pictorial riddle
Post on 28-Dec-2015
382 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Pictorial Riddle
Alhamdulillah masih bisa update blog lagi. Kembali saya akan mempost mengenai model
pembelajaran. Kali ini model pembelajaran yang akan saya ulas disini adalah model
pembelajaranPictorial Riddle atau teka-teki gambar. Model Pictorial Riddle termasuk dalam
kelompok model Inquiry. Model pembelajaran Pictorial Riddle dan model pembelajaran Problem
Based Learning Based Internetmerupakan model pembelajaran yang diterapkan Nur'aini saat
menyusun skripsinya. Skripsi tersebut disusun dengan membandingkan dua model pembelajaran
terhadap hasil belajar siswa sehingga akhirnya akan diketahui manakah dari kedua model
pembelajaran tersebut yang lebih efektif untuk dilaksanakan.
Nah silahkan anda simak kajian teori mengenai Model pembelajaran Pictorial Riddle yang saya
kutip dari uraian Nur'aini berikut ini...
Sebelum kita membahas model pembelajaran Pictorial Riddle, lebih dulu marilah kita pahami apa
saja yang termasuk kelompok model pembelajaran Inquiry. Moh. Amin (dalam Sudirman N, 1992)
menguraikan tentang tujuh jenis model pembelajaran inquiry-discovery sebagai berikut :
1. Guided Discovery-Inquiry Lab. Lesson Sebagian perencanaan dibuat oleh guru. Selain itu guru
menyediakan kesempatan bimbingan atau petunjuk yang cukup luas kepada siswa. Dalam hal
ini siswa tidak merumuskan problema, sementara petunjuk yang cukup luas tentang
bagaimana menyusun dan mencatat diberikan oleh guru.
2. Modified Discovery-Inquiry Guru hanya memberikan problema saja. Biasanya disediakan pula
bahan atau alat-alat yang diperlukan, kemudian siswa diundang untuk memecahkannya
melalui pengamatan, eksplorasi dan atau melalui prosedur penelitian untuk memperoleh
jawabannya. Pemecahan masalah dilakukan atas inisiatif dan caranya sendiri secara
berkelompok atau perseorangan. Guru berperan sebagai pendorong, nara sumber, dan
memberikan bantuan yang diperlukan untuk menjamin kelancaran proses belajar siswa.
3. Free Inquiry
Kegiatan free inquiry dilakukan setelah siswa mempelajarai dan mengerti bagaimana
memecahkan suatu problema dan telah memperoleh pengetahuan cukup tentang bidang studi
tertentu serta telah melakukan modified discovery-inquiry. Dalam metode ini siswa harus
mengidentifikasi dan merumuskan macam problema yang akan dipelajari atau dipecahkan.
4. Invitation Into Inquiry
Siswa dilibatkan dalam proses pemecahan problema sebagaimana cara-cara yang lazim diikuti
scientist. Suatu undangan (invitation) memberikan suatu problema kepada siswa, dan melalui
pertanyaan masalah yang telah direncanakan dengan hati-hati mengundang siswa untuk
melakukan beberapa kegiatan atau kalau mungkin, semua kegiatan sebagai berikut :
merancang eksperimen, merumuskan hipotesis, menetapkan kontrol, menentukan sebab
akibat, menginterpretasi datadan membuat grafik
5. Inquiry Role Approach
Inquiry Role Approach merupakan kegiatan proses belajar yang melibatkan siswa dalam tim-
tim yang masing-masing terdiri tas empat anggota untuk memecahkan invitation into inquiry.
Masing-masing anggota tim diberi tugas suatu peranan yang berbeda-beda sebagai berikut :
koodinator tim, penasihat teknis, pencatat data dan evaluator proses
6. Pictorial Riddle
Pendekatan dengan menggunakan Pictorial Riddle adalah salah satu teknik atau metode untuk
mengembangkan motivasi dan minat siswa di dalam diskusi kelompok kecil maupun besar.
Gambar atau peragaan, peragaan, atau situasi yang sesungguhnya dapat digunakan untuk
meningkatkan cara berfikir kritis dan kreatif siswa. Suatu ridlle biasanya berupa gambar di
papan tulis, papan poster, atau diproyeksikan dari suatu trasparansi, kemudian guru
mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan ridlle itu.
7. Synectics Lesson
Pada dasarnya syntetics memusatkan pada keterlibatan siswa untyuk membuat berbagai
macam bentuk metafora (kiasan) supaya dapat membuka intelegensinya dan mengembangkan
kreativitasnya. Hal ini dapat dilaksankan karena metafora dapat membantu dalam melepaskan
“ikatan struktur mental” yang melekat kuat dalam memandang suatu problema sehingga
dapat menunjang timbulnya ide-ide kreatif.
Setelah kita ketahui apa saja jenis-jenis model pembelajaran Inquiry, sekarang akan saya uraikan
pengertian, langkah-langkah serta kelebihan dan kekurangan model pembelajaran Pictorial
Riddle.
A. Pengertian
Model Pictorial Riddle adalah suatu model pembelajaran untuk mengembangkan motivasi dan
minat siswa dalam diskusi kelompok kecil maupun besar melalui suatu riddle bergambar di papan
tulis, papan poster atau diproyeksikan dari suatu transparasi, kemudian guru mengajukan
pertanyaan yang berkaitan dengan riddle tersebut.
(http://wwwpojokfisikauniflor.blogspot.com/2011/02/pendekatan-inkuiri-dalam-
pembelajaran.html).
B. Langkah-langkah
Langkah-langkah model pembelajaran Pictorial Riddle dapat dirinci sebagai berikut:
1. Siswa disajikan permasalahan yang gambar peristiwa yang menimbulkan teka-teki.
2. Siswa mengidentifikasi masalah secara berkelompok dari permasalahan yang diberikan.
3. Siswa melakukan pengamatan berdasarkan riddle bergambar yang mengandung
permasalahan.
4. Siswa merumuskan penjelasan melalui diskusi
5. Siswa mengadakan analisis inkuiri melalui tanya jawab (Samsudin, 2011: 10).
C. Kelebihan dan Kekurangan
Seperti halnya model pembelajaran yang lain, model pembelajaran Pictorial Riddle juga
mempunyai kelebihan maupun kekurangan. Adapun kelebihan model pembelajaran Pictorial
Riddle, antara lain:
1. Siswa lebih memahami konsep-konsep dasar dan dapat mendorong siswa untuk mengeluarkan
ide-idenya.
2. Melalui teka-teki bergambar, materi yang diberikan dapat lebih lama terekam dalam ingatan
siswa.
3. Mendorong siswa untuk berpikir kritis sehingga siswa mampu mengeluarkan inisiatifnya
sendiri.
