skripsi pengaruh tindakan pencegahan, …
Post on 18-Nov-2021
11 Views
Preview:
TRANSCRIPT
SKRIPSI
PENGARUH TINDAKAN PENCEGAHAN, PENDETEKSIAN
DAN AUDIT INVESTIGATIF TERHADAP UPAYA MEMINIMALISASI KECURANGAN DALAM LAPORAN
KEUANGAN
Di Susun Oleh
MUHAMMAD IQBAL 2060 8200 3999
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 2010
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Muhammad Iqbal
Tempat / Tanggal Lahir : Jakarta / 21 Juni 1988
Alamat : Jln. Penggilingan Raya
Gg. Merpati Rt 004 / 04 No.31
Kec.Cakung Kel PuloGebang
Penggilingan – Jakarta Timur
No. Tlp / Hp : 021 4806076 / 085768091118
Email : dj_qibay88@yahoo.co.id
Pendidikan Formal :
1. Taman Kanak-Kanak Al Amin Jakarta 1993 - 1994
2. Sekolah Dasar Negeri Pulo Gebang 011 Pagi Jakarta 1994 - 2000
3. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Pesantren Modern Terpadu Prof. Dr. Hamka
Padang- Sumatra Barat 2000 - 2003
4. Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Bukittinggi - Sumatra Barat 2003 - 2006
5. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2010
Pendidikan Informal
1. Pendidikan Bahasa Inggris
(Basic – Intermediate) di LBI LIA di Bukittinggi - Sumatra Barat
2003 - 2006
2. Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer di SMAN 2 Bukittinggi
2003 – 2006
v
3. Pelatihan Audit Investigatif Kerja Sama UIN Jakarta - KPK
2008
4. Pelatihan ISO 9001 : 2000
2009
5. Pendidikan Bahasa Inggris LPIA Buaran- Jakarta (Conversation I)
2010
Pengalaman Organisasi
1. Anggota Praja Muda Karana (PRAMUKA) SLTP PMT Prof. Dr. Hamka periode
2000 - 2003 di Padang – Sumatra Barat
2. Divisi Keagamaan OSIS SMAN 2 Bukittinggi periode 2003-2004
3. Wakil Ketua Sanggar Konsultasi Remaja (SKR) SMAN 2 Bukittinggi periode
2004 – 2005
4. Ketua OSIS SMAN 2 Bukittinggi periode 2005-2006
5. Divisi Kesenian dan Olahraga (KESORGA) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM)
Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Jakarta periode 2006-2007
6. Wakil Ketua Pelaksana FEIS Anniversary ke – 7 periode 2007-2008
7. Latihan Dasar Kepemimpinan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang
Ciputat Periode 2006 – 2010
8. Pengurus Komisariat Fakultas HMI Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Jakarta
periode 2007-2008
9. Kader Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
periode 2006–2010
10. Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas (DPMF) Ekonomi dan Ilmu Sosial
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta periode 2009–2010
11. Pengurus Pemuda Remaja Masjid (PRISMA) Raya Al Azhar Pulo Gebang Jakarta
Timur periode 2009-2010
v
ABSTRACT
This research aims to analylize the preventive act, detection and investigation audit for fraud minimum. This research uses primary data in distributing questionnaires, which conducted in Jakarta with auditor respondents who worked in the Office of Public Accountant, Anti Corruption Committee, Public Service Agencies Islamic University of Nation Syarif Hidayatullah Jakarta. Determination of sample is done using convenience sampling. Thera are sixty five questionnaires distributed, but only fifty questionnaires return. Analyzing the data for hypothesis testing is done by multiple regressions tests.
The result of this research show two variable are detection and investigation audit resulit the positive significant and one variable is prevention act the result negative significant.
Keywords: Preventive act, Detection, Investigation Audit and Fraud Minimun Fraud
vi
ABSTRAK
Penelitian ini adalah untuk menganalisa pengaruh tindakan pencegahan, pendeteksian dan audit investigatif terhadap upaya meminimalisasi kecurangan dalam laporan keuangan. Pada penelitian ini digunakan data primer yang penyebaran kuesionernya dilakukan di Jakarta dengan responden dari auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik, Komisi Pemberantasan Korupsi dan Badan Layana Umum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan convenience sampling. Kuesioner ynag disebarkan berjumlah enam puluh lima akan tetapi hanya lima puluh yang kembali. Penganalisaan data untuk pengujian hipotesis dilakukan dengan uji regresi berganda.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa bahwa tindakan pendeteksian dan audit investigatif berpengaruh signifikan positif sedangankan tindakan pencegahan berpengaruh signifikan negatif.
Kata kunci: Tindakan Pencegahan, Pendeteksian, Audit Investigatif dan Meminimalisasi Kecurangan
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu`alaikum Wr. Wb.
Tiada pantas kata yang terucap dari mulut manis ini kecuali kalimat syukur
Alhamdulillah. Nikmat yang telah diberikan kepada saya, sehingga pada saat
sekarang ini banyak diberi kesempatan, seperti memandang indahnya langit,
kemudian mendapatkan pendidikan dengan layak hingga mendapatkan tenaga
pengajar yang berkompetensi di bidangnya masing-masing dan pada akhirnya saya
akan berusaha untuk menyelesaikan proposal ini untuk mengajukan judul skiripsi
yang akan diajukan sebagai syarat disetujuinya saya dalam melakukan penelitian dan
menyelesaikan tulisan skripsi ini.
Penulis ingin menyampaikan banyak ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah mendukung peneliti dalam menyelesaikan proses penulisan skripsi ini sehingga
peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Tindakan
Pencegahan Pendeteksian dan Audit Investigatif terhadap Upaya
Meminimalisasi Kecurangan dalam Laporan Keuangan. Semoga Allah SWT
membalas semua kebaikannya dengan balasan yang lebih mulia, yaitu:
1. Untuk Mamaku tersayang, kakakku tercinta Uni Zil, Da Dedi dan Uni Za
yang telah memberi dukungan moral, materil dan doa.
2. Persembahan special Untuk almarhum papaku tersayang Nasri. SH.
viii
3. Keluarga Besar Umi Sa`adah Sidik yang selalu mengingatkan dan memotivasi
Mak Dang, Mak Tuo, Ibu Affif, Angah, Mak Laut, Mak Puk, Om Dodi, Om
Am, dan Tante Reno serta semua kakak sepupuku Da Raf, Da Wis, Da Andi,
Mas Kusno, Uni Riri, Uni Rini, Kak Taufiqi dan semuanya yang sudah
memberikan waktunya untuk bertukar pikiran.
4. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
yang telah mengajarkan mata kuliah Metodologi Penelitian.
5. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni selaku Pudek I Akademik dan dosen
Pembimbing I Skripsi yang telah memberikan saran dan masukan dalam
menulis Skripsi ini.
6. Ibu Rini, SE, Ak. Msi selaku dosen Pembimbing II Skripis yang telah
banyak membantu peneliti dengan penuh kasih sayang dan tanggung jawab
yang tinggi memberikan bimbingan dan arahan selama penyusunan Skripsi
ini.
7. Seluruh staff pengajar dan karyawan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta pada umumnya dan Fakultas Ekonomi dan Bisnis pada
khususnya yaitu pak alfreed dan mas aziz yang sering direpotkan peneliti.
8. Teman-teman seperjuangan yang telah meluangkan waktunya untuk bertukar
pikiran Edi, Sri, Anggi, Berly, Dwino, Ika, Indah, Sari, Hamid, Abe, Wildan,
Wahyu, Ibin, Sugeng, Danang, Batak, Kiong, Ipay, Icam, Gesang, Arya dan
semuanya teman-teman yang tidak bisa disebutkan semuanya.
ix
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, tetapi besar harapan
peneliti Skripsi ini dapat memberi manfaat kepada seluruh mahasiswa Akuntansi se-
Indonesia pada umumnya dan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah pada khususnya.
Dan akhir kata, saya ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
mendukung saya baik moral dan materil. Terlebih lagi kepada Bapak / Ibu
pembimbing, Dosen pengajar mata-mata kuliah yang telah memberikan kami ilmu
dan modal untuk meraih masa depan, keluarga beserta teman-teman yang sudah
memberikan saya motivasi, kritik, saran dan masukan kepada saya untuk
menyelesaikan proposal ini. Semoga Skripsi ini dapat memberi manfaat kepada
seluruh mahasiswa Akuntansi se-Indonesia pada umumnya dan Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah pada khususnya.
Jakarta, 10 Maret 2010
Penulis
Muhammad Iqbal
xi
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI .................................................... i LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ........................ ii LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ......................................... iii DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................. iv ABSTRACT ............................................................................................. v ABSTRAK ................................................................................................ vi KATA PENGANTAR.................................................................................. vii DAFTAR ISI ............................................................................................... xi DAFTAR TABEL .................................................................................... xiii DARTAR GAMBAR ............................................................................... xiv BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian ...................................................... 1 B. Perumusan Masalah ............................................................... 5 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................. 6
1. Tujuan Penelitian ............................................................. 6 2. Manfaat Penelitian ...........................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori ...................................................................... 8
1. Pengertian Kecurangan (Fraud) ....................................... 8 2. Pohon Kecurangan (Fraud Tree) ...................................... 9 3. Segitiga Kecurangan (Fraud Triangel) ............................. 14 4. Faktor-Faktor Pendorong terjadinya Kecurangan ............. 17 5. Faktor Pemicu Kecurangan .............................................. 20 6. Gejala Adanya Kecurangan .............................................. 22 7. Pelaku Kecurangan .......................................................... 24 8. Tipe Korban Kecurangan (victims) ................................... 25
B. Tindakan Pencegahan dalam Meminimalisasi Kecurangan..... 26 1. Pengertian Tindakan Pencegahan .................................... 27 2 Tindakan Pencegahan ..................................................... 28
a. Membangun Struktur Pengendalian Intern yang Baik ..... 28 b. Mengefektifkan Aktivitas Pengendalian ..................... 31
xii
c. Meningkatkan Kultur Organisasi ..................................... 32 d. Mengefektifkan Fungsi Internal Audit ............................. 34
C. Pendeteksian Kecurangan ...................................................... 37 1. Pengertian Pendeteksian ................................................. 37 2. Objek Pendeteksian ........................................................ 38
D. Audit Investigatif .................................................................. 44 1. Pengertian Audit Investigatif .......................................... 44 2. Tujuan Adanya Audit Investigatif ................................... 45 3. Investigatif dengan Teknik Audit .................................... 47 4. Prinsip-Prinsip Investigatif ............................................. 52 5. Tahap-Tahap Audit Investigatif ...................................... 53 6. Laporan Audit Investigatif .............................................. 56 7. Menjelaskan Audit Investigasi Kedalam Bahasa Hukum 56
E. Kerangka Pemikiran .............................................................. 57 F. Pengembangan Hipotesis ....................................................... 59 G. Tinjauan Penelitian Sebelumnya ............................................ 60
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ...................................................... 61 B. Metode Penentuan Sampel ..................................................... 61 C. Metode Pengumpulan Data .................................................... 61 D. Metode Analisis ..................................................................... 62 E. Uji Instrumen Penelitian......................................................... 63
1. Uji Validitas ................................................................... 63 2. Uji Reliabilitas ............................................................... 63
F. Uji Hipotesis .......................................................................... 64 1. Uji Asumsi Klasik .......................................................... 64
a. Uji Multikolonieritas .................................................. 65 b. Uji Heterokedastisitas ................................................ 65 c. Uji Normalitas ........................................................... 66
2. Pengujian Hipotesis ........................................................ 66 a. Uji Koefisien Determinasi .......................................... 67 b. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t) . 67 c. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) .................. 68
xiii
G. Definisi Operasional Variabel dan Pengukuranya .................. 68 1. Tindakan Pencegahan ..................................................... 68 2. Pendeteksian Kecurangan ............................................... 69 3. Audit Investigatif ............................................................ 69 4. Dalam Meminimalisasikan Kecurangan Terhadap Penya-
Laporan Keuangan ......................................................... 70 5. Operasional Variabel Penelitian ....................................... 71
BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian ...................................... 73 B. Penemuan dan Pembahasan .................................................. 75
1. Deskriptif Demografi Responden .................................... 75 2. Uji Kualitas Data ............................................................ 78
a. Uji Validitas ............................................................... 78 b. Uji Reliabilitas ............................................................ 82
3. Uji Asumsi Klasik .......................................................... 84 a. Uji Multikolinearitas .................................................. 84 b. Uji Heteroskedastisitas ............................................... 85 c. Uji Normalitas ........................................................... 87
4. Uji Hipotesis .................................................................. 89 a. Hasil Uji Koefisien Determinasi ................................. 89 b. Hasil Uji t .................................................................. 90 c. Hasil Uji F ................................................................. 93
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan .......................................................................... 103 B. Implikasi .............................................................................. 104 C. Saran .................................................................................... 104
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 105 LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
No Keterangan Halaman
2.3 Fraud Examination 49
3.1 Operasional Variabel Penelitian 77
4.1 Nama Instansi dan Wilayah 80
4.2 Sampel dan Tingkat Pengembalian Kuesioner 82
4.3 Jabatan Responden 83
4.4 Jenis Kelamin Responden 83
4.5 Pendidikan Responden 84
4.6 Lama Berprofesi sebagai Auditor 85
4.8 Hasil Uji Validitas Variabel Tindakan Pencegahan 86
4.9 Hasil Uji Validitas Variabel Pendeteksian 87
4.10 Hasil Uji ValiditasVariabel Audit Investigatif 88
4.11 Hasil Uji Validitas Variabel Meminimalisasi Kecurangan 89
4.12 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Gabungan 90
4.13 Hasil Uji Multikolinearitas 92
4.16 Hasil Uji Koefisien Determinasi 97
4.17 Hasil Uji t 98
4.18 Hasil Uji F 100
DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Halaman
2.1 Pohon Kecurangan 13
2.2 Segitiga Kecurangan 17
2.4 Kerangka Pemikiran 65
4.14 Hasil Uji Heteroskedastisitas 93
4.15 Hasil Uji Normalitas 95
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Laporan keuangan adalah salah media informasi yang sangat penting
untuk mengetahui kenerja suatu perusahaan. Karena laporan keuangan yang
wajar adalah laporan keuangan yang mememenuhi Standar Akuntansi
Keuangan. Yaitu laporan keuangan yang penyajian laporan keuangan yang
disajikan secara wajar, relevan dan transparan (Mulyadi dan Puradiredja,
1998:3). Pihak manajemen sebagai pengendali struktur control sangat
bertanggung jawab atas kegiatan transaksi apapun yang berlangsung di sebuah
perusahaan yang dipimpinya dalam satu periode. Tanggung jawab pihak
manajemen terhadap pihak pemegang saham (owner) agar bagaimana laporan
keuangan yang dibuat oleh manajemen dapat disajikan secara wajar. Akan
tetapi masih banyak pada saat sekarang ini perusahaan-perusahaan di
Indonesia ataupun di luar negeri yang belum menyajikan laporan keuangan
secara wajar.
Seperti contoh beberapa kasus di Indonesia pada saat sekarang yang
sedang hangat dibahas oleh beberapa pakar ekonom di Indonesia seperti
Prof.Dr.Rizal Ramli, Pande Radja Silalahi dan pada saat ini beberapa anggota
Pansus seperti Akbar Faisal (anggota Pansus dari F-Hanura), Hendrawan
Suprayitko (anggota Pansus dari F-PDI Perjuangan), Agus Hermanto (anggota
Pansus dari F-Demokrat) tentang Skandal Bank Century. Pada saat sekarang
ini mereka sedang membicarakan masalah Skandal Bank Century dan data-
2
data yang sedang dikumpulkan berkaitan dengan Bill Out kucuran dana 6.7
Trilliun lewat Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) yang dikucurkan
dana Penyertaan Modal Sementara (PMS) oleh BI melalui LPS kepada Bank
Century. Bank Indonesia sebagai Bank Central yang mengawasi serta
memberikan kebijaksanaan atas pantas tidak pantasnya suatu bank yang
diberikan bantuan (Haryono Umar, 2009). Sedangkan beberapa contoh kasus
diluar negeri seperti di Perusahaan di Amerika adalah kasus Enron yang
menyebabkan kebangkrutan berjumlah 70 milliar hilang dalam kapitalisasi
pasar yang sangat besar bagi signifikan jumlah investor, karyawan dan
pensiunan. Kasus lainnya adalah Worldcom, Global Crossing, Lucent, Xerox,
Cendant, Adelphia, dan Tyco.
Beberapa kasus inilah yang memaksa auditor internal dan eksternal untuk
mengembangkan teknik pemeriksaan terhadap kecurangan. Salah satu gagasan
yang dilemparkan oleh Panel on Audit Effectiveness dari AICPA yaitu auditor
hendaknya melaksanakan sejenis tindakan preventif, audit investigatif,
pemeriksaan forensik dalam setiap auditnya untuk meningkatkan prospek
dalam mendeteksi kecurangan. Oleh karena itu, profesi akuntan telah memulai
perubahan dari pengujian ”hal yang tidak biasa (irregulariries)” menjadi
pengujian terhadap kecurangan (fraud). Perubahan ini tentu saja telah
mengakibatkan perubahan prosedur audit seperti bagaimana mengembangkan
teknik-teknik untuk menemukan pola kecurangan yang sangat potensial
melalui pengembangan profil seseorang yang diduga sebagai pelaku serta
melakukan tes detail atau prosedur substantif secara akurat, dengan tidak
3
hanya menyandarkan diri terhadap tes pengendalian saja. Dalam mengungkap
tindak kejahatan ekonomi termasuk didalamnya tindak pidana korupsi, kerja
sama antara akuntan dengan penegak hukum saat ini bukan hanya penting
tetapi telah menjadi keharusan. Para penyidik tindak pidana korupsi harus
mempelajari bagaimana menggunakan informasi keuangan untuk memperkuat
kasus yang disidik, di sisi pihak akuntan harus mengerti dan memahami data-
data keuangan apa saja yang dapat diterima menurut hukum.
Mulai dari hal inilah penulis mempunyai gagasan, sebenarnya apa yang
terjadi dengan hukum di negara ini. Apa yang membuat para pelaku
kecurangan melakukan tindakan kecurangan. Standar Akuntansi seperti apa
yang harus dilakukan oleh Ikatan Akuntan Indonesia agar tindakan
kecurangan bisa ditekan. Tindakan pencegahan seperti apa yang harus
dilakukan untuk mengurangi kerugian-kerugian suatu perusahaan. Kalau
memang kecurangan (fraud) itu telah terjadi, pendeteksian dan investigasi
seperti apa yang harus dilakukan oleh auditor internal atau eksternal untuk
mengetahui dimanakah letak kecurangan yang dilakukan oleh pihak-pihak
yang tidak bertanggung jawab tersebut. Karena menurut Association of
Certified Fraud Examinations (ACFE), salah satu asosiasi di USA yang
mendarmabaktikan kegiatannya dalam pencegahan dan penanggulangan
kecurangan, mengkategorikan kecurangan dalam 3 (tiga) kelompok sebagai
berikut:
4
1. Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud). Kecurangan
Laporan Keuangan dapat didefinisikan sebagai kecurangan yang dilakukan
oleh manajemen dalam bentuk salah saji material laporan keuangan yang
merugikan investor dan kreditor. Kecurangan ini dapat bersifat financial
atau kecurangan non financial.
