proposal penelitian_persepsi siswa terhadap peran guru bimbingan di smkn 1 somba opu
Post on 12-Jun-2015
9.251 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Setiap bentuk aspek kehidupan manusia baik pribadi,
keluarga, kelompok maupun dalam berbangsa dan bernegara yang sedang
membangun banyak ditentukan oleh kemajuan pendidikan.
Kualitas manusia yang dihasilkan oleh pendidikan merupakan andalan
bagi tercapainya tujuan pendidikan nasional. Kualitas yang dimaksudkan di
sini adalah pribadi yang memiliki keserasian, keselarasan, dan
keseimbangan dalam aspek – aspeknya yaitu intelektual, moral, sosial,
spiritual,fisik dan sebagainya. Dari hal ini jelas bahwa yang menjadi tujuan inti
dari pendidikan adalah perkembangan kepribadian secara optimal dari setiap
individu.
Melihat kenyataan pada bidang pendidikan di Indonesia yang masih
terdapat kecendrungan bahwa pendidikan belum sepenuhnya dapat
membantu perkembangan kepribadian peserta didik secara optimal. Secara
akademis masih nampak gejala bahwa peserta didik belum mencapai
prestasi belajar yang memuaskan. Demikian halnya dengan kondisi tempat
penelitian penulis yang menunjukkan masih adanya siswa yang prestasi
1
belajarnya rendah, lamban dalam menerima pelajaran, bolos, dan terlambat
datang kesekolah.
Berdasarkan hal tersebut di atas, terlihat banyaknya permasalahan
peserta didik yang belum sepenuhnya dapat dipecahkan di sekolah. Adapun
permasalahan lain yang dihadapi oleh sebagian siswa antara lain masalah
penyesuaian terhadap lingkungan kelas yang dalam hal ini teman – teman
kelas, lingkungan sekolah dengan teman – teman dari tingkat maupun kelas
lain ataupun dalam membina hubungan dengan keluarga dan masyarakat,
namun yang menjadi masalah utama adalah yang berhubungan dengan
prestasi belajar. Hal ini merupakan tantangan bagi guru pembimbing sekolah
untuk turut bertanggung jawab dalam menyelesaikan masalah tersebut.
Sebagaimana diketahui bahwa guru pembimbing adalah salah satu
tenaga pendidik yang bertugas seperti apa yang dikemukakan oleh Bimo
Walgito (1993:28) bahwa tugas guru pembimbing adalah “menyelenggarakan
bimbingan terhadap anak – anak didik baik yang bersifat preventif, persevarif
maupun yang bersifat kuratif atau korektif”. Pendapat ini mencakup segala
aspek dalam memberikan bantuan terhadap anak didik.
Bantuan yang lebih spesifik dan merupakan salah satu jenis layanan
bimbingan di sekolah. Dalam rangka pelaksanaan bimbingan dan konseling
di sekolah, terkait beberapa kendala yang perlu mendapat perhatian untuk
segera ditangani dan diatasi. Diantaranya adalah menyangkut persepsi siswa
terhadap guru pembimbing. Dalam hal ini, guru pembimbing hendaknya
2
berusaha menelaah sikap serta sikap siswanya terhadap diri mereka, karena
siswa juga memiliki sikap dan persepsi yang berbeda pula.
Bimbingan yang dimaksudkan untuk membantu siswa memperolah
kematangan diri dalam memperolah pengetahuan, sikap, dan keterangan
yang membuat siswa mencapai prestasi yang optimal. Dengan demikian
bimbingan adalah upaya untuk membentuk perkembangan kepribadian
siswa.
Dalam rangka menjawab tantangan kehidupan di masa depan yang
menuntut adanya reformasi program pendidikan dengan tuntutan dunia kerja,
maka layanan bimbingan merupakan layanan yang membantu siswa
mengenal bakat, minat, dan kemampuannya serta memilih dan
menyesuaikan diri dengan kesempatan pendidikan untuk merencanakan
karier.
Secara konseptual, bimbingan sangat esensial bagi kemajuan
perkembangan dan prestasi belajar siswa, walaupun dalam kenyataan di
lapangan menunjukkan bahwa bimbingan belum berjalan efektif. Hal ini
terlihat berdasarkan pengamatan penulis di mana pihak – pihak lain
menganggap bimbingan kurang bermanfaat, bahkan terkadang dituding tidak
memberikan kontribusi yang berarti terhadap kemajuan prestasi belajar
siswa.
Untuk itu perlu adanya pembentukan persepsi yang positif terhadap
bimbingan agar dalam pelaksanaan bimbingan yang lebih berdaya guna
3
dapat terwujud. Persepsi negatif yang muncul akan menghambat tercapainya
tujuan dilakukannya bimbingan. Dengan demikian perlu dicermati hal – hal
yang menyebabkan terjadinya keadaan seperti itu. Dalam hal ini persepsi
negatif para siswa terhadap bimbingan dan konseling perlu diperhatikan dan
diamati secara serius dan sistematis, selanjutnya dijadikan sebagai langkah
awal untuk melakukan upaya perbaikan. Dengan kata lain untuk mencapai
hasil yang optimal pada pelaksanaan bimbingan di sekolah perlu adanya
persepsi positif terhadap bimbingan. Dengan demikian perlu adanya kajian
teoritis yang disertai kajian empiris mengenai persepsi siswa terhadap
bimbingan dan juga faktor – faktor yang dapat memperbaiki persepsi negatif.
Dengan adanya pertimbangan tersebut di atas, penulis mengadakan
penelitian dengan pendekatan kualitatif tentang, “PERSEPSI SISWA
TERHADAP PERAN GURU BIMBINGAN DI SMK NEGERI I SOMBA OPU
KABUPATEN GOWA”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas,
maka penulis mengemukakan masalah yang dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana persepsi siswa terhadap peran guru bimbingan di SMK
Negeri I Somba Opu?
