raperda ppt 26 agustus 2009_naik

Post on 15-Jun-2015

738 Views

Category:

Documents

6 Downloads

Preview:

Click to see full reader

TRANSCRIPT

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR TAHUN 2009

TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PERIJINAN TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik di Daerah berdasarkan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, perlu diselenggarakan pelayanan terpadu di bidang perijinan; b. bahwa dengan telah ditetapkannya Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 24 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Lain Provinsi Jawa Barat, penyelenggaraan pelayanan perijinan terpadu dilaksanakan oleh Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Provinsi Jawa Barat; c. bahwa sehubungan dengan pertimbangan pada huruf a dan b, perlu ditetapkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat tentang Penyelenggaraan Pelayanan Perijinan Terpadu; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia tanggal 4 Juli 1950) jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Jakarta Raya (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 15) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4744) dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010); 2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

2

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4585); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintahan Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 10.Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741); 11.Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4816); 12.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; 13.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Perijinan Satu Pintu; 14.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Perijinan Terpadu di Daerah; 15.Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor Per/20/M.PAN/04/2006 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Publik; 16.Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Pelayanan

3 Publik; 17.Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Indeks Kepuasan Masyarakat; 18.Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 26 Tahun 2004 tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan Akuntabilitas dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik; 19.Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor Kep/118/M.PAN/8/2004 tentang Pedoman Umum Penanganan Pengaduan Masyarakat Bagi Instansi Pemerintah; 20.Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 10 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Provinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah Tahun 2008 Nomor 9 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 46); 21.Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Tahun 2008 Nomor 11 seri E, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 48); 22.Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Tahun 2008 Nomor 11 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 47); 23.Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 21 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah Tahun 2008 Nomor 20 seri D, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 55); 24.Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 22 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Lembaga Teknis dan Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah Tahun 2008 Nomor 21 seri D, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 56); 25.Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 23 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Rumah Sakit Daerah Provinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah Tahun 2008 Nomor 22 seri D, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 57); 26.Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 24 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Lain Provinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah Tahun 2008 Nomor 23 seri D, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 58); 27.Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 34 Tahun 2008 tentang Rencana Aksi Daerah Pemberantasan Korupsi (RAD-PK) Pemerintah Provinsi Jawa Barat tahun 2008-2009 (Berita Daerah Tahun 2008 Nomor 34 Seri E); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA BARAT dan GUBERNUR JAWA BARAT

4 MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PELAYANAN PERIJINAN TERPADU. PENYELENGGARAAN

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Provinsi Jawa Barat. 2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Daerah. 3. Gubernur adalah Gubernur Jawa Barat. 4. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat. 5. Badan adalah Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Provinsi Jawa Barat. 6. Kepala Badan adalah Kepala Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Provinsi Jawa Barat. 7. Kabupaten/kota adalah Kabupaten/Kota di Jawa Barat. 8. Organisasi Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut OPD adalah Organisasi Perangkat Daerah di lingkungan Provinsi Jawa Barat. 9. Pelayanan Perijinan Terpadu adalah kegiatan penyelenggaraan perijinan dan non perijinan yang proses pengelolaannya mulai dari tahap permohonan sampai ke tahap terbitnya dokumen, dilakukan dalam satu tempat. 10.Penyelenggara Perijinan dan Non Perijinan adalah Badan yang memiliki kewenangan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menetapkan keputusan perijinan dan non perijinan di Daerah. 11.Tatalaksana Perijinan dan Non Perijinan adalah prosedur, syarat formal, dan proses kerja yang harus dipenuhi oleh penyelenggara dalam rangka penetapan keputusan perijinan dan non perijinan. 12.Keputusan Perijinan adalah keputusan yang dikeluarkan oleh Badan dalam ranah hukum administrasi negara yang membolehkan perbuatan hukum seseorang atau sekelompok atas sesuatu perbuatan yang dilarang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. 13.Keputusan Non Perijinan adalah keputusan yang dikeluarkan oleh Badan dalam ranah hukum administrasi negara yang memberikan legalitas dan sahnya sesuatu kepada seseorang atau sekelompok orang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. 14.Ijin adalah dokumen yang dikeluarkan oleh Pemerintah

