rencana penelitian skripsi
Post on 06-Jun-2015
5.187 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Permasalahan
Sejak dipisahkannya Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dari Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) pada tanggal 1 April 1999, Polri telah banyak melakukan
perubahan. Tidak hanya melakukan perubahan struktur (reformasi) namun juga perubahan
karakter dan perilaku. Perubahan ini merupakan tuntutan demokrasi agar polisi memainkan
peranannya sesuai dengan tugas pokok yang tercantum dalam Pasal 13 Undang-Undang No 2
Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Sejalan bergulirnya era reformasi yang meliputi seluruh daerah di Indonesia maupun instansi,
fungsi-fungsi yang ada termasuk pula POLRI, maka POLRI berupaya membangun kembali jati
dirinya agar menjadikan POLRI sebagai sosok yang memegang tanggung jawab sebagai penegak
hukum, pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat sebagaimana yang telah diamanatkan dalam
TAP MPR RI No. VI/MPR/2000 dan TAP MPR RI No. VII/MPR/2000 serta KEPPRES RI No. 8
Tahun 2000 dimana POLRI berada langsung di bawah presiden. Hal ini memberikan kesempatan
kepada POLRI untuk membangun jati dirinya menjadi POLRI yang profesional dan mandiri.
Di dalam tubuh polri telah diadakan perubahan mendasar di dalam melaksanakan tugas
pokok Polri terutama dalam pencapaian sasaran yang ditentukan. Semuanya ini merupakan
tuntutan dari masyarakat yang terus berkembang seiring perkembangan teknologi dan
pembangunan sumberdaya manusia yang tidak dapat dibendung lagi. Arus informasi dan
komunikasi yang terbentuk oleh kecanggihan teknologi membuat jarak dan waktu tidak ada
artinya, ini berkat kecanggihan teknologi yang telah diciptakan.
1
Semua lini kehidupan maupun semua individu yang ingin maju secara otomatis berusaha
berkembang sejalan dengan perkembangan ini. Di luar kepolisian para pekerja di bidang apa saja
secara global membekali dirinya dengan segala pelatihan dan pendidikan untuk pengembangan
diri. Karena secara yakin dan jelas bisa dikatakan siapa yang tidak menyesuaikan perkembangan
zaman secara perlahan dan pasti akan tergusur oleh alam perkembangan.
Perkembangan diri individu mencakup kecakapan diri untuk bekerja secara produktif
untuk meningkatkan produktifitas tempat dia bekerja. Selain itu juga semua organisasi juga
melakukan perubahan baik dalam meningkatkan produktifitas untuk mencari keuntungan tetapi
lebih dari itu perubahan dalam penentuan cara kerja dan perubahan di dalam pola mencapai
sasaran.
Polri merupakan salah salah satu instansi pemerintahan yang didirikan untuk selain
memelihara keteraturan serta ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, mendeteksi kejahatan
dan mencegah terjadinya kejahatan juga bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Dalam UUD 45 pasal 30 ayat 4 dinyatakan bahwa Kepolisian sebagai alat Negara yang menjaga
keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi,mengayomi,melayani masyarakat
serta menegakkan hukum. Rumusan ini juga terdapat di dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa ”Fungsi kepolisian
adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban
masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.”
(Babinkum,2002:63)
Dengan bergulirnya Reformasi yang berlangsung telah membawa bangsa Indonesia
menuju bangsa Demokratis. Berbagai perubahan terjadi dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat
Indonesia untuk membawa perubahan dari zaman pemerintahan yang otoriter kepada
2
pemerintahan yang lebih demokratis. Dengan perkembangan dinamika kehidupan
masyarakat ,kemajuan teknologi serta perkembangan pembangunan yang dilaksanakan oleh
bangsa Indonesia membuat semakin besarnya harapan masyarakat terhadap peningkatan kinerja
Polri dalam bidang pelayanan kepolisian.
Harapan masyarakat terhadap Polri sesuai dengan visi Polri yaitu terwujudnya postur
Polri yang profesional, bermoral dan modern sebagai pelindung, pengayom dan pelayan
masyarakat yang dipercaya di seluruh wilayah Indonesia. Untuk dapat mewujudkan visi Polri
tersebut maka Polri perlu mengembangkan suatu Program Pemolisian Masyarakat (Community
Policing) yang berbasis pada masyarakat patuh hukum (law abiding citizen) sehingga Polri
senantiasa menampilkan diri sebagai polisi mitra masyarakat dengan pendekatan/kesetaraan dan
setiap anggota polisi mau dan mampu berperan secara aktif melalui upaya dialog yang
komunikatif dan setiap anggota polisi senantiasa berperilaku simpatik yang dapat diterima dan
diteladani oleh setiap warga masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya maupun di lingkungan
masyarakat.
Keberadaan Polri setiap saat di tengah-tengah masyarakat sebagai suatu perwujudan
memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayan kepada masyarakat secara mudah,
tanggap/responsif dan tidak diskriminatif agar masyarakat bebas dari segala bentuk gangguan
fisik dan psikis dalam menjalankan aktifitasnya . Selain itu polisi juga diharapkan dapat
memberikan bimbingan dan penyuluhan yang diharapkan dapat mendorong warga masyarakat
untuk mau berpartisipasi dan memberikan dukungan serta meningkatkan peran serta masyarakat
dalam ikut serta memelihara Kamtibmas dan berpartisipasi dalam pembangunan sesuai kearifan
budaya lokal setempat dengan pendekatan demokrasi dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Oleh karena itu sebagaimana visi Polri maka setiap anggota Polri bertanggung jawab dalam
3
memberikan pelayanan masyarakat sepanjang waktu di seluruh wilayah/daerah dan memfasilitasi
keikutsertaan masyarakat dalam berpartisipasi pembangunan nasional. Di samping itu polisi juga
harus mampu memberikan pelayanan secara profesional, objektif, proporsional, transparan dan
akuntabel (dapat dipertanggungjawabkan) untuk menjamin terlaksananya Good Governance.
Guna dapatnya setiap anggota Polri melaksanakan tugas fungsi, peranan, tanggung jawab dan
kewenangan yang dapat memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat maka polisi juga harus
mampu ikut serta dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dengan pendekatan tata tenteram kerta raharja maka keberadaan Polri
di tengah-tengah kehidupan masyarakat akan dapat terbangunnya kepercayaan masyarakat
terhadap pemerintah di seluruh wilayah Indonesia.
Dengan demikian apabila setiap anggota polisi benar-benar ada kemauan dan
kemampuan untuk melaksanakan reformasi Polri yaitu reformasi di bidang instrumental
(peraturan perundang-undangan), reformasi di bidang struktural (organisasi dan manajemen
Polri) dan reformasi di bidang kultural yaitu perubahan budaya Polri dari pendekatan kekuasaan
menjadi pendekatan pelayanan sehingga Polri dapat mewujudkan kebutuhan dan harapan
masyarakat khususnya keamanan dan ketertiban masyarakat akan merasa aman, tertib serta
diayomi, dilindungi dan dilayani oleh polisi sebagaimana keinginan bersama Polri dan
masyarakat untuk mewujudkan situasi dan kondisi masyarakat madani sebagaimana diamanatkan
dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu Melindungi segenap bangsa Indonesia dan Tanah Air
Indonesia menuju masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera di masa yang akan datang
semoga terwujud.
Keberadaan dan fungsi polisi dalam masyarakat adalah sesuai dengan tuntutan kebutuhan
dalam masyarakat yang bersangkutan untuk adanya pelayanan polisi. Fungsi polisi adalah untuk
4
menjaga agar keamanan dan ketertiban dalam masyarakat yang diharapkan sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai, dan menjaga agar individu, masyarakat, dan negara yang merupakan unsur-
unsur utama dalam proses tidak dirugikan. Menurut Rahardjo :”Sosok Polisi yang ideal di
seluruh dunia adalah polisi yang cocok dengan masyarakat”.
Berdasarkan uraian Rahardjo bahwa dengan prinsip tersebut diatas masyarakat
mengharapkan adanya, perubahan dari polisi yang antagonis (polisi yang tidak peka terhadap
dinamika tersebut dan menjalankan gaya perpolisian yang bertentangan dengan masyarakatnya)
menjadi polisi yang protagonis ( terbuka terhadap dinamika perubahan masyarakat dan bersedia
untuk mengakomodasikannya ke dalam tugas-tugasnya) atau yang cocok dengan masyarakatnya.
Harapan masyarakat kepada polisi adalah sosok polisi yang cocok atau sesuai dari
masyarakatnya dan hal tersebut tidak dapat ditentukan oleh polisi sendiri. Dapat dikatakan
bahwa polisi adalah cerminan dari masyarakatnya, masyarakat yang bobrok jangan berharap
mempunyai polisi yang baik.
Community Policing sebagai alternatif gaya pemolisan saat ini terus dikembangkan di negara
berkembang pada umumnya dan Indonesia pada khususnya. Mengingat bahwa berkembangnya
suatu pemikiran untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat, tidak mungkin mampu
dilakukan oleh aparat kepolisiannya sendiri. Hal ini tentunya didukung oleh berbagai studi, riset,
diskusi, seminar dan proses ilmiah lainnya. Profesor Chan dari University of Sidney (1996),
yang melakukan studi atas pelaksanaan reformasi Kepolisian New South Wales Australia
mengemukakan bahwa “kekurangberhasilan reformasi terjadi karena kekurangpedulian pada
aspek kultural dalam organisasi”. Chan mengintegrasikan konsep P. Bourdieu tentang “field and
habitus” dan konsep S. Sackmann tentang “cultural knowledge in organization” dalam
mengembangkan ide tentang “changing police culture”. Perubahan “field” merupakan pengubah-
5
an “the way of the game”, yang mencakup aspek sosial, politik, ekonomi dan hukum yang
berkaitan dengan masalah kepolisian. Sudah barang tentu, reformasi struktural dan instrumental
merupakan “a necessary condition” dalam melakukan reformasi lembaga pemerintah termasuk
kepolisian. Sementara itu, reformasi kultural merupakan “a sufficient condition” bagi
keberhasilan perjuangan reformasi.
Permasalahan utama yang berkaitan langsung dengan peran Polri sebagai Fungsi
penyelenggara negara dalam pelayanan publik saat ini adalah meningkatnya tuntutan masyarakat
akan kualitas dan kuantitas pelayanan yang diberikan oleh Polri . Hal ini merupakan suatu
kewajaran yaitu seiring dengan kondisi masyarakat saat ini telah terjadi suatu perkembangan
yang sangat dinamis, tingkat kehidupan masyarakat yang semakin baik, dan masyarakat semakin
sadar akan apa yang menjadi hak dan kewajibannya sebagai warga negara dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Dengan demikian masyarakat semakin berani untuk mengajukan tuntutan, keinginan dan
aspirasinya kepada pemerintah. Demikian pula dalam masalah pelayanan publik yang dilakukan
oleh Polri, masyarakat menginginkan suatu pelayanan yang profesional dan berkualitas.
Masyarakat semakin kritis dan semakin berani untuk melakukan kontrol terhadap apa yang
dilakukan oleh Polri.
Dalam kaitannya dengan masalah pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Polri
kepada masyarakat, Polri semakin mendapat kritikan tajam dari berbagai kalangan masyarakat.