4. Mendorong siswa untuk dapat berpikir intuitif dan merumuskan hipotesisnya sendiri.
5. Meningkatkan motivasi belajar siswa.
6. Siswa tidak hanya belajar tentang konsep-konsep dan prinsip- prinsip, tetapi ia juga
mengalami proses belajar tentang pengarahan diri sendiri, tanggung jawab, komunikasi sosial.
7. Dapat membentuk dan mengembangkan self-concept pada diri siswa.
8. Dapat memperkaya dan memperdalam materi yang dipelajari sehingga materi dapat bertahan
lama di dalam ingatan.
Adapun kekurangan model pembelajaran Pictorial Riddle, antara lain:
1. Siswa yang terbiasa belajar dengan hanya menerima informasi dari guru akan kesulitan jika
dituntut untuk berpikir sendiri.
2. Guru dituntut mengubah kebiasaan mengajarnya yang mulanya sebagai pemberi atau penyaji
informasi menjadi sebagai fasilitator, motivator, dan pembimbing siswa dalam belajar.
3. Banyaknya kebebasan yang diberikan siswa dalam belajar tidak menjamin bahwa siswa belajar
dengan tekun, penuh aktivitas, dan terarah.
4. Berbagai sumber belajar dan fasilitas yang dibutuhkan tidak selalu mudah disediakan.
5. Siswa membutuhkan lebih banyak bimbingan guru untuk melakukan penyelidikan atau pun
aktivitas belajar lain.
6. Penggunaan model pembelajaran ini pada kelas besar serta jumlah guru yang terbatas
membuat tidak optimalnya pembelajaran.
7. Pemecahan masalah dapat bersifat mekanistis, formalitas, dan membosankan
(http://wwwpojokfisikauniflor.blogspot.com/2011/02/pendekatan-inkuiri-dalam-
pembelajaran.html).
Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa kelebihan model pembelajaran Pictorial Riddle adalah
dapat merangsang siswa untuk berfikir lebih kritis terhadap permasalahan yang disajikan dalam
bentuk teka-teki bergambar. Hal tersebut karena teka-teki bergambar dapat menggugah
keingintahuan siswa terhadap permasalahan yang dihadirkan, sehingga siswa terdorong untuk
lebih dalam lagi mempelajari permasalahan tersebut. Sedangkan kekurangan model
pembelajaran Pictorial Riddleadalah sulitnya pengkondisian kelas yang nantinya guru lakukan
dikarenakan dalam model pembelajaran ini siswa mempunyai kebebasan yang lebih banyak untuk
melakukan aktivitas di dalam kelompoknya.
Itulah sedikit uraian mengenai model pembelajaran Pictorial Riddle yang mungkin terlihat
sederhanadan menggunakan media pembelajaran yang murah meriah juga, namun tentunya
model tersebut dapat memfasilitasi siswa untuk mengembangkan kreatifitas dan inisiatifnya
dalam menyelesaikan masalah.
Nah bagaimana bapak ibu guru (dan calon guru) semua, tertarik untuk menerapkan model
pembelajaran Pictorial Riddle dikelas?
Good luck N' Wassalamu'alaikum...
SOURCE :
Sudirman, N. 1992. Ilmu Pendidikan. Bandung : Rosdakarya.
Samsudin, Achmad. 2011. Slide Presentasi Jurusan Fisika FPMIPA UPI Belajar dan
Pembelajaran Fisika. Bandung: tidak diterbitkan.
Fisika Uniflor. 2011. “Pendekatan Inkuiri Dalam Pembelajaran SAINS”.
http://wwwpojokfisikauniflor.blogspot.com/2011/02/pendekatan-inkuiri-dalam-
pembelajaran.html (diakses tanggal 2 November 2011 pukul 10.18).
Maka kali ini akan saya coba untuk menambahkan sedikit uraian tentang tahapan model pictorial
riddle. Semoga tambahan uraian berikut ini dapat kita pahami dan laksanakan.
Btw, ada beberapa referensi yang menyebut pictorial riddle sebagai metode pembelajaran, namun
ada juga yang menyebutnya sebagai model pembelajaran. Terlepas dari mana istilah yang benar,
saya anggap bahwa pictorial riddle sebagai suatu model pembelajaran.
Untuk lebih jelasnya, silahkan disimak uraian berikut ini ...
Model Pembelajaran Inquiry dengan Metode Pictorial Riddle
Pictorial Riddle merupakan salah satu dari beberapa jenis inquiry yang dapat diikuti. Pendekatan
dengan menggunakan Pictorial Riddle adalah salah satu teknik atau metode untuk
mengembangkan motivasi dan minat siswa di dalam diskusi kelompok kecil maupun besar.
Metode ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk memecahkan masalah yang telah
disampaikan sebelumnya oleh guru melalui gambar, peragaan, atau situasi yang sesungguhnya.
Siswa mendiskusikan teka-teki bergambar
Gambar, peragaan, atau situasi yang sesungguhnya dapat digunakan untuk meningkatkan cara
berfikir kritis dan kreatif siswa (Moh. Amin dalam Sudirman dkk : 1989).
Tahapan dalam proses pembelajaran model inquiry dengan pictorial riddle dilakukan sesuai
dengan tahapan pembelajaran dengan model inquiry, akan tetapi ada modifikasi dalam penyajian
masalahnya yang dikemukakan dengan metode pictorial riddle.
Ada beberapa pendapat berkenaan dengan tahapan pelaksanaan model inquiry salah satunya
adalah pendapat Mulyasa dimana Strategi pelaksanaan inquiry tersebut adalah:
1. Guru memberikan penjelasan, instruksi atau pertanyaan terhadap materi yang akan diajarkan.
2. Memberikan tugas kepada peserta didik untuk menjawab pertanyaan, yang jawabannya bisa
didapatkan pada proses pembelajaran yang dialami siswa.
3. Guru memberikan penjelasan terhadap persoalan-persoalan yang mungkin membingungkan
peserta didik.
4. Resitasi untuk menanamkan fakta-fakta yang telah dipelajari sebelumnya.
5. Siswa merangkum dalam bentuk rumusan sebagai kesimpulan yang dapat
dipertanggungjawabkan
Pendapat diatas dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Memberikan penjelasan, instruksi, dan pertanyaan
Siswa diundang ke dalam suatu permasalahan yang menimbulkan teka-teki. Permasalahan
yang diberikan ditampilkan dalam bentuk gambar, peragaan atau situasi yang sebenarnya.
Kemudian siswa menanyakan tentang apa yang mereka dapat dari permasalahan tersebut atau
guru yang memberikan pertanyaan kepada siswa sesuai materi yang ditampilkan.
2. Memberikan tugas kepada siswa untuk menjawab pertanyaan
Siswa diberikan kesempatan oleh guru untuk diskusi secara kelompok kecil untuk mencari
jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang telah diajukan sebelumnya. Kemudian Siswa
diberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan tersebut.
