referat primary headache
Post on 03-Feb-2016
11 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Nyeri kepala adalah rasa nyeri atau rasa ridak mengenakkan di seluruh daerah kepala
dengan batas bawah dari dagu sampai kebelakang kepala. Nyeri kepala merupakan masalah
umum yang sering dijumpai dalam praktek sehari-hari. Nyeri kepala merupakan gejala yang
dapat disebabkan oleh berbagai kelainan baik structural maupun fungsional, sehingga
dibutuhkan sebuah klasifikasi untuk menentukan jenis dari nyeri kepala tersebut. Sejak tahun
1985 International Headache Society (HIS) mulai mengembangkan system klasifikasi dari
nyeri kepala.(1)
Sebagian besar orang pernah mengalami nyeri kepala atau sefalgia yang terbukti
lewat salah satu penelitian dari population base Singapore didapati prevalensi life time nyeri
kepala penduduk di Singapore adalah pada pria 80% dan wanita 85%. Hasil penelitian
tersebut mirip dengan hasil penelitian pendahuluan di Medan terhadap mahasiswa yang
mendapati hasil pria 78% sedangkan wanita 88%.(2)
Nyeri kepala primer adalah suatu nyeri kepala tanpa disetai adanya penyebab
struktural organik. Nyeri kepala primer terdiri dari migraine, tension type headache, cluster
headache, dan other primary headaches. Faktor yang berperan dalam mekanisme
patofisiologi nyeri kepala primer terdiri atas beberapa faktor, tetapi pada dasarnya secara
umum patofisiologinya mirip satu sama lainnya dengan disertai adanya sedikit perbedaan
spesifik yang masing-masing belum dapat diketahui secara pasti.(1)
Berdasarkan data frekuensi tentang nyeri kepala maka diperlukan pelayanan medis
yang optimal untuk bisa mengatasi keluhan nyeri kepala sehingga bisa mengurani rasa
ketidaknyamanan dan dapat kembali beraktivitas. Berikut akan dibahas tentang nyeri kepala
primer baik dari penyebab, patofisiologi, sampai ke penatalaksanaannya. Dengan lebih
mengetahui mekanisme terjadinya nyeri kepala melalui patofiologinya maka penatalaksanaan
dari nyeri kepala juga akan lebih optimal.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Nyeri kepala atau sefalgia merupakan nyeri yang berlokasi di kepala atau leher bagian
belakang. Nyeri kepala dibagi menjadi nyeri kepala primer dan nyeri kepala sekunder. Nyeri
kepala primer adalah nyeri kepala yang tanpa disertai adanya penyebab struktural organik
atau merupakan nyeri kepala yang tidak berhubungan dengan penyebab atau penyakit lain.
Nyeri kepala primer terdiri atas migraine, tension type headache, cluster headache dan
trigeminal autonomic cephalgia. Sedangkan, nyeri kepala sekunder adalah nyeri kepala yang
terjadi yang disebabkan oleh suatu penyakit.(3)
Migraine merupakan gangguan nyeri kepala berulang dimana serangan berlangsung
selama 4-72 jam dengan karakteristik khas berlokasi unilateral, nyeri berdenyut atau
pulsating, dengan intensitas ringan sedang sampai berat, diperberat oleh aktivitas fisik rutin,
dan berhubungan dengan mual dan atau fotofobia serta fonofobia.(4) Nyeri kepala Tension
Headache atau yang lebih dikenal dengan nyeri kepala tegang otot, adalah bentuk sakit
kepala yang paling sering dijumpai dan sering dihubungkan dengan jangka waktu dan
peningkatan stress. Orang-orang yang cenderung menderita nyeri kepala mempunyai
kepribadian yang tidak banyak berbeda. Sebagian besar tergolong dalam kelompok yang
mempunyai perasaan kurang percaya diri, selalu ragu akan kemampuan diri sendiri dan
mudah menjadi gentar dan tegang. Karena sifat yang seperti itu, maka akan menghasilkan
sikap hidup yang serba kaku, sangat berhati-hati, sangat cermat serta menginginkan semua
yang dilakukan serba sempurna dan juga cenderung untuk mendendam. Pada akhirnya,
terjadi peningkatan tekanan jiwa dan penurunan tenaga. Pada saat itulah terjadi gangguan dan
ketidakpuasan membangkitkan reaksi pada otot-otot kepala, leher, bahu, serta vaskularisasi
kepala sehingga timbul nyeri kepala. Nyeri seperti inilah yang disebut nyeri kepala tegang
otot.(14) Cluster headache adalah suatu sindrom idiopatik yang terdiri dari serangan yang jelas
dan berulang dari suatu sakit periorbital unilateral yang mendadak dan parah yang juga
dikenal sebagai sakit kepala histamine, yaitu suatu bentuk sakit kepala neurovascular.
Serangan biasanya parah, unilateral dan terletak di daerah periorbital. Rasa sakit ini terkait
dengan lakrimasi ipsilateal, hidung tersumbat, injeksi konjungtiva, miosis, ptosis dan edema
2
kelopak mata. Sakit kepala berlangsung singkat dan berlangsung beberapa saat sampai 2 jam.(12)
II.2 Klasifikasi(4)
Klasifikasi nyeri kepala berdasarkan International Headache Society (IHS) edisi
kedua nyeri kepala dibagi menjadi nyeri kepala primer dan nyeri kepala sekunder.
1. Primary headache disorders :
a. Migraine
b. Tension type headache
c. Cluster headache and other trigeminal autonomic cephalalgias
d. Other primary headaches
2. Secondary headache disorders:
3
a. Headache attributed to head and/or neck trauma
b. Headache attributed to cranial or cervical vascular disorder
c. Headache attributed to non-vascular intracranial disorder
d. Headache attributed to a substance or its withdrawal
e. Headache attributed to infection
f. Headache attributed to disorder of homeoeostasis
g. Headache or facial pain attributed to disorder of cranium, neck, eyes, ears, nose,
sinuses, teeth,mouth, or other facial or cranial structures.
h. Headache attributed to psychiatric disorder
i. Cranial Neuralgias and facial pains
j. Cranial neuralgias and central causes of facial pain
k. Other headache, cranial neuralgia central, or primary facial pain.
Klasifikasi nyeri kepala primer berdasarkan The Intemational Classification of
Headache Disorders, 3rd Edition adalah;
1. Migraine:
1.1. Migraine tanpa aura
1.2. Migraine dengan aura
1.3. Sindroma periodik pada anak yang sering menjadi prekursor migraine
1.4. Migraine Retinal
1.5. Komplikasi migraine
1.6. Probable migraine
2. Tension-type Headache:
2.1. Tension-type headache episodik yang infreguent
2.2. Tension-type headache episodik yang frequent
2.3. Tension-type headache kronik
2.4. Probable tension-type headache
3. Nyeri kepala klaster dan sefalgia trigeminal-otonomik yang lainnya:
3.1. Nyeri kepala Klaster
3.2. Hemikrania paroksismal
3.3. Short-lasting unilateral neuralgi form headache with conjunctival injection and
tearing
3.4. Probable sefalgia trigeminalotonomik
4. Nyeri kepala primer lainnya:
4.1. Pimary stabbing headache
4
4.2. Primary cough headache
4.3. Primary exertional headache
4.4. Nyeri kepala primer sehubungan dengan aktifitas seksual
4.5. Hypnic headache
4.6. Primary thunderclap headache
4.7. Hemikrania kontinua
4.8. New daily-persistent headache
5
II.3 Epidemiologi
Data dari hasil penelitian multicenter berbasis rumah sakit pada 5 rumah sakit di
Indonesia didapatkan prevalensi penderita nyeri kepala yaitu, migraine tanpa aura 10%,
Migraine dengan aura 1,8%, Episodik Tension type Headache 31%, Chronic Tension type
Headache (CTTH) 24%, Cluster Headache 0.5%, Mixed Headache 14%. Penelitian berbasis
populasi menggunakan kriteria Internasional Headache Society untuk Migrain dan Tension
Type Headache (TTH), juga penelitian Headache in General dimana Chronic Daily
Headache juga disertakan . Secara global, persentase populasi orang dewasa dengan
gangguan nyeri kepala 46% , 11% Migraine, 42% Tension Type Headache dan 3% Chronic
daily headache.(5)
Data epidemiologi untuk migraine didapatkan bahwa migraine dialami oleh lebih dari
28 juta orang di seluruh dunia. Diperkirakan prevalensinya di dunia mencapai 10%; wanita
lebih banyak daripada pria. Beberapa studi menunjukkan bahwa prevalensi seumur hidup
(lifetime prevalence) pada wanita sebesar 25%, sedangkan pada pria hanya sebesar 8%. Usia
penderita terbanyak sekitar 25-55 tahun. Total biaya langsung dan tak langsung (direct and
indirect costs) diperkirakan 5,6 hingga 17,2 milyar dolar Amerika berdasarkan hilangnya
waktu kerja dan produktivitas akibat migraine. Migraine menduduki peringkat ke-19 di antara
semua penyakit penyebab hendaya (disability) atau cacat di dunia, dan peringkat ke-12 di
antara wanita di seluruh dunia.(6)
Di Inggris, migraine diderita oleh lebih dari 14% (7,6% pria dan 18,3% wanita)
populasi, lebih dari 6 juta orang. Sekitar 5,7 hari efektif kerja hilang per tahun untuk setiap
pekerja atau pelajar penderita migraine, dan pada setiap hari kerja hingga 90.000 orang tidak
masuk kerja atau sekolah karena migraine. Di Amerika Serikat, sekitar 18% wanita dan 6%
pria menderita migraine, prevalensinya meningkat tajam. Di Inggris dan Amerika Serikat,
diperkirakan sekitar dua pertiga penderita migraine tidak pernah berkonsultasi ke dokter,
tidak diberi tahu diagnosis yang tepat, dan hanya diobati dengan obat-obat bebas tanpa resep
dokter.(7)
Studi di Amerika Serikat tentang prevalensi nyeri kepala, hanya 1-4% pasien dengan
keluahan nyeri kepala yang masuk ke instalasi rawat darurat, tetapi merupakan alas an
terbanyak pasien berkonsultasi kepada dokter dan 90% dari nyeri kepala tersebut merukan
nyeri kepala tipe Tension Headache. Prevalensi nyeri kepala ini tidak berbeda dari wilayah
yang satu dengan wilayah yang lainnya. Berdasarkan jenis kelamin Tension Headache lebih
sering terjadi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki dengan perbandingan 3:1, dapat
6
mengenai semua usia, namun sebagian besar adalah orang dewasa muda yang berusia 20-40
tahun, dan terdapat riwayat dalam keluarga.(12)
Prevalensi cluster headache masih kontroversial tetapi salah satu survei menghitung
prevalensi sekitar 0,24% pada populasi umum. Tingkat intensitas nyeri pasien dengan cluster
headache pada umumnya, sebagai salah satu cluster headache terburuk dan mungkin yang
paling parah dari gangguan sakit kepala primer. Paling sering, cluster headache terjadi sekali
setiap 24 jam selama 6 sampai 12 minggu pada suatu waktu dengan periode remisi biasanya
berlangsung 12 bulan. Khas usia onset untuk pria dan wanita adalah 27 hingga 31 tahun.
