sanski pidana terhadap tindak pidana penganiayaan...
Post on 25-Jan-2020
8 Views
Preview:
TRANSCRIPT
SANSKI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN
(STUDI KASUS: NOMOR 713/PID.B/2018/PN JKT.SEL)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
FAHMI AZIS
NIM : 11150450000064
PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M/ 1440 H
i
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
ii
PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING
iii
LEMBAR PERNYATAAN
iv
ABSTRAK
Fahmi Azis (11150450000064) Sanksi Pidana Terhadap Tindak Pidana
Penganiayaan (Studi Kasus Nomor: 713/Pid.B/2018/ PN Jkt.Sel). Program Studi
Hukum Pidana Islam (Jinayah) Fakultas Syari‟ah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, Tahun 2019 M/1440H.
Permasalahan utama dalam skripsi ini adalah tindak pidana penganiayaan yang
dilakukan oleh Komandan Regu terhadap bawahannya, yang terdapat dalam putusan
pengadilan Nomor: 713/Pid.B/2018/ PN Jkt.Sel yang menjatuhkan hukuman terhadap
Mahbudi Als Budi bin Sambas Wijaya dengan pidana penjara selama 8 (delapan) bulan.
Skripsi ini memuat penjelaskan bagaimana sanksi terhadap pelaku penganiayaan yang
dilakukan oleh Danru Zuria Tower dalam hukum Islam dan hukum positif, faktor
pelaku melakukan tindak pidana penganiayaan, bagaimana penerapan hukum dan
pertimbangan hakim, serta analisa penulis mengenai putusan Nomor: 713/Pid.B/2018/
PN Jkt.Sel.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Pengumpulan data dilakukan
dengan metode kepustakaan dengan mengkaji terhadap perundang-undangan, buku-
buku, dan sumber lain yang berkaitan dengan objek kajian. Penulis menganalisis secara
yuridis normatif data yang diperoleh terhadap objek kajian (Putusan Nomor:
713/Pid.B/2018/ PN Jkt.Sel).
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dalam Hukum Pidana Islam, sanksi
tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh Danru Zuria Tower dapat dikenakan
hukuman qishas dan membayar diyat sebagai bentuk ganti rugi terhadap korban
penganiayaan. Sedangkan dalam hukum positif pelaku dikenakan Pasal 351 ayat (1)
KUHP. Perbuatan terdakwa telah terbukti memenuhi unsur dalam Pasal 351 ayat (1)
KUHP dan terungkapnya berbagai fakta di persidangan.
Kata Kunci : Tindak Pidana, Penganiayaan.
Dosen Pembimbing : Dr. Alfitra, S.H., M.Hum
Daftar Pustaka : 1984 s/d 2016
v
KATA PENGANTAR
بسم اهلل الرحمن الرحيم
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segara rahmat
serta karunianya sehingga skripsi yang berjudul “Sanksi Pidana Terhadap Tindak
Pidana Penganiayaan (Studi Kasus Nomor: 713/Pid.B/2018/ PN Jkt.Sel)” dapat
diselesaikan dengan baik. Sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada nabi
Muhammad SAW.
Skripsi ini disusun guna memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Hukum
pada Program Studi Hukum Pidana Islam (Jinayah) Fakultas Syari‟ah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2019 M/1440H.
Tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari pihak-pihak yang berkaitan yang memberikan
bantuan baik secara materil, nonmateril, saran, maupun inspirasi. Penulis mengucapkan
rasa terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, Bapak Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., MA., M.H.
2. Ketua Program Studi Hukum Pidana Islam (Jinayah) Fakultas Syari‟ah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Qosim Arsadani, M.A, dan
Sekretaris Program Studi Hukum Pidana Islam (Jinayah) Fakultas Syari‟ah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Mohammad
Mujibur Rohman, M.A.
3. Dr. Alfitra, S.H., M.Hum. Selaku dosen Pembimbing dalam penulisan Skripsi
yang telah memberikan banyak masukan dan arahan serta meluangkan
waktunya dengan penuh keikhlasan kepada penulis.
4. Seluruh Dosen dan Civitas Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan selama
perkuliahan.
5. Kepada kedua orang tua, Ayahanda Muhammad Sutari dan Ibunda Norhaida
yang mendidik dengan penuh rasa kasih sayang dan rela memberikan apapun
yang dibutuhkan oleh anaknya selama menempuh perkuliahan di Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga Allah SWT senantiasa
vi
memberikan umur yang panjang, selalu diberikan kesehatan dan dilapangkan
rezekinya.
6. Kepada Kakak penulis Muhammad Yusra Nuryazmi yang selalu memberikan
dukungan serta motivasi dalam penyusunan skrpsi, serta adik penulis Tuva
Amalina Nur Aida.
7. Kepada Sahabat-Sahabat Perjuangan, Mardani, Bachtiar Arkan PE, Riza
Priyadi, Achmad Mansyur, Azza Sumayyah dan Erna Widyawati yang telah
memberikan support kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.
8. Kepada teman-teman jurusan Hukum Pidana Islam angkatan 2015 Ach Wasil,
Hasin Abdullah, Putra Kurnia Pratama, M Nur Oktapian, Awaludin Fikri,
Rasifah, Mila Istiqomah, Ega Yuni, Arindayefa, Siti Salamah, M Aldi Fayed,
Ali Maksum, Risky Oktavianti, Juliansyah, Burhanudin, rifqy adzomi, milati
azka. Terimakasih atas bantuan, doa serta dukungan untuk penulis,
terimakasih atas kebersamaan dan waktu yang telah kita alami bersama di
bangku perkuliahan, semoga di masa yang akan datang kita dapat meraih apa
yang kita harapkan.
9. Kepada seluruh anggota Organisasi penulis yaitu Himpunan Mahasiswa Islam
(HMI) Komisariat Fakultas Syari‟ah dan Hukum terutama untuk Bang
Risyad, ketum Khairan Abdul Mahmud, Sofia Azmi, Halimah Nurmayanti,
Syifa Ul Khair, Ayu Widyawati, Harist Rizwan, Fahri Maulana, Moch Andi,
Aidil Syahputra. Terimakasih atas bantuan, doa serta dukungan untuk penulis,
terimakasih atas kebersamaan dan waktu yang telah kita alami bersama di
bangku perkuliahan, semoga di masa yang akan datang kita dapat meraih apa
yang kita harapkan.
10. Kepada teman teman Lembaga Kajian Bantuan Hukum Mahasiswa Islam
(LKBHMI) Cabang Ciputat, Bang Agustiar Hariri, Direktur Onggi Sigma U,
Dhika Amal yang telah memberikan wawasan, pengalaman, serta keilmuan
dalam bidang advokasi dan bantuan hukum.
11. Kepada teman-teman KKN 16 S16AP yang telah memberikan dan berbagi
cerita serta kesan-kesan selama melaksanakan KKN di Bakung-Kronjo.
vii
12. Kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam kelancaran penyusunan
skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
Penulis dengan kemampuan dan keterbatasan telah berusaha semaksimal
mungkin dalam penyelesaian skripsi ini. Atas segala kerendahan hati, penulis menerima
kritik dan saran yang dapat menjadikan skripsi ini menjadi lebih baik, semoga dapat
bermanfaat bagi semua pihak. Akhirnya tiada untaian kata yang berharga selain ucapan
Alhamdulillahirabbil „Alamiin. Besar harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat
khususnya bagi penulis dan bagi pembaca pada umumnya, Aamiin. Sekian dan
terimakasih.
Jakarta , 29 Juli 2019
26 Dzulkaidah 1440 H
Fahmi Azis
viii
DAFTAR ISI
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ............................................................... i
PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING .................................................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................................ iii
ABSTRAK .................................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ................................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ........................................................................................ 7
C. Pembatasan Masalah ....................................................................................... 7
D. Rumusan Masalah ........................................................................................... 7
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................................... 8
F. Pendekatan Penelitian ..................................................................................... 8
G. Teknik Pengumpulan Data .............................................................................. 9
H. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ............................................................ 9
I. Metode Penulisan ............................................................................................ 9
J. Sistematika Penulisan ................................................................................... 10
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA MENURUT HUKUM
POSITIF DAN HUKUM ISLAM ................................................................ 13
A. Pengertian Hukum Pidana ............................................................................. 13
B. Pengertian Tindak Pidana ............................................................................. 15
1. Tindak Pidana Menurut Hukum Positif .................................................. 15
2. Tindak Pidana Menurut Hukum Islam .................................................... 16
C. Unsur-unsur Tindak Pidana .......................................................................... 17
1. Unsur-Unsur Tindak Pidana Menurut Hukum Positif ............................ 17
2. Unsur-Unsur Tindak Pidana Menurut Hukum Islam .............................. 19
D. Macam-Macam Tindak Pidana ..................................................................... 20
1. Macam-Macam Tindak Pidana Menurut Hukum Positif ........................ 20
2. Macam-Macam Tindak PidanaMenurut Hukum Islam ........................... 21
E. Tujuan Pemidanaan ....................................................................................... 22
1. Tujuan Pemidanaan Menurut Hukum Positif .......................................... 22
2. Tujuan Pemidanaan Menurut Hukum Islam ........................................... 23
F. Perbandingan antaran hukum pidana Islam dan Hukum Positif ................... 24
ix
G. Studi Terdahulu ............................................................................................. 26
BAB III TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT HUKUM POSITIF DAN
HUKUM ISLAM ......................................................................................... 28
A. Tindak Pidana Penganiayaan Menurut Hukum Positif ................................. 28
1. Pengertian Tindak Pidana Penganiayaan Menurut Hukum Positif ......... 28
2. Klasifikasi Dan Sanksi Tindak Pidana Penganiayaan ............................. 29
B. Tindak Pidana Penganiayaan Menurut Hukum Islam .................................. 31
1. Pengertian Tindak Pidana Penganiayaan Menurut Hukum Islam ........... 31
2. Klasifikasi Dan Sanksi Tindak Pidana Penganiayaan ............................. 32
C. Faktor Penyebab Tindak Pidana Penganiayaan ............................................ 42
D. Penganiayaan Yang Dilakukan Swakarsa Kepolisian .................................. 43
E. Posisi Kasus .................................................................................................. 44
BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM PERKARA PIDANA
Nomor713/pid.b/2018/pn.jktsel ................................................................... 46
A. Faktor Penyebab Tindak Pidana Penganiayaan ............................................ 46
1. Faktor penyebab secara teoritis ............................................................... 46
2. Faktor penyebab penganiayaan pada kasus Perkara Nomor :
713/Pid.B/2018/PN JKT.SEL .................................................................... 47
B. Pertimbangan Majelis Hakim Dalam Memutus Perkara Nomor :
713/Pid.B/2018/PN JKT.SEL ....................................................................... 47
1. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum ............................................................. 47
2. Saksi-Saksi Yang Dihadirkan Dalam Persidangan ................................. 48
3. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum ............................................................. 50
C. Amar Putusan Hakim Nomor : 713/Pid.B/2018/Pn Jkt.Sel .......................... 54
D. Analisis Putusan Hakim Menurut Hukum Pidana Islam Dan Hukum Pidana
Positif ............................................................................................................ 54
BAB V PENUTUP ..................................................................................................... 61
A. Kesimpulan ................................................................................................... 61
B. Rekomendasi ................................................................................................. 62
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 63
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Aristoteles (384-322 sebelum M), seorang ahli fikir Yunani Kuno
menyatakan dalam ajaranya, bahwa manusia itu adalah Zoon Politicon, artinya
bahwa manusia itu sebagai makhluk pada dasarnya selalu ingin bergaul dan
berkumpul dengan sesame manusia lainya, jadi makhluk yang suka
bermasyarakat. Dan oleh karena sifatnya yang suka bergaul satu sama lain, maka
manusia disebut makhluk sosial.1 Tiap manusia mempunyai keperluan sendri-
sendiri. Seringkali keperluan itu searah serta berpadanan satu sama lain, sehingga
dengan kerjasama tujuan manusia untuk memnuhi keperluan itu akan lebih mudah
dan lekas tercapai. Akan tetapi acap kali pula kepentingan-kepentingan itu
berlainan bahkan ada juga yang bertentangan, sehingga dapat menimbulkan
pertikaian yang mengaggu keserasian hidup bersama. Dalam hal ini orang atau
golongan yang lemah untuk menekankan kehendaknya.
Apabila ketidak-seimbangan perhubungan masyarakat yang meningkat
menjadi perselisihan itu dibiarkan, maka mungkin akan timbul perpecahan dalam
masyarakat. Oleh karena itu dalam masyarakat yang teratur, manusia/anggota
masyarakat itu harus memperhatikan kaedah kaedah, norma-norma ataupun
peraturan-peraturan hidup tertentu yang ada dan hidup dalam masyarakat dimana
ia hidup.2 Kontrol social adalah jaringan aturan dan proses yang menyeluruh yang
membawa akibat hukum terhadap perilaku tertentu. Misalnya, contoh tentang
aturan umum mengenai hukum perbuatan melanggar hukum. Jika saya berkendara
dengan ceroboh atau telalu cepat ditempat parkir dan menabrak bemper mobil
orang lain, disitu timbal akibat hukum yang sangat jelas. Walaupun perbuatan itu
bukan perbuatan pidana namun bagi penabrak wajib membayar ganti rugi
terhadap kerugian yang diderita oleh pemilik mobil.3
1 C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
1986), h. 29.
2 C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia h. 33-34.
3 Andi Hamzah, Terminologi Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 119.
2
Definisi tentang hukum, kata Pro Van Apeldoorn adalah sangat sulit untuk
dibuat, karena tidak mungkin untuk mengadakanya yang sesuai dengan
kenyataan. Akan tetapi walaupun tak mungkin diadakan suatu batasan yang
lengkap tentang apakah hukum itu, namun Drs E Utrecht, S.H. dalam bukunya
yang berjudul “Pengantar Dalam Hukum Indonesia” (1953) telah mencoba
membuat suatu batasan, yang dimaksudnya sebagai pegangan bagi orang yang
sedang mempelajari ilmu hukum. Utrech memberikan batasan Hukum sebagai
berikut : “Hukum itu adalah Himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan
larangan-larangan) yang mengurus tata-tertib suatu masyarakat dank arena itu
harus ditaati oleh masyarakat itu. Sedangkan menurut pakar hukum Indonesia:
S.M. Amin. S.H Dalam buku beliau yang bejudul “bertamasya ke alam hukum‟,
hukum dirumuskan sebagai berikut: “kumpulan-kumpulang peraturan-aturan yang
terdiri dari norma dan sanksi-sanksi itu disebut hukum dan tujuan hukum itu
adalah mengadakan ketatatertiban dalam pergaulan manusia, sehingga keamaan
dan ketertiban terpelihara.
Bila kita mendengar kata-kata ”pidana”, mestilah muncul dalam persepsi kita
tentang sesuatu hal yang kejam, menakutkan bahkan mengancam. Memang benar
demikian, karena secara bahasa arti atau makna pidana adalah nestapa. Artinya
orang yang dikenakan pidana adalah orang yang nestapa, sedih, dan terbelenggu
baik jiwa ataupun raganya. Tetapi kenestapaan tersebut bukanlah diakibatkan oleh
perbuatan orang lain melainkan atas perbuatan yang dilakukanya sendiri. Lalu
pidana menurut terminologi hukum pidana yaitu hukuman yang dijatuhkan
terhadap orang yang terbukti bersalah melakukan delik berdasarkan putusan yang
berkekuatan hukum yang tetap.4
Sehingga pengertian sederhana dari hukum
pidana adalah Hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengandung
keharusan dan larangan terhadap pelanggaranya yang diancam dengan hukuman
berupa siksa badan. Dalam hukum Islam tindak pidana disebut juga dengan
Jinayah atau Jarimah. Jinayah secara bahasa adalah: “Perbuatan dosa, kesalahan
dan kejahatan. Sedangkan secara istilah memiliki kesamaan pengertian yaitu:
4 Andi Hamzah, Terminologi Hukum Pidana, h. 119.
3
1. Jinayah adalah nama bagi perbuatan yang diharamkan oleh syara yang
menyangkut jiwa, harta, kehormatan dan lainnya.
2. Jinayah adalah nama bagi perbuatan yang diharamkan oleh syara serta
usahanya mengarah kepada perbuatan yang diharamkan syara.5
Kemudian selain itu ada istilah Jarimah. Jarimah secara bahasa adalah:
”perbuatan dosa, kesalahan, dan kejahatan”.Sedangkan secara istilah sebagaimana
yang diharamkan oleh Islam. Al-mawardi, Jarimah adalah:“Larangan-larangan
syara yang diancam dengan hukuman Had atau Takzir”.6
Dari defenisi diatas penulis memahami bahwa tindak pidana
(Jinayah/Jarimah) adalah “semua perbuatan atas peristiwa yang dilarang oleh
syara, bertentangan dengan hukum pidana baik berkenaan dengan jiwa, anggota
badan, harta dan lainnya akan mendapat hukuman sesuai dengan perbuatan yang
dilakukan”7. Dalam fiqih Jinayah suatu perbuatan baru bisa dikatakan suatu
tindak pidana, apabila sudah memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
. Unsur Formal yaitu adanya nash (ketentuan) yang melarang perbuatan dan
mengancamnya dengan hukuman.
. Unsur Material yaitu adanya tindak laku yang membentuk Jarimah, baik
berupa perbuatan nyata (positif) maupun sikap tidak berbuat (negatif).
. Unsur Moral adalah orang yang cakap (mukallaf), yakni orang yang dapat
dimintai pertanggungjawaban atas tindak pidana yang dilakukannya. Dengan
demikian apabila orang yang melakukannya gila atau masih dibawah umur
maka ia dikenakan hukuman, karena ia orang yang tidak bisa dibebani
pertanggungjawaban pidana.8
Pengertian tersebut dengan jelas menyebutkan bahwa hukum pidana adalah
bersikan peraturan tentang keharusan sekaligus larangan. Tidak hanya itu, bagi
orang yang melanggar keharusan atau larangan tersebut diancam dengan siksa
5 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2004), h. 9.
6 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, h. 67.
7 Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum pidana islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), h. 7.
8 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, h. 28.
4
badan.9
Tindak pidana penganiayaan atau mishandeling itu diatur dalam bab ke-XX
dalam Buku KE-II KUHP, yang dalam bentuknya yang pokok diatur dalam pasal
351 ayat (1) samapi dengan ayat (5) KUHP dan yang rumusanya di dalam bahasa
Belanda berbunyi sebagai berikut:
1. Penganiayaan dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya dua tahun dan
delapan bulan atau dengan pidana denda setinggi-tingginya tiga ratus rupiah
(sekarang: empat ribu lima ratus rupiah).
2. Jika perbuatan tersebut menyebabkan luka berat pada tubuh, maka orang
yang bersalah dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun.
3. Jika perbuatan tersebut menyebabkan kematian, maka orang yang bersalah
dipidana dengan pidana penjara selama –lamanya tujuh tahun.
4. Disamakan dengan penganiayaan, yakni kesengajaan merugikan kesehatan.
5. Percobaan melakukan kejatan ini tidak dapat dipidana.
Dari rumusan Pasal 351 KUHP diatas itu orang dapat mengetahui, bahwa
undang-udangan hanya berbicara mengenai penganiayaan tanpa menyebutkan
unsur-unsur dari tindak pidana penganiayaan itu sendiri, kecuali hanya
menjelaskan bahwa kesenjangan merugikan kesehatan (orang lain) itu adalah
sama dengan penganiayaan.
Yang dimaksud dengan penganiayaan itu ialah kesengajaan menimbulkan
rasa sakit atau menimbulkan luka pada tubuh orang lain. Dengan demikian untuk
menyebut seseorang itu telah melakukan penganiayaan terhadap orang lain, maka
orang tersebut harus mempunyai opzet atau suatu kesengajaan untuk:
1. Menimbulkan rasa sakit pada orang lain
2. Menimbulkan luka pada tubuh orang lain atau
3. Merugikan kesehatan orang lain. Dengan kata lain, orang itu harus
mempunyai opzet yang ditujukan pada perbuataan untuk menimbulkan rasa
9 Ismu Gunadi dan Jonaedi Effendi, Cepat Dan Mudah Memahami Hukum Pidana
Cetakan ke-1, (Jakarta: Kencana, 2014), h. 8.