4
2. Faktor – faktor yang mempengaruhi peran guru bimbingan dan
konseling dalam menangani permasalahan siswa di SMK Negeri I
Somba Opu?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui persepsi siswa terhadap peran guru bimbingan di
SMK Negeri I Somba Opu.
2. Untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi peran guru
bimbingan dalam menangani permasalahan siswa di SMK Negeri I
Somba Opu.
D. Manfaat Penelitian
1. Diharapkan dapat dijadikan masukan untuk menambah kepustakaan
sekaligus memberikan kontribusi pada dunia pendidikan dalam
meningkatkan kualitas peserta didik.
2. Sebagai bahan rujukan terutama bagi yang ingin mengadakan
penelitian lebih lanjut khusunya yang menyangkut persepsi siswa
terhadap layanan bimbingan dalam meningkatkan prestasi anak didik.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep – Konsep Komunikasi
Komunikasi secara etimologis, berasal dari bahasa latin yaitu
communicatio, yang bersumber pada kata communis yang memiliki arti sama
makna, yaitu kesamaan makna tentang suatu hal. Jadi idealnya komunikasi
akan berlangsung apabila antara orang – orang yang terlibat terdapat
kesamaan makna yang dikomunikasikan. komunikasi antarmanusia
penekananya tentu terletak tentu terletak pada proses sosialnya, yang secara
sederhana Effendy (2004:4) melukiskan bahwa masyarakat terbentuk dari
paling sedikit dua orang yang saling berhubungan dengan komunikasi
sebagai penjalinnya. Sedangkan menurut Carl I Hovland, dalam Widjaja
(2000 : 15) mendefiniskan bahwa komunikasi adalah proses di mana seorang
individu mengoperkan perangsang untuk mengubah tingkah laku individu –
individu yang lain.
Batasan komunikasi tersebut memberi penjelasan bahwa proses
komunikasi berlangsung bila seseorang atau kelompok mengirim lambang,
simbol, atau ide yang ditujukan kepada seseorang atau kelompok lain,
dengan tujuan agar terjadi kesamaan pendapat di antara orang yang terlibat
komunikasi di dalam mengartikan lambang atau ide itu. Lebih lanjut, Wilbur
6
Schramm dalam Effendy (2003 : 30) menambahkan bahwa field of
experience atau bidang pengalaman merupakan faktor yang sangat penting
untuk terjadinya komunikasi. Jika pengalaman komunikan tidak sama dengan
pengalaman komunikator, akan timbul kesukaran untuk mengerti satu
dengan yang lainnya; debgan kata lain situasi menjadi tidak komunikatif.
Komunikasi dapat dilakukan secara langsung, dengan atau tanpa media,
dapat menggunakan media massa, dapat pula berlangsung secara pribadi
atau tanpa media. Pemilihan atau penggunaan saluran media di sesuaikan
dengan kebutuhan dan tujuan dilakukannya komunikasi itu. Secara umum,
komunikasi terdiri dari komponen atau unsur – unsur sebagai berikut :
Komunikator
Komunike
Komunikan
Media
Efek
Masing – masing komponen di atas merupakan suatu proses yang
penting dalam menentukan keberhasilan komunikasi. Komunikasi yang di
tujukan ke arah masyarakat luas, tanpa kehadiran khalayak maka tidak akan
mendukung kelancaran proses komunikasi tersebut. Komunikasi merupakan
suatu proses sosial yang sangat mendasar pada kehidupan manusia.
7
Charles R. Wright dalam Effendy (1984 : 53) menjelaskan setiap
kriteria untuk khalayak “luas” adalah relatif memerlukan spesifikasi lebih
lanjut. Dikatakan “luas” apabila suatu khalayak dalam proses komunikasi
yang dilakukan dalam periode waktu tertentu dan selama periode waktu
tersebut komunikator tidak dapat terintegrasidengan khalayak secara tatap
muka.
Khalayak juga bersifat heterogen, sehingga komunikasi yang di
tujukan kepada khalayak elit tidak termasuk komunikasi massa. Dalam hal ini
terdapat keragaman tingkat umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tempat
tinggal dan lain – lain. Sifat khalayak lainnya adalah anonim. Anggota
khalayak secara individual tidak mengenal secara pribadi dengan
komunikator atau tidak diketahuinya. Hal ini tidak terisolasi melainkan
sehubungan dengan pesan yang ditujukan kepada siapa saja.
B. Bimbingan
1. Arti dan Pentingnya Bimbingan
Perlu dikemukan bahwa dalam menggunakan istilah bimbingan
terdapat adanya ketidakseragaman meskipun memiliki maksud yang sama.
Ada yang menggunakan istilah “bimbingan dan penyuluhan” sebagai
terjemahan dari kata guidance and conseling, dan ada pula yang
menggunakan kata “bimbingan atau guidance”. Pengertian bimbingan telah
mencakup pengertian “conseling” dan guidance, yang mana bimbingan
8
meliputi keseluruhan dari pekerjaan memberi bantuan yang bersifat
psikologis merupakan bagian bimbingan tersebut. Jadi dengan kata
bimbingan saja dapat merepresentasikan proses kegiatan tersebut. Oleh
karena itu penulis memilih menggunakan kata bimbingan.