Namun sakit kepala cluster merupakan salah satu sindrom sakit kepala yang lebih sering
terjadi pada pria dibandingkan pada wanita. Penelitian menunjukkan rasio laki-laki dan
wanita berkisar dari 5.0:1 sampai 6.7:1. Dua studi terbaru menemukan rasio jenis kelamin
yang masih menunjukkan frekuensi lebih besar pada pria, tetapi hanya 3.5:1 dan 2:1.(8)
Data epidemiologi pada cluster headache hanya sedikit. Dalam sebuah penelitian
bahwa laki-laki berusia 18 tahun, pada tahun 1976 di Swedia ditemukan prevalensi seumur
hidup dari 90 per 100.000 penduduk. Pada tahun 1984 dan 1999, seluruh penduduk Republik
San Marino dilakuan penelitian dalam dua studi yang menggunakan pendekatan metodologi
yang sama. Dalam survey pertama, ditemukan tingkat prevalensi 69 per 100.000 (128 per
100.000 pada laki-laki dan 9 per 100.000 pada wanita), pada survei kedua, 3 angka prevalensi
diperkirakan adalah 56 per 100.000 (115,3 per 100.000 pada laki-laki). Dalam penelitian
epidemiologi ekstensif yang dilakukan pada populasi daerah kecil di Norwegia, tingkat
prevalensi diperkirakan adalah 326 per 100.000 (558 per 100.000 pada laki-laki dan 106 per
100.000 pada wanita) sangat tinggi dibandingkan populasi di San Marino.(8)
II.4 Etiologi
Banyak hipotesis tentang terjadinya migraine, salah satu hipotesis tentang
neurovaskular menyatakan bahwa migraine adalah kepekaan sistem trigeminal vaskular yang
diturunkan. Depresi menyebar (spreading depression, SD), suatu bentuk self-propagating
front of depolarization yang dihubungkan dengan penurunan aktivitas bioelektrik persarafan
selama beberapa menit, dikemukakan berperan penting dalam induksi fase aura. SD
tampaknya bertanggung jawab menimbulkan nyeri dan gejala-gejala lain. SD dan aura dapat
disebabkan oleh kadar glutamate abnormal pada individu rentan. Hal ini berbeda pada fase
awal migraine tanpa aura, dimana platelet activating factor (PAF) dilepaskan dari platelet
dan leukosit, menyensitisasi trigeminalvascular endings. Riset terbaru membuktikan bahwa
amina, seperti tiramin dan oktopamin, berperan penting dalam patogenesis migraine. Trace
7
amine receptors (TAARs) dijumpai di berbagai jaringan dan organ, termasuk area otak yang
spesifi k, seperti rinensefalon, sistem limbik, amigdala, hipotalamus, sistem ekstrapiramidal,
dan locus coeruleus.(9)
Pemicu serangan migraine akut bersifat multifaktorial, meliputi faktor hormonal
(menstruasi, ovulasi, kontrasepsi oral, penggantian hormon), diet (alkohol, daging yang me-
ngandung nitrat, monosodium glutamat, aspartam, cokelat, keju yang sudah lama/basi, tidak
makan, puasa, minuman mengandung kafein), psikologis (stres, kondisi setelah stres/liburan
akhir minggu, cemas, takut, depresi), lingkungan fi sik (cahaya menyilaukan, cahaya terang,
stimulasi visual, sinar berpendar/berpijar, bau yang kuat, perubahan cuaca, suara bising,
ketinggian, mandi keramas), faktor yang berkaitan dengan tidur (kurang tidur, terlalu banyak
tidur), faktor yang berkaitan dengan obat-obatan (atenolol, kafein, simetidin, danazol,
diklofenak, estrogen, H2-receptor blockers, histamin, hidralazin, indometasin, nifedipin,
nitrofurantoin, nitrogliserin, etinil estradiol, ranitidin, reserpin), dan faktor lainnya (trauma
kepala, latihan fisik, kelelahan).(10)
Kemungkinan sumber nyeri pada TTH adalah adanya keterlibatan otot yang melekat
pada tulang tengkorak , patofisiologinya sebagian besar tidak diketahui. Asal nyeri pada TTH
dikaitkan dengan meningkatnya kontraksi dan iskemia otot kepala dan leher. Penelitian
berbasis elektromiografi (EMG), telah melaporkan normal atau hanya sedikit meningkatnya
aktivitas otot pada TTH, dan telah menunjukkan bahwa level laktat otot normal selama
latihan otot statis pada pasien dengan Cronic TTH. Banyak penelitian menunjukkan bahwa
Pericranial Myofascial Tissue jauh lebih tender pada pasien TTH dari pada subyek sehat. Hal
ini juga telah menunjukkan bahwa konsistensi otot perikranium meningkat, pada pasien TTH
lebih rentan untuk nyeri bahu dan nyeri leher pada respon latihan statis dari subjek yang
sehat. Studi terbaru yang dilaporkan peningkatan jumlah trigger point aktif dalam otot
perikranium pada pasien TTH episodik lebih sering dan pada pasien yang memiliki TTH
kronis.(11)
Penyebab pasti Cluster Headache (CH) saat ini belum diketahui. Hipotesis pertama
pada CH, terinspirasi oleh efek zat vasoaktif. Disfungsi awal atau inflamasi pembuluh darah
di daerah sinus parasellar atau area sinus cavernosus akan mengaktivasi pathway nyeri orbital
trigeminus. Adanya aktivasi sistem trigeminal-vaskular, sebagai penyebab atau akibat dari
CH belum jelas. Beberapa pemicu cluster headache meliputi; injeksi subkutan
histamine memprovokasi serangan pada 69% pasien, serangan yang dipicu pada beberapa
pasien karena stres, alergi, perubahan musiman, atau nitrogliserin, perokok berat, gangguan
dalam pola tidur normal, keabnormalan kadar hormon tertentu, alkohol menginduksi
8
serangan selama cluster tetapi tidak selama remisi. Pasien dengan cluster headache, 80%
adalah perokok berat dan 50% memiliki riwayat penggunaan etanol berat. Faktor resiko
terjadinya cluster adalah laki-laki, usia lebih dari 30 tahun, penggunaan vasodilator dengan
jumlah kecil misalnya alcohol, dan trauma kepala sebelumnya atau operasi.(12)
II.5 Patofisiologi
a. MigraineMekanisme utama yang mendasari terjadinya migraine meliputi teori biologis,
psikologis, dan psikofisiologis. Teori-teori biologis berfokus pada mekanisme
serebrovaskular dan menekankan peran agen-agen biokimiawi (misalnya, serotonin, histamin,
dan katekolamin) yang berperan pada kejadian pemicu nyeri kepala. Teori-teori psikologis
memusatkan pada hubungan berbagai variabel psikologis (misalnya, kekhususan emosional,
faktor psikodinamis, kepribadian, stres, kondisi kejiwaan, penguatan atau reinforcement) dan
kecenderungan terhadap migraine. Teori psikofisiologis menekankan peran potensial ‘stres’
dan berusaha menjelaskan mekanisme spesifik stres yang memicu nyeri kepala. Tidak ada
teori tunggal yang dapat menjelaskan terjadinya migraine, teori yang berlaku sekarang adalah
berdasarkan suatu hyperexcitable ”trigeminovascular complex” pada penderita yang secara
genetis cenderung menderita migraine.(13)
Sensitisasi terdapat di nosiseptor meningeal dan neuron trigeminal sentral. lnervasi
sensoris pembuluh darah intrakranial sebagian besar berasal dari ganglion trigeminal didalam
serabut sensoris tersebut yang mengandung neuropeptid dimana jumlah dan peranannya yang
paling besar adalah CGRP (Calcitonin Gene Related Peptide), diikuti oleh SP (substance P),
NKA (Neurokinin A), pituitary adenylate cyclase activating peptide (PACAP) nitricoxide
(NO), molekul prostaglandin E2 (PGEJ2), bradikinin, serotonin (5-HT) dan adenosin
triphosphat (ATP), yang berperan dalam mengaktivasi atau mensensitisasi nosiseptor-
nosiseptor. Marker pain sensing nerves yang berperan dalam proses nyeri adalah opioid
dynorphin, sensory neuron-specific sodium channel (Nav 1.8), purinergic reseptors (P2X3),
isolectin B4 (IB4), neuropeptide Y, galanin dan artemin reseptor( GFR-α3 = GDNF Glial Cell
Derived Neourotrophic Factor family receptor-α3). Khusus untuk nyeri kepala klaster clan
chronic parox-ysmal headache ada lagi pelepasan VIP (vasoactive intestine peptide) yang
berperan dalam timbulnya gejala nasal congestion dan rhinorrhea.(15)
9
Ada 3 hipotesa dalam hal patofisiologi migraine(15), yaitu;
1. Pada migraine yang tidak disertai CA, berarti sensitisasi terjadi di neuron ganglion
trigeminal sensoris yang menginervasi duramater.
