimana mestinya pada saat
pengelolaan berakhir, yaitu tanggal 06 Juni 2014.
5. Menolak permohonan Pemohon Konvensi untuk selebihnya.
DALAM REKONVENSI
Menolak Permohonan Rekonvensi dari Pemohon Rekonvensi/Termohon
Konvensi seluruhnya.
Halaman 67 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 67
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
DALAM KONVENSI DAN REKONVENSI
1. Menghukum Pemohon Konvensi/Termohon Rekonvensi dan
Termohon Konvensi/Pemohon Rekonvensi membayar biaya
administrasi, biaya pemeriksaan, dan biaya arbiter dalam Konvensi
masing-masing seperdua bagian.
2. Memerintahkan Termohon Konvensi/Pemohon Rekonvensi untuk
mengembalikan ½ (seperdua) biaya administrasi, biaya
pemeriksaan, dan biaya arbiter dalam Konvensi, yaitu sebesar Rp
261.900.000,- (dua ratus enam puluh satu juta sembilan ratus ribu
rupiah) kepada Pemohon Konvensi/Termohon Rekonvensi.
3. Menghukum Termohon Konvensi/Pemohon Rekonvensi untuk
membayar biaya administrasi, biaya pemeriksaan, dan biaya arbiter
dalam Rekonvensi sebesar Rp 523.800.000,- (lima ratus dua puluh
tiga juta delapan ratus ribu rupiah) untuk seluruhnya.
4. Menghukum Pemohon dan Termohon untuk melaksanakan putusan
ini selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak putusan diucapkan.
5. Menyatakan putusan ini putusan dalam tingkat pertama dan terakhir
serta mengikat kedua belah pihak.
6. Memerintahkan Sekretaris Majelis dalam perkara ini mendaftarkan
Putusan Arbitrase tersebut pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri
Jakarta Utara pada waktu sesuai yang ditetapkan dalam Undang-
undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa.
Menimbang, bahwa permohonan pembatalan putusan arbitrase dari
Pemohon adalah diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara
sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 71 Undang-Undang Nomor 30
Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, oleh
karena itu permohonan dari Pemohon tersebut secara formil dapatlah untuk
diterima;
Menimbang, bahwa Pemohon mengajukan keberatan terhadap Putusan
Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) Nomor 513/IV/ARB-BANI/2013
tanggal 5 Juni 2014 oleh karena besar indikasi pemeriksaan Perkara No. 513/
IV/ARB-BANI/2013 sejak awal telah berlangsung secara tidak independen,
memihak, dan penuh tipu muslihat yang bertujuan untuk merugikan kepentingan
Halaman 68 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 68
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
hukum dan hak-hak Pemohon dengan alasan-alasan yang pada pokoknya
sebagai berikut:
1. Pemohon Menemukan Dokumen yang Sifatnya
Menentukan di mana Dokumen Ini Menunjukkan
Adanya Afiliasi antara Saksi Ahli yang Diajukan
Pemohon Arbitrase dengan Salah Satu Arbiter yang
Mempengaruhi Putusan BANI No. 513 Sebagaimana
dimaksud dalam Ketentuan Pasal 70 Huruf b UU
Arbitrase;
2. Patut Diduga Putusan Bani No. 513 Diambil dari
Hasil Tipu Muslihat dari Pihak Pemohon Arbitrase
Sebagaimana Dimaksud dalam Ketentuan Pasal 70
Huruf c Arbitrase;
3. Majelis Arbitrase Telah Melakukan Kekeliruan Nyata dalam Memutus
Perkara Terkait Penggunaan Dasar Hukum Pengambilan Keputusan;
4. Putusan BANI No. 513 Telah Melanggar Azas Kebebasan Berkontrak dan
Hukum Perjanjian yang Diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata;
5. Termohon II Selaku Majelis Pemutus Telah Memberikan Putusan yang
Melebihi Tuntutan dalam Permohonan Arbitrase;
Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan memberikan
pertimbangan sebagai berikut: bahwa Pasal 70 Undang-Undang Nomor 30
Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
menyatakan terhadap putusan arbitrase para pihak dapat mengajukan
permohonan pembatalan apabila putusan tersebut diduga mengandung unsur-
unsur sebagai berikut :
a. surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan
dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu;
b. setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang
disembunyikan oleh pihak lawan ; atau
c. putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak
dalam pemeriksaan sengketa.