Kritik-kritik tersebut muncul karena Polri kurang menjalankan peran utamanya secara optimal
sebagai penyelenggara pelayanan publik. Berkaitan dengan hal tersebut Ermaya Suradinata
(1997:83) mengatakan bahwa “Kalau kita lihat yang terjadi sekarang ini, banyak aparatur
6
pemerintah yang tampaknya semakin jauh dari peran utamanya sebagai pelayan masyarakat, dan
lebih cenderung sebagai penguasa, bahkan minta dilayani masyarakat”
Kurang optimalnya pelayanan pada masyarakat terjadi di berbagai bidang kehidupan
sehari-hari dan banyak dikeluhkan oleh berbagai pihak. Indah Sukmaningsih (2003:34)
mengungkapkan hal tersebut dalam makalahnya. “Hampir segala bentuk layanan yang
disediakan oleh Polri, dalam kehidupan sehari-hari baik itu Pelayanan Reserse, Pelayanan Lalu
Lintas dan Pelayanan Kepolisian lainnya sering berakhir dengan kekecewaan. Banyaknya
keluhan dari berbagai pihak banyak disampaikan melalui media massa”
Oleh karena itu, dalam era globalisasi dan reformasi sekarang, Polri perlu berbenah diri
dan semakin mendekatkan diri kepada masyarakat, sehingga pelayanan yang diberikan menjadi
semakin baik. Seperti yang tertuang dalam Garis-garis Besar Haluan Negara Republik Indonesia
Tahun 1999–2004 menyebutkan bahwa: “Perwujudan aparatur negara yang berfungsi melayani
masyarakat, profesional, berdaya guna, produktif, transparan, bebas dari praktek korupsi, kolusi
dan nepotisme”(Tap MPR-RI, No. IV, Tahun 1999, Bab III, bagian B, poin 10). Inilah yang
merupakan misi bangsa Indonesia di bidang aparatur negara.
Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Polri tidak lepas dari peranan aparat itu
sendiri sebagai pelaku utama dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu
jelas diperlukan personil Polri yang mempunyai kemampuan yang handal dan berkualitas
sehingga pelayanan yang diberikan kepada masyarakat menjadi semakin baik dan berkualitas.
Menyadari arti penting keberadaan Polri khususnya Samsat sebagai ujung tombak penyelenggara
pelayanan kepada masyarakat dalam bidang Lalu Lintas terutama dalam hal Pelayanan
perpanjangan STNK, sudah seharusnyalah Samsat dalam lingkungan Direktorat Lalu Lintas
7
Polda Metro Jaya meningkatkan kemampuannya agar pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat menjadi semakin baik dan berkualitas.
Salah satu permasalahan yang berkaiatan dengan pelayanan Perpanjangan STNK di Samsat
jajaran Polda Metro Jaya yaitu kurang efektifnya pelayanan yang dilakukan oleh petugas Polri
yang berada di kantor-kantor Samsat yang ada di wilayah Polda Metro Jaya dengan disesuaikan
gerak dinamika masyarakat perkotaan yang super sibuk dan hampir tidak ada waktu untuk
mengurus perpanjangan surat-surat kendaraan bermotornya .
Kurang efektifnya dan optimalnya pelayanan yang dilakukan oleh petugas Polri pada
Samsat jajaran Polda Metro Jaya berdasarkan penjajakan awal di lapangan, dapat dilihat dari
beberapa permasalahan. Pertama dalam segi keandalan diantaranya yaitu seringkali tidak selesai
tepat pada waktunya bahkan memerlukan waktu yang lama untuk menunggu sampai
perpanjangan STNK tersebut selesai. Memang mengenai waktu penyelesaian Perpanjangan
STNK tidak secara jelas diatur dalam peraturan perundang-undanganan, namun menurut hasil
pengamatan dan wawancara peneliti dengan Petugas Samsat di salah satu Kantor Samsat Jajaran
Polda Metro Jaya mengatakan bahwa bahwa waktu penyelesaian perpanjangan STNK adalah
satu hari. Namun pada kenyataanya penyelesaian Perpanjangan STNK ada yang sampai
seminggu. Masyarakat perkotaan seperti di Jakarta yang sangat membutuhkan pelayanan dalam
waktu yang cepat untuk keperluan tertentu sangat dirugikan dengan tidak terselesaikannya
perpanjangan STNK tepat pada waktunya tersebut.
Kedua dalam segi daya tanggap, aparat kepolisian kurang mensosialisasikan prosedur dan
persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi dalam perpanjangan STNK sehingga banyak
masyarakat yang merasa bingung dan kesulitan dalam memperpanjangan surat kendaraan
bermotornya, bahkan mereka enggan untuk atau memperpanjang masa berlaku STNK-nya .
8
Selanjutnya dalam segi jaminan, aparat kepolisian yang ada di Kantor Samsat Polda Metro
Jaya kurang transparan atau kurang terbuka dalam hal biaya pelayanan perpanjangan STNK,
walaupun telah ada Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 15 Tahun 2000 tentang Retribusi
Pelayanan Pajak Kendaraan Bermotor yang di dalamnya mengatur biaya Perpanjangan STNK.
Dalam Peraturan Gubernur tersebut besarnya biaya perpanjangan STNK untuk Warga Negara
Indonesia sebesar Rp. 25.000 namun pada kenyataannya masyarakat yang memperpanjang surat
kendaraan bermotornya dipungut biaya sebesar Rp. 150.000,- bahkan apabila melalui calo bisa
mencapai Rp. 250.000,-. Biaya Perpanjangan STNK menjadi lebih besar karena biaya-biaya
lain yang tidak dijelaskan oleh aparat. Lebih buruk lagi, aparat sering mengambil keuntungan
dari keadaan yang terjadi.
Upaya Polri dalam hal ini Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya untuk semakin
meningkatkan mutu pelayanan Samsat sebenarnya telah banyak mengalami peningkatan seperti
dalam hal transparansi biaya pengurusan/ perpanjangan Surat Kendaraan Bermotor, pembasmian
calo-calo yang berkeliaran di Kantor Samsat dan satu hal lagi terhitung mulai Bulan Januari
2008 Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya melakukan terobosan yang cukup berarti yaitu
Pelayanan Perpanjangan STNK dengan mekanisme Door to Door. Terobosan tersebut
sebenarnya telah mendapat apresiasi yang positif di masyarakat bahkan pada Bulan Juni 2008
Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya memperoleh pengakuan dari sebuah lembaga
internasional yaitu ISO 9001.
Metode pelaksanaan pelayanan perpanjangan STNK yang dilakukan oleh Direktorat Lalu
Lintas Polda Metro Jaya adalah sebagaimana diungkapkan oleh Direktorat Lalu Lintas Polda
Metro Jaya Kombes Pol Djoko Soesilo kepada Majalah Gatra Online ( 2008 ) bahwa “Program
Layanan STNK (Door to Door). Ini merupakan terobosan Direktorat Lalu Lintas Polda Metro
guna meningkatkan kualitas pelayanan. Program ini melibatkan Petugas Polmas (polisi
masyarakat) di tingkat kelurahan sebagai ujung tombak”.
9
Berdasarkan uraian diatas Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya mencoba
mengkombinasikan pengimplementasian Konsep Polmas dengan Pelayanan STNK yang selama
ini berjalan. Tentunya hal ini semakin mempermudah masyarakat yang ada di Jakarta untuk
mengurus perpanjangan STNK –nya tanpa perlu bersusah payah ke Kantor Samsat. Namun
dibalik keberhasilan terobosan tersebut masih terdapat suara-suara sumbang dari sebagian
masyarakat tentang keluhan cara berkomunikasi beberapa petugas Polmas. Seperti yang
diungkapkan oleh Koran Kompas tanggal 3 Maret 2008 :
“kesan ketakutan juga sempat ditunjukkan Rio Suwastoyo, 49 tahun, ketika kantornya didatangi oleh seorang Petugas Polmas dari Kelurahan Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat. Ketika itu si petugas menyodorkan surat pemberitahuan pajak mobilnya yang hampir habis ia kemudian merasa cemas dan ketakutan jangan-jangan ia berurusan dengan pihak kepolisian gara –gara lupa untuk membayar pajak mobil ………..
Dari kejadian diatas tampak terjadinya kesalahpahaman informasi yang dilakukan oleh petugas
Polmas itu karena Rio Suwastoyo merasakan kecemasan dan ketakutan setelah disampaikan
pemberitahuan oleh petugas Polmas bahwa pajak mobilnya akan jatuh tempo. Hal itu sebenarnya
tidak perlu terjadi apabila petugas Polmas itu dapat berkomunikasi dengan baik dan benar
sehingga tidak menimbulkan persepsi atau feed back yang negatif dari orang yang menerima
pesan tersebut.
Berdasarkan dari latar belakang penelitian tersebut diatas , penulis merasa tertarik untuk
mengadakan penelitian yang kemudian dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul
“PENGARUH KEMAMPUAN KOMUNIKASI PETUGAS POLMAS TERHADAP
KUALITAS PELAYANAN PERPANJANGAN STNK DOOR TO DOOR PADA
DIREKTORAT LALU LINTAS POLDA METRO JAYA”.
10
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang penelitian di atas, maka dapat diidentifikasikan masalah
sebagai berikut :
1) Bagaimana kemampuan komunikasi Petugas Polmas dalam memberikan penjelasan
kepada masyarakat sehubungan dengan pelayanan perpanjangan STNK door to door
tersebut ?
2) Bagaimana kualitas pelayanan perpanjangan STNK door to door yang dilakukan oleh
Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya ?
3) Bagaimana pengaruh kemampuan Komunikasi Petugas Polmas terhadap kualitas
pelayanan perpanjangan STNK door to door pada Direktorat Lalu Lintas Polda Metro
Jaya ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berbagai pendapat disampaikan oleh beberapa peneliti tentang tujuan penelitian. Penulis
mengutip salah satu pendapat yang disampaikan oleh Nan Lin (1976: 5) yang menyatakan
bahwa penelitian dilakukan untuk dua tujuan yaitu :
1) “To detect regularities in the various social relations” (Mendeteksi keteraturan
dalam berbagai hubungan sosial). Sebagai tujuan penelitian sosial dimaksudkan
untuk mengembangkan ilmu dan merupakan alasan konseptual atau alasan teoritikal
melakukan penelitian dan hasilnya memiliki kegunaan teoritis. Jadi, ada suatu alasan
abstrak atau ”keilmuan” untuk melakukan penelitian. Dengan kata lain, biasanya ada
suatu teori yang terdapat pada suatu bidang ilmu tertentu yang ingin diketahui lebih
mendalam oleh peneliti. Peneliti ingin menguji, memperbaiki, mengubah atau
11
menjelaskan gagasan-gagasan yang disajikan dalam suatu rancangan atau teori, atau
mungkin mau menetapkan suatu teori
2) “To provide clues to possible solution to social problems” (Memecahkan masalah
dan mencari solusi dari suatu problema sosial yang sedang terjadi) sehingga
memiliki kegunaan praktis atau penelitian dilakukan untuk alasan yang bersifat
pragmatik atau alasan terapan. “kepentingan praktis” berkenaan dengan semua
motivasi penelitian yang berguna untuk penerapan segera kepada kegiatan yang
berlangsung.
Sedangkan tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian ini, yaitu :
1) Untuk menguji hipotesis tentang adanya pengaruh kemampuan komunikasi Petugas
Polmas terhadap kualitas pelayanan perpanjangan STNK door to door pada Direktorat
Lalu Lintas Polda Metro Jaya.
2) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengaruh kemampuan komunikasi
Petugas Polmas terhadap kualitas pelayanan perpanjangan STNK door to door pada
Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya
3) Memberikan rekomendasi bagi pejabat terkait tentang adanya pengaruh kemampuan
komunikasi Petugas Polmas terhadap kualitas pelayanan perpanjangan STNK door to
door pada Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian pengaruh kemampuan komunikasi Petugas Polmas terhadap kualitas pelayanan
perpanjangan STNK door to door pada Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya diharapkan
mempunyai kegunaan baik dari segi teoritis maupun segi praktis.
12
Secara teoritis, Diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi berbagai
disiplin ilmu pengetahuan yang dapat diterapkan dalam pelayanan lalu lintas berupa
perpanjangan STNK khususnya tentang pengaruh kemampuan komunikasi Petugas Polmas
terhadap kualitas pelayanan perpanjangan STNK door to door dengan unit analisis tingkat
individu Petugas Polmas. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber pustaka ilmiah
bagi peneliti lain guna pengembangan kajian studi kepolisian di PTIK.
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan peneliti khususnya,
serta memberikan sumbangan pemikiran kepada Polri dalam rangka meningkatkan upaya
pelayanan lalu lintas kepada masyarakat. Selain itu penelitian yang dilakukan ini dapat
digunakan sebagai bahan evaluasi bagi pimpinan Polda Metro Jaya tentang upaya perpanjangan
STNK door to door yang sedang dilakukan pada saat ini.
