pertanian pad1 sawah dan perkembangannya … · unsur-unsur pokok yang diamati dalam studi ini, ya-...

Post on 26-Mar-2019

232 Views

Category:

Documents

0 Downloads

Preview:

Click to see full reader

TRANSCRIPT

SISTEM KELEMBAGAAN HUBUIUGAN KERJA PERTANIAN PAD1 SAWAH DAN PERKEMBANGANNYA

DIPEDESAAN KABUPATEN LUMAJANG PROPlNSl

JAWA TlMUR (Kasus Satu Desa )

O l e h

M A R Y U N A I I I

NRP: 82087

FAKULTAS PASCASARJANA

INSTITUT PERTANlAN BOGOR

1 9 8 6

RINGKASAN

MARYUNANI. Sistem Kelembagaan Hubungan .Kerja Pertanian

dan Perkembangannya, kasus satu desa di Kabupaten Luma-

jang Propinsi Jawa Timur (di bawah bimbingan SEDIONO MP

TJONDRONEGORO sebagai ketua, SAJOGYO dan RUDOLF S SINAGA

sebagai anggota).

Unsur-unsur pokok yang diamati dalam studi ini, ya-

itu: (a) Kelembagaan Hubungan Kerja; (b) Kelembagaan Per-

tanahan, sebagai salah satu faktor pengaruh terciptanya

perkembangan sistem hubungan kerja; dan (c) Dampak per-

kembangan sistem hubungan kerja.

Tujuan penelitian, mengamati:

1. Perkembangan pelapisan r~m~h'tangga > . petani dan buruh . . .

tani berdasarkan luas pemilikan dan penguasaan lahan

2. Kelembagaan hubungan kerja pertanian (padi sawah) da-

lam ha1 bentuk, pembagian pekerjaan, pembagian hasil

produksi serta pola hubungan kerja;

3. Perkembangan kelembagaan hubungan kerja pertanian

dan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan ke-

lembagaan hubungan kerja; dan

4. Dampak perkembangan kelembagaan tersebut, terutama

yang berkaitan dengan usaha meningkatkan kesejahtera-

an rumah tangga (petani dan buruh tani).

Penelitian ini dilakukan disatu kampung yang dengan

sengaja dipilih dari Desa Bades Kecamatan Pasirian, 20

kilometer Selatan Kabupaten Lumajang. Analisa data dida-

sarkan pada hasil sensus (N) 119 rumah tangga dan (n) 60

rumah tangga petani contoh yang dipilih secara Proportio-

nal Stratified Random Sample. Sumber data lainnya diper-

oleh dari key informant dan kantor Desa, disamping dari

kantor Kecamatan, kan-tor Kabupaten, dan instansi lain

yang berkaitan dengan maksud penelitian.

Penguasaan lahan, meliputi: sawah milik, dan bukan

milik yang diperoleh dari sewa dan sakap. Dalam usahata-

ni padi tidak dikenal "sakap menyakap", kecuali sawah mi-

lik dan sewa. Periode waktu "sewa lahan" tahunan dan

pembayaran sewa di muka.

Distribusi luas pemilikan dan penguasaan lahan (di

musim hujan dan kemarau) sangat timpang, angka Gini ma-

sing-masing: 0,715; 0,716; dan 0,615. Besarnya angka

Gini luas pemilikan (0,715) disebabkan oleh: (a) proses

pewarisan, yang mulai berkurang sejak tahun 70-an; dan

(b) berkembangnya proses jual beli, terutama bagi rumah

tangga petani dengan luas pemilikan di atas satu hektar.

Tampak adanya konsentrasi luas pemilikan sawah pada ru-

mah tangga petani kaya (lapisan IV), terutama rumah tang-

ga yang memiliki sawah dua hektar atau lebih.

Besarnya angka Gini luas penguasaan lahan milik-se-

wa (0,716) berarti rumah tangga petani lebih banyak me-

nyewa lahan daripada menyewakan. Menyewa lahan lebih me-

nguntungkan daripada menyewakan. Dengan demikian semakin

jelas adanya usaha rumah tangga lapisan atas untuk meng-

akumulasikan luas penguasaan lahan sawah. Hal ini ditun-

jukkan bahwa semakin luas sawah yang dimiliki, semakin

luas sawah yang disewa.

Sakap menyakap berpengaruh terhadap luas penguasaan

lahan menjadi lebih merata daripada luas pemilikan mau-

pun luas penguasaan lahan milik-sewa (angka Gini: 0,615)

Pada musim kemarau, pemilik atau penguasa lahan di atas

satu hektar lebih banyak menyakapkan sawah kepada rumah

tangga lapisan di bawah 0,50 hektar (termasuk no1 hek-

tar).