Menimbang, bahwa setelah mempelajari dengan seksama 5 (lima) poin
alasan permohonan pembatalan putusan BANI yang diajukan oleh Pemohon
tersebut di muka, dihubungkan ketentuan Pasal 70 Undang-Undang Nomor 30
Halaman 69 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 69
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Majelis
Hakim berkesimpulan bahwa hanya ada 2 (dua) permasalahan hukum pokok
yang dapat dipertimbangkan oleh Majelis Hakim sehubungan dengan
permohonan perkara a quo yaitu:
1. Apakah ada ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang
disembunyikan oleh Termohon I setelah adanya Putusan Badan
Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) Nomor 513/IV/ARB-BANI/2013
tanggal 5 Juni 2014?;
2. Apakah Putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) Nomor
513/IV/ARB-BANI/2013 tanggal 5 Juni 2014 diambil dari hasil tipu
muslihat yang dilakukan oleh Termohon I dalam pemeriksaan
sengketa?;
Menimbang, bahwa adapun alasan selebihnya yang diajukan oleh
Pemohon yaitu:
1. Majelis Arbitrase Telah Melakukan Kekeliruan Nyata
dalam Memutus Perkara Terkait Penggunaan Dasar
Hukum Pengambilan Keputusan;
2. Putusan BANI No. 513 Telah Melanggar Azas
Kebebasan Berkontrak dan Hukum Perjanjian yang
Diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata;
3. Termohon II Selaku Majelis Pemutus Telah
Memberikan Putusan yang Melebihi Tuntutan dalam
Permohonan Arbitrase;
menurut Majelis Hakim adalah bukan merupakan alasan-alasan sebagaimana
diatur di dalam ketentuan Pasal 70 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, bahkan lebih jauh
sudah masuk ke dalam pokok perkara yang bukan menjadi kewenangan dari
Majelis Hakim untuk menilainya, untuk itu terhadap ketiga alasan Pemohon
sebagaimana di muka, Majelis Hakim tidak akan mempertimbangkannya
lebih lanjut dan patutlah untuk dikesampingkan;
Menimbang, bahwa untuk menguatkan dalil-dalil permohonannya,
Pemohon telah mengajukan alat bukti berupa surat yang diberi tanda P-1
sampai dengan P-11 dan 1 (satu) orang ahli bernama Prof. Dr. RIDWAN
Halaman 70 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 70
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
KHAIRANDY, S.H., M.H., sedangkan untuk menguatkan dalil-dalil jawabannya,
Termohon I mengajukan alat bukti berupa surat yang diberi tanda T.I-1 sampai
dengan T.I-7, adapun Termohon II mengajukan alat bukti berupa surat yang
diberi tanda T.II-1 sampai dengan T.II-10;
Menimbang, bahwa sebelum Majelis Hakim mempertimbangkan lebih
lanjut, terlebih dahulu akan dipertimbangkan bukti-bukti surat yang diajukan
oleh Para Pihak. Bahwa setelah Majelis Hakim mempelajari dengan seksama
bukti-bukti yang diajukan oleh Para Pihak, sebagian adalah tidak ada aslinya
dan hanya merupakan fotokopi dari fotokopi, namun demikian Majelis Hakim
berpendapat bukti tersebut sangat relevan dengan perkara a quo, di samping itu
bukti-bukti surat tersebut tidak dibantah oleh Para Pihak, maka bukti surat
tersebut patut untuk dipertimbangkan;
Menimbang, bahwa disamping itu untuk lebih efektif dalam
pertimbangan hukum perkara a quo, terhadap bukti-bukti surat yang diajukan
oleh Para Pihak, Majelis Hakim akan mendahulukan mempertimbangkan bukti-
bukti surat yang relevan dengan pokok perkara permohonan a quo;
Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan
mempertimbangkan permasalahan hukum pertama yaitu apakah ada
ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh
Termohon I setelah adanya Putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia
(BANI) Nomor 513/IV/ARB-BANI/2013 tanggal 5 Juni 2014?;
Menimbang, bahwa Pemohon di dalam dalil pokok persoalan pertama