2. Pada migraine yang menunjukkan adanya CA hanya pada daerah referred pain,
berarti terjadi sensitisasi perifer dari reseptor meninggal (first order) dan sensitisasi
sentral dari neuron kornu dorsalis medula spinalis (second order) dengan daerah
reseptif periorbital.
3. Pada migraine yang disertai CA yang meluas keluar dari area referred pain, terdiri
atas penumpukan dan pertambahan sensitisasi neuron talamik (third order) yang
meliputi daerah reseptif seluruh tubuh.
Sistem ascending dan descending pain pathway yang berperan dalam transmisi dan
modulasi nyeri terletak dibatang otak. Batang otak memainkan peranan yang paling penting
sebagai dalam pembawa impuls nosiseptif dan juga sebagai modulator impuls tersebut.
Modulasi transmisi sensoris sebagian besar berpusat di batang otak (misalnya periaquaductal
grey matter, locus coeruleus, nukleus raphe magnus dan reticular formation), ia mengatur
integrasi nyeri, emosi dan respons otonomik yang melibatkan konvergensi kerja dari korteks
somatosensorik, hipotalamus, anterior cyngulate cortex, dan struktur sistem limbik lainnya.
Dengan demikian batang otak disebut juga sebagai generator dan modulator sefalgi. Stimuli
elektrode, atau deposisi zat besi Fe yang berlebihan pada periaquaduct grey (PAG) matter
pada midbrain dapat mencetuskan timbulnya nyeri kepala seperti migraine (migraine like
headache). Pada penelitian MRI (Magnetic Resonance Imaging) terhadap keterlibatan batang
otak pada penderita migraine, CDH (Chronic Daily Headache) dan sampel kontrol yang non
sefalgi, didapat bukti adanya peninggian deposisi Fe di PAG pada penderita migraine dan
CDH dibandingkan dengan kontrol.(15)
Inflamasi steril yang terjadi pada nyeri kepala ditandai dengan pelepasan kaskade zat
substansi dari berbagai sel. Makrofag melepaskan sitokin lL1 (Interleukin 1), lL6 dan TNFα
(Tumor Necrotizing Factor α) dan NGF (Nerve Growth Factor). Mast cell
melepas/mengasingkan metabolit histamin, serotonin, prostaglandin dan arachidonic acid
dengan kemampuan melakukan sensitisasi terminal sel saraf. Pada saat proses inflamasi,
terjadi proses upregulasi beberapa reseptor (VR1, sensory specific sodium/SNS, dan SNS-2)
dan peptides.(15)
Cutaneous allodynia (CA) adalah nafsu nyeri yang ditimibulkan oleh stimulus non
noxious terhadap kulit normal. Saat serangan/migraine 79% pasien menunjukkan cutaneus
allodynia (CA) di daerah kepala ipsilateral dan kemudian dapat menyebar kedaerah
10
kontralateral dan kedua lengan. Allodynia biasanya terbatas pada daerah ipsilateral kepala,
yang menandakan sensitivitas yang meninggi dari neuron trigeminal sentral (second-order)
yang menerima input secara konvergen. Jika allodynia lebih menyebar lagi, ini disebabkan
karena adanya kenaikan sementara daripada sensitivitas third order neuron yang menerima
pemusatan input dari kulit pada sisi yang berbeda, seperti sama baiknya dengan dari
duramater maupun kulit yang sebelumnya.(15)
Penderita migraine, disamping terdapat nyeri intrakranial juga disertai peninggian
sensitivitas kulit. Sehingga patofisiologi migraine diduga bukan hanya adanya iritasi pain
fiber perifer yang terdapat di pembuluh darah intrakranial, akan tetapi juga terjadi kenaikan
sensitisasi sel saraf sentral terutama pada sistem trigeminal, yang memproses informasi yang
berasal dari struktur intrakranial dan kulit.(15)
Penelitian terhadap penderita migraine dengan aura, pada saat paling awal serangan
migraine diketemukan adanya penurunan cerebral blood flow (CBF) yang dimulai pada
daerah oksipital dan meluas pelan-pelan ke depan sebagai seperti suatu gelombang
("spreading oligemia”), dan dapat menyeberang korteks dengan kecepatan 2-3 mm per menit.
hal ini berlangsung beberapa jam dan kemudian barulah diikuti proses hyperemia,
vasodilatasi pembuluh darah, dan berkurangnya aliran darah kemudian terjadi reaktif
hiperglikemia dan oligemia pada daerah oksipital, kejadian depolarisasi sel saraf
menghasilkan gejala scintillating aura, kemudian aktifitas sel saraf menurun menimbulkan
gejala skotoma. Peristiwa kejadian tersebut disebut suatu cortical spreading depression
(CDS). CDS menyebabkan hiperemia yang berlama didalam duramater, edema neurogenik
didalam meningens dan aktivasi neuronal didalam TNC (trigeminal nucleus caudalis)
ipsilateral. Timbulnya CSD dan aura migraine tersebut mempunyai kontribusi pada aktivasi
trigeminal, yang akan mencetuskan timbulnya nyeri kepala.(15)
Pada serangan migraine, akan terjadi fenomena pain pathway pada sistem
trigeminovaskuler, dimana terjadi aktivasi reseptor NMDA, yang kemudian diikuti
peninggian Ca sebagai penghantar yang menaikkan aktivasi proteinkinase seperti misalnya 5-
HT, bradykinine, prostaglandin, dan juga mengaktivasi enzym NOS. Proses tersebutlah
sebagai penyebab adanya penyebaran nyeri, allodynia dan hiperalgesia pada penderita
migraine.(15)
Fase sentral sensitisasi pada migraine, induksi nyeri ditimbulkan oleh komponen
inflamasi yang dilepas dari dura, seperti oleh ion potasium, protons, histamin, 5HT
(serotonin), bradikin, prostaglandin E di pembuluh darah serebral, dan serabut saraf yang
dapat menimbulkan nyeri kepala. Pengalih komponen inflamasi tersebut terhadap reseptor C
11
fiber di meningens dapat dihambat dengan obat-obatan NSAIDs (non steroid anti
inflammation drugs) dan 5-HT 1B/1D agonist, yang memblokade reseptor vanilloid dan
reseptor acid-sensittive ion channel yang juga berperan melepaskan unsur protein
inflamator).(15)
Fase berikutnya dari sensitisasi sentral dimediasi oleh aktivasi reseptor presinap
NMDA purinergic yang mengikat adenosine triphosphat (reseptor P2X3) dan reseptor 5-HT
IB/ID pada terminal sentral dari nosiseptor C-fiber. Nosiseptor C-fiber memperbanyak
pelepasan transmitter. Jadi obat-obatan yang mengurangi pelepasan transmitter seperti opiate,
adenosine dan 5-HT1B/1D reseptor agonist, dapat mengurangi induksi daripada sensitisasi
sentral. Proses sensitisasi di reseptor meningeal perivaskuler mengakibatkan hipersensitivitas
intrakranial dengan manifestasi sebagai perasaan nyeri yang ditimbulkan oleh rasa diikat di
kepala atau pada saat menolehkan kepala. Sedangkan sensitivitas pada sentral neuron
trigeminal menerangkan proses timbulnya nyeri tekan pada daerah ektrakranial dan cutaneus
allodynia. Sehingga ada pendapat bahwa adanya cutaneus allodynia (CA) dapat sebagai
marker dari adanya sentral sensitisasi pada migraine.(15)
Pada pemberian sumaptriptan maka aktivitas batang otak akan stabil dan
menyebabkan gejala migraine pun akan menghilang sesuai dengan pengurangan aktivasi di
cingulate, auditory dan visual association cortical. Hal itu menunjukkan bahwa patogenesis
migraine sehubungan dengan adanya aktivitas yang imbalance antara brain stem nuclei
regulating antinoception dengan vascular control. Juga diduga bahwa adanya aktivasi batang
otak yang menetap itu berkaitan dengan durasi serangan migraine dan adanya serangan ulang
migraine sesudah efek obat sumatriptan tersebut menghilang.(15)
Kruit MC dalam laporan penelitiannya yang dimuat pada The Journal of American
Medical Association mengenai gambaran MRI yang supersensitif pada 161 pasien migraine
