profil ukuran partikel campuran injeksi diazepam …
Post on 15-Oct-2021
6 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PROFIL UKURAN PARTIKEL CAMPURAN INJEKSI
DIAZEPAM DENGAN BEBERAPA LARUTAN PARENTERAL
SKRIPSI
OLEH:
JEFFREY ONGGADINATA
NIM 141501187
PROGRAM SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
Universitas Sumatera Utara
ii
PROFIL UKURAN PARTIKEL CAMPURAN INJEKSI
DIAZEPAM DENGAN BEBERAPA LARUTAN PARENTERAL
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
JEFFREY ONGGADINATA
NIM 141501187
PROGRAM SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
Universitas Sumatera Utara
iii Universitas Sumatera Utara
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan
anugerah dan kemurahan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “ Profil Ukuran Partikel Campuran Injeksi Diazepam dengan Beberapa
Larutan Parenteral”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat guna
memperoleh gelar Sarjana Farmasi dari Fakultas Farmasi Universitas Sumatera
Utara.
Diazepam adalah obat golongan benzodiazepin yang mempunyai efek
sedatif dan relaksan otot. Produsen menyatakan bahwa obat tersebut tidak boleh
ditambahkan ke cairan I.V atau obat lainnya karena terbentuknya presipitat keruh.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh lamanya pencampuran
dan volume laruta infus yang dicampurkan dengan injeksi diazepam terhadap
ukuran partikel diazepam yang terbentuk melalui satu wadah dan melalui
penyuntikkan bolus. Hasilnya, semakin lamanya pencampuran larutan injeksi
diazepam dengan larutan infus dalam satu wadah maka meningkatnya ukuran
partikel yang lebih besar dari 1 µm. Sedangkan pada penyuntikkan bolus, semakin
besar volume larutan infus yang dicampurkan ke dalam larutan injeksi diazepam
maka semakin kecil ukuran partikel yang lebih dari 1 µm dan begitu juga
sebaliknya. Hendaknya hasil penelitian dapat menambah ilmu pengetahuan
campuran injeksi diazepam dengan larutan parenteral, serta menambah
kewaspadaan para ahli bidang kesehatan dalam pemberian campuran sediaan
parenteral ini.
Pada kesempatan ini penulis hendak menyampaikkan terima kasih
setulusnya kepada ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas
Universitas Sumatera Utara
v
Universitas Sumatera Utara
vi
Universitas Sumatera Utara
vii
PROFIL UKURAN PARTIKEL CAMPURAN INJEKSI DIAZEPAM
DENGAN BEBERAPA LARUTAN PARENTERAL
ABSTRAK
Latar Belakang : Diazepam (DZP) adalah sejenis obat golongan benzodiazepin,
yang mempunyai efek sedatif dan relaksan otot. Pemberian injeksi diazepam ini
bisa melalui injeksi langsung ke vena atau melalui selang infus. Disamping itu
menurut produsen, injeksi diazepam tidak boleh ditambahkan ke cairan I.V atau
injeksi larutan obat dalam air karena terbentuknya presipitat keruh setelah
penambahan larutan aqueous.
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh lamanya pencampuran dan
volume larutan infus (NaCl 0,9%, Glukosa 5%, dan Larutan Ringer Laktat) yang
dicampurkan dengan injeksi diazepam terhadap ukuran partikel diazepam yang
terbentuk melalui satu wadah dan melalui penyuntikkan bolus.
Metode: Larutan injeksi diazepam sebanyak 2 mL dicampurkan dengan beberapa
larutan infus (NaCl 0,9%, Glukosa 5%, dan Ringer Laktat) dalam satu wadah
dengan variasi lamanya pencampuran dan pencampuran larutan injeksi diazepam
sebanyak 2 mL dengan variasi volume beberapa larutan infus (NaCl 0,9%,
Glukosa 5%, dan Ringer Laktat) melalui penyuntikkan bolus. Parameter
inkompatiblitas campuran larutan yang diamati adalah warna, kekeruhan,
morfologi dan ukuran partikel.
Hasil: Semakin lamanya pencampuran larutan injeksi diazepam dengan larutan
infus (NaCl 0,9%, Glukosa 5%, dan Ringer Laktat) dalam satu wadah semakin
meningkat ukuran partikel yang lebih besar dari 1 µm dan tidak ada warna dan
kekeruhan yang terbentuk. Sedangkan pada penyuntikkan bolus, semakin besar
volume larutan infus yang dicampurkan ke dalam larutan injeksi diazepam maka
semakin kecil ukuran partikel yang lebih kecil dari 1 µm sedangkan semakin kecil
volume larutan infus maka semakin besar diameter ukuran partikel yang lebih
besar dari 1 µm dan terbentuknya kekeruhan. Bentuk morfologi partikel diazepam
yang terbentuk berbentuk kristal tak beraturan.
Kesimpulan: Adanya inkompatibilitas antara injeksi diazepam yang mengandung
pelarut campuran seperti kosolven dengan larutan parenteral (NaCl 0,9%, Ringer
Laktat, dan Glukosa 5%) melalui pencampuran dalam satu wadah dan semakin
lamanya pencampuran dapat mempengaruhi peningkatan diameter ukuran partikel
yang lebih besar dari 1 µm sedangkan pada penyuntikkan melalui bolus, semakin
kecil volume larutan infus memberikan diameter ukuran partikel lebih dari 1 µm
dibandingkan volume larutan infus yang besar.
Kata Kunci: Diazepam, NaCl 0,9%, Ringer Laktat, Glukosa 5%, Inkompatibilitas
Universitas Sumatera Utara
viii
PARTICLE SIZE PROFILE ADMIXTURE OF DIAZEPAM INJECTION
WITH SOME PARENTERAL SOLUTIONS
ABSTRACT
Background: Diazepam (DZP), a type of benzodiazepine drug, has sedative and
muscle relaxant effects. Diazepam injection administration can inject directly into
a or by infusion hose. Besides that, according to the manufacturer, diazepam
injection should not be added to I.V fluids or water based solution injection
because of the formation of a cloudy precipitate immediately upon addition to
aqueous solution.
Purpose: The aim of this study was to know the effect of admixture time and
various volume of 0.9% NaCl, Ringer Lactate, and 5% Glucose that injected with
diazepam injection directly to IV bag and bolus injection to see its particle sizes.
Method: Diazepam injection as much as 2 mL admixed with some parenteral
solutions (0.9% NaCl , 5% Glucose, and Ringer Lactate) into IV bag with various
of admixture time and diazepam injection for 2 mL admixed with various volume
of parenteral solution (0.9% NaCl, 5% Glucose, and Ringer Lactate) by bolus
injection. Incompatibility parameter was observed color, turbidity, morfology and
particle size.
Results: The longer the admixture time diazepam injection inside IV bag with
some parenteral solution (0.9% NaCl , 5% Glucose, and Ringer Lactate), the
particle size was increasing more than 1µm and there was no turbidity occur.
However, by bolus injection, the greater the volume of parenteral solution that had
injected to diazepam injection, the smaller the particle size that less than 1 µm.
While the smaller the volume of parenteral solution the greater the particle size
more than 1 µm and there was turbidity occur. The morphology form of diazepam
particles formed in the form of irregular crystals.
Conclusions: There was an incompatibilities between diazepam injection that
containing cosolvent with parenteral solution (0.9% NaCl, 5% Glucose, and
Ringer Lactate) admixed to IV bag and the longer the admixture time can
influence the increasing particle size diameter more than 1 µm, while by bolus
injection, the smaller the volume of parenteral solution results particle size
diameter more than 1 µm compared to large volume of parenteral solution.
Keywords: Diazepam, 0.9% NaCl , Ringer Lactate, 5% Glucose, Incompatibility
Universitas Sumatera Utara
ix
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ....................................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... ii
KATA PENGANTAR ............................................................................... iii
SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ........................................... vi
ABSTRAK ................................................................................................. vii
ABSTRACT ............................................................................................... viii
DAFTAR ISI .............................................................................................. v
DAFTAR TABEL ...................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1
1.2 Kerangka Penelitian .............................................................. 3
1.3 Perumusan Masalah .............................................................. 3
1.4 Hipotesis ................................................................................ 4
1.5 Tujuan Penelitian .................................................................. 4
1.6 Manfaat Penelitian ................................................................ 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................... 6
2.1 Obat Suntik............................................................................ 6
2.2 Parenteral............................................................................... 6
2.3 Intravena ................................................................................ 6
2.4 Tujuan Injeksi Intravena ....................................................... 7
Universitas Sumatera Utara
x
2.5 Injeksi intravena bolus .......................................................... 7
2.6 Injeksi Intravena Kontinu ...................................................... 7
2.7 Dasar Pemberian cairan Intravena ........................................ 8
2.8 Injeksi Diazepam .................................................................. 8
2.8.1 Uraian umum diazepam ............................................ 8
2.8.2 Dosis Umum.............................................................. 9
2.8.3 Farmakologi ............................................................... 9
2.8.4 Indikasi dan kontraindikasi ........................................ 10
2.8.5 Efek Samping ............................................................ 11
2.9 Larutan elektrolit ................................................................... 11
2.9.1 Infus larutan NaCl 0,9% (normal salin) ....................... 12
2.9.2 Infus Larutan Ringer Laktat ......................................... 13
2.9.3 Infus Larutan Glukosa 5% ........................................... 13
2.10 Inkompatibilitas................................................................... 14
2.10.1 Inkompatibilitas Fisika .............................................. 14
2.10.2 Inkompatibilitas Kimia .............................................. 14
2.10.3 Inkompatibilitas Terapetik ......................................... 15
2.11 Ketentuan ukuran partikel larutan parenteral ...................... 15
2.12 Pengujian Partikel ............................................................... 17
2.12.1 Ukuran Partikel .......................................................... 18
2.12.2 Particle Size Analyzer ................................................ 18
2.13 Tantangan Pengembangan Formulasi Sediaan Injeksi ........ 20
2.13.1 Kosolven .................................................................... 20
2.14 Inkompatibilitas Diazepam ................................................. 23
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 25
3.1. Metode Penelitian................................................................. 25
Universitas Sumatera Utara
xi
3.2 Alat-alat dan Bahan ............................................................... 25
3.2.1 Alat-alat ....................................................................... 25
3.2.2 Bahan ........................................................................... 25
3.3 Penyiapan tiang infus ............................................................ 25
3.4 Sediaan Parenteral yang digunakan ...................................... 26
3.5 Prosedur Percobaan ............................................................... 27
3.5.1 Pencampuran dalam 1 wadah ........................................ 27
3.5.1.1 Pencampuran injeksi stesolid 10 mg/2 mL dan
larutan infus NaCl 0,9% ....................................... 27
3.5.1.2 Pencampuran injeksi stesolid 10 mg/2 mL dan
larutan infus Ringer Laktat ................................... 27
3.5.1.3 Pencampuran injeksi stesolid 10 mg/2 mL dan
larutan infus Glukosa 5% ..................................... 28
3.5.2 Pencampuran melalui penyuntikkan bolus pada latex
tube infus set .................................................................. 28
3.5.2.1 Pencampuran injeksi stesolid 10 mg/2 mL dan
larutan infus NaCl 0,9% ....................................... 28
3.5.2.2 Pencampuran injeksi stesolid 10 mg/2 mL dan
larutan Ringer Laktat ............................................ 29
3.5.2.3 Pencampuran injeksi stesolid 10 mg/2 mL dan
larutan Glukosa 5% .............................................. 29
3.6 Pengamatan hasil pencampuran larutan injeksi diazepam
dalam infus larutan NaCl 0,9%, Ringer Laktat, dan Glukosa
5% secara visual .................................................................... 30
3.7 Penentuan ukuran partikel hasil campuran larutan injeksi
diazepam dengan larutan parenteral (NaCl 0,9%, Ringer
Laktat, dan Glukosa 5%) ...................................................... 30
3.8 Pengamatan morfologi partikel pencampuran larutan injeksi
diazepam dengan larutan infus Glukosa 5% 2,3 mL melalui
penyuntikkan bolus secara mikroskopik ............................... 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 32
4.1 Pemeriksaan Warna dan Kekeruhan Campuran Injeksi
Diazepam dengan Larutan Parenteral (NaCl 0,9%, Ringer
Laktat, dan Glukosa 5% ........................................................ 32
Universitas Sumatera Utara
xii
4.2 Pengaruh lamanya pencampuran terhadap ukuran partikel
diazepam yang terbentuk pada pemberian satu wadah ......... 35
4.3 Pengaruh Volume larutan infus terhadap ukura partikel
diazepam yang terbentuk pada pemberian satu wadah dan
melalui penyuntikkan bolus. ................................................. 38
4.4 Pengamatan partikel dari pencampuran larutan injeksi
diazepam dengan larutan Infus Glukosa 5% 2,3 mL melalui
penyuntikkan bolus secara mikroskopik ............................... 41
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 43
5.1 Kesimpulan ........................................................................... 43
5.2 Saran ...................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 44
LAMPIRAN ............................................................................................... 47
Universitas Sumatera Utara
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Ketentuan jumlah partikel berdasarkan USP 36-NF-31 .............. 16
2.2 Kosolven untuk formulasi sediaan injeksi .................................. 20
2.3 Perkiraan kelarutan menurut USP .............................................. 22
2.4 Informasi teknikal inkompatibilitas injeksi diazepam ................. 24
4.1 Data pengamatan pemeriksaan warna dan kekeruhan campuran
injeksi diazepam dengan beberapa larutan infus (NaCl 0,9%,
Ringer Laktat, dan Glukosa 5%) dalam satu wadah dan melalui
penyuntikkan bolus ....................................................................... 32
4.2 Ukuran partikel lamanya pencampuran injeksi diazepam dengan
larutan infus (NaCl 0,9%, Ringer Laktat, dan Glukosa 5%) pada
pemberian melalui satu wadah ................................................... 36
4.3 Distribusi ukuran partikel lamanya pencampuran injeksi
diazepam dengan larutan infus (NaCl 0,9%, Ringer Laktat, dan
Glukosa 5%) pada pemberian melalui satu wadah ..................... 37
4.4 Ukuran partikel campuran larutan injeksi diazepam dengan
variasi volume larutan infus (NaCl 0,9%, Ringer Laktat, dan
Glukosa 5%) melalui penyuntikkan bolus ................................... 39
4.5 Distribusi ukuran partikel campuran larutan injeksi diazepam
dengan variasi volume larutan infus (NaCl 0,9%, Ringer Laktat,
dan Glukosa 5%) melalui penyuntikkan bolus .............................. 20
Universitas Sumatera Utara
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1.1 Kerangka pikir penelitian .......................................................... 5
2.1 Rumus bangun diazepam ........................................................... 8
2.2 Mekanisme kerja benzodiazepin lewat GABA pada reseptor
GABA/ benzodiazepin/ klorida ionofor kompleks .................. 8