Sakap menyakap, salah satu bentuk penguasaan lahan

yang umum dilakukan masyarakat setempat dimusim kemarau.

Keuntungan bagi pemilik atau penguasa lahan: (a) bagian

hasil diperoleh tanpa mengeluarkan biaya produksi; (b)

periode waktu hanya semusim (musim kemarau); dan ( c ) pe-

nyakap yang dipilih atas dasar kejujuran dan ketrampilan

menjamin keamanan dan produksi optimal. Keuntungan panya-

kap: (a) bagian hasil dimusim kemarau; dan (b) kontinyui-

tas kerja, sekaligus merupakan asuransi sosial. Tidak se-

mua buruh tani memperoleh kesempatan menyakap sawah, ter-

gantung ketrampilan, permodalan, dan ikatan hubungan de-

ngan pemilik atau penguasa lahan.

Hubungan kerja usahatani padi menunjukkan pola hu-

bungan yang kompleks. Sekalipun ada kecenderungan pengu-

asa lahan luas mempekerjakan buruh tani yang menguasai

lahan sempit, dapat terjadi pula sebaliknya. Karena itu

selain "buruh tani" (no1 hektar) terdapat pula "petani

berburuh" (kecuali yang menguasai lahan dua hektar atau

lebih). Dengan demikian tampak hubungan antara luas la-

han yang dikuasai dengan variasi perilaku rumah tangga

disetiap lapisan dalam pembagian pekerjaan usahatani pa-

di sawah (Hipotesa I).

Dalam usahatani padi tidak dikenal bentuk hubungan

"sambat sinambat" atau tukar tenaga. Sambat sinambat ha-

nya berlangsung pada penyakapan, tepatnya pada saat usa-

hatani non padi.

Menjalin ikatan hubungan kerja, penguasa lahan ter-

lebih dahulu meminta kesediaan buruh tani. Adanya ke-

cenderungan bahwa buruh tani malu meminta pekerjaan ke-

pada majikan, menunjukkan adanya kesan bahwa jumlah te-

naga buruh cukup banyak, sehingga memungkinkan penguasa

lahan memilih, menseleksi dan menentukan buruh tani yang

dipekerjakan. Sekalipun demikian, usahatani yang tidak

berlangsung serempak (irigasi setengah teknis), memung-

kinkan buruh tani memperoleh pekerjaan lebih dari satu

majikan dengan bentuk hubungan kerja yang beragam.

Bentuk hubungan kerja ini meliputi: kedokan, krocok-

an, harian lepas dan borongan. Bentuk krocokan lebih u-

mum dipakai daripada "kedokan", karena: (a) biaya tenaga

kerja lebih ringan (sebagian dibayar saat panen) dan le-

bih kecil; dan (b) sebagai pengganti bentuk hubungan

kerja "pendeman" yang dalam periode 10 - 15 tahun terak-

hir tidak dipergunakan lagi. Ada kecenderungan bentuk

"kedokan" dan "krocokan" diberikan oleh penguasa lahan

(terutama lapisan IV) terbatas kepada buruh tani yang ma-

sih ada hubungan kerabat dan buruh tetap daripada buruh

tani di luar lingkaran jalinan itu. Gejala ini menunjuk-

kan bahwa jumlah buruh tani lebih besar dari daya tam-

pung lahan yang diusahakan, sehingga peluang kesempatan

bekerja buruh tani yang tidak memiliki hubungan khusus

dengan penguasa lahan semakin kecil (sekalipun masih ada

peluang bekerja dengan bentuk hubungan kerja harian dan

borongan). Dengan perkataan lain, semakin luas sawah

yang dikuasai, hubungan kerja pertanian semakin bersifat

"asimetris" dan kurang menguntungkan buruh tani, teruta-

ma di luar lingkaran kerabat (Hipotesa 11).

Semakin sempitnya peluang bekerja dan tidak mencu-

kupinya penghasilan dari bidang pertanian untuk memenuhi

kebutuhan pokok rumah tangga, berpengaruh terhadap seba-

gian rumah tangga petani di bawah 0,50 hektar melakukan

pekerjaan di luar bidang pertanian. Hal ini dilakukan

pula oleh sebagian rumah tangga lapisan di atasnya (ter-

utama lapisan IV) dengan maksud menambah penghasilan dan

modal. Akibatnya, ketimpangan penghasilan dibidang per-

tanian (angka Gini: 0 ,64 ) menjadi semakin nyata setelah

adanya penghasilan dari luar bidang pertanian (angka

Gini: 0,67).

top related