3. Guru memberikan jawaban yang mungkin membingungkan siswa
Guru meluruskan jawaban-jawaban siswa dan menjawab pertanyaan yang tidak dapat dijawab
oleh siswa atau yang mingkin membingungkan siswa.
4. Resitasi
Siswa diminta untuk mengungkapkan kembali apa yang telah didapatkannya dalam
pembelajaran.
5. Siswa menarik kesimpulan
Siswa diminta untuk merangkum dalam bentuk rumusan sebagai kesimpulan hasil
pembelajaran yang dapat dipertanggungjawabkan.
Adapun contoh skenario pembelajaran pictorial riddle yang tertuang dalam RPP (kegiatan inti)
adalah sebagai berikut :
Eksplorasi
1. Siswa berkelompok secara heterogen. Setiap kelompok beranggotakan 5-6 siswa.
2. Siswa mengamati gambar masalah sosial dan masalah pribadi yang masih berupa teka-teki.
3. Berdasarkan gambar masalah sosial dan masalah pribadi tersebut siswa bertanya jawab
tentang perbedaan keduanya.
4. Siswa secara berkelompok mendiskusikan gambar tentang masalah sosial tersebut. Masing-
masing kelompok mendiskusikan teka-teki bergambar tentang masalah sosial yang berbeda-
beda. Pokok permasalahan yang harus siswa diskusikan dalam kelompoknya adalah:
1. Bentuk masalah sosial yang ada dalam gambar.
2. Faktor penyebab adanya permasalahan sosial tersebut.
3. Akibat yang dapat timbul dari masalah sosial tersebut.
4. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan.
5. Salah seorang siswa dari masing-masing kelompok mencatat hasil penyelesaian permasalahan
dari kelompoknya.
Elaborasi
1. Perwakilan kelompok mempresentasikan teka-teki bergambar yang telah didiskusikan dengan
kelompoknya. Kelompok lain menanggapi dengan memberikan pertanyaan atau masukan
berkaitan dengan hasil presentasi.
2. Kelompok presentasi mencatat semua masukan yang diberikan oleh kelompok lain untuk
kemudian dibahas kembali dengan kelompoknya dan diputuskan mana diantara masukan-
masukan tersebut yang dapat dijadikan alternatif jawaban yang tepat.
3. Kelompok presentasi menyimpulkan rekomendasi yang dapat dilakukan.
4. Setelah kelompok pertama selesai dilanjutkan dengan kelompok lain sampai masing-masing
kelompok mendapat giliran mempresentasikan hasil diskusi.
Konfirmasi
1. Siswa diarahkan untuk merefleksikan pengalaman belajar yang telah dilakukan.
2. Siswa memberikan tanggapan atau mengajukan pertanyaan berkaitan dengan materi yang
telah dipelajari.
3. Siswa atau kelompok yang dinilai aktif mengikuti kegiatan pembelajaran menerima reward.
4. Guru memotivasi siswa yang belum atau kurang aktif agar dapat berpartisipasi aktif dalam
pengalaman belajar selanjutnya.
Kutipan skenario pembelajaran tersebut saya ambil dari RPP yang disusun oleh mbak Nur'aini.
Sebab yang menggunakan model pembelajaran Pictorial Riddle adalah mbak Nur'aini.
Daftar Pustaka :
Sudirman dkk. 1987. Ilmu Pendidikan. Bandung : CV. Remadja Karya
DISCOVERY INQUIRY SEBUAH METODETujuan pembangunan nasional sebagaimana tercantum dalam GBHN adalah
pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan
masyarakat Indonesiaseluruhnya. Hal ini berarti bahwa pembangunan tidak
hanya mengejar kepuasan lahiriah saja seperti sandang, pangan, papan, dan
kesehatan saja ataupun mengejar kepuasan batiniah seperti pendidikan, rasa
aman, bebas mengeluarkan pendapat yang bertanggung jawab dan rasa keadilan
saja, melainkan antara pembangunan lahiriah dan batiniah tersebut haruslah
berjalan seiring secara serasi.
Untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional seperti yang tercantum
di atas, maka sudah barang tentu akan sangat diperlukan sumber daya manusia
yang berkualitas. Dalam hal ini pendidikan merupakan salah satu sarana
untuk menciptakan sumber daya - sumber daya manusia yang berkualitas
tersebut.
Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan. Sifatnya mutlak dalam kehidupan, baik dalam kehidupan seseorang,
keluarga, maupun bangsa dan Negara. Maju mundurnya suatu bangsa banyak
ditentukan oleh maju mundurnya pendidikan bangsa itu (Sudirman N, dkk, 1992
: 3).
Tujuan pendidikan dan pengajaran di Indonesia berlandaskan pada falsafah
hidup bangsa, yaitu Pancasila. Bila kita kaji lebih jauh lagi apa yang
diuraikan dalam Pasal 4 UUSPN No. 2 tahun 1989, maka kita dapat mengetahui
apa yang menjadi tujuan pendidikan di Indonesia dimana Pendidikan Nasional
bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia
seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha
Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Untuk mecapai tujuan pendidikan nasional tersebut, guru sebagai ujung
tombak pelaksana pendidikan di lapangan sangat menentukan keberhasilannya.
Dalam hal ini guru dapat dikatakan sebagai pemegang peranan utama dalam
proses pendidikan yang tercermin dalam proses belajar-mengajar di sekolah.
Dalam proses belajar-mengajar melibatkan banyak factor. Dapat dijelaskan
bahwa masukan (raw input) yang merupakan bahan dasar diberikan pengalaman
belajar tertentu dalam proses belajar-mengajar, dengan harapan dapat
berubah menjadi keluaran (expected) input) yang berupa hasil belajar yang
diharapkan. Dalam proses belajar-mengajar diharapkan pula sejumlah factor
sarana dan factor lingkungan guna menunjang tercapainya keluaran yang
dikehendaki.
Pada saat proses belajar–mengajar berlangsung di kelas, akan terjadi
hubungan timbal balik antara guru dan siswa yang beraneka ragam, dan itu
akan mengakibatkan terbatasnya waktu guru untuk mengontrol bagaimana
pengaruh tingkah lakunya terhadap motivasi belajar siswa. Selama pelajaran
berlangsung guru sulit menentukan tingkah laku mana yang berpengaruh
positif terhadap motivasi belajar siswa, misalnya gaya mengajar mana yang
memberi kesan positif pada diri siswa selama ini, strategi mana yang dapat
membantu kejelasan konsep selama ini, media dan metode mana yang tepat
untuk dipakai dalam menyajikan suatu bahan sehingga dapat membantu
mengaktifkan siswa dalam belajar.
