portofolio luka bakar dr.quamila
Post on 01-Jan-2016
192 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
PORTOFOLIO
Topik : Luka Bakar
Tanggal (kasus) : 8 Januari 2013 Presenter : dr. Quamila Fahrizani Afdi
Tanggal Presentasi : 16 Januari 2013 Pendamping : dr. Aan Widhi Anningrum
Tempat Presentasi : RSUD H. Damanhuri Barabai
Obyektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : Laki-laki, 8 bulan, datang dengan Luka bakar hampir seluruh tubuh satu jam
SMRS
Tujuan : mengetahui diagnosis pasien dengan Luka Bakar
Bahan bahasan Tinjauan
pustaka
Riset Kasus Audit
Cara membahas Diskusi Presentasi
dan dikusi
Email Pos
Data Pasien : Nama : By. M.Y Nomor Registrasi : -
Nama Wahana : RSUD H.
Damanhuri
Telp : - Terdaftar sejak : 8 Januari 2013
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis :
Luka Bakar grade II b 33 %
Kulit wajah, kedua tangan, kedua kaki tampak kemerahan dan melepuh terkena api sejak
satu jam SMRS
ASI (+)
2. Riwayat pengobatan :
Pasien sebelumnya belum pernah berobat untuk mengatasi keluhan ini.
3. Riwayat kesehatan / penyakit :
Pasien tidak pernah mengeluhkan keluhan seperti ini sebelumnya.
4. Riwayat keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang mengeluhkan keluhan yang sama dengan pasien.
5. Riwayat pekerjaan : -
Pasien belum bekerja.
6. Pemeriksaan Fisik :
Primary survey
A : Bebas, bulu hidung tidak terbakar
B : Spontan, frekuensi nafas 22x/menit, reguler
C : Akral hangat, CRT < 2”, frekuensi nadi 110x/menit, suhu 38,60 C
D : GCS 15
Secondary survey
Kepala&wajah: status lokalis
Mata : edema (-), konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik
Leher : status lokalis
THT : sekret (-)
Dada : status lokalis, simetris dalam diam dan pergerakan
Ekstrimitas : status lokalis
Abdomen : status lokalis
Genitalia : status lokalis
Status Lokalis : Rule of Nine
Kepala : 2%
Lengan kanan : 4%
Lengan kiri : 2%
Badan depan : 10%
Badan Belakang : 0%
Kaki Kanan : 10%
Kaki kiri : 4%
Genitalia : 1% +
33%
7. Penatalaksanaan IGD
Pasang DC
Metode Bexter: Cairan IVFD RL 4 x 33% x 8,5 = 1122 cc
1122 cc : 2 = 561 ml selama 8 jam pertama 70 tpm (mikro)
561 ml 16 jam berikutnya 35 tpm (mikro)
Inj Ranitidin 2 x 8 mg
Inj Cefotaxim 2 x 450 mg (skin test)
Drip ketorolac 10 mg / cairan
Salep Burnazin Sufratul kassa Lembab kassa kering
8. Prognosis
Quo ad vitam : dubia at bonam
Quo ad sanam : dubia at bonam
Hasil Pembelajaran :
Diagnosis luka bakar pada anak
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio :
1. Subjektif :
Kulit wajah,kedua tangan,kedua kaki tampak kemerahan dan melepuh terkena api sejak
satu jam SMRS
ASI (+)
2. Objektif :
Primary survey
A : Bebas, bulu hidung tidak terbakar
B : Spontan, frekuensi nafas 22x/menit, reguler
C : Akral hangat, CRT < 2”, frekuensi nadi 110x/menit, suhu 38,60 C
D : GCS 15
Secondary survey
Kepala&wajah: status lokalis
Mata : edema (-), konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik
Leher : status lokalis
THT : sekret (-)
Dada : status lokalis, simetris dalam diam dan pergerakan
Ekstrimitas : status lokalis
Abdomen : status lokalis
Genitalia : status lokalis
Status lokalis
Kepala dan leher : 5 %
Trunkus anterior : 20 %
Trunkus posterior : 0 %
Esktremitas atas kanan : 10 %
Ekstremitas atas kiri : 5 %
Ekstremitas bawah kanan : 10 %
Ekstremitas bawah kiri : 3 % +
Total : 53 %
3. Assesment (Penalaran Klinis)
Definisi dan Etiologi
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan
kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi. Luka
bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas tinggi yang
memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok) sampai fase lanjut.
