provinsi sulawesi tenggara - bi.go.id · 1.3.1. pertanian, kehutanan dan perikanan 17 1.3.2....
Post on 03-Apr-2019
226 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:
www.bi.go.id/web/id/Publikasi/
Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA SULAWESI TENGGARA
Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi
Jl. Sultan Hasanudin No. 150 Kendari
No. Telp. (0401) 3121655; No. Fax.(0401)3122718
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
TRIW
ULA
N I 2
016
Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi
Tenggara (Sultra) ini disusun setiap triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara. Isi di dalamnya mencakup aspek
pertumbuhan ekonomi, keuangan pemerintah, inflasi, sistem keuangan dan
pengembangan akses keuangan, sistem pembayaran dan pengelolaan uang,
ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek
perekonomian ke depan. Kajian ekonomi daerah ini disamping bertujuan
untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam
merumuskan kebijakan moneter, makroprudensial maupun sistem
pembayaran, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para
stakeholders di daerah dalam membuat keputusan. Keberadaan Kantor
Perwakilan Bank Indonesia di daerah diharapkan dapat semakin berperan
sebagai strategic partner bagi stakeholder di wilayah kerjanya.
Secara umum, kondisi perekonomian Sulawesi Tenggara pada triwulan III
2016 tumbuh melambat akibat adanya perlambatan yang terjadi pada
konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah serta penurunan kinerja
investasi pada sisi permintaan. Sementara itu, tekanan inflasi mengalami
penurunan terutama dari komponen volatile food. Berbagai upaya juga terus
dilakukan oleh Pemerintah dan Bank Indonesia untuk dapat mengendalikan
inflasi. Dari sisi stabilitas keuangan daerah, sumber kerentanan pada sektor
rumah tangga maupun korporasi masih terjaga di tengah kinerja institusi
keuangan (perbankan) yang turut melambat seiring dengan kondisi
perekonomian.
Dalam penyusunan laporan ini, Bank Indonesia memanfaatkan data serta
informasi dari berbagai institusi baik secara langsung melalui survei dan
liason maupun data yang sudah tersedia. Sehubungan dengan hal tersebut,
pada kesempatan ini, kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan
kepada semua pihak yang telah berkontribusi, baik berupa pemikiran
maupun penyediaan data/informasi secara kontinyu, tepat waktu, dan
reliable. Saran serta masukan dari para pengguna sangat kami harapkan
untuk menghasilkan laporan yang lebih baik ke depan.
Kendari, 21 November 2016
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara
Dian Nugraha
Kata
Pengantar
ii
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
VISI BANK INDONESIA Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di
regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki
serta pencapaian inflasi yang rencah dan nilai tukar yang
stabil
MISI BANK INDONESIA 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas
transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi yang berkualitas.
2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif
dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal
dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber
pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada
pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional.
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan
lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas
moneter, dan stabilitas sistem keuangan dengan
memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan
nasional
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank
Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan
berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola
(governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan
tugas yang diamanatkan Undang-Undang
NILAI-NILAI STRATEGIS Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia,
manajemen dan pegawai untuk bertindak dan atau
berperilaku, yang terdiri atas:
Trust and Integity – Professionalism – Excellence – Public
Interest – Coordination and Teamwork
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
TRIW
ULA
N I 2
016
Kata Pengantar i
Visi Misi Bank Indonesia ii
Daftar Isi iii
Daftar Grafik v
Daftar Tabel viii
Tabel Indikator Terpilih Ix
RINGKASAN EKSEKUTIF 1
BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH 5
1.1. KONDISI UMUM 7
1.2. SISI PERMINTAAN 8
1.2.1. Konsumsi Rumah Tangga 9
1.2.2. Konsumsi Pemerintah 11
1.2.3. Investasi 12
1.2.4. Ekspor dan Impor 13
1.2. SISI PENAWARAN: LAPANGAN USAHA 17
1.3.1. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 17
1.3.2. Pertambangan dan Penggalian 19
1.3.3. Industri Pengolahan 20
1.3.4. Perdagangan Besar dan Eceran 21
1.3.5. Konstruksi 23
1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25
BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27
2.1. STRUKTUR ANGGARAN APBD TAHUN 2016 29
2.2. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD PROVINSI 29
2.2.2. Realisasi Anggaran Pendapatan 29
2.2.2. Realisasi Anggaran Belanja 32
BAB III PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 33
3.1. KONDISI UMUM 35
3.1.1. Perkembangan Inflasi Tahunan (year on year) 35
3.1.2. Perkembangan Inflasi Bulanan (month to month) 37
3.2. DISAGREGASI INFLASI 39
3.3. UPAYA PENGENDALIAN INFLASI 40
BOKS 1. Pusat Informasi Harga Pangan Strategis 43
Daftar
Isi
iv
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH 45
4.1. ASESMEN SEKTOR RUMAH TANGGA 47
4.1.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga 47
4.1.2. Kinerja Keuangan Rumah Tangga 49
4.1.3. Dana Pihak Ketiga Perseorangan Di Perbankan 51
4.1.4. Kredit Perbankan Pada Sektor Rumah Tangga 52
4.2. ASESMEN SEKTOR KORPORASI 57
4.2.1. Sumber Kerentanan Sektor Korporasi 57
4.2.2. Kinerja Korporasi 58
4.2.3. Eksposure Perbankan Pada Sektor Korporasi 62
4.3. ASESMEN INSTITUSI KEUANGAN (PERBANKAN) DI SULAWESI TENGGARA 64
4.3.1. Aset Bank Umum 64
4.3.2. Intermediasi Bank Umum Sulawesi Tenggara 64
4.3.3. Rentabilitas Bank Umum Sulawesi Tenggara 66
4.3.4. Perbankan Syariah 67
4.3.4. Bank Perkreditan Rakyat 68
4.4. AKSES KEUANGAN 68
4.4.1. Akses Keuangan Kepada UMKM 68
4.4.2. Akses Keuangan Kepada Penduduk 70
BAB V SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 71
5.1. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN NON TUNAI 73
5.1.1. Perkembangan Transaksi Kliring 73
5.1.2. Perkembangan Transaksi RTGS 74
5.2. PENGELOLAAN UANG TUNAI 74
5.2.1. Aliran Uang Kartal 74
5.2.2. Penyediaan Uang Layak Edar 75
5.2.3. Perkembangan Temuan Uang Palsu 76
BOKS 2. Kendari Peduli Koin- Uang Logam Masih Dibutuhkan 77
BOKS 3. Kampanye Non Tunai di Pemkot Kendari 79
BAB VI KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 81
6.1. KETENAGAKERJAAN 83
6.2. KESEJAHTERAAN 85
BAB VII PROSPEK EKONOMI DAERAH 87
7.1. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI 89
7.2. PROSPEK INFLASI 92
Daftar Istilah
Tim Penyusun
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
Grafik 1.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Tenggara 7
Grafik 1.2 Pangsa Sektor Dominan Perekonomian Sulawesi Tenggara Triwulan I 2016 7
Grafik 1.3 Pertumbuhan Konsumsi Berdasarkan Kebutuhan Rumah Tangga 9
Grafik 1.4 Persentase Penghasilan Rumah Tangga Untuk Aktivitas Konsumsi 9
Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi 10
Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi Tenggara 12
Grafik 1.7 Pertumbuhan Kredit Investasi di Sulawesi Tenggara 12
Grafik 1.8 Nilai Ekspor Luar Negeri dari Sulawesi Tenggara 13
Grafik 1.9 Pangsa Komoditas Ekspor 13
Grafik 1.10 Nilai Ekspor Feronikel Sultra 14
Grafik 1.11 Nilai Ekspor Feronikel oleh Salah Satu Korporasi 14
Grafik 1.12 Nilai Ekspor Perikanan Sultra 14
Grafik 1.13 Arus Muat Barang 14
Grafik 1.14 Nilai Impor Luar Negeri Sultra 15
Grafik 1.15 Arus Bongkar Barang di Pelabuhan 15
Grafik 1.16 Pangsa Sub Lapangan Usaha Pertanian 18
Grafik 1.17 Kredit Pertanian di Sulawesi Tenggara 18
Grafik 1.18 Produksi Ore Nikel 19
Grafik 1.19 Kredit Pertambangan Sulawesi Tenggara 19
Grafik 1.20 Produksi Feronikel 20
Grafik 1.21 Kredit Industri Sulawesi Tenggara 20
Grafik 1.22 Volume Ekspor Sulawesi Tenggara 22
Grafik 1.23 Transaksi Perdagangan Luar Negeri 22
Grafik 1.24 Pertumbuhan Aktivitas Bongkar Muat Pelabuhan Kendari 23
Grafik 1.25 Kredit Perdagangan Sulawesi Tenggara 23
Grafik 1.26 Arus Penumpang Kapal Laut 25
Grafik 2.1 Perkembangan Tahunan Anggaran Pendapatan Provinsi Sulawesi Tenggara 29
Grafik 2.2 Perkembangan Tahunan Anggaran Belanja Provinsi Sulawesi Tenggara 29
Grafik 2.3 Perkembangan Kondisi Keuangan Antara Realisasi dan Target Bulanan 31
Grafik 2.4 Perkembangan Penyelesaian Fisik Pengadaan Antara Realisasi dan Target 31
Grafik 3.1 Pergerakan Inflasi Tahunan Sulawesi Tenggara 35
Grafik 3.2 Pergerakan Inflasi Tahunan Sulawesi Tenggara Berdasarkan Kelompok 35
Grafik 3.3 Pergerakan Inflasi Tahunan per Kota 36
Grafik 3.4 Perbandingan Kinerja Inflasi Tahunan Triwulan III 2016 & Tracking Okt-16 36
Grafik 3.5 Pergerakan dan Pola Inflasi Bulanan Sulawesi Tenggara 37
Daftar
Grafik
vi
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
Grafik 3.6 Pergerakan Inflasi Bulanan Kota Kendari dan Kota Baubau Triwulan II 2016 37
Grafik 3.7 Perkembangan Inflasi Tahunan Berdasarkan Disagregasi Inflasinnya 38
Grafik 3.8 Indeks Pengeluaran Konsumen Berdasarkan Kelompok Inflasi 38
Grafik 4.1 Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Terhadap PDRB Sulawesi Tenggara 47
Grafik 4.2 Indeks Keyakinan Konsumen Rumah Tangga Sulawesi Tenggara 47
Grafik 4.3 Persepsi Rumah Tangga Sultra Terhadap Ekonomi Saat ini 48
Grafik 4.4 Perubahan Penghasilan Saat Ini dibandingkan 6 Bulan Mendatang 48
Grafik 4.5 Persepsi Rumah Tangga Sultra Terhadap Ekonomi 6 Bulan Mendatang 48
Grafik 4.6 Ekspektasi Peningkatan Gaji/Upah 6 bulan 48
Grafik 4.7 Ekspektasi Perubahan Harga Oleh Rumah Tangga 3 Bulan Mendatang 49
Grafik 4.8 Ekspektasi Perubahan Harga 3 Bulan Mendatang Berdasarkan Komoditi 49
Grafik 4.9 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Sulawesi Tenggara 49
Grafik 4.10 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Berdasarkan Pengeluaran/Bulan 49
Grafik 4.11 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Sulawesi Tenggara 51
Grafik 4.12 Perkiraan Posisi Pinjaman 6 Bulan Mendatang 51
Grafik 4.13 Komposisi DPK Sulawesi Tenggara 52
Grafik 4.14 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga Perseorangan Sulawesi Tenggara 52
Grafik 4.15 Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi Tenggara 52
Grafik 4.16 Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap Jenis Penempatan 52
Grafik 4.17 Komposisi Kredit Perseorangan di Sulawesi Tenggara 53
Grafik 4.18 Komposisi Penggunaan Kredit Perseorangan di Sulawesi Tenggara 53
Grafik 4.19 Komposisi Penggunaan Kredit Produktif Perseorangan Oleh UMKM 53
Grafik 4.20 Pertumbuhan Kredit Perseorangan di Sulawesi Tenggara 53
Grafik 4.21 NPL dan Suku Bunga Kredit Rumah Tangga & Kredit Konsumsi 54
Grafik 4.22 Hubungan Antara Pertumbuhan Kredit Perseorangan & Suku Bunga 54
Grafik 4.23 Komposisi Ekspor Sulawesi Tenggara 58
Grafik 4.24 Harga Nikel Internasional 58
Grafik 4.25 Kinerja Korporasi di Sulawesi Tenggara Berdasarkan Liaison 59
Grafik 4.26 Kondisi Kegiatan Usaha di Sulawesi Tenggara 60
Grafik 4.27 Perkembangan Upah Minimum Provinsi 60
Grafik 4.28 Perkembangan Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi di Sultra 61
Grafik 4.29 Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi Berdasarkan Sektoral 61
Grafik 4.30 Pangsa Penggunaan Kredit Korporasi 62
Grafik 4.31 Pertumbuhan Kredit Korporasi 62
Grafik 4.32 Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Korporasi Sektor Dominan 63
Grafik 4.33 Pergerakan NPL Kredit Modal Kerja Korporasi 63
Grafik 4.34 Pertumbuhan Kredit Investasi Korporasi Sektor Dominan 64
Grafik 4.35 Pergerakan NPL Kredit Investasi Korporasi 64
Grafik 4.36 Aset Bank Umum Sulawesi Tenggara 64
Grafik 4.37 Pangsa Aset Berdasarkan Pemilik Bank 64
Grafik 4.38 DPK Bank Umum Sulawesi Tenggara 64
Grafik 4.39 Kredit Bank Umum Sulawesi Tenggara 64
Grafik 4.40 Perkembangan Loan To Deposit Rasio Sulawesi Tenggara 65
Grafik 4.41 Perkembangan NPL Bank Umum Sulawesi Tenggara 65
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
Grafik 4.42 Spread Suku Bunga Bank Umum 66
Grafik 4.43 Perkembangan BOPO dan NIM Bank Umum 66
Grafik 4.44 Pangsa Perbankan Syariah 67
Grafik 4.45 Perkembangan DPK dan Pembiayaan Syariah 67
Grafik 4.46 Perkembangan BPR di Sulawesi Tenggara 68
Grafik 4.47 Pangsa Kredit UMKM 68
Grafik 4.48 Pertumbuhan Kredit UMKM 69
Grafik 4.49 Pertumbuhan Kredit UMKM Sektoral 69
Grafik 4.50 NPL Kredit UMKM Sektor Dominan 69
Grafik 4.51 Pergerakan Baki Debet KUR Sulawesi Tenggara 69
Grafik 4.52 Rasio Rekening DPK per Penduduk Bekerja 70
Grafik 4.53 Rasio Rekening Kredit per Penduduk Bekerja 70
Grafik 5.1 Nilai Transaksi Kliring (SKNBI) Provinsi Sulawesi Tenggara 73
Grafik 5.2 Volume Transaksi Kliring (SKNBI) Provinsi Sulawesi Tenggara 73
Grafik 5.3 Perputaran kliring harian di Sulawesi Tenggara 73
Grafik 5.4 Penolakan Kliring (Cek/BG Kosong) 73
Grafik 5.5 Nilai Transaksi RTGS Provinsi Sulawesi Tenggara 74
Grafik 5.6 Volume Transaksi RTGS Provinsi Sulawesi Tenggara 74
Grafik 5.7 Aliran Uang Kartal Dari Bank Sentral di Sulawesi Tenggara 75
Grafik 5.8 Posisi Selisih Inflow dan Outflow Di Bank Sentral Sulawesi Tenggara 75
Grafik 5.9 Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar 76
Grafik 5.10 Komposisi Pecahan Uang Palsu Yang Ditemukan 76
Grafik 6.1 Kondisi Realisasi Penyerapan Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor Usaha 83
Grafik 6.2 Ketersediaan Lapangan Pekerjaan Dari Sisi Tenaga Kerja 83
ivi
I
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
TRIW
ULA
N I 2
016
Tabel 1.1 Perkembangan Petumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan 8
Tabel 1.2 Perkembangan Petumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran 17
Tabel 2.1 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan Pemerintah Provinsi
Sulawesi Tenggara Triwulan II
30
Tabel 2.2 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Belanja Pemerintah Provinsi
Sulawesi Tenggara Triwulan II
31
Tabel 4.1 Dana Rumah Tangga Untuk Membayar Cicilan dan Perubahannya
Berdasarkan Tingkat Pengeluaran/Bulan
50
Tabel 4.2 Dana Rumah Tangga Untuk Menabung dan Perubahannya Berdasarkan
Berdasarkan Tingkat Pengeluaran/Bulan
50
Tabel 4.3 Pertumbuhan dan NPL KPR di Sulawesi Tenggara 55
Tabel 4.4 Pertumbuhan dan NPL KKB di Sulawesi Tenggara 55
Tabel 4.5 Komposisi Kredit Multiguna Posisi Triwulan I 2016 56
Tabel 4.6 NPL Kredit Multiguna 57
Tabel 4.7 Perkiraan Beban Angsuran Terhadap Pendapatan Korporasi 6 Bulan 61
Daftar
Tabel
PDRB DAN IHK
I II III IV I II III
Indeks Harga Konsumen
- Kendari 114,65 115,67 118,00 118,06 120,18 120,72 121,65
- Baubau 121,39 123,88 124,87 126,70 126,94 128,20 129,58
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)
- Sulawesi Tenggara 7,81 7,35 7,24 2,27 4,75 3,49 3,28
PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp miliar)
1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3.984 4.253 4.323 4.360 4.411 4.491 4.575
2. Pertambangan dan Penggalian 3.687 3.920 4.222 3.915 3.350 3.938 3.841
3. Industri Pengolahan 1.069 1.128 1.092 1.151 1.162 1.191 1.243
4. Pengadaan Listrik, Gas 8 9 8 10 9 9 9
5. Pengadaan Air 36 36 35 36 40 39 40
6. Konstruksi 1.986 2.269 2.444 2.738 2.205 2.517 2.661
7. Perdagangan Besar & Eceran, 2.057 2.195 2.224 2.274 2.205 2.354 2.652
8. Transportasi dan Pergudangan 740 768 817 847 830 885 956
9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 99 104 106 114 106 113 115
10. Informasi dan Komunikasi 384 401 421 434 437 459 476
11. Jasa Keuangan 382 373 403 426 437 456 459
12. Real Estate 302 310 314 307 303 314 287
13. Jasa Perusahaan 37 39 39 40 40 42 42
14. Adm Pemerintahan, 938 1.000 1.033 1.066 969 1.083 1.084
15. Jasa Pendidikan 843 844 857 931 937 951 995
16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 175 180 180 187 191 188 195
17. Jasa Lainnya 258 267 273 282 279 292 290
PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp miliar)
1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 8.409 8.565 8.859 8.982 8.955 9.138 9.403
2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 177 181 196 208 189 194 203
3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 2.202 2.627 2.784 3.159 2.308 3.079 3.007
4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 6.483 7.117 7.676 8.730 7.145 7.768 8.018
5. Perubahan Inventori 153 152 111 (89) (22) 12 22
6. Eksport Luar Negeri 856 932 712 714 431 658 694
7. Import Luar Negeri 988 945 1.000 1.504 763 1.207 1.038
8. Net Eksport Antar Daerah (310) (542) (540) (1.084) (330) (320) (390)
Total PDRB (Rp Miliar) 16.984 18.095 18.791 19.117 17.913 19.321 19.920
Pertumbuhan PDRB (%, yoy) 5,7 7,2 7,0 7,5 5,5 6,8 6,0
Indikator2015 2016
Indikator
Terpilih
x
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
I II III IV I II III
Total Asset (Rp miliar) 20.871 21.796 22.718 22.770 22.768 23.837 23.837
- Bank Umum (Konvensional & Syariah) 19.702 21.562 21.562 21.562 21.562 21.562 21.562
- BPR 200 234 240 261 271 292 274
- Syariah 969 1.169 916 947 935 943 987
Dana Pihak Ketiga Bank Umum (Rp miliar) 12.597 13.675 14.883 14.517 15.367 15.690 15.442
- Giro 3.475 4.169 4.548 2.829 4.211 4.030 3.790
- Tabungan 5.887 5.923 6.619 8.129 7.245 7.665 7.717
- Deposito 3.235 3.583 3.716 3.558 3.912 3.995 3.934
Kredit Bank Umum* (Rp miliar) 14.444 15.174 15.644 16.092 16.915 17.910 18.119
- Modal Kerja 3.967 4.266 4.313 4.288 4.669 5.002 5.061
- Investasi 1.689 1.701 1.692 1.791 1.823 1.962 1.920
- Konsumsi 8.787 9.206 9.639 10.013 10.423 10.946 11.140
NPL Bank Umum(%) 2,88 3,06 2,95 2,45 2,61 2,48 2,79
LDR (%) 115 111 105 111 110 114 117
Kredit UMKM (Rp miliar) 4.859 5.144 5.212 5.200 5.797 6.255 6.190
NPL Kredit UMKM (%) 5,87 6,47 6,34 5,31 5,70 5,35 5,86
- Inflow 939 431 754 262 1.279 579 1.140
- Outflow 230 923 1.757 1.807 282 1.612 1.044
- Net (Inflow - Outflow) 708 (492) (1.003) (1.545) 997 (1.033) 96
- Volume (transaksi) 878 918 1.051 1.748 2.084 2.437 2.172
- Nominal (Rp miliar) 41 42 44 55 58 64 56
- Volume (transaksi) 5.462 5.891 6.821 4.010 481 529 478
- Nominal (Rp miliar) 12.863 18.445 18.698 10.959 848 874 689
*Lokasi Bank
RTGS dari Perbankan Sultra
Indikator20162015
Kas (Rp miliar)
Perbankan
Kliring
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
TRIW
ULA
N I 2
016
GAMBARAN
UMUM
Pada Triwulan III 2016 ekonomi Sulawesi Tenggara
(Sultra) tumbuh sebesar 6,0% (yoy) mengalami
perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Perlambatan tersebut disebabkan oleh perlambatan
yang terjadi pada konsumsi rumah tangga dan
konsumsi pemerintah serta penurunan kinerja
investasi.
Sementara itu, inflasi di Sulawesi Tenggara mencapai
3,28% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 4,12%
(yoy). Penurunan inflasi tersebut terutama
bersumber dari berkurangnya tekanan inflasi
komponen volatile food.
Di sisi lain, stabilitas keuangan daerah masih terjaga.
Namun demikian dari sisi sektor korporasi, kinerja
korporasi utama masih rentan terhadap pelemahan
ekonomi global
Ringkasan
Eksekutif
2
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
Kontraksi lapangan
usaha pertambangan
dan melambatnya
lapangan usaha
konstruksi
menyebabkan
terjadinya
perlambatan
perekonomian Sultra
Tekanan inflasi Sultra
mengalami
penurunan akibat
adanya penurunan
harga bahan
makanan
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Pertumbuhan Sulawesi Tenggara pada triwulan III 2016 tumbuh sebesar
6,0% (yoy), mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang mampu tumbuh sebesar 6,8%(yoy). Perlambatan
tersebut disebabkan oleh perlambatan yang terjadi pada konsumsi rumah
tangga dan konsumsi pemerintah serta penurunan kinerja investasi
Sulawesi Tenggara pada sisi permintaan. Dari sisi penawaran, kinerja
lapangan usaha pertambangan yang terkontraksi dan melambatnya laju
pertumbuhan pada lapangan usaha konstruksi merupakan penyebab
utama percepatan laju pertumbuhan.
Namun demikian pada triwulan IV 2016 perekonomian diperkirakan akan
mengalami akselerasi seiring dengan peningkatan kinerja usaha
pertambangan dan penggalian dan lapangan usaha konstruksi. Selain itu,
akselerasi investasi dan ekspor Sulawesi Tenggara di periode mendatang
juga masih menopang perekonomian Sulawesi Tenggara.
Inflasi Daerah
Inflasi Sulawesi Tenggara pada triwulan III 2016 mengalami penurunan
dari 4,12% (yoy) di triwulan sebelumnya menjadi 3,28% (yoy). Penurunan
laju inflasi Sulawesi Tenggara tersebut disebabkan oleh penurunan inflasi
yang terjadi di Kota Kendari. Sementara daerah lain yang merupakan kota
perhitungan inflasi, yaitu Kota Baubau mengalami peningkatan. Sumber
utama penurunan inflasi tersebut adalah penurunan harga bahan pangan
seiring telah kembali normalnya permintaan masyarakat pasca Bulan
Ramadhan dan perayaan Hari Raya Idul Fitri. Upaya pengendalian inflasi
difokuskan untuk meningkatkan koordinasi dan komunikasi seluruh TPID
Kota/Kabupaten dan TPID Provinsi. Selain itu, dilakukan pula upaya untuk
menjaga ekspektasi masyarakat terhadap harga kebutuhan strategis
terutama pada saat perayaan Hari Besar Keagamaan.
Namun demikian, tekanan inflasi pada triwulan IV 2016 diperkirakan akan
mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut utamanya disebabkan
oleh penurunan kelompok administered prices seiring adanya
peningkatan permintaan akan komoditas angkutan udara terutama di
Kota Baubau pada saat perayaan Natal dan Tahun Baru 2017.
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
3
Stabilitas keuangan
daerah masih terjaga
terutama dari
ketahanan rumah
tangga
Realisasi Pendapatan
maupun belanja
APBD Provinsi
Sulawesi Tenggara
mengalami
penurunan
dibandingkan
dengan tahun
sebelumnya
Sistem pembayaran
non tunai mengalami
penurunan dan
transaksi tunai
terjadi net inflow
Stabilitas Keuangan Daerah
Stabilitas keuangan daerah masih terjaga, terutama dari ketahanan sektor
rumah tangga. Tingkat konsumsi masyarakat yang masih terjaga, perilaku
berutang yang masih normal, dan risiko kredit yang masih terjaga
berdampak minimal pada sistem keuangan. Dari sisi sektor korporasi,
kinerja korporasi utama sudah mulai membaik ditengah pelemahan
ekonomi global dan mampu menopang ketahanan sistem keuangan di
Sulawesi Tenggara.
Sementara itu, perekonomian yang melambat mempengaruhi kinerja
institusi keuangan, khususnya perbankan di Sulawesi Tenggara. Kinerja
penghimpunan dana pihak ketiga dan penyaluran kredit mengalami
perlambatan. Sementara itu, risiko kredit menunjukkan peningkatan
meskipun masih dalam batas terkendali.
Keuangan Pemerintah
Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBD) Provinsi Sulawesi Tenggara
pada tahun 2016 mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan
anggaran tahun 2015. Pada triwulan III 2016, realisasi pendapatan APBD
Provinsi Sulawesi Tenggara mencapai sebesar 73,6% dari target, menurun
dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat
sebesar 80,6%. Sejalan dengan kondisi tersebut, realisasi belanja APBD
Provinsi Sulawesi Tenggara mengalami penurunan dari 68,3% menjadi
60,3% di periode laporan.
Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang
Pada triwulan III 2016, aktivitas sistem pembayaran non tunai melalui
sistem kliring dan RTGS di Sulawesi Tenggara mengalami penurunan baik
secara nominal maupun jumlah transaksi jika dibandingkan dengan
periode sebelumnya. Di sisi sistem pembayaran tunai, pada triwulan III
2016 terjadi net inflow uang kartal yang berbeda dengan pola
musimannya. Selain itu, KPw Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara
juga terus melakukan peningkatan kelayakedaran dari uang kartal dan
meminimalkan peredaran uang palsu.
4
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
Kondisi
ketenagakerjaan dan
tingkat
kesejahteraan
mengalami
perbaikan
Pertumbuhan
ekonomi Sultra pada
tahun 2017
diperkirakan akan
mengalami
percepatan disertai
dengan penurunan
tekanan inflasi
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Tenggara mengalami perbaikan
walaupuan terjadi perlambatan kinerja perekonomian pada periode
laporan. Kondisi tersebut terlihat dari peningkatan jumlah penduduk yang
bekerja dan penurunan jumlah penggangguran. Sementara itu, untuk
perkiraan kondisi ketenagakerjaan pada periode yang akan datang akan
mengalami perbaikan. Sejalan dengan kondisi ketenagakerjaan, tingkat
kesejahteraan terutama pada masyarakat pedesaan mengalami
peningkatan. Hal tersebut tercermin dari Nilai Tukar Pertani (NTP) yang
meningkat di periode laporan.
Prospek Perekonomian
Pada tahun 2017 mendatang, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara
diperkirakan masih berada pada tren meningkat dan tumbuh pada kisaran
6,5% 7,0% (yoy). Percepatan tersebut searah dengan prakiraan
perekonomian Indonesia dan dunia yang juga mengalami peningkatan.
Kinerja lapangan usaha pertanian, pertambangan dan penggalian serta
industri pengolahan masih merupakan faktor pendorong laju percepatan
perekonomi. atan kinerja ekonomi di periode triwulan mendatang.
Di sisi lain, perkembangan inflasi Sultra pada tahun 2017 diperkirakan
akan dominan dipengaruhi oleh penurunan kelompok volatile food dan
administered prices. Inflasi Sulawesi Tenggara pada tahun 2017
diprakirakan berada pada kisaran 3,0% - 3,4% (yoy), relatif menurun
dibandingkan dengan periode tahun 2016 berada pada kisaran 3,3%-
3,7% (yoy).