5
sakit pada orang lain atau untuk menimbulkan luka pada tubuh orang lain
ataupun untuk merugikan kesehatan orang lain.10
Dalam hukum Islam penganiayaan bisa disebut juga jarimah qisas, qisas yang
disyariatkan karena melakukan jarimah pelukaan atau penganiayaan secara
eksplisit dijelasksan oleh Allah SWT dalam QS. Al-Maidah ayat 45 sebagai
berikut:
Artinya: “Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat)
bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan
hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada
qishaashnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak qishaash)nya, maka melepaskan
hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara
menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang
zalim.” (QS. Al-Ma‟idah (5):45)
Kalau diteliti dengan seksama, redaksi ayat diatas memang tidak secara tegas
menyatakan bahwa hukum qisas dalam penganiayaan itu dinyatakan berlaku bagi
umat Islam, tetapi juga tidak terdapat pernyataan lain yang menunjukkan bahwa
ketatapan hukumanya telah terhapus dan tidak berlaku bagi umat Islam. Menurut
jumhur ulama, Hanafiyah, Malikiyah, senagian Syafi‟iyah dan sebuah riwayat
ahmad dimana pendapat ini dinilai sebagai yang paling tepat bahwa ayat-ayat
tentang qisas terhadap anggota badan tetap berlaku bagi umat islam. Dari uraian
diatas dapat penulis simpulan bahwa dalam masalah qisas penganiayaan, qisas
hanya berlaku pada penganiayaan terencana dan sengaja. Meskipun demikian,
10
P.A.F Lamitang & Theo lamitang, Delik-delik khusus kejatan terhadap nyawa, tubuh,
& kesehatan, (Jakarta: Sinargrafika, 2012), h. 131-132.
6
pelaku yang melakukan pembunuhan semi sengaja atau tersalah dan penganiayaan
tetapi bisa diberlakukan hukuman takzir.11
Dalam beberapa kasus, sebagian orang atau sekelompok orang sengaja
melakukan penganiayaan kepada orang lain disebabkan beberapa faktor seperti
dendam, pencemaran nama baik, perasaan dikhianati atau dirugikan, merasa harga
diri dan martabatnya direndahkan atau dilecehkan dan motif-motif lainnya. Selain
itu, tidak sedikit orang juga terlibat perselisihan paham, perkelahian atau
pertengkaran yang mendorong dirinya melakukan penganiayaan.
Di Kota Jakarta Selatan terjadi sebuah peristiwa pada tanggal 17 Maret 2018
yaitu seorang laki-laki bernama Mahbudi als Budi Bin Sambas Wijaya , berusia
44 tahun yang bertempat tinggal di Jl. Mujair Raya Rt. 001/008 Kel. Jatipadang,
Kec. Pasar Minggu, Jakarta Selatan, melakukan penganiayaan kepada seorang
korban bernama Faisal, sehingga mengalami luka. Kemudian disidik polisi pada
tanggal 10 mei 2018 dan selanjutnya diajukan ke Pengadilan Negeri Makassar
pada tanggal 19 juni 2018 setelah berkas perkaranya dilimpahkan oleh penyidik
kepada kejaksaan. (Sumber BAP Putusan Nomor 713/pid.b/2018/pnjktsel).
Putusan hakim dalam proses persidangan menyatakan bahwa terdakwa
Mahbudi als Budi Bin Sambas Wijaya telah terbukti bersalah melakukan tindak
pidana penganiayaan kepada korban Faisal, dan karenanya dihukum penjara
selama 1 tahun dikurangi masa tahanan. Majelis Hakim mendasarkan
keputusannya pada Pasal 351 ayat (1) KUHP dalam menjatuhkan sanksi kepada
terdakwa dengan hukuman penjara selama 1 tahun dikurangi masa tahanan.
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan tersebut,mendorong penulis
melakukan penelitian dan untuk itu tertarik memilih judul: “SANSKI PIDANA
TERHADAP TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (Studi Kasus: Nomor
713/pid.b2018/pnjktsel).
11
M Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2016), h. 62-63.
7
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah di atas maka dapat kita tarik identifikasikan
masalah sebagai berikut:
1. Banyak tindak kekerasan yang dilakukan oleh aparatur keamanan baik
kepada anggota maupun terhadap masyarakat biasa.
2. Kekerasan yang dilakuakn oleh aparatur keamanan yang notabene adalah
sebagai swakarsa pihak kepolisian dalam keamanan seharusnya mendapat
perhatian lebih khusus.
3. Konsep restorative justis (pengembalian keadilan) dalam kasus tindak
pidana penganiayaan tidak diterapkan
4. Korban tindak pengaiyaan tidak mendapatkan hak pengembalian kerugian
Karena aparatur penegak hukum lebih melihat unsur pelanggaran secara
pidananya saja.
C. Pembatasan Masalah
Dari pembahsan diatasa maka supaya penulisan dan pembahasan tidak
melebar pada pembahsan lainya, maka penulis membatasi lingkup pembahasan
sebagai berikut:
1. Penulisan dan pembahsan skripsi ini hanya akan membahas tentang kasus
penganiayaan pada putusan pengadilan no.713/pid.b/2018/pnjktsel.
2. Penulisan dan pembahsan tentang penganiayaan yang dilakukan oleh
anggota swakarsa keamanan msyarakat.
3. Penulisan dan pembahsan tentang ketentuan dalam hukum Islam terkait
penganiayaan sebagai pembading dalam putusan pengadilan no.
713/pid.b/2018/pnjktsel.
D. Rumusan Masalah
Mengacu pada uraian latar belakang di atas, maka penulis mengemukakan
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Mengapa pelaku melakukan tindak pidana penganiayaan terhadap korban?
2. Bagaimana pertimbangan hukum bagi hakim dalam menjatuhkan pidana
8
putusan perkara pidana Nomor 713/pid.b/2018/pnjktsel?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. TujuanPenelitian
a) Untuk mengetahui faktor pelaku melakkan tindak pidana terhadap
korban penganiayaan dalam kasus Nomor 713/pid.b/2018/pnjktsel.
b) Untuk mengetahui pertimbangan hukum bagi hakim dalam
menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dalam putusan perkara Nomor
713/pid.b/2018/pnjktsel.
2. Manfaat Penelitian
a) Secara Teoritis, penilitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan
dan pengetahuan dalam memahami hukum positif dan juga hukum
pidana Islam, Khususnya tentang sanksi penganiayaan
b) Secara Praktis, Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan
penejelasan secara spesifik kepada masyarakat maupun para akdemisi
mengenai sanksi tindak pidana penganiayaan
F. Pendekatan Penelitian
Metode penelitian hukum dikalangan para ahli hukum, dikelompokkan ke
dalam dua model, pertama yaitu pendekatan kualitatif, kedua yaitu pendekatan
kuantitatif.12
. Penelitian ini menggunakan model penelitian kualitatif yang bersifat
deskriptif analitis untuk mengungkapkan peraturan perundang undangan yang
berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian.13
Untuk
memberokan gambaran tentang pertanggung jawaban atas terjadi delik
penganiayaan yang dilakukan sehingga menyebabkan luka berat dengan
perspektif hukum positif dan hukum pidana islam yang dalam bentuk penelitian
normative.
12
Zainudin Ali, Metode Penelitian hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 98.
13 Zainudin Ali, Metode Penelitian hukum h. 25.
9
G. Teknik Pengumpulan Data
Di dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan
dalam pengumpulan data. Kajian kepustakaan adalah upaya pengidentifikasian
secara sistemis dan melakukan analisis terhadap dokumen dokumen yang memuat
informasi yang berkaitan dengan tema, objek dan masalah penelitian14
Dalam
hukum normative, lazimnya dikenal data sekunder. Dalam penelitian ini yang
dimaksud dengan data sekunder tersebut meliputi:
1. Bahanp premier : yaitu peraturan hukum yang mengikat seperti putusan
713/pid.b/2018/pnjktsel, KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)
2. Bahan sekunder yaitu, bahan yang memberikan informasi mengenai hukum
primer serta dapat membantu mengalisis sekaligus memahami bahan primer.
Misalnya dokumen-dokumen, ataupun buku yang ada kolerasinya dengan
penelitian yang dibuat.
3. Bahan tersier, yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum
primer dan sekunder misalnya kamus hukum.
H. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Data yang telah berhasil dikumpulkan melaui studi kepustakan ini selanjutnya
akan dianalisis secara kualitatif. Karena data yang berhasil dikumpulan bersifat
monografis atau berbentuk kasus-kasus sehingga tidak dapat disusun ke dalam
suatu struktur kualifikasi.15
I. Metode Penulisan
Penulis menggunaka metode penulisan yang mengacu pada “Pedoman
Penulisan Skripsi Tahun 2017 Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta”.
14
Fahmi Muhammad Ahmadi dan Jenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, (Ciputat:
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h. 17.
15 Amiruddin dan Zaenal Arsikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT
Raja Grafindo Prasada, 2004,) h. 168.
10
J. Sistematika Penulisan
Materi laporan penilitian ini dibagi menjadi 5 (lima) bab yaitu sebagai berikut.
BAB 1 : PENDAHULUAN
Merupakan bab Pendahuluan akan diuraikan mengenai latar
belakang masalah pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, kajian (review) studi terdahulu, metode
penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB 2 : TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA
PENGANIAYAAN
Pada bab ini akan dijabarkan tentang tindak pidana penganiayaan.
Dalam ketentuan hukum pidana Indonesia. Sehinga nantinya
dikorelasikan dengan kemanfaatan dalam putusan pengadilan pada
kasus penganaiayaan putusan pengadilan nomor
713/pid.b/2018/pnjktsel
BAB 3 : TINJAUAN HUKUM ISLAM DALAM KASUS TINDAK
PENGANIAYAAN
Pada bab ini kan membahas tentang ketetuan hukum Islam terkait
dengan kasus penganiyayaan. Pada bab ini juga akan dijabarkan
tentang pendapat pendapat ulam tentang ketentuan pada pelaku
tindak pidana penganiayaan. Pada bab ini juga akan dikorelasikan
dengan kasus diama pelaku adalah swakarsa dari pengaman
masyarakat diamana ia mempunyai mandating terhadap keaman
pada masyarakat itu sendiri.
BAB 4 : ANALISIS PUTUSAN HAKIM PADA PERKARA PIDANA
NOMOR 713/PID.B/2018/PN JKT.SEL
Pada bab ini akan membahas tentang analisa terhadap putusan
hakim pada kasus ini. Dalam bab ini akan kami analisa
11
bagaiamnakah proses pertimbangan hakim dalam memutus
perkara.
BAB 5 : PENUTUP
Pada bab ini penulis menguraikan tentang penutup yang merupakan
hasil akhir meliputikesimpulan berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan. Kemudian pada penutup ini penulis juga memberikan
saran-saran sesuai dengan pokok permasalahan yang diteliti
sehingga tercapai upaya untuk mencapai tujuan dari yang
dilakukan.
13
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA MENURUT HUKUM
POSITIF DAN HUKUM ISLAM
A. Pengertian Hukum Pidana
Kata hukum merupakan sebuah kosa kata yang menarik perhatian orang atau
masyarakat untuk mempelajarinya. Kata hukum secara etimologi berasal dari akar
kata bahasa arab yaitu و ك ح yang mendapat imbuhan ا dan لsehingga menjadi
bentuk masdar dari انحكى Selain itu . حكا merupakan bentuk mufrad dan انحكى
bentuk jamaknya adalah األحكاو Berdasarkan akar kata tersebut, melahirkan kata
Artinya “kebijaksanaan”. Maksudnya, orang yang memahami hukum lalu انحكاو
mengamlkanya dalam kehidupan sehari-harinya dianggap sebagai orang
bijaksana. Selain itu, akar kata و ك ح dapat melahirkan kata انحكا Artinya
“kendali atau kekangan kuda”, yaitu hukum dapat mengendalikan atau
mengekang seseorang dari hal-hal yang sebenarnya dilarang agama.16
Hukum merupakan suatu pencerminan dari kesadaran amsyarakat, sehingga
hukum itu tidak dapat dilepaskan dari sifat bangsa. Hukum itu tumbuh dan timbul
dari kesadaran hukum masyarakat (Karl Von Savigny). Selain dari pada itu,
hukum itu berguna pula untuk menyalurkan kehendak masyarakat menuju
realisasi cita-cita masyarakat itu. Oleh sebab itu hukum berpengaruh terhadap
kehidupan masyarakat, dan sebaliknya masyarakat berpengaruh pula terhadap
hukum. Maka dapat dikatan bahwa hukum adalah untuk membangun masyarakat.
Dimana hukum merupakan lembaga social untuk memuaskan kebutuhan-
kebutuhan masyarakat, yakni tuntutan-tuntutan, permiantaan-permintaan dan
pengharapan-pengharapan yang terlihat dalam kehidupan masyarakat yang
beradab. Dengan demikian ketertiban dan keamanan dalam masyarakat akan
dipelihara bilaman tiap-tiap anggota masyarkaat mentaati peraturan-peraturan
(norma-norma) yang ada dalam masyarakat itu.
16
Zainudin Ali, Hukum Islam: Pengantar Hukum Islam di Indonesia Cetakan ke-4,
(Jakarta:Sinar Grafika, 2013), h. 1.
14
Peraturan-peraturan itu dikeluarkan oleh suatu badan yang berkuasa dalam
masyarakat dimana peraturan itu dikeluarkan. Suatu badan yang dimaksud adalah
pemerintah. Peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam perspektif ilmu
hukum dikatakan sebagai “hukum pidana”. Objek dari ilmu ini adalah aturan
hukum pidana yang berlaku di suatu Negara seperti hukum pidana Indonesia,
tujuan dari ilmu pengetahuan itu ialah menyelidiki pengertian objektif dari hukum
pidana positif.
Jadi hukum pidana itu ialah hukum yang mengatur tentang pelanggaran-
pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan
mana diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan.
Dari definisi tersebut, kita dapat ambil suatu kesimpulan bahwa hukum pidana itu
bukan suatu hukum yang mengandung norma-norma yang baru, melainkan hanya
mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap
norma-norma hukum yang mengenai kepentingan umum. Sehingaa segala
peraturan-peraturan yang mengatur tentang pelanggaran (Overtredingen),
kejahatan (Misdrijven), dan sebagainya, diatur oleh hukum pidana (Strafrecht)
dan dimuat dalam suatu Kitab Undang Undang yang disebut “Kitab Undang
Undang Hukum Pidana (Wetboek Van Strafrecht)”. Yang disingkat dengan
KUHP (WvS). Maka dapat dikatakan bahwa hukum pidana adalah suatu
perbuatan oleh mansia terhadap manusia yang lain.17
Demikian pula Hukum Islam menentukan hukuman yang tegas dan berat
serta memenuhi rasa keadilan terhadap pelaku kejahatan yang melanggar hak-hak
masyarakat. Hukuman yang diterapkan bersifat menjerakan pelaku kejahatan
untuk mengurangi perbuatan haramnya, dan juga bersifat pendidikan pada
masyarakat luas untuk tidak meniru perbuatan jahat.
Dengan demikian yang dituju oleh hukum Indonesia yang secara umum adlah
untuk memberi rasa keadilan warga serta untuk memperbaiki kepuasan masyrakat
akibat terjadinya kejahatan dan untuk mencegah kejahatan dengan memberikan
17
Mokhammad Najih dan Soimin, Pengantar Hukum Indonesia: Sejarah, Konsep Tata
Hukum dan Politik Hukum Indonesia, (Malang:Setara Press, 2014), h 159-160.
15
ancaman hukuman serta pelaksaan terhadap penjahat, memberi pendidikan pada
masyarakat dan melenyapkan pelaku kejahatan dari pergaulan masyarakat18
B. Pengertian Tindak Pidana
1. Tindak Pidana Menurut Hukum Positif
Peristilahan yang sering dipakai dalam hukum pidana adalah istilah
“tindak pidana”. Istilah ini dimaksudkan sebagai terjamahan dari sitilah
bahasa belanda, yaitu Delict atau Strafbaarfeit.
Kata strafbaarfeit kemudian diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.
Beberapa kata yang digunakan untuk menerjemakan kata strafbaarfeit oleh
sarjana-sarjana di Indonesia antara lain: tindak pidana, delict, dan perbuatan
pidana.
Menurut tongat, penggunaan berbagai istilah tersebut pada hakikatnya
tidak menjadi persoalan, sepanjang penggunaanya disesuaikan dengan
konteksnya dan dipahami maknanya, karena itu dalam tulisanya berbagai
istilah tersebut digunakan secara bergantian, bahkan dalam konsteks yang
lalin juga digunakan istilah kejahatan untuk menunjukkan maksud yang sama.
Mengenai definisi tindak pidana dapat dilihat pendapat pakar pakar
antara lain Menurut VOS, delik adalah Feit yang dinyatakan dapat dihukum
oleh undang-undang. Sedangkan menurut Van Gamel, delik adalah suatu
serangan atau suatu ancaman terhadap hak-hak orang lian. Menurut Simons,
delik adalah suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan
sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggung
jawabkan atas tindakanya dan oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai
suatu perbuatan/tindakan yang dapat dihukum.19
Menurut Prof Moeljatno, S.H. tindak pidana ialah Perbuatan yang oleh
aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana, barang siapa yang
18
Satochid Kartanegara, Hukum Pidana Bagian Pertama, (Jakarta:Balai Lektur
Mahasiswa, 1955), h. 4
19 Ismu Gunadi dan Jonaedi Effendi, Cepat Dan Mudah Memahami Hukum Pidana
Cetakan ke-1, (Jakarta: Kencana, 2014), h. 36.
16
melanggar larangan tersebut. Beliau mengemukakan bahwa menurut ujudnya
atua sifatnya perbuatan perbuatan pidana ini adalah perbuatan-perbuatan yang
melawan hukum. Perbuatan-perbuatan ini juga merugikan masyarakat, dalam
arti bertentangan dengan atau menghambat akan terlaksananya tata dalam
pergaulan masyarakat dianggap baik dan adil.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu perbuatan akan menjadi suatu
tindak pidana apabila perbuatan itu:
a. Melawan hukum
b. Merugikan masyarakat
c. Dilarang oleh aturan pidana
d. Pelakunya diancam dengan pidana
Butir a dan b menunjukan sifat perbuata, sedangkan yang memastikan
perbuatan itu menjadi suatu tindak pidana adalah butir c dan d. Jadi, suatu
perbuatan yang bersifat a dan b belum tentu merupakan tindak pidana,
sebelum dipastikan adanya c dan d.20
Dengan demikian pengertian sederhana dari tindak pidana adalah
perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai
ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar
larangan larangan tersebut.21
2. Tindak Pidana Menurut Hukum Islam
Dalam hukum Islam tindak pidana disebut juga dengan Jinayah atau
Jarimah. Jinayah secara bahasa adalah: “Perbuatan dosa, kesalahan dan
kejahatan. Sedangkan secara istilah memiliki kesamaan pengertian yaitu:
1) Jinayah adalah nama bagi perbuatan yang diharamkan oleh syara yang
20
M. Sudrajat Bassar, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana, (Bandung:Remadja Karya CV, 1984), h. 2
21 Ismu Gunadi dan Jonaedi Effendi, Cepat Dan Mudah Memahami Hukum Pidana
Cetakan ke-1, (Jakarta: Kencana, 2014), h. 37.
17
menyangkut jiwa, harta, kehormatan dan lainnya.