Hal tersebut memperkuat anggapan bahwa guru dituntut untuk lebih kreatif
dalam proses belajar – mengajar, sehingga tercipta suasana belajar yang
menyenangkan pada diri siswa yang pada akhirnya meningkatkan motivasi
belajar siswa.
Selanjutnya Djamarah Syaiful Bahri (2005) mengatakan bahwa kedudukan metode
sebagai alat motivasi ekstrinsik dalam kegiatan belajar–mengajar hendaknya
dipahami benar oleh guru. Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif
dan berfungsi, karena ada perangsang dari luar. Sehingga metode dalam hal
ini berkedudukan sebagai alat untuk meningkatkan minat belajar siswa dari
luar. Dalam menyampaikan suatu bahan pelajaran, guru harus mampu melakukan
pengorganisasian terhadap seluruh komponen pelajaran, yang salah satunya
adalah metode mengajar.
Syaiful bahri Djamarah, (1991) mengemukakan pendapatnya mengenai metode
memgajar sebagai berikut : “Metode adalah salah satu cara yang dipergunakan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar
mengajar metode sangat diperlukan oleh setiap guru yang penggunaannya
sangat bervariasi sesuai dengan karakteristik tujuan yang ingin dicapai
setelah pembelajaran berakhir. Seorang guru tidak akan dapat melaksanakan
tugasnya bila tidak memguasai satu pun metode mengajar yang telah
dirumuskan oleh para ahli psikologi pendidikan”.
Pendapat terserbut didukung oleh Karo-karo Ing S. Ulih Bukit (1975) yang
mengemukakan bahwa metode mengajar ialah suatu cara tau jalan yang
berfungsi sebagai alat yang digunakan dalam pengajaran untuk mencapai
tujuan pengajaran.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode mengajar merupakan suatu
teknik atau cara yang ditempuh guru dalam menyampaikan bahan pelajaran
kepada siswa dan melibatkan interaksi yang aktif dan dinamis antara guru
dan siswa, sehingga tujuan belajar yang telah ditetapkan dapat tercapai
secara efektif dan efisien.
Metode Penemuan (Discovery-Inquiry)
Metode penemuan adalah cara penyajian pelajaran yang banyak melibatkan
siswa dalam proses-proses mental dalam rangka penemuannya. Menurut Sund
(Sudirman N, 1992 ), discovery adalah proses mental, dan dalam proses itu
individu mengasimilasi konsep dan prinsip-prinsip.
Istilah asing yang sering digunakan untuk metode ini ialah discoveryyang
berarti penemuan, atau inquiry yang berarti mencari. Mengenai penggunaan
istilah discovery dan inquiry para ahli terbagi ke dalam dua pendapat,
yaitu :
Istilah-istilah discovery dan inquiry dapat diartikan dengan maksud
yang sama dan digunakan saling bergantian atau keduanya sekaligus.
Istilah discovery, sekalipun secara umum menunjuk kepada pengertian
yang sama dengan inquiry, pada hakikatnya mengandung perbedaan
dengan inquiry.
Moh. Amin (Sudirman N, 1992 ) menjelaskan bahwa pengajaran discoveryharus
meliputi pengalaman-pengalaman belajar untuk menjamin siswa dapat
mengembangkan proses-proses discovery. Inquiry dibentuk dan
meliputidiscovery dan lebih banyak lagi. Dengan kata lain, inquiry adalah
suatu perluasan proses-proses discovery yang digunakan dalam cara lebih
dewasa. Sebagai tambahan pada proses-proses discovery, inquirymengandung
proses-proses mental yang lebih tinggi tingkatannya, misalnya merumuskan
problema sendiri, merancang eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan
dan menganalisis data, menarik kesimpulan, mempunyai sikap-sikap obyektif,
jujur, hasrat ingin tahu, terbuka, dan sebagainya.
Mengenai kelebihan dan kekurangan metode penemuan/discovery-
inquirydiuraikan oleh Sudirman N, dkk (1992) sebagai berikut :
Kelebihan metode penemuan/discovery-inquiry :
1. Strategi pengajaran menjadi berubah dari yang bersifat penyajian
informasi oleh guru kepada siswa sebagai penerima informasi yang baik
tetapi proses mentalnya berkadar rendah, menjadi pengajaran yang
menekankan kepada proses pengolahan informasi di mana siswa yang
aktif mencari dan mengolah sendiri informasi yang kadar proses
mentalnya lebih tinggi atau lebih banyak.
2. Siswa akan mengerti konsep-konsep dasar atau ide lebih baik.
3. Membantu siswa dalam menggunakan ingatan dan dalam rangka transfer
kepada siutuasi-situasi proses belajar yang baru.
4. Mendorong siswa untuk berfikur dan bekerja atas inisiatifnya sendiri.
5. Memungkinkan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber
belajar yang tida hanya menjadikan guru sebagai satu-satunya sumber
belajar.
6. Metode ini dapat memperkaya dan memperdalam materi yang dipelajari
sehingga retensinya 9tahan lama dalam ingatan) menjadi lebih baik.
Kekurangan metode penemuan/discovery-inquiry :
1. Memerlukan perubahan kebiasaan cara belajar siswa yang menerima
informasi dari guru apa adanya, ke arah membiasakan belajar mandiri
dan berkelompok dengan mencari dan mengolah informasi sendiri.
Mengubah kebiasaan bukanlah sesuatu yang mudah, apalagi kebiasaan
yang telah bertahun-tahun dilakukan.
2. Guru dituntut mengubah kebiasaan mengajar yang umumnya sebagai
pemberi informasi menjadi fasilitator, motivator, dan pembimbing
siswa dalam belajar. Inipun bukan pekerjaan yang mudah karena umumnya
guru merasa belum puas kalau tidak banyak menyajikan informasi
(ceramah).
3. Metode ini memberikan kebebasan pada siswa dalam belajar, tetapi
tidak berarti menjamin bahwa siswa belajar dengan tekun, penuh
aktivitas, dan terarah.
4. Cara belajar siswa dalam metode ini menuntut bimbingan guru yang
lebih baik. Dalam kondisi siswa banyak (kelas besar) dan guru
terbatas, agaknya metode ini sulit terlaksana dengan baik.
Jenis-Jenis Metode Penemuan (Discovery-Inquiry)
Moh. Amin (Sudirman N, 1992) menguraikan tentang tujuh jenis inquiry-
discovery yang dapat diikuti sebagai berikut :
1. Guided Discovery-Inquiry Lab. Lesson
Sebagian perencanaan dibuat oleh guru. Selain itu guru menyediakan
kesempatan bimbingan atau petunjuk yang cukup luas kepada siswa.
Dalam hal ini siswa tidak merumuskan problema, sementara petunjuk
yang cukup luas tentang bagaimana menyusun dan mencatat diberikan
oleh guru.