Pada masa sebelumnya, dan mungkin saat ini beberapa lembaga
pendidikan menengah masih mempraktekkannya, bahwa penyelenggaraan
bimbingan dan konseling cenderung dilakukan dengan mengunakan
pendekatan kuratif, yaitu hanya berupaya untuk menangani peserta didik
yang bermasalah saja. Padahal bila kita melihat realitas yang ada pada
sekolah - sekolah menengah yang ada, siswa yang memiliki perilaku
menyimpang atau bermasalah seperti siswa yang bolos, berkelahi, terlambat
membayar SPP, menentang guru, dan lain sebagainya sangat kecil
jumlahnya bila dibandingkan dengan siswa yang tidak bermasalah. Di sinilah
terjadi beberapa masalah, pertama, ke-tidak efektifan program bimbingan di
sekolah ketika orientasi represif (kuratif tadi) lebih dikedepankan ketimbang
orientasi kepada preventif (pencegahan) dan development (pengembangan)
sehingga apa yang terjadi, siswa bermasalah, tidak memahami secara
totalitas akan permasalahan (mengapa dan akibat dari tindakannya baik bagi
diri sendiri maupun lingkungannya) yang dihadapi yang kemudian dapat
merangsangnya kembali untuk melakukan perbuatan, atau perilaku yang
telah diperbuat sebelumnya, hal ini juga dialami oleh siswa yang ketakutan
telah melakukan pelanggaran atau bermasalah dan kemudian mendapat
9
hukuman. Kemudian yang kedua ketika program bimbingan di sekolah
menengah hanya menyentuh siswa – siswa yang bermasalah saja maka hal
tersebut akan membangun image bahwa bimbingan (dalam hal ini guru
bimbingan) merupakan sesuatu yang dihindari ataupun ditakuti oleh siswa
padahal sekali lagi bimbingan diperlukan tidak saja oleh siswa yang
bermasalah tetapi bimbingan juga mutlak dibutuhkan oleh siswa yang tidak
bermasalah yang tentu saja dalam konteks pencegahan (preventif) dan
pengembangan (development). Namun perlu diingat, meskipun dari
penjelasan di atas pendekatan kuratif yang bersifat klinis itu tidak lagi
dikedepankan tetapi tetap perlu dijalankan. Orientasi preventif dan
development pada bimbingan semata – mata agar program bimbingan dapat
dirasakan manfaatnya oleh seluruh peserta didik.
Jadi dari uraian di atas, dapat diartikan bahwa bimbingan adalah
bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam usaha agar terbentuk
kemampuan dalam memahami/mengenali dirinya, menerima dirinya,
mengarahkan dirinya, dan merealisasikan dirinya sesuai dengan kemampuan
atau potensinya. Jadi idealnya suatu bimbingan bukanlah pemberian arah
atau tujuan yang telah ditentukan oleh pembimbing, dengan kata lain peran
penting yang sebenarnya berada pada pihak klien (siswa) dalam
pengambilan keputusan serta bertanggung jawab terhadap keputusan yang
diambilnya sendiri.
10
Seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa bimbingan adalah bantuan
yang diberikan kepada seseorang dari setiap umur, untuk menolong di dalam
mengatur kegiatan hidupnya, mengembangkan pendirian/pandangan
hidupnya, membuat putusan – putusan dan memikul bebab hidupnya sendiri.
Untuk dapat mengetahui pentingnya bimbingan itu diadakan terutama bagi
pelajar sekolah lanjutan dapat dijelaskan sebagai berikut. Makin pesat dan
tingginya perkembangan serta kemajuan berbagai ilmu pengetahuan saat ini
berimpas pada semakin kompleksnya masalah – masalah dalam setiap
aspek kehidupan manusia seperti ekonomi, sosial, budaya, politik, agama,
dan lain – lainnya. Dapat kita perhatikan bahwa masyarakat agraris
berangsur – angsur berubah menjadi masyarakat industri yang kemudian
bergerak kepada masyarakat informasi sehingga spesialisasi dalam
pekerjaan dan profesi semakin bertambah banyak. Dibarengi dengan itu, kita
dapat memperhatikan perkembangan usaha – usaha manusia dalam bidang
pendidikan khususnya persekolahan, baik itu kualitas maupun kuantitasnya.
Jumlah dan jenis sekolah semakin banyak didirikan dan semakin bermacam
– macam sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan bangsa dan masyarakat.
Hal ini pula mengakibatkan bertambahnya kesulitan yang dialami oleh anak –
anak dalam mengintegrasikan diri dan menentukan pilihan hidupnya, adalah
jelas.
2. Peran dan Fungsi Guru Bimbingan
11
Dalam melaksanakan bimbingan di sekolah, di samping guru – guru
telah diadakan penugasan khusus, yaitu orang – orang yang memilki
keahlian tertentu dalam bidang yang diperlukan dalam melaksanakan
bimbingan tersebut. Orang – orang tersebut biasa disebut guidance conselor
(guru bimbingan).
Hal yang demikian memang lebih baik dan efisien karena untuk
melaksanakan bimbingan diperlukan pengetahuan dan kecakapan –
kecakapan tertentu seperti kecakapan dalam menyusun test – test kepada
anak – anak yang bersangkutan dan mengolah hasil test tersebut.
Dengan adanya guru bimbingan yang membina kerjasama dengan
para guru bidang studi serta pegawai lainnya maka program bimbingan akan
lebih berhasil dengan baik karena guru – guru lebih dekat dan lebih dapat
mengetahui keadaan pribadi siswanya.
Adapun fungsi bimbingan dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Memperhatikan individu anak
Bimbingan itu menyangkut semua usaha pendidikan, dengan kata lain
bimbingan meliputi semua usaha, juga dari uraian terdahulu telah kita ketahui
bahwa bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada seseorang dalam
usaha memecahkan kesulitan yang dialaminya. Ini berarti bahwa fungsi
pokok dari bimbingan adalah menolong siswa yang butuh bantuan. Macam
bantuan yang dibutuhkan oleh tiap siswa berbeda – beda meskipun ada
kemungkinan bahwa masalah atau kesulitan yang dihadapinya sama. Oleh
12
karena itu, untuk melaksanakan bimbingan, sebaiknya diperlukan adanya
pengetahuan yang lengkap tentang individu yang bersangkutan, misalnya
mengenai bakat, minat, latar belakang keluarga dan sebagainya yang ada
hubungannya dengan bantuan yang akan diberikan.