2) Jinayah adalah nama bagi perbuatan yang diharamkan oleh syara serta
usahanya mengarah kepada perbuatan yang diharamkan syara.22
Kemudian selain itu ada istilah Jarimah. Jarimah secara bahasa adalah:
”perbuatan dosa, kesalahan, dan kejahatan”.Sedangkan secara istilah
sebagaimana yang diharamkan oleh Islam. Al-mawardi, Jarimah
adalah:“Larangan-larangan syara yang diancam dengan hukuman Had atau
Takzir”. 23
Dari defenisi diatas penulis memahami bahwa tindak pidana
(Jinayah/Jarimah) adalah “semua perbuatan atas peristiwa yang dilarang oleh
syara, bertentangan dengan hukum pidana baik berkenaan dengan jiwa,
anggota badan, harta dan lainnya akan mendapat hukuman sesuai dengan
perbuatan yang dilakukan”24
C. Unsur-unsur Tindak Pidana
1. Unsur-Unsur Tindak Pidana Menurut Hukum Positif
Sebagaimana penulis menjelaskan diatas tentang tindak pidana (delict)
bahwa suatu peristiwa hukum dapat dinyatakan sebagai peristiwa pidana
kalau sudah memenuhi unsur unsur pidanya. Secara sederhana simons
menuliskan beberapa unsur- unsur sebagai berikut:
a. Perbuatan manusia (Positif atau negative, berbuat atau tidak berbuat atau
membiarkan).
b. Diancam dengan pidana (Statbaar Gesteld).
c. Melawan Hukum (Onrechtmatig).
d. Dilakukan dengan kesalahan (Met Schuld In Verband Staand).
e. Oleh orang yang mampu bertanggung jawab (Toerekeningsvatoaar
Person)
22
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2004), h. 9.
23 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, h. 67.
24 Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum pidana islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), h. 7.
18
Untuk lebih jelasnya, Simons menyebutkan adanya unsur objektif dan unsur
subjektif dari tindak pidana (strafbaar feit)
Unsur Objektif : perbuatan orang, akibat yang kelihatan dari perbuatan
itu, mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu. Seperti
dalam Pasal 281 KUHP sifat openbaar atau “dimuka umum”.
Unsur Subjektif : orang yang mampu bertanggung jawab kesalahan
(Dollus atau Culpa).Perbuatan harus dilakukan dengan kesalahan,
kesalahan ini dapat berhubungan dengan akibat dari perbuatan atau
dengan keadaan mana perbuatan itu dilakukan.
Sementara menurut Moeljatno, Unsur-unsur perbuatan pidana perbuatan
(manusia) yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (syarat formal)
dan bersifat melawan hukum (syarat materil). Sedangkan unsur-unsur tindak
pidana menurut moeljanto terdiri dari:
a. Kelakuan dan akibat
b. Hal ikhwal atau keadaan tertentu yang menyertakan perbuatan yang
terbagi menjadi:
Unsur subjektif atau pribadi, yaitu mengenai diri orang yang
melakukan perbuatan, misalnya unsur pegawai negeri yang
diperlakukan dalam delik jabtan seperti dalam perkara tindak pidana
korupsi. Pasal 418 KUHP jo Pasal 1 ayat (1) sub c Undang-Undang
No.3 Tahun 1971 atau Pasal 11 Undang-Undang No 31 Tahun 1999
jo Undang-Undang No 20 tahun 2001 tentang pegawai negeri yang
menerima hadiah. Kalau yang menerima hadiah bukan pegawai
negeri maka tidak mungkin diterapkan pasal tersebut.
Unsur Objektif atau non pribadi, yaitu mengenai keadaan diluar si
pembuat, misalnya pasal 160 KUHP tentang penghasutan di muka
umum (supaya melakukan perbuatan pidana tau melakukan
19
kekerasan terhadap penguasa umum). Apabila penghasutan tidak
dilakukan di muka umum tidak mungkin diterapkan pasal ini.25
Dari uraian diatas, secara ringkas dapat disusun unsur-unsur dari tindak
pidana yaitu :
a. Subjek
b. Kesalahan
c. Bersifat Melawan Hukum
d. Suatu tindakan aktif/pasif yang dilarang atau diharuskan oleh undang-
undang/perundangan dan terhadap pelanggaranya diancam dengan
pidana
e. Waktu, tempat dan keadaan (unsur objektif lainya).26
2. Unsur-Unsur Tindak Pidana Menurut Hukum Islam
Ditinjau dari unsuru-unsur Jarimah atau tindak pidana, objek utama kajia
fiqh jinayah dapat dibedakan menjadi tiga bagian yaitu:
a. Al-Rukn Al-Syar‟I atau Unsur Formil ialah unsur yang menyatakan
bahwa seseorang dapat dinyatakan sebagai pelaku jarimah jika ada
undang-undang yang secara tegas melarang dan menjatuhkan sanksi
kepada pelaku tindak pidana.
b. Al-Rukn Al-Madi atau Unsur Materil ialah unsur yang menyatakan bahwa
seseorang dapat dijatuhkan pidana jika ia benar-benar terbukti melakukan
sebuah jarimah, baik yang bersifat positif (aktif dalam melakukan
sesuatu) maupun yang bersifat negative (pasif dalam melakukan
seseuatu)
c. Al Rukn Al-Adabi atau Unsur Moril ialah unsur yang menyatakan bahwa
seseorang dapat dipersalahkan jika ia bukan orang gila, anak dibawah
umur atau sedang berada di bawah ancaman.27
25
Ismu Gunadi dan Jonaedi Effendi, Cepat Dan Mudah Memahami Hukum Pidana
Cetakan ke-1, (Jakarta: Kencana, 2014), h. 40.
26 S.R Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapanya, (Jakarta:Alumni
Aheam-Petehaem, 1996), h. 207.
20
D. Macam-Macam Tindak Pidana
1. Macam-Macam Tindak Pidana Menurut Hukum Positif
a. Tindak Pidana Materiil (Materieel Delict) adalah apabila tindak
pidana yang dimasudkan dalam suatu ketentuan hukum pidana yang
dimaksudkan dalam suatu ketentuan hukum pidana disitu
dirumuskan sebagai perbuatan yang menyebabkan suatu akibat
tertentu, tanpa merumuskan ujud dari perbuatan itu. Contoh:
Pembunuhan (Pasal 338 KUHP) yang dirumuskan sebagai
perbuatan yang mengakibatkan matinya orang lain, tanpa
dipersoalnkan ujud dari perbuatanya.
b. Tindak Pidana Formal (Formeel Delict) adalah apbila tindak pidana
yang dimaksudkan dirumuskan sebagai ujud perbuatanya, tanpa
mempersoalkan akibat dari yang disebabkan perbuatan itu. Contoh:
Pencurian (pasal 362 KUHP), yang dirumuskan sebagai
perbuatan yang berwujud mengambil barang tanpa dipersoalkan
akibat tertentu dari pengambilan barang itu.
Pemalsuan surat (pasal 263 KUHP), yang dirumuskan sebgai
perbuatan yang terwujud membuat surat palsu tanpa disebabkan
akibat tertentu dari penulisan surat palsu itu.
c. Commissie Delict adalah tindak pidana yang berupa melakukan
suatu perbuatan positif, umpamanya membunuh, mencuri dan lain
lian. Jadi hamper meliputi semua tindak pidana.
d. Ommissie Delict adalah melalaikan kewajiban untuk melakukan
sesuatu, umpamanya tidak memlakukan pemberitahuan dalam 10
hari hal kelahiran atau kematian kepada pegawai jabatan catatan sipil
(pasal 529 KUHP).
27
Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqih Jinayah cetakan ke-3, (Jakarta:Amzah, 2015) h. 2.
21
e. Gequalificeerd Delict istilah ini digunakan untuk suatu tindak pidana
tertentu yang bersifat istimewa, umpamanya pencurian yang
gequalificeerd (pasal 336 KUHP), apbila pencurian dilakukan
dengan diikuti perbuatan yang lain, misalnya dengan merusak pintu.
f. Voortdurend Delict adalah tindak pidana yang tidak ada hentinya.
Umpamanya:
Pasal 169 KUHP yang melarang turut serta dalam suatu
perkumpulan yang bertujuan melakukan kejahatan, atau dalam
suatu perkumpulan yang oleh undang-udang atau oleh
pemerintah berdasarkan undang-undang dilarang. Jadi tindak
pidana itu mulai dilakukan yang bersangkutan, dan akan terus-
menerus berlangsung selama ia belum keluar dari perkumpulan
itu.
Pasal 529 KUHP yang menentukan: “Barang siapa yang tidak
memenuhi kewajiban berdasarkan undang-undang untuk
melakukan pemberitahuan kepada pegawai catatan sipil guna
dimasukkan dalam daftar kelahiran atau dafatr kematian akan
dihukum dengan denda sebesar-besarnya seratus rupiah.”28
2. Macam-Macam Tindak PidanaMenurut Hukum Islam
Tindak pidana ditinjau dalam hukum islam atau biasa disebut dengan
jarimah, hjarimah ini terbagi atas tiga bagian, yaitu :
a. Jarimah Qisas
Qisas secara bahasa berarti sama rata, sepadan. Kata ini diambil dari kata
qishash yang artinya pemotongan, atau dari kata iqtishah al-asar
(mengikuti jejeak). Definisi qisas secara istilah yaitu menindak pelaku
kejahatan pembunuhan, pemotongan, pemotongan anggota tubuh atau
melukai anaggota tubuh, dengan hal yang sepadan.29
b. Jarimah Hudud
28
M. Sudrajat Bassar, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana, (Bandung:Remadja Karya CV, 1984), h. 10-13.
29 Wahbah Zuhaili, Al-Fiqhu As Syafi‟I Al-Muyassar, (Beirut : Darul Fikr, 2008) h. 155.
22
Kata dasar hudud adalah had secara bahasa yaitu mencegah. Sedangkan
menurut syara, hudud adalah hukuman yang terukur atas berbagai
perbuatan tertentu, atau hukuman yang telah dipastikan bentuk dan
ukuranya di dalam syaria‟at, baik hukuman itu karena melanggar hak
Allah maupun merugikan hak manusia. Terbagi menjadi tujuh bagian,
yaitu jarimah zina, jarimah qadzaf, jarimah meminum khamar, jarimah
pemberontakan, jarimah murtad, jarimah pencurian, dan jarimah
perampokan.30
c. Jarimah Tazir
Menurut bahasa, Ta‟zir yaitu menghukum, sedangkan menurut istilah
yang dikemukakan abu zahra, Ta‟zir adalah sanksi-sanksi hukum yang
tidak disebutkan oleh syar‟i (Allah dan Rasullah) tentang jenis ukuranya,
Syar‟i menyerahkan ukuranya kepada Ulil Amri atau hakim yang mampu
mengggali hukum. 31
E. Tujuan Pemidanaan
1. Tujuan Pemidanaan Menurut Hukum Positif
Dalam KUHP tujuan pemidanaan tidak dirumuskan secara eksplisit,
Namun Rancangan KUHP justru sebaliknya. Tujuan pemidanaan baik
bersifat pebalasan maupun pencegahan dirumuskan secara lebih detail,
mengenai tujuan pencegahan dirumuskan secara eksplisti. Hal ini terlihat
sangat jelasan dalam rumusan pasal 51 ayat (1) huruf a dan b. pemidanaan
bertujuan „mencegah dilakukanya tindak pidana dengan mengakkan norma
hukum demi pengayoman masyarakat‟.32
Menurut Andi Hamzah, sepanjang perjalanan sejarah, tujuan dari pidana
yaitu ada empat bagian:
30
Sayyid Sabiq, Fiqh As-Sunnah, h. 228.
31 Wahbah Zuhaili, Al-Fiqhu As Syafi‟I Al-Muyassar, (Beirut : Darul Fikr, 2008) h. 359.
32 Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggung
Jawaban Pidana Tanpa Kesalahan cet ke-1, (Jakarta:Prenadamedia Group, 2006), h. 144.
23
Pembalasan (Revenge), seseorang yang telah menyebabkan kerusakan
dan mala petaka pada orang lain, menurut alasan ini wajib menderita
seperti yang ditimpakan kepada orang lain.
Penghapus Dosa (Ekspiantion), konsep ini berasal dari pemikiran yang
bersifat religious yang bersumber dari Allah.
Menjerakan
Memperbaiki si pelaku tindakan kejahatan (Rehabilition of the criminal).
Pidana ini ditetapkan sebagai usaha untuk mengubah sikap dan perilaku
agar tidak mengulangi kejahatanya.33
2. Tujuan Pemidanaan Menurut Hukum Islam
Tujuan dari penetapan dan penerapan hukuman dalam syariat islam
adalah sebagai berikut:
a. Pencegahan
Pengertian pencegahan adalah menahan orang berbuat jarimah agar ia
tidak mengulangi perbuatan jarimahnya. Disamping mencegah pelaku,
pencegah juga mengandung arti mencegah orang lain selain pelakua agar
ia tidak ikut-ikutan melakukan jarimah, sebab ia bisa mengetahui bahwa
hukuman yang dikenakan kepada pelaku juga akan dikenakan terhadap
orang lain yang juga melakukan perbuatan sama.
b. Perbaikan dan Pendidikan
Tujuan yang kedua dari penjatuhan hukuman adalah mendidik pelaku
jarimah agar ia menjadi orang yang baik dan menyari kesalahanya. Disini
terlihat bagaimana perhatian syariat Islam Terhadap Pelaku. Dengan
adanya hukuman ini, diharapkan akan tumbul dalam diri pelaku suatu
kesadaran bahwa ia menjauhi jarimah bukan karena takut akan hukuman,
melaikan karena kesadaran diri dan kebencianya terhadap jarimah serta
dengan harapan mendapat ridha dari Allah SWT.
33
Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta:PT Pradya Paramita, 1997), h. 193.
24
c. Kemaslahatan Masyarakat
Pada dasarnya bermuara pada sebuah keinginan agar para pelaku tindak
pidana menyadari akan pentingnya syariat Islam yang harus dijalani
dalam kehidupan sehari-hari, maka dari itu Abdul Qadir Awdah
mengatakan bahwa prinsip hukuman dalam Islam dapat disimpulkan
dengan dua prinsip pokok, yaitu menunstaskan segala perbuatan pidana
dengan mengabikan pribadi terpidana dan memperbaiki sikap terpidana
sekaligus memberantas segala bentuk tindak pidana. Membertantas
segala bentuk tindak pidana bertujuan untuk memelihara stabilitas
masyarkat, sedangkan untuk pribadi terpidana bertujuan untuk
memperbaiki sikap dan perilakunya. Oleh sebab itu, menurutnya
hukuman bagi segala bentuk tindak pidana harus sesuai dengan
kemaslahatan dan ketentaraman masyarakat yang mendhendaki.34
F. Perbandingan antaran hukum pidana Islam dan Hukum Positif
Syariat islam sama pendirinya dengan hukum positif dalam menetapkan
jarimah atau tindak pidana dan hukumanya, yaitu dari segi tujuanya. Baik hukum
pidana Islam maupun Hukum Positif keduanya sama-sama bertujuan memelihara
kepentingan dan ketenteraman masyarakat serta menjamin kelangsungan
hidupnya.35
Meskipun demikian terdapat perbedaan yang jauh antara keduanya, akrena
memang watak dan tabiat keduanya jauh berbeda. Perbedaan tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Hukum Islam sangat memperhatikan pembentukan akhlak dari budi pekerti
yang luhur, karena akhlak yang luhur merupakan sendi atau tiang untuk
menegakkan masyarakat. Oleh karenanya, setiap perbuatan yang
bertentangan dengan akhlak sealu dicela dan diancam dengan hukuman.
34
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam Cetakan ke-2, (Jakarta:Sinar Grafika,
2005), h. 157-158.
35 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar Dan Asas Hukum Pidana Islam (Fikih Jinayah),
(Jakarta: Sinar Grafika, 2004) h.15
25
Sebaliknya, hukum positif tidaklah demikian. Menurut hukum positif ada
beberapa perbuatan yang walaupun bertentangan dengan akhlak dan budi
pekerti yang luhur tidak dianggap sebagai tindak pidana, ekcuali apabila
perbuatan tersebut membawa kerugian langsung bagi perseorang atau
ketentraman masyarakat.
Sebagai contoh adalah perbuatan zina. Menurut hukum Islam zina adalah
perbuatan yang bertentangan dengan akhlak dan mepunyai dampak negatid
terhadap masyarakat. Oleh karenanya, hukum Islam memandangnya sebagai
jarimah dan mengancamnya dengan hukuman, dalam keadanaan bentuk
bagaimanapun juga, baik dilakukan dengan suka sama suka, oleh perjaka dan
gadis maupun oleh orang-orang yang sudah berkeluarga. Akan tetapi, hukum
positif tidak menganggap hubungan kelamin diluar pernikahan sebagai tindak
pidana dan karenanya tidak mengancamnya dengan hukuman, kecuali apabila
terjadi perkosaan terhadap salah satu pihak atau pelakunya adalah orang yang
masih dalam ikatan perkawinan dengan orang lain36
. Dalam Pasal 284 KUH
Pidana disebutkan:
(1) Dipidana dengan penjara selama lamanya Sembilan bulan
a) Laki-laki yang beristri yang berzina dengan diketahuinya bahwa pasal
37 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berlaku baginya.
b) Perempuan yang bersuami yang berzina.
(2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan suami atau istri yang terhina
dan dalam hal bagi suami atau istri berlaku Pasal 27 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata kalau dalam waktu tiga bulan sesudah
pengaduan itu ia masukkan permintaan untuk bercerai atau hal
dibebaskan daripada kewajiban berdiam serumah oleh karena hal itu
juga.
2. Undang-Undang (Hukum Positif) adalah produk mausia, sedangkan hukum
Islam bersumber dari Allah (wahyu). Dengan demikian, dalam hukum pudana
36 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar Dan Asas Hukum Pidana Islam (Fikih Jinayah),
(Jakarta: Sinar Grafika, 2004) h.15
26
Islam terdapat beberapa macam tindak pidana yang hukumanya sudah
ditetapkan dalam Al-Quran dan As-Sunnah, yaitu jarimah hudud dan
Qishash. Di samping itu, ada pula tindak pidana yang hukumanya diserahkan
kepada penguasa (ulil amri), yaitu Jarimah Ta‟zir. Meskipun deikian tidak
berarti penguasa bertindak sewenang-swenangnya, karena dalam
pelaksanaanya ia tetap harus berpedoman kepada ketentuan-ketentuan umum
yang ada dalam Al-Quran dan As-Sunnah.
Dari perbedaan dalam segi sumber atau pencipataanya ini tergambarlah
dengan jelas bagaiman sifat kedua hukum tersebut dengan meperhatikan sifat
penciptanya. Hukum positif merupakan produk manusia tentu saja serba tidak
lengkap dan tidak sempurna. Karena penciptanya juga serba tidak sempurna,
lemah dan terbatas kemampuanya. Itulah sebabnya undang-undang selalu
berkembang sesuai dengan perkmbangan masyarakat. Sebaliknya, hukum
Islam adalah cipataan Allah yang sifatnya serba mampu, sempurna, agung,
dan serba tahu akan peristiwa yang sudah dan akan terjadi. Oleh akrenanya
maka tentu saja cipataanya juga sempurna, konstan dan tidak diubah-ubah
atau diganti-ganti, terutama dalam jarimah yang berbahaya, yaitu Hudud dan
Qishash.37
G. Studi Terdahulu
Sejumlah penelitian tentang topik masalah telah dilakukan baik yang
mengkaji secara spesifik atas tindak pidana penganiayaan yang menyebabkan
luka.