13
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Studi kepustakaan merupakan bagian mutlak yang harus dilakukan dalam suatu proses
penelitian karena suatu proyek penelitian merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu
pranata keilmuan. Pada tinjauan kepustakaan ini akan disampaikan teori-teori, konsep-konsep
serta generalisasi-generalisasi yang digunakan untuk landasan teoritis bagi penulisan ini.
Landasan ini dibuat agar penelitian mempunyai dasar yang kokoh dalam menunjukkan jalan
pemecahan masalah penelitian.
Menurut Gay dan Diehl menyusun kerangka teoritik sering disebut tinjauan pustaka atau
survei literatur. Hubungan kerangka teoritik dengan tinjauan pustaka adalah memberi satu
fondasi yang solid untuk mengembangkan kerangka teoritik. Tinjauan pustaka meliputi
identifikasi sistematik, lokasi dan analisis dokumen-dokumen yang memuat inferensi
dihubungkan dengan masalah penelitian. Dokumen mencakup majalah periodik, abstrak-abstrak,
materi statistikal dan laporan-laporan penelitian yang lain. Tujuan utama dari tinjauan pustaka
adalah menentukan apakah peneliti siap berhubungan kepada masalah yang diteliti. Tinjauan
pustaka mengatakan apa yang harus dikerjakan (what has be done) dan apa kebutuhan
mengerjakan (what need to be done).
Teori-teori dan konsep-konsep dari penulisan ini diperoleh dari sumber acuan umum
berupa buku-buku teks, ensiklopedia dan generalisasi-generalisasi yang diperoleh dari sumber
acuan khusus berupa laporan-laporan hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan masalah
yang dibahas. Kemudian setelah tinjaun kepustakaan dilakukan diambil kesimpulan-kesimpulan
14
teoritis untuk mengidentifikasi variabel-variabel utama yang akan diteliti. Variabel-variabel
tersebut merupakan obyek pengukuran atau faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau
gejala yang diteliti. Variabel-variabel ini diklasifikasikan dan didefinisikan secara operasional.
2.1 Kepustakaan Penelitian
Kepustakaan penelitian adalah literatur yang menyajikan informasi tentang hasil
penelitian terdahulu. Dalam hal ini, hasil penelitian empirik lebih berarti untuk dirujuki daripada
hasil pengkajian yang bersifat konsepsional. Literatur yang dimaksud dapat berupa dokumen
laporan hasil penelitian, skripsi, tesis, atau disertasi. Selain itu, laporan hasil penelitian pada
umumnya dapat ditemukan dalam jurnal-jurnal ilmiah.
Penulis mencari dan mempelajari hasil penelitian yang relevan dengan permasalahan
yang akan diteliti. Selanjutnya, penulis memberikan pandangan kritis tentang persamaan dan
perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang direncanakan. Penulis menggunakan
pustaka ilmiah dalam penelitian untuk menyajikan hasil penelitian yang mirip, menghubungkan
penelitian sekarang dengan dialog yang terus menerus dalam pustaka dan memberikan kerangka
untuk membandingkan hasil suatu penelitian dengan penelitian lain.
Berdasarkan hasil studi kepustakaan yang dilakukan oleh penulis didapatkan hasil bahwa
terdapat beberapa penelitian yang menyangkut masalah kemampuan komunikasi dan pelayanan
kepolisian dalam bentuk skripsi dan hasil penelitian. Adapun kepustakaan penelitian yang
diambil oleh penulis adalah penelitian yang dilakukan oleh Dwiyono, No Mhs 4042, mahasiswa
PTIK Angkatan 37, dengan judul “Pengaruh kemampuan Komunikasi Penyidik Polri terhadap
Kualitas Pelayanan Penyidikan Tindak Pidana Perkosaan di Wilayah Hukum Polres Metro
Jakarta Selatan”. Dwiyono menyimpulkan bahwa terhadap pengaruh yang positif dan signifikan
15
antara kemampuan komunikasi penyidik Polri terhadap pelayanan penyidikan tindak pidana
perkosaan di wilayah hukum Polres Metro Jakarta Selatan. Sehingga penulis dapat mengetahui
bahwa terdapat pengaruh kemampuan komunikasi terhadap kualitas pelayanan.
Persamaan penelitian diatas dengan penelitian penulis adalah pada pendekatan yang
digunakan yaitu pendekatan kuantitatif. Selanjutnya persamaan juga terletak pada sejauhmana
pengaruh komunikasi dengan tingkat pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dimana yang
dijadikan sebagai obyek penelitian yaitu Personel Polri. Persamaan lain adalah keduanya
memakai landasan Teori Komunikasi AW. Wijaya sebagai variabel bebas (X). Kemudian
persamaan lainnya yaitu dalam analisis data hasil penelitian. Pada penelitian Dwiyono dan
penulis sama-sama menggunakan teknis analisis data dengan metode analisa regresi linear
sederhana.
Selanjutnya perbedaan antara penelitian diatas dengan penelitian penulis yaitu, : pertama,
populasi dan sampel yang dijadikan responden dalam penelitian. Pada penelitian Dwiyono,
populasi dan sampel adalah penyidik perkara perkosaan di lingkungan Polres Metro Jakarta
Selatan sedangkan populasi dan sampel penelitian penulis adalah Petugas Polmas di Polda Metro
Jaya. Kedua, variabel yang digunakan dalam penelitian. Pada penelitian Dwiyono menggunakan
variabel bebas penelitian yaitu kemampuan penyidik Polri dan tingkat koordinasinya dengan
dokter forensik, sedangkan variabel bebas penulis adalah kemampuan komunikasi Petugas
Polmas. Ketiga, landasan teori untuk varabel terikat (Y). Pada penelitian Dwiyono menggunakan
Teori Pelayanan Penyidikan sedangkan penulis menggunakan landasan Teori Pelayanan Publik
16
2.2 Kepustakaan Konseptual
Kepustakaan konseptual menyajikan teori, prinsip, pendapat dan/atau gagasan dari
seseorang, yakni yang memiliki kompentensi untuk disiplin ilmu atau pengetahuan yang
ditekuninya. Informasi tersebut dapat diperoleh dalam buku, jurnal, makalah lepas, majalah,
surat kabar dan tulisan dalam media teknologi informasi. Materi perkuliahan yang tertulis (hand
outs) atau lisan, serta pendapat seseorang yang berkompeten dalam suatu forum ilmiah,
wawancara, dan/atau pidato umum juga bisa termasuk dalam jenis kepustakaan ini.
Penulis mengutip dan mempelajari konsepsi yang relevan sehingga dapat memberikan
gambaran yang jelas tentang permasalahan yang diteliti. Hasil kutipan atas konsepsi tersebut
digunakan sebagai pisau analisis terhadap temuan-temuan yang diperoleh dalam penelitian.
Kerangka konseptual juga digunakan oleh penulis untuk menentukan dan menyamakan persepsi
atau pemahaman antara penulis dan pembaca tentang variabel-variabel yang akan diteliti serta
memperjelas konsep dan definisi dari suatu pemikiran yang ada.
2.2.1 Kemampuan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “kemampuan” diartikan sebagai “kesanggupan;
kecakapan; kekuatan” (KBBI, 1995 : 623). Kast dan Rosenzweig dalam bukunya yang
diterjemahkan oleh Hasymi Ali (1995 : 25 ) mendefinisikan kemampuan” adalah fungsi dari
pengetahuan dan skill manusia kemampuan teknologi“
Pendapat lain tentang kemampuan dikemukakan oleh Harsey dan Blanchard seperti dikutip oleh
Miftah Toha (1994 : 154 ) mendifinisikan kemampuan adalah “merupakan salah satu unsur dari
17
kematangan, dikaitkan dengan pengetahuan dan keterampilan yang dapat dari pendidikan,
pelatihan dan pengalaman”
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa untuk melihat kemampuan aparat
kepolisian dapat dikaji dari pengetahuan, keterampilan dan kemampuan teknologi yang dimiliki
aparat dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
Dalam The Concise Oxford Dictionary of Current English, knowledge diartikan sebagai
“Knowing, familiarity gained by experience, (of person, thing, fact); theoretical or practical
understanding (of subject, language, etc.); the sum of what is know”(Fowler, 1951: 658).
Diterjemahkan oleh penulis sebagai mengetahui, yang secara umum diperoleh melalui
pengalaman, (tentang orang, hal, fakta); pemahaman praktis atau teoritis (tentang subjek,
bahasa, dll.); jumlahan dari apa yang diketahui. Dengan demikian ada dua unsur pokok dari
pengetahuan yaitu pengalaman dan pemahaman.
2.2.2 Teori Komunikasi
Menurut Harold D. Lasswel pada hakikatnya berkomunikasi berarti mengalihkan suatu
pesan dari satu pihak kepada pihak atau pihak-pihak lain. Suatu proses komunikasi dapat
dikatakan berlangsung dengan efektif apabila pesan yang ingin disampaikan oleh sumber pesan
tersebut diterima dan diartikan oleh sasaran komunikasi.prinsip ini sangat mendasar terlepas dari
maksud terjadinya komunikasi apakah untuk penyampaian suatu keputusan, dalam rangka
pengendalian dan pengawasan,penggerakan para bawahan, mengekspresikan perasaan seseorang
atau menyampaikan informasi kepada pihak-pihak yang memerlukanya.
18
Model dasar proses komunikasi dapat digambarkan sebagai berikut :
Agar pesan yang ingin disampaikan itu diterima dalam bentuknya yang murni yang tidak
mengalami distorsi selama berlangsungnya proses komunikasi, diperlukan kegiatan yang disebut
kodenisasi yang berarti menerjemahkan pesan yang hendak disampaikan dalam bentuk tertentu
misalnya kata-kata jika akan disampaikan secara lisan, tulisan, gambar, gerakan dan lain
sebagainya. Bentuk murni sesuatu pesan dapat dipertahankan atau tidak sangat tergantung pada
penggunaan kode atau simbol-simbol tertentu oleh sumber pesan. Untuk itu komunikator sebagai
sumber pesan perlu memperhatikan empat hal yaitu :
1. Ketrampilan dalam menyusun pesan sehingga jelas baginya sendiri yang pada
gilirannya memudahkan kegiatan kodenisasi.
2. Sikap yang tepat dalam penyampaian pesan tersebut berdasarkan nilai-nilai sosial
yang berlaku, terutama nilai-nilai sosial yang dianut oleh pihak penerima pesan
tersebut.
3. Pengetahuan yang mendalam tentang latar belakang tingkat pendidikan dan
kedudukan penerima pesan baik dalam organiasi maupun yang menyangkut pihak-
pihak diluar organisasi.
4. Respons apa yang diharapkan dari penerima pesan
19
Sumber Kodenisasi
Saluran Dekodenisasi
penerima
Feed Back
Mata rantai terakhir dalam proses komunikasi ialah adanya system umpan balik yang
handal. Melalui umpan balik sumber pesan akan mengetahui apakah pesan yang disampaikanya
diterima secara utuh atau tidak. Jika sasaran disampaikan pesan adalah agar pihak-pihak tertentu
diluar organiasi memberikan dukungan terhadap kegiatan operasional organisasi dan dukungan
tersebut diterima,berarti telah terjadi proses komunikasi yang efektif. Jika tidak berarti ada
sesuatu hal yang tidak terjadi sebagaimana diharapkan. (Sondang siagian , 2003 : 55)
Komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikan melalui media yang
menimbulkan efek tertentu. Proses komunikasi pada hakekatnya adalah proses penyampaian
pikiran atau perasan oleh sesorang kepada orang lain.