Dengan demikian, dengan adanya bimbingan di sebuah sekolah
berarti membantu sekolah dalam usahanya memperhatikan dan memenuhi
kebutuhan anak – anak sebagai individu.
b. Mendekatkan Hubungan Sekolah Dengan Masyarakat
Maksud adanya bimbingan di sekolah ialah meliputi menyediakan
pelayanan yang akan memenuhi kebutuhan tertentu dari siswa di dalam
pertumbuhan dan pengembangannya. Adapun pelayanan tersebut meliputi :
Penyesuaian dan perkembangan pribadi
Penyesuaian dalam kemajuan pendidikan
Penyesuaian dan pengembangan pekerjaan
Follow-up setelah selesai dari sekolah
Melihat adanya pelayanan – pelayanan di atas, ternyata betapa
banyak kebutuhan (masalah) yang mungkin dihadapi siswa dalam
pertumbuhan dan perkembangannya, apalagi sering kita dengar keluhan –
keluhan yang mengatakan bahwa lulusan sekolah saat ini cukup banyak
yang tidak dapat bekerja (tentu terlepas dari lapangan kerja yang tersedia),
13
jumlah pengangguran makin bertambah, penyimpangan moral pelajar, dan
sebagainya.
Oleh sebab itu maka dalam pelaksanaan bimbingan diperlukan
adanya hubungan saling pengertian dan keterbukaan antara sekolah dengan
orang tua murid, lembaga – lembaga sosial dan keagamaan serta pihak –
pihak lain yang khususnya memperhatikan masalah pendidikan.
c. Membimbing Siswa Ke Arah Jabatan atau Pekerjaan Yang Sesuai
Pekerjaan, Profesi yang dijalani karena desakan orang tua, tradisi
ataupun pandangan – pandangan tertentu, yang sebenarnya tidak sesuai
dengan minat, bakat, kemampuan dan pembawaannya yang berdampak
secara psikologis bagi anak saat ini maapun di kemudian hari kelak. Dengan
adanya bimbingan diharapkan siswa dapat diarahkan sekaligus mampu
mengarahkan dirinya sendiri dalam memilih profesinya kelak yang sesuai
dengan bakat, minat, serta kemampuannya masing – masing sehingga
pekerjaan yang kemudian hari mereka geluti dapat memberikan hasil
maksimal baik kepada dirinya sendiri maupun kepada masyarakat.
3. Peranan Konselor
a. Bimbingan Pendidikan
Motivasi Belajar
Membantu Siswa Dalam Kesulitan
14
Masalah Pendidikan
Misalnya : Penyesuaian diri dengan pelajaran, guru – guru,
tata tertib.
b. Bimbingan Jabatan/Karier
Mengatasi siswa mengatasi masalah pemilihan pekerjaan
Jenis pekerjaan
Jenis latihan pekerjaan
Syarat memasuki pekerjaan
c. Bimbingan Pribadi
Membantu masalah pribadi
Rahasia pribadi
Konflik intern
Penyesuaian diri dengan lingkungan
Kegiatan BK :
Layanan informasi tentang fase/fungsi perkembangan remaja
Konseling perorangan (KAP)
Informasi Norma/agama/susila
d. Bimbingan Sosial
Membantu Masalah Sosial
Misal : Kesulitan memcari teman kelompok
Kegiatan BK :
15
Memberi informasi tentang cara berteman
Memberi informasi pentingnya kesesuaian pribadi dengan
anggota kelompok.
Membantu siswa agar dapat berperan dalam kelompok
(belajar/sosial)
4. Tujuan Layanan Bimbingan dan Konseling
Tujuan umum dari bimbingan/konseling dikaitkan dengan
pengembangan sumber daya manusia, yaitu ditandai dengan adanya
relevansi antara pendidikan dengan tuntutan dunia kerja. Adapun tujuan
khusus yang dimilikinya adalah sebagai berikut :
Untuk membantu siswa agar mencapai tujuan – tujuan pengembangan
meliputi aspek pribadi sosial, belajar dan karier.
Bimbingan pribadi-sosial dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan
tugas perkembangan pribadi-sosial dalam mewujudkan pribadi yang
tekun, mandiri dan bertanggung jawab.
Bimbingan belajar dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan tugas
perkembangan pendidikan.
Bimbingan karier dimaksudkan untuk mewujudkan pribadi pekerja
yang produktif.
5. Materi Bimbingan dan Konseling
16
I. Materi Bimbingan Pribadi
1 Pengenalan lingkungan sekolah
2 Tata tertib sekolah
3 Tugas guru pembimbing dengan program BK
4 Penempatan siswa dalam kelas
5 Tersisih di kelas, egois, sombong, kurangnya penerimaan
dalam kelas
6 Selalu terlambat ke sekolah
7 Sering pulang sebelum waktu sekolah berakhir
8 Sering letih dan mengantuk di kelas
9 Pengumpulan data pribadi siswa dengan orang tua siswa
II. Bidang Bimbingan Sosial
1 Peraturan dan tata tertib
2 Pakaian seragam sekolah
3 Tatakrama dalam hubungan sosial siswa di sekolah
4 Hak dan kewajiban siswa di sekolah
5 Kurangnya komunikasi siswa dengan teman sebaya
6 Pengorganisasian kelas
7 Perkelahian antar pelajar
8 Hubungan sosial dalam kelas
III. Bidang bimbingan belajar
1 Informasi kurikulum
17
2 Belajar efisien dan efektif
3 Pembentukan kelompok belajar
4 Penempatan tempat duduk
5 Sering pusing bila banyak belajar
IV. Bidang bimbingan karier
Menetapkan pilihan ekstrakurikuler
C. Teori Komunikasi Antarpersona
Komunikasi merupakan suatu proses sosial di mana individu – individu
yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi. Proses saling
mempengaruhi ini adalah merupakan suatu proses yang bersifat psikologis
dan menjadi permulaan dari ikatan psikologis antara manusia yang memiliki
suatu pribadi dan memberikan peluang terbentuknya suatu kebersamaan
dalam kelompok yang merupakan tanda adanya proses sosial.