1. Skripsi Muhammad Faruq yang berjudul Sanksi Pidana
Penganiayaan Oknum Tentara Nasional Indonesia Perspektif
Hukum Islam dan Positif (Analisa Putusan Militer No : 36-k/PM II-
08 AU/II2015 Jakarta) Fakultas Syariah dan Hukum, Progam Studi
Hukum Pidana Islam, Universitas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
37 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar Dan Asas Hukum Pidana Islam (Fikih Jinayah),
(Jakarta: Sinar Grafika, 2004) h.16
27
2. Skripsi Siti Badriyah yang berjudul Tindak Pidana Penganiayaan
Menurut Hukum Islam Hukum Positif : Studi Kasus Penagdilan
Negeri Jakarta Selatan, Fakultas Syariah dan Hukum, Program Studi
Hukum Pidana Islam, Universitas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
28
BAB III
TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT HUKUM POSITIF DAN
HUKUM ISLAM
A. Tindak Pidana Penganiayaan Menurut Hukum Positif
1. Pengertian Tindak Pidana Penganiayaan Menurut Hukum Positif
Secara umum tindak pidana terhadap tubuh pada KUHP disebut
“penganiayaan”. Dibentuknya pengaturan tentang kejahatan terhadap tubuh
manusia ini ditujukan bagi perlindungan kepentingan hukum atau tubuh dari
perbuatan-perbuatan berupa penyerangan atas tubuh atau bagian dari tubuh
yang mengakibatkan rasa sakit atau luka, bahkan karena luka yang
sedemikian rupa pada tubuh yang dapat menimbulkan kematian.38
Penganiayaan dalam Kamus Besar Bhasa Indpnesia dimuat artinya sebagai
berikut: “Perlakuan sewenang-wenang dengan penyiksaan, penindasan dan
sebagainya terhadap korban kekerasan atau penganiayaan. Perumusan dalam
tindak pidana penganiayaan dalam sebuah pasal adalah gambaran rumusan
secara umum, karena tidak dijelaskan secara rinci bagaimana bentuk
kejahatanya, tetapi yang dirumuskan bahwa sebuah akibat dari kekerasan atau
penganiayaan saja, akan tetapi dalam sebuah ilmu pengatahuan telah
didefinisikan ialah dengan sengaja yang dapat menimbulkan nestapa, rasa
sakit, atau merusak kesehatan orang lain39
Menurut Yurisprudensi, maka yang diartikan dengan “penganiayaan”
yaitu sengaja menyebabkan perasaan tidak enak, rasa sakit, atau luka. Masuk
pula dalam pengertian penganiayaan ialah “sengaja merusak kesehatan
orang”, “perasaan tidak enak” misalnya mendorong orang terjun ke kali,
sehingga basah. “Rasa Sakit, misalnya mencubit, mendupak, memukul.
“luka” misalnya mengiris, memotong, menusuk dengan pisau “merusak
kesehatan” misalnya orang yang sedang tidur dan berkeringat dibuka jendela
kamarnya sehingga orang itu masuk angin.
38
Ismu Gunadi dan Jonaedi Effendi, Cepat Dan Mudah Memahami Hukum Pidana
Cetakan ke-1, (Jakarta: Kencana, 2014), h. 96.
39 Suharto, Hukum Pidana Materil, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), h. 50.
29
Dengan demikian pengertian sederhana dari penganiayaan adalah dengan
sengaja menumbulkan rasa sakit atau luka yang akibatnya merupakan tujuan
si petindak40
2. Klasifikasi Dan Sanksi Tindak Pidana Penganiayaan
Dibentuknya kejahatna terhadap tubuh manusia (misdrijven tegen bet liif)
ini ditunjukan bagi perlindungan kepentingan hukum atas tubuhd ari
perbuatan-perbuatan berupa penyerangan atas tubuh atau bagian dari tubuh
yang mengakibatkan rasa sakit atau luka, bahkan karena luka yang
sedemikian rupa pada tubuh dapat menimbulkan kematian.41
Atas dasar unsur kesalahanya, kejahatan terhadap tubuh ada 2 macam,
ialah: kejahatan terhadap tubuh dengan sengaja dan kejahatan terhadap
tubuh dengan tidak sengaja. Kejahatan terhadap tubuh dengan sengaja
dapat dibedakan menjadi lima bagian yaitu, penganiayaan biasa,
penganiayaan ringan, penganiayaan berencana, penganiayaan berat,
penganiayaan berat bercana.
Adapun sanksi bagi seseorang yang melakukan tindak pidana kekerasan
atau penganiayaan yang disengaja telah diatur dalam pasal:
a. Pasal 351 KUHP merumuskan dalam ayat (1) penganiayaan dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau pidana denda
plaing banyak empat ribu lima ratus rupiah. ayat (2) jika perbuatan itu
mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 tahun. Ayat (3) jika mengakibatkan mati, dipidana
dengna pidana penjara paling lama 7 tahun. Ayat (5) percobaan untuk
melakukan kejahatan ini tidak dipidana.42
b. Pasal 352 KUHP merumuskan dalam ayat (1) diluar hal-hal seperti diatur
dalam pasal 353 dan pasal 356 KUHP, penganiayaan yang tidak
menyebabkan sakit atau hambatan dalam pelaksaan tugas-tugas jabatan
atau kegiatan-kegiatan pekerjaan dipidana sebagai penganiayaan ringan
40
Ismu Gunadi dan Jonaedi Effendi, Cepat Dan Mudah Memahami Hukum Pidana
Cetakan ke-1, h. 36.
41 Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Tubuh & Nyawa, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2007), h. 7. 42
Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Tubuh & Nyawa, h. 8.
30
dengan pidana penjara selama-lamanya tiga bulan atau dengan pidana
penjara denda setinggi-tingginya tiga ratus rupiah (sekarang: empat ribu
lima ratus rupiah). pidana terebut dapat diperberat dengan sepertiga jika
kejahatan itu dilakukan terhadap orang yang bekerja padanya atau yang
membawah pada dirinya.43
c. Pasal 353 KUHP merumuskan ayat (1) penganiayaan dengan recana
lebih dulu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun, ayat (2)
jika perbuatan itu menimbulkan luka luka berat, yang bersalah dipidana
dengan pidana penjara paling lama 7 tahun, ayat (3) jika perbuatan itu
mengakibatkan kematian yang bersalah dipidana penajara paling lama 9
tahun.
d. Pasal 354 KUHP merumuskan ayat (1) barangsiapa sengaja melukai
berat orang lain, dipidana karena melakukan penganiayaan berat dengan
pidana penjara paling lama 8 tahun dan ayat (2) jika perbuatan itu
mengakibatkan kematian, yang bersalah dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 tahun.
e. Pasal 355 KUHP merumuskan pada ayat (1) penganiayaan berat yang
dilakukan dengan rencana terebih dahulu, dipidana penjara paling lama
12 tahum, dan (2) jika perbuatan itu menimbulkan kematian, yang
bersalah dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.
Sedangkan pada kejahatan terhadap tubuh dengan tidak sengaja hanya
ada satu ketentuan mengenai kejahatan terhadap tubuh dengan tidak sengaja
yaitu dimuat dalam pasal 360 KUHP sebagai berikut:
Pasal 360 KUHP rumusanya adalah ayat (1) barangsiapa karena
kesalahanya (kealpaanya) menyebabkan orang lian mendapat luka-luka berat,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana kurungan
paling lama 1 tahun. Dan ayat (2) barangsiapa karena kurang hati hatinya
(kealpaanya) menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga
timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau
pencaharian selama waktu ternteu, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 9 bulan, atau pidana kurungan paling lama 6 bulan atau denda paling
tinggi empat ribu lima ratus rupiah.44
Dari pasal di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kejahatan yang
dilakukan terhadap tubuh seseorang yang dilakukan dengan sengaja
kemudian mengakibatkan luka dapat diancam dengan hukuman penajara
43
P.A.F Lamintang & Theo Lamintang, Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh, & Kesehatan,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h. 144.
44 Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Tubuh & Nyawa, h. 50.
31
paling lama dua tahun delapan bulan. Sedangkan, jika penganiayaan tersebut
menyebabkan orang lain luka sedimikian rupa sehingga tidak menyebabkan
sakit atau hambatan dalam pelaksaan tugas-tugas jabatan atau kegiatan-
kegiatan pekerjaan dipidana sebagai penganiayaan ringan dengan pidana
penjara selama-lamanya tiga bulan atau dengan pidana penjara denda
setinggi-tingginya tiga ratus rupiah (sekarang: empat ribu lima ratus rupiah).
pidana terebut dapat diperberat dengan sepertiga jika kejahatan itu dilakukan
terhadap orang yang bekerja padanya atau yang membawah pada dirinya.
B. Tindak Pidana Penganiayaan Menurut Hukum Islam
1. Pengertian Tindak Pidana Penganiayaan Menurut Hukum Islam
Jarimah atau tindak pidana berasal dari kata جشو yang sinonimnya كسة
yang artinya berusaha dan bekerja. Hanya saja pengertian usaha disini وقطع
khusus untuk usaha yang tidak baik atau usaha yang dibenci oleh manusia.
Dari pengertian ini dapat ditarik suatu definisi yang jelas bahwa jarimah itu
adalah:
ستكاب كم يا و يخانف نهحق وانعذل وانطشيق انستقيىإ
yaitu melakukan setiap perbuatan yang menyimpang dari kebeneran ,
keadilan dan jalan yang lurus (agama).45
Tindak pidana yang dimaksud di atas selain jiwa atau yang kita kenal
dengan tindak pidana penganiayaan menurut Ahmad Wardi Muslich
sebagaimana dikutip dari Abdul Qadir adalah setiap perbuatan menyakitin
orang lain yang mengenai badanya, tetapi tidak sampai menghilangkan
nyawanya. Pengertian ini sejalan dengan defisini yang dikemukakan oleh
wahbah zuhaili, bahwa tindak pidana atas selain jiwa atau tindak pidana
penganiayaan adalah setiap tindakan melawan hukum atas badan manusia,
45
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, Fikh Jinayah Cetakan
ke-2, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h. 9.
32
baik berupa pemotongan anggota badan, pelukaan, maupun pemukulan,
sedangkan jiwa atau nyawa dan hidupnya masih tetap tidak terganggu.46
2. Klasifikasi Dan Sanksi Tindak Pidana Penganiayaan
Ada dua klasifikasi dalam menentukan pembagian tindak pidana atas
selain jiwa atau tidndak pidana penganiayaan ini, yaitu:
a. Ditinjau Dari Segi Niatnya.
Ditinjau dari segi niat pelaku, tindak pidana atas selain jiwa dapat dibagi
kepada dua bagian yaitu tindak pidana atas selain jiwa dengan sengaja dan
tindak pidana atas selain jiwa dengan tidak sengaja
Pengertian tindak pidana atas selain jiwa dengan sengaja, seperti
dikemukakan oleh abdul qadir audah adalah perbuatan sengaja adalah setiap
perbuatan dimana pelaku sengaja melakukan perbuatan dengan maksud
melawan hukum.
Dari definisi tersebut dapat diambil asumsi bahwa dalam tindak pidana
atas selain jiwa atau tindak pidana penganiayaan dengan sengaja, pelaku
sengaja melakukan perbuatan yang dilarang dengan maksud supaya
perbuatanya itu mengenai dan menyakiti orang lain. Sebagai contoh,
seseorang yang dengan sengaja melempar orang lain dengan batu, dengan
maksud supaya batu itu mengenai badan atau kepalanya.47
Pengertian tindak pidana atas selain jiwa atau tindak pidana
penganiayaan dengan tidak sengaja atau karena kesalahan adalah perbuatan
karena kesalahan adalah suatu perbuatan dimana pelaku sengaja melakukan
suatu perbuatan, tetapi tidak ada maksud melawan hukum. Dari defisini
tersebut bahwa dalam tindak pidana atas selain jiwa atau tindak pidana
penganiayaan dengan tidak sengaja, pelaku memang sengaja melakukan suatu
perbuatan, tetapi perbuatan tersebut sama sekali tidak dimaksudkan untuk
46
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam Cetakan ke-2, (Jakarta: Sinar Grafika,
2005), h.179. 47
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam Cetakan ke-2, h.180.
33
mengenai atau menyakiti orang lain. Namun kenyataanya memang ada
korban yang terkena oleh perbuatan itu. Sebagai contoh, seseorang yang
melemparkan batu dengan maksud untuk membuangnya, namun karena
kurang hati-hati batu tersebut mengenai orang lewat dan melukainya.
b. Ditinjau Dari Segi Objek (Sasaranya)
Ditinjau dari objek atau sasaranya, tindak pidana atau selain jiwa, baik
sengaja maupun tidak sengaja dapat dibagi kepada lima bagian antara lain
sebagai berikut:
1) Penganiayaan Atas Anggota Badan Dan Semacamnya. Penganiayaan atas
anggota badan dan semacamnya adalah tindakan peruaskan terhadap
anggota badan dan anggota lain yang disetarakan dengan anggota badan,
baik berupa pemotongan maupun pelukaan. Dalam kelompok ini
termasuk pemotongan tangan, kaki, jari, kuku, hidung, zakar, biji pelir,
telinga, bibir, pencongkelan mata, merontokkan gigi, pemotongan
rambut, alis, bulu mata, jenggot, kumis, bibir kemaluan perempuan, dan
lidah
2) Menghilangkan manfaat anggota badan sedangkan jenisnya masih tetap
utuh. Maksud dari jenis yang kedua ini adalah tindakan yang merusak
manfaat dari anggota badan, sedangkan jenis anggota badanya masih
utuh. Dengan demikian, apabila anggota badanya hilang atau rusak,
sehingga manfaatnya juga ikut hilang maka perbuatanya termasuk
kelompok pertama, yaitu perusakan anggota badan. Yang termasuk
dalam kelompok ini adalah mengjilangkan daya pendengaran,
penglihatan, penciuman, perasaan lidah, kemampuan berbicara,
bersetubuh, dan lain lain.
3) Asy-syajjaj (pelukaan khusus pada bagian muka dan kepala). Menurut
imam abu hanifah bahwa syajjaj adalah pelukaan pada bagian muka dna
kepala, tetapi khusus di bagian-bagian tulang saka, seperti dahi.
Sedangkan pipi yang banyak dagingnya tidak termasuk syajjaj, tetapi
ulama yang lain berpendapat bahwa syajjaj adalah pelukaan pada bagian
34
muka dan kepala secara mutlak. Adapun organ-organ tubuh yang
termasuk kelompok anggota badan, meskipun ada pada bagian muka,
seperti mata, telinga, dan lalin-lain tidak termasuk syajjaj. Menurut Imam
Abu Hanifah, syajjaj dibagi menjadi sebelas macam diantaranya:
a) Al-Kharishah, yaitu pelukaan atas kulit, tetapi tidak sampai
mengeluarkan darah.
b) Ad-dami‟ah, yaitu pelukaan yang mengakibatkan perdarahan, tetapi
darahnya tidak sampai mengalir, melainkan seperti air mata.
c) Ad-damiyah, yaitu pelukaan yang berakibat mengalirkan darah.‟
d) Al-badhi‟ah, yaitu pelukaan yang sampai memotong daging.
e) Al-mutalahimah, yaitu pelukaan yang memotong daging lebih dalam
daripada al-badhi‟ah.
f) As-simhaq, yaitu pelukaan yang memotong daging lebih dalam lagi,
sehingga kulit halus (selaput) antara daging dan tulang kelihatan.
Selaputnya itu sendiri disebut juga simhaq
g) Al-mudhihah, yaitu pelukaan yang lebih dalam, sehingga memotong
atau merobek selaput tersebut dan tulangnya kelihatan.
h) Al-hasyimah, yaitu pelukaan yang lebih dalam lagi, sehingga
memotong atau memecahkan tulang.
i) Al-munqilah, yaitu pelukaan yang bukan hanya sekedar memotong
tulang tetapi sampai memindahkan posisi tulang dari tempat asalnya.
j) Al-ammah, yaitu pelukaan yang lebih dalam lagi sehingga sampai
kepala ummud dimagh yaitu selaput antara tulang dan otak.
k) Ad-damighah, yaitu pelukaan yang merobek selaput antara tulang
dan otak sehingga otaknya kelihatan.
Menurut Abdurrahman Al-Jaziri, sebenarnya syajjaj yang disepakati para
fuquha adalah sepuluh macam, yaitu tanpa memasukan jenis yang
kesebelas yaitu Ad-Damighah. Hal ini karena Ad-damighah itu pelukaan
yang merobek selaput otak, sehingga otak tersebut berhamburan, dan
35
kemungkinan mengakibatkan kematian. Itulah sebabnya Ad-damighah
tidak dimasukkan ke dalam kelompok syajjaj.48
4) Al-Jirah (Pelukaan Pada Anggota Badan Selain Wajah, Kepala, Dan
Athraf). Anggota badan yang pelukaanya termasuk jirah ini meliputi
leher, dada, perut, sampai batas pinggul. Al jirah ini ada dua macam
yaitu:
a) Jaifah, yaitu pelukaan yang sampai ke bagian dalam dari dada dan
perut baik pelukaanya dari depan, nelakang, maupun samping.
b) Ghair jaifah, yaitu pelukaan yang tidak sampai ke bagian dalam dari
dada atau perut, melainkan hanya pada bagian luarnya saja.
5) Tindakan Selain Yang Telah Disebutkan. Setiap pelanggaran, atau
menyakiti yang tidak sampai merusak athraf atau menghilangkan
manfaatnya, dan tidak pula menimbulkan luka syajjaj atau jirah. Sebagai
contoh dapat dikemukakan, seperti pemukulan pada bagian muka,
tangan, kaki, atau badan, tetapi tidak sampai menimbulkan luka,
melainkan hanya memar, muka merah, atau terasa sakit.
Hanafiyah sebenarnya hanya membagi tindak pidana atas selain jiwa ini
kepada empat bagian, tanpa memasukkan bagian yang kelima karena bagian
yang kelima ini adalah suatu tindakan yang tidak mengakibatkan luka pada
athraf (anggota badan), tidak menghilangkan manfaatnya, juga tidak
menimbulkan luka syajjaj, dan tidak pula luka pada jirah. Dengan demikian
akibat perbuatan tersebut sangat ringan, sehingga oleh karenya lebih tempat
untuk dimasukkan pada ta‟zir.49
Sebagaimana telah dikemukakan diatas, ditinjau dari segi objek atau
sasaranya, tindak pidana atas selain jiwa dibagi kepada lima bagian yaitu
oerusakan anggota badan atau sejenisnya, menghilangkan manfaatnya,
syajjaj, jirah dan tindakan yang tidak termasuk ke dalam keempat jenis
tersebut. Hukuman kelima jenis tindak pida atersebut, baik perbuatanya
48
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam Cetakan ke-2, h.182. 49
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam Cetakan ke-2, h.183.
36
dilakukan dengan sengaja maupun tidka sengaja. Dalam tindak pidana atas
selain jiwa dengan sengaja, sepanjang kondisinya memungkinkan, hukuman
pokoknya adalah qishash. Sedangkan sengaja dan kekeliruan, hukuman
pokoknya adalah diat atau irsy.50
Adapun sanksi-sanksi bagi seseorang yang melakukan tindak pidana
kekerasan atau penganiayaan sebagai berikut :
1) Qishas
Secara etimologi Qishash berasal dari kata qassha, yaqushshu, qashasha,
yang berarti tazbbah mengikuti, menelusuri jejak atau langkah. Hal ini
sebagaimana firman allah: Musa Berkata, “Itulah (tempat) yang kita
cari.”Lalu Keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. (QS. Al-Kahfi
(18): 64).
Adapun arti qishash secara terminologi yang dikemukakan oleh Al-
Jurjani, yaitu mengenkana sebuah tindakan (sanksi hukum) kepada pelaku
persis seperti tindakan yang dilakukan oleh pelaku tersebut (terhadap korban).
Sementara itu dalam Al-mujam Al-Wasit, qishash diartikan dengan
menjatuhkan sanksi hukuman kepada pelaku tindak pidana sama persis
dengan tindak pidana yang dilakukan, nyawa dengan nyawa dan anggota
tubuh dibalas dengan anggota tubuh. Dengan demikian, nyawa pelaku
pembunuhan dapat dihilangkan karena ia pernah menghilangkan nyawa
korban atau pelaku penganiayaan boleh dianiaya karena ia pernah
menganiaya korban.51
Dalam penganaiayaan, hukuman qishash dapat
dikenakan pada tindak pidana sebagai berikut :
a) Ibanah (Perusakan) Athraf dan Sejenisnya. Athraf menurut fuqaha adalah
tangan dan kaki. Pengertian tersebut kemudian diperluas kepada anggota
badan yang lain sejenis athraf, yaitu jari, kuku, bulu mata, gigi, rambut,,
alis, kumis, hidung, lidah, zakar, biji pelir, telinga, bibir, mata, dan bibir
kemaluan perempuan. Sedangkan tindakan perusak athraf (anggota
badan) dan sejenisnya, meliputi tindakan pemotongan, seperti pada
50 Ibid., h.184 51
M Nurul Irfan & Masyrofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta: Amzah 2015), h.4.