dimaksud menyatakan terdapat berita dalam situs hukumonline.com yang
menunjukkan bahwa Ahli ELIJANA TANSAH terafiliasi dengan salah satu
Majelis Arbiter, yaitu HUMPREY R. DJEMAT yang notabene adalah arbiter
yang ditunjuk oleh PT. PEMBANGUNAN JAYA ANCOL (Persero), Tbk. /
Termohon I, sehingga dengan demikian maka seharusnya Ahli ELIJANA
TANSAH pada saat dimintai keterangannya pada persidangan tanggal 6
Februari 2014 wajib menolak untuk memberikan keterangan dengan alasan
terdapat benturan kepentingan dengan HUMPREY R. DJEMAT, demikian juga
HUMPREY R. DJEMAT seharusnya wajib menolak untuk memeriksa dan/atau
meminta keterangan dari Ahli ELIJANA TANSAH dengan alasan terdapat
benturan kepentingan yang dapat mempengaruhi independensi keterangan-
Halaman 71 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 71
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
keterangan Ahli ELIJANA TANSAH dalam pemeriksaan, termasuk objektifitas
HUMPREY R. DJEMAT sebagai salah satu anggota Majelis Arbiter yang
ditetapkan oleh Termohon I;
Menimbang, bahwa terhadap dalil Pemohon tersebut, Termohon I di
dalam dalil jawabannya menyatakan tidak mungkin Termohon I
menyembunyikan dokumen yang bersifat menentukan sedangkan dokumen
tersebut adalah berita dari situs hukumonline.com tertanggal 6 Maret 2009
dimana situs hukumonline.com adalah situs yang terbuka untuk umum dan
sangat tidak mungkin dapat disembunyikan oleh Termohon II, bahkan dalam
persidangan ini jelas-jelas Termohon I dapat dengan mudah menemukan
informasi tersebut melalui internet.
Menimbang, bahwa adapun Termohon II di dalam dalil jawabannya
menyatakan jika dalil Pemohon tersebut merupakan hal yang mengada-ada
karena tidak ada satupun bukti bahwa Termohon I telah secara sengaja
menyembunyikan dokumen, apalagi dokumen berupa berita dari situs
hukumonline.com tanggal 6 Maret 2009, oleh karena situs hukumonline.com
dapat diakses oleh setiap orang, selanjutnya Termohon II menyatakan tidak ada
satupun putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap yang
membuktikan adanya dokumen yang disembunyikan pihak lawan, in casu
Termohon I di dalam proses pemeriksaan perkara Nomor 513/IV/ARB-
BANI/2013;
Menimbang, bahwa selanjutnya terhadap permasalahan hukum
pertama di muka, Majelis Hakim memberikan pertimbangan sebagai berikut:
bahwa setelah mempelajari dengan seksama bukti-bukti yang diajukan oleh
para pihak, sehubungan dengan dalil Pemohon perihal dokumen yang bersifat
menentukan, yang disembunyikan oleh Termohon I adalah mengacu kepada
bukti P-10 berupa fotokopi berita yang diambil dari situs hukumonline (
www.hukumonline.com) tanggal 6 Maret 2009, yang di dalamnya terdapat berita
dengan kalimat “Sedangkan Elijana Tansah dari Kantor Advokat Gani
Djemat & Partners berpendapat lain”;
Menimbang, bahwa untuk itu Majelis Hakim akan mempertimbangkan
apakah bukti P-10 dimaksud termasuk dalam kategori dokumen yang bersifat
menentukan yang disembunyikan oleh Termohon I. Bahwa bukti P-10 adalah
Halaman 72 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 72
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
diambil dari situs dengan alamat www.hukumonline.com yang merupakan situs
umum, dimana setiap orang dapat dengan mudah untuk mengaksesnya,
utamanya di dalam melihat berita tanggal 6 Maret 2009 yang terdapat kalimat
“Sedangkan Elijana Tansah dari Kantor Advokat Gani Djemat & Partners
berpendapat lain”, dimana pembaca dapat langsung mengaksesnya tanpa
terlebih dahulu harus mendaftar menjadi anggota situs hukumonline;
Menimbang, bahwa untuk itu Majelis Hakim sependapat dengan dalil