Menurut Charles Cooley pada 1909 memberikan definisi yang bersifat sosiologis: Yang
dimaksud Komunikasi disini adalah mekanisme dimana relasi manusia ada dan berkembang
melalui semua symbol pikiran, bersama dengan alat untuk menyalurkanya melalui ruang dan
mempertahankanya sepanjang waktu. Hal ini meliputi ekspresi wajah, sikap dan gesture, nada
suara, kata-kata, tulisan, cetakan,dan apapun yang merupakan temuan terbaru dalam penguasaan
ruang dan waktu. (dikutip oleh Heru puji Winarso, 2005:16)
Menurut S.S.Stevens seorang psikolog perilaku, mendefinisikan komunikasi sebagai :
Respon yang berbeda dari suatu organism terhadap suatu stimulus. Definisi ini menyatakan
bahwa komunikasi terjadi ketika beberapa rangsangan (stimulus) lingkungan melibatkan diri
pada sebuah organism dan organism tersebut melakukan sesuatu terhadapnya. Jika Stimulus ini
diabaikan oleh organisme itu, tidak aka nada komunikasi. Ujiannya adalah reaksi yang berbeda
terhadap beberapa orang. Pesan yang tidak memperoleh respon bukanlah komunikasi. (di kutip
oleh Heru Puji Winarso, 2005:16).
20
Sedangkan menurut AW Widjaya (2002:67) menerangkan bahwa untuk menjadi
komunikator yang baik maka seseorang memiliki persyaratan berupa :
1) Adanya Kesiapan; sebelum melakukan komunikasi, komunikator hendaknya
mempersiapkan diri secara matang berupa isi pesan yang akan disampaikan, cara
penyampaian, media penyampaian.
2) Kesungguhan; apapun wujud pesan yang disampaikan haruslah di samapaikan dengan
serius / sungguh-sungguh. Hal ini terlihat dari feed back yang diberikan oleh komunikan
berupa komunikasi verbal dan non verbal.
3) Ketulusan; sebelum komunikator menyampaikan pesan kepada orang lain, yang
bersangkutan harus merasa yakin bahwa informasi yang akan disampaikan itu merupakan
sesuatu yang baik, perlu dan berguna bagi orang tersebut.
4) Kepercayaan diri; Kepercayaan diri yang baik dalam proses komunikasi akan
berpengaruh pada cara penyampaian dan feed back yang diberikan oleh si penerima
informasi.
5) Ketenangan; Komunikator haruslah bersikap tenang dalam menyampaikan pesan, tidak
emosi dan tidak memancing emosi komunikan karena dengan ketenangan informasi akan
diterima jelas, baik dan lancar.
6) Keramahan; merupakan kunci sukses dalam kegiatan komunikasi karena dengan
keramahan yang tulus akan menimbulkan perasaan tenang, aman dan senang bagi
penerimanya.
7) Kesederhanaan; di dalam melakukan komunikasi hendaknya pesan yang disampaikan
sesederhana mungkin baik dalam bahasa, pengungkapan dan penyampaian. Meskipun
21
informasi itu panjang dan rumit akan tetapi bila diberikan ssederhana, berurutan dan
lengkap maka memberikan kejelasan dan kesefahamahan .
2.2.3 Petugas
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata “Petugas” diartikan sebagai berikut: “Petugas
adalah alat; perkakas; badan pemerintahan / instanasi pemerintahan; pegawai negeri atau alat non
negara” (KBBI, 1995 : 198). Selanjutnya Victor M. Situmorang dan Coermentyna Sitanggang
(1994:254 ) mengartikan petugas adalah “adalah alat, alat pemerintah / non pemerintah atau bisa
juga merupakan sebagai orang-orang yang menduduki jabatan ataupun tidak menduduki jabatan
dalam kelembagaan pemerintah dan non pemerintah”
2.2.4 Perpolisian Masyarakat ( Polmas )
Selanjutnya Perpolisian Masyarakat (Polmas) berdasarkan Surat Keputusan Kapolri
No.Pol : Skep/433/VII/2008 tentang Panduan Pembentukan Dan Operasionalisasi Perpolisian
Masyarakat mengandung dua unsur, yaitu : Perpolisian dan Masyarakat .
1) Perpolisian mengandung arti segala hal ihwal tentang penyelenggaran fungsi
kepolisian. Dalam konteks ini perpolisian tidak hanya menyangkut hal-hal yang
bersifat operasional (taktik/teknik) tetapi juga pengelolaan fungsi kepolisian secara
menyeluruh mulai dari tataran manajemen puncak sampai manajemen lapis bawah.
2) Masyarakat, kepada siapa fungsi kepolisian disajikan ( public service) dan
dipertanggung jawabkan (public accountability) mengandung pengertian yang luas
22
(society) yang mencakup setiap orang tanpa mempersoalkan status
kewarganegaraan dan kependudukanya.
Berdasarkan pengertian Petugas dan Polmas di atas, maka Petugas Polmas berarti
sekumpulan orang atau individu yaitu memiliki tugas dan tanggung jawab tertentu yang berada
pada badan atau lembaga pemerintah / non pemerintah yang menjalankan fungsi atau tugas
kepolisian di dalam masyarakat.
2.2.5 Kualitas
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kualitas berarti “baik buruknya sesuatu atau
mutu”(KBBI, 1995 : 533). Dalam hal ini istilah kualitas menunjuk kepada sesuatu hasil berupa
produk barang ataupun jasa yang memenuhi standar kerja.
Konsep kualitas dikemukakan oleh Triguno (1997:76) yaitu “Kualitas sebagai standar
yang harus dicapai oleh seseorang / kelompok / lembaga organisasi mengenai kualitas sumber
daya manusia, kualitas cara kerja, proses dan hasil kerja atau produk yang berupa barang dan
jasa”
Kualitas tidak dapat dipisahkan dari produk dan jasa atau pelayanan. Fandi Tjiptono
(Tjiptono 1995:51) mengutip pendapat Groetsh dan Davis bahwa “Kualitas merupakan suatu
kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, proses, dan lingkungan yang memenuhi
atau melebihi harapan”
Pengertian kualitas pelayanan dikemukakan oleh Sampara Lukman (1999 :14 ), sebagai
berikut “Kualitas pelayanan adalah pelayanan yang diberikan kepada pelanggan sesuai dengan
standar pelayanan yang telah dibakukan sebagai pedoman dalam memberikan layanan. Standar
pelayanan adalah ukuran yang telah ditentukan sebagai suatu pembakuan pelayanan yang baik”
23
2.2.6 Konsep Pelayanan
Sebelum membahas pengertian Pelayanan Perpanjangan STNK Door to Door terlebih
dahulu dibahas mengenai pengertian pelayanan. Secara etimologis kata “pelayanan” berasal dari
kata dasar “layan”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, (1995:571) kata layan berarti
“membantu menyiapkan apa yang diperlukan seseorang ; meladeni”. Sedangkan kata pelayanan
berarti “Perihal atau cara melayani; usaha melayani kebutuhan orang lain dengan memperoleh
imbalan; jasa”
Sedangkan Endang Wirjatmi (1996:1) memberikan pengertian pelayanan sebagai berikut
“Pelayanan merupakan aktivitas atau manfaat yang ditawarkan oleh organisasi atau perseorangan
kepada konsumen atau dalam bisnis sering disebut ‘customer’ (yang dilayani), yang bersifat
tidak berwujud”
Pengertian Pelayanan juga diartikan oleh Moenir (1995:17) yang mengutip pendapat
Luthans, yaitu “Sebagai proses yang menunjuk kepada usaha yang dilakukan oleh salah satu
pihak kepada pihak lain dalam rangka pencapaian tujuan tertentu”
2.2.7 Perpanjangan STNK Door to Door
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia perpanjangan berarti “meneruskan / menambah
suatu hal ”(KBBI, 1995 : 756). Dalam hal ini istilah perpanjangan menunjukkan penambahan
waktu terhadap sesuatu hal yang ada atau yang ada padanya dimana sebelumnya sudah
dilaksanakan oleh yang bersangkutan. Sedangkan menurut UU No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan, pengertian STNK adalah Surat Tanda Nomor Kendaraan yang
merupakan tanda bukti pendaftaran dan pengesahan suatu kendaraan bermotor berdasarkan
24
identitas dan kepemilikannya yang telah didaftar yang selalu melekat dengan kendaraannya
apabila bergerak di jalan raya berisikan identitas kepemilikan, identitas kendaraan bermotor dan
masa berlaku.
Berdasarkan dari pengertian Perpanjangan dan STNK diatas maka Perpanjangan STNK
merupakan suatu keadaan dimana si pemilik kendaraan meneruskan/menambah waktu
kepemilikan dari surat tanda bukti kendaraan bermotor yang berdasarkan identitas dan
kepemilikannya yang telah didaftar sebelumnya. Dalam hal ini berdasarkan PP No. 44 Tahun
1993 tentang Kendaraan Bermotor, Perpanjangan STNK yang dilakukan adalah setiap 5 ( lima )
tahun sekali.
Berdasarkan kamus bahasa Inggris arti Door to door adalah pintu ke pintu. Sehingga bila
dikaitkan dalam system pelayanan pengertian “door to door” yaitu suatu bentuk pelayanan yang
dilakukan dengan cara petugas pelayanan mendatangi orang yang akan dilayaninya dari pintu ke
pintu atau dari rumah ke rumah.
Kegiatan perpanjangan STNK merupakan salah satu bentuk pelayanan publik yang
diselenggarakan oleh pemerintah kepada masyarakat meliputi banyak hal yang menyangkut
semua kebutuhan masyarakat. Hal ini sejalan dengan pendapat Pamudji (1994:46). yang
menyatakan bahwa “Jasa pelayanan pemerintah yaitu berbagai kegiatan yang bertujuan
memenuhi kebutuhan masyarakat akan barang-barang dan jasa-jasa. Jenis pelayanan publik
dalam arti jasa-jasa, yaitu seperti pelayanan kesehatan, pelayanan keluarga, pelayanan
pendidikan, pelayanan haji, pelayanan kepolisian , dan lain-lain.“
Oleh sebab itu Pelayanan Perpanjangan STNK juga termasuk dalam jasa pelayanan pemerintah
kepada masyarakat.
25
Sejalan dengan pendapat diatas lebih lanjut A. Djadja Saefullah (1999) mengemukakan
sebagai berikut:
Secara operasional, pelayanan yang diberikan pemerintah kepada masyarakat dapat dibedakan dalam dua kelompok besar, yaitu : pertama, pelayanan umum yang diberikan tanpa memperhatikan orang perseorangan, tetapi keperluan masyarakat secara umum. Dalam pelayanan ini meliputi penyediaan sarana dan prasarana transportasi, penyediaan pusat-pusat kesehatan, pembangunan lembaga pendidikan, pemeliharaan keamanan, dan lain sebagainya; kedua, pelayanan yang diberikan secara orang perseorangan, pelayanan ini meliputi kemudahan-kemudahan dalam memperoleh pemeriksaaan kesehatan, memasuki lembaga pendidikan, memperoleh kartu penduduk dan surat-surat lainnya, pembelian karcis perjalanan, dan sebagainya.
Berdasarkan pendapat tersebut pelayanan Perpanjangan STNK dalam secara operasional
termasuk ke dalam jenis pelayanan publik yang diberikan secara orang perseorangan. Sehingga
bila dikaitkan dengan proses pelayanan perpanjangan STNK door to door maka secara
operasional pelayanan perpanjangan STNK tersebut dapat dilakukan dari rumah ke rumah.
Pelayanan Perpanjangan STNK merupakan salah satu bentuk Pelayanan Publik yang
diberikan oleh Kepolisian kepada masyarakat harus memiliki kualitas yang mantap. Berkaitan
dengan kualitas pelayanan yang mantap, Atep Adya Barata (2004:108) yang mengutip pendapat
Parasuraman menyebutkan beberapa dimensi atau ukuran kualitas Pelayanan Publik , yaitu
1. Bukti langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi.
2. Keandalan (reliability), yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan.
3. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.
4. Jaminan (assurance), mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan.
5. Empati (empathy), meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan pelanggan.
26
2.2.8 Hubungan Kemampuan Komunikasi dengan Kualitas Pelayanan
Selain berhubungan dengan dimensi-dimensi di atas, kualitas pelayanan juga menyangkut
sikap aparat dalam proses pelayanan. Sikap yang bersahabat dengan empati yang tinggi
merupakan bagian dari proses pelayanan yang seharusnya, menurut Suit dan Almasdi (1996:99)
yang mengutip pendapat Emil Salim mengemukakan bahwa “Pelayanan bertolak dari rasa
kepedulian. Pelayanan harus diberikan dengan segala senang hati dan dengan air muka yang
menyenangkan”
Berdasarkan pendapat ahli tersebut, maka indikator yang akan digunakan untuk meneliti
kualitas pelayanan perpanjangan STNK door to door adalah Bukti Langsung, Keandalan, Daya
Tanggap, Jaminan, dan Empati.