37
tangan dan kaki, pencongkelan seperti pada mata, dan pencabutan seperti
gigi, serta tindakan lain yang sesuai dengan jenis anggota badanya.52
b) Hukuman Menghilangkan manfaat anggota badan. Menghilangkan
manfaat anggota badan tidak berarti menghilangkan jenis anggota badan
itu sendiri. Artinya, dalam hal ini yang hilang hanya manfaaaatnya saja,
sedangkan jenis anggota badanya masih tetap ada. Dengan demikian
apabila di samping manfaatnya, anggota badanya juga turut hilang atau
rusak maka perbuatan tersebut termasuk merusak anggota badan (Ibanah
Al-Athraf), karena manfaat itu mengikuti anggota badan. Manfaat
anggota badan yang menyatu dengan anggota badan da nada pula yang
terpisah. Kemampuan memegang menyatu dengan tanga, sedangkan
kemampuan mendengar (daya pendengeran) terpisah dari telinga.
Menurut wahbah zuhaili jenis jenis manfaat anggota badan ini mengutip
pendapat Sebagian ulama ada dua puluh jenis bahkan lebih. Diantara
jenis manfaat anggota badan tersebut adalah daya akal, pendenganra,
penglihatan, penciuman, pembicaraan, suara, rasa (dzauq), pengunyahan
(madhgun), pengeluaran mani (imna), penghamilan (ihbal), persetubuhan
(jima), pengeluaran air seni (ifdha), daya gerak (bathsyu), dan berjalan.53
c) Hukuman pelukaan terhadap muka dan kepala (syajjaj). Syajjaj adalah
pelukaan pada bagian muka dan kepala. Pelukaan tersebut ada yang
ringan dan yang berat imam abu hanifah membagi syajjaj ini menjadi 11
bagian, mulai dari yang ringan yaitu, Al-Kharishah, dan yang paling
berat yaitu Ad-Damighah. Dari sebelas syajja yang dikemukakan oleh
imam abu hanifah hanya salah satu jenis yang disepakati oleh para
fuquha untuk dikenakan hukumah qishas, yaitu mudhiha, mudhihah
sebagaimana telah dikemukakan diatas adalah pelukan yang agak dalam
sehingga memotong atau merobek selaput antara daging dan tilang,
sehingga tulang tersebut kelihatan. Sedangkan jenis-jenis syajjaj di atas
mudhihah, yaitu hashyimah, munqilah, al-ammah, dan ad-damighah,
52
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, h. 185.
53 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, h. 208
38
para fuqaha telah sepakat tidak berlaku hukuman qishash, karena sangat
sulit untuk dilaksanakan secara tanpa ada kelebihan.54
d) Hukuman Pelukaan Terhadap Jirah (anggota badan selain wajah, kepala
dan athraf). Sebagaimana telah dikemukakan, jirah adalah pelukaan pada
anggota badan selain wajah, kepala, dan athraf. Anggota badan yang
pelukaanya termasuk jirah ini meliputi leher, dada, perut sampai batas
pinggil. Jirah ini ada dua macam yaitu:
Jaifah, yaitu pelukaan yang samapi kebagian dalam dari dada dan
perut, baik pelukaanya dari depan, belakang, maupun samping.
Ghair Jaifah, yaitu pelukaan yang tidak sampai kebagian dalm dari
anggota badan tersebut, melainkan hanya bagian luarnya saja.55
2) Diyat
Hukuman Diyat merupakan hukuman pengganti untuk qishash apabila
hukuman qishash terhalang oleh suatu sebab. Diyat, sebagai hukuman
pengganti berlaku dalam tindak pidana atas selain jiwa ddengan sengaja.
Disamping itu, diyat juga merupakan hukuman pokok apabila tindak pidanya
menyerupai sengaja atau kesalahan, seperti yang dikemukakan oleh
Syafi‟iyah dan Hanabilah.56
Adapun mengenai ketentuan diyat, terdapat penjelasan yang tercantum
dalam hadits „Amr bin Hazm:
ع أتي تكش ت يحذ ت عش ت حزو ع أتي ع جذ : أ سسول هللا ص و
كتة إنى أم اني كتاتا وكا في كتات ... وإ في األف إرا أوعة جذع انذيح وفي
ي انشفتي انذيح وفي انثيضتي انذيح وفي انزكش انذيح وفي انصهة انذيح انهسا انذيح وف
وفي انعيي انذيح وفي انشجم انواحذج صف انذيح وفي انأيويح ثهث انذيح وفي انجائفح
ثهث انذيح وفي انقهح خسح عشش ي اإلتم وفي كم أصثع ي أصاتع انيذ وانشجم
54
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, h. 213
55 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, h. 215
56 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, h. 194
39
م وإ انشجم يقتم تانشأج وعهى أم انزة عشش ي اإلتم وفي انوضحح خس ياإلت
أنف دياس. ) سوا انسائي (
Artinya: “Dari Abi Bakar ibnu Muhammad ibnu „Amr ibn Hazm dari
ayahnya dari kakeknya, bahwa Rasulullah SAW menulis surat kepada
penduduk Yaman dan di dalam suratnya itu tertulis… dan sesungguhnya
perusakan hidung apabila sampai gerumpung adalah satu diyat, pada lidah
satu diyat, pada kedua bibir satu diyat, pada dua telur laki-laki satu diyat,
pada zakar satu diyat, pada tulang belakang satu diyat, pada kedua mata satu
diyat, pada satu kaki separuh diyat, pada Ma‟mumah sepertiga diyat, pada
Jaifah sepertiga diyat, pada Munqilah lima belas ekor unta, pada setiap jari
tangan atau kaki sepuluh ekor unta, pada satu gigi lima ekor unta, pada
Mudhihah lima ekor unta dan laki-laki bisa dibunuh (diqishah) dengan
perempuan, dan untuk pemilik emas diyatnya seribu dinar. (HR. An-Nasa‟i)57
Diat, baik sebagai hukuman pokok maupun sebagai hukuman pengganti,
digunakan untuk pengertian diat yang penuh (kamilah), yaitu seratus ekor
unta. Adapun untuk hukuman yang kurang dari diat yang penuh (kamilah)
maka digunakan istilah irsy ( إسش ). Walaupun demikian, kebanyakan pada
ulama mungkin untuk mempermudah penyebutan tetap menggunakan lafaz
diat untuk hukuman yang seharusnya digunakan istilah irsy ( إسش ). Irsy (
.atau dapat disebut ganti rugi ada dua macam ( إسش
a) Irsy (ganti rugi) yang telah ditentukan ( إسش يقذس ) irsyun muqaddar
adalah ganti rugi yang sudah ditentukan batas dan jumlahnya oleh syara,
contohnya seperti ganti rugi untuks atu tangan atau sati kaki.
b) Irsy (ganti rugi) yang belum ditentukan ( إسش غيش يقذس ) irsyun ghair
muqaddar adalah ganti rugi atau denda yang belum ditentukan oleh
57
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2004), h. 40
40
syara, dan untuk penentuanya diserahkan kepada hakim. ganti rugi yang
kedia ini disebut hukumah.58
Hukuman diat (kamilah) berlaku apabila manfaat jenis anggota badan
hilang seluruhnya, seperti hilangnya dua tangan. Sedangkan irsy berlaku
apabila manfaat jenis anggota badan itu hilang Sebagian, sedangkan Sebagian
lagi masih utuh. Contohnya seperti hilangnya satu (sebelah) tangan,
satu(sebelah) kaki, atau satu jari.
a) Diat Kamilah atau diat sempurna berlaku apabila manfaat jenis anggota
badan dan keindahanya hilang sama sekali. Hal ini terjadi dengan
perusakan seluruh anggota badan yang sejenisnya, atau dengan
menghilangkan manfaatnya tanpa merusak atau menghilangkan bentuk
atau jenis anggota badanya itu.59
Anggota badan yang berlaku diat
sempurna ada empat kelompok, yaitu sebagai berikut.
Anggota yang tanpa pasangan termasuk dalam kelompok ini adalah
hidung, lidah, zakar (kemaluan), tulang belakang (ash-shulb), lubang
kencing, lubang dubur, kulit, rambut, dan jenggot.
Anggota yang berpasangan (dua buah) adapun yang termasuk dalam
kelompok ini adalah tangan, kaki mata, telinga, bibir, alis, payudara,
telur kemaluan laki-laki, bibir kemaluan perempuan.pinggul, dan
tulang rahang.
Anggota yang terdiri dari dua pasang yang termasuk dalam
kelompok ini adalah kelopak mata dan bulu mata.
Anggota yang terdiri dari lima pasang atau lebih yaitu jari tangan,
jari kaki dan gigi.
b) Diat Ghair Kamilah. atau irsy ini berlaku dalam ibanah al-athraf, apabila
jenis anggota badan atau manfaatnya hilang Sebagian, sedangkan
Sebagian lagi masih utuh. Diat ghair kamilah atau irsy ini berlaku untuk
58
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, h. 196.
59 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, h. 197.
41
semua badan jenis anggota badan, baik yang tunggal (tanpa pasangan)
maupun yang berpasangan.60
3) Ta‟zir
Ta‟zir adalah bentuk masdhar dari kata يعزس –عزس yang secara
etimologis berarti انشد وانع yaitu menolak dan mencegah. Kata ini juga
memiliki arti صش menolong atau menguatkan. Hal ini seperti dalam firman
Allah SWT sebagai berikut:
Artinya: “Supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya,
menguatkan (agama)Nya, membesarkan-Nya. dan bertasbih kepada-Nya di
waktu pagi dan petang.”
Kata ta‟zir dalam ayat ini juga berarti عظ ووقش وأعا وقوا yaitu
membersarkan, memperhatikan, membantu dan menguatkan (agama allah).
Sementara itu Al-Fayyumi dalam Al-misbah Al-Munir mengatakan bahwa
ta‟zir adalah pengajaran dan tidak termasuk dalam kelompok had.61
Jadi
dapat disimpulkan bahwa ta‟zir ialah sanksi yang diberlakukan kepada pelaku
jarimah yang melakukan pelanggaran baik berkaitan dengan hak allah hak
manusia dan tidak termasuk ke dalam katergori hukuman hudud atau karat.
Karena ta‟zir tidak ditentukans secara langsung oleh Al-Quran dan Hadist.62
Dalam praktek penjatuhan hukuman, hukuman ta‟zir kadangkal dijatuhkan
sebagai hukuman tambahan yang menyertai hukuman pokok bagi jarimah
hudud atau qishash diyat. Hal ini bila menurut pertimbang sidang pengadilan
dianggap perlu untuk dijatuhkan sebagai hukuman tambahan.63
60
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, h. 197.
61 M Nurul irfan & Masyrofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta : Amzah 2015), h. 136.
62 M Nurul irfan & Masyrofah, Fiqh Jinayah, h. 136-140.
63 Rahmat Hakim,Hukum Pidana Islam(Fiqh Jinayah),(Bandung: CV Setia Pustaka2000)
h.140.
42
C. Faktor Penyebab Tindak Pidana Penganiayaan
Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, manusia tentu memiliki kebutuhan
hidup, keinginan serta tujuan yang berbeda-beda baik itu dalam hal memenuhi
keinginan atau desakan mempertahankan status diri sendiri, sehingga dapat
menyebabkan seseorang melakukan tindak pidana khususnya penganiayaan64
.
Adapun faktor seseorang dapat melakukan tindak pidana diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Teori Yang Menggunakan Pendekatan Biologis, yaitu pendekatan yang di
gunakan dalam kriminologi untuk menjelaskan sebab musabab atau sumber
kejahatan berdasarkan fakta-fakta dari proses biologis.
2. Teori yang menggunakan pendekatan psikologis, yaitu pendekatan yang
digunakan kriminologi dalam menjelaskan sebab musabab atau sumber
kejahata berdasarkan masalah-maslah kepribadian dan tekanan-tekanan
kejiwaaan yang dapat mendorong seseorang berbuat kejahatan.
3. Teori yang menggunakan pendekatan sosiologi, yaitu pendekatan yang
digunakan kriminologi dalam menjelaskan faktor- faktor sebab musabab dan
sumber timbulnya kejahatan berdasarkan interaksi sosial, proses-proses
sosial, struktur sosial dalam masyarakat termasuk unsur-unsur kebudayaan.65
Berdasarkan teori yang telah dijelaskan di atas, maka dapat kita simpulkan
bahwa suatu kejahatan, baik itu kejahatan terhadap jiwa, harta atau kejahatan
penganiayaan dapat disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri si pelaku, yaitu faktor emosi
dan kesal yang kurang dikendalikan oleh si pelaku, sehingga terjadilah sebuah
penganiayaan yang dilakukan si pelaku terhadap korban. Sedangkan faktor
eskternal adalah faktor yang berasal dari luar diri pelaku yaitu faktor keadaan
yang membuat si pelaku kesal, faktor cuaca atau lingkungan.
64
Ahsin Sakho Muhammad, Ensklopedia Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Kharisma Ilmu,
2008), h. 22.
65 Yesmil Anwar, Kriminologi, (Bandung: PT.Refika Aditama), h.30.
43
D. Penganiayaan Yang Dilakukan Swakarsa Kepolisian
Dalam hal ini penganiayaan yang dilakukan swakarsa kepolisian/petugas jaga
security yaitu satuan pengamanan (satpam). Berdasarkan pasal 3 ayat 1 Undang-
undang No.2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU
No.2/2002) beserta penjelasanya, satpam merupakan pihak yang turut membantu
kepolisian dalam melaksanakan fungsi kepolisian.
Berikut adalah bunyi pasal 3 ayat (1) UU No.2/2002, “Pengemban fungsi
kepolisian adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh
kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil: dan/atau, bentuk-bentuk
pengamanan swakarsa”.66
Jadi yang dimaksud dalam penjelasan pada pasal 3 ayat 1 huruf c pada UU
No.2/2002 yang dimaksud dalam bentuk bentuk pengamanan swakarsa adalah
suatu bentuk pengamanan yang diadakan atas kemauan, kesadaran dan
kepentingan masyarakat sendiri yang kemudian memperoleh pengukuhan dari
Kepolisian Negara Republic Indonesia, seperti satuan pengamanan lingkungan
dan badan usaha di bidang jasa pengamanan.
Pengaturan lainya mengenai pengamanan swakarsa juga terdapat dalam pasal
1 angka 6 Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 2012 Tentang Cara Pelaksanaan
Koodinasi, Pengawasan, dan Pembinaan Teknis Terhadap Kepolisian Khusus,
Penyidik Pegawai Negeri Sipil, dan Bentuk-Bentuk Pengamanan Swakarsa (PP
No. 43/2012): “Bentuk-bentuk Pengamanan Swakarsa yang selanjutnya disingkat
Pam Swakarsa adalah suatu bentuk pengamanan yang diadakan atas kemauan,
kesadaran dan kepentingan masyarakat sendiri yang kemudian memperoleh
pengukuhan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia.”
Berdasarkan Pasal 3 PP No 43/2012 pengamanan swakarsa sendiri juga
merupakan salah satu pihak yang turut mengemban fungsi kepolisian. Yang
dimaksud dengan fungsi kepolisian itu sendiri adalah fungsi pemerintahan Negara
di bidang pemeliharaan keamaan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,
66
Undang-Undang No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negera Republik Indonesia.
44
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat (Pasal 1 angka 2
PP N0 43/2012)67
`
Jadi berdasarkan uraian diatas, satpam sebagai pembantu kepolisian RI dan
pihak yang juga menajalankan fungsi kepolisian secara terbatas, mempunyai
kewajiban yang sama dengan kepolisian RI dan hal-hal yang dilarang untuk
dilakukan oleh kepolisian RI juga menjadi hal-hal yang dilarang untuk dilakukan
oleh satpam.
Berdasarkan Pasal 10 Peraturan Kepala Kepolisian Negera Republik
Indonesia No 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi
Manusia dalam penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia
(Perkapolri No.8/2009), dalam melaksanakan tugas penegakan hukum, setiap
petugas/anggota polri wajib mematuhi ketentuan berprilaku (Code of Conduct)
sebagai berikut yang salah satunya tidak boleh menggunakan kekerasan. Pasal 10
huruf C perkapolri No 8/2009 : tidak boleh menggunakan kekerasan, kecuali
dibutuhan untuk mencegah kejahatan membantu melakukan penangkapan
terhadap pelanggar hukum atau tersangka dengan peraturan penggunaan
kekerasan.68
E. Posisi Kasus
Dalm suatu pemabahasan mengenai bab ini akan memaparkan duduk perkara
mengai penjatuhan pidana kekerasan atau penganiayaan kepada terdakwa dengan
pidana penajara selama 8 (delapan) bulan dan membebankan biaya perkara ini
kepada terdakwa sebesar Rp.2000,- (dua ribu rupiah) dengan analisis berdasarkan
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor : 713/Pid.B/2018/PN JKT.SEL
dengan terdawka Mahbudi als Budi Bin Sambas Wijaya yang berusia 44 tahun
67
Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pelaksanaan Koodinasi,
Pengawasan, dan Pembinaan Teknis Terhadap Kepolisian Khusus, Penyidik Pegawai Negeri Sipil,
dan Bentuk-Bentuk Pengamanan Swakarsa.
68 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 8 Tahun 2009 tentang
Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
45
beralamat di jalan mujair raya rt 011 rw 006 kelurahan jatipadang kecamatan
pasar minggu kota Jakarta selatan.
Adapun tentang kasus kekerasan atau penganiayaan yang dilakukan oleh
mahbudi alias budi bin sambas wijaya terhadap Faizal zulkarnain berdasarkan
saksi yang ada dipersidangan yaitu samsurizal als samsuri bin h muhidin musa.
Dalam perkera tersebut jaksa penuntut umum melakukan dakwaaan terhadap
terdakwa dengan dakwaan tunggal, sebagai berikut: Terdakwa MAHBUDI als
BUDI bin SAMBAS WIJAYA pada hari Sabtu tanggal 17 Maret 2018 sekitar jam
15.40 Wib atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam bulan Maret tahun 2018,
bertempat di Area Proyek Zuria Tower Jl. Mujair Raya Rt. 001/008 Kel.
Jatipadang, Kec. Pasar Minggu, Jakarta Selatan, atau setidak-tidaknya di suatu
tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan, melakukan penganiayaan, yang dilakukan terdakwa dengan cara sebagai
berikut :
Bahwa pada hari Sabtu tanggal 17 Maret 2018 terdakwa sebagai Danru
keamanan Proyek Zuria Tower mengecek kemanan proyek serta anggota
keamanan yang bertugas yaitu saksi korban Faisal, saksi Okta dan saksi Samsuri
dan setelah melihat anggota lengkap kemudian terdakwa menuju warung yang
berada di belakang proyek lalu ketika terdakwa sedang berada di warung tersebut
pemilik warung menyampaikan jika anak buah terdakwa yaitu saksi Korban
Faisal memilik hutang sebesar Rp. 500.000,-.
46
BAB IV
ANALISIS PUTUSAN HAKIM PERKARA PIDANA
Nomor713/pid.b/2018/pn.jktsel
A. Faktor Penyebab Tindak Pidana Penganiayaan
1. Faktor penyebab secara teoritis
Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, manusia tentu memiliki
kebutuhan hidup, keinginan serta tujuan yang berbeda-beda baik itu dalam
hal memenuhi keinginan atau desakan mempertahankan status diri sendiri,
sehingga dapat menyebabkan seseorang melakukan tindak pidana
khususnya penganiayaan69
. Adapun faktor seseorang dapat melakukan
tindak pidana diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Teori Yang Menggunakan Pendekatan Biologis, yaitu pendekatan yang
di gunakan dalam kriminologi untuk menjelaskan sebab musabab atau
sumber kejahatan berdasarkan fakta-fakta dari proses biologis.
b. Teori yang menggunakan pendekatan psikologis, yaitu pendekatan yang
digunakan kriminologi dalam menjelaskan sebab musabab atau sumber
kejahata berdasarkan masalah-maslah kepribadian dan tekanan-tekanan
kejiwaaan yang dapat mendorong seseorang berbuat kejahatan.
c. Teori yang menggunakan pendekatan sosiologi, yaitu pendekatan yang
digunakan kriminologi dalam menjelaskan faktor- faktor sebab musabab
dan sumber timbulnya kejahatan berdasarkan interaksi sosial, proses-
proses sosial, struktur sosial dalam masyarakat termasuk unsur-unsur
kebudayaan.70
Berdasarkan teori yang telah dijelaskan di atas, maka dapat kita simpulkan
bahwa suatu kejahatan, baik itu kejahatan terhadap jiwa, harta atau
kejahatan penganiayaan dapat disebabkan oleh faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri si
69
Ahsin Sakho Muhammad, Ensklopedia Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Kharisma Ilmu,
2008), h. 22.