3.1 Sketsa pembuatan tiang infus ............................................... .... 26
3.2 Sketsa pencampuran larutan injeksi diazepam (10 mg/2 mL)
dan infus larutan NaCl 0,9% dalam satu wadah ....................... 27
3.3 Sketsa pencampuran larutan injeksi diazepam (10 mg/2 mL)
dan infus larutan Ringer Laktat dalam satu wadah ................... 28
3.4 Sketsa pencampuran larutan injeksi diazepam (10 mg/2 mL)
dan infus larutan Glukosa 5% dalam satu wadah ..................... 28
3.5 Sketsa pencampuran larutan injeksi diazepam (10 mg/2 mL)
dengan infus larutan NaCl 0,9% melalui penyuntikkan bolus .. 29
3.6 Sketsa pencampuran larutan injeksi diazepam (10 mg/2 mL)
dengan infus larutan Ringer Laktat melalui penyuntikkan
bolus .......................................................................................... 29
3.7 Sketsa pencampuran larutan injeksi diazepam (10 mg/2 mL)
dengan infus larutan Glukosa 5% melalui penyuntikkan bolus 30
4.1 Penampilan warna dan kekeruhan campuran injeksi diazepam
dengan larutan infus NaCl 0,9% dalam satu wadah (F1) dan
penyuntikkan bolus (F2 dan F3) ............................................... 33
4.2 Penampilan warna dan kekeruhan campuran injeksi diazepam
dengan larutan infus Ringer Laktat dalam satu wadah (F5)
dan penyuntikkan bolus (F6 dan F7) ........................................ 34
4.3 Penampilan warna dan kekeruhan campuran injeksi diazepam
dengan larutan infus Glukosa 5% dalam satu wadah (F9) dan
penyuntikkan bolus (F10 dan F11) ........................................... 35
Universitas Sumatera Utara
xv
4.4 Ukuran partikel lamanya pencampuran injeksi diazepam
dengan larutan infus (NaCl 0,9%, Ringer Laktat, dan Glukosa
5%) pada pemberian melalui satu wadah ............................... 36
4.5 Ukuran partikel campuran larutan injeksi diazepam dengan
variasi volume larutan infus (NaCl 0,9%, Ringer Laktat, dan
Glukosa 5%) melalui penyuntikkan bolus ................................ 39
4.6 Pengamatan mikroskopik partikel hasil campuran larutan
injeksi diazepam dan larutan infus Glukosa 5% 2,3 mL
melalui penyuntikkan bolus dengan perbesaran 10x ................ 42
Universitas Sumatera Utara
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Gambar Bahan yang digunakan beserta kandungannya ............... 47
2 Perhitungan laju tetes bahan yang digunakan .............................. 49
3 Flowsheet pencampuran injeksi diazepam dan larutan infus
NaCl 0,9% dalam satu wadah dan pendiaman selama 2 jam ...... 50
4 Flowsheet pencampuran larutan injeksi diazepam dengan
larutan infus NaCl 0,9% melalui penyuntikkan bolus dan
pengukuran ukuran partikel dengan variasi volume .............. .... 51
5 Flowsheet pencampuran larutan injeksi diazepam dan larutan
infus Ringer Laktat dalam satu wadah dan pendiaman selama 2
jam ............................................................................................... 52
6 Flowsheet pencampuran larutan injeksi diazepam dengan
larutan infus Ringer Laktat melalui penyuntikkan bolus dan
pengukuran ukuran partikel dengan variasi volume ................... 53
7 Flowsheet pencampuran larutan injeksi diazepam dan larutan
infus Glukosa 5% dalam satu wadah dan pendiaman selama 2
jam ............................................................................................... 54
8 Flowsheet pencampuran larutan injeksi diazepam dengan
larutan infus Glukosa 5% melalui penyuntikkan bolus dan
pengukuran ukuran partikel dengan variasi volume ................... 55
9 Data ukuran partikel larutan infus NaCl 0,9% (F0) .................... 56
10 Data ukuran partikel larutan injeksi diazepam 10 mg/2 mL dan
larutan infus NaCl 0,9% 500 mL dalam 1 wadah (0 jam) ........... 58
11 Data ukuran partikel larutan injeksi diazepam 10 mg/2 mL dan
larutan infus NaCl 0,9% 500 mL dalam 1 wadah (1 jam) ........... 60
12 Data ukuran partikel larutan injeksi diazepam 10 mg/2 mL dan
larutan infus NaCl 0,9% 500 mL dalam 1 wadah (2 jam) ........... 62
13 Data ukuran partikel larutan injeksi diazepam 10 mg/2 mL dan
larutan infus NaCl 0,9% 40 mL melalui penyuntikkan bolus
(42 mL) ........................................................................................ 64
Universitas Sumatera Utara
xvii
14 Data ukuran partikel larutan injeksi diazepam 10 mg/2 mL dan
larutan infus NaCl 0,9% 2,3 mL melalui penyuntikkan bolus
(4,3 mL) ....................................................................................... 66
15 Data ukuran partikel larutan infus Ringer Laktat (F4) ................ 68
16 Data ukuran partikel laruta injeksi diazepam 10 mg/2 mL dan
larutan infus Ringer Laktat 500 mL dalam 1 wadah (0 jam) ...... 70
17 Data ukuran partikel laruta injeksi diazepam 10 mg/2 mL dan
larutan infus Ringer Laktat 500 mL dalam 1 wadah (1 jam) ...... 72
18 Data ukuran partikel laruta injeksi diazepam 10 mg/2 mL dan
larutan infus Ringer Laktat 500 mL dalam 1 wadah (2 jam) ...... 74
19 Data ukuran partikel larutan injeksi diazepam 10 mg/2 mL dan
larutan infus Ringer Laktat 40 mL melalui penyuntikkan bolus
(42mL) ......................................................................................... 76
20 Data ukuran partikel larutan injeksi diazepam 10 mg/2 mL dan
larutan infus Ringer Laktat 2,3 mL melalui penyuntikkan bolus
(4,3mL) ........................................................................................ 78
21 Data ukuran partikel larutan infus Glukosa 5% (F8) .................. 80
22 Data ukuran partikel larutan injeksi diazepam 10 mg/2 mL dan
larutan infus Glukosa 5% 500 dalam 1 wadah (0 jam) ............... 82
23 Data ukuran partikel larutan injeksi diazepam 10 mg/2 mL dan
larutan infus Glukosa 5% 500 dalam 1 wadah (1 jam) ............... 84
24 Data ukuran partikel larutan injeksi diazepam 10 mg/2 mL dan
larutan infus Glukosa 5% 500 dalam 1 wadah (2 jam) ............... 86
25 Data ukuran partikel larutan injeksi diazepam 10 mg/2 mL dan
larutan infus Glukosa 5% 2,3 mL melalui penyuntikkan bolus
(4,3 mL) ....................................................................................... 88
26 Data ukuran partikel larutan injeksi diazepam 10 mg/2 mL dan
larutan infus Glukosa 5% 40 mL melalui penyuntikkan bolus
(42 mL) ........................................................................................ 90
27 Gambar Alat ................................................................................ 92
Universitas Sumatera Utara
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Inkompatibilitas adalah reaksi yang tidak diinginkan antara obat dan
larutan, wadah, atau obat lainnya. Ada 2 tipe inkompatibilitas yang berhubungan
dengan administrasi secara intravena baik secara fisik maupun kimiawi.
Penyiapan obat dan larutan intravena selalu disertai dengan reaksi yang tidak
diinginkan dari obat yang berinteraksi dengan substansi lainnya. Dalam konteks
ini perlu untuk membedakan reaksi inkompatibilitas dari reaksi interaksi. Interaksi
obat menggambarkan perubahan efek obat karena pengaruh zat lain (yaitu: obat,
zat kimia, dan nutrisi) sehingga menghasilkan larutan obat yang tidak optimal
bagi pasien setelah substansi tercampur (Melsunge, 2011).
Dua tipe Inkompatibilitas yaitu reaksi fisik dan reaksi kimiawi. Reaksi
fisik obat biasanya mengacu pada fase pemisahan atau presipitasi Inkompatibilitas
secara kimia berarti bahwa obat tersebut terdegradasi secara kimiawi karena
oksidasi, reduksi, hidrolisis, atau dekomposisi. Reaksi kimia dapat
memanefestasikan dirinya melalui kekeruhan, presipitasi, dan perubahan warna
(Melsunge, 2011).
Mencampur larutan obat parenteral umumnya tidak direkomendasikan
karena potensi inkompatibilitas dan akibatnya kehilangan satu atau kedua aktivitas
obat. Namun, dalam beberapa keadaan mungkin ada alasan kuat untuk
mencampur dua atau lebih larutan obat parenteral dengan kantong infus yang
sama, syringe yang sama, atau dengan Y-site (Murney, 2008).
Universitas Sumatera Utara
2
Keadaan seperti itu meliputi :
1. Kesulitan dengan akses vena membatasi jumlah saluran intravena tersedia
untuk administrasi beberapa obat terus menerus
2. Beberapa obat yang membutuhkan pemberian parenteral di dalam jangka
waktu yang singkat seperti dalam kunjungan rumah oleh praktisi umum
3. Pasien rawat inap membutuhkan banyak obat secara simultan infus
kontinu dimana beberapa jalur intravena sangat tidak layak misalnya
selama perawatan paliatif (Murney, 2008).
Diazepam (DZP) adalah sejenis obat golongan benzodiazepin, yang
mempunyai efek sedatif dan relaksan otot. Beberapa macam teknik administrasi
dari injeksi langsung ke vena sampai injeksi ke dalam obat I.V yang
mengalir(Dunsworth, et al., 1974; Flinn, et al., 1975). Tetapi, produsen
menyatakan bahwa obat tersebut tidak boleh ditambahkan ke cairan I.V atau obat
lainnya (Roche Laboratories, 1977). Karena terbentuknya presipitat keruh setelah
penambahan larutan aqueous (Grower, et al., 1978).
Pada penelitian ini dilakukan pencampuran larutan injeksi diazepam dan
beberapa larutan infus parenteral (NaCl 0,9%, Ringer laktat, dan glukosa 5%)
dengan pencampuran dalam satu wadah dan melalui penyuntikkan bolus pada
latex tube infus set untuk melihat pengaruh perlakuan pencampuran terhadap
ukuran partikel dari campuran tersebut. Parameter lain yang diukur untuk
mendukung penelitian ini adalah pengukuran ukuran partikel, pengamatan warna
dan kekeruhan secara visual dan morfologi partikel secara mikroskopik.
Universitas Sumatera Utara
3
1.2 Kerangka Penelitian
Secara skematis, kerangka pikir penelitian ditunjukkan oleh Gambar 1.1
Latar belakang Tujuan Variabel Variabel Parameter
bebas terikat
Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian
1.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka permasalahn dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Apakah terdapat inkompatibilitas pada injeksi diazepam dengan
beberapa larutan parenteral yang ditandai dengan perubahan warna dan
terbentuknya presipitat keruh?
Produsen
menyatakan
bahwa injeksi
diazepam tidak
boleh
ditambahkan ke
cairan I.V atau
obat lainnya.
Karena
terbentuknya
presipitat keruh
setelah
penambahan
larutan aqueous.
Oleh karena itu,
dilakukan
pengukuran profil
ukuran partikel
diazepam yang
terbentuk.
Mengetahui
pengaruh
lamanya pencampuran
terhadap ukuran
partikel
diazepam yang terbentuk pada
pemberian
dalam satu
wadah Ukuran
partikel
(diameter
dan
distribusi
partikel)
dan
morfologi
partikel
diazepam
Inkompat
ibilitas
Mengetahui pengaruh volume
larutan infus
terhadap ukuran
partikel diazepam yang terbentuk
melalui
penyuntikan
bolus dan satu wadah
Variasi
lamanya
pencampur
an
Variasi
volume
larutan infus
Universitas Sumatera Utara
4
b. Apakah volume larutan infus mempengaruhi ukuran partikel diazepam
yang terbentuk pada pemberian melalui satu wadah dan penyuntikkan
bolus?
c. Apakah lamanya pencampuran mempengaruhi ukuran partikel
diazepam yang terbentuk pada pemberian melalui satu wadah?
1.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka hipotesis penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Terdapat inkompatibilitas pada injeksi diazepam dengan beberapa
larutan parenteral yang ditandai dengan perubahan warna dan
terbentuknya presipitat keruh Peningkatan volume larutan parenteral
dari larutan infus dalam campuran larutan injeksi diazepam dengan
beberapa larutan parenteral melalui penyuntikkan bolus dapat
mempengaruhi ukurann partikel dari campuran tersebut.
b. Volume larutan infus mempengaruhi ukuran partikel diazepam yang
terbentuk pada pemberian melalui satu wadah dan penyuntikkan
bolus .
c. Lamanya pencampuran mempengaruhi ukuran partikel diazepam
yang terbentuk pada pemberian melalui satu wadah
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah
a. Untuk mengetahui inkompatibilitas pada injeksi diazepam dengan
beberapa larutan parenteral yang ditandai dengan perubahan warna dan
terbentuknya presipitat keruh
Universitas Sumatera Utara
5
b. Untuk mengetahui pengaruh volume larutan infus terhadap ukuran partikel
diazepam yang terbentuk pada pemberian melalui satu wadah dan
penyuntikkan bolus.
c. Untuk mengetahui pengaruh lamanya pencampuran terhadap ukuran
partikel diazepam yang terbentuk pada pemberian melalui satu wadah.
1.6 Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat menambah informasi dan
menambah ilmu pengetahuan tentang pengaruh campuran injeksi diazepam
dengan larutan parenteral ( infus NaCl 0,9%, Glukosa 5%, dan Ringer Laktat),
serta menambah kewaspadaan para ahli bidang kesehatan dalam pemberian
campuran sediaan parenteral ini.
\
Universitas Sumatera Utara
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Obat Suntik
Obat suntik didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril bebas pirogen
yang dimaksudkan untuk diberikan secara parenteral. Istilah parenteral seperti
yang umum digunakan, menunjukkan pemberian lewat suntikan seperti berbagai
sediaan yang diberikan dengan disuntikkan. Kata ini berasal dari kata Yunani,
para dan enteron berarti di luar usus halus dan merupakan rute pemberian lain dari
rute oral (Ansel, 2008).
2.2 Parenteral
Jalur pemberian obat parenteral merupakan jalur dimana obat dimasukkan
ke dalam tubuh pasien menggunakan jarum suntik. Ada empat rute parenteral
yang umum digunakan, yaitu: intradermal (ID), subkutan (SC), intamuskular
(IM), dan inravena (IV). Pilihan jalur parenteral yang akan digunakan ditentukan
oleh resep berdasarkan sifat obat, onset efek terapetik yang diinginkan, dan
kebutuhan pasien (Kamienski dan Keogh, 2015).
2.3 Intravena
Administrasi IV melibatkan penyuntikkan obat secara langsung ke
pembuluh darah. Injeksi ini biasanya dilakukan dengan jarum steril, dan syringe
atau kateter plastik yang steril. Pada saat produk obat disuntikkan langsung ke
pembuluh darah, obat ini segera/langsung tersedia (bioavailable) karena tidak
diperlukan penyerapan dan permeasi melalui membran atau jaringan (Boquet dan
Wagner, 2012).
Universitas Sumatera Utara
7
2.4 Tujuan Injeksi Intravena
a. Mendapatkan reaksi obat yang cepat diabsorbsi daripada injeksi parenteral lain
b. Mempertahankan atau mengganti cairan tubuh yang mengandung air, elektrolit,
vitamin, protein, lemak, dan kalori yang tidak dapat dipertahankan melalui oral.
c. Menghindari terjadinya kerusakan jaringan
f. Memasukkan obat dalam jumlah yang besar
g. Memberikan transfusi darah
h. Membantu pemberian nutrisi parenteral
i. Memonitor Tekana Vena Sentral (CVP) (Scales, 2005).
2.5 Injeksi Intravena Bolus
Intravenous push adalah pengobatan dengan cara injeksi langsung ke
dalam vena. Dapat diadmnistrasi melalui Y-site set administrasi, perangkat infus,
atau kateter. Kebanyakan obat yang digunakan untuk pemberian melalui IV Push
atau bolus harus diberikan secara perlahan (sampai 30 menit), tergantung pada
obat itu sendiri. Injeksi yang cepat dapat meningkatkan konsentrasi obat dalam
plasma, yang dapat menimbulkan toksisitas, syok, dan gagal jantung (Hagle dan
Weinstein, 2014).
2.6 Injeksi Intravena Kontinu
Continous infusion adalah istilah yang diaplikasikan pada pengobatan
yang dicampurkan dengan larutan infus volume besar dan diinfus secara kontinu
selama beberapa jam atau beberap hari. Continus infusion sangat berguna ketika
pengobatan harus diencerkan atau membutuhkan penggantian cairan elektrolit
atau cairan volume yang besar (Turner dan Hankins, 2010).
Universitas Sumatera Utara
8
2.7 Dasar Pemberian cairan intravena
Pemberian cairan infus intravena (parenteral) merupakan pemberian cairan
dan elektrolit kepada pasien untuk memenuhi kebutuhan terapi pemeliharaan
cairan karena tidak dapat dilakukan pemberian secara oral atau untuk memberikan
cairan pengganti secara cepat akibat kehilangan cairan. Pemberian cairan
intravena juga merupakan tindakan yang sering dilakukan pada kondisi gawat
darurat yang sangat menentukan keselamatan hidup (life saving), seperti
pendarahan hebat, diare berat, dan luka bakar. Selain untuk pemberian cairan dan
elektrolit, jalur intravena dapat juga sebagai jalur untuk memasukkan obat dan
nutrisi (Hardisman, 2015).