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
TRIW
ULA
N I 2
016
PERTUMBUHAN
EKONOMI DAERAH
Perekonomian Sulawesi Tenggara pada triwulan III 2016
tumbuh sebesar 6,0% (yoy), mengalami perlambatan
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mampu
tumbuh sebesar 6,8% (yoy).
Perlambatan tersebut disebabkan oleh perlambatan yang
terjadi pada konsumsi rumah tangga dan konsumsi
pemerintah serta penurunan kinerja investasi pada sisi
permintaan.
Dari sisi penawaran, kinerja lapangan usaha pertambangan
dan penggalian yang terkontraksi dan melambatnya laju
pertumbuhan pada lapangan usaha konstruksi merupakan
penyebab utama terjadinya perlambatan laju pertumbuhan.
Namun demikian, pada triwulan IV yang sedang berjalan
diperkirakan akan terjadi akselerasi pertumbuhan ekonomi
yang didorong oleh akselerasi yang terjadi pada kegiatan
investasi dan ekspor Sulawesi Tenggara.
Bab 1
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
7
1.1. KONDISI UMUM
Perekonomian Sulawesi Tenggara pada triwulan
III 2016 tumbuh sebesar 6,0% (yoy)1, mengalami
perlambatan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang mampu tumbuh sebesar 6,8%
(yoy) (Grafik 1.1). Dari sisi permintaan,
perlambatan tersebut disebabkan oleh
perlambatan yang terjadi pada konsumsi rumah
tangga dan konsumsi pemerintah serta
penurunan kinerja investasi Sulawesi Tenggara.
Sementara dari sisi penawaran, kontraksi yang
terjadi pada lapangan usaha pertambangan dan
penggalian serta perlambatan laju pertumbuhan
pada lapangan usaha konstruksi menjadi sumber
utama perlambatan perekonomian Sulawesi
Tenggara di periode tersebut.
Meskipun memiliki arah pertumbuhan yang
sama dengan perekonomian nasional, namun
pertumbuhan perekonomian Sulawesi Tenggara
masih lebih besar. Pertumbuhan ekonomi
Indonesia pada periode yang sama hanya
tumbuh sebesar 5,0% (yoy). Kondisi tersebut
menunjukkan bahwa sumber pertumbuhan
perekonomian Sulawesi Tenggara masih berasal
1Angka pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan pembulatan dari angka rilis BPS sebesar 5,95% (yoy).
dari kondisi eksternal dan sangat dipengaruhi
juga oleh kondisi perekonomian global.
Memasuki triwulan IV 2016, perkembangan
beberapa indikator ekonomi di Sulawesi
Tenggara mengindikasikan arah pertumbuhan
dengan tren meningkat dan diperkirakan dapat
tumbuh sebesar 6,5% (yoy). Hasil survei yang
dilakukan oleh KPw Bank Indonesia Provinsi
Sulawesi Tenggara dan pendalaman informasi
yang dilakukan melalui liaison juga
mengindikasikan akan terjadi peningkatan
pertumbuhan ekonomi. Sektor ekonomi yang
diperkirakan dapat mendorong peningkatan
tersebut yaitu pada lapangan usaha
pertambangan dan penggalian dan lapangan
usaha konstruksi. Sementara dari sisi
permintaan, peningkatan pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Tenggara diperkirakan berasal
dari adanya akselerasi investasi dan ekspor
Sulawesi Tenggara serta masih terjaganya
konsumsi rumah tangga di periode mendatang.
Dengan realisasi sampai dengan triwulan III 2016
dan perkiraan pada triwulan IV tersebut, maka
sepanjang tahun 2016 perekonomian Sulawesi
Sumber: BPS, ADHK, diolah Sumber: BPS, ADHK, diolah
Grafik 1.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi
Sulawesi Tenggara Grafik 1.2 Pangsa Sektor Dominan Perekonomian
Sulawesi Tenggara Triwulan III 2016
6,8%
6,0%
5,2%5,0%
3,0%
4,0%
5,0%
6,0%
7,0%
8,0%
9,0%
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Pertumbuhan Ekonomi Sultra Pertumbuhan Ekonomi Nasional
%, yoy
Sultra2014=6,3% Sultra
2015=6,9%
Perdagangan
23,019,36,2
13,413,3
Pertanian
Pertambangan
Industri
PengolahanKonstruksi
Lainnya
8
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
Tenggara diperkirakan hanya dapat tumbuh
sebesar 6,2% (yoy). Melambat dibandingkan
pertumbuhan selama 2015 yang dapat tumbuh
sebesar 6,9% dan melanjutkan tren menurun
sejak 2015. Kondisi pelemahan permintaan
global terhadap komoditas ekspor Sulawesi
Tenggara, tingginya ketergantungan impor luar
negeri pada kegiatan investasi hilirisasi nikel, dan
adanya penundaan dana transfer pemerintah
pusat untuk pembangunan infrastruktur
menyebabkan perekonomian Sulawesi
Tenggara kembali melambat.
1.2. SISI PERMINTAAN
Dari sisi permintaan (dilihat dari komponen
pengeluaran pada PDRB), perlambatan laju
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara pada
triwulan III 2016 disebabkan oleh perlambatan
yang terjadi pada konsumsi rumah tangga dan
konsumsi pemerintah serta penurunan kinerja
investasi di Sulawesi Tenggara. Telah
direalisasikannya pembayaran gaji PNS/ASN dan
TNI/Polri ke-13 dan ke-14 pada triwulan II 2016
serta adanya penundaan transfer Dana Alokasi
Umum (DAU) oleh pemerintah pusat merupakan
2 Stainless steel merupakan produk logam yang menggunakan nikel olahan (feronikel dan NPI) sebagai salah satu unsur bahan bakunya.
faktor pendorong utama terjadinya perlambatan
pada konsumsi rumah tangga dan pemerintah.
Selain itu, telah berlalunya Bulan Ramadhan dan
Hari Raya Idul Fitri juga menyebabkan daya beli
masyarakat kembali pada kondisi normalnya. Di
sisi lain, adanya penundaan transfer DAU
tersebut juga mengakibatkan terhambatnya
pembangunan proyek-proyek pemerintah
daerah yang belum sempat ditenderkan
sehingga membuat kinerja investasi turut
mengalami perlambatan di periode triwulan III
2016.
Meskipun demikian, adanya perbaikan kinerja
ekspor di triwulan III 2016 mampu menahan laju
perlambatan pertumbuhan yang terjadi.
Perbaikan tersebut dipengaruhi oleh adanya
peningkatan harga nikel internasional.
Berdasarkan hasil liaison, peningkatan
permintaan nikel olahan dari Sulawesi Tenggara
masih dipengaruhi adanya pemangkasan
produksi nikel dari negara kompetitor nikel,
terutama Filipina ditengah peningkatan produksi
stainless steel2 di Tiongkok.
Tabel 1.1 Perkembangan Petumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan
Dalam % (yoy) Rasio = perbandingan terhadap total PDRB PMTB = Pembentukan Modal Tetap Bruto (investasi); p= proyeksi KPw BI Sultra LNPRT= Lembaga Non Profit melayani Rumah Tangga
Sumber: BPS, ADHK, diolah
Rasio
III IV I II III IVP Tw III 2016
Konsumsi Rumah Tangga 5,1 5,0 4,8 6,5 6,7 6,1 5,8 6,3 47,2
Konsumsi LNPRT 5,1 5,5 -2,5 6,6 7,2 3,2 8,8 6,5 1,0
Konsumsi Pemerintah 6,8 4,3 4,5 4,8 16,1 8,0 7,6 9,2 15,1
PMTB 3,0 2,8 4,4 10,2 9,3 4,5 5,4 7,1 40,3
Perubahan Inventori -79,2 -81,6 -33,9 -114,2 -83,5 -80,0 -124,7 -85,5 0,1
Eksport Luar Negeri -21,9 -27,9 -20,9 -49,7 -29,4 -2,6 57,5 -9,6 3,5
Import Luar Negeri -39,1 -24,6 -23,4 -22,8 27,7 3,8 31,9 12,5 5,2
Net Eksport Antar Daerah -41,2 8,3 -30,0 6,7 -41,1 -27,7 5,0 -12,0 (2,0)
PDRB 7,0 7,5 6,9 5,5 6,8 6,0 6,5 6,2
20162015 2016PKomponen Pengeluaran
2015
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
9
Dari sisi rasio komponen pengeluaran terhadap
total PDRB, konsumsi rumah tangga masih
mendominasi perekonomian Sulawesi Tenggara
dengan rasio sebesar 47,2% diikuti oleh
pengeluaran untuk kegiatan investasi sebesar
40,3%. Selain itu, konsumsi pemerintah juga
masih memiliki peran yang cukup besar dengan
rasio mencapai 15,1% sehingga realisasinya
perlu mendapat perhatian agar dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang
optimal dan berkelanjutan. Sementara itu,
ekspor luar negeri Sulawesi Tenggara hanya
sebesar 3,5% jika dibandingkan dengan
keseluruhan PDRB yang tercipta (Tabel 1.1).
Meskipun demikian, pada triwulan IV yang
sedang berjalan diperkirakan akan terjadi
akselerasi pertumbuhan ekonomi yang didorong
oleh akselerasi yang terjadi pada kegiatan
investasi dan ekspor Sulawesi Tenggara.
Pertumbuhan kinerja investasi pada periode
mendatang diperkirakan akan mengalami
perbaikan seiring dengan adanya peningkatan
realisasi investasi pemerintah maupun investasi
swasta. Sedangkan untuk akselerasi pada
kegiatan ekspor Sulawesi Tenggara yang
diperkirakan akan terjadi selama triwulan IV
2016 masih didorong oleh adanya peningkatan
permintaan luar negeri terhadap komoditas nikel
olahan. Disisi lain, konsumsi rumah tangga dan
konsumsi pemerintah di periode mendatang
diperkirakan akan mengalami perlambatan
sehingga relatif menahan laju pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Tenggara di periode tersebut.
1.2.1. Konsumsi Rumah Tangga
Realisasi Triwulan III 2016
Pada triwulan III 2016 konsumsi rumah tangga
tercatat tumbuh sebesar 6,1% (yoy), mengalami
perlambatan laju pertumbuhan jika
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang
tercatat tumbuh sebesar 6,7% (yoy).
Perlambatan laju pertumbuhan konsumsi rumah
tangga tersebut disebabkan oleh telah
dibayarkannya gaji ke 13 dan 14 oleh
pemerintah pada triwulan II yang lalu, sementara
pada tahun 2015 di bayarkan pada triwulan III.
Berdasarkan jenis pengeluaran konsumsinya,
pengeluaran rumah tangga yang mengalami
penurunan pada periode tersebut terjadi hampir
pada seluruh komponen konsumsi rumah
tangga, kecuali pada konsumsi makanan dan
minuman dan konsumsi kesehatan dan
Sumber: BPS, ADHK, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Grafik 1.3 Pertumbuhan Konsumsi Berdasarkan
Kebutuhan Rumah Tangga Grafik 1.4 Persentase Penghasilan Rumah Tangga Untuk
Aktivitas Konsumsi
0
2
4
6
8
10
12
Ma
kan
an d
an
Min
um
an,
se
lain
Resto
ran
Pa
kaia
n d
an
Ala
s K
aki
Pe
rum
ah
an
da
nP
erle
ngka
pan
Ru
mah
Ta
ngg
a
Ke
seh
ata
n d
an
Pe
nd
idik
an
Tra
nspo
rta
si d
an
Ko
mun
ikasi
Resto
ran
dan
Ho
tel
Ko
nsu
msi la
innya
Tw II 2015 Tw III 2016
%, yoy
55,5
53
54
55
56
57
58
59
60
61
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Persentase Penghasilan Untuk Konsumsi
%
10
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
pendidikan (Grafik 1.3). Kedua jenis konsumsi
tersebut mengalami kenaikan pada periode
triwulan III disebabkan karena adanya perayaan
Hari Raya Idul Adha dan pergantian tahun ajaran
baru. Konsumsi rumah tangga Sulawesi
Tenggara masih didominasi oleh konsumsi
makanan dan minuman sebesar 46,3%, diikuti
oleh konsumsi untuk transportasi dan
komunikasi sebesar 20,4%. Sementara itu
konsumsi perumahan dan peralatan rumah
tangga berada pada posisi ke-3 dengan pangsa
sebesar 12,5%.
Perlambatan laju pertumbuhan konsumsi rumah
tangga tersebut terlihat juga hasil Survei
Konsumen (SK) yang dilakukan oleh KPwBI
Provinsi Sulawesi Tenggara. Berdasarkan hasil
survei tersebut terdapat penurunan Indeks
Penghasilan Konsumen dari 140,3 di triwulan II
menjadi 130,7 di triwulan III serta persentase
penghasilan rumah tangga yang digunakan
untuk konsumsi pada triwulan III 2016 menjadi
55,5% dari 58,9% di periode sebelumnya (Grafik
1.4).
Sejalan dengan itu, pertumbuhan kredit
konsumsi pada periode tersebut juga mengalami
perlambatan pertumbuhan. Pada triwulan III
2016, kredit konsumsi di Sulawesi Tenggara
tercatat sebesar Rp11,9 triliun atau tumbuh
sebesar 14,1% (yoy), sedangkan pada triwulan
sebelumnya tumbuh sebesar 16,5% (yoy) (Grafik
1.5).
Tracking Triwulan IV 2016 & Tahun 2016
Memasuki triwulan IV 2016, perkembangan
berbagai indikator terkini mengindikasikan
pertumbuhan konsumsi rumah tangga
cenderung stabil namun terdapat
kecenderungan melanjutkan tren yang menurun
di kisaran 5,8% (yoy). Adanya ketidakpastian
yang terjadi pada perekonomian global
menyebabkan masyarakat akan lebih selektif
dalam melakukan kegiatan konsumsinya.
Masyarakat diperkirakan akan cenderung
meningkatkan tabungan dan berusaha
membayar cicilan/pinjaman. Hal ini tercermin
dari hasil Survei Konsumen (SK) yang
menunjukkan indeks penghasilan konsumen di
bulan Oktober yang tercatat sebesar 129,0
menurun dibandingkan dengan periode triwulan
III yang tercatat sebesar 130,7.
Dengan perkembangan tersebut, selama tahun
2016 aktivitas konsumsi diperkirakan dapat
tumbuh sebesar 6,3% (yoy), meningkat
dibandingkan dengan tahun 2015 yang hanya
tumbuh sebesar 4,8% (yoy). Peningkatan
tersebut didorong oleh optimisme konsumen
yang tinggi pada semester I 2016 seiring dengan
adanya kepastian dalam upaya pembangunan
dan peningkatan penghasilan. Namun,
memasuki semester II 2016, tingginya
ketidakpastian eksternal maupun domestik
menyebabkan konsumsi rumah tangga relatif
tertahan.
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi
Tenggara
11,97
14,1%
10%
11%
12%
13%
14%
15%
16%
17%
18%
19%
-
2
4
6
8
10
12
14
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Kredit Konsumsi gKredit Konsumsi (sb. Kanan)
Rp Miliar yoy
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
11
1.2.2. Konsumsi Pemerintah
Realisasi Triwulan III 2016
Realisasi pertumbuhan pengeluaran belanja
pemerintah pada triwulan III 2016 tumbuh
sebesar 8,0% (yoy), mengalami perlambatan jika
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang
mampu tumbuh sebesar 17,2% (yoy). Kondisi
tersebut disebabkan oleh telah dilakukannya
pembayaran gaji ke-13 dan ke-14 oleh
pemerintah untuk PNS/ASN dan TNI/Polri pada
periode sebelumnya, sementara pada tahun
2015 pembayaran tersebut dilakukan pada
triwulan III. Selain itu, adanya pengehematan
anggaran pemerintah dan penundaan transfer
DAU dari pemerintah pusat juga turut
menyebabkan rendahnya konsumsi pemerintah
daerah di periode triwulan III 2016.
Hal tersebut tercermin dari realisasi anggaran
belanja pemerintah daerah hingga triwulan III
2016 yang mencapai Rp1,6 triliun atau sebesar
60,3% dari total anggaran. Realisasi tersebut
mengalami penurunan jika dibandingkan
dengan periode yang sama pada tahun 2015
yang telah mencapai 68,6% dari total anggaran.
Perlambatan laju pertumbuhan konsumsi
pemerintah tersebut disebabkan oleh
melambatnya pertumbuhan konsumsi kolektif3
dan konsumsi individual pemerintah4. Pada
periode tersebut konsumsi kolektif pemerintah
3 Konsumsi kolektif pemerintah merupakan pengeluaran pemerintah untuk kepentingan masyarakat secara keseluruhan (umum) dan semua anggota masyarakat mendapatkan manfaat dari jasa seperti ini. Jasa kolektif yang diberikan oeh pemerintah antara lain keamanan dan pertahanan, peraturan-peraturan yang menyangkut kemasyarakatan, pemeliharaan undang-undang dan peraturan, perlindungan lingkungan, penelitian dan pengembangan, infrastruktur dan pembangunan ekonomi.
4 Konsumsi individu merupakan pengeluaran pemerintah untuk kepentingan rumah tangga individu antara lain: Pengeluaran pemerintah untuk pendidikan, kesehatan, jaminan sosial, olah raga dan rekreasi, dan kebudayaan
tumbuh mencapai 6,4%(yoy), setelah pada
periode sebelumnya mampu tumbuh sebesar
15,0% (yoy). Sedangkan untuk konsumsi
individual pemerintah mengalami perlambatan
dari 17,7% (yoy) menjadi 10,4% (yoy).
Tracking Triwulan III I 2016 & Tahun 2016
Pada triwulan IV 2016, pertumbuhan konsumsi
pemerintah diperkirakan masih akan mengalami
perlambatan. Pada triwulan mendatang
konsumsi pemerintah diperkirakan hanya akan
tumbuh sebesar 7,6% (yoy). Perlambatan
tersebut masih disebabkan adanya penundaan
transfer DAU dari pemerintah pusat ke
pemerintah daerah sehingga menyebabkan
pengeluaran pemerintah daerah diperkirakan
relatif terbatas seiring dengan adanya
pemangkasan anggaran non strategis pada
beberapa kementerian dan lembaga negara.
Meskipun demikian, selama tahun 2016
konsumsi pemerintah diperkirakan masih dapat
tumbuh sebesar 9,2% (yoy), lebih tinggi
daripada tahun 2015 yang hanya mencapai
4,5% (yoy). Masih tingginya sumbangan
konsumsi pemerintah dalam perekonomian
tersebut didorong oleh tingginya realisasi pada
triwulan II 2016. Pada saat itu realisasi ditopang
oleh adanya event HALO Sultra dan berbagai
event daerah berskala nasional yang diadakan di
kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara. Selain itu,
12
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
realisasi gaji ke-13 dan ke-14 menjelang
berakhirnya triwulan II 2016 tersebut turut
mendorong pertumbuhan yang tinggi.
1.2.3. Investasi
Realisasi Triwulan III 2016
Komponen investasi di Sulawesi Tenggara pada
triwulan III 2016 tercatat melambat jika
dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Aktivitas investasi Sulawesi Tenggara di triwulan
III 2016 tercatat hanya dapat tumbuh sebesar
4,5% (yoy), setelah di periode sebelumnya
tercatat mampu tumbuh sebesar 9,3% (yoy).
Perlambatan yang terjadi terjadi dipengaruhi
oleh melambatnya investasi bangunan yang
hanya mampu tumbuh sebesar 2,6%(yoy),
setelah pada periode sebelumnya tumbuh
mencapai 6,2% (yoy). Hal tersebut juga
tercermin dari data konsumsi semen yang
tercatat mengalami perlambatan. Konsumsi
semen pada periode tersebut tercatat sebesar
157,9 ton atau hanya tumbuh sebesar 10,4%
(yoy), melambat jika dibandikan dengan periode
sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar
26,8% (yoy) (Grafik 1.6). Selain itu, investasi non
bangunan juga tercatat mengalami perlambatan
dari 15,0% (yoy) menjadi sebesar 7,9% (yoy) di
triwulan III 2016.
Berdasarkan status penanaman modalnya,
Penamanam Modal Dalam Negeri (PMDN)
merupakan sumber perlambatan investasi di
Sulawesi Tenggara. Pada triwulan III 2016,
jumlah PMDN adalah sebanyak 136 proyek
dengan total investasi Rp3,36 triliun. Dengan
demikian, realisasi investasi PMDN terkontraksi
sebesar 56,7% (yoy), jauh lebih rendah
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
mampu tumbuh positif. Sedangkan untuk
Penanaman Modal Asing (PMA) tercatat
mengalami pertumbuhan. Pada triwulan III
jumlah PMA adalah sebanyak 49 proyek dengan
nilai investasi sebesar Rp 104 juta.
Namun demikian, perlambatan pada kinerja
investasi tersebut tertahan oleh penyaluran
kredit investasi untuk proyek-proyek yang ada di
Sulawesi Tenggara yang masih dapat tumbuh
tinggi sebesar 31,1% (yoy). Sampai dengan
periode tersebut, jumlah outstanding kredit
investasi adalah sebesar Rp4,96 triliun (Grafik
1.7).
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi Tenggara Grafik 1.7 Pertumbuhan Kredit Investasi di Sulawesi
Tenggara
158
10,42%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
-
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Thousands
Konsumsi semen Pertumbuhan Kons Semen (sb.kanan)
Ton yoy
4.960,77
31,1%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
140%
160%
-
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Kredit Investasi g Kredit Investasi (sb. Kanan)
Rp Miliar yoy
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
13
Tracking Triwulan IV 2016 dan 2016
Di triwulan mendatang kegiatan investasi di
Sultra diperkirakan akan mengalami akselerasi
jika dibandingkan dengan triwulan IV 2016.
Pada triwulan berjalan kegiatan investasi
diperkirakan akan tumbuh sebesar 5,4% (yoy).
Kondisi tersebut didorong oleh adanya
peningkatan investasi terutama dari belanja
modal pemerintah. Realisasi belanja modal
pemerintah diperkirakan akan mengalami
peningkatan di triwulan IV mendatang akibat
telah selesainya proses pengadaan pada triwulan
sebelumnya. Sementara itu, investasi swasta
diperkirakan juga meningkat meskipun masih
relatif terbatas. Korporasi yang diperkirakan
melakukan peningkatan investasi yaitu korporasi
pengolahan nikal (smelter). Kondisi ini
dipengaruhi oleh adanya peningkatan harga
komoditas nikel dunia.
Seiring dengan kondisi tersebut, aktivitas
investasi selama tahun 2016 diperkirakan masih
dapat tumbuh sebesar 7,1% (yoy), lebih tinggi
daripada tahun 2015 yang hanya tumbuh
sebesar 4,4% (yoy). Namun peningkatan
tersebut belum dapat mendorong
perekonomian secara umum karena masih
adanya hambatan-hambatan dalam realisasi
investasi. Selain itu adanya penundaan
pencairan dana transfer (DAK) dari pemerintah
pusat untuk beberapa proyek pembangunan
menyebabkan investasi pemerintah juga tidak
setinggi yang diharapkan.
1.2.4. Ekspor dan Impor
Realisasi Ekspor Triwulan III 2016
Komponen ekspor luar negeri Sulawesi
Tenggara pada triwulan III 2016 tercatat
mengalami perbaikan di periode laporan. Pada
periode tersebut ekspor Sulawesi Tenggara
tercatat hanya mengalami kontraksi sebesar
2,6% (yoy), setelah pada periode sebelumnya
mengalami kontraksi lebih dalam yakni sebesar
29,4% (yoy) (Tabel 1.1). Perbaikan yang terjadi
pada ekspor luar negeri tersebut dipengaruhi
oleh perbaikan ekspor barang dan akselerasi
yang terjadi pada ekspor jasa. Ekspor Sulawesi
Tenggara pada periode tersebut masih
didominasi oleh ekspor barang yang mencapai
92,4% sedangkan sisanya merupakan ekspor
jasa. Berdasarkan nilai ekspor barang secara riil
dari data Bea Cukai, ekspor Sulawesi Tenggara
pada periode laporan mencapai USD50,8 juta.
Pencapaian tersebut lebih tinggi daripada
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.8 Nilai Ekspor Luar Negeri dari Sulawesi
Tenggara Grafik 1.9 Pangsa Komoditas Ekspor
48,24
-35,2%
-80%
-70%
-60%
-50%
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
-
20
40
60
80
100
120
140
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Ekspor Sultra g Ekspor Sultra
Volume (ribu ton) yoy
Feronikel
48,773
95,9%
Lainnya
956
1,9%
Ikan
Hidup
1,077
2,1%
14
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
periode sebelumnya yang hanya tercatat sebesar
USD47,5 juta (Grafik 1.9).
Perbaikan kinerja ekspor tersebut secara
dominan didorong oleh peningkatan ekspor
feronikel. Sementara untuk komoditas
perikanan dan komoditas aspal alam pada
periode laporan mengalami penurunan sehingga
menahan perbaikan pertumbuhan ekspor
Sulawesi Tenggara. Komoditas ekspor Sultra
secara dominan diwakili oleh komoditas nikel
olahan dengan pangsa sebesar 96% dari total
ekspor atau senilai USD48,8 juta (Grafik 1.10).
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa feronikel
memberikan andil yang sangat besar terhadap
kinerja ekspor di Sulawesi Tenggara.
Perbaikan kinerja ekspor feronikel tersebut
sejalan dengan kondisi yang terjadi di salah satu
pelaku usaha ekspor nikel olahan di Sulawesi
Tenggara. Berdasarkan hasil liaison, korporasi
tersebut mengkonfirmasi bahwa pada triwulan
III 2016 melakukan ekspor feronikel sebanyak
4.002,8 WMT atau mampu tumbuh sebesar
92,4% (yoy), jauh meningkat dibandingkan
periode sebelumnya yang tercatat tumbuh
negatif sebesar 23,7% (yoy) (Grafik 1.11).
Peningkatan ekspor feronikel tersebut terjadi
seiring dengan adanya peningkatan harga nikel
olahan dunia yang disebabkan oleh adanya
pemangkasan produksi nikel dari berberapa
tambang dunia, terutama Filipina. Selain itu
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Produsen Feni, diolah
Grafik 1.10 Nilai Ekspor Feronikel Sultra Grafik 1.11 Ekspor Feronikel Oleh Salah Satu Korporasi
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Pelindo IV Kendari, diolah
Grafik 1.12 Nilai Ekspor Perikanan Sultra Grafik 1.13 Arus Muat Barang
49
1,1%
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
250%
300%
350%
400%
-
10
20
30
40
50
60
70
80
90
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Ekspor feronikel g Ekspor feronikel (sb. Kanan)
Juta US$ yoy
4,00
92%
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
250%
300%
-
1
2
3
4
5
6
7
8
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Ekspor feronikel g Ekspor feronikel (sb. Kanan)
Volume (WMT) yoy
-84%
67%
-63%
57%
-100% -50% 0% 50% 100%
Ikan Hidup
Tuna
Tw III Tw II
%,yoy
68.798
26,2%
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
250%
300%
350%
-
20.000
40.000
60.000
80.000
100.000
120.000
140.000
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016Arus muat g Arus muat (sb. Kanan)
Volume (T/M3) yoy
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
15
permintaan feronikel untuk produsen stainless
steel di China mengalami peningkatan.
Sementara itu, ekspor komoditas perikanan
pada periode laporan menunjukkan adanya
penurunan sehingga menahan laju perbaikan
yang terjadi. Pada triwulan III 2016, ekspor
komoditas perikanan mengalami pertumbuhan
yang negatif (-14,1%- yoy) setelah pada periode
sebelumnya tercatat mampu tumbuh positif
sebesar 46,7% (yoy). Pada periode tersebut
ekspor perikanan Sultra tercatat menurun senilai
USD1,7 juta dari triwulan sebelumnya.
Penurunan tersebut utamanya disebabkan oleh
turunnya pengiriman ekspor gurita senilai
USD1,6 juta (Grafik 1.12). Berdasarkan hasil
liaison diketahui bahwa penurunan ekspor
komoditas perikanan tersebut lebih disebabkan
oleh berkurangnya hasil tangkapan akibat faktor
cuaca dan musim produksi.
Selain itu, masih terkontraksinya ekspor Sulawesi
Tenggara dipengaruhi juga oleh penurunan
eskpor aspal. Ekspor aspal pada triwulan III 2016
hanya senilai USD2,4 ribu, jauh lebih rendah
dibandingkan periode sebelumnya yang mampu
mengeskpor hingga mencapai USD2,1 juta.
Penurunan tersebut disebabkan hasil produksi
aspal dari Sulawesi Tenggara masih tidak sesuai
dengan permintaan importir.
Mitra dagang utama Sulawesi Tenggara untuk
ekspor tidak mengalami perubahan
dibandingkan periode sebelumnya. Pangsa
terbesar negara tujuan ekspor Sulawesi
Tenggara adalah Korea Selatan yang mencapai
52,8%, lalu diikuti dengan pengiriman ke
Tiongkok (23,2%) dan India (20,0%). Pangsa
ekspor India mengalami peningkatan jika
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang
hanya sebesar 12,8%. Hal ini disebabkan oleh
pengembangan pasar ekspor feronikel menuju
negara tersebut.