Luka bakar dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung maupun tidak
langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga.
Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia juga dapat
menyebabkan luka bakar. Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi
menjadi:
Paparan api
o Flame
o Benda panas (kontak)
Scalds (air panas)
Uap panas
Gas panas
Aliran listrik
Zat kimia (asam atau basa)
Radiasi
edema
bula
Sunburn sinar matahari, terapi radiasi.
Klasifikasi Luka Bakar
Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tinggi suhu, lamanya pajanan suhu tinggi,
adekuasi resusitasi, dan adanya infeksi pada luka. Selain api yang langsung menjilat tubuh,
baju yang ikut terbakar juga memperdalam luka bakar. Bahan baju yang paling aman adalah
yang terbuat dari bulu domba (wol). Bahan sintetis seperti nilon dan dakron, selain mudah
terbakar juga mudah meleleh oleh suhu tinggi, lalu menjadi lengket sehingga memperberat
kedalaman luka bakar.
Kedalaman luka bakar dideskripsikan dalam derajat luka bakar, yaitu luka bakar
derajat I, II, atau III:
Derajat I
Pajanan hanya merusak epidermis sehingga masih menyisakan banyak jaringan untuk
dapat melakukan regenerasi. Luka bakar derajat I biasanya sembuh dalam 5-7 hari dan
dapat sembuh secara sempurna. Luka biasanya tampak sebagai eritema dan timbul
dengan keluhan nyeri dan atau hipersensitivitas lokal. Contoh luka bakar derajat I
adalah sunburn.
Derajat II
Lesi melibatkan epidermis dan mencapai kedalaman dermis namun masih terdapat
epitel vital yang bisa menjadi dasar regenerasi dan epitelisasi. Jaringan tersebut
misalnya sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan pangkal rambut.
Dengan adanya jaringan yang masih “sehat” tersebut, luka dapat sembuh dalam 2-3
minggu. Gambaran luka bakar berupa gelembung atau bula yang berisi cairan eksudat
dari pembuluh darah karena perubahan permeabilitas dindingnya, disertai rasa nyeri.
Apabila luka bakar derajat II yang dalam tidak ditangani dengan baik, dapat timbul
edema dan penurunan aliran darah di jaringan, sehingga cedera berkembang menjadi
full-thickness burn atau luka bakar derajat III.
• Derajat II dangkal/superficial (IIA)
Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dari dermis. Organ-organ kulit
seperti folikel rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea masih banyak.
Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10-14 hari tanpa terbentuk sikatriks.
• Derajat II dalam/deep (IIB)
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan sisa-sisa jaringan epitel tinggal
sedikit. Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar
sebasea tinggal sedikit. Penyembuhan terjadi lebih lama dan disertai parut hipertrofi.
Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.
Derajat III
Mengenai seluruh lapisan kulit, dari subkutis hingga mungkin organ atau jaringan yang
lebih dalam. Pada keadaan ini tidak tersisa jaringan epitel yang dapat menjadi dasar
regenerasi sel spontan, sehingga untuk menumbuhkan kembali jaringan kulit harus
dilakukan cangkok kulit. Gejala yang menyertai justru tanpa nyeri maupun bula,
karena pada dasarnya seluruh jaringan kulit yang memiliki persarafan sudah tidak
intak.
Berat dan Luas Luka Bakar
Berat luka bakar bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Usia dan kesehatan
pasien sebelumnya akan sangat mempengaruhi prognosis. Adanya trauma inhalasi juga akan
mempengaruhi berat luka bakar.