2.8 Injeksi Diazepam
2.8.1 Uraian umum diazepam
Rumus Bangun :
Gambar 2.1 Rumus bangun diazepam
Rumus Molekul : C16H13ClN2O
Berat Molekul : 284,75
Pemerian : Serbuk hablur; hampir putih sampai kuning; praktis tidak
berbau
Universitas Sumatera Utara
9
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; larut dalam etanol;mudah larut
dalam klorofom
(Ditjen POM, 2014)
Injeksi diazepam adalah larutan steril diazepam dalam pelarut yang sesuai.
Mengandung diazepam, C16H13ClN2O, tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih
dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket. pH injeksi diazepam antara 6,2
dan 6,9 (Ditjen POM, 2014).
2.8.2 Dosis Umum
Dosis diazepam adalah 5 sampai 10 mg. Dapat diulangi pada interval 10
sampai 15 menit dengan total dosis 30 mg. Sumber lain menyarankan 0,2 sampai
0,5 mg/kg setiap 15 sampai 30 menit untuk 2 atau 3 dosis. Beberapa spesialis
mulai dengan dosis 20 mg dan ditritasi dosis total lebih dari 10 menit atau sampai
kejangnya berhenti. Dosis maksimum untuk 24 jam adalah 100 mg.
2.8.3 Farmakologi
Kerja benzodiazipin terutama merupakan interaksinya dengan reseptor
penghambat neurotransmiter yang diaktifkan oleh asam gamma amino butirat
(GABA). Reseptor GABA merupakan protein yang terikat pada membran dan
dibedakan dalam 2 bagian besar sub-tipe, yaitu reseptor GABAA terdiri dari 5 atau
lebih subunit (bentuk majemuk dari α, β, dan γ subunit) yang membentuk suatu
reseptor kanal ion klorida kompleks. Reseptor GABAA berperan pada sebagian
besar neurotransmiter di SSP. Sebaliknya, reseptor GABAB, yang terdiri dari
peptida tunggal dengan 7 daerah transmembran, digabungkan terhadap
mekanisme signal transduksinya oleh protein-G. Benzodiazepin bekerja pada
reseptor GABAA, tidak pada reseptor GABAB (Wiria, 2007).
Universitas Sumatera Utara
10
Benzodiazepin berikatan langsung pada sisi spesifik (subunit γ) reseptor
GABAA (reseptor kanal ion klorida kompleks), sedangkan GABA berikatan pada
subunit α atau β. Pengikatan ini akan menyebabkan pembukaan kanal klorida,
memungkinkan masuknya ion klorida ke dalam sel, menyebabkan peningkatan
potensial elektrik sepanjang membransel dan menyebabkan sel sukar tereksitasi
(Wiria, 2007).
Gambar 2.2 Mekanisme kerja benzodiazepin lewat GABA pada reseptor
GABA/ benzodiazepin/ klorida ionofor kompleks
2.8.4 Indikasi dan kontraindikasi
Digunakan sebagai untuk mengatur gangguan kecemasan dari moderate
(sedang) sampai severe (parah) atau gejala kecemasan jangka pendek,
pengurangan alkohol akut, reaksi stres yang akut, kejang otot, status epileptikus
dan kejang parah yang berulang ulang termasuk tetanus, pengobatan pre-operasi
termasuk prosedur endoskopik, dan cardioversion
Universitas Sumatera Utara
11
Kontraindikasi berupa hipersensitivitas, glaukoma sudut terbuka kecuali
menerima terapi yang tepat, syok, koma, keracunan alkohol yang akut dengan
tanda vital yang lemah. Emulsi di Dizac® mengandung minyak kacang kedelai;
tidak boleh diberikan kepada pasien yang hipersensitivitas terhadap protein
kacang kedelai (Gahart dan Nazareno, 2014).
2.8.5 Efek samping
Efek samping dapat berupa apnea, ataxia, penglihatan kabur, bradikardia,
gagal jatung, cardiovascular collapse, koma, pusing, batuk, pernafasan yang
lemah, depresi, refleks berkurang, mengantuk, dyspnea, pusing, cegukan,
laringospasme, neutropenia, phlebitis, dan venous thrombosis (Gahart dan
Nazareno, 2014).
2.9 Larutan elektrolit
Elektrolit adalah molekul-molekul yang berdisosiasi di dalam air menjadi
kation dan anion yang ekivalen. Terdapat banyak elektrolit yang penting secara
fisiologi, berupa Na+. K
+, Ca
2+, Mg
2+, Cl
-, HCO3
- . Elektrolt dan beberapa
komponen bermuatan seperti protein terdistribusi tidak merata pada cairan tubuh
(Barret, et al. 2010). Ion-ion ini dinyatakan dalam mEq/L. Kebanyakan elektrolit
mempunyai fungsi fisiologis yang lebih dari satu; umumnya beberapa elektrolit
bekerja sama untuk memediasi persistiwa kimia. Peranan fisiologi elektrolit
berupa mempertahankan elektrolnetralitas kompartemen cairan; memediasi reaksi
enzim; mengubah permeabilitas membran sel; mengatur kontraksi dan relaksasi
otot; mengatur transmisi impuls saraf (Philips dan Gorski, 2014).
Universitas Sumatera Utara
12
2.9.1 Infus larutan NaCl 0,9% (normal salin)
Infus larutan NaCl 0,9% (PT. Widatra Bhakti) dipasaran dikemas dalam
500 ml dan mempunyai nilai osmolaritas 308 mOsm/L yang setara dengan ion
natrium (Na +) 154 mEq/L dan klorida (Cl
-) 154 mEq/L. pH infus larutan NaCl
0,9% adalah 4,5 sampai 7.
Kegunaan infus larutan natrium klorida 0,9% meliputi pengobatan shock
dan hiponatremia, perubahan cairan, metabolik alkalosis hiperkalsemia dan
penggantian cairan dalam diabetes ketoasidosis. Secara normal, natrium yang
dibutuhkan tubuh adalah 135 sampai 145 mEq/l. Fungsi fisiologis natrium
meliputi transmisi dan konduksi impuls saraf, bertanggung jawab terhadap
osmolalitas cairan vaskular serta menjaga keseimbangan air. Natrium berpindah
ke dalam sel ketika kalium berpindah sel akibat depolarisasi (aktivitas sel). Ketika
natrium berpindah keluar sel, kalium berpindah kembali ke dalam sel. Proses ini
disebut repolarisasi (aktivitas enzim) (Philips dan Gorski, 2014).
Funsgi utama natrium adalah mempertahankan volume cairan
ekstraseluler. Natrium merepresentasikan 90% kation ekstraseluler karena natrium
tidak dapat melewati dinding sel membran dengan mudah (Phillips dan Gorski,
2014). Selain itu, natrium juga berperan dalam mengatur tekanan darah. Banyak
proses pada tubuh seperti otak, sistem saraf, dan otot berfungsi apabila adanya
sinyal listrik yang diperoleh dari elektrolit (Akpan, et al., 2013).
Secara normal, klorida yang dibutuhkan tubuh adalah 95 sampai 108
mEq/L dan fungsi fisiologisnya berupa pengaturan osmolaritas serum;
keseimbangan cairan; keasaman cairan lambung; keseimbangan asam-basa;
Universitas Sumatera Utara
13
berperan dalam pergantian oksigen-karbon dioksida (pergantian klorida). Klorida
merupakan anion terbanyak di cairan ekstraseluler (Philips dan Gorski, 2014).
2.9.2 Infus Larutan Ringer Laktat
Larutan ringer laktat (PT. Widatra Bhakti) yang ada di pasaran dikemas
dalam 500 ml mengandung 3 gram natrium klorda (NaCl), 0,15 gram kalium
klorida (KCl), 0,1 gram kalsium klorida (CaCl2.H2O), 1,55 gram natrium laktat
(C3H5NaO3) serta air untuk injeksi sampai 500 mL dengan osmolaritas 274
mOsm/L yang setara dengan ion natrium (Na+) 130 mEq/L, kalium (K
+) 4 mEq/L,
kalsium (Ca+2
) 2,7 mEq/L dan klorida (Cl-) 109,5 mEq/L, laktat (HCO3
-) 27,5
mEq/L.
Larutan ringer laktat adalah larutan steril non pirogen untuk pengisian
cairan dan elektrolit dalam wadah dosis tunggal untuk pemberian inravena yang
tidak mengandung zat antimikroba. Infus larutan ringer laktat memiliki nilai
sebagai sumber air dan elektrolit yang mampu menginduksi diuresis tergantung
pada kondisi pasien. Infus larutan ringer laktat menghasilkan efek alkalinisasi
metabolik. Ion laktat dimetabolisme menjadi karbon dioksida dan air yang
membutuhkan kation hidrogen (USP, 2013).
2.9.3 Infus Larutan Glukosa 5%
Infus Larutan glukosa 5% (PT. Widatra Bhakti) yang ada di pasaran
dikemas dalam 500 mL mengandung glukosa 25,0 g (C6H12O6. H2O) serta air
untuk injeksi sampai 500 mL dengan osmolaritas 252 mOsm/L.
Dekstrosa adalah non-elektrolit, dan jumlah total partikel dalam larutan
dekstrosa tidak tergantung dengan ionisasi. Dekstrosa dikenal lebih dekat secara
ideal dengan karbohidrat karena dimetabolisme oleh jaringan dengan baik.
Universitas Sumatera Utara
14
Osomlaritas dari larutan dekstrosa ditentukan dari larutan elektrolit yang berbeda.
Dekstrosa didistribusi di dalam dan diluar sel, dengan sisa 8% yang berada dalam
sirkulasi untuk meningkatkan volume darah. Syarat pH dekstrosa pada USP
adalah 3,5 sampai 6,5 (Phillips dan Gorski, 2014).
2.10 Inkompatibilitas
Inkompatibilitas adalah reaksi yang tidak diinginkan yang terjadi antara
obat dengan larutan, wadah atau obat lainnya. Dua jenis inkompatibilitas yang
dihubungkan dengan jalur intravena adalah fisika dan kimia (Josephson, 2006;
Douglas, et al., 2001). Inkompatibilitas terjadi ketika dua atau lebih obat diberikan
dalam jalur intravena yang sama, menghasilkan reaksi yang tidak diinginkan.
Terdapat tiga tipe inkompatibilitas yaitu inkompatibilitas fisika, kimia, dan
terapetik (Scoville, 2013; Evans dan Dixon, 2006; Philips dan Gorski, 2014).
2.10.1 Inkompatibilitas Fisika
Inkompatibilitas fisika mengacu pada reaksi yang terlihat, seperti
perubahan warna, kekeruhan dan pembentukan endapan. Jenis yang paling umum
dari inkompatibilitas fisika yaitu pembentukan endapan (Philips dan Gorski,
2014).
Inkompatibilitas fisika terjadi ketika kombinasi obat menyebabkan
perubahan visual yang dapat diamati (perubahan warna, kekeruhan, dan
pembentukan endapan,) dan yang tidak dapat diamati (pembentukan partikel-
partikel yang tidak dapat diamati secara visual) (Agoes, 2009).
2.10.2 Inkompatibilitas Kimia
Inkompatibilitas kimia menggunakan degradasi kimia dari satu atau lebih
obat yang dicampurkan, menyebabkan toksisitas atau inaktivitas secara terapetik.
Universitas Sumatera Utara
15
Degradasi tidak selamanya bersifat dapat diamati tetapi reaksi obat dapat
menghasilkan perubahan yang berkaitan dengan potensi obat. Inkompatibilitas
secara kimia terjadi akibat hidrolisis, oksidasi, reduksi atau pembentukan
kompleks. Penyebab paling umum dari inkompatibilitas kimia adalah reaksi
antara obat asam dan basa atau larutan yang menghasilkan tingkat pH yang stabil
untuk salah satu obat. Nilai pH yang spesifik atau kisaran nilai pH yang sempit
diperlukan untuk pemeliharaan stabilitas obat setelah telah dicampur.
Inkompatibilitas kimia yang tidak dapat diamati dapat dideteksi dengan metode
analisis (Felton, 2013; Nagaraju, et al., 2015; Foinard, 2013; Gennaro, 2001;
Philips dan Gorski, 2014).
2.10.3 Inkompatibilitas Terapetik
Inkompatibilitas terapi adalah efek yang tidak diinginkan yang terjadi pada
pasien hasil dari dua atau lebih obat yang diberikan bersamaan yang dapat
menyebabkan peningkatan terapi atau penurunan respon terapi. Inkompatibilitas
terapetik adalah pencampuran yang sulit untuk diamati sebab menghasilkan
aktivitas terapetik yang antagonis atau sinergis. Inkompatibilitas ini sering terjadi
pada terapi penggunaan dua antibiotik. Misalnya, dengan penggunaan
kloramfenikol dan penisilin, kloramfenikol telah dilaporkan antagonis terhadap
aktivitas penisilin. Penisilin atau kortison juga mempunyai efek antagonis
terhadap heparin dan menyebabkan heparin tidak bekerja sebagai antikaogulan
(Gahart dan Nazareno, 2014; Felton, 2013).
2.11 Ketentuan ukuran partikel larutan parenteral
Sediaan steril tidak boleh terdapat partikel yang terlihat yaitu seperti
partikel dari wadah yang retak (USP 36 hal 6). Bahan partikulat merupakan zat
Universitas Sumatera Utara
16
asing tidak larut dan melayang, kecuali gelembung gas yang tanpa disengaja ada
dalam larutan parenteral. Larutan injeksi termasuk larutan yang dikonstitusi dari
zat padat steril untuk penggunaan parenteral harus bebas dari partikel yang dapat
diamati pada pemeriksaan visual (Farmakope Ind Ed. IV, hal 981).
Ketentuan jumlah partikel berdasarkan Farmakope Edisi IV :
1. Injeksi volume besar untuk infus dosis tunggal memenuhi syarat uji jika
mengandung tidak lebih dari 50 partikel per ml yang setara atau tidak lebih
dari 10 µm dan tidak lebih dari 5 partikel per ml yang setara atau lebih
besar dari 25 µm dalam dimensi linier efektif.
2. Injeksi volume kecil memenuhi syarat uji jika jumlah rata-rata partikel
yang dikandung tidak lebih dari 10.000 tiap wadah yang setara atau lebih
besar dari 10µm diameter sferik efektif dan tidak lebih dari 1000 tiap
wadah sama atau lebih besar dari 25 µm diameter sferik efektif
Ketentuan jumlah partikel berdasarkan USP 36-NF 31 :
Ketentuan jumlah partikel berdasarkan USP 36-NF 31 tahun 2013 hal. 350 dapat
dilihat pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Ketentuan jumlah partikel berdasarkan USP 36-NF-31
Size Limit SVI ( less than
100 mL)
LVI (more than
100 mL)
≥ 10 µm 25 per mL
6000 per
container
≥ 25 µm 3 per mL
600 per
container
Universitas Sumatera Utara
17
≥ 50 µm N/A N/A
Jika formulasi injeksi SC atau IM dapat menyebabkan iritasi lokal atau
sakit pada daerah suntik, maka dari itu administrasi melalui IV lebih digunakan.
Hanya produk obat berupa larutan atau dispersi koloid (khususnya berukuran
partikel < 1µm) yang mungkin cocok untuk pemberian intravena karena resiko
emboli paru yang dihasilkan dari partikel >7 µm (DeLuca dan Boylan, 1992) dan
adanya kendala partikulat yang terkait dengan pemberian pada rute ini (Williams,
et al., 2012).
2.12 Pengujian Partikel
Terbentuknya partikel terjadi karena adanya inkompatibilitas. Ini
merupakan reaksi yang tidak diinginkan antara campuran obat dan larutan
pembawa, wadah atau obat yang ditambahkan pada larutan intravena.
Inkompatibilitas dapat juga terjadi karena berbagai larutan yang dicampur dalam
jalur infus dan kateter pada pemberian parenteral. Salah satu konsekuensi dari
inkompatibilitas yaitu pengendapan yang membentuk partikulat (Josephon, 2006;
Douglas, et al., 2001).
Partikel dalam sediaan parenteral dapat berasal dari berbagai sumber
seperti berasal dari larutan itu sendiri dan bahan kimia yang terdapat di dalamnya,
proses manufaktur dan variabelnya, seperti lingkungan, peralatan, personalia,
komponen kemasan yang berkontak dengan larutan parenteral volume besar, unit
dan alat yang digunakan untuk pemberian larutan parenteral volume besar (Agoes,
2008).