Termohon I dan Termohon II yang pada pokoknya menyatakan situs
hukumonline.com adalah situs yang terbuka untuk umum yang dapat diakses
oleh setiap orang sehingga tidak mungkin dapat disembunyikan oleh Termohon
I, sehingga terhadap bukti P-10 berupa fotokopi berita yang diambil dari situs
hukumonline (www.hukumonline.com) tanggal 6 Maret 2009, yang di dalamnya
terdapat berita dengan kalimat “Sedangkan Elijana Tansah dari Kantor
Advokat Gani Djemat & Partners berpendapat lain”, Majelis Hakim
berpendapat bukanlah termasuk sebagai dokumen yang disembunyikan
sebagaimana diatur di dalam ketentuan Pasal 70 huruf b Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,
pun Majelis Hakim berpendapat bukti P-10 dimaksud sifatnya tidaklah
menentukan, oleh karena hanya merupakan sebuah berita seperti pada
umumnya;
Menimbang, bahwa dengan demikian berdasarkan uraian pertimbangan
tersebut di atas, Majelis Hakim berpendapat alasan pembatalan Putusan
Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) Nomor 513/IV/ARB-BANI/2013
tanggal 5 Juni 2014 yang diajukan oleh Pemohon dengan alasan ada ditemukan
dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh Termohon I
setelah adanya putusan haruslah untuk ditolak;
Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan
mempertimbangkan permasalahan hukum kedua yaitu apakah Putusan
Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) Nomor 513/IV/ARB-BANI/2013
tanggal 5 Juni 2014 diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh
Termohon I dalam pemeriksaan sengketa?;
Menimbang, bahwa Pemohon di dalam dalil pokok persoalan kedua
dimaksud menyatakan ada itikad tidak baik dan konspirasi dari awal untuk
Halaman 73 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 73
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
mempecundangi Pemohon dalam perkara arbitrase, oleh karena adanya fakta
hukum hubungan antara Majelis Arbiter Termohon II (HUMPREY R. DJEMAT)
dengan Ahli ELIJANA TANSAH yang diajukan oleh Termohon I sebagai salah
satu pihak dalam Perkara Arbitrase No. 513/IV/ARB-BANI/2013, sehingga patut
diduga telah terjadi konspirasi sejak awal didaftarkannya Permohonan Arbitrase
yang bertujuan untuk menghilangkan hak-hak dan kepentingan hukum
Pemohon;
Menimbang, bahwa terhadap dalil Pemohon tersebut, Termohon I di
dalam dalil jawabannya menyatakan bahwa mengenai dalil adanya tipu muslihat
di mana Termohon I menunjuk Termohon II untuk menyelesaikan pokok
sengketa/permasalahan adalah memang sudah sesuai dengan amanat pada
Akta No. 81/1992, yaitu Pasal 23 ayat (2) yang menyatakan dalam hal adanya
perselisihan memang harus diselesaikan melalui Termohon II dan bukan melalui
instansi atau lembaga peradilan yang lain. Hal ini adalah kesepakatan Pemohon
dan Termohon I dan oleh karenanya berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya;
Menimbang, bahwa adapun Termohon II di dalam dalil jawabannya
menyatakan jika dalil Pemohon tersebut merupakan tuduhan yang tendensius
dan mengada-ada karena pemeriksaan perkara Nomor 513/IV/ARB-BANI/2013
telah berjalan sesuai ketentuan dan mempertimbangkan seluruh dalil, bukti-
bukti serta fakta-fakta yang disampaikan oleh kedua belah secara seimbang
sesuai asas audi alteram partem dan tidak ada satupun tipu muslihat yang
dilakukan. Adapun, apabila tipu muslihat yang didalilkan oleh Pemohon adalah
berkenaan dengan tuduhan di mana ELIJANA TANSAH memiliki afiliasi dengan
HUMPREY R. DJEMAT, maka Termohon II menolaknya dengan tegas karena
pada faktanya ELIJANA TANSAH tidak bekerja dan tidak pernah bekerja di
kantor hukum GANI DJEMAT & PARTNERS, tempat di mana HUMPREY R.