2. Penyalahgunaan Aset (Asset Misappropriation). Penyalahgunaan aset
dapat digolongkan ke dalam “Kecurangan Kas” dan “Kecurangan atas
Persediaan dan Aset Lainnya”, serta pengeluaran-pengeluaran biaya secara
curang (fraudulent disbursement).
3. Korupsi (Corruption). Korupsi dalam konteks pembahasan ini adalah
korupsi menurut ACFE, bukannya pengertian korupsi menurut UU
Pemberantasan TPK di Indonesia. Menurut ACFE, korupsi terbagi ke
dalam pertentangan kepentingan (conflict of interest), suap (bribery),
pemberian illegal (illegal gratuity), dan pemerasan (economic extortion).
Oleh karena seorang auditor harus memahami bagaimana standar audit,
akuntan publik juga harus mematuhi kode etik profesi yang mengatur perilaku
akuntan publik dalam menjalankan praktik profesinya baik dengan sesama anggota
maupun dengan masyarakat umum. Kode etik ini mengatur tentang tanggung jawab
profesi, kompetensi dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional
serta standar teknis bagi seorang auditor dalam menjalankan profesinya.
Permasalahan yang selanjutnya adalah hukuman (punishment) seperti apa yang
harus diberikan kepada pelaku kecurangan agar mereka jera. Karena berbicara
tentang kecurangan dan hukum kedua aspek ini saling mendukung. Apabila hukum
5
suatu negara belum begitu kuat, maka para koruptor pun tidak akan jera. Undang-
Undang No.31 tahun 2009, Undang-Undang 20/2001 tentang tindak pidana korupsi
dan Undang-Undang No.30/2002 tentang Komisi Penberantasan Korupsi. Pada
dasarnya permasalahan seperti apa yang sangat mendasar, sehingga kecurangan-
kecurangan di Indonesia sulit sekali untuk dibasmi. Apakah perkembangan Korupsi
di Indonesia dapat dihentikan atau akan terus berkembang.
Oleh karena itulah disini penulis akan membahas tentang tindakan pencegahan
seperti apa yang harus dilakukan untuk meminimalisasi kecurangan. Selanjutnya
tindakan seperti apa yang harus dilakukan seandainya ditemukannya kecurangan dan
pada akhirnya sanksi seperti apa yang harus diberlakukan kepada para pelaku
kecurangan tersebut.
Atas dasar latar belakang diatas, maka skripsi ini peneliti memberi judul
Pengaruh Tindakan Pencegahan, Pendeteksian dan Audit Investigatif Terhadap
Upaya Meminimalisasi Kecurangan dalam Laporan Keuangan.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian, penulis merumuskan masalah sebagai
berikut :
1. Apakah tindakan pencegahan berpengaruh terhadap upaya meminimalisasi
kecurangan dalam laporan keuangan.
2. Apakah tindakan pendeteksian berpengaruh terhadap upaya
meminimalisasi kecurangan dalam laporan keuangan.
3. Apakah audit investigatif berpengaruh terhadap upaya meminimalisasi
kecurangan dalam laporan keuangan.
6
4. Apakah tindakan pencegahan, pendeteksian dan audit investigatif
berpengaruh terhadap upaya meminimalisasi kecurangan dalam laporan
keuangan.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan penelitian yang diteliti maka tujuan dan manfaat yang dicapai
oleh peneliti adalah:
1. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
a. Untuk menganalisa pengaruh tindakan pencegahan terhadap upaya
meminimalisasi kecurangan dalam laporan keuangan.
b. Untuk menganalisa pengaruh tindakan pendeteksian terhadap upaya
meminimalisasi kecurangan dalam laporan keuangan
c. Untuk menganalisa pengaruh audit investigatif terhadap upaya
meminimalisasi kecurangan dalam laporan keuangan.
d. Untuk menganalisa pengaruh variabel independen (tindakan
pecegahan, pendeteksian, dan audit investigatif) terhadap upaya
meminimalisasi kecurangan dalam laporan keuangan (variabel
dependen).
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang
berkepentingan sebagai berikut:
a. Bagi Akademisi
Penelitian ini memberikan bukti empiris tentang bagaimana pengaruh
tindakan pencegahan, pendeteksian, dan audit investigasi terhadap
7
upaya meminimalisasi kecurangan. Selain itu penelitian ini dapat
memperkaya bahan kajian atau referensi untuk penilitian dimasa yang
akan datang.
b. Bagi Perkembangan Literatur Akuntansi
Penelitian ini memberikan masukan mengenai faktor-faktor apa yang
menyebabkan terjadinya kecurangan dalam penyajian laporan
keuangan serta apa saja yang harus dilakukan apabila kecurangan
terbukti.
c. Bagi Kantor Akuntan Publik
Dengan memahami faktor-faktor apa saja untuk mencegah timbulnya
kecurangan dan tindakan apa yang harus dilakukan apabila telah
ditemukan adanya bukti-bukti audit yang negatif.
d. Bagi Mahasiswa Akuntansi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi
mahasiswa khususnya jurusan akuntansi untuk digunakan dalam
penelitian selanjutnya.
e. Bagi Pustaka Akuntansi
Selain bermanfaat bagi berbagai pihak, hasil penelitian ini juga
diharapkan dapat menambah jumlah koleksi perpustakaan akuntansi
yang ada.
8
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pengertian Kecurangan (Fraud)
Menurut beberapa sumber mendefinisikan istilah kecurangan (fraud) sebagai
berikut :
Blask`s Law Dictionary, mendefinisikan
A misrepresentation made recklessly without belief in its truth to
induce another person to act.
Terjemah :
Penyajian yang salah/keliru (salah pernyataan) yang secara
ceroboh/tanpa perhitungan dan tanpa dapat dipercaya kebenarannya
berakibat dapat mempengaruhi orang lain atau menyebabkan orang
lain bertindak dan berbuat.
(G.Jack Bologna, Robert J.Lindquist dan Joseph T.Wells, 1993:3)
mendifinisikan kecurangan “Fraud is criminal deception intended to
financially benefit the deceiver“
kecurangan adalah penipuan kriminal yang bermaksud untuk memberi
manfaat keuangan kepada si penipu.
Kecurangan (fraud)
merupakan penipuan yang disengaja dilakukan yang menimbulkan
kerugian tanpa disadari oleh pihak yang dirugikan tersebut dan
memberikan keuntungan bagi pelaku kecurangan.
9
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), menyebutkan
beberapa pasal yang mencakup pengertian fraudsebagai berikut:
a. Pasal 372: Penggelapan (definisi KUHP):
Dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang suatu yang
seluruhnya atau sebahagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang
ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan.
b. Pasal 378: Perbuatan Curang (definisi KUHP):
Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain
secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat
palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkain kebohongan,
menggerakan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu
kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan
piutang.
2. Pohon Kecurangan (Fraud Tree)
Secara skematis, Association of Certified Fraud Examiners (ACFE)
menggambarkan occupational fraud dalam bentuk fraud tree. Pohon ini
menggambarkan cabang-cabang dari fraud dalam hubungan kerja, beserta
ranting anaknya.
10
Sumber: Theodorus M, 2007: 98
Gambar 2.1. Pohon Kecurangan
Dalam Pohon kecurangan ini memiliki 3 cabang utama, yaitu: Corruption,
Asset Missaproprition, dan Fraudelent. Namun untuk lebih jelasnya saya
11
akan menjelaskan masing-masing cabang berserta rantingnya secara
umum.
A. Corruption
Korupsi dalam pengertian ini terdiri dari atas konsep benturan
kepentingan (conflict of interest), penyuapan (bribery), pemberian
hadiah yang melawan hukum (illegal graduaties), dan pemerasan
(economic extortion)
1. Benturan Kepentingan (Conflict Of Interess)
Ciri-ciri indikasinya adalah:
a. Selama bertahun-tahun. Bukan saja selama pejabat tersebut
berkuasa. Melalui kontrak jangka panjang, bisnis berjalan terus
meskipun pejabat tersebut sudah lengser.
b. Nilai kontraknya relatif mahal ketimbang kontrak yang dibuat
at arm`s length. Dalam bahasa sehari-hari praktek ini dikenal
sebagai mark up atau pengelembungan.
c. Hubungan antara penjual dan pembeli lebih dari hubungan
bisnis. Pejabat atau pengguasa bisa menggunakan sanak
saudaranya (nepotisme) sebagai “orang depan” atau ada
persengkokolan (kolusi) yang melibatkan penyuapan (bribery)
2. Penyuapan (Bribery)
Meliputi sumbangan, pemberian, penerimaan, dan persembahan
sesuatu yang bernilai dengan maksud untuk mempengaruhi suatu
tindakan/official act. Istilah official act mencakup penyuapan yang
12
dilakukan dengan maksud mempengaruhi keputusan yang dibuat
oleh pegawai atau instansi pemerintah. Pemberian atau hadiah yang
merupakan bentuk terselubung dari penyuapan.
B. Pengambilan Aset (Asset Misappropriation)
Penyalahgunaan aset dapat digolongkan ke dalam “Kecurangan Kas”
dan “Kecurangan atas Persediaan dan Aset Lainnya”, serta
pengeluaran-pengeluaran biaya secara curang (fraudulent
disbursement).
Secara ilegal dalam bahasa sehari-hari disebut mencuri. Namun, dalam
istilah hukum “mengambil“ asset secara illegal (tidak sah) atau
(melawan hukum) yang dilakukan oleh seorang yang diberi wewenang
untuk mengelola atau mengawasi asset, disebut menggelapkan.
1. Skimming
Uang dijarah sebelum uang tersebut secara fisik masuk ke dalam
perusahaan.
2. Larceny
Penjarahan yang dilakukan uang sudah masuk ke kas perusahaan
dan baru dijarah.
3. Billing Schemes
Skema permainan (schemes) dengan menggunakan proses billing
atau pembebenan penagihan sebagai sarananya.
13
4. Payroll Schemes
Skema permainan melalui pembayaran gaji dengan adanya
pembayaran pegawai secara fiktif (ghost employee) atau pemalsuan
gaji karyawan.
5. Expense Reimbursement Schemes
Skema permainan pembayaran kembali biaya-biaya, misalnya
biaya perjalanan.
6. Check Tampering
Skema permainan melalui pemalsuan cek. Cek ditanda tangani oleh
orang yang berkuasa terhadap cek tersebut.
C. Fraudulent Statements
Kecurangan laporan keuangan dapat didefinisikan sebagai kecurangan
yang dilakukan oleh manajemen dalam bentuk salah saji material
laporan keuangan yang merugikan investor dan kreditor. Kecurangan
ini dapat bersifat financial atau kecurangan non financial.
1. Salah Saji Material (misstatements baik overstatements atau
understatements)
a. Menyajikan asset atau pendapatan lebih tinggi dari sebenarnya
(Asset/Revenue Overstatemants)
b. Menyajikan asset atau pendapatan rendah dari yang sebenarnya
(Asset/Revenue Understatemants)
14
3. Segitiga Kecurangan (Fraud Triangel)
Segitiga Fraud ini adalah gagasan dari seorang mahasiswa yang bernama
(Donald R.Cressy) yang pada waktu itu dia melakukan penelitian disertasi
doktornya di bidang sosiologi tentang Kriminalitas di Masyarakat.
Sumber: Theodorus M, 2007:106
Gambar 2.2. Segitiga Kecurangan
Penggelapan uang perusahaan oleh pelakunya bermula dari suatu tekanan
(pressure) yang menghimpitnya. Orang ini mempunyai kebutuhan yang
mendesak, yang tidak dapat diceritakannya kepada orang lain. Konsep
yang penting disinilah adalah tekanan yang menghimpit hidupnya (berupa
kebutuhan akan uang), padahal ia tidak bisa berbagi (sharing) dengan
orang lain. Setidak-tidaknya, itulah yang dirasakannya. Konsep ini dalam
bahasa inggris disebut perceived non shareable financial need (Theodorus
M, 2007:107).
Cressy menjelaskan ”ketika para pelanggar kepercayaan ini ditanya:
mengapa di waktu yang lalu anda tidak akan melanggar kepercayaan yang
diberikan yang terkait dengan kedudukan-kedudukan terdahulu, atau
mengapa anda tidak melangar kepercayaan (trust) lainnya yang terkait
Perceived Opportunity
Rationalization Pressure
Fraud Triangle
15
dengan kedudukan anda sekarang? umumnya jawaban mereka adalah
salah satu di antara: (a) ketika itu belum ada kebutuhan (yang mendesak)
seperti sekarang, atau (b) belum pernah terpikir untuk melalakukan hal
sebelum itu, atau (c) di waktu itu saya menganggap perbuatan itu tidak
jujur, tapi kali ini, tidak demikian halnya.
Bagi pelaku (embezzler), ia tidak bisa berbagi masalah (keuangan) dengan
orang lain, padahal sebenarnya “berbagi masalah dengan orang lain” dapat
membantu mencari pemecahannya. Apa yang bisa diceritakan kepada
orang lain tentu tergantung pada orang tersebut. Namun Cressy mencatat
bahwa ada masalah non keuangan tertentu yang dapat diselesaikan dengan
mencuri uang atau asset lainnya, jadi dengan melanggar kepercayaan yang
terkait dengan kedudukan.
Dari penelitiannya, Cressey juga menemukan bahwa non-shareable
problems yang dihadapi orang-orang yang diwawancarainya timbul dari
situasi yang dapat dibagi dalam enam kelompok:
a. Violation of Ascribed Obligation
Kedudukan atau jabatan dengan tanggung jawab keuangan dan
jujurserta mematuhi pedoman profesi prilaku yang ada di perusahan
atau organisasi tempat kita bekerja.
b. Problems Resulting from Personal Failure
Kegagalan pribadi juga merupakan situasi yang dipersepsikan oleh
orang yang mempunyai kedudukan yang dipercaya dalam bidang
16
keuangan, sebagai kesalahan menggunakan akal sehatnya, dan karena
itu menjadi tanggung jawab pribadinya
c. Physical Isolation
Secara bebas, situasi ini dapat diterjemahkan sebagai keterpurukan
dalam kesendirian yang disebabkan banyaknya tekanan masalah dan
tidak mau menceritakan kepada orang lain.
d. Status Gaining
Status ini berbicara tentang kebiasaan buruk yang tidak mau kalah dari
para tetangga (pesaing). Pelaku berusaha mempertahankan status dan
meningkatakan statusnya.
e. Employer-employee Relations
Situasi keenam ini mencerminkan kesalahan (atau kebencian) seorang
pegawai yang menduduki jabatan yang sedang dipegangnya sekarang.
Tetapi pada saat yang sama ia merasa tidak ada pilihan kecuali ia harus
tetap bekerja (Theodorus M, 2007:110).
Cressy berpendapat, ada dua komponen dari persepsi tentang peluang ini.
Pertama, general information yang merupakan pengetahuan tentang bahwa
kedudukan yang mengandung trust atau kepercayaan, dapat dilanggar
tanpa konsekuensi. Pengetahuan dapat diperoleh dari apa yang ia dengar
dan apa yang ia lihat, misalnya dari pengalaman orang lain yang
melakukan fraud dan tidak ketahuan atau tidak dihukum atau terkena
sanksi atau terkena hukum. Kedua, technical skill atau keahlian
ketrampilan yang dibutuhkan untuk melaksanakan kejahatan tersebut.
17
Posisi mereka yang mendapat kepercayaan (trust), khususnya dibidang
keuangan, memungkinkan mereka memanfaatkan general information dan
technical skills yang mereka miliki.
Sisi ketiga dari Fraud Triangle adalah Rationalization atau mencari
pembenaran sebelum melakukan kejahatan, bukan sesudahnya. Mencari
pembenaran sebenarnya merupakan bagian dari kejahatan itu sendiri,
bahkan merupakan bagian dari motivasi untuk melakukan kejahatan.
Rationalization diperlukan agar si pelaku dapat mencerna perilakunya
yang illegal untuk tetap mempertahankan jati dirinya sebagai orang yang
dipercaya.
4. Faktor-Faktor Pendorong terjadinya Fraud
Menurut pakar Donald R Cressey, ada faktor-faktor pendorong terjadinya
fraud, yaitu:
a. Niat (Intent)
Merupakan karakteristik yang membedakan kecurangan dengan
kesalahan atau kekeliruan. Pelaku kecurangan berniat melakukan
kecurangan untuk keuntungan dirinya dengan merugikan pihak
lainnya.
b. Pendorong/tekanan (Incentive/Pressure)
Manajemen atau karyawan mungkin memiliki dorongan atau tekanan
yang menjadi alasan melakukan kecurangan. Untuk melakukan
kecurangan lebih banyak tergantung pada kondisi individu, seperti
sedang menghadapi masalah keuangan, kebiasaan buruk seseorang
18
seperti berjudi dan peminum atau mempunyai harapan/tujuan yang
tidak realistis.
c. Kesempatan (Opportunity)
Keadaan lingkungan yang ada di tempat kerja memberikan kesempatan
untuk melakukan kecurangan yang disebabkan sistem pengawasan
yang lemah.
d. Rasionalisasi/sikap (Rationalization/Attitude)
Beberapa individu memiliki sikap, karakter, atau nilai etika yang
mengikutinya untuk pembenaran melakukan tindakan tak jujur.
Namun Fraud bisa dilihat dari beberapa sisi, yaitu:
a. Berdasarkan Pencatatan
Kecurangan berupa pencurian aset dapat dikelompokan kedalam
tiga kategori:
1) Pencurian aset yang tampak secara terbuka pada buku, seperti
duplikasi pembayaran yang terancantum pada catatan akuntansi
(fraud open on the books, lebih mudah untuk di temukan):
2) Pencurian aset yang tampak pada buku, namun tersembunyi
diantara catatan akuntansi yang valid, seperti: kickback (fraud
hidden n the books)
3) Pencurian aset yang tidak tampak pada buku, dan tidak akan
dapat dideteksi melalui pengujian transaksi akuntansi “yang
dibukukan“, seperti: pencurian uang pembayaran piutang
19
dagang yang telah dihapus bukukan/di write of (fraud of the
books, paling sulit untuk ditemukan).
b. Berdasarkan Frekuensi
Pengklasifikasikan kecurangan dapat dilakukan berdasarkan
frekuensi terjadinya:
1) Tidak berulang (non repeating fraud). Dalam kecurangan yang
tidak berulang, tindakan kecurangan walaupun terjadi beberapa
kali pada dasarnya bersifat tunggal. Pelaku dapat setiap saat
melakukan kecurangan.
2) Berulang (repeating fraud). Dalam kecurangan berulang,
tindakan yang menyimpang terjadi beberapa kali dan hanya
diawali sekali saja. Selanjutnya kecurangan terjadi terus-
menerus sampai dihentikan.
c. Berdasarkan Konspirasi
Kecurangan dapat dklasifikasikan sebagai:terjadi konspirasi atau
kolusi, tidak terdapat konspirasi,dan terdapat konspirasi parsial.