5 Daerah berdasarkan Peraturan Daerah atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang merupakan bukti legalitas, menyatakan sah atau diperbolehkan seseorang atau badan untuk melakukan usaha atau kegiatan tertentu. 15.Non Ijin adalah pemberian legalitas kepada seseorang dalam bentuk tanda daftar, rekomendasi, fatwa, atau lainnya. 16.Perijinan adalah pemberian legalitas kepada seseorang atau badan hukum baik dalam bentuk ijin dan/atau non ijin. 17.Penerima Perijinan atau Non Perijinan adalah perseorangan, badan hukum, dan/atau bukan badan hukum yang memperolah keputusan perijinan atau non perijinan. 18.Perijinan adalah perbuatan hukum publik sepihak yang dilakukan oleh Badan yang memiliki kewenangan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan berbentuk ijin dan/atau pendaftaran. 19.Keberatan adalah upaya yang dilakukan perseorangan dan badan terhadap keputusan Kepala Badan yang memberatkan atau merugikan, kepada Gubernur atau Badan. 20.Retribusi adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. 21.Wajib retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi. 22.Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah surat ketetapan retribusi yang memutuskan besarnya pokok retribusi. 23.Surat Ketetapan Retribusi Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKRDLB adalah surat ketetapan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar daripada retribusi yang terutang atau tidak seharusnya terutang. 24.Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga atau denda. BAB II ASAS DAN PRINSIP Bagian Kesatu Asas Perijinan Pasal 2 Penyelenggaraan pelayanan perijinan terpadu berasaskan : a. Transparansi; b. Akuntabilitas; c. Kondisional; d. Partisipatif; e. Kesamaan Hak; f. Keseimbangan Hak dan Kewajiban; g. Efisiensi;

6 h. Efektivitas. Bagian Kedua Prinsip Perijinan Pasal 3 Prinsip penyelenggaraan pelayanan perijinan terpadu meliputi : a. Kesederhanaan; b. Kejelasan; c. Kepastian Waktu; d. Akurasi; e. Keamanan/Kepastian Hukum; f. Tanggung jawab; g. Kelengkapan sarana dan prasarana; h. Kemudahan akses; i. Kedisiplinan, kesopanan, keramahan (Profesionalisme); j. Kenyamanan; Pasal 4 1) Prinsip penyusunan perijinan, meliputi : a. Proporsionalitas; b. Persamaan; c. Konsistensi; d. Kecermatan; e. Larangan penyalahgunaan wewenang dan larangan sewenang-wenang; f. Perlindungan hukum. 2) Penyelenggaraan perijinan terpadu di Daerah harus memerhatikan keseimbangan antara fungsi pengaturan, rekayasa pembangunan dan pembinaan. BAB III MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 5 Peraturan Daerah ini dimaksudkan sebagai dasar penyelenggaraan perijinan berdasarkan kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah. Pasal 6 Penyelenggaraan pelayanan perijinan terpadu bertujuan untuk : a. Mewujudkan tatalaksana perijinan yang mudah, murah, transparan, cepat, tepat, pasti, efisien, efektif, dan partisipatif sesuai dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. b. Memberikan informasi kepada penerima perijinan dan non perijinan tentang ketentuan pengaturan tatalaksana perijinan yang dilakukan oleh Badan. BAB IV