W.O Brien dalam terjemahan Susanto (1985) mengemukakan akan
pentingnya komunikasi dalam kehidupan manusia dalam membentuk suatu
tatanan sosial dalam masyarakat : “Komunikasi merupakan suatu proses
dimana efek, umpan balik, pesan – pesan itu bermakna sama dengan
meninjau individu tidak saja dari segi interaksi tetapi bagaimana proses sosial
terjadi diantara dua individu”.
Berdasarkan kenyataan tersebut, jenis komunikasi antarpribadi
dipandang efektif dalam hubungan antarpribadi karena memilki keistimewaan
18
yaitu efek dan umpan balik, aksi maupun verbal dan non-verbal yang
langsung dapat dilihat dan dirasakan baik oleh pihak komunikator maupun
komunikan. Jarak partisipan yang dekat dan dilakukan dengan saling
pengertian, dapat mengembangkan komunikasi antarpersona yang
memuaskan pada kedua belah pihak.
Dalam melakukan komunikasi antarpersona (KAP) faktor lain yang
perlu diperhatikan adalah perubahan sikap seperti yang dikemukakan oleh
Effendy (1986) adalah : “komunikasi pada hakekatnya (KAP) adalah
komunikasi antara komunikator dengan komunikan, dapat dianggap paling
efektif dalam hal upaya mengubah sikap, pendapat, atau prilaku seseorang,
karena sifatnya yang dialogis, berupa percakapan arus balik yang bersifat
langsung. Komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga,
pada saat komunikasi dilancarkan”.
Situasi tersebut membuat komunikator dapat mengetahui pasti apakah
komunikasi itu positif atau negatif, berhasil atau tidak. Jika tidak ia dapat
memberi kesempatan kepada komunikan untuk bertanya seluas – luasnya.
Everet M. Rogers dalam Depari (1998) mengemukakan beberapa ciri – ciri
komunikasi yang menggunakan saluran antarpersona :
a. Arus pesan cenderung dua arah
b. Konteks komunikasinya tatap muka
c. Tingkat umpan balik yang terjadi tinggi
d. Kemampuan mengatasi tingkat selektifitas yang kurang
19
e. Kecepatan jangkauan terhadap audience besar
f. Efek yang mungkin terjadi ialah perubahan sikap.
Salah satu kerangka atau jenis hubungan antarpersona adalah
hubungan anatar guru pembimbing dengan siswa dapat merupakan suatu
solusi dan jalan keluar bagi guru dalam memecahkan problem anak, baik
mengenai kepribadiannya terutama dalm pendidikan karena setiap siswa
memiliki tahap perhubungandalam pemikiran yang berbeda – beda,
kenyataan tersebut juga dikemukan oleh Emmy M.W dalam buku Riyono
Pratikno “Lingkaran – Lingkaran Komunikasi” , mengemukakan komunikasi
antarpersona itu sangatlah penting karena dalam percakapan dengan
masyarakat anggota keluarga harus intensif dan harus terus menerus karena
orang tua mengetahui perkembangan si anak dan ini dilakukan secara jujur
dan terbuka.
Dengan adanya pernyataan di atas, maka seorang guru pembimbing
sebaiknya melakukan komunikasi secara intensif dan terus menerus agar
dapat mengetahui perkembangan siswa yang dapat membantu dalam
pemecahan masalah – masalah yang ada dan dapat menunjang tingkat
prestasi belajarnya.
Penjabaran di atas juga menekankan bagaimana sikap seorang
pembimbing dalam memberikan layanan bimbingan/konseling kepada siswa,
memperhatikan unsur keterbukaan baik guru maupun siswa, agar dapat
mengetahui keinginan masing – masing.
20
D. Persepsi
Penyerapan terhadap informasi pada dasarnya tergantung pada diri
masing – masing individu dan tiap – tiap individu akan memiliki pendapat
yang berbeda – beda. Perbedaan pendapat individu tergantung pada
pengamatan mereka karena persepsi merupakan proses yang antara satu
dengan yang lain sifatnya berbeda (individualistik dan apa yang
diperkirakan).
Menurut Jalaluddin Rakhmat, persepsi adalah pengalaman tentang
obyek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan
informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna kepada
stimulasi inderawi (sensor stimuli).
Terjadinya perbedaan bagi tiap individu dengan persepsi suatu obyek
tergantung pada pengalaman dan pengamatan individu itu sendiri terhadap
obyek yang sama apabila antara mereka ada yang sebelumnya telah
mempunyai pengalaman tentang obyek tersebut dan yang lainnya
belum/tidak memiliki pengalaman tentang obyek itu.
Faktor – faktor yang mempengaruhi persepsi adalah fungsional dan
struktural, seperti yang diungkapkan oleh David Krech dan Richard S.
Crutchield. Sehubungan dengan hal tersebut, Jalaluddin Rakhmat
mengemukakan bahwa “faktor fungsional berasal dari kebutuhan,
21
pengalaman masalah dan hal – hal lain yang termasuk apa yang kita sebut
sebagai faktor – faktor personal. Yang menentukan persepsi bikan jenis atau
bentuk stimulasi, tetapi karakteristik orang yang memberikan respon terhadap
stimulasi itu…”.
Obyek yang sama seringkali ditanggapi secara berbeda oleh individu,
dimana dasar tanggapannya dipengaruhi oleh faktor fungsional dan struktural
tadi.
David Krech dan Richard S. Crachield mempertegas lagi hal tersebut
dalam rumusan dalilnya yang mengemukakan bahwa persepsi bersifat
selektif secara fungsional. Lebih lanjut Jalaluddin Rakhmat merinci dalil
tersebut bahwa obyek – obyek mendapat tekanan dari persepsi kita,
biasanya obyek – obyek yang memenuhi tujuan individu melakukan persepsi.
Dengan demikian maka tujuan yang ingin dicapai oleh seseorang
adalah mempengaruhi persepsi terhadap suatu obyek. Misalnya, bila
seseorang ingin mencari lowongan pekerjaan melalui media surat kabar,
maka ia akan mencarinya pada kolom iklan lowongan kerja pada media surat
kabar tersebut. Dari contoh diatas mengartikan bahwa hal yang pertama
diperhatikan oleh seseorang adalah obyek yang diinginkannya.