DJEMAT tergabung. Selanjutnya jika memang terdapat tipu muslihat, maka
haruslah didasarkan pada putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum
tetap, sementara di dalam perkara ini tidak ada satupun putusan pengadilan
dimaksud yang menunjukkan adanya tipu muslihat di dalam proses
pemeriksaan perkara Nomor 513/IV/ARB-BANI/2013;
Menimbang, bahwa selanjutnya terhadap permasalahan hukum kedua
di muka, Majelis Hakim memberikan pertimbangan sebagai berikut: bahwa
Halaman 74 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 74
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Majelis Hakim sependapat dengan dalil Termohon II yang pada pokoknya
menyatakan dalam hal terdapat tipu muslihat, maka harus didasarkan pada
putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, hal ini sejalan dengan
isi penjelasan Pasal 70 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang menyatakan permohonan
pembatalan hanya dapat diajukan terhadap putusan arbitrase yang sudah
didaftarkan di pengadilan. Alasan-alasan permohonan pembatalan yang
disebut dalam pasal ini harus dibuktikan dengan putusan pengadilan.
Apabila pengadilan menyatakan bahwa alasan-alasan tersebut terbukti atau
tidak terbukti, maka putusan pengadilan ini dapat digunakan sebagai dasar
pertimbangan bagi hakim untuk mengabulkan atau menolak permohonan;
Menimbang, bahwa namun demikian di dalam perkembangan keilmuan
dan pemeriksaan perkara di persidangan, pembatalan putusan arbitrase
berdasarkan alasan tipu muslihat dapat diajukan tanpa disertai dengan putusan
pengadilan yang menyatakan adanya tipu muslihat tersebut, dimana Majelis
Hakim yang bersangkutan cukup menilai dari bukti-bukti yang diajukan oleh
Pemohon bahwa terdapat perbuatan tipu muslihat yang dilakukan oleh pihak
lawan sebagaimana ketentuan Pasal 70 huruf c Undang-Undang Nomor 30
Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, hal mana
sebagaimana tertuang di dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 700 PK/
Pdt/2008 jo Putusan Mahkamah Agung Nomor 02/Banding/Wasit/2004 jo
Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 468/Pdt.G/2003/PN.Sby, dimana
Majelis Hakim PK Mahkamah Agung berpendapat Pemohon telah sengaja
mengajukan bukti yang diketahuinya sudah tidak berlaku serta bukti yang tidak
sah, sehingga sedemikian rupa mengakibatkan Majelis Arbitrase menjatuhkan
putusan yang mendasarkan kepada bukti tersebut. Tindakan Pemohon dalam
proses persidangan arbitrase tersebut yang sifatnya “mengelabuhi”, sehingga
arbiter tidak dapat mendudukkan fakta-fakta hukum pada keadaan yang
sebenarnya, sehingga tindakan Pemohon dapat dikategorikan sebagai tipu
muslihat yang membatalkan putusan arbitrase;
Menimbang, bahwa di dalam pokok perkara a quo, Pemohon
mempermasalahkan adanya hubungan hukum antara Majelis Arbiter Termohon
II (HUMPREY R. DJEMAT) dengan Ahli ELIJANA TANSAH, sehingga patut
diduga telah terjadi konspirasi sejak awal didaftarkannya Permohonan Arbitrase