7 SASARAN DAN FUNGSI Pasal 6 Sasaran penyelenggaraan pelayanan perijinan terpadu, meliputi : a. Mencegah korupsi, kolusi dan nepotisme dalam dalam penerbitan perijinan dan non perijinan di Daerah; b. Mendorong tumbuhnya investasi di Daerah; c. Meningkatkan kualitas pelayanan perijinan dan non perijinan di Daerah; d. Menghindari kesalahan prosedur, serta penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan perijinan dan non perijinan di Daerah; e. Mensinkronkan dan mengharmoniskan perijinan dan non perijinan antar sektor dan antara Pemerintah Daerah dengan pemerintah Kabupaten/Kota; f. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pasal 7 Perijinan dan non perijinan berfungsi untuk : a. Mengatur tindakan dan perilaku masyarakat yang selaras dengan tujuan dan syarat-syarat penerbitan perijinan b. Merekayasa pembangunan yang memberikan insentif dan efek berganda untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi c. Membina dan memberdayakan kegiatan usaha masyarakat d. Mengatur tindakan penerima perijinan dan non perijinan sesuai dengan tujuan dan syarat-syarat dalam pemberian perijinan dan non perijinan BAB V KELEMBAGAAN Pasal 8 Penyelenggara pelayanan perijinan terpadu di Daerah dilaksanakan oleh Badan. Untuk meningkatkan optimalisasi penyelenggaraan pelayanan perijinan terpadu sebagaimana dimaksud ayat (1), dibentuk Tim Teknis yang memiliki kewenangan untuk memberikan saran pertimbangan mengenai diterima atau ditolaknya suatu permohonan perijinan. Tim Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari pejabat OPD terkait yang mempunyai kompetensi dan kemampuan sesuai dengan bidangnya dan ditetapkan oleh Gubernur. Dalam rangka pendekatan dan integrasi pelayanan perijinan terpadu kepada masyarakat, Badan dapat menetapkan tempat (outlet) pelayanan perijinan di Kabupaten/Kota. BAB VI STANDAR PELAYANAN PERIJINAN TERPADU Bagian Kesatu Prosedur Pelayanan

1) 2)

3)

4)

8 Pasal 9 1) Prosedur pelayanan perijinan terpadu dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut : a. Pemohon mencari informasi pada loket informasi di Badan untuk mendapatkan penjelasan terkait dengan persyaratan, biaya dan waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan pelayanan perijinan; b. Pemohon mengisi formulir permohonan dengan dilengkapi semua persyaratan yang telah ditetapkan; c. Pemohon menyerahkan formulir permohonan dan persyaratan yang diperlukan ke loket pendaftaran; d. Petugas di loket pendaftaran melakukan verifikasi dan validasi terhadap dokumen permohonan serta kelengkapan persyaratan; dan e. Dalam hal dokumen dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf d telah terpenuhi maka Badan melakukan pemrosesan lebih lanjut, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 2) Ketentuan mengenai prosedur pelayanan perijinan terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Gubernur. Bagian Kedua Waktu Penyelesaian Pasal 10 1) Badan memiliki kewenangan dalam memberikan pelayanan perijinan yang dilaksanakan dengan tepat waktu. 2) Batas waktu proses penyelesaian perijinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Ketiga Biaya Pelayanan Pasal 11 1) Pelayanan perijinan dapat dikenakan biaya pelayanan, dengan memperhatikan: Tingkat kemampuan daya beli masyarakat; Nilai/ harga yang berlaku atas perijinan; Efek berganda yang ditimbulkan oleh perijinan; Dampak negatif yang ditimbulkan oleh perijinan; Standar biaya di tingkat nasional; dan Asas-asas umum pemerintahan yang baik. 2) Besaran pengenaan biaya pelayanan perijinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar Rp.50.000,- (lima puluh ribu Rupiah). 3) Biaya pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan pendapatan Daerah

a. b. c. d. e. f.