2. Modified Discovery-Inquiry
Guru hanya memberikan problema saja. Biasanya disediakan pula bahan
atau alat-alat yang diperlukan, kemudian siswa diundang untuk
memecahkannya melalui pengamatan, eksplorasi dan atau melalui
prosedur penelitian untuk memperoleh jawabannya. Pemecahan masalah
dilakukan atas inisiatif dan caranya sendiri secara berkelompok atau
perseorangan. Guru berperan sebagai pendorong, nara sumber, dan
memberikan bantuan yang diperlukan untuk menjamin kelancaran proses
belajar siswa.
3. Free Inquiry
Kegiatan free inquiry dilakukan setelah siswa mempelajarai dan
mengerti bagaimana memecahkan suatu problema dan telah memperoleh
pengetahuan cukup tentang bidang studi tertentu serta telah
melakukan modified discovery-inquiry. Dalam metode ini siswa harus
mengidentifikasi dan merumuskan macam problema yang akan dipelajari
atau dipecahkan.
4. Invitation Into Inquiry
Siswa dilibatkan dalam proses pemecahan problema sebagaimana cara-
cara yang lazim diikuti scientist. Suatu undangan (invitation)
memberikan suatu problema kepada siswa, dan melalui pertanyaan
masalah yang telah direncanakan dengan hati-hati mengundang siswa
untuk melakukan beberapa kegiatan atau kalau mungkin, semua kegiatan
sebagai berikut : merancang eksperimen,merumuskan
hipotesis, menetapkan kontrol, menentukan sebab
akibat, menginterpretasi datadan membuat grafik
5. Inquiry Role Approach
Inquiry Role Approach
merupakan kegiatan proses belajar yang melibatkan siswa dalam tim-tim
yang masing-masing terdiri tas empat anggota untuk
memecahkan invitation into inquiry. Masing-masing anggota tim
diberi tugas suatu peranan yang berbeda-beda
sebagai berikut :koodinator tim, penasihat teknis, pencatat data
dan evaluator proses
6. Pictorial Riddle
Pendekatan dengan menggunakan pictorial riddle adalah salah satu
teknik atau metode untuk mengembangkan motivasi dan minat siswa di
dalam diskusi kelompok kecil maupun besar. Gambar atau peragaan,
peragaan, atau situasi yang sesungguhnya dapat digunakan untuk
meningkatkan cara berfikir kritis dan kreatif siswa.
Suatu ridlle biasanya berupa gambar di papan tulis, papan poster,
atau diproyeksikan dari suatu trasparansi, kemudian guru mengajukan
pertanyaan yang berkaitan dengan ridlle itu.
7. Synectics Lesson
Pada dasarnya syntetics memusatkan pada keterlibatan siswa untyuk membuat berbagai
macam bentuk metafora (kiasan) supaya dapat membuka intelegensinya dan
mengembangkan kreativitasnya. Hal ini dapat dilaksankan karena metafora dapat membantu
dalam melepaskan “ikatan struktur mental” yang melekat kuat dalam memandang suatu
problema sehingga dapat menunjang timbulnya ide-ide kreatif.
Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri dengan Metode Pictorial Riddle dalam Pencapaian Ketuntasan Belajar Fisika (Analisis Tindakan Siswa Kelas VIII MTs Negeri Tulehu Materi Alat-alat Optik)
Penerapaan Model Inkuiri dengan Metode Pictorial Riddle dalam pencapaian ketuntasan belajar fisika ( Analisis tindakan siswa kelas VIII MTs Negeri Tulehu Materi Alat–alat optik ) Jurusan Fisika Fakultas Keguruan dan ilmu pendidikan Universitas Darussalam Ambon, dengan rumusanmasalah apakah model inkuiri dengan metode pictorial riddle dapat meningkatkan prestasi belajar siswa untuk mencapai ketuntasan belajar fisika materi alat–alat optik. Tipe penelitian kualitatif. Yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII MTs Negeri Tulehu. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII1, yang berjumlah 27 siswa. Data dikumpulkan dengan menggunakan instrument berupa tes awal, lembar pengamatan afektif dan psikomotor dan tes akhir. Variabel yang digunakan variable tunggal yakni kemampuan siswa dalam menyerap materi alat–alat optik dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri dengan metode pictorial riddle. Selanjutnya hasil pengumpulan data di
analisis secara kulitatif. Hasil analisis menunjukan bahwa pencapaian hasil belajar fisika siswa dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri dengan metode pictorial riddle dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dalam pencapaian ketuntasan belajar materi alat–alat optic, dengan nilai yang diperoleh (77,59%).Kata Kunci : Inkuiri, Pictorial Riddle, Ketuntasan Belajar, Alat – alat Optik.
Inquiry Tipe Pictorial Riddle
Salah satu model pembelajaran inquiri yang dikemukakan oleh Sund dan Trowbridge yaitu pictorial riddle. Biasanya, suatu riddle berupa gambar di papan tulis, poster, diproyeksikan dari suatu transparansi atau melalui media LCD, kemudian guru mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan riddle itu.[1] Pictorial riddle merupakan pendekatan yang mempresentasikan informasi ilmiah dalam bentuk poster atau gambar yang digunakan sebagai sumber diskusi.
Pictorial riddle merupakan metode mengajar yang dapat mengembangkan motivasi dan minat siswa dalam diskusi kelompok kecil.[2] Gambar peragaan, atau situasi sesungguhnya dapat digunakan untuk meningkatkan cara berfikir kritis dan kreatif para siswa. Keunggulan penggunaan metode pictorial riddle dalam proses pembelajaran adalah mendidik siswa untuk berfikir kritis yang secara fisik dan mental terlibat dalam kegiatan belajar mengajar sehingga dapat memacu kreatifitas siswa dan motivasi siswa untuk belajar lebih baik dan akhirnya pemahaman siswa terhadap konsep suatu materi dapat lebih baik pula.
Metode pictorial riddle menggunakan media gambar sebagai pusat diskusi. Kemudian untuk merumuskan suatu masalah dalam gambar tersebut, setiap kelompok membagi tugas masing-masing, selanjutnya setiap anggota kelompok meneliti, sehingga siswa bisa menemukan sendiri inti dari materi pembelajaran, setelah itu perwakilan kelompok untuk mempresentasikan hasilnya di depan kelas.
[1] Hamruni, Strategi dan Model-Model Pembelajaran Aktif Menyenangkan (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2009), hlm. 146.
