referat tumor otak
Post on 14-Dec-2015
68 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Tumor otak atau tumor intrakranial merupakan neoplasma atau proses
desak ruang (space occupying lession atau space taking lession) yang timbul di
dalam rongga tengkorak baik di dalam kompartemen supratentorial maupun
infratentorial. 1,2
Di Amerika Serikat, berdasarkan data statistik dari Central Brain Tumor
Registry of United State angka kejadian tumor otak adalah 14,8 per 100.000
populasi per tahun, dimana wanita lebih banyak (15,1) dibandingkan dengan
pria (14,5). Sedangkan di negara-negara lainnya angka kejadian tumor otak
berkisar antara 7-13 per 100.000 populasi per tahun (Jepang 9 per 100.000
populasi per tahun, Swedia 4 per 100.000 per tahun). Di Indonesia dijumpai
frekuensi tumor otak sebanyak 200-220 kasus/tahun dimana 10% darinya adalah
lesi metastasis. Insidensi tumor otak primer bervariasi sehubungan dengan
kelompok umur penderita. Angka insidens ini mulai cenderung meningkat sejak
kelompok usia dekade pertama yaitu dari 2/100.000 populasi/tahun pada
kelompok umur 10 tahun menjadi 8/100.000 populasi/tahun pada kelompok usia
40 tahun; dan kemudian meningkat tajam menjadi 20/100.000 populasi/tahun
pada kelompok usia 70 tahun untuk selanjutnya menurun lagi. Insiden per tahun
tumor primer intra¬kranial adalah 7,8-12,5/100.000 penduduk, yakni dari
10.000 penduduk, setiap tahun terdapat kurang lehih satu penderita baru tumor
primer intrakranial. Tumor primer intrakranial terbanyak adalah glioma, yakni
sekitar 35-60%; meningioma sekitar 9-22%; hipofisoma 5-16%; neurilemoma 7-
1
9%. Data terdahulu dari bagian bedah saraf, tumor sekunder otak menempati 10-
15% dari pasien tumor otak, namun bagian terbesar pasien tumor metastatik
otak tidak ditangani bagian bedah saraf.1,3
Diagnosa tumor otak ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan
pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiologi dan patologi anatomi.
Dengan pemeriksaan klinis kadang sulit menegakkan diagnosa tumor otak
apalagi membedakan yang benigna dan yang maligna, karena gejala klinis yang
ditemukan tergantung dari lokasi tumor, kecepatan pertumbuhan masa tumor
dan cepatnya timbul gejala tekanan tinggi intrakranial serta efek dari masa
tumor kejaringan otak yang dapat menyebabkan kompresi, infasi dan destruksi
dari jaringan otak. Walaupun demikian ada beberapa jenis tumor yang
mempunyai predileksi lokasi sehingga memberikan gejala yang spesifik dari
tumor otak. Dengan pemeriksaan radiologi dan patologi anatomi hampir pasti
dapat dibedakan tumor benigna dan maligna.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Otak
Otak merupakan jaringan yang konsistensinya kenyal menyerupai agar dan
terletak di dalam ruangan yang tertutup oleh tulang, yaitu cranium (tengkorak),
yang secara absolut tidak dapat bertambah volumenya, terutama pada orang
dewasa. Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih
100 triliun neuron atau dapat diibaratkan sejumlah bintang di langit. Masing-
masing neuron mempunyai 1000 sampai 10.000 korteks sinaps dengan sel saraf
lainnya, sehingga mungkin jumlah keseluruhan sinaps di dalam otak dapat
mencapai 100 triliun.1 Gambar penampang otak dapat dilihat pada gambar 2.1.
3
Gambar 2.1 Gambaran Penampang Otak
Jaringan otak dillindungi oleh beberapa pelindung, mulai dari permukaan luar
adalah kulit kepala, tulang tengkorak, meningens (selaput otak), dan likuor
serebrospinal. Meningens terdiri dari tiga lapisan, yaitu : Duramater (meningens
cranial terluar), arakhnoid (lapisan tengah antara duramater dan piamater), dan
piamater (lapisan selaput otak yang paling dalam). Di tempat-tempat tertentu
duramater membentuk sekat-sekat rongga cranium dan membaginya menjadi tiga
kompartemen. Tentorium merupakan sekat yang membagi rongga cranium menjadi
supratentorial dan infratentorial, memisahkan bagian posterior-inferior hemisfer
serebri dari serebelum.1
Korteks serebrum mempunyai pola individual (yang berbeda antara manusia
satu dan lainnya) yang ditandai dengan celah-celah yang disebut sulkus dan birai-
birai yang dikenal dengan nama girus. Dengan adanya sulkus di atas, serebrum dapat
dibagi menjadi beberapa lobus ; (1) Lobus frontalis di fosa anterior; pusat fungsi
perilaku, pengambilan keputusan, dan control emosi; (2) Lobus temporalis di fosa
media; pusat pendengaran, keseimbangan, dan emosi-memori; (3) Lobus oksipitalis
di belakang dan di atas tentorium; pusat penglihatan dan asosiasi; (4) Lobus
parietalis di antara ketiganya; pusat evaluasi sensorik umum dan rasa kecap.1
2.2 Definisi
Tumor otak atau tumor intrakranial merupakan neoplasma atau proses
desak ruang (space occupying lession atau space taking lession) yang timbul di
dalam rongga tengkorak baik di dalam kompartemen supratentorial maupun
infratentorial. Di dalam hal ini mencakup tumor-tumor primer pada korteks,
meningens, vascular, kelenjar hipofise, epifisis, saraf otak, jaringan penyangga,
4
serta tumor metastasis dari bagian tubuh lainnya. Tumor otak dapat bersifat
maligna ataupun benigna. Tumor otak dapat menekan jaringan otak normal ke
daerah kranium: menyebabkan kerusakan pada jaringan otak. Apabila sel-sel
tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri, disebut tumor otak primer dan bila
berasal dari organ –organ lain, disebut tumor otak metastase. 1,2
2.3 Etiologi dan Faktor Risiko Tumor Otak
Penyebab tumor otak hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti,
walaupun telah banyak penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang
perlu ditinjau sebagai penyebab tumor otak, sebagai berikut:4
1. Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali
pada meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada
anggota-anggota sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber
yang dapat dianggap sebagai manifestasi pertumbuhan baru, memperlihatkan
faktor familial yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma tersebut tidak ada
bukti-bukti yang kuat untuk memikirkan adanya faktor-faktor herediter yang
kuat pada neoplasma.
2. Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan
yang mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Tetapi
ada kalanya sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh,
menjadi ganas dan merusak bangunan di sekitarnya. Perkembangan abnormal
itu dapat terjadi pada kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma.
5
3. Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami
perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat memicu
terjadinya suatu glioma. Pernah dilaporkan bahwa meningioma terjadi setelah
timbulnya suatu radiasi.
4. Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang
dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses
terjadinya neoplasma, tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan
antara infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem saraf pusat.
EBV, adenovirus tipe 12, papovavirus, dan retrovirus.
5. Substansi-substansi Karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan.
Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti
methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang
dilakukan pada hewan.
2.4 Patogenesis Tumor Otak
Patogenesis tumor system saraf pusat, mis. Glioma, pada dasarnya
melibatkan gen-gen yang menyebabkan inisiasi, diferensiasi, dan proliferasi sel-
sel tumor. Gen ini mengkode factor pertumbuhan dan reseptornya, protein second
messenger, yang mempengaruhi control siklus sel, apoptosis dan nekrosis, factor
transkripsi dan protein memediasi angiogenesis dan interaksi antara tumor dan
matriks ekstraseluler. Keterlibatan onkogen (overekspresi) dan inaktivasi tumor
suppressor genes berperan dalam pathogenesis pasien ini.5
6
Gambar 2.2 Deskripsi genetic molekuler pathogenesis kanker5
2.5 Klasifikasi Tumor Otak
Klasifikasi tumor otak diawali oleh konsep Virchow berdasarkan tampilan
sitologinya, dan dalam perkembangan selanjutnya dikemukakan berbagai variasi
modifikasi peneliti-peneliti lain dari berbagai negara. Klasifikasi universal awal
dipelopori oleh Bailey dan Cushing (1926) berdasarkan histogenesis sel tumor
dari sel embrional yang dikaitkan dengan diferensia-sinya pada berbagai
tingkatan. Korelasi klasifikasi ini dengan klinis penderita diperankan oleh faktor-
faktor seperti: lokasi tumor, efek radiasi, usia penderita, dan tindakan operasi
yang dilakukan. Tumor-tumor yang diferensiasinya buruk dan struktur sel
condong ke tahap yang lebih primitif, tumbuh lebih cepat daripada tumor yang
sel-selnya lebih matang. 1
Tahap perkembangan selanjutnya klasifikasi ini juga mengalami modifikasi
seperti oleh Tokoro dari Jepang, Zulch dari Jerman, Russel-Rubinstein (1959),
dan lainnya.