Di sisi lain, perbaikan kinerja ekspor juga
tercermin dari arus muat barang di pelabuhan
peti kemas yang pada periode laporan tercatat
berjumlah 68,8 ribu MT, atau tercatat tumbuh
positif sebesar 26,2% (yoy) setelah pada periode
sebelumnya terkontraksi sebesar 5,4% (yoy)
(Grafik 1.13).
Realisasi Impor Triwulan III 2016
Sementara itu, aktivitas impor luar negeri di
Sulawesi Tenggara tercatat mengalami
penurunan pada periode laporan. Selama
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Pelindo IV Kendari, diolah
Grafik 1.14 Nilai Impor Luar Negeri Sultra Grafik 1.15 Arus Bongkar Barang di Pelabuhan
17
8%
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
250%
300%
-
10
20
30
40
50
60
70
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Import Sultra g Import Sultra (sb. Kanan)
Juta US$ yoy
330.075
35,8%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
-
50.000
100.000
150.000
200.000
250.000
300.000
350.000
400.000
450.000
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016Arus bongkar g Arus bongkar (sb. Kanan)
Volume (T/M3) yoy
16
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
triwulan III 2016, aktivitas impor hanya tumbuh
sebesar 4,3% (yoy), menurun dibandingkan
triwulan sebelumnya yang mampu tumbuh
sebesar 27,7% (yoy). Impor luar negeri Sulawesi
Tenggara didominasi oleh impor barang (96,5%)
yang pada periode laporan mengalami
penurunan dan tumbuh hanya sebesar 4,3%
(yoy) pada periode laporan. Sementara untuk
impor jasa masih tumbuh negatif sebesar 7,3%
(yoy).
Dilihat berdasarkan nilai impor barang secara riil
dari data Bea Cukai, impor Sulawesi Tenggara
pada periode laporan adalah sebesar USD17,3
juta, menurun dibandingkan dengan periode
sebelumnya yang tercatat sebesar sebesar
USD42,6 juta jika dibandingkan dengan periode
sebelumnya (Grafik 1.14). Impor Sultra pada
periode laporan masih didominasi oleh barang
modal yang mencapai 81,6% dan sisanya
merupakan barang antara. Pada triwulan III
2016 impor Sultra tersebut hanya berasal dari
Tiongkok.
Tracking Triwulan IV 2016 & Tahun 2016
Memasuki triwulan IV 2016, kinerja ekspor luar
negeri diperkirakan masih akan membaik. Pada
triwulan mendatang ekspor Sulawesi Tenggara
diperkirakan akan mampu tumbuh sebesar
57,5% (yoy). Hal ini disebabkan oleh adanya
peningkatan ekspor komoditas nikel olahan
seiring dengan mulai adanya peningkatan harga
komoditas nikel olahan dunia. Selain itu, faktor
base effect juga turut memberikan pengaruh
yang kuat pada akselerasi ekspor di triwulan
mendatang. Pada tahun sebelumnya, ekspor
Sulawesi Tenggara mengalami penurunan akibat
rendahnya harga komoditas nikel dunia pada
saat itu. Berdasarkan perkiraan penjualan dari
salah satu eksportir komoditas nikel olahan di
Sulawesi Tenggara akan terjadi peningkatan
penjualan yang lebih tinggi selama triwulan IV
2016. Korporasi tersebut berencana akan
melakukan ekspor feronikel sebanyak 8.004
MWT atau masih terakselerasi cukup tinggi
mencapai sebesar 52,4% (yoy). Selain itu, eskpor
komoditas perikanan juga diperkirakan juga
akan mengalami peningkatan seiring dengan
faktor cuaca yang mulai kondusif dalam
meningkatkan produksi pada periode
mendatang.
Sedangkan impor Sulawesi Tenggara pada
triwulan berjalan diperkirakan juga akan
mengalami peningkatan. Pada periode tersebut
impor diperkirakan akan tumbuh sebesar 31,9%
(yoy). Peningkatan tersebut terutama pada
impor barang modal seiring terjadinya akselerasi
pada kegiatan investasi di triwulan IV 2016.
Untuk perkiraan sepanjang tahun 2016, eskpor
Sulawesi Tenggara diperikakan masih
mengalami kontraksi sebesar 9,6% (yoy) dan
menyebabkan perlambatan perekonomian
secara umum. Masih rendahnya harga nikel
sepanjang tahun 2016 menyebabkan nilai
tambah dari ekspor luar negeri produk olahan
nikel lebih rendah daripada tahun sebelumnya.
Sementara itu, aktivitas impor sepanjang tahun
2016 diperkirakan meningkat sebesar 12,5%
(yoy), lebih tinggi daripada tahun 2015 yang
terkontraksi sebesar 23,4% (yoy). Peningkatan
impor tersebut pada akhirnya turut
menyebabkan melambatnya perekonomian
sepanjang 2016. Meningkatnya impor luar
negeri tersebut terjadi karena pembangunan
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
17
smelter nikel menggunakan produk dari
Tiongkok dan belum dapat dipasok dari dalam
negeri.
1.3. SISI PENAWARAN: LAPANGAN USAHA
UTAMA
Dari sisi penawaran, perlambatan pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Tenggara pada triwulan III
2016 disebabkan oleh kontraksi yang terjadi
pada lapangan usaha pertambangan dan
penggalian serta melambatnya lapangan usaha
konstruksi di periode laporan. Namun
perlambatan tersebut sedikit tertahan oleh
adanya akselerasi pada kinerja lapangan usaha
industri pengolahan dan lapangan usaha
perdagangan besar dan eceran.
Perlambatan pada lapangan usaha konstruksi
terjadi karena adanya penundaan transfer DAU
dari pemerintah pusat sehingga sebagian
pembangunan proyek-proyek pemerintah
mengalami penundaan. Kondisi tersebut
berimbas kepada permintaan bahan bangunan,
termasuk produk pertambangan dan penggalian
yaitu batu, pasir, dll (barang galian C). Hal
tersebut pada akhirnya berdampak pada
terkontraksinya lapangan usaha pertambangan
dan penggalian.
1.3.1. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
Realisasi Triwulan III 2016
Pada triwulan III 2016, lapangan usaha
pertanian, kehutanan dan perikanan
(selanjutnya disebut usaha pertanian)
mengalami sedikit perlambatan. Kinerja
lapangan usaha tersebut tumbuh sebesar 5,6%
(yoy), setelah pada periode sebelumnya tumbuh
sebesar 5,7% (yoy). Jika diperhatikan dari sub
lapangan usahanya, maka usaha pertanian,
peternakan, perburuan dan jasa pertanian serta
usaha kehutanan dan penebangan kayu
mengalami perlambatan. Sementara untuk sub
lapangan usaha perikanan mengalami akselerasi
Tabel 1.2 Perkembangan Petumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran
Dalam % (yoy); p= proyeksi KPw BI Sultra
Sumber: BPS, ADHK, diolah
Pangsa %
III IV I II III IVP Tw III 2016
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (3,8) 6,8 0,0 10,7 5,7 5,6 5,5 6,8 23,0%
Pertambangan dan Penggalian 16,2 7,4 11,3 (9,1) 0,5 (9,0) 0,9 (4,2) 19,3%
Industri Pengolahan 3,5 0,4 7,7 8,7 5,5 13,9 11,3 9,8 6,2%
Pengadaan Listrik, Gas 0,7 4,5 4,0 8,2 6,2 11,6 7,5 8,3 0,0%
Pengadaan Air 0,2 0,3 2,8 13,3 7,1 14,3 8,8 10,8 0,2%
Konstruksi 15,8 19,5 12,6 11,0 10,9 8,9 9,6 10,0 13,4%
Perdagangan Besar dan Eceran 7,1 6,0 7,4 7,2 7,5 19,2 8,0 10,5 13,3%
Transportasi dan Pergudangan 10,5 6,8 7,5 12,2 15,2 17,0 16,7 15,4 4,8%
Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum7,7 10,5 7,9 7,7 8,3 7,7 8,7 8,1 0,6%
Informasi dan Komunikasi 7,8 7,6 6,5 13,7 12,2 13,2 7,7 11,6 2,4%
Jasa Keuangan 8,8 11,5 7,7 14,5 21,6 14,0 9,7 14,8 2,3%
Real Estate 6,9 2,8 4,8 0,4 1,2 (8,8) 5,2 (0,5) 1,4%
Jasa Perusahaan 11,0 11,6 10,3 10,0 8,1 7,7 6,2 8,0 0,2%
Administrasi Pemerintahan 3,0 1,7 5,3 3,3 9,2 5,0 4,6 5,5 5,4%
Jasa Pendidikan 6,5 0,8 7,9 11,2 12,7 16,1 6,0 11,4 5,0%
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8,7 3,3 6,4 9,2 4,5 8,3 6,0 7,0 1,0%
Jasa Lainnya 8,5 8,3 7,1 8,5 9,4 6,1 7,8 7,9 1,5%
PDRB 7,0 7,5 6,9 5,5 6,8 6,0 6,5 6,2 100,0%
2016Lapangan Usaha
20152015 2016P
18
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
sehingga mampu memberikan andil terhadap
pertumbuhan.
Pangsa terbesar lapangan usaha ini adalah usaha
pertanian, peternakan, perburuan dan jasa
pertanian (55,8%), diikuti oleh usaha perikanan
(41,5%) dan usaha kehutanan dan penebangan
kayu (2,7%) (Grafik 1.16).
Penyebab utama dari perlambatan usaha
pertanian dipengaruhi oleh produksi tanaman
bahan makanan. Pada triwulan III 2016, cuaca
yang masih relatif ekstrim dan adanya serangan
hama menyebabkan produktivitas padi tidak
dapat optimal. Hal tersebut tercermin juga dari
luas panen padi yang mengalami penurunan.
Pada triwulan III 2106 jumlah luas panen padi
mencapai 38,6 ribu Ha, menurun dibandingkan
dengan periode sebelumnya yang tercatat seluas
53,5 ribu hektar. Meskipun demikian,
penyaluran kredit pada lapangan usaha
pertanian masih tumbuh stabil pada triwulan III
2016. Jumlah penyaluran kredit pada lapangan
usaha tersebut tercatat sebesar Rp567,3 milliar
atau tumbuh sebesar 38,1% (yoy) (Grafik 1.17).
Tracking Triwulan IV 2016 & Tahun 2016
Pada triwulan IV mendatang, lapangan usaha
pertanian diperkirakan masih akan melanjutkan
tren penurunan. Pada periode mendatang
lapangan usaha ini diperkirakan hanya akan
tumbuh sebesar 5,5% (yoy). Berdasarkan hasil
liaison, kondisi pertanian saat ini masih belum
optimal karena irigasi yang masih kurang dan
adanya serangan hama pertanian. Namun
seiring dengan pola musimnya, produksi
perikanan tangkap akan semakin meningkat dan
dapat menopang kinerja kelompok usaha
pertanian di akhir tahun.
Meskipun masih berada dalam tren perlambatan
setiap triwulannya, namun sepanjang tahun
2016 kinerja lapangan usaha pertanian
diperkirakan dapat tumbuh sebesar 6,8% (yoy),
lebih tinggi daripada tahun 2015 yang hanya
tumbuh 0,04% (yoy). Peningkatan tersebut
terutama disumbangkan oleh tingginya kinerja
pada awal tahun 2016, yang dapat tumbuh
sebesar 10,7% (yoy). Pergeseran masa tanam
dan masa panen padi, peningkatan produksi
perikanan tangkap komoditas gurita, dan
peremajaan tanaman kakao mendorong
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 1.16 Pangsa Sub Lapangan Usaha Pertanian Grafik 1.17 Kredit Pertanian di Sulawesi Tenggara
55,8
41,5
2,7
Pertanian
Perikanan
Kehutanan
567,31
38,1%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
-
100
200
300
400
500
600
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Kredit Pertanian gKredit Pertanian (sb. Kanan)
Rp Miliar yoy
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
19
peningkatan kinerja lapangan usaha pertanian di
tahun ini.
1.3.2. Pertambangan dan Penggalian
Realisasi Triwulan III 2016
Kinerja lapangan usaha pertambangan dan
penggalian pada periode laporan tercatat
mengalami pertumbuhan yang negatif setelah
pada periode sebelumnya mampu tumbuh
positif dan mengakibatkan terjadinya
perlambatan ekonomi di Sulawesi Tenggara.
Pada triwulan III 2016 kinerja lapangan usaha ini
tercatat mengalami kontraksi cukup dalam
sebesar 9,0% (yoy), jauh menurun
dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh
postif sebesar 0,5% (yoy).
Terbatasnya pembangunan proyek-proyek
pemerintah di daerah mengakibatkan
rendahnya permintaan atas komoditas barang
galian C dan aspal. Kondisi tersebut
menyebabkan kontraksi pada lapangan usaha
pertambangan dan penggalian. Selain itu,
berdasarkan hasil liaison diketahui bahwa terjadi
penurunan penjualan komoditas aspal
disebabkan karena penggunaan aspal buton
pada pengerjaan pembangunan jalan nasional
menyulitkan rekanan karena komoditas tersebut
lebih sensitif dengan bahan pencampur lainnya
jika dibandingkan dengan aspal minyak.
Sementara itu, peningkatan aktivitas
penambangan komoditas nikel belum dapat
mencegah terjadinya kontraksi lapangan usaha
pertambangan pada periode tersebut.
Berdasarkan data yang diperoleh dari salah satu
perusahaan pertambangan terbesar di Sulawesi
Tenggara pada periode laporan tercatat
melakukan produksi sebesar 155,7 ribu MWT,
setelah pada periode sebelumnya hanya
melakukan produksi sebesar 96,1 ribu MWT.
Peningkatan tersebut disebakan oleh adanya
peningkatan untuk kebutuhan pembuatan nikel
olahan (Grafik 1.18).
Sejalan dengan kontraksi yang terjadi,
penyaluran kredit pada lapangan usaha tersebut
juga mengalami perlambatan. Pada triwulan III
2016, kredit sektor pertambangan dan
penggalian di Sulawesi Tenggara tumbuh
sebesar 60,4% (yoy), lebih rendah dibandingkan
dengan periode sebelumnya yang tercatat
tumbuh sebesar 75,6% (yoy) (Grafik 1.19).
Tracking Triwulan IV 2016 & Tahun 2016
Memasuki triwulan IV 2016, pertumbuhan
kinerja lapangan usaha ini diperkirakan akan
Sumber: Produsen Nikel Utama Sultra, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Grafik 1.18 Produksi Ore Nikel Grafik 1.19 Kredit Pertambangan Sulawesi Tenggara
156
-2,75%-100%
100%
300%
500%
700%
900%
1100%
-
50
100
150
200
250
300
350
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Thousands
Produksi nikel (MWT) yoy
Volume (WMT)yoy 2.485,69
60,4%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Kredit Pertambangan
Rp Miliar yoy
20
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
mengalami perbaikan dan dapat tumbuh positif
sebesar 0,9% (yoy). Akselerasi tersebut
diperkirakan disebabkan oleh peningkatan
permintaan ore nikel untuk memproduksi nikel
olahan. Berdasarkan data dari salah satu
produsen nikel olahan terbesar di Sulawesi
Tenggara, pada triwulan IV mendatang
berencana melakukan eksplorasi nikel sebanyak
306,1 ribu MWT atau tumbuh sebesar 176,5%
(yoy), lebih tinggi dibandingkan periode
sebelumnya yang terkontraksi sebesar 2,8%
(yoy).
Dengan realisasi sampai dengan triwulan III 2016
dan ditambah dengan indikasi selama triwulan
IV 2016, kinerja lapangan usaha pertambangan
dan penggalian diperkirakan akan mengalami
kontraksi sebesar 4,2% (yoy) pada tahun 2016.
Terdapat 3 faktor yang mempengaruhi
terkontraksi kinerja lapangan usaha ini, yaitu: (1)
penggunaan persediaan ore nickel yang telah
dieksplorasi pada tahun sebelumnya sebagai
bahan baku produsen nikel olahan, (2)
berkurangnya permintaan bahan galian C untuk
bahan bangunan seiring dengan relatif
terbatasnya pembangunan infrastruktur
pemerintah, (3) berkurangnya permintaan aspal
Buton dari ekstenal maupun pasar domestik
karena permasalahan kualitas.
1.3.3. Industri Pengolahan
Realisasi Triwulan III 2016
Pada triwulan III 2016 kinerja lapangan usaha
industri pengolahan mengalami akselerasi yang
cukup tinggi sehingga mampu menahan
perlambatan yang terjadi pada perekonomian
Sulawesi Tenggara. Kinerja lapangan usaha
industri pengolahan mampu tumbuh cukup
tinggi mencapai 13,9%(yoy), jauh mengalami
akselerasi dibandingkan periode sebelumnya
yang hanya mampu tumbuh sebesar 5,5%(yoy).
Akselerasi tersebut berdasarkan data BPS Prov
Sultra terjadi akibat peningkatan produksi
industri manufaktur besar dan sedang yang
meningkat dari 6,91% (yoy) menjadi 6,94%
(yoy) dan peningkatan produksi industri
manufaktur mikro dan kecil dari 11,55% (yoy)
menjadi 14,72% (yoy).
Peningkatan produksi industri besar dan sedang
tersebut disebabkan oleh adanya peningkatan
produksi feronikel di Sultra akibat adanya
peningkatan permintaan dunia akan komoditas
tersebut di triwulan laporan. Dari hasil liaison,
produksi feronikel di salah satu perusahaan
Sumber: Produsen Feronikel Utama Sultra, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Grafik 1.20 Produksi Feronikel Grafik 1.21 Kredit Industri Sulawesi Tenggara
5.791
70,56%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
-
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Produksi feni g Produksi feni
Volume (WMT) yoy402,32
125,6%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
140%
-
50
100
150
200
250
300
350
400
450
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
Kredit Industri g Kredit Industri (sb. Kanan)
Rp Miliar yoy
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
21
industri pengolahan terbesar di Sulawesi
Tenggara mengalami peningkatan. Pada periode
laporan, produksi feronikel di perusahaan
tersebut mampu tumbuh positif sebesar 79,3%
(yoy), jauh lebih tinggi daripada periode
sebelumnya yang tercatat mengalami kontraksi
cukup dalam mencapai 20,1% (yoy) (Grafik 1.20).
Sementara untuk industri manufaktur mikro dan
kecil, salah satu industri yang tercatat
mengalami peningkatan adalah industri
makanan seiring dengan meningkatnya
konsumsi makanan dan minuman pada
komponen konsumsi rumah tangga.
Peningkatan tersebut didorong oleh
peningkatan permintaan masyarakat seiring
dengan perayaan Hari Raya Idul Fitri dan Hari
Raya Idul Adha di periode laporan.
Sejalan dengan akselerasi yang terjadi pada
lapangan usaha tersebut, penyaluran kredit
lapangan usaha industri pengolahan mengalami
akselerasi yang cukup tinggi. Pada triwulan III
2016, outstanding kredit ke lapangan usaha
industri pengolahan mampu mencapai Rp402,3
miliar atau meningkat sebesar Rp2,2 miliar jika
dibandingkan dengan periode sebelumnya
(Grafik 1.21).
Tracking Triwulan IV 2016 & Tahun 2016
Pada periode mendatang, kondisi lapangan
usaha industri pengolahan diperkirakan
mengalami sedikit perlambatan. Pertumbuhan
pada lapangan usaha tersebut pada triwulan IV
2016 diprakirakan akan tumbuh pada kisaran
11,3% (yoy). Perlambatan tersebut utamanya
disebabkan oleh tingginya realisasi produksi
feronikel pada triwulan III. Hal ini menunjukkan
bahwa peningkatan yang diperkirakan terjadi
produksi pertambangn ore nickel tidak langsung
berpengaruh terhadap kinerja produksi
pengolahan tetapi bergantung juga pada
permintaan dan ketersediaan stock hasil
produksi sebelumnya.
Berdasarkan data prognosa dari salah satu
produsen nikel olahan di Sulawesi Tenggara di
triwulan mendatang hanya akan melakukan
produksi sebesar 4.906 MWT untuk memenuhi
target produksi pada tahun 2016. Kondisi
tersebut menyebabkan pertumbuhan produksi
feronikel hanya mencapai 12,2% (yoy) atau
menurun dibandingkan periode triwulan III.
Selain itu, untuk industri manufaktur mikro dan
kecil diperkirakan juga akan mengalami
perlambatan laju pertumbuhan akibat konsumsi
rumah tangga yang cenderung menurun di akhir
tahun 2016.
Dengan demikian, selama tahun 2016 kinerja
lapangan usaha ini diperkirakan dapat tumbuh
sebesar 9,8% (yoy), lebih tinggi daripada tahun
2015 yang hanya tumbuh sebesar 7,7% (yoy).
Peningkatan tersebut terutama disumbangkan
oleh perbaikan kinerja selama semester II 2016
seiring dengan kembali naiknya permintaan
nikel olahan dan harga nikel internasional.
1.3.4. Perdagangan Besar dan Eceran
Realisasi Triwulan III 2016
Kinerja lapangan usaha perdagangan besar dan
eceran pada triwulan III 2016 tercatat mampu
tumbuh positif sehingga mampu menahan laju
perlambatan yang lebih dalam. Pada triwulan
tersebut lapangan usaha perdagangan besar
dan eceran mampu tumbuh sebesar 19,2%
(yoy), meningkat dibandingkan triwulan
22
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 7,5%
(yoy). Percepatan yang terjadi pada triwulan ini
disebabkan oleh peningkatan perdagangan
domestik maupun ekspor sejalan dengan
perbaikan kinerja lapangan usaha industri
pengolahan.
Hal tersebut tercermin dari meningkatnya
aktivitas bongkar muat yang mendominasi
kegiatan di pelabuhan Kendari. Dari data PT.
Pelindo IV, diketahui bahwa pada triwulan III
2016 pertumbuhan arus muat barang tercatat
mengalami akselerasi sebesar 26,2% (yoy).
Kondisi tersebut menunjukkan adanya
perbaikan karena periode sebelumnya
mengalami kontraksi sebesar 5,4%. Sejalan
dengan aktivitas muatnya, aktivitas bongkar
barang juga tercatat mengalami peningkatan
dan tumbuh sebesar 35,8% (yoy) (Grafik 1.24).
Secara total, aktivitas di pelabuhan Kendari
sebagai salah satu sentra aktivitas bongkar-muat
di Sulawesi Tenggara tercatat tumbuh sebesar
34,1% (yoy), lebih tinggi dibandingkan kinerja di
triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh
sebesar 21,9% (yoy).
Sementara itu, kinerja perdagangan ekspor luar
negeri pada periode laporan juga mengalami
akselerasi sehingga menambah laju
pertumbuhan lapangan usaha perdagangan
besar dan eceran. Pada triwulan III 2016, total
ekspor provinsi Sulawesi Tenggara tercatat
sebesar 24.391 ton atau masih tumbuh positif
sebesar 3,4% (yoy) (Grafik 1.22).
Pada triwulan tersebut, komoditas utama yang
menyebabkan akselerasi pertumbuhan pada
kategori perdagangan adalah komoditas
feronikel. Ekspor komoditas feronikel tercatat
sebesar 24.019 ton lebih tinggi dibandingkan
periode sebelumnya yang hanya dapat
mengeskpor 22.231 ton. Sementara itu, ekspor
komoditas perikanan dan aspal tercatat
mengalami penurunan. Pada triwulan III ekspor
komoditas perikanan tercatat sebesar 353,4 ton
atau berkurang sebesar 233,2 ton dibandingkan
periode sebelumnya. Sedangkan untuk
komoditas aspal, Sultra tercatat hanya
melakukan ekspor sebesar 18 ribu ton, jauh
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya
yang mampu ekspor sebesar 81,8 ribu ton.
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.22 Volume Ekspor Sulawesi Tenggara Grafik 1.23 Transaksi Perdagangan Luar Negeri
48,24
-35,2%
-80%
-70%
-60%
-50%
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
-
20
40
60
80
100
120
140
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Ekspor Sultra g Ekspor Sultra
Volume (ribu ton) yoy
51
17
-
20
40
60
80
100
120
140
160
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Nilai Eksport Nilai Import
Juta USD
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
23
Sejalan dengan akselerasi pada lapangan usaha
perdagangan, laju pertumbuhan penyaluran
kredit ke lapangan usaha tersebut juga
mengalami peningkatan. Pada periode laporan
total penyaluran kredit pada lapangan usaha
tersebut tercatat sebesar Rp4,8 triliun atau
tumbuh sebesar 16,4% (yoy), terakselerasi
dibandingkan periode sebelumnya yang hanya
tumbuh sebesar 15,9%(yoy) (Grafik 1.25).
Tracking Triwulan IV 2016 & Tahun 2016
Memasuki triwulan IV, kinerja usaha
perdagangan besar dan eceran diperkirakan
masih tumbuh cukup tinggi namun terdapat
indikasi kecenderungan menurun yakni sebesar
8,0% (yoy). Perlambatan kinerja usaha tersebut
dipengaruhi oleh penurunan perdagangan
domestik sejalan dengan adanya indikasi
penurunan daya beli masyarakat di akhir tahun
2016. Hal tersebut sejalan dengan hasil SK, yang
menyebutkan bahwa indeks perkiraan
pengeluaran triwulan IV yang menurun dari
168,7 menjadi 146,0. Sementara untuk
pedagangan luar negeri masih diperkirakan
mengalami akselerasi akibat adanya
peningkatan ekspor komoditas unggulan
Sulawesi Tenggara seperti nikel olahan dan
komoditas perikanan.
Dengan melihat kondisi tersebut, selama tahun
2016 kinerja lapangan usaha ini diperkirakan
dapat tumbuh sebesar 10,5% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya
tumbuh sebesar 7,4% (yoy). Peningkatan
tersebut terjadi seiring dengan masih kuatnya
optimisme konsumen dan juga mulai
membaiknya aktivitas perdagangan ekspor.
1.3.5. Konstruksi
Realisasi Triwulan III 2016
Pada triwulan III 2016, kinerja lapangan usaha
konstruksi tercatat mengalami perlambatan dan
menajdi salah satu penyebab dari perlambatan
perekonomi Sulawesi Tenggara secara umum.
Pada periode tersebut, pertumbuhan usaha
konstruksi mencapai 8,9% (yoy), lebih rendah
dibandingkan kinerja periode sebelumnya yang
tumbuh sebesar 10,9% (yoy). Kondisi tersebut
terjadi karena adanya penurunan realisasi
pembangunan oleh pemerintah daerah. Namun
Sumber: PT Pelindo, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 1.24 Pertumbuhan Aktivitas Bongkar Muat
Pelabuhan Kendari Grafik 1.25 Kredit Perdagangan Sulawesi Tenggara
35,8%
26,2%
-150%
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
250%
300%
350%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014 2015 2016
Arus bongkar Arus muat
%, yoy
4.818,95
16,4%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
-
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
Kredit Perdagangan g Kredit Perdagangan (sb. Kanan)
Rp Miliar yoy
24
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
masih tingginya realisasi pembangunan yang
dilakukan oleh swasta dapat menahan terjadinya
perlambatan lebih dalam.
Dari sisi realisasi pembangunan pemerintah,
rendahnya realisasi proyek pembangunan
disebabkan karena adanya penundaan transfer
DAU dari pemerintah pusat sehingga menunda
realisasi pembangunan proyek- proyek
pemerintah. Hal ini terlihat dari realisasi belanja
modal pemerintah daerah yang hanya mencapai
48,5% pada triwulan III 2016, jauh menurun
dibandingkan realisasi yang sama di tahun
sebelumnya yang mampu mencapai 66,9%.
Capaian realisasi yang masih rendah adalah
pada realisasi belanja bangunan dan gedung
(56,8%) dan belanja jalan, irigasi dan jaringan
(40,9%). Padahal pangsa dari anggaran kedua
belanja tersebut mencapai 91,6% dari total
anggaran belanja modal.
Dari sisi realisasi pembangunan proyek swasta,
berdasarkan hasil liaison diperoleh informasi
bahwa beberapa realisasi proyek pembangunan
smelter masih dihentikan pada semester I 2016
seiring dengan belum optimalnya harga
komoditas nikel olahan saat ini di pasar dunia.
Kontak liaison mengatakan bahwa
pembangunan akan dilanjutkan apabila harga
nikel dunia telah kembali pulih.
Perlambatan laju pertumbuhan lapangan usaha
konstruksi tersebut juga tercermin dari konsumsi
semen di Sulawesi Tenggara yang mengalami
perlambatan. Pada triwulan III 2016 konsumsi
semen di Sulawesi Tenggara sebanyak 157,9 ton
atau hanya tumbuh sebesar 10,4% (yoy),
mengalami penurunan jika dibandingkan
periode sebelumnya yang mampu tumbuh
sebesar 26,8%(yoy).