Universitas Sumatera Utara
18
Pembuluh darah kapiler terkecil memiliki diameter sekitar 7 µm. Dengan
demikian, semua partikel yang memiliki ukuran sama dengan atau lebih besar dari
7 µm dapat terjebak dan menutup kapiler darah. Sebagian besar partikel
berpotensi dalam ukuran ini, dan jelas merupakan bahaya bagi kesehatan pasien.
Partikel yang kecil, lebih kecil dari 1µm, dapat dibuktikkan menyebabkan
agregasi protein secara in vitro dan in vivo yang menghasilkan reaksi imunogenik
di masa depan (Akers, 2010).
2.12.1 Ukuran Partikel
Partikel terdiri dari berbagai ukuran dalam larutan parenteral, untuk yang
dapat dideteksi secara visual (umumnya berukuran ≥ 50 µm) atau sub-visibel
dengan kisaran 2-50 µm secara umum. Khusus ukuran partikel sub-visibel perlu
dilakukan tes analisis spesifik untuk medeteksinya (Melsungen, 2011).
Agregat protein adalah partikel sub-visibel (lebih kecil dari 10 µm) yang
saat ini tidak dipantau dan tidak dihitung oleh sistem pengukuran partikel
partikulat. Carpenter, et al telah mempertanyakan praktik saat ini dan telah
mengusulkan agar (i) ilmuwan dari industri dan akademisi bekerja sama untuk
menentukan kapabilitas kuantitatif instrumen perhitungan partikel untuk partikel
sekecil 0,1 µm, (2) mengembangkan instrumen perhitungan partikel baru untuk
pengukuran partikel pada ukuran mendekati 0,1µm, dan (3) lebih banyak
melakukan penelitian dan dipublikasikan mengenai dampak agregasi protein
terhadap imunogenitas termasuk peran dari kelas protein, jumlah agregat, ukuran
agregatm dan konformasi protein dalam kelompok agregat (Akers, 2010).
2.12.3 Particle Size analyzer
Universitas Sumatera Utara
19
Particle size analyzer adalah alat yang digunakan untuk mengukur ukuran
partikel dari bentuk sediaan larutan, suspensi, emulsi, dan aerosol. Particle size
analyzer mempunyai beberapa teknik yaitu teknik laser diffraction, dynamic light
scattering dan image analysis (Horiba, 2010). Teknik dynamic light scattering
juga dikenal sebagai Photon Correlation Spectroscopy. Hasil utamanya adalah
nilai rata-rata dari distribusi intensitas dan indeks polidispersitas untuk
menjelaskan lebar distribusi (Horiba, 2010; Goldburg, 1999).
Ukuran partikel mempengaruhi sifat partikel. Sekarang ini, metode yang
paling cepat dan paling banyak digunakan untuk menentukan ukuran partikel
adalah dengan photon correlation spectroscopy atau dynamic light scattering
menyediakan pengukuran viskositas medium dan menentukan diameter pada
partikel melalui gerakan Brownian dan sifat penghamburan cahaya (Swarbick dan
Boylan, 2002).
Penetapan metode Dynamic Light Scattering (DLS) didasarkan pada
gerak Brown yang berasal dari partikel. Gerak Brown adalah gerakan acak
partikel akibat tabrakan dengan molekul pelarut yang mengelilingnya. Kecepatan
gerak Brown dipengaruhi oleh partikel dan suhu. Semakin kecil ukuran partikel
semakin cepat gerak Brown partikel tersebut, sedangkan semakin besar ukuran
partikel semakin lambat gerak Brown yang terjadi dan semakin tinggi suhu
semakin lebih cepat terjadi gerak Brown (Malvern, 2015).
Jika Partikel disinari dengan laser, intensitas cahaya akan tersebar
berfluktuasi selama rentang waktu yang sangat singkat tergantung pafa ukuran
partikel. Partikel yang lebih kecil bergerak lebih cepat. Analisis fluktuasi
intensitas ini menghasilkan kecepatan dari gerak Brown. Diameter yang diukur
Universitas Sumatera Utara
20
dengan metode Dynamic Light Scattering disebut diameter hidrodinamik dan
mengacu pada cara partikel berdifusi dalam cairan (Malvern, 2015).
Instrumen Dynamic Light Scattering terdiri dari sinar laser yang
dipancarkan ke sampel dengan dengan menggunakan sebuah lensa. Partikel akan
menghamburkan cahaya dari berbagai sudut dan detektor tunggal yang berada
pada sudut 90° dari sumber laser akan mengumpulkan hamburan cahaya dan
dikonversi menjadi muatan elektrik dan akan dikumpulkan oleh digital korelator.
Fungsi autokorelasi ini menghitung ukuran partikel (Malvern, 2015).
2.13 Tantangan Pengembangan Formulasi Sediaan Injeksi
2.13.1 Kosolven
Kosolven adalah pelarut organik untuk meningkatkan stabilitas dengan
mengubah sifat larutan seperti polaritas, tegangan permukaan, dan konstan
dielektrik obat yang sukar larut dalam air. Biasanya, jika molekul obat sedikit
polar atau tidak polar, kelarutan suatu larutan akan meningkat dengan
penambahan kosolven. Kosolven yang paling sering digunakan dalam formulasi
sediaan injeksi adalah propilen glikol (PG) dan etanol. Kombinasi dari 2 kosolven
ini biasanya digunakan dalam produk injeksi untuk memodifikasi parameter
kelarutan lebih lanjut. Kosolven lainnya (Tabel 2.2) yang ada dalam sediaan
injeksi yang dipasarkan adalah polietilen glikol 300, dimetilasetamid (DMA) dan
dimetilsulfosida (DMSO) (Williams, et al., 2012).
Karena kosolven mengubah banyak sifat dari larutan, stabilitas dari
senyawa juga diubah.. Konsentrasi kosolven harus dipilih berdasarkan kelarutan
dan stabilitas, tetapi bagus juga untuk mengetahui kompatibilitas dengan darah
Universitas Sumatera Utara
21
dan konsentrasi kosolven yang dapat diterima yang digunakan untuk metode
formulasi injeksi yang diinginkan (Williams, et al., 2012).
Tabel 2.2 Kosolven untuk formulasi sediaan injeksi
Molekul/Indikasi Komposisi/pH Administrasi
Diazepam/gangguan
kecemasan
Diazepam 5mg, propilen
glikol 40%, etil alkohol
10%, sodium benzoat dan
asam benzoat 5%, benzil
alkohol 1,5%/ pH 6,2-6,9
Infus intravena langsung
dengan laju tidak
melebihi 5 mg/menit
Dihidroergotamin
mesylate/migrain
Dihidroergotamin
mesylate 1 mg, alkohol
6%, gliserin 15%, sodium
hidroksida untuk
meningkatkan pH, wfi
q.s. sampai 1 mL/pH 3,4-
4,9
Dosis 1 mL dengan
injeksi IV, SC, atau IM
secara langsung
Lorazepam/epilepsi atau
sedatif
Lorazepam 2 atau 4 mg,
18% PEG 400, 2% benzil
alkohol
Injeksi IM yang dalam,
Injeksi IV ketika
dilarutkan dengan
volume rasio 1:1 dengan
kecepatan tidak melebihi
2 mg/menit
Metokarbamol/sedatif
atau relaksan otot skelet
Metokarbamol 100mg,
PEG 300 50%, wfi q.s.
sampai 1 mL/pH 3,5-6,0
Injeksi IV secara
langsung dengan
kecepatan tidak melebihi
3 mL/menit; Infus IV
yang dilarutkan tidak
lebih dari 250 mL salin
atau D5W; Injeksi IM
Fenitoin sodium/epilepsi
Fenitoin sodium 50 mg,
40% propilen glikol, 10%
alkohol, sodium
hidroksida untuk
meningkatkan pH, air
untuk injeksi q.s.
Injeksi IV secara
langsung dengan
kecepatan tidak melebihi
50 mg/menit yang diikuti
dengan injeksi 0,9%
NaCl untuk mengurangi
iritasi
Beberapa pengobatan yang mengandung kosolven dapat diinjeksikkan
secara langsung dengan kecepatan yang lambat. Namun, banyak yang dilarutkan
(jika tidak ada presipitasi) sebelum pemberian obat untuk mengurangi
Universitas Sumatera Utara
22
kemungkinan rasa sakit atau ketidaknyamanan di daerah injeksi. Setelah
konsentrasi kosolven yamg tepat sudah dipilih, peningkatan selanjutnya pada
kelarutan dan stabilitas dapat dicapai dengan kombinasi teknik seperti
peningkatan pH, pembentukkan padatan/garam yang tepat, dan buffer yang sesuai.
Zat penambah yang lain atau teknik lain dapat ditelusuri dalam kombinasi
kosolven untuk meberikan perbaikan stabilitas pada umur simpan produk yang
diperpanjang (Williams, et al., 2012).
Contoh molekul yang pada dasarnya tidak mempunyai kelarutan dalam air
yang menggunakan kosolven untuk solubilisasi adalah injeksi Lanoxin®
(Digoksin). Diberikan melalui rute IM atau IV, injeksi digoksin diindikasikan
untuk penyakit gagal jantung ringan sampai sedang. Digoksin dilarutkan sampai
0,25 mg/mL didalam 40% propilen glikol, 10% alkohol yang disangga pH nya
menjadi 6,8-7,2 dengan 0,7% disodium fosfat dan asam sitrat anhidrat. Produk
obat diencerkan setidaknya empat kali menjadi air untuk injeksi, injeksi 0,9%
natrium klorida, atau injeksi dekstrosa 5% dan diinfus secara lambat, tetapi, dapat
diinjeksikan secara IV bolus atau IM, jika diperlukan (Lanoxin Injectin product
mnograph, 2011) (Williams, et al., 2012).
Untuk meningkatkan kelarutan suatu obat, selain menggunakan pelarut
organik yang mudah larut dalam air sebagai pelarut, zat lain juga digunakan
sebagai pelarut. Kelarutan suatu zat dapat diekspresikan dalam beberapa cara.
Umumnya, konsentrasi diekspresikan dalam bentuk persen (w/v), yaitu gram per
100 mL larutan, tetapi molaritas dan molalitas juga digunakan. Molaritas
didefinisikan jumlah mol per 1000 mL larutan. Molalitas adalah jumlah mol per
100 g pelarut, dan karena itu dihubungkan dengan berat, tidak dipengaruhi oleh
Universitas Sumatera Utara
23
suhu. The United States Pharmacopeia (USP) mengurutkan kelarutan dalam
jumlah millimeter pelarut yang digunakan untuk melarutkan 1 g zat. Jika suatu
kelarutan tidak diketahui, USP telah menyediakan istilah umum untuk
menggambarkan kisaran yang diberikan. Istilah ini tercantum dalam Tabel 2.3
Tabel 2.3 Perkiraan kelarutan menurut USP
Istilah kelarutan Jumlah bagian pelarut yang diperlukan
untuk melarutkan 1 bagian zat
Sangat mudah larut < 1
Mudah larut 1 – 10
Larut 10 – 30
Agak sukar larut 30 – 100
Sukar larut 100 – 1000
Sangat sukar larut 1000- 10,000
Praktis tidak larut >10,000
(DeLuca dan Boylan,1984).
Kosolven digunakan dalam sistem dimana larutan berair yang tidak sesuai
secara fisika atau kimiawi. Walaupun pelarut misel air digunakan di parenteral
secara prinsip untuk meningkatkan kelarutan obat, mereka juga digunakan sebagai
pengstabil untuk obat yang didegredasi oleh hidrolisis. Pelarut yang paling umum
adalah gliserin, etil alkohol, propilen glikol, dan polietilen glikol 300 dan 400
(DeLuca dan Boylan, 1984).
Sistem pelarut campur mungkin menimbulkan iritasi atau peningkatan
toksisitas, terutama saat dalam jumlah yang banyak atau konsentrasi besar.
Larutan yang mengandung persentase etanol yang tinggi dapat menyebabkan sakit
saat injeksi. Penting juga untuk berhati-hati ketika preparasi diadministrasi secara
Universitas Sumatera Utara
24
intravena, injeksi yang terlalu cepat dapat menyebabkan presipitasi obat dalam
pembuluh darah (DeLuca dan Boylan, 1984).
2.13 Inkompatibilitas Diazepam
Produsen menyatakan bahwa injeksi diazepam tidak boleh dicampurkan
dengan obat lain atau cairan IV. Walaupun beberapa studi menyatakan bahwa
injeksi diazepam mungkin dapat kompatibel dengan beberapa obat dan cairan IV,
kompatibilitas mungkin dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor (contoh.,
konsentrasi obat, pH, suhu). Penambahan injeksi diazepam ke dalam larutan infus
atau plastik syring dapat menyebabkan adsorpsi diazepam ke wadah plastik
(AHFS, 2002).
Roche mengatakan bahwa diazepam mempunyai kelarutan yang sangat
rendah dalam sistem aqueous, natrium benzoat, digabungkan dalam formula
sebagai buffer atau penyangga. Pengenceran produk, dinyatakan, akan
menyebabkan presipitasi diazepam. Jika larutan diasamkan, asam benzoat akan
mengendap dan kopresipitasi dengan obat (Trissel, 2003).
Tabel Informasi inkompatibilitas injeksi diazepam menurut Gray, et al.,
2011.
Tabel 2.3 Informasi teknikal inkompatibilitas injeksi diazepam
Inkompatibel dengan Kemasan PVC. Kalium klorida.
Amfotericin, ataracurium,
cisatracurium, dobutamin,
fluklosaksilin, foscarnet, furosemid,
heparin sodium, linezolid, meropenem,
Pabrinex, propofol, remifentanil,
Universitas Sumatera Utara
25
veruconium bromida.
Diazepam secara substansial diserap oleh plastik dalam wadah yang
fleksibel, set alat kontrol volume, dan set tube untuk administrasi intravena.
Hanya sebagian kecil obat diazepam diadsorpsi ke dinding set infus
polivinilklorida. Larutan diazepam stabil dalam wadah gelas/kaca. Bahan yang
cocok untuk wadah infus, syringe, dan set administrasi untuk administrasi
diazepam adalah kaca, poliolefin, polipropilen, dan polietilen (Bojanic, et al.,
2011).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian ini dilakukan secara eksperimental yaitu menguji
ukuran partikel campuran injeksi diazepam dengan larutan parenteral Nacl 0,9%,
Ringer Laktat, dan Glukosa 5% dalam satu wadah dan penyuntikkan bolus.
Penelitian ini meliputi pemeriksaan penampilan fisik campuran larutan berupa
pemeriksaan warna dan kekeruhan, pemeriksaan ukuran partikel larutan, dan
morfologi partikel. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Farmasi Fisik
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium Ilmu Dasar Alam
Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara.
3.2 Alat-alat dan Bahan
3.2.1 Alat-alat
Universitas Sumatera Utara
26
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol kaca, infus-set
(syringe), Particle Size Analyzer (Vasco), spuit, tiang infus dan mikroskop digital
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Injeksi Diazepam
10mg/2ml (Actavis), Larutan Infus NaCl 0,9% (PT. Widatra Bhakti), Larutan
Ringer Laktat (PT. Widatra Bhakti), Larutan Glukosa 5% (PT. Widatra Bhakti.)
3.3 Penyiapan tiang infus
Tiang infus dibuat dari kayu dan penggunaannya berupa baut yang dapat
mengait. Tiang infus ini dirancang identik dengan tiang infus yang terdapat pada
rumah sakit dengan tujuan sediaan yang akan diberikan secara intravena dapat
digantung.
Gambar 3.1 Sketsa pembuatan tiang infus
3.4 Sediaan Parenteral yang digunakan
Pada penelitian ini dgunakan injeksi diazepam 10mg/2ml. Injeksi
diazepam tiap mL mengandung diazepam 5 mg. Dosis diazepam harus
disesuaikan dengan kondisi pasien yang akan mendapatkan pengobatan.
Pada larutan NaCl 0,9% (PT. Widatra Bhakti), tiap 500 mL, larutan
mengandung 4,5 g natrium klorida (NaCl) serta air untuk injeksi sampai 500 mL
Universitas Sumatera Utara
27
dengan osmolaritas 308 mOsm/L yang setara dengan ion natrium (Na +) 154
mEq/L dan klorida (Cl-) 154 mEq/L.