7
Klasifikasi tumor otak menurut WHO (2007):5
1. TUMORS OF NEUROEPITHELIAL TISSUE
Astrocytic tumors
• Pilocytic astrocytoma (WHO I) • Gemistocytic astrocytoma(WHO II)
• Protoplasmic astrocytoma(WHO II) • Anaplastic astrocytoma (WHO III)
• Glioblastoma (WHO IV) • Giant cell glioblastoma(WHO IV)
• Gliosarcoma (WHO IV) • Gliomatosis cerebri (WHO III/IV)
• Pilomyxoid astrocytoma (WHO II)
• Subependymal giant cell astrocytoma (WHO I)
• Pleomorphic xanthoastrocytoma (WHO II)• Diffuse astrocytoma (WHO II)
• Fibrillary astrocytoma (WHO II)
Oligodendroglial tumors
• Oligodendroglioma • Anaplastic oligodendroglioma
Oligoastrocytic tumors
• Oligoastrocytoma • Anaplastic oligoastrocytoma
Ependymal tumors
• Subependymoma • Myxopapillary ependymoma
• Ependymoma • Cellular
• Papillary • Clear Cell
• Tanycytic • Anaplastic ependymoma
Choroid plexus tumors
• Choroid plexus papilloma • Atypical choroid plexus
papilloma
• Choroid plexus carcinoma
8
Other neuroepithelial tumors
• Astroblastoma • Chordoid glioma of 3rd ventricle
• Angiocentric glioma
Neuronal and mixed neuronal-glial tumors
• Dysplastic ganglioglioma of cerebellum (Lhermitte–Duclos)
• Desmoplastic infantile astrocytoma/ganglioglioma
• Dysembryoplastic neuroepithelial tumor
• Gangliocytoma
• Ganglioglioma
• Anaplastic ganglioglioma
• Central neurocytoma
• Extraventricular neurocytoma
• Cerebellar liponeurocytoma
• Papillary glioneuronal tumor
• Rosette-forming glioneuronal tumor of fourth ventricle
• Paraganglioma
Tumors of the pineal region
• Pineocytoma • Pineal parenchymal tumor of
intermediate differentiation
• Pineoblastoma • Papillary tumor of the pineal region
Embryonal tumors
• Medulloblastoma
• Desmoplastic/nodular medulloblastoma
• Medulloblastoma with extensive nodularity
9
• Anaplastic medulloblastoma
• Large cell medulloblastoma
• CNS primitive neuroectodermal tumor
• CNS neuroblastoma
• CNS ganglioneuroblastoma
• Medulloepithelioma
• Ependymoblastoma
• Atypical teratoid/rhabdoid tumor
2. TUMORS OF CRANIAL AND PARASPINAL NERVES
Schwannoma (neurilemoma, neurinoma)
• Cellular • Plexiform
• Melanotic • Neurofibroma
• Plexiform • Perineurioma
• Perineurioma, NOS • Malignant perineurioma
• Malignant peripheral nerve sheath tumor (MPNST)
• Epithelioid MPNST
• MPNST with mesenchymal differentiation• Melanotic MPNST
• MPNST with glandular differentiation
3. TUMORS OF THE MENINGES
Tumors of meningothelial cells
• Meningioma • Meningothelial
• Fibrous (fibroblastic) • Transitional (mixed)
10
• Psammomatous • Angiomatous
• Microcystic • Secretory
• Lymphoplasmacyte-rich • Metaplastic
• Chordoid • Clear Cell
• Atypical • Papillary
• Rhabdoid • Anaplastic (malignant)
Mesenchymal tumors
• Lipoma • Angiolipoma
• Hibernoma • Liposarcoma
• Solitary fibrous tumor • Fibrosarcoma
• Malignant fibrous histiocytoma • Leiomyoma
• Leiomyosarcoma • Rhabdomyoma
• Rhabdomyosarcoma • Chondroma
• Chondrosarcoma • Osteoma
• Osteosarcoma • Osteochondroma
• Hemangioma • Epithelioid
hemangioendothelioma
• Hemangiopericytoma • Anaplastic
hemangiopericytoma
• Angiosarcoma • Kaposi’s sarcoma
• Ewing sarcoma – PNET
Primary melanocytic lesions
• Diffuse melanocytosis • Melanocytoma
• Malignant melanoma • Meningeal melanomatosis
11
Other neoplasms related to the meninges
• Hemangioblastoma
4. LYMPHOMAS AND HEMATOPOIETIC TUMORS
• Malignant lymphomas • Plasmacytoma
• Granulocytic sarcoma
5. GERM CELL TUMORS
• Germinoma • Embryonal carcinoma
• Yolk sac tumor • Choriocarcinoma
• Teratoma • Mature
• Immature
• Teratoma with malignant transformation
• Mixed germ cell tumors
6. TUMORS OF THE SELLAR REGION
• Craniopharyngioma • Adamantinomatous
• Papillary • Granular cell tumor
• Pituicytoma
• Spindle cell oncocytoma of the adenohypophysis
7. Metastatic tumors
Grading neuroepithelial tumor1
12
Grade I Pilocytic astrocytoma
Subependymal giant cell
Astrocytoma (tuberous sclerosis)
Choroid plexus papilloma
Ganglioglioma
Grade II Diffuse astrocytoma (fibrillary, protoplasmic, gemistocytic)
Oligodendroglioma
Ependymoma
Grade III Anaplastic astrocytoma
Anaplastic Oligodendroglioma
Anaplastic ependymoma
Grade IV Glioblastoma
Medulloblastoma
Pineoblastoma
Skema penentuan derajat keganasan tumor yang umum digunakan adalah
menurut WHO yang membagi masing-masing tumor otak menjadi 4 derajat
berdasarkan data survival dan gambaran histopatologis. Sistem lain yang digunakan
untuk penentuan derajat adalah menurut daumas-duport & szikla tahun 1981, yang
membagi tumor otak berdasarkan tampakan morfologis: nuclear atipik, mitosis,
proliferasi sel endotel, dan nekrosis. Derajat I tidak memiliki satupun tampakan ini.