Jaringan lunak tubuh akan terbakar bila terpapar pada suhu di atas 46oC. Luasnya
kerusakan akan ditentukan oleh suhu permukaan dan lamanya kontak. Luka bakar
menyebabkan koagulasi jaringan lunak. Seiring dengan peningkatan suhu jaringan lunak,
permeabilitas kapiler juga meningkat, terjadi kehilangan cairan, dan viskositas plasma
meningkat dengan resultan pembentukan mikrotrombus. Hilangnya cairan dapat menyebabkan
hipovolemi dan syok, tergantung banyaknya cairan yang hilang dan respon terhadap resusitasi.
Luka bakar juga menyebabkan peningkatan laju metabolik dan energi metabolisme.
Semakin luas permukaan tubuh yang terlibat, morbiditas dan mortalitasnya meningkat,
dan penanganannya juga akan semakin kompleks. Luas luka bakar dinyatakan dalam persen
terhadap luas seluruh tubuh. Ada beberapa metode cepat untuk menentukan luas luka bakar,
yaitu:
Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien. Luas telapak
tangan individu mewakili 1% luas permukaan tubuh. Luas luka bakar hanya dihitung
pada pasien dengan derajat luka II atau III.
Rumus 9 atau rule of nine untuk orang dewasa (Wallace’s rule of nines)
Pada dewasa digunakan ‘rumus 9’, yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung,
pinggang dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas kiri, paha kanan, paha
kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki kiri masing-masing 9%. Sisanya
1% adalah daerah genitalia. Rumus ini membantu menaksir luasnya permukaan tubuh
yang terbakar pada orang dewasa.
Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan kepala anak
jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Karena perbandingan luas
permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal rumus 10 untuk bayi, dan rumus
10-15-20 untuk anak.
Metode Lund dan Browder
Metode yang diperkenalkan untuk kompensasi besarnya porsi massa tubuh di kepala
pada anak. Metode ini digunakan untuk estimasi besarnya luas permukaan pada anak.
Apabila tidak tersedia tabel tersebut, perkiraan luas permukaan tubuh pada anak dapat
menggunakan ‘Rumus 9’ dan disesuaikan dengan usia:
o Pada anak di bawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap tungkai 14%. Torso dan
lengan persentasenya sama dengan dewasa.
o Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun, tambahkan 0.5% untuk tiap tungkai dan
turunkan persentasi kepala sebesar 1% hingga tercapai nilai dewasa.
Lund and Browder chart illustrating the method for calculating the percentage of body
surface area affected by burns in children.
Pembagian Luka Bakar
1. Luka bakar berat (major burn)
a. Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia 50 tahun
b. Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir pertama
c. Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum
d. Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan luas luka
bakar
e. Luka bakar listrik tegangan tinggi
f. Disertai trauma lainnya
g. Pasien-pasien dengan resiko tinggi
2. Luka bakar sedang (moderate burn)
a. Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka bakar derajat III kurang
dari 10 %
b. Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau dewasa > 40 tahun,
dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %
c. Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa yang tidak mengenai
muka, tangan, kaki, dan perineum
3. Luka bakar ringan
a. Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa
b. Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut
c. Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai muka, tangan, kaki,
dan perineum
Patofisiologi
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh kapiler
yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya
ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan edema
dan menimbulkan bula yang mengandung banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan
berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan
kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk
pada luka bakar derajat II, dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat III.
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih
bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala
yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah
menurun dan produksi urin yang berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal
terjadi setelah delapan jam. Pada kebakaran ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah,
dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap atau uap panas yang terisap.
Edema laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala
sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak berwarna gelap akibat jelaga.
Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. CO akan mengikat
hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda
keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang
berat terjadi koma. Bila lebih dari 60% hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal.
Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi serta
penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini ditandai dengan meningkatnya
diuresis.
Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang merupakan medium
yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit diatasi
karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami trombosis. Padahal,
pembuluh ini membawa sistem pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman penyebab infeksi
pada luka bakar, selain berasal dari dari kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman
saluran napas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini
biasanya sangat berbahaya karena kumannya banyak yang sudah resisten terhadap berbagai
antibiotik.
Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus Gram positif yang berasal dari
kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian dapat terjadi invasi kuman Gram negatif,
Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan eksotoksin protease dari toksin lain yang
berbahaya, terkenal sangat agresif dalam invasinya pada luka bakar. Infeksi pseudomonas
dapat dilihat dari warna hijau pada kasa penutup luka bakar. Kuman memproduksi enzim
penghancur keropeng yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk
nanah.
Infeksi ringan dan noninvasif ditandai dengan keropeng yang mudah terlepas dengan
nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan keropeng yang kering dengan
perubahan jaringan di tepi keropeng yang mula-mula sehat menadi nekrotik; akibatnya, luka
bakar yang mula-mula derajat II menjadi derajat III. Infeksi kuman menimbulkan vaskulitis
pada pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan menimbulkan trombosis sehingga
jaringan yang didarahinya nanti.
Bila luka bakar dibiopsi dan eksudatnya dibiak, biasanya ditemukan kuman dan
terlihat invasi kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya. Luka bakar demikian disebut luka
bakar septik. Bila penyebabnya kuman Gram positif, seperti stafilokokus atau basil Gram
negatif lainnya, dapat terjadi penyebaran kuman lewat darah (bakteremia) yang dapat
menimbulkan fokus infeksi di usus. Syok sepsis dan kematian dapat terjadi karena toksin
kuman yang menyebar di darah.
Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat II dapat sembuh dengan
meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa elemen epitel yang
masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel kelenjar keringat, atau sel pangkal
rambut. Luka bakar derajat II yang dalam mungkin meninggalkan parut hipertrofik yang nyeri,
gatal, kaku dan secara estetik jelek. Luka bakar derajat III yang dibiarkan sembuh sendiri akan
mengalami kontraktur. Bila terjadi di persendian, fungsi sendi dapat berkurang atau hilang.
Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut, peristalsis usus
menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase mobilisasi, peristalsis dapat menurun
karena kekurangan ion kalium.
Stres atau badan faali yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat menyebabkan
terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala yang sama dengan gejala
tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak Curling.
Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga keseimbangan protein
menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena eksudasi, metabolisme tinggi dan infeksi.
Penguapan berlebihan dari kulit yang rusak juga memerluka kalori tambahan. Tenaga yang
diperlukan tubuh pada fase ini terutama didapat dari pembakaran protein dari otot skelet. Oleh
karena itu, penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil, dan berat badan menurun. Dengan
demikian, korban luka bakar menderita penyakit berat yang disebut penyakit luka bakar. Bila
luka bakar menyebabkan cacat, terutama bila luka mengenai wajah sehingga rusak berat,
penderita mungkin mengalami beban kejiwaan berat. Jadi prognosis luka bakar ditentukan
oleh luasnya luka bakar.
Fase Pada Luka Bakar
Dalam perjalanan penyakit, dapat dibedakan menjadi tiga fase pada luka bakar, yaitu:
1. Fase awal, fase akut, fase syok
Pada fase ini, masalah utama berkisar pada gangguan yang terjadi pada saluran nafas
yaitu gangguan mekanisme bernafas, hal ini dikarenakan adanya eskar melingkar di dada
atau trauma multipel di rongga toraks; dan gangguan sirkulasi seperti keseimbangan
cairan elektrolit, syok hipovolemia. Yang bisa dilakukan pada fase ini adalah:
menghindarkan pasien dari sumber penyebab luka bakar, evaluasi ABC, periksa apakah
terdapat trauma lain, resusitasi cairan, pemasangan kateter urine, pemsangan NGT,
pemeriksaan tanda vital dan laboratorium, manajemen nyeri, profilaksis tetanus,
pemberian antibiotik dan perawatan luka.