Pada larutan Ringer Laktat (PT. Widatra Bhakti), tiap 500 mL larutan
mengandung 3,0 g natrium klorida (NaCl), kalium klorida 0,15 g (KCl), kalsium
klorida 0,10 g (CaCl2. H2O), natrium laktat 1,55 g (NaC3H5O3) serta air untuk
injeksi sampai 500mL dengan osmolaritas 274 mOsm/L yang setara dengan ion
natrium (Na+) 130 mEq/L, kalium (K
+) 4 mEq/L, kalsium (Ca
+2), 2,7 mEq/L dan
klorida (Cl-) 109,5 mEq/L, laktat (HCO3
-) 27,5 mEq/L.
Pada larutan Glukosa 5% (PT. Widatra Bhakti), tiap 500 mL larutan
mengandung glukosa 25,0 g (C6H12O6. H2O) serta air untuk injeksi sampai 500
mL dengan osmolaritas 252 mOsm/L.
3.5 Prosedur Percobaan
3.5.1 Pencampuran dalam 1 wadah
3.5.1.1 Pencampuran Injeksi Diazepam 10 mg/2mL dan Larutan Infus NaCl
0,9 %
Injeksi diazepam 10mg/2ml dicampur ke dalam Infus NaCl 0,9% pada
suhu kamar. Hasil pencampuran dihubungkan dengan infus-set dan dijalankan
dengan laju alir 1 tetes/ 1detik (mengikuti laju tetes Infus NaCl 0,9%) dan
ditampung pada botol kaca kemudian dievaluasi stabilitas fisik campuran berupa
pengujian ukuran partikel dan pemeriksaan kekeruhan secara visual.
Hasil campuran larutan injeksi
Diazepam (10mg/2ml) dan larutan
infus NaCl 0,9%
Tempat penampungan
hasil campuran
Universitas Sumatera Utara
28
Gambar 2.2 Sketsa pencampuran larutan injeksi Diazepam (10mg/2ml) dan
infus larutan NaCl 0,9% dalam satu wadah
3.5.1.2 Pencampuran Injeksi Diazepam 10mg/2ml dan Larutan Infus
Ringer Laktat
Injeksi diazepam 10mg/2ml dicampur ke dalam Larutan Ringer Laktat
pada suhu kamar. Hasil pencampuran dihubungkan dengan infus-set dan
dijalankan dengan laju alir 21 tetes/menit (mengikuti laju tetes Larutan Ringer
Laktat) dan ditampung pada botol kaca kemudian dievaluasi stabilitas fisik
campuran berupa pengujian ukuran partikel dan pemeriksaan kekeruhan secara
visual.
Gambar 3.3 Sketsa pencampuran larutan injeksi Diazepam (10mg/2ml) dan
infus larutan Ringer Laktat dalam satu wadah
3.5.1.3 Pencampuran Injeksi Diazepam 10 mg/2ml dan Larutan Infus
Glukosa 5%
Injeksi diazepam 10mg/2ml dicampur ke dalam Larutan Glukosa 5%
pada suhu kamar. Hasil pencampuran dihubungkan dengan infus-set dan
dijalankan dengan laju alir 21 tetes/menit (mengikuti laju tetes Larutan Glukosa
5%) dan ditampung pada botol kaca kemudian dievaluasi stabilitas fisik campuran
berupa pengujian ukuran partikel dan pemeriksaan kekeruhan secara visual
Hasil campuran larutan injeksi
Diazepam(10mg/2ml) dan infus
larutan infus Ringer Laktat
Tempat penampungan
hasil campuran
Hasil campuran larutan injeksi
Diazepam (10mg/2ml) dan
larutan infus Glukosa 5%
Universitas Sumatera Utara
29
Gambar 3.4 Sketsa pencampuran larutan injeksi Diazepam (10mg/2ml) dan
larutan infus Glukosa 5% dalam satu wadah
3.5.2 Pencampuran melalui penyuntikan bolus pada latex tube infus set
3.5.2.1 Pencampuran Injeksi Diazepam 10 mg/2ml dan Larutan Infus
NaCl 0,9 %
Sebanyak 2 ml larutan injeksi diazepam disuntikkan melalui karet
selang infus yang dialiri 500 ml larutan infus Nacl 0,9% dengan kecepatan tetes
60 tetes per menit. Ditampung campuran larutan yang keluar dari jarum infus set
selama penyuntikkan berlangsung dan diukur ukuran partikelnya.
Gambar 3.5 Sketsa pencampuran larutan injeksi diazepam (10mg/2ml) dengan
infus larutan NaCl 0,9% melalui penyuntikan bolus
3.5.2.2 Pencampuran Injeksi Diazepam 10 mg/2ml dan Larutan Ringer
Laktat
Sebanyak 2 ml larutan injeksi diazepam disuntikkan melalui karet selang
infus yang dialiri 500 ml larutan infus Ringer Laktat dengan kecepatan tetes 21
tetes per menit. Ditampung campuran larutan yang keluar dari jarum infus set
selama penyuntikkan berlangsung dan diukur ukuran partikelnya.
Tempat penampungan
hasil campuran
500ml larutan infus
NaCl 0,9%
Tempat penampungan
hasil campuran
Larutan injeksi Diazepam
(10mg/2ml)
500ml larutan infus
Ringer Laktat
Universitas Sumatera Utara
30
Gambar 3.6 Sketsa pencampuran larutan injeksi diazepam (10mg/2ml) dengan
infus larutan Ringer Laktat melalui penyuntikan bolus
3.5.2.3 Pencampuran Injeksi Diazepam 10 mg/2ml dan larutan Glukosa 5%
Sebanyak 2 ml larutan injeksi diazepam disuntikkan melalui karet
selang infus yang dialiri 500 ml larutan infus Glukosa 5% dengan kecepatan tetes
21 tetes per menit. Ditampung campuran larutan yang keluar dari jarum infus set
selama penyuntikkan berlangsung dan diukur ukuran partikelnya.
Gambar 3.7 Sketsa pencampuran larutan injeksi diazepam (10mg/2ml) dengan
infus larutan Glukosa 5% melalui penyuntikan bolus
3.6 Pengamatan hasil pencampuran larutan injeksi Diazepam dalam infus
larutan NaCl 0,9%, Ringer Laktat, dan Glukosa 5% secara visual
Pengamatan hasil pencampuran larutan injeksi Diazepam dalam infus
larutan NaCl 0,9%, Ringer Laktat, dan Glukosa 5% dilakukan secara visual.
Campuran yang diamati adalah campuran melalui satu wadah setelah pendiaman
selama 0 jam, 1 jam , 2 jam dan penyuntikan bolus pada latex tube pada volume
4,3 ml dan 42 ml.
Tempat penampungan
hasil campuran
Larutan injeksi Diazepam
(10mg/2ml)
500ml larutan infus
Dekstrosa 5%
Larutan injeksi Diazepam
(10mg/2ml)
Tempat penampungan
hasil campuran
Universitas Sumatera Utara
31
3.7 Penentuan ukuran partikel hasil campuran larutan injeksi Diazepam
dengan larutan parenteral ( NaCl 0,9%, Ringer Laktat, Glukosa 5%)
Pemeriksaan ukuran partikel hasil campuran dengan particle size analyzer
(Vasco γ
). Sebelum dilakukan pengujian, alat harus dihidupkan selama beberapa
waktu. Setelah itu sampel yang diuji dimasukkan ke dalam tempat sampel.
Selanjutnya ditentukan pelarut yang digunakan (air) dan diatur suhu pengujian
(suhu 24°C). Ukuran partikel hasil akhir campuran kemudian dibaca. Selain
ukuran partikel, dari data dapat juga dibaca distribusi ukuran partikel pada
campuran larutan yang diperiksa.
3.8 Pengamatan morfologi partikel pencampuran larutan injeksi
diazepam dengan larutan Infus Glukosa 5% 2,3 mL melalui
penyuntikkan bolus secara mikroskopik
Pengamatan morfologi partikel dari hasil pencampuran larutan injeksi
diazepam (10mg/2mL) dan larutan infus Glukosa 5% (2,3 mL) dilakukan secara
visual dan mikroskopik menggunakan mikroskop digital. Sebelum mikroskop
digital digunakan, lensa objektif dibersihkan terlebih dahulu dengan tisu lensa.
Proses selanjutnya adalah menghubungkan mikroskop digital pada sumber listrik.
Kemudian diambil satu tetes sediaan campuran untuk diletakkan pada gelas objek
dan kemudian ditutupi dengan deck glass. Setelah persiapan sampel, gelas objek
diletakkan diatas meja preparat dan diamati morfologi partikel dengan perbesaran
10x.
Universitas Sumatera Utara
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pemeriksaan Warna dan Kekeruhan Campuran Injeksi Diazepam
dengan Larutan Parenteral (NaCl 0,9%, Ringer Laktat, Glukosa
5%) dalam Satu wadah dan Penyuntikkan Bolus
Hasil pengamatan penampilan fisik campuran injeksi diazepam dengan
beberapa larutan parenteral (NaCl 0,9%, Ringer Laktat, dan Glukosa 5%) dalam
satu wadah dan melalui penyuntikan bolus dilakukan dengan melihat warna dan
kekeruhan secara visual setelah pencampuran. Hasil dapat dilihat pada Tabel 4.1
dan Gambar 4.1
Tabel 4.1 Data pengamatan pemeriksaan warna dan kekeruhan campuran injeksi
diazepam dengan beberapa larutan infus (NaCl 0,9%, Ringer Laktat,
dan Glukosa 5%) dalam satu wadah dan melalui penyuntikkan bolus
Formula
Universitas Sumatera Utara
33
Pengamatan F1 F2 F3 F5 F6 F7 F9 F10 F11
Warna TW KJ KP TW KJ KP TW TW KK
Kekeruhan J J J J J J J J K
Keterangan :
F1 : Campuran injeksi diazepam 2 ml dengan larutan infus NaCl 0,9% 500
mL ( 1 wadah )
F2 : Campuran injeksi diazepam 2 ml dengan larutan infus NaCl 0,9% 2,3
mL (bolus)
F3 : Campuran injeksi diazepam 2 ml dengan larutan infus NaCl 0,9% 40
mL (bolus)
F5 : Campuran injeksi diazepam 2 ml dengan larutan infus Ringer Laktat
500 mL ( 1 wadah )
F6 : Campuran injeksi diazepam 2 ml dengan larutan infus Ringer Laktat 2,3
mL (bolus)
F7 : Campuran injeksi diazepam 2 ml dengan larutan infus Ringer Laktat 40
mL (bolus)
F9 : Campuran injeksi diazepam 10 mg/2 mL dan larutan infus Glukosa 5%
500 mL (dalam 1 wadah)
F10 : Campuran injeksi diazepam 2 ml dengan larutan infus Glukosa 5% 40
mL (bolus)
F11 : Campuran injeksi diazepam 2 ml dengan larutan infus Glukosa 5% 2,3 mL
(bolus)
TW : tidak berwarna
J : Jernih
K : Keruh
KP : Kuning Pucat
KJ : Kuning Jernih
KK : Kuning Keruh
Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 4.1, dapat diamati bahwa
campuran injeksi diazepam dengan beberapa larutan parenteral (NaCl 0,9%,
Ringer Laktat, dan Glukosa 5%) baik dalam satu wadah maupun melalui
penyuntikkan bolus tidak menunjukkan kekeruhan, sedangkan pengamatan warna
dari campuran injeksi diazepam dengan beberapa larutan parenteral (NaCl 0,9%,
Ringer Laktat, dan Glukosa 5%) dalam satu wadah (F1, F5, dan F9) ditunjukkan
tidak adanya warna. Pada campuran larutan injeksi diazepam dengan larutan
Universitas Sumatera Utara
34
infus NaCl 0,9% melalui penyuntikkan bolus (F2 dan F3) ditunjukkan adanya
warna kuning pucat pada F2 dan F3 yaitu campuran injeksi diazepam 2 mL
dengan larutan infus NaCl 0,9% 2,3 mL dan 40 mL. Penampilan warna dan
kekeruhan larutan dapat dilihat pada Gambar 4.1
Gambar 4.1 Penampilan warna dan kekeruhan campuran injeksi diazepam
dengan larutan infus NaCl 0,9% dalam satu wadah (F1) dan
penyuntikkan bolus (F2 dan F3)
Keterangan :
F1 : Campuran injeksi diazepam 2 ml dengan larutan infus NaCl 0,9%
500 mL ( 1 wadah )
F2 : Campuran injeksi diazepam 2 ml dengan larutan infus NaCl 0,9%
2,3 mL (bolus)
F3 : Campuran injeksi diazepam 2 ml dengan larutan infus NaCl 0,9%
40 mL (bolus)
Pada campuran larutan injeksi diazepam dengan larutan infus Ringer
Laktat melalui penyuntikkan bolus (F6 dan F7) ditunjukkan adanya warna kuning
pucat pada F6 dan F7 yaitu campuran injeksi diazepam 2 mL dengan larutan infus
Ringer Laktat 2,3 mL dan 40 mL. Penampilan warna dan kekeruhan larutan dapat
dilihat pada Gambar 3.2
F1 F2 F3
Universitas Sumatera Utara
35
Gambar 4.2 Penampilan warna dan kekeruhan campuran injeksi diazepam
dengan larutan infus Ringer Laktat dalam satu wadah (F5) dan
penyuntikkan bolus (F6 dan F7)
Keterangan :
F5 : Campuran injeksi diazepam 2 ml dengan larutan infus Ringer Laktat
500 mL ( 1 wadah )
F6 : Campuran injeksi diazepam 2 ml dengan larutan infus Ringer Laktat 2,3
mL (bolus)
F7 : Campuran injeksi diazepam 2 ml dengan larutan infus Ringer Laktat 40
mL (bolus)
Pada campuran larutan injeksi diazepam dengan larutan infus Glukosa 5%
melalui penyuntikkan bolus (F10 dan F11) ditunjukkan adanya warna kuning
pucat pada F11 yaitu campuran injeksi diazepam 2 mL dengan larutan infus
Glukosa 5% 2,3 mL, sedangkan pada F10 yaitu campuran injeksi diazepam 2 mL
dengan larutan infus glukosa 5% 40 mL tidak menunjukkan adanya warna.
F6 F7 F5
F9
F10
F11
Universitas Sumatera Utara
36
Gambar 4.3 Penampilan warna dan kekeruhan campuran injeksi diazepam
dengan larutan infus Glukosa 5% dalam satu wadah (F9) dan
penyuntikkan bolus (F10 dan F11)
Keterangan :
F9 : Campuran injeksi diazepam 10 mg/2 mL dan larutan infus Glukosa 5%
500 mL (dalam 1 wadah)
F10 : Campuran injeksi diazepam 2 ml dengan larutan infus Glukosa 5% 40
mL (bolus)
F11 : Campuran injeksi diazepam 2 ml dengan larutan infus Glukosa 5% 2,3
mL (bolus)
4.2 Pengaruh lamanya pendiaman campuran Injeksi Diazepam dan Larutan
Parenteral (NaCl 0,9%, Ringer Laktat, dan Glukosa 5%) dalam satu
wadah
Pencampuran larutan injeksi diazepam dengan larutan infus (NaCl 0,9%,
Ringer Laktat, dan Glukosa 5%) dalam satu wadah menghasilkan larutan jernih
tidak berwarna. Ukuran partikel dan distrbusi hasil pencampuran larutan injeksi
diazepam dan beberapa larutan parenteral dapat dilihat pada Tabel 4.2; Gambar
4.4 dan Tabel 4.3
Tabel 4.2 Ukuran partikel lamanya pencampuran injeksi diazepam dengan
larutan infus (NaCl 0,9%, Ringer Laktat, dan Glukosa 5%) pada
pemberian melalui satu wadah
Formula
Waktu
Ukuran Partikel (nm)
Dv 10 (nm)
Dv50 (nm)
Dv90 (nm)
Dmean Intensity
(nm)
F0 - 426,99 813,05 1622,24 869,19
F1
0 jam 245,54 2455,36 2455,36 1720,76
1 jam 1023,56 2344,85 5890,00 1849,37
2 jam 1412,91 3389,34 6762,62 2339,66
F4 - 407,49 813,05 1862,58 883,47
F5
0 jam 1698,69 3716,34 6762,62 2560,66
1 jam 2239,31 5371,74 8130,46 3060,00
2 jam 2692,25 5890,00 8513,64 3370,61
F8 - 446,80 813,05 1549,23 883,31
Universitas Sumatera Utara
37
F9
0 jam 2819,13 5890,00 8513,64 3487,37
1 jam 4074,88 6762,62 8914,87 4680,41
2 jam 4899,09 7081,33 9335,02 5627,71
Gambar 4.4 Ukuran partikel lamanya pencampuran injeksi diazepam dengan
larutan infus (NaCl 0,9%, Ringer Laktat, dan Glukosa 5%) pada
pemberian melalui satu wadah
Keterangan :
F0 : Larutan infus NaCl 0,9%
F1 : Campuran injeksi diazepam 10 mg/2 mL dan larutan infus NaCl 0,9% 500
mL
F4 : Larutan infus Ringer Laktat
F5 : Campuran injeksi diazepam 10 mg/2 mL dan larutan infus Ringer Laktat 500
mL
F8 : Larutan infus Glukosa 5%
F9 : Campuran injeksi diazepam 10 mg/2 mL dan larutan infus Glukosa 5% 500
mL
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa F9 memiliki ukuran partikel
rata-rata yang paling besar diantara formula lainnya yaitu 5627,71 nm. Semakin
lama lamanya pendiamannya maka semakin meningkat ukuran partikel yang
terbentuk.