[2] E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2007), hlm.168
Model Pembelajaran Inquiry
Model pembelajaran inquiry merupakan suatu bentuk instruksional kognitif yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi secara aktif menggunakan konsep-konsep dan prinsip-prinsip serta melakukan eksperimen-eksperimen yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan konsep dan prinsip sendiri. Inquiry adalah suatu cara penyampaian dengan
penelaahan sesuatu yang bersifat mencari secara kritis, analisis, dan argumentatif (ilmiah) dengan menggunakan langkah-langkah tertentu menuju suatu kesimpulan.[1] Piaget mengemukakan bahwa inquiry merupakan model yang mempersiapkan siswa pada situasi untuk melakukan eksperimen sendiri secara leluasa agar melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan mencari jawabannya sendiri serta menghubungkan penemuan yang satu dengan penemuan yang lain, membandingkan apa yang ditemukan dengan apa yang ditemukan siswa yang lain.[2] Pembelajaran dengan model inquiry merupakan pendekatan pembelajaran yang berupaya menanamkan dasar-dasar berpikir ilmiah pada diri siswa, sehingga dalam proses pembelajaran ini siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kreativitas dalam memecahkan masalah.
Ada beberapa hal yang menjadi konsep dasar (ciri utama) model pembelajaran inquiry sebagai berikut:[3]
a. Model inquiry menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya model inquiry menempatkan siswa sebagai subjek belajar.
b. Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari suatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief).
c. Tujuan dari penggunaan model pembelajaran inquiry adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental.
Sudjana menyatakan ada lima tahapan yang ditempuh dalam melaksanakan pembelajaran inquiry, antara lain:[4]
a. Merumuskan masalah untuk dipecahkan oleh siswa.
b. Menetapkan jawaban sementara atau lebih dikenal dengan istilah hipotesis.
c. Mencari informasi, data, dan fakta yang diperlukan untuk menjawab hipotesis atau permasalahan.
d. Menarik kesimpulan jawaban atau generalisasi.
e. Mengaplikasikan kesimpulan.
Adapun pelaksanaan model pembelajaran inquiry, antara lain.[5]
a. Guru memberi tugas meneliti suatu masalah ke kelas.
b. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, dan masing-masing kelompok mendapat tugas tertentu yang harus dikerjakan.
c. Siswa mempelajari, meneliti atau membahas tugasnya di dalam kelompok.
d. Siswa mendiskusikan hasil kerja dalam kelompok, kemudian membuat laporan dengan baik.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran inquiryadalah model yang mampu menggiring peserta didik untuk menyadari apa yang telah didapatkan selama belajar. Model ini menempatkan siswa sebagai subyek belajar yang aktif. Model inquiry salah satu model pembelajaran yang memungkinkan para siswa mendapatkan jawabannya sendiri dan materi pembelajaran yang disampaikan tidak dalam bentuk final dan tak langsung, artinya dalam model inquiry siswa sendiri diberi peluang untuk mencari, meneliti dan memecahkan jawaban, menggunakan teknik pemecahan masalah.
[1] Moh. Uzer Usman, Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1993), hlm.125.
[2] E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2007), hlm.108.
[3] Hamruni, Strategi dan Model-Model Pembelajaran Aktif Menyenangkan (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2009), hlm. 133.
[4] Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (Jakarta: Kencana Predana Media Group, 2009), hlm. 172.
[5] Roestiyah N.K, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hlm. 75.
PTKBAB IPENDAHULUAN
A. Latar BelakangBerdasarkan hasil studi awal peneliti di SMP Negeri 1 Conggeang kabupaten Sumedang di salah satu kelas dengan jumlah siswa 33 orang, bahwa aktivitas keterlibatan (kegiatan belajar) siswa dalam pembelajaran di salah satu kelas tersebut hanya sekitar 34,9% siswa aktif, persentase aktivitas ini berada dalam kategori kurang (Sa’adah Ridwan 2003:10). Aktifitas yang dimaksud adalah berdasarkan tahapan model pembelajaran inkuiri. Rata-rata hitung tes berupa nilai ulangan fisika di kelas tersebut yaitu 5,14, dengan nilai tertinggi 8 dan nilai terendah 4 (pada skala 10).Rendahnya partisipasi siswa dalam aktifitas pembelajaran di kelas sesuai dengan hasil studi awal adalah diakibatkan oleh siswa kurang memiliki kemampuan untuk merumuskan gagasan sendiri dan kurang memiliki keberanian untuk menyampaikan pendapat pada orang lain. Hal ini menyempitkan pola pikir siswa tentang suatu konsep yang dipelajarinya. Komunikasi multi-arah baik antar siswa dengan siswa maupun guru
dengan siswa menjadi terhambat, dengan sendirinya pula hasil belajar siswa belum mencapai hasil yang maksimal. Penyebab lain adalah faktor guru yang kurang sesuai menerapkan metode pembelajaran yang disampaikan kepada siswa. Selain itu pembelajaran yang disampaikan oleh guru menjadi kurang menarik karena masih berorientasi pada filosofi teacher centre. Akibatnya mereka terbiasa belajar fisika dengan berorientasi pada rumus praktis dalam menyelesaikan persoalan fisika secara langsung tanpa memperhatikan konsep fisika yang ada dalam persoalan tersebut.Berdasarkan kurikulum 2004, pendidikan sains di SMP menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan sains diarahkan untuk “mencari tahu” dan “berbuat” sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang mendalam tentang fenomena alam yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini juga sesuai dengan tingkat perkembangan mental siswa SMP yang masih berada pada fase transisi dari konkrit ke formal. Akan sangat memudahkan siswa jika pembelajaran sains mengajak anak untuk belajar merumuskan konsep secara induktif berdasarkan fakta-fakta empiris di lapangan. Menurut Sudjana (1990:2) indikator keberhasilan belajar adalah tercapainya tujuan pengajaran oleh siswa. Sedangkan tujuan pengajaran akan tercapai bila kegiatan belajar (aktivitas) siswa dapat dioptimalkan sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Artinya jika aktivitas belajar siswa dapat ditingkatkan, maka hasil belajar sebagai tujuan pengajaran dapat dicapai. Salah satu upaya untuk memecahkan masalah rendahnya aktivitas siswa yang berakibat pada rendahnya hasil belajar siswa adalah dengan menerapkan model pembelajaran inkuiri dengan metode pictorial riddle yang diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Model inkuiri merupakan model pembelajaran yang melatih siswa untuk belajar menemukan masalah, mengumpulkan, mengorganisasi, dan memecahkan masalah. Dapat dikatakan bahwa inkuiri merupakan suatu proses yang ditempuh oleh siswa dengan merencanakan dan melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, serta menarik kesimpulan. Dalam inkuiri siswa terlibat secara langsung dalam kegiatan belajar mengajar.Metode pictorial riddle yang akan digunakan dalam penelitian ini merupakan salah satu metode yang termasuk kedalam