Pada umumnya kecurangan terjadi karena adanya konspirasi, baik
bona fide maupun psedudo. Dalam Bona Fide Conspiracy, semua
pihak sadar akan adanya kecurangan: sedangkan dalam Pseudo
Conspiracy, ada pihak-pihak yang tidak mengetahui terjadinya
kecurangan.
20
d. Berdasarkan Keunikan
Kecurangan berdasarkan keunikannya dapat dikelompokan sebagai
berikut:
1) Kecurangan Khusus (specialized fraud), yang terjadi secara
unik pada orang-orang yang bekerja pada operasi bisnis
tertentu. Seperti contoh :
a) Pengambilan aset yang disimpan deposan pada lembaga-
lembaga keuangan, seperti: bank, dana pensiunan, reksa
dana (disebut juga custodial fraud)
b) Klaim asuransi yang tidak benar.
2) Kecurangan Umum (garden varieties of fraud), yang semua
orang mungkin hadapi dalam operasi bisnis secara umum.
Misalnya:
a) Kickback, penetapan harga yang tidak benar, pesanan
pembelian/kontrak yang lebih tinggi dari kebutuhan yang
sebenarnya, pembuatan kontrak ulang atas pekerjaan yang
telah selesai, pembayaran ganda, dan pengiriman barang
yang tidak benar.
5. Faktor Pemicu Kecurangan (Fraud)
Terdapat empat faktor pendorong seorang untuk melakukan kecurangan,
yang disebut juga dengan GONE Theory:
a. Keserakahan (Greed)
b. Kesempatan (Opportunity)
c. Kebutuhan (Need)
21
d. Pengungkapan (Exposure)
Faktor Greed dan Need merupakan faktor yang berhubungan dengan
individu pelaku kecurangan (disebut juga faktor individual). Sedangkan
faktor Opportunity dan Exposure merupakan faktor yang berhubungan
dengan organisasi sebagai korban perbuatan kecurangan (disebut faktor
generik/ umum).
1) Faktor Generik
a) Kesempatan (Opportunity) untuk melakukan kecurangan
tergantung pada kedudukan pelaku terhadap objek kecurangan.
Kesempatan untuk melakukan kecurangan pasti akan selalu ada
setiap kesempatan. Namun secara umum, manajemen suatu
organisasi/perusahaan mempunyai kesempatan yang lebih besar
untuk melakukan kecurangan pada karyawan.
b) Pengungkapan (exposure) suatu kecurangan belum menjamin tidak
terulangnya kecurangan tersebut baik oleh pelaku yang sama
maupun dengan pelaku yang lain. Oleh karena itu, setiap pelaku
kecurangan daripada karyawan.
2) Faktor Individu
Faktor ini melekat pada diri seorang moral, faktor ini berhubungan
dengan keserakahan (greed)
Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi resiko ini adalah:
a) Misi/tujuan organisasi/perusahaan, ditetapkan dan dicapai dengan
melibatkan seluruh pihak (Manajemen dan Karyawan)
22
b) Aturan prilaku pegawai, dikaitkan dengan lingkungan dan budaya
organisasi/perusahaan.
c) Gaya manjemen, memberikan contoh bekerja sesuai dengan misi
dan aturan prilaku dan perilaku yang ditetapkan
organisasi/perusahaan.
d) Praktek penerimaan pegawai, dicegah diterimanya karyawan yang
bermoral tidak baik
Motivasi, faktor ini berhubungan dengan kebutuhan (need), yang
lebih cendrung berhubungan dengan pandangan/pikiran dan
keperluan pegawai/pejabat yang terkait dengan aset yang dimiliki
perusahaan/instansi/organisasi tempat ia bekerja. Selain itu tekanan
(pressure) yang dihadapi dalam bekerja dapat menyebabkan orang
yang jujur mempunyai motif untuk melakukan kecurangan.
Beberapa kemungkinan keterlibatan dalam kecurangan:
a) Lingkungan kerja yang tidak nyaman dan tidak menyenangkan.
b) Sistem pengukuran kinerja dan penghargaan.
c) Tidak adanya bantuan konsultasi pegawai.
d) Proses penerimaan karyawan yang tidak fair.
e) Kecorobahan atau tidak hati-hati.
6. Gejala Adanya Fraud
Fraud yang dilakukan oleh manajemen umumnya lebih sulit ditemukan
dibandingkan dengan yang dilakukan oleh karyawan. Oleh karena itu perlu
23
diketahu gejala-gejala yang menunjukan adanya kecurangan tersebut,
adapun gejala tersebut adalah:
a. Gejala Kecurangan pada Manajemen
1) Ketidakcocokan diantara manajemen puncak
2) Moral dan motivasi karyawan rendah
3) Departemen akuntansi kekurangan staf
4) Tingkat komplain yang tinggi terhadap organisasi/perusahaan dari
pihak konsumen, pemasok atau badan otoritas.
5) Kekurangan kas secara tidak teratur dan tidak terantisipasi.
6) Penjualan/laba menurun sementara itu utang dan piutang dagang
meningkat.
7) Perusahaan mengambil kredit sampai batas maksimal untuk jangka
waktu yang lama.
8) Terdapat kelebihan persediaan yang signifikan.
9) Terdapat peningkatan jumlah ayat jurnal penyesuian pada akhir
tahun buku.
b. Gejala Kecurangan pada Karyawan/Pegawai
1) Pembuatan ayat jurnal penyesuaian tanpa otoritas manajemen dan
tanpa perincian/penjelasan pendukung.
2) Pengeluaran tanpa dokumen pendukung.
3) Pencatatan yang salah/tidak akurat pada buku jurnal/besar.
4) Penghancur, penghilangan, pengerusakan dokumen pendukung
pembayaran.
24
5) Kekurangan barang yang diterima.
6) Kemahalan harga barang yang dibeli.
7) Faktur ganda
8) Pergantian mutu barang.
7. Pelaku Kecurangan
Pelaku kecurangan di atas dapat diklsifikasikan ke dalam dua kelompok,
yaitu: manejemen dan karyawan/pegawai. Pihak manajemen melakukan
kecurangan biasanya untuk kepentingan perusahaan, yaitu salah saji yang
timbul karena kecurangan pelaporan keuangan (misstatements arising
from fraudulent financial reporting). Sedangkan karyawan melakukan
kecurangan bertujuan untuk keuntungan individu, misalnya salah saji yang
berupa penyalahgunaan aktiva (misstatements arising from
misappropriation of asset).
Kecurangan pelaporan keuangan biasanya dilakukan karena dorongan dan
ekspetasi terhadap prestasi kerja manajemen. Salah saji yang timbul
karena kecurangan terhadap pelaporan laporan keuangan lebuh dikenal
dengan istilah irregularities (ketidakberesan). Bentuk kecurangan seperti
ini seringkali dinamakan kecurangan manajemen (management fraud),
misalnya berupa: manipulasi, pemalsuan, atau pengubahan catatan
akuntansi atau dokumen pendukung yang merupakan sumber penyajian
laporan keuangan. Kesengajaan dalam salah menyajikan atau sengaja
menghilangkan (intentional omissions) suatu transaksi, kejadian atau
informasi penting dari laporan keuangan.
25
Kecurangan penyalahgunaan aktiva biasanya disebut kecurangan
karyawan (employee fraud). Salah saji yang berasal dari penyalahgunaan
aktiva meliputi penggelapan aktiva perusahaan yang mengakibatkan
laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi
yang berlaku umum. Penggelapan aktiva umumnya dilakukan oleh
karyawan yang menghadapi masalah keuangan dan dilakukan karena
melihat adanya peluang kelemahan pada pengendalian internal perusahaan
serta pembenaran terhadap tindakan tersebut. Contoh salah saji sejenis ini
adalah:
a. Penggelapan terhadap penerimaan kas
b. Pencurian aktiva perusahaan
a. Mark Up harga
b. Transaksi tidak resmi
8. Tipe Korban (Victims)
Terdapat empat kategori utama korban kecurangan, yaitu:
a. Pemegang Saham (Owner)
Pemegang saham sering menjadi korban kecurangan manajemen
(manajemen fraud), yaitu mananjer berusaha secara palsu
meningkatkan laba atau aktiva.
b. Investor
Misalnya investor mengalami kerugian di pasar modal karena tindak
pidana yang dilakukan emiten (insider traiding dan lain-lain).
26
c. Perusahaan (Enterprise)
Bait organisasi komesial maupun pemerintahan dapat menjadi korban
baik kecurangan internal maupun eksternal.
d. Pelanggan
Organisasi usaha sering mengorbankan pelanggannya melalui
advertensi yang menyesatkan, substitusi produk dan pola yang sejenis.
B. Tindakan Pencegahan Dalam Meminimalisasi Kecurangan
Ibaratkan menangani penyakit, lebih baik mencegah dari pada mengobati,
karena tindakan pencegahan penggunaan dananya tidak begitu besar
dibanding ketika penyakit itu itu sudah datang. Dan seperti itu lah terhadap
kecurangan (fraud) ini.
Ada ungkapan yang secara mudah ingin menjelaskan penyebab atau akar
permasalahan dari fraud. (Menurut Donald R.Cressey) ungkapan itu adalah:
fraud by need, by greed, and by opportunity. Namun, jika kita ingin mencegah
fraud, hilangkanlah atau tekan sedapat mungkin penyebabnya (berdasarkan
cost benefit analysis atau Pareto Optimum). Menghilangkan atau menekan
need dan greed yang mengawali terjadinya fraud dilakukan sejak menerima
seorang (recruitment process), meskipun kita tahu bahwa proses itu bukan
jaminan penuh. Ini ditanamkan melalui fraud awareness dan contoh-contoh
yang diberikan pimpinan perusahaan atau lembaga. Contoh yang diberikan
atasan telah terbukti merupakan unsur pencegahan yang penting. Karena itu
upaya pencegahan fraud dapat dimulai dari pengendalian intern. Pengendalian
intern atau internal control mengalami perkembangan dalam pemikiran dan
27
prakteknya. Karena salah satu tujuan adanya pengendalian intern adalah salah
satunya untuk mengawasi kinerja manajemen beserta karyawan agar tingkat
kecurangan bisa ditekan (menurut Metteo Wahyana, 2008:14)
1. Pengertian Tindakan Pencegahan
A system of “special purpose” processes and procedures designed and
practiced for the primary if not sole purpose of preventing or deterring
fraud (menurut Theodorus M, 2007:168).
Terjemahan
Suatu sistem dengan proses dan prosedur yang bertujuan khusus dirancang
dan dilaksanakan untuk tujuan utama, kalau bukan satu-satunya tujuan,
untuk mencegah dan menghalangi (dengan membuat jera) terjadinya
fraud.
Kemudian konsep yang lainnya dalam upaya pencegahan yakni adalah
menanamkan kesadaran tentang adanya fraud (fraud awareness) dan
upaya menilai resiko terjadinya fraud (fraud risk asement).
Pencegahan Kecurangan
Peran utama dari internal auditor sesuai dengan fungsinya dalam pencegahan
kecuarangan adalah berupaya untuk menghilangkan sebab-sebab timbulnya
kecurangan tersebut. Karena pencegahan sebelum terjadinya kecurangan
akan lebih mudah daripada mengatasi setelah kecurangan terjadi. Pada
dasarnya kecurangan sering terjadi pada suatu suatu entitas apabila:
a. Pengendalian intern tidak ada atau lemah atau dilakukan dengan longgar dan
tidak efektif.
28
b. Pegawai dipekerjakan tanpa memikirkan kejujuran dan integritas mereka.
c. Pegawai diatur, dieksploitasi dengan tidak baik, disalahgunakan atau
ditempatkan dengan tekanan yang besar untuk mencapai sasaran dan tujuan
keuangan yang mengarah tindakan kecurangan.
d. Model manajemen sendiri melakukan kecurangan, tidak efsien dan atau tidak
efektif serta tidak taat terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.
e. Pegawai yang dipercaya memiliki masalah pribadi yang tidak dapat
dipecahkan, biasanya masalah keuangan, kebutuhan kesehatan keluarga, gaya
hidup yang berlebihan.
f. Industri dimana perusahaan menjadi bagiannya, memiliki sejarah atau tradisi
kecurangan
2. Tindakan Pencegahan
Pencegahan kecurangan pada umumnya adalah aktivitas yang dilaksanakan
manajemen dalam hal penetapan kebijakan, sistem dan prosedur yang membantu
meyakinkan bahwa tindakan yang diperlukan sudah dilakukan dewan komisaris,
manajemen, dan personil lain perusahaan untuk dapat memberikan keyakinan
memadai dalam mencapai 3 (tiga) tujuan pokok yaitu: keandalan pelaporan
keuangan, efektivitas dan efisiensi operasi serta kepatuhan terhadap hukum dan
peraturan yang berlaku. (COSO.1992) untuk hal tersebut, kecurangan yang
mungkin terjadi harus dicegah antara lain dengan cara–cara berikut:
a. Membangun Struktur Pengendalian Intern yang Baik
Dengan semakin berkembangnya perusahaan,maka tugas manajemen untuk
mengawasi dan mengendalikan jalannya perusahaan menjadi semakin sulit.
Untuk itu agar tujuan yang telah ditetapkan Top Manajemen dapat dicapai,
29
keamanan asset perusahaan terjamin dan kegiatan operasi dapat dijalankan
secara efektif dan efisien, maka pihak Manajemen perlu menciptakan suatu
struktur pengendalian intern yang baik dan efektif untuk mencegah
kecurangan. Dalam memperkuat struktur pengendalian intern di perusahaan,
COSO (The Committee of Sponsoring Organizations of The Treadway
Commission) pada bulan September 1992 memperkenalkan suatu kerangka
pengendalian yang lebih luas daripada model pengendalian akuntansi yang
tradisional dan mencakup aspek manajemen resiko, yaitu pengendalian intern
yang terdiri atas 5 komponen yang saling terkait yaitu:
1) Lingkungan pengendalian (control environment) menetapkan corak suatu
organisasi, mempengaruhi kesadaran pengendalian orang-orangnya.
Lingkungan pengendalian merupakan dasar untuk semua komponen
pengendalian intern, menyediakan disiplin dan struktur.
Lingkungan pengendalian mencakup:
a) Integritas dan nilai etika
b) Komitmen terhadap kompetensi
c) Partisipasi dewan komisaris atau komite audit
d) Filosofi dan gaya operasi manajemen
e) Struktur organisasi
f) Pemberian wewenang dan tanggungjawab
g) Kebijakan dan praktik sumber daya manusia
2) Penaksiran risiko (risk assessment) adalah identifikasi entitas dan analisis
terhadap risiko yang relevan untuk mencapai tujuannya, membentuk suatu
30
dasar untuk menenetukan bagaimana risiko harus dikelola. Risiko dapat
timbul atau berubah karena keadaan berikut:
a) Perubahan dalam lingkungan operasi
b) Personel baru
c) Sistem informasi yang baru atau diperbaiki
d) Teknologi baru
e) Lini produk, produk atau aktivitas baru
f) Operasi luar negeri
g) Standar akuntansi baru
3) Standar Pengedalian (control activities) adalah kebijakan dari prosedur
yang membantu menjamin bahwa arahan manajemen dilaksanakan.
Kebijakan dan prosedur yang dimaksud berkaitan dengan:
a) Penelaahan terhadap kinerja
b) Pengolahan informasi
c) Pengendalian fisik
d) Pemisahan tugas
4) Informasi dan komunikasi (information and communication) adalah
pengidentifikasian, penangkapan, dan pertukaran informasi dalam suatu
bentuk dari waktu yang memungkinkan orang melaksanakan
tanggungjawab mereka. Sistem informasi mencakup sistem akuntansi,
terdiri atas metode dan catatan yang dibangun untuk mencatat,
mengolah, meringkas, dan melaporkan transaksi entitas dan untuk
memelihara akuntabiltas bagi aktiva, utang dan ekuitas. Komunikasi
mencakup penyediaan suatu pemahaman tentang peran dan tanggung
31
jawab individual berkaitan dengan pengendalian intern terhadap
pelaporan keuangan.
5) Pemantauan (monitoring) adalah proses menentukan mutu kinerja
pengendalian internsepanjang waktu. Pemantauan mencakup penentuan
disain dan operasi pengendalian yang tepat waktu dan pengambilan
tindakan koreksi.
b. Mengefektifkan Aktivitas Pengendalian
1) Review Kinerja
Aktivitas pengendalian ini mencakup review atas kinerja sesungguhnya
dibandingkan dengan anggaran, prakiraan, atau kinerja priode
sebelumnya, menghubungkan satu rangkaian data yang berbeda operasi
atau keuangan satu sama lain, bersama dengan analisis atas hubungan
dan tindakan penyelidikan dan perbaikan; dan review atas kinerja
fungsional atau aktivitas seseorang manajer kredit atas laporan cabang
perusahaan tentang persetujuan dan penagihan pinjaman.
2) Pengolahan informasi
Berbagai pengendalian dilaksanakan untuk mengecek ketepatan,
kelengkapan, dan otorisasi transaksi. Dua pengelompokan luas aktivitas
pengendalian sistem informasi adalah pengendalian umum (general
control) dan pengendalian aplikasi (application control). Pengendalian
umum biasanya mencakup pengendalian atas operasi pusat data,
pemerosesan dan pemeliharaan perangkat lunak sistem, keamanan akses,
pengembangan dan pemeliharaan sistem aplikasi. Pengendalian ini
berlaku untuk maiframe, minicomputer dan lingkungan pemakai akhir
32
(end user). Pengendalian ini membantu menetapkan bahwa transaksi
adalah sah, diotorisasi semestinya, dan diolah secara lengkap dan akurat.
a) Pengengendalian fisik
Aktivitas pengendalian fisik mencakup keamanan fisik aktiva,
penjagaan yang memadai terhadap fasilitas yang terlindungi dari
akses terhadap aktiva dan catatan; otorisasi untuk akses ke program
komputer dan data files; dan perhitungan secara periodik dan
pembandingan dengan jumlah yang tercantum dalam catatan
pengendalian.
b) Pemisahan tugas
Pembebanan tanggung jawab ke orang yang berbeda untuk
memberikan otorisasi, pencatatan transaksi, menyelenggarakan
penyimpanan aktiva ditujukan untuk mengurangi kesempatan bagi
seseorang dalam posisi baik untuk berbuat kecurangan dan sekaligus
menyembunyikan kekeliruan dan ketidakberesan dalam menjalankan
tugasnya dalam keadaan normal
c. Meningkatkan Kultur Organisasi
Meningkatkan kultur organisasi dapat dilakukan dengan
mengimplementasikan prinsip-prinsip Good Corporate Governance
(GCG) yang saling terkait satu sama lain agar dapat mendorong kinerja
sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasikan nilai
ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang
saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan. Prinsip-prinsip
dasar tersebut adalah (menurut Saifuddien Hasan, 2000):
33
1) Keadilan (Fairness)
Melidungi kepentingan pemegang saham minoritas dan steakholders
lainnnya dari rekayasa transaksi yang bertentangan dengan peraturan
peraturan yang berlaku.
2) Transparansi (disclosure)
Keterbukaan bagi steakholder yang terkait untuk melihat dan
memahami proses suatu pengambilan keputusan pengelolaan suatu
perusahaan. Dalam hal ini terkait dengan kewajiban perusahaan untuk
mengungkapkan informasi material kepada pemegang saham/publik
dan pemerintah secara benar, akurat, teratur dan tepat waktu.