70 Yesmil Anwar, Kriminologi, (Bandung: PT.Refika Aditama), h.30.
47
pelaku, yaitu faktor emosi dan kesal yang kurang dikendalikan oleh si
pelaku sehingga terjadilah sebuah penganiayaan yang dilakukan si pelaku
terhadap korban. Sedangkan faktor eskternal adalah faktor yang berasal dari
luar diri pelaku yaitu faktor keadaan yang membuat si pelaku kesal, faktor
cuaca atau lingkungan.
2. Faktor penyebab penganiayaan pada kasus Perkara Nomor :
713/Pid.B/2018/PN JKT.SEL
Faktor-faktor yang mengkibatkan terdakwa mahbudi alias budi bin
sambas wijaya melakukan tindak pidana penganiayaan, diantaranya sebagai
berikut:
a. Bahwa pelaku mahbudi alias budi adalah komandan regu dari korban
yang berkerja sebagai keamanan pada area proyek zuria tower
b. Bahwa terdakwa mahbudi alias budi merasa tersinggung karena ditagih
hutang milik anak buahnya faisal zulkarnain (korban)
c. Bahwa korban faisal zulkarnain ketika ditegur melalui akun whataap oleh
terdakwa mahbudi dianggap tidak sopan kepada terdakwa yang
berkedudukan sebagai komandan dari korban faisal zulkarnain.
B. Pertimbangan Majelis Hakim Dalam Memutus Perkara Nomor :
713/Pid.B/2018/PN JKT.SEL
Dalam putusan Nomor: 713/Pid.B/2018/PN JKT.SEL majelis hakim
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut.
1. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum
Dalam dakwaat tersebut kemudaian dipersidangan jaksa penuntut umum
melakukan penuntutan terhadap terdakwa sebagai berikut;
a. Menyatakan Terdakwa MAHBUDI als BUDI bin SAMBAS WIJAYA
secara sah dan menyakinkan terbukti bersalah melakukan tindak pidana
"melakukan penganiayaan" sebagaimana dalam dakwaan melanggar
Pasal 351 ayat(1) KUHP.
b. Menghukum Terdakwa untuk menjalani pidana penjara selama 1 (satu)
48
Tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam masa tahanan;
c. Menetapkan supaya Terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp.
2.000,- (dua ribu rupiah).
2. Saksi-Saksi Yang Dihadirkan Dalam Persidangan
Dalam memutus perkara hakim juga harus mecari bukti-bukti yang
menjadi dasar seseorang dapat dipidanakan. Dalam KUHAP macam-macam
alat bukti diatur dalam pasal 184, dalam pasal tersebut menyebutkan bahwa
macam alat bukti yaitu, keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petujuk, dan
keterangan terdakwa. Dalam peradilan jaksa penuntut umum menghadirkan
saksi acharge71
untuk membuktikan dakwaannya Penuntut Umum telah
mengajukan Saksi-saksi sebagai berikut:
a. Saksi SAMSURIZAL als SAMSURI bin H. MUHIDIN MUSA dibawah
sumpah pada pokoknya menerangkan sebagai berikut:
1) Bahwa saksi pernah diperiksa oleh Penyidik Kepolisian dan
keterangan yang saksi berikan dan tertuang didalam BAP tersebut
adalah benar ;- Bahwa benar pada hari Sabtu tanggal 17 Maret 2018
sekitar pukul 15.40 wib sewaktu saksi jaga di depan ruang cctv /
control room mendengar suara teriakan, kemudian saksi menoleh
kebelakang ternyata ada yang ribut terlihat antara saksi FAISAL
ZULKARNAIN selaku anggota security dengan terdakwa MAHBUDI
als BUDI selaku Danru Security.
2) Bahwa benar Saksi melihat hal tersebut dari jarak sekitar 20 meter,
saat itu saksi lihat terdakwa MAHBUDI menenteng clurit ditangan
kiri, sedangkan tangan kanannya melakukan pemukulan kepada saksi
FAISAL kebagian wajahnya sehingga tubuh saksi FAISAL terdorong
kebelakang dan kakinya tersandung pembatas taman membuat
tubuhnya terjatuh, setelah terjatuh terdakwa MAHBUDI als BUDI
71
Adalah saksi yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum untuk memberikan keterangan-
keterangan dalam persidangan. Keterangan yang diberikan adalah untuk melemahkan terhadap
pembelaan terdakwa.
49
menginjak kepala bagian kiri sehingga kepala bagian kanannya
terbentur membentur hydrant, melihat hal tersebut saksi melerai /
memisahkan keduanya dengan menyuruh saksi FAISAL ke pos 1 /
depan dan terdakwa MAHBUDI als BUDI ke pos belakang dengan
saksi iringi mengingat saat itu terdakwa MAHBUDI membawa clurit.
3) Bahwa benar saat dipos belakang saksi tanyakan kepada terdakwa
MAHBUDI kenapa hal tersebut bisa terjadi ? dijawab terdakwa
MAHBUDI als BUDI, gw ditegur sama warung karena saksi FAISAL
punya hutang, terus terdakwa sampein ke saksi FAISAL, saksi
FAISAL malah ngomong enggak - enggak, mendengar hal itu saksi
menghentikan jawaban terdakwa mahbudi als BUDI, selanjutnya saksi
pergi kedepan / pos 1 menemui saksi FAISAL saksi tanyakan ke saksi
FAISAL ada apa ? dijawab saksi FAISAL masalah hutang diwarung,
dan saat itu saksi melihat ada luka ditangan kanannya dibagian
punggung tangannya, saksi lihat wajahnya yang terkena pukulan tidak
ada luka, dan kepalanya yang di injak juga tidak ada luka. Selesai dari
itu saksi kembali ke tempat saksi jaga.
4) Bahwa benar saat kejadian terdakwa MAHBUDI langsung meminta
maaf kepada saksi FAISAL.
5) Terhadap keterangan saksi, Terdakwa membenarkannya.
b. Saksi FAISAL ZULKARNAIN yang dibacakan di persidangan pada
pokoknya sebagai berikut:
1) Bahwa benar pada hari Sabtu tanggal 17 Maret 2018 sekitar pukul
15.40 wib sewaktu saksi jaga di pos 1 atau depan saksi mendapat WA
dari terdakwa MAHBUDI selaku DANRU atau yang dituakan di shif
saja isi wa tersebut yaitu.
Mahbudi: Woy barusan hutang lu ditagih Lima ratus ribu lebih, parah
lu jadi gw yang ditagih
Faizal : Udah dibilangin bulan ini biar gw lunasin semua, gak ada
urusan sama elu, itu utang gw entar gw bayar pasti lunas.
50
Mahbudi : ada monyet gw DANRU jadi tanggung jawab kalau elu ada
tagihan di sini.
Faizal : Kalau ngomong pakai otak, jangan ngatain orang begitu kalau
gak mau dikatain
2) Bahwa benar pada saat saksi dijalan arah ke pos 2 saksi dihampiri
oleh terdakwa MAHBUDI dan mengatakan "tadi elu ngomong apa
mati lu" sambil mengeluarkan clurit dari selipan celana depan
kemudian clurit dipegang dengan tangan kiri dan diarahkan kepada
saksi, namun saksi tangkis dengan punggung tangan kanan saksi,
karena takut saksi bergerak mundur, terdakwa MAHBUDI mendekati
saksi dan memukul dengan tangan kanannya ke arah muka saksi
namun saksi tangkis lagi dengan tangan kiri tapi tetap saja mengenai
wajah saksi, lalu saksi mundur kebelakang lagi dan kaki saksi
tersandung pembatas taman membuat badan saksi tidak seimbang /
goyang lalu leher saksi ditarik dengan tangan kanan dan terjatuh ke
area taman, setelah itu terdakwa MAHBUDI menginjak kepala saksi
sebelah kiri sehingga kepala sebelah kanan saksi membentur
pembuka/ penutup hydrant, dan saat akan melakukan penyerangan
lagi terdakwa MAHBUDI ditarik oleh teman saksi yang bernama
saksi SAMSURI.
3) Bahwa benar selanjutnya saksi berlari ke pos 1 depan, saat itu saksi
melihat tangan kanan saksi memar membiru dan saksi pegang kepala
sebelah kanan benjol.
4) Terhadap keterangan saksi, Terdakwa membenarkannya.
3. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum
Bahwa perbuatan terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam
pidana menurut ketentuan Pasal 351 ayat (1) KUHP. Menimbang, bahwa
selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan apakah berdasarkan
fakta-fakta hukum tersebut diatas. Terdakwa dapat dinyatakan telah
melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya. Menimbang, bahwa
51
Terdakwa telah didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan tunggal
sebagaimana diatur dalam Pasal 351 ayat (1) KUHP, yang unsur-unsurnya
adalah sebagai berikut:
a. Unsur Barang Siapa
Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan “barang siapa” adalah setiap
orang atau siapa saja yang menjadi subjek hukum yang dalam keadaan sehat
jasmani dan rohaninya, dapat dipertanggung jawabkan atas perbuatannya.
Menimbang, bahwa dalam perkara ini telah diajukan ke persidangan
seorang terdakwa bernama Mahbudi als Budi Bin Sambas Wijaya yang
didakwa telah melakukan tindak pidana dan para Terdakwa tersebut telah
membenarkan identitas dirinya sebagaimana termuat dalam dakwaan
Penuntut Umum, maka orang yang dimaksud dalam perkara ini adalah benar
ditujukan kepada Terdakwa tersebut di atas, sehingga tidak salah orang (error
in persona).
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Majelis
Hakim berpendapat unsur “barang siapa” telah terpenuhi.
b. Telah Melakukan Penganiayaan
Menimbang, bahwa tentang penganiayaan, undang-undang tidak
memberikan pengertian apa yang dimaksud dengan penganiayaan tersebut.
Menurut yurisprudensi, penganiayaan diartikan sebagai : “sengaja
menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit, atau luka pada
orang lain”.
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap
dipersidangan dan keterangan saksi-saksi maupun keterangan Terdakwa
bahwa pada hari Sabtu tanggal 17 Maret 2018 terdakwa sebagai Danru
keamanan Proyek Zuria Tower mengecek kemanan proyek serta anggota
keamanan yang bertugas yaitu saksi korban Faisal, saksi Okta dan saksi
Samsuri dan setelah melihat anggota lengkap kemudian terdakwa menuju
warung yang berada di belakang proyek lalu ketika terdakwa sedang berada
di warung tersebut pemilik warung menyampaikan jika anak buah terdakwa
52
yaitu saksi Korban Faisal memilik hutang sebesar Rp. 500.000,-. setelah
mendengar hal tersebut kemudian terdakwa mengirimkan pesan melalui
Whatsapp kepada saksi korban Faisal untuk mengabarkan perihal hutang di
warung sambil berjalan pulang kerumah, sesampainya dirumah, terdakwa
yang membaca pesan Whatsapp dari saksi korban Faisal merasa emosi,
kemudian terdakwa mengambil celurit lalu diselipkan dipinggang depan dan
berjalan keluar rumah untuk menemui saksi korban Faisal kemudian sekitar
jam 15.40 wib ketika saksi korban Faisal berjalan kearah pos 2 terdakwa
menghampiri saksi korban Faisal lalu mengatakan "tadi elu ngomong apa
mati lu" sambil mengeluarkan celurit dari selipan celana bagian depan dengan
tangan kiri dan diarahkan kepada saksi korban akan tetapi saksi korban Faisal
menangkis serangan terdakwa dengan tangan kanannya, lalu saksi korban
yang merasa takut bergerak mundur dan terdakwa terus mendekati saksi
korban Faisal memukul dengan menggunakan tangan kanannya hingga
mengenai muka saksi korban Faisal, kemudian saksi korban Faisal terus
melangkah mundur ke belakang namun kaki saksi korban Faisal tersandung
pembatas taman sehingga saksi korban terjatuh kemudian terdakwa langsung
menginjak kepala saksi korban Faisal hingga menyebabkan kepala saksi
korban faisal membentur hydrant dan ketika terdakwa akan melakukan
penyerangan lagi langsung dipisahkan oleh saksi Samsuri yang melihat
kejadian tersebut.
Menimbang, bahwa berdasarkan Visum Et Repertum Nomor .
2018/03/17/VET/JP/016 Rumah Sakit Umum Daerah Jatipadang tanggal 30
April 2018 atas nama Faisal Zulkarnain diperoleh kesimpulan pada
pemeriksaan korban seorang laki-laki usia dua puluh lima tahun ditemukan
benjolan di kepala bagian samping dan luka gores di jari keempat tangan
kanan disertai memar, cedera tersebut disebabkan karena pemukulan dan
benda tajam.
Menimbang, bahwa dengan demikian Majelis berpendapat unsur Pasal
351 ayat (1) KUHP, sebagaimana dakwaan Subsidair telah terpenuhi oleh
perbuatan terdakwa;
53
Menimbang, bahwa Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana
sebagaimana dakwaan Subsidair, dan selama proses persidangan berlangsung,
di dalam diri Terdakwa tersebut tidak ditemukan adanya alasan penghapus
pidana, baik alasan pembenar ataupun alasan pemaaf, maka Majelis
berpendapat bahwa perbuatan Terdakwa tersebut haruslah dipertanggung
jawabkan kepada Terdakwa.
Menimbang, bahwa oleh karena itu, terhadap Terdakwa tersebut haruslah
dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana penganiayaan sebagaimana dakwaan tunggal, dan berdasarkan
ketentuan pasal 193 ayat (1) KUHAP, kepada Terdakwa tersebut harus
dijatuhi pidana.
Menimbang, bahwa dalam menentukan jenis pidana yang harus dijalani
Terdakwa, maka Majelis juga mempertimbangan tentang tujuan pemidanaan
bagi Terdakwa, yaitu bahwa pemidanaan bagi pelaku tindak pidana adalah
lebih untuk mencegah dilakukannya pengulangan tindak pidana, dan
utamanya untuk mengadakan koreksi terhadap tingkah laku pelakunya.
Menimbang, bahwa terhadap pembelaan Terdakwa, Majelis Hakim
hanya akan mempertimbangkan sebagai hal-hal yang meringankan.
Menimbang, bahwa dalam perkara ini terhadap Terdakwa telah
dikenakan penangkapan dan penahanan yang sah, maka masa penangkapan
dan penahanan tersebut harus dikurangkan seluruhnya dari pidana yang
dijatuhkan;
Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa ditahan dan penahanan
terhadap Terdakwa dilandasi alasan yang cukup, maka perlu ditetapkan agar
Terdakwa tetap berada dalam tahanan.
Menimbang, bahwa untuk menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa, maka
perlu dipertimbangkan terlebih dahulu keadaan yang memberatkan dan yang
meringankan terdakwa antara lain sebagai berikut:
1) Perbuatan Terdakwa menyebabkan saksi korban Faisal luka luka; Keadaan
yang meringankan.
2) Pertimbangan hakim yang meringankan hukuman.
54
3) Terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya.
4) Terdakwa belum pernah dihukum.
5) Terdakwa bersikap sopan selama di persidangan.
Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa dijatuhi pidana maka haruslah
dibebani pula untuk membayar biaya perkara; Memperhatikan, Pasal 351
dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana serta
peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan.
C. Amar Putusan Hakim Nomor : 713/Pid.B/2018/Pn Jkt.Sel
1) Menyatakan Terdakwa Mahbudi alias Budi bin Sambas Wijaya
tersebut di atas telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana" Penganiayaan".
2) Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut oleh karena itu dengan
pidana penjara selama 8(delapan) bulan.
3) Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
4) Memerintahkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan.
5) Menyatakan barang bukti berupa: NIHIL.
6) Membebankan Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.
2.000,-(dua ribu rupiah); Demikianlah diputuskan dalam sidang
permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,
pada hari Rabu, tanggal 15 Agustus 2018.
D. Analisis Putusan Hakim Menurut Hukum Pidana Islam Dan Hukum
Pidana Positif
Syariat Islam diturunkan oleh Allah SWT, untuk kemaslahatan hidup
manusia, baik yang menyangkut kehidupan pribadi maupun kehidupan
bermasyarakat. Nyawa seseorang adalah mahal, karena itu harus dijaga dan
dilindungi. Ketentuan hukum qishash, mempunyai relevansi kuat dalam upaya
menlindungi manusia, sehingga para pelaku kriminal timbul kejeraan, lantaran
55
harus menanggung beban yang bakal menimpa dirinya jika ia melakukanya.72
Perkara 713/Pid.B/2018/Pn Jkt.Sel majelis hakim memutuskan bahwa
terdakwa dinyatakan bersalah telah melakukan tindak pidana penganiayaan
sebagaimana diatur dalam pasal 351 KUHP. Dalam keputusan tersebut majelis
hakim memutus berdasarkan bukti yang dihadirkan jaksa penuntut umum. Butki
yang dihadirkan adalah keterangan dari saksi-saksi adcharge. Sebagaimana
ketentuan dalam pasal 183 KUHAP dimana seorang hakim tidak boleh
memutuskan pidana kecuali dengan 2 alat bukti yang sah dan dengan keyakinan
hakim bahwa suatu tidak pidana telah terjadi. Sedangakan dalam ketentuan pasal
184 KUHAP menyebutkan tentang jenis-jenis alat bukti yang sah, pada huruf a
menyebutkan bahwa bukti yang sah adalah keterangan saksi, dan pada huruf e
menyebutkan bahwa keterangan terdakwa juga dapat dijadikan alat bukti yang
sah. Dalam persidangan dihadirkan kesaksian yang menerangkan sebagai berikut
a. Saksi SAMSURIZAL als SAMSURI bin H. MUHIDIN MUSA dibawah
sumpah pada pokoknya menerangkan sebagai berikut:
1) Bahwa saksi pernah diperiksa oleh Penyidik Kepolisian dan keterangan
yang saksi berikan dan tertuang didalam BAP tersebut adalah benar ;-
Bahwa benar pada hari Sabtu tanggal 17 Maret 2018 sekitar pukul 15.40
wib sewaktu saksi jaga di depan ruang cctv / control room mendengar
suara teriakan, kemudian saksi menoleh kebelakang ternyata ada yang
ribut terlihat antara saksi FAISAL ZULKARNAIN selaku anggota
security dengan terdakwa MAHBUDI als BUDI selaku Danru Security.
2) Bahwa benar Saksi melihat hal tersebut dari jarak sekitar 20 meter, saat
itu saksi lihat terdakwa MAHBUDI menenteng clurit ditangan kiri,
sedangkan tangan kanannya melakukan pemukulan kepada saksi
FAISAL kebagian wajahnya sehingga tubuh saksi FAISAL terdorong
kebelakang dan kakinya tersandung pembatas taman membuat tubuhnya
terjatuh, setelah terjatuh terdakwa MAHBUDI als BUDI menginjak
kepala bagian kiri sehingga kepala bagian kanannya terbentur membentur
72
Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam Cetakan ke-3, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), h. 35.
56
hydrant, melihat hal tersebut saksi melerai / memisahkan keduanya
dengan menyuruh saksi FAISAL ke pos 1 / depan dan terdakwa
MAHBUDI als BUDI ke pos belakang dengan saksi iringi mengingat
saat itu terdakwa MAHBUDI membawa clurit.
3) Bahwa benar saat dipos belakang saksi tanyakan kepada terdakwa
MAHBUDI kenapa hal tersebut bisa terjadi ? dijawab terdakwa
MAHBUDI als BUDI, gw ditegur sama warung karena saksi FAISAL
punya hutang, terus terdakwa sampein ke saksi FAISAL, saksi FAISAL
malah ngomong enggak - enggak, mendengar hal itu saksi menghentikan
jawaban terdakwa mahbudi als BUDI, selanjutnya saksi pergi kedepan /
pos 1 menemui saksi FAISAL saksi tanyakan ke saksi FAISAL ada apa ?
dijawab saksi FAISAL masalah hutang diwarung, dan saat itu saksi
melihat ada luka ditangan kanannya dibagian punggung tangannya, saksi
lihat wajahnya yang terkena pukulan tidak ada luka, dan kepalanya yang
di injak juga tidak ada luka. Selesai dari itu saksi kembali ke tempat saksi
jaga.