Sumber daya manusia merupakan faktor penting sebagai pelaku utama dalam aktivitas
organisasi untuk mencapai tujuan. Begitu pula dengan penerapan konsep Polmas dalam
pelayanan perpanjangan STNK door to door ini Dalam menjalankan konsep Polmas untuk tujuan
pelayanan perpanjangan STNK sebagai salah satu aktivitas organisasi Polri khususnya di bidang
Lalu Lintas, yang memegang peranan sebagai pelaku utama dalam rangka menyelenggarakan
pelayanan perpanjangan STNK kepada masyarakat tersebut adalah Petugas Polmas yang berasal
dari Anggota Polisi. Konsekuensinya adalah petugas Polmas sebagai pelayan publik terdepan
harus mempunyai kemampuan yang handal, sehingga diharapkan aparat yang ada mampu
memberikan solusi yang cepat dan tepat dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang timbul
dan memberikan pelayanan kepada masyarakat yang lebih baik serta berkualitas.
Kemampuan Komunikasi Petugas Polmas memiliki keterkaitan dengan pelayanan
Perpanjangan STNK Door To Door . hal ini terkait dengan pendapat yang dikemukakan oleh
27
Fandy Tjiptono (1996:35) dalam bukunya Manajemen Jasa, bahwa untuk mencapai tingkat
keunggulan pelayanan terdapat beberapa hal yang harus dimiliki oleh pelayan masyarakat, yaitu :
Harus memiliki keterampilan tertentu, diantaranya berpenampilan baik dan rapih, bersikap ramah, memperhatikan gairah kerja, dan sikap selalu siap untuk melayani, terang dalam bekerja tidak tinggi hati karena merasa dibutuhkan, menguasai pekerjaannya, baik tugas yang berkaitan pada bagian atau departemennya maupun bagian lainnya, mampu berkomunikasi dengan baik, bisa memahami bahasa isyarat (gesture) pelanggan, dan memiliki kemampuan menangani keluhan pelanggan secara profesional.
Dalam pendapat tersebut terdapat faktor-faktor yang terdapat dalam kemampuan yang harus
dimiliki Petugas Polmas, yaitu keterampilan dan menguasai pekerjaannya sebagai seorang
komunikator yang tugas dan tanggung jawabnya selalu berhubungan langsung dengan
masyarakat. Dengan demikian Petugas Polmas harus memiliki kemampuan komunikasi yang
tinggi untuk mencapai kualitas pelayanan publik yang unggul terutama dalam hal Pelayanan
Perpanjangan STNK Door to Door yang dilakukan didalam area service Kantor Samsat pada
jajaran Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya .
2.3 Kerangka Berfikir
Kerangka konsepsional merupakan fondasi dalam mana seluruh proyek penelitian
didasarkan. Manfaatnya ialah : 1) menentukan siapa dan apa yang akan atau tidak akan dikaji; 2)
menegaskan adanya beberapa hubungan. Membangun kerangka konsepsional dalam suatu
penelitian dimaksudkan untuk menggambarkan dan menjelaskan satu fenomena atau hubungan
antara dua atau lebih fenomena atau kejadian atau perilaku. Jadi teori bukan saja membantu
menjawab pertanyaan apa dan bagaimana karakteristik suatu fenomena tertentu melainkan juga
bagaimana hubungan antara suatu fenomena dengan fenomena lain.
28
Kerangka konsepsional yang digunakan penulis adalah menentukan dan menyamakan
persepsi atau pemahaman antara penulis dengan pembaca tentang variabel-variabel yang akan
diteliti serta memperjelas konsep dari suatu pemikiran yang ada. Kemudian penulis memberikan
penjelasan tentang hubungan konsep yang satu dengan konsep-konsep yang lain. Dalam gambar
1.1 digambarkan tentang kerangka konsepsional penulis tentang pengaruh kausal antara variabel
kemampuan komunikasi Petugas Polmas terhadap varibel Kualitas Pelayanan Perpanjangan
STNK door to door .
Secara sederhana, kerangka konsepsional penulis dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1.1 Kerangka Berfikir
2.3 Hipotesa
Dengan mengacu pada hasil studi kepustakaan yang dikaitkan dengan permasalahan yang
akan diteliti, penulis menyusun kerangka pemikiran sebagai penuntun dalam melaksanakan
penelitian. Dengan gambaran yang semakin jelas tersebut penulis merinci informasi yang
dibutuhkan dan untuk merumuskan hipotesis-hipotesis. Hipotesis adalah suatu pernyataan
tentang karakteristik populasi yang merupakan jawaban sementara terhadap masalah yang telah
dirumuskan dalam suatu penelitian. Untuk lebih jelas, beberapa definisi hipotesis dikemukakan
seperti berikut antara lain dari Nan Lin (1976:74) “Statements which can be directly examined
29
( Variabel X )Kemampuan Komunikasi
Petugas Polmas
1. Kesiapan2. Kesungguhan3. Ketulusan4. Kepercayaan diri5. Ketenangan6. Keramahan 7. Kesederhanaan.
( Variabel Y )Kualitas Pelayanan
Perpanjangan STNK Door to Door
1. Bukti langsung2. Keandalan3. Daya tanggap4. Jaminan5. Empati
with observations of ongoing social activities are called hypothesis (suatu peryataan yang
langsung diuji dengan pengamatan pada suatu aktivitas sosial dinamakan hipotesis)” . Sedangkan
menurut Theadore Horvarth (1985:67) “In science an hypothesis is a statement about one or
more population parameters (dalam ilmu pengetahuan, suatu hipotesis adalah pernyataan
tentang satu atau lebih paramater populasi)”
Berdasarkan uraian diatas menjadi jelas, bahwa hipotesis merupakan piranti penting
dalam penelitian ilmiah. Ada tiga alasan utama yang mendukung pandangan ini. Pertama,
hipotesis dapat dikatakan sebagai piranti kerja teori. Hipotesis dapat dirunut dari teori yang
digunakan untuk menjelaskan permasalahan yang akan diteliti. Misalnya, sebab dan akibat agresi
dpat dijelaskan melalui teori tentang agresi. Kedua, bahwa hipotesis dapat diuji dan ditunjukkan
kemungkinan benar atau tidak benar atau difalsifikasi. Ketiga, hipotesis adalah alat yang besar
dayanya untuk memajukan pengetahuan karena membuat peneliti dapat “keluar” dari dirinya
sendiri. Artinya, hipotesis disusun dan diuji untuk menunjukkan benar atau salahnya dengan cara
terbebas dari nilai dan pendapat peneliti yang menyusun dan mengujinya.
Berdasarkan uraian teoritis yang telah dipaparkan, maka penulis merumuskan Hipotesa
sebagai berikut :
1) Kemampuan Komunikasi Petugas Polmas merupakan kecakapan utama yang dimiliki oleh
Petugas Polmas dalam menjalankan tugasnya yang salah satunya, yaitu Pelayanan
Perpanjangan STNK Door To Door. Kemampuan Komunikasi Petugas Polmas diukur oleh
Kesiapan, Kesungguhan, Ketulusan, Kepercayaan Diri, Ketenangan, Keramahan dan
Kesederhanaan.
2) Kualitas pelayanan Perpanjangan STNK Door To Door yang menggunakan standart Konsep
Pelayanan Publik yang harus dipenuhi oleh Polri dalam memberikan pelayanan kepada
30
masyarakat. Kualitas pelayanan perpanjangan STNK Door to Door diukur oleh Bukti
Langsung, Keandalan, Daya Tanggap, Jaminan, dan Empati.
3) Kemampuan komunikasi petugas Polmas yang dilihat dari Kesiapan, Kesungguhan,
Ketulusan, Kepercayaan Diri, Ketenangan, Keramahan dan Kesederhanaan memiliki
keterkaitan atau hubungan dengan Kualitas pelayanan Perpanjangan STNK Door To Door
yang menggunakan standart Konsep Pelayanan Publik yang dilihat dari Bukti Langsung,
Keandalan, Daya Tanggap, Jaminan, dan Empati.
Berdasarkan kerangka berfikir tersebut, maka dapat disusun HIPOTESIS PENELITIAN
sebagai berikut : “Terdapat pengaruh yang signifikan dari kemampuan komunikasi Petugas
Polmas terhadap kualitas pelayanan Perpanjangan STNK Door to Door pada Direktorat
Lalu Lintas Polda Metro Jaya ”.
Hipotesis tersebut kemudian dijabarkan dalam hipotesis statistik, sebagai berikut :
H0 : ρ = 0, Tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari kemampuan komunikasi Petugas
Polmas terhadap kualitas pelayanan Perpanjangan STNK Door to Door pada Direktorat Lalu
Lintas Polda Metro Jaya.
H1 : ρ ≠ 0, Terdapat pengaruh yang signifikan dari kemampuan komunikasi Petugas Polmas
terhadap kualitas pelayanan Perpanjangan STNK Door to Door pada Direktorat Lalu Lintas
Polda Metro Jaya.
2.4.3 Variabel Penelitian
Dari hipotesis tersebut terlihat adanya dua variabel yang saling berhubungan yaitu :
1) Kemampuan komunikasi Petugas Polmas sebagai variabel bebas atau variabel X.
31
2) Kualitas Pelayanan Perpanjangan STNK Door to Door sebagai variabel terikat atau
variabel Y.
2.4.4 Definisi Operasional
Selanjutnya untuk memperjelas variabel-variabel tersebut di atas dan mempermudah
pembahasan, maka disusun definisi operasional sebagai berikut :
1) Variabel bebas (X) : Kemampuan Komunikasi Petugas Polmas merupakan kecakapan
utama yang dimiliki oleh Petugas Polmas dalam menjalankan
tugasnya yang salah satunya, yaitu Pelayanan Perpanjangan STNK
Door To Door. Kemampuan Komunikasi Petugas Polmas diukur oleh
Kesiapan, Kesungguhan, Ketulusan, Kepercayaan Diri, Ketenangan,
Keramahan dan Kesederhanaan
Sub Variabelnya sebagai berikut :
a) Kesiapan adalah kegiatan persiapan yang dilakukan oleh petugas Polmas sebelum
bertemu masyarakat yang akan diajak melakukan komunikasi di wilayah tanggung
jawabnya dalam lingkup kelurahan , Indikatornya yaitu :
i) Kesiapan Petugas Polmas dalam menentukan Cara Penyampaian pesan yang akan
dikomunikasikan dengan didasari latar belakang si penerima pesan
ii) Kesiapan Petugas Polmas dalam menyiapkan Materi Pembicaraan berdasarkan
pengetahuan dan pengalamannya
iii) Kesiapan Petugas Polmas dalam menentukan seberapa lama Waktu Penyampaian
pesan yang akan disampaikan
32
iv) Kesiapan Petugas Polmas dalam menentukan Saluran Komunikasi yang akan
digunakan untuk menyampaikan pesan yang dimilikinya
b) Kesungguhan adalah Sikap serius yang ditunjukkan oleh Petugas Polmas dalam
mengungkapkan isi pesan yang disampaikan kepada seseorang. Hal ini terlihat dari feed
back yang diberikan oleh penerima pesan, Indikatornya yaitu :
i) Keseriusan yang ditampakkan dari Mimik Muka si petugas Polmas dalam
menyampaikan pesan
ii) Keseriusan dalam menyesuaikan diri petugas Polmas dengan lingkungan dan pribadi
si penerima pesan
iii) Keseriusan yang ditampilkan dari bahasa lisan yang diucapkan oleh Petugas Polmas
dalam menerangkan informasi/pesan yang dimilikinya
c) Ketulusan; adalah sikap tulus yang ditunjukkan oleh petugas Polmas dalam
menyampaikan pesan kepada orang lain, yang bersangkutan harus merasa yakin bahwa
informasi yang akan disampaikan itu merupakan sesuatu yang baik, perlu dan berguna
bagi orang tersebut. Indikatornya yaitu :
i) Keinginan dihargai atau umpan balik yang ingin diperoleh si petugas Polmas setelah
bertemu seseorang
ii) Ketulusan petugas Polmas untuk menjelaskan kembali isi pesan yang tidak
dimengerti si penerima pesan
iii) Kesabaran Petugas Polmas dalam menghadapi seseorang yang tidak simpatik
iv) Kesediaan untuk menjawab setiap pertanyaan yang dilontarkan oleh si penerima
pesan
33
d) Kepercayaan diri; Kepercayaan diri yang baik dalam proses komunikasi akan
berpengaruh pada cara penyampaian dan feed back yang diberikan oleh si penerima
informasi. Indikatornya yaitu :
i) Pengetahuan Petugas Polmas tentang Prosedur Perpanjangan STNK
ii) Penampilan berpakaian petugas Polmas ketika berhadapan dengan seseorang
iii) Gerak Tubuh yang dikeluarkan petugas Polmas sebagai bentuk kepercayaan diri
ketika berbicara dengan seseorang
e) Ketenangan; Sikap tenang yang ditunjukkan oleh Petugas Polmas dalam berkomunikasi
sehingga informasi yang diterima akan diterima jelas baik & lancar , Indikatornya yaitu :
i) Penguasaan materi pesan yang disampaikan oleh petugas Polmas dalam
menjelaskan prosedur perpanjangan STNK
ii) Penguasaan situasi lingkungan dan lawan bicara yang dilakukan oleh petugas
Polmas dalam berkomunikasi.