3) Akuntabilitas (Accountability)
Menciptakan sistem pengawasan yang efektif didasarkan atas
distribusi dan keseimbangan kekuasaan antar anggota direksi,
komisaris, pemegang saham dan pengawas. Disini menyangkut pula
proses pertanggung jawaban para pengurus perusahaan atas
keputusan-keputusan yang dibuat dan kinerja yang dicapai.
4) Tanggung Jawab (Responsibility)
Perusahaan memiliki tanggung jawab untuk mematuhi hukum dan
ketentuan/peraturan yang berlaku termasuk tanggap terhadap
lingkungan di mana perusahaan berada.
5) Moralitas (Morality)
Manajemen dan seluruh individu dalam perusahaan wajib menjunjung
tinggi moralitas, didalam prinsip ini terkandung unsur-unsur
kejujuran, kepekaan sosial dan tanggug jawab individu.
34
6) Kehandalan (Reliability)
Pihak manajemen/pengelola perusahaan dituntut untuk memiliki
kompetensi dan profesionalisme dalam pengelolaan perusahaan.
7) Komitmen
Pihak manajemen/pengelola perusahaan dituntut untuk memiliki
komitmen penuh untuk selalu meningkatkan nilai perusahaan, dan
bekerja untuk mengoptimalkan nilai pemegang sahamnnya (duty of
loyalty) serta menurunkan risiko perusahaan Dalam pedoman GCG
yang disusun oleh The National Committee on Coprporate
Governance (Maret 2000) telah disarankan dengan jelas perusahaan
untuk memenuhi 13 (tiga belas) aspek penting yang harus
diperhatikan manajemen perusahaan yaitu:
pemegang saham, dewan komisaris, direksi, sistem audit, sekretaris
perusahaan, pihak-pihak yang berkepentingan (steakholders),
keterbukaan, kerahasiaan, informasi orang dalam, etika berusaha dan
anti korupsi, donasi, kepatuhan pada Peraturan Perundang Undangan
(Proteksi Kesehatan, keselamatan kerja, pelestarian lingkungan serta
kesempatan kerja yang sama)
d. Mengefektifkan Fungsi Internal Audit
Walaupun internal auditor tidak dapat menjamin bahwa kecurangan tidak
akan terjadi, namun ia harus menggunakan kemahiran jabatannya dengan
saksama sehingga diharapkan mampu mendeteksi terjadinya kecurangan dan
dapat memberikan saran-saran yang bermafaat kepada manajemen untuk
mencegah terjadinya kecurangan. Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh
35
manajemen agar fungsi internal audit bisa efektif membantu manajemen
dalam melaksanakan tanggungjawabnya dengan memberikan analisa,
penilaian, saran dan komentar mengenai kegiatan yang diperiksanya adalah:
1) Internal audit departemen harus mempunyai kedudukan yang independen
dalam organisasi perusahaan dalam arti kata ia tidak boleh terlibat
kegiatan operasional perusahaan dan bertanggungjawab kepada atau
melaporkan kegiatannya kepada top manajemen
2) Internal audit departemen harus mempunyai uraian tugas secara tertulis,
sehingga setiap auditor mengetahui dengan jelas apa yang menjadi tugas,
wewenang dan tanggungjawabnya.
3) Internal audit harus mempunyai internal audit manual yang berguna untuk:
a) mencegah terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan tugas.
b) menentukan standar yang berguna untuk mengukur dan meningkatkan
performance.
c) memberi keyakinan bahwa hasil akhir internal audit departemen
sesuai dengan requirement dari internal audit director.
4) Harus ada dukungan yang kuat dari top manajemen kepada internal audit
departemen. Dukungan tersebut dapat berupa:
a) penempatan internal audit departemen dalam posisi yang independen.
b) penempatan audit staf dengan gaji yang cukup menarik.
c) penyediaan waktu yang cukup dari top manajemen untuk membaca,
mendengarkan dan mempelajari laporan-laporan internal audit
departemen dan respon yang cepat dan tegas terhadap saran-saran
perbaikan yang diajukan oleh internal auditor.
36
5) Internal audit departemen harus memiliki sumber daya yang profesional,
capable, bisa bersikap objective dan mempunyai integritas serta loyalitas
yang tinggi.
6) Internal auditor harus bisa bekerjasama dengan akuntan publik. Jika
internal auditor sudah bisa bekerja secara efisien dan efektif dan bisa
bekerjasama dengan akuntan publik, maka audit fee yang harus dibayar
kepada KAP bisa ditekan menjadi lebih rendah karena hasil kerja
internal auditor bisa mempercepat dan mempermudah penyelesaian
pekerjaan KAP.
7) Menciptakan struktur pengajian yang wajar dan pantas.
8) Mengadakan Rotasi dan kewajiban bagi pegawai untuk mengambil hak
cuti.
9) Memberikan sanksi yang tegas kepada yang melakukan kecurangan dan
berikan penghargaan kepada mereka yang berprestasi.
10) Membuat program bantuan kepada pegawai yang mendapatkan kesulitan
baik dalam hal keuangan maupun non keuangan.
11) Menetapkan kebijakan perusahaan terhadap pemberian-pemberian dari
luar harus diinformasikan dan dijelaskan pada orang-orang yang
dianggap perlu agar jelas mana yang hadiah dan mana yang berupa
sogokan dan mana yang resmi.
12) Menyediakan sumber-sumber tertentu dalam rangka mendeteksi
kecurangan karena kecurangan sulit ditemukan dalam pemeriksaan yang
biasa-biasa saja.
37
13) Menyediakan saluran saluran untuk melaporkan telah terjadinya
kecurangan hendaknya diketahui oleh staf agar dapat diproses padajalur
yang benar.
C. Pendektesian Kecurangan
Sebelum kita membahas lebih lanjut tentang seperti apa pendeteksian itu,
maka peneliti akan membahas tentang pengertian pendeteksian kecurangan
itu.
1. Pengertian Pendeteksian
Tindakan lanjutan yang dilakukan oleh investigator apabila dicurigai atau
ditemukan adanya indikasi kecurangan.
Sebagaimana diuraikan sebelumnya, resiko yang dihadapi perusahaan
diantaranya adalah Integrity risk, yaitu resiko adanya kecurangan oleh
manajemen atau pegawai perusahaan, tindakan illegal, atau tindak
penyimpangan lainnya yang dapat mengurangi nama baik/reputasi
perusahaan di dunia usaha, atau dapat mengurangi kemampuan perusahaan
dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Adanya resiko tersebut
mengharuskan internal auditor untuk menyusun tindakan
pencegahan/prevention untuk menangkal terjadinya kecurangan
sebagaimana diuraikan dalam bagian sebelumnya.
Namun, pencegahan saja tidaklah memadai, internal auditor harus
memahami pula bagaimana cara mendeteksi secara dini terjadinya
kecurangan-kecurangan yang timbul. Tindakan pendeteksian tersebut tidak
dapat di generalisir terhadap semua kecurangan. Masing-masing jenis
38
kecurangan memiliki karakteristik tersendiri, sehingga untuk dapat
mendeteksi kecurangan perlu kiranya pemahaman yang baik terhadap jenis-
jenis kecurangan yang mungkin timbul dalam perusahaan. Sebagian besar
bukti-bukti kecurangan merupakan bukti-bukti tidak sifatnya langsung.
Petunjuk adanya kecurangan biasanya ditunjukkan oleh munculnya gejala-
gejala (symptoms) seperti adanya perubahan gaya hidup atau perilaku
seseorang, dokumentasi yang mencurigakan, keluhan dari pelanggan
ataupun kecurigaan dari rekan sekerja. Pada awalnya, kecurangan ini akan
tercermin melalui timbulnya karakteristik tertentu, baik yang merupakan
kondisi/ keadaan lingkungan, maupun perilaku seseorang.
Karakterikstik yang bersifat kondisi/situasi tertentu, perilaku/kondisi
seseorang personal tersebut dinamakan Redflag (Fraud indicators).
Meskipun timbulnya red flag tersebut tidak selalu merupakan indikasi
adanya kecurangan, namun red flag ini biasanya selalu muncul disetiap
kasus kecurangan yang terjadi. Pemahaman dan analisis lebih lanjut
terhadap Red flag tersebut dapat membantu langkah selanjutnya untuk
memperoleh bukti awal atau mendeteksi adanya kecurangan. Berikut adalah
gambaran secara garis besar pendeteksian kecurangan berdasar
penggolongan kecurangan oleh ACFE tersebut di atas.
2. Objek Pendeteksian
Melihat beberapa sumber dan refrensi yang dibaca, maka peneliti melihat
objek-objek yang diteliti untuk meminimalisasi kecurangan adalah sebagai
berikut:
39
a. Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud).
Kecurangan dalam penyajian laporan keuangan umumnya dapat
dideteksi melalui analisis laporan keuangan sebagai berikut:
1) Analisis Vertikal, yaitu teknik yang digunakan untuk menganalisis
hubungan antara item-item dalam laporan laba rugi, neraca, atau
laporan arus kas dengan menggambarkannya dalam persentase.
Sebagai contoh, adanya kenaikan persentase hutang niaga dengan
total hutang dari rata-rata 28% menjadi 52% dilain pihak adanya
penurunan persentase biaya penjualan dengan total penjualan dari
20% menjadi 17% mungkin dapat menjadi satu dasar adanya
pemeriksaan kecurangan.
2) Analisis Horizontal, yaitu teknik untuk menganalisis persentase
perubahan item laporan keuangan selama beberapa periode laporan.
Sebagai contoh adanya kenaikan penjualan sebesar 80% sedangkan
harga pokok mengalami kenaikan 140%. Dengan asumsi tidak ada
perubahan lainnya dalam unsur-unsur penjualan dan pembelian,
maka hal ini dapat menimbulkan sangkaan adanya pembelian fiktif,
penggelapan, atau transaksi illegal lainnya.
3) Analisis Rasio, yaitu alat untuk mengukur hubungan antara nilai-
nilai item dalam laporan keuangan. Sebagai contoh adalah current
ratio, adanya penggelapan uang atau pencurian kas dapat
menyebabkan turunnya perhitungan rasio tersebut.
40
b. Penyalahgunaan Aset (Asset Misappropriation).
Teknik untuk mendeteksi kecurangan-kecurangan kategori ini sangat
banyak variasinya. Namun, pemahaman yang tepat ataspengendalian
intern yang baik dalam pos-pos tersebut akan sangat membantu dalam
melaksanakan pendeteksian kecurangan. Dengan demikian, terdapat
banyak sekali teknik yang dapat dipergunakan untuk mendeteksi setiap
kasus penyalahgunaan aset. Masing-masing jenis kecurangan dapat
dideteksi melalui beberapa teknik yang berbeda. Misalnya,untuk
mendeteksi kecurangan dalam pembelian ada beberapa metode deteksi
yang dapat digunakan. Metode-metode tersebut akan sangat efektif bila
digunakan secara kombinasi gabungan, setiap metode deteksi akan
menunjukkan anomalies/gejala penyimpangan yang dapat diinvestigasi
lebih lanjut untuk menenemukan ada tidaknya kecurangan. Selain itu,
metode-metode tersebut akan menunjukkan kelemahan-kelemahan
dalam pengendalian intern dan mengingatkan/memberi peringatan pada
auditor akan adanya potensi terjadinya kecurangan di masa mendatang.
1) Analytical Review
Suatu review atas berbagai akun yang mungkin menunjukkan
ketidak biasaan atau kegiatan-kegiatan yang tidak diharapkan.
Sebagai contoh adalah perbandingan antara pembelian barang
persediaan dengan penjualan bersihnya yang dapat mengindikasikan
adanya pembelian yang terlalu tinggi atau terlalu rendah biala
dibandingkan dengan tingkat penjualannya. Metode analitis lainnya
41
adalah perbandingan pembelian persediaan bahan baku dengan tahun
sekarang yang mungkin mengindikasikan adanya kecurangan
overbilling scheme atas kecurangan pembelian ganda.
2) Statistical Sampling
Sebagaimana persediaan, dokumen dasar pembelian dapat diuji
secara sampling untuk menentukan ketidakbiasaan (irregularities),
metode deteksi ini akan efektif jika ada kecurigaan terhadap satu
attributnya, misalnya pemasok fiktif. Suatu daftar alamat PO BOX
akan mengungkapkan adanya pemasok fiktif.
3) Vendor or Outsider Complaints
Komplain/keluhan dari konsumen, pemasok, atau pihak lain
merupakan alat deteksi yang baik yang dapat mengarahkan auditor
untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.
4) Site Visi-Observation
Observasi ke lokasi biasanya dapat mengungkapkan ada tidaknya
pengendalian intern di lokasi-lokasi tersebut. Observasi terhadap
bagaimana transaksi akuntansi dilaksanakan kadangkala akan memberi
peringatan pada CFE akan adanya daerah-daerah yang mempunyai
potensi bermasalah. Dalam banyak kasus kecurangan, khususnya kasus
pencurian dan penggelapan aset, biasanya terdapat tiga faktor, yaitu:
a) ada satu tekanan pada seseorang, seperti kebutuhan keuangan.
b) adanya kesempatan untuk melakukan kecurangan dan
menyembunyikan kecurangan yang dilakukan.
42
c) adanya cara pembenaran perilaku tersebut yang sesuai dengan
tingkatan integritas pelakunya.
Ada tiga elemen dalam struktur pengendalian intern yang perlu diperhatikan
dengan baik. (Menurut Albrecht. W. Steve dalam Amrizal, 2008:2)
Tabel 2.3. Fraud Examination
Control Environment Accounting System Control Procedures
1. Management Philosophy
and style
1. Valiadity 1. Separation of
Duties
2. Organization Structure 2. Authorizontal 2. Proper Procedures
for Authorizontal
3. Audit Committee 3. Valuation 3. Adequate
Documents and
Recods
4. Communication Methods 4. Valuation 4. Physical Control
Over Assets and
Record
5. Internal Audit Function 5. Classification 5. Independent
Checks on
Performance
6. Personnel Policies and
Procedures
6. Timing
c. Korupsi (Corruption)
Sebagian besar kecurangan ini dapat dideteksi melalui keluhan dari rekan
kerja yang jujur, laporan dari rekan, atau pemasok yang tidak puas dan
menyampaikan komplain ke perusahaan. Atas sangkaan terjadinya
(Sumber: Fraud Examination: page 8)
43
kecurangan ini kemudian dilakukan analisis terhadap tersangka atau
transaksinya. Pendeteksian atas kecurangan ini dapat dilihat dari karakteristik
(Red flag) si penerima maupun si pemberi
Kecurangan dalam buku besar dan laporan keuangan dapat dideteksi
melalui teknik audit. Kecurangan seperti ini dapat berbentuk:
1) Ayat jurnal penyesuian yang kurang otorisasi dan rincian yang
mendukung.
2) Pengeluaran yang kurang dokumen pendukung.
3) Pemasukan yang salah dan tidak tepat dalam buku besar.
4) Pembayaran yang tidak diotorisasi dan tidak sah.
5) Pengunaan dan konversi aktiva korporat yang tidak diotorisasi.
6) Penerapan dana korporat yang salah.
7) Pernyataan yang salah dan palsu dalam laporan keuangan dari segi
keuntungan dan nilai aktiva.
8) Pencurian aktiva korporat oleh pegawai,agen dan petugas.
9) Pemusnahan, peniruan dan pemalsuan dokumen untuk mendukung
pembayaran.
10) Kolom jumlah yang tidak benar jumlahnya.
Jadi seorang auditor kita harus mempelajari orang-orang dalam
lingkungan auditor sebanyak anda mempelajari pengendalian intern,
jurnal penyesuaian, catatan, dokumen, dan rasio. Lalu ajukan
pertanyaan-pertanyaan mengenai pekerjaan mereka, bagaimana mereka
melakukannya dan bagaimana rasa mereka mengenai pekerjaan. Penipu
44
suka berbicara. Pencuri dan penggelap uang lebih berhati-hati. Mereka
lebih takut untuk diketahui. Penipu berpikir mereka dapat berbicara
diluar kecurangan mereka. Penipu lebih ramah dan bersosialisasi.
Penggelap uang dan pencuri lebih menjauh. Sembunyi membuat
penggelap uang dan pencuri berhasil dengan kejahatan mereka.
Keberanian yang membuat penipu berhasil dengan kejahatan mereka.
Penipu hanya rakus. Pencuri dan pengelapan uang menderita karena
kebutuhan (nyata dan dibayangkan).
Penipu meninggalkan lebih banyak bekas tapi membalas atau melawan
lebih keras bila tertangkap. Pencuri dan penggelap uang tidak mau maju
kedepan. Mereka sering mengakui. Penipu tidak jarang mengakui.
Mereka perlu maju kedepan untuk bersembunyi ketika tertangkap.
C. Audit Investigatif
Sebelum kita membahaslebih lanjut tentang audit investigatif, maka peneliti
akan membahas tentang apakah Audit Investigatif itu.
1. Pengertian Audit Investigatif
a. Audit investigatif adalah salah satu aktivitas dalam rangka
implementasi upaya strategi memerangi korupsi dengan pendekatan
investigatif (Haryono Umar, 2009)
b. Investigative Auditing involves reviewing financial documentation for
a specific purpose, which could relate to litigation support and
insurance claims, as well as criminal matter” (Jack Bologna dan
Robert J. Lindquist) berbunyi audit investigasi mencakup review
45
dokumentasi keuangan untuk tujuan tertentu yang mungkin saja berhubungan
dengan masalah ligitasi dan pidana.
c. Audit investigatif ibarat memancing ikan, pemancing profesional akan
memulai dengan pertanyaan: “Ikan apa yang akan dipancing” (Howard
R. Davia- Fraud:101)
d. Audit investigastif secara umum dapat dikatakan sebagai suatu proses
penyelidikan yang berlandaskan pada hukum dan rasa keadilan untuk
mencari kebenaran dengan tingkat kebenaran yang tinggi (high level of
assurance) mengenai suatu permasalahan yang ditemukan.
2. Tujuan Adanya Audit Investigatif
Menurut (K.H.Spencer Picket dan Picket, 2002) dalam Financial Crime
Investigation and Control
a. Memberhentikan manajemen. Tujuanya utamannya adalah sebagai
teguran keras bahwa manajemen tidak mampu
mempertanggungjawabkan kewajiban fidusiernya. Kewajiban fidusier
ini termasuk mengawasi dan mencegah terjadinya kecurangan oleh
karyawannya.
b. Memeriksa, mengumpulkan dan menilai cukupnya relevannya bukti.
Tujuan ini akan menekankan bisa diterimanya bukti-bukti sebagai alat
bukti untuk meyakinkan hakim dipengadilan.
c. Melindungi reputasi karyawan yang tidak bermasalah.
46
d. Menemukan dan mengamankan dokumen yang relevan untuk
investigasi. Banyaknya bukti dalam keuangan berupa dokumen yang
disusun untuk membuat kebohongan.
e. Menemukan aset yang digelapkan dan mengupayakan pemulihan dari
kerugian yang terjadi. Hal ini meliputi penelusuran rekening bank,
pembekuan rekening, izin-izin untuk proses penyitaan dan atau
penjualan aset.
f. Memastikan bahwa pelaku kejahatan tidak bisa lolos dari
perbuatannya.
g. Menyapu bersih semua karyawan yang melakukan kejahatan.
h. Memastikan bahwa perusahaan tidak lagi menjadi korban penjarahan.