model inkuiri. Metode pictorial riddle adalah suatu metode atau teknik untuk mengembangkan motivasi dan minat siswa dalam diskusi kelompok kecil maupun besar. Suatu riddle biasanya berupa gambar, baik di papan tulis, papan poster, maupun diproyeksikan dari suatu transparansi, kemudian guru mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan riddle itu (Sudirman dkk, 1989:180). Penggunaan model pembelajaran inkuiri dengan metode pictorial riddle dalam pembelajaran fisika merupakan suatu proses mendefinisikan dan menyelidiki masalah-masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, menemukan data, dan menggambarkan kesimpulan masalah-masalah tersebut. Tahapan dari model pembelajaran inkuiri, yaitu 1) tahap penyajian masalah, 2) tahap pengumpulan dan verivikasi data, 3) tahap mengadakan eksperimen dan pengumpulan data, 4) tahap merumuskan penjelasan, 5) tahap mengadakan analisis inkuiri. Aktivitas belajar siswa terjadi pada saat proses pembelajaran berlangsung, dengan demikian dapat dikatakan bahwa yang diteliti tidak hanya produk (hasil) belajarnya tetapi juga prosesnya. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas.Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis dan guru fisika di SMP 1 Conggeang secara kolaboratif mengadakan penelitian sebagai tidak lanjut untuk menjawab permasalahan mengenai rendahnya hasil belajar siswa menggunakan model pembelajaran inkuiri dengan metode pictorial riddle yang diitegrasikan dalam penelitian tindakan kelas yang berjudul “meningkatkan hasil belajar siswa melalui model
pembelajaran inkuiri dengan metode pictorial riddle”. Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan informasi tentang peningkatan hasil
B. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah “Sejauhmanakah penerapan model pembelajaran inkuiri dengan metode pictorial riddle dapat meningkatkan aktifitas pembelajaran dan hasil belajar siswa?”.Untuk memudahkan dan memberikan arah dalam menganalisis data, rumusan masalah umum tersebut dijabarkan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut:1. Bagaimanakah peningkatan aspek kognitif siswa setelah menggunakan model pembelajaran inkuiri dengan metode pictorial riddle?.2. Bagaimanakah peningkatan aspek afektif siswa setelah menggunakan model pembelajaran inkuiri dengan metode pictorial riddle?.3. Bagaimanakah peningkatan aspek psikomotor siswa setelah menggunakan model pembelajaran inkuiri dengan metode pictorial riddle?.4. Bagaimanakah aktifitas guru pada saat pembelajaran melalui penggunaan model pembelajaran inkuiri dengan metode pictorial riddle?.
C. Batasan MasalahBerhubung aspek yang berkaitan dengan penelitian cukup komplek, dan mengingat keterbatasan peneliti serta untuk lebih memfokuskan pembahasannya, maka dilakukan pembatasan masalah sebagai berikut:1. Hasil belajar pada aspek kognitif yang akan diungkap meliputi prestasi belajar siswa pada tingkatan C1, C2, C3.2. Hasil belajar pada aspek afektif meliputi kategori penerimaan, jawaban, penilaian dan pengorganisasian. 3. Hasil belajar pada aspek psikomotor meliputi peniruan, manipulasi, ketepatan dan artikulasi.4. Penguasaan konsep yang akan diukur merupakan penguasaan siswa terhadap konsep alat-alat optika.5. Aktivitas siswa yang diungkap meliputi aktivitas selama proses pembelajaran berlangsung.
D. Tujuan PenelitianSecara umum penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa melalui penerapan model pembelajaran inkuiri dengan metode pictorial riddle. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah :.1. Mendeskripsikan aktifitas guru pada saat pembelajaran melalui penggunaan model pembelajaran inkuiri dengan metode pictorial riddle.2. Mengetahui peningkatan aspek kognitif siswa pada saat pembelajaran melalui penggunaan model pembelajaran inkuiri dengan metode pictorial riddle.3. Mengetahui peningkatan aspek afektif siswa pada saat pembelajaran melalui penggunaan model pembelajaran inkuiri dengan metode pictorial riddle.4. Mengetahui peningkatan aspek psikomotor siswa pada saat pembelajaran melalui penggunaan model pembelajaran inkuiri dengan metode pictorial riddle
E. Asumsi1. Keaktifan (kegiatan belajar) siswa sejalan dengan hasil belajarnya. Jika aktivitas belajar siswa dapat ditingkatkan, maka hasil belajar sebagai tujuan pengajaran dapat ditingkatkan. 2. Aktivitas siswa merupakan kegiatan berinteraksi dalam pembelajaran. Model inkuiri
merupakan proses berinteraksi dengan cara mendefinisikan dan menyelidiki masalah-masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, menemukan data, dan menggambarkan kesimpulan dari suatu masalah.
F. Manfaat PenelitianHasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan sumbangan pemikiran yang berarti bagi perorangan/institusi di bawah ini :1. Bagi siswa: model pembelajaran inkuiri yang diperkenalkan dalam penelitian ini dapat membantu meningkatkan hasil belajar siswa.2. Bagi guru: hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai metode alternatif dalam pembelajaran fisika dalam rangka peningkatan hasil belajar siswa.
G. Hipotesis TindakanHipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: hasil belajar siswa dapat ditingkatkan dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri dengan metode pictorial riddle.
H. Definisi Istilaha. Aspek kognitif yang dimaksud berupa ingatan/hapalan (C1), pemahaman (C2) dan penerapan (C3) terhadap pokok bahasan alat-alat optika, aspek ini dinilai berdasarkan hasil tes pada setiap siklus.b. Aspek afektif yang dimaksud berkenaan dengan sikap siswa meliputi penerimaan, jawaban, penilaian, organisasi dan internalisasi selama proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran inkuiri dengan metode pictorial riddlec. Aspek psikomotor merupakan kinerja siswa selama proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran inkuiri dengan metode pictorial riddle.d. Model inkuiri merupakan proses mendefinisikan dan menyelidiki masalah-masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, menemukan data, dan menggambarkan kesimpulan dari masalah-masalah tersebut.
PBLI
eperti yang telah saya uraikan pada postingan sebelumnya, bahwa model pembelajaran merupakan kunci dari optimal atau tidaknya suatu proses belajar, oleh karena itu penerapan model pembelajaran yang bervariasi tentu akan menghasilkan proses yang berbeda pula. Kali ini saya akan menguraikan suatu model pembelajaran yang telah di modifikasi sehingga menjadi lebih inovatif. Model tersebut adalah model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) based Internet. Pasti anda pernah mendengar model pembelajaran Problem Based Learning atau bahkan pernah menerapkannya dalam pembelajaran, namun saya yakin bahwa model PBL based Internet belum pernah anda dengar sebelumnya. Model PBL based Internet ini merupakan model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian Nur'aini saat menyusun skripsinya. Nah, seperti apakah model pembelajaran tersebut, silahkan anda simak...