iii) Cara menanggapi pertanyaan/tanggapan seseorang yang dianggap sulit oleh petugas
Polmas
iv) Gerak tubuh yang dikeluarkan oleh petugas Polmas sebagai bentuk ketenangan ketika
berbicara dengan seseorang.
f) Keramahan; merupakan kunci sukses dalam kegiatan komunikasi karena dengan
keramahan yang tulus akan menimbulkan perasaan tenang, aman dan senang bagi
penerimanya. Indikatornya yaitu :
i) Tutur kata yang diucapkan petugas Polmas ketika berhadapan dengan seseorang
ii) Sikap tubuh yang menunjukkan sikap ramah petugas polmas dalam berhadapan
dengan seseorang
34
g) Kesederhanaan; artinya dalam penyampaian informasi sebaiknya dibuat sederhana,
berurutan dan lengkap baik bahasa, pengungkapan dan penyampaian maka akan
memberikan kejelasan dan kepahaman. Indikatornya yaitu :
i) Sistematika pembicaraan yang dilakukan oleh petugas Polmas ketika berkomunikasi
dengan seseorang
ii) Topik pembicaraan lain yang diungkapkan oleh petugas Polmas selain materi utama
yang dibahas.
iii) Penggunaan kata-kata yang tersusun dalam pembicaraan oleh petugas Polmas ketika
berkomunikasi dengan seseorang.
2) Variabel terikat (Y) : Kualitas Pelayanan Perpanjangan STNK Door To Door yang
menggunakan standart Konsep Pelayanan Publik yang diukur oleh
Bukti Langsung, Keandalan, Daya Tanggap, Jaminan, dan Empati.
Sub Variabelnya sebagai berikut :
a) Bukti Langsung merupakan penampilan fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan
sarana komunikasi. Indikatornya yaitu :
i) Kelengkapan peralatan dan fasilitas yang dimiliki oleh petugas Polmas untuk
mengunjungi masyarakat dalam melayani Perpanjangan STNK.
ii) Jumlah petugas yang tersedia untuk melayani Perpanjangan STNK.
iii) Kelengkapan sarana komunikasi yang dimiliki oleh petugas Polmas.
b) Keandalan merupakan kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan
segera, akurat dan memuaskan. Indikatornya yaitu:
35
i) Kemampuan aparat menyelesaikan Perpanjangan STNK sesuai dengan waktu yang
ditentukan.
ii) Ketelitian aparat dalam membuat Perpanjangan STNK, dalam arti memeriksa
kembali hasil kerjanya agar tidak terjadi kesalahan.
c) Daya tanggap merupakan kemampuan aparat untuk membantu pelanggan atau
masyarakat dan memberikan pelayanan dengan tanggap. Indikatornya yaitu :
i) Kemampuan aparat membantu masyarakat yang menemui kesulitan dalam
Perpanjangan STNK..
ii) Kemampuan aparat menanggapi keluhan masyarakat yang Memperpanjang
STNK, dalam arti menindaklanjuti keluhan tersebut.
d) Jaminan merupakan kemampuan untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan serta
kesopanan aparat dalam memberikan layanan. Indikatornya yaitu :
i) Keterbukaan atau transparansi aparat dalam hal biaya pelayanan Perpanjangan
STNK.
ii) Kemampuan aparat untuk bersikap sopan dalam pelayanan Perpanjangan STNK.
e) Empati merupakan syarat untuk peduli, memberikan perhatian pribadi, dan memahami
kebutuhan pelanggan atau masyarakat. Indikatornya yaitu :
i) Kepedulian aparat terhadap masyarakat yang sangat membutuhkan Perpanjangan
STNK dalam waktu yang cepat untuk keperluan tertentu.
ii) Pendekatan aparat kepada masyarakat yang memperpanjang STNK dengan
memberikan perhatian pribadi.
36
BAB III
RANCANGAN PENELITIAN
Rancangan penelitian (research design) merupakan strategi penulis untuk mencari,
mengumpulkan, mengolah dan menyajikan data dan informasi yang akan dibutuhkan dalam
penelitian. Pelaksanan penelitian pada dasarnya merupakan kegiatan mengumpulkan data, dari
sinilah sebenarnya inti dari suatu penelitian. Dalam rancangan dan pelaksanaan penelitian
penulis menjelaskan tetang pendekatan dan metode apa yang digunakan dalam menghimpun data
yang dibutuhkan dalam penelitian. Selanjutnya menentukan populasi dan sampel, teknik
pengumpulan data dan analisi data. Dari sini pembaca dapat mengetahui keilmiahan penelitian
ini.
3.1 Metode dan Pendekatan Penelitian
3.1.1 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey eksplanasi,
yaitu metode yang menjelaskan hubungan kausal antara variabel bebas dengan variabel terikat
kemudian data yang diperoleh diolah dan disusun sampai diperoleh kejelasan tentang hubungan
variabel bebas dengan variabel terikat. Pendapat tersebut didasarkan pada pendapat Masri
Singarimbun dan Sofian Effendi (1995:43) yaitu “Apabila peneliti menjelaskan hubungan
kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis maka dinamakan penelitian
penjelasan (Eksplanatory research)”
37
3.1.2 Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah Pendekatan Kuantitatif.
Pendekatan kuantitatif memfokuskan permasalahan pada variabel (konsep yang mempunyai
variasi nilai) dan dicari hubungan antara variabel tersebut dengan menggunakan teori yang
sudah ada. Pendekatan kuantitatif mengukur variabel dalam bentuk angka-angka. Instrumen yang
digunakan untuk mengukur data. Penelitian kuantitatif bersifat general atau umum. Sifat dari
penelitian ini menjelaskan (eksplanatif) sesuatu. Data dan informasi dipeloreh dari populasi dan
sampel kemudian menentukan responden yang akan dipilih. Kualitas pendekatan kuantitatif
terletak pada standar proses yang dilakukan. Dari penelitian ini akan didapat sejauh mana
pengaruh kemampuan komunikasi Petugas Polmas terhadap kualitas pelayanan perpanjangan
STNK Door To Door.
3.2 Populasi dan Sampel
Populasi (sering disebut : universum, universe, universe of discource) merupakan jumlah
total dari keseluruhan elemen yang dianalisis atau dipelajari. Populasi adalah jumlah keseluruhan
unit analisis yang akan diselidiki karakter atau ciri-cirinya sedangkan sampel adalah sebagian
dari unit-unit yang ada dalam populasi yang ciri-ciri atau karakteristiknya benar-benar diselidiki.
Dalam Penelitian ini, peneliti menggunakan seluruh populasi sebagai informasi
penelitian. Arikunto menyatakan bahwa survei yang dilakukan kepada semua populasi
dinamakan penelitian sensus. Menurut Hamonangan Ritonga . Pencacahan Sensus adalah
pencacahan yang dilakukan terhadap seluruh elemen dalam wilayah/waktu pengamatan. Penulis
menggunakan seluruh populasi dijadikan sebagai sampling. Unit analisis penelitian adalah
38
seluruh individu yang menjadi elemen populasi yaitu terdiri dari seluruh Petugas Polmas
sebanyak 20 orang yang diberikan tugas dan tanggung jawab berupa Sprinlak oleh Direktorat
Lalu Lintas Polda Metro Jaya untuk melaksanakan kunjungan pelayanan Perpanjangan STNK
Door To Door ke masyarakat..
3.3 Operasionalisasi Variabel
Untuk mempermudah mengukur suatu variabel maka dilakukan operasional variabel.
Operasionalisasi adalah mengubah variabel teoritik atau konsep menjadi variabel empirik atau
variabel operasional. Operasional variabel merupakan kerangka kerja yang digunakan sebagai
pedoman dalam penyusunan hal yang berkaitan dengan pengukuran variabel. Skala pengukuran
yang digunakan penulis adalah skala Likert.
Riduwan menyatakan bahwa skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan
persepsi seseorang atau sekelompok tentang kejadian atau gejala sosial. Dalam penelitian gejala
sosial ini telah telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya disebut variabel
penelitian. Dengan menggunakan skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan
menjadi dimensi, dimensi dijabarkan menjadi sub variabel dijabarkan lagi menjadi indikator-
indikator yang dapat diukur. Akhirnya indikator-indikator yang terukur ini dapat dijadikan titik
tolak untuk membuat item instrumen yang berupa pertanyaan atau pernyataan yang perlu
dijawab oleh responden.
Skala yang berasal dari ide yang dikemukakan oleh Likert dan dikenal dengan skala Likert
ini biasanya menggunakan lima tingkatan. Tentu saja peneliti dapat membuat variabel dengan
menyingkat menjadi tiga tingkatan dapat pula memperbesar rentangan menjadi lima tingkatan.
Pemilihan alternatif diserahkan pada keinginan dan kepentingan peneliti yang menciptakan
39
instrumen tersebut.
Dari penjelasan diatas penulis membuat data ordinal (data yang menunjukkan pada
tingkatan sesuatu) dari pertanyaan dalam menjadi data yang mempunyai tingkatan serta untuk
mempermudah dalam penghitungan diberikan skor pada masing-masing pertanyaan. Rentangan
yang digunakan penulis dalam penelitian ini dengan lima tingkatan. Skala modifikasi dan skor
sebagai berikut:
No Alternatif jawaban Singkat Skor
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Sangat Setuju atau Selalu
Setuju atau Sering
Ragu-ragu atau Kadangkala
Tidak Setuju atau Jarang sekali
Sangat Tidak Setuju atau Tidak pernah
SS
S
R
TS
STS
5
4
3
2
1
Tabel 3.1 Skor Alternatif Jawaban
Berdasarkan teori dan konsep serta didukung oleh penelitian terdahulu maka penjabaran
variabel, baik variabel bebas maupun terikat dalam penelitian ini, dapat dijabarkan menjadi sub
variabel/ dimensi, indikator dan rencana pertanyaan , sebagai berikut.
