pra penuntutan
Post on 29-Nov-2015
156 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Halaman 1Makalah Hukum Acara Pidana
“Pra Penuntutan”
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Harus kita akui, hingga kini masih banyak orang yang tak paham proses hukum
dan tatacara penanganan suatu perkara di tiap jenjang peradilan kita. Mungkin,
sosialisasi dan pendidikan hukum untuk publik masih belum sepenuhnya menjangkau
seluruh lapisan masyarakat kita. Peristiwa hukum dalam kehidupan sehari-hari kita,
tentu banyak sekali yang dapat berujung ke perkara pidana dan atau berproses secara
hukum di pengadilan.
Hukum merupakan kumpulan kaidah-kaidah dan norma yang berlaku di
masyarakat, yang keberadaannya sengaja dibuat oleh masyarakat dan diakui oleh
masyarakat sebagai pedoman tingkah laku dalam kehidupannya. Tujuannya untuk
menciptakan ketenteraman di masyarakat. Hukum sebagai instrumen dasar yang
sangat penting dalam pembentukan suatu negara, berpengaruh dalam segala segi
kehidupan masyarakat, karena hukum merupakan alat pengendalian sosial, agar
tercipta suasana yang aman, tenteram dan damai.
Dari segi proses penanganan suatu perkara dalam proses hukum kita, ihwal
penuntutan memang diatur dalam Bab tersendiri terdapat di dalam Bab tentang
Penuntutan (pasal 138 KUHAP).
Dalam sebuah pelaksanaan penuntutan, proses penuntutan selain dapat memacu
terhindarinya rekayasa penyidikan juga dapat mempercepat penyelesaian penyidikan
juga menghindari terjadinya arus bolak-balik perkara. Proses prapenuntutan selain
dapat menghilangkan kewenangan penyidikan oleh penuntut umum dalam perkara
tindak pidana umum juga dalam melakukan pemeriksaan tambahan bilamana
penyidik Polri menyatakan telah melaksanakan petunjuk penuntut umum secara
optimal namun penuntut umum tidak dapat melakukan penyidikan tambahan secara
Halaman 2Makalah Hukum Acara Pidana
“Pra Penuntutan”
menyeluruh artinya penuntut umum hanya dapat melakukan pemeriksaan tambahan
terhadap saksi-saksi tanpa dapat melakukan pemeriksaan terhadap tersangka.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasakan uraian dari latar belakang di atas, maka dalam makalah ini yang
akan penulis bahas adalah apa yang dimaksud dengan prapenuntutan dan apa saja hal-
hal yang berkaitan dengan prapenuntutan.
Halaman 3Makalah Hukum Acara Pidana
“Pra Penuntutan”
BAB II
PEMBAHASAN
A. LEMBAGA PENUNTUT UMUM
Pada Pasal 1 butir 7 KUHAP tercantum definisi penuntutan. Penuntutan
adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan
negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-
undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputuskan oleh hakim disidang
pengadilan.”
Dalam hal-hal untuk memperoleh putusan hakim agar terhadap seseorang
dijatuhi pidana (tuntutan pidana) inisiatifnya adalah pada perseorangan, yaitu pada
pihak yang dirugikan.
Lama kelamaan system ini ini menunjukan kekurangan-kekurangan yang
menyolok. Penuntutan secara terbuka (accusatory murni), dengan sendirinya telah
menyebabkan penunututan kesalahan seseorang menjadi lebih sulit, sebab yang
bersangkutan segera akan mengetahui dalam keseluruhannya, semua hal yan g
memberatkan dirinya, sehingga demikian ia akan memperoleh kesempatan untuk
menghilangakan sebanyak mungkin bukti-bukti atas kesalahannya.
Sifat perdata dari penuntutan tersebut menyebabkan pula bahwa kerap kali
sesuatu tuntutan pidana tidak dilakukan oleh orang yang dirugikan, karena ia takut
terhadap pembalan dendam atau ia tidak mampu untuk mengungkapkan kebenaran
dari tuntutan nya, sebab kekurangan alat-alat pembuktian yang diperlukan. Atas alas
an inilah maka pemerintah yang bertanggung jawab terhadap pembinaan peradilan
yang baik telahdan menyerahkan kepada suatu badan Negara. Yang khusus diadakan
untuk itu adalah openbaar ministrie atau openbaar aanklager, yang kita kenal
sebagai penuntut umum.