4) Bahwa benar saat kejadian terdakwa MAHBUDI langsung meminta maaf
kepada saksi FAISAL.
5) Terhadap keterangan saksi, Terdakwa membenarkannya.
b. Saksi FAISAL ZULKARNAIN yang dibacakan di persidangan pada
pokoknya sebagai berikut:
1) Bahwa benar pada hari Sabtu tanggal 17 Maret 2018 sekitar pukul 15.40
wib sewaktu saksi jaga di pos 1 atau depan saksi mendapat WA dari
terdakwa MAHBUDI selaku DANRU atau yang dituakan di shif saja isi
wa tersebut yaitu.
Mahbudi: Woy barusan hutang lu ditagih Lima ratus ribu lebih, parah lu
jadi gw yang ditagih
Faizal : Udah dibilangin bulan ini biar gw lunasin semua, gak ada urusan
sama elu, itu utang gw entar gw bayar pasti lunas.
Mahbudi : ada monyet gw DANRU jadi tanggung jawab kalau elu ada
57
tagihan di sini.
Faizal : Kalau ngomong pakai otak, jangan ngatain orang begitu kalau
gak mau dikatain
2) Bahwa benar pada saat saksi dijalan arah ke pos 2 saksi dihampiri oleh
terdakwa MAHBUDI dan mengatakan "tadi elu ngomong apa mati lu"
sambil mengeluarkan clurit dari selipan celana depan kemudian clurit
dipegang dengan tangan kiri dan diarahkan kepada saksi, namun saksi
tangkis dengan punggung tangan kanan saksi, karena takut saksi bergerak
mundur, terdakwa MAHBUDI mendekati saksi dan memukul dengan
tangan kanannya ke arah muka saksi namun saksi tangkis lagi dengan
tangan kiri tapi tetap saja mengenai wajah saksi, lalu saksi mundur
kebelakang lagi dan kaki saksi tersandung pembatas taman membuat
badan saksi tidak seimbang / goyang lalu leher saksi ditarik dengan
tangan kanan dan terjatuh ke area taman, setelah itu terdakwa
MAHBUDI menginjak kepala saksi sebelah kiri sehingga kepala sebelah
kanan saksi membentur pembuka/ penutup hydrant, dan saat akan
melakukan penyerangan lagi terdakwa MAHBUDI ditarik oleh teman
saksi yang bernama saksi SAMSURI.
3) Bahwa benar selanjutnya saksi berlari ke pos 1 depan, saat itu saksi
melihat tangan kanan saksi memar membiru dan saksi pegang kepala
sebelah kanan benjol.
4) Terhadap keterangan saksi, Terdakwa membenarkannya.
Dalam memutus perkara tersebut, majelis hakim menilai secara subjektif
kepada terdakwa dalam persidangan. Sehingga dalam penilaian tersebutlah
hakim mempertimbangkan amar putusan untuk memperberat atau
meringankan hukuman. Adapun hal-hal yang meringankan dan memberatkan
terdakwa antara lain sebagai berikut:
1) Perbuatan Terdakwa menyebabkan saksi korban Faisal luka luka;
Keadaan yang meringankan.
2) Terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya.
58
3) Terdakwa belum pernah dihukum.
4) Terdakwa bersikap sopan selama di persidangan.
Sehingga dalam pertimbangan tersebut majelishakim memberikan
putusan sebagaiberikut:
1) Amar putusan hakim Menyatakan Terdakwa Mahbudi alias Budi bin
Sambas Wijaya tersebut di atas telah terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana" Penganiayaan".
2) Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut oleh karena itu dengan
pidana penjara selama 8(delapan) bulan.
3) Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
4) Memerintahkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan.
5) Menyatakan barang bukti berupa: NIHIL.
6) Membebankan Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.
2.000,-(dua ribu rupiah); Demikianlah diputuskan dalam sidang
permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,
pada hari Rabu, tanggal 15 Agustus 2018.
Penulis dalam hal ini tidak sependapat dengan amar putusan yang
dilakukan oleh majelis hakim, ketidak sepakatan tersebut penulis lihat
pertimbangan sebagai pertimbangan peringan tidak melihat unsur permaafan
dari keduabelah pihak. Dari keterangan yang diberikan oleh Samsurizal
menyatakan bahwa terdakwa minta maaf setelah melakukan tindakan tersebut
kepada korban. Itu artinya sudah ada upaya penyelesaian sescara
kekeluargaan yang dilakukan oleh keduabelah bihak. Dari keterangan ini
penulis menganalisis bahwa seharusnya hal ini menjadi bahan pertmbangan
hakim dalam memutus perkara. Akan tetapi dalam pertimbangan hal-hal yang
meringankan tidak disebutkan hal tersebut. Justru menurut penulis unsur
pemaafaan ini lah yang harus dilihat oleh hakim sebagai bahan pertimbangan
matang untuk meringankan hukuman bagi terdakwa.
59
Secara toritis dalam hukum Islam unsur pemaafan dari pihak korban
sangat dipertimbangkan dalam hal pertimbangan pengampunan atau
perubahan hukuman dari pidana menjadi perdata. Sebagaimana firman Allah
subahanahuataala berfirman dalam Q.s Al-baqoroh ayat 178:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash
berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang
merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka
Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah
(yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang
diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang
baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan
suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya
siksa yang sangat pedih.”
Dari aspek hukum Islam ini lah menurut penulis majelis hakim atau
semua aparatur humkum mempertimbangkannya. Dimana aspek yang
harusnya di utamakan oleh penegak hukum adalah kembalinya kerugian yang
dialami oleh korban penganiayaan. Berbeda dengan ketika si pelaku hanya
dihukum pidana pemenjaraan akan tetapi kerugian si korban tidak
dikembalikan. Hal ini dalam islam dikenal istilah diat yaitu pengalihan pidana
dengan denda yang dikenakan pada pelaku tindak pidana.
Islam secara khusus membahas tentang diat/ pengembalian kerugian
secara perdata sebagaimana keterangan berikut. Al-Kharishah, yaitu pelukaan
atas kulit, tetapi tidak sampai mengeluarkan darah, maka diatnya adalah
60
hukumah atau ganti rugi yang tidak tertentu.
Sebagaimana dalam Nomor : 713/Pid.B/2018/PN JKT.SEL dimana
korban mengalami kerugian berupa memar dikepala, maka jika melihat
ketentuan pada hukum Islam, pelaku dalam kasus itu tidak harus dikanai
hukuman pidana akan tetapi bisa dialihkan dengan hukuman denda (diyat)
untuk mengembalikan kerugian dari pihak korban.
61
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Faktor pelaku melakukan tindak pidana penganiayaan pada kasus yang
terjadi dalam putusan Nomor : 713/Pid.B/2018/PN JKT.SEL adalah Yang
pertama pelaku mahbudi alias budi adalah komandan regu dari korban
yang bekerja sebagai keamanan pada area proyek di zuria tower. Faktor
yang kedua adalah terdakwa mahbudi alias budi merasa tersinggung
karena ditagih hutang milik anak buahnya faisal zulkarnain (korban).
Kemudia faktor yang ketiga adalah bahwa korban faisal zulkarnain ketika
ditegur melalui akun whatsapp oleh terfakwa mahbudi dianggap tidak
sopan kepada terdakwa yang berkedudukan sebagai komandan dari korban
faisal zulkarnain. Sehingga karena faktor-faktor tersebutlah kemudian
pelaku melakukan penganiayaan terhadap korban. Faktor internal adalah
faktor yang berasal dari dalam diri si pelaku, yaitu faktor emosi dan kesal
yang kurang dikendalikan oleh si plekau, sehingga terjadilah sebuah
penganiayaan yang dilakukan si pelaku terhadap korban. Sedangkan faktor
eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri pelaku yaitu faktor
keadaan yang membuat si pelaku kesal.
2. Pertimbangan hukum bagi majelis hakim pada kasusu Nomor:
713/Pid.B/2018/PN JKT.SEL dengan memutuskan bahwa terdakwa telah
secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 351 KUHP tentang
penganiayaan. Hakim dalam memutus perkara tersebut dengan melihat
bukuti-bukti dan keterangan saksi yang dihadirkan maka terdakwa
mahbudi alias budi secara logika hukum memang terbukti melakuan
tindak pidana kekerasan terhadap korban faisal zulkarnain. Akantetapi
dalam analisa penulis menganggap bahwa keputusan yang dilakukan oleh
majelishakim tidak melihat unsur peringan secara keseluruhan, yaitu unsur
pemaafan yang dilakukan oleh pihak korban Faisal Zulkarnain. Sehingga
ketika memang majelis hakim melihat unsur perdamaian dan pemaafan
62
yang telah terjadi antara pihak yang menjadi korban dan pelaku
seharusnya terdakwa tidak sampai dipidana selama 8 bulan seperti yang
telah diamarkan oleh majelis hakim. Tentu dalam kasus ini unsur
pemaafan ini mampu menjadikan majelis hakim memutus hukuman bagi
terdakwa lebih ringan. Sehingga dalam hal ini penulis tidak sepakat
dengan keputusan majelis hakim yang memutus pidana 8 bulan kepada
terdakwa.
B. Rekomendasi
1. Kepada penegak hukum berdasarkan pengamatan penulis terhadap putusan
Nomor: 713/Pid.B/2018/PN JKT.SEL, untuk lebih memperhatikan unsur
pemaafan yang diberikan oleh korban sehingga hukuman kepada terdakwa
lebih ringan. Penulis berharap dengan hasil karnya ini bisa menambah
khazanah ilmu dalam pengetahuan hukum khususnya dalam hukum
pidana. Dan bisa berkontribusi pada penegakan hukum yang lebih
berkeadilan bagi seluruh masyarakat.
2. Kepada aparatur penegak hukum, baik kepolisian atau kejaksaan kiraya
mempertimbangkan unsur-unsur perdamaian yang telah dilakukan dan
unsur pemaafan dari pihak korban, kiranya melihat aspek keadilan bagi
seluruh pihak yang berpekara.
63
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Fahmi Muhammad dan Jenal Aripin. Metode Penelitian Hukum. Ciputat:
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.
Ali, Zainudin. Hukum Islam: Pengantar Hukum Islam di Indonesia Cetakan ke-4.
Jakarta:Sinar Grafika, 2013.
-------. Hukum Pidana Islam Cetakan ke-3. Jakarta: Sinar Grafika, 2012.
-------. Metode Penelitian hokum. Jakarta: Sinar Grafika, 2009.
Amiruddin dan Zaenal Arsikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT
Raja Grafindo Prasada, 2004.
Anwar, Yesmil. Kriminologi. Bandung: PT.Refika Aditama.
Bassar, M. Sudrajat. Tindak-Tindak Pidana Tertentu di dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana. Bandung: Remadja Karya CV, 1984.
Chazawi, Adami. Kejahatan Terhadap Tubuh & Nyawa. Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2007.
Gunadi, Ismu dan Jonaedi Effendi. Cepat Dan Mudah Memahami Hukum Pidana
Cetakan ke-1. Jakarta: Kencana, 2014.
Hamzah, Andi. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: PT Pradya Paramita, 1997.
------. Terminologi Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika, 2009.
Hanafi, Ahmad. Asas-asas Hukum pidana islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1993.
------. Asas-asas Hukum pidana islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1993.
Huda, Chairul. Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada
Pertanggung Jawaban Pidana Tanpa Kesalahan cet ke-1. Jakarta:
Prenadamedia Group, 2006.
Irfan, M. Nurul. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika, 2016.
Irfan, Nurul dan Masyrofah. Fiqih Jinayah cetakan ke-3. Jakarta:Amzah 2015.
Kartanegara, Satochid. Hukum Pidana Bagian Pertama. Jakarta: Balai Lektur
Mahasiswa, 1955.
Lamintang, P.A.F & Theo Lamintang. Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh, &
Kesehatan. Jakarta: Sinar Grafika, 2010.
----- & Theo lamitang. Delik-delik khusus kejatan terhadap nyawa, tubuh, &
kesehatan. Jakarta: Sinargrafika, 2012.
Muhammad, Ahsin Sakho. Ensklopedia Hukum Pidana Islam. Jakarta: Kharisma
Ilmu, 2008.
Muslich, Ahmad Wardi. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika, 2005.
------. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika, 2016.
------. Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, Fikh Jinayah Cetakan ke-2. Jakarta:
Sinar Grafika, 2006.
------. Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika, 2004.
Najih, Mokhammad dan Soimin. Pengantar Hukum Indonesia: Sejarah, Konsep Tata
Hukum dan Politik Hukum Indonesia. Malang: Setara Press, 2014.
Sabiq, Sayyid. Fiqh As-Sunnah.
Sianturi, S.R. Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapanya. Jakarta:
Alumni Aheam-Petehaem, 1996.
Suharto. Hukum Pidana Materi. Jakarta: Sinar Grafika, 2002.
Zuhaili, Wahbah. Al-Fiqhu As Syafi‟I Al-Muyassar. Beirut: Darul Fikr, 2
Peraturan Perundang Undangan :
Undang-Undang No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negera Republik Indonesia.
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 8 Tahun 2009 tentang
Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan
Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pelaksanaan Koodinasi,
Pengawasan, dan Pembinaan Teknis Terhadap Kepolisian Khusus, Penyidik
Pegawai Negeri Sipil, dan Bentuk-Bentuk Pengamanan Swakarsa.
Putusan Pengandilan :
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomer 713/Pid.B/2018/PN.Jkt..sel
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
P U T U S A N
Nomor 713/Pid.B/2018/PN JKT.SEL
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mengadili perkara pidana
dengan acara pemeriksaan biasa dalam tingkat pertama menjatuhkan putusan
sebagai berikut dalam perkara Terdakwa :
1. Nama lengkap : Mahbudi als Budi Bin Sambas Wijaya
2. Tempat lahir : Jakarta
3. Umur/Tanggal lahir : 44 Tahun /24 Juli 1974
4. Jenis kelamin : Laki-laki
5. Kebangsaan : Indonesia
6. Tempat tinggal : Jl. Mujair Raya Rt. 001/008 Kel. Jatipadang,
Kec. Pasar Minggu, Jakarta Selatan
7. Agama : Islam
8. Pekerjaan : Tidak Bekerja
Terdakwa Mahbudi als Budi Bin Sambas Wijaya ditahan dalam tahanan rutan
oleh:
1. Penyidik sejak tanggal 21 April 2018 sampai dengan tanggal 10 Mei 2018
2. Penyidik Perpanjangan Oleh Penuntut Umum sejak tanggal 11 Mei 2018
sampai dengan tanggal 19 Juni 2018
3. Penuntut Umum sejak tanggal 25 Mei 2018 sampai dengan tanggal 13 Juni
2018
4. Hakim Pengadilan Negeri sejak tanggal 31 Mei 2018 sampai dengan tanggal
29 Juni 2018
5. Hakim Pengadilan Negeri Perpanjangan Pertama Oleh Ketua Pengadilan
Negeri sejak tanggal 30 Juni 2018 sampai dengan tanggal 28 Agustus 2018
Terdakwa menghadap sendiri;
Pengadilan Negeri tersebut;
Setelah membaca:
- Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor
713/Pid.B/2018/PN JKT.SEL tanggal 31 Mei 2018 tentang penunjukan Majelis
Hakim;
- Penetapan Majelis Hakim Nomor 713/Pid.B/2018/PN JKT.SEL tanggal 7
Juni 2018 tentang penetapan hari sidang;
- Berkas perkara dan surat-surat lain yang bersangkutan;
Halaman 1 dari 11 Putusan Nomor 713/Pid.B/2018/PN JKT.SEL
Pid.I.A.3
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Setelah mendengar keterangan Saksi-saksi, dan Terdakwa serta
memperhatikan bukti surat yang diajukan di persidangan;
Setelah mendengar pembacaan tuntutan pidana yang diajukan oleh
Penuntut Umum yang pada pokoknya sebagai berikut:
1. Menyatakan Terdakwa MAHBUDI als BUDI bin SAMBAS WIJAYA
secara sah dan menyakinkan terbukti bersalah melakukan tindak pidana
"melakukan penganiayaan" sebagaimana dalam dakwaan melanggar
Pasal 351 ayat(1) KUHP.
2. Menghukum Terdakwa untuk menjalani pidana penjara selama 1 (satu)
Tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam masa tahanan;
3. Menetapkan supaya Terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp
2.000,- (dua ribu rupiah).
Setelah mendengar permohonan Terdakwa yang pada pokoknya
menyatakan hanya memohon keringanan hukuman ;
Setelah mendengar tanggapan Penuntut Umum terhadap pembelaan
Terdakwa yang pada pokoknya tetap pada tuntutannya ;
Setelah mendengar Tanggapan Terdakwa terhadap tanggapan
Penuntut Umum yang pada pokoknya tetap pada permohonanya ;
Menimbang, bahwa Terdakwa diajukan ke persidangan oleh Penuntut
Umum didakwa berdasarkan surat dakwaan sebagai berikut:
D A K W A A N :
---------- Bahwa Terdakwa MAHBUDI als BUDI bin SAMBAS WIJAYA pada hari
Sabtu tanggal 17 Maret 2018 sekitar jam 15.40 Wib atau setidak-tidaknya pada
waktu lain dalam bulan Maret tahun 2018, bertempat di Area Proyek Zuria Tower
Jl. Mujair Raya Rt. 001/008 Kel. Jatipadang, Kec. Pasar Minggu, Jakarta
Selatan, atau setidak-tidaknya di suatu tempat lain yang masih termasuk dalam
daerah hukum Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, melakukan penganiayaan,
yang dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut : --------------------------------
- Bahwa pada hari Sabtu tanggal 17 Maret 2018 terdakwa sebagai Danru
keamanan Proyek Zuria Tower mengecek kemanan proyek serta anggota
keamanan yang bertugas yaitu saksi korban Faisal, saksi Okta dan saksi
Samsuri dan setelah melihat anggota lengkap kemudian terdakwa
menuju warung yang berada di belakang proyek lalu ketika terdakwa
sedang berada di warung tersebut pemilik warung menyampaikan jika
anak buah terdakwa yaitu saksi Korban Faisal memilik hutang sebesar
Rp. 500.000,-. setelah mendengar hal tersebut kemudian terdakwa
Halaman 2 dari 11 Putusan Nomor 713/Pid.B/2018/PN JKT.SEL
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
mengirimkan pesan melalui Whatsapp kepada saksi korban Faisal untuk
mengabarkan perihal hutang di warung sambil berjalan pulang kerumah.
- Bahwa sesampainya dirumah, terdakwa yang membaca pesan
Whatsapp dari saksi korban Faisal merasa emosi, kemudian terdakwa
mengambil celurit lalu diselipkan dipinggang depan dan berjalan keluar
rumah untuk menemui saksi korban Faisal kemudian sekitar jam 15.40
wib ketika saksi korban Faisal berjalan kearah pos 2 terdakwa
menghampiri saksi korban Faisal lalu mengatakan “tadi elu ngomong apa
mati lu” sambil mengeluarkan celurit dari selipan celana bagian depan
dengan tangan kiri dan diarahkan kepada saksi korban akan tetapi saksi
korban Faisal menangkis serangan terdakwa dengan tangan kanannya,
lalu saksi korban yang merasa takut bergerak mundur dan terdakwa terus
mendekati saksi korban Faisal memukul dengan menggunakan tangan
kanannya hingga mengenai muka saksi korban Faisal, kemudian saksi
korban Faisal terus melangkah mundur ke belakang namun kaki saksi
korban Faisal tersandung pembatas taman sehingga saksi korban
terjatuh kemudian terdakwa langsung menginjak kepala saksi korban
Faisal hingga menyebabkan kepala saksi korban faisal membentur
hydrant dan ketika terdakwa akan melakukan penyerangan lagi langsung
dipisahkan oleh saksi Samsuri yang melihat kejadian tersebut.