VARIABEL PENELITIAN
DIMENSI /SUB VARIBEL
INDIKATOR PERTANYAAN
1 2 3 4
Varibel Bebas (X)Kemampuan Komunikasi
Petugas Polmas
1. Kesiapan (X1) 1. Penentuan Cara Penyam paian
1,2
2. Kesiapan materi pembi caran
3,4
3. Perencanaan Waktu dan tempat
5,6
4. Perencanaan penggu naan saluran Komunikasi
7
1. Keseriusan Mimik Muka 8
40
Varibel Bebas (X)Kemampuan Komunikasi
Petugas Polmas
2. Kesungguhan (X2) 2. Penyesuaian diri 9,103. Bahasa lisan yang diucap
kan11,12
3. Ketulusan (X3) 1. Umpan balik yang ingin diperoleh
13,14
2. Keinginan menjelaskan kembali isi pesan
15
3. Kesabaran menghadapi situasi
16,17
4. Kesediaan menjawab semua pertanyaan
17
5. Kepercayaan Diri (X4) 1. Pengetahuan terhadap prosedur
18,19
2. Penampilan berpakaian 203. Gerak tubuh ketika
berbicara21,22
4. Ketenangan (X5) 1. Penguasaan materi pesan 23,242. Penguasaan situasi 25,263. Cara menanggapi 274. Gerak tubuh ketika
berbicara28,29
6. Keramahan 1. Tutur Kata 302. Sikap Tubuh 31,32
5. Kesederhanaan ( X7) 1. Sistimatika Pembicaraan 332. Topik pebicaraan lain
selain materi utama34,35
3. Susunan penggunaan kata-kata
36,37
Variabel Terikat (Y)Kualitas Pelayanan
Perpanjangan STNK Door To Door
1. Bukti Langsung (Y1) 1. Kelengkapan Peralatan dan Fasiitas
38,39
2. Jumlah petugas yang melayani
40,41
3. Kelengkapan sarana komunikasi
42
2. Keandalan (Y2) 1. Kecepatan penyelesaian 43,442. Ketelitian 45
3. Daya Tanggap (Y3) 1. Kemampuan membantu masy. yg temui kesulitan
46,47
2. Tanggapan terhadap keluhan
48,49
4. Jaminan (Y4) 1. Transparansi biaya 50,512. Sikap Sopan dan
keramahan52,53
5. Empati (Y5) 1. Kepedulian unt mempercepat Yan
54
2. Pendekatan yang dilakukan
55,56
Tabel 3.2Operasionalisasi Variabel
a. Teknik Pengumpulan Data
41
Tahap berikut yang dilakukan penulis adalah pengumpulan data. Pengumpulan data dapat
definisikan sebagai berikut : Data collection is the process by which information is gathered
from respondents (pengumpulan data adalah suatu proses untuk memperoleh informasi dari
responden)
Teknik pengumpulan data yang dipakai adalah daftar pertanyaan (kuesioner). Metode
kuesioner merupakan satu mekanisme pengumpulan data yang efeisien bila peneliti mengetahui
secara jelas apa yang disyaratkan dan bagaimana mengukur varibel yang diminati. Satu
kuesioner atau angket adalah satu set tulisan tentang pertanyaan yang diformulasikan untuk mana
responden mencatat jawabannya, biasanya secara terbuka alternatif jawaban ditentukan.
Metode pengumpul data adalah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan oleh penulis
untuk mengumpulkan data. Sumber dalam pengambilan data yang dihimpun langsung oleh
penulis disebut sumber primer datanya disebut data primer, sedangkan sumber data yang
diperoleh dari tangan kedua disebut sumber sekunder datanya disebut data sekunder.
Dalam Penelitian ini peneliti mengumpulkan data primer menggunakan metode kuesioner
(angket) adalah suatu pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis dengan memberikan daftar
pertanyaan kepada responden yang telah ditentukan, untuk diisi dan dikembalikan lagi kepada
penulis. Penulis menyerahkan langsung kuesioner kepada semua responden Petugas Polmas yang
diberikan tugas dan tanggung jawab berupa Sprinlak oleh Direktorat Lalu Lintas Polda Metro
Jaya untuk melaksanakan kunjungan pelayanan Perpanjangan STNK Door To Door ke
masyarakat sebanyak 20 orang. Kuesioner terdiri dari 56 (lima puluh enam) pertanyaan,
direncanakan sebanyak 4 – 5 lembar. Dengan alternatif jawaban seperti telah dijelaskan dalam
bagian operasional variabel. Responden tinggal menulis dangan tanda silang pada alternatif
jawaban yang dipilih.
42
Untuk melengkapi data primer, peneliti mengumpulkan data sekunder dengan wawancara
kepada Direktur Lalu Lintas, Kabag Regident, Kasie STNK dan Kasubsie STNK di Jajaran
Polda Metro Jaya. Wawancara dilakukan tentang karakteristik umum pelayanan perpanjangan
STNK door to door seperti area pelayanan, jumlah personel, mekanisme pelayanan, struktur
organisasi, dan hasil pelayanan perpanjangan STNK door to door baik dari segi kualitas maupun
segi kuantitas . Penulis juga melakukan studi kepustakaan yaitu metode pengumpulan data
dengan membaca dokumen tertulis seperti karangan ilmiah yang ada hubungannya dengan
masalah yang diteliti. Penulis mencari literatur di perpustakaan PTIK dan di Internet yang sesuai
dengan penelitian yang dilakukan. Data dari kepustakaan ini melengkapi data primer yang
diperoleh dari hasil penelitian
3.5 Teknik Analisis Data
Analisis yang dipergunakan dalam menganalisa skripsi ini menggunakan statistika,
yaknik statistik deskriptif. Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk
menganalisas data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul
sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau
generalisasi. Termasuk dalam statistik deskriptif antara lain adalah penyajian data melalui tabel,
perhitungan modus, median, mean, perhitungan presentase, standard deviasi, perhitungan
penyebaran. Statistik deskriptif juga dapat dilakukan untuk mencari kuat hubungan antara
variabel melalui analisa korelasi, melakukan analisis regresi dan membuat perbandingan dengan
membandingkan rata-rata data sampel atau populasi.
Data hasil penelitian disajikan melalui distribusi frekuensi. Kegiatan ini merupakan awal
dari analisis data. Distribusi frekuensi merupakan salah satu teknik penyajian data yang
43
menunjukkan bagaimana objek pengamatan tersebar pada kategori atau skor yang dibuat atau
didapat. Satu tabel frekuensi disusun dalam suatu badan tabel yang memuat informasi, nama
variabel, kategori variabel, frekuensi dari setiap kategori dan frekuensi total dari semua kategori.
Tahap setelah pengumpulan data adalah menganalisis data yang telah diperoleh dari
penelitian. Dalam penelitian kuantitatif ini penulis menggunakan teknik analisis data dengan
menggunakan statistik. Analisis kuantitatif yang menekankan penggunaan statistik untuk
menganalisis data hasil penelitian dalam berbagai bidang ilmu akan menghasilkan kesimpulan
dengan tingkat presisi yang relatif lebih menyakinkan. Dalam tahap analisis data ini penulis
melakukan tahap editing data, koding data, klasifikasi data, dan interpretasi data, agar data yang
diperoleh dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya. Tahap ini merupakan salah satu tahap
yang penting dalam penelitian.
Dalam Analisis data penelitian penulis banyak menggunakan perangkat komputer
khususnya SPSS (statistical package for sosial science) 12.0 for Windows, penggunaan
perangkat program SPSS 12.0 ini sangat mempermudah dan mempercepat pengolahan data dan
informasi dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Tetapi penggunaan perangkat komputer ini
harus didukung oleh ketelitian dan kecermatan.
Editing data merupakan kegiatan memeriksa dan meneliti daftar pertanyaan yang telah
dikembalikan oleh responden dan sudah diisi. Penulis akan mengecek semua isian yang
dilakukan oleh responden dari hasil pengecekan terhadap 20 (dua puluh) responden.
Setelah memeriksa dan meneliti jawaban kuesioner dari responden, kemudian memasukkan
semua data-data dalam program SPSS 12.0. Data yang dimasukkan akan muncul hasil sesuai
dengan permintaan. Penulis sudah bisa langsung membuat kategori-kategori sesuai dengan
macam yang diinginkan. Dan sekaligus mengklisifikasi data sesuai dengan jenisnya. Klasifikasi
44
data untuk mempermudahkan penggolongan responden menurut keinginan penulis dapat juga
dilihat persentasenya.
Dari data yang sudah diklasifikasikan menurut jenis tertentu sesuai keinginan, untuk lebih
memudahkan dibaca maka dilakukan langkah tabulasi data. Tabulasi merupakan tampilan data
berdasarkan tabel-tabel yang dibuat untuk meringkas data yang begitu banyak. Dengan
menampilkan data berupa tabel orang yang membaca akan cepat megerti maksud tabel tersebut,
lain jika data ditampilkan dalam bentuk kalimat orang yang membaca akan relaif lebih lama.
Tidak semua data yang ditampilkan oleh program SPSS 12.0, dapat langsung dibaca, ada
data-data tertentu yang harus ditafsirkan lebih dahulu oleh penulis. Program komputer hanya
menghasilkan data setengah jadi biasanya berupa angka-angka untuk membaca angka-angka
tersebut, maka dilakukan tahap interpretasi data. Dengan interpretasi data orang yang membaca
akan mengerti maksud dari data yang berupa angka tersebut. Tulisan ini pada dasarnya penelitian
untuk bidang ilmu sosial, jadi yang harus ditampilkan adalah hasil yang berupa kalimat, bukan
angka-angka atau rumus matematika.
Analisis deskriptif adalah jenis analisa data yang dimaksudkan untuk mengungkapkan
keadaan atau karakteristik data sampel untuk masing-masing variabel penelitian secara tunggal.
Analisis deskriptif menggambarkan sejauh mana pemahaman responden terhadap pertanyaan
yang diajukan dalam kuesioner menyakut tentang variabel, analisis ini meliputi tabel distribusi
frekuensi, grafik, ukuran pemusatan, dan ukuran penyebaran. Sedangkan analisis regresi
digunakan untuk menguji hipotesis pada Bab II. Sebelum melakukan analisis tersebut penulis
terlebih dahulu melakukan uji validitas dan reliabilitas.
3.5.1 Uji Validitas dan Reliabilitas
45
Peneliti mengunakan instrumen sendiri dalam pengumpulan data, agar instrumen
penelitian betul-betul handal dan terukur, maka peneliti mencobakan instrumen tersebut sebelum
melakukan pengumpulan data artinya instrumen pengumpul data tersebut harus di uji
keabsahannya agar dapat dipercaya. Instrumen dapat dikatakan memenuhi persyaratan sebagai
alat pengumpul data apabila sekurang-kurangnya instrumen tersebut valid dan reliabel. Burhan
Bungin (2005:121) mengatakan “validitas adalah keadaan yang menggambarkan tingkat
instrumen yang bersangkutan mampu mengukur apa yang akan diukur” .
Validitas menunjukan sejauh mana alat pengukur dapat mengukur apa yang diukur. Valid
tidaknya suatu item instrumentasi dapat diketahui dengan membandingkan indeks korelasi
product moment pearson dengan level signifikansi 5 % dengan nilai kritisnya atau dengan cara
membandingkan nilai signifikansi (Sign.) hasil korelasi. Bila nilai signifikansi hasil korelasi
lebih kecil dari 0.05 (5%) maka dinyatakan valid dan sebaliknya dinyatakan tidak valid (artinya
butir pernyataan itu gugur). Dalam penghitungan ini penulis menggunakan nilai signifikan
sebagai pembanding. Nilai signifikan dapat dicari dengan bantuan Korelasi Product Moment
Pearson, dengan rumus sebagai berikut.
n XY - X Y r = n X² - ( X)² n Y ² - ( Y)²
Keterangan:r = koefisian korelasi yang di carin = banyaknya subjek pemilik nilaiX = nilai independent variabelY = nilai dependent variabel.
Dalam penelitian ini peneliti menguji sebanyak 56 (lima puluh enam) instrumen, dengan
perincian 37 (tiga puluh tujuh) instrumen kemampuan komunikasi Petugas Polmas sebagai
46
variabel independen atau variabel bebas ( X ), dan 19 (sembilan belas) instrumen kualitas
pelayanan perpanjangan STNK sebagai variabel dependent atau variabel terikat ( Y ).