Adapun faktor – faktor fungsional yang mempengaruhi persepsi
disebut sebagai rujukan (frame of reference). Bentuk pesan kadang – kadang
bersifat menjadi tidak ber-arti apabila disampaikan kepada orang lain yang
22
tidak mempunyai kerangka tujuan mengenai hal tersebut. Kerangka rujukan
erat kaitannya dengan masa lampau yang dimiliki seseorang.
Faktor kedua yang mempengaruhi persepsi adalah faktor – faktor
struktural. Ini berasal semata – mata dari sifat stimulasi fisik dan efek – efek
yang dibutuhkan pada sistem syaraf individu. Sehubungan dengan faktor –
faktor struktural tersebut, maka para psikolog Gestalt (Kohler, Wertheimer,
dan Koffka) memberikan suatu rumusan prinsip – prinsip persepsi yang
bersifat yang bersifat struktural yang disebutkan bahwa bila kita
mempersiapkan sesuatu, kita mempersepsikannya sebagai suatu
keseluruhan. Kita sangat jarang untuk melihat bagian – bagiannya lalu
menghimpunnya.
Berdasarkan prinsip di atas maka jelaslah bahwa bila kita ingin
memahami suatu obyek atau peristiwa kita tidak dapat melihatnya secara
terpisah tetapi harus secara keseluruhan.
Masalah persepsi sangat erat kaitannya dengan selektifitas yang
datangnya dari sikap siswa. Menurut Jalaluddin Rakhmat (1991 : 51-53)
selektifitas merupakan suatu proses dari sikap yang melahirkan etensi
terhadap suatu pesan dan selanjutnya menjalankan fungsi perhatian selektif
(selective attention) dan persepsi selektif (selective percepcion)
Persepsi memberikan makna kepada stimulasi inderawi, sehingga
apabila individu tersebut telah mengetahui makna dari pesan yang masuk,
maka individu tersebut akan menyeleksi pesan atau informasi berdasarkan
23
konsep diri atau sikap yang dimilikinya. Maka terjadinya proses seleksi yang
dilakukan oleh siswa terhadap arus informasi atau materi bimbingan. Proses
seleksi tersebut harus diawali dengan perhatian selektif terlebih dahulu.
Seleksi tersebut kembali menurut Jalaluddin Rakhmat (1991:56)
adalah suatu proses memilih atau membedakan berbagai informasi atau
pesan yang hadir pada konsep diri kita, dengan melalui proses terpaan
selektif, persepsi selektif terlebih dahulu, setelah melalui tahap – tahap
tersebut maka barulah suatu informasi atau pesan terseleksi dan siap untuk
dikomsumsi.
Sikap erat kaitannya dengan proses selektivitas individu karen sikap
dapat mempengaruhi seseorang dalam tindakan selektivitasnya terhadap
berbagai informasi yang menerpanya. Maka hal ini memberikan pengaruh
pada pembentukan persepsi.
Perwujudan sikap yang dapat mempengaruhi lahirnya persepsi tidak
dapat langsung dilihat, akan tetapi harus ditafsirkan terlebih dahulu sebagai
tingkah laku yang masih tertutup. Secara operasional pengertian sikap
menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap kategori stimulus
tertentu dalam penggunaan praktis, sikap sering kali dihadapkan dengan
rangsangan sosial dengan reaksi bersifat emotional. Dengan sendirinya
tindakan yang diawali melalui proses kompleks dan sebagi titik awal untuk
menerima stimulus adalah melalui alat indera seperti penglihatan,
pendengaran, alat raba, rasa, dan bau. Dalam individu sendiri terjadi
24
dinamika berbagai psikofisik seperti kebutuhan, motif, perasaan, dan
pengambilan keputusan. Semua proses ini bersifat tertutup sebagai dasar
pembentukan sikap yang akhirnya melalui ambang batas terjadinya tindakan
yang bersifat terbuka dan inilah yang disebut tingkah laku.
Seseorang akan bertindak suka atau tidak suka terhadap suatu obyek
tertentu yang mencakup komponen kognisi, afeksi dan konasi. Komponen
afeksi menjawab pertanyaan tentang apa yang dirasakan (senang/tidak
senang). Dan komponen konasi menjawab pertanyaan tentang bagaimana
kesediaan/kesiapan untuk bertindak terhadap obyek. Ketiga komponen ini
tidak berdiri sendiri melainkan merupakan satu kesatuan yang satu antara
satu dengan yang lainnya.
Jadi dari pemahaman di atsa dapat ditarik satu kesimpulan bahwa
terbentuknya persepsi mayoritas dipengaruhi oleh sikap, perhatian,
selektifitas, dan keinginan atau kebutuhan, yang melibatkan seluruh panca
indera individu.
Perhatian sebagai unsur yang turut mempengaruhi terjadinya
persepsi, menurut Kenneth E. Anderson dalam Jalaluddin Rakhmat (1992 :
54) antara lain sebagai berikut :
1 Perhatian itu merupakan suatu proses aktif yang dinamis, bukan pasif
dan reflektif. Kita secara sengaja mencari stimulasi tertentu dan
mengarahkan perhatian kepadanya. Sekali – kali kita mengalihkan
25
perhatian dari stimulasi yang satu dan memindahkan ke stimulasi yang
lainnya.
2 Kita cenderung memperhatikan, hal – hal tertentu yang penting,
menonjol atau melibatkan diri kita.
3 Kita menaruh perhatian kepada hal – hal tertentu sesuai dengan
kepercayaan, sikap, nilai kebiasaan dan kepentingan kita.
4 Kebiasaan sangat penting dalam menentukan apa yang menarik
perhatian tetapi juga apa yang secara potensial akan menarik
perhatian kita.
5 Dalam situasi tertentu kita secara sengaja menstrukturkan perilaku kita
untuk menghindari terpaan stimulasi tertentu yang ingin diabaikan.