Selajan dengan dengan perlambatan laju
pertumbuhan ekonomi, penyaluran kredit pada
lapangan usaha tersebut juga mengalami
perlambatan. Pada triwulan III 2016,
outstanding kredit ke lapangan usaha konstruksi
mencapai Rp1.003,5 triliun atau mengalami
pertumbuhan sebesar 67,2% (yoy). Kondisi
tersebut mengalami perlambatan dibandingkan
dengan periode sebelumnya yang mampu
tumbuh sebesar 87,4% (yoy).
Tracking Triwulan IV 2016 & Tahun 2016
Pada triwulan IV 2016, lapangan usaha
kontruksi diperkirakan akan mengalami
akselerasi kembali seiring adanya peningkatan
kegiatan investasi di Sulawesi Tenggara. Pada
triwulan mendatang lapangan usaha tersebut
diperkirakan mampu tumbuh sebesar 9,6%
(yoy). Peningkatan tersebut terjadi baik dari
pembangunan proyek pemerintah maupun dari
pembangunan proyek swasta. Telah selesainya
proses pengadaan proyek-proyek pemerintah di
periode sebelumnya mengakibatkan proses
pengerjaan di periode mendatang diperkirakan
akan meningkat. Sementara itu, pembangunan
proyek smelter kembali akan dilanjutkan seiring
dengan mulai meningkatnya harga nikel.
Dengan demikian, selama tahun 2016 kinerja
lapangan usaha ini diperkirakan tidak setinggi
tahun sebelumnya, yaitu hanya dapat tumbuh
sebesar 10,0% (yoy). Hal ini seiring dengan
melambatnya kegiatan pembangunan
infrastruktur dari pemerintah.
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
25
1.3.6. Transportasi dan Pergudangan
Realisasi Triwulan III 2016
Lapangan usaha transportasi dan pergudangan
Sulawesi Tenggara tercatat tumbuh sebesar
17,0% (yoy) pada triwulan III 2016 setelah pada
periode sebelumnya tumbuh sebesar 15,2%
(yoy). Peningkatan tersebut disebabkan oleh
adanya arus balik Hari Raya Idul Fitri pada
periode laporan. Hal tersebut terkonfirmasi oleh
peningkatan jumlah penumpang kapal laut.
Berdasarkan data dari otoritas perhubungan,
jumlah penumpang angkutan laut di triwulan III
tercatat sebesar 154,3 ribu jiwa atau
terakselerasi sebesar 7,1% (yoy), jumlah tersebut
meningkat sebesar 2,7 ribu dibandingkan
periode sebelumnya.
Tracking Triwulan IV 2016 & Tahun 2016
Memasuki triwulan IV mendatang, lapangan
usaha transportasi dan pergudangan
diperkirakan akan tumbuh stabil jika
dibandingkan dengan triwulan III yakni tumbuh
sebesar 16,7 % (yoy). Stabilnya pertumbuhan
tersebut disebabkan oleh adanya libur natal dan
akhir tahun.
Seiring dengan hal tersebut, kinerja lapangan
usaha ini selama tahun 2016 diperkirakan dapat
tumbuh sebesar 15,4% (yoy), lebih tinggi
daripada tahun lalu yang hanya tumbuh sebesar
7,5% (yoy). Hal ini didukung oleh kinerja yang
tinggi sejak triwulan II 2016 seiring dengan
mulai meningkatnya konsumsi masyarakat.
Sumber: Pelindo IV, diolah
Grafik 1.26 Arus Penumpang Kapal Laut
154
7,07%
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
-
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Th
ou
sa
nd
s
Penumpang kapal
orang (ribu)
26
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
Halaman ini sengaja dikosongkan
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
TRIW
ULA
N I 2
016
KONDISI
FISKAL DAERAH
Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBD) Provinsi Sulawesi
Tenggara pada tahun 2016 mengalami peningkatan jika
dibandingkan dengan anggaran tahun 2015.
Pada triwulan III 2016, realisasi pendapatan APBD Provinsi
Sulawesi Tenggara mencapai sebesar 73,6%, menurun
dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya
yang tercatat sebesar 80,6%.
Sejalan dengan kondisi tersebut, realisasi belanja APBD
Provinsi Sulawesi Tenggara juga mengalami penurunan dari
68,3% menjadi 60,3% di periode laporan.
Bab 2
29
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
2.1. STRUKTUR ANGGARAN APBD TAHUN
2016
Anggaran pendapatan dan belanja pada APBD
2016 meningkat relatif tinggi dibandingkan
tahun 2015. Dari sisi pendapatan, pada tahun
2016 diestimasikan pendapatan pemerintah
daerah sebesar Rp2,6 triliun atau meningkat
sebesar 17,0% dibandingkan dengan anggaran
tahun sebelumnya. Peningkatan tersebut
terutama terjadi pada pos dana penyesuaian dan
Dana Alokasi Khusus (DAK). Anggaran dana
penyesuaian bertambah sebesar Rp165 miliar
atau mengalami peningkatan sebesar 40,5%.
Sementara untuk DAK mengalami penambahan
sebesar Rp117 miliar atau meningkat sebesar
159,8% jika dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Adapun anggaran pos Pendapatan
Asli Daerah (PAD) ditargetkan sebesar Rp558,4
miliar atau meningkat 5,8% dibandingkan
anggaran tahun 2015. Sumber anggaran PAD
utamanya berasal dari komponen pajak daerah
yang mencapai 81,6% dari total pendapatan asli
daerah.
Sementara itu dari sisi belanja, tercatat anggaran
belanja tahun 2016 sebesar Rp2,8 triliun atau
meningkat 20,3% dibandingkan anggaran
belanja tahun 2015. Peningkatan anggaran
belanja pada tahun 2016 tersebut didorong oleh
meningkatnya anggaran belanja modal sebesar
Rp802,2 miliar. Hal tersebut sejalan dengan
upaya pemerintah daerah untuk meningkatkan
kuantitas dan kualitas infrastruktur di Sulawesi
Tenggara.
Secara historis, APBD Provinsi Sulawesi Tenggara
selalu mencatatkan defisit sejak tahun 2010.
Namun pada APBD tahun 2016, defisit anggaran
tercatat lebih tinggi jika dibandingkan tahun
sebelumnya. Defisit APBD tahun 2016 adalah
sebesar Rp127,6 miliar atau meningkat
sebanyak Rp 84,3 miliar dibandingkan dengan
periode sebelumnya yang tercatat sebesar
Rp43,3 miliar.
2.2. PERKEMBANGAN REALISASI
ANGGARAN APBD PROVINSI
2.2.1. Realisasi Anggaran Pendapatan
Realisasi pendapatan Pemerintah Provinsi
Sulawesi Tenggara terhadap anggaran yang
disediakan pada triwulan III 2016 relatif lebih
rendah jika dibandingkan realisasi pendapatan
Sumber: BPKAD Prov. Sultra, diolah Sumber: BPKAD Prov. Sultra, diolah
Grafik 2.1 Perkembangan Tahunan Anggaran
Pendapatan Provinsi Sulawesi Tenggara Grafik 2.2 Perkembangan Tahunan Anggaran Belanja
Provinsi Sulawesi Tenggara
2.641
17,0
0
5
10
15
20
25
30
35
40
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Pendapatan Growth Pendapatan (sb kanan)
Rp Miliar % yoy
2.769
20,3
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Belanja Growth Belanja (sb kanan)
Rp Miliar % yoy
30
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
pemerintah daerah di periode yang sama tahun
sebelumnya. Pendapatan Pemerintah Provinsi
Sulawesi Tenggara di triwulan III 2016 terealisasi
senilai Rp1,94 triliun, atau sebesar 73,6% dari
target total pendapatan dalam APBD 2016.
Angka serapan tersebut tercatat jauh lebih
rendah jika dibandingkan dengan realisasi di
triwulan III 2015 yang tercatat mampu mencapai
80,6% dari target dalam APBD tahun 2015 atau
sebesar Rp1,88 triliun.
Menurunnya realisasi pendapatan daerah
tersebut disebabkan oleh penurunan realisasi
pendapatan transfer. Pendapatan transfer
hingga bulan September 2016 tercatat hanya
mampu terealisasi sebesar 72,2 % dari total
target dalam APBD tahun 2016 atau sebesar
Rp1,5 triliun. Padahal pada periode yang sama
tahun 2015, realisasi pendapatan mencapai
80,8% dari total target pendapatan transfer
tahun 2015 atau sebesar Rp1,44 triliun.
Menurunnya realisasi pendapatan terhadap
target tersebut selain disebabkan oleh
meningkatnya target pendapatan transfer dari
Rp1,7 triliun menjadi Rp2,1 triliun di tahun
2016, juga disebabkan oleh penurunan realisasi
pendapatan Dana Alokasi Umum (DAU) serta
Dana Alokasi Khusus (DAK). Hingga bulan
September 2016, DAU hanya terealisasi sebesar
Rp891,8 miliar atau sebesar 74,3% dari target.
Sedangkan untuk DAK hingga akhir triwulan III
masih terealisasi sebesar Rp98,7 miliar (51.7%
dari target). Adanya penurunan pencapaian
tersebut disebabkan adanya penundaan transfer
dari pemerintah pusat.
Sementara untuk realisasi Pendapatan Asli
Daerah (PAD) sampai dengan triwulan III 2016
tercatat sebesar 446,8 miliar atau sebesar 80%
dari total APBD tahun 2016. Capaian tersebut
meningkat jika dibandingkan dengan periode
yang sama pada tahun 2015 yang hanya mampu
mencapai 78,1% dari target total pendapatan
dalam APBD tahun 2015. Peningkatan
pencapaian tersebut disebabkan oleh adanya
peningkatan pencapaian pendapatan terutama
Tabel 2.1 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara Triwulan III
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah
AnggaranRealisasi
(Miliar Rp)Serap (%) Anggaran
Realisasi
(Miliar Rp)Serap (%) Anggaran
Realisasi
(Miliar Rp)Serap (%)
PENDAPATAN 2.136,55 1.632,46 76,41 2.342,79 1.887,82 80,58 2.641,12 1.942,86 73,56
PENDAPATAN ASLI DAERAH 570,19 340,29 59,68 539,90 421,40 78,05 558,39 446,79 80,01
Pendapatan Pajak Daerah 467,50 281,20 60,15 415,49 350,69 84,41 455,62 371,60 81,56
Hasil Retribusi Daerah 23,04 13,57 58,91 16,67 13,33 79,99 10,07 9,29 92,26
Hasil Pengelolaan yang Dipisahkan 24,00 23,32 97,15 23,45 22,89 97,61 23,45 24,27 103,49
Lain-lain PAD 55,65 22,19 39,88 84,30 34,49 40,92 69,26 41,63 60,11
PENDAPATAN TRANSFER 1.526,47 1.292,17 84,65 1.785,51 1.443,49 80,84 2.071,73 1.496,07 72,21
Transfer Pemerintah Pusat 1.212,20 983,66 81,15 1.383,88 1.141,91 82,52 1.498,36 1.066,17 71,16
Dana Bagi Hasil Pajak 60,04 52,80 87,94 66,42 18,87 28,41 62,45 39,14 62,67
Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 39,77 35,20 88,51 54,64 73,57 134,64 44,36 36,53 82,34
Dana Alokasi Umum 1.053,64 878,03 83,33 1.176,42 980,35 83,33 1.200,63 891,83 74,28
Dana Alokasi Khusus 58,75 17,63 30,00 86,40 69,12 80,00 190,92 98,67 51,68
Transfer Pemerintah Pusat Lainnya 314,27 235,28 74,86 401,63 301,58 75,09 573,36 429,90 74,98
Dana Otonomi Khusus - - - - - - - - -
Dana Penyesuaian 314,27 235,28 74,86 401,63 301,58 75,09 573,36 429,90 74,98
LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 39,89 - - 17,38 22,92 131,89 11,00 - -
Pendapatan Hibah 39,89 - - 17,38 - - 11,00 - -
Pendapatan Dana Darurat - - - - - - - - -
Pendapatan Lainnya - - - - 22,92 - - - -
U R A I A N
APBD 2014 APBD 2015 APBD 2016
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
31
pada pendapatan pajak daerah yang meningkat.
Hingga triwulan III 2016 pendapatan pajak
daerah Sulawesi Tenggara mencapai Rp371,6
milliar, mengalami peningkatan dibandingkan
periode tahun lalu yang hanya mencapai
Rp350,7 miliar.
Sumber terbesar realisasi PAD Sulawesi
Tenggara masih berasal dari pendapatan pajak
daerah. Hingga periode laporan Pemerintah
Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara telah mampu
merealisasikan pajak daerah mencapai 81,6%
dari total target pendapatan pajak daerah di
tahun 2016. Adapun pajak daerah yang
dipungut oleh provinsi diantaranya adalah pajak
kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan
bermotor, pajak bahan bakar kendaraan
bermotor, pajak air permukaan dan pajak rokok.
Selain itu, realisasi hasil pengeloaan yang
dipisahkan juga sudah mencapai 103,5% dari
target. Pos pendapatan ini berasal dari badan
usaha milik daerah (BUMD) yang dimiliki oleh
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara.
Sumber: Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa , diolah Sumber: Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa , diolah
Grafik 2.3 Perkembangan Kondisi Keuangan Antara
Realisasi dan Target Bulanan APBD Sulawesi
Tenggara
Grafik 2.4 Perkembangan Penyelesaian Fisik Pengadaan Antara Realisasi dan Target Bulanan APBD
Sulawesi Tenggara
Tabel 2.2 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Belanja Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara Triwulan III
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah
0%
25%
50%
75%
100%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2015 . 2016Target Realisasi
0%
25%
50%
75%
100%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112
2015 . 2016
Target Realisasi
AnggaranRealisasi
(Miliar Rp)Serap (%) Anggaran
Realisasi
(Miliar Rp)Serap (%) Anggaran
Realisasi
(Miliar Rp)Serap (%)
BELANJA 2.450,85 1.140,93 46,55 2.300,96 1.578,82 68,62 2.768,76 1.668,44 60,26
BELANJA OPERASI 1.453,54 843,35 58,02 1.445,49 1.043,75 72,21 1.699,15 1.161,47 68,36
Belanja Pegawai 576,08 362,57 62,94 593,62 423,05 71,27 622,06 448,87 72,16
Belanja Barang 406,15 166,24 40,93 313,54 240,87 76,82 385,93 222,69 57,70
Belanja Bunga 25,54 19,33 75,68 24,16 17,90 74,06 18,55 16,49 88,89
Belanja Hibah 326,75 239,53 73,31 412,99 312,09 75,57 584,66 436,85 74,72
Belanja Bantuan Keuangan 119,01 55,68 46,78 101,18 49,85 49,27 87,95 36,57 41,58
BELANJA MODAL 727,63 171,62 23,59 592,53 396,38 66,90 802,24 388,83 48,47
Belanja Tanah 42,35 - - 21,81 12,77 58,57 11,00 9,94 90,35
Belanja Peralatan dan Mesin 49,46 6,49 13,12 51,72 89,95 173,91 55,42 33,73 60,86
Belanja Bangunan dan Gedung 198,61 58,10 29,25 185,48 90,32 48,69 275,72 156,47 56,75
Belanja Jalan, irigasi dan Jaringan 436,02 106,88 24,51 331,64 203,00 61,21 459,06 188,09 40,97
Belanja Aset Tetap Lainnya 1,17 0,14 12,30 1,89 0,34 18,25 1,04 0,61 59,07
BELANJA TIDAK TERDUGA 20,00 - - 38,03 - - 25,25 - -
Belanja Tak Terduga 20,00 - - 38,03 - - 25,25 - -
TRANSFER 249,68 125,96 50,45 224,91 138,68 61,66 242,12 118,14 48,79
Transfer Bagi hasil ke Kab/Kota 249,68 125,96 50,45 224,91 138,68 61,66 242,12 118,14 48,79
Bagi Hasil Pajak - - - - - - - - -
APBD 2015APBD 2014
U R A I A N
APBD 2014
32
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
2.2.2. Realisasi Anggaran Belanja
Sejalan dengan kinerja di sisi pendapatan,
penyerapan anggaran belanja APBD Provinsi
Sulawesi Tenggara pada triwulan III 2016 juga
tercatat lebih rendah dibandingkan dengan
realisasi anggaran di triwulan III 2015. Realisasi
belanja Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara
pada periode laporan mencapai 60,3% atau
sebesar Rp1,7 triliun, lebih rendah dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya yang
mampu merealisasikan anggaran sebesar
68,7%.
Penurunan tersebut terjadi pada realisasi belanja
operasional maupun belanja modal. Realisasi
belanja operasional mencapai 68,4% atau
sebesar Rp1,2 triliun. Rendahnya pencapaian
tersebut disebabkan oleh belum optimalnya
realisasi belanja barang yang hanya mencapai
57,7%.
Sedangkan, realisasi belanja modal pada periode
laporan juga menunjukkan kinerja yang kurang
maksimal dengan tingkat realisasi 48,5% atau
sebesar Rp388,8 miliar. kondisi tersebut jauh
menurun dibandingkan dengan periode yang
sama pada tahun sebelumnya yang dapat
mencapai 66,9%. Penurunan tersebut
disebabkan oleh rendahnya realisasi belanja
bangunan dan gedung yang mencapai 56,8%
dan juga belanja jalan, irigasi dan jaringan yang
hanya sebesar 40,9%
Berdasarkan data Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa Daerah (LKPP), kinerja
keuangan per bulan untuk Provinsi Sulawesi
Tenggara selama triwulan III 2016 relatif rendah
dibandingkan dengan target yang ditetapkan.
Sampai dengan triwulan III 2016, kondisi
realisasi keuangan Pemprov Sultra baru
mencapai 61,6% jauh di bawah target 84,9%.
Sementara itu kondisi penyelesaian fisik baru
mencapai 49,1%, jauh di bawah target 87,0%.
Namun pencapaian tersebut lebih tinggi jika
dibandingkan periode tahun sebelumnya yang
hanya mencapai 56,9% untuk realisasi
keuangan dan 41,7% untuk realisasi fisik.
Sementara untuk proses pengadaan barang dan
jasa hingga akhir triwulan III 2016 tercatat
bahwa dari total aktivitas strategis yang terdiri
dari 818 paket atau senilai Rp1,4 triliun, hanya
sebanyak 44,01% yang berstatus provisional
hand over (PHO) atau telah di lakukan serah
terima. Sedangkan yang sedang dalam tahap
pelaksanaan mencapai 21,3%. Sementara untuk
yang dalam tahap tanda tangan kontak dan
proses pengadaan masing-masing tercatat
sebesar 1,2% dan 0,6%. Sementara untuk
sisanya 32,9% atau sebanyak 269 belum dalam
tahap pengadaan.
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
Inflasi Sulawesi Tenggara pada Triwulan III 2016 mengalami
penurunan dari 4,12% (yoy) di triwulan sebelumnya menjadi
3,28% (yoy).
Penurunan laju inflasi Sulawesi Tenggara tersebut disebabkan
oleh penurunan inflasi yang terjadi di Kota Kendari. Sementara
daerah lain yang merupakan kota perhitungan inflasi, yaitu
Kota Baubau mengalami peningkatan.
Sumber utama penurunan inflasi tersebut adalah penurunan
harga bahan pangan seiring telah kembali normalnya
permintaan masyarakat pasca Bulan Ramadhan dan perayaan
Hari Raya Idul Fitri.
Upaya pengendalian inflasi difokuskan untuk meningkatkan
koordinasi dan komunikasi seluruh TPID Kota/Kabupaten dan
TPID Provinsi. Selain itu, dilakukan pula upaya untuk menjaga
ekspektasi masyarakat terhadap harga kebutuhan strategis
terutama pada saat perayaan Hari Besar Keagamaan.
Bab 3
35
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
1Angka inflasi Sulawesi Tenggara merupakan perhitungan agregasi oleh KPw BI Sulawesi Tenggara berdasarkan data IHK (indeks harga konsumen) Kota Kendari dan Kota Baubau yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik.
Grafik 3.1 Pergerakan Inflasi Tahunan Sulawesi Tenggara
Grafik 3.2 Pergerakan Inflasi Tahunan Sultra Berdasarkan Kelompok
3,28%
3,07%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
10%
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Sultra Nasional
-5,00
0,00
5,00
10,00
15,00
Ba
ha
n M
akan
an
Ma
kan
an J
ad
i
Pe
rum
ah
an
Sa
nd
ang
Ke
seh
ata
n
Pe
nd
idik
an
Tra
nspo
r
Tw II Tw III
1,040,87
0,26 0,32 0,240,50
0,07
0,00
0,50
1,00
1,50
% y
oy
% a
nd
il
36
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
Grafik 3.3 Pergerakan Inflasi Tahunan Kota Kendari dan
Kota Baubau Berdasarkan Kelompok Grafik 3.4 Perbandingan Kinerja Inflasi Tahunan Pada
Triwulan III 2016 dan Tracking Oktober 2016
-5,00
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
-5,00
0,00
5,00
10,00
15,00
Ba
ha
n M
akan
an
Ma
kan
an J
ad
i
Pe
rum
ah
an
Sa
nd
ang
Ke
seh
ata
n
Pe
nd
idik
an
Tra
nspo
r
Tw II Tw III
% y
oy
% y
oyKendari
Baubau
3,09%3,77% 3,28% 3,07%
3,47%3,58%
5,28%
4,04%3,31%
3,19%
Kendari Baubau Sultra Nasional KawasanTimur
Tw III 2016 Okt-16
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
37
Grafik 3.5 Pergerakan dan Pola Inflasi BulananSulawesi
Tenggara Grafik 3.6 Pergerakan Inflasi Bulanan Kota Kendari dan
Kota Baubau Triwulan III 2016
0,99
-0,19
0,06
-1,5
-1
-0,5
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2014 2015 2016
%, mtm
Tw III
0,77
1,54
0,01
-0,72
-0,01
0,27
-1,00
-0,50
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
Kendari Baubau
Jul-16 Aug-16 Sep-16
%, mtm
38
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
Grafik 3.7 Perkembangan Inflasi Tahunan Berdasarkan
Disagregasi Inflasinya Grafik 3.8 Indeks Pengeluaran Konsumen Berdasarkan
Kelompok Inflasi
(4)
(2)
-
2
4
6
8
10
12
14
16
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2015 2016
Inflasi Umum Inflasi Inti
Volatile Food Administered Prices
inflasi (%,yoy)
100,0
125,0
150,0
175,0
200,0
Bah
an
ma
kana
n
Ma
kanan
jadi
Peru
ma
ha
n,
Bah
an
Ba
kar
San
da
ng
Keseh
ata
n
Tra
nspo
r
Pen
did
ika
n,
Rekre
asi
Jul Aug Sep
indeks pengeluaran(moving 3 bulan)
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
39
2Analisis disagregasi membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi non-inti (volatile food dan administered prices). Hal ini dilakukan untuk menghasilkan indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental.
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
43
BOKS 1. PUSAT INFORMASI HARGA PANGAN STRATEGIS (PIHPS)
Sebagai salah satu upaya pengendalian inflasi, Bank Indonesia bersama dengan Kemenko
Perekonomian dan Kementrian Dalam Negeri dalam wadah Tim Pengendalian Inflasi meluncurkan
Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) dengan alamat http:\\hargapangan.id
PIHPS tersebut merupakan salah satu tindaklanjut keputusan Rakornas Tim Pengendalian inflasi
Daerah (TPID) ke III pada tahun 2012. Pada awalnya sejak pertama kali dikembangkan pada tahun
2014 sampai dengan awal tahun 2016, telah terdapat 19 website daerah (yang mencakup 127
kota/kabupaten dan 312 pasar) yang telah terintegasi dengan PIHPS Nasional.
Tujuan dari dilaksanakannya program PIHPS adalah untuk memperluas akses informasi kepada
masyarakat guna mengurangi asimetri informasi, dan mengarahkan ekspektasi pelaku ekonomi,
serta sebagai dasar bagi Pemerintah Daerah dalam melakukan monitoring dan merumuskan
kebijakan stabilisasi harga pangan di daerah.
44
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
Sejak bulan Juli 2016, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara, telah
melaksanakan program PIHPS di Kota Kendari. Survey dilakukan pada dua pasar tradisional yaitu
Pasar Mandonga dan Pasar Kota. Memasuki bulan November 2016, Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara mulai melaksanakan program PIHPS di Kota Baubau. Adapun
pasar yang dijadikan objek survey adalah Pasar Karya Nugraha dan Pasar Wameo.
Pencacahan data harga untuk PIHPS dilakukan setiap hari kerja kepada pedagang pengecer di pasar
tradisional untuk memperoleh informasi mengenai harga 10 komoditi strategis sebagai berikut:
1. Beras
2. Bawang Merah
3. Bawang Putih
4. Cabai Merah
5. Cabai Rawit
6. Daging Sapi
7. Daging Ayam Ras
8. Telur Ayam Ras
9. Gula Pasir
10. Minyak Goreng
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
TRIW
ULA
N II 2016
STABILITAS
KEUANGAN DAERAH
Stabilitas keuangan daerah masih terjaga, terutama dari
ketahanan sektor rumah tangga. Tingkat konsumsi masyarakat
yang masih terjaga, perilaku berutang yang masih normal, dan
risiko kredit yang masih terjaga berdampak minimal pada
sistem keuangan.
Dari sisi sektor korporasi, kinerja korporasi utama sudah mulai
membaik ditengah pelemahan ekonomi global dan mampu
menopang ketahanan sistem keuangan di Sulawesi Tenggara.
Perekonomian yang melambat mempengaruhi kinerja institusi
keuangan, khususnya perbankan di Sulawesi Tenggara. Kinerja
penghimpunan dana pihak ketiga dan penyaluran kredit
mengalami perlambatan. Sementara itu, risiko kredit
menunjukkan peningkatan meskipun masih dalam batas
terkendali.
Bab 4
47
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
4.1. ASESMEN SEKTOR RUMAH TANGGA
4.1.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor
Rumah Tangga
Beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi
keuangan rumah tangga adalah tingkat
pendapatan, tingkat pengangguran, tingkat
konsumsi, dan kondisi pembiayaan/kredit oleh
rumah tangga. Secara umum, tingkat
pendapatan, tingkat pengangguran dan tingkat
konsumsi rumah tangga turut juga dipengaruhi
oleh kinerja perekonomian.
Pada triwulan III 2016, kondisi perekonomian
Sulawesi Tenggara mengalami perlambatan
(lihat Bab 1). Perlambatan tersebut berpengaruh
kepada penurunan aktivitas konsumsi rumah
tangga. Konsumsi rumah tangga pada periode
tersebut tercatat hanya tumbuh sebesar 6,1%
(yoy), lebih rendah daripada periode sebelumnya
yang dapat tumbuh sebesar 6,7% (yoy) (Grafik
4.1). Meskipun melambat namun konsumsi
rumah tangga masih berkontribusi besar
terhadap perekonomian Sulawesi Tenggara
dengan pangsa sebesar 47,2%.
Masih tingginya kontribusi konsumsi rumah
tangga tersebut sejalan dengan masih
optimisnya rumah tangga dalam melakukan
kegiatan konsumsi. Hal ini terlihat dari Indeks
Keyakinan Konsumen (IKK) selama triwulan III
2016 yang mencapai 123,3 (Grafik 4.2).
Faktor yang menyebabkan optimisme konsumen
masih tinggi pada triwulan tersebut adalah
adanya ekspektasi kondisi ekonomi ke depan
yang relatif meningkat (Grafik 4.4). Untuk 6
bulan ke depan, rumah tangga masih
memperkirakan adanya peningkatan
pendapatan/penghasilan. Selain itu, ekspektasi
bahwa lapangan kerja yang tersedia semakin
banyak juga memperkecil kerentanan sektor
rumah tangga dalam sektor keuangan di
Sulawesi Tenggara (Grafik 4.4).
Berdasarkan hasil Survei Konsumen yang
dilakukan oleh KPw BI Sulawesi Tenggara,
peningkatan penghasilan rumah tangga pada
triwulan III 2016 dialami oleh 33% responden,
sementara hanya 2% saja yang mengalami
penurunan penghasilan dan 65% masih
mendapatkan penghasilan yang sama
dibandingkan 6 bulan sebelumnya. Berdasarkan
sektornya, hampir seluruh sektor usaha
mengalami peningkatan penghasilan, kecuali
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Grafik 4.1 Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Terhadap
PDRB Sulawesi Tenggara Grafik 4.2 Indeks Keyakinan Konsumen Rumah Tangga
Sulawesi Tenggara
47,2
7,2
6,1
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
40,0
45,0
50,0
55,0
60,0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2013 2014 2015 2016
Pangsa gKonsumsi RT (sb.kanan)
Pangsa thd PDRB (%) %, yoy
60
70
80
90
100
110
120
130
140
150
160
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9
2014 2015 2016IKK (Keyakinan Konsumen)IKE (Kondisi Ekonomi Saat Ini)IEK (Ekspektasi Konsumen)
indeks
Kenaikan harga BBM
Kenaikan harga BBM
Penurunan harga BBM
Penurunan harga BBM
optim
ispesim
is
Penurunan harga BBM
48
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
sektor kelistrikan, transportasi, dan infokom.
Sementara itu pada rumah tangga yang bekerja
pada sektor jasa persewaan mengalami
penurunan penghasilan hingga 33% dan sektor
kesehatan turun sebesar 11% (Grafik 4.5).