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
F1 F5 F9
0 jam
1 jam
2 jam
Universitas Sumatera Utara
38
Pada Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa ukuran partikel yang terbentuk
akibat pencampuran injeksi diazepam dengan larutan parenteral (NaCl 0,9%,
Ringer Laktat, dan Glukosa 5%)dalam satu wadah rata-rata diatas 1000 nm atau
lebih besar dari 1µm. Hal ini menunjukkan adanya inkompatibilitas dari campuran
tersebut.
Tabel 4.3 Distribusi ukuran partikel lamanya pencampuran injeksi diazepam
dengan larutan infus (NaCl 0,9%, Ringer Laktat, dan Glukosa 5%)
pada pemberian melalui satu wadah
Formula Waktu Distribusi ukuran partikel
(nm)
F0 - 281,91-2042,28
F1
0 jam 589,00-4468, 02
1 jam 616,76-4899,09
2 jam 776,45-5371,74
F4 - 257,11- 2239,31
F5
0 jam 891,49-5890,00
1 jam 977,50-7764,57
2 jam 1023,56-8914,87
F8 - 309,11-2042,28
F9
0 jam 1071,80-8914,87
1 jam 1622,24-9774,96
2 jam 2042,28-9774,96
Keterangan :
F0 : Larutan infus NaCl 0,9%
F1 : Campuran injeksi diazepam 10 mg/2 mL dan larutan infus NaCl 0,9% 500
mL
F4 : Larutan infus Ringer Laktat
F5 : Campuran injeksi diazepam 10 mg/2 mL dan larutan infus Ringer Laktat 500
mL
F8 : Larutan infus Glukosa 5%
F9 : Campuran injeksi diazepam 10 mg/2 mL dan larutan infus Glukosa 5% 500
mL
Universitas Sumatera Utara
39
Pada Tabel 4.3 dapat diamati distribusi ukuran partikel yang terkandung
dalam campuran injeksi diazepam dengan larutan parenteral (NaCl 0,9, Ringer
Laktat, dan Glukosa 5%) berada pada rentang 589,00 nm sampai 9774,96 nm.
Dari ketiga larutan parenteral yang digunakan, campuran larutan injeksi
diazepam dengan Glukosa 5% memberikan ukuran partikel yang lebih besar
dikarenakan Glukosa 5% mengandung gula yang membentuk ikatan lemah
dengan molekul air disekelilingnya sehingga air yang diserap oleh gula sangat
sedikit sehingga volume air menjadi banyak mengencerkan kosolven
dibandingkan larutan infus NaCl 0,9% dan Ringer Laktat yang mengandung
garam mempunyai ikatan kuat dengan molekul air disekelilingnya sehingga
volume air menjadi lebih sedikit untuk mengencerkan kosolven dan menyebabkan
ukuran partikel lebih kecil dibandingkan dengan campuran larutan infus Glukosa
5%.
4.3 Pengaruh Volume Larutan Infus terhadap ukuran partikel diazepam
yang terbentuk pada pemberian melalui penyuntikkan bolus
Volume larutan infus (NaCl 0,9%, Ringer Laktat, dan Glukosa 5%) dalam
injeksi diazepam dapat mempengaruhi ukuran partikel yang ditunjukkan pada
Tabel 4.4 dan Gambar 4.5 dan distribusi ukuran partikel yang ditunjukkan pada
Tabel 4.5
Tabel 4.4 Ukuran partikel campuran larutan injeksi diazepam dengan variasi
volume larutan infus (NaCl 0,9%, Ringer Laktat, dan Glukosa 5%)
melalui penyuntikkan bolus
Formula Ukuran Partikel (nm)
Dmean Intensity
Universitas Sumatera Utara
40
Dv 10 (nm) Dv50 (nm) Dv90 (nm) (nm)
F2 295,20 513,00 933,50 544,52
F3 426,69 776,45 1479,5 834,78
F6 234,49 338,93 537,17 344,35
F7 741,51 1549,23 3891,48 1440,68
F10 295,2 513,00 891,49 546,17
F11 1778,75 2819,13 4678,59 2501,81
Gambar 4.5 Ukuran partikel campuran larutan injeksi diazepam dengan
variasi volume larutan infus (NaCl 0,9%, Ringer Laktat, dan
Glukosa 5%) melalui penyuntikkan bolus
Keterangan :
F2 : Campuran injeksi diazepam 2 ml dengan larutan infus NaCl 0,9% 40 mL
F3 : Campuran injeksi diazepam 2 ml dengan larutan infus NaCl 0,9% 2,3 mL
F6 : Campuran injeksi diazepam 2 ml dengan larutan infus Ringer Laktat 40
mL
F7 : Campuran injeksi diazepam 2 ml dengan larutan infus Ringer Laktat 2,3
mL
F10 : Campuran injeksi diazepam 2 ml dengan larutan infus Glukosa 5% 40 mL
F11 : Campuran injeksi diazepam 2 ml dengan larutan infus Glukosa 5% 2,3 mL
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
F2 F3 F6 F7 F10 F11
Ukuran Partikel (nm)
Ukuran Partikel (nm)
Universitas Sumatera Utara
41
Dari Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa F11 campuran larutan injeksi diazepam
dan larutan infus Glukosa 5% 2,3 mL melalui penyuntikkan bolus mempunyai
ukuran partikel paling besar yaitu 2501,81,sedangkan F2 merupakan campuran
larutan injeksi diazepam 10 mg/ 2 mL dan larutan infus NaCl 0,9% 40 mL
mempunyai ukuran partikel yang lebih kecil dari F3 yaitu 544,52 nm. Semakin
besar volume larutan infus yang dicampurkan dengan injeksi diazepam semakin
kecil ukuran partikel tersebut..
Tabel 4.5 Distribusi ukuran partikel campuran larutan injeksi diazepam dengan
variasi volume larutan infus (NaCl 0,9%, Ringer Laktat, dan Glukosa
5%) melalui penyuntikkan bolus
Formula Distribusi Ukuran Partikel (nm)
F2 295,20-1950,36
F3 776,45- 5371,74
F6 141,29-708,13
F7 446,80-3389,34
F10 204,23-1175,21
F11 1175,21-4687,59
Keterangan :
F2 : Campuran injeksi diazepam 2 ml dengan larutan infus NaCl 0,9% 40 mL
F3 : Campuran injeksi diazepam 2 ml dengan larutan infus NaCl 0,9% 2,3 mL
F6 : Campuran injeksi diazepam 2 ml dengan larutan infus Ringer Laktat 40
mL
F7 : Campuran injeksi diazepam 2 ml dengan larutan infus Ringer Laktat 2,3
mL
F10 : Campuran injeksi diazepam 2 ml dengan larutan infus Glukosa 5% 40 mL
F11 : Campuran injeksi diazepam 2 ml dengan larutan infus Glukosa 5% 2,3 mL
Pada Tabel 4.5 dapat diamati distribusi ukuran partikel yang terkandung
dalam campuran injeksi diazepam dengan larutan parenteral (NaCl 0,9, Ringer
Laktat, dan Glukosa 5%) melalui penyuntikkan bolus berada pada rentang 295,20
nm sampai 4687,59 nm.
Universitas Sumatera Utara
42
Dari kedua jenis cara pencampuran dapat disimpulkan bahwa
pencampuran dalam satu wadah mempunyai ukuran partikel yang lebih besar
dibandingkan melalui penyuntikkan bolus. Hal ini terjadi karena lebih banyak
terjadi interaksi antara diazepam dengan larutan parenteral dibandingkan melalui
penyuntikkan bolus karena volume air pada larutan parenteral yang besar
mengencerkan kosolven seperti propilen glikol dan etanol pada injeksi diazepam
sehingga ukuran partikel pada satu wadah lebih besar Melalui penyuntikkan bolus,
Diazepam hanya berinteraksi dengan larutan parenteral yang lewat dari selang
infus saja, dimana volume larutan parenteralnya lebih kecil dibandingkan yang
terdapat dalam satu wadah.
Dari hasil penelitian yang diperoleh rata-rata ukuran partikel dari
campuran larutan parenteral dalam satu wadah berukuran lebih besar dari 1 µm.
Dijelaskan bahwa hanya produk obat berupa larutan atau dispersi koloid
(khususnya berukuran partikel < 1µm) mungkin cocok untuk pemberian intravena
karena resiko emboli paru yang dihasilkan dari partikel >7 µm (Deluca dan
Boylan , 1992) dan adanya kendala partikulat yang terkait dengan pemberian pada
rute ini. Oleh karena itu, pemberian larutan parenteral berukuran lebih besar dari
1µm selayaknya harus dihindari untuk mencegah adanya resiko berbahaya selama
distribusi obat dalam peredaran darah (Williams, et al., 2012).
Universitas Sumatera Utara
43
4.8 Pengamatan partikel dari pencampuran larutan injeksi diazepam
dengan larutan Infus Glukosa 5% 2,3 mL melalui penyuntikkan bolus
secara mikroskopik
Gambar 4.10 Pengamatan mikroskopik partikel hasil campuran larutan injeksi
diazepam dan larutan infus Glukosa 5% 2,3 mL melalui
penyuntikkan bolus dengan perbesaran 10x
Berdasarkan hasil pengamatan secara mikroskopis pada Gambar 4.10
dapat diamati merupakan kristal hasil pencampuran larutan injeksi diazepam 2 mL
dan larutan infus Glukosa 5% 2,3 mL melalui penyuntikkan bolus yang berbentuk
kristal bersegi-segi. Dari Gambar 4.10 dapat disimpulkan bahwa injeksi diazepam
yang dicampur dengan larutan infus Glukosa 5% 2 mL mengalami Salting Out
dimana Salting out adalah metode pemurnian yang menurunkan kelarutan dari
Universitas Sumatera Utara
44
suatu molekul tertentu dalam larutan yang kekuatan ion nya sangat tinggi
(Anonim, 2018).
Universitas Sumatera Utara
45
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah :
a. Adanya inkompatibilitas antara injeksi diazepam dengan larutan infus yang
ditandai dengan terbentuknya kekeruhan.
b. Adanya pengaruh volume larutan infus terhadap ukuran partikel diazepam
yang terbentuk pada pemberian melalui satu wadah dan penyuntikkan bolus
yang ditandai dengan ukuran partikel yang lebih besar dari 1 µm menurut
DeLuca dan Boylan, 1992.
c. Adanya pengaruh lamanya pencampuran terhadap ukuran partikel
diazepam yang terbentuk pada pemberian melalui satu wadah yang ditandai
dengan ukuran partikel yang lebih besar dari 1 µm menurut DeLuca dan
Boylan, 1992.
5.2 Saran
Kepada peneliti selanjutnya, dapat menghitung jumlah partikel pada
campuran injeksi diazepam dengan larutan parenteral terhadap ukuran
partikelnya sesuai yang tertera pada USP.
Universitas Sumatera Utara
46
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, G. (2008). Pengembangan Sediaan Farmasi. Edisi Revisi dan Perluasan.
Bandung: ITB. Halaman 27, 109, 141.
AHFS. (2002). AHFS Drug Information. USA: American Society of Health
System Pharmacist, Wisconsin. Halaman 2392.
Akers, M. J. (2010). Sterile Drug Products. New York: Informa Healthcare.
Halaman 105, 436.
Akpan, U., Oshie, C., Akpan, J., Fidelis, A. (2013). Comparative Effect of
Carbimazole, Glycine Max and Citrus Sinensis on Serum Electrlytes and
Urea. Research Journal of Pharmacuetical, Biological and Chemical
Sciences. 4(2): 395-404.
Anonim. (2018). Salting Out.
https://chem.libretexts.org/Core/Physical_and_Theoretical_Chemistry/Th
ermodynamics/Real_(Non-Ideal)_Systems/Salting_Out. Diakses pada
tanggal 15 Maret 2018.
Ansel, H. C. (2008). Pengantar Bentuk Sediaan. Edisi Keempat. Jakarta: UI Press.
Halaman 399.
DeLuca, P. P., dan Boylan, J. C. (1984). Pharmaceutical Dosage Forms:
Parenteral Medication. New York: Marcel Dekker, Inc. Halaman 141-
144.
DeLuca, P. P., dan Boylan, J. C. (1992). Pharmaceutical Dosage Forms:
Parenteral Medication. 2nd
Edition. New York: Marcel Dekker, Inc.
Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 918-919.
Ditjen POM. (2014). Farmakope Indonesia. Edisi Kelima. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 303.
Douglas, J. B., Hanan, Z. L. (2005). Pharmacology In: Infusion Therapy
Equipment: Types of Infusion Therapy Equipment. In: Infusion Therapy
in Clinical Practice. Philadelphia: Saunders. Halaman 176-208.
Dunsworth, A. R.; Thornton, W. E.; Byrd, D. L.; and Allen, J. W. Evaluation of
cardiovascular and pulmonary changes during meperidine diazepam
anesthesia. J Oral Surg. 33: 18, 1974.
Evans, C., dan Dixon, A. (2006). Intravenous Therapy: Practice Issues. Infant.
2(4): 133-139.
Felton, L.A. (2013). Remington Essentials of Pharmaceutics. USA:
Pharmaceutical Press. Halaman 384; 847.
Flinn, F. J.; Wineland, P.; and Peterson, L. J. Duration of amnesia during sedation
with diazepam and pentazocine: Preliminary report. J Oral Surg 33:23,
1975.
Universitas Sumatera Utara
47
Foinard, A.M., Simon, N., Barthelemy, C., Lannoy, Deacudin, B., Odou, P.
(2013). Drug Incompatibilities: A Problem in Clinical Practice.
http://www.hospitalpharmacyeurope.com.
Gahart, B.L., dan Nazareno, R. A. (2014). Intravenous Medication. A Handbook
for Nurses and Health Profffesionals. Edisi Ketigapuluh. California:
Elsevier. Halaman 382-383.
Gennaro, A. R. (2001). Remington : The Science and Practice of Pharmacy. India:
Lippicott Williams & Wilkins. Halaman 332, 781,167.
Goldburg, W. L. (1999). Dynamic Light Scattering. Am J Phys. 67(12): 1152-
1160.
Grower, F. W., Russel, E. A., Getter, L. (1978). Solubility of Injectable Vlium in
Intravenous Solutions. U.S. Army Institute of Dental Research. 23(45):
158.
Guy’s dan St Thomas’. (2009). The IV Guide. United Kingdom: NHS Foundation
Trust. Halaman 2.
Hardisman. (2015). Fisiologi dan Aspek Klinis Cairan Tubuh dan Elektrolit.
Yogyakarta: Gosyen Publishing. Halaman 34.
Horiba. (2010). A Guidebook to Particle Size Analysis. http://www.horiba.com.
Diakses pada tanggal 25 Februari 2018.
ISO. (2014). Informasi Spesialite Obat. Volume 48. Jakarta: ISFI: Halaman 411.