Tumor derajat II mengandung nuclear atipik. Tumor derajat III mengandung nuclear
atipik dan mitosis, dan derajat IV mengandung tiga atau empat tampakan.5
13
2.6 Tingkah Laku Biologis dan Keganasan Tumor Otak
Keganasan tumor otak yang memberikan implikasi pada prognosisnya
didasari oleh morfologi sitologi tumor dan konsekuensi klinis yang berkaitan
dengan tingkah laku biologis. Sifat-sifat keganasan otak secara klasik didasari
oleh hasil evaluasi morfologi makroskopis dan histologis neoplasma,
dikelompokan atas kategori-kategori:1
1. Benigna (jinak) dimana morfologi tumor tersebut makroskopis
menunjukkan batas yang jelas, tidak infiltratif dan hanya mendesak organ-
organ sekitarnya. Di samping itu, biasanya juga dijumpai adanya
pembentukan kapsul serta tidak adanya metastasis maupun rekurensi
setelah dilakukan pengangkatan total. Tampilan histologisnya menunjukkan
struktur sel yang regular, pertumbuhan lambat tanpa mitosis, densitas sel
yang rendah dengan diferensiasi struktur yang jelas parenkhim, stroma yang
tersusun teratur tanpa adanya formasi yang baru.
2. Maligna (ganas), ditandai oleh tampilan makroskopis yang infiltrative atau
ekspansi destruktif tanpa batas yang jelas, tumbuh cepat serta cenderung
membentuk metastasis dan rekurensi pasca-pengangkatan total. Gambaran
histologis menunjukkan meningkatnya selularitas, pleomorfisme walaupun
susunan sel dan jaringannya masih baik, diferensiasi sel kurang begitu
jelas ,disporporsi rasio nukleus terhadap sitoplasma, multinukleus, formasi
sel-sel raksasa, tumbuh cepat dengan mitosis yang banyak, area nekrosis,
pertumbuhan patologis dan neoformasi terutama seperti bentuk-bentuk
fistula atau sinusoidal (pintas arteri-vena).
14
2.7 Manifestasi Klinis Tumor Otak
Perubahan pada parenkhim intrakranial baik difus maupun regional akan
menampilkan gejala dan tanda gangguan neurologis sehubungan dengan
gangguan pada nukleus spesifik tertentu atau serabut traktus pada tingkat
neurofisiologi dan neuroanatomi tertentu seperti gejala-gejala: kelumpuhan,
gangguan mental, gangguan endokrin, dan sebagainya. Persentasi klinis sering
kali dapat mengarahkan perkiraan kemungkinan lokasi tumor otak. Secara umum
persentasi klinis pada kebanyakan kasus tumor otak merupakan manifestasi dari
peninggian tekanan intrakranial; namun sebaliknya gejala neurologis yang
bersifat progresif, walaupun tidak jelas ada tanda-tanda peninggian tekanan
intrakranial, perlu dicurigai adanya tumor otak. 1,4,6,7
Tekanan Tinggi Intrakranial
Trias gejala klasik dari sindroma tekanan tinggi intrakranial adalah: nyeri
kepala, muntah proyekil, dan papiledema. Keluhan nyeri kepala disini
cenderung bersifat intermittent, tumpul, berdenyut dan tidak begitu hebat
terutama di pagi hari karena selama tidur malam PCO2 serebral meningkat
sehingga mengakibatkan peningkatan CBF (Cerebral Blood Flow) dan dengan
demikian mempertinggi tekanan intrakranial. Juga lonjakan sejenak seperti
karena batuk, mengejan atau berbangkis memperberat nyeri kepala. Nyeri dirasa
berlokasi di sekitar daerah frontal atau oksipital. Penderita sering kali disertai
muntah yang “menyemprot” (proyektil) dan tidak didahului oleh mual. Hal ini
terjadi oleh karena tekanan Intrakranial yang menjadi lebih tinggi selama tidur
malam, akibat PCO2 serebral meningkat. Tumor otak pada bayi yang menyumbat
15
aliran likuor serebrospinal sering kali ditampilkan dengan pembesaran lingkar
kepala yang progresif dan ubun-ubun besar yang menonjol; sedangkan pada
anak-anak yang lebih besar di mana suturanya relative sudah merapat, biasanya
gejala papiledema terjadi lebih menonjol. Papiledema dapat timbul pada tekanan
intrakranial yang meninggi atau akibat penekanan pada nervus optikus oleh
tumor secara langsung. Papiledema memperlihatkan kongesti venosa yang jelas,
dengan papil yang berwarna merah tua dan perdarahan-perdarahan di sekitarnya.
1,4
Teori mekanisme peninggian tekanan intrakranial, pada tumor otak:
1. Karena adanya obstruksi pada system ventrikel sehingga menghalangi
liquor cerebrospinalis,
2. Adanya massa tumor yang membesar, padahal kapasitas tengkorak
terbatas untuk otak dan liquor saja,
3. Tenaga penyerapan terhadap liquor cerebrospinal terganggu,
4. Karena adanya obstruksi pada system vena, sehingga aliran darah yang
kembali ke vena terhalang,
5. Karena tumor sendiri merupakan stimulasi produksi liquor
cerebrospinalis, sehingga terjadi produksi yang berlebihan, seperti pada
“papiloma plexus”.
Kejang
Gejala kejang pada tumor otak khususnya di daerah supratentorial dapat
berupa kejang umum, psikomotor ataupun kejang fokal. Kejang dapat merupakan
16
gejala awal yang tunggal dari neoplasma hemisfer otak dan menetap untuk
beberapa lama sampai gejala lainnya timbul. 1,4
Perlu dicurigai penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak bila:
Bagkitan kejang pertama kali pada usia lebih dari 25 tahun
Mengalami post iktal paralisis
Mengalami status epilepsi
Resisten terhadap obat-obat epilepsi
Bangkitan disertai dengan gejala TTIK lain
Bangkitan kejang ditemui pada 70% tumor otak di korteks, 50% pasien
dengan astrositoma, 40% pada pasen meningioma, dan 25% pada
glioblastoma.