Halaman 75 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 75
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
yang bertujuan untuk menghilangkan hak-hak dan kepentingan hukum
Pemohon, yang apabila dihubungkan dengan bukti-bukti yang diajukan oleh
para pihak, maka bukti yang relevan untuk dipertimbangkan sehubungan
dengan pokok permasalah kedua ini adalah bukti P-10 berupa Fotokopi berita
yang diambil dari situs hukumonline (www.hukumonline.com) tanggal 6 Maret
2009 dan bukti T.II-8 berupa Fotokopi email korespondensi dari Sekretariat
BANI (diwakili oleh Bapak Ismu) dengan Bapak Humprey R. Djemat;
Menimbang, bahwa Pemohon berdasarkan bukti P-10 pada intinya
ingin menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara Majelis Arbiter Termohon
II (HUMPREY R. DJEMAT) dengan Ahli ELIJANA TANSAH, sebagaimana isi
berita yang menyatakan jika ELIJANA TANSAH adalah berasal dari Kantor
Advokat Gani Djemat, sebaliknya Termohon II berdasarkan bukti T.II-8 ingin
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara Arbiter HUMPREY R. DJEMAT
dengan Ahli ELIJANA TANSAH, oleh karena Ahli ELIJANA TANSAH tidak
pernah bekerja di Kantor GANI DJEMAT & Partners;
Menimbang, bahwa atas perbedaan dimaksud, Majelis Hakim
memberikan pertimbangan sebagai berikut: bahwa berdasarkan bukti T.II-8,
menunjukkan bahwa korespondensi antara ISMUDAKIR dari Badan Arbitrase
Nasional Indonesia (BANI) dengan HUMPHREY R. DJEMAT terjadi pada
tanggal 1 dan tanggal 2 September 2014, dimana pada tanggal 1 September
2014, ISMUDAKIR mengirimkan imel kepada HUMPHREY R. DJEMAT yang
pada pokoknya mengajukan pertanyaan tentang saksi ahli, selanjutnya pada
tanggal 2 September 2014, HUMPHREY R. DJEMAT membalas imel
ISMUDAKIR yang pada pokoknya sebagai berikut:
1. Bahwa tidak benar Ibu ELIJANA
TANSAH bekerja, atau pernah
bekerja di GANI DJEMAT &
PARTNERS;
2. Bahwa tidak pernah ada
hubungan kerja antara Ibu
ELIJANA TANSAH dengan
GANI DJEMAT & PARTNERS,
kecuali sebatas mengundang
beliau untuk konsultasi, menjadi
Halaman 76 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 76
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
pembicara dalam seminar atau
menjadi saksi ahli dalam
persidangan, seperti halnya
dilakukan oleh banyak firma
hukum lainnya;
3. Oleh karena tidak ada hubungan
kerja apapun antara Ibu
ELIJANA TANSAH dengan
GANI DJEMAT & PARTNERS,
maka kami tidak memiliki
dokumen apapun terkait dengan
hal tersebut;
Menimbang, bahwa dari bukti imel korespondensi tersebut di atas,
Majelis Hakim berkesimpulan antara HUMPHREY R. DJEMAT dengan
ELIJANA TANSAH walaupun tidak terdapat hubungan kerja, -dalam pengertian
ELIJANA TANSAH bekerja kepada HUMPHREY R. DJEMAT dan mendapat
gaji daripadanya-, namun terjalin hubungan komunikasi dan kerjasama yang
cukup erat dan berkesinambungan yang ditunjukkan pada kalimat
“...mengundang beliau untuk konsultasi, menjadi pembicara dalam
seminar atau menjadi saksi ahli dalam persidangan..”.