dibandingkan dengan 141 orang tanpa migraine. Temuan ini telah mengubah pandangan
terhadap migraine yang selama ini dianggap sebagai suatu episodic disorder dengan gejala
transient menjadi suatu chronic progressive disorder yang mengakibatkan perubahan
permanen dari parenkim otak. Pada subyek kontrol tanpa migraine didapati 38% adanya tiny
brain lesion. Peneliti mendapatkan adanya lesi diotak yang lebih banyak dan lebih luas pada
pasien wanita migraine 2 kali banyak dibandingkan dengan laki-laki secara signifikan. Pasien
yang lebih sering mendapat serangan migraine dan juga disertai aura lebih banyak
menunjukkan lesi infark dibandingkan tanpa aura.(15)
12
b. Tension Headache
Penderita Tension type headache didapati gejala yang menonjol yaitu nyeri tekan
yang bertambah pada palpasi jaringan miofascial perikranial. Impuls nosiseptif dari otot
perikranial yang menjalar kekepala mengakibatkan timbulnya nyeri kepala dan nyeri yang
bertambah pada daerah otot maupun tendon tempat insersinya. TTH adalah kondisi stress
mental, non-physiological motor stress, dan miofasial lokal yang melepaskan zat iritatif
ataupun kombinasi dari ke tiganya yang menstimuli perifer kemudian berlanjut mengaktivasi
struktur persepsi supraspinal pain, kemudian berlanjut lagi ke sentral modulasi yang masing-
masingh individu mempunyai sifat self limiting yang berbeda-beda dalam hal intensitas nyeri
kepalanya.(17)
Pada penelitian Bendtsen terhadap penderita chronic tension type headache ternyata
otot yang mempunyai nilai Local tenderness score tertinggi adalah otot Trapezius, insersi otot
leher dan otot sternocleidomastoid. Nyeri tekan otot perikranial secara signifikan berkorelasi
dengan intensitas maupun frekuensi serangan tension type headache kronik. Belum diketahui
secara jelas apakah nyeri tekan otot tersebut mendahului atau sebab akibat daripada nyeri
kepala, atau nyeri kepala yang timbul dahulu baru timbul nyeri tekan otot. Pada migraine
dapat juga terjadi nyeri tekan otot, akan tetapi tidak selalu berkorelasi dengan intensitas
maupun frekuensi serangan migraine.(16)
Nyeri miofascial adalah suatu nyeri pada otot bergaris termasuk juga struktur fascia
dan tendonnya. Dalam keadaan normal nyeri miofascial di mediasi oleh serabut kecil
bermyelin (Aoc) dan serabut tak bermyelin (C), sedangkan serabut tebal yang bermyelin (Aα
dan AB) dalam keadaan normal mengantarkan sensasi yang ringan/ tidak merusak
(inocuous). Pada rangsang noxious dan inocuous event, seperti misalnya proses iskemik,
stimuli mekanik, maka mediator kimiawi terangsang dan timbul proses sensitisasi serabut Aa
dan serabut C yang berperan menambah rasa nyeri tekan pada tension type headache.(5)
Pada zaman dekade sebelum ini dianggap bahwa kontraksi dari otot kepala dan leher
yang dapat menimbulkan iskemik otot sangatlah berperan penting dalam tension type
headache sehingga pada masa itu sering juga disebut muscle contraction headache. Akan
tetapi pada akhir-akhir ini pada beberapa penelitian-penelitian yang menggunakan EMG
(elektromiografi) pada penderita tension type headache ternyata hanya menunjukkan sedikit
sekali terjadi aktifitas otot, yang tidak mengakibatkan iskemik otot, jika meskipun terjadi
kenaikan aktifitas otot maka akan terjadi pula adaptasi protektif terhadap nyeri. Peninggian
aktifitas otot itupun bisa juga terjadi tanpa adanya nyeri kepala.(16)
13
Nyeri myofascial dapat di dideteksi dengan EMG jarum pada miofascial trigger point
yang berukuran kecil beberapa milimeter saja (tidak terdapat pada semua otot). Mediator
kimiawi substansi endogen seperti serotonin (dilepas dari platelet), bradikinin (dilepas dari
belahan precursor plasma molekul kallin) dan kalium (yang dilepas dari sel otot), SP dan
CGRP dari aferens otot berperan sebagai stimulan sensitisasi terhadap nosiseptor otot skelet.
Jadi dianggap yang lebih sahih pada saat ini adalah peran miofascial terhadap timbulnya
tension type headache.(16)
Untuk jenis TTH episodik biasanya terjadi sensitisasi perifer terhadap nosiseptor,
sedang yang jenis kronik berlaku sensitisasi sentral. Proses kontraksi otot sefalik secara
involunter, berkurangnya supraspinal descending pain inhibitory activity, dan
hipersensitivitas supraspinal terhadap stimuli nosiseptif amat berperan terhadap timbulnya
nyeri pada Tension type Headache.(16)
Stress dan depresi pada umumnya berperan sebagai faktor pencetus (87%), exacerbasi
maupun mempertahankan lamanya nyeri kepala. Prevalensi life time depresi pada penduduk
adalah sekitar 17%. Pada penderita depresi dijumpai adanya defisit kadar serotonin dan
noradrenalin di otaknya. Pada suatu penelitian dengan PET Scan, ternyata membuktikan
bahwa kecepatan biosintesa serotonin pada pria jauh lebih cepat 52% dibandingkan dengan
wanita. Dengan bukti tersebut di asumsikan bahwa memang terbukti bahwa angka kejadian
depresi pada wanita lebih tinggi 2- 3 kali dari pria.(17)
c. Cluster HeadachePatofisiologi cluster headache masih belum diketahui secara jelas, tetapi ada beberapa
mekanisme yang masih berupa hipotesa, yaitu(12);1. Hemodinamik
Dilatasi vaskular mungkin memiliki peranan, tetapi studi tentang peredaran darah
masih belum pasti. Aliran darah ekstrakranial (hipertermia dan peningkatan aliran darah
arteri temporal) meningkat tetapi tidak menimbulkan rasa sakit. Perubahan vaskular
merupakan perubahan sekunder untuk neuronal discharge yang primer.
2. Saraf trigeminal
Saraf trigeminal mungkin bertanggung jawab terhadap neuronal discharge yang bisa
menyebabkan cluster headache. Substansi P neuron membawa impuls sensori dan
motorik dalam divisi saraf maksillaris dan opthalamic. Semua ini berhubungan dengan
ganglion sphenopalatina dan pleksus sympathetic carotid perivaskular interior.
Somatostatin menghambat substansi P dan mengurangi durasi dan intensitas cluster
headache.
14
3. Sistem saraf autonomik
Efek simpatis (misalnya, Horner syndrome, keringat di dahi) dan parasimpatis
(misalnya, lakrimasi, rinore, nasal congestion).
4. Ritme sirkadian
Cluster headache sering kambuh dalam waktu yang sama setiap hari, menunjukkan
hipothalamus, yang mengontrol ritme sirkadian, dimana lokasi yang menjadi
penyebabnya.
5. Serotonin
Tidak khas seperti pada migrain, tetapi kadang-kadang terdapat perubahan.
6. Histamin
Meskipun penyebabnya kurang mendukung, cluster headache mungkin dipicu oleh
sedikit perubahan histamin. Antihistamin tidak menghilangkan cluster headache.
7. Mast sel
Peningkatan jumlah mast sel dapat ditemukan pada area kulit yang sakit pada
beberapa penderita, tetapi hal ini tidak dapat menjadi penjelasan.
II.6 Manifestasi klinis
Serangan migraine sering didahului oleh gejala-gejala peringatan (premonitory
symptoms) seperti: hiperosmia, menguap, perubahan mood, cemas, food craving, sexual
excitement, fatigue dan kelabilan emosi yang berlangsung dari beberapa menit hingga
berhari-hari. Selain itu, serangan migraine juga berhubungan dengan kehilangan atau
berkurangnya selera makan, mual, muntah, dan sensitivitas terhadap sinar dan suara yang
makin memberat, dan seringkali melibatkan gangguan mood, motorik, dan sensorik.(18)
Nyeri kepala tegang otot biasa berlangsung selama 30 menit hingga 1 minggu penuh.