9 dan disetorkan pada Kas Daerah Provinsi Jawa Barat. Bagian Keempat Standar Operasional Prosedur Pasal 12 1) Badan menyusun standar operasional prosedur pelayanan perijinan terpadu dan diinformasikan secara terbuka kepada masyarakat. 2) Standar operasional prosedur pelayanan perijinan terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun secara sederhana, mudah dipahami dan dilaksanakan, serta mengurangi keterlibatan banyak instansi/lembaga pemerintah. 3) Standar operasional prosedur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) ditetapkan oleh Kepala Badan sesuai kewenangan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VII RUANG LINGKUP PERIJINAN Bagian Kesatu Bidang Pasal 13 Ruang lingkup perijinan yang diselenggarakan oleh Badan, berdasarkan urusan yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah, meliputi : a. Bidang Kesehatan; b. Bidang Lingkungan Hidup; c. Bidang Pekerjaan Umum d. Bidang Penataan Ruang; e. Bidang Penanaman Modal; f. Bidang Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah; g. Bidang Ketenagakerjaan dan Ketransmigrasian; h. Bidang Ketahanan Pangan; i. Bidang Perhubungan; j. Bidang Komunikasi dan Informatika; k. Bidang Pertanahan; l. Bidang Sosial; m. Bidang Kebudayaan; n. Bidang Kelautan dan Perikanan; o. Bidang Pertanian; p. Bidang Kehutanan; q. Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral;

10 r. s. t. u. Bidang Bidang Bidang Bidang Pariwisata; Perindustrian; Perdagangan; dan Pendidikan.

Bagian Kedua Jenis Perijinan Pasal 14 1) Jenis pelayanan perijinan pada Badan terdiri dari : a. Ijin; dan b. Non Ijin. 2) Jenis pelayanan perijinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi : a. Ijin Penebangan Pohon pada Perkebunan Besar di Jawa Barat; b. Ijin Usaha Perkebunan (IUP) Lintas Kabupaten; c. Ijin Penyelenggaraan Pelelangan Ikan (TPI); d. Surat Ijin Usaha Perikanan (SIUP); e. Surat Ijin Penangkapan Ikan (SIPI); f. Surat Pembudidayaan Ikan (SPbl) di Laut dan Perairan Umum Lintas Kabupaten/Kota; g. Surat Ijin Kapal Penangkap dan Pengangkut Ikan Indonesia (SIKPPII); h. Surat Ijin Kapal Pengangkut Ikan Indonesia (SIKPII); i. Ijin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IUIPHHK) dengan Kapasitas Produksi di atas 2.000 s.d 6.000 m3 per tahun; j. Perijinan Pengusahaan Kebun Buru Skala Provinsi; k. Ijin Usaha Wisata Alam; l. Ijin Usaha Pemanfaatan Kawasan untuk Kegiatan Penangkaran Jenis Tumbuhan dan/atau Satwa Liar; m. Ijin Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan Air; n. Ijin Pemanfaatan Jasa Lingkungan Perdagangan Karbon; o. Pemanfaatan Jasa Lingkungan Bio Farmaka; p. Persetujuan Prinsip Industri Kecil Obat Tradisional (PP IKOT); q. Ijin Usaha Industri Kecil Obat Tradisional (IU IKOT); r. Ijin Sementara Menyelenggarakan Rumah Sakit Swasta; s. Pemberian Ijin Rumah Sakit Umum Kelas B non Pendidikan: t. Ijin Pendirian Rumah Sakit Khusus Kelas A, B; u. Ijin Penyelenggaraan Rumah Sakit Umum Kelas C dan D; v. Ijin Distribusi untuk Cabang dan sub PAK; w. Ijin Pelayanan Medis sub Spesialis Khusus Unit Hemodialisa; x. Surat Ijin Trayek Angkutan Kota dalam Provinsi (AKDP)/Ijin Operasi, Ijin Insidentil dan Kartu Pengawasan;