Halaman 4Makalah Hukum Acara Pidana
“Pra Penuntutan”
B. TUGAS DAN WEWENANG PENUNTUT UMUM
Di dalam pasal 13 KUHAP dinyatakan bahwa penuntut umum adalah Jaksa
yang diberi wewenang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan
hakim. Selain itu, dalam Pasal 1 Undang-Undang Pokok Kejaksaan (UU No. 15
tahun 1961) menyatakan, kejaksaan RI selanjutnya disebut kejaksaan adalah alat
Negara penegak hokum yang terutama bertugas sebagai Penuntut Umum. Menurut
Pasal 14 KUHAP, Penuntut Umum mempunyai wewenang:
a. Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau
pembantu penyidik;
b. Mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan
memperhatikan ketentuan pasal 110 ayat 3 dan ayat 4 dengan memberi
petunjukdalam rangka menyempurnakan penyidikan dan penyidik.
c. Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan lanjutan atau
mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik;
d. Membuat surat dakwan;
e. Melimpahkan perkara kepengadilan;
f. Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan dan waktu
perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa
maupun kepada saksi, untuk dating pada sidang yang telah ditentukan;
g. Melakukan penuntutan;
h. Menutup perkara demi kepentingan hokum;
i. Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai
penuntut umum menurut undang-undang;
j. Melaksanakan penetapan hakim.
Di dalam penjelasan pasal tersebut dikatakan, bahwa yang dimaksud dengan
tindakan lain adalah antara lain meneliti identitas tersangka, barang bukti dengan
Halaman 5Makalah Hukum Acara Pidana
“Pra Penuntutan”
memperhatikan secara tegas batas wewenang dan fungsi antara penyidik, penuntut
umum dan pengadilan.
Setelah Penuntut Umum hasil penyidikan dari penyidik, ia segera
mempelajarinya dan menelitinya dan dalam waktu 7 hari wajib memberitahuakan
kepada penyidik apakah hasil penyidikan itu sudah lengkap atau belum. Dalam hal
hasil penyidikan ini ternyata belum lengkap, penuntut umum mengebalikan berkas
perkara kepada penyidik disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk
melengkapi dan dalam waktu 14 hari sejak tanggal penerimaan berkas, penyidik
sudah harus menyampaikan kembali berkas yang perkara kepada penuntut umum
(pasal 138 KUHAP).
Setelah Penuntut Umum menerima kembali hasil penyidikan yang lengkap
dari penyidik, ia segera menentukan apakah berkas perkara sudah memenuhi
persyaratan untuk dapat atau tidak diadakan penuntutan.
C. SURAT DAKWAAN
Menurut pasal 140 KUHAP, apabila Penuntut Umum berpendapat bahwa
hasil penyidikan dari penyidik dapat dilakukan penuntutan, maka ia dalam waktu
secepatnya membuat surat atau akte yang membuat perumusan dari tindak pidana
yang didakwakan, yang sementara dapat disimpulkan dari hasil penyidikan dari
penyidik yang merupakan dasar bagi hakim untuk melakukan pemeriksaan disidang
pengadilan.
Surat dakwaan ini adalah sangat penting dalam pemeriksaan perkara pidana ,
sebab dialah yang merupakan dasarnya, dan menentukan batas-batas bagi
pemeriksaan hakim.memang pemeriksan itu tidak batal, jika batas tersebut dilampaui,
tetapi putusan hakim hanya boleh mengenai fakta-fakta yang terletak dalam batas-
batas itu, dan tidak boleh kurang atau lebih.
Halaman 6Makalah Hukum Acara Pidana
“Pra Penuntutan”
Tujuan utama surat dakwaan adalah bahwa undang-undang ingin melihat
ditetapkannya alas an-alasan yang menjadi dasar penuntutan suatu peristiwa pidana,
untuk itu sifat-sifat khusus dari suatu tindak pidana yang telah dilakukan itu harus
dicantumkan dengan sebaik-baiknya.