Perdarahan Intrakranial
Bukanlah suatu hal yang jarang bahwa tumor otak diawali dengan
perdarahan intrakranial-subarakhnoid, intraventrikuler atau intraserebral. 1,4
Gejala Disfungsi Umum
Abnormalitas umum dari fungsi serebrum bervariasi mulai dari gangguan
fungsi intelektual yang tak begitu hebat sampai dengan koma. Penyebab umum
dari disfungsi serebral ini adalah tekanan intrakranial yang meninggi dan
pergeseran otak akibat gumpalan tumor dan edema perifokal di sekitarnya atau
hidrosefalus sekunder yang terjadi. 1,4
Gejala Neurologis Fokal
17
Perubahan personalitas atau gangguan mental biasanya menyertai tumor-
tumor yang terletak di daerah frontal, temporal, dan hipotalamus, sehingga sering
kali penderiita-penderita tersebut diduga sebagai penyakit nonorganik atau
fungsionil. Gejala afasia agak jarang dijumpai, terutama pada tumor yang berada
di hemisfer kiri (dominan). Tumor-tumor daerah supraselar, nervus optikus dan
hpotalamus dapat mengganggu akuitas visus. Kelumpuhan saraf okulomotorius
merupakan tampilan khas dari tumor-tumor paraselar, dan dengan adanya
tekanan intracranial yang meninggi kerap disertai dengan kelumpuhan saraf
abdusens. Nistagmus biasanya timbul pada tumor-tumor fosa posterior;
sedangkan tumor-tumor supraselar atau paraselar kadang (jarang sekali)
menyebabkan gejalapatognomonik berupa nistagmus ‘gergaji’ (seesaw
nystagmus); gerakan mata diskonjugat, ventrikal dan rotasional di mana masing-
masing mata geraknya saling berlawanan. Kelemahan wajah dan hemiparesis
yang berkaitan dengan gangguan sensorik serta kadang ada efek visual
merupakan refleksi kerusakan yang melibatkan kapsula interna atau korteks yang
terkait. Ataksia trukal adalah pertanda suatu tumor fosa posterior yang terletak di
garis tengah. Gangguan endokrin menunjukkan adanya kelainan pada
hipotalamus-hipofise. 1,4
2.8 Pemeriksaan Penunjang Tumor Otak
Pemeriksaan sken magnet (MRI) dan sken tomografi computer merupakan
pemeriksaan terpilih untuk mendeteksi adanya tumor-tumor intrakranial. Teknik
pencitraan CT scan dan MRI konvensional memberikan informasi tentang lokasi
18
anatomis dan struktur tumor makroskopis. Dalam hal ini dapat diketahui secara
terperinci letak lokasi tumor dan pengaruhnya terhadap jaringan sekitarnya, bahkan
pada kasus-kasus tertentu dapat pula diduga jenisnya dengan akurasi yang hamper
tepat. Pemeriksaan konvensional seperti: foto polos kepala, EEG, ekhoensefalografi,
dan pemeriksaan penunjang diagnostic yang invasive seperti: angiografi serebral,
pneumoensefalografi sudah jarang diterapkan, kecuali pada keadaan-keadaan darurat
dengan Kendala fasilitas pemeriksaan mutakhir di atas tidak ada atau sebagai
pembantu perencanaan teknik pembedahan otak. 1,4
2.9 Penatalaksanaan
Modalitas penanganan terhadap tumor otak mencakup tindakan-tindakan:1
a. Terapi operatif
b. Terapi non operatif: Radioterapi, kemoterapi, imunoterapi
Terapi Operatif
Tindakan operasi pada tumor otak bertujuan untuk mendapatkan diagnose
pasti dan dekompresi internal mengingat bahwa obat-obatan antiedema otak tidak
dapat diberikan secara terus-menerus. Prinsip penanganan tumor jinak adalah
pengambilan total sementara tumor ganas tujuannya selain dekompresi juga
memudahkan untuk pengobatan selanjutnya Hingga mendapatkan outcome yang
lebih baik. Persiapan prabedah, penanganan pembiusan, teknik operasi dan
penanganan paska bedah sangat berperan penting dalam menentukan
keberhasilan penanganan operatif terhadap tumor otak. Khusus pada kasus-kasus
dengan gejala peninggian tekanan intracranial, ahli bedah harus waspada
19
terhadap kemungkinan terjadinya herniasi otak pada waktu mulai dilakukan
induksi anestesi. Kadangkala diperlukan pemberian steroid maupun mannitol 15-
30 menit sebelum tindakan operasi. Ada berbagai jenis insisi kulit yang
dilakukan dimana hal ini disesuaikan dengan lokasi tumornya dan perlu
dipertimbangkan untuk memelihara salah satu arteri tetap intak untuk pemilihan
luka operasi pada kulit. Kranioplasti osteoplastic tampaknya lebih terpilih
disbanding free bone flap. Penggunaan kauuter bipolar sangat bermanfaat untuk
mengatasi perdarahan pada jaringan otak maupun duramater.1
Keputusan untuk mengeluarkan tumor otak harus didasarkan pada evaluasi
riwayat klinis dan temuan pada pemeriksaan, radiografik, keuntungan dan risiko