11 y. Ijin Trayek dan Operasi Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP) di bawah 20 m3; z. Surat Ijin Usaha Jasa Pengurusan Transportasi (SIUJPT) dan Herregistrasi; aa.Surat Ijin Usaha Perusahaan Ekspedisi Muatan Kapal Laut (SIUPEMKL) dan Herregistrasi; bb.Surat Ijin Usaha Perusahaan Bongkar Muat (SIUPBM) dan Herregistrasi; cc.Surat Ijin Usaha Perusahaan Depo Peti Kemas (SIUPDPK) dan Herregistrasi; dd.Surat Ijin Usaha Perusahaan Pelayaran Rakyat (SIUPPER) dan Herregistrasi; ee.Surat Ijin Pembukaan Kantor Cabang Perusahaan Pelayaran Rakyat dan Herregistrasi; ff. Izin Usaha Tally di Pelabuhan dan Herregistrasi; gg.Surat Ijin Usaha Ekpedisi Muatan Pesawat Udara (SIUEMPU) dan Herregistrasi; hh.Surat Ijin Usaha Kegiatan Penunjang Bandar Udara dan Herregistrasi; ii. Surat Ijin Pembukaan Kantor Cabang Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi dan Herregistrasi; jj. Pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) Perpanjangan; kk.Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA); ll. Ijin Lembaga Penempatan Tenaga Kerja Swasta Antar Kerja Lokal (LPTKS-AKL); mm.Penerbitan Ijin Pendirian Lembaga Bursa Kerja; nn.Surat Persetujuan Penempatan Tenaga Kerja Antar Kerja Antar Daerah (SPP-AKAD) Skala Provinsi; oo.Ijin Pembentukan Kantor Cabang Pelaksanaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS); pp.Penerbitan Perijinan Tempat Penampungan TKI ke Luar Negeri Skala Provinsi; qq.Surat Ijin Usaha Perdagangan B2 (Bahan Berbahaya) Pengecer Terdaftar; rr. Penerbitan Ijin Usaha Industri (IUI) Skala Investasi di atas Rp 10 milyar, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; ss. Penerbitan Ijin Kawasan Industri yang lokasinya lintas Kabupaten/Kota; tt. Ijin Operasional Sekolah Luar Biasa; uu.Ijin Membawa Hewan Kesayangan dan Bibit Ternak Antar Provinsi/Pulau; vv.Ijin Usaha Distributor Obat Hewan; ww.Pemberian Ijin Serah Pakai Tanah; xx.Surat Ijin Pemakaian Tanah Pemerintah Provinsi (SIPT PP); yy.Surat Ijin Pengambilan dan Pemanfaatan Air Permukaan (SIPPA); zz. Ijin Usaha Pertambangan Umum Lintas Kabupaten/Kota; aaa.Ijin Jasa Titipan untuk Kantor Cabang;

12 bbb.Ijin Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk keperluan pemerintah dan badan hukum yang cakupan areanya Provinsi sepanjang tidak menggunakan spektrum frekuensi radio; ccc.Ijin Kantor Cabang dan Loket Pelayanan Operator; ddd.Ijin Galian untuk keperluan penggelaran kabel telekomunikasi lintas Kabupaten/Kota atau jalan Provinsi; eee.Ijin Usaha Kegiatan Penanaman Modal dan non Perijinan yang menjadi kewenangan Provinsi; fff. Persetujuan Fasilitas Fiskal Nasional, bagi penanaman modal yang menjadi kewenangan Daerah; dan ggg.Pelayanan Ijin lainnya yang menjadi kewenangan Provinsi, sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. 3) Jenis pelayanan perijinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi : a. Rekomendasi SIUP B2 (Bahan Berbahaya) Distributor Terdaftar; b. Rekomendasi Distributor Minuman Beralkohol; c. Rekomendasi Sub-Distributor Minuman Beralkohol; d. Rekomendasi Kantor Perwakilan Perdagangan Asing; e. Rekomendasi Bagi Distributor Gula untuk Mendapat Gula Impor untuk Operasi Pasar; f. Rekomendasi Surat Persetujuan Perdagangan Gula antar Pulau; g. Penerbitan Surat Keterangan Asal (SKA); h. Penerbitan Angka Pengenal Impor (API) Umum/Produsen; i. Rekomendasi Pendirian Lembaga Penempatan Tenaga Kerja Swasta Antar Kerja Antar Daerah (LPTKS-AKAD); j. Rekomendasi Pengerahan/Penempatan Tenaga Kerja Antar Kerja Antar Daerah (AKAD); k. Rekomendasi kepada Swasta dalam penyelenggaraan pameran bursa kerja/job fair skala Provinsi; l. Rekomendasi Perpanjangan Surat Ijin Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Swasta (SIPPTKIS/PPTKIS); m. Rekomendasi Pemasukan/Pengeluaran Hewan/ Ternak/BAH/ HBAH antar Provinsi/Pulau; n. Rekomendasi Instalasi Karantina Hewan Sementara (IKHS) dan IKHS Bahan Asal Hewan; o. Rekomendasi Pemasukan/Pengeluaran Hewan Kesayangan antar Provinsi/Pulau; p. Rekomendasi Ijin Produsen Obat Hewan; q. Rekomendasi Importasi/Eksportasi Obat Hewan; r. Rekomendasi Pemasukan/Pengeluaran Hewan/ Ternak dari dan ke Luar Negeri; s. Rekomendasi Ijin Prinsip Produsen Obat Hewan; t. Rekomendasi Importasi/Eksportasi Bahan Asal Hewan (BAH) dan Hasil Bahan Asal Hewan (HBAH); u. Rekomendasi Pemasukan dan Pengeluaran Benih, Bibit