Dari pada itu kepentingan surat dakwaan bagi terdakwa adalah bahwa ia
mengetahui setepat-tepatnya dan seteliti-litinya yang didakwakan kepadanya
sehingga ia sampai pada hal yang sekecil-kecilnya untuk dapat mempersiapkan
pembalasannya terhadap dakwaan tersebut.
Mengenai pembatalan surat dakwaan menurut Nederburgh ada dua macam
yaitu:
a. Pembatalan yang formal (formele nietigheid)
b. Pembatalan yang hakiki (wezcnlijke nietigheid).
Tentang cara merumuskan Dakwaan ada dua syarat yang harus dipenuhi,
yaitu:
a. Harus mengandung lukisan dari apa yang senyatanya terjadi
b. Dalam lukisan itu harus ternyatakan pula unsur-unsur yuridis dari tindak
pidana yang didakwakan.
Membuat dakwaan tidaklah mudah, jika pada waktu membuatnya perhatian
ditujukan pada lukisan yang senyatanya terjadi, ada bahayanya bahwa yang
dirumuskan itu kurang konkrit yaitu hanya dengan kata-kata yang bersifat uridis
belaka. Oleh karena itu, sewaktu melukiskan perbuatannya itu sebaiknya mengambil
undang-undangnya, dan diteliti lagi apakah dalam lukisan tersebut sudah tidak ada
unsur delik yang ketinggalan. Unsur delik adalah bagian uraian delik sesuatu tindak
pidana. Kejahatan pencurian misalnya, yang dapat dipidana menurut pasal 362
KUHP, memuat unsur-unsur yaitu:
mengambil sebagai perbuatan delik yang sebenarnya
Halaman 7Makalah Hukum Acara Pidana
“Pra Penuntutan”
pengambilan harus mengenai sesuatu barang
barang tersebut harus seluruhnya atau sebagian merupakan milik orang lain
pengambilan itu harus dilakukan dengan maksud untuk memiliki dengan
melawan hukum.
Di sidang pengadilan, hakim harus melakukan pemeriksaan apakah unsure-
unsur dari perbuatan tersebut seperti dinyatakan dalam surat dakwaan itu dapat
dibuktikan atau tidak.
Dalam menguraikan suatu tindak pidana umumnya harus dinyatakan:
perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa
bagaimana cara ia melakukannya
upaya-upaya apakah yang telah dipergunakan dalam pelaksanaannya
terhadap siapakah tindak pidana itu ditujukan secara langsung atau tidak
langsung
bagaimana sifat dan keadaan orang yang telah menjadi korban
bagaimana sifat dari terdakwa sendiri
apakah objek dari delik yang bersangkutan.
Pemuatan waktu untuk kepentingan beberapa persoalan yang berhubungan
dengan hokum pidana adalah:
a. Berlakunya pasal 1 ayat 1 atau ayat 2 KUHAP
b. Semua hal dalam mana unsur terdakwa atau korban sewaktu
melakukan kejahatan tersebut memegang peranan penting.
c. Semua hal dimana untuk dapat dipidananya suatu perbuatan
disyaratkan bahwa hal tersebut dilakukan dalam waktu
perang ,misalnya pasal 124, 126, 127 KUHP
d. Penentuan adanya recidive (pasal 486 s.d. 488 KUHP)
e. Penentuan apakah pencurian itu dilakukan pada waktu malam menurut
pasal 363.
Halaman 8Makalah Hukum Acara Pidana
“Pra Penuntutan”
Adapun penyusunan dakwaan teknis dapat dilakukan sebagai berikut:
a. dakwaan tunggal
b. dakwaan alternative
c. dakwaan subsider
d. dakwaan kumulatif
e. dakwaan campuran
D. PERUBAHAN SURAT DAKWAAN
Surat dakwaan diubah baik atas inisiatif penuntut umum maupun atas saran
hakim. Dalam ketentuan pasal 12 Undang-Undnag Pokok Kejaksaan (Undang-
Undang No. 15 Tahun 1961) ditentukan bahwa “ dalam halsurat tuduhan (dakwaan)
kurang memenuhi syarat-syarat, jaksa wajib memperhatikan saran-saran yang
diberikan oleh hakim sebelum persidangan pengadilan dimulai”.