6 Perhatian tergantung pada kesiapan mental kita, kita cenderung
mempersepsi apa yang memang ingin kita persepsi.
7 Tenaga – tenaga motivasional sangat menentukan perhatian dan
persepsi, untuk seleksi. Tidak jarang efek motivasi ini menimbulkan
distraksi atau distorsi (meloloskan apa yang patut diperhatikan atau
melihat apa yang sebenarnya tidak ada).
E. Kerangka Konseptual
Persepsi siswa terhadap layanan bimbingan dan konseling sangat
mempengaruhi keberhasilan pembimbing dalam membantu menfasilitasi
kebutuhannya siswa yang tidak hanya dalam menangani masalah – masalah
26
krusial yang dihadapi oleh siswa, namun lebih dari itu siswa dengan
keinginan dan kemampuannya mampu mengenal dan menyadari akan
kekuatan dan kelemahannya sendiri dan dapat menerimanya secara positif.
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa persepsi adalah
pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau hubungan – hubungan yang
diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
Terbentuknya persepsi sangat ditentukan oleh pengalaman inderawi yang
melibatkan intensitas perhatian (attention) kita atau dengan kata lain
informasi yang ditangkap oleh inderawi dan melalui perhatian mempengaruhi
pembentukan persepsi kita terhadap obyek tersebut.
Perhatian (attention) merupakan faktor penting dalam mempengaruhi
persepsi. Tanpa adanya perhatian terhadap suatu informasi yang ditangkap
oleh inderawi kita (pengalaman inderawi) maka akan sangat mempengaruhi
persepsi yang terbentuk dalam hal pengertian sebenarnya dari informasi
tersebut. informasi yang dimaksudkan di sini adalah proses mental ketika
stimulasi atau rangkaian stimulasi menjadi menonjol dalam kesadaran pada
saat stimulasi lainnya melemah. Artinya perhatian merupakan bagian dari
kesadaran kita, di mana perhatian tersebut akan terjadi bila kita
mengkonsentrasikan diri pada salah satu alat indera kita dan
mengesampingkan masukan – masukan melalui alat indera yang lain.
Selain itu terdapat pula faktor lain yang mempengaruhi persepsi yaitu
faktor fungsional dan faktor struktural, seperti yang diungkapkan oleh David
27
Krech dan Richard S. Crutchfield bahwa faktor – faktor fungsional berasal
dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal – hal lain yang apa kita sebut
sebagai faktor – faktor personal. Yang menentukan persepsi bukan jenis atau
bentuk stimulasi, tetapi karakteristik orang yang memberikan respon terhadap
stimulasi tersebut…”. Sedangkan faktor struktural semata – mata berasal dari
sifat stimulasi fisik dan efek – efek saraf yang ditimbulkannya pada sistem
saraf individu. Para psikolog Gestald, yang di antaranya Kohler, Wartheimer
(1959), dan Kofka, merumuskannya dalam teori Gestalt. Menurut teori
Gestalt, bila kita mempersepsi sesuatu, kita mempersepsinya sebagai suatu
keseluruhan. Kita tidak melihat bagian – bagiannya lalu menghimpunnya.
Kemudian Kohler dalam Jalaluddin Rakhmat (2004 : 59) menerangkan
bahwa bila kita ingin memahami suatu peristiwa, kita tidak dapat meneliti
fakta – fakta yang terpisah; kita harus memandangnya dalam suatu
hubungan keseluruhan. Dalam memahami seseorang, kita harus melihatnya
dalam konteksnya, dalam lingkungannya, dalam masalah yang dihadapinya.
Frame of reference atau kerangka rujukan merupakan faktor – faktor
fungsional yang mempengaruhi persepsi. Informasi atau pesan yang
disampaikan akan tidak berarti bahkan tidak berdampak apa – apa jika pesan
atau informasi tersebut diterima oleh orang yang tidak memiliki kerangka
rujukan mengenai hal tersebut. Kerangka rujukan sangat erat kaitannya
dengan pengetahuan serta pengalaman yang dimiliki seseorang.
28
Dalam usaha membangun suatu persepsi positif siswa, seorang guru
pembimbing dapat melakukan komunikasi antarpribadi yang dapat
menimbulkan kedekatan dan perasaan diperhatikan, sehingga siswa dapat
lebih terbuka dalam menyampaikan kondisi dirinya dan dapat menerima
informasi ataupun pesan – pesan yang diberikan oleh guru pembimbing.
Namun pada kenyataannya tidak semua usaha – usaha yang dilakukan
dalam menciptakan kesan, mempersuasi, merangsang timbulnya ide – ide
tertentu dapat berhasil seperti yang kita inginkan bahkan mendapatkan
penolakan. Oleh karena itu guru pembimbing seharusnya mampu
membangun suatu komunikasi antarpribadi yang efektif dengan siswa,
dengan tetap memperhatikan batas penerimaan, batas tanpa ketentuan, dan
batas penolakan yang ada pada setiap macam sikap (Aswar, Saifuddin (2005
: 78).
Keefektifan hubungan antarpribadi adalah taraf seberapa jauh akibat –
akibat dari tingkah laku kita sesuai dengan apa yang kita harapkan. Hal ini
juga ditentukan oleh kemampuan kita untuk mengkomunikasikan secara jelas
apa yang ingin kita sampaikan, menciptakan kesan untuk mempengaruhi
orang lain sesuai kehendak kita. Dalam meningkatkan keefktifan hubngan
antarpribadi dapat dilakukan dengan cara berlatih mengungkapkan maksud
keinginan kita dengan mengembangkan dan memelihara komunikasi yang
akrab, hangat, serta produktif dengan orang lain.