Joseph, D.L. (2006). Risks, Complications, and Adverse Reactions Associated
with Intravenous Infusion Therapy. Intravenous Injection Therapy for
Medical Assistants. The American Association of Medical Assistants.
Clliftn Park: Thomson Delmar Learning. Halaman 56-82.
Kamienski, M., dan Keogh, J. (2015). Farmakologi DeMYSTiFied. Edisi Kesatu.
Yogyakarta: Rapha Publishing. Halaman 120-125.
Malvern (2015). A basic guide to particle characterization. Grovewood Road:
Malvern Instruments Limited. Halaman 1-23
Melsungen, A.G. (2011). Drug Incompatibility. Germany: B. Braun. Halaman 2.
Murney, P. (2008). To mix or not to mix – Compatibilities of parenteral drug
solutions. Sydney: Australian Prescriber. Vol 31, No. 4: 98.
Nagaraju, A., Deepak, S., Aruna, C., Swathi, K., Reddy, P., Devi, S.,
Purushothaman, M. (2015). Assessment of Intravenous Admixtures
Incompatibilities & The Incidence of Intravenous Drug Administration
Errors. World Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. 4(8):
1227-1236.
Phillips, L.D., dan Gorski L.A. (2014). Manual of I.V Therapeutics. Evidence
Based Practice for Infusion Therapy. Edisi Keenam. Philadelphia: F.A.
Davis Company. Halaman 158, 162, 164, 201,210, 610, 620, 623.
Universitas Sumatera Utara
48
Roche Laboratories. Injectable Valium (Diazepam). Package insert issued
November 1977. Nutley, N. J.
Scales, K. (2005). Vascular Access: A Guide to Peripheral Venous Cannulation.
Nursing Standard. 19(49): 48-52.
Scoville, W. L. (1905). The Art of Compounding. Philadelphia: P. Blakiston’s Son
& Co. Halaman 272.
Strickley, R. G. (2004). Solubilizing Excipients in Oral and Injectable
Formulation. Pharm Res. 21(2): 201-230.
Swarbrick, J., dan Boylan, J. (2002). Encyclopedia of Pharmaceutical
Technology. Edisi Kedua. Marcel Dekker.
Trissel, L. A. (2003). Handbook on Injectable Drugs. 12th
Edition. USA:
American Society of Health-System Pharmacists. Halaman 424, 425,
426, 429, 430.
Turner, M.S., & Hankins, J. (2010). Pharmacology. In M. Alexander, A. Corrigan,
L. Gorski, J. Hankins, & R. Perucca (Eds.), Infusion nursing: An
evidence-based approach (pp. 263–298). St. Louis, MO: Saunders.
USP. (2013). The United States Pharmacopeia. Edisi XXXVI: The United States
Pharmacopeial Convention. Halaman 350-352.
Vemuri, N. (2010). Preformulation. In: Nema S, Ludwig JD (eds) Pharmaceutical
Dosage Forms Parenteral Medications, 3rd edn. Informa Healthcare, New
York.
Weinsten, S.M., dan Hagle, M. E. (2014). Plumer’s Principle and Practice of
Infusion Therapy. Edisi ke-9. Philladelphia: Lippincott Williams &
Wilkins. Halaman 545-546.
Williams, R. O., Watts, A. B., dan Miller, D. A. (2012). Formulating Poorly
Water Soluble Drugs. London: aapsPress. Halaman 211, 221-222.
Wiria, M. S. S. (2007). Farmakologi dan Terapi. Edisi Kelima. Jakarta:
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran UI.
Halaman 142.
Lampiran 1. Gambar Bahan yang digunakan beserta kandungannya
a. Injeksi Diazepam 10mg/2 mL (PT. Actavis)
Universitas Sumatera Utara
49
Tiap mL mengandung Diazepam 5
mg.
b. Larutan Natrium Klorida 0,9% (PT. Widatra Bhakti)
Setiap 500 mL, larutan mengandung
4,5 g Natrium Klorida (NaCl) dan air
untuk injeksi sampai 500 mL dengan
osmolaritas 308 mOsm/L yang setara
dengan ion natrium (Na+) 154 mEq/L
dan klorida (Cl-) 154 mEq/L.
c. Larutan Glukosa 5% (PT. Widatra Bhakti)
Setiap 500 mL, larutan mengandung
glukosa 25,0 g (C6H12O6. H2O) serta
air untuk injeksi sampai 500 mL
dengan osmolaritas 252 mOsm/L.
d. Larutan Ringer Laktat (PT. Widatra Bhakti)
Setiap 500 mL, larutan mengandung
mengandung 3,0 g natrium klorida
Universitas Sumatera Utara
50
(NaCl), kalium klorida 0,15 g (KCl),
kalsium klorida 0,10 g (CaCl2. H2O),
natrium laktat 1,55 g (NaC3H5O3)
serta air untuk injeksi sampai 500mL
dengan osmolaritas 274 mOsm/L
yang setara dengan ion natrium (Na+)
130 mEq/L, kalium (K+) 4 mEq/L,
kalsium (Ca+2
), 2,7 mEq/L dan
klorida (Cl-) 109,5 mEq/L, laktat
(HCO3-) 27,5 mEq/L.
Lampiran 2. Perhitungan laju tetes bahan yang digunakan
a. Laju tetes larutan Natrium Klorida 0,9%
Menurut ISO Volume 48, dikatakan bahwa dosis injeksi intravena untuk
larutan natrium klorida 0,9% adalah 60 tetes/ 70 kg BB/ menit.
Dengan anggapan pasien yang menerima larutan natrium klorida 0,9%
mempunyai berat badan dewasa yang normal yaitu 70 kg, maka
Universitas Sumatera Utara
51
Lajur alir = 60 tetes/ 70 kg BB/ menit x 70 kg
= 60 tetes/ menit
= 60 tetes/ 60 detik
= 1 tetes/ detik
b. Laju tetes larutan Glukosa 5%
Menurut Guy’s dan St Thomas’, dikatakan bahwa faktor tetes (drop
factor) untuk infus set standard adalah 20 tetes/ mL dan dosis injeksi
intravena untuk larutan glukosa 5% adalah 500 mL selama 8 jam, maka
Laju alir = volume cairan (mL)/durasi infus (menit) x drop rate
= 500 mL/ (8x60 menit) x 20 tetes/mL
= 20,8 tetes/menit ~ 21 tetes/menit
Dimana untuk total volume 4,3 mL diperlukan laju tetes 86 tetes/ 4 menit
dan untuk total volume 42 mL diperlukan laju tetes 840 tetes/40 menit
c. Laju tetes larutan Ringer Laktat
Menurut Guy’s dan St Thomas’, dikatakan bahwa faktor tetes (drop
factor) untuk infus set standard adalah 20 tetes/ mL dan dosis injeksi
intravena untuk larutan Ringer Laktat adalah 500 mL selama 8 jam, maka
Laju alir = volume cairan (mL)/durasi infus (menit) x drop rate
= 500 mL/ (8x60 menit) x 20 tetes/mL
= 20,8 tetes/menit ~ 21 tetes/menit
Dimana untuk total volume 4,3 mL diperlukan laju tetes 86 tetes/ 4 menit
dan untuk total volume 42 mL diperlukan laju tetes 840 tetes/40 menit
Universitas Sumatera Utara
52
Lampiran 3. Flowsheet pencampuran injeksi diazepam dan larutan infus NaCl
0,9% dalam satu wadah dan pendiaman selama 2 jam
Larutan injeksi
diazepam 10 mg/2 mL
Dicampur dalam satu wadah
Dipasang infus-set
Diatur laju tetesannya 1
tetes/detik
Ditampung hasil tetesan pada
botol
Campuran larutan
injeksi diazepam dan
larutan infus NaCl
0,9%
Larutan Infus NaCl 0,9%
500 mL
Universitas Sumatera Utara
53
Lampiran 4. Flowsheet Pencampuran larutan injeksi diazepam dengan infus
Larutan NaCl 0,9% melalui penyuntikkan bolus dan pengukuran
ukuran partikel dengan variasi volume
Larutan infus NaCl 0,9% 500
mL
Dipasang infus-set
Diatur kecepatan tetesan 1
tetesan/detik
Disuntikkan 2 mL larutan injeksi
Diazepam secara perlahan
melalui latex tube infus set
dengan waktu selama1,4menit
dan 14 menit
Ditampung larutan yang keluar
dari jarum
Diamati penampilan fisiknya secara
visual dan ukuran partikel
Diamati penampilan fisiknya secara visual
dan ukuran partikel
Campuran larutan injeksi
diazepam dan larutan infus
NaCl 0,9%
Universitas Sumatera Utara
54
Lampiran 5. Flowsheet Pencampuran larutan injeksi diazepam dengan larutan
infus Ringer Laktat dalam satu wadah dan pendiaman selama 2 jam
Larutan injeksi
diazepam 10 mg/2 mL
Dicampur dalam satu wadah
Dipasang infus-set
Diatur laju tetesannya 21
tetesan/menit
Ditampung hasil tetesan pada
botol
Campuran larutan injeksi
diazepam dan larutan infus
Ringer Laktat
Diamati penampilan fisiknya secara
visual dan ukuran partikel
Larutan Infus Ringer
Laktat 500 mL
Universitas Sumatera Utara
55
Lampiran 6. Flowsheet Pencampuran larutan injeksi diazepam dengan infus
Larutan Ringer Laktat melalui penyuntikkan bolus dan pengukuran
ukuran partikel dengan variasi volume
Larutan infus Ringer Laktat 500
mL
Dipasang infus-set
Diatur kecepatan tetesan 21
tetesan/menit
Disuntikkan 2 mL larutan injeksi
Diazepam secara perlahan
melalui latex tube infus set
dengan waktu selama1,4menit
dan 14 menit
Ditampung larutan yang keluar
dari jarum
Diamati penampilan fisiknya secara visual
dan ukuran partikel
Campuran larutan injeksi
diazepam dan larutan infus
Ringer Laktat
Universitas Sumatera Utara
56
Lampiran 7. Flowsheet Pencampuran larutan injeksi diazepam dengan larutan
infus Glukosa 5% dalam satu wadah dan pendiaman selama 2 jam
Larutan injeksi
diazepam 10 mg/2 mL
Dicampur dalam satu wadah
Dipasang infus-set
Diatur laju tetesannya 21
tetesan/menit
Ditampung hasil tetesan pada
botol
Campuran larutan injeksi
diazepam dan larutan infus
Glukosa 5%
Diamati penampilan fisiknya secara
visual dan ukuran partikel
Larutan Infus Glukosa
5% 500 mL
Universitas Sumatera Utara
57
Lampiran 8 Flowsheet Pencampuran larutan injeksi diazepam dengan infus
Larutan Glukosa 5% melalui penyuntikkan bolus dan pengukuran
ukuran partikel dengan variasi volume
Larutan infus Glukosa 5% 500
mL
Dipasang infus-set
Diatur kecepatan tetesan 21
tetesan/menit
Disuntikkan 2 mL larutan injeksi
Diazepam secara perlahan
melalui latex tube infus set
dengan waktu selama1,4menit
dan 14 menit
Ditampung larutan yang keluar
dari jarum
Campuran larutan injeksi
diazepam dan larutan infus
Glukosa 5%
Diamati penampilan fisiknya secara visual
dan ukuran partikel
Universitas Sumatera Utara
58
Lampiran 9. Data ukuran partikel larutan infus NaCl 0,9% (F0)
Size (nm) Intensity
281,91 0,01
295,20 0,01
309,11 0,01
323,68 0,01
338,93 0,01
354,91 0,01
371,63 0,01
389,15 0,02
407,49 0,02
426,69 0,02
446,80 0,02
467,86 0,02
489,91 0,02
513,00 0,03
537,17 0,03
562,49 0,03
589,00 0,03
616,76 0,03
645,83 0,03
Universitas Sumatera Utara
59
676,26 0,04
708,13 0,04
741,51 0,04
776,45 0,04
813,05 0,04
851,36 0,04
891,49 0,03
933,50 0,03
977,50 0,03
1023,56 0,03
1071,80 0,03
1122,32 0,03
1175,21 0,03
1230,59 0,02
1288,59 0,02
1349,32 0,02
1412,91 0,02
1479,50 0,02
1549,23 0,01
1622,24 0,01
1698,69 0,01
1778,75 0,01
1862,58 0,01
1950,36 0,01
2042,28 0,01
Universitas Sumatera Utara
60
Lampiran 10. Data ukuran partikel larutan injeksi diazepam 10 mg/2 mL dan
larutan infus NaCl 0,9% 500 mL dalam 1 wadah (0 jam)
Size (nm) Intensity
589,00 0,01
616,76 0,01
645,83 0,01
676,26 0,01
708,13 0,01
741,51 0,01
776,45 0,01
813,05 0,01
851,36 0,02
891,49 0,02
933,50 0,02
977,50 0,02
1023,56 0,02
1071,80 0,03
1122,32 0,03
1175,21 0,03
1230,59 0,03
1288,59 0,03
1349,32 0,03
Universitas Sumatera Utara
61
1412,91 0,03
1479,50 0,03
1549,23 0,04
1622,24 0,04
1698,69 0,04
1778,75 0,03
1862,58 0,03
1950,36 0,03
2042,28 0,03
2138,53 0,03
2239,31 0,03
2344,85 0,03
2455,36 0,03
2571,08 0,02
2692,25 0,02
2819,13 0,02
2951,99 0,02
3091,11 0,02
3236,79 0,01
3389,34 0,01
3549,07 0,01
3716,34 0,01
3891,48 0,01
4074,88 0,01
4266,93 0,01
4468,02 0,01
Universitas Sumatera Utara
62
Lampiran 11. Data ukuran partikel larutan injeksi diazepam 10 mg/2 mL dan
larutan infus NaCl 0,9% 500 mL dalam 1 wadah (1 jam)
Size (nm) Intensity
616,76 0,01
645,83 0,01
676,26 0,01
708,13 0,01
741,51 0,01
776,45 0,01
813,05 0,01
851,36 0,01
891,49 0,02
933,50 0,02
977,50 0,02
1023,56 0,02
1071,80 0,02
1122,32 0,02
1175,21 0,03
1230,59 0,03
1288,59 0,03
1349,32 0,03
1412,91 0,03
1479,50 0,03
1549,23 0,03
Universitas Sumatera Utara
63
1622,24 0,03
1698,69 0,03
1778,75 0,03
1862,58 0,03
1950,36 0,03
2042,28 0,03
2138,53 0,03
2239,31 0,03
2344,85 0,03
2455,36 0,03
2571,08 0,03
2692,25 0,02
2819,13 0,02
2951,99 0,02
3091,11 0,02
3236,79 0,02
3389,34 0,02
3549,07 0,01
3716,34 0,01
3891,48 0,01
4074,88 0,01
4266,93 0,01
4468,02 0,01
4678,59 0,01
4899,09 0,01
Universitas Sumatera Utara
64
Lampiran 12. Data ukuran partikel larutan injeksi diazepam 10 mg/2 mL dan
larutan infus NaCl 0,9% 500 mL dalam 1 wadah (2 jam)
Size (nm) Intensity