Nyeri bisa dirasakan kadang–kadang atau terus menerus. Nyeri pada awalnya dirasakan
pasien pada leher bagian belakang kemudian menjalar ke kepala bagian belakang selanjutnya
menjalar ke bagian depan. Selain itu, nyeri ini juga dapat menjalar ke bahu. Nyeri kepala
dirasakan seperti kepala berat, pegal, rasa kencang pada daerah bitemporal dan bioksipital,
atau seperti diikat di sekeliling kepala. Nyeri kepala tipe ini tidak berdenyut. Pada nyeri
kepala ini tidak disertai mual ataupun muntah tetapi anoreksia mungkin saja terjadi. Pasien
juga mengalami fotofobia dan fonofobia. Gejala lain yang juga dapat ditemukan seperti
insomnia (gangguan tidur yang sering terbangun atau bangun dini hari), nafas pendek,
konstipasi, berat badan menurun, palpitasi dan gangguan haid. Pada nyeri kepala tegang otot
yang kronis biasanya merupakan manifestasi konflik psikologis yang mendasarinya seperti
15
kecemasan dan depresi. Oleh sebab itu, perlu dievaluasi adanya stres kehidupan, pekerjaan,
kebiasaan, sifat kepribadian tipe perfeksionis, kehidupan perkawinan, kehidupan sosial,
seksual, dan cara pasien mengatasinya. Keluhan emosi antara lain perasaan bersalah, putus
asa, tidak berharga, takut sakit ataupun takut mati. Keluhan psikis yaitu konsentrasi buruk,
minat menurun, ambisi menurun atau hilang, daya ingat buruk dan keinginan bunuh diri.(17)
Gejala klinis yang dapat ditemukan pada cluster headache adalah sakit yang
digambarkan sebagai sakit pedih dan berat , onset mendadak dengan puncak dalam 10-15
menit, unilateral wajah masih pada sisi yang sama selama periode cluster, durasi 10 menit
sampai 3 jam per episode, distribusi divisi pertama dan kedua dari saraf trigeminal sekitar 18-
20% pasien mengeluh sakit di daerah ekstratrigeminal, seperti belakang leher, dan di
sepanjang arteri carotis, periodesitas keteraturan sirkadian di 47%, remisi panjang interval
bebas gejala terjadi pada beberapa pasien. Biasanya, pasien mengalami 1-2 kali periode
cluster per tahun, yang masing-masing berlangsung 2-3 bulan. Gejala lainnya, lakrimasi (84-
91%) atau injeksi konjungtiva, hidung tersumbat (48-75%) atau rinore, edema kelopak mata
ipsilateral, miosis atau ptosis ipsilateral, keringat pada dahi dan wajah ipsilateral (26%), letih
dan lemas (90%).(12)
Tabel 1. Perbedaan migren tanpa aura dan migren aura (Olesen J, Rasmussen BK)
Migren tanpa aura Migran aura
Prevalensi 14,7% 7,9%
Rasio Laki-laki : Perempuan 1:2,2 1:1,5
Usia saat onset Sesuai kurva normal
(Unimodal)
Kurva dengan dua puncak
(bimodal)
Sensitivitas terhadap sinar (-) >>
Pola keluarga < >
Frekuensi serangan Sering Jarang
Lama serangan Panjang Pendek
Penurunan Cerebral Blood (-) (+)
16
Flow
II.7 Diagnosis
Diagnosis migraine memiliki lima prediktor, yaitu berdenyut (pulsating), durasi 4–72
jam, unilateral, mual, dan mengganggu aktivitas (disabling). Kriteria diagnosis migren tanpa
aura, yaitu(4);
A. Setidaknya lima serangan memenuhi kriteria B hingga D.
B. Serangan sakit kepala berlangsung 4 hingga 72 jam (tidak dirawat atau telah dirawat
namun belum sembuh).
C. Sakit kepala memiliki setidaknya dua dari karakteristik berikut:
1. Lokasinya satu sisi (unilateral)
2. Kualitas berdenyut (pulsating)
3. Intensitas nyeri sedang atau berat
4. Diperberat oleh atau menyebabkan terganggunya aktivitas fisik rutin/harian
(misalnya berjalan atau naik tangga)
D. Selama sakit kepala berlangsung setidaknya disertai satu hal berikut ini:
1. Mual dan/atau muntah
2. Photophobia dan phonophobia
E. Tidak berhubungan dengan gangguan lainnya.
Kriteria diagnosis migren dengan aura, yaitu(4);
A. Setidaknya dua serangan memenuhi kriteria B.
B. Migren dengan aura memenuhi kriteria B dan C untuk satu subklasifikasi 1.2.1-1.2.6
C. Tidak berhubungan dengan gangguan lainnya.
Subklasifikasi 1.2.1-1.2.6, sebagai berikut:
1.2.1 Typical aura with migraine headache
Aura tipikal terdiri dari gejala visual dan/atau sensoris dan/atau berbahasa. Yang
berkembang secara bertahap, durasi tidak lebih dari 1 jam, bercampur gambaran positif
17
dan negatif, kemudian menghilang sempurna yang memenuhi kriteria dari migren tanpa
aura.
Kriteria diagnosis:
A. Sekurang-kurangnya terjadi 2 serangan yang memenuhi kriteria B-D.
B. Adanya aura yang terdiri paling sedikit satu dari dibawah ini tetapi tidak dijumpai
kelemahan motorik:
1. Gangguan visual yang reversibel seperti : positif (cahaya yang berkedip-kedip,
bintik-bintik atau garis-garis) dan negatif (hilangnya penglihatan).
2. Gangguan sensoris yang reversible termasuk positif (pins and needles), dan atau
negatif (hilang rasa/kebas).
3. Gangguan bicara disfasia yang reversible sempurna.
C. Paling sedikit dua dari dibawah ini:
1. Gejala visual homonim dan/atau gejala sensoris unilateral
2. Paling tidak timbul satu macam aura secara gradual ≥ 5 menit dan /atau jenis aura
yang lainnya ≥ 5menit.
3. Masing-masing gejala berlangsung ≥ 5 dan ≤ 60 menit.
D. Nyeri kepala memenuhi kriteria B-D 1.1. Migren tanpa aura dimulai bersamaan
dengan aura atau sesudah aura selama 60 menit.
E. Tidak berkaitan dengan kelainan lain.
1.2.2 Typical aura with non-migraine headache
Aura berisikan gangguan visual dan atau gangguan sensoris dan atau gangguan
bicara. Perkembangan gradual, durasi tidak melebihi 1jam, bercanpur dengan gambaran
postif dan negatif dan berisikan komplet dari karakteristik dengan aura yang tidak
memenuhi syarat migren tanpa aura.
Kriteria diagnosis:
A. Sekurang-kurangnya 2 serangan yang memenuhi kriteria B-D.
B. Adanya aura yang berisikan paling sedikit satu dari dibawah ini tetapi tidak dijumpai
kelemahan motorik:
1. Gangguan visual yang berulang seperti : positif ( cahaya yang berkedip-kedip,
bintik-bintik atau garis-garis) dan negatif (hilangnya penglihatan).
2. Gangguan sensoris termasuk positif (pins and needles),dan atau negatif ( hilang
rasa). 3. Gangguan bicara disfasia.
C. Paling sedikit dua dari dibawah ini:
1. Gejala visual homonim dan atau gejala sensoris unilateral.
18
2. Paling sedikit 1 gejala aura timbal secara gradual ≥ 5 menit dan/ atau gejala aura
yang lainnya terdapat ≥ 5menit.
3. Setiap gejala berlangsung ≥ 5 dan ≤ 60 menit.
D. Nyeri kepala yang tidak memenuhi kriteria B-D pada 1.1. Migren tanpa aura yang
dimulai selama aura atau diikuti aura selama 60 menit.
E. Tidak berkaitan dengan kelainan lain.
1.2.3 Typical aura without headache
Aura yang tipikal berupa gangguan visual dan /atau sensorik dengan atau tanpa
gangguan berbicara. Timbul secara gradual, durasi tidak melebihi dari1 jam, campuran
gambaran positif dan negatif dan akan pulih secara reversible sempurna dan tidak
berhubungan dengan nyeri kepala.
Kriteria diagnosis:
A. Sekurang-kurangnya 2 serangan yang memenuhi kriteria B-D.
B. Adanya aura paling sedikit satu dari dibawah ini dan tidak dijumpai kelemahan
motorik:
1. Gangguan visual yang reversible seperti : positif (cahaya yang berkedip-kedip,
bintik-bintik atau garis-garis) dan/atau negatif (hilangnya penglihatan).
2. Gangguan sensoris yang reversible seperti positif (pins and needles), dan /atau
negatif ( hilang rasa/kebas)
C. Paling sedikit dua dari dibawah ini:
1. Gejala visual homonim dan/ atau gejala unilateral sensoris.
2. Paling tidak ada satu gejala aura yang timbal secara gradual ≥ 5 menit dan/ atau
aura yang lainnya ≥ 5menit.
3. Tiap gejala berlangsung ≥ 5 dan ≤ 60 menit.
D. Tidak didapati Nyeri kepala selama aura atau sesudah timbulnya aura dalam waktu 60
menit. E. Tidak berkaitan dengan kelainan lain.
1.2.4 Familial hemiplegic migraine (FHM)
Migren dengan aura termasuk kelemahan motorik dan paling tidak ada satu
keturunan pertama atau kedua dari keluarga menderita migren dengan aura termasuk
kelemahan motorik.
Kriteria diagnosis:
A. Sekurang-kurangnya 2 serangan yang memenuhi kriteria B dan C
19
B. Adanya aura berupa kelemahan motorik yang reversible disertai paling sedikit satu
dari dibawah ini:
1. gejala visual yang reversible sempurna berupa gejala: positif (cahaya yang
berkedip-kedip, bintik-bintik atau garis-garis) dan negatif (hilangnya penglihatan).