29
Komunikasi antarpribadi yang efektif dapat berlangsung apabila
mengandung lima unsur yang dimiliki oleh pihak – pihak yang berkomunikasi,
seperti yang diungkapkan oleh Joseph A. Devito (1980:40), yaitu :
1. Openness (keterbukaan). Pada saat menyampaikan dan menerima
pesan perlu adanya saling keterbukaan antara guru pembimbing
dengan siswa. Dengan demikian pesan yang disampaikan oleh
pembimbing akan memperoleh perhatian yang baik oleh siswa
sehingga pesan dapat dimengerti dengan jelas, demikian pula
sebaliknya guru pembimbing dapat mengetahui dan memahami
pribadi, kemampuan serta latar belakang siswa.
2. Supportiveness. Antara pembimbing dengan siswa harus selalu
memberikan dukungan terhadap pesan yang disampaikan, sehingga
komunikasi akan berjalan efektif. Tanpa adanya dukungan kedua
belah pihak, komunikasi yanmg efektif tidak akan tercapai.
3. Positiveness. Antara pembimbing dengan siswa harus memilki sikap
terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain. Dengan adanya
sikap positif yang dimiliki oleh para pembimbing, diharapkan adanya
tanggapan positif siswa, dengan demikian akan tercipta apa yang
mereka inginkan.
4. Emphty. Yaitu kemampuan seseorang dalam merasakan perasaan
orang lain. Dalam hal ini seorang pembimbing setidaknya harus dapat
merasakan apa yang dirasakan oleh siswanya, sehingga dapat
30
PERAN GURU BIMBINGAN
Bimbingan PendidikanBimbingan Jabatan/KarierBimbingan PribadiBimbingan Sosial
PERSEPSI SISWA
Positif (+)BermanfaatMendidik Terbuka Negatif (-)Tidak bermanfaatTidak mendidikAcuh tak acuh
memahami betul pesan – pesan yang akan disampaikan maupun
pesan yang diterima.
5. Equality. Adalah unsur – unsur kesamaan yang dimiliki oleh oleh pihak
yang berkomunikasi, dalam hal ini yang dimaksud adalah pembimbing
dan siswanya.
Adapun kerangka konseptual dari penulis mengenai penelitian
Persepsi Siswa Terhadap Peran Guru Bimbingan di SMK Negeri I
Somba Opu ini yaitu sebagai berikut :
31
- Status Sosial- Frekuensi Bimbingan
BAB III
METODE PENELITIAN
A Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 1 Somba Opu Kabupaten
Gowa. Waktu yang digunakan dalam penelitian ini berlangsung selama
dua bulan, yaitu bulan Februari – April tahun 2008.
B Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang bertujuan
melukiskan dan memahami secara holistik fenomena persepsi yang
diteliti dalam bentuk kata – kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus
yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode penelitian.
C Populasi dan Sampel
Populasi
Populasi dalam penelitian ini ialah seluruh siswa SMK Negeri 1 Somba
Opu yang berjumlah 290
Sampel
32
Berdasarkan populasi sebanyak 290 Orang itu, maka ditarik sampel 20%
dari populasi yaitu 58 responden, dengan menggunakan teknik purposive
sampling.
D Tehnik Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi yang dimaksud adalah pengamatan langsung mengenai
persepsi siswa terhadap peran guru bimbingan dengan
memperlihatkan simbol – simbol verbal maupun non-verbal.
b. Interview
Melakukan wawancara langsung dengan beberapa siswa dan guru
bimbingan.
c. Kuesioner
Pengumpulan data dengan cara menyebarkan sejumlah daftar
pertanyaan yang berkaitan dengan permasalahan.
d. Kepustakaan
Mengumpulkan data melalui buku – buku, modul, dan beberapa hasil
penelitian sebelumnya yang memiliki kaitan dengan masalah yang
dibahas.
E Tehnik Analisa Data
Analisa data dilakukan secara kualitatif yaitu menggambarkan hasil
penelitian dengan menggunakan tabel frekuensi.
33
F Definisi Operasional
Dalam memperjelas arah dan sasaran yang ingin dicapai, terlebih
dahulu penulis mengemukakan beberapa definisi yang sangat penting
dalam karya ilmiah ini sebagai berikut :
Persepsi adalah pendapat, tanggapan dalam mengumpulkan informasi
dan penafsiran pesan yang dapat memberikan makna sesuai dengan
pengalaman tentang suatu obyek.
Siswa adalah peserta didik di SMK Negeri 1 Somba Opu Kabupaten
Gowa
Guru yang dimaksud adalah orang yang bertugas memberikan
bimbingan atau berperan memberikan bimbingan kepada siswa.
34
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, Saifuddin. 2005. Sikap Manusia – Teori dan Pengukurannya.
Yogyakarta:Pustaka Pelajar
Bulaeng, Andi. 2004. Metode Penelitian Komunikasi Kontemporer.
Yogyakarta: Andi
Cangara, Hafied. 1998. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Radja
Grafindo Persada.
Effendy, Uchjana. 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti.
Effendy, Uchjana. 2004. Dinamika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Hanafi, Abdillah. 1984. Memahami Komunikasi Antar Manusia. Surabaya:
Usaha Nasional.
Lutfiah, Muhammad. 1992. Persepsi Beberapa Kelompok Siswa Terhadap
Bimbingan dan Konseling di SMU Negeri 3 Ujung Pandang.
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya
35
Rakhmat, Jalaluddin. 2004. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Susanto, Astrit. 1988. Komunikasi Dalam Teori dan Praktek. Bandung:
Penerbit Bina Cipta.
Sudirman, Tabrani, Zainal, dan Toto. 1987. Ilmu Pendidikan. Bandung:
Remadja Karya CV.
Soesilowurdani. 1987. Psikologi Perkembangan (Masa Remaja). Surabaya:
Usaha Nasional.
Sugiyono. 1997. Statika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Supratiknya, A. 1995. Komunikasi Antar Pribadi. Yogyakarta: Kanisius.
Walgito, Bimo. 1993. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Yogyakarta: A.
Offset.
Widjaja. H.A.W. 2000. Ilmu Komunikasi – Pengantar Studi. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
36
37
top related