776,45 0,01
813,05 0,01
851,36 0,01
891,49 0,01
933,50 0,01
977,50 0,01
1023,56 0,01
1071,80 0,02
1122,32 0,02
1175,21 0,02
1230,59 0,02
1288,59 0,02
1349,32 0,03
1412,91 0,03
1479,50 0,03
1549,23 0,03
1622,24 0,03
1698,69 0,03
1778,75 0,04
1862,58 0,04
Universitas Sumatera Utara
65
1950,36 0,04
2042,28 0,04
2138,53 0,04
2239,31 0,04
2344,85 0,04
2455,36 0,03
2571,08 0,03
2692,25 0,03
2819,13 0,03
2951,99 0,03
3091,11 0,03
3236,79 0,02
3389,34 0,02
3549,07 0,02
3716,34 0,02
3891,48 0,02
4074,88 0,01
4266,93 0,01
4468,02 0,01
4678,59 0,01
4899,09 0,01
5129,97 0,01
5371,74 0,01
Universitas Sumatera Utara
66
Lampiran 13. Data ukuran partikel larutan injeksi diazepam 10 mg/2 mL dan
larutan infus NaCl 0,9% 40 mL melalui penyuntikkan bolus (42
mL)
Size (nm) Intensity
295,20 0,01
309,11 0,01
323,68 0,01
338,93 0,01
354,91 0,01
371,63 0,01
389,15 0,02
407,49 0,02
426,69 0,02
446,80 0,02
467,86 0,02
489,91 0,03
513,00 0,03
537,17 0,03
562,49 0,03
589,00 0,03
616,76 0,04
645,83 0,04
676,26 0,04
708,13 0,04
741,51 0,04
813,05 0,04
851,36 0,04
Universitas Sumatera Utara
67
891,49 0,04
933,50 0,03
977,50 0,03
1023,56 0,03
1071,80 0,03
1122,32 0,03
1175,21 0,02
1230,59 0,02
1288,59 0,02
1349,32 0,02
1412,91 0,02
1479,50 0,01
1549,23 0,01
1622,24 0,01
1698,69 0,01
1778,75 0,01
1862,58 0,01
1950,36 0,01
Universitas Sumatera Utara
68
Lampiran 14. Data ukuran partikel larutan injeksi diazepam 10 mg/2 mL dan
larutan infus NaCl 0,9% 2,3 mL melalui penyuntikkan bolus (4,3
mL)
Size (nm) Intensity
776,45 0,01
813,05 0,01
851,36 0,01
891,49 0,01
933,50 0,01
977,50 0,01
1023,56 0,01
1071,80 0,02
1122,32 0,02
1175,21 0,02
1230,59 0.02
1288,59 0,02
1349,32 0,03
1412,91 0,03
1479,50 0,03
1549,23 0,03
1622,24 0,03
1698,69 0,03
1778,75 0,04
1862,58 0,04
1950,36 0,04
2042,28 0,04
2138,53 0,04
2239,31 0,04
Universitas Sumatera Utara
69
2344,85 0,04
2455,36 0,03
2571,08 0,03
2692,25 0,03
2819,13 0,03
2951,99 0,03
3091,11 0,03
3236,79 0,02
3389,34 0,02
3549,07 0,02
3716,34 0,02
3891,48 0,02
4074,88 0,01
4266,93 0,01
4468,02 0,01
4678,59 0,01
4899,09 0,01
5129,97 0,01
5371,74 0,01
Universitas Sumatera Utara
70
Lampiran 15. Data ukuran partikel larutan infus Ringer Laktat (F4)
Size (nm) Intensity
257,11 0,01
269,22 0,01
281,91 0,01
295,20 0,01
309,11 0,01
323,68 0,01
338,93 0,01
354,91 0,01
371,63 0,01
389,15 0,02
407,49 0,02
426,69 0,02
446,80 0,02
467,86 0,02
489,91 0,02
513,00 0,03
537,17 0,03
562,49 0,03
616,76 0,03
645,83 0,03
676,26 0,03
708,13 0,03
741,51 0,03
776,45 0,03
Universitas Sumatera Utara
71
813,05 0,03
851,36 0,03
891,49 0,03
933,50 0,03
977,50 0,03
1023,56 0,03
1071,80 0,03
1122,32 0,03
1175,21 0,02
1230,59 0,02
1288,59 0,02
1349,32 0,02
1412,91 0,02
1479,50 0,02
1549,23 0,01
1622,24 0,01
1698,69 0,01
1778,75 0,01
1862,58 0,01
1950,36 0,01
2042,28 0,01
2138,53 0,01
2239,31 0,01
Universitas Sumatera Utara
72
Lampiran 16. Data ukuran partikel larutan injeksi diazepam 10 mg/2 mL dan
larutan infus Ringer Laktat 500 mL dalam 1 wadah (0 jam)
Size (nm) Intensity
891,49 0,01
933,50 0,01
977,50 0,01
1023,56 0,01
1071,80 0,01
1122,32 0,01
1175,21 0,01
1230,59 0,02
1288,59 0,02
1349,32 0,02
1412,91 0,02
1479,50 0,03
1549,23 0,03
1622,24 0,03
1698,69 0,03
1778,75 0,03
1862,58 0,04
1950,36 0,04
2042,28 0,04
2138,53 0,04
2239,31 0,04
2344,85 0,04
2455,36 0,04
2571,08 0,04
Universitas Sumatera Utara
73
2692,25 0,04
2819,13 0,04
2951,99 0,03
3091,11 0,03
3236,79 0,03
3389,34 0,03
3549,07 0,03
3716,34 0,02
3891,48 0,02
4074,88 0,02
4266,93 0,02
4468,02 0,01
4678,59 0,01
4899,09 0,01
5129,97 0,01
5371,74 0,01
5624,90 0,01
5890,00 0,01
Universitas Sumatera Utara
74
Lampiran 17. Data ukuran partikel larutan injeksi diazepam 10 mg/2 mL dan
larutan infus Ringer Laktat 500 mL dalam 1 wadah (1 jam)
Size (nm) Intensity
977,50 0,01
1023,56 0,01
1071,80 0,01
1122,32 0,01
1175,21 0,01
1230,59 0,01
1288,59 0,01
1349,32 0,01
1412,91 0,02
1479,50 0,02
1549,23 0,02
1622,24 0,02
1698,69 0,02
1778,75 0,03
1862,58 0,03
1950,36 0,03
2042,28 0,03
2138,53 0,03
2239,31 0,03
2344,85 0,03
2455,36 0,03
2571,08 0,03
2692,25 0,03
2819,13 0,03
2951,99 0,03
Universitas Sumatera Utara
75
3091,11 0,03
3236,79 0,03
3389,34 0,03
3549,07 0,03
3716,34 0,03
3891,48 0,03
4074,88 0,03
4266,93 0,02
4468,02 0,02
4678,59 0,02
4899,09 0,02
5129,97 0,02
5371,74 0,02
5624,90 0,01
5890,00 0,01
6167,58 0,01
6458,25 0,01
6762,62 0,01
7081,33 0,01
7415,07 0,01
7764,53 0,01
Universitas Sumatera Utara
76
Lampiran 18. Data ukuran partikel larutan injeksi diazepam 10 mg/2 mL dan
larutan infus Ringer Laktat 500 mL dalam 1 wadah (2 jam)
Size (nm) Intensity
1023,56 0,01
1071,80 0,01
1122,32 0,01
1175,21 0,01
1230,59 0,01
1288,59 0,01
1349,32 0,01
1412,91 0,01
1479,50 0,01
1549,23 0,02
1622,24 0,02
1698,69 0,02
1778,75 0,02
1862,58 0,02
1950,36 0,02
2042,28 0,03
2138,53 0,03
2344,85 0,03
2455,36 0,03
2571,08 0,03
2692,25 0,03
2819,13 0,03
2951,99 0,03
3091,11 0,03
3236,79 0,03
Universitas Sumatera Utara
77
3389,34 0,03
3549,07 0,03
3716,34 0,03
3891,48 0,03
4074,88 0,03
4266,93 0,03
4468,02 0,03
4678,59 0,02
4899,09 0,02
5129,97 0,02
5371,74 0,02
5624,90 0,02
5890,00 0,02
6167,58 0,01
6458,25 0,01
6762,62 0,01
7081,33 0,01
7415,07 0,01
7764,53 0,01
8130,46 0,01
8513,64 0,01
8914,87 0,01
Universitas Sumatera Utara
78
Lampiran 19. Data ukuran partikel larutan injeksi diazepam 10 mg/2 mL dan
larutan infus Ringer Laktat 40 mL melalui penyuntikkan bolus
(42 mL)
Size (nm) Intensity
141,29 0,01
147,95 0,01
154,92 0,01
162,22 0,01
169,87 0,01
177,88 0,02
186,26 0,02
195,04 0,02
204,23 0,02
213,85 0,03
223,93 0,03
234,49 0,03
245,54 0,04
257,11 0,04
269,22 0,04
281,91 0,04
295,20 0,05
309,11 0,05
323,68 0,05
338,93 0,05
354,91 0,04
371,63 0,04
389,15 0,04
407,49 0,04
426,69 0,04
446,80 0,03
Universitas Sumatera Utara
79
467,86 0,03
489,91 0,03
513,00 0,02
537,17 0,02
562,49 0,02
589,00 0,01
616,76 0,01
645,83 0,01
676,26 0,01
708,13 0,01
Universitas Sumatera Utara
80
Lampiran 20. Data ukuran partikel larutan injeksi diazepam 10 mg/2 mL dan
larutan infus Ringer Laktat 2,3 mL melalui penyuntikkan bolus
(4,3 mL)
Size (nm) Intensity
446,80 0,01
467,86 0,01
489,91 0,01
513,00 0,01
537,17 0,01
562,49 0,01
589,00 0,01
616,76 0,01
645,83 0,02
676,26 0,02
708,13 0,02
741,51 0,02
776,45 0,02
813,05 0,02
851,36 0,02
891,49 0,02
741,51 0,02
776,45 0,02
813,05 0,02
851,36 0,03
891,49 0,03
933,50 0,03
1023,56 0,03
1071,80 0,03
1122,32 0,03
1175,21 0,03
Universitas Sumatera Utara
81
1230,59 0,03
1288,59 0,03
1349,32 0,03
1412,91 0,03
1479,50 0,03
1549,23 0,03
1622,24 0,03
1778,75 0,03
1862,58 0,03
1950,36 0,03
2042,28 0,02
2138,53 0,02
2239,31 0,02
2344,85 0,02
2455,36 0,02
2571,08 0,01
2692,25 0,01
2819,13 0,01
2951,99 0,01
3091,11 0,01
3236,79 0,01
3389,34 0,01
Universitas Sumatera Utara
82
Lampiran 21. Data ukuran partikel larutan infus Glukosa 5% (F8)
Size (nm) Intensity
309,11 0,01
323,68 0,01
338,93 0,01
354,91 0,01
371,63 0,01
389,15 0,01
407,49 0,01
426,69 0,02
446,80 0,02
467,86 0,02
489,91 0,02
513,00 0,03
537,17 0,03
562,49 0,03
589,00 0,03
616,76 0,03
645,83 0,04
676,26 0,04
708,13 0,04
741,51 0,04
776,45 0,04
813,05 0,04
851,36 0,04
933,50 0,04
977,50 0,03
1023,56 0,03
1071,80 0,03
1122,32 0,03
Universitas Sumatera Utara
83
1175,21 0,03
1230,59 0,02
1288,59 0,02
1349,32 0,02
1412,91 0,02
1479,50 0,02
1549,23 0,01
1622,24 0,01
1698,69 0,01
1778,75 0,01
1862,58 0,01
1950,36 0,01
2042,28 0,01
Universitas Sumatera Utara
84
Lampiran 22. Data ukuran partikel larutan injeksi diazepam 10 mg/2 mL dan
larutan infus Glukosa 5% 500 mL dalam 1 wadah (0 jam)
Size (nm) Intensity
1071,80 0,01
1122,32 0,01
1175,21 0,01
1230,59 0,01
1288,59 0,01
1349,32 0,01
1412,91 0,01
1479,50 0,01
1549,23 0,01
1622,24 0,02
1698,69 0,02
1778,75 0,02
1862,58 0,02
1950,36 0,02
2042,28 0,03
2138,53 0,03
2239,31 0,03
2344,85 0,03
2455,36 0,03
2571,08 0,03
2692,25 0,03
2819,13 0,03
2951,99 0,03
3091,11 0,03
3236,79 0,03
3389,34 0,03
3549,07 0,03
Universitas Sumatera Utara
85
3716,34 0,03
3891,48 0,03
4074,88 0,03
4266,93 0,03
4468,02 0,03
4678,59 0,03
4899,09 0,02
5129,97 0,02
5371,74 0,02
5624,90 0,02
5890,00 0,02
6167,58 0,02
6458,25 0,01
6762,62 0,01
7081,33 0,01
7415,07 0,01
7764,53 0,01
8130,45 0,01
8513,64 0,01
8914,87 0,01
Universitas Sumatera Utara
86
Lampiran 23. Data ukuran partikel larutan injeksi diazepam 10 mg/2 mL dan
larutan infus Glukosa 5% 500 mL dalam 1 wadah (1 jam)
Size (nm) Intensity
1622,24 0,01
1698,69 0,01
1778,75 0,01
1862,58 0,01
1950,36 0,01
2042,28 0,01
2138,53 0,01
2239,31 0,02
2344,85 0,02
2455,36 0,02
2571,08 0,02
2692,25 0,02
2819,13 0,02
2951,99 0,03
3091,11 0,03
3236,79 0,03
3389,34 0,03
3549,07 0,03
3716,34 0,03
3891,48 0,04
4074,88 0,04
4266,93 0,04
4468,02 0,04
4678,59 0,04
4899,09 0,04
5129,97 0,04
5371,74 0,04
Universitas Sumatera Utara
87
5624,90 0,03
5890,00 0,03
6167,58 0,03
6458,25 0,03
6762,62 0,03
7081,33 0,03
7415,07 0,02
7764,53 0,02
8130,46 0,02
8513,64 0,02
8914,87 0,02
9335,02 0,01
9774,96 0,01
Universitas Sumatera Utara
88
Lampiran 24. Data ukuran partikel larutan injeksi diazepam 10 mg/2 mL dan
larutan infus Glukosa 5% 500 mL dalam 1 wadah (2 jam)
Size (nm) Intensity
2042,28 0,01
2138,53 0,01
2239,31 0,01
2344,85 0,01
2455,36 0,01
2571,08 0,01
2692,25 0,01
2819,13 0,01
2951,99 0,02
3091,11 0,02
3236,79 0,02
3389,34 0,02
3549,07 0,02
3716,34 0,03
3891,48 0,03
4074,88 0,03
4266,93 0,03
4468,02 0,03
4678,59 0,04
4899,09 0,04
5129,97 0,04
5371,74 0,04
5624,90 0,04
5890,00 0,04
6167,58 0,04
6458,25 0,04
6762,62 0.04
Universitas Sumatera Utara
89
7081,33 0,04
7415,07 0,04
7764,53 0,04
8130,46 0,04
8513,64 0,04
8914,87 0,03
9335,02 0,03
9774,96 0,03
Universitas Sumatera Utara
90
Lampiran 25. Data ukuran partikel larutan injeksi diazepam 10 mg/2 mL dan
larutan infus Glukosa 5% 2,3 mL melalui penyuntikkan bolus (4,3
mL)
Size (nm) Intensity
1175,21 0,01
1230,59 0,01
1288,59 0,01
1349,32 0,01
1412,91 0,02
1479,50 0,02
1549,23 0,02
1622,24 0,03
1698,69 0,03
1778,75 0,04
1862,58 0,04
1950,36 0,05
2042,28 0,05
2138,53 0,05
2239,31 0,06
2344,85 0,06
2455,36 0,06
2571,08 0,05
2692,25 0,05
2819,13 0,05
2951,99 0,05
3091,11 0,04
3236,79 0,04
3389,34 0,03
3549,07 0,03
3716,34 0,02
Universitas Sumatera Utara
91
3891,48 0,02
4074,88 0,01
4266,02 0,01
4678,59 0,01
Universitas Sumatera Utara
92
Lampiran 26. Data ukuran partikel larutan injeksi diazepam 10 mg/2 mL dan
larutan infus Glukosa 5% 40 mL melalui penyuntikkan bolus (42
mL)
Size (nm) Intensity
204,23 0,01
213,85 0,01
223,93 0,01
234,49 0,01
245,54 0,01
257,11 0,01
269,22 0,02
281,91 0,02
295,20 0,02
309,11 0,02
323,68 0,03
338,93 0,03
354,91 0,03
371,63 0,03
389,15 0,04
407,49 0,04
426,69 0,04
446,80 0,04
467,86 0,04
489,91 0,04
513,00 0,04
537,17 0,04
562,49 0,04
589,00 0,04
616,76 0,04
645,83 0,03
Universitas Sumatera Utara
93
676,26 0,03
708,13 0,03
741,51 0,03
776,45 0,02
813,05 0,02
851,36 0,02
891,49 0,02
933,50 0,01
977,50 0,01
1023,56 0,01
1071,80 0,01
1122,32 0,01
1175,21 0,01
Universitas Sumatera Utara
94
Lampiran 27. Gambar Alat
a. Tiang Infus
b. Jarum Suntik (Syringe)
c. Infus Set
Universitas Sumatera Utara
95
d. Botol Kaca
e. Vial
f. Particle Size Analyzer
g. Mikroskop digital
Universitas Sumatera Utara
top related