opsi penanganan, dan diskusi mendetail dengan pasien. Pembedahan
direkomendasikan berdasarkan factor tumor dan pasien itu sendiri, termasuk
lokasi, ukuran, jumlah, vaskularitas, status neurologis dan performance state dan
penyakit komorbid lainnya. Ketika keputusan untuk melakukan pembedahan
sudah ditetapkan, perencanaan yang hati-hati harus dilakukan. Hal ini termasuk
evaluasi studi pencitraan dan penilaian status medis keseluruhan. Hidrosefalus
yang terkait dengan tumor perlu untuk ditangani.5
20
Gambar 2.3 Insisi pada operasi pasien dengan tumor otak
21
Radioterapi
Radioterapi untuk tumor-tumor susunan saraf pusat kebanyakan
menggunakan sinar x dan sinar gamma disamping juga radiasi lainnya seperti:
proton, partikel alfa, neutron, dan pimeson. Kedua sinar atas (sinar X dan
gamma) merupakan bagian dari spectrum elektromagnetik yang mempunyai
sifat-sifat fisik yang sama dan dapat menimbulkan efek biologis yang
dihantarkan melalui produksi bangkitan ion dan radikal bebas pada target. Basis
biologis terapi radiasi merupakan hal yang cukup rumit. Tujuan dari terapi ini
adalah menghancurkan tumor dengan dosis yang masih dapat ditoleransi oleh
jaringan yang ditembusnya. Terapi radiasi modern terbatas pada radiasi
megavoltase yang mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan dengan
kilovoltase seperti penetrasi yang lebih dalam dan absorbs pada tulang, kulit, dan
jaringan subkutan yang lebih minimal. Keberhasilan terapi radiasi diperankan
oleh beberapa factor:1
a. Terapi yang baik dan tidak melalui struktur kritis lainnya.
b. Sensitivitas sel tumor dengan sel normal
c. Tipe sel yang disinar
d. Metastasis yang ada
e. Kemampuan sel normal untuk repopulasi
f. Restrukturisasi dan reparasi sel kanker sewaktu interval antarfraksi radiasi
Kemoterapi
Peranan kemterapi tunggal untuk tumor ganas otak masih belum mempunyai
nilai keberhasilan yang bermakna sekali. Saat ini yang menjadi titik pusat
22
perhatian modalitas terapi ini adalah tumor-tumor otak jenis astrocytoma (grade
III dan IV) glioblastoma dan astrocytoma anaplastic beserta variannya. Ada
beberapa kemoterapi untuk tumor ganas otak yang saat ini beredar di kalangan
medis yaitu:HU (hidroksiurea), 5-FU (5-fluorourasil), PCV (prokarbazin, CCNU,
Vincristine), nitrous urea (PCNU, BCNU/karmustin, CCNU/lomustin, MTX
(metrotrexat), DAG (dianhidrogalaktitol) dan sebagainya.1
Immunoterapi
Yang mendasari modalitas terapi ini adalah anggapan bahwa tumbuhnya
suatu tumor disebabkan oleh adanya gangguan fungsi imunologi tubuh sehingga
diharapkan dengan melakukan restorasi system imun dapat menekan
pertumbuhan tumor. Walaupun peranannya secara bermakna masih belum
seluruhnya terbukti, pemberian imunoterapi secara terapi ajuvan/alternative
tambahan banyak diterapkan untuk kasus-kasus tumor jenis glioma (dimana
system imunnya menurun) yang mempunyai survival yang panjang atau tidak
menjalani tindakan terapi lainnya. Adapun jenis-jenis obat yang sering digunakan
sebagai immunomodulator antara lain adalah: BCG/Levamizole, Visivanil, dan
PS/K.1
2.10Prognosis
Prognosis tumor otak berkaitan erat dengan jenis patologiknya, tumor jinak
dioperasi umumnya dapat sembuh, tumor ganas melalui operasi dan terapi
gabungan dapat memperpanjang survival. Sebagian pasien bahkan dapat sembuh.
23
Diagnosis dini, terapi dini dan pemakaian metode terapi yang rasional merupakan
kunci meningkatkan angka kuratif. 3
2.11Glioma
Astrositoma
Astrositoma merupakan tumor susunan saraf pusat otak primer dengan
frekuensi kasus 17-30% dari semua glioma dan 11-13% dari seluruh tumor
otak.Tumor ini berasal dari sel astrosit yang merupakan bagian dari jaringan
penunjang otak.Sel ini dinamakan astrosit karena bentuknya yang menyerupai
bintang.
Elvidge dan kawan-kawan membagi astrositoma menjadi tipe-tipe:
piloid, gemistositik dan difusl; namun system gradai yang popular adalah
pembagian atas Grade I sampai IV (bukan berdasarkan tipe di atas). Kernohan
dan kawan-kawan menggabungkan Grade III dan IV dan menamakannya
menjadi astrositoma anaplastik atau glioblastoma (sesuai dengan derajat
anaplasianya). WHO membagi astrositoma atas subtype: fibriler, protoplasmic,
dan gemistositik, dan tipe-tipe pilositik, subependymal giant cell, astroblastoma,
anaplastik.