Dapat disimpulakan bahwa perubahan surat dakwaan tersebut hanya dapat
dilakukan sebelum pemeriksaan dipersidangan dimulai. Selain ketentuan diatas dalam
KUHAP juga mengatur tentang jangka waktu yang diperbolehkan untuk melakukan
perubahan.
Mengenai apa yang boleh diubah atau tidak, tidak ditentukan secara tegas. Hal
ini menimbulkan kesenjangan. Untuk mengatasi ini sementara sambil menuggu
perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu, kita dapat saja menggunakan
atau meniru juresprudensi sebelum berlakunya KUHAP asalkan saja tidak
bertentangan. Dengan jiwa KUHAP.
Menurut peraturan lama (HIR) yurisprudensi dan pendapat ahli hokum
terkenal atau doktrin), dapat perubahan ini yang meliputi:
1. perubahan menentukan waktu dan tempat terjadinya dalam surat dakwaan.
2. perbaikan kata-kata atau redaksi surat dakwaan sehingga mudah dimengerti
dan disesuaikan dengan perumusan delik dalam undang-undang pidana.
Halaman 9Makalah Hukum Acara Pidana
“Pra Penuntutan”
3. perubahan dakwaan yang tunggal menjadi dakwaan alternative asal mengenai
perbuatan yang sama.
Karena KUHAP tiak mengatur hal ini dan yurisprudensi serta doktrin telah
menerimanya, maka perubahannya seperti tersebut dapat ssaja dilakukan dan
bertentangan dengan jiwa KUHAP.
Hal yang pertama, yaitu mengenai perubahan waktu dan tempat terjadinya
delik, dapat dibandingkan misalnya dengan putusan HIR tanggal 12 juni 1939 (NJ
1939 hal. 1601) yang mengatakan: Jika dakwaan tetap menurut perbuatan yang sama
hanya ada perbedaan mengenai waktu terjadinya delik, maka dapat diadakan
perubahan dakwaan.
Begitu pula perubahan kata-kata atau redaksi diperbolehkan asal tidak
mengubah macam perbuatan yang didakwakan. Begitu pula perubahan surat dakwaan
yang tunggal menjadi alternative diperbolehkan asal mengenai perbuatan yang sama,
yang biasa disebut delik berkualifikasi dalam hokum pidana.
Delik berkualifikasi misalnya delik pembunuhan (pasal 338 KUHP);
penganiayaan (pasal 351 ayat (1) KUHP) menjadi penganiayaan berencana (pasal 353
ayat (!) KUHP); pegawai negri menerima suap yang berhubungan dengan jabatannya
(pasal 418 KUHP) menjadi pegawai negri menerima suap yang berhubungan dengan
jabatannya berlawanan dengan kewajibannya (pasal 419 KUHP), dan lain-lain.
Dengan ketentuan pasal 143 dan 144 KUHAP, penuntut umum dalam
menyusun dakwaan harus cermat dan teliti sekali. Andaikata dipersidangan terdakwa
memberi keterangan yang berbeda dengan di pemeriksaan pendahuluan yang
dilakukan oleh polisi, sedang surat dakwaan yang disusun penuntut umum didasarkan
pada pemeriksaan pendahuluan tersebut, maka terdakwa dapat bebas dari
pemidanaan.
Halaman 10Makalah Hukum Acara Pidana
“Pra Penuntutan”
E. PENGGABUNGAN PERKARA
Umumnya tiap-tiap perkara diajukan sendiri-sendiri di persidangan. Akan
tetapi, ada kalanya penuntut umum melakukan pengabungan perkara dalam satu surat
dakwaan. Hal ini dimungkinkan dalam hal yang diatur dalam pasal 141 KUHAP yang
berbunyi:
Pasal 141 KUHAP:
“ Penuntut umum dapat melakukan penggabungan perkara dan membuatnya
dalam satu surat dakwaan, apabila alam waktu yang sama atau hampir
bersamaan ia menerima beberapa bekas perkara.”