- Bahwa berdasarkan Visum Et Repertum Nomor :
2018/03/17/VET/JP/016 Rumah Sakit Umum Daerah Jatipadang tanggal
30 April 2018 atas nama Faisal Zulkarnain diperoleh kesimpulan pada
pemeriksaan korban seorang laki-laki usia dua puluh lima tahun
ditemukan benjolan di kepala bagian samping dan luka gores di jari
keempat tangan kanan disertai memar, cedera tersebut disebabkan
karena pemukulan dan benda tajam.
---------- Bahwa perbuatan terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam
pidana menurut ketentuan Pasal 351 ayat (1) KUHP.
Menimbang, bahwa terhadap dakwaan Penuntut Umum, Terdakwa tidak
mengajukan keberatan / eksepsi ;
Menimbang, bahwa untuk membuktikan dakwaannya Penuntut Umum
telah mengajukan Saksi-saksi sebagai berikut:
1. Saksi SAMSURIZAL als SAMSURI bin H. MUHIDIN MUSA dibawah
sumpah pada pokoknya menerangkan sebagai berikut:
Halaman 3 dari 11 Putusan Nomor 713/Pid.B/2018/PN JKT.SEL
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
- Bahwa saksi pernah diperiksa oleh Penyidik Kepolisian dan keterangan
yang saksi berikan dan tertuang didalam BAP tersebut adalah benar ;
- Bahwa benar pada hari Sabtu tanggal 17 Maret 2018 sekitar pukul
15.40 wib sewaktu saksi jaga di depan ruang cctv / control room mendengar
suara teriakan, kemudian saksi menoleh kebelakang ternyata ada yang ribut
terlihat antara saksi FAISAL ZULKARNAIN selaku anggota security dengan
terdakwa MAHBUDI als BUDI selaku Danru Security
- Bahwa benar Saksi melihat hal tersebut dari jarak sekitar 20 meter, saat
itu saksi lihat terdakwa MAHBUDI menenteng clurit ditangan kiri, sedangkan
tangan kanannya melakukan pemukulan kepada saksi FAISAL kebagian
wajahnya sehingga tubuh saksi FAISAL terdorong kebelakang dan kakinya
tersandung pembatas taman membuat tubuhnya terjatuh, setelah terjatuh
terdakwa MAHBUDI als BUDI menginjak kepala bagian kiri sehingga kepala
bagian kanannya terbentur membentur hydrant, melihat hal tersebut saksi
melerai / memisahkan keduanya dengan menyuruh saksi FAISAL ke pos 1 /
depan dan terdakwa MAHBUDI als BUDI ke pos belakang dengan saksi iringi
mengingat saat itu terdakwa MAHBUDI membawa clurit ;
- Bahwa benar saat dipos belakang saksi tanyakan kepada terdakwa
MAHBUDI kenapa hal tersebut bisa terjadi ? dijawab terdakwa MAHBUDI als
BUDI, gw ditegur sama warung karena saksi FAISAL punya hutang, terus
terdakwa sampein ke saksi FAISAL, saksi FAISAL malah ngomong enggak -
enggak, mendengar hal itu saksi menghentikan jawaban terdakwa mahbudi
als BUDI, selanjutnya saksi pergi kedepan / pos 1 menemui saksi FAISAL
saksi tanyakan ke saksi FAISAL ada apa ? dijawab saksi FAISAL masalah
hutang diwarung, dan saat itu saksi melihat ada luka ditangan kanannya
dibagian punggung tangannya, saksi lihat wajahnya yang terkena pukulan
tidak ada luka, dan kepalanya yang di injak juga tidak ada luka. Selesai dari
itu saksi kembali ke tempat saksi jaga;
- Bahwa benar saat kejadian terdakwa MAHBUDI langsung meminta
maaf kepada saksi FAISAL
- Terhadap keterangan saksi, Terdakwa membenarkannya ;
2. Saksi FAISAL ZULKARNAIN yang dibacakan di persidangan pada
pokoknya sebagai berikut:
- Bahwa benar pada hari Sabtu tanggal 17 Maret 2018 sekitar pukul
15.40 wib sewaktu saksi jaga di pos 1 atau depan saksi mendapat WA dari
terdakwa MAHBUDI selaku DANRU atau yang dituakan di shif saja isi wa
tersebut yaitu :
Halaman 4 dari 11 Putusan Nomor 713/Pid.B/2018/PN JKT.SEL
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Mahbudi : woy barusan hutang lu ditagih Lima ratus ribu lebih, parah
lu jadi gw yang ditagih
Faizal : Udah dibilangin bulan ini biar gw lunasin semua, gak ada
urusan sama elu, itu utang gw entar gw bayar pasti lunas
Mahbudi : ada monyet gw DANRU jadi tanggung jawab kalau elu ada
tagihan disini
Faizal : Kalau ngomong pakai otak, jangan ngatain orang begitu
kalau gak mau dikatain
- Bahwa benar pada saat saksi dijalan arah ke pos 2 saksi dihampiri oleh
terdakwa MAHBUDI dan mengatakan "tadi elu ngomong apa mati lu" sambil
mengeluarkan clurit dari selipan celana depan kemudian clurit dipegang
dengan tangan kiri dan diarahkan kepada saksi, namun saksi tangkis dengan
punggung tangan kanan saksi, karena takut saksi bergerak mundur, terdakwa
MAHBUDI mendekati saksi dan memukul dengan tangan kanannya ke arah
muka saksi namun saksi tangkis lagi dengan tangan kiri tapi tetap saja
mengenai wajah saksi, lalu saksi mundur kebelakang lagi dan kaki saksi
tersandung pembatas taman membuat badan saksi tidak seimbang / goyang
lalu leher saksi ditarik dengan tangan kanan dan terjatuh ke area taman,
setelah itu terdakwa MAHBUDI menginjak kepala saksi sebelah kiri sehingga
kepala sebelah kanan saksi membentur pembuka / penutup hydrant, dan
saat akan melakukan penyerangan lagi terdakwa MAHBUDI ditarik oleh
teman saksi yang bernama saksi SAMSURI:
- Bahwa benar selanjutnya saksi berlari ke pos 1 depan, saat itu saksi
melihat tangan kanan saksi memar membiru dan saksi pegang kepala
sebelah kanan benjol
- Terhadap keterangan saksi, Terdakwa membenarkannya ;
Menimbang, bahwa Terdakwa tidak mengajukan Saksi yang
meringankan (a de charge) ;
Menimbang, bahwa Terdakwa di persidangan telah memberikan
keterangan yang pada pokoknya sebagai berikut:
- Bahwa Terdakwa pernah memberikan keterangan didepan Penyidik
Kepolisian dan keterangan yang dituangkan dalam BAP tersebut adalah
benar.
- Bahwa benar pada hari Sabtu, tanggal 17 Maret 2018 sekitar pukul
15.40 wib di areal proyek Zuria Tower Jl. Mujair Raya Rt. 011/08 Kel.
Jatipadang Kec. Pasar Minggu Jakarta Selatan, telah terjadi tindak pidana
Halaman 5 dari 11 Putusan Nomor 713/Pid.B/2018/PN JKT.SEL
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
penganiayaan dan yang melakukan perbuatan penganiayaan tersebut adalah
terdakwa seorang diri.
- Bahwa benar penganiayaan yang terdakwa lakukan yaitu memukul dan
menginjak adapun yang menjadi korbannya yaitu saksi FAIZAL
ZULKARNAIN, terdakwa saat itu memukul korban sebanyak 1 kali, bagian
yang terdakwa pukul yaitu kepala;
- Bahwa benar terdakwa juga menginjak korban satu kali yaitu dibagian
kepala atas kejadian tersebut korban mengalami luka dimana terdakwa tidak
memperhatikan, karena setelah itu terdakwa dekati saksi korban tidak melihat
ada yang terluka.
- Bahwa benar alat yang terdakwa gunakan untuk memukul kepala saksi
korban dengan tangan kosong yang digenggam;
- Bahwa benar saat itu terdakwa membawa clurit tetapi tidak
menggunakan.
- Bahwa benar untuk menginjak kepala korban terdakwa menggunakan
kaki kanan dan alasnya sandal warna merah saat itu dalam keadaan sangat
emosi.
- Bahwa benar adapun yang menjadi penyebabnya karena saat itu
terdakwa menyalurkan amanat dari warung di proyek bahwa saksi korban
memiliki hutang lima ratus ribu lebih untuk disampaikan ke saksi korban
namun saksi korban malah ngomongnya kasar "kalau ngomong pakai otak"
hal tersebut membuat terdakwa emosi lalu mendekati saksi korban dan
kemudian melakukan pemukulan terhadap saksi korban FAIZAL.
- Bahwa benar terdakwa sudah meminta maaf langsung kepada saksi
korban FAIZAL
Menimbang, bahwa Penuntut Umum mengajukan alat bukti surat
berupa Visum Et Repertum Nomor : 2018/03/17/VET/JP/016 Rumah Sakit
Umum Daerah Jatipadang tanggal 30 April 2018 atas nama Faisal Zulkarnain
diperoleh kesimpulan pada pemeriksaan korban seorang laki-laki usia dua puluh
lima tahun ditemukan benjolan di kepala bagian samping dan luka gores di jari
keempat tangan kanan disertai memar, cedera tersebut disebabkan karena
pemukulan dan benda tajam.
Menimbang, bahwa berdasarkan alat bukti dan barang bukti yang
diajukan diperoleh fakta-fakta hukum sebagai berikut:
- Bahwa pada hari Sabtu, tanggal 17 Maret 2018 sekitar pukul 15.40 wib
di areal proyek Zuria Tower Jl. Mujair Raya Rt. 011/08 Kel. Jatipadang Kec.
Pasar Minggu Jakarta Selatan, telah terjadi tindak pidana penganiayaan dan
Halaman 6 dari 11 Putusan Nomor 713/Pid.B/2018/PN JKT.SEL
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
yang melakukan perbuatan penganiayaan tersebut adalah terdakwa
seorang diri.
- Bahwa penganiayaan yang terdakwa lakukan yaitu memukul dan
menginjak adapun yang menjadi korbannya yaitu saksi FAIZAL
ZULKARNAIN, terdakwa saat itu memukul korban sebanyak 1 kali, bagian
yang terdakwa pukul yaitu kepala;
- Bahwa terdakwa juga menginjak korban satu kali yaitu dibagian kepala
atas kejadian tersebut korban mengalami luka dimana terdakwa tidak
memperhatikan, karena setelah itu terdakwa dekati saksi korban tidak
melihat ada yang terluka.
- Bahwa alat yang terdakwa gunakan untuk memukul kepala saksi korban
dengan tangan kosong yang digenggam;
- Bahwa saat itu terdakwa membawa clurit tetapi tidak menggunakan.
- Bahwa untuk menginjak kepala korban terdakwa menggunakan kaki
kanan dan alasnya sandal warna merah saat itu dalam keadaan sangat
emosi.
- Bahwa adapun yang menjadi penyebabnya karena saat itu terdakwa
menyalurkan amanat dari warung di proyek bahwa saksi korban memiliki
hutang lima ratus ribu lebih untuk disampaikan ke saksi korban namun saksi
korban malah ngomongnya kasar "kalau ngomong pakai otak" hal tersebut
membuat terdakwa emosi lalu mendekati saksi korban dan kemudian
melakukan pemukulan terhadap saksi korban FAIZAL.
- Bahwa benar terdakwa sudah meminta maaf langsung kepada saksi
korban FAIZAL
Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan
mempertimbangkan apakah berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut diatas,
Terdakwa dapat dinyatakan telah melakukan tindak pidana yang didakwakan
kepadanya;
Menimbang, bahwa Terdakwa telah didakwa oleh Penuntut Umum
dengan dakwaan tunggal sebagaimana diatur dalam Pasal 351 ayat (1) KUHP,
yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut :
1. Barang siapa
2. telah melakukan penganiayaan
Menimbang, bahwa terhadap unsur-unsur tersebut Majelis Hakim
mempertimbangkan sebagai berikut:
Ad.1. Unsur Barang siapa
Halaman 7 dari 11 Putusan Nomor 713/Pid.B/2018/PN JKT.SEL
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan “barang siapa” adalah
setiap orang atau siapa saja yang menjadi subjek hukum yang dalam keadaan
sehat jasmani dan rohaninya, dapat dipertanggung jawabkan atas
perbuatannya.
Menimbang, bahwa dalam perkara ini telah diajukan ke persidangan
seorang terdakwa bernama Mahbudi als Budi Bin Sambas Wijaya yang didakwa
telah melakukan tindak pidana dan para Terdakwa tersebut telah membenarkan
identitas dirinya sebagaimana termuat dalam dakwaan Penuntut Umum, maka
orang yang dimaksud dalam perkara ini adalah benar ditujukan kepada
Terdakwa tersebut di atas, sehingga tidak salah orang (error in persona);
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Majelis
Hakim berpendapat unsur “barang siapa” telah terpenuhi;
Ad.2. telah melakukan penganiayaan
Menimbang, bahwa tentang penganiayaan, undang-undang tidak
memberikan pengertian apa yang dimaksud dengan penganiayaan tersebut.
Menurut yurisprudensi, penganiayaan diartikan sebagai : “sengaja
menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit, atau luka pada
orang lain”;
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap
dipersidangan dan keterangan saksi-saksi maupun keterangan Terdakwa bahwa
pada hari Sabtu tanggal 17 Maret 2018 terdakwa sebagai Danru keamanan
Proyek Zuria Tower mengecek kemanan proyek serta anggota keamanan yang
bertugas yaitu saksi korban Faisal, saksi Okta dan saksi Samsuri dan setelah
melihat anggota lengkap kemudian terdakwa menuju warung yang berada di
belakang proyek lalu ketika terdakwa sedang berada di warung tersebut pemilik
warung menyampaikan jika anak buah terdakwa yaitu saksi Korban Faisal
memilik hutang sebesar Rp. 500.000,-. setelah mendengar hal tersebut
kemudian terdakwa mengirimkan pesan melalui Whatsapp kepada saksi korban
Faisal untuk mengabarkan perihal hutang di warung sambil berjalan pulang
kerumah, sesampainya dirumah, terdakwa yang membaca pesan Whatsapp
dari saksi korban Faisal merasa emosi, kemudian terdakwa mengambil celurit
lalu diselipkan dipinggang depan dan berjalan keluar rumah untuk menemui
saksi korban Faisal kemudian sekitar jam 15.40 wib ketika saksi korban Faisal
berjalan kearah pos 2 terdakwa menghampiri saksi korban Faisal lalu
mengatakan "tadi elu ngomong apa mati lu" sambil mengeluarkan celurit dari
selipan celana bagian depan dengan tangan kiri dan diarahkan kepada saksi
korban akan tetapi saksi korban Faisal menangkis serangan terdakwa dengan
Halaman 8 dari 11 Putusan Nomor 713/Pid.B/2018/PN JKT.SEL
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
tangan kanannya, lalu saksi korban yang merasa takut bergerak mundur dan
terdakwa terus mendekati saksi korban Faisal memukul dengan menggunakan
tangan kanannya hingga mengenai muka saksi korban Faisal, kemudian saksi
korban Faisal terus melangkah mundur ke belakang namun kaki saksi korban
Faisal tersandung pembatas taman sehingga saksi korban terjatuh kemudian
terdakwa langsung menginjak kepala saksi korban Faisal hingga menyebabkan
kepala saksi korban faisal membentur hydrant dan ketika terdakwa akan
melakukan penyerangan lagi langsung dipisahkan oleh saksi Samsuri yang
melihat kejadian tersebut.
Menimbang, bahwa berdasarkan Visum Et Repertum Nomor .
2018/03/17/VET/JP/016 Rumah Sakit Umum Daerah Jatipadang tanggal 30
April 2018 atas nama Faisal Zulkarnain diperoleh kesimpulan pada pemeriksaan
korban seorang laki-laki usia dua puluh lima tahun ditemukan benjolan di kepala
bagian samping dan luka gores di jari keempat tangan kanan disertai memar,
cedera tersebut disebabkan karena pemukulan dan benda tajam.
Menimbang, bahwa dengan demikian Majelis berpendapat unsur Pasal
351 ayat (1) KUHP, sebagaimana dakwaan Subsidair telah terpenuhi oleh
perbuatan terdakwa;
Menimbang, bahwa Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana
sebagaimana dakwaan Subsidair, dan selama proses persidangan berlangsung,
di dalam diri Terdakwa tersebut tidak ditemukan adanya alasan penghapus
pidana, baik alasan pembenar ataupun alasan pemaaf, maka Majelis
berpendapat bahwa perbuatan Terdakwa tersebut haruslah dipertanggung
jawabkan kepada Terdakwa ;
Menimbang, bahwa oleh karena itu, terhadap Terdakwa tersebut
haruslah dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana penganiayaan sebagaimana dakwaan tunggal, dan berdasarkan
ketentuan pasal 193 ayat (1) KUHAP, kepada Terdakwa tersebut harus dijatuhi
pidana ;
Menimbang, bahwa dalam menentukan jenis pidana yang harus dijalani
Terdakwa, maka Majelis juga mempertimbangan tentang tujuan pemidanaan
bagi Terdakwa, yaitu bahwa pemidanaan bagi pelaku tindak pidana adalah lebih
untuk mencegah dilakukannya pengulangan tindak pidana, dan utamanya untuk
mengadakan koreksi terhadap tingkah laku pelakunya;
Menimbang, bahwa terhadap pembelaan Terdakwa, Majelis Hakim
hanya akan mempertimbangkan sebagai hal-hal yang meringankan ;
Halaman 9 dari 11 Putusan Nomor 713/Pid.B/2018/PN JKT.SEL
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa dalam perkara ini terhadap Terdakwa telah
dikenakan penangkapan dan penahanan yang sah, maka masa penangkapan
dan penahanan tersebut harus dikurangkan seluruhnya dari pidana yang
dijatuhkan;
Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa ditahan dan penahanan
terhadap Terdakwa dilandasi alasan yang cukup, maka perlu ditetapkan agar
Terdakwa tetap berada dalam tahanan;
Menimbang, bahwa untuk menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa,
maka perlu dipertimbangkan terlebih dahulu keadaan yang memberatkan dan
yang meringankan Terdakwa;
Keadaan yang memberatkan:
- Perbuatan Terdakwa menyebabkan saksi korban Faisal luka luka;
Keadaan yang meringankan:
- Terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya;
- Terdakwa belum pernah dihukum;
- Terdakwa bersikap sopan selama di persidangan.
Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa dijatuhi pidana maka
haruslah dibebani pula untuk membayar biaya perkara;
Memperhatikan, Pasal 351 dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana serta peraturan perundang-undangan lain yang
bersangkutan;
MENGADILI:
1. Menyatakan Terdakwa Mahbudi alias Budi bin Sambas Wijaya
tersebut di atas telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana" Penganiayaan";
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut oleh karena itu
dengan pidana penjara selama 8(delapan) bulan;
3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan ;
4. Memerintahkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan ;
5. Menyatakan barang bukti berupa: N I H I L ;
6. Membebankan Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.
2.000,-(dua ribu rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam sidang permusyawaratan Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada hari Rabu, tanggal 15 Agustus 2018,
Halaman 10 dari 11 Putusan Nomor 713/Pid.B/2018/PN JKT.SEL
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
oleh kami, Martin Ponto Bidara, S.H.., sebagai Hakim Ketua , Dedy Hermawan,
S.H., M.H. , Indirawati, S.H..MH masing-masing sebagai Hakim Anggota, yang
diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari dan tanggal itu juga oleh
Hakim Ketua dengan didampingi para Hakim Anggota tersebut, dibantu oleh
YUSTITIN, SH, Panitera Pengganti pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,
serta dihadiri oleh Hardiniyanti, S.H., Penuntut Umum dan Terdakwa ;
Hakim Anggota, Hakim Ketua,
Dedy Hermawan, S.H., M.H. Martin Ponto Bidara, S.H..
Indirawati, S.H..MH
Panitera Pengganti,
YUSTITIN, SH
Halaman 11 dari 11 Putusan Nomor 713/Pid.B/2018/PN JKT.SEL
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11
top related