2. Fase setelah syok berakhir, fase sub akut
Masalah utama pada fase ini adalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS)
dan Multi-system Organ Dysfunction Syndrome (MODS) dan sepsis. Hal ini merupakan
dampak dan atau perkembangan masalah yang timbul pada fase pertama dan masalah
yang bermula dari kerusakan jaringan (luka dan sepsis luka)
3. Fase lanjut
Fase ini berlangsung setelah penutupan luka sampai terjadinya maturasi jaringan. Masalah
yang dihadapi adalah penyulit dari luka bakar seperti parut hipertrofik, kontraktur dan
deformitas lain yang terjadi akibat kerapuhan jaringan atau struktur tertentu akibat proses
inflamasi yang hebat dan berlangsung lama
Pembagian zona kerusakan jaringan:
1. Zona koagulasi, zona nekrosis
Merupakan daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi protein) akibat
pengaruh cedera termis, hampir dapat dipastikan jaringan ini mengalami nekrosis
beberapa saat setelah kontak. Oleh karena itulah disebut juga sebagai zona nekrosis.
2. Zona statis
Merupakan daerah yang langsung berada di luar/di sekitar zona koagulasi. Di daerah
ini terjadi kerusakan endotel pembuluh darah disertai kerusakan trombosit dan
leukosit, sehingga terjadi gangguam perfusi (no flow phenomena), diikuti perubahan
permeabilitas kapilar dan respon inflamasi lokal. Proses ini berlangsung selama 12-24
jam pasca cedera dan mungkin berakhir dengan nekrosis jaringan.
3. Zona hiperemi
Merupakan daerah di luar zona statis, ikut mengalami reaksi berupa vasodilatasi tanpa
banyak melibatkan reaksi selular. Tergantung keadaan umum dan terapi yang
diberikan, zona ketiga dapat mengalami penyembuhan spontan, atau berubah menjadi
zona kedua bahkan zona pertama.
Indikasi Rawat Inap Pada Pasien Luka Bakar
Menurut American Burn Association, seorang pasien diindikasikan untuk dirawat inap
bila:
1. Luka bakar derajat III > 5%
2. Luka bakar derajat II > 10%
3. Luka bakar derajat II atau III yang melibatkan area kritis (wajah, tangan, kaki,
genitalia, perineum, kulit di atas sendi utama) risiko signifikan untuk masalah
kosmetik dan kecacatan fungsi
4. Luka bakar sirkumferensial di thoraks atau ekstremitas
5. Luka bakar signifikan akibat bahan kimia, listrik, petir, adanya trauma mayor lainnya,
atau adanya kondisi medik signifikan yang telah ada sebelumnya
6. Adanya trauma inhalasi
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan:
1. Pemeriksaan darah rutin dan kimia darah
2. Urinalisis
3. Pemeriksaan keseimbangan elektrolit
4. Analisis gas darah
5. Radiologi – jika ada indikasi ARDS
6. Pemeriksaan lain yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis SIRS dan MODS
4. Plan
1. Diagnosis : Luka bakar derajat II a-b dengan luas 53%
2. Penatalaksanaan :
Pasang DC
Metode Bexter:
Cairan IVFD RL 4 x 53% x 8,5 = 1802 cc
1802 cc : 2 = 901 ml selama 8 jam pertama 28 tpm (makro)
901 ml 16 jam berikutnya 14 tpm (makro)
Inj Ranitidin 2 x 8,5 mg
Inj Cefotaxim 2 x 425 mg
Inj Gentamisin 1 x 42 mg
Drip morphine 0,5 mg / jam drip
Pasien dipuasakan
3. Cuci luka Salep Burnazin Sufratul Kassa Lembab Kassa Kering
4. Konsultasi : jika keadaan memburuk (terjadi infeksi luas), segera rujuk pasien ke
spesialis bedah.
Daftar Pustaka:
1. Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, De Jong W, editor. Buku
ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005. h. 73-5.
2. Naradzay JFX, Alson R. Thermal burns. Dalam: Slapper D, Talavera F, Hirshon JM,
Halamka J, Adler J, editors. Diunduh dari: http://www.emedicine health .com . 13 Januari
2013.
3. Noor BA, Putra DA, dkk. Luka Bakar. Departemen Ilmu Bedah FKUI/ RSCM, Jakarta.
Diunduh dari: www.generalsurgery-fkui.blogspot.com 13 Januari 2013.
top related