1. Pengertian “Model problem based learning (PBL) adalah rangkaian aktivitas
pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah” (Sanjaya, 2010: 214). Model problem based learning (PBL) dapat diiplementasikan di lingkungan belajar yang konstruktivistik. Lingkungan belajar konstruktivistik yang dimaksud antara lain: kasus-kasus berhubungan, fleksibelitas kognisi, sumber-sumber informasi, cognitive tools, pemodelan yang dinamis, percakapan dan kolaborasi, dan dukungan sosial dan kontekstual (http://blogwirabuana.wordpress.com/2011/03/16/pengaruh-penggunaan-model-pembelajaran-problem-based-learning-terhadap-hasil-belajar-siswa/). Internet merupakan jaringan global yang menghubungkan beribu sampai berjuta jaringan komputer (lokal/wide areal network) dengan komputer pribadi (stand alone). Setiap komputer yang dihubungkan dengan internet bisa berkomunikasi satu sama lain (Brace, 1997) dalam Prawiradilaga dan Siregar (2004: 307). Peranan internet dalam pembelajaran adalah untuk menyediakan content (sumber belajar) yang sangat kaya dan juga menghubungkan siswa ke berbagai sumber belajar (Prawiradilaga dan Siregar, 2004: 311). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran problem based learning (PBL) based internet adalah rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah yang mana menggunakan teknologi internet sebagai sumber pembelajarannya.
2. Langkah-langkah Langkah-langkah model Problem Based Learning (PBL), adalah:
1. Merumuskan masalah, artinya siswa menentukan masalah yang akan dipecahkan.
2. Menganalisis masalah, artinya siswa meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang.
3. Merumuskan hipotesis, artinya siswa merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan masalah sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.
4. Mengumpulkan data, artinya siswa mencari dan mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah.
5. Pengujian hipotesis, artinya siswa mengambil atau merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan.
Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, artinya siswa menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan (John Dewey) dalam Sanjaya (2010: 217).
3. Kelebihan dan Kekurangan
1. Kelebihan model Problem Based Learning (PBL), adalah :1. Siswa dapat lebih memahami materi pelajaran.2. Menantang kemampuan siswa untuk menemukan pengetahuan baru 3. Meningkatkan aktivitas belajar siswa. 4. Mendorong siswa untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap
hasil maupun proses belajarnya. 5. Dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa. 6. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa dan membantu
siswa untuk dapat menemukan pengetahuan baru. 7. Memberikan kesempatan pada siswa untuk dapat menerapkan
pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata (Sanjaya, 2010: 220-221).
Kelebihan internet dalam dunia pendidikan adalah dapat menjadi akses kepada berbagai sumber informasi, akses kepada nara sumber, dan sebagai media kerjasama (http://sunartombs.wordpress.com/2010/10/02/pemanfaatan-internet-dalam-pembelajaran/).
4. Kekurangan Problem Based Learning (PBL) Based Internet1. Kekurangan Problem Based Learning (PBL) adalah:1. Jika siswa berpikir bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk
dipecahkan, maka siswa tidak mempunyai keyakinan untuk mencoba.
2. Membutuhkan cukup waktu untuk persiapan. 3. Siswa tidak akan belajar jika tidak ada keinginan siswa untuk
memecahkan permasalahan yang sedang dipelajari (Sanjaya, 2010: 221). Internet memiliki kekurangan yang berdampak negatif kepada masyarakat disebabkan oleh terlalu bebasnya informasi yang ada di internet sehingga memungkinkan anak-anak untuk melihat dan membaca berbagai hal yang belum waktunya untuk dilihat dan dibaca (Suharno, 2006: 19).
2. Kekurangan internet sebagai sumber belajar yang lain adalah:1. Kurang menumbuhkan moral siswa dikarenakan minimnya
interaksi antara siswa dengan guru maupun interaksi antara siswa dengan siswa lain.
2. Tidak semua guru menguasai ICT, sehingga teknologi internet sulit untuk diimplementasikan sebagai sumber belajar.
3. Siswa yang tidak mempunyai motivasi belajar yang tinggi cenderung gagal.
4. Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet. 5. Kurang tenaga ahli yang terampil menggunakan internet
(http://sunartombs.wordpress.com/2010/10/02/pemanfaatan-internet-dalam-pembelajaran/).
Menurut pandangan penulis, kelebihan model Problem Based Learning (PBL) Based Internet adalah model pembelajaran ini mampu mendorong siswa untuk menganalisis permasalahan tertentu serta mencari pemecahan permasalahan sesuai dengan materi yang diberikan melalui teknologi internet yang saat ini tengah berkembang dengan pesat. Adanya tuntutan untuk menganalisis setiap permasalahan yang disajikan dapat menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa. Dengan adanya teknologi internet pun dapat mempermudah siswa dalam memperoleh materi pembelajaran yang mungkin tidak siswa temukan di buku atau sumber belajar lain. Internet juga dapat mempermudah siswa dalam melakukan komunikasi kepada nara sumber berkaitan dengan materi yang siswa pelajari. Sedangkan kekurangan model Problem Based Learning (PBL) Based Internet adalah sulitnya pengkondisian kelas yang dilakukan oleh guru oleh karena model ini menuntut adanya diskusi siswa secara berkelompok. Selain hal tersebut, informasi yang ada di dalam situs-situs di internet tidak semuanya boleh siswa baca. Terdapat situs-situs di internet yang menyajikan content yang belum saatnya siswa tahu.
Daftar Pustaka :
1. Buana, Setiadi. 2011. “Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran PBL (Problem Based Learning) Terhadap Hasil Belajar Siswa”. http://blogwirabuana.wordpress.com/2011/03/16/pengaruh-penggunaan-model-pembelajaran-problem-based-learning-terhadap-hasil-belajar-siswa/ (diakses tanggal 2 November 2011 pukul 10.16)
2. Sanjaya,Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Pendidikan. Bandung: Prenanda Media Group.
3. Suharno Nugroho. 2006. Bermain Internet. Jakarta: PT Anak Saleh Pratama.
4. Sunarto. 2010. “Pemanfaatan Internet Sebagai Alternatif Sumber Belajar Dan Media Pendidikan Jarak Jauh”. http://sunartombs.wordpress.com/2010/10/02/pemanfaatan-internet-dalam-pembelajaran/ (diakses tanggal 2 November 2011 pukul 10.27)
Demikianlah sedikit uraian mengenai model pembelajaran Problem Based Learning based Internet. Kiranya sebagai guru kita perlu mengoptimalkan setiap media dan teknologi yang ada demi keberhasilan anak didik (siswa) kita. Jangan sampai perkembangan internet justru berakibat menurunnya prestasi belajar dan moral siswa akibat penggunaan yang tidak terkendali.Semoga bermanfaat dan wassalamu'alaikum....
Note : penulis disini adalah Nur'aini
top related