Menimbang, bahwa Majelis Hakim berpendapat penanganan perkara
arbitrase merupakan hal yang sangat sensitif oleh karena terdapat dua
kepentingan yang saling bertolak belakang, sehingga diharapkan arbiter diisi
oleh orang-orang yang mumpuni dan dapat dipercaya oleh kedua belah pihak
berperkara, kepercayaan tersebut salah satunya adalah arbiter akan bersikap
netral dan tidak memihak atau condong kepada salah satu pihak, pun di dalam
memeriksa saksi maupun ahli yang diajukan oleh para pihak, sudah menjadi
kewajiban bagi arbiter untuk bisa memilah-milah saksi dan atau ahli yang akan
diperiksa;
Menimbang, bahwa Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa tidak secara tegas mengatur
mengenai afiliasi, namun demikian menjadi suatu kepatutan dan etika arbiter
bahwa antara saksi atau ahli yang diperiksa dengan arbiter tidak terdapat
hubungan apapun, baik hubungan kerja ataupun sebatas komunikasi dan
Halaman 77 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 77
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
kerjasama, karena hal tersebut akan menimbulkan rasa tidak percaya dan
kecurigaan dari salah satu pihak seperti halnya perkara a quo;
Menimbang, bahwa HUMPHREY R. DJEMAT sebagai Arbiter dalam
menangani perkara Nomor 513/IV/ARB-BANI/2013 sudah selesai tugasnya
sejak putusan tersebut diucapkan pada tanggal 5 Juni 2014, sehingga menjadi
hal yang tidak etis apabila HUMPHREY R. DJEMAT mengomentari perkara
yang pernah ditanganinya sebagaimana tertuang di dalam bukti T.II-8, yang
menurut Majelis Hakim dari bukti T.II-8 tersebut semakin mempertegas bahwa
antara HUMPHREY R. DJEMAT dengan ELIJANA TANSAH sebelum
pemeriksaan perkara Nomor 513/IV/ARB-BANI/2013 adalah sudah saling
mengenal dan memiliki hubungan komunikasi yang erat;
Menimbang, bahwa Termohon I dalam pemeriksaan perkara Nomor
513/IV/ARB-BANI/2013 telah menunjuk HUMPHREY R. DJEMAT sebagai
arbiter dan mengajukan ELIJANA TANSAH sebagai ahli untuk didengar
keterangannya. Bahwa Termohon I di dalam dalil jawabannya tidak
menyampaikan bantahan perihal hubungan antara HUMPHREY R. DJEMAT
dengan ELIJANA TANSAH sebelum pemeriksaan perkara Nomor 513/IV/ARB-
BANI/2013, sehingga Majelis Hakim berkesimpulan Termohon I telah sengaja
mengajukan ahli ELIJANA TANSAH yang diketahuinya mempunyai hubungan
kerja dan komunikasi yang erat dengan HUMPHREY R. DJEMAT, sehingga
sedemikian rupa mengakibatkan 2 (dua) Anggota Majelis Arbritase menjatuhkan
putusan yang mendasarkan kepada keterangan ahli ELIJANA TANSAH perihal
perjanjian Nomor 81 tanggal 21 September 1992 tentang Perjanjian
Pembangunan, Pengelolaan dan Pengalihan Hak Atas Undersea World
Indonesia di Taman Impian Jaya Ancol, utamanya di dalam menafsirkan
ketentuan Pasal 8 ayat (6) tentang hak opsi, sehingga dengan demikian
tindakan Termohon I dalam proses persidangan Arbritrase tersebut yang
sifatnya “mengelabuhi” atau “mengecoh” Pemohon, sehingga Arbiter tidak
dapat mendudukkan fakta-fakta hukum pada keadaan yang sebenarnya,
sehingga tindakan Termohon I dapat dikategorikan sebagai tipu muslihat yang
apabila hal tersebut diketahui oleh Pemohon pada saat berjalannya
pemeriksaan perkara Nomor. 513/IV/ARB-BANI/2013 sudah dapat dipastikan
Pemohon akan menolak pengajuan ELIJANA TANSAH sebagai Ahli ;
Halaman 78 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 78