2. Gejala sensoris yang reversible sempurna berupa positif (pins and needles), dan
atau negatif (hilang rasa/kebas).
3. Gangguan bicara disfasia yang reversible.
C. Paling sedikit dua dari dibawah ini:
1. paling tidak ada satu gejala aura yang timbul secara gradual ≥ 5menit dan /atau aura
yang lainnya terjadi ≥ 5menit.
2. Tiap gejala aura berlangsung > 5 menit dan < 24 jam
3. Nyeri kepala yang memenuhi kriteria B-D pada migren tanpa aura dimulai selama
aura atau sesudah onset aura selama 60 menit.
D. Paling tidak ada satu dari keluarga keturunan pertama atau kedua yang menderita
serangan yang memenuhi kriteria A-E.
E. Tidak berkaitan dengan kelainan lain.
1.2.5 Sporadic hemiplegic migraine
Migren dengan aura termasuk kelemahan motorik tetapi tidak terdapat pada
keluarga pada keturunan pertama atau kedua yang mempunyai aura termasuk juga
kelemahan motorik.
Kriteria diagnosis:
A. Sekurang-kurangnya 2 serangan yang memenuhi kriteria B dan C.
B. Adanya aura yang terdiri atas kelemahan motorik yang reversible sempurna dan
disertai paling tidak satu dibawah ini:
1. Gejala visual yang reversible sempurna seperti : positif (cahaya yang berkedip-
kedip, bintik-bintik atau garis-garis) dan negatif (hilangnya penglihatan).
2. Gejala sensoris yang reversible sempurna termasuk positif (pins and needles),
dan /atau negatif (hilang rasa).
3. Gangguan bicara disfasia yang reversible sempurna .
C. Paling sedikit dua dari dibawah ini:
1. Paling tidak ada satu gejala aura yang timbul secara gradual ≥ 5menit dan/ atau
gejala aura lain ≥ 5menit.
2. Tiap gejala aura berlangsung > 5 menit dan < 24 jam.
20
3. Nyeri kepala yang memenuhi kriteria B-D pada migren tanpa aura dimulai selama
adanya aura atau sesudah onset aura dalam waktu 60 menit.
D. Tidak ada riwayat keluarga keturunan pertama atau kedua mengalami serangan yang
memenuhi kriteria A-E.
E. Tidak berkaitan dengan kelainan lain.
1.2.6 Basilar-type migraine
Migren arteri basiler atau basiler migren. Migren dengan aura yang berasal dari
keterlibatan brain stem dan atau keterlibatan kedua hemisfer secara simultan tetapi tidak
dijumpainya kelemahan motorik.
Kriteria diagnosis:
A. Sekurang-kurangnya 2 serangan yang memenuhi kriteria B-D.
B. Dijumpainya paling tidak 2 serangan aura yang reversible sempurna, tanpa ada
kelemahan motorik:
1. Disartria
2. Vertigo
3. Tinitus
4. Hypacusia
5. Diplopia
6. Gejala visual yang simultan kedua lapang pandang temporal dan nasal dari kedua
mata.
7. Ataksia
8. Kesadaran menurun
9. Parestesis bilateral simultan.
C. Paling sedikit satu dari dibawah ini :
1. Paling tidak satu gejala Aura yang timbul secara gradual > 5menit dan/ atau gejala
aura lain yang terjadi > 5 menit.
2. Tiap gejala aura berlangsung > 5 menit dan < 60 menit.
D. Nyeri kepala yang memenuhi kriteria B-D pada migren tanpa aura timbul pada waktu
bersaman dengan aura ataupun sesudah onset aura dalam waktu 60 menit.
E. Tidak berkaitan dengan kelainan lain.
21
Cluster headache mempunyai ciri khas tipe nyeri dan pola serangan. Suatu diagnosis
tergantung kepada gambaran dari serangan, termasuk nyeri, lokasi dan keparahan sakit
kepala, dan gejala-gejala lainnya yang terkait. Frekuensi dan lama waktu terjadinya sakit
kepala merupakan faktor yang penting. Keterlibatan fenomena otonom yang jelas sangat
penting pada cluster headache. Tanda-tanda tersebut diantaranya adalah rinorea dan hidung
tersumbat ipsilateral, lakrimasi, hiperemi pada konjungtiva, diaforesis pada wajah, edema
pada palpebra dan sindrom Horner parsial atau komplit, takikardia juga sering ditemukan.
Pemeriksaan neurologis dapat membantu untuk mendeteksi tanda-tanda dari cluster
headache. Terkadang pupil terlihat lebih kecil atau palpebra terjatuh bahkan diantara
serangan.
Tabel 2. IHS Criteria for the General Diagnosis of Cluster Headache(18)
Headache Description (All 4) Autonomic Symptoms (Any 2)
Severe headache
Unilateral
Duration of 15–180 min
Orbital periorbital or temporal
location
Rhinorrhea
Lacrimation
Facial sweating
Miosis
Eyelid edema
Conjunctival injection Ptosis
* Tidak ada bukti dari gangguan sakit kepala sekunder. Sakit kepala cluster episodik terjadi
untuk <1 tahun dan sakit kepala kronis terjadi selama> 1 tahun.
II.8 Penatalaksanaan
a. Migren
Penatalaksanaan migren secara umum dibedakan menjadi terapi farmakologis dan
nonfarmakologis. Terapi farmakologis termasuk simtomatis, abortif, dan profilaktik. Tidak
perlu resep obat dokter bila serangan migren jarang terjadi dan dengan mudah dihilangkan
dengan tidur. Untuk sebagian besar penderita, terapi simtomatis atau abortif saja sudah
cukup. Untuk episode yang sering, diperlukan terapi kombinasi antara simtomatis, abortif,
dan profilaktik. Pengobatan penderita migren dengan penyerta juga memerlukan perhatian,
misalnya migren pada wanita hamil, migren dengan depresi, migren dengan hipertensi,
migren dengan asma. Untuk wanita hamil setelah trimester pertama, steroid merupakan obat
yang paling aman untuk mengakhiri serangan. Contoh lainnya, memberikan beta-bloker,
antagonis kalsium, atau angiotensin receptor blocker (ARB) untuk penderita migren berat
22
dengan hipertensi, atau antidepresan trisiklik untuk penderita migren dengan depresi atau
yang sulit tidur, dapat memberikan manfaat bagi kedua kondisi medis (migren dan
penyertanya). Obat tertentu perlu diperhatikan, seperti beta-bloker pada penderita depresi,
asma, dan hipotensi, atau carbonic anhydrase inhibitor membrane stabilisers (topiramat dan
zonisamid) pada penderita dengan batu ginjal.(19)
Terapi migren umumnya direkomendasikan tiga lini terapi. Pemilihan obat
bergantung pada indikasi, pengalaman klinisi, cost-eff ectiveness, efek samping, waktu paruh,
keterjangkauan, dan ketersediaan obat. Terapi lini pertama menggunakan antiemetic oral atau
intravena, parasetamol, asam asetilsalisilat (ASA), NSAID (ibuprofen, naproksen,
diklofenak), fenotiazin, di-hidroergotamin (DHE) intranasal atau subkutan, naratriptan,
rizatriptan, atau zolmitriptan. Terapi lini kedua menggunakan antiemetik (intravena), NSAID
(mis., ketorolak intramuskular), sumatriptan (subkutan), ergotamin, haloperidol, lidokain
intranasal, opiat intranasal, kortikosteroid, fenotiazin, atau opiat. Terapi lini ketiga
menggunakan sumatriptan (intranasal), fenotiazin intravena, barbiturat. Tiga lini terapi
migren di atas secara umum dapat dikelompokkan lagi menjadi terapi akut nonspesifik dan
terapi akut spesifik.(20)
Penatalaksanaan migren akut, untuk migren derajat ringan/sedang dan pasien belum
minum obat, dapat diberikan aspirin 900 mg dan metoklopramid 10 mg per oral. Untuk
migren sedang hingga berat, ada dua pilihan. Pilihan pertama, bila sudah diberi obat dokter,
biasa minum obat, atau disertai muntah, dapat diberikan metoklopramid 10 mg IM atau
proklorperazin 12,5 mg IM atau sumatriptan 6 mg SC. Pilihan kedua, untuk migren derajat
sedang hingga berat (pada situasi kegawatdaruratan), bisa digunakan klorpromazin 25 mg
dalam 1.000 mL saline normal IV, diberikan dalam 30-60 menit (diulangi bila perlu), atau
proklorperazin 12,5 mg IV atau sumatriptan 6 mg SC. Untuk mencegah penderita migren
akut menjadi kronis, diperlukan pula pendekatan psikosomatik yang meliputi penilaian fisik
dan mental, contohnya autogenic training, biofeedback therapy, dan cognitive therapy. Hal
ini perlu dilakukan mengingat stres social dan psikologis serta gangguan ansietas dan depresi
adalah faktor terpenting dalam perjalanan dan pemeliharaan penderita migren.(20)
Indikasi umum profilaksis migren antara lain; nyeri kepala yang berkaitan dengan
disabilitas terjadi tiga hari atau lebih per bulannya, durasi migren lebih dari 48 jam, medikasi
migren akut tidak efektif, dikontraindikasikan,atau dipakai berlebihan (overused), serangan
menghasilkan disabilitas berat, aura yang memanjang, atau nyata terjadi migrainous
infarction, serangan lebih dari dua sampai empat kali per bulan meskipun dengan
pemeliharaan/perawatan memadai, pasien lebih memilih terapi preventif. Terdapat lima
23
medikasi yang telah disetujui US FDA untuk pencegahan migren, yaitu metisergid (tidak lagi
tersedia di Amerika Serikat), propranolol, timolol, natrium divalproat, dan topiramat.