Kecurangan yang menggrogoti sumber daya perusahaan.
i. Menentukan bagaimana investigasi akan dilanjutkan.
j. Melaksanakan investigasi secara standar, sesuai dengan peraturan
perusahaan, sesuai dengan buku pedoman.
k. Mengumpulkan cukup bukti yang dapat diterima oleh pengadilan,
dengan sumber daya dan terhentinya kegiatan perusahaan seminimal
mungkin.
l. Memperoleh gambaran yang wajar tentang kecurangan yang terjadi
dan membuat keputusan yang tepat mengenai tindakan yang harus
diambil.
47
m. Mendalami tuduhan (baik oleh dalam atau luar perusahaan, baik lisan
maupun tertulis, baik dengan nama terang atau dalam bentuk surat
kaleng) untuk menanggapi secara tepat.
n. Memastikan bahwa hubungan dan suasana kerja tetap baik.
o. Melindungi nama baik perusahaan atau lembaga.
p. Melaksanakan investigasi dalam koridor kode etik.
q. Menentukan siapa saja pelaku dan mengumpulkan bukti mengenai
niatnya.
r. Menindaklanjuti para pelaku kecurangan yang telah terbukti.
s. Mengidentifikasi praktek manajemen yang tidak dapat dipertanggung
jawabkan atau prilaku yang melalaikan tanggung jawab.
t. Mempertahankan kerahasian dan memastikan bahwa perusahaan atau
lembaga ini tidak terperangkap dalam ancaman tuntutan pencemaran
nama baik.
u. Mengidentifikasikan saksi yang melihat atau terjadinya kecurangan
dan memastikan bahwa mereka memberikan bukti yang mendukung
tuduhan atau dakwaaan terhadap si pelaku.
v. Memberikan rekomendasi mengenai bagaimana mengelola resiko
terjadinya kecurangan ini dengan tepat.
3. Investigatif dengan Teknik Audit
Banyak auditor yang sudah berpengalaman pun, merasa ragu untuk terjun
dalam bidang investigatif. Padahal teknik-teknik audit yang mereka
kuasai, memadai untuk dipergunakan dalam audit investigatif. Teknik
48
Audit adalah cara-cara yang dipakai dalam mengaudit kewajaran
penyajian laporan keuangan. Hasil dari penerapan teknik audit adalah
bukti audit. Jadi teknik audit yang akan dilakukan ada tujuh, yaitu:
a. Memeriksa Fisik dan Mengamati
Memeriksa fisik atau physical examination lazimnya diartikan sebagai
perhitungan uang tunai (baik dalam mata uang rupiah atau mata uang
asing), kertas berharga, persedian barang, aktiva tetap dan barang
berwujud (tangible asset) lainnya.
Mengamati sering diartikan sebagai pemanfaatan indera kita untuk
mengetahui sesuatu. Maka peneliti tidak membedakan pemeriksaan
fisik dan pengamatan. Dalam kedua ini teknik ini investigator
menggunakan inderanya, untuk mengetahui atau memahami sesuatu.
b. Meminta Informasi dan Konfirmasi
Meminta informasi baik lisan ataupun tulisan kepada auditan,
merupakan prosedur biasa dilakukan auditor. Pertanyaannya, apakah
dalam investigatif hal itu perlu dilakukan apakah sebagainya kita tidak
meminta informasi, supaya yang diperiksa tidak mengetahui apa yang
kita cari? Yang bersangkutan juga mempunyai kepentingan dan
peluang untuk berbohong.
Seperti dalam audit, juga dalam investigatif, permintaaan informasi
harus dibarengi, diperkuat, atau dikaloborasi dengan informasi dari
sumber lain atau diperkuat (substantiated) dengan cara lain.
49
Permintaan informasi sangat penting, dan juga memerlukan prosedur
yang normal dalam suatu investigasi.
Meminta konfirmasi adalah meminta pihak lain (dari yang
diinvestigasikan) untuk menegaskan kebenaran atau ketidakbenaran
suatu informasi. Dalam audit, teknik ini umumnya diterapkan untuk
mendapatkan kepastian mengenai saldo utang piutang. Tapi
sebenarnya ia dapat diterapkan untuk berbagai informasi, keuangan
maupun non keuangan. Dalam investigatif ini harus memperhatikan
apakah pihak ketiga mempunyai kepentingan dalam investigatif.
c. Memeriksa Dokumen
Tak ada investigatif tanpa pemeriksaan dokumen. Hanya saja, dengan
kemajuan teknologi, definisi dokumen menjadi lebih luas, termasuk
informasi yang diolah, disimpan dan dipindahkan secara
elektronis/digital.
d. Riview Analitikal
Dellote Haskins dan Sells (disingkat DHS, cikal bakal dari Deloitte
Touche Tohmatsu) mencatat penggunaan teknik ini dalam audit
manual mereka di tahun 1930-an. Diakhir 1960-an dan awal 1970-an
DHS mengembangkan berbagai perangkat lunak review analikal,
diantaranya Statical Techniques for Analytical Review (STAR) in
auditing. Dalam riview analitikal yang penting bukannya perangkat
lunaknya, tetapi semangatnya, seperti dikatakan Houck di atas “think
analytical first“ Ini ciri auditor (dan investigator) yang tangguh.
50
Kuasai gambaran besarnya lebih dahulu. (menurut Stringer dan
Stewart) dalam: Analytical review is a form of deductive reasoning in
which the property of the individual details is inferred from evidence
of the reasonableness of the aggregate results. Perhatikan mereka
mendefinisikan riviu analitikal sebagai a form of deductive reasoning,
sebagai suatu bentuk penalaran deduktif. Tekanannya adalah pada
penalaran, proses berfikrnya. Penalaran yang membawa seorang
auditor atau investigator pada gambaran mengenai wajar, layak, atau
pantasnya suatu data individual disimpulkan dari gambaran yang
diperoleh secara global, menyeluruh atau agregat.
1) Membandingkan Anggaran Dengan Realisasi
Membandingkan anggaran dengan realisasi dapat mengindikasikan
adanya fraud. Yang harus benar-benar diketahui adalah seluruh
mekanisme pelaksanaan anggaran, evaluasi atas pelaksanaan
anggaran, dan intensif (keuangan maupun non keuangan) yang
terkandung didalamnya sistem anggaran.
Dalam entitas yang merupakan profit center atau revenue center,
pejabat tertentu menerima intensif (bonus) sesuai dengan
keberhasilan yang diukur dengan pelampauan anggaran.
Investigator perlu mengantisipasi kecendrungan realisasi
penjualannya dibuat tinggi (overstated).
51
2) Hubungan antara Satu Data dengan Data Keuangan Lainnya.
Beberapa akun, baik dalam suatu maupun beberapa laporan
keuangan, bisa mempunyai keterkaitan yang dapat dimanfaatkan
untuk review awal.
3) Menggunakan Data Non Keuangan.
Inti dari Riviu analitikal ini adalah mengenal pola hubungan
(relationship pattern). Pola hubungan ini tidak mesti hanya antara
satu data keuangan dengan data keuangan lainnya. Pola hubungan
non keuangan pun bisa bermacam-macam bentuknya.
4) Regresi atau Analis Trend
Dengan data historical yang memadai (makin banyak makin baik,
carteris pribus) review analitikal dapat mengungkapkan trend.
Berbagai perangkat lunak mempermudah hitungan dan grafiknya.
Misalnya STAR, perangkat lunak Delloite.
5) Menggunakan Indikator Ekonomi Makro
Ada hubungan antara besarnya pajak penghasilan yang diperoleh
dalam suatu tahun dengan indikator-indikator ekonom seperti
inflasi, tingkat pengangguran, cadangan devisa, indikator ekonomi
negara-negara yang menjadi patner perdagangan Indonesia,harga
minyak mentah dan komoditi lain-lain. Kehadalan perumusan
ekonometri akan membantu auditor atau investigator melalui data
agregat, tanpa harus memasuki pemeriksaan SPT sebagai langkah
pertama.
52
e. Menghitung Kembali
Menghitung kembali atau reperform tidak lain dari mencek kebenaran
perhitungan (kali, bagi, tambah, kurang, dan lain-lain). Ini prosedur
yang sangat lazim dalam audit. Biasanya tugas ini diberikan kepada
seorang yang baru mulai bekerja sebagai auditor; seorang auditor
junior di kantor akuntan. Dalam investigatif, perhitungan yang
dihadapi umumnya sangat kompleks, didasarkan atas kontrak atau
perjanjian yang rumit, mungkin sudah terjadi perubahan dan
renegosiasi berkali-kali dengan pejabat (atau kabinet) yang berbeda.
Perhitungan ini dilakukan atau disupervisi oleh investigator yang
berpengalaman.
4. Prinsip-Prinsip Investigatif
a. Investigatif merupakan metode/tehnik yang dapat digunakan dalam
audit investigatif.
b. Investigatif memerlukan penerapan kecerdasan, pertimbangan yang
sehat dan pengalaman, selain itu memerlukan pemahaman terhadap
ketentuan perundang-undangan dan prisip-prinsip investigatif guna
pemecahan permasalahan yang dihadapi.
Prinsip-prinsip berikut ini berdasarkan pengalaman dan praktek dapat
dijadikan pedoman bagi investigator dalam setiap situasi sebagai berikut:
53
Investigatif adalah tindakan mencari kebenaran dengan memperhatikan
keadilan dan berdasarkan pada ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.
1) Kegiatan investigatif mencakup pemanfaatan sumber-sumber bukti
yang dapat mendukung fakta yang dipermasalahkan.
2) Investigator mengumpulkan fakta-fakta sedemikian rupa sehingga
bukti-bukti yang diperolehnya dapat memberikan kesimpulan sendiri
(bahwa telah terjadi tindak kejahatan dan pelakunya teridentifikasi).
3) Informasi merupakan napas dan darahnya investigasi sehingga
investigator harus mempertimbangkan segala kemungkinan untuk
dapat memperoleh informasi.
4) Pengamatan, informasi dan wawancara merupakan bagian yang
penting dalam investigatif
5) Pelaku kejahatan adalah manusia, oleh karena itu jika ia diperlakukan
sebagaimana layaknya manusia maka mereka juga akan merespon
sebagaimana manusia.
5. Tahap-Tahap Audit Investigatif
Dalam melakukan audit investigatif ada tahapan yang harus dilakukan yaitu:
a. Persiapan dan Perencanaan. Setiap kegiatan audit harus diawali dengan
persiapan dan perencanaan. Audit investigatif lebih ditekankan pada
sikap kehati-hatian dan independen serta arif karena sering terjadi
konflik kepentingan antara auditor dan auditan. Dalam menunjuk
54
petugas investigatif harus dipertimbangkan auditor yang mempunyai
pengalaman, integritas yang tinggi, kemauan, keuletan, keberanian,
independen dan tidak ada hubungan istimewa antara auditor dan
auditan.
1) Membuat PKA. Dalam menyusun PKA audit investigatif auditor
harus memahami betul permasalahan yang akan diaudit. Oleh
karena itu perlu ditetapkan sasaran, ruang lingkup, waktu audit,
menyusun strategi dan langkah audit.
2) Pelaksanaan audit terlebih dahulu diadakan pembicaraan
pendahuluan dengan auditan untuk menjelaskan tujuan audit dan
mendapatkan informasi tambahan serta menciptakan suasana yang
dapat menunjang kelancaran tugas. Untuk mengungkapkan suatu
peristiwa atau kejadian maka auditor harus mendapatkan minimal
7 jawaban dari pertanyaan
a) Apa yang telah terjadi.
b) Siapa yang melakukan.
c) Dimana perbuatan itu dilakukan.
d) Kapan dilakukan.
e) Dengan apa perbuatan itu dilakukan.
f) Bagaimana dilakukan/modus operandi.
g) Mengapa perbuatan itu terjadi.
55
Investigatif adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh
bukti dengan menggunakan prosedur dan tekhnik audit. Untuk dapat
melakukan investigasi dengan baik maka diperlukan:
1) Pengetahuan yang baik tentang permasalahan yang akan diaudit.
2) Siapa orang-orang yang akan diaudit dan siapa yang diperiksa
terlebih dahulu.
3) Menyusun pertanyaan yang dapat mengungkap kejadian
sebenarnya.
4) Menyiapkan bahan-bahan untuk konfrontasi.
5) Pengetahuan tentang orang-orang/pribadi yang akan diaudit.
6) Tempat dan waktu.
Dalam melaksanakan investigatif perlu diperhatikan agar pelaku
mudah diarahkan untuk mengakui perbuatannya maka diperlukan
mengumpulkan bahan dan bukti yang berkaitan dengan kasus yang
diaudit dan dapat dijadikan sebagai alat bukti. Alat bukti menurut
KUHP Pasal 184:
1) Keterangan saksi
2) Keterangan saksi ahli
3) Bukti petunjuk
4) Keterangan/pengakuan terdakwa.
56
Keterangan/pengakuan terdakwa saja tidak cukup untuk pembuktian
melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lainnya. Bukti dalam
audit adalah (1) klarifikasi (2) hasil pengujian fisik (3) dokumentasi (4)
observasi (5) tanya jawab/hasil wawancara (6) prosedur analisa.
6. Laporan Audit Investigatif
Laporan audit merupakan alat formal auditor untuk mengkomunikasikan
kesimpulan yang diperoleh tentang hasil auditnya kepada pihak yang
berkepentingan. Sampai saat ini belum ada standar yang khusus untuk
laporan audit investigatif atau audit khusus. Standar umum bahwa laporan
harus dibuat secara tertulis segera setelah berakhirnya pelaksanaan audit
dan laporan disampaikan kepada pihak yang berwewenang dan laporan
bersifat rahasia. Dalam pelaksanaannya,laporan audit investigatif
diberikan kepada pihak yang memberi instruksi (kepolisian, jaksa,
pengadilan).
7. Menjelaskan Audit Investigatif Kedalam Bahasa Hukum
Upaya pemberantasan korupsi di mana pun tidak semata-mata melibatkan
aparat penegak hukum terkait seperti polisi, jaksa, dan hakim.
Pemberantasan korupsi di suatu perusahaan swasta atau pemerintahan
wajib melibatkan akuntan yang akan melakukan audit investigatif. Auditor
investigatif dituntut bukan hanya melakukan investigasi semata, tetapi
juga harus dapat menjelaskan hasilnya ke dalam bahasa hukum. Dengan
demikian, seorang akuntan sebelum melaksanakan aktivitasnya wajib
57
melakukan penelusuran berbagai peraturan perundang-undangan, termasuk
memegang teguh sikap independensinya untuk tidak mau menerima upeti.
D. Kerangka Pemikiran
Gambar dibawah ini menujukan kerangka pemikiran yang dibuat dalam model
penelitian mengenai pengaruh tindakan pencegahan, pendeteksian, dan audit
investigatif terhadap upaya meminimalisasi kecurangan dalam laporan
keuangan.
58
Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran
Variabel Independen Variabel Dependen
Sumber: Diolah dari berbagai
sumber
Model Pengaruh Tindakan Pencegahan, Pendeteksian, dan Audit Investigatif
Terhadap Upaya Meminimalisasi Kecurangan Dalam Laporan Keuangan
Gambar 2.4.Kerangka Pemikiran Keterangan :
Y : Pengaruhnya dalam meminimalisasikan kecurangan terhadap menyajian
laporan keuangan
X1: Tindakan Pencegahan
X2: Pendeteksian
X3: Audit Investigatif
X1
(Amin Widjaja, 2009)
X2
(Amrizal, 2004)
X3
(Theodorus M, 2007)
Y
(Taufik, 2008; Ramaraya, 2008; Ferdian, 2006)
59
E. Pengembangan Hipotesis
Perumusan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini bertujuan untuk
menguji apakah pengaruh tindakan pencegahan, pendetaksian, dan audit
investigatif terhadap upaya meminimalisasikan kecurangan dalam laporan
keuangan.
Berdasarkan pemikiran tersebut maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Ha1 : Tindakan pencegahan berpengaruh terhadap upaya meminimalisasi
kecurangan dalam laporan keuangan
Ha2 : Pendeteksian berpengaruh terhadap upaya meminimalisasi kecurangan
dalam laporan keuangan
Ha3 : Audit investigatif berpengaruh terhadap upaya meminimalisasi
kecurangan terhadap penyajian laporan keuangan
Ha4 : Tindakan pencegahan, pendeteksian, audit investigatif berpengaruh
terhadap upaya meminimalisasi kecurangan dalam laporan keuangan.
60
No Peneliti Judul Penelitian
Tahun Penelitian Variabel Metodologi
Penelitian Hasil
Penelitian 1 Santi
Yustini Pengaruh Peranan Komite Audit dan Audit Internal dalam Mendeteksi Kecurangan
2009 Peranan Komite Audit (X1) Auditor Internal (X2) Mendeteksi Kecurangan (Y)
Regresi Berganda
Komite audit dan auditor internal berpengaruh signifikan
2 Ismayanti Pengaruh Keahlian dan Tanggung Jawab Auditor Internal Terhadap Mendeteksi Kecurangan serta Pencegahan Tindakan Kecurangan
2009 Pengaruh Keahlian(X1) Tanggung Jawab Auditor Internal (X2) Mendeteksi Kecurangan (Y1) Pencegahan Tindak Kecurangan (Y2)
Regresi Berganda
Keahlian auditor dan tanggung jawab auditor tidak berpengaruh signifikan
3 Rani Widiastuti
Pengaruh Pengalaman, Kompetensi dan Integritas Auditor Eksternal Terhadap Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan
2009 Pengaruh Pengalaman (X1) Kompetensi (X2) Integritas Auditor Eksternal (X3) Kemampuan Auditor (Y) Mendeteksi Kecurangan (Z)
Regresi Berganda
Kompetensi auditor berpengaruh secara signifikan Pengalaman dan Integritas auditor tidak berpengarauh secara signifikan
4 Suzy Novianti
Skeptisme, Profesionalisme Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan
2007 Skeptisme (X1) Profesionalisme (X2) Mendeteksi Kecurangan (Y)
ANOVA Skeptisme dan Profesionalisme auditor berpengaruh secara signifikan
Tabel 2.5. Tinjauan Penelitian Terdahulu
61
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penulisan ini menggunakan metode penelitian deskriptif, yaitu
metode yang digunakan untuk memberikan penjelasan mengenai suatu
fenomena yang terjadi dalam suatu populasi (Indriantoro dan Supomo,
2002:26)
Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan kausal yang digunakan
untuk menjelaskan pengaruh variabel independen, yaitu tindakan pencegahan,
pendeteksian, dan audit investigatif terhadap variabel dependen yaitu
pengaruhnya terhadap upaya meminimalisasikan kecurangan dalam laporan
keuangan.
B. Metode Penentuan Sampel
Penelitian ini mengambil objek auditor yang bertugas di Kantor Akuntan
Publik, Komisi Pemberantasan Korupsi dan Badan Layanan Umum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Metode sampling yang
digunakan adalah convience sampling, yaitu pemilihan sampel berdasarkan
kemudahan, sehingga penulis mempunyai kebebebasan untuk memilih sampel
yang paling cepat dan mudah.
C. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dala penelitian ini adalah data primer yaitu sumber
data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui
62
media perantara) data primer dikumpulkan melalui metode survey dengan
menggunakan kuesioner (Indriantoro dan Supomo. 2002:26). Kuesioner
dikirimkan secara langsung kepada responden.
D. Metode Analisis
Setelah data yang diperlukan terkumpul, langkah selanjutnya ialah
menganalisis data berdasarkan metode penilian data berdasarkan metode
penilaian yang sesuai untuk digunakan. Kegiatan analisi dan pengolahan data
dengan melakukan tabulasi terhadapa kuesioner dengan memberikan dan
menjumlahkan bobot jawaban pada masing-masing pertanyaan untuk masing-
masing variabel.
Analisis data-data tersebut menggunakan metode regresi berganda
(multiple regression) yang dimaksudkan untuk menguji pengaruh variabel-
variabel independen terhadap variabel dependen. Secara umum, analisis
regresi adalah studi mengenai ketergantungan variabel dependen (terikat)
dengan satu atau lebih variabel independen (bebas) dengan tujuan untuk
mengetimasi dan memprediksi rata-rata populasi atau nilai rata-rata variabel
dependen berdasarkan nilai variabel independen yang diketahui.
Hasil analisis regresi adalah berupa koefesien untuk masing-masing
variabel independen. Koefisien ini diperoleh dengan cara memprediksi nilai
variabel dependen dengan satu persamaan. Koefisien regresi dihitung dengan
dua tujuan sekaligus, yaitu: meminimumkan penyimpangan antara nilai actual
dan dan nilai estimasi variabel dependen yang ada. Dalam penelitian ini
persamaan regresi yang digunakan adalah:
63
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e
Penjelasan model diatas adalah sebagai berikut:
Y : Meminimalisasi kecurangan dalam laporan keuangan
b1,,,b3 : Koefisien regresi
X1 : Tindakan pencegahan
X2 : Pendeteksian
X3 : Audit Investigatif
a : Konstan
e : Galat (error terms)
E. Uji Instrumen Penelitian
Peneliti melakukan uji instrument penelitian dari data-data yang akan diolah
sebagai berikut:
1. Uji Validitas
Uji validalitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu
kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner
mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner
tersebut. Dalam penelitian ini uji validalitas diukur dengan melakukan
korelasi antara skor butir pertanyaaan dengan total skor konstruk atau
variabel
2. Uji Reabilitas
Hasil dari uji reliabilias digunakan untuk mengetahui instrumen penelitian
yang dipakai dapat digunakan berkali-kali pada waktu yang berbeda.
Pengujian dilakukan dengan menggunakan teknik cronbach alpha.
64
Dimana suatu instrumen dapat dikatakan reliabel bila memiliki koefisien
keandalan atau alpha sebesar ; (a) <0,6 tidak reliabel, (b) 0,6-0,7
acceptable, (c) 0,7-0,8 baik (d) >0,8 sangat tidak baik
Metode analisis melalui statistik deskriptif mengenai karakteristik
responden digunakan table frekuensi absolute yang menunjukan angka
rata-rata, kisaran teoritis, kisaran sesungguhnya dan standar deviasi.
F. Uji Hipotesis
Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah Analisis
Regresi Berganda (Multiple Regression Analysis). Pada dasarnya merupakan
ekstensi dari modal regresi dalam analisis bivariate yang umumnya digunakan
untuk menguji pengaruh dua variable atau lebih variabel independen terhadap
variabel dependen dengan skala interval atau rasio dalam suatu pengukuran
linear.
Riset dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan media
kuesioner. Kuesioner diberikan kepada responden dengan meminta izin dan
membuat janji terlebih dahulu. Penelitian ini dilaksanakan oleh peneliti sendiri
dengan menandatangani kantor tempat penelitian dan bertemu langsung
dengan objek penelitian dalam hal ini auditor eksternal yang bekerja di Kantor
Akuntan Publik yang ada diwilayah DKI Jakarta, Komisi Pemberantasan
Korupsi dan BLU UIN.
1. Uji Asumsi Klasik
Dalam melakukan uji asumsi klasik ini, peneliti melakukan dua uji, yaitu
sebagai berikut:
65
a. Uji Multikolonieritas
Multikolonieritas menyatakan hubungan antar sesama variabel
independen (Santoso, 2000:206) menyatakan bahwa deteksi adanya
multikolinearitas dibagi menjadi 2 yaitu: (a) besaran VIF (Variance
Inflation Factor) dan tolerance. Pedoman suatu model regresi bebas
multikolineritas adalah mempunyai nila VIP disekitar angka 1 dan
mempunyai nilai tolerance mendekati 1, serta (b) besaran kolerasi
antar variabel independen. Pedoman suatu model regresi bebas
multikolineritas adalah koefisien korelasi antar variabel independen.
b. Uji Heterokedastisitas
Heterokedastisitas terjadi jika varian dari residual suatu pengamatan ke
pengamatan lain yang terjadi ketidaksamaan. Model regresi yang baik
adalah tidak terjadi heterokedastisitas. Untuk mendeteksi
heteroskedastisitas dapat melihat grafik scatterplot. Deteksinya
dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik dimana sumbu
X adalah Y yang telah diprediksi dan sumbu Y.(Santoso, 2000:210)
Dasar pengembalian keputusan antara lain sebagai berikut: (a) jika ada
pola tertentu, seperti titik yang membentuk pola tertentu yang teratur
(bergelombang, melebar) maka telah terjadi heteroskedastisitas dan
(b) jika tidak ada pola yang jelas, serta titik menyebar di atas dan
dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi
heteroskedastisitas.(Ghozali. 2005:105) menyatakan: “deteksi
heteroskedastisitas dapat menggunakan uji Glejer. Uji Glejser
66
dilakukan dengan cara meregresikan variabel independen residual. Jika
hasil uji Glejser signifikan, maka model regresi tersebut bebas
heterokedastisitas.
c. Uji Normalitas
Menguji dalam sebuah model regresi berganda yaitu variabel
dependen, variabel independen atau keduanya mempunyai distribusi
normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi data
normal atau mendekati normal. Untuk mendeteksi normalitas dapat
melihat grafik Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual,
deteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal
dari grafik (Santoso, 2000:214). Dasar pengambilan keputusan antara
lain: (1) jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti
arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas,
serta (2) jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak
mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi
asumsi normalitas (Ghozali, 2005:110)
2. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis digunakan untuk melihat seberapa besar pengaruh
tindakan pencegahan, pendeteksian, dan audit investigatif terhadap upaya
meminimalisasi kecurangan dalam laporan keuangan melalui analisis
regresi berganda, yaitu:
67
a. Uji Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh variabel independen, yaitu: pengaruh tindakan pencegahan,
pendeteksian, dan audit investigatif dalam menjelaskan variasi variabel
dependen yaitu: berpengaruh terhadap upaya meminimalisasi
kecurangan dalam laporan keuangan. Nilai koefisien determinasi (R2)
untuk menunjukan presentase tingkat kebenaran prediksi dari
pengujian regresi yang dilakukan. Nilai R2 memiliki range antara 0
sampai 1, jika nilai R2 semakin mendekati 1 maka berarti semakin
besar variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel
dependen. Hubungan antar variabel-variabel independen dengan
variabel dependen, diukur dengan kolerasi (R), jika R diatas 0,5 maka
korelasi atau hubungan antara variabel independen adalah kuat.
Sebaliknya, jika angka R dibawah 0,5 maka korelasi atau hubungan
antara variabel independen dengan variabel dependen adalah lemah
(Santoso, 2002:167)
b. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
Uji t diperlukan untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang
signifikan dari variabel masing-masing independen terhadap variabel
dependen.
Apabila sig t lebih besar dari 0,05, maka Ha ditolak. Demikian pula
sebaliknya jika sig t lebih kecil dari 0,05 maka Ha diterima, bila Ha
68
diterima ini berarti ada hubungan yang signifikan antara variabel
independen terhadap variabel dependen (Ghozali, 2005:58).
c. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Uji F dilakukan dengan tujuan untuk menguji keseluruhan variabel
independen, yaitu: pengaruh tindakan pencegahan, pendeteksian, dan
audit investigasi yang mempengaruhi terhadap satu variabel dependen,
yaitu: berpengaruh terhadap upaya meminimalisasi kecurangan dalam
laporan keuangan. Secara bebas dengan signifikansi sebesar 0,05 dapat
disimpulkan (Ghozali, 2005:45)
1) Jika nilai signifikan < 0,05, maka Ha diterima.
2) Jika nilai signifikan > 0,05, makan Ha ditolak.
G. Definisi Operasional Variabel dan Pengukuranya
Sebagai variabel dependen dalam penelitian ini adalah berpengaruhnya
terhadap upaya meminimalisasi kecurangan dalam laporan keuangan.
Sedangkan variabelnya adalah pengaruh tindakan pencegahan, pendeteksian,
dan audit investigatif. Dalam penelitian ini, skala pengukuran yang digunakan
adalah skala Likert yang dikembangkan oleh Rensis Likert. Skala Likert
umumnya menggunakan lima angka penelitian, yaitu: (1) sangat setuju, (2)
setuju, (3) tidak pasti atau netral, (4) tidak setuju, (5) sangat tidak setuju.
Pengukuran dari masing-masing variabel dapat dikemukan sebagai berikut:
1. Tindakan Pencegahan
Pencegahan kecurangan pada umumnya adalah aktivitas yang
dilaksanakan manajemen dalam hal penetapan kebijakan, sistem dan
69
prosedur yang membantu meyakinkan bahwa tindakan yang diperlukan
sudah dilakukan dewan komisaris, manajemen, dan personil lain
perusahaan untuk dapat memberikan keyakinan memadai dalam mencapai
3 (tiga) tujuan pokok yaitu: keandalan pelaporan keuangan, efektivitas dan
efisiensi operasi serta kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang
berlaku (Amin Widjaja, 2009:12).
2. Pendeteksian Kecurangan
Kecurangan ini akan tercermin melalui timbulnya karakteristik tertentu,
baik yang merupakan kondisi/keadaan lingkungan, maupun perilaku
seseorang. Karakterikstik yang bersifat kondisi/situasi tertentu,
perilaku/kondisi seseorang personal tersebut dinamakan Redflag (Fraud
indicators). Meskipun timbulnya red flag tersebut tidak selalu merupakan
indikasi adanya kecurangan, namun red flag ini biasanya selalu muncul
disetiap kasus kecurangan yang terjadi (Amrizal, 2004:11-16).
3. Audit Investigatif
Salah satu aktivitas dalam rangka implementasi upaya strategi memerangi
kecurangan dengan pendekatan investigatif. Audit investigatif secara
umum dapat dikatakan sebagai suatu proses penyelidikan yang
berlandaskan pada hukum dan rasa keadilan untuk mencari kebenaran
dengan tingkat kebenaran yang tinggi (high level of assurance) mengenai
suatu permasalahan yang ditemukan (Theodorus M, 2007:201).
70
4. Berpengaruh Terhadap Upaya Meminimalisasi Kecurangan Dalam
Laporan Keuangan
Variabel Sub Variabel Indikator Skala
71
Tindakan Pencegahan
(X1)
(Amin Widjaya, 2009)
1. Pengaruh Tindakan Pencegahan
2. Sistem Pengendalian Internal
3. Evaluasi Kinerja Berkala
1. Kesadaran tentang adanya kecurangan Pemecatan dapat menimbulkan efek jera (deter).
2. Sanksi (punishment) dan penghargaan (reward) dapat mencegah kecurangan.
3. Sistem Pengendalian Internal. 4. Menjalankan Good Corporate Governance
(GCG). 5. Pengendalian pengembangan sistem dan
dokumen (systems development and documentation controls).
6. Inspeksi mendadak dan melaksanakan
pertemuan antar Pengawas/Pemeriksa dengan karyawan.
7. Mengevaluasi, merancang, dan menerapkan
kontrol yang proaktif. 8. Hati nurani seorang karyawan.
I
I
I
I
Tabel berlanjut ke halaman berikut
72
I
I
Tindakan Pendeteksian
(X2)
(Amrizal, 2004)
1. Tindakan pendeteksian untuk mengetahui kecurangan
2. Teknik-teknik Audit
1. Ayat jurnal penyesuaian yang kurang otorisasi dan rincian.
2. Sebuah pernyataan yang salah dan palsu.
3. Mempelajari orang-orang dilingkungan audit kita, seperti pengendalian intern, jurnal penyesuaian, catatan, hukuman dan rasio.
4. Membandingan laporan keuangan dalam beberapa periode.
5. Perubahan gaya hidup seorang karyawan yang tiba-tiba berubah.
I
I
Tabel 3.1. (Lanjutan)
73
6. Dengan memeriksa dokumen, telaah data ekstern, dan wawancara.
7. Review analitik yang dilakukan oleh auditor secara keseluruhan.
8. Mencocokan faktur pembelian perusahaan dengan faktur penjualan perusahaan penyuplai.
I
I
I
I
74
Tabel 2 (Lanjutan)
Audit Investigatif
(X3)
(Theodorus T, 2007)
1. Pengaruh Audit Investigatif.
2. Memeriksa, mengumpulkan dan membandingkan antara anggara dengan realisasi.
3. Memerlukan pemahaman perundang-undangan dan prinsip-prinsip investigasi.
1. Memeriksa, mengumpulkan dan menilai cukupnya bukti yang relevan.
2. Membandingkan antara anggaran dengan realisasi.
3. Gambaran yang wajar, layak, dan pantasnya suatu data yang diperoleh secara global.
4. Data non keuangan, mengenal pola hubungan, relationship pattern tiap transaksi dapat dijadikan refrensi.
5. Kecerdasan, pertimbangan yang sehat dan pengalaman.
6. Informasi merupakan nafas dan darahnya investigasi.
7. Pengamatan, informasi dan wawancara merupakan alat terpenting.
8. Tekanan negatif kepada investigator.
9. Pengalaman dalam pengoperasian sistem informasi akuntansi.
I
I
I
In
Tabel berlanjut ke halaman
Tabel 3.1. (Lanjutan)
75
Apabila tingkat kecurangan dapat ditekan, otomatis biaya-biaya tak terduga yang
dikeluarkan oleh perusahaan tidak begitu banyak. Berbeda sekali ketika
banyaknya indikasi-indikasi kecurangan terjadi pada sebuah perusahaan (Amrizal,
2004:4-16).
terval
Interval
Interval
76
Tabel 3.1 Operasional Variabel Penelitian
73
BAB IV
PENEMUAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
Penelitian ini dilakukan kepada auditor yang bekerja di Kantor Akuntan
Publik yang berwilayah di Jakarta dan Komisi Pemberantasan Korupsi serta
Badan Layanan Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan kriteria yang
mempunyai jabatan dari junior auditor sampai manajer. Pada dasarnya peneliti
melakukan pemilihan beberapa Kantor Akuntan Publik dan Komisi
Pemberantasan Korupsi serta Badan Layanan Umum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta untuk menjadi sasaran penyebaran kuesioner. Dalam hal ini peneliti
mendatangi langsung Kantor Akuntan Publik yang terdapat diwilayah Jakarta
dan Komisi Pemberantasan Korupsi serta Badan Layanan Umum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Daftar nama KAP dan wilayah penyebaran kuesioner dapat ditunjukkan
dalam tabel berikut:
Tabel 4.1. Nama Instansi dan Wilayah
No Nama Kantor Akuntan Publik Wilayah
1 Ishak Saleh Soewondo & Rekan Jakarta Selatan
2 A.Krisnawan Jakarta Selatan
3 Tasmin Ali Widjanarko & Rekan Jakarta Selatan
4 Akhyadi Wadisono Jakarta Pusat
Tabel ini berlanjut ke halaman berikut
74
No Nama Kantor Akuntan Publik Wilayah
5 Bismar, Munthalib & Yunus Jakarta Pusat
6 S.Mannan, Wahyudi & Rekan Jakarta Selatan
7 Adi Jimmy Arthawan Jakarta Selatan
8 Syarif Basir Jakarta Timur
9 Toni H. Ratim Jakarta Selatan
10 Riza, Wahyono & rekan Jakarta Selatan
11 Abdul Hamid Cebba, Khairunnas Tangerang Selatan
12 Teguh Heru Indrianto Jakarta Selatan
13 Doli, Bambang, Sudarmadji & rekan Jakarta Selatan
14 Muhammad Sofwan & rekan Jakarta Selatan
15 Badan Layanan Umum UIN JKT Tanggerang Selatan
16 Rishanwar Jakarta Timur
17 Rosin, Ihwan & rekan Jakarta
18 Komisi Pemberantasan Korupsi DKI Jakarta
Sumber: Hasil penelitian yang diolah, 2010
Penyebaran kuesioner dilakukan dari awal bulan Mei 2010, sedangkan
proses pengembalian dan pengumpulan data dilakukan sampai akhir Mei
2010. Kuesioner yang disebar sebanyak 65 buah dan dari jumlah tersebut yang
Tabel 4.1 ( Lanjutan)
75
kembali sebanyak 50 buah kuesioner dan dapat diolah seluruhnya. Hal ini
dapat ditunjukan dalam table berikut:
Tabel. 4.2. Sampel dan Tingkat Pengembalian Kuesioner
Keterangan Jumlah Persentase
Penyebaran Kuesioner 65 100%
Kuesioner yang tidak kembali 15 23,08%
Kuesioner yang kembali 50 76,92%
Kuesioner yang bisa diolah 50 76,92%
Sumber: Hasil penelitian yang diolah, 2010
Dari data di atas dapat dilihat bahwa dari 65 kuesioner yang disebarkan
yang dapat terkumpul sebanyak 50 buah kuesioner. Tingkat pengembalian
yang diperoleh adalah sebesar 76,92% dari total kuesioner. Kuesioner yang
tidak kembali sebanyak 15 kuesioner atau sebesar 23,08%. Hal ini
menunjukkan tingkat pengembalian kuesioner yang cukup tinggi karena
peneliti mendatangi langsung Kantor Akuntan Publik dan Komisi
Pemberantasan Korupsi serta Badan Layanan Umum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dalam melakukan penyebaran kuesioner.
B. Penemuan dan Pembahasan
1. Deskriptif Demografi Responden
Deskriptif demografi responden memberikan gambaran mengenai
karakteristik responden yang diukur dengan skala nominal yang
menunjukkan besarnya frekuensi absolut dan persentase (dengan
76
pembulatan tanpa koma) posisi, jenis kelamin, pendidikan, dan lamanya
bekerja pada instansi tempat anda bekerja
Tabel 4.3. Jabatan Responden
Jabatan Jumlah Persentase
Partner 3 6%
Supervisor 5 10%
Manager 3 6 %
Senior Auditor 24 48 %
Junior Auditor 15 30 %
Jumlah 50 100 % Sumber : Hasil penelitian yang diolah, 2010
Pada tabel 4.3. dapat dilihat bahwa jabatan yang dimiliki oleh
responden pada data yang telah diolah. Responden yang menjabat sebagai
Patner sebanyak 3 orang atau sebesar 6% dari 50 responden. Sebanyak 5
orang jabatannya sebagai Supervisor dengan persentase 10%. Manajer
sebanyak 3 orang dengan persentase 6%. Kemudian Senior Auditor
dengan persentase 48% atau 24 orang ,dan Junior Auditor 15 orang dengan
persentase 30%.