Astrositoma serebri dapat terjadi pada semua golongan umur dengan usia
kasus rata-rata berkisar antara 35-40 tahun. Astrositoma yang diferensiasinya
baik cenderung pada kelompok usia yang lebih muda; sedangkan yang
anaplastik lebih sering kelompok usia menengah. Predileksi jenis kelamin kasus
usia dewasa didominasi oleh laki-laki.
Durasi gejala astrositoma Grade I rata-rata: 21 bulan sedangkan Grade
II: 11 bulan. Walaupun sakit kepala dan muntah bukanlah merupakan keluhan
24
yang tersering, namun 72% astrositoma serebrum mempunyai keluhan ini,
dimana 11% diantaranya cenderung melibatkan nyeri sebelah saja (75% darinya
ipsilateral terhadap tumor). Muntah dijumpai pada kira-kira 31% kasus.Gejala
awal yang sering adalah kejang (40-75%), baik kejang umum maupun
fokal.Kejang ini merupakan akibat insufisiensi aliran darah yang sesaat
menimbulkan elektrik yang berlebihan.19% penderita menunjukkan gejala
paresis atau paralisa, 55% parese fasial dan 41% parese tungkai.
Gambaran histopatologi pada low grade astrocytoma adalah memiliki
gambaran sel multipolar dan multinuklear yang atipik.Sedangkan, gambaran
CT-Scan yang merupakan suatu revolusi dalam mendiagnosis astrositoma
dengan akurasi 100% pada low grade astrocytoma tergambar lesi yang hipodens
dengan sedikit atau bahkan tidak terdapat massa tumor
25
Gambar 2.4 Gambaran Histopatologi Low Grade Astrocytoma
Gradasi Astrositoma :
a. Grade I (Astrositoma Pilositik)
Tumor ini tumbuh secara lambat dan sering berkista.Tumor ini sering
dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda.Tumor ini merupakan tumor glial
yang tersering pada anak, sekitar 10% melibatkan bagian serebral dan 85%
mengenai serebellum. Lokasi yang paling sering dijumpai, pada: nervus optikus,
kiasma optikum, hipotalamus, ganglia basalis, hemisfer serebri, serebellum, dan
batang otak. Gambaran histologinya: berupa sel-sel bipolar dengan serat
Rosenthal dan sel-sel multipolar yang tampak kehilangan teksturnya dengan
mikro kista dan granular bodies.
b. Grade II (Astrositoma Difus)
Karakteristik tumor ini adalah tumbuhnya lambat dan menginfiltrasi struktur
otak di dekatnya.Sekitar 35% tumor otak astrositik adalah jenis ini. Biasanya
mengenai orang-orang usia dewasa muda dan cenderung untuk menjadi ganas ke
arah astrositoma anaplastik da glioblastoma. Lokasi tumor ini bisa di mana saja,
namun paling sering di daerah serebelar.
26
Gambar 2.5 Gambaran CT-Scan Low Grade Astrocytoma
Gambaran histopatologis tumor ini berupa fibrilasi yang berdiferensiasi baik
atau gemistositik neoplastik astrosit. Terdapat varian histologis: astrositoma
fibrilari, astrositoma gemistositik.
c. Grade III (Astrositoma Anaplastik) dan Grade IV (Glioblastoma
Multiforme)
Termasuk astrositoma maligna.Biasanya muncul secara sporadik tanpa
kecenderungan familial maupun keterlibatan faktor lingkungan.Akan tetapi,
keduanya dapat menjadi faktor penyulit pada beberapa kelainan genetic seperti
neurofibromatosis tipe 1 dan 2, syndrome Li-Fraumeni, dan syndrome
Turcot.Gambaran mikroskopis tumor ini; tampak adanya peningkatan selularitas,
nukleus atipik, dan aktifitas mitosis yang meningkat dibandingkan dengan
astrositoma difus (Grade II). Sedangkan pada glioblastoma multiforme, secara
mikroskopik akan tampak bersifat anaplastik, seluler glioma berdiferensiasi
buruk, dan juiga seringkali terlihat sel tumor astrosit pleomorfik dengan nukleus
atipik dan aktifitas mitosis yang tinggi.
Penanganan astrositoma ditujukan untuk menegakkan diagnose pasti dan
perbaikan prognosa, mengurangi-pemulihan gejala serta memperpanjang harapan
hidup. Radioterapi tampaknya cukup berperan bagi tumor-tumor ini, dimana
banyak peneliti yang mengemukakan adanya harapan hidup yang lebih panjang
pada penderita-penderita tumor yang pascabedahnya diberikan radiasi .
27
“Five Year Survival” Astrositoma
Peneliti (+) Radioth/ (-) Radioth/
Bloom dkk 49% 36%
Leibel dkk 35% 23%
Levy & Elvige 36% 26%
Uihlein dkk 54% 65%
2.12Meningioma
Tumor jinak yang berasal dari selaput yang membungkus otak
(meningen), bisa menyebabkan berbagai gejala yang tergantung kepada lokasi
pertumbuhannya.Para ahli masih belum memastikan apa penyebab
meningioma, namun beberapa teori telah diteliti dan sebagian besar menyetujui
bahwa kromoson yang jelek yang meyebabkan timbulnya meningioma.Di antara
40% dan 80% dari meningioma berisi kromosom 22 yang abnormal pada lokus
gen neurofibromatosis 2 (NF2).