Natrium divalproat dan topiramat adalah neuromodulator yang telah disetujui FDA untuk
profi laksis migren pada pasien dewasa. Neuromodulator lain yang terkadang digunakan ialah
gabapentin, lamotrigin, levetirasetam, dan zonisamid. Untuk profilaksis lini pertama, obat-
obatnya antara lain adalah amitriptilin, propranolol, dan nadolol. Untuk profilaksis lini kedua,
dapat digunakan topiramat, gabapentin, venlafaksin, kandesartan, lisinopril, magnesium,
butterbur, koenzim Q10, dan ribofl avin. Untuk profilaksis lini ketiga, dapat dipakai fl
unarizin, pizotifen, dan natrium divalproat. Beberapa pertimbangan khusus sebelum dokter
memberikan profilaksis meliputi ada tidaknya hipertensi atau penyakit kardiovaskuler,
gangguan mood, insomnia inisial, kejang, obesitas, kehamilan, dan toleransi rendah terhadap
efek samping medikasi. Selain medikamentosa, penggunaan migraine headache trigger diary
atau buku harian migren juga dapat disarankan.(21)
b. Tension headache
Nyeri yang terjadi pada tension headache dapat diberikan beberapa obat yang bisa
menghentikan atau mengurangi nyeri yang dirasakan saat serangan. Obat analgesic yang
dapat diberikan diantaranya adalah acetaminophen dan NSAID seperti aspirin, ibuprofen,
naproxen, dan ketoprofen. Acetaminophen efektif untuk sakit kepala sedang sampai berat
dalam dosis tinggi. Efek samping acetaminophen lebih jarang ditemukan, tetapi penggunaan
dalam dosis besar untuk waktu yang lama bisa menyebabkan kerusakan hati yang berat.
NSAID efektif dalam dosis yang lebih rendah. Efek samping yang ditemukan antara lain
mual, diare atau konstipasi, sakit perut, perdarahan dan ulkus.(14)
Pengobatan kombinasi antara acetaminophen atau aspirin dengan kafein atau obat
sedative biasa digunakan bersamaan. Cara ini lebih efektif untuk menghilangkan sakitnya,
tetapi jangan digunakan lebih dari 2 hari dalam seminggu dan penggunaannya harus diawasi
oleh dokter. Kebanyakan orang dengan nyeri kepala mencoba berbagai langkah non-
farmakologi untuk meredakan nyeri, Namun, masih belum diketahui kebiasaan apa yang
member respon yang baik untuk nyeri kepala. Martins and Prarreira mengidentifikasi 6
manuver yang sering dilakukan oleh pasien, sebagian besar meredakan nyeri kepala selama
serangan. Observasi dilakukan oleh klinisi untuk mengamati area nyeri kepala tempat pasien
melakukan manuver, yang dapat membantu meringankan nyeri, tetapi umumnya lebih sering
dilakukan pada pasien migren. Pada penelitian Bag B et al melaporkan selain pemijatan,
tidur, istirahat, dan perubahan postur juga dapat meredakan nyeri pada pasien dengan nyeri
kepala tipe tegang.(14)
24
Penggunaan self manipulation pada penanggulangan nyeri kepala primer misalnya
penekanan pada daerah yang sakit, kompres dingin, pijat, serta kompres panas, dapat
mengurangi nyeri secara sementara sekitar 8% saja. Penanganan nyeri juga dapat melalui
biofeedback, terdiri dari EMG (elektromiografi), temperature measuring sensors, heart rate
monitor. Akupuntur, merupakan suatu ilmu pengobatan tusuk jarum yang telah banyak
dibuktikan dapat menyembuhkan suatu nyeri kepala kronis. Acu-points terletak didekat saraf,
jika dirangsang maka akan dikirim ke SSP sehingga melepas endorphin. Penanggulangan
dengan toxin botulinum (BTX A), mekanismenya belum diketahui pasti. Diduga BTX A
mempunyai target menurunkan CGRP maupun SP dan sebagai muscle relaxant.(14)
c. Cluster headache
Tidak ada terapi untuk menyembuhkan cluster headache. Tujuan dari pengobatan
adalah membantu menurunkan keparahan nyeri dan memperpendek jangka waktu serangan.
Obat-obat yang digunakan untuk cluster headache dapat dibagi menjadi obat-obat
simptomatik dan profilaksis. Obat-obat simptomatik bertujuan untuk menghentikan atau
mengurangi rasa nyeri setelah terjadi serangan cluster headache, sedangkan obat-obat
profilaksis digunakan untuk mengurangi frekuensi dan intensitas eksaserbasi sakit kepala.
Karena sakit kepala tipe ini meningkat dengan cepat, pengobatan simptomatik harus
mempunyai sifat bekerja dengan cepat dan dapat diberikan segera, biasanya menggunakan
injeksi atau inhaler daripada tablet per oral.
Pengobatan simptomatik(22) :
1. Oksigen
Menghirup oksigen 100 % melalui sungkup wajah dengan kapasitas 7 liter/menit
memberikan kesembuhan yang baik pada 50 sampai 90 % orang-orang yang
menggunakannya. Terkadang jumlah yang lebih besar dapat lebih efektif. Efek dari
penggunaannya relatif aman, tidak mahal, dan efeknya dapat dirasakan setelah sekitar
15 menit. Kerugian utama dari penggunaan oksigen adalah pasien harus membawa-
bawa tabung oksigen dan pengaturnya, membuat pengobatan dengan cara ini menjadi
tidak nyaman dan tidak dapat di akses setiap waktu. Terkadang oksigen mungkin
hanya menunda daripada menghentikan serangan dan rasa sakit tersebut akan kembali.
2. Sumatriptan
Obat injeksi sumatriptan yang biasa digunakan untuk mengobati migraine, juga efektif
digunakan pada cluster headache. Beberapa orang diuntungkan dengan penggunaan
sumatriptan dalam bentuk nasal spray namun penelitian lebih lanjut masih perlu
dilakukan untuk menentukan keefektifannya.
25
3. Ergotamin
Alkaloid ergot ini menyebabkan vasokontriksi pada otot-otot polos di pembuluh darah
otak. Tersedia dalam bentuk injeksi dan inhaler, penggunaan intravena bekerja lebih
cepat daripada inhaler dosis harus dibatasi untuk mencegah terjadinya efek samping
terutama mual, serta hati-hati pada penderita dengan riwayat hipertensi.
4. Obat-obat anestesi lokal
Anestesi lokal menstabilkan membran saraf sehingga sel saraf menjadi kurang
permeabilitasnya terhadap ion-ion. Hal ini mencegah pembentukan dan penghantaran
impuls saraf, sehingga menyebabkan efek anestesi lokal. Lidokain intra nasal dapat
digunakan secara efektif pada serangan cluster headache. Namun harus berhati-hati
jika digunakan pada pasien-pasien dengan hipoksia, depresi pernafasan, atau
bradikardi.
Obat-obat profilaksis(22) :
1. Anti konvulsan
Penggunaan anti konvulsan sebagai profilaksis pada cluster headache telah dibuktikan
pada beberapa penelitian yang terbatas. Mekanisme kerja obat-obat ini untuk
mencegah cluster headache masih belum jelas, mungkin bekerja dengan mengatur
sensitisasi di pusat nyeri.
2. Kortikosteroid
Obat-obat kortikosteroid sangat efektif menghilangkan siklus cluster headache dan
mencegah rekurensi segera. Prednison dosis tinggi diberikan selama beberapa hari
selanjutnya diturunkan perlahan. Mekanisme kerja kortikosteroid pada cluster
headache masih belum diketahui.
II.9 Prognosis
Migraine merupakan suatu kondisi kronis dengan remisi yang sering terjadi. Suatu
penelitian menunjukkan bahwa diantara penderita migraine yang sudah mengalami migraine
sejak anak-anak 62% terbebas dari serangan migraine selama lebih dari 2 tahun pada masa
pubertas dan pada usia muda hanya 40% yang masih tidak mendapat serangan migraine
sampai usia 30 tahun. Keparahan dan frekuensi dari serangan migraine berkurang dengan
bertambahnya usia. Setelah 15 tahun mengalami migraine 30% pria dan 40% wanita tidak
mengalami serangan migraine. Penelitian Milhaud et al menunjukkan bahwa pasien dengan
berusia kurang dari 45 tahun dengan faktor resiko seperti foramen ovale paten, perempuan,
26
dan penggunaan kontrasepsi oral meningkatkan resiko untuk mengalami stroke iskemik.
Bahkan untuk perempuan yang berusia lebih dari 45 tahun dengan migraine juga memiliki
resiko untuk terkena stroke iskemik.