Tabel 4.4. Jenis Kelamin Responden
Jenis Kelamin Absolut Persentase
Laki-laki 31 62 %
Perempuan 19 38 %
Jumlah 50 100 % Sumber : Hasil penelitian yang diolah, 2010
77
Pada tabel 4.4 dapat dilihat bahwa jumlah responden berdasarkan
jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki yaitu sebanyak 31 atau sebesar
62%, sedangkan sisanya sebanyak 19 orang atau sebesar 38% dipenuhi
oleh jenis kelamin perempuan. Artinya, sebagian besar responden yang
mengisi kuisioner adalah laki-laki.
Tabel 4.5. Pendidikan Responden
Pendidikan Absolut Persentase
D3 7 14 %
S1 26 52 %
S2 17 34 %
S3 0 0 %
Jumlah 50 100 % Sumber : Hasil penelitian yang diolah, 2010
Pada tabel 4.5. dapat dilihat bahwa jumlah responden berdasarkan
jenjang pendidikan terakhir tersebar pada responden yang berpendidikan
terakhir dengan kategori Diploma tiga (D3) sebanyak 7 orang atau sebesar
14%. Selanjutnya Strata Satu (S1) sebanyak 26 orang atau sebesar 52%
dan Strata dua (S2) 17 orang atau dengan persentase 34% serta tidak ada
auditor yang pendidikan terakhirnya Strata tiga (S3) atau dengan
persentase 0% .
78
Tabel 4.6.
Lama Berprofesi Sebagai Auditor
Lama Bekerja Jumlah Persentase
< 3 tahun 3 6%
3 - 10 tahun 10 20%
10 – 20 tahun 22 44 %
> 20 tahun 15 30 %
Jumlah 50 100 % Sumber : Hasil penelitian yang diolah, 2010
Pada tabel 4.6. dapat dilihat bahwa jumlah responden berdasarkan
lama berprofesi sebagai auditor adalah kurang dari 3 tahun yaitu sebanyak
3 orang atau sebesar 6%, sedangkan yang sudah bekerja 3 sampai 10
tahun sebanyak 10 orang atau dengan persentase 20%. Pengalaman 10
sampai 20 tahun sebanyak 22 orang atau dengan persentase 44%,
sedangkan sisanya yang sudah berpengalaman sebagai auditor lebih dari
20 tahun adalah 15 orang dengan persentase sebesar 30%.
2. Uji Kualitas Data
Pada metodologi penelitian yang diteliti oleh peneliti mengunakan uji
kualitas data sebagai berikut:
a. Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengetahui apakah item-item yang
ada di dalam kuesioner mampu mengukur peubah yang didapatkan
dalam penelitian ini (Ghozali, 2001:45). Maksudnya untuk mengukur
valid atau tidaknya suatu kuesioner dilihat jika pertanyaan dalam
79
kuesioner tersebut mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur
oleh kuesioner tersebut.
Uji validitas ini dapat dilakukan dengan menggunakan korelasi
antar skor butir pertanyaan dengan total skor konstruk atau variabel.
Setelah itu tentukan hipotesis H0: skor butir pertanyaan berkorelasi
positif dengan total skor konstruk dan Ha: skor butir pertanyaan tidak
berkorelasi positif dengan total skor konstruk. Setelah menentukan
hipotesis H0 dan Ha, kemudian uji dengan membandingkan r hitung
(tabel corrected item-total correlation) dengan r tabel (tabel Product
Moment dengan signifikansi 0,05) untuk degree of freedom (df) = n-2,
dimana “n” adalah jumlah sampel penelitian sebanyak 50 responden
sehingga diperoleh nilai (df) = 50-2 atau nilai df dari 48 adalah 0,235.
Suatu kuesioner dinyatakan valid apabila r hitung > r tabel (Ghozali,
2001:45). Hasil pengujian validitas ditunjukkan dalam table berikut:
Tabel 4.7.
Hasil Uji Validitas Variabel Tindakan Pencegahan
Pertanyaan Variabel r hitung r tabel Keterangan
Butir 1 Tindakan Pencegahan 0,395 0,235 Valid
Butir 2 Tindakan Pencegahan 0,767 0,235 Valid
Butir 3 Tindakan Pencegahan 0,774 0,235 Valid
Butir 4 Tindakan Pencegahan 0,799 0,235 Valid
Butir 5 Tindakan Pencegahan 0,705 0,235 Valid
Butir 6 Tindakan Pencegahan 0,866 0,235 Valid
Berlanjut ke halaman berikutnya
80
Butir 7 Tindakan Pencegahan 0,810 0,235 Valid
Butir 8 Tindakan Pencegahan 0,398 0,235 Valid
Butir 9 Tindakan Pencegahan 0,707 0,235 Valid
Butir 10 Tindakan Pencegahan 0,767 0,235 Valid
Sumber: Hasil penelitian yang diolah, 2010
Tabel 4.7. menunjukan Variabel Tindakan pencegahan dari 10 butir
pertanyaan mempunyai kriteria valid karena nilai r hiutng lebih besar
dari pada r tabel yaitu 0,235. Kesimpulan dari perhitungan validitas di
atas menunjukan bahwa tindakan pencegahan valid terhadap
meminimalisasi kecurangan.
Tabel 4.8.
Hasil Uji Validitas Variabel Pendeteksian
Pertanyaan Variabel r hitung r tabel Keterangan
Butir 1 Pendeteksian 0,478 0,235 Valid
Butir 2 Pendeteksian 0,284 0,235 Valid
Butir 3 Pendeteksian 0,417 0,235 Valid
Butir 4 Pendeteksian 0,380 0,235 Valid
Butir 5 Pendeteksian 0,240 0,235 Valid
Butir 6 Pendeteksian 0,335 0,235 Valid
Butir 7 Pendeteksian 0,399 0,235 Valid
Butir 8 Pendeteksian 0,241 0,235 Valid
Sumber: Hasil penelitian yang diolah, 2010
Tabel 4.7. ( Lanjutan)
81
Tabel 4.8. menunjukan variabel pendeteksian dari masing-masing 8
butir pertanyaan mempunyai kriteria valid karena semua nilai r semua
butir pertanyaan lebih besar dari pada r tabel yaitu 0,235.
Tabel 4.9. Hasil Uji Validitas Variabel Audit Investigatif
Pertanyaan Variabel r hitung r table Keterangan
Butir 1 Audit Investigatif 0,546 0,235 Valid
Butir 2 Audit Investigatif 0,597 0,235 Valid
Butir 3 Audit Investigatif 0,444 0,235 Valid
Butir 4 Audit Investigatif 0,490 0,235 Valid
Butir 5 Audit Investigatif 0,468 0,235 Valid
Butir 6 Audit Investigatif 0,666 0,235 Valid
Butir 7 Audit Investigatif 0,759 0,235 Valid
Butir 8 Audit Investigatif 0,538 0,235 Valid
Butir 9 Audit Investigatif 0,344 0,235 Valid
Butir 10 Audit Investigatif 0,534 0,235 Valid
Sumber: Hasil penelitian yang diolah, 2010
Tabel 4.9. menunjukan variabel audit investigatif dari masing-masing
10 butir pertanyaan mempunyai kriteria valid karena semua nilai r semua
butir pertanyaan lebih besar dari pada r tabel yaitu 0,235.
82
Tabel 4.10.
Hasil Uji Validitas Variabel Meminimalisasi Kecurangan
Pertanyaan Variabel r hitung r tabel Keterangan
Butir 1 Meminimalisasi Kecurangan 0,416 0,235 Valid
Butir 2 Meminimalisasi Kecurangan 0,648 0,235 Valid
Butir 3 Meminimalisasi Kecurangan 0,676 0,235 Valid
Butir 4 Meminimalisasi Kecurangan 0,602 0,235 Valid
Butir 5 Meminimalisasi Kecurangan 0,336 0,235 Valid
Butir 6 Meminimalisasi Kecurangan 0,628 0,235 Valid
Butir 7 Meminimalisasi Kecurangan 0,569 0,235 Valid
Butir 8 Meminimalisasi Kecurangan 0,757 0,235 Valid
Butir 9 Meminimalisasi Kecurangan 0,709 0,235 Valid
Butir 10 Meminimalisasi Kecurangan 0,703 0,235 Valid
Butir 11 Meminimalisasi Kecurangan 0,645 0,235 Valid
Butir 12 Meminimalisasi Kecurangan 0,674 0,235 Valid
Butir 13 Meminimalisasi Kecurangan 0,396 0,235 Valid
Sumber: Hasil penelitian yang diolah, 2010
Tabel 4.10. menunjukan variabel pendeteksian dari masing-masing 13
butir pertanyaan mempunyai kriteria valid karena semua nilai r semua butir
pertanyaan lebih besar dari pada r tabel yaitu 0,235.
b. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas ini dilakukan untuk menguji konsistensi jawaban dari
responden melalui pertanyaan yang diberikan. Hasil dari pengujian
83
reliabilitas digunakan untuk mengetahui apakah instrumen penelitian yang
dipakai dapat digunakan berkali-kali pada waktu yang berbeda. Reliabilitas
sebenarnya adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan
indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dapat dikatakan
reliable atau handal jika jawaban responden terhadap pertanyaan adalah
konsisten atau stabil dari waktu ke waktu.
Dalam pengujian reliabilitas ini, peneliti menggunakan metode statistik
Cronbach Alpha dengan signifikansi yang digunakan sebesar 0,6 dimana
jika nilai Cronbach Alpha dari suatu variabel lebih besar dari 0,6 maka butir
pertanyaan yang diajukan dalam pengukuran instrumen tersebut memiliki
reliabilitas yang memadai. Sebaliknya, jika nilai Cronbach Alpha dari suatu
variabel lebih kecil dari 0,6 maka butir pertanyaan tersebut tidak realibel.
(Nunnally, 1967 dalam Ghozali, 2001:42).
Tabel 4.11. Hasil Uji Reliabilitas
Variabel Jumlah butir pertanyaan
Cronbach alpha
Keterangan
Tindakan Pencegahan 10 butir 0,913 Reliabel
Pendeteksian 8 butir 0,615 Reliabel
Auditor Investigatif 10 butir 0,840 Reliabel
Meminimalisasi Kecurangan 13 butir 0,892 Reliabel
Sumber: Hasil penelitian yang diolah, 2010
84
Berdasarkan tabel 4.11. menunjukkan bahwa instrumen untuk setiap
variabel penelitian adalah reliabel, karena α hitung > 0,6. pada variabel
Tindakan Pencegahan memiliki α 0,913 > 0,6. Variabel Tindakan
Pendeteksian Auditor memiliki α hitung 0,630 > 0,6. Variabel Audit
Investigatif memiliki α 0,840. Dan variabel dependen Meminimalisasi
Kecurangan memiliki α hitung 0,892 > 0,6.
3. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui apakah ada
hubungan atau korelasi diantara variabel independen. Multikolinearitas
menyatakan hubungan antar sesama variabel independen. Dalam
penelitian ini uji multikolinearitas digunakan untuk menguji apakah ada
korelasi atau hubungan diantara variabel tindakan pencegahan,
pendeteksian dan audit investigatif. Pedoman suatu model regresi yang
ideal adalah tidak terjadi korelasi diantara variabel independen (nilai VIF
dan tolerance disekitar angka 1 serta koefisien korelasi antar variabel
independen haruslah dibawah 0,5) atau tidak terjadi multikolinearitas. Jika
variabel independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak
orthogonal yakni variabel orthogonal adalah variabel independen yang
memiliki nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol
(Ghozali, 2001: 91).
85
Tabel 4.12. Hasil Uji Multikolinearitas
Coefficients(a)
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF 1 (Constant) Tindakan Pencegahan .575 1,738 Pendeteksian .967 1,034 Audit Investigatif .563 1,777
a Dependent Variable: Meminimalisasi Kecurangan Sumber : Hasil penelitian yang diolah, 2010
Pada tabel 4.12. terlihat nilai tolerance untuk tiap variabel, variabel
tindakan pencegahan sebesar 0,575 dengan nilai VIF 1,738. Variabel
pendeteksian nilai tolerance sebesar 0,967 dengan nilai VIF 1,038 dan
variabel audit investigatif dengan tolerance sebesar 0,563 dengan nilai
VIF 1,777. Berdasarkan pedoman terhadap uji multikolinieritas nilai
tolerance > 0,1 dan nilai VIF < 10 maka terlihat bahwa tidak terjadi
korelasi diantara variabel tindakan pencegahan, pendeteksian dan audit
investigatif atau tidak terjadi multikolinearitas dalam model regresi ini.
b. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu
model regresi terdapat persamaan atau perbedaan varian yang dapat dilihat
dari grafik plot. Deteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat
dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik
scatterplot antara SRESID dan ZPRED, dimana sumbu Y adalah Y telah
diprediksi dan sumbu X adalah residual (Y prediksi - Y sesungguhnya)
yang telah di-studentized.
86
Jika plot membentuk pola tertentu (bergelombang, melebar, kemudian
menyempit) maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. Jika
plot tidak membentuk pola tertentu, seperti titik-titik menyebar di atas dan
di bawah angka 0 pada sumbu Y maka mengindikasikan telah terjadi
homokedastisitas. Model regresi yang baik adalah plot yang
mengindikasikan homokedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas.
(Ghozali, 2001:105)
Gambar 4.13. Hasil Uji Heteroskedastisitas
Sumber : Hasil penelitian yang diolah, 2010
Pada gambar 4.13. menunjukkan tidak terjadi pola tertentu yang
teratur seperti bergelombang, melebar, dll. Sesuai dengan pedoman uji
heteroskedastisitas, maka dalam penelitian ini tidak terjadi
87
heteroskedastisitas atau disebut homokedastisitas. Hal ini dibuktikan
dengan grafik plot diatas yang tidak membentuk pola tertentu yang teratur
sehingga penelitian ini layak dilakukan pengujian lebih lanjut.
c. Uji Normalitas
Uji normalitas ini dilakukan untuk menguji apakah dalam model
regresi, variabel penggangu atau residual memiliki distribusi normal.
Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau paling tidak
mendekati normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan uji F mengasumsikan
bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Jika asumsi ini dilanggar
maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Untuk
mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan
melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif
dari distribusi normal.
Normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada
sumbu diagonal dari grafik. Jika data (titik) menyebar disekitar garis
diagonal dan mengikuti arah garis diagonal maka menunjukkan pola
distribusi normal yang mengindikasikan bahwa model regresi memenuhi
asumsi normalitas. Jika data (titik) menyebar menjauh dari diagonal atau
tidak mengikuti arah garis diagonal maka tidak menunjukkan pola
distribusi normal yang mengindikasikan bahwa model regresi tidak
memenuhi asumsi normalitas. (Ghozali, 2001:110).
Pada gambar 4.13. menunjukkan adanya persebaran data (titik) pada
sumbu diagonal yang mendekati garis diagonal. Berdasarkan pedoman uji
88
normalitas mengatakan bahwa jika persebaran data (titk) mengikuti atau
mendekati garis normal maka suatu penelitian dapat dikatakan normal.
Pada gambar histogram juga menunjukkan adanya normalitas dalam
penelitian ini. Melihat hal tersebut maka dapat disimpulkan penelitian ini
memenuhi uji normalitas.
Gambar 4.14. Hasil Uji Normalitas
Sumber : Hasil penelitian yang diolah, 2010
89
Sumber : Hasil penelitian yang diolah, 2010
4. Uji Hipotesis
a. Hasil Uji Koefisien Determinasi
Uji ini dilakukan untuk mengukur kemampuan variabel-variabel
independen, yaitu tindakan pencegahan, pendeteksian dan audit
investigatif dalam menjelaskan variasi variabel dependen, yaitu
meminimalisasi kecurangan. Hasil uji koefisien determinasi dapat
dilihat pada kolom adjusted R square, yang ditampilkan pada tabel
berikut :
90
Tabel 4.15. Hasil Uji Koefisien Determinasi
Model Summary(b)
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 .846(a) .716 .697 2.968
a Predictors: (Constant), Tindakan Pencegahan, Pendeteksian dan Audit Investigatif b Dependent Variable: Meminimalisasi Kecurangan
Sumber : Hasil penelitian yang diolah, 2010
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai koefisien
Adjusted R Square yang dihasilkan oleh variabel-variabel independen
sebesar 0,697 yang artinya adalah 69,7% variabel dependen
meminimalisasi kecurangan dijelaskan oleh variabel independen
tindakan pencegahan, pendeteksian dan audit investigatif. Dan sisanya
sebesar 30,3% dijelaskan oleh variabel lain diluar variabel independen
yang digunakan. Misalkan variabel pendidikan profesional auditor
(Taufik, 2008) dan lingkungan kerja audit (Ramaraya, 2008).
Angka koefisien kolerasi (R) pada tabel 4.15. sebesar 0,846
menunjukkan bahwa hubungan antara variabel independen dengan
variabel dependen adalah kuat karena memiliki nilai koefisien kolerasi
diatas 0,5. Standar Error of Estimate (SEE) sebesar 2,968. Makin kecil
nilai SEE akan membuat model regresi semakin tepat dalam
memprediksi variabel dependen.
b. Hasil Uji t
Pengujian regresi secara parsial (uji t) berguna untuk menguji
pengaruh dari masing-masing variabel independen secara parsial
91
terhadap variabel dependen. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh
dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen
dapat dilihat dengan membandingkan nilai probabilitas (p-value) dari
masing-masing variabel dengan tingkat signifikansi yang digunakan
sebesar 0,05. jika p-value lebih kecil dari 0,05 maka dapat dikatakan
bahwa variabel-variabel independen secara parsial mempunyai
pengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Hasil uji regresi secara
parsial (uji t) dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.16. Hasil Uji t
Coefficients(a)
Model Unstandardized
Coefficients Standardized Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta 1 (Constant) 7.583 6.812 1.113 .271 Tindakan Pencegahan .205 .116 .183 1.768 .084 Pendeteksian .350 .142 .198 2.471 .017 Audit Investigatif 1.001 .144 .727 6.942 .000
a Dependent Variable: Meminimalisasi Kecurangan Sumber : Hasil Penelitian yang diolah, 2010
1) Uji Hipotesis 1 (Tindakan Pencegahan (X1)).
Hasil pengujian untuk tindakan pencegahan ini mempunyai angka
signifikansi 0,084 sehingga nilai tersebut lebih besar dari 0,05. Dengan
demikian menolak Ha1. Hal ini berarti bahwa tindakan pencegahan
berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap meminimalisasi
kecurangan. Peneliti menyimpulkan bahwa penelitian yang dilakukan
oleh Santi Susanti (2009) dan Ismayanti (2009) berpengaruh signifikan
92
terhadap kecurangan, sedangkan peneliti menyimpulkan tidak siginifikan
atau berbanding terbalik.
2) Uji Hipotesis 2 (Pendeteksian (X2)).