Sumber kerentanan yang berasal dari sisi
penghasilan rumah tangga diperkirakan masih
dapat terjaga pada periode mendatang. Hasil
dari Survey Konsumen juga menunjukkan
bahwa responden masih memperkirakan
terjadinya peningkatan penghasilan di 6 bulan
berikutnya. Secara aggregat, responden
memperkirakan akan terdapat penambahan
gaji/upah sebesar 9,9%. Secara sektoral, rumah
tangga yang bekerja pada sektor jasa keuangan
memiliki optimisme peningkatan penghasilan
yang paling tinggi (15%), diikuti oleh pekerjaan
di bidang perdagangan (11%), dan pendidikan
(11%) (Grafik 4.6).
Sumber kerentanan lainnya adalah terkait
dengan adanya potensi tekanan harga. Pada
awal triwulan IV 2016, rumah tangga
menghadapi tekanan harga dari sisi
administered prices dan bahan makanan (Grafik
4.7). Adanya adjusment tarif listrik dan relatif
tingginya tarif angkutan udara menjelang
liburan akhir tahun mendorong terjadinya inflasi.
Selain itu, tekanan harga bahan pangan pada
masa tersebut relatif tinggi karena gangguan
cuaca. Meskipun demikian, tekanan harga
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Grafik 4.3 Persepsi Rumah Tangga Sultra Terhadap
Kondisi Saat Ini Grafik 4.4 Ekspektasi Rumah Tangga Sultra Terhadap
Ekonomi 6 Bulan Mendatang
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Grafik 4.5 Perubahan Penghasilan Saat Ini
dibandingkan 6 Bulan yang lalu Grafik 4.6 Ekspektasi Peningkatan Gaji/Upah 6 bulan
mendatang Berdasarkan Sektoral
92
140
96 93
119
96 97
133
107
60
70
80
90
100
110
120
130
140
150
KetersediaanLapangan Kerja
Penghasilan SaatIni
PembelianBarang Tahan
LamaJuli 16 Agst 16 Sept 16
indeks
optim
ispesim
is
146
128
143144 146
124
157 154162
60
80
100
120
140
160
180
EkspektasiPenghasilan
EkspektasiLapangan Kerja
EkspektasiKegiatan Usaha
Est Jan 17 Est Feb 17 Est Mar 17
indeks
optim
ispesim
is
33%50%
67%0%
29%34%
0%33%
0%18%
25%17%16%
64%11%
100%37%
0%
5%0%0%
0%3%
33%
11%
2%
0% 20% 40% 60% 80% 100%
PertanianPertambangan
IndustriListrik
KonstruksiPerdaganganTransportasi
Hotel RestoranInfokom
Jasa KeuanganJasa Profesional
PersewaanPemerintahan
PendidikanKesehatan
KebudayaanLainnya
Perorangan
Lebih baik Sama Lebih Buruk
10
10 107
1110 10 10
15
10
8 5
1110
71310
0
5
10
15
20
25
Pe
rtan
ian
Pe
rtam
ba
ng
an
Indu
str
i
Lis
trik
Ko
nstr
uksi
Perd
ag
anga
n
Tra
nspo
rta
si
Ho
tel R
esto
ran
Info
kom
Jasa K
eu
an
ga
n
Jasa P
rofe
sio
na
l
Pe
rse
wa
an
Pe
me
rinta
han
Pe
nd
idik
an
Ke
se
hata
n
Ke
bu
da
ya
an
Lain
nya
Pe
rora
ng
an
% kenaikanmax
rata-rata
min
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
49
selama triwulan IV 2016 diperkirakan akan
semakin menurun pada bulan November dan
Desember (Grafik 4.8).
4.1.2. Kinerja Keuangan Rumah Tangga
Secara umum, penggunaan keuangan rumah
tangga lebih banyak ditujukan untuk keperluan
konsumsi. Pada triwulan III 2016, pengeluaran
untuk konsumsi mengambil porsi sebesar
51,4%, lebih rendah dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya (Grafik 4.9). Selain itu, dana
rumah tangga yang ditabung juga semakin
besar dari 25,1% menjadi 26,9% dari
keseluruhan penggunaan dana rumah tangga.
Berkurangnya konsumsi juga digunakan untuk
membayar cicilan hutang lebih besar. Pada
periode tersebut pangsa dana rumah tangga
yang disisihkan untuk membayar cicilan hutang
bertambah dari 16,4% menjadi 20,1%.
Apabila dilihat berdasarkan pendapatannya,
tingkat pengeluaran konsumsi yang tertinggi
dilakukan oleh kelompok rumah tangga
berpendapatan tertinggi (dengan pengeluaran
>Rp5 juta). Meskipun demikian, terlihat tidak
terdapat diferensiasi yang signifikan pada porsi
konsumsi berdasarkan tingkat pengeluaran.
Diferensiasi yang terlihat signifikan adalah pada
porsi pengeluaran untuk cicilan/pinjaman. Porsi
pembayaran cicilan/pinjaman yang terbesar
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Grafik 4.7 Ekspektasi Perubahan Harga Oleh Rumah
Tangga 3 Bulan Mendatang Grafik 4.8 Ekspektasi Perubahan Harga 3 Bulan
Mendatang Berdasarkan Komoditi
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Grafik 4.9 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga
Sulawesi Tenggara Grafik 4.10 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga
Berdasarkan Pengeluaran/Bulan
-2
-1
0
1
2
3
4
5
120,0
130,0
140,0
150,0
160,0
170,0
180,0
190,0
200,0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2015 2016
Ekspektasi Perubahan Harga (moving 3 bulan)
Inflasi Sultra qtq (sb.kanan)
indeks inflasi %, qtq
Idul Fitri80
100
120
140
160
180
200
Est.Okt 16 Est.Nov 16 Est.Des 16
indeks perubahan harga
Konsumsi Cicilan/Pinjaman Tabungan
Tw III 2016Tw II 2016
56,7%16,4%26,9%
51,4%20,1%28,6%
54,9%
54,3%
48,9%
43,4%
55,3%
11,0%
19,1%
18,1%
30,6%
21,6%
34,1%
26,6%
33,0%
26,0%
23,0%
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Rp1 - 2 jt
Rp2,1 - 3 jt
Rp3,1 - 4 jt
Rp4,1 - 5 jt
>Rp5 jt
Konsumsi Cicilan/Pinjaman Tabungan
Pengelu
ara
n/b
ula
n
50
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
adalah pada rumah tangga yang memiliki
pengeluaran antara Rp4 juta s.d Rp5 juta.
Sementara rumah tangga yang memiliki
pengeluaran di antara Rp1 juta s.d Rp2 juta,
relatif memiliki cicilan/pinjaman yang lebih
rendah dengan pangsa sebesar 11,0% (Grafik
4.10).
Sementara itu jika dilihat dari perilaku berutang,
maka terdapat peningkatan risiko dari sisi kredit
karena secara agregat terjadi peningkatan
jumlah rumah tangga yang memiliki debt service
ratio lebih dari 30% (DSR>30%). Pada triwulan
III 2016, jumlah rumah tangga dengan
DSR>30% bertambah hingga 83,3%,
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Institusi keuangan menilai bahwa rumah tangga
dengan DSR>30% memiliki risiko yang tinggi
dan dapat menjadi penyebab NPL (non
performing loan) (Tabel 4.1).
Di sisi lain, terjadi peningkatan risiko pada
perilaku menabung. Hal ini terlihat dari
bertambahnya jumlah rumah tangga yang tidak
menabung hingga 17,5%, jika dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya (Tabel 4.2). Rumah
tangga yang paling besar peningkatannya dalam
hal tidak menabung berada pada kelompok
pendapatan lebih dari Rp4 juta. Rumah tangga
yang tidak dapat menabung berisiko pada
stabilitas sistem keuangan karena dapat
mengganggu likuiditas institusi keuangan dari
sisi sumber dana.
Tabel 4.1 Dana Rumah Tangga Untuk Membayar Cicilan dan Perubahannya Berdasarkan Tingkat Pengeluaran/Bulan
Tabel 4.2 Dana Rumah Tangga Untuk Menabung dan Perubahannya Berdasarkan Tingkat Pengeluaran/bulan
TMP = Tidak Memiliki Pinjaman/Cicilan TMB = Tidak Menabung * Perubahan triwulan III 2016 dibandingkan triwulan II 2016
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah * Perubahan triwulan III 2016 dibandingkan triwulan II 2016
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
>0-1
0%
10%
-20%
20%
-30%
>30%
0-1
0%
10%
-20%
20%
-30%
>30%
TMB
Rp1 - 2 jt 0,7% 1,0% 2,3% 3,0% 25,3% Rp1 - 2 jt 1,7% 5,0% 7,0% 15,0% 3,7%
Rp2,1 - 3 jt 2,7% 7,0% 2,7% 3,7% 15,0% Rp2,1 - 3 jt 4,7% 6,3% 8,3% 6,7% 5,0%
Rp3,1 - 4 jt 0,3% 2,0% 2,7% 5,3% 17,0% Rp3,1 - 4 jt 3,3% 1,7% 7,3% 10,7% 4,3%
Rp4,1 - 5 jt 0,0% 1,0% 1,0% 2,0% 1,7% Rp4,1 - 5 jt 1,0% 0,7% 2,0% 0,7% 1,3%
>Rp5 jt 1,3% 0,3% 0,7% 0,7% 0,7% >Rp5 jt 0,7% 0,3% 1,0% 0,3% 1,3%
Total 5,0% 11,3% 9,3% 14,7% 59,7% Total 11,3% 14,0% 25,7% 33,3% 15,7%
0-1
0%
10%
-20%
20%
-30%
>30%
TMP
0-1
0%
10%
-20%
20%
-30%
>30%
TMB
Rp1 - 2 jt -66,7% -75,0% 0,0% 50,0% 13,4% Rp1 - 2 jt -50,0% -44,4% 23,5% 32,4% 10,0%
Rp2,1 - 3 jt -27,3% -4,5% -33,3% -8,3% -21,1% Rp2,1 - 3 jt -17,6% -26,9% -16,7% -16,7% -11,8%
Rp3,1 - 4 jt -75,0% -45,5% -50,0% 220% 59,4% Rp3,1 - 4 jt 25,0% -77,3% 15,8% 300,0% 18,2%
Rp4,1 - 5 jt -100% -25,0% 500% 0,0% Rp4,1 - 5 jt 0,0% 0,0% 500,0% -50,0% 300,0%
>Rp5 jt 300% -80,0% 0,0% 100,0% >Rp5 jt 0,0% -80,0% 0,0% 300,0%
Total -34,8% -37,0% -24,3% 83,3% 10,5% Total -15,0% -48,8% 14,9% 40,8% 17,5%
Pengelu
ara
n/
bln
Pengelu
ara
n/
bln
Perubahan DSR*
Pengelu
ara
n/
bln
Triwulan III 2016
Debt Service Ratio (DSR) Tabungan
TMP
Triwulan III 2016
Pengelu
ara
n/
bln
Perubahan Tabungan*
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
51
Meskipun demikian, dari Survey Konsumen juga
dapat diketahui bahwa kondisi keuangan rumah
tangga masih berada dalam batas yang aman.
Sebanyak 96,0% responden menyatakan bahwa
pendapatan yang diterima masih cukup untuk
memenuhi kebutuhan dan membayar cicilan,
bahkan masih terdapat sisa untuk ditabung
guna pemenuhan kebutuhan kesehatan dan
pendidikan.
Sementara itu jika dilihat berdasarkan tingkat
pengeluaran/bulannya, rumah tangga yang
dalam kondisi sangat cukup (masih terdapat
sebagian untuk investasi dan rekreasi) dan lebih
dari cukup (sebagian besar untuk investasi,
berlibur dan membeli kebutuhan tersier) terjadi
pada rumah tangga dengan tingkat pengeluaran
antara Rp4 juta s.d Rp5 juta. Adapun pada
rumah tangga dengan tingkat pengeluaran di
bawah Rp4juta masih terdapat responden pada
kondisi pas-pasan karena pendapatan yang
didapat hanya cukup untuk kebutuhan sehari-
hari tanpa bisa menabung (Grafik 4.11).
Kondisi keuangan rumah tangga diperkirakan
juga akan semakin membaik karena beban
cicilan/pinjaman yang diperkirakan akan
semakin ringan. Pada responden yang memiliki
tingkat pengeluaran antara Rp4,1 juta s.d Rp5
juta terdapat 5,9% responden yang
memperkirakan akan terjadi pengurangan posisi
pinjaman 6 bulan mendatang karena percepatan
pembayaran. (Grafik 4.12).
4.1.3. Dana Pihak Ketiga Perseorangan Di
Perbankan
Sektor rumah tangga masih mendominasi dana
pihak ketiga (DPK) yang berada di perbankan
Sulawesi Tenggara. Hal ini tercermin dari pangsa
DPK perseorangan yang mencapai 66,7% dari
keseluruhan DPK di Sulawesi Tenggara (Grafik
4.13). Seiring dengan pangsanya yang semakin
bertambah, DPK perseorangan juga tumbuh
sebesar 18,6% (yoy), lebih tinggi daripada
pertumbuhan DPK bukan perseorangan yang
terkontraksi sebesar 16,7% (yoy) (Grafik 4.14).
Namun, DPK yang berasal dari perseorangan
maupun dari bukan perseorangan (korporasi
dan pemerintah) sama-sama mengalami tren
penurunan.
Preferensi rumah tangga dalam melakukan
penempatan masih didominasi oleh fasilitas
tabungan dan deposito. Bahkan porsi tabungan
perseorangan pada perbankan Sulawesi
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Grafik 4.11 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga
Sulawesi Tenggara Grafik 4.12 Perkiraan Posisi Pinjaman 6 Bulan
Mendatang
-1,0%
-1,1%
-1,2%
2,1%
1,1%
2,4%
5,9%
1,0%
2,4%
-5,0% 0,0% 5,0% 10,0%
Rp1 - 2 jt
Rp2,1 - 3 jt
Rp3,1 - 4 jt
Rp4,1 - 5 jt
>Rp5 jt
Pas-pasan Sangat Cukup Lebih dari cukup
Penge
luara
n/b
ln
% pangsa
cukup
-4,1%
-6,5%
-6,1%
-2,1%
-1,2%
-5,9%
1,1%
-10,0% -5,0% 0,0% 5,0%
Rp1 - 2 jt
Rp2,1 - 3 jt
Rp3,1 - 4 jt
Rp4,1 - 5 jt
>Rp5 jt
Berkurang Signifikan RencanaBerkurang Signifikan PercepatanBertambah Signifikan Rencana
Penge
luara
n/b
ln
% pangsa
berubah tidak signifikan
52
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
Tenggara mencapai 96,7% dibandingkan
dengan total keseluruhan DPK. Sementara itu
porsi DPK dalam bentuk deposito juga masih
dominan dilakukan oleh nasabah perseorangan
dengan porsi mencapai 60,5% dan sisanya
merupakan nasabah bukan perseorangan.
Dari sisi pertumbuhannya, DPK perseorangan
yang mengalami perlambatan disebabkan oleh
adanya perlambatan pada fasilitas tabungan.
Pada triwulan III 2016, tabungan perseorangan
hanya tumbuh sebesar 17,1% (yoy), lebih
rendah daripada sebelumnya yang dapat
tumbuh sebesar 28,8% (yoy). Selain itu,
pertumbuhan DPK perseorangan pada fasilitas
deposito hanya tumbuh sebesar 18,1% (yoy),
sedikit lebih rendah daripada triwulan
sebelumnya yang tumbuh sebesar 20,6% (yoy).
(Grafik 4.16).
4.1.4. Kredit Perbankan Pada Sektor Rumah
Tangga
Dari sisi kredit perbankan, rumah tangga di
Sulawesi Tenggara mendominasi realisasi
penyaluran kredit. Hal ini terlihat dari pangsa
kredit untuk perseorangan pada triwulan III
2016 yang mencapai 77,7% dibandingkan
keseluruhan kredit yang direalisasikan untuk
daerah ini (Grafik 4.17). Dari sisi penggunaannya,
sebagian besar kredit perseorangan tersebut
digunakan untuk konsumsi yaitu sebesar 68,0%,
sedangkan sisanya digunakan untuk kegiatan
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.13 Komposisi DPK Sulawesi Tenggara Grafik 4.14 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga Perseorangan Sulawesi Tenggara
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.15 Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi
Tenggara Grafik 4.16 Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap Jenis
Penempatan
59,460,5
8,9 12,0
96,496,7
64,566,7
40,6 39,5 91,1 88,0 3,6 3,3 35,5 33,3
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Tw II2016
Tw III2016
Tw II2016
Tw III2016
Tw II2016
Tw III2016
Tw II2016
Tw III2016
Deposito Giro Tabungan Total
Perseorangan Bukan Perseorangan
pangsa
3,9
18,6
-16,7-30,0
-20,0
-10,0
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
DPK Total Perseorangan Bukan Perseorangan
%, yoy
3,5 4,4
73,072,3
23,5 23,3
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Giro Tabungan Deposito
pangsa
53,9
17,1
18,1
6,1
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
-50,0
0,0
50,0
100,0
150,0
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Giro Tabungan
Deposito Sk. Bg Deposito (sb.kanan)
%, yoy %
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
53
produktif seperti untuk modal kerja dan investasi
dengan pangsa masing-masing sebesar 23,5%
dan 8,6% (Grafik 4.18).
Masih relatif besarnya pembiayaan aktivitas
produktif menggunakan jalur perseorangan
menunjukkan bahwa banyak UMKM yang
belum menggunakan badan usahanya dalam
mendapatkan fasilitas pembiayaan dari
perbankan. Pada periode laporan, nominal
kredit modal kerja perseorangan yang diakses
oleh UMKM mencapai 95,8%, sementara pada
kredit investasi mencapai 95,6% (Grafik 3.19).
Penggabungan aktivitas keuangan usaha dan
rumah tangga terlihat masih banyak terjadi pada
UMKM di Sulawesi Tenggara dan dapat
meningkatkan risiko pada kondisi keuangan
rumah tangga.
Kredit konsumsi oleh perseorangan digunakan
untuk berbagai keperluan. Paling besar adalah
kredit multiguna yang mencapai pangsa sebesar
73,2% dari keseluruhan kredit konsumsi
perseorangan. Penggunaan kedua terbesar
adalah kredit kepemilikan rumah (KPR) yang
mencapai pangsa 19,2%. Sementara itu kredit
kepemilikan kendaraan bermotor (KKB) dan
kredit peralatan rumah tangga masih relatif kecil
masing-masing sebesar 6,2% dan 1,4% (Grafik
4.18).
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, loaksi proyek, diolah
Grafik 4.17 Komposisi Kredit Perseorangan di Sulawesi
Tenggara Grafik 4.18 Komposisi Penggunaan Kredit Perseorangan
di Sulawesi Tenggara
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.19 Komposisi Penggunaan Kredit Produktif
Perseorangan Oleh UMKM Grafik 4.20 Pertumbuhan Kredit Perseorangan di
Sulawesi Tenggara
77,7
22,3
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016Perseorangan Bukan Perseorangan
pangsa
Lokasi Proyek Konsumsi Modal Kerja Investasi
68,023,58,6
Multiguna KPR KKB Alat RT
73,219,2
6,21,4
*Lokasi Proyek
Tw III 2016
Tw III 2016
99,8%
95,8%4,2%
0,2%
Nominal
Rekening
95,6%4,4%
Nominal
98,8%1,2%
Rekening
UMKM Bukan UMKM
KREDIT MODAL KERJA
PERORANGAN
KREDIT INVESTASI
PERORANGAN
Tw III 2016
15,114,2
1,1
-1,3
20,3
-20,0
-10,0
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
70,0
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Kredit Perseorangan Kredit KonsumsiKPR KKBMultiguna
%, yoy
54
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
Dari sisi pertumbuhan kreditnya, kredit
perseorangan tumbuh sebesar 15,1% (yoy) pada
triwulan III 2016, lebih rendah daripada periode
sebelumnya yang mampu tumbuh 17,0% (yoy).
Perlambatan kredit perseorangan tersebut
disebabkan oleh melambatnya kredit konsumsi,
termasuk kredit multiguna.
Sementara itu, kredit kepemilikan kendaraan
bermotor masih mengalami kontraksi sebesar
1,3% (yoy) meskipun sudah lebih baik daripada
triwulan sebelumnya yang terkontraksi lebih
dalam mencapai 7,4% (yoy). Di sisi lain kredit
kepemilikan rumah (KPR) masih menunjukkan
tren melambat sejak awal tahun 2014. Pada
periode laporan, KPR hanya tumbuh sebesar
1,1%, yoy (Grafik 4.20).
Dilihat dari sisi suku bunganya, suku bunga
kredit perseorangan menunjukkan arah yang
mengarah ke suku bunga yang lebih rendah.
Pada triwulan III 2016, suku bunga tertimbang
kredit perseorangan di Sulawesi Tenggara
mencapai 12,98% per tahun, lebih rendah
daripada periode sebelumnya yang mencapai
13,12%. Meskipun demikian, kondisi suku
bunga kredit konsumsi perseorangan masih
stabil dan bahkan lebih tinggi daripada suku
bunga kredit perseorangan secara keseluruhan,
yaitu sebesar 13,04% per tahun (Grafik 4.21).
Dari sisi risiko kredit, kredit rumah tangga masih
menunjukkan tekanan yang minimal. Hal ini
tercermin dari NPL kredit perseorangan yang
berada pada level 2,54%. Bahkan NPL pada
kredit konsumsi perseorangan hanya berada
pada level 1,22% (Grafik 4.21).
Secara spasial, kredit perseorangan masih
terkonsentrasi di Kota Kendari, dengan pangsa
sebesar 47,4%, diikuti oleh penyaluran di
Kabupaten Kolaka dengan pangsa sebesar
13,1% dan Kota Baubau (pangsa 8,8%).
Meskipun demikian, pertumbuhan penyaluran
kredit perseorangan pada ketiga daerah tersebut
berada di bawah rata-rata pertumbuhan kredit
di Sulawesi Tenggara. Hal ini menunjukkan
bahwa penyaluran kredit mulai terekspansi ke
daerah-daerah lainnya di Sulawesi Tenggara,
bahkan di Kab. Bombana kredit perseorangan
dapat tumbuh sebesar 33,5% (yoy).
Pertumbuhan kredit di daerah tidak secara
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
*dibandingkan dengan tingkat suku bunga triwulan III 2015 Ukuran lingkaran= baki debet kredit perseorangan (tw III 2016)
Grafik 4.21 NPL dan Suku Bunga Kredit Rumah Tangga &
Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara Grafik 4.22 Hubungan Antara Pertumbuhan Kredit
Perseorangan dan Penurunan Suku Bunga
12,98
13,04
2,54
1,22
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
3,50
4,00
4,50
5,00
11,40
11,60
11,80
12,00
12,20
12,40
12,60
12,80
13,00
13,20
13,40
13,60
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016Sk.Bunga K. RT Sk.Bunga K. Kons
NPL K. RT (sb.kanan) NPL K.Kons (sb.kanan)
%, tertimbang %, NPL
R² = 0,2007
-0,4
-0,2
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
0 5 10 15 20 25 30 35
Bombana
Kolut
Konut
Butur
Konawe
Konsel
Muna
Wakatobi
Buton
Baubau
Kolaka
Kendari
Pertumbuhan Kredit Perseorangan (%, yoy)
Penu
run
an
Suku B
ung
a K
redit R
T (D
%)*
Rp7,9 T
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
55
signifikan dipengaruhi oleh penurunan suku
bunganya dengan R2 sebesar 0,2. Rata-rata
penurunan suku bunga kredit rumah tangga
adalah sebesar 0,15%, dengan penurunan
tertinggi terjadi di Kab.Kolaka Utara (0,96%)
(Grafik 4.22).
Kredit Kepemilikan Rumah
Masih berlanjutnya perlambatan pertumbuhan
KPR di Sulawesi Tenggara menambah tekanan
risiko pada pelaku usaha di bidang konstruksi
perumahan dan penjualan real estate. Penjualan
rumah baru yang masih rendah dapat
menyebabkan tekanan pada kondisi keuangan
pelaku usaha konstruksi dan real estate. Hal ini
juga tercermin dari melambatnya kinerja sektor
konstruksi (PDRB) pada triwulan III 2016 yang
hanya tumbuh sebesar 8,9% (yoy) dari
sebelumnya 10,9% (yoy).
Dari jenis KPR-nya, perlambatan pertumbuhan
yang terjadi pada triwulan II 2016 bersumber
dari KPR/KPA untuk ukuran tipe besar (> T.70)
dan pada kredit kepemilikan ruko. Meskipun
demikian, terdapat peningkatan permintaan
untuk rumah tipe kecil (KPR s.d tipe 21) yang
semula tumbuh sebesar 3,4% (yoy) menjadi
7,2% (yoy) dan tipe sedang (> T.21-T.70) yang
dapat tumbuh sebesar 6,4% (yoy) (Tabel 4.3).
Peningkatan tersebut salah satunya dipengaruhi
oleh kebijakan program subsidi perumahan
rakyat (KPR bersubsidi).
Dari sisi risiko kredit KPR, perilaku rumah tangga
dalam melakukan pembayaran cicilan
pembayaran rumah masih terjaga meskipun
tekanan lebih tinggi daripada triwulan
sebelumnya. Pada triwulan III 2016, NPL gross
KPR mencapai 3,98%, lebih tinggi dari
sebelumnya yang hanya sebesar 3,18%. Risiko
kredit yang perlu mendapatkan perhatian dari
institusi keuangan adalah pada penyaluran
kredit ruko (rumah toko) yang telah melampaui
threshold 5%.
Kredit Kepemilikan Kendaraan Bermotor
Kredit kendaraan bermotor (KKB) di Sulawesi
Tenggara pada triwulan III 2016 masih
terkontraksi. Namun kontraksi pada periode
tersebut relatif tidak sedalam periode
sebelumnya. Dilihat dari jenis kendaraan yang
dibeli, kredit kendaraan roda 4 (mobil) mulai
menunjukkan adanya perbaikan, meskipun
masih mengalami kontraksi. Secara nominal
terdapat penambahan baki debet untuk
pembiayaan pembelian mobil sebesar Rp23,5
Tabel 4.3 Pertumbuhan dan NPL KPR di Sulawesi Tenggara Tabel 4.4 Pertumbuhan dan NPL KKB di Sulawesi Tenggara
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Tw II-16 Tw III-16 Tw II-16 Tw III-16
KPR/KPA
sd 217 3,4 7,2 3,21 3,15
KPR/KPA
>21-7058 6,2 6,4 2,61 3,25
KPR/KPA
>7015 -9,4 -15,0 2,52 2,74
KP
Ruko19 1,7 -1,3 5,43 7,55
KPR 100 2,3 1,1 3,18 3,98
Growth (% yoy) NPL (%)Jenis KPR
Pangsa
% Tw II-16 Tw III-16 Tw II-16 Tw III-16
Mobil 76,9 -4,2 -1,0 0,44 1,38
Sepeda
Motor15,6 -12,7 -22,0 10,42 1,85
Kendaraan
Lainnya7,6 -39,5 102,1 0,27 3,84
KPR 100 -7,4 -1,3 2,27 1,64
Jenis KPRPangsa
%
Growth (% yoy) NPL (%)
56
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
miliar selama 1 triwulan. Jika diasumsikan harga
sebuah mobil keluarga sebesar Rp250 juta/unit
maka dalam 1 triwulan tersebut jumlah mobil
yang dibeli melalui pembiayaan perbankan
sekitar 94 unit.
Sementara itu, pembiayaan pembelian
kendaraan roda 2 (sepeda motor) masih
terkontraksi sebesar 22,0% (yoy) (Tabel 3.4).
Selama 1 triwulan terjadi penurunan baki debet
sebesar Rp11,9 miliar, atau terjadi penurunan
jumlah sepeda motor baru yang dibiayai
perbankan sekitar 790 unit (asumsi harga
sepeda motor Rp15 juta/unit). Menurut hasil
liasion kepada salah satu dealer kendaraan
bermotor, pola pembayaran pembelian
kendaraan didominasi dengan pembelian
melalui lembaga pembiayaan (bank dan leasing)
sebesar 70%, sisanya melakukan pembelian
secara tunai.
Dari sisi risiko kredit KKB, meskipun
pertumbuhan kreditnya mengalami kontraksi
namun NPL gross kredit ini relatif rendah pada
kisaran 1,64% Bahkan untuk KKB roda 4 NPL-
nya paling rendah yaitu sebesar 1,38%. Selain
itu, risiko pada KKB sepeda motor yang
sebelumnya berada di atas threshold 5% juga
menurun menjadi sebesar 3,84%.