Suatu tindak pidana dianggap mempunyai sangkut paut satu dengan yang lain
apabila tindak pidana tersebut dilakukan:
a. oleh lebih dari seorang yang bekerja sama dan dilakukan pada saat yang
bersamaan;
b. oleh lebih dari seorang pada saat dan tempat yang berbeda, akan tetapi
merupakan pelaksanaan dari pemufakatan jahat yang dinuat oleh mereka
sebelumnya;
c. oleh seorang atau lebih dengan maksud mendapatka alat yang akan
dipergunakan untuk melakukan tindak pidana lain atau menghindarkan diri
dari pemidanaan karena tindak pidana lain.
Sebagai kebalikan dari penggabungan perkara (voeging) adalah pemisahan
perkara (splitsing). Menurut pasal 142 KUHAP dalam hal penuntut umum menerima
satu berkas perkara yang memuat beberapa tindak pidan ayang dilakukan oleh
beberapa tersangka yang tidak termasuk dalam ketentuan pasal 141 KUHAP, ia dapat
melakukan penuntutan terhadap masing-masing tersangka secara terpisah.
Apabila pihak yang dirugikan minta penggabungan perkara gugatanya dalam
perkara pidana tersebut, maka pengadilan negeri menimbang:
1. tentang kewenangannya untuk mengadili gugatan tersebut
Halaman 11Makalah Hukum Acara Pidana
“Pra Penuntutan”
2. tentang kebenaran dasar gugatan
3. tentang hukuman penggantian biaya telah dikeluarkan oleh pihak yang
dirugikan tersebut.
Dalam gugatan tersebut dapat diterima, putusan hakim memuattentang
penetapan hukuman engantian biaya yag telah dikeluarkan oleh pihak yang dirugikan.
F. PENGHENTIAN PENUNTUTAN, PENYAMPINGAN, DAN
PENUTUPAN PERKARA
Dalam pasal 14 huruf h KUHAP menentukan bahwa salah satu wewenang
penutut umum adalah perbuatan untuk menutup perkara demi kepentingan hokum.
Dalam ketentuan lain yaitu di dalam pasal 140 ayat 2 huruf a KUHAP menyebutkan
pula perbuatan lain yang dapat dilakukan oleh penuntut umum, yaitu berupa
penghentian penuntutan, sedang dalam pasal 46 ayat 1 huruf c KUHAP menentukan
pula wewenang lain, yaitu tentang mengesampingkan lperkara untuk kepentingan
umum.
Dasar-dasar yang meniadakan penuntutan antara lain dalam buku 1 KUHP:
a. Bab v, yaitu dalam pasal-pasal 61 dan 62 KUHP
b. Bab VII, yaitu pada pasal 72 KUHP dan selanjutnya
c. Bab VIII, yaitu:
1. Dalam pasal 82 KUHP
2. Dalam pasal 76 KUHP
3. Dalam pasal 77 KUHP
4. Dalam pasal 78 KUHP
Dalam kitab undang-undang hokum pidana juga masih dapat dijumpai
beberapa ketentua pidana yang secara logis haurs dipandang sebagai dasar-dasar yang
meniadakan penuntutan dan bukan sebagai dasar-dasar yang meniadakan pidana,
yaitu misalnya ketentuan pidana yang diatur dalam:
Halaman 12Makalah Hukum Acara Pidana
“Pra Penuntutan”
a. Pasal 166 KUHP yang berbunyi antara lain:
“…..Ketentuan-ketentuan pidana dalam pasal 164 dan 165 KUHP itu tidak
diberlakukan bagi mereka yang dengan pemberitahuan tersebut dapat
mendatangkan bahwa penuntutan pidana bagi dirinya….”
b. Pasal 221 ayat 2 KUHP yang berbunyi antara lain:
“….Ketentuan-ketentuan ini tidak dapat diberlakukan bagi mereka yang
telah melakukan tindakan-tindakan sperti yang dimaksudkan di dalamnya
dngan maksud untuk mencegah atau menghindarkan bahaya penuntutan
bagi salah seorang saudaranya yang sedarah….”
c. Pasal 284 ayat 2 KUHP yang berbunyi:
“….tidak ada suatu penuntutan pun akan dilakukan kecuali ada pengaduan
dari suami yang terhina…”
Menurut ketentuan pasal 8 dari undang-undang No. 15 tahun 1961 tentang
ketentuan pokok kejaksaan republic Indonesia, lembaga Negara tahun 1961 No. 254,
yang berwenang mengesampingkansuatu perkara berdasarkan kepentingan umum itu
adalah Jaksa Agung.