Hasil pengujian untuk pendeteksian ini mempunyai angka signifikansi
0,017 sehingga nilai tersebut lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian
menerima Ha2. Hal ini berarti bahwa pendeteksian berpengaruh positif
dan signifikan terhadap meminimalisasi kecurangan. Hasil penelitian ini
mendukung penelitian sebelumnya yaitu Susy Novianti (2007) dan
Richard J. Bolton (2002) dan David J. Hand (2002)
3) Uji Hipotesis 3 (Audit Investigatif (X3)).
Hasil pengujian untuk audit investigatif ini mempunyai angka signifikansi
0,00 sehingga nilai tersebut lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian
menerima Ha3. Hal ini berarti bahwa Audit Investigatif berpengaruh
positif dan signifikan terhadap meminimalisasi kecurangan. Hasil
penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang di lakukan oleh
Theodorus M (2007)
Dari hasil uji regresi yang dilakukan, juga ditemukan bahwa variabel
pendeteksian dan audit investigatif mendukung penelitian sebelumnya
dalam meminimalisasi kecurangan.
c. Hasil Uji F
1) Pengujian signifikansi simultan (uji F) dilakukan untuk menunjukkan
apakah semua variabel independen yang digunakan dalam model
93
regresi mempunyai pengaruh yang signifikan secara bersama-sama
terhadap variabel dependen. Hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.17. Hasil Uji F
ANOVA(b)
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig. 1 Regression 1020.129 3 340.043 38.613 .000(a) Residual 405.091 46 8.806 Total 1425.220 49
a Predictors: (Constant), Tindakan Pencegahan, Pendeteksian dan Audit Investigatif b Dependent Variable: Meminimalisasi Kecurangan
Sumber : Hasil penelitian yang diolah, 2010
Berdasarkan hasil pengolahan data pada tabel 4.17. menunjukkan bahwa
nilai signifikansi sebesar 0,000 atau lebih kecil dari nilai probabilitas (p-
value) 0,05 (0,000 < 0,5). Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa
pendeteksian (Ha2) dan audit investigatif (Ha3) secara bersama-sama
(simultan) mempunyai pengaruh signifikan terhadap meminimalisasi
kecurangan (Ha4) diterima. Keberhasilan meminimalisasi kecurangan
merupakan sebuah prestasi bagi seorang auditor. Banyaknya pendeteksian
dan audit investigatif dalam meminimalisasi kecurangan. Peneliti
berpendapat bahwa tindakan pencegahan yang diberlakukan disebuah
instansi pemerintah atau swasta tidak bisa di jadikan sebuah metode
meminimalisasi kecurangan, karena banyak faktor-faktor yang lain, seperti
penerapan Good Corporate Governance (CGC), pengendalian deteksi,
audit investigatif dan lain-lain. Sehingga perlu dibuat satu sistem yang
menggabungkan Sistem Informasi Akuntansi dan Teknik Informatika.
94
B A B V
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan data yang diperoleh maupun hasil analisis yang
telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan mengenai
pengaruh tindakan pencegahan, pendeteksian dan audit invetigatif terhadap
upaya merninimalisasi kecurangan dalam laporan keuangan, yaitu:
1. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tindakan pencegahan tidak
berpengaruh secure signifikan terhadap upaya merninimalisasi
kecurangan dan tidak mendukung dengan penelitian Ismayanti
(2009) dan Suzy Novianti (2007).
2. Hasil penelit ian ini menunju kan b ahwa t indakan pendeteksian
berpengaruh secara signifikan terhadap upaya merninimalisasi
kecurangan dan mendukung dengan penelitian Santi Yustini
(2009) dan Rani Widiastuti (2009).
3. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa audit investigatif berpennruh
secara signifikan terhadap upaya merninimalisasi kecurangan
Berdasarkan hasil uji regresi diternukan bahwa variabel pendeteksian
mendukung Richard J. Bolton (2002) dan David J. Hand (2002) dan audit
investigatif berpengaruh secara signifikan baik secara partial maupun
simultan terhadap upaya merninimalisasi kecurangan dan
mendukung penelitian sebelumnya yaitu Santi Susanti (2009).
B. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan diatas maka implikasi dari penelitian ini adalah
Sebagai berikut:
1. Bagi Peneliti
Menambah refrensi untuk peneliti selanjutnya Gan menambah
variabel-variabel pendukung yang berhubungan dengan tindakan
pencegahan,pendeteksian dan audit investigatif terhadap upaya
merninimalisasi kecurangan.
2. Bagi Pernerintah
Menjadi acuan pernerintah dalam mengenakan pajak perusahaan
dan dan menindak lanjuti apabila diternukannya kecurangan
3. Bagi Perusahaan.
Sebagai pengambil kebijakan dimasa yang akan datang dan tindak
lanjut apabila diternukannya kecurangan.
4. Bagi Investor
Mengambil suatu keputusan sebelum menanamkan modalnya dan
mengevaluasi pergerakan sahamnya tersebut.
5. Bagi Pernerintah
Sebagai badan pernantau independen yang mengontrol pelaku
tindak kecurangan beserta hukumannya
94
DAFTAR PUSTAKA
Amrizal. ”Pencegahan dan Pendeteksian Kecurangan oleh Auditor Internal”
Artikel. Jakarta: 2004. Dari http: // www.pdf.com (diakses pada 05-04-2010)
Bolton, J Richard. Hand, J David. “Statiscal Fraud Detection : A Riview ”.
Statiscal Science Journal. Vol.17, No 3, 2002, pp 235-255 dari http: // www.jstor.org (diakses pada 12-05-2010)
Gemilang. “Cara Efektif Mendeteksi Kecurangan dalam Upaya Memberantas
Korupsi di Dalam Negeri ini Dengan Audit Investigasi”. Makalah. November 2009. dari http: // wordpress.com (diakses pada 12-05-2010)
Ghozali, Iman. “Aplikasi Analis Multivariate dengan Program SPSS”. Badan
Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. 2005 Hamid, Abdul dkk. ”Pedoman Penulisan Skripsi“. Fakultas Ekonomi dan Bisnis
UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta. 2007. Indriantoro, Nur dan Bambang Soepomo.”Metodologi Penelitian Bisnis”.
Yogyakarta. 2002. Ismayanti. “Pengaruh Keahlian dan Tanggung Jawab Auditor Internal Terhadap
Mendeteksi Kecurangan serta Pencegahan Tindakan Kecurangan”. Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2009.
Kurniawan, Albert. “Belajar Mudah SPSS untuk Pemula”. MediaKom.
Yogyakarta. 2009 Morton, Sanford. “Strategic Auditing for Fraud”. The Accounting Riview Journal.
Vol 68, No 4, pp 825-839 dari http: // www.jstor.org (diakses pada 20-04-2010)
Novianti, Suzy. “Skeptisme Profesionalisme Auditor dalam Mendeteksi
Kecurangan”. Accounting Conference. 2007. (diakses pada 10-04-2010) Ramarya, Tri. “Pendeteksian Kecurangan (Fraud) Laporan Keuangan Auditor
Internal”. Jurnal. Dari http: // pdf.com (diakses pada 20-04-2010) Rosandi, Raisya. “Persepsi Mahasiswa Akuntansi terhadap Auditor dalam
Mendeteksi Kecurangan”. Skripsi. 2009. Sahari, Haryanto. Dudi, Kurniawan. “Peran Akuntan Publik dalam Mendeteksi
dan Mencegah Fraud”. Economics Business and Accounting Riview. Depok. 2007.
95
Sunarso, Siswanto. “Peran Serta Masyarakat dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Artikel. September 2007. dari http: // beritaindonesia.com. (diakses pada 20-04-2010)
Theodorus M. Tuanakotta. ”Akuntansi Forensik dan Audit Investigasi”, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2007.
Uyanto, Stanislaus “Pedoman Analisis Data dengan SPSS”. Graha Ilmu.
Yogyakarta. 2009. Umar, Haryono. “Komisi Pemberantasan Korupsi”. Artikel Workshop. UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. 2009 Widjaja, Amin Tunggal. “Forensik Audit Mencegah dan Mendeteksi
Kecurangan”, Harvarindo. Jakarta 2009. Wahyana, Mettoe. ”Kenapa Orang Melakukan Fraud“. Artikel. Oktober 2008. dari
http : // www.oggix.com (diakses pada 05-04-2010) Widiastuti, Rani. SE. “Pengaruh Pengalaman, Kompetensi dan Integritas Auditor
Eksternal Terhadap Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan”. Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2009.
”Jenis-Jenis Fraud“. Artikel. Oktober 2008. dari http: // www.oggix.com (diakses pada 12-05-2010)
”Apa Itu Audit Investigatif“. Oktober 2008. dari http: // www.oggix.com (diakses pada 12-05-2010)
”Peranan Forensic Accounting Dalam Audit Dalam Perspektif
Tindak Pidana Korupsi“. Artikel. Oktober 2008. dari http: // www.oggix.com (diakses pada 12-05-2010)
”Peran dan Fungsi Internal Auditor “. Artikel. Oktober 2008.
dari http: // www.oggix.com (diakses pada 12-05-2010). ”Peranan Supervisor dalam Fraud Audit“. Artikel. Oktober
2008. dari http: // www.oggix.com (diakses pada 12-05-2010). Susanti. “Pengaruh Profesionalisme Akuntan Publik Terhadap Peran Akuntan
Publik Dalam Pengungkapan Kecurangan”. Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2009.
Santoso, Singgih. “Buku Latihan SPPS: Statistik Parametik“. PT. Elex Media
Komputindo. Jakarta. 2007.
Jawaban Responden (Tindakan Pendeteksian)TPn1 TPn2 TPn3 TPn4 TPn5
1 4 4 4 4 4 202 3 4 4 3 4 183 3 3 4 4 4 184 4 3 4 3 4 185 4 3 4 3 4 186 4 4 4 4 4 207 3 4 5 4 5 218 4 4 3 4 3 189 4 4 4 2 4 1810 3 4 4 3 5 1911 4 4 3 4 5 2012 3 3 2 3 2 1313 3 3 2 3 3 1414 3 4 4 3 3 1715 3 3 4 3 4 1716 4 3 4 4 3 1817 3 4 4 4 4 1918 4 4 4 5 4 2119 4 4 4 4 5 2120 2 4 4 4 3 1721 5 4 4 4 4 2122 4 4 4 4 3 1923 5 4 4 4 5 2224 5 4 4 4 5 2225 4 4 4 4 4 2026 4 4 4 4 4 2027 4 5 4 5 4 2228 4 3 5 3 3 1829 3 3 4 3 5 1830 4 5 5 4 5 2331 5 5 4 4 4 2232 4 3 4 4 3 1833 4 4 4 4 4 2034 2 4 4 4 4 1835 2 4 4 4 4 1836 2 4 4 4 4 1837 2 4 4 4 4 1838 2 4 4 4 4 1839 2 4 4 4 4 1840 3 4 4 4 4 19
Responden Total
41 5 5 5 5 4 2442 5 4 4 4 4 2143 4 4 5 4 5 2244 4 4 5 4 5 2245 5 4 5 4 4 2246 3 4 3 4 4 1847 4 4 4 3 4 1948 5 4 4 4 5 2249 4 4 4 4 4 2050 4 4 4 4 4 20
Uji Validitas dan Reliabilitas Tindakan Pencegahan Case Processing Summary N % Cases Valid 50 100.0 Excluded(a) 0 .0 Total 50 100.0
a Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based
on Standardized
Items N of Items .913 .920 10
Item Statistics Mean Std. Deviation N TPc1 3.98 .685 50 TPc2 4.06 .740 50 TPc3 4.14 .639 50 TPc4 4.08 .778 50 TPc5 4.12 .746 50 TPc6 4.10 .544 50 TPc7 4.06 .620 50 TPc8 3.60 .833 50 TPc9 4.14 .606 50 TPc10 4.06 .740 50
Inter-Item Correlation Matrix TPc1 TPc2 TPc3 TPc4 TPc5 TPc6 TPc7 TPc8 TPc9 TPc10 TPc1 1.000 .204 .146 .424 .364 .444 .532 .272 .253 .204 TPc2 .204 1.000 .716 .629 .541 .695 .571 .272 .618 1.000 TPc3 .146 .716 1.000 .674 .606 .722 .648 .376 .685 .716 TPc4 .424 .629 .674 1.000 .686 .800 .709 .271 .668 .629 TPc5 .364 .541 .606 .686 1.000 .623 .690 .276 .548 .541 TPc6 .444 .695 .722 .800 .623 1.000 .708 .450 .699 .695
TPc7 .532 .571 .648 .709 .690 .708 1.000 .482 .575 .571 TPc8 .272 .272 .376 .271 .276 .450 .482 1.000 .234 .272 TPc9 .253 .618 .685 .668 .548 .699 .575 .234 1.000 .618 TPc10 .204 1.000 .716 .629 .541 .695 .571 .272 .618 1.000
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Squared Multiple
Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted TPc1 36.36 24.276 .395 . .921 TPc2 36.28 21.593 .767 . .899 TPc3 36.20 22.327 .774 . .900 TPc4 36.26 21.094 .799 . .897 TPc5 36.22 21.930 .705 . .903 TPc6 36.24 22.635 .866 . .897 TPc7 36.28 22.287 .810 . .898 TPc8 36.74 23.502 .398 . .925 TPc9 36.20 22.939 .707 . .904 TPc10 36.28 21.593 .767 . .899
Uji Validitas dan Reliabilitas Pendeteksian Case Processing Summary N % Cases Valid 50 100.0
Excluded(a) 0 .0
Total 50 100.0 a Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based
on Standardized
Items N of Items .615 .637 8
Item Statistics Mean Std. Deviation N TPn1 3.64 .921 50 TPn2 3.88 .521 50 TPn3 4.00 .606 50 TPn4 3.80 .571 50 TPn5 3.28 .948 50 TPn6 4.02 .685 50 TPn7 3.90 .707 50 TPn8 3.64 .776 50
Inter-Item Correlation Matrix TPn1 TPn2 TPn3 TPn4 TPn5 TPn6 TPn7 TPn8 TPn1 1.000 .206 .219 .171 .352 .206 .194 .300 TPn2 .206 1.000 .323 .535 -.055 .350 -.033 -.059 TPn3 .219 .323 1.000 .236 .036 .443 .238 .174 TPn4 .171 .535 .236 1.000 .068 .167 .505 -.074 TPn5 .352 -.055 .036 .068 1.000 -.040 -.110 .472 TPn6 .206 .350 .443 .167 -.040 1.000 .341 -.025 TPn7 .194 -.033 .238 .505 -.110 .341 1.000 -.104 TPn8 .300 -.059 .174 -.074 .472 -.025 -.104 1.000
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Squared Multiple
Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted TPn1 26.52 6.255 .473 .287 .526 TPn2 26.28 8.165 .284 .625 .593 TPn3 26.16 7.525 .417 .289 .560 TPn4 26.36 7.745 .380 .654 .571 TPn5 26.88 7.210 .240 .362 .619 TPn6 26.14 7.551 .335 .404 .577 TPn7 26.26 7.870 .239 .609 .606 TPn8 26.52 7.642 .241 .297 .605
Uji Validitas dan Reliabilitas Audit Investigatif Case Processing Summary N % Cases Valid 50 100.0
Excluded(a) 0 .0
Total 50 100.0 a Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based
on Standardized
Items N of Items .840 .842 10
Item Statistics Mean Std. Deviation N AI1 4.06 .470 50 AI2 4.10 .544 50 AI3 4.10 .580 50 AI4 4.26 .664 50 AI5 4.12 .659 50 AI6 4.08 .665 50 AI7 4.00 .639 50 AI8 4.02 .654 50 AI9 4.16 .618 50 AI10 4.24 .591 50
Item Statistics Mean Std. Deviation N AI1 4.06 .470 50 AI2 4.10 .544 50 AI3 4.10 .580 50 AI4 4.26 .664 50 AI5 4.12 .659 50 AI6 4.08 .665 50 AI7 4.00 .639 50 AI8 4.02 .654 50 AI9 4.16 .618 50 AI10 4.24 .591 50
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Squared Multiple
Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted AI1 37.08 13.259 .546 .362 .826 AI2 37.04 12.733 .597 .458 .821 AI3 37.04 13.141 .444 .425 .834 AI4 36.88 12.598 .490 .371 .830 AI5 37.02 12.714 .468 .369 .833 AI6 37.06 11.853 .666 .502 .812 AI7 37.14 11.633 .759 .651 .803 AI8 37.12 12.434 .538 .576 .825 AI9 36.98 13.408 .344 .412 .843 AI10 36.90 12.745 .534 .494 .826
Variables Entered/Removed(b)
Model Variables Entered
Variables Removed
Method
1
X1, X2, X3(a) . Enter
a All requested variables entered. b Dependent Variable: VAR00045 Model Summary(b)
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate
1 .846(a) .716 .697 2.96755 a Predictors: (Constant), VAR00031, VAR00020, VAR00011 b Dependent Variable: VAR00045 ANOVA(b)
Model Sum of
Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 1020.129 3 340.043 38.613 .000(a)
Residual 405.091 46 8.806 Total 1425.220 49
a Predictors: (Constant), VAR00031, VAR00020, VAR00011 b Dependent Variable: VAR00045 Coefficients(a)
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients t Sig. Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF B Std. Error 1 (Constant) -7.583 6.812 -1.113 .271
VAR00011 .205 .116 .183 1.768 .084 .575 1.738 VAR00020 .350 .142 .198 2.471 .017 .967 1.034 VAR00031 1.001 .144 .727 6.942 .000 .563 1.777 a Dependent Variable: VAR00045
Coefficient Correlations(a) Model VAR00031 VAR00020 VAR00011 1 Correlations VAR00031 1.000 .150 -.647
VAR00020 .150 1.000 -.018 VAR00011 -.647 -.018 1.000
Covariances VAR00031 .021 .003 -.011 VAR00020 .003 .020 .000 VAR00011 -.011 .000 .013
a Dependent Variable: VAR00045 Collinearity Diagnostics(a)
Model Dimension
Eigenvalue Condition
Index Variance Proportions
(Constant) VAR00011 VAR00020 VAR00031 (Constant) VAR00011 1 1 3.978 1.000 .00 .00 .00 .00
2 .015 16.020 .01 .16 .33 .04 3 .005 29.650 .14 .77 .21 .34 4 .002 40.235 .86 .08 .46 .61
a Dependent Variable: VAR00045 Residuals Statistics(a) Minimum Maximum Mean Std. Deviation N Predicted Value 39.4400 61.4504 52.3400 4.56278 50 Std. Predicted Value -2.827 1.997 .000 1.000 50 Standard Error of Predicted Value .448 1.455 .797 .267 50
Adjusted Predicted Value 39.3106 61.3848 52.4079 4.51150 50 Residual -6.85954 4.76954 .00000 2.87527 50 Std. Residual -2.312 1.607 .000 .969 50 Stud. Residual -2.404 1.658 -.011 1.018 50 Deleted Residual -7.42084 5.07372 -.06785 3.18372 50 Stud. Deleted Residual -2.543 1.691 -.018 1.038 50 Mahal. Distance .136 10.807 2.940 2.657 50 Cook's Distance .000 .362 .028 .058 50 Centered Leverage Value .003 .221 .060 .054 50
a Dependent Variable: VAR00045
top related