Kredit Multiguna
Besarnya penggunaan kredit konsumsi
perseorangan secara multiguna menunjukkan
bahwa kebutuhan pembiayaan rumah tangga
lainnya masih cukup besar, di luar kebutuhan
untuk memiliki rumah, kendaraan bermotor
maupun peralatan rumah tangga. Hal ini terjadi
karena pengajuan kredit multiguna relatif
mudah dengan menggunakan jaminan/agunan
yang dimiliki oleh rumah tangga. Selain itu
penggunaan dana yang diterima dapat secara
leluasa digunakan oleh rumah tangga dalam
melakukan aktivitas konsumsi seperti
merenovasi rumah, biaya pernikahan, biaya
pendidikan, biaya pengobatan, maupun
pembelian barang berharga/elektronik, dan
bahkan dapat digunakan untuk modal usaha.
Pada triwulan III 2016, kredit multiguna juga
tumbuh melambat menjadi sebesar 20,3% (yoy),
lebih rendah daripada sebelumnya yang dapat
tumbuh sebesar 24,6% (yoy) (Grafik 4.20). Jika
Tabel 4.5 Komposisi Kredit Multiguna Posisi Triwulan III 2016
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
< 1
th
1-3
th
>3 -
4 t
h
>4 -
10 t
h
>10 t
h
Jumlah
< 1
th
1-3
th
>3 -
4 t
h
>4 -
10 t
h
>10 t
h
Jumlah
<10 jt 0,05 0,04 0,02 0,01 0,37 0,48 2,24 0,72 0,24 0,11 1,40 4,71
>10-50 jt 1,78 0,42 0,27 0,04 1,71 4,22 6,86 2,38 1,26 0,24 5,89 16,64
>50-100 jt 0,02 0,64 0,93 0,15 18,77 20,51 0,04 1,34 1,81 0,24 28,19 31,62
>100-500 jt 0,02 0,34 0,79 0,15 71,62 72,93 0,01 0,25 0,61 0,14 45,77 46,79
>500-1 M 0,01 0,02 0,01 0,00 1,00 1,03 0,00 0,00 0,00 0,00 0,18 0,19
>1M 0,02 0,03 0,00 0,00 0,77 0,83 0,00 0,00 0,00 0,00 0,05 0,05
Jumlah 1,91 1,48 2,03 0,35 94,23 100,00 9,15 4,70 3,94 0,73 81,48 100,00
Jangka Waktu
Berdasarkan Nominal (% Pangsa) Berdasarkan Jumlah Rekening (%)
Besar
pinjaman
Jangka Waktu
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
57
melihat dari pangsa berdasarkan besar
pinjamannya dan jangka waktu kreditnya, kredit
multiguna masih didominasi oleh kredit
kelompok pinjaman >Rp100 juta s.d Rp500 juta
dengan jangka waktu lebih dari 10 tahun yang
mencapai 72,93% dari keseluruhan nominal
kredit multiguna. Dari sisi nasabah, kelompok
tersebut juga memiliki jumlah nasabah paling
besar jumlahnya dengan pangsa sebesar
45,77% (dengan menggunakan pendekatan
jumlah rekening).
Dari sisi risiko kredit, kredit rumah tangga untuk
fasilitas multiguna berada dalam kondisi risiko
yang rendah. Pada triwulan III 2016, NPL kredit
multiguna hanya sebesar 0,43% dan NPL pada
konsentrasi kelompok terbesar hanya sebesar
1,74% (Tabel 4.6). Adapun kredit multiguna
dengan risiko kredit terbesar berada pada
pembiayaan dengan nominal di bawah Rp10
juta. Meskipun dari jumlah nasabah pangsanya
sebesar 1,40% dari keseluruhan rekening
multiguna, namun karena pangsa nominalnya
hanya sebesar 0,37% maka risiko kredit tersebut
masih berdampak kecil pada institusi keuangan
di Sulawesi Tenggara. Kondisi ini menunjukkan
bahwa eksposur keuangan rumah tangga masih
berdampak minimal pada institusi keuangan
maupun pada sistem keuangan di Sulawesi
Tenggara.
4.2. ASESMEN SEKTOR KORPORASI
4.2.1. Sumber Kerentanan Sektor Korporasi
Perlambatan perekonomian Sulawesi Tenggara
pada triwulan III 2016 bersumber dari
penurunan kinerja usaha pertambangan dan
penggalian dan melambatnya kinerja usaha
konstruksi dan usaha pertanian. Sebaliknya,
sektor dominan lainnya di Sulawesi Tenggara
yaitu usaha industri pengolahan mengalami
peningkatan. Beberapa sektor dominan yang
mengalami perlambatan tersebut dapat menjadi
sumber kerentanan sistem keuangan di Sulawesi
Tenggara yang berasal dari sektor korporasi.
Perlambatan kinerja konstruksi sebagai dampak
dari melambatnya kegiatan investasi pemerintah
dan swasta pada periode tersebut berpengaruh
kepada permintaan bahan bangunan yang
berasal dari komoditas pertambangan dan
galian (batu, kerikil dan pasir).
Sementara itu perlambatan kinerja usaha
pertanian terjadi pada hampir seluruh subsektor,
baik pada subsektor tanaman bahan makanan,
peternakan, kehutanan, kecuali pada subsektor
perikanan. Hal ini disebabkan karena adanya
anomali cuaca dan iklim.
Tabel 4.6 NPL Kredit Multiguna
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
< 1 th 1-3 th >3 - 4 th >4 - 10 th >10 th Jumlah
<10 jt 1,13 9,65 20,41 9,49 29,71 17,44
>10-50 jt 0,08 0,86 1,46 0,86 2,10 0,82
>50-100 jt 0,00 0,22 0,23 0,24 0,00 0,23
>100-500 jt 0,00 1,10 0,23 0,98 1,74 0,24
>500-1 M 5,64 0,00 5,49
>1M 0,00 5,19 4,84
Jumlah 0,11 0,82 0,44 0,70 1,62 0,43
Jangka WaktuBesar
pinjaman
58
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
Di sisi lain, masih bergantungnya ekspor
Sulawesi Tenggara pada komoditas Feronikel
menyebabkan terdapat kerentanan pada sektor
industri pengolahan nikel. Meskipun demikian,
kinerja ekspor feronikel yang mengalami
perbaikan pada triwulan III 2016 dapat
meminimalkan risiko default pada sektor-sektor
pendukungnya. Pada periode tersebut, ekspor
feronikel mencapai 95% dari keseluruhan
ekspor (Grafik 3.23). Volume ekspor komoditas
tersebut sudah mencatat pertumbuhan sebesar
100,67% (yoy), setelah pada periode
sebelumnya masih terkontraksi hingga mencapai
24,8% (yoy). Harga nikel yang sudah mengalami
rebound menunjukkan peningkatan permintaan
dari negara tujuan ekspor terhadap produk
olahan nikel. Harga nikel pada triwulan III 2016
secara rata-rata sebesar USD10.227/metric ton,
lebih tinggi daripada harga pada triwulan
sebelumnya yang hanya sebesar
USD8.827/metric ton (Grafik 4.24).
Dengan meningkatnya permintaan olahan nikel
(feronikel dan nikcel pig iron/ NPI) dunia dan
harga nikel yang mulai membaik maka akan
mengurangi risiko lanjutan pada korporasi
pertambangan nikel, korporasi penyedia jasa
peralatan berat pertambangan, dan korporasi
penyedia jasa pengangkutan hasil olahan. Selain
berpengaruh kepada korporasi lainnya,
peningkatan pada permintaan nikel olahan juga
berdampak pada potensi perbaikan kondisi
ketenagakerjaan dan peningkatan tingkat
penghasilan pekerja di korporasi yang berkaitan
secara langsung maupun tidak langsung.
Bahkan secara tidak langsung, dampak dari
kondisi ini akan dirasakan oleh korporasi
penjualan ritel dan korporasi akomodasi (hotel).
4.2.2. Kinerja Korporasi
Omzet Penjualan
Dari hasil liaison kepada pelaku usaha korporasi
di Sulawesi Tenggara pada triwulan III 2016,
terdapat peningkatan omzet penjualan ekspor,
khususnya pada korporasi perikanan dengan
skala likert penjulan ekspor sebesar +1,0
(peningkatan berada di bawah rata-rata
normalnya) (Grafik 4.25). Peningkatan yang
terjadi pada korporasi perikanan terutama untuk
memenuhi pasar Amerika, Eropa, Jepang dan
beberapa negara di Asia lainnya. Kinerja positif
penjualan ekspor terjadi pada komoditas baby
octopus seiring dengan adanya penambahan
kontrak kerjasama dengan beberapa pembeli
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bloomberg, diolah
Grafik 4.23 Komposisi Ekspor Sulawesi Tenggara Grafik 4.24 Harga Nikel Internasional
Feronikel
48,773
95,9%
Lainnya
956
1,9%
Ikan
Hidup
1,077
2,1%
10.227
15,9
-25
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
0
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
14.000
16.000
18.000
20.000
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016Series1 Series2
USD/metric ton %, qtq
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
59
baru dari luar negeri, serta masih tingginya
tingkat permintaan global atas komoditas
tersebut. Untuk memenuhi tingkat permintaan
dari luar negeri, korporasi tersebut melakukan
penambahan kerjasama baru/kemitraan dengan
beberapa nelayan lokal, khususnya dengan
nelayan dari Sulawesi Tengah maupun Sulawesi
Tenggara sebagai pemasok utama komoditas
baby octopus.
Peningkatan juga terjadi pada korporasi yang
bergerak di sektor yang berhubungan langsung
dengan aktivitas konsumsi rumah tangga seperti
lapangan usaha perdagangan besar dan eceran
(PBE) penjualan kendaraan, PBE ritel dan
lapangan usaha akomodasi (perhotelan). Pada
korporasi perdagangan kendaraan dan
perdagangan ritel memiliki skala likert penjualan
domestik mencapai +2,0 (peningkatan berada
pada rata-rata normal). Kinerja positif penjualan
kendaraan didorong oleh masih membaiknya
daya beli seiring dengan mulai pulihnya kondisi
ekonomi masyarakat. Selain itu, berbagai
promosi dan adanya model/varian baru yang
diluncurkan turut meningkatkan penjualan pada
triwulan III 2016.
Sementara itu pada usaha perhotelan, skala
likert penjualan domestik juga mencapai +2,0
(peningkatan berada pada rata-rata normal).
Kondisi tersebut disumbangkan oleh
meningkatnya kontribusi penjualan bagi tamu
partai politik seiring dengan pelaksanaan
kampanye dalam rangka pemilihan umum
kepala daerah tingkat kota/kabupaten. Secara
umum, sumbangan omzet penjualan korporasi
hotel dari partai politik mencapai 20%, hampir
menyamai sumbangan dari korporasi lainnya
30% dan pemerintah 25%.
Di sisi lain, penjualan domestik pada korporasi
PBE yang behubungan dengan penjualan
komoditas kakao mengalami penurunan dengan
skala likert -2,3 (penurunan lebih besar daripada
rata-rata normal). Korporasi yang bergerak di
bidang perdagangan kakao menyatakan terjadi
penurunan serapan kakao dari petani hingga
50%. Penurunan jumlah serapan biji kakao
disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya
adalah berkurangnya stok hasil panen biji kakao
di petani seiring dengan musim kemarau
panjang yang terjadi di periode tahun 2015 yang
baru memberikan dampak terhadap hasil panen
di tahun 2016. Di sisi lain, penurunan produksi
Sumber: Liaison KPw BI Sultra, diolah
Grafik 4.25 Kinerja Korporasi di Sulawesi Tenggara Berdasarkan Liaison Triwulan III 2016
(3,00)
(2,00)
(1,00)
-
1,00
2,00
3,00
PenjualanDomestik
PenjualanEkspor
KapasitasUtilisasi
Persediaan Investasi Biaya Harga Jual Marjin
PBE-Konsumsi PBE-Komoditi Perikanan Hotel
Skala Likert
60
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
juga diantaranya disebabkan oleh cukup
banyaknya alih fungsi lahan/kecenderungan
petani kakao yang mengganti tanamannya
menjadi tanaman komoditas lain seperti
cengkeh dan nilam.
Kinerja penjualan yang masih menunjukkan
adanya optimisme secara umum terlihat pula
dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)
yang dilakukan oleh KPw BI Sulawesi Tenggara.
Pada triwulan III 2016, kegiatan usaha
menunjukkan saldo bersih sebesar 16,69%. Nilai
saldo bersih yang positif tersebut menunjukkan
bahwa korporasi yang mengalami peningkatan
permintaan lebih banyak daripada korporasi
yang mengalami penurunan permintaan (Grafik
4.26).
Biaya
Pada triwulan III 2016, semua korporasi yang
menjadi responden liaison menyatakan
mengalami peningkatan biaya produksi.
Peningkatan terbesar dialami oleh korporasi
perdagangan besar dan eceran komoditas
bahan mentah dengan likert scale sebesar
+2,33, diikuti dengan korporasi perdagangan
besar dan eceran barang konsumsi dengan likert
scale sebesar +1,87 (Grafik 4.25). Peningkatan
biaya tersebut lebih disebabkan karena adanya
kenaikan harga bahan baku. Seperti pada
korporasi PBE komoditas kakao yang harus
membeli biji kakao dari petani sebesar Rp38.000
s.d Rp40.000 per kilogram pada masa panen
tahun ini, lebih tinggi dibandingkan harga tahun
sebelumnya yang hanya sebesar Rp33.000 s.d
Rp35.000 per kilogram. Harga komoditas kakao
yang mengikuti harga internasional tersebut
mengalami kenaikan seiring dengan
peningkatan permintaan dunia terhadap
komoditas tersebut.
Marjin Keuntungan
Kinerja korporasi dari sisi perolehan laba atau
margin keuntungan secara umum relatif stabil.
Pada triwulan III 2016, peningkatan margin
hanya dialami oleh korporasi korporasi
perdagangan besar dan eceran barang konsumsi
dengan skala likert +1,00. Sementara itu pada
korporasi perikanan mengalami sedikit
penurunan marjin (skala likert -0,33) (Grafik
4.25). Peningkatan margin keuntungan yang
terjadi pada korporasi PBE barang konsumsi
dilakukan untuk memitigasi flukstuasi harga
pembelian dan harga penjualan serta untuk
memberikan ruang bagi korporasi untuk
Sumber: SKDU KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah Sumber: Pemprov Sultra, diolah
Grafik 4.26 Kondisi Kegiatan Usaha di Sulawesi Tenggara Grafik 4.27 Perkembangan Upah Minimum Provinsi
-12,80%
6,21%
26,66%
16,69%
-20,00%
-10,00%
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
I II III IV I II III
2015 2016
saldo bersih
1.850.000 1.890.000 1.950.000
0
500.000
1.000.000
1.500.000
2.000.000
2.500.000
UMP SektorPertambangan
Sektor Bangunan
2013 2014 2015 2016
Upah (Rp)
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
61
mengadaka diskon harga bagi konsumen
sebagai bagian dari upaya promosi produknya.
Kondisi likuiditas keuangan korporasi
Secara umum, dari hasil SKDU, likuiditas
keuangan korporasi menunjukkan posisi yang
cukup baik. Pada triwulan III 2016, pangsa
korporasi yang memiliki kondisi likuiditas baik
mencapai 37,4%, lebih rendah daripada
triwulan sebelumnya yang hanya sebanyak
42,1% dari total responden korporasi di
Sulawesi Tenggara. Selain itu pangsa korporasi
dengan kondisi likuiditas yang buruk relatif
berkurang menjadi 0,6% (Grafik 4.28).
Jika dilihat secara sektoral, korporasi yang
berada pada kondisi likuiditas yang baik adalah
korporasi yang bergerak di sektor pertambangan
dan penggalian. Jumlah korporasi yang memiliki
likuiditas keuangan yang baik di sektor tersebut
mencapai 60,0%. Sementara itu, korporasi pada
sektor tambang memiliki kondisi likuiditas baik
yang paling rendah, yaitu hanya sebesar 4,3%
dari keseluruhan responden pada sektor
tersebut. Pada triwulan tersebut hanya korporasi
sektor jasa-jasa yang memiliki kondisi likuiditas
yang buruk (Grafik 4.29).
Beban Angsuran Hutang Korporasi
Dari sisi kemampuan membayar hutang,
korporasi di Sulawesi Tenggara secara umum
masih memiliki risiko yang relatif terjaga. Kondisi
ini tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia
Sumber: SKDU KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah Sumber: SKDU KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah
Grafik 4.28 Perkembangan Kondisi Likuiditas Keuangan
Korporasi di Sulawesi Tenggara Grafik 4.29 Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi
Berdasarkan Sektoral
Tabel 4.8 Perkiraan Beban Angsuran Terhadap Pendapatan Korporasi 6 Bulan Mendatang
Sumber: SKDU KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah
Tw III 2016Tw II 2016
42,1%
56,1%1,8%
37,4%
62,0%0,6%
Baik Cukup Buruk
14,3
31,3
32,0
38,5
39,1
41,9
50,0
60,0
85,7
68,8
68,0
61,5
60,9
54,8
50,0
40,0
3,2
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Tambang
Perdagangan
Hotel Resto
Industri
Pertanian
Jasa jasa
Transportasi
Konstruksi
Baik Cukup Buruk
Semakin Berat Tetap Semakin Ringan
Pertanian 19,57 0,0 77,8 22,2
Pertambangan 28,57 0,0 0,0 100,0
Industri 23,08 0,0 66,7 33,3
Konstruksi 60,00 0,0 66,7 0,0
Perdagangan 25,00 0,0 87,5 12,5
Hotel Restoran 36,00 0,0 88,9 11,1
Angkutan 25,00 0,0 66,7 33,3
Jasa 16,13 0,0 100,0 0,0
Total 24,56 0,0 78,6 19,0
Sektor
Memiliki kredit
bank (% thd total
responden)
Perkiraan Beban Angsuran
(% Responden thd Responden Kredit)
62
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
Usaha (SKDU) pada triwulan III 2016 yang
menunjukkan tidak terdapat korporasi yang
mengalami beban angsuran perbankan yang
semakin berat. Bahkan terdapat 19,0%
korporasi yang sedang memiliki kredit
perbankan menyatakan bahwa beban angsuran
kredit ke depan akan semakin ringan terhadap
pendapatan perusahaan. Jumlah responden
SKDU yang masih memiliki hutang ke perbankan
hanya sebesar 24,56% dari keseluruhan
responden (Tabel 4.7).
4.2.3. Eksposure Perbankan Pada Sektor
Korporasi
Untuk menjaga stabilitas sistem keuangan,
kerentanan yang terjadi pada sektor korporasi
tetap perlu diwaspadai meskipun eskposur
kredit perbankan pada sektor ini hanya sebesar
22,3% dari total kredit di Sulawesi Tenggara
(berdasarkan lokasi proyek). Faktor tersebut
terjadi karena kondisi keuangan sektor rumah
tangga yang menjadi eksposur dominan kredit
perbankan di Sulawesi Tenggara juga
dipengaruhi oleh kinerja sektor korporasi,
terutama dari sisi penghasilan dan penyerapan
tenaga kerja.
Kredit perbankan pada sektor korporasi di
Sulawesi Tenggara pada triwulan III 2016
mencapai Rp5,0 triliun, tumbuh sebesar 38,6%
(yoy), lebih rendah daripada triwulan
sebelumnya yang dapat tumbuh sebesar 45,5%
(yoy) (Grafik 4.31). Meskipun melambat namun
pertumbuhan kredit korporasi lebih tinggi
daripada pertumbuhan kredit rumah tangga
(perseorangan) yang hanya tumbuh sebesar
15,1% (yoy).
Perlambatan yang terjadi pada kredit korporasi
tersebut bersumber dari melambatnya kredit
investasi yang tumbuh sebesar 42,3% (yoy),
lebih rendah daripada periode sebelumnya yang
mengalami kontraksi sebesar 52,9% (yoy).
Karena pangsa kredit investasi mendominasi
kredit korporasi sebesar 69,0% maka kondisi
tersebut sangat mempengaruhi kredit korporasi
secara keseluruhan. Sementara itu, kredit modal
kerja korporasi hanya tumbuh sebesar 33,0%
(yoy), sedikit lebih rendah daripada sebelumnya
yang mencapai 34,9% (yoy).
Kredit Modal Kerja Korporasi
Posisi kredit modal kerja korporasi pada triwulan
III 2016 mencapai Rp1,52 triliun, tumbuh
melambat sebesar 33,0% (yoy). Perlambatan
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.30 Pangsa Penggunaan Kredit Korporasi Grafik 4.31 Pertumbuhan Kredit Korporasi
30,3%
69,0%0,7%
Kredit Modal Kerja
Kredit Investasi
Kredit Konsumsi
38,633,0
42,3
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
100
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Kredit Korporasi Kredit Modal Kerja Korporasi
Kredit Investasi Korporasi
%, yoy
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
63
yang terjadi disebabkan karena perlambatan
penyaluran kredit pada sektor konstruksi. Kredit
modal kerja pada sektor konstruksi tumbuh
sebesar 66,6% (yoy) (Grafik 4.32). Meskipun
melambat, namun penyaluran kredit korporasi
untuk modal kerja masih dapat tumbuh pada
level yang tinggi. Dari sisi pangsanya, kredit
modal kerja didominasi oleh kredit kepada
sektor konstruksi (pangsa 45,1%) dan sektor
perdagangan (pangsa 32,1%). Sementara itu,
pangsa sektor pertambangan menempati posisi
ke-3 dengan pangsa sebesar 12,7%.
Dari sisi risiko kredit, terjadi penurunan tekanan
dari sisi kredit modal kerja. Hal ini terlihat dari
NPL yang turun dari 8,28% pada triwulan II 2016
menjadi 3,87% pada periode laporan (Grafik
4.33). Penurunan tekanan risiko kredit tersebut
berasal dari penurunan risiko pada sektor
pertambangan dan penggalian.
Kredit Investasi Korporasi
Posisi kredit investasi korporasi pada triwulan III
2016 mencapai Rp3,45 triliun, berkurang
sebesar Rp93 miliar dibandingkan dengan posisi
triwulan sebelumnya. Berbeda dengan kredit
modal kerja, pangsa terbesar kredit investasi
korporasi berada pada sektor pertambangan
dan penggalian (pangsa 65,6%). Diikuti oleh
penyaluran kredit ke sektor perhotelan (pangsa
7,9%) dan sektor pertanian (pangsa 6,9%)
(Grafik 4.34).
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.32 Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Korporasi
Sektor Dominan Grafik 4.33 Pergerakan NPL Kredit Modal Kerja Korporasi
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.34 Pertumbuhan Kredit Investasi Korporasi
Sektor Dominan Grafik 4.35 Pergerakan NPL Kredit Investasi Korporasi
92,7
10,9
49,3
66,6
18,2
58,6
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Konstruksi Perdagangan PertambanganTwII 16 TwIII 16
%, yoy
pa
ng
sa 4
5,1
%
pa
ng
sa 3
2,1
%
pa
ng
sa
12,7
%
0%
5%
10%
15%
20%
Konstruksi Perdagangan Pertambangan Modal KerjaKorporasi
TwII 16 TwIII 16
%, NPL
risiko terjaga
risiko terkendali
risiko terkendali
risiko terkendali
threshold
79,2
18,410,7
60,9
21,416,1
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
70,0
80,0
90,0
Pertambangan Perhotelan PertanianTw II 16 TwIII 16
%, yoy
pangsa 65,6%
pangsa 7,9%
pangsa 6,9%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
Tambang Perhotelan Pertanian InvestasiKorporasi
Tw II 16 TwIII 16
%, NPL
risiko terjaga
risiko terjaga
risiko terjaga
risiko terjaga
threshold
64
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
Perlambatan kredit investasi korporasi
dipengaruhi oleh penurunan kredit ke sektor
pertambangan. Pada triwulan III 2016, baki
debet kredit di sektor pertambangan tumbuh
sebesar 60,9% (yoy), lebih rendah daripada
triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar
79,2% (yoy). Kondisi ini berkebalikan dengan
pertumbuhan kredit modal kerja ke sektor yang
sama yang justru meningkat.
Sementara itu dari sisi risiko kredit, kredit
investasi korporasi masih memiliki risiko yang
terjaga di bawah threshold 5%. Pada triwulan III
2016, NPL kredit ini hanya sebesar 0,96% (Grafik
4.35).
4.3. ASESMEN INSTITUSI KEUANGAN
(PERBANKAN) DI SULAWESI TENGGARA
4.3.1. Aset Bank Umum
Aset bank umum yang berada di Sulawesi
Tenggara pada triwulan III 2016 mencapai
Rp22,6 triliun, atau tumbuh sebesar 2,0% (yoy).
Pertumbuhan aset bank umum tersebut lebih
rendah daripada periode sebelumnya yang
mencapai 4,8% (yoy). Perlambatan tersebut
disebabkan karena berkurangnya aset bank
swasta nasional dan melambatnya aset bank
pemerintah. Secara umum berdasarkan
pangsanya, bank pemerintah masih
mendominasi industri perbankan di Sulawesi
Tenggara dengan porsi aset mencapai 83,5%,
sedangkan total bank swasta nasional hanya
sebesar 16,5% dari total aset bank umum di
Sulawesi Tenggara.
4.3.2. Intermediasi Bank Umum Sulawesi
Tenggara
Dana Pihak Ketiga
Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun
oleh bank umum yang berkantor di Sulawesi
Tenggara pada triwulan III 2016 kembali
mengalami perlambatan pertumbuhan jika
dibandingkan dengan periode sebelumnya, yaitu
dari 14,7% (yoy) di triwulan I menjadi 3,8% (yoy)
di triwulan III 2016. Perlambatan penyerapan
DPK tersebut terjadi karena perlambatan
deposito dan tabungan serta penurunan giro.
Pada periode tersebut giro terkontraksi sebesar
16,7% (yoy), tabungan tumbuh sebesar 16,6%
(yoy) dan untuk deposito tumbuh sebesar 5,9%
(yoy) (Grafik 4.38).
Jumlah DPK yang dihimpun oleh bank umum
Sulawesi Tenggara sampai dengan periode
tersebut mencapai Rp15,44 triliun, atau
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.36 Aset Bank Umum Sulawesi Tenggara Grafik 4.37 Pangsa Aset Berdasarkan Pemilik Bank
22,63
2,0
3,9
-6,518
19
20
21
22
23
24
25
-15,0
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
30,0
I II III IV I II III
2015 2016
Aset Bank (sb.kanan) gAset Total
gAset Bank Pemerintah gAset Bank Swasta
%, yoy Rp triliun
83,5%
16,5%
Aset Bank Pemerintah
Aset Bank Swasta
Rp3,73triliun
Rp18,91triliun
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
65
berkurang sebesar Rp248,2 miliar dibandingkan
dengan periode sebelumnya. Dari jenis
penempatannya, sebanyak 50,0% berada pada
fasilitas tabungan, sementara untuk giro
memiliki pangsa sebesar 24,5% dan deposito
25,5%.
Kredit
Seiring dengan kinerja penghimpunan dana
yang mengalami perlambatan, fungsi
penyaluran kredit perbankan oleh bank umum
yang berkantor di Sulawesi Tenggara secara
keseluruhan juga mengalami perlambatan. Pada
triwulan III 2016, kredit perbankan tumbuh
sebesar 15,8% (yoy) lebih rendah dibandingkan
dengan kinerja periode sebelumnya yang
tumbuh sebesar 18,0% (yoy). Secara nominal,
kredit perbankan yang disalurkan sampai
dengan triwulan III 2016 mencapai Rp18,1 triliun
(Grafik 4.39).
Perlambatan penyaluran kredit tersebut
disebabkan oleh melambatnya penyaluran kredit
konsumsi dan kredit investasi yang mendominasi
kredit di Sulawesi Tenggara. Pangsa kredit
konsumsi mencapai 61,5% dari total penyaluran
kredit pada triwulan III 2016. Pada periode
tersebut, kredit konsumsi hanya tumbuh sebesar
15,6% (yoy) setelah pada periode sebelumnya
tumbuh sebesar 18,9% (yoy). Sedangkan untuk
kredit investasi tercatat sebesar Rp1,92 triliun
atau tumbuh sebesar 13,4% (yoy), lebih rendah
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.38 DPK Bank Umum Sulawesi Tenggara Grafik 4.39 Kredit Bank Umum Sulawesi Tenggara
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.40 Perkembangan Loan To Deposit Rasio
Sulawesi Tenggara Grafik 4.41 Perkembangan NPL Bank Umum Sulawesi
Tenggara
15,44
3,8
-16,7
16,6
5,9
0
5
10
15
20
-20,0
-10,0
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
I II III IV I II III
2015 2016DPK (sb.kanan) gDPK
gDPK Giro gDPK Tabungan
gDPK Deposito
%, yoy Rp triliun
18,1
17,3
13,4
15,615,8
0
5
10
15
20
25
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
I II III IV I II III
2015 2016Kredit (sb.kanan) gKr.Modal KerjagKr.Investasi gKr.KonsumsigKredit
%, yoy Rp triliun
114,7 111,0105,1
110,9 110,1 114,1
117,3
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
98
100
102
104
106
108
110
112
114
116
118
120
I II III IV I II III
2015 2016
DPK (sb.kanan) Kredit (sb.kanan) LDR
LDR (%) Rp triliun
505,7
2,79
4,82
6,83
1,170
100
200
300
400
500
600
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
I II III IV I II III
2015 2016Nominal NPL (sb.kanan) NPL
NPL K.MK NPL K.Inv
NPL K.Kons
%, NPL Rp miliar
66
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang
tumbuh sebesar 15,3% (yoy). Sementara itu,
kredit modal kerja tercatat sebesar Rp5,1 triliun
atau tumbuh terakselerasi sebesar 17,3% (yoy),
relatif stabil dibandingkan periode sebelumnya.