Persyaratan yang kedua dari instrumen pengumpul data adalah realibilitas, Menurut
Burhan Bungin (2005:144) “reliabilitas instrumen penelitian menggambarkan pada kemantapan
dan kestabilan alat ukur yang digunakan, Reliabilitas adalah indeks yng menunjukan sejauh
mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan, untuk menguji digunakan
Rumus Alpha Cronbach dengan rumus sebagai berikut.
r11=( kk−1 )(1−
∑ σb2
σ t2 )
di mana :r11 = koefisien alpha cronbachk = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
∑ σb2
= jumlah varians butirσ t
2= varians total
Instrumen dapat dikatakan handal (reliabel) jika memiliki koefisien keandalan reliabilitas
sebesar 0.6 atau lebih. Suatu alat ukur atau instrumen dikatakan memiliki reliabilitas yang baik
apabila alat ukur atau instrumen tersebut selalu memberikan hasil yang sama meskipun
digunakan berkali-kali baik oleh peneliti yang sama maupun oleh peneliti yang berbeda atau
dengan kata lain instrumen penelitian harus memiliki tingkat konsistensi yang tinggi.
3.5.2 Uji Regresi
Pengujian regresi menurut Hamonangan Ritonga (2005: 86) “untuk menunjukkan bentuk
hubungan antara variabel yang satu dengan variabel yang lain, sifat hubungan ini juga dapat
dijelaskan antara variabel yang satu sebagai penyebab (variabel X) sedang variabel yang lain
47
sebagai akibat (variabel Y)”. Dalam penelitian ini menggunakan regresi linier sederhana karena
variabel penelitian terdiri dari satu variabel bebas dan satu variabel terikat. Dengan demikian
persamaan regresi linier yang sederhana seperti rumus sebagai berikut :
Y = b0 + b1XKeterangan:b0 = konstanta, yang menunjukkan besarnya nilai Y apabila X bernilai 0b1= koefisien regresi (slope coefficient), yang menunjukkan pengaruh variabel X
terhadap Y. Dengan kata lain, β1menunjukkan perubahan variabel Y sebagai akibat berubahnya nilai variabel X sebesar 1 unit/satuan.
Hubungan antara 2 (dua) variabel menurut Hamonangan Ritonga (2005:76) pada
dasarnya terbagi menjadi 3 (tiga) macam bentuk hubungan antara lain :
1) Hubungan searah (hubungan positif), apabila satu variabel X mempengaruhi variabel Y secara searah, artinya jika X naik berakibat naiknya nilai Y, begitu sebaliknya jika nilai X turun akan berakibat menurunnya nilai Y.
2) Hubungan berlawanan arah (hubungan negatif), apabila suatu variabel X mempengaruhi variabel Y secara berlawanan arah, artinya naiknya nilai X justru akan berakibat menurunnya nilai Y, begitu juga sebaliknya, jika nilai X turun akan mengakibatkan kenaikan nilai Y.
3) Tidak ada hubungan, apabila perubahan nilai suatu variabel X tidak berdampak pada variabel Y, artinya baik naik maupun turunny nilai X tidak berdampak pada kenaikan ataupun penurunan nilai Y. Dengan kata lain, perubahab nilai Y sama sekali tidak seirama dengan perubahan nilai X.
Jadi nilai koefisien regresi atau b1 nilainya dapat posif ( + ) atau dapat pula mempunyai
nilai negatif ( - ). Apabila koefisien regresi positif, maka garis regresi akan mempunyai lereng
positif, yang berarti hubungan 2 variabel yaitu variabel (X) dan variabel (Y) searah atau
hubungannnya positif. Sedangkan apabila koefisien regresi negatif, maka garis regresi akan
mempunyai lereng negatif, yang berarti hubungan 2 variabel yaitu variabel (X) dan variabel (Y)
berlawanan arah atau hubungannya negatif. Menguji signifikansi hubungan liniear antara
kemampuan komunikasi Petugas Polmas dengan kualitas pelayanan Perpanjangan STNK.
48
3.6 Jadwal Penelitian
Penulis menyusun jadwal penelitian guna mempermudah penyelesaian tahap-tahap
penulisan skripsi. Tabel 3.3 menjelaskan tentang jadwal penelitian dengan judul Pengaruh
Kemampuan Komunikasi Petugas Polmas Terhadap Kualitas Pelayanan Perpanjangan STNK
Door to Door Pada Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya.
NO TANGGAL KEGIATAN PENELITIAN NARA SUMBER
TEMPAT HASIL YANG DIHARAPKAN
1 2 3 4 5 61 21Juli-17 No
2008Penghadapan kepada dosen pembimbing
Ricko Marbun, SH, M.si
Jakarta Pengarahan tehnis tentang penelitian
2 21-22 Juli 2008 Pengajuan judul skripsi ke Mindik TIM PTIK Judul yang telah direncanakan dapat diserahkan ke Mindik
3 29 Juli 2008 Persetujuan judul skripsi TIM PTIK Judul yang telah diajukan telah ditentukan lembaga dan diketahui oleh peneliti
4. 22 Juli – Agustus 2008
Perumusan Masalah TIM PTIK Peneliti sudah dapat merumuskan masalah yang akan diteliti sesuai dengan judul yang telah ditetapkan
5. Agustus – Oktober 2008
Studi Kepustakaan Ka Pustaka PTIK Peneliti dapat menemukan dan melakukan studi terhdap skripsi yang relevan dengan penelitian
6. Agustus-16 Oktober 2008
Buat rancangan dan rencana penelitian Ricko Marbun, SH.MH
Jakarta Peneliti telah menyelesaikan rancangan dan rencana penelitian
7. 17 Oktober 2008
Penyerahan Renlit kepada Bag Mindik Tim PTIK Renlit telah diselesaikan dan diserahkan ke mindik
5 18-22 Oktober 2008
Uji validitas dan reabilitas kueisoner KBP Drs. Djoko Susilo
Polda Metro Jaya
Pengujian kuesioner dengan responden Petugas Polmas yang ditugaskan pelayanan perpanjangan STNK door to door sebanyak 20 orang
6 18 Oktober – 13 November 2008
Pengumpulan data secara simultan KBP Drs. Djoko Susilo
Polda Metro Jaya
Pengumpulan data dengan instrumen kuesioner kepada 20 orang Petugas Polmas selesai
8. 10 – 15 November 2008
Pembuatan Laporan Hasil Penelitian TIM PTIK Laporan hasil penelitian selesai dibuat
9. 18Oktober – 18 November 2008
Pembuatan Skripsi dan konsultasi dengan pembimbing tentang penulisan
Ricko Marbun, SH, M.si
Jakarta Pembahasan penulisan skripsi pada Bab I, II dan III dan pemeriksaan secara bertahap penulisan draft bab IV dan V
10. 18 November 2008
Penyerahan Skripsi kepada Bag Mindik dan Penguji
Mindik PTIK Skripsi telah diserahkan ke Bag Mindik dan penguji
15. 9-22 Desember 2008
Ujian skripsi TIM PTIK Penelitian yang dilakukan oleh penulis dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dalam sidang dewan penguji
16. 2 – 27 Desember 2008
Perbaikan skripsi yang telah diuji TIM PTIK Perbaikan skripsi demi peningkatan mutu keilmiahan
17. 15-27 Desember
Rekomendasi hasil perbaikan skripsi oleh pembimbing dan penguji
TIM PTIK Perbaikan skripsi telah selesai dan memperoleh rekomendasi dari pembimbing dan penguji
18. 2 Januari 2009 Penyerahan Naskah perbaikan ke Bag Mindik
TIM PYIK Naskah perbaikan telah diserahkan ke Mindik
Tabel 3.3Jadwal Penelitian
49
Demikian Rencana Penelitian ini dibuat untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh
Dosen Mata Kuliah Seminar Judul Penelitian, penulis menyadari bahwa Rencana Penelitian ini
masih jauh dari sempurna maka penulis meminta koreksi, saran dan kritik yang membangun dari
para dosen dan pembaca demi lebih baiknya makalah ini dikemudian hari.
50
Jakarta, Agustus 2008PENULIS
DOLLY GUMARANO. MHSW 6496
DAFTAR PUSTAKA
1. Babinkum, 2002, “Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia” , Jakarta, Mabes Polri
2. Prof. Chan, 1996, “ Cultural Knowledge in Organization”, rev edition, cet 4 , Sidney, Hill
Book Company.
3. Ermaya Suradinata,1997, “ Kinerja Pelayanan Publik Indonesia, Dari Perspektif Kepuasan
Masyarakat”, Yogyakarta, Bina Dharma Press.
4. Indah Sukmaningsih, 2003, “ Kekecawaan Masyarakat terhadap Kinerja Pelayanan
Aparatur Negara”, edisi revisi, cet. 2, Semarang, Universitas Diponegoro
5. Soleh Satria, 2007, “ Program Samsat Door To Door, Terobosan Pelayanan Polda Meto
Jaya”, dari webpage http://www.hdc-jakarta.com/-sda/0503/16/data/564531.htm, diakses
tanggal 12 Juli 2008.
6. Kompas Online , “ Perpanjangan STNK Direktorat Lantas Polda Metro Jaya, Merubah
Citra Pelayanan Polri”, dari http://www.kompas.com/-dfh/0522/16/data/98mk.htm, diakses
tanggal 12 Juli 2008.
7. Nan Lin, 1976 , Foundations of Social Research”, cet. 6, London, MacGraw Press
Company
8. Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1995, Edisi 3, Jakarta, CV Budi Dharana
9. Hasymi Ali, 1995, “Hope Your Path Goal”, terjemahan bebas, cet. 2, Jakarta, CV Restu
Agung
10. Miftah Toha, 1994, “ Penyelerasan Diri Menghadapi Kemajuan Zaman”, cet. 2, Jakarta,
Pharama Durgha Press.
11. M.D. Fowler, 1951, “Aptitude, Abilities, and Skill” dalam M.D. Dunnette (ed), Handbook of
Industrial and Organizational Psychology, Chicago, Butterworth Edition.
12. Sondang Siagian, 2003, “ Ilmu Komunikasi”, edisi rev, cet 5, Jakarta, PT Gramedia Pustaka
Utama
13. Heru Puji Winarso, 2005, “ Komunikasi Massa, Menurut Pandangan Ilmu Sosiologi“, edisi
rev, cet.2, Bandung, Nuansa Aulia
14. A.W. Wijaya, 2002, “Komunikasi Threupatik”, cet 4, Jakarta, PT Garfiti Press
51
15. Viktor M. Sitomorang dan Coermentyna Sitanggang, 1994, “ Perkembangan Pemerintahan
Daerah, Dahulu, Kini dan Akan Datang “, cet. 2, Semarang, PT Mandiri Cipta Persada
16. Mabes Polri, 2006, “Panduan Polmas, Seri Polmas : 737” , Jakarta, Pusat Studi
Perpolisian Masyarakat
17. Triguno Santoso, 1997, “ Manajemen Sumber Daya Manusia”, edisi rev, cet 2, Jakarta,
Persada Grafindo
18. Fandi Tjiptono, 1999, “ Manajemen Pelayanan Jasa Berbasis Kemasyarakatan “, cet 3,
Bandung, CV Pasundan Persada
19. Moenir, 1995, “ Kinerja Pelayanan dan Akuntansi Publik “, edisi rev., cet.2, Jakarta,
Peradaban
20. Pamudji, Rahmat. 1994, “ Pelayanan One Gate System, Upaya Terobosan Pelayanan dan
Jasa”, Jakarta, Fakultas Ekonomi UI
21. A. Djaja Saefullah, 1999, “ Operasionalisasi Pelayanan Terpadu oleh Pemerintah”,
Jakarta, Restu Agung Persada Press
22. Atep Adya Barata, 2004, “Dasar-Dasar Pelayanan Prima”, Jakarta, PT Elex Media
Komputindo
23. Suit dan Al Masdi, 1996, “ Melayani atau Dilayani, Persoalan Mental Birokrat Kita “,
Jakarta, PT Griya Grafindo Tama
24. Theadore Horvarth, 1985, “Basic Statistic for Behavioral Science”, Boston , Brown
Company.
25. Prof.Dr.H.M.Burhan Bungin, S.sos, M.Si, 2005, “Metodologi Penelitian Kuantitatif “, Ed.1,
cet.3, Jakarta , Fajar Interpranata Offset
26. Hamonangan Ritonga, 2005, “ Statistika”, Hand out Mahasiswa PTIK, Jakarta, PTIK Press
52
top related