13 Ternak dan Ternak Potong; v. Sertifikasi Mutu Pakan Ternak; w. Rekomendasi Nomor Kontrol Veteriner (NKV); x. Rekomendasi Ijin Pembudidayaan Ikan Laut; y. Surat Keterangan Andon; z. Rekomendasi Ekspor/Impor Ikan Hidup; dd.Rekomendasi Sarana Produksi Perikanan; ee.Rekomendasi Usaha Pembudidayaan/Penangkapan Ikan dengan Menggunakan Tenaga Asing; ff. Rekomendasi Ijin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IUIPHHK) untuk kapasitas di atas 6.000 m3 per tahun; gg.Pertimbangan Teknis Pengusahaan Pariwisata Alam dan Taman Buru; hh.Pertimbangan Teknis Ijin Kegiatan Lembaga Konservasi (antara lain kebun binatang, taman safari) skala Provinsi; ii. Pemberian pertimbangan teknis penunjukan kawasan hutan produksi, hutan lindung, kawasan pelestarian alam, kawasan suaka alam dan taman buru; jj. Pertimbangan teknis perubahan status dan fungsi hutan, perubahan status dari lahan milik menjadi kawasan hutan, dan penggunaan serta tukar menukar kawasan hutan; kk.Rekomendasi Ijin Trayek Lintas Provinsi/AKAP (Antar Kota Antar Provinsi)/ Rekomendasi Izin Operasi; ll. Rekomendasi Ijin Usaha Perusahaan Angkutan Laut (SIUPL/PELNAS); mm.Rekomendasi Ketinggian Bangunan di Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan; nn.Rekomendasi Perpanjangan/Pembaharuan Hak Guna Usaha (HGU) Perkebunan; oo.Rekomendasi Pendirian Kantor Cabang Usaha Penunjang Angkutan Udara (Usaha Kegiatan Penunjang Bandar Udara dan Ekspedisi Muatan Pesawat Udara); pp.Rekomendasi Ijin Mendirikan Rumah Sakit Umum C dan D; qq.Rekomendasi ijin mendirikan dan penyelenggaraan sarana kesehatan tertentu: rr. Rekomendasi Ijin Mendirikan Rumah Sakit Khusus Kelas C dan Kelas D; ss. Registrasi Tenaga Kesehatan yang telah Lulus Uji Kompetensi dengan mengeluarkan Surat Tanda Registrasi Tenaga Kesehatan; tt. Rekomendasi Ijin Tenaga Kesehatan Asing; uu.Sertifikasi Sarana Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) Kelas II; vv.Sertifikasi Sarana Produksi Perusahaan Rumah Tangga yang memproduksi Alat Kesehatan dan PKRT Kelas II tertentu; ww.Rekomendasi Pengakuan Sub/Cabang Penyalur Alat Kesehatan (Alkes);