Wewenang untuk mengesampingkan perkara berdasarkan kepentingan umum
seperti itu,dalam ilmu pengetahuan hkum pidan juga dikenal sebagai wewenang
untuk mengesampingkan perkara berdasarkan asas oportunitis (opportuniteits
beginsel), yakni salah sebuah asas yang semata-mata terdapat dalam hokum acara
pidana dan tidak terdapat dalam hokum penitensier.
Menurut Franken wewenang untuk mengesampingakan perkara berdasarkan
asa oprtunitas itu meliputi wewenang:
a. tidak menuntut atau tidak melanjutkan penuntutan
Halaman 13Makalah Hukum Acara Pidana
“Pra Penuntutan”
b. membatasi penuntutan atau penuntutan lebih lanjut lebih lanjut
tersebut
c. tidak menuntut atau tidak melanjutkan penuntutan secara bersyarat.
G. CARA MENGAJUKAN PERKARA OLEH PENUNTUT UMUM
Ada 3 cara mengajukannya ke pengadilan yaitu:
1. Perkara Rol, terdiri atas: a. Rol tindak pidana ringan dan
b. Rol lalu lintas
2. Perkara Sumair
3. Perkara Biasa
1 .a. Perkara rol tindak pidana ringan
Menurut pasal 205 KUHAP, yang diperiksa menurut acara pemeriksaan
tindak pidan ringan adalah perkara yang diancam dengan pidana penjara atau
kurungan.
b. perkara rol lalu lintas
Menurut pasal 211 KUHAP, yang diperikasa dengan acara cepat ini adalah
perkara pelanggaran lalu lintas tertentu, jadi tidak semua pelangggaran
terhadap peraturan undang-undang lalu lintas. Untuk perkara pelanggaran lalu
lintas ini tidak perlu berita acara pemeriksaan.
2. Perkara Sumair
Yang diperiksa menurut cara pemeriksaan sumair adalah perkara pidana yang
menurut penuntut umum pembuktiannya mudah, penerapan hukumnya mudah
dan sifatnya sederhana.
3. Perkara Biasa
Halaman 14Makalah Hukum Acara Pidana
“Pra Penuntutan”
Perkara Biasa adalah perkara yang sulit pembuktiannya, demikian pula
penerapan hukumnya dan merupakan perkara besar diajukan oleh penuntut
umum dengan surat pelimpahan perkara (acte van overwijzing) Pasal 143
KUHAP.
Halaman 15Makalah Hukum Acara Pidana
“Pra Penuntutan”
BAB II
PEMBAHASAN
KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah diatas dapat penulis simpulkan, penuntut adalah
tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri
yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang di atur dalam undang-undang ini
dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.
Sebelum dilakukan penuntutan dilaksanakan dipengadilan dilakukan terlebih
dahulu prapenuntutan supaya sebelum dilaksanakannya penuntutan tidak terdapat
kekeliruan atau kesalahan karena telah diselidiki dengan benar.
Makalah ini juga membahas apa-apa yang dilakukan setelah penuntutan,
sebagaimana telah dijelaskan diatas. Apabila dalam makalah dan pemaparan penulis
ada kekurangan dan kesalahan baik dari segi penulisan ataupun materi penulis minta
maaf dan kepada Allah penulis mohon ampun.
Halaman 16Makalah Hukum Acara Pidana
“Pra Penuntutan”
DAFTAR PUSTAKA
Hamzah, Andi, 1987, Pengantar Hokum Acara Pidana Indonesia, Ghalio Indonesia:
Jakarta
Hamzah, Andi, 2004, Hokum Acara Pidana Indonesia,Sinar Grafika: Jakarta
Petranase, Syarifuddin, 2000, Hokum Acara Pidana, Universitas Sriwijaya
Browsing Internet.
top related