28
Gambar 2.6 Gambaran MRI T1 – Axial.Preoperatif dan postoperatif
Tumor ini tumbuhnya lambat sehingga sering gejala klinisnya tidak
begitu menonjol.Bisa terjadi kelemahan atau mati rasa, kejang, gangguan
penciuman, penonjolan matadan gangguan penglihatan. Pada penderita lanjut
usia bisa menyebabkan hilang ingatan dan kesulitan dalam berfikir, mirip
dengan yang terjadi pada penyakit Alzheimer.
Gejala pada pasien meningioma dapat pula spesifik terhadap lokasi tumor :
Meningioma falx dan parasagittal : nyeri tungkai
Meningioma Convexitas : kejang, sakit kepala, defisit neurologis fokal,
perubahan status mental
Meningioma Sphenoid : kurangnya sensibilitas wajah, gangguan lapangan
pandang, kebutaan, dan penglihatan ganda.
Meningioma Olfactorius : kurangnya kepekaan penciuman, masalah visus.
Meningioma fossa posterior : nyeri tajam pada wajah, mati rasa, dan
spasme otot-otot wajah, berkurangnya pendengaran, gangguan menelan,
gangguan gaya berjalan,
Meningioma suprasellar : pembengkakan diskus optikus, masalah visus
Spinal meningioma : nyeri punggung, nyeri dada dan lengan
Meningioma Intraorbital : penurunan visus, penonjolan bola mata
Meningioma Intraventrikular : perubahan mental, sakit kepala, pusing
Terapi operatif radikal yang maksimal merupakan penanganan terpilih
untuk tumor ini, peranan radiasi untuk meningioma yang tidak berhasil diangkat
seluruhnya masih belum terlalu jelas, mengingat secara umum meningioma
merupakan tumor yang relatif radioresisten.Pada umumnya prognosa
29
meningioma adalah baik, karena pengangkatan tumor yang sempurna akan
memberikan penyembuhan yang permanen. Pada orang dewasa snrvivalnya
relatif lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak, dilaporkan survival rate lima
tahun adalah 75%. Pada anak-anak lebih agresif, perubahan menjadi keganasan
lebih besar dan tumor dapat menjadi sangat besar. Pada penyelidikan pengarang-
pengarang barat lebih dari 10% meningioma akan mengalami keganasan dan
kekambuhannya tinggi.
BAB III
30
Gambar 2.7 Gambaran CT-Scan venogram – potongan
koronal Meningioma di Sinus Sagitalis Superior
PENUTUP
Tumor otak atau tumor intrakranial merupakan neoplasma atau proses desak
ruang (space occupying lession atau space taking lession) mencakup tumor-tumor
primer pada korteks, meningens, vascular, kelenjar hipofise, epifisis, saraf otak,
jaringan penyangga, serta tumor metastasis dari bagian tubuh lainnya.
Etiologi pasti tumor otak terutama yang bersifat primer tidak diketahui
dengan pasti. Namun terdapat beberapa hal yang diduga berkaitan dengan terjadinya
tumor otak antara lain genetik/herediter, Sel-sel embrional asal, radiasi, infeksi virus
dan substansi-substansi karsinogenik.
Penegakan diagnosis didasarkan pada anamnesis yang biasanya didapatkan
adanya sifat progresifitas pada keluhan-keluhan yang dirasakan, serta pemeriksaan
fisik dapat atau tidak ditemukan deficit neurologis. Pemeriksaan penunjang berupak
pencitraan konvensional seperti CT Scan dan MRI berperan penting dalam
penegakkan diagnosis tumor otak dan rencana penatalaksanaan lanjutan.
Penatalaksanaan tumor otak antara lain dengan pembedahan, kemoterapi,
radioterapi dan imunoterapi. Pembedahan merupakan hal yang sangat penting pada
penatalaksanaan tumor otak namun keputusan untuk memulai pembedahan haruslah
mempertimbangkan berbagai aspek yang telah dijelaskan sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
31
1. Satyanegara. Tumor Otak. Dalam: Ilmu bedah saraf. Listiono, L.Djoko,
editor. Edisi ke-tiga. Jakarta: Gramedia pustaka utama; 1980. hal. 115; 126;
207 – 49.
2. Cook, LJ, Freedman, J. Brain tumor: Understanding Brain Disease and
Disorder. China: Rosen Publishing Group; 2012.
3. Desen, W. Buku Ajar Onkologi Klinis Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2008.
4. Mardjono, Mahar. Proses neoplasmatik di susunan saraf. Dalam: neurologi
klinis dasar. Jakarta: PT. Dian Rakyat; 2008. hal. 390 – 402.
5. Kaye, AH, Laws, ER, Brain Tumor: An Encyclopedic Approach Third
Edition. Philadelphia: Saunders Elsevier: 2012.
6. Osman, FA. Brain Tumors. USA: Humana Press; 2005.
7. Ginsberg, L. Lecture Notes Neurologi Edisi Kedelapan. Jakarta: Erlangga
Medical Series; 2005.
32
top related