14 xx.Rekomendasi Pengakuan Cabang Pedagang Besar Farmasi (PBF); yy.Rekomendasi Ijin Industri Komoditi Kesehatan Pedagang Besar Farmasi (PBF) dan Pedagang Besar Alat Kesehatan (PBAK): zz. Rekomendasi terhadap permohonan izin penyelenggaraan jaringan tetap lokal wireline (end to end) cakupan Provinsi; aaa.Rekomendasi persyaratan administrasi dan kelayakan data teknis terhadap permohonan izin penyelenggaraan televisi; bbb.Rekomendasi Ijin Usaha Tetap; dan ccc.Pelayanan non ijin yang menjadi kewenangan Provinsi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 4) Jenis pelayanan perijinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) dapat ditambah dan/atau dikurangi, yang ditetapkan oleh Gubernur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VIII PENOLAKAN PERIJINAN Pasal 15 1) Badan dapat melakukan penolakan terhadap permohonan perijinan dari pihak pemohon. 2) Penolakan perijinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disertai dengan alasan yang bersifat faktual dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. 3) Pihak pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan upaya hukum berkaitan dengan penolakan permohonan perijinan. 4) Pemohon ijin dapat mengajukan keberatan atas penolakan akibat adanya keberatan dari pihak lain. 5) Ketentuan mengenai tata cara dan mekanisme penolakan perijinan ditetapkan oleh Gubernur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan BAB X PENCABUTAN PERIJINAN Pasal 16 1) Badan dapat melakukan pencabutan perijinan sebagaimana dimaksud pada Pasal 14. 2) Pencabutan perijinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas permintaan sendiri dan/atau terdapat pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundangundangan. 3) Kepala OPD dapat mengusulkan perijinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Kepala Badan, dalam hal terjadinya pelanggaran terhadap ketentuan dan kewajiban sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

15 4) Ketentuan mengenai tata cara dan mekanisme pencabutan perijinan ditetapkan oleh Gubernur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB IX PEMBATALAN PERIJINAN Pasal 17 1) Keputusan perijinan yang bertentangan dengan asas dan kewenangan yang dimiliki dapat dibatalkan oleh Gubernur. 2) Keputusan perijinan yang dibuat oleh pejabat yang tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan keputusan perijinan menjadi batal demi hukum. 3) Pembatalan keputusan perijinan atas putusan Pengadilan, dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB XI PENGADUAN Pasal 18 1) Pemohon dapat menyampaikan pengaduan dalam hal penyelenggaraan pelayanan perijinan oleh Badan, tidak dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan secara lisan dan/atau tulisan melalui media yang disediakan, paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak pemohon menerima pelayanan perijinan. Badan wajib menanggapi dan menindaklanjuti pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2), secara cepat dan tepat paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya pengaduan. Ketentuan mengenai tata cara dan mekanisme pengaduan pelayanan perijinan terpadu, ditetapkan oleh Gubernur. BAB XII GUGATAN Pasal 19 1) Pihak pemohon perijinan dapat mengajukan gugatan terhadap keputusan perijinan atau terhadap keputusan upaya administrasi. 2) Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB XIII INFORMASI Bagian Kesatu Pemberian Informasi Pasal 20

2)

3)

4)

16 1) Badan wajib memberikan informasi mengenai syarat-syarat, kepastian waktu, besarnya biaya dan prosedur pelayanan perijinan kepada masyarakat. 2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dan diinformasikan secara terbuka oleh Badan baik dalam bentuk peragaan visual maupun media elektronik perkantoran. Bagian Kedua Akses Terhadap Informasi Pasal 21 Badan sesuai kewenangannya wajib memberikan akses informasi kepada pihak pemohon perijinan mengenai data, dokumen, dan dasar hukum yang menjadi landasan dalam penerbitan perijinan. Bagian Ketiga Sistem Informasi Pasal 22 Badan menyelenggarakan sistem informasi pelayanan perijinan terpadu secara elektronik berbasis teknologi informasi dan komunikasi yang dapat diakses oleh masyarakat dan dunia usaha. BAB XIV KEPUASAN MASYARAKAT Pasal 23 1) Badan wajib melakukan survey kepuasan masyarakat secara periodik dan berkesinambungan untuk mengetahui perubahan tingkat kepuasan masyarakat dalam menerima pelayanan perijinan. Jangka waktu survey kepuasan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setiap 6 (enam) bulan atau paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. Dalam melaksanakan survey kepuasan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan dapat bekerja sama dengan pihak lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Hasil survey sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada masyarakat melalui berbagai media yang relevan. Dalam hal terdapat ketidaksesuaian nilai antara hasil survey dengan standar pelayanan perijinan dilakukan pembinaan dan pengembangan kapasitas penyelenggaraan pelayanan perijinan. Standar pelayanan perijinan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Gubernur. BAB XV