Penelitian dari The Women’s Health yang mengikutsertakan perempuan yang lebih
tua dari 45 tahun dengan riwayat migraine, menemukan bahwa terdapat resiko yang lebih
tinggi untuk terkena penyakit kardiovaskular dan resiko yang lebih tinggi terjadi pada
perempuan dengan migraine yang disertai aura. Penelitian ini di konfirmasi oleh Bigal et al
yang menemukan bahwa pria dan wanita dengan migraine yang disertai aura memiliki resiko
yang lebih tinggi untuk menderita penyakit kardiovaskular.
Nyeri kepala tegang otot ini pada kondisi tertentu dapat menyebabkan nyeri yang
menyakitkan tetapi tidak membahayakan. Nyeri ini dapat sembuh dengan perawatan ataupun
dengan menyelesaikan masalah yang menjadi latar belakangnya jika merupakan nyeri kepala
tegang otot yang timbul akibat pengaruh psikis. Nyeri kepala ini dapat sembuh dengan terapi
obat berupa analgetik. Nyeri kepala tipe tegang ini biasanya mudah diobati sendiri. Dengan
pengobatan, relaksasi, perubahan pola hidup, dan terapi lain, lebih dari 90% pasien sembuh
dengan baik.(14)
Pasien dengan cluster headache cenderung untuk mengalami serangan berulang
sebesar 80%. Cluster headache tipe episodik dapat berubah menjadi tipe kronik pada 4
sampai 13% penderita. Remisi spontan dan bertahan lama terjadi pada 12 % penderita,
terutama pada cluster headache tipe episodik.Umumnya cluster headache menetap seumur
hidup. Onset lanjut dari gangguan ini teruama pada pria dengan riwayat cluster headache tipe
episodik mempunyai prognosa lebih buruk.(12)
27
BAB III
RINGKASAN
Nyeri kepala adalah rasa nyeri atau rasa ridak mengenakkan di seluruh daerah kepala
dengan batas bawah dari dagu sampai kebelakang kepala dan berlokasi di kepala atau leher
bagian belakang. Nyeri kepala merupakan gejala yang dapat disebabkan oleh berbagai
kelainan baik struktural maupun fungsional, sehingga dibutuhkan sebuah klasifikasi untuk
menentukan jenis dari nyeri kepala tersebut. Nyeri kepala dibagi menjadi nyeri kepala primer
dan nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala primer terdiri atas migraine, tension type headache,
cluster headache dan trigeminal autonomic cephalgia. Nyeri kepala sekunder adalah nyeri
kepala yang jelas terdapat kelainan anatomi maupun kelainan struktur dan bersifat kronis
progresif, antara lain meliputi kelainan non vaskuler.
Migraine merupakan gangguan nyeri kepala berulang dimana serangan berlangsung
selama 4-72 jam dengan karakteristik khas berlokasi unilateral, nyeri berdenyut atau
pulsating, dengan intensitas ringan sedang sampai berat, diperberat oleh aktivitas fisik rutin,
dan berhubungan dengan mual dan atau fotofobia serta fonofobia.(4) Nyeri kepala Tension
Headache atau yang lebih dikenal dengan nyeri kepala tegang otot, adalah bentuk sakit
kepala yang paling sering dijumpai dan sering dihubungkan dengan jangka waktu dan
peningkatan stress. Cluster headache adalah suatu sindrom idiopatik yang terdiri dari
serangan yang jelas dan berulang dari suatu sakit periorbital unilateral yang mendadak dan
parah yang juga dikenal sebagai sakit kepala histamine, yaitu suatu bentuk sakit kepala
neurovascular.
Pemicu serangan migraine akut bersifat multifaktorial, meliputi faktor hormonal, diet,
psikologis, lingkungan fisik, faktor yang berkaitan dengan tidur, faktor yang berkaitan
dengan obat-obatan, dan faktor lainnya seperti trauma kepala, latihan fisik, dan kelelahan.
Asal nyeri pada Tension Type Headache dikaitkan dengan meningkatnya kontraksi dan
iskemia otot kepala dan leher. Penelitian berbasis elektromiografi, telah melaporkan normal
atau hanya sedikit meningkatnya aktivitas otot pada Tension Type Headache, dan telah
menunjukkan bahwa level laktat otot normal selama latihan otot statis pada pasien dengan
Cronic Tension Type Headache. Penyebab pasti Cluster Headachesaat ini belum diketahui.
Hipotesis pertama pada Cluster Headache terinspirasi oleh efek zat vasoaktif. Disfungsi awal
atau inflamasi pembuluh darah di daerah sinus parasellar atau area sinus cavernosus akan
mengaktivasi pathway nyeri orbital trigeminus.
28
Penatalaksanaan migren secara umum dibedakan menjadi terapi farmakologis dan
nonfarmakologis. Terapi farmakologis termasuk simtomatis, abortif, dan profilaktik. Tidak
perlu resep obat dokter bila serangan migren jarang terjadi dan dengan mudah dihilangkan
dengan tidur. Untuk sebagian besar penderita, terapi simtomatis atau abortif saja sudah
cukup. Untuk episode yang sering, diperlukan terapi kombinasi antara simtomatis, abortif,
dan profilaktik. Nyeri yang terjadi pada tension headache dapat diberikan beberapa obat yang
bisa menghentikan atau mengurangi nyeri yang dirasakan saat serangan. Obat analgesic yang
dapat diberikan diantaranya adalah acetaminophen dan NSAID seperti aspirin, ibuprofen,
naproxen, dan ketoprofen. Tidak ada terapi untuk menyembuhkan cluster headache. Tujuan
dari pengobatan adalah membantu menurunkan keparahan nyeri dan memperpendek jangka
waktu serangan. Obat-obat yang digunakan untuk cluster headache dapat dibagi menjadi
obat-obat simptomatik dan profilaksis.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Boru, U.T., Kocer, A., Sur, H., Tutkan, H. and Atli, H. 2005. Prevalence and Characteristics of Migraine in Women of Reproductive Age in Istanbul, Turkey: A Population Based Survey. Tohoku J. Exp. Med., 206(1), 51-59.
2. Ho KH, Ong BKC. 2002. A community based study of headache diagnosis and prevalence in Singapore. Cephalalgia;23:6-13.
3. Davis, LE., King M.L.,Schulz JL. Disoerder of pain and headache. In: Fundametals ofNeurologic Disease Demos Medical Publishing,New York, 2004:201-7
4. Headache Classification Subcommittee of the International Headache Society. The International Classifi cation of Headache Disorders: 3rd edition. Cephalalgia 2004;24 Suppl 1:1–160.
5. Sjahrir, H. 2004. Nyeri Kepala 1,2 &3. Kelompok Studi Nyeri Kepala. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
6. Rasmussen BK, Jensen R, Schroll M, Olesen J. Epidemiology of headache in a general population – a prevalence study. J. Clin. Epidemiol. 1991; 44(11): 1147–57.
7. Lipton RB, Scher AI, Steiner TJ, et al. Patterns of health care utilization for migraine in England and in the United States. Neurology. 2003; 60(3): 441–8.
8. C. Finocchi, M. Del Sette, S. Angeli, et al. 2010. Neurology. Available from : http://neurology.org. Accessed on October 23, 2015.
9. Dalkara T, Zervas NT, Moskovitz MA (2006) From spreading depression to trigeminovascular system. Neurol Sci 27(Suppl 2):S86–S90.
10. Chowdhury D. Acute Management of Migraine. JAPI 2010;58:21-25.11. Davis, LE., King M.L.,Schulz JL. Disoerder of pain and headache. In: Fundametals of12. Neurologic Disease Demos Medical Publishing,New York, 2004:201-713. K Sargeant, Lori. 2010. Cluster Headache. Available from:
http://emedicine.medscape.com. Accessed on October 23, 201514. D’Andrea G, Leon A. Pathogenesis of migraine: from neurotransmitters to
neuromodulators and beyond. Neurol Sci 2010;31 (Suppl 1):S1–S7.15. Goetz GC. 2003. Headache and Facial Pain.In : Texbook of Clinical Neurology.
Second edition.Elsevier Science. USA: 1187-9416. Anurogo D. Penatalaksanaan migraine. CDK-198 2012;39:731-717. Bendtsen L. 2000. Central sensitization in tension type headache-possible
pathophysiological mechanisms. Cephalalgia;20:486-508.18. Jensen R. 2001. Mechanisms of tension type headache. Cephalalgia;21:786-789.19. Martin V Elkind A. 2004. Diagnosis and classification of primary hadache disorders.
In: Standards of care for headache diagnosis and treatment. National Headache Foundation. Chicago (IL). P. 4-18
20. Lipton RB, Gobel H, Einhaupl KM et al., “Petasites hybridus root (butterbur) is an eff ective preventive treatment for migraine”, Neurology (2004);63: pp. 2240–2244.
21. Sandor PS, Di Clemente L, Coppola G et al., “Effi cacy of coenzyme Q10 in migraine prophylaxis: a randomized controlled trial”, Neurology (2005);64: pp. 713–715.
30
22. Silberstein SD, Berner T, Tobin J, Xiang Q, Campbell JC. Scheduled Short-Term Prevention With Frovatriptan for Migraine Occurring Exclusively in Association With Menstruation. Headache 2009:49;1283-1297.
23. Mayo Clinic Staff. 2010. Cluster Headaches. Available from : http://www.mayoclinic.com/health/cluster-headache/DS00487. Accessed on October 24, 2015.
24. Chawla J. 2015. Migraine headache. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/1142556. Accessed on October, 25 2015.
31
top related