Loan to Deposit Ratio (LDR)
Kondisi intermediasi perbankan yang
diindikasikan dengan indikator Loan to Deposit
Ratio (LDR) menunjukkan peningkatan. Pada
triwulan III 2016 LDR bank umum di Sulawesi
Tenggara mencapai 114,1%, lebih tinggi
daripada triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 110,1% (Grafik 4.40). Hal tersebut terjadi
karena penambahan penghimpunan dana dari
masyarakat lebih besar daripada penambahan
realisasi penyaluran kredit. Nilai LDR yang lebih
dari 100 juga menunjukkan bahwa kapasitas
pembiayaan perekonomian di Sulawesi
Tenggara memerlukan dana dari daerah lain.
Kondisi ini terlihat dari adanya peningkatan
kewajiban antar kantor (penerimaan dari kantor
bank yang sama di daerah lain) sebesar 9,71%
(qtq) pada triwulan III 2016.
Non Performing Loans (NPL)
Sementara itu dari sisi risiko kredit, penyaluran
kredit oleh bank umum yang ada di Sulawesi
Tenggara masih berada pada batas yang aman.
Hal ini terlihat dari indikator Non Performance
Loans (NPLs) Gross pada triwulan III 2016 yang
hanya sebesar 2,79%, lebih tinggi daripada
periode sebelumnya yang mencapai 2,48%
(Grafik 4.41).
Pada periode tersebut penyaluran kredit
investasi memiliki risiko kredit terbesar yaitu
dengan NPL sebesar 6,83%. Sementara itu
kredit modal kerja juga masih memiliki NPL
relatif tinggi meskipun masih berada dalam
batas threshold 5%, yaitu sebesar 4,82%. Di sisi
lain, penyaluran kredit konsumsi masih memiliki
risiko kredit terendah dengan NPL hanya sebesar
1,17%.
4.3.3. Rentabilitas Bank Umum Sulawesi
Tenggara
Rentabilitas suatu bank umum dipengaruhi dari
kemampuan mendapatkan pendapatan dari aset
yang dimiliki dan kemampuan untuk melakukan
efisiensi biaya. Pada triwulan III 2016, kondisi
rentabilitas bank umum di Sulawesi Tenggara
relatif berada dalam kondisi yang baik. Hal ini
diindikasikan dengan tingkat Net Interest Margin
(NIM) yang relatif stabil berada pada level 9,98%
(Grafik 4.43). Relatif stabilnya NIM tersebut terjadi
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.42 Spread Suku Bunga Bank Umum Grafik 4.43 Perkembangan BOPO dan NIM Bank Umum
8,91
4,004,254,504,755,005,255,505,756,006,256,506,757,007,257,507,758,00
8
8,5
9
9,5
10
10,5
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Spread Suku Bunga BI Rate (sb.kanan)BI 7DRR
% %
61,56%
9,98%
8,00%
9,00%
10,00%
11,00%
12,00%
50%
60%
70%
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
BOPO Net Interest Margin (Sb. Kanan)
% %
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
67
karena terdapat peningkatan pendapatan bunga
sebesar 8,4% (yoy), sementara beban bunga
juga naik sebesar 6,1% (yoy). Kondisi tersebut
juga terjadi karena spread suku bunga (selisih
antara bunga kredit dengan bunga DPK) di
Sulawesi Tenggara relatif mengecil dari
sebelumnya pada kisaran 9,96% menjadi 8,91%
(Grafik 4.42).
Selain itu, kondisi rentabilitas bank umum juga
semakin membaik terlihat dari BOPO (Biaya
Operasional per Pendapatan Operasional) yang
menurun. Pada triwulan III 2016, BOPO
perbankan di Sulawesi Tenggara sebesar
61,56%, lebih rendah daripada periode
sebelumnya yang mencapai 64,25% (Grafik
4.43).
4.3.4. Perbankan Syariah
Pangsa perbankan syariah di Sulawesi Tenggara
masih relatif kecil di tengah kondisi masyarakat
yang religius. Dari sisi aset, perbankan syariah
hanya memiliki aset sebesar Rp987,4 miliar, atau
sebesar 4,4% dari keseluruhan aset bank umum
di Sulawesi Tenggara. Kondisi yang sama juga
terjadi pada penghimpunan dana dan
penyaluran pembiayaan. Pada triwulan III 2016,
pangsa pembiayaan hanya mencapai 3,7% dari
total realisasi kredit oleh bank umum.
Sedangkan penghimpunan DPK bank syariah
hanya sebesar 4,1% dari seluruh DPK se
Sulawesi Tenggara (Grafik 4.44).
Sampai dengan triwulan III 2016, penyaluran
pembiayaan syariah masih mengalami kontraksi
sejak triwulan III 2015. Pada periode tersebut
pembiayaan syariah terkontraksi sebesar 0,3%
(yoy) dengan baki debet sebesar Rp830,2 miliar
(Grafik 4.45).
Sebaliknya, penghimpunan DPK perbankan
syariah menunjukkan peningkatan. Pada periode
tersebut jumlah DPK bank syariah mencapai
Rp639,4 miliar, tumbuh sebesar 11,1% (yoy).
Dibandingkan dengan periode sebelumnya,
kinerja DPK syariah tersebut terakselerasi karena
sebelumnya hanya tumbuh sebesar 8,4% (yoy).
Peningkatan tersebut disebabkan karena
penempatan DPK fasilitas serupa deposito yang
tumbuh sebesar 8,6% (yoy). Meskipun
demikian, terjadi perlambatan DPK pada fasilitas
tabungan syariah yang tumbuh sebesar 15,2%
(yoy).
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.44 Pangsa Perbankan Syariah Grafik 4.45 Perkembangan DPK dan Pembiayaan Syariah
4,4%Aset Pembiayaan
DPK
3,7%
4,1%
Rp987,4miliar
Rp830,2miliar
Rp639,4miliar
Bank Konvensional Bank Syariah
11,1
-0,3
6,11
0
1
2
3
4
5
6
7
8
-15,0
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
I II III IV I II III
2015 2016gDPK gPembiayaan NPF (sb.kanan)
%, yoy %
68
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
Dari sisi risiko pembiayaan, tekanan pada risiko
tersebut kembali meningkat. Hal ini terlihat dari
NPF (Non Performance Financing) masih berada
di atas threshold 5% yaitu sebesar 6,11%.
4.3.4. Bank Perkreditan Rakyat
Di triwulan III 2016, kinerja BPR (termasuk BPR
Syariah) tetap tumbuh tinggi meskipun
mengalami tren yang melambat. Aset BPR
tumbuh sebesar 14,0% (yoy), lebih rendah dari
periode sebelumnya yang dapat tumbuh sebesar
24,9% (yoy) sehingga secara nominal asetnya
mencapai Rp274,2 miliar (Grafik 4.46).
Perlambatan aset BPR di Sulawesi Tenggara juga
diikuti oleh melambatnya kinerja penghimpunan
dana dari masyarakat. Penghimpunan DPK
tumbuh sebesar 7,6% (yoy) atau tercatat
sebesar Rp110,1 miliar, melambat dibandingkan
periode sebelumnya yang tumbuh sebesar
19,5% (yoy). Namun sebaliknya, penyaluran
kredit dapat tumbuh sebesar 23,2% (yoy),
meningkat dari sebelumnya hanya tumbuh
20,3% (yoy) dengan nominal kredit sebesar
1 Penentuan UMKM dilakukan berdasarkan kriteria dalam UU No. tahun 2008. Usaha mikro merupakan usaha
dengan asset maksimal Rp50 juta dan omzet maksimal Rp300 juta. Usaha kecil merupakan usaha dengan aset antara Rp50 juta s.d Rp500 juta dan omzet antara Rp300 juta s.d Rp2,5 miliar. Usaha menengah merupakan usaha dengan aset antara Rp500 juta s.d Rp10 miliar dan omzet antara Rp2,5 miliar s.d Rp50 miliar.
Rp215,4 miliar. Dengan kondisi tersebut, LDR
BPR pada triwulan III 2016 mencapai 195,5 yang
berarti kredit yang disalurkan oleh BPR
menggunakan dana dari institusi keuangan
lainnya. Dengan demikian risiko yang terjadi
pada BPR dapat menyebabkan risiko pada
institusi keuangan lainnya. Sementara itu, risiko
kredit pada BPR masih relatif tinggi yaitu sebesar
12,25%, di atas threshold 5%.
4.4. AKSES KEUANGAN
4.4.1. Akses Keuangan Kepada UMKM
Pada triwulan III 2016, kredit yang diterima oleh
UMKM di Sulawesi Tenggara (berdasarkan lokasi
proyek) mencapai Rp6,19 triliun. Secara pangsa
mencapai 27,4% dibandingkan total kredit di
Sulawesi Tenggara. Kredit kepada UMKM1
tersebut, sebagian besar diberikan kepada usaha
kecil sebesar 44,1% dan usaha mikro dengan
pangsa sebesar 30,4%. Sedangkan untuk usaha
menengah memiliki pangsa sebesar 25,5% dari
total kredit UMKM (Grafik 4.47).
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi bank Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi proyek
Grafik 4.46 Perkembangan BPR di Sulawesi Tenggara Grafik 4.47 Pangsa Kredit UMKM
7,6
23,2
14,0
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
70,0
I II III IV I II III
2015 2016
gDPK BPR gKredit BPR gAset BPR
%, yoy
Non UMKM72,6%
UMKM27,4%Rp6,19triliun
UsahaMenengah
UsahaKecil
UsahaMikro
25,5%
44,1%
30,4%
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
69
Sejalan dengan kondisi kredit perbankan secara
umum, laju pertumbuhan kredit UMKM tercatat
mengalami perlambatan, dari semula tumbuh
sebesar 13,2% (yoy) pada triwulan sebelumnya
menjadi sebesar 10,3% (yoy). Perlambatan
tersebut disebabkan oleh penurunan realisasi
kredit kepada usaha menengah dan usaha
mikro. Sementara itu kredit untuk usaha kecil
relatif stabl tumbuh sekitar 10,5% (yoy) (Grafik
4.48).
Secara sektoral, perlambatan kredit UMKM
dipengaruhi oleh melambatnya penyaluran
kredit di sektor perdagangan dengan pangsa
kredit terbesar (69,0%) yang semula tercatat
mampu tumbuh sebesar 15,8% (yoy) pada
triwulan sebelumnya, namun pada triwulan III
2016 hanya tumbuh sebesar 14,0%(yoy).
Penyaluran kredit UMKM kepada sektor
pertanian, konstruksi dan transportasi juga
mengalami penurunan. Namun disisi lain
penyaluran kredit kepada UMKM industri
pengolahan masih dapat tumbuh tinggi sebesar
48,8% (yoy) (Grafik 4.49).
Dari sisi risiko kreditnya, secara umum kredit
UMKM mengalami peningkatan risiko dan masih
berada sedikit di atas threshold 5%. Pada
triwulan III 2016 NPL kredit UMKM mencapai
5,86%, mengalami sedikit peningkatan dari
sebelumnya yang tercatat sebesar 5,35%.
Kondisi tersebut dipengaruhi oleh meningkatnya
risiko kredit pada hampir semua sektor kecuali
UMKM pertanian (Grafik 4.50).
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi proyek Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi bank
Grafik 4.50 NPL Kredit UMKM Sektor Dominan Grafik 4.51 Pergerakan Baki Debet KUR Sulawesi Tenggara
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi proyek Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi proyek
Grafik 4.48 Pertumbuhan Kredit UMKM Grafik 4.49 Pertumbuhan Kredit UMKM Sektoral
0,0
5,0
10,0
15,0
Pe
rda
ga
ng
an
Ko
nstr
uksi
Pe
rtan
ian
Indu
str
i
Tra
nspo
rta
si
Tw II 16 Tw III 16
%, NPL
theshold
341,3
9.429
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
0
50
100
150
200
250
300
350
400
I II III IV I II III
2015 2016
KUR Rekening (sb.kanan)
Baki Debet (Rp miliar)
Nasabah
37,5
10,5
-10,9
10,3
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
I II III IV I II III
2015 2016
Mikro Kecil Menengah UMKM
%, yoy
15,8
9,9
16,2
47,1
1,7
14,0
-2,0
13,5
48,8
-3,9
-10,0
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
Pe
rda
ga
ng
an
Ko
nstr
uksi
Pe
rtan
ian
Indu
str
i
Tra
nspo
rta
si
Tw II 16 Tw III 16
%, yoy
pangsa69,0%
pangsa7,68%
pangsa5,02%
pangsa3,84%
pangsa3,3%
70
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
Seiring dengan adanya perubahan kebijakan
KUR (Kredit Usaha Rakyat) pada tahun 2016,
terdapat peningkatan penyaluran kredit tersebut
kepada UMKM. Sampai dengan triwulan III
2016, baki debet KUR di Sulawesi Tenggara
mencapai Rp341,3 miliar dengan jumlah debitur
aktif mencapai 9.429 usaha (Grafik 4.51). Salah
satu kebijakan yang mendorong peningkatan
adalah penurunan suku bunga dari 12% efektif
per tahun menjadi 9% efektif.
4.4.2. Akses Keuangan Kepada Penduduk
Indikator akses keuangan di Sulawesi Tenggara
terutama dari sisi penghimpunan dana
mengalami peningkatan, begitu juga dari sisi
kredit. Rasio jumlah rekening DPK terhadap
penduduk angkatan kerja di Sulawesi Tenggara
tetap menunjukkan tren peningkatan, dimana
pada triwulan III 2016 rasio tersebut tercatat
sebesar 133,0% (Grafik 4.52). Rasio yang lebih
besar dari 100% menunjukkan bahwa terdapat
penduduk angkatan kerja di Sulawesi Tenggara
yang memiliki rekening simpanan lebih dari satu.
Selain itu rasio lebih dari 100% juga
mengindikasikan adanya penduduk bukan
angkatan kerja yang juga memiliki rekening
seperti siswa sekolah maupun mahasiswa.
Sementara itu, rasio jumlah rekening kredit
terhadap penduduk angkatan kerja di Sulawesi
Tenggara menunjukkan penurunan menjadi
18,1% (Grafik 4.53). Masih rendahnya rasio
rekening kredit menunjukkan bahwa fasilitas
pembiayaan masih sedikit digunakan oleh
masyarakat di provinsi ini dan masih terdapat
ruang untuk meningkatkan penyaluran kredit di
masa yang akan datang.
Upaya pengembangan akses keuangan memiliki
peran penting dalam menjaga stabilitas sistem
keuangan dan mendorong pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Selatan. Oleh karena itu, KPw
BI Provinsi Sulawesi Tenggara berupaya
memberikan dan memfasilitasi berbagai
kegiatan edukasi keuangan yang bertujuan
untuk memberikan informasi mengenai produk
dan jasa keuangan serta untuk menumbuhkan
kesadaran masyarakat pada umumnya untuk
menabung dan melakukan pengelolaan
keuangan. Dalam rangka mendukung upaya
tersebut, pada bulan Agustus dan September
2016, telah dilakukan kegiatan edukasi
keuangan, elektronifikasi dan keuangan inklusif.
Sumber: LBU Bank Indonesia, BPS, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, BPS, diolah
Grafik 4.52 Rasio Rekening DPK per Penduduk Bekerja Grafik 4.53 Rasio Rekening Kredit per Penduduk Bekerja
1.623
115,5118,0
125,1
133,7
126,9130,6
133,0
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800
105
110
115
120
125
130
135
140
I II III IV I II III
2015 2016Rekening DPK (sb. Kanan) Rasio DPK
% nasabah
221
19,7 20,021,3 22,0 21,0 22,0
18,1
200
210
220
230
240
250
260
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III
2015 2016Rekening Kredit Rasio Kredit
% nasabah (ribu)
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
TRIW
ULA
N I 2
016
Pada triwulan III 2016, aktivitas sistem pembayaran non tunai
melalui sistem kliring dan RTGS di Sulawesi Tenggara
mengalami penurunan baik secara nominal maupun jumlah
transaksi jika dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Di sisi sistem pembayaran tunai, pada triwulan III 2016 terjadi
net inflow uang kartal yang berbeda dengan pola musimannya.
Selain itu, KPw Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara juga
terus melakukan peningkatan kelayakedaran dari uang kartal
dan meminimalkan peredaran uang palsu.
Bab 5
73
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
Grafik 5.3 Perputaran kliring harian di Sulawesi
Tenggara Grafik 5.2 Penolakan Kliring (Cek/BG Kosong)
Grafik 5.1 Nilai Transaksi Kliring (SKNBI) Provinsi
Sulawesi Tenggara Grafik 5.2 Volume Transaksi Kliring (SKNBI) Provinsi
Sulawesi Tenggara
35
905
0
200
400
600
800
1.000
1.200
-
5
10
15
20
25
30
35
40
45
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016Nominal/hari Transaksi/hari(sb.kanan)
TransaksiRp miliar
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
-
10
20
30
40
50
60
70
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016Nominal/hari Transaksi/hari(sb.kanan)
TransaksiRp miliar
2.172
107
-20
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016Nominal (Rp miliar) Pertumbuhan yoy (sb.kanan)
%, yoyRp miliar
56
27
-100
-80
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
-
10
20
30
40
50
60
70
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016Lembar (ribu) Pertumbuhan yoy (sb.kanan)
%, yoyTransaksi
74
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
Grafik 5.5 Nilai Transaksi RTGS Provinsi Sulawesi
Tenggara Grafik 5.6 Volume Transaksi RTGS Provinsi Sulawesi
Tenggara
848 874
689
-
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1.000
I II III
2016
Rp Miliar
481
529
478
450
460
470
480
490
500
510
520
530
540
I II III
2016
Transaksi
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
75
Grafik 5.7 Aliran Uang Kartal Dari Bank Sentral di
Sulawesi Tenggara Grafik 5.8 Posisi Selisih Inflow dan Outflow Di Bank
Sentral Sulawesi Tenggara
51
(41)
(100)
(50)
-
50
100
150
200
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2013 2014 2015 2016
Inflow Outflow
g Inflow (sb. Kanan) g Outflow (sb. Kanan)
%, yoyRp Miliar
(1.033)
96
(2.000)
(1.500)
(1.000)
(500)
-
500
1.000
1.500
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Rp Miliar
net inflow
net outflow
76
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
Grafik 5.9 Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar Grafik 5.10 Komposisi Pecahan Uang Palsu Yang Ditemukan
291
19,8 (50)
-
50
100
150
200
250
300
0
50
100
150
200
250
300
350
400
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Nominal UTLE g Nominal UTLE (sb.Kanan)
Rp, Miliar %, yoy
70,8
29,2
Pecahan 100.000 Pecahan 50.000
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
77
BOKS 2. KENDARI PEDULI KOIN
UANG LOGAM MASIH DIBUTUHKAN
Kurangnya penggunaan koin oleh masyarakat khususnya pada saat bertransaksi menjadi fenomena
umum yang sering dijumpai dihampir seluruh daerah termasuk di Kendari. Salah satunya karena
uang logam dianggap tidak praktis digunakan karena nilainya kecil namun berat dibawa. Akibatnya
banyak orang lebih memilih menyimpan uang logam di rumah dibanding membelanjakannya.
Sementara di lain pihak banyak pedagang khususnya pedagang retail yang membutuhkan uang
logam untuk pengembalian transaksi.
Dalam satu dasawarsa terakhir Bank Indonesia mengeluarkan uang koin sekitar Rp 6 triliun, namun
yang kembali ke Bank Indonesia hanya Rp900 miliar atau 16% dengan tren semakin menurun. Hal
ini disebabkan adanya persepsi dan kebiasaan masyarakat yang menganggap uang koin bukan
sebagai alat transaksi. Kondisi tersebut mendorong Bank Indonesia sebagai otoritas dibidang Sistem
Pembayaran dan PUR untuk memfasilitasi dua pihak dimaksud dengan menyelenggarakan Gerakan
Peduli Koin Nasional.
78
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
Gerakan tersebut dilaksanakan hampir di seluruh kota dimana terdapat Kantor Perwakilan Bank
Indonesia termasuk di Kota Kendari yang digelar pada hari Minggu 25 September 2016 bertempat di
Taman Kota Kendari. Kepala Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sultra dalam sambutan pembukaan
mengatakan bahwa Gerakan Peduli Koin Nasional di Kendari dimaksudkan untuk mendorong
penggunaan uang koin sebagai alat pembayaran yang sah, meningkatkan efektivitas uang koin, dan
menyediakan fasilitas kepada masyarakat yang akan melakukan penukaran uang koin. “Seperti halnya
uang kertas uang koin/logam juga merupakan alat pembayaran yang sah di Republik Indonesia” ujarnya
kepada masyarakat Kota Kendari yang hadir.
Berdasarkan hasil pengolahan uang logam yang diperoleh dari kegiatan Kendari Peduli Koin tersebut
terkumpul 70.393 keping logam senilai Rp26.681.000,-. Selain memberikan layanan penukaran uang
logam, dalam kegiatan Gerakan Peduli Koin Nasional tersebut, KPw Bank Indonesia Provinsi Sultra
juga memberikan layanan penukaran uang lusuh/rusak dan uang yang telah dicabut dari peredaran.
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
79
BOKS 3. KAMPANYE NON TUNAI DI PEMKOT KENDARI
Sebagai tindaklanjut MoU No.17/2/KPwBI/Kdi tanggal 25 Juni 2015 tentang Transaksi Keuangan Non
Tunai Di Lingkungan Pemerintah Daerah Kota Kendari, KPw BI Provinsi Sulawesi Tenggara bersama
Pemkot Kendari dan PT. BRI Cabang Kendari menyelenggarakan kampanye dan sosialisasi
penggunaan Kendari Smart Card sebagai alat pembayaran di kantin Pemkot Kendari. Kendari Smart
Card merupakan kartu pegawai elektronik yang sekaligus dapat berfungsi sebagai uang elektronik
dan ATM. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mendorong penggunaan Kendari Smart Card khususnya
oleh PNS lingkup Pemkot Kendari sekaligus mensukseskan implementasi transaksi non tunai dalam
mewujudkan Kota Kendari menjadi Smart City yang mendapat dukungan dari Pemkot Kendari dan
pihak BRI. Sebelumnya pihak BRI Kendari telah memasang EDC di kantin Pemkot Kendari dan bus
Trans Lulo, namun demikian berdasarkan evaluasi tingkat pemanfaatannya masih kurang.
Kepala Perwakilan BI Sultra dalam sambutannya menyampaikan bahwa secara luas, uang elektronik
telah banyak digunakan sebagai alat pembayaran untuk keperluan pembayaran tol, parkir, SPBU,
tiket KRL Jabodetabek, toko/retail dll. Mengutip data dari website Bank Indonesia, secara nasional
nilai transaksi menggunakan uang elektronik pada tahun 2015 tercatat sebesar Rp5,28 triliun dengan
jumlah transaksi mencapai 535,5 juta transaksi. Nilai tersebut meningkat 59,1% dibandingkan tahun
sebelumnya yang tercatat sebesar Rp3,32 triliun. Adapun jumlah uang elektronik yang beredar di
masyarakat hingga bulan Agustus 2016 sebanyak 43.087.252 kartu. “Bank Indonesia berkomitmen
untuk terus mendorong penggunaan transaksi non tunai dalam berbagai jenis transaksi termasuk
transaksi pembayaran di lingkungan pemerintahan pada khususnya” tutupnya.
Sebagai salah satu bank pelopor uang elektronik di Sultra, BRI menyampaikan bahwa pihaknya terus
melakukan inovasi agar penggunaan transaksasi non tunai dapat terus diperluas seperti yang telah
berlangsung saat ini seperti untuk pencairan dana PAUD, bantuan kepada masyarakat dll. “Salah
satu kendala yang kami hadapi dalam perluasan transaksi non tunai di wilayah Sultra adalah
gangguan listrik dan signal” ujar Manajer Operasional BRI Kendari. Sementara itu Sekretaris Kota
Kendari mewakili Pemkot Kendari memberikan apresiasi atas upaya yang ditempuh oleh Bank
Indonesia dan BRI tersebut. “Kegiatan ini sejalan dengan visi pemerintah kota untuk mewujudkan
Kendari sebagai Smart City kedepannya” ujarnya.
Dalam kegiatan kampanye tersebut para pengunjung diminta untuk langsung menggunakan kartu
yang dimiliki untuk melakukan transaksi di kantin Pemkot. Para pedagangpun tampak lincah
mengoperasikan EDC yang disediakan oleh BRI. Tidak hanya untuk keperluan transaksi di kantin,
Kendari Smart City juga diujicobakan untuk pembayaran angkutan bis Trans Lulo milik Pemkot
Kendari. Selain untuk kalangan PNS Pemkot Kendari, masyarakat umum juga dapat menggunakan
uang elektronik dari BRI untuk pembayaran Trans Lulo dan outlet yang telah ditunjuk oleh BRI.
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
TRIW
ULA
N I 2
016
KETENAGAKERJAAN
& KESEJAHTERAAN
Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Tenggara mengalami
perbaikan walaupuan terjadi perlambatan kinerja
perekonomian pada periode laporan. Kondisi tersebut terlihat
dari peningkatan jumlah penduduk yang bekerja dan
penurunan jumlah penggangguran.
Sementara itu, untuk perkiraan kondisi ketenagakerjaan pada
periode yang akan datang akan mengalami perbaikan.
Sejalan dengan kondisi ketenagakerjaan, tingkat
kesejahteraan terutama pada masyarakat pedesaan
mengalami peningkatan. Hal tersebut tercermin dari Nilai
Tukar Pertani (NTP) yang meningkat di periode laporan.
Bab 6
2
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER I 2
016
83
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
6.1. KETENAGAKERJAAN
Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi
Tenggara pada triwulan III 2016 diindikasikan
mengalami perbaikan, walaupun terjadi
perlambatan ekonomi pada periode tersebut.
Hal ini tercermin dari data BPS Sulawesi
Tenggara yang menunjukkan adanya
peningkatan jumlah penduduk yang bekerja dan
penurunan jumlah penggangguran terbuka.
Pada bulan Agustus 2016, jumlah penduduk
bekerja tercatat sebanyak 1,25 juta jiwa atau
meningkat sebesar 41,5 ribu jika dibandingkan
dengan periode Februari 2016. Peningkatan
jumlah tenaga kerja tersebut utamanya berasal
dari peningkatan jumlah tenaga kerja yang
berkerja di lapangan usaha pertanian dan
lapangan usaha konstruksi. Struktur lapangan
pekerjaan pada periode laporan tidak
mengalami perubahan, pada bulan Agustus
lapangan usaha pertanian masih menjadi
penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja
di Sulawesi Tenggara di ikuti oleh lapangan
usaha perdagangan dan rumah makan dan
lapangan usaha jasa.
Pada Agustus 2016, lapangan usaha pertanian
menyerap tenaga kerja sebesar 474 ribu jiwa
atau 38,9% dari total penduduk yang bekerja di
Sulawesi Tenggara. Peningkatan jumlah
penduduk yang bekerja di lapangan usaha
pertanian ditengarai sebagai akibat adanya
panen pada periode tersebut serta dari persepsi
kesejahteraan petani yang meningkat. Hal ini
tercermin dari adanya kenaikan NTP pada
periode laporan jika dibandingkan dengan
periode sebelumnya.
Lapangan usaha perdagangan dan rumah
makan menempati posisi kedua dengan
penyerapan tenaga kerja sebesar 243,4 ribu jiwa
atau 19,9% dari penduduk yang bekerja di
Sulawesi Tenggara. Sementara lapangan usaha
jasa menempati posisi ketiga dengan menyerap
225,5 ribu jiwa atau 18,5% dari penduduk yang
bekerja di Sulawesi Tenggara.
Jenis pekerjaan yang dominan pada bulan
Agustus 2016 adalah kelompok orang yang
bekerja sebagai buruh/karyawan. Sementara itu
jumlah tenaga kerja yang bekerja pada sektor
formal hanya sebesar 383,8 ribu jiwa atau
31,5% dari total penduduk bekerja di Sulawesi
Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah
Grafik 6.1 Kondisi Penduduk Bekerja Sulawesi Tenggara Grafik 6.2 Kondisi Penduduk Menganggur
1.054
997
1.112
1.037
1.126
1.075
1.166
1.220
900
950
1.000
1.050
1.100
1.150
1.200
1.250
Feb Aug Feb Aug Feb Aug Feb Aug
2013 2014 2015 2016
orang (ribu)
37
46
24
48 42
63
46
34
-
10
20
30
40
50
60
70
Feb Aug Feb Aug Feb Aug Feb Aug
2013 2014 2015 2016
orang (ribu)
84
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER I 2
016
Tenggara, menurun sebanyak 17,3 ribu jiwa jika
dibandingkan dengan bulan Februari 2016.