2)

3)

4)

5)

6)

17 PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 24 1) Pembinaan atas penyelenggaraan pelayanan perijinan terpadu dilakukan secara berjenjang dan berkesinambungan oleh Gubernur sesuai dengan kewenangannya dalam rangka meningkatkan dan mempertahankan mutu pelayanan perijinan. Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi pengembangan sistem, sumberdaya manusia, dan jaringan kerja sesuai kebutuhan yang dilaksanakan dengan koordinasi secara berkala, pemberian bimbingan dan supervisi, pendidikan dan pelatihan, serta evaluasi penyelenggaraan pelayanan perijinan terpadu. Pasal 25 Pengawasan atas proses penyelenggaraan pelayanan perijinan terpadu dilaksanakan oleh aparat pengawas intern Pemerintah Daerah sesuai fungsi dan kewenangannya. BAB XVI PENGENDALIAN DAN PENERTIBAN Pasal 26 Pemerintah Daerah melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan keputusan perijinan yang telah diterbitkan oleh Badan. Pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh OPD dan Badan sesuai kewenangannya.

2)

1)

2)

Pasal 27 1) Pemerintah Daerah melakukan penertiban terhadap objek perijinan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 2) Penertiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh OPD sesuai kewenangannya. Pasal 28 Ketentuan mengenai pengendalian dan penertiban sebagaimana dimaksud pada Pasal 26 dan Pasal 27, diatur lebih lanjut oleh Gubernur. BAB XVII PELAPORAN Pasal 29 Kepala Badan membuat laporan secara tertulis mengenai penyelenggaraan pelayanan perijinan terpadu setiap 3 (tiga) bulan kepada: a. Gubernur melalui Sekretaris Daerah; b. Departemen teknis terkait; dan c. OPD terkait. BAB XVIII

18 INSENTIF PEGAWAI Pasal 30 Pegawai yang ditugaskan pada Badan dapat diberikan tunjangan khusus atau insentif sesuai kemampuan keuangan Daerah. Pengaturan mengenai pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Gubernur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

1)

2)

BAB XIX SANKSI ADMINISTRASI Pasal 31 1) Penyelenggara atau Pelaksana yang melanggar ketentuan dalam penyelenggaraan pelayanan perijinan terpadu sebagaimana dimaksud pada Peraturan Daerah ini, dikenakan sanksi administrasi berupa : a. teguran tertulis; b. pembebasan dari jabatan; c. penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun; d. penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama 1 (satu) tahun; e. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri; f. pemberhentian tidak dengan hormat. 2) Ketentuan mengenai sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut oleh Gubernur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB XX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 32 Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka semua ketentuan mengenai perijinan di Daerah masih tetap berlaku, kecuali ketentuan mengenai pelayanan administrasi penerbitan perijinan.

BAB XXI KETENTUAN PENUTUP Pasal 33 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Perijinan Terpadu (Berita Daerah Tahun 2009 Nomor 89 Seri E), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

19 Pasal 34 Paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak berlakunya Peraturan Daerah ini, Peraturan Gubernur tentang petunjuk pelaksanaan Peraturan Daerah harus telah ditetapkan. Pasal 35 Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya ditetapkan oleh Gubernur. Pasal 36 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat. Ditetapkan di Bandung pada tanggal GUBERNUR JAWA BARAT,

AHMAD HERYAWAN Diundangkan di Bandung pada tanggal SEKRETARIS DAERAH PROVINSI JAWA BARAT,

LEX LAKSAMANA BERITA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2009 NOMOR SERI

top related