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Majelis
Hakim berpendapat alasan pembatalan Putusan Badan Arbitrase Nasional
Indonesia (BANI) Nomor 513/IV/ARB-BANI/2013 tanggal 5 Juni 2014 yang
diajukan oleh Pemohon dengan alasan putusan arbitrase diambil dari hasil tipu
muslihat yang dilakukan oleh Termohon I dalam pemeriksaan sengketa
patutlah untuk dikabulkan;
Menimbang, bahwa dengan demikian dari segala apa yang telah Majelis
Hakim uraikan dan pertimbangkan di muka, maka Putusan Badan Arbitrase
Nasional Indonesia (BANI) Nomor 513/IV/ARB-BANI/2013 tanggal 5 Juni 2014
tidak bisa dipertahankan lagi dan harus dibatalkan untuk seluruhnya;
Menimbang, bahwa terhadap bukti-bukti selebihnya yang diajukan oleh
Para Pihak, walaupun masih ada hubungannya dengan perkara a quo, namun
demikian Majelis Hakim menilai oleh karena permasalahan dalam pokok
perkara a quo telah terjawab dengan bukti-bukti yang sudah dipertimbangkan
sebagaimana dimuka, maka bukti selebihnya tidak akan dipertimbangkan lebih
lanjut oleh Majelis Hakim;
Menimbang, bahwa karena permohonan Pemohon dikabulkan, maka
biaya perkara yang timbul akibat dari permohonan ini dibebankan pada
Pemohon;
Mengingat Pasal 70 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Undang-Undang Nomor 48
Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 49 Tahun
2009 tentang Peradilan Umum serta peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan perkara ini;
M E N G A D I L I
1. Mengabulkan permohonan Pemohon;
2. Membatalkan Putusan Termohon II / Badan Arbitrase Nasional Indonesia
(BANI) Nomor 513/IV/ARB-BANI/2013 tanggal 5 Juni 2014;
3. Membebankan biaya perkara ini kepada Pemohon sejumlah Rp. 531.000,00
( Lima ratus tiga puluh satu ribu rupiah ) ;
Demikian diputuskan dalam musyawarah Majelis Hakim Pengadilan
Negeri Jakarta Utara pada hari Senin tanggal 29 September 2014 dengan
Halaman 79 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 79
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
susunan Dasma, S.H., M.H. sebagai Hakim Ketua, I.B.N. Oka Diputra, S.H.,
M.H. dan Hj. Tenri Muslinda, S.H., M.H. masing-masing sebagai Hakim
Anggota, putusan tersebut diucapkan pada hari Selasa tanggal 30 September
2014 dalam sidang yang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua dan Hakim-
Hakim Anggota tersebut dengan dibantu oleh Eko Suharjono, S.H., M.H.
selaku Panitera Pengganti, dihadiri oleh Kuasa Hukum Pemohon, Kuasa
Hukum Termohon I dan Kuasa Hukum Termohon II;
Hakim Ketua Majelis,
Dasma, S.H., M.H.
Hakim Anggota I,
I.B.N. Oka Diputra, S.H., M.H.
Hakim Anggota II,
Hj. Tenri Muslinda, S.H., M.H.
Panitera Pengganti,
Eko Suharjono, S.H., M.H.
Perincian biaya perkara :
1. PNBP ................................................Rp 30.000,00
2. ATK …………………......................... Rp 75.000,00
3. Panggilan …...…………………......... Rp400.000,00
Halaman 80 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 80
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
4. PNBP Panggilan … ……………...... Rp 15.000,00
5. Redaksi ........................................... Rp 5.000,00
6 . Meterai ............................................. Rp 6.000,00 +
Jumlah : Rp531.000,00 ( lima ratus tiga puluh
satu ribu rupiah )
Halaman 81 dari 81 Putusan Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 81
top related