Sementara untuk penduduk yang bekerja pada
sektor informal pada periode laporan mencapai
835,8 ribu jiwa atau sebanyak 68,5% dari total
penduduk bekerja di Sulawesi Tenggara. Kondisi
tersebut meningkat sebanyak 70,7 ribu jiwa
dibandingkan periode bulan Februari 2016.
Di sisi lain, jumlah pengangguran terbuka pada
periode laporan mengalami penurunan. Dari
Februari 2016 hingga Agustus 2016, jumlah
pengangguran terbuka berkurang sebanyak
11,7 ribu orang atau menurun sebesar 25,6%.
Dengan adanya penurunan tersebut, jumlah
penduduk yang menganggur di Bulan Agustus
2016 tercatat sebesar 34,1 ribu orang. Jika
diperhatikan dari pendidikan tertinggi yang
ditamatkan masih banyak terdapat tenaga kerja
yang berpendidikan yang menganggur.
Berdasarkan data BPS Provinsi Sulawesi
Tenggara diketahui bahwa sebanyak 5,0% dari
total penduduk usia yang 15 tahun ke atas yang
menganggur berpendidikan sarjana, sementara
untuk yang berpendidikan Diploma I/II/III
sebanyak 2,3%.
Terjadinya peningkatan jumlah penduduk yang
bekerja dan penurunan jumlah penduduk yang
menganggur membuat Tingkat Pengganguran
Terbuka (TPT) di Sulawesi Tenggara menurun
dari 3,78% (Februari 2016) menjadi 2,72%
(Agustus 2016) serta Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja yang meningkat dari 71,9%
menjadi sebesar 73,5%.
Kondisi tersebut sejalan dengan hasil Survei
Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan
oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Sulawesi Tenggara. Hasil SKDU menunjukkan
bahwa kondisi ketenagakerjaan pada triwulan III
mengalami peningkatan jika dibandingkan
dengan periode sebelumnya. Pada triwulan III
2016, pelaku usaha masih menyatakan adanya
perbaikan jumlah tenaga kerja yang terserap dari
saldo bersih tertimbang (SBT) sebesar 2,21%,
dari sebelumnya yang tercatat sebesar -1,81%.
Sementara itu, diperkirakan kondisi
ketenagakerjaan pada periode yang akan
datang juga akan mengalami perbaikan. Hasil
SKDU menunjukkan bahwa perkiraan
perkembangan jumlah penggunaan tenaga
kerja pada tiga bulan mendatang akan
Sumber: SKDU KPw BI Sultra, diolah Sumber: SKDU KPw BI Sultra, diolah
Grafik 6.3 Indeks Realisasi Penggunaan Tenaga Kerja Grafik 6.4 Indeks Perkiraan Jumlah Pengunaan Tenaga
Kerja
-8%
-6%
-4%
-2%
0%
2%
4%
6%
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
SBT (Saldo Bersih Tertimbang)
0%
5%
10%
15%
20%
25%
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
SBT (Saldo Bersih Tertimbang)
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
85
mengalami peningkatan. SBT tenaga kerja pada
triwulan IV 2016 tercatat sebesar 4,53,
meningkat dibandingkan dengan periode
triwulan III yang tercatat sebesar 2,60.
Peningkatan tersebut diperkirakan berasal dari
lapangan usaha pertanian dan lapangan usaha
penggangkutan dan komunikasi.
6.2. KESEJAHTERAAN
Sejalan dengan perbaikan yang terjadi dari sisi
ketenagakerjaan, kondisi kesejahteraan
Sulawesi Tenggara juga terindikasi
mengalami peningkatan pada triwulan III
2016. Hal ini terlihat dari peningkatan indeks
penghasilan masyarakat dan Nilai Tukar Petani
(NTP) pada triwulan III 2016 jika dibandingkan
dengan triwulan II 2016. NTP merupakan suatu
indikator kemampuan tukar produk pertanian
untuk keperluan memproduksi produk
pertanian. Oleh karena itu, NTP dapat dijadikan
alat ukur untuk tingkat kesejahteraan
masyarakat khususnya yang bekerja di sektor
pertanian.
Pada triwulan III 2016, NTP Sulawesi Tenggara
tercatat sudah lebih dari nilai 100 yakni sebesar
100,4 atau meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya yang hanya tercatat sebesar 99,6.
Peningkatan tersebut terutama disebabkan oleh
peningkatan NTP yang terjadi pada subsektor
tanaman perkebunan rakyat, dari 101,3 pada
triwulan II 2016 menjadi 104,7 di triwulan III
2016 akibat dengan adanya musim panen
komoditas kakao di periode tersebut. Subsektor
peternakan juga mengalami peningkatan dari
105,3 di triwulan II 2016 menjadi 106,7 di
triwulan III 2016 seiring dengan adanya
perayaan Hari Raya Idul Adha yang
mengakibatkan adanya permintaan komoditas
ternak. Serta subsektor perikanan dari 109,2 di
triwulan II menjadi 111,6 di triwulan III.
Peningkatan tersebut disebabkan oleh
meningkatnya kinerja perikanan tangkap yang
meningkat dari 114,7 menjadi 118,4. Kondisi
tersebut sejalan dengan akselerasi pertumbuhan
sub lapangan usaha perikanan.
Pencapaian NTP subsektor hortikultura Provinsi
Sulawesi tenggara sampai triwulan III 2016
masih berada di bawah 100, hal ini
menunjukkan bahwa total pendapatan yang
diterima oleh para petani lebih rendah
dibandingkan dengan total pengeluaran untuk
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Produsen Feni, diolah
Grafik 6.5 Indeks Penghasilan Konsumen Grafik 6.6 Perkembangan NTP Sulawesi Tenggara
120
125
130
135
140
145
150
155
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Indeks
99,6
93,5
92,3
101,3
105,3
109,2
100,4
91,4
89,8
104,7
106,7
111,6
- 50,0 100,0 150,0
Total
Tanaman Pangan
Hortikultura
Perkebunan Rakyat
Peternakan
Perikanan
NTP Tw III NTP Tw II
86
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER I 2
016
memproduksi hasil usahanya. Selain subsektor
hortikultura, subsektor tanaman pangan juga
berada di bawah angka 100, yakni sebesar 91,4.
Rendahnya NTP dibeberapa sector pertanian
(khususnya subsektor hortikultura dan subsektor
tanaman pangan) tersebut menunjukkan bahwa
kesejahteraan para pekerja di sektor pertanian
belum secara merata dirasakan oleh masyarakat.
Hal ini sesuai dengan hasil Survei Konsumen
yang dilakukan oleh KPw BI Provinsi Sulawesi
Tenggara menunjukkan adanya penurunan
Indeks Penghasilan Konsumen (IPK) dari 140,3
pada triwulan II 2016 menjadi 130,7 pada
triwulan III 2016. Adanya penurunan
penghasilan tersebut dapat berdampak pada
rendahnya daya beli masyarakat.
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
TRIW
ULA
N I 2
016
PROSPEK
PEREKONOMIAN DAERAH
Pada tahun 2017 mendatang, pertumbuhan ekonomi Sulawesi
Tenggara diperkirakan berada pada tren meningkat dan
tumbuh pada kisaran 6,5% – 7,0% (yoy).
Percepatan tersebut searah dengan prakiraan perekonomian
Indonesia dan dunia yang juga mengalami peningkatan.
Kinerja lapangan usaha pertanian, pertambangan dan
penggalian serta industri pengolahan masih merupakan faktor
pendorong laju percepatan perekonomian di periode triwulan
mendatang.
Di sisi lain, perkembangan inflasi Sultra pada tahun 2017
diperkirakan akan dominan dipengaruhi oleh penurunan
kelompok volatile food dan administered prices. Inflasi
Sulawesi Tenggara pada tahun 2017 diprakirakan berada pada
kisaran 3,0% - 3,4% (yoy), relatif menurun dibandingkan
dengan periode tahun 2016 yang diperkirakan berada pada
kisaran 3,3%-3,7% (yoy).
Bab 7
89
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
7.1. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI
7.1.1. Tahun 2017
Berdasarkan beberapa indikator pendukung,
hasil survei dan liaison, pertumbuhan ekonomi
Sulawesi Tenggara pada tahun 2017
diprakirakan berada pada kisaran 6,5% - 7,0%
(yoy) mengalami akselerasi jika dibandingkan
pertumbuhan pada periode 2016 yang
diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 6,2%
(yoy). Perkembangan perekonomian di Sultra
tersebut searah dengan prakiraan perekonomian
Indonesia dan dunia yang juga diperkirakan
mengalami peningkatan. Kinerja lapangan
usaha pertanian, pertambangan dan industri
pengolahan yang masih mendominasi
perekonomian Sultra secara signifikan
dipengaruhi oleh kondisi ekonomi global.
Beberapa asumsi yang menjadi pendorong
perekonomian Sulawesi Tenggara tahun 2017
adalah (1) peningkatan kinerja lapangan usaha
utama, (2) peningkatan konsumsi rumah
tangga, (3) peningkatan realisasi investasi, dan
(4) meningkatnya ekspor komoditas utama.
Peningkatan kinerja lapangan usaha utama
Lapangan usaha pertanian (tabama,
perkebunan dan perikanan)
Kondisi cuaca pada tahun 2017 mendatang
diperkirakan akan kembali normal dan
mendukung peningkatan produktivitas
pertanian di Sultra. Selain itu, terdapat
beberapa faktor yang diperkirakan akan
mendorong peningkatan produksi di sektor
pertanian, antara lain;
1) Perikanan
- Terdapat program dari Pemprov di tahun
2016 untuk pembenahan produksi
perikanan tangkap maupun budidaya
seperti Penyusunan Tata Ruang Wilayah
Laut, penataan perizinan 5-30 GT, dan
peningkatan balai benih perikanan.
- Terdapat bantuan kapal kepada nelayan
di tahun 2016 sebanyak 217 kapal
ukuran 5-15 GT dan akan efektif
digunakan untuk meningkatkan kinerja
perikanan tangkap pada tahun 2017.
2) Perkebunan
- Sulawesi Tenggara ditunjuk sebagai
salah satu sentra produksi kakao.
Sumber: OECD (June 2016), diolah Sumber: World Bank Commodity Forecast Price Oct 2016, diolah
Grafik 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
dan Dunia Grafik 7.2 Proyeksi Harga Komoditas Internasional
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
2013 2014 2015 2016 2017
Sultra Indonesia (OECD) Dunia (OECD)
%, yoy
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
18000
2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Nickel Kakao (sb.kanan)
US$/mt US$/kg
90
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
Produksi tanaman kakao di Sultra rata-
rata mencapai 157.537 ton/tahun.
Perusahaan pengolah kakao di Sultra
sudah mulai beroperasi dan dapat
mendorong petani kakao untuk
meningkatkan produksinya.
- Sulawesi Tenggara ditunjuk sebagai
salah satu sentra produksi kakao.
Produksi tanaman kakao di Sultra rata-
rata mencapai 157.537 ton/tahun.
Perusahaan pengolah kakao di Sultra
sudah mulai beroperasi dan dapat
mendorong petani kakao untuk
meningkatkan produksinya.
- Adanya program peremajaan pada
tanaman-tanaman kakao mulai
menunjukkan adanya peningkatan
produksi kakao.
- Beberapa daerah mulai
mengembangkan perkebunan kelapa
sawit, pada tahun 2016 diperkirakan
tanaman kelapa sawit mulai dapat
berproduksi lebih ekspansif.
3) Tanaman Bahan Makanan
- Terdapat penambahan lahan sawah di
beberapa kabupaten yang mencapai
luas 1.500 hektar. Diperkirakan lahan
sawah baru tersebut akan sudah mulai
berproduksi pada tahun 2017.
- Adanya perbaikan sarana irigasi pada
tahun 2016 diperkirakan akan
memberikan dampak pada peningkatan
produksi pertanian di tahun 2017.
- Terdapat beberapa kabupaten yang
memanfaatkan lahannya untuk
penanaman jagung
- Sulawesi Tenggara ditunjukkan sebagai
salah satu sentra produksi sapi potong
diperkirakan akan memberikan dampak
pada peningkatan hasil produksi.
Lapangan usaha pertambangan dan
industri pengolahan (nikel, feronikel dan
aspal)
Produksi tambang nikel diperkirakan akan
kembali mengalami peningkatan cukup
signifikan pada tahun 2017 khususnya
untuk memenuhi permintaan dalam negeri
yang semakin meningkat seiring dengan
telah beroperasinya beberapa smelter
pengolahan (output sebagai feronikel
maupun NPI). Berdasarkan hasil liaison
diketahui bahwa salah satu perusahaan
besar pengolahan nikel diperkirakan akan
mulai mengoperasikan salah satu tungku
pada tahun 2017 telah selesainya proses
pembangunan di akhir tahun 2016. Selain
itu juga, diperkirakan pada tahun
mendatang juga akan terdapat 3 (tiga)
perusahaan smelter yang akan mulai
beroperasi.
Beberapa lembaga internasional
memprediksi bahwa harga nikel akan mulai
mengalami peningkatan seiring dengan
meningkatnya permintaan dunia terutama
negara Tiongkok terhadap stainless steel.
Sementara itu, produksi dari negara
pengekspor terbesar di dunia yakni Filipina
mengalami penurunan akibat adanya
penertiban besar-besaran tambang nikel
dan penutupan sementara pabrik-pabrik
akibat adanya masalah lingkungan.
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
91
Di sisi lain, kinerja pertambangan aspal juga
diperkirakan akan semakin mengalami
peningkatan seiring adanya instruksi presiden
tentang penggunaan aspal buton untuk
peningkatan atau pembangunan jalan nasional
sementara permintaan luar negeri untuk
komoditas aspal juga akan semakin meningkat,
terutama ke Tiongkok dan Myanmar.
Peningkatan konsumsi rumah tangga
Konsumsi rumah tangga diprakirakan masih
tumbuh pada level yang tinggi di kisaran
6,5%(yoy) dipengaruhi oleh peningkatan jumlah
penduduk sebesar 2,2%. Selain itu, presentase
penduduk yang masuk dalam usia produktif juga
semakin meningkat dibandingkan tahun-tahun
sebelumnya. Hal ini diperkirakan dapat
mendorong peningkatan jumlah masyarakat
berpenghasilan menengah (middle income
group) yang menopang konsumsi domestik.
Di samping itu, kondisi perekonomian dunia
yang meningkat juga turut diperkirakan akan
memperbesar permintaan komoditas utama
eskpor Sultra sehingga berakibat pada
peningkatan penghasilan masyarakat dan
berujung pada peningkatan konsumsi domestik.
Peningkatan investasi
Pada tahun 2017, aktivitas investasi di Sultra
diperkirakan akan kembali mengalami
peningkatan terutama yang dilakukan oleh
pemerintah. Kondisi tersebut diperkirakan
disebabkan oleh adanya pembayaran transfer
DAU dari pemerintah pusat yang tertunda pada
akhir tahun 2016 serta masih terdapatnya
proyek pembangunan infrastruktur yang bersifat
multiyears seperti pembangunan jembatan
Bahteramas dan bendungan Ladongi.
Peningkatan ekspor
Sejalan dengan adanya peningkatan
perekonomian global dan negara mitra dagang,
ekspor Sultra pada tahun 2017 diperkirakan
tumbuh positif. Ekspor nikel olahan seperti
feronikel dan NPI (Nikel Pig Iron) diperkirakan
akan meningkat seiring dengan adanya
Tabel 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran
2017
I II III IVP IP
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 10,7 5,7 5,6 5,5 5,7 0,04 6,8 6,7 - 7,1
Pertambangan dan Penggalian (9,1) 0,5 (9,0) 0,9 1,9 11,3 (4,2) 2,6 - 3,0
Industri Pengolahan 8,7 5,5 13,9 11,3 11,8 7,7 9,8 11,1 - 11,5
Pengadaan Listrik, Gas 8,2 6,2 11,6 7,5 7,1 4,0 8,3 6,4 - 6,8
Pengadaan Air 13,3 7,1 14,3 8,8 14,3 2,8 10,8 11,3 - 11,7
Konstruksi 11,0 10,9 8,9 9,6 7,0 12,6 10,0 9,8 - 10,2
Perdagangan Besar dan Eceran 7,2 7,5 19,2 8,0 7,1 7,4 10,5 7,9 - 8,3
Transportasi dan Pergudangan 12,2 15,2 17,0 16,7 12,0 7,5 15,4 11,6 - 12,0
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7,7 8,3 7,7 8,7 7,2 7,9 8,1 7,3 - 7,7
Informasi dan Komunikasi 13,7 12,2 13,2 7,7 9,5 6,5 11,6 8,8 - 9,2
Jasa Keuangan 14,5 21,6 14,0 9,7 4,8 7,7 14,8 3,1 - 3,6
Real Estate 0,4 1,2 (8,8) 5,2 2,9 4,8 (0,5) 5,9 - 6,2
Jasa Perusahaan 10,0 8,1 7,7 6,2 8,9 10,3 8,0 5,5 - 5,6
Administrasi Pemerintahan 3,3 9,2 5,0 4,6 3,9 5,3 5,5 4,8 - 5,2
Jasa Pendidikan 11,2 12,7 16,1 6,0 5,3 7,9 11,4 1,7 - 2,1
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 9,2 4,5 8,3 6,0 5,7 6,4 7,0 5,9 - 6,3
Jasa Lainnya 8,5 9,4 6,1 7,8 7,4 7,1 7,9 8,5 - 8,9
PDRB 5,5 6,8 6,0 6,5 6,0 6,9 6,2 6,6 - 7,0
Lapangan Usaha 20152016
2016P 2017P
92
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
peningkatan permintaan dari negara Eropa,
Tiongkok maupun negara Asia lainya seperti
India dan Korea Selatan. Ekspor aspal juga
diperkirakan akan mengalami perbaikan
sehingga dapat mendorong peningkatan ekspor
secara umum. Selain produk tambang, ekspor
hasil perikanan Sultra diperkirakan juga akan
mengalami peningkatan seiring dengan adanya
peningkatan produksi dan permintaan dari
negara tujuan ekspor.
7.1.2. Triwulan I 2017
Dengan didasarkan pada beberapa indikator
pendukung, hasil survei dan liaison,
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara pada
triwulan I 2017 diprakirakan berada pada
kisaran 5,8% - 6,2% (yoy), mengalami
perlambatan jika dibandingkan periode triwulan
IV 2016 yang diperkirakan akan mengalami
pertumbuhan sebesar 6,5% (yoy).
Dari sisi penawaran, lapangan usaha konstruksi
diperkirakan akan menjadi lapangan usaha yang
secara dominan memberikan kontribusi pada
perlambatan kinerja ekonomi Sultra di periode
triwulan I 2017. Lapangan usaha konstruksi
mengalami perlambatan dipengaruhi oleh
perilaku musiman dari investasi pemerintah
dalam membangun infrastruktur. Pada awal
tahun, proyek-proyek pemerintah masih dalam
masa tender dan persiapan sehingga belum
memberikan dampak terhadap lapangan usaha
konstruksi.
Sedangkan dari sisi permintaan, perlambatan
disumbangkan oleh tingginya impor, terutama
dalam mendukung hilirisasi nikel. Sejauh ini
barang modal untuk membangun smelter masih
didatangkan dari luar negeri, terutama dari
Tiongkok.
7.2. PROSPEK INFLASI
7.2.1. Tahun 2017
Tekanan inflasi Sulawesi Tenggara pada tahun
2017 mendatang diperkirakan akan berada
pada level moderat yaitu pada kisaran 3,0% -
3,4% (yoy), lebih rendah dibandingkan tahun
2016 yang diperkirakan berada pada kisaran
3,3% - 3,7% (yoy). Penurunan tekanan inflasi
pada tahun tersebut didorong oleh penurunan
tekanan volatile food dan administered prices
terkait dengan kebijakan energi.
Beberapa asumsi yang mendasari penurunan
tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 7.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan
2017
I II III IVP IP
Konsumsi Rumah Tangga 6,5 6,7 6,1 5,8 6,2 4,8 6,3 6,2 - 6,6
Konsumsi LNPRT 6,6 7,2 3,2 8,8 6,5 -2,5 6,5 7,4 - 7,8
Konsumsi Pemerintah 4,8 16,1 8,0 7,6 7,5 4,5 9,2 8,2 - 8,6
PMTB 10,2 9,3 4,5 5,4 7,9 4,4 7,1 8,1 - 8,5
Perubahan Inventori -114,2 -83,5 -80,0 -124,7 -45,1 -33,9 -85,5 -412,8 - -413,2
Eksport Luar Negeri -49,7 -29,4 -2,6 57,5 59,4 -20,9 -9,6 105,4 - 105,8
Import Luar Negeri -22,8 27,7 3,8 31,9 58,8 -23,4 12,5 55,1 - 55,5
Net Eksport Antar Daerah 6,7 -41,1 -27,7 5,0 14,3 -30,0 -12,0 42,2 - 42,6
PDRB 5,5 6,8 6,0 6,5 6,0 6,9 6,2 6,6 - 7,0
20162016P 2017PKomponen Pengeluaran 2015
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
93
1. Tekanan inflasi volatile foods menurun
Kinerja produksi bahan pangan di Sultra
pada tahun 2017 diperkirakan akan
meningkat dan membantu tersedianya
pasokan bahan makanan baik serelia
maupun dari komoditi ikan dan unggas.
Program kerja peningkatan bahan pangan
sebagai salah satu program Tim
Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Sultra
diperkirakan turut mendorong peningkatan
kinerja tersebut. Di sisi lain, dengan
terbentuknya TPID di seluruh
Kota/Kabupaten maka kerjasama/koordinasi
antar daerah dalam rangka penyediaan
pasokan dan distribusi bahan pangan
diperkirakan akan semakin lancar. Selain itu,
terbangunnya jalan dan pelabuhan yang
memadai diperkirakan akan meningkatkan
jumlah dan memperlancar arus barang di
Sultra.
2. Tekanan inflasi administered price
menurun.
Peningkatan kelompok administered price di
Sultra banyak dipengaruhi oleh tekanan
harga tiket pesawat udara terutama Kota
Baubau. Namun dengan adanya
penambahan jadwal penerbangan pada
akhir tahun 2016, maka diperkirakan
tekanan inflasi dari tarif angkutan udara
dapat lebih rendah.
Namun demikian, masih terbatasnya
kemampuan pemerintah dalam
meningkatkan pendapatan negara,
terutama dari pajak, menyebabkan terdapat
indikasi kebijakan dalam meningkatkan
pengenaan pajak dan cukai yang pada
akhirnya dapat memberikan tekanan
terhadao inflasi secara tidak langsung. Selain
itu, subsidi pemerintah terhadap beberapa
komoditas seperti listrik dan BBM
diperkirakan akan mulai dikurangi untuk
menyehatkan keuangan pemerintah.
3. Tekanan inflasi inti relatif meningkat
Perkembangan inflasi inti dipengaruhi oleh
faktor domestik dan faktor eksternal.
Permintaan domestik diperkirakan masih
tinggi seiring dengan peningkatan
penghasilan masyarakat. Mulai aktifnya
pertambangan dan harga nikel dunia yang
sudah berangsur membaik menyebabkan
tingkat penghasilan masyarakat juga akan
meningkat. Kondisi tersebut akan
mendorong terciptanya lapangan kerja baru
dan adanya migrasi tenaga kerja dari daerah
maupun negara lain.
7.2.2. Triwulan I 2017
Tekanan inflasi Sulawesi Tenggara pada triwulan
I 2017 mendatang diperkirakan akan berada
pada tekanan yang lebih rendah dibandingkan
dengan inflasi pada akhir triwulan IV 2016.
Inflasi pada triwulan I 2017 diperkirakan berada
pada kisaran 2,3% s.d 2,7% (yoy). Kelompok
volatile food diperkirakan akan menjadi
penyumbang utama terjadinya penurunan
tekanan pada triwulan tersebut. Selain itu
diperkirakan tekanan dari administered prices
akan sedikit meningkat terutama dari adanya
rencana kenaikan cukai rokok. Sementara itu
tingkat konsumsi yang masih tinggi diperkirakan
dapat meningkatkan inflasi dari kelompok inti
namun masih dapat terkendali.
94
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
NO
VEM
BER 2
016
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
Administered
price
Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang
perkembangan harganya diatur oleh pemerintah.
Andil inflasi Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok
barang/kota terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan.
APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan
tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh
pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan
daerah.
Bobot inflasi Besaran yang menunjukkan pengaruh suatu komoditas terhadap
tingkat inflasi secara keseluruhan, yang diperhitungkan dengan
melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap komoditas tersebut.
Dana
Perimbangan
Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk
mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam
mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.
Dana Pihak
Ketiga (DPK)
Dana masyarakat (berupa tabungan, deposito, giro, dll) yang disimpan
di suatu bank.
Faktor
Fundamental
Faktor fundamental adalah faktor pendorong inflasi yang dapat
dipengaruhi oleh kebijakan moneter, yakni interaksi permintaan-
penawaran atau output gap, eksternal, serta ekspektasi inflasi
masyarakat
Faktor Non
Fundamental
Faktor non fundamental adalah faktor pendorong inflasi yang berada
di luar kewenangan otoritas moneter, yakni produksi maupun
distribusi bahan pangan (volatile foods), serta harga barang/jasa yang
ditentukan oleh pemerintah (administered price)
Feronikel Hasil olahan nikel mentah (ore nickel) dengan kadar antara 20-30%
Ni dan digunakan sebagai bahan baku pembuatan baja dan stainless
steel
Imported
inflation
Salah satu disagregasi inflasi, yaitu inflasi yang berasal dari pengaruh
perkembangan harga di luar negeri (eksternal)
Indeks
Ekspektasi
Konsumen
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan
konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang,
dengan skala 1---100.
Indeks Harga
Konsumen (IHK)
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga
barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode
tertentu.
Daftar
Istilah
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
TRIW
ULA
N I 2
016
Indeks Kondisi
Ekonomi
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan
konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1---100.
Indeks
Keyakinan
Konsumen (IKK)
Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi
ekonomi saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan
mendatang, dengan skala 1---100.
Investasi Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan produksi melalui
peningkatan modal.
Inflasi inti Inflasi inti adalah inflasi yang dipengaruhi oleh faktor fundamental
Liaison Kegiatan pengumpulan data/statistik dan informasi yang bersifat
kualitatif dan kuantitatif yang dilakukan secara periodik melalui
wawancara langsung kepada pelaku ekonomi mengenai
perkembangan dan arah kegiatan ekonomi dengan cara yang
sistematis dan didokumentasikan dalam bentuk laporan
Loan to Deposit
Ratio (LDR)
Ratio yang menunjukkan perbandingan antara jumlah pinjaman yang
disalurkan dengan dana pihak ke tiga yang dihimpun pada suatu
waktu tertentu.
Migas Minyak dan gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup
industri minyak dan gas.
Mtm Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan
sebelumnya.
NPI Nikcel Pig Iron. Hasil olahan ore nickel dengan kandungan 5-10% Ni.
Non Performing
Loan (NPL)
Besarnya jumlah kredit bermasalah pada suatu Bank dibanding
dengan total keseluruhan kreditnya
Omzet Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi.
PDRB Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang
mencerminkan hasil kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah
tertentu.
Pendapatan Asli
Daerah (PAD)
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah
seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik
daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.
Perceived risk Persepsi risiko yang dimiliki oleh investor terhadap kondisi
perekonomian sebuah negara
Qtq Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan
triwulan sebelumnya.
Saldo Bersih Selisih antara persentase jumlah respondenyang memberikan jawaban
meningkat dengan persentase jumlah responden yang memberikan
jawaban menurun danmengabaikan jawaban sama .
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
TRIW
ULA
N I 2
016
SBT Saldo Bersih Tertimbang. Nilai yang diperoleh dari hasil perkalian saldo
bersih sektor/subsektor yang bersangkutan dengan bobot
sektor/subsektor yang bersangkutan sebagai penimbangnya.
Sektor ekonomi
dominan
Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga
mempunyai pengaruh dominan pada pembentukan PDRB secara
keseluruhan.
Volatile food Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang
perkembangan harganya sangat bergejolak karena faktor-faktor
tertentu.
West Texas
Intermediate
Jenis minyak bumi yang menjadi acuan untuk transaksi perdagangan
minyak dunia.
Yoy Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun
sebelumnya.
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L
PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
TRIW
ULA
N I 2
016
PENANGGUNG JAWAB
Dian Nugraha
(dnugraha@bi.go.id)
KOORDINATOR PENYUSUN
Harisuddin
(harisuddin@bi.go.id)
TIM PENULIS
Daniel Agus Prasetyo
(daniel_ap@bi.go.id)
Argo Hadianto
(argo_h@bi.go.id)
KONTRIBUTOR
Fungsi Data dan Statistik Ekonomi dan Keuangan
Fungsi Pelaksanaan Pengembangan UMKM
Fungsi Koordinasi dan Komunikasi Kebijakan
Unit Pengelolaan Uang Rupiah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA SULAWESI TENGGARA Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi
Fungsi Asesmen Ekonomi dan Surveilans
Jl. Sultan Hasanudin No. 150 Kendari
No. Telp. (0401) 3121655; No. Fax.(0401)3122